FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ANGGOTA ORGANISASI KEPEMUDAANALUMNI BUDI MULIA
(ALBUM-MEDAN) TERHADAP DONOR DARAH DI PMI MEDAN TAHUN 2012
SKRIPSI
Oleh :
MEI RODHIAH PANJAITAN NIM. 081000077
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ANGGOTA ORGANISASI KEPEMUDAANALUMNI BUDI MULIA
(ALBUM-MEDAN) TERHADAP DONOR DARAH DI PMI MEDAN TAHUN 2012
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
Oleh :
MEI RODHIAH PANJAITAN NIM. 081000077
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi Dengan Judul
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ANGGOTA ORGANISASI KEPEMUDAAN ALUMNI BUDI MULIA (ALBUM-MEDAN)
TERHADAP DONOR DARAH DI PMI MEDAN TAHUN 2012
Yang dipersiapkan dan dipertahankan oleh:
MEI RODHIAH PANJAITAN NIM. 081000077
Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 25 Oktober 2012 dan
Dinyatakan telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima
Tim Penguji
Ketua Penguji Penguji I
dr. Linda T. Maas, MPH Drs. Tukiman MKM NIP. 19521022 198003 2 002 NIP. 19611024 199003 1 003
Penguji II Penguji III
Drs. Alam Bakti Keloko, MKes Drs. Eddy Syahrial, MS NIP.19620604 199203 1 001 NIP. 19590713 198703 1 001
Medan, Oktober 2012 Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara Dekan,
ABSTRAK
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Anggota Organisasi Kepemudaan Alumni Budi Mulia (Album-Medan) Terhadap donor Darah Di Pmi Medan Tahun 2012
Pentingnya ketersediaan darah untuk memenuhi kebutuhan akan darah yang dapat terjadi kapan saja seperti untuk korban kecelakaan, pasien operasi mayor seperti jantung, seksio sesarea, dan untuk penderita penyakit darah seperti hemophilia dan thalassemia. Ketersediaan darah dapat ditanggulangi dengan mendapatkan bantuan darah dari pemuda. Oleh karena itu, sangat penting untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi anggota organisasi kepemudaan ALBUM-Medan dalam mendonorkan darah di PMI ALBUM-Medan Tahun 2012.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi anggota organisasi kepemudaan Alumni Budi Mulia (ALBUM-Medan) terhadap mendonorkan darah di Palang Merah Indonesia (PMI), yaitu karakteristik, sumber informasi, modal sosial, pengetahuan, sikap, kelompok referensi, niat dan tindakan pemuda untuk mendonorkan darah di UTD-PMI Medan Tahun 2012. Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif. Jumlah responden dalam penelitian ini berjumlah 62 orang dengan teknik pengambilan sampel yaitu Total Sampling, dimana responden adalah anggota organisasi kepemudaan ALBUM-Medan yang mendaftar tahun 2009-2011. Dan hasilnya akan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan karakteristik responden terbanyak berumur 18 tahun (33,9%), responden terbanyak adalah laki-laki (59,7%). Sumber informasi responden masih terkategori sedang (71,0%). Pengetahuan responden dikategorikan sedang (67,7%). Modal sosial responden dikategorikan sedang (50,0%). Sikap responden dikategorikan baik (88,7%). Kelompok referensi dan sikap sangat berperan terhadap niat responden. Dan niat akan mempengaruhi tindakan. Responden terbagi dua yaitu responden yang pernah mendonorkan darah sebanyak 7 orang dan responden yang belum pernah mendonorkan darah sebanyak 55 orang. Dari responden yang pernah mendonorkan darah, memiliki tindakan yang dikategorikan baik (85,7%).
Dari hasil penelitian disarankan agar pihak PMI lebih aktif mempromosikan donor darah kepada organisasi kepemudaan untuk menanggulangi ketersediaan stok darah.
ABSTRACT ALBUM-Medan to donate blood at Medan Red Cross in 2012.
The purposed of this studied was aimed to determine the factors that affect members of youth organizations ALBUM-Medan to donate blood, the factors were characteristics, sources of information, knowledge,social capital, attitude, reference groups, intentions and actions of members of youth organizations ALBUM-Medan to donate blood at Medan Red Cross in 2012. This research used descriptive quantitative. The number of respondents in this studied amounted to 62 people with Total Sampling as the sampling technique, where the respondent was a person who members of youth organizations ALBUM-Medan that register in 2009-2011. The results are presented in frequency distribution table.
The results showed that based on the characteristics of most respondents aged 18 years (33,9%), most respondents were male (59,7%). The sources of information respondents is medium (71,0%). There were (67,7%) respondents that had medium promotion of blood donation to the youth organizations so that the stocks of blood increase.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Mei Rodhiah Panjaitan
Tempat/Tanggal Lahir : Pematangsiantar/ 19 Mei 1990
Agama : Kristen Protestan
Status Perkawinan : Belum Menikah
Jumlah Bersaudara : 5 (lima) bersaudara
Alamat Rumah : Jalan Bahagia Gang.Sadaarih No.12 Medan
Alamat Orang Tua : Jalan Binjai No.14 Pematangsiantar
Riwayat Pendidikan
Tahun 1995 – 1996 : TK Bhayangkari Pematangsiantar
Tahun 1996 – 2002 : SD Negeri 125545 Pematangsiantar
Tahun 2002 – 2005 : SLTPN 3 Pematangsiantar
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat
dan karuniaNya, penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Anggota Organisasi Kepemudaan Alumni Budi Mulia (Album-Medan) Terhadap Donor Darah Di PMI Medan Tahun 2012”. Skripsi ini adalah salah satu syarat yang ditetapkan untuk memperoleh gelar Sarjana
Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera
Utara.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada ibu dr. Linda T. Maas, MPH selaku dosen pembimbing I dan bapak Drs. Tukiman MKM
selaku dosen pembimbing II, yang telah meluangkan banyak waktu dan pikiran dalam
memberikan petunjuk, saran dan bimbingan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat
diselesaikan. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang
telah membantu dan memberi dukungan kepada penulis, baik secara moril maupun
materil.
1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Drs. Tukiman MKM selaku Ketua Departemen Pendidikan Kesehatan dan
Ilmu Perilaku Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
3. Ibu Dra. Jumirah , Apt , MKes selaku Dosen Pembimbing Akademik penulis di
5. Seluruh Dosen dan staf di Fakultas Kesahatan Masyarakat Universitas Sumatera
Utara.
6. Terkhusus buat ayahanda M.Panjaitan dan ibunda R. br. Situmorang tercinta
terimakasih atas kasih sayang, doa dan motivasi yang terbaik yang telah diberikan
kepada penulis.
7. Kepada keluarga besarku Hendry Napitupulu/ Mutiara br.Panjaitan, Saut
Halomoan/ Rina br.Panjaitan, Ester Ratna Dewi Panjaitan, Bobby Maruli
Panjaitan/ Uli br.Hutasoit terimakasih buat doa dan semangat yang diberikan
kepada penulis.
8. Terkhusus buat teman dekat dan terbaikku Bobby Sirait yang memberikan doa dan
motivasi untuk membantu penulis selama proses penelitian.
9. Trimakasih buat Gesit (Rahmi, Lidya, Emma, Kisty, Vani, Arietha), Teman-teman
(Doan, Sari Rahmadani, Hilma, Helda, Fitri, Nenny, Nadya, Titan, kak Airin, bg
Sedar Malam, bg Deddy, Nona, Fera, Purna, Jelentika, Putri Marlinang, Melda,
Hotlan, Julius ) , teman2 PBL (kak Rini, bg Rio, kak Jesika, Evia, Putra, kak
Rofirma), teman2 LKP (kak Utari, Zul, Lenny, Doan, kak Ida), Aneshe Malakha
(Kak Marlina, Helfi, Nursyani, Vani, Emma, Lidya), SAHABATKU Lenny
Melisa, Veronica Velish, Mardina , Cory sihombing, Gita Sihite.
10. ALBUM (Julia, Citra, Joshua, kak Noni, Bg Antoni, Bg ronald, Edwin, Rosalina,
Martha, dan teman-teman lain yang tidak bisa disebutkan satu persatu).
Akhirnya, penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang tidak
dapat penulis sebutkan satu per satu. Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa membalas
Penulis menyadari bahwa penulis memiliki keterbatasan kemampuan dalam
membuat skripisi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun dan menyempurnakan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.
