• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Anggota Organisasi Kepemudaan Alumni Budi Mulia (Album-Medan) Terhadap donor Darah Di Pmi Medan Tahun 2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Anggota Organisasi Kepemudaan Alumni Budi Mulia (Album-Medan) Terhadap donor Darah Di Pmi Medan Tahun 2012"

Copied!
152
0
0

Teks penuh

(1)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ANGGOTA ORGANISASI KEPEMUDAANALUMNI BUDI MULIA

(ALBUM-MEDAN) TERHADAP DONOR DARAH DI PMI MEDAN TAHUN 2012

SKRIPSI

Oleh :

MEI RODHIAH PANJAITAN NIM. 081000077

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ANGGOTA ORGANISASI KEPEMUDAANALUMNI BUDI MULIA

(ALBUM-MEDAN) TERHADAP DONOR DARAH DI PMI MEDAN TAHUN 2012

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh :

MEI RODHIAH PANJAITAN NIM. 081000077

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi Dengan Judul

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ANGGOTA ORGANISASI KEPEMUDAAN ALUMNI BUDI MULIA (ALBUM-MEDAN)

TERHADAP DONOR DARAH DI PMI MEDAN TAHUN 2012

Yang dipersiapkan dan dipertahankan oleh:

MEI RODHIAH PANJAITAN NIM. 081000077

Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 25 Oktober 2012 dan

Dinyatakan telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima

Tim Penguji

Ketua Penguji Penguji I

dr. Linda T. Maas, MPH Drs. Tukiman MKM NIP. 19521022 198003 2 002 NIP. 19611024 199003 1 003

Penguji II Penguji III

Drs. Alam Bakti Keloko, MKes Drs. Eddy Syahrial, MS NIP.19620604 199203 1 001 NIP. 19590713 198703 1 001

Medan, Oktober 2012 Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara Dekan,

(4)

ABSTRAK

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Anggota Organisasi Kepemudaan Alumni Budi Mulia (Album-Medan) Terhadap donor Darah Di Pmi Medan Tahun 2012

Pentingnya ketersediaan darah untuk memenuhi kebutuhan akan darah yang dapat terjadi kapan saja seperti untuk korban kecelakaan, pasien operasi mayor seperti jantung, seksio sesarea, dan untuk penderita penyakit darah seperti hemophilia dan thalassemia. Ketersediaan darah dapat ditanggulangi dengan mendapatkan bantuan darah dari pemuda. Oleh karena itu, sangat penting untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi anggota organisasi kepemudaan ALBUM-Medan dalam mendonorkan darah di PMI ALBUM-Medan Tahun 2012.

Penelitian ini bertujuan untuk melihat faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi anggota organisasi kepemudaan Alumni Budi Mulia (ALBUM-Medan) terhadap mendonorkan darah di Palang Merah Indonesia (PMI), yaitu karakteristik, sumber informasi, modal sosial, pengetahuan, sikap, kelompok referensi, niat dan tindakan pemuda untuk mendonorkan darah di UTD-PMI Medan Tahun 2012. Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif. Jumlah responden dalam penelitian ini berjumlah 62 orang dengan teknik pengambilan sampel yaitu Total Sampling, dimana responden adalah anggota organisasi kepemudaan ALBUM-Medan yang mendaftar tahun 2009-2011. Dan hasilnya akan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan karakteristik responden terbanyak berumur 18 tahun (33,9%), responden terbanyak adalah laki-laki (59,7%). Sumber informasi responden masih terkategori sedang (71,0%). Pengetahuan responden dikategorikan sedang (67,7%). Modal sosial responden dikategorikan sedang (50,0%). Sikap responden dikategorikan baik (88,7%). Kelompok referensi dan sikap sangat berperan terhadap niat responden. Dan niat akan mempengaruhi tindakan. Responden terbagi dua yaitu responden yang pernah mendonorkan darah sebanyak 7 orang dan responden yang belum pernah mendonorkan darah sebanyak 55 orang. Dari responden yang pernah mendonorkan darah, memiliki tindakan yang dikategorikan baik (85,7%).

Dari hasil penelitian disarankan agar pihak PMI lebih aktif mempromosikan donor darah kepada organisasi kepemudaan untuk menanggulangi ketersediaan stok darah.

(5)

ABSTRACT ALBUM-Medan to donate blood at Medan Red Cross in 2012.

The purposed of this studied was aimed to determine the factors that affect members of youth organizations ALBUM-Medan to donate blood, the factors were characteristics, sources of information, knowledge,social capital, attitude, reference groups, intentions and actions of members of youth organizations ALBUM-Medan to donate blood at Medan Red Cross in 2012. This research used descriptive quantitative. The number of respondents in this studied amounted to 62 people with Total Sampling as the sampling technique, where the respondent was a person who members of youth organizations ALBUM-Medan that register in 2009-2011. The results are presented in frequency distribution table.

The results showed that based on the characteristics of most respondents aged 18 years (33,9%), most respondents were male (59,7%). The sources of information respondents is medium (71,0%). There were (67,7%) respondents that had medium promotion of blood donation to the youth organizations so that the stocks of blood increase.

(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Mei Rodhiah Panjaitan

Tempat/Tanggal Lahir : Pematangsiantar/ 19 Mei 1990

Agama : Kristen Protestan

Status Perkawinan : Belum Menikah

Jumlah Bersaudara : 5 (lima) bersaudara

Alamat Rumah : Jalan Bahagia Gang.Sadaarih No.12 Medan

Alamat Orang Tua : Jalan Binjai No.14 Pematangsiantar

Riwayat Pendidikan

Tahun 1995 – 1996 : TK Bhayangkari Pematangsiantar

Tahun 1996 – 2002 : SD Negeri 125545 Pematangsiantar

Tahun 2002 – 2005 : SLTPN 3 Pematangsiantar

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat

dan karuniaNya, penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Anggota Organisasi Kepemudaan Alumni Budi Mulia (Album-Medan) Terhadap Donor Darah Di PMI Medan Tahun 2012”. Skripsi ini adalah salah satu syarat yang ditetapkan untuk memperoleh gelar Sarjana

Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera

Utara.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada ibu dr. Linda T. Maas, MPH selaku dosen pembimbing I dan bapak Drs. Tukiman MKM

selaku dosen pembimbing II, yang telah meluangkan banyak waktu dan pikiran dalam

memberikan petunjuk, saran dan bimbingan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat

diselesaikan. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang

telah membantu dan memberi dukungan kepada penulis, baik secara moril maupun

materil.

1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Tukiman MKM selaku Ketua Departemen Pendidikan Kesehatan dan

Ilmu Perilaku Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Dra. Jumirah , Apt , MKes selaku Dosen Pembimbing Akademik penulis di

(8)

5. Seluruh Dosen dan staf di Fakultas Kesahatan Masyarakat Universitas Sumatera

Utara.

6. Terkhusus buat ayahanda M.Panjaitan dan ibunda R. br. Situmorang tercinta

terimakasih atas kasih sayang, doa dan motivasi yang terbaik yang telah diberikan

kepada penulis.

7. Kepada keluarga besarku Hendry Napitupulu/ Mutiara br.Panjaitan, Saut

Halomoan/ Rina br.Panjaitan, Ester Ratna Dewi Panjaitan, Bobby Maruli

Panjaitan/ Uli br.Hutasoit terimakasih buat doa dan semangat yang diberikan

kepada penulis.

8. Terkhusus buat teman dekat dan terbaikku Bobby Sirait yang memberikan doa dan

motivasi untuk membantu penulis selama proses penelitian.

9. Trimakasih buat Gesit (Rahmi, Lidya, Emma, Kisty, Vani, Arietha), Teman-teman

(Doan, Sari Rahmadani, Hilma, Helda, Fitri, Nenny, Nadya, Titan, kak Airin, bg

Sedar Malam, bg Deddy, Nona, Fera, Purna, Jelentika, Putri Marlinang, Melda,

Hotlan, Julius ) , teman2 PBL (kak Rini, bg Rio, kak Jesika, Evia, Putra, kak

Rofirma), teman2 LKP (kak Utari, Zul, Lenny, Doan, kak Ida), Aneshe Malakha

(Kak Marlina, Helfi, Nursyani, Vani, Emma, Lidya), SAHABATKU Lenny

Melisa, Veronica Velish, Mardina , Cory sihombing, Gita Sihite.

10. ALBUM (Julia, Citra, Joshua, kak Noni, Bg Antoni, Bg ronald, Edwin, Rosalina,

Martha, dan teman-teman lain yang tidak bisa disebutkan satu persatu).

