• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Diagnostik Proteinuria Menggunakan Asam Sulfosalisilat 20% Dibandingkan Dengan Spektrofotometer

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Uji Diagnostik Proteinuria Menggunakan Asam Sulfosalisilat 20% Dibandingkan Dengan Spektrofotometer"

Copied!
63
0
0

Teks penuh

(1)

UJI DIAGNOSTIK PROTEINURIA MENGGUNAKAN ASAM SULFOSALISILAT 20% DIBANDINGKAN DENGAN

SPEKTROFOTOMETER

TESIS

JEANIDA MAULIDDINA 067103005/IKA

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK-SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

UJI DIAGNOSTIK PROTEINURIA MENGGUNAKAN ASAM SULFOSALISILAT 20% DIBANDINGKAN DENGAN

SPEKTROFOTOMETER

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Kedokteran Klinik(Anak) dalam Program Magister Kedokteran Klinik

Konsentrasi Kesehatan Anak-Spesialis pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

JEANIDA MAULIDDINA 067103005/IKA

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK-SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul Tesis : Uji Diagnostik Proteinuria Menggunakan

Asam Sulfosalisilat 20% Dibandingkan Dengan

Spektrofotometer

Nama : Jeanida Mauliddina

Nomor Induk Mahasiswa : 067103005

Program Magister : Magister Kedokteran Klinik

Konsentrasi : Kesehatan Anak

Menyetujui,

Komisi Pembimbing

Ketua

Prof. dr. H. Rusdidjas, SpA(K)

Anggota

Prof. dr. Hj. Rafita Ramayati, SpA(K)

Ketua Program Studi Ketua TKP PPDS

Prof. dr. H. Munar Lubis, SpA(K) dr. H. Zainuddin Amir, SpP(K)

(4)

PERNYATAAN

UJI DIAGNOSTIK PROTEINURIA MENGGUNAKAN ASAM SULFOSALISILAT 20% DIBANDINGKAN DENGAN

SPEKTROFOTOMETER

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka

Medan, Juni 2010

(5)

Telah diuji pada

Tanggal:

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. dr. H. Rusdidjas, SpA(K) ...

Anggota : 1. Prof. dr. Rafita Ramayati, SpA(K) ...

2. Prof. dr. H. Burhanuddin Nasution,SpPK(K) , ...

3. dr. Hj Melda Deliana, SpA(K) ………

(6)

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat

dan hidayahNya serta telah memberikan kesempatan kepada penulis

sehingga dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.

Tesis ini dibuat untuk memenuhi persyaratan dan merupakan tugas

akhir pendidikan Magister Kedokteran Klinik Konsentrasi Kesehatan Anak di

FK-USU / RSUP H. Adam Malik Medan.

Penulis menyadari penelitian dan penulisan tesis ini masih jauh dari

kesempurnaan sebagaimana yang diharapkan, oleh sebab itu dengan segala

kerendahan hati penulis mengharapkan masukan yang berharga dari semua

pihak di masa yang akan datang.

Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyatakan

penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Pembimbing utama Prof. Dr. H. Rusdidjas, SpA(K), Prof. Dr. Hj.Rafita

Ramayati, SpA(K), yang telah memberikan bimbingan, bantuan serta

saran-saran yang sangat berharga dalam pelaksanaan penelitian dan

(7)

2. Dr. Oke Rina Ramayani, SpA, Dr. Rosmayanti Siregar, SpA yang telah

sangat banyak membimbing serta membantu saya dalam

menyelesaikan penelitian serta tesis ini

3. Prof. Dr. H. Munar Lubis, SpA(K), selaku Ketua Program Pendidikan

Dokter Spesialis Anak FK- USU dan Dr. Hj. Melda Deliana, SpA(K),

sebagai sekretaris program yang telah banyak membantu dalam

menyelesaikan tesis ini.

4. Prof. Dr. H. Guslihan Dasa Tjipta, SpA(K), selaku Kepala BIKA

Fakultas Kedokteran USU/RSUP H. Adam Malik Medan periode

2003-2006 dan Dr. H. Ridwan M Daulay, SpA(K), selaku Ketua Departemen

Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran USU/RSUP H. Adam Malik

Medan periode 2006-2010, yang telah memberikan bantuan dalam

penelitian dan penyelesaian tesis ini.

5. Seluruh staf pengajar di Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK USU / RSUP

H. Adam Malik Medan, yang telah memberikan sumbangan pikiran

dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan tesis ini

6. Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. H. Chairuddin P Lubis,

DTM&H, SpA(K) dan Dekan FK-USU yang telah memberikan

kesempatan untuk mengikuti program pendidikan Dokter Spesialis

Anak di FK- USU

7. Anna Triana, Astri Nurhayati, Yulia Lukita Dewanti, Fellycia Tobing,

(8)

yang selama empat tahun bersama-sama dalam suka dan duka serta

teman sejawat PPDS DIKA.