Medan, Oktober 2012
Penulis
DAFTAR ISI
2.3.4. Faktor yang mempengaruhi pengetahuan ... 15
2.4. Sikap ... 17
2.4.1. Pengukuran Sikap ... 18
2.4.2. Fungsi sikap ... 18
2.5. Tindakan ... 19
2.6. Perilaku Kesehatan ... 21
2.7. Teori mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku ... 22
2.7.1. WHO... 22
2.7.2. Teori Alasan Berperilaku (TRA) ... 23
2.8. Modal Sosial ... 26
2.9. PMI ... 27
2.9.1. Unit transfusi darah ... 27
2.9.2. Darah ... 27
2.9.3. Transfusi darah ... 30
2.9.4. Donor darah ... 30
2.9.5. Syarat-syarat untuk donor darah ... 32
2.9.2. Pengambilan darah donor ... 34
2.10. ALBUM (Alumni Budi Mulia) ... 34
2.11. Kerangka Konsep ... 36
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian ... 37
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 37
3.2.1. Lokasi penelitian ... 37
3.2.2. Waktu Penelitian ... 37
3.3. Populasi dan Sampel ... 38
3.3.1. Populasi ... 38
3.3.2. Sampel ... 38
3.4. Metode Pengumpulan Data ... 38
3.4.1. Data Primer ... 38
3.4.2. Data Sekunder ... 38
3.5. Defenisi Operasional ... 38
3.6. Instrumen dan Aspek Pengukuran ... 40
3.6.1. Instrumen ... 40
3.6.2. Aspek Pengukuran ... 40
a. Modal Sosial ... 41
b. Pengukuran Sumber Informasi ... 41
c. Pengukuran Pengetahuan ... 42
d. Pengukuran Sikap ... 43
e. Pengukuran Kelompok Refrensi ... 44
f. Pengukuran Niat ... 45
g. Pengukuran Tindakan ... 45
3.7. Metode Pengolahan dan Analisa Data ... 46
3.7.1. Pengolahan Data ... 46
3.7.2. Analisa Data ... 47
BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian... 51
4.2. Hasil Penelitian ... 51
4.3. Gambaran Modal Sosial Responden... 53
4.3.1. Distribusi Frekuensi Modal Sosial ... 53
4.3.2. Gambaran Modal Sosial anggota ALBUM-Medan ... 4.4. Sumber Informasi ... 58
4.4.1.Sumber Informasi yang paling jelas ... 58
4.4.2. Rasa Peduli Responden terhadap sumber Informasi ... 59
4.4.3. Seberapa sering responden menonton iklan yang mengandung unsur donor darah ... 59
4.4.4. Responden yang mengakses internet mengenai donor Darah ... 60
4.4.6. Responden merasakan manfaat dari informasi yang
didapat dari berbagai sumber... 61
4.4.7. Responden merasakan ketertarikan ... 62
4.4.8. Distribusi frekuensi sumber informasi ... 63
4.5. Pengetahuan ... 63
4.5.1. Pengetahuan tentang adanya manfaat mendonor darah . 63 4.5.2. Pengetahuan tentang pengertian donor darah ... 64
4.5.3. Pengetahuan tentang syarat donor darah ... 65
4.5.4. Distribusi frekuensi pengetahuan responden ... 65
4.6. Sikap ... 66
4.6.1 Distribusi frekuensi sikap responden ... 69
4.7. Kelompok Refrensi ... 69
4.7.1 Responden melihat orang lain mendonorkan darah ... 69
4.7.2. Tanggapan orang tua responden terhadap donor darah. . 70
4.7.3. Keluarga Responden sebagai kelompok refrensi ... 71
4.7.4. Tanggapan teman-teman responden mengenai donor Darah ... 71
4.7.5. Teman-teman Responden sebagai kelompok refrensi ... 72
4.7.6. Dukungan orang tua dalam hal donor darah ... 72
4.7.7. Perkumpulan lain yang melakukan aksi donor darah ... 73
4.7.8. Tanggapan responden terhadap pernyataan tentang kelompok refrensi ... 74
4.7.9. Distribusi frekuensi sikap responden ... 76
4.8. Niat ... 77
4.8.1 Niat responden dalam mendonorkan darah ... 77
4.8.2. Tindakan yang akan dilakukan responden jika ada aksi donor darah ... 77
4.8.3. Distribusi frekuensi niat responden ... 78
4.9. Tindakan ... 78
4.9.1 Tindakan responden dalam hal donor darah ... 79
4.9.2. Tempat pertama kali mendonorkan darah ... 79
4.9.3. Berapa kali melakukan aksi donor darah ... 80
4.9.4. Manfaat yang dirasakan responden ... 80
4.9.5. Tindakan responden setelah melakukan donor darah .... 81
4.9.6. Alasan Responden tidak melakukan donor darah ... 81
4.9.7. Distribusi Frekuensi Tindakan Responden ... 82
BAB V PEMBAHASAN 5.1. Karakteristik Responden... 83
5.2. Sumber Informasi ... 84
5.3. Pengetahuan ... 86
5.4. Modal Sosial ... 88
5.5. Kategori Sikap Responden ... 90
5.7. Niat ... 94 5.8. Tindakan ... 95
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan ... 98 6.2. Saran ... 99
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Kuesioner Penelitian
Lampiran 2 Surat ijin Penelitian dari FKM USU
Lampiran 3 Surat Penelitian dari ALBUM
Lampiran 4 Master data SPSS
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden ... 52
Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Modal Sosial Responden ... 53
Tabel 4.3. Modal Sosial ... 54
Tabel 4.4. Sumber informasi yang paling jelas mengenai donor darah ... 58
Tabel 4.5. Rasa peduli responden terhadap sumber informasi ... 59
Tabel 4.6. Seberapa sering responden menonton iklan yang mengandung unsur donor darah ... 60
Tabel 4.7. Pernah atau tidaknya mengakses internet yang mengandung unsur donor darah ... 60
Tabel 4.8. Pernah atau tidaknya membaca koran/ Tabloid/ Majalah yang mengandung unsur donor darah ... 61
Tabel 4.9. Responden merasakan manfaat dari informasi tentang donor darah ... 62
Tabel 4.10. Rasa ketertarikan responden untuk melakukan aksi donor darah ... 63
Tabel 4.11. Distribusi Frekuensi Sumber Informasi ... 63
Tabel 4.12. Mengetahui adanya manfaat yang diterima pendonor darah ... 64
Tabel 4.13. Pengetahuan tentang pengetian donor darah ... 65
Tabel 4.14. Pengetahuan responden tentang syarat donor darah ... 66
Tabel 4.15. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden ... 66
Tabel 4.16. Gambaran sikap responden ... 67
Tabel 4.17. Distribusi Frekuensi sikap responden ... 70
Tabel 4.18. Responden melihat oraang lain donor darah ... 71
Tabel 4.20. Ada tidaknya anggota keluarga Responden yang menjadi
pendonor darah rutin ... 72
Tabel 4.21. Tanggapan teman-teman responden mengenai donor darah ... 73
Tabel 4.22. Ada tidaknya teman responden yang menjadi pendonor darah rutin ... 73
Tabel 4.23. Pernah tidaknya orang tua responden bercerita tentang donor darah ... 74
Tabel 4.24. Pernah tidaknya perkumpulan lain mengadakan kegiatan donor darah ... 75
Tabel 4.25. Kelompok Refrensi ... 76
Tabel 4.26. Distribusi Frekuensi Kelompok Referensi ... 78
Tabel 4.27. Niat mendonorkan darah ... 79
Tabel 4.28. Tindakan yang akan responden lakukan jika ada aksi donor darah ... 80
Tabel 4.29. Distribusi Frekuensi Niat Responden ... 80
Tabel 4.30. Tindakan anggota organisasi dalam hal donor darah ... 80
Tabel 4.31. Tempat pertama kali melakukan donor darah ... 81
Tabel 4.32. Berapa kali responden pernah mendonorkan darah ... 82
Tabel 4.33. Manfaat yang dirasakan responden ... 83
Tabel 4.34. Apakah anda mengajak teman/ keluarga untuk mendonorkan darah ... 83
Tabel 4.35. Mengapa anda tidak pernah melakukan donor darah ... 84
ABSTRAK
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Anggota Organisasi Kepemudaan Alumni Budi Mulia (Album-Medan) Terhadap donor Darah Di Pmi Medan Tahun 2012
Pentingnya ketersediaan darah untuk memenuhi kebutuhan akan darah yang dapat terjadi kapan saja seperti untuk korban kecelakaan, pasien operasi mayor seperti jantung, seksio sesarea, dan untuk penderita penyakit darah seperti hemophilia dan thalassemia. Ketersediaan darah dapat ditanggulangi dengan mendapatkan bantuan darah dari pemuda. Oleh karena itu, sangat penting untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi anggota organisasi kepemudaan ALBUM-Medan dalam mendonorkan darah di PMI ALBUM-Medan Tahun 2012.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi anggota organisasi kepemudaan Alumni Budi Mulia (ALBUM-Medan) terhadap mendonorkan darah di Palang Merah Indonesia (PMI), yaitu karakteristik, sumber informasi, modal sosial, pengetahuan, sikap, kelompok referensi, niat dan tindakan pemuda untuk mendonorkan darah di UTD-PMI Medan Tahun 2012. Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif. Jumlah responden dalam penelitian ini berjumlah 62 orang dengan teknik pengambilan sampel yaitu Total Sampling, dimana responden adalah anggota organisasi kepemudaan ALBUM-Medan yang mendaftar tahun 2009-2011. Dan hasilnya akan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan karakteristik responden terbanyak berumur 18 tahun (33,9%), responden terbanyak adalah laki-laki (59,7%). Sumber informasi responden masih terkategori sedang (71,0%). Pengetahuan responden dikategorikan sedang (67,7%). Modal sosial responden dikategorikan sedang (50,0%). Sikap responden dikategorikan baik (88,7%). Kelompok referensi dan sikap sangat berperan terhadap niat responden. Dan niat akan mempengaruhi tindakan. Responden terbagi dua yaitu responden yang pernah mendonorkan darah sebanyak 7 orang dan responden yang belum pernah mendonorkan darah sebanyak 55 orang. Dari responden yang pernah mendonorkan darah, memiliki tindakan yang dikategorikan baik (85,7%).