Akhirnya, penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang tidak

dapat penulis sebutkan satu per satu. Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa membalas

(9)

Penulis menyadari bahwa penulis memiliki keterbatasan kemampuan dalam

membuat skripisi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang

bersifat membangun dan menyempurnakan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat

bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Oktober 2012

Penulis

(10)

DAFTAR ISI

2.3.4. Faktor yang mempengaruhi pengetahuan ... 15

2.4. Sikap ... 17

2.4.1. Pengukuran Sikap ... 18

2.4.2. Fungsi sikap ... 18

2.5. Tindakan ... 19

2.6. Perilaku Kesehatan ... 21

2.7. Teori mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku ... 22

2.7.1. WHO... 22

2.7.2. Teori Alasan Berperilaku (TRA) ... 23

2.8. Modal Sosial ... 26

2.9. PMI ... 27

2.9.1. Unit transfusi darah ... 27

2.9.2. Darah ... 27

2.9.3. Transfusi darah ... 30

2.9.4. Donor darah ... 30

2.9.5. Syarat-syarat untuk donor darah ... 32

(11)

2.9.2. Pengambilan darah donor ... 34

2.10. ALBUM (Alumni Budi Mulia) ... 34

2.11. Kerangka Konsep ... 36

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian ... 37

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 37

3.2.1. Lokasi penelitian ... 37

3.2.2. Waktu Penelitian ... 37

3.3. Populasi dan Sampel ... 38

3.3.1. Populasi ... 38

3.3.2. Sampel ... 38

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 38

3.4.1. Data Primer ... 38

3.4.2. Data Sekunder ... 38

3.5. Defenisi Operasional ... 38

3.6. Instrumen dan Aspek Pengukuran ... 40

3.6.1. Instrumen ... 40

3.6.2. Aspek Pengukuran ... 40

a. Modal Sosial ... 41

b. Pengukuran Sumber Informasi ... 41

c. Pengukuran Pengetahuan ... 42

d. Pengukuran Sikap ... 43

e. Pengukuran Kelompok Refrensi ... 44

f. Pengukuran Niat ... 45

g. Pengukuran Tindakan ... 45

3.7. Metode Pengolahan dan Analisa Data ... 46

3.7.1. Pengolahan Data ... 46

3.7.2. Analisa Data ... 47

BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian... 51

4.2. Hasil Penelitian ... 51

4.3. Gambaran Modal Sosial Responden... 53

4.3.1. Distribusi Frekuensi Modal Sosial ... 53

4.3.2. Gambaran Modal Sosial anggota ALBUM-Medan ... 4.4. Sumber Informasi ... 58

4.4.1.Sumber Informasi yang paling jelas ... 58

4.4.2. Rasa Peduli Responden terhadap sumber Informasi ... 59

4.4.3. Seberapa sering responden menonton iklan yang mengandung unsur donor darah ... 59

4.4.4. Responden yang mengakses internet mengenai donor Darah ... 60

(12)

4.4.6. Responden merasakan manfaat dari informasi yang

didapat dari berbagai sumber... 61

4.4.7. Responden merasakan ketertarikan ... 62

4.4.8. Distribusi frekuensi sumber informasi ... 63

4.5. Pengetahuan ... 63

4.5.1. Pengetahuan tentang adanya manfaat mendonor darah . 63 4.5.2. Pengetahuan tentang pengertian donor darah ... 64

4.5.3. Pengetahuan tentang syarat donor darah ... 65

4.5.4. Distribusi frekuensi pengetahuan responden ... 65

4.6. Sikap ... 66

4.6.1 Distribusi frekuensi sikap responden ... 69

4.7. Kelompok Refrensi ... 69

4.7.1 Responden melihat orang lain mendonorkan darah ... 69

4.7.2. Tanggapan orang tua responden terhadap donor darah. . 70

4.7.3. Keluarga Responden sebagai kelompok refrensi ... 71

4.7.4. Tanggapan teman-teman responden mengenai donor Darah ... 71

4.7.5. Teman-teman Responden sebagai kelompok refrensi ... 72

4.7.6. Dukungan orang tua dalam hal donor darah ... 72

4.7.7. Perkumpulan lain yang melakukan aksi donor darah ... 73

4.7.8. Tanggapan responden terhadap pernyataan tentang kelompok refrensi ... 74

4.7.9. Distribusi frekuensi sikap responden ... 76

4.8. Niat ... 77

4.8.1 Niat responden dalam mendonorkan darah ... 77

4.8.2. Tindakan yang akan dilakukan responden jika ada aksi donor darah ... 77

4.8.3. Distribusi frekuensi niat responden ... 78

4.9. Tindakan ... 78

4.9.1 Tindakan responden dalam hal donor darah ... 79

4.9.2. Tempat pertama kali mendonorkan darah ... 79

4.9.3. Berapa kali melakukan aksi donor darah ... 80

4.9.4. Manfaat yang dirasakan responden ... 80

4.9.5. Tindakan responden setelah melakukan donor darah .... 81

4.9.6. Alasan Responden tidak melakukan donor darah ... 81

4.9.7. Distribusi Frekuensi Tindakan Responden ... 82

BAB V PEMBAHASAN 5.1. Karakteristik Responden... 83

5.2. Sumber Informasi ... 84

5.3. Pengetahuan ... 86

5.4. Modal Sosial ... 88

5.5. Kategori Sikap Responden ... 90

(13)

5.7. Niat ... 94 5.8. Tindakan ... 95

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan ... 98 6.2. Saran ... 99

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Kuesioner Penelitian

Lampiran 2 Surat ijin Penelitian dari FKM USU

Lampiran 3 Surat Penelitian dari ALBUM

Lampiran 4 Master data SPSS

(15)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden ... 52

Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Modal Sosial Responden ... 53

Tabel 4.3. Modal Sosial ... 54

Tabel 4.4. Sumber informasi yang paling jelas mengenai donor darah ... 58

Tabel 4.5. Rasa peduli responden terhadap sumber informasi ... 59

Tabel 4.6. Seberapa sering responden menonton iklan yang mengandung unsur donor darah ... 60

Tabel 4.7. Pernah atau tidaknya mengakses internet yang mengandung unsur donor darah ... 60

Tabel 4.8. Pernah atau tidaknya membaca koran/ Tabloid/ Majalah yang mengandung unsur donor darah ... 61

Tabel 4.9. Responden merasakan manfaat dari informasi tentang donor darah ... 62

Tabel 4.10. Rasa ketertarikan responden untuk melakukan aksi donor darah ... 63

Tabel 4.11. Distribusi Frekuensi Sumber Informasi ... 63

Tabel 4.12. Mengetahui adanya manfaat yang diterima pendonor darah ... 64

Tabel 4.13. Pengetahuan tentang pengetian donor darah ... 65

Tabel 4.14. Pengetahuan responden tentang syarat donor darah ... 66

Tabel 4.15. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden ... 66

Tabel 4.16. Gambaran sikap responden ... 67

Tabel 4.17. Distribusi Frekuensi sikap responden ... 70

Tabel 4.18. Responden melihat oraang lain donor darah ... 71

(16)

Tabel 4.20. Ada tidaknya anggota keluarga Responden yang menjadi

pendonor darah rutin ... 72

Tabel 4.21. Tanggapan teman-teman responden mengenai donor darah ... 73

Tabel 4.22. Ada tidaknya teman responden yang menjadi pendonor darah rutin ... 73

Tabel 4.23. Pernah tidaknya orang tua responden bercerita tentang donor darah ... 74

Tabel 4.24. Pernah tidaknya perkumpulan lain mengadakan kegiatan donor darah ... 75

Tabel 4.25. Kelompok Refrensi ... 76

Tabel 4.26. Distribusi Frekuensi Kelompok Referensi ... 78

Tabel 4.27. Niat mendonorkan darah ... 79

Tabel 4.28. Tindakan yang akan responden lakukan jika ada aksi donor darah ... 80

Tabel 4.29. Distribusi Frekuensi Niat Responden ... 80

Tabel 4.30. Tindakan anggota organisasi dalam hal donor darah ... 80

Tabel 4.31. Tempat pertama kali melakukan donor darah ... 81

Tabel 4.32. Berapa kali responden pernah mendonorkan darah ... 82

Tabel 4.33. Manfaat yang dirasakan responden ... 83

Tabel 4.34. Apakah anda mengajak teman/ keluarga untuk mendonorkan darah ... 83

Tabel 4.35. Mengapa anda tidak pernah melakukan donor darah ... 84

(17)

ABSTRAK

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Anggota Organisasi Kepemudaan Alumni Budi Mulia (Album-Medan) Terhadap donor Darah Di Pmi Medan Tahun 2012

Pentingnya ketersediaan darah untuk memenuhi kebutuhan akan darah yang dapat terjadi kapan saja seperti untuk korban kecelakaan, pasien operasi mayor seperti jantung, seksio sesarea, dan untuk penderita penyakit darah seperti hemophilia dan thalassemia. Ketersediaan darah dapat ditanggulangi dengan mendapatkan bantuan darah dari pemuda. Oleh karena itu, sangat penting untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi anggota organisasi kepemudaan ALBUM-Medan dalam mendonorkan darah di PMI ALBUM-Medan Tahun 2012.