Teristimewa untuk suami tercinta Lettu Tek Jaya Shadiqin, orangtua

tercinta, Dr.H. Dayeng Sukanto, SpOG dan Hj. Jeanette Siregar

(Almh), Kedua mertua saya Misran Musito (Alm) dan Fatmawati, SPd

serta kakak dan adik saya dr. Adek Novita Dayeng, SpOG dan Siti

Inayah Mauliddita yang selalu mendoakan, memberikan dorongan,

bantuan moril dan materil selama penulis mengikuti pendidikan ini.

Terima kasih atas doa, pengertian, dan dukungan selama penulis

menyelesaikan pendidikan ini, semoga budi baik yang telah diberikan

mendapat imbalan dari Allah SWT.

Akhirnya penulis mengharapkan semoga penelitian dan tulisan ini

bermanfaat bagi kita semua, Amin.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Medan, 7 Juni 2010

(9)

DAFTAR ISI

Daftar Gambar xii

Daftar Singkatan dan Lambang xiii

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pendahuluan 4

2.2 Anatomi Ginjal 4

2.3 Fungsi Ginjal 5

2.4 Fisiologi ginjal 5

2.5 Mekanisme Terjadinya Proteinuria 6

2.6 Etiologi Proteinuria 7

2.7 Persiapan Pemeriksaan Proteinuria 9

2.8 Metode Pemeriksaan Proteinuria 10 2.9 Kerangka Konseptual 14

BAB 3. METODE PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian 15

3.2. Tempat dan Waktu penelitian 15

3.3. Populasi penelitian dan sampel 15

3.4. Besar Sampel 15

3.5. Kriteria Inklusi dan Ekslusi 16

3.6. Persetujuan/Informed consent 16

(10)

BAB 5. PEMBAHASAN 26

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan 34

6.2 Saran 34

Ringkasan 35

Daftar Pustaka 37 Lampiran 1. Surat Penjelasan 42

2. Lembar Persetujuan 45

3. Lembar Persetujuan Komite Etik 46

(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1. Ekskresi protein normal pada bayi dan anak 6

Tabel 4.1. Karakteristik sampel 22

Tabel 4.2. Gambaran hasil pemeriksaan proteinuria 23

dengan menggunakan spektrofotometer dan

asam sulfosalisilat 20%

Tabel 4.3. Nilai konversi 24

Tabel 4.4 Perbedaan proteinuria pada 5 diagnosis 24

penyakit tersering yang dijumpai pada peelitian

Tabel 4.5. Hasil uji diagnostik dan hubungan pemeriksaan asam 25

(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitan 14

Gambar 3.1. Alur Penelitian 18

(13)

DAFTAR SINGKATAN

C : celcius

dkk : dan kawan-kawan

dl : desi liter

dll : dan lain-lain

gr : gram

m : meter

mg : milli gram

ml : milli liter

RSUP : Rumah Sakit Umum Pusat

TCA : Trichor Acitic Acid

ul : mikro liter

USU : Universitas Sumatra Utara

SLE : Systemic Lupus Erythematous

CHF : Congestive Heart Failure

(14)

DAFTAR LAMBANG

 : Kesalahan tipe I

D : Presisi ( tingkat ketepatan )

n : Jumlah subjek / sampel

p : Tingkat kemaknaan

P : Proporsi

Sen : sensitivitas

X2 : Kai kuadrat

z : Deviat baku normal untuk 

> : Lebih besar dari

< : Lebih kecil dari

≥ : Lebih besar dari

≤ : Lebih kecil dari

(15)

ABSTRAK

Latar belakang. Proteinuria adalah keadaan dimana dijumpai protein dalam urin dan merupakan gejala yang sering dijumpai pada anak dengan penyakit ginjal. Proteiuria juga dapat dijumpai pada penyakit nonrenal dan pada anak normal. Pemeriksaan proteinuria yang memiliki kepekaan yang tinggi sangat

diperlukan. Spektrofotometer merupakan gold standard, tetapi harganya

mahal dan sering tidak dijumpai pada unit pelayanan tingkat dasar oleh karena itu diperlukan cara untuk mendeteksi proteinuria yang memiliki kepekaan yang tinggi, cepat, murah dan dapat dikerjakan dimanapun. Asam sufosalisilat 20% diharapkan mempuyai kepekaan yang tinggi selain harga murah dan mudah dilakukan.

Tujuan. Membandingkan pemeriksaan proteinuria dengan menggunakan asam sulfosalisilat 20% dan spektrofotometer.

Bahan dan cara kerja. Suatu penelitian uji diagnostik yang dilakukan sejak bulan September 2009 sampai Desember 2009, di RSUP H.Adam Malik di Medan, propinsi Sumatera Utara, dilakukan pada anak yang berusia 3 sampai 18 tahun, subjek terdiri dari 55 orang anak yang dikumpulkan secara

consecutive sampling, urin dikumpulkan selama 24 jam untuk diperiksakan menggunakan asam sulfosalisilat 20%, sisanya diperiksa menggunakan spektrofotometer.