Dari hasil penelitian disarankan agar pihak PMI lebih aktif mempromosikan donor darah kepada organisasi kepemudaan untuk menanggulangi ketersediaan stok darah.
ABSTRACT ALBUM-Medan to donate blood at Medan Red Cross in 2012.
The purposed of this studied was aimed to determine the factors that affect members of youth organizations ALBUM-Medan to donate blood, the factors were characteristics, sources of information, knowledge,social capital, attitude, reference groups, intentions and actions of members of youth organizations ALBUM-Medan to donate blood at Medan Red Cross in 2012. This research used descriptive quantitative. The number of respondents in this studied amounted to 62 people with Total Sampling as the sampling technique, where the respondent was a person who members of youth organizations ALBUM-Medan that register in 2009-2011. The results are presented in frequency distribution table.
The results showed that based on the characteristics of most respondents aged 18 years (33,9%), most respondents were male (59,7%). The sources of information respondents is medium (71,0%). There were (67,7%) respondents that had medium promotion of blood donation to the youth organizations so that the stocks of blood increase.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang
Kesehatan adalah hak azasi dan sekaligus investasi untuk keberhasilan
pembangunan kesehatan secara menyeluruh dan berkesinambungan dengan tujuan
guna meningkatkan kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi orang agar terwujud
derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya (Depkes RI, 2004).
Wacana tentang kesehatan sebagai hak azasi manusia dan sekaligus investasi
sumber daya manusia tersebut telah terdengar dimana-mana. Organisasi Palang
Merah Indonesia (PMI) merupakan salah satu organisasi yang membantu pemenuhan
hak azasi manusia dalam bidang kesehatan misalnya dalam hal penyelenggaraan
donor darah. (Depkes, 2006)
Penyelenggaraan donor darah di Indonesia, dilakukan oleh tiga pilar
penyelenggara yang memiliki tugas dan tanggungjawab terhadap pemenuhan stok
darah. Pertama, Kementerian Kesehatan selaku pemegang regulasi. Kedua
Perhimpunan Donor Darah Indonesia (PDDI) yang berperan menggugah serta
memotivasi masyarakat agar mau melaksanakan kegiatan donor darah dan ketiga
Palang Merah Indonesia (PMI), sebagai lembaga yang diamanatkan melakukan
kegiatan transfusi darah (Adang, 2012).
PMI merupakan organisasi pelaksana dari Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun
1980 tentang transfusi darah dan Surat Keputusan Menteri Kesehatan
No.478/Menkes/Per/X/1990 tentang upaya kesehatan di bidang transfusi darah.
membentuk Unit Transfusi Darah (UTD) sebagai pelaksana teknis mulai dari tingkat
Pusat hingga di Kabupaten dan Kota (PMI Pusat, 1998).
Tugas pokok PMI adalah kesiapsiagaan bantuan dan penanggulangan
bencana, pelatihan pertolongan pertama untuk sukarelawan, pelayanan kesehatan dan kesejahteraan masyarakat serta pelayanan transfusi darah (sesuai dengan Peraturan
Pemerintah no 18 tahun 1980). Oleh sebab tugas pokok tersebut, PMI memberi
pelayanan transfusi darah. Saat ini Palang Merah Indonesia telah melaksanakan
kegiatan transfusi darah yang tersebar di 30 Provinsi Tingkat I dan 323 cabang di
daerah dengan 165 UTD di seluruh Indonesia (Munandar, 2008).
Dalam rangka menghadapi perkembangan masyarakat Indonesia di masa
depan yang semakin global dalam suasana yang semakin demokratis maka PMI harus
mempersiapkan diri sebaik-baiknya sebagai stakeholder untuk ikut mengambil peran
aktif di dalamnya. Untuk itu UTD PMI dituntut untuk membangun jaringan yang
sangat luas melalui kerjasama dengan lembaga-lembaga pemerintah, serta
membangun jaringan sesama Palang Merah baik nasional maupun internasional. PMI
semakin dirasakan kehadirannya di dalam kehidupan masyarakat. Sudah banyak
pengalaman dan pelajaran berharga yang dipetik PMI dalam penanggulangan korban
baik kecelakaan, bencana alam, suasana konflik bersenjata maupun dalam penyediaan
darah. (Depkes, 2006)
Untuk memenuhi kebutuhan darah bagi masyarakat itu, PMI menjalin
kerjasama instansi baik TNI-Polri sebagai pendonor rutin, pendonor dari keluarga
pasien, lembaga pendidikan serta di gerai-gerai donor darah yang diadakan oleh PMI
Walaupun berbagai upaya telah dilakukan oleh PMI, namun masyarakat untuk
mendonorkan darahnya tetap saja rendah. Hal ini menandakan kurang optimalnya
usaha PMI dalam menjalin kerjasama dengan berbagai pihak yang berpotensi dalam
hal sumbangan darah.
Masyarakat belum menyadari bahwa donor darah tidak hanya memiliki nilai
kemanusian tetapi juga bermanfaat bagi kesehatan. Penelitian yang dilakukan oleh
Jukka Salonen (1997), dan koleganya dari Universitas Kuopio, Finlandia bahwa
donor darah dapat mengurangi resiko penyakit jantung koroner pada pendonor darah
pria karena berkurangnya jumlah zat besi dalam darah (Buletin Transfusi Darah,
1997).
Namun ketersediaan stok darah di PMI sering kali tidak mencukupi kebutuhan
di masyarakat. Selain karena usaha PMI yang kurang optimal, hal ini juga
dikarenakan masih kurangnya pengetahuan masyarakat tentang manfaat donor darah
bagi kesehatan si donator dan banyaknya mitos-mitos yang berkembang di Indonesia
tentang dampak negatif dari donor darah. Beberapa mitos negatif yang berkembang di
masyarakat seputar donor darah antara yaitu; donor darah dapat membuat kita gemuk,
membuat badan lemas, wanita tidak boleh mendonorkan darah, menimbulkan
kecanduan. Selain itu banyak juga masyarakat yang beranggapan bahwa PMI
memperjualbelikan darah hal ini dikarenakan bahwa pasien yang membutuhkan darah
diharuskan membayar biaya pengganti pengelolaan darah (BPPD) untuk setiap
kantong darah (PMI, 2009).
Peran masyarakat mendukung kerja lembaga kemanusiaan ini rendah, padahal
seperti gempa dan tsunami Aceh, gempa Padang serta menjadi bank darah
rujukan. Bagaimanapun PMI punya tanggung jawab sekaligus peran besar untuk
menyelamatkan banyak nyawa manusia. Tetapi pada kenyataannya, kesadaran
masyarakat dalam mendonorkan darah baru 0,6%. Maka tidak heran jika terdengar
banyak daerah kekurangan pasokan darah (Yuliady, 2010).
Pentingnya ketersediaan darah di bank darah PMI adalah untuk memenuhi
kebutuhan akan transfusi darah yang dapat terjadi kapan saja seperti untuk korban
kecelakaan yang dalam kondisi gawat darurat yang membutuhkan transfusi darah,
pasien operasi mayor seperti operasi jantung, bedah perut, seksio sesarea, para
penderita penyakit darah seperti thalassemia (PMI.2009).