Penelitian ini bertujuan untuk melihat faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi anggota organisasi kepemudaan Alumni Budi Mulia (ALBUM-Medan) terhadap mendonorkan darah di Palang Merah Indonesia (PMI), yaitu karakteristik, sumber informasi, modal sosial, pengetahuan, sikap, kelompok referensi, niat dan tindakan pemuda untuk mendonorkan darah di UTD-PMI Medan Tahun 2012. Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif. Jumlah responden dalam penelitian ini berjumlah 62 orang dengan teknik pengambilan sampel yaitu Total Sampling, dimana responden adalah anggota organisasi kepemudaan ALBUM-Medan yang mendaftar tahun 2009-2011. Dan hasilnya akan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan karakteristik responden terbanyak berumur 18 tahun (33,9%), responden terbanyak adalah laki-laki (59,7%). Sumber informasi responden masih terkategori sedang (71,0%). Pengetahuan responden dikategorikan sedang (67,7%). Modal sosial responden dikategorikan sedang (50,0%). Sikap responden dikategorikan baik (88,7%). Kelompok referensi dan sikap sangat berperan terhadap niat responden. Dan niat akan mempengaruhi tindakan. Responden terbagi dua yaitu responden yang pernah mendonorkan darah sebanyak 7 orang dan responden yang belum pernah mendonorkan darah sebanyak 55 orang. Dari responden yang pernah mendonorkan darah, memiliki tindakan yang dikategorikan baik (85,7%).

Dari hasil penelitian disarankan agar pihak PMI lebih aktif mempromosikan donor darah kepada organisasi kepemudaan untuk menanggulangi ketersediaan stok darah.

(18)

ABSTRACT ALBUM-Medan to donate blood at Medan Red Cross in 2012.

The purposed of this studied was aimed to determine the factors that affect members of youth organizations ALBUM-Medan to donate blood, the factors were characteristics, sources of information, knowledge,social capital, attitude, reference groups, intentions and actions of members of youth organizations ALBUM-Medan to donate blood at Medan Red Cross in 2012. This research used descriptive quantitative. The number of respondents in this studied amounted to 62 people with Total Sampling as the sampling technique, where the respondent was a person who members of youth organizations ALBUM-Medan that register in 2009-2011. The results are presented in frequency distribution table.

The results showed that based on the characteristics of most respondents aged 18 years (33,9%), most respondents were male (59,7%). The sources of information respondents is medium (71,0%). There were (67,7%) respondents that had medium promotion of blood donation to the youth organizations so that the stocks of blood increase.

(19)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

Kesehatan adalah hak azasi dan sekaligus investasi untuk keberhasilan

pembangunan kesehatan secara menyeluruh dan berkesinambungan dengan tujuan

guna meningkatkan kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi orang agar terwujud

derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya (Depkes RI, 2004).

Wacana tentang kesehatan sebagai hak azasi manusia dan sekaligus investasi

sumber daya manusia tersebut telah terdengar dimana-mana. Organisasi Palang

Merah Indonesia (PMI) merupakan salah satu organisasi yang membantu pemenuhan

hak azasi manusia dalam bidang kesehatan misalnya dalam hal penyelenggaraan

donor darah. (Depkes, 2006)

Penyelenggaraan donor darah di Indonesia, dilakukan oleh tiga pilar

penyelenggara yang memiliki tugas dan tanggungjawab terhadap pemenuhan stok

darah. Pertama, Kementerian Kesehatan selaku pemegang regulasi. Kedua

Perhimpunan Donor Darah Indonesia (PDDI) yang berperan menggugah serta

memotivasi masyarakat agar mau melaksanakan kegiatan donor darah dan ketiga

Palang Merah Indonesia (PMI), sebagai lembaga yang diamanatkan melakukan

kegiatan transfusi darah (Adang, 2012).

PMI merupakan organisasi pelaksana dari Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun

1980 tentang transfusi darah dan Surat Keputusan Menteri Kesehatan

No.478/Menkes/Per/X/1990 tentang upaya kesehatan di bidang transfusi darah.

(20)

membentuk Unit Transfusi Darah (UTD) sebagai pelaksana teknis mulai dari tingkat

Pusat hingga di Kabupaten dan Kota (PMI Pusat, 1998).

Tugas pokok PMI adalah kesiapsiagaan bantuan dan penanggulangan

bencana, pelatihan pertolongan pertama untuk sukarelawan, pelayanan kesehatan dan kesejahteraan masyarakat serta pelayanan transfusi darah (sesuai dengan Peraturan

Pemerintah no 18 tahun 1980). Oleh sebab tugas pokok tersebut, PMI memberi

pelayanan transfusi darah. Saat ini Palang Merah Indonesia telah melaksanakan

kegiatan transfusi darah yang tersebar di 30 Provinsi Tingkat I dan 323 cabang di

daerah dengan 165 UTD di seluruh Indonesia (Munandar, 2008).

Dalam rangka menghadapi perkembangan masyarakat Indonesia di masa

depan yang semakin global dalam suasana yang semakin demokratis maka PMI harus

mempersiapkan diri sebaik-baiknya sebagai stakeholder untuk ikut mengambil peran

aktif di dalamnya. Untuk itu UTD PMI dituntut untuk membangun jaringan yang

sangat luas melalui kerjasama dengan lembaga-lembaga pemerintah, serta

membangun jaringan sesama Palang Merah baik nasional maupun internasional. PMI

semakin dirasakan kehadirannya di dalam kehidupan masyarakat. Sudah banyak

pengalaman dan pelajaran berharga yang dipetik PMI dalam penanggulangan korban

baik kecelakaan, bencana alam, suasana konflik bersenjata maupun dalam penyediaan

darah. (Depkes, 2006)

Untuk memenuhi kebutuhan darah bagi masyarakat itu, PMI menjalin

kerjasama instansi baik TNI-Polri sebagai pendonor rutin, pendonor dari keluarga

pasien, lembaga pendidikan serta di gerai-gerai donor darah yang diadakan oleh PMI

(21)

Walaupun berbagai upaya telah dilakukan oleh PMI, namun masyarakat untuk

mendonorkan darahnya tetap saja rendah. Hal ini menandakan kurang optimalnya

usaha PMI dalam menjalin kerjasama dengan berbagai pihak yang berpotensi dalam

hal sumbangan darah.

Masyarakat belum menyadari bahwa donor darah tidak hanya memiliki nilai

kemanusian tetapi juga bermanfaat bagi kesehatan. Penelitian yang dilakukan oleh

Jukka Salonen (1997), dan koleganya dari Universitas Kuopio, Finlandia bahwa

donor darah dapat mengurangi resiko penyakit jantung koroner pada pendonor darah

pria karena berkurangnya jumlah zat besi dalam darah (Buletin Transfusi Darah,

1997).

Namun ketersediaan stok darah di PMI sering kali tidak mencukupi kebutuhan

di masyarakat. Selain karena usaha PMI yang kurang optimal, hal ini juga

dikarenakan masih kurangnya pengetahuan masyarakat tentang manfaat donor darah

bagi kesehatan si donator dan banyaknya mitos-mitos yang berkembang di Indonesia

tentang dampak negatif dari donor darah. Beberapa mitos negatif yang berkembang di

masyarakat seputar donor darah antara yaitu; donor darah dapat membuat kita gemuk,

membuat badan lemas, wanita tidak boleh mendonorkan darah, menimbulkan

kecanduan. Selain itu banyak juga masyarakat yang beranggapan bahwa PMI

memperjualbelikan darah hal ini dikarenakan bahwa pasien yang membutuhkan darah

diharuskan membayar biaya pengganti pengelolaan darah (BPPD) untuk setiap

kantong darah (PMI, 2009).

Peran masyarakat mendukung kerja lembaga kemanusiaan ini rendah, padahal

(22)

seperti gempa dan tsunami Aceh, gempa Padang serta menjadi bank darah

rujukan. Bagaimanapun PMI punya tanggung jawab sekaligus peran besar untuk

menyelamatkan banyak nyawa manusia. Tetapi pada kenyataannya, kesadaran

masyarakat dalam mendonorkan darah baru 0,6%. Maka tidak heran jika terdengar

banyak daerah kekurangan pasokan darah (Yuliady, 2010).

Pentingnya ketersediaan darah di bank darah PMI adalah untuk memenuhi

kebutuhan akan transfusi darah yang dapat terjadi kapan saja seperti untuk korban

kecelakaan yang dalam kondisi gawat darurat yang membutuhkan transfusi darah,

pasien operasi mayor seperti operasi jantung, bedah perut, seksio sesarea, para

penderita penyakit darah seperti thalassemia (PMI.2009).

Palang Merah di negara-negara maju tidak mengalami kendala yang berarti

dalam menjalankan peran dan fungsinya, terutama dalam hal ketersediaan darah.