Hasil. Dari total 55 anak yang dilakukan pemeriksaan urin diperoleh sensitifitas dan spesifisitas asam sulfosalisilat 20% dan spektrofotometer adalah 88,1% dan 69,2% dengan nilai prediksi positif dan nilai prediksi negative (90,2% dan 64,3%.

Kesimpulan. asam sulfosalisilat 20% memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang rendah untuk mendeteksi proteinuria namun memiliki keuntungan yaitu lebih praktis dan murah dalam mendeteksi proteinuria dibandingkan spektrofotometer.

(16)

ABSTRACT

Background Proteinuria is a condition when protein is found in urine and is also a common symptom we found in children with renal disorder. Proteinuria can also be found in non renal disorders and in normal children. A high sensitivity examination is needed to detect proteinuria. Spectrophotometer is a gold standard examination, however it is expensive and not avaible in primary health care. We need to find another examination which is sensitive, economic, rapid and can be done in any health service. 20% sulfosalicylic acid is expected to full fill these criterias.

Objective To compare 20% sulfosalicylic acid to spectrophotometer as a diagnostic of proteinuria.

Methods A diagnostic test was held in H. Adam Malik Hospital since September 2009 until December 2009. 55 children aged 3 to 18 year old was recuired using consecutive sampling. The urine was collected for 24 hours and tested for proteinuria using 20% sulfosalicylic acid and spectrophotometer.

Results A total of 55 cases were studied. Sensitivity and specificity of sulfosalicylic acid 20% and spectrophotometer were found 88,1% and 69,2%, With a positive predictive value and a negative predictive value 90,2% and 64,3%.

Conclusion A 20% sulfosalisilyc acid has a low sensitivity and spesificity to detect proteinuria, but it has an advantage that 20% sulfosalisilyc acid is more practical and low cost in detecting proteinuria compare to sphectophotometry.

Keywords: 20% Sulfosalicylic acid, spectrophotometer, proteinuria.

(17)

ABSTRAK

Latar belakang. Proteinuria adalah keadaan dimana dijumpai protein dalam urin dan merupakan gejala yang sering dijumpai pada anak dengan penyakit ginjal. Proteiuria juga dapat dijumpai pada penyakit nonrenal dan pada anak normal. Pemeriksaan proteinuria yang memiliki kepekaan yang tinggi sangat

diperlukan. Spektrofotometer merupakan gold standard, tetapi harganya

mahal dan sering tidak dijumpai pada unit pelayanan tingkat dasar oleh karena itu diperlukan cara untuk mendeteksi proteinuria yang memiliki kepekaan yang tinggi, cepat, murah dan dapat dikerjakan dimanapun. Asam sufosalisilat 20% diharapkan mempuyai kepekaan yang tinggi selain harga murah dan mudah dilakukan.

Tujuan. Membandingkan pemeriksaan proteinuria dengan menggunakan asam sulfosalisilat 20% dan spektrofotometer.

Bahan dan cara kerja. Suatu penelitian uji diagnostik yang dilakukan sejak bulan September 2009 sampai Desember 2009, di RSUP H.Adam Malik di Medan, propinsi Sumatera Utara, dilakukan pada anak yang berusia 3 sampai 18 tahun, subjek terdiri dari 55 orang anak yang dikumpulkan secara

consecutive sampling, urin dikumpulkan selama 24 jam untuk diperiksakan menggunakan asam sulfosalisilat 20%, sisanya diperiksa menggunakan spektrofotometer.

Hasil. Dari total 55 anak yang dilakukan pemeriksaan urin diperoleh sensitifitas dan spesifisitas asam sulfosalisilat 20% dan spektrofotometer adalah 88,1% dan 69,2% dengan nilai prediksi positif dan nilai prediksi negative (90,2% dan 64,3%.

Kesimpulan. asam sulfosalisilat 20% memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang rendah untuk mendeteksi proteinuria namun memiliki keuntungan yaitu lebih praktis dan murah dalam mendeteksi proteinuria dibandingkan spektrofotometer.

(18)

ABSTRACT

Background Proteinuria is a condition when protein is found in urine and is also a common symptom we found in children with renal disorder. Proteinuria can also be found in non renal disorders and in normal children. A high sensitivity examination is needed to detect proteinuria. Spectrophotometer is a gold standard examination, however it is expensive and not avaible in primary health care. We need to find another examination which is sensitive, economic, rapid and can be done in any health service. 20% sulfosalicylic acid is expected to full fill these criterias.

Objective To compare 20% sulfosalicylic acid to spectrophotometer as a diagnostic of proteinuria.

Methods A diagnostic test was held in H. Adam Malik Hospital since September 2009 until December 2009. 55 children aged 3 to 18 year old was recuired using consecutive sampling. The urine was collected for 24 hours and tested for proteinuria using 20% sulfosalicylic acid and spectrophotometer.

Results A total of 55 cases were studied. Sensitivity and specificity of sulfosalicylic acid 20% and spectrophotometer were found 88,1% and 69,2%, With a positive predictive value and a negative predictive value 90,2% and 64,3%.