Palang Merah di negara-negara maju tidak mengalami kendala yang berarti
dalam menjalankan peran dan fungsinya, terutama dalam hal ketersediaan darah.
Mereka pada umumnya telah memiliki relawan donor darah sukarela, sesuai dengan
rekomendasi World Health Organization (WHO) dan Council of Europe agar
digalakkan penggunaan darah yang bersumber dari donor darah sukarela yang tidak
dibayar (Contretas, 1995).
Data dari negara maju menunjukkan tingkat donasi darah sebanyak 60-100
per 1000 penduduk, sedangkan di Asia tingkat donasi darah yang paling maju adalah
Jepang yaitu 68 per 1000 penduduk, Korea 40 per 1000 penduduk, Singapura 24 per
1000 penduduk, Thailand 13 per 1000 penduduk, dan Malaysia 10 per 1000
penduduk (Aziz, 2000).
Ketersediaan pasokan darah masih perlu ditingkatkan mengingat masih
hal seperti keadaan geografis Indonesia yang masih rawan bencana, tingginya angka
kecelakaan, dan kematian ibu yang kebanyakan diakibatkan perdarahan (Adang,
2012).
Angka kematian akibat dari tidak tersedianya cadangan tranfusi darah pada
negara berkembang relatif tinggi. Hal tersebut dikarenakan ketidakseimbangan
perbandingan ketersediaan darah dengan kebutuhan rasional. Indonesia memiliki
tingkat penyumbang enam hingga sepuluh orang per 1.000 penduduk. Hal ini jauh
lebih kecil dibandingkan dengan sejumlah negara maju di Asia, misalnya di
Singapura tercatat sebanyak 24 orang yang melakukan donor darah per 1.000
penduduk, berikut juga di Jepang tercatat sebanyak 68 orang yang melakukan donor
darah per 1.000 penduduk (Daradjatun, 2008).
Pada tahun 2005, Palang Merah Indonesia (PMI) mampu mengumpulkan
1.285.000 kantung darah atau setara dengan 350.000 donor darah. Ini diasumsikan
bahwa tingkat penyumbangan adalah 6 orang per 1.000 penduduk. Jumlah ini tentu
saja tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan minimal bagi populasi di Indonesia. Bila
menggunakan tolok ukur yang ditetapkan oleh badan kesehatan dunia, World Health
Organisation (WHO), untuk jumlah penduduk Indonesia yang saat ini berjumlah
sekitar 230-240 juta, idealnya memiliki kantong darah sekitar 2% dari jumlah
penduduk, atau sekitar 4,6 juta kantong per tahun (PMI, 2009).
Indonesia membutuhkan sedikitnya satu juta pendonor darah guna memenuhi
kebutuhan 4,5 juta kantong darah per tahunnya. Sedangkan unit transfusi darah
Palang Merah Indonesia (UTD PMI) menyatakan bahwa pada tahun 2008 darah yang
kebutuhan akan darah di Indonesia yang tinggi tetapi darah yang terkumpul dari
donor darah masih rendah.
Di Kota Medan, rata-rata kebutuhan darah di rumah sakit setiap harinya
mencapai 100 kantong darah dengan ukuran setiap kantongnya sekitar 350 cc.
Golongan darah yang dibutuhkan bervariasi baik golongan darah 0, A, B maupun AB.
Sedangkan pasokan darah yang mampu disediakan oleh PMI Cabang Medan masih
antara 50 hingga 80 kantong darah dengan jumlah ketersediaan golongan darah AB
6%, golongan darah 0 40% dan 54% golongan darah A dan B. Hal ini membuktikan
bahwa realisasi dari aksi donor darah di Kota Medan masih kurang. Jumlah Donor
Darah Sukarela (DDS) di Kota Medan juga rendah bila dibandingkan dengan DDS di
Pulau Jawa seperti Jakarta, Surabaya, dan Bandung. Di Pulau Jawa DDS mencapai
90% sedangkan di Medan DDS hanya 15-20% (Lidya, 2006).
Palang Merah Indonesia (PMI) Kota Medan krisis stok darah karena tidak
seimbangnya kebutuhan dan pasokan. PMI Medan per harinya kekurangan stok darah
sekitar 60 kantong dari 160 kantong darah yang dibutuhkan per hari
(www.waspada.co.id, 2012).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Asri Budiningsih (2010)
terhadap 65 pendonor darah yang mendonorkan darah di UTD-PMI Medan
menunjukkan 9 orang (13,8%) berada pada kelompok umur 19 tahun - 24 tahun, 9
orang (13,8%) berada pada kelompok umur 25 tahun - 30 tahun, 13 orang (20%)
berada pada kelompok umur 31 tahun - 36 tahun, 13 orang (20%) berada pada
43 tahun - 48 tahun, 4 orang (6,2%) berada pada kelompok umur 49 tahun - 54 tahun,
7 orang (10,8%) berada pada kelompok umur 55 tahun - 60 tahun.
Dari data diatas terlihat bahwa jumlah responden berdasarkan umur yang
paling besar menyumbangkan darah adalah umur 31 − 36 dan 37 − 42 tahun yaitu 13
orang (20%). Padahal untuk umur 19 tahun - 24 tahun hanya 9 orang yang
mendonorkan darah. Ini adalah angka yang sangat kecil. Umur 19 tahun-24 tahun
masih dalam kategori usia produktif tetapi sangat sedikit jumlahnya dalam hal donor
darah.
Organisasi Album yang merupakan organisasi kepemudaan memiliki anggota
yang berada pada usia produktif, yang menurut hemat peneliti sangat berpotensial
sebagai pendonor darah aktif. Anggota organisasi Album sebagai masyarakat muda
yang masih kuat dan bersemangat hendaknya berperan aktif dalam meningkatkan
jumlah ketersediaan darah. Album sebagai organisasi kepemudaan dapat berperan
secara langsung dengan menjadi donor darah sukarela berkala, bisa juga secara tidak
langsung dengan mengajak atau mempromosikan aksi donor darah kepada
masyarakat luas. Promosi aksi donor darah ini bisa dilakukan dalam banyak kegiatan
Album, seperti kegiatan sosial yang rutin dilakukan setiap tahun, contohnya : pada
saat bakti sosial.
Dengan adanya sifat kerelaan dalam pertemanan seperti organisasi non formal
ini, masih ada harapan yang besar dalam proses peningkatan bantuan darah . Modal
sosial yang merupakan sarana agar terjadi keikatan yang kokoh dalam membangun
Maka, tidak diragukan jumlah bantuan darah semakin meningkat jika PMI lebih aktif
dalam mengupayakan organisasi non formal seperti organisasi ALBUM-Medan ini.
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan diatas maka perlu dilakukan
penelitian untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang memengaruhi pemuda
dalam mendonorkan darahnya di PMI. Dengan demikian penulis mengangkat judul
“Faktor-faktor yang memengaruhi anggota organisasi kepemudaan Alumni Budi
Mulia (ALBUM-Medan) terhadap mendonorkan darah di PMI Medan Tahun 2012”.
1.2. Perumusan Masalah
Adapun yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini faktor-faktor apa
saja yang memengaruhi anggota organisasi kepemudaan Alumni Budi Mulia
(ALBUM-Medan) terhadap mendonorkan darah di Palang Merah Indonesia (PMI)
cabang Medan tahun 2012.
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum
Adapun tujuan dari penelitian ini antara lain: Untuk melihat faktor-faktor apa
saja yang memengaruhi anggota organisasi kepemudaan Alumni Budi Mulia
(ALBUM-Medan) terhadap mendonorkan darah di Palang Merah Indonesia (PMI)
cabang Medan tahun 2012.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui gambaran karakteristik anggota organisasi kepemudaan
2. Untuk mengetahui gambaran sumber informasi yang memengaruhi anggota
organisasi kepemudaan Alumni Budi Mulia (ALBUM-Medan) dalam
mendonorkan darah di PMI cabang Medan tahun 2012.
3. Untuk mengetahui pengetahuan anggota organisasi kepemudaan Alumni
Budi Mulia (ALBUM-Medan) tentang donor darah di Palang Merah
Indonesia (PMI) cabang Medan tahun 2012.
4. Untuk mengetahui gambaran modal sosial yang ada dalam kelompok
organisasi kepemudaan Alumni Budi Mulia (ALBUM-Medan) .
5. Untuk mengetahui sikap anggota organisasi kepemudaan Alumni Budi Mulia
(ALBUM-Medan) dalam mendonorkan darah di Palang Merah Indonesia
(PMI) cabang Medan tahun 2012.