Mereka pada umumnya telah memiliki relawan donor darah sukarela, sesuai dengan

rekomendasi World Health Organization (WHO) dan Council of Europe agar

digalakkan penggunaan darah yang bersumber dari donor darah sukarela yang tidak

dibayar (Contretas, 1995).

Data dari negara maju menunjukkan tingkat donasi darah sebanyak 60-100

per 1000 penduduk, sedangkan di Asia tingkat donasi darah yang paling maju adalah

Jepang yaitu 68 per 1000 penduduk, Korea 40 per 1000 penduduk, Singapura 24 per

1000 penduduk, Thailand 13 per 1000 penduduk, dan Malaysia 10 per 1000

penduduk (Aziz, 2000).

Ketersediaan pasokan darah masih perlu ditingkatkan mengingat masih

(23)

hal seperti keadaan geografis Indonesia yang masih rawan bencana, tingginya angka

kecelakaan, dan kematian ibu yang kebanyakan diakibatkan perdarahan (Adang,

2012).

Angka kematian akibat dari tidak tersedianya cadangan tranfusi darah pada

negara berkembang relatif tinggi. Hal tersebut dikarenakan ketidakseimbangan

perbandingan ketersediaan darah dengan kebutuhan rasional. Indonesia memiliki

tingkat penyumbang enam hingga sepuluh orang per 1.000 penduduk. Hal ini jauh

lebih kecil dibandingkan dengan sejumlah negara maju di Asia, misalnya di

Singapura tercatat sebanyak 24 orang yang melakukan donor darah per 1.000

penduduk, berikut juga di Jepang tercatat sebanyak 68 orang yang melakukan donor

darah per 1.000 penduduk (Daradjatun, 2008).

Pada tahun 2005, Palang Merah Indonesia (PMI) mampu mengumpulkan

1.285.000 kantung darah atau setara dengan 350.000 donor darah. Ini diasumsikan

bahwa tingkat penyumbangan adalah 6 orang per 1.000 penduduk. Jumlah ini tentu

saja tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan minimal bagi populasi di Indonesia. Bila

menggunakan tolok ukur yang ditetapkan oleh badan kesehatan dunia, World Health

Organisation (WHO), untuk jumlah penduduk Indonesia yang saat ini berjumlah

sekitar 230-240 juta, idealnya memiliki kantong darah sekitar 2% dari jumlah

penduduk, atau sekitar 4,6 juta kantong per tahun (PMI, 2009).

Indonesia membutuhkan sedikitnya satu juta pendonor darah guna memenuhi

kebutuhan 4,5 juta kantong darah per tahunnya. Sedangkan unit transfusi darah

Palang Merah Indonesia (UTD PMI) menyatakan bahwa pada tahun 2008 darah yang

(24)

kebutuhan akan darah di Indonesia yang tinggi tetapi darah yang terkumpul dari

donor darah masih rendah.

Di Kota Medan, rata-rata kebutuhan darah di rumah sakit setiap harinya

mencapai 100 kantong darah dengan ukuran setiap kantongnya sekitar 350 cc.

Golongan darah yang dibutuhkan bervariasi baik golongan darah 0, A, B maupun AB.

Sedangkan pasokan darah yang mampu disediakan oleh PMI Cabang Medan masih

antara 50 hingga 80 kantong darah dengan jumlah ketersediaan golongan darah AB

6%, golongan darah 0 40% dan 54% golongan darah A dan B. Hal ini membuktikan

bahwa realisasi dari aksi donor darah di Kota Medan masih kurang. Jumlah Donor

Darah Sukarela (DDS) di Kota Medan juga rendah bila dibandingkan dengan DDS di

Pulau Jawa seperti Jakarta, Surabaya, dan Bandung. Di Pulau Jawa DDS mencapai

90% sedangkan di Medan DDS hanya 15-20% (Lidya, 2006).

Palang Merah Indonesia (PMI) Kota Medan krisis stok darah karena tidak

seimbangnya kebutuhan dan pasokan. PMI Medan per harinya kekurangan stok darah

sekitar 60 kantong dari 160 kantong darah yang dibutuhkan per hari

(www.waspada.co.id, 2012).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Asri Budiningsih (2010)

terhadap 65 pendonor darah yang mendonorkan darah di UTD-PMI Medan

menunjukkan 9 orang (13,8%) berada pada kelompok umur 19 tahun - 24 tahun, 9

orang (13,8%) berada pada kelompok umur 25 tahun - 30 tahun, 13 orang (20%)

berada pada kelompok umur 31 tahun - 36 tahun, 13 orang (20%) berada pada

(25)

43 tahun - 48 tahun, 4 orang (6,2%) berada pada kelompok umur 49 tahun - 54 tahun,

7 orang (10,8%) berada pada kelompok umur 55 tahun - 60 tahun.

Dari data diatas terlihat bahwa jumlah responden berdasarkan umur yang

paling besar menyumbangkan darah adalah umur 31 − 36 dan 37 − 42 tahun yaitu 13

orang (20%). Padahal untuk umur 19 tahun - 24 tahun hanya 9 orang yang

mendonorkan darah. Ini adalah angka yang sangat kecil. Umur 19 tahun-24 tahun

masih dalam kategori usia produktif tetapi sangat sedikit jumlahnya dalam hal donor

darah.

Organisasi Album yang merupakan organisasi kepemudaan memiliki anggota

yang berada pada usia produktif, yang menurut hemat peneliti sangat berpotensial

sebagai pendonor darah aktif. Anggota organisasi Album sebagai masyarakat muda

yang masih kuat dan bersemangat hendaknya berperan aktif dalam meningkatkan

jumlah ketersediaan darah. Album sebagai organisasi kepemudaan dapat berperan

secara langsung dengan menjadi donor darah sukarela berkala, bisa juga secara tidak

langsung dengan mengajak atau mempromosikan aksi donor darah kepada

masyarakat luas. Promosi aksi donor darah ini bisa dilakukan dalam banyak kegiatan

Album, seperti kegiatan sosial yang rutin dilakukan setiap tahun, contohnya : pada

saat bakti sosial.

Dengan adanya sifat kerelaan dalam pertemanan seperti organisasi non formal

ini, masih ada harapan yang besar dalam proses peningkatan bantuan darah . Modal

sosial yang merupakan sarana agar terjadi keikatan yang kokoh dalam membangun

(26)

Maka, tidak diragukan jumlah bantuan darah semakin meningkat jika PMI lebih aktif

dalam mengupayakan organisasi non formal seperti organisasi ALBUM-Medan ini.

Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan diatas maka perlu dilakukan

penelitian untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang memengaruhi pemuda

dalam mendonorkan darahnya di PMI. Dengan demikian penulis mengangkat judul

“Faktor-faktor yang memengaruhi anggota organisasi kepemudaan Alumni Budi

Mulia (ALBUM-Medan) terhadap mendonorkan darah di PMI Medan Tahun 2012”.

1.2. Perumusan Masalah

Adapun yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini faktor-faktor apa

saja yang memengaruhi anggota organisasi kepemudaan Alumni Budi Mulia

(ALBUM-Medan) terhadap mendonorkan darah di Palang Merah Indonesia (PMI)

cabang Medan tahun 2012.

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Adapun tujuan dari penelitian ini antara lain: Untuk melihat faktor-faktor apa

saja yang memengaruhi anggota organisasi kepemudaan Alumni Budi Mulia

(ALBUM-Medan) terhadap mendonorkan darah di Palang Merah Indonesia (PMI)

cabang Medan tahun 2012.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui gambaran karakteristik anggota organisasi kepemudaan

(27)

2. Untuk mengetahui gambaran sumber informasi yang memengaruhi anggota

organisasi kepemudaan Alumni Budi Mulia (ALBUM-Medan) dalam

mendonorkan darah di PMI cabang Medan tahun 2012.

3. Untuk mengetahui pengetahuan anggota organisasi kepemudaan Alumni

Budi Mulia (ALBUM-Medan) tentang donor darah di Palang Merah

Indonesia (PMI) cabang Medan tahun 2012.

4. Untuk mengetahui gambaran modal sosial yang ada dalam kelompok

organisasi kepemudaan Alumni Budi Mulia (ALBUM-Medan) .

5. Untuk mengetahui sikap anggota organisasi kepemudaan Alumni Budi Mulia

(ALBUM-Medan) dalam mendonorkan darah di Palang Merah Indonesia

(PMI) cabang Medan tahun 2012.

6. Untuk mengetahui peran kelompok referensi dalam memengaruhi anggota

organisasi kepemudaan Alumni Budi Mulia (ALBUM-Medan) mendonorkan

darah di Palang Merah Indonesia (PMI) cabang Medan tahun 2012.

7. Untuk mengetahui niat dari anggota organisasi kepemudaan Alumni Budi

Mulia (ALBUM-Medan) dalam mendonorkan darah di Palang Merah

Indonesia (PMI) cabang Medan tahun 2012.