Conclusion A 20% sulfosalisilyc acid has a low sensitivity and spesificity to detect proteinuria, but it has an advantage that 20% sulfosalisilyc acid is more practical and low cost in detecting proteinuria compare to sphectophotometry.

Keywords: 20% Sulfosalicylic acid, spectrophotometer, proteinuria.

(19)

BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Proteinuria telah dikenal sejak lebih dari 150 tahun yang lalu dimana

mempunyai hubungan dengan penyakit ginjal dan dapat juga disebabkan oleh

berbagai penyakit nonrenal seperti kejang demam, gagal jantung kongestif,

perubahan postur, stress emosional, dll.1

Insiden proteinuria pada anak 1% sampai 10% dari penyakit-penyakit

yang dijumpai.2-7 Urin normal mengandung 40% albumin, 40% tamm-horsfall

protein, 15% imunoglobulin dan 5% adalah jenis protein plasma lainnya.8-11

Urin anak normal dapat mengandung protein dan hampir 60% protein dalam

urin berasal dari protein plasma, sedangkan sisanya 40% berasal dari sekresi

saluran kemih.9

Sebagian besar proteinuria berasal dari faktor kelainan ginjal.12

Proteinuria yang berlebihan dapat terjadi akibat konsentrasi protein dengan

berat molekul yang jumlahnya berlebihan dalam plasma dan melewati batas

reabsorbsi dari tubulus sewaktu memfiltrasi protein.13-15

Pemeriksaan asam sulfosalisilat dan spektrofotometer merupakan

beberapa cara pemeriksaan proteinuria.16-18 Pemeriksaan proteinuria dengan

spektrofotometer merupakan metode kuantitatif yang lebih baik dibandingkan

pemeriksaan proteinuria lainnya hanya saja metode ini kurang praktis karena

(20)

Pemeriksaan spektrofotometer merupakan gold standard untuk

mendeteksi proteinuria. Alat ini mempunyai kepekaan yang tinggi dan

pemeriksaannya menggunakan spektrum cahaya, akan tetapi sering tidak

tersedia pada unit pelayanan pada tingkat dasar karena sangat mahal.6,10,21

Asam sulfosalisilat 20% dianggap sensitif dalam mendeteksi

proteinuria disamping harganya lebih murah dan dapat dilakukan dengan

cepat. Metode ini dapat menggunakan urin sewaktu dan hanya memerlukan 3

ml urin serta 8 tetes asam sulfosalisilat 20% kemudian dinilai berdasarkan

kekeruhan urin dan dicatat berdasarkan inspeksi manual. Tes ini juga lebih

akurat dibandingkan dengan metode dipstick.15,20

Berdasarkan hal tersebut diatas maka diperlukan pemeriksaan

proteinuria yang memiliki kepekaan yang tinggi, murah dan mudah dilakukan

dimanapun. Penelitian ini dilakukan untuk membandingkan pemeriksaan

proteinuria dengan menggunakan asam sulfosalisilat 20% dan

spektrofotometer pada anak yang disangkakan mengalami penyakit ginjal (

mengalami abnormalitas urinalisis pada pusat pelayanan primer ) sewaktu

pertama kali datang untuk berobat kerumah sakit.

1.2. Perumusan masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, apakah ada perbedaan sensitivitas dan

spesifisitas asam sulfosalisilat 20% dan spektrofotometer dalam mendeteksi

(21)

1.3. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui sensitivitas dan spesifisitas asam sulfosalisilat 20%

dibandingkan dengan spektrofotometer dalam mendeteksi proteinuria.

1.4.Hipotesis

Tidak ada perbedaan sensitivitas dan spesifisitas antara uji diagnostik

proteinuria dengan menggunakan asam sulfosalisilat 20% dan

spektrofotometer.

1.5.Manfaat penelitian

Asam sulfosalisilat 20% diharapkan bermanfaat sebagai alat diagnostik

alternatif dalam mendeteksi proteinuria secara cepat dengan metoda

(22)

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pendahuluan

Secara fisiologis urin yang normal adalah bebas dari protein dimana

urin dihasilkan oleh nefron ginjal.13 Selama 24 jam komposisi dan konsentrasi

urin dapat berubah secara terus menerus dimana variasi konsentrasi urin

dapat ditentukan oleh waktu pengambilan dan aktivitas sebelum pengambilan

urin.10

Pemeriksaan proteinuria yang akurat dan cepat sangat diperlukan

untuk diagnosis maupun untuk mengetahui prognosis penyakit. Selain itu

juga diperlukan dalam tatalaksana penyakit ginjal dan penyakit lainnya.13

2.2. Anatomi Ginjal

Ginjal merupakan suatu organ yang berbentuk seperti kacang yang letaknya

retroperitoneal di sebelah kiri dan kanan kolumna vertebralis. Penampang

longitudinal dari ginjal terdiri dari 2 bagian yaitu bagian luar yang disebut

korteks dan bagian dalam yang disebut medulla, bagian tengah terdapat

pelvis yang merupakan ujung atas dari ureter.2 Nefron berfungsi

menghasilkan urin dimana pembetukan urin merupakan suatu tanda dari

fungsi ginjal yang baik, sebuah ginjal terdiri dari 1 juta sampai 1.5 juta nefron