6. Untuk mengetahui peran kelompok referensi dalam memengaruhi anggota
organisasi kepemudaan Alumni Budi Mulia (ALBUM-Medan) mendonorkan
darah di Palang Merah Indonesia (PMI) cabang Medan tahun 2012.
7. Untuk mengetahui niat dari anggota organisasi kepemudaan Alumni Budi
Mulia (ALBUM-Medan) dalam mendonorkan darah di Palang Merah
Indonesia (PMI) cabang Medan tahun 2012.
8. Untuk mengetahui tindakan anggota organisasi kepemudaan Alumni Budi
Mulia (ALBUM-Medan) dalam mendonorkan darah di Palang Merah
Indonesia (PMI) cabang Medan tahun 2012.
1.4. Manfaat Penelitian
1. Secara akademis penelitian ini diharapkan akan memperkaya khasanah
penelitian Pendidikan kesehatan dan Ilmu Perilaku di Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
2. Dapat berguna sebagai bahan informasi untuk penelitian atau studi selanjutnya
tentang pendonor darah.
3. Memberikan informasi tambahan kepada masyarakat khususnya
ALBUM-Medan mengenai manfaat dari donor darah.
4. Sebagai bahan masukan dan informasi bagi lintas sektor terkait (Dinas
Kesehatan, Dinas Pendidikan) dan pihak PMI dalam menumbuhkan minat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perilaku
Perilaku adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat
diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar. Perilaku manusia
antara lain ; berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis,
membaca, dan sebagainya (Notoatmodjo, 2003).
Menurut Robert Kwick (1974), perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu
organisme yang dapat diamati bahkan dapat dipelajari. Sedangkan menurut
Ensiklopedia Amerika, perilaku diartikan sebagai suatu aksi dan reaksi organisme
terhadap lingkungannya.
Skinner (1938) dalam Notoatmodjo (2007), seorang ahli psikologi
merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap
stimulus (rangsangan dari luar). Namun, dalam memberikan respon sangat
bergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang bersangkutan.
Faktor-faktor yang membedakan respon terhadap stimulus yang berbeda disebut
determinan perilaku. Determinan Perilaku dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Determinan atau Faktor internal, yakni karakteristik orang yang bersangkutan
yang bersifat given atau bawaan, misalnya tingkat pengetahuan, jenis kelamin,
perhatian, persepsi, tingkat emosional, motivasi, dan sebagainya.
2. Determinan atau Faktor eksternal, yakni berupa faktor lingkungan baik
2.2. Bentuk Perilaku
Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat
dibedakan menjadi dua yaitu :
1. Perilaku tertutup adalah respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk
terselubung atau tertutup (covert). Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih
terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan/ kesadaran, dan sikap yang terjadi
belum bisa diamati secara jelas oleh orang lain.
2. Perilaku terbuka adalah respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan
nyata atau terbuka. Respon terhadap terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam
bentuk tindakan atau praktek (practice).
2.3. Pengetahuan
Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan ini terjadi
melalui panca indera manusia, yaitu indera penglihatan, pendengaran, penciuman,
rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan
telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya perilaku seseorang (Notoatmodjo 2003). Menurut Taufik (2007),
pengetahuan merupakan penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap
objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan lain sebagainya).
2.3.1. Tingkatan Pengetahuan
1. Pengetahuan Faktual (Factual knowledge)
Pengetahuan yang berupa potongan - potongan informasi yang terpisah-pisah
pada umumnya merupakan abstraksi tingkat rendah. Ada dua macam pengetahaun
faktual yaitu pengetahuan tentang terminologi (knowledge of terminology) mencakup
pengetahuan tentang label atau simbol tertentu baik yang bersifat verbal maupun non
verbal dan pengetahuan tentang bagian detail dan unsur-unsur (knowledge of specific
details and element) mencakup pengetahuan tentang kejadian, orang, waktu dan
informasi lain yang sifatnya sangat spesifik.
2. Pengetahuan Konseptual
Pengetahuan yang menunjukkan saling keterkaitan antara unsur-unsur dasar
dalam struktur yang lebih besar dan semuanya berfungsi bersama - sama.
Pengetahuan konseptual mencakup skema, model pemikiran, dan teori baik yang
implisit maupun eksplisit. Ada tiga macam pengetahuan konseptual, yaitu
pengetahaun tentang kelasifikasi dan kategori, pengetahuan tentang prinsip dan
generalisasi, dan pengetahuan tentang teori, model, dan sruktur.
3. Pengetahuan Prosedural
Pengetahuan tentang bagaimana mengerjakan sesuatu, baik yang bersifat rutin
maupun yang baru. Seringkali pengetahuan prosedural berisi langkah-langkah atau
tahapan yang harus diikuti dalam mengerjakan suatu hal tertentu.
4. Pengetahuan Metakognitif
Mencakup pengetahuan tentang kognisi secara umum dan pengetahuan
tentang diri sendiri. Penelitian-penelitian tentang metakognitif menunjukkan bahwa
seiring dengan perkembangannya siswa menjadi semakin sadar akan pikirannya dan
semakin banyak tahu tentang kognisi, dan apabila siswa bisa mencapai hal ini maka
Dimensi proses kognitif dalam taksonomi yang baru yaitu:
1. Menghafal (Remember)
Menarik kembali informasi yang tersimpan dalam memori jangka panjang.
Mengingat merupakan proses kognitif yang paling rendah tingkatannya. Untuk
mengkondisikan agar “mengingat” bisa menjadi bagian belajar bermakna, tugas
mengingat hendaknya selalu dikaitkan dengan aspek pengetahuan yang lebih luas dan
bukan sebagai suatu yang lepas dan terisolasi. Kategori ini mencakup dua macam
proses kognitif: mengenali (recognizing) dan mengingat (recalling).
2. Memahami (Understand)
Mengkonstruk makna atau pengertian berdasarkan pengetahuan awal yang dimiliki,
mengaitkan informasi yang baru dengan pengetahuan yang telah dimiliki, atau
mengintegrasikan pengetahuan yang baru ke dalam skema yang telah ada dalam
pemikiran siswa. Karena penyususn skema adalah konsep, maka pengetahuan
konseptual merupakan dasar pemahaman. Kategori memahami mencakup tujuh
proses kognitif: menafsirkan (interpreting), memberikan contoh (exemplifying),
mengkelasifikasikan (classifying), meringkas (summarizing), menarik inferensi
(inferring), membandingkan (comparing), dan menjelaskan (explaining).
3. Mengaplikasikan (Applying)
Mencakup penggunaan suatu prosedur guna menyelesaikan masalah atau
mengerjakan tugas. Oleh karena itu mengaplikasikan berkaitan erat dengan
pengetahuan prosedural. Namun tidak berarti bahwa kategori ini hanya sesuai untuk
pengetahuan prosedural saja. Kategori ini mencakup dua macam proses kognitif:
4. Menganalisis (Analyzing)
Menguraikan suatu permasalahan atau obyek ke unsurunsurnya dan
menentukan bagaimana saling keterkaitan antar unsur-unsur tersebut dan struktur
besarnya. Ada tiga macam proses kognitif yang tercakup dalam menganalisis:
membedakan (differentiating), mengorganisir (organizing), dan menemukan pesan
tersirat (attributting).
5. Mengevaluasi
Membuat suatu pertimbangan berdasarkan kriteria dan standar yang ada. Ada
dua macam proses kognitif yang tercakup dalam kategori ini: memeriksa (checking)
dan mengritik (critiquing).
6. Membuat (create)
Menggabungkan beberapa unsur menjadi suatu bentuk kesatuan. Ada tiga
macam proses kognitif yang tergolong dalam kategori ini, yaitu: membuat
(generating), merencanakan (planning), dan memproduksi (producing)
(Widodo,2006).
2.3.2. Sumber-Sumber Pengetahuan
Sumber pertama yaitu kepercayaan berdasarkan tradisi, adat dan agama, adalah
berupa nilai-nilai warisan nenek moyang. Sumber ini biasanya berbentuk
norma-norma dan kaidah-kaidah baku yang berlaku di dalam kehidupan sehari-hari. Di
dalam norma dan kaidah itu terkandung pengetahuan yang kebenarannya boleh jadi
tidak dapat dibuktikan secara rasional dan empiris, tetapi sulit dikritik untuk diubah
Pengetahuan yang bersumber dari kepercayaan cenderung bersifat tetap (mapan)
tetapi subjektif.