8. Untuk mengetahui tindakan anggota organisasi kepemudaan Alumni Budi

Mulia (ALBUM-Medan) dalam mendonorkan darah di Palang Merah

Indonesia (PMI) cabang Medan tahun 2012.

1.4. Manfaat Penelitian

(28)

1. Secara akademis penelitian ini diharapkan akan memperkaya khasanah

penelitian Pendidikan kesehatan dan Ilmu Perilaku di Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Dapat berguna sebagai bahan informasi untuk penelitian atau studi selanjutnya

tentang pendonor darah.

3. Memberikan informasi tambahan kepada masyarakat khususnya

ALBUM-Medan mengenai manfaat dari donor darah.

4. Sebagai bahan masukan dan informasi bagi lintas sektor terkait (Dinas

Kesehatan, Dinas Pendidikan) dan pihak PMI dalam menumbuhkan minat

(29)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perilaku

Perilaku adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat

diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar. Perilaku manusia

antara lain ; berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis,

membaca, dan sebagainya (Notoatmodjo, 2003).

Menurut Robert Kwick (1974), perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu

organisme yang dapat diamati bahkan dapat dipelajari. Sedangkan menurut

Ensiklopedia Amerika, perilaku diartikan sebagai suatu aksi dan reaksi organisme

terhadap lingkungannya.

Skinner (1938) dalam Notoatmodjo (2007), seorang ahli psikologi

merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap

stimulus (rangsangan dari luar). Namun, dalam memberikan respon sangat

bergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang bersangkutan.

Faktor-faktor yang membedakan respon terhadap stimulus yang berbeda disebut

determinan perilaku. Determinan Perilaku dibedakan menjadi dua, yaitu:

1. Determinan atau Faktor internal, yakni karakteristik orang yang bersangkutan

yang bersifat given atau bawaan, misalnya tingkat pengetahuan, jenis kelamin,

perhatian, persepsi, tingkat emosional, motivasi, dan sebagainya.

2. Determinan atau Faktor eksternal, yakni berupa faktor lingkungan baik

(30)

2.2. Bentuk Perilaku

Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat

dibedakan menjadi dua yaitu :

1. Perilaku tertutup adalah respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk

terselubung atau tertutup (covert). Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih

terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan/ kesadaran, dan sikap yang terjadi

belum bisa diamati secara jelas oleh orang lain.

2. Perilaku terbuka adalah respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan

nyata atau terbuka. Respon terhadap terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam

bentuk tindakan atau praktek (practice).

2.3. Pengetahuan

Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan ini terjadi

melalui panca indera manusia, yaitu indera penglihatan, pendengaran, penciuman,

rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan

telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk

terbentuknya perilaku seseorang (Notoatmodjo 2003). Menurut Taufik (2007),

pengetahuan merupakan penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap

objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan lain sebagainya).

2.3.1. Tingkatan Pengetahuan

1. Pengetahuan Faktual (Factual knowledge)

Pengetahuan yang berupa potongan - potongan informasi yang terpisah-pisah

(31)

pada umumnya merupakan abstraksi tingkat rendah. Ada dua macam pengetahaun

faktual yaitu pengetahuan tentang terminologi (knowledge of terminology) mencakup

pengetahuan tentang label atau simbol tertentu baik yang bersifat verbal maupun non

verbal dan pengetahuan tentang bagian detail dan unsur-unsur (knowledge of specific

details and element) mencakup pengetahuan tentang kejadian, orang, waktu dan

informasi lain yang sifatnya sangat spesifik.

2. Pengetahuan Konseptual

Pengetahuan yang menunjukkan saling keterkaitan antara unsur-unsur dasar

dalam struktur yang lebih besar dan semuanya berfungsi bersama - sama.

Pengetahuan konseptual mencakup skema, model pemikiran, dan teori baik yang

implisit maupun eksplisit. Ada tiga macam pengetahuan konseptual, yaitu

pengetahaun tentang kelasifikasi dan kategori, pengetahuan tentang prinsip dan

generalisasi, dan pengetahuan tentang teori, model, dan sruktur.

3. Pengetahuan Prosedural

Pengetahuan tentang bagaimana mengerjakan sesuatu, baik yang bersifat rutin

maupun yang baru. Seringkali pengetahuan prosedural berisi langkah-langkah atau

tahapan yang harus diikuti dalam mengerjakan suatu hal tertentu.

4. Pengetahuan Metakognitif

Mencakup pengetahuan tentang kognisi secara umum dan pengetahuan

tentang diri sendiri. Penelitian-penelitian tentang metakognitif menunjukkan bahwa

seiring dengan perkembangannya siswa menjadi semakin sadar akan pikirannya dan

semakin banyak tahu tentang kognisi, dan apabila siswa bisa mencapai hal ini maka

(32)

Dimensi proses kognitif dalam taksonomi yang baru yaitu:

1. Menghafal (Remember)

Menarik kembali informasi yang tersimpan dalam memori jangka panjang.

Mengingat merupakan proses kognitif yang paling rendah tingkatannya. Untuk

mengkondisikan agar “mengingat” bisa menjadi bagian belajar bermakna, tugas

mengingat hendaknya selalu dikaitkan dengan aspek pengetahuan yang lebih luas dan

bukan sebagai suatu yang lepas dan terisolasi. Kategori ini mencakup dua macam

proses kognitif: mengenali (recognizing) dan mengingat (recalling).

2. Memahami (Understand)

Mengkonstruk makna atau pengertian berdasarkan pengetahuan awal yang dimiliki,

mengaitkan informasi yang baru dengan pengetahuan yang telah dimiliki, atau

mengintegrasikan pengetahuan yang baru ke dalam skema yang telah ada dalam

pemikiran siswa. Karena penyususn skema adalah konsep, maka pengetahuan

konseptual merupakan dasar pemahaman. Kategori memahami mencakup tujuh

proses kognitif: menafsirkan (interpreting), memberikan contoh (exemplifying),

mengkelasifikasikan (classifying), meringkas (summarizing), menarik inferensi

(inferring), membandingkan (comparing), dan menjelaskan (explaining).

3. Mengaplikasikan (Applying)

Mencakup penggunaan suatu prosedur guna menyelesaikan masalah atau

mengerjakan tugas. Oleh karena itu mengaplikasikan berkaitan erat dengan

pengetahuan prosedural. Namun tidak berarti bahwa kategori ini hanya sesuai untuk

pengetahuan prosedural saja. Kategori ini mencakup dua macam proses kognitif:

(33)

4. Menganalisis (Analyzing)

Menguraikan suatu permasalahan atau obyek ke unsurunsurnya dan

menentukan bagaimana saling keterkaitan antar unsur-unsur tersebut dan struktur

besarnya. Ada tiga macam proses kognitif yang tercakup dalam menganalisis:

membedakan (differentiating), mengorganisir (organizing), dan menemukan pesan

tersirat (attributting).

5. Mengevaluasi

Membuat suatu pertimbangan berdasarkan kriteria dan standar yang ada. Ada

dua macam proses kognitif yang tercakup dalam kategori ini: memeriksa (checking)

dan mengritik (critiquing).

6. Membuat (create)

Menggabungkan beberapa unsur menjadi suatu bentuk kesatuan. Ada tiga

macam proses kognitif yang tergolong dalam kategori ini, yaitu: membuat

(generating), merencanakan (planning), dan memproduksi (producing)

(Widodo,2006).

2.3.2. Sumber-Sumber Pengetahuan

Sumber pertama yaitu kepercayaan berdasarkan tradisi, adat dan agama, adalah

berupa nilai-nilai warisan nenek moyang. Sumber ini biasanya berbentuk

norma-norma dan kaidah-kaidah baku yang berlaku di dalam kehidupan sehari-hari. Di

dalam norma dan kaidah itu terkandung pengetahuan yang kebenarannya boleh jadi

tidak dapat dibuktikan secara rasional dan empiris, tetapi sulit dikritik untuk diubah

(34)

Pengetahuan yang bersumber dari kepercayaan cenderung bersifat tetap (mapan)

tetapi subjektif.

Sumber kedua yaitu pengetahuan yang berdasarkan pada otoritas kesaksian orang

lain, juga masih diwarnai oleh kepercayaan.Pihak-pihak pemegang otoritas kebenaran

pengetahuan yang dapat dipercayai adalah orangtua, guru, ulama, orang yang

dituakan, dan sebagainya. Apa pun yang mereka katakan benar atau salah, baik atau

buruk, dan indah atau jelek, pada umumnya diikuti dan dijalankan dengan patuh

tanpa kritik. Karena, kebanyakan orang telah mempercayai mereka sebagai

orang-orang yang cukup berpengalaman dan berpengetahuan lebih luas dan benar. Boleh

jadi sumber pengetahuan ini mengandung kebenaran, tetapi persoalannya terletak

pada sejauh mana orang-orang itu bisa dipercaya. Lebih dari itu, sejauh mana

kesaksian pengetahuannya itu merupakan hasil pemikiran dan pengalaman yang telah

teruji kebenarannya. Jika kesaksiannya adalah kebohongan, hal ini akan

membahayakan kehidupan manusia dan masyarakat itu sendiri.