dimana nefron juga mempunyai peran penting pada proses filtrasi dan

(23)

tubulus kontortus proksimalis, saluran henle dan tubulus kontortus distalis.2

2.3. Fungsi Ginjal

Ginjal merupakan salah satu organ tubuh yang sangat vital yang mempunyai

fungsi antara lain pembentukan urin, mengatur keseimbangan cairan dan

elektrolit, asam basa, pembuangan hasil metabolisme protein yang tidak

terpakai, pengeluaran bahan obat maupun toksin dan mensekresi hormon

renin, eritropoetin 1.25 dihidroksi, vitamin D dan prostaglandin.1,2

Fungsi ginjal yang sangat penting adalah mengeluarkan bahan yang

tidak diperlukan tubuh agar jumlahnya tidak berlebihan dalam tubuh. Fungsi

homeostasis dilakukan dengan pengaturan cairan tubuh, elektrolit, keadaan

asam basa dan keikutsertaan fungsi hormon yang dihasilkannya.2

2.4. Fisiologi Ginjal

Darah dalam kapiler glomerulus, akan disaring melalui dinding kapiler. Hasil

ultrafiltrasi tersebut, mengandung semua substansi plasma kecuali protein

protein yang berat molekul lebih dari 68.000. Filtrat dikumpulkan dalam ruang

bowman dan masuk ke tubulus kemudian diubah komposisinya sesuai

dengan kebutuhan tubuh sebelum meninggalkan ginjal berupa urin. Setelah

terjadi filtrasi maka ultrafiltrat akan mengalami sekresi, reabsorpsi atau

keduanya dan hasilnya merupakan eksresi zat zat. Tubulus dapat mensekresi

(24)

reabsorpsi yaitu secara aktif dan pasif.1,2

2.5. Mekanisme Terjadinya Proteinuria

Dinding pembuluh darah dan struktur jaringan yang ada disekitarnya

berperan penting sebagai barier terhadap melintasnya makromolekuler

seperti globulin dan albumin. Hal ini terjadi karena peran dari sel endotel

pada kapiler, membran basal dari glomerlus dan epitel viseral. 2,15 Eksresi

proteinuria normal pada bayi dan anak terlihat pada tabel 2.1

Tabel 2.1. Ekskresi protein normal pada bayi dan anak.9,15

Umur Total Protein

(mg per 24 jam)

Makromolekular yang melintasi dinding kapiler berbanding terbalik

dengan ukurannya. Hal ini akibat heparan sulfat proteoglikans yang terdapat

pada dinding kapiler glomerulus menyebabkan pengaruh hambatan negatif

pada makromolekuler seperti albumin. Adanya proses peradangan pada

glomerulus berakibat perubahan ukuran barrier dan hilangnya hambatan

(25)

mikroglobulin, α mikroglobulin, vasopresin, insulin dan hormon paratiroid)

secara bebas melalui filter glomerulus dan selanjutnya diabsorbsi serta

dikatabolisme pada tubulus kontortus proksimalis.14,15

Kerusakan pada epitel tubulus proksimalis menyebabkan kegagalan

untuk mereabsorbsi protein dengan berat molekul rendah yang selanjutnya

keluar melalui urin. Pada gagal ginjal kronis terjadi perubahan hemodinamik

dari aliran darah glomerulus dan berkurangnya jumlah nefron yang berfungsi.

Hal ini menyebabkan peningkatan filtrasi protein dari nefron dan terjadi

proteinuria.14

Pada kelainan tubulointerstisial, refluks nefropati, obstuktif nefropati

terjadi peningkatan proteinuria Tamm horsfall. Normalnya protein Tamm

horsfall ini dapat dicegah oleh sel tubulus. 15

2.6. Etiologi Proteinuria

Berikut ini etiologi dari proteinuria :15

2.6.1 Proteinuria sementara

Demam

Latihan berat

Extremic cold exposure

Penggunaan epinephrin

Stress emosional

(26)

Abdominal surgery seizures

2.6.2 Isolated asymmptomatic proteinuria

Proteinuria ortostatik

Proteinuria persisten

2.6.3 Proteinuria secondary to renal disease

Sindrom nefrotik kelainan minimal

Acute post infection glomerulonephritis

Glomerulonefritis fokal segmental

Glomerulo nefropati membranosa

Proliferatif membranosa

Glomerulonefritis

Glomerulonefritis lupus

Nefritis purpura henoch schonlein

HIV assosiated nephropathy

Nefritis interstisial kronik

2.6.4 Kelainan saluran kemih kongenital dan didapat

Hidronefrosis

Penyakit ginjal polikistik

Nefropati refluks

(27)

2.7. Persiapan Pemeriksaan Proteinuria.

Beberapa yang perlu diperhatikan pada saat pengumpulan urin yaitu :

a. Kerusakan sampel urin harus dihindarkan, karena itu pengumpulan urin

harus ditempatkan pada wadah kering, bersih dan sebaiknya secepat

mungkin dilakukan pemeriksaan. Apabila pemeriksaan urin terlambat

maka akan terjadi dekomposisi urin sehingga dapat mempengaruhi hasil

pemeriksaan.3

b. Pengumpulan urin berdasarkan kegunaannya.