Sumber kedua yaitu pengetahuan yang berdasarkan pada otoritas kesaksian orang
lain, juga masih diwarnai oleh kepercayaan.Pihak-pihak pemegang otoritas kebenaran
pengetahuan yang dapat dipercayai adalah orangtua, guru, ulama, orang yang
dituakan, dan sebagainya. Apa pun yang mereka katakan benar atau salah, baik atau
buruk, dan indah atau jelek, pada umumnya diikuti dan dijalankan dengan patuh
tanpa kritik. Karena, kebanyakan orang telah mempercayai mereka sebagai
orang-orang yang cukup berpengalaman dan berpengetahuan lebih luas dan benar. Boleh
jadi sumber pengetahuan ini mengandung kebenaran, tetapi persoalannya terletak
pada sejauh mana orang-orang itu bisa dipercaya. Lebih dari itu, sejauh mana
kesaksian pengetahuannya itu merupakan hasil pemikiran dan pengalaman yang telah
teruji kebenarannya. Jika kesaksiannya adalah kebohongan, hal ini akan
membahayakan kehidupan manusia dan masyarakat itu sendiri.
Sumber ketiga yaitu pengalaman indrawi. Bagi manusia, pengalaman indrawi
adalah alat vital penyelenggaraan kebutuhan hidup sehari-hari. Dengan mata, telinga,
hidung, lidah, dan kulit, orang bisa menyaksikan secara langsung dan bisa pula
melakukan kegiatan hidup.
Sumber keempat yaitu akal pikiran. Berbeda dengan panca indera, akal pikiran
memiliki sifat lebih rohani. Karena itu, lingkup kemampuannya melebihi panca
indera, yang menembus batas-batas fisis sampai pada hal-hal yang bersifat metafisis.
Kalau panca indera hanya mampu menangkap hal-hal yang fisis menurut sisi tertentu,
hal-hal yang metafisis, spiritual, abstrak, universal, yang seragam dan yang bersifat tetap,
tetapi tidak berubah-ubah. Oleh sebab itu, akal pikiran senantiasa bersikap meragukan
kebenaran pengetahuan indriawi sebagai pengetahuan semu dan menyesatkan.
Singkatnya, akal pikiran cenderung memberikan pengetahuan yang lebih umum,
objektif dan pasti, serta yang bersifat tetap, tidak berubah-ubah.
Sumber kelima yaitu intuisi. Sumber ini berupa gerak hati yang paling dalam.
Jadi, sangat bersifat spiritual, melampaui ambang batas ketinggian akal pikiran dan
kedalaman pengalaman. Pengetahuan yang bersumber dari intuisi merupakan
pengalaman batin yang bersifat langsung. Artinya, tanpa melalui sentuhan indera
maupun olahan akal pikiran. Ketika dengan serta-merta seseorang memutuskan untuk
berbuat atau tidak berbuat dengan tanpa alasan yang jelas, maka ia berada di dalam
pengetahuan yang intuitif. Dengan demikian, pengetahuan intuitif ini kebenarannya
tidak dapat diuji baik menurut ukuran pengalaman indrawi maupun akal pikiran.
Karena itu tidak bisa berlaku umum, hanya berlaku secara personal belaka
(Suhartono, 2008).
2.3.3. Pengukuran Pengetahuan
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket
yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau
responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita
sesuaikan dengan tingkatan pengetahuan (Notoatmodjo, 2003).
2.3.4 Faktor yang Memengaruhi Pengetahuan
Ada beberapa faktor yang memengaruhi pengetahuan seseorang, antara lain :
Tingkat pendidikan turut pula menentukan mudah tidaknya seseorang
menyerap dan memahami pengetahuan yang mereka peroleh, pada umumnya
semakin tinggi pendidikan seseorang makin semakin baik pula pengetahuannya
(Wied Hary A, 1996 dalam Hendra AW, 2008).
2. Pengalaman
Pengalaman merupakan guru yang terbaik. Pepatah tersebut dapat diartikan
bahwa pengalaman merupakan sumber pengetahuan, atau pengalaman itu suatu cara
untuk memperoleh kebenaran pengetahuan. Oleh sebab itu pengalaman pribadi pun
dapat digunakan sebagai upaya untuk memperoleh pengetahuan. Hal ini dilakukan
dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan
permasalahan yang dihadapi pada masa lalu (Notoadmojo, 1997).
3. Usia
Makin tua umur seseorang maka proses-proses perkembangan mentalnya
bertambah baik, akan tetapi pada umur tertentu, bertambahnya proses perkembangan
mental ini tidak secepat seperti ketika berumur belasan tahun (Singgih, 1998 dalam
Hendra AW, 2008). Selain itu Abu Ahmadi, 2001 dalam Hendra AW, 2008 juga
mengemukakan bahwa memang daya ingat seseorang itu salah satunya dipengaruhi
oleh umur. Dari uraian ini maka dapat kita simpulkan bahwa bertambahnya umur
seseorang dapat berpengaruh pada pertambahan pengetahuan yang diperolehnya,
akan tetapi pada umur-umur tertentu atau menjelang usia lanjut kemampuan
penerimaan atau mengingat suatu pengetahuan akan berkurang.
Informasi akan memberikan pengaruh pada pengetahuan seseorang. Meskipun
seseorang memiliki pendidikan yang rendah tetapi jika ia mendapatkan informasi
yang baik dari berbagai media misalnya TV, radio atau surat kabar maka hal itu akan
dapat meningkatkan pengetahuan seseorang (Wied Hary A, 1996 dalam Hendra AW,
2008).
2.4. Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang
terhadap suatu stimulus atau obyek. Notoatmodjo (2005) dalam bukunya membagi
sikap menjadi empat tingkatan, yakni:
a. Menerima (receiving)
Menerima diartikan orang (subyek) mau dan memperhatikan stimulus yang
diberikan (obyek).
b. Merespon (responding)
Merespon diartikan memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan
menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap ini karena
dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang
diberikan, terlepas pekerjaan itu benar atau salah, adalah bahwa orang menerima ide
tersebut.
c. Menghargai (valuing)
Menghargai diartikan mengajak orang lain untuk mengerjakan atau
mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat ini.
Bertanggung jawab diartikan berkaitan atas segala sesuatu yang telah dipilihnya
dengan segala resiko adalah merupakan sikap yang paling tinggi dalam tingkatan
sikap.
2.4.1. Pengukuran Sikap
Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Secara
langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap
suatu obyek, sedangkan tidak langsung adalah dengan memperhatikan atau
melakukan observasi kepada responden. Adapun ciri-ciri sikap menurut WHO
adalah:
1. Pemikiran dan perasaan (Thoughts and feeling), hasil pemikiran dan perasaan
seseorang atau lebih tepat diartikan pertimbangan-pertimbangan pribadi terhadap
objek atau stimulus.
2. Adanya orang lain yang menjadi acuan (Personal references) merupakan faktor
penganut sikap untuk melakukan tindakan akan tetapi tetap mengacu pada
pertimbangan-pertimbangan individu.
3. Sumber daya (Resources) yang tersedia merupakan pendukung untuk bersikap
positif atau negatif terhadap objek atau stimulus tertentu dengan pertimbangan
kebutuhan dari pada individu tersebut.
4. Sosial budaya (Culture) berperan besar dalam memengaruhi pola pikir seseorang
untuk bersikap terhadap objek/stimulus tertentu (Notoadmodjo,2007).
Menurut Ahmadi dalam Notoadmodjo (2007), fungsi (tugas) sikap dibagi empat
golongan, yaitu:
1. Sebagai alat menyesuaikan diri
Sikap adalah sesuatu yang bersifat communicable yang artinya sesuatu yang
mudah menjalar, sehingga mudah menjadi milik bersama. Sikap bisa menjadi rantai
penghubung antara orang dan kelompoknya atau dengan anggota kelompok lain.
2. Sebagai alat pengatur tingkah laku.
Pertimbangan antara perangsang dan reaksi pada orang dewasa. Pada umumnya
tidak diberi perangsang secara spontan, tetapi adanya proses secara sadar untuk
menilai perangsang-perangsang tersebut.
3. Sebagai alat pengatur pengalaman-pengalaman.
Manusia didalam menerima pengalaman-pengalaman dari luar sikapnya tidak
pasif, tetapi diterima secara aktif, artinya semua yang berasal dari luar tidak
semuanya dilayani oleh manusia, tetapi manusia memilih mana yang perlu dilayani
dan mana yang tidak perlu dilayani. Jadi, semua pengalaman di beri nilai lalu dipilih.