Sumber ketiga yaitu pengalaman indrawi. Bagi manusia, pengalaman indrawi

adalah alat vital penyelenggaraan kebutuhan hidup sehari-hari. Dengan mata, telinga,

hidung, lidah, dan kulit, orang bisa menyaksikan secara langsung dan bisa pula

melakukan kegiatan hidup.

Sumber keempat yaitu akal pikiran. Berbeda dengan panca indera, akal pikiran

memiliki sifat lebih rohani. Karena itu, lingkup kemampuannya melebihi panca

indera, yang menembus batas-batas fisis sampai pada hal-hal yang bersifat metafisis.

Kalau panca indera hanya mampu menangkap hal-hal yang fisis menurut sisi tertentu,

(35)

hal-hal yang metafisis, spiritual, abstrak, universal, yang seragam dan yang bersifat tetap,

tetapi tidak berubah-ubah. Oleh sebab itu, akal pikiran senantiasa bersikap meragukan

kebenaran pengetahuan indriawi sebagai pengetahuan semu dan menyesatkan.

Singkatnya, akal pikiran cenderung memberikan pengetahuan yang lebih umum,

objektif dan pasti, serta yang bersifat tetap, tidak berubah-ubah.

Sumber kelima yaitu intuisi. Sumber ini berupa gerak hati yang paling dalam.

Jadi, sangat bersifat spiritual, melampaui ambang batas ketinggian akal pikiran dan

kedalaman pengalaman. Pengetahuan yang bersumber dari intuisi merupakan

pengalaman batin yang bersifat langsung. Artinya, tanpa melalui sentuhan indera

maupun olahan akal pikiran. Ketika dengan serta-merta seseorang memutuskan untuk

berbuat atau tidak berbuat dengan tanpa alasan yang jelas, maka ia berada di dalam

pengetahuan yang intuitif. Dengan demikian, pengetahuan intuitif ini kebenarannya

tidak dapat diuji baik menurut ukuran pengalaman indrawi maupun akal pikiran.

Karena itu tidak bisa berlaku umum, hanya berlaku secara personal belaka

(Suhartono, 2008).

2.3.3. Pengukuran Pengetahuan

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket

yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau

responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita

sesuaikan dengan tingkatan pengetahuan (Notoatmodjo, 2003).

2.3.4 Faktor yang Memengaruhi Pengetahuan

Ada beberapa faktor yang memengaruhi pengetahuan seseorang, antara lain :

(36)

Tingkat pendidikan turut pula menentukan mudah tidaknya seseorang

menyerap dan memahami pengetahuan yang mereka peroleh, pada umumnya

semakin tinggi pendidikan seseorang makin semakin baik pula pengetahuannya

(Wied Hary A, 1996 dalam Hendra AW, 2008).

2. Pengalaman

Pengalaman merupakan guru yang terbaik. Pepatah tersebut dapat diartikan

bahwa pengalaman merupakan sumber pengetahuan, atau pengalaman itu suatu cara

untuk memperoleh kebenaran pengetahuan. Oleh sebab itu pengalaman pribadi pun

dapat digunakan sebagai upaya untuk memperoleh pengetahuan. Hal ini dilakukan

dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan

permasalahan yang dihadapi pada masa lalu (Notoadmojo, 1997).

3. Usia

Makin tua umur seseorang maka proses-proses perkembangan mentalnya

bertambah baik, akan tetapi pada umur tertentu, bertambahnya proses perkembangan

mental ini tidak secepat seperti ketika berumur belasan tahun (Singgih, 1998 dalam

Hendra AW, 2008). Selain itu Abu Ahmadi, 2001 dalam Hendra AW, 2008 juga

mengemukakan bahwa memang daya ingat seseorang itu salah satunya dipengaruhi

oleh umur. Dari uraian ini maka dapat kita simpulkan bahwa bertambahnya umur

seseorang dapat berpengaruh pada pertambahan pengetahuan yang diperolehnya,

akan tetapi pada umur-umur tertentu atau menjelang usia lanjut kemampuan

penerimaan atau mengingat suatu pengetahuan akan berkurang.

(37)

Informasi akan memberikan pengaruh pada pengetahuan seseorang. Meskipun

seseorang memiliki pendidikan yang rendah tetapi jika ia mendapatkan informasi

yang baik dari berbagai media misalnya TV, radio atau surat kabar maka hal itu akan

dapat meningkatkan pengetahuan seseorang (Wied Hary A, 1996 dalam Hendra AW,

2008).

2.4. Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang

terhadap suatu stimulus atau obyek. Notoatmodjo (2005) dalam bukunya membagi

sikap menjadi empat tingkatan, yakni:

a. Menerima (receiving)

Menerima diartikan orang (subyek) mau dan memperhatikan stimulus yang

diberikan (obyek).

b. Merespon (responding)

Merespon diartikan memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan

menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap ini karena

dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang

diberikan, terlepas pekerjaan itu benar atau salah, adalah bahwa orang menerima ide

tersebut.

c. Menghargai (valuing)

Menghargai diartikan mengajak orang lain untuk mengerjakan atau

mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat ini.

(38)

Bertanggung jawab diartikan berkaitan atas segala sesuatu yang telah dipilihnya

dengan segala resiko adalah merupakan sikap yang paling tinggi dalam tingkatan

sikap.

2.4.1. Pengukuran Sikap

Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Secara

langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap

suatu obyek, sedangkan tidak langsung adalah dengan memperhatikan atau

melakukan observasi kepada responden. Adapun ciri-ciri sikap menurut WHO

adalah:

1. Pemikiran dan perasaan (Thoughts and feeling), hasil pemikiran dan perasaan

seseorang atau lebih tepat diartikan pertimbangan-pertimbangan pribadi terhadap

objek atau stimulus.

2. Adanya orang lain yang menjadi acuan (Personal references) merupakan faktor

penganut sikap untuk melakukan tindakan akan tetapi tetap mengacu pada

pertimbangan-pertimbangan individu.

3. Sumber daya (Resources) yang tersedia merupakan pendukung untuk bersikap

positif atau negatif terhadap objek atau stimulus tertentu dengan pertimbangan

kebutuhan dari pada individu tersebut.

4. Sosial budaya (Culture) berperan besar dalam memengaruhi pola pikir seseorang

untuk bersikap terhadap objek/stimulus tertentu (Notoadmodjo,2007).

(39)

Menurut Ahmadi dalam Notoadmodjo (2007), fungsi (tugas) sikap dibagi empat

golongan, yaitu:

1. Sebagai alat menyesuaikan diri

Sikap adalah sesuatu yang bersifat communicable yang artinya sesuatu yang

mudah menjalar, sehingga mudah menjadi milik bersama. Sikap bisa menjadi rantai

penghubung antara orang dan kelompoknya atau dengan anggota kelompok lain.

2. Sebagai alat pengatur tingkah laku.

Pertimbangan antara perangsang dan reaksi pada orang dewasa. Pada umumnya

tidak diberi perangsang secara spontan, tetapi adanya proses secara sadar untuk

menilai perangsang-perangsang tersebut.

3. Sebagai alat pengatur pengalaman-pengalaman.

Manusia didalam menerima pengalaman-pengalaman dari luar sikapnya tidak

pasif, tetapi diterima secara aktif, artinya semua yang berasal dari luar tidak

semuanya dilayani oleh manusia, tetapi manusia memilih mana yang perlu dilayani

dan mana yang tidak perlu dilayani. Jadi, semua pengalaman di beri nilai lalu dipilih.

4. Sebagai pernyataan kepribadian

Sikap sering mencerminkan kepribadian seseorang. Ini disebabkan karena sikap

tidak pernah terpisah pribadi yang mendukungnya. Oleh karena itu, dengan melihat

sikap pada objek tertentu, sedikit banyak orang bisa mengetahui pribadi objek

(40)

2.5. Tindakan

Setelah seseorang mengetahui stimulus, kemudian mengadakan penilaian

atau pendapat terhadap apa yang telah diketahui untuk dilaksanakan atau

dipraktekkan. Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan. Agar

terwujud sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung berupa

fasilitas dan dukungan dari pihak lain.

Tindakan dapat dibedakan menjadi 3 tingkatan menurut kualitasnya,

(Notoatmodjo, 2007) yaitu:

a. Persepsi (perception)

Mengenal atau memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan

diambil merupakan praktik tingkat pertama.

b. Respon terpimpin (guided response)

Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar sesuai dengan contoh

adalah indikator praktik tingkat dua.

c. Mekanisme (mechanism)

Apabila seseorang telah melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau

sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan maka ia sudah mencapai praktik tingkat tiga.

d. Adaptasi (adaptacion)

Adaptasi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik.