1. Pengumpulan urin untuk urinalisis pemeriksaan kimiawi dan

mikroskopis. 3,16

2. Pengumpulan urin secara kuantitatif.

Sebaiknya urin dikumpulkan 24 jam. Urin dikumpulkan, dicatat

jumlahnya kemudian dilakukan pemeriksaan, dikurangi pemberian

cairan, alkohol, obat obatan dan makanan tertentu.17

Beberapa teknik pengumpulan urin yaitu:

1. Pengumpulan urin 24 jam.

Ditentukan saat mulainya hingga waktu yang sama pada hari

berikutnya.20-22

2. Pengumpulan urin secara clean catch midstream.

Pada laki-laki dilakukan dengan membersihkan glans penis

sedangkan untuk wanita dilakukan dengan membersihkan vulva

(28)

3. Beberapa teknik khusus untuk keadaan tertentu :

a. Untuk penderita yang tidak dapat mengeluarkan urin dilakukan

pengambilan dengan menggunakan kateter.

b. Suprapubik aspirasi yaitu dengan cara menusukkan jarum diatas

simpisis pubis.

c. Kateterisasi ureteral, yaitu dengan menggunakan cytoscopi. 3

2.8. Metode Pemeriksaan Proteinuria.

Pemeriksaan protein dalam urin dapat dilakukan dengan beberapa metode

yaitu:1,3,21

2.8.1. Motode kualitatif

 Metode kalorimetrik

Metode ini dilakukan dengan reagen strip tetrabromofenol biru yaitu

albustik, dengan melihat perubahan yang terjadi akibat pH urin.

 Metode turbidimetri

Cara ini menggunakan asam sulfosalisilat 20%. Urin yang dicentrifuge

lebih dahulu kemudian urin diambil sebanyak 3 ml dimasukkan ke

dalam tabung reaksi dan ditambahkan larutan asam sulfosalisilat 20%

sebanyak 3 tetes.

2.8.2. Metode semi kuantitatif.

(29)

reaksi kecil masing – masing di isi 3 ml urin yang akan diperiksa. Urin pada

tabung pertama adalah sebagai kontrol sedangkan urin pada tabung kedua

adalah yang akan diuji. Tabung kedua ditetesi 8 tetes asam sulfosalisilat

20%, ditunggu selama 5 menit kemudian dikocok perlahan dan dibandingkan

kedua tabung dengan latar belakang hitam. Bila tidak terlihat perbedaan

kekeruhan antara kedua tabung, maka hasil tes proteinuria dikatakan negatif

( kadar protein < 0.050 g/dl ). Bila tabung kedua lebih keruh dibandingkan

dengan tabung pertama maka dikatakan trace jika tampak jelas adanya

kekeruhan ( kadar protein 0.020 g/dl ), 1+ jika jelas adanya kekeruhan tetapi

tidak dijumpai granulasi ( kadar protein 0.050 g/dl ), 2+ jika kekeruhan

dengan disertai granulasi tetapi tidak dijumpai gumpalan ( kadar protein 0.20

g/dl ), 3+ jika kekeruhan dengan granulasi dan disertai gumpalan ( kadar

protein 0.5 g/dl ), 4+ jika penggumpalan dari protein yang ada atau

penggumpalan yang solid ( kadar protein 1.0 g/dl ).3,21,22 Hasil dari penilaian

diatas dapat dipengaruhi oleh beberapa hal misalnya bila kadar deterjen yang

ada dalam tabung tinggi maka akan mempengaruhi hasil demikian juga bila

dijumpai bahan radiografik maka penggumpalan yang terjadi akan lebih nyata

dan bahan dapat mengkristal.18

2.8.3. Metode kuantitatif.

 Metode automatik

(30)

benzethonium klorida yang dilarutkan dalam medium alkalis.6

 Metode spektrofotometer

Metode ini menggunakan asam sulfosalisilat dimana penggumpalan yang

terjadi diperiksa menggunakan spektrofotometer. Pemeriksaan ini dapat

dijadikan sebagai gold standard dalam mendeteksi proteinuria hanya saja

harganya mahal. Cara kerja metode ini adalah :23

a. Urin di tampung di dalam jerigen dengan memakai pengawet thymol

sebanyak 2-3 butir.

b. Urin dikumpulkan selama 24 jam yaitu urin yang keluar mulai pukul

08.00 wib pagi sampai 08.00 wib pagi keesokan harinya. Sewaktu

mulai pengumpulan urin anak miksi terlebih dahulu.

c. Ukur volume urin dan di catat.