4. Sebagai pernyataan kepribadian
Sikap sering mencerminkan kepribadian seseorang. Ini disebabkan karena sikap
tidak pernah terpisah pribadi yang mendukungnya. Oleh karena itu, dengan melihat
sikap pada objek tertentu, sedikit banyak orang bisa mengetahui pribadi objek
2.5. Tindakan
Setelah seseorang mengetahui stimulus, kemudian mengadakan penilaian
atau pendapat terhadap apa yang telah diketahui untuk dilaksanakan atau
dipraktekkan. Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan. Agar
terwujud sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung berupa
fasilitas dan dukungan dari pihak lain.
Tindakan dapat dibedakan menjadi 3 tingkatan menurut kualitasnya,
(Notoatmodjo, 2007) yaitu:
a. Persepsi (perception)
Mengenal atau memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan
diambil merupakan praktik tingkat pertama.
b. Respon terpimpin (guided response)
Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar sesuai dengan contoh
adalah indikator praktik tingkat dua.
c. Mekanisme (mechanism)
Apabila seseorang telah melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau
sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan maka ia sudah mencapai praktik tingkat tiga.
d. Adaptasi (adaptacion)
Adaptasi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik.
Artinya, tindakan itu sudah dimodifikasinya sendiri tanpa mengurangi kebenaran
tindakannya tersebut.
Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung, yakni dengan
bulan yang lalu (recall). Pengukuran juga dapat dilakukan secara langsung yakni
dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan responden.
2.6. Perilaku Kesehatan
Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu respon seseorang terhadap
stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan,
makanan, serta lingkungan. Secara lebih rinci perilaku kesehatan mencakup :
1. Perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakityaitu bagaimana manusia merespon
baik secara pasif maupun aktif sehubungan dengan sakit dan penyakit. Perilaku
ini dengan sendirinya berhubungan dengan tingkat pencegahan penyakit
a. Perilaku sehubungan dengan peningkatan dan pemeliharaan kesehatan misalnya
makan makanan bergizi, dan olahraga.
b. Perilaku pencegahan penyakit misalnya memakai kelambu untuk mencegah
malaria, pemberian imunisasi. Termasuk juga perilaku untuk tidak menularkan
penyakit kepada orang lain.
c. Perilaku sehubungan dengan pencarian pengobatan misalnya usaha mengobati
penyakitnya sendiri, pengobatan di fasilitas kesehatan atau pengobatan ke fasilitas
kesehatan tradisional.
d. Perilaku sehubungan dengan pemulihan kesehatan setelah sembuh dari penyakit
misalnya melakukan diet, melakukan anjuran dokter selama masa pemulihan.
2. Perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan. Perilaku ini mencakup respon
3. Perilaku terhadap makanan. Perilaku ini mencakup pengetahuan, persepsi, sikap
dan praktek terhadap makanan serta unsur – unsur yang terkandung di dalamnya,
pengelolaan makanan dan lain sebagainya sehubungan dengan tubuh kita.
4. Perilaku terhadap lingkungan sehat adalah respon seseorang terhadap lingkungan
sebagai salah satu determinan kesehatan manusia. Lingkup perilaku ini seluas
lingkup kesehatan lingkungan itu sendiri (Nugroho, 2008).
2.7. Teori Alasan Berperilaku (Theory of Reasoned Action)
Theory of Reasoned Action pertama kali diperkenalkan oleh Ajzen pada tahun
1980. Teori ini disusun menggunakan asumsi dasar bahwa manusia berperilaku
dengan cara sadar dan mempertimbangkan segala informasi yang tersedia. Dalam
Theory of Reasoned Action, Ajzen (1980) menyatakan bahwa niat menentukan
seseorang untuk melakukan suatu perilaku. Ajzen mengemukan bahwa niat
dipengaruhi oleh dua penentu yaitu (Jogiyanto 2007) :
1. Sikap
Merupakan gabungan baik dari evaluasi positif maupun negatif dari faktor-faktor
perilaku dan kepercayaan tentang akibat dari perilaku.
2. Norma subjektif
Merupakan gabungan dari beberapa pandangan tentang tekanan/ aturan dan norma
sosial untuk membentuk suatu perilaku. Fisben dan Ajzen mengunakan istilah
motivation to comply, yaitu apakah individu mematuhi pandangan orang lain yang
berpengaruh dalam hidupnya atau tidak.
Dalam upaya mengungkapkan pengaruh sikap dan norma subjektif terhadap
dengan keyakinan (beliefs). Dikemukakannya bahwa sikap berasal dari keyakinan
terhadap perilaku (behavioral beliefs), sedangkan norma subjektif berasal dari
keyakinan normatif (normative beliefs). Secara skematik TRA digambarkan seperti
skema di Skema 1 (Glanz, dkk, 2002).
Gambar 1. Teori Tindakan Beralasan (Theory Of Reasoned Action/TRA)
\
Keterangan gambar 1 di atas adalah : Behavioral
beliefs/keyakinan
Attitude toward behavior/ Sikap terhadap perilaku
Evaluations of behavioral outcomes/evaluasi dari hasil
perilaku
Normative beliefs /Keyakinan Normatif
Behavioral intention/ niat Subjective norm/
Norma subjektif
Behavior/
Tindakan
Motivation to comply/pemenuhan
Behavioral beliefs/ keyakinan merupakan keyakinan yang dirasakan oleh subjek
terhadap suatu unsur dan evaluations of behavioral outcomes yaitu hasil yang telah
diperoleh dari perilaku yang akan memengaruhi attitude toward behavior adalah
sikap terhadap perilaku yang akan dilakukan. Kemudian untuk melakukan suatu
perilaku pada situasi dan kondisi tertentu dipengaruhi oleh normative beliefs/
keyakinan normatif yaitu keyakinan tentang apakah menyetujui perilaku atau tidak
dan motivation to comply/ pemenuhan motivasi merupakan hal yang mendorong
untuk melakukan perilaku. Setelah sikap individu baik dan didukung oleh norma
subjektif pada situasi dan kondisi yang mendukung maka akan memengaruhi niat
seseorang untuk bertindak atau tidak.
2.8. Social Learning Theory dari Bandura
Teori ini dikembangkan oleh Albert Bandura seorang psikolog pendidikan dari
Stanford University, USA. Teori belajar ini dikembangkan untuk menjelaskan
bagaimana orang belajar dalam peraturan yang alami/ lingkungan sebenarnya.
Bandura menghipotesiskan bahwa baik tingkah laku (B), lingkungan (E) dan
kejadian-kejadian internal pada pembelajar yang memengaruhi persepsi dan aksi (P)
adalah merupakan hubungan yang saling berpengaruh (interlocking), harapan dan
nilai memengaruhi tingkah laku. Tingkah laku sering dievaluasi, bebas dari umpan
balik lingkungan sehingga mengubah kesan-kesan personal. Tingkah laku
mengaktifkan kontingensi lingkungan.
Karakteristik fisik seperti jenis kelamin dan atribut sosial menumbuhkan reaksi
lingkungan yang berbeda. Pengakuan sosial yang berbeda memengaruhi konsepsi diri
Tingkah laku dihadirkan oleh model, model diperhatikan oleh pelajar (ada penguatan
oleh model). Tingkah laku (kemampuan dikode dan disimpan oleh pembelajar).
Pemrosesan kode-kode simbolik. Proses perhatian sangat penting dalam pembelajaran
karena tingkah laku yang baru (kompetensi) tidak akan diperoleh tanpa adanya
perhatian pembelajar. Proses retensi sangat penting agar pengkodean simbolik
tingkah laku ke dalam visual atau kode verbal dan penyimpanan dalam memori dapat
berjalan dengan baik. Dalam hal ini rehearsal (ulangan) memegang peranan penting.
Proses motivasi yang penting adalah penguatan dari luar, penguatan dari dirinya
sendiri dan Vicarius Reinforcement (penguatan karena imajinasi).
Lebih lanjut menurut Bandura (1982) penguasaan skill dan pengetahuan yang
kompleks tidak hanya bergantung pada proses perhatian, retensi, motor reproduksi
dan motivasi, tetapi juga sangat dipengaruhi oleh unsur-unsur yang berasal dari diri
pembelajar sendiri yakni “sense of self Efficacy” dan “self – regulatory system”.
Sense of self efficacy adalah keyakinan pembelajar bahwa ia dapat menguasai
pengetahuan dan keterampilan sesuai standar yang berlaku.