Artinya, tindakan itu sudah dimodifikasinya sendiri tanpa mengurangi kebenaran

tindakannya tersebut.

Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung, yakni dengan

(41)

bulan yang lalu (recall). Pengukuran juga dapat dilakukan secara langsung yakni

dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan responden.

2.6. Perilaku Kesehatan

Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu respon seseorang terhadap

stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan,

makanan, serta lingkungan. Secara lebih rinci perilaku kesehatan mencakup :

1. Perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakityaitu bagaimana manusia merespon

baik secara pasif maupun aktif sehubungan dengan sakit dan penyakit. Perilaku

ini dengan sendirinya berhubungan dengan tingkat pencegahan penyakit

a. Perilaku sehubungan dengan peningkatan dan pemeliharaan kesehatan misalnya

makan makanan bergizi, dan olahraga.

b. Perilaku pencegahan penyakit misalnya memakai kelambu untuk mencegah

malaria, pemberian imunisasi. Termasuk juga perilaku untuk tidak menularkan

penyakit kepada orang lain.

c. Perilaku sehubungan dengan pencarian pengobatan misalnya usaha mengobati

penyakitnya sendiri, pengobatan di fasilitas kesehatan atau pengobatan ke fasilitas

kesehatan tradisional.

d. Perilaku sehubungan dengan pemulihan kesehatan setelah sembuh dari penyakit

misalnya melakukan diet, melakukan anjuran dokter selama masa pemulihan.

2. Perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan. Perilaku ini mencakup respon

(42)

3. Perilaku terhadap makanan. Perilaku ini mencakup pengetahuan, persepsi, sikap

dan praktek terhadap makanan serta unsur – unsur yang terkandung di dalamnya,

pengelolaan makanan dan lain sebagainya sehubungan dengan tubuh kita.

4. Perilaku terhadap lingkungan sehat adalah respon seseorang terhadap lingkungan

sebagai salah satu determinan kesehatan manusia. Lingkup perilaku ini seluas

lingkup kesehatan lingkungan itu sendiri (Nugroho, 2008).

2.7. Teori Alasan Berperilaku (Theory of Reasoned Action)

Theory of Reasoned Action pertama kali diperkenalkan oleh Ajzen pada tahun

1980. Teori ini disusun menggunakan asumsi dasar bahwa manusia berperilaku

dengan cara sadar dan mempertimbangkan segala informasi yang tersedia. Dalam

Theory of Reasoned Action, Ajzen (1980) menyatakan bahwa niat menentukan

seseorang untuk melakukan suatu perilaku. Ajzen mengemukan bahwa niat

dipengaruhi oleh dua penentu yaitu (Jogiyanto 2007) :

1. Sikap

Merupakan gabungan baik dari evaluasi positif maupun negatif dari faktor-faktor

perilaku dan kepercayaan tentang akibat dari perilaku.

2. Norma subjektif

Merupakan gabungan dari beberapa pandangan tentang tekanan/ aturan dan norma

sosial untuk membentuk suatu perilaku. Fisben dan Ajzen mengunakan istilah

motivation to comply, yaitu apakah individu mematuhi pandangan orang lain yang

berpengaruh dalam hidupnya atau tidak.

Dalam upaya mengungkapkan pengaruh sikap dan norma subjektif terhadap

(43)

dengan keyakinan (beliefs). Dikemukakannya bahwa sikap berasal dari keyakinan

terhadap perilaku (behavioral beliefs), sedangkan norma subjektif berasal dari

keyakinan normatif (normative beliefs). Secara skematik TRA digambarkan seperti

skema di Skema 1 (Glanz, dkk, 2002).

Gambar 1. Teori Tindakan Beralasan (Theory Of Reasoned Action/TRA)

\

Keterangan gambar 1 di atas adalah : Behavioral

beliefs/keyakinan

Attitude toward behavior/ Sikap terhadap perilaku

Evaluations of behavioral outcomes/evaluasi dari hasil

perilaku

Normative beliefs /Keyakinan Normatif

Behavioral intention/ niat Subjective norm/

Norma subjektif

Behavior/

Tindakan

Motivation to comply/pemenuhan

(44)

Behavioral beliefs/ keyakinan merupakan keyakinan yang dirasakan oleh subjek

terhadap suatu unsur dan evaluations of behavioral outcomes yaitu hasil yang telah

diperoleh dari perilaku yang akan memengaruhi attitude toward behavior adalah

sikap terhadap perilaku yang akan dilakukan. Kemudian untuk melakukan suatu

perilaku pada situasi dan kondisi tertentu dipengaruhi oleh normative beliefs/

keyakinan normatif yaitu keyakinan tentang apakah menyetujui perilaku atau tidak

dan motivation to comply/ pemenuhan motivasi merupakan hal yang mendorong

untuk melakukan perilaku. Setelah sikap individu baik dan didukung oleh norma

subjektif pada situasi dan kondisi yang mendukung maka akan memengaruhi niat

seseorang untuk bertindak atau tidak.

2.8. Social Learning Theory dari Bandura

Teori ini dikembangkan oleh Albert Bandura seorang psikolog pendidikan dari

Stanford University, USA. Teori belajar ini dikembangkan untuk menjelaskan

bagaimana orang belajar dalam peraturan yang alami/ lingkungan sebenarnya.

Bandura menghipotesiskan bahwa baik tingkah laku (B), lingkungan (E) dan

kejadian-kejadian internal pada pembelajar yang memengaruhi persepsi dan aksi (P)

adalah merupakan hubungan yang saling berpengaruh (interlocking), harapan dan

nilai memengaruhi tingkah laku. Tingkah laku sering dievaluasi, bebas dari umpan

balik lingkungan sehingga mengubah kesan-kesan personal. Tingkah laku

mengaktifkan kontingensi lingkungan.

Karakteristik fisik seperti jenis kelamin dan atribut sosial menumbuhkan reaksi

lingkungan yang berbeda. Pengakuan sosial yang berbeda memengaruhi konsepsi diri

(45)

Tingkah laku dihadirkan oleh model, model diperhatikan oleh pelajar (ada penguatan

oleh model). Tingkah laku (kemampuan dikode dan disimpan oleh pembelajar).

Pemrosesan kode-kode simbolik. Proses perhatian sangat penting dalam pembelajaran

karena tingkah laku yang baru (kompetensi) tidak akan diperoleh tanpa adanya

perhatian pembelajar. Proses retensi sangat penting agar pengkodean simbolik

tingkah laku ke dalam visual atau kode verbal dan penyimpanan dalam memori dapat

berjalan dengan baik. Dalam hal ini rehearsal (ulangan) memegang peranan penting.

Proses motivasi yang penting adalah penguatan dari luar, penguatan dari dirinya

sendiri dan Vicarius Reinforcement (penguatan karena imajinasi).

Lebih lanjut menurut Bandura (1982) penguasaan skill dan pengetahuan yang

kompleks tidak hanya bergantung pada proses perhatian, retensi, motor reproduksi

dan motivasi, tetapi juga sangat dipengaruhi oleh unsur-unsur yang berasal dari diri

pembelajar sendiri yakni “sense of self Efficacy” dan “self – regulatory system”.

Sense of self efficacy adalah keyakinan pembelajar bahwa ia dapat menguasai

pengetahuan dan keterampilan sesuai standar yang berlaku.

Self regulatory adalah menunjuk kepada 1) struktur kognitif yang memberi

referensi tingkah laku dan hasil belajar, 2) sub proses kognitif yang merasakan,

mengevaluasi, dan pengatur tingkah laku kita (Bandura, 1978). Dalam pembelajaran

sel-regulatory akan menentukan “goal setting” dan “self evaluation” pembelajar dan

merupakan dorongan untuk meraih prestasi belajar yang tinggi dan sebaliknya.

Menurut Bandura agar pembelajar sukses instruktur/ guru/ dosen/ guru harus

(46)

pembelajar, mengembangkan “self of mastery”, self efficacy, dan reinforcement bagi

pembelajar.

2.9. Modal Sosial

Suatu kelompok masyarakat sangat erat kaitannya dengan modal sosial.

Modal sosial adalah suatu sistem yang mengacu kepada atau hasil dari organisasi

sosial dan ekonomi, seperti pandangan tentang dunia (world-view), kepercayaan

(trust), pertukaran timbal balik (reciprocity), pertukaran ekonomi dan informasi

(informational and economic exchange), kelompok-kelompok formal dan informal

(formal and informal groups), serta asosiasi-asosiasi yang melengkapi modal-modal

lainnya (fisik, manusiawi, budaya) sehingga memudahkan terjadinya tindakan

kolektif, pertumbuhan ekonomi dan pembangunan (Colletta & Cullen, 2000).

Modal sosial menurut Fukuyama (2000) adalah serangkaian nilai atau

norma informal yang dimiliki bersama diantara anggota kelompok masyarakat yang

memungkinkan terjadinya kerjasama atas dasar saling mempercayai (mutual-trust).