d. Masukkan urin kedalam tabung reaksi sebanyak 2 ml sampai 4 ml

kemudian panaskan dengan suhu 1000 C didalam waterbath selama 5

sampai 10 menit.

e. Apabila positif tambahkan asam asetat 6% sebanyak 2 tetes sampai 3

tetes dan panaskan kembali.

f. Tentukan derajat proteinuria.

g. Apabila urin negatif tidak dilakukan pengenceran.

h. Apabila urin positif, lakukan pengenceran dengan cara :

(31)

 Positif +2, pengenceran 10X (1 ml urin ditambahkan 9 ml aquades)

 Positif +3 dan +4, pengenceran 40X (1 ml urin ditambahkan 39 ml

aquades)

i. Ambil urin yang telah diencerkan sebanyak 4 ml +1 ml TCA

(Trichlor Acitic Acid 12.5 M), kemudian campurkan dan inkubasi 5-10

menit temperatur kamar.

j. Untuk standar diambil 20 ul serum normal + 5 ml aquades, kemudian

dicampurkan dengan urin yang telah diencerkan sebanyak 4 ml +

TCA 1 ml dan di inkubasi selama 5-10 menit dalam temperatur kamar.

k. Baca pada spektrofotometer

Hasil = OD sampel X 25 (F) X pengenceran

OD standar ( apabila positif )

= ....mg%

= volume urin 24 jam X hasil mg% 100

(32)

2.9. Kerangka Konseptual

Metode Kuantitatif

Metode. Kalorimetrik

Metode turbidimetrik

Asam sulfosalisilat

Metode automatik

 

Spektro- fotometer Penyakit Nonrenal

Penyakit Renal

Metode Kualitatif Metode Semikuantitatif

Proteinuria

Sensitivitas Spesifisitas

Kadar / derajat proteinuria

: yang diamati dalam penelitian

(33)

BAB III. METODE PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian

Metode yang digunakan adalah uji diagnostik dengan cara tersamar ganda

untuk menilai sensitivitas, spesifisitas dan nilai prediktif dalam mendeteksi

proteinuria.

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di RSUP H. Adam Malik Medan. Waktu penelitian

dilaksanakan mulai bulan September 2009 sampai Desember 2009.

3.3. Populasi Penelitian dan Sampel

Populasi target adalah semua anak usia 3 sampai 18 tahun. Populasi

terjangkau semua anak usia 3 sampai 18 tahun yang datang ke poli rawat

jalan dan rawat inap yang kemudian dikonsulkan kedivisi nefrologi RSUP H.

Adam Malik Medan. Sampel adalah populasi terjangkau yang memenuhi

kriteria inklusi dan eksklusi.

3.4. Besar Sampel

Besar sampel dihitung berdasarkan rumus :

n = (Zα)2 Sen (1- Sen )

(34)

Sen = Diharapkan sensitivitas pemeriksaan asam sulfosalisilat 20%

untuk mendeteksi proteinuria 85%

D = Presisi ( tingkat ketepatan ) = 10%=0.1

Z = Nilai baku normal dari label z yang besarnya tergantung dari

nilai α yang ditentukan nilai α = 0.05 Zα =1.96

P = Proporsi proteinuria = 0.3312

Dari rumus di atas, didapat besar sampel yang diharapkan sebesar 51 orang.

3.5. Kriteria Inklusi dan Eksklusi 3.5.1. Kriteria inklusi:

1. Anak yang berusia 3 sampai 18 tahun yang disangkakan mengalami

penyakit ginjal ( mengalami abnormalitas urinalisis pada pusat pelayanan

primer ) sewaktu pertama kali datang untuk berobat ke rumah sakit.

2. Orang tua bersedia mengisi informed consent

3.5.2. Kriteria Eksklusi:

Tidak bersedia dilakukan pemeriksaan

3.6. Persetujuan / Informed Consent

Semua subjek penelitian akan diminta persetujuan dari orang tua setelah

(35)

pemeriksaan yang akan dilakukan. Formulir surat pernyataan kesediaan

terlampir dalam tesis ini (Lampiran 2).

3.7. Etika Penelitian

Penelitian ini disetujui oleh Komite Etik Penelitian Bidang Kesehatan Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara, seperti yang terlampir pada tesis ini

(Lampiran 3).

3.8. Cara Kerja dan Alur Penelitian Cara Kerja

Setelah mendapat izin dari Komite Etik Penelitian FK USU, subjek anak

umur 3 tahun sampai dengan 18 tahun, subjek dikumpulkan secara

consecutive sampling dengan menilai kriteria inklusi dan eksklusi dan yang

memenuhi kriteria dilakukan pemeriksaan

1. Orang tua/wali pasien diminta persetujuannya agar anaknya dapat

diikutkan dalam penelitian ini.

2. Semua peserta dicatat identitasnya yaitu nama, umur/tanggal lahir, jenis

kelamin, alamat, dan nomor telepon yang dapat dihubungi, dan nama

orangtua/wali.