Self regulatory adalah menunjuk kepada 1) struktur kognitif yang memberi
referensi tingkah laku dan hasil belajar, 2) sub proses kognitif yang merasakan,
mengevaluasi, dan pengatur tingkah laku kita (Bandura, 1978). Dalam pembelajaran
sel-regulatory akan menentukan “goal setting” dan “self evaluation” pembelajar dan
merupakan dorongan untuk meraih prestasi belajar yang tinggi dan sebaliknya.
Menurut Bandura agar pembelajar sukses instruktur/ guru/ dosen/ guru harus
pembelajar, mengembangkan “self of mastery”, self efficacy, dan reinforcement bagi
pembelajar.
2.9. Modal Sosial
Suatu kelompok masyarakat sangat erat kaitannya dengan modal sosial.
Modal sosial adalah suatu sistem yang mengacu kepada atau hasil dari organisasi
sosial dan ekonomi, seperti pandangan tentang dunia (world-view), kepercayaan
(trust), pertukaran timbal balik (reciprocity), pertukaran ekonomi dan informasi
(informational and economic exchange), kelompok-kelompok formal dan informal
(formal and informal groups), serta asosiasi-asosiasi yang melengkapi modal-modal
lainnya (fisik, manusiawi, budaya) sehingga memudahkan terjadinya tindakan
kolektif, pertumbuhan ekonomi dan pembangunan (Colletta & Cullen, 2000).
Modal sosial menurut Fukuyama (2000) adalah serangkaian nilai atau
norma informal yang dimiliki bersama diantara anggota kelompok masyarakat yang
memungkinkan terjadinya kerjasama atas dasar saling mempercayai (mutual-trust).
Norma-norma yang menghasilkan modal sosial harus secara substantif
menginternalkan seperti kejujuran, pemenuhan tugas dan kesediaan untuk saling
menolong serta berkomitmen bersama.
Fukuyama (2002) juga menyatakan bahwa modal sosial yang kuat akan
merangsang pertumbuhan berbagai sektor ekonomi dan sektor lainnya. Ini terkait
dengan melekatnya nilai-nilai yang kuat dan tumbuhnya tingkat rasa saling percaya
keluasan jaringan keluar yang tinggi, adanya rasa saling percaya, nilai-nilai dan
norma yang menunjang berbagai bentuk interaksi sosial yang dilakukan akan dapat
dipergunakan untuk mengatasi masalah.
2.10. PMI
Palang Merah Indonesia (PMI) adalah sebuah organisasi perhimpunan nasional
di Indonesia yang bergerak dalam bidang sosial kemanusiaan. PMI selalu berpegang
teguh pada tujuh prinsip dasar Gerakan Internasional Palang Merah dan Bulan sabit
merah yaitu kemanusiaan, kesamaan, kesukarelaan, kemandirian, kesatuan,
kenetralan, dan kesemestaan. Sampai saat ini PMI telah berada di 33 PMI Daerah
(tingkat provinsi) dan sekitar 408 PMI Cabang (tingkat kota/kabupaten) di seluruh
Indonesia (Anonim, 2010).
Tugas-tugas pokok PMI sesuai dengan konvensi-konvensi Jenewa (1949) adalah :
1. Kesiapsiagaan bantuan dan penanggulangan bencana.
2. Pelatihan Pertolongan Pertama untuk sukarelawan.
3. Pelayanan Kesehatan dan Kesejahteraan masyarakat.
4. Pelayanan transfusi darah.
2.10.1. Unit Transfusi Darah (UTD)
Unit Transfusi Darah sudah dibentuk oleh PMI pada tahun 1950 sebagai
kelanjutan usaha Transfusi Darah yang diselenggarakan oleh Palng Merah Belanda,
namun antara tahun 1950 sampai dengan tahun 1968 sangat sedikit kemajuan yang
dicapai. Di beberapa kota ada Dinas Transfusi Darah (DTD) seperti di Jakarta, Bogor,
yang umumnya berupa unit- unit pendaftaran donor. Namun pada masa itu koordinasi
tidak berjalan dengan baik (Munandar, 2008).
Program transfusi darah secara nasional di lingkungan Palang Merah
Indonesia baru dimulai pada tanggal 1 Februari 1969, dengan didirikannya Lembaga
Pusat Transfusi Darah (LPTD) yang kemudian berkembang menjadi Unit Transfusi
Darah Pusat yang memiliki cabang di seluruh Indonesia.
Fungsi dari Unit Transfusi Darah yakni sebagai berikut :
1. Sebagai pelaksana teknis dalam upaya kesehatan transfusi darah di tingkat pusat.
2. Mengawasi dan membina UTDD/UTDC PMI seluruh Indonesia.
3. Melaksanakan produksi bahan-bahan/ alat-alat penyediaan darah dan produk darah.
4. Melaksanakan pegerahan dan pelestarian donor darah sukarela secara nasional.
5. Melaksanakan penyediaan logistik bahan-bahan penyediaan darah.
6. Membantu pengurus pusat PMI dalam menyiapkan pedoman/ketentuan.
7. Menjalankan hubungan fungsional dengan instansi dan lembaga lain sesuai
tugasnya.
Pada dasarnya darah tidak boleh diperjualbelikan. Namun pelaksanaan upaya
kesehatan transfusi darah sangat memerlukan dukungan ketenagaan, peralatan, dana
dan system pengelolalaannya yang pada hakikatnya kesemuannya itu memerlukan
biaya. Sumber dana PMI sendiri terbatas, maka dikenakanlah biaya pengelolaan
darah (service cost), semata-mata untuk mengganti biaya pengelolaan darah sejak
darah diambil dari donor sampai darah ditransfusikan pada pasien.
Darah adalah materi biologis yang bersifat multi antigenik, sehingga secara
potensial dapat menimbulkan berbagai reaksi pada individu lain. Darah merupakan
suatu jaringan tubuh yang terdapat dalam pembuluh darah yang berwarna merah
(Syaifuddin, 1995).
Darah adalah jaringan ikat berbentuk cairan yang terdiri dari 4 bagian yaitu
sel-sel darah merah (eritrosit), sel-sel-sel-sel darah putih (leukosit), sel-sel-sel-sel darah pembeku atau
keeping-keping darah (trombosit), dan cairan darah (plasma darah). Darah merupakan
alat pengangkut utama didalam tubuh kita. Darah manusia berwarna merah, tetapi
warna itu tidak tetap. Kadang-kadang darah itu berwarna merah kehitam-hitaman, hal
ini terkangantung jumlah oksigen dan karbondioksida yang terkandung dalam darah
(Irianto, 2004).
Secara umum fungsi darah adalah sebagai berikut:
a. Sebagai zat pengangkut sari-sari makanan ke seluruh jaringan tubuh.
b. Sel darah merah (eritrosit) membawa oksigen (O2) dari paru-paru ke jaringan dan
karbondioksida (CO2) dari jaringan ke paru-paru.
c. Melawan infeksi bakteri melalui kerja sel darah putih.
d. Mengatur keseimbangan asam dan basa untuk menghindari kerusakan jaringan.
e. Mengangkut metabolism dari jaringan ke alat-alat pengeluaran.
f. Menjaga suhu tubuh.
g. Mengedarkan air ke seluruh tubuh.
h. Mengedarkan hormon dan enzim-enzim ke seluruh tubuh.
Volume rata-rata darah orang dewasa adalah 6-8% dari berat tubuh atau
Komponen berbentuk kurang lebih 45% yang terdiri dari sel darah merah atau disebut
eritrosit, sel darah putih atau disebut lekosit dan sel pembekuan atau disebut
trombosit. 55% merupakan bentuk cair yang disebut sebagai plasma.
Komponen darah terdiri dari :
a. Sel darah merah atau eritrosit
b. Keping-keping darah atau trombosit
c. Sel darah putih atau leukosit
d. Serum darah atau plasma
2.10.3 Transfusi Darah
Transfusi darah adalah suatu tindakan medis dalam rangka proses pemindahan
darah dari seorang donor kepada resipien untuk memulihkan kesehatan dan
menyelamatkan nyawa seseorang. Dalam proses ini terkait berbagai usaha yaitu
memelihara keadaan biologis (viability) darah dan komponennya, mengamankan serta
mencocokkan dengan resipien, sehingga tetap bermanfaat sebagai pengobatan bagi
resipien (Ebrahim, 2004).
2.10.4 Donor Darah
Menurut WHO, Depkes dan UNFPA (2001) ada 3 macam donor darah yaitu :
a. Donor keluarga/donor pengganti (DP)
Donor darah pengganti adalah donor yang menyumbangkan darahnya untuk
mengganti darah yang telah diambil dari UTD untuk keluarga/teman mereka. Dalam
sistem ini darah yang dibutuhkan pasien dipenuhi oleh donor dari keluarga atau