Norma-norma yang menghasilkan modal sosial harus secara substantif

menginternalkan seperti kejujuran, pemenuhan tugas dan kesediaan untuk saling

menolong serta berkomitmen bersama.

Fukuyama (2002) juga menyatakan bahwa modal sosial yang kuat akan

merangsang pertumbuhan berbagai sektor ekonomi dan sektor lainnya. Ini terkait

dengan melekatnya nilai-nilai yang kuat dan tumbuhnya tingkat rasa saling percaya

(47)

keluasan jaringan keluar yang tinggi, adanya rasa saling percaya, nilai-nilai dan

norma yang menunjang berbagai bentuk interaksi sosial yang dilakukan akan dapat

dipergunakan untuk mengatasi masalah.

2.10. PMI

Palang Merah Indonesia (PMI) adalah sebuah organisasi perhimpunan nasional

di Indonesia yang bergerak dalam bidang sosial kemanusiaan. PMI selalu berpegang

teguh pada tujuh prinsip dasar Gerakan Internasional Palang Merah dan Bulan sabit

merah yaitu kemanusiaan, kesamaan, kesukarelaan, kemandirian, kesatuan,

kenetralan, dan kesemestaan. Sampai saat ini PMI telah berada di 33 PMI Daerah

(tingkat provinsi) dan sekitar 408 PMI Cabang (tingkat kota/kabupaten) di seluruh

Indonesia (Anonim, 2010).

Tugas-tugas pokok PMI sesuai dengan konvensi-konvensi Jenewa (1949) adalah :

1. Kesiapsiagaan bantuan dan penanggulangan bencana.

2. Pelatihan Pertolongan Pertama untuk sukarelawan.

3. Pelayanan Kesehatan dan Kesejahteraan masyarakat.

4. Pelayanan transfusi darah.

2.10.1. Unit Transfusi Darah (UTD)

Unit Transfusi Darah sudah dibentuk oleh PMI pada tahun 1950 sebagai

kelanjutan usaha Transfusi Darah yang diselenggarakan oleh Palng Merah Belanda,

namun antara tahun 1950 sampai dengan tahun 1968 sangat sedikit kemajuan yang

dicapai. Di beberapa kota ada Dinas Transfusi Darah (DTD) seperti di Jakarta, Bogor,

(48)

yang umumnya berupa unit- unit pendaftaran donor. Namun pada masa itu koordinasi

tidak berjalan dengan baik (Munandar, 2008).

Program transfusi darah secara nasional di lingkungan Palang Merah

Indonesia baru dimulai pada tanggal 1 Februari 1969, dengan didirikannya Lembaga

Pusat Transfusi Darah (LPTD) yang kemudian berkembang menjadi Unit Transfusi

Darah Pusat yang memiliki cabang di seluruh Indonesia.

Fungsi dari Unit Transfusi Darah yakni sebagai berikut :

1. Sebagai pelaksana teknis dalam upaya kesehatan transfusi darah di tingkat pusat.

2. Mengawasi dan membina UTDD/UTDC PMI seluruh Indonesia.

3. Melaksanakan produksi bahan-bahan/ alat-alat penyediaan darah dan produk darah.

4. Melaksanakan pegerahan dan pelestarian donor darah sukarela secara nasional.

5. Melaksanakan penyediaan logistik bahan-bahan penyediaan darah.

6. Membantu pengurus pusat PMI dalam menyiapkan pedoman/ketentuan.

7. Menjalankan hubungan fungsional dengan instansi dan lembaga lain sesuai

tugasnya.

Pada dasarnya darah tidak boleh diperjualbelikan. Namun pelaksanaan upaya

kesehatan transfusi darah sangat memerlukan dukungan ketenagaan, peralatan, dana

dan system pengelolalaannya yang pada hakikatnya kesemuannya itu memerlukan

biaya. Sumber dana PMI sendiri terbatas, maka dikenakanlah biaya pengelolaan

darah (service cost), semata-mata untuk mengganti biaya pengelolaan darah sejak

darah diambil dari donor sampai darah ditransfusikan pada pasien.

(49)

Darah adalah materi biologis yang bersifat multi antigenik, sehingga secara

potensial dapat menimbulkan berbagai reaksi pada individu lain. Darah merupakan

suatu jaringan tubuh yang terdapat dalam pembuluh darah yang berwarna merah

(Syaifuddin, 1995).

Darah adalah jaringan ikat berbentuk cairan yang terdiri dari 4 bagian yaitu

sel-sel darah merah (eritrosit), sel-sel-sel-sel darah putih (leukosit), sel-sel-sel-sel darah pembeku atau

keeping-keping darah (trombosit), dan cairan darah (plasma darah). Darah merupakan

alat pengangkut utama didalam tubuh kita. Darah manusia berwarna merah, tetapi

warna itu tidak tetap. Kadang-kadang darah itu berwarna merah kehitam-hitaman, hal

ini terkangantung jumlah oksigen dan karbondioksida yang terkandung dalam darah

(Irianto, 2004).

Secara umum fungsi darah adalah sebagai berikut:

a. Sebagai zat pengangkut sari-sari makanan ke seluruh jaringan tubuh.

b. Sel darah merah (eritrosit) membawa oksigen (O2) dari paru-paru ke jaringan dan

karbondioksida (CO2) dari jaringan ke paru-paru.

c. Melawan infeksi bakteri melalui kerja sel darah putih.

d. Mengatur keseimbangan asam dan basa untuk menghindari kerusakan jaringan.

e. Mengangkut metabolism dari jaringan ke alat-alat pengeluaran.

f. Menjaga suhu tubuh.

g. Mengedarkan air ke seluruh tubuh.

h. Mengedarkan hormon dan enzim-enzim ke seluruh tubuh.

Volume rata-rata darah orang dewasa adalah 6-8% dari berat tubuh atau

(50)

Komponen berbentuk kurang lebih 45% yang terdiri dari sel darah merah atau disebut

eritrosit, sel darah putih atau disebut lekosit dan sel pembekuan atau disebut

trombosit. 55% merupakan bentuk cair yang disebut sebagai plasma.

Komponen darah terdiri dari :

a. Sel darah merah atau eritrosit

b. Keping-keping darah atau trombosit

c. Sel darah putih atau leukosit

d. Serum darah atau plasma

2.10.3 Transfusi Darah

Transfusi darah adalah suatu tindakan medis dalam rangka proses pemindahan

darah dari seorang donor kepada resipien untuk memulihkan kesehatan dan

menyelamatkan nyawa seseorang. Dalam proses ini terkait berbagai usaha yaitu

memelihara keadaan biologis (viability) darah dan komponennya, mengamankan serta

mencocokkan dengan resipien, sehingga tetap bermanfaat sebagai pengobatan bagi

resipien (Ebrahim, 2004).

2.10.4 Donor Darah

Menurut WHO, Depkes dan UNFPA (2001) ada 3 macam donor darah yaitu :

a. Donor keluarga/donor pengganti (DP)

Donor darah pengganti adalah donor yang menyumbangkan darahnya untuk

mengganti darah yang telah diambil dari UTD untuk keluarga/teman mereka. Dalam

sistem ini darah yang dibutuhkan pasien dipenuhi oleh donor dari keluarga atau

Gambar

Gambar 1. Teori Tindakan Beralasan (Theory Of Reasoned Action/TRA)
Gambar 2. Kerangka konsep Penelitian
Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden
Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Modal Sosial Responden
+7

Referensi

Dokumen terkait

The aim of this study are to analyze the text of female sexuality articles that realized in the women magazines (i.e. vocabulary, grammar, cohesion and text

Disahkan dalam rapat Pleno PPS tanggal 26 Februari 2013 PANITIA PEMUNGUTAN SUARA. Nama

Personalisasi reward dalam penelitian ini masih terbatas karena menggunakan Finite State Machine yang perilakunya terbatas, sehingga jika dimainkan berulangkali maka

Oleh karena itu bagi lembaga pendidikan yang mengembangkan pendidikan vokasi tidak perlu minder dan kemudian mengubah menjadi pendidikan akademik, karena akan

Selain dari beberapa karya di atas, Fazlur Rahman pernah menulis artikel yang berjudul “Iqbal in Modern Muslim Thoght” Rahman mencoba melakukan survei terhadap

Dengan mempertimbangkan pilihan-pilihan adaptasi yang dikembangkan PDAM dan pemangku kepentingan, IUWASH juga merekomendasikan untuk mempertimbangkan aksi-aksi adaptasi

Rahyono (2003) menyatakan intonasi sebuah bahasa memiliki keteraturan yang telah dihayati bersama oleh para penuturnya.Penutur sebuah bahasa tidak memiliki kebebasan yang

Maka pada akhirnya C.Den Hammer pegawai pemerintah kolonial Belanda, Inspektur Pengajaran Hindia Belanda di Bandung, datang menyelidiki dan menyaksikan dengan