3. Jerigen untuk tempat urin yang sudah berisi tymol diserahkan kepada

orangtua/wali/pengasuh yang menjaga anak, dan diterangkan cara

(36)

4. Penampungan urin dilakukan selama 24 jam yaitu mulai pukul 08.00 wib

pagi sampai pukul 08.00 wib pagi keesokan harinya. Urin yang pertama

kali keluar dibuang dan urin selanjutnya ditampung. Tiga ml urin diambil

untuk pemeriksaan secara semikuantitatif dengan menggunakan asam

sulfosalisilat 20% sedangkan sisanya dibawa ke laboratorium untuk

diperiksa dengan alat spektrofotometer.

Alur Penelitian

Pengumpulan urin

Metode Semikuantitatif asam sulfosalisilat 20 %

Metode Kuantitatif spektrofotometer

Proteinuria

Diteliti adanya perbedaan antara pemeriksaan asam sulfosalisilat 20% dan spektrofotometer :

1.sensitivitas 2.spesifisitas

Sampel

(37)

3.9. Identifikasi Variabel

Variabel Skala

1. Variabel tergantung : Skala ordinal

kadar protein dalam urin

2. Variabel bebas : Skala nominal dikotom

alat diagnostik

- asam sulfosalisilat 20%

- spektrofotometer

3.10. Pengolahan dan Analisis Data

Untuk menilai sensitivitas, spesifisitas, nilai prediksi positif, nilai prediksi

negatif dengan uji diagnostik. Untuk mengetahui hubungan pemeriksaan

asam sulfosalisilat 20% dan spektrofotometer pada pemeriksaan proteinuria

digunakan uji dengan Chi – Square dan dinyatakan bermakna jika P <0.05.

3.11. Definisi Operasional

Proteinuria adalah apabila dijumpai protein dalam urin.2-5

Metode semikuantitatif yaitu dengan menggunakan asam sulfosalisilat

20% dimana pada metode ini urin diambil sebanyak 3 ml kemudian dicampur

dengan asam sulfosalisilat 20% sebanyak 8 tetes dan ditunggu selama 5

menit kemudian dinilai berdasarkan kekeruhan dengan latar belakang

(38)

Metode kuantitatif yaitu pemeriksaan spektrofotometer dimana pada

metode ini urin ditampung dalam jerigen selama 24 jam kemudian urin

(39)

BAB IV. HASIL

Hasil Penelitian

Sampel dalam penelitian ini adalah 55 orang anak yang disangkakan

menderita penyakit ginjal pada waktu pertama kali datang ke rumah sakit.

Semua sampel dilakukan penampungan urin 24 jam yang kemudian

diperiksakan dengan menggunakan spektrofotometer dan asam sulfosalisilat

20%.

Gambar 4.1. Profil Penelitian

Pada penelitian ini didapati anak laki laki lebih banyak dibandingkan

anak perempuan dimana anak laki laki terdiri dari 32 orang (58.2%) dan anak

perempuan 23 orang (41.8%). Berdasarkan umur yang paling banyak adalah

3 sampai 7 tahun sebanyak 29 orang (52.7%), 8 sampai 12 tahun sebanyak 55 orang anak

Penampungan urin 24 jam

Pemeriksaan proteinuria menggunakan asam sulfosalisilat 20%

(40)

22 orang ( 40.0%) dan > 12 tahun sebanyak 4 orang (7.3%)Tingkat

pendidikan yang terbanyak adalah Sekolah Dasar yaitu 32 orang (58.2%),

Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama 12 orang (21.8%), sedangkan yang belum

sekolah terdiri dari 11 orang (20%). (table 4.1)

Tabel 4.1. Karakteristik Sampel

Karakteristik N %

Jenis Kelamin

Laki-laki 32 58.2

Perempuan 23 41.8

Umur

3-7 Tahun 29 52.7

8-12 Tahun 22 40.0

>12 Tahun 4 7.3

Tingkat Pendidikan

Belum sekolah 11 20.0

SD 32 58.2

SLTP 12 21.8

Terlihat dari 55 orang anak diagnosa yang terbanyak dijumpai proteinuria

adalah sindrom nefrotik sebanyak 37 orang (67.3%) sedangkan yang

diperiksakan dengan spektrofotometer dengan hasil positif sebanyak 42

(41)

positif dengan pemeriksaan asam sulfosalisilat 20% sebanyak 41 orang

(74.5%) dan hasil negatif sebanyak 14 orang (25.5%). (Tabel 4.2)

Tabel 4.2. Gambaran hasil pemeriksaan proteinuria dengan menggunakan spektrofotometer dan asam sulfosalisilat 20%

Spektrofotometer Asam sulfosalisilat 20

% Total

Positif Negatif Positif Negatif Diagnosis

n % n % N % n % N %

Sindrom Nefrotik 37 67.3 27 49.1 10 18.2 27 49.1 10 18.2

Hidronefrosis 2 3.6 1 1.8 1 1.8 1 1.8 1 1.8

CHF 9 16.4 8 14.5 1 1.8 7 12.7 2 3.6

SLE 2 3.6 2 3.6 0 0 2 3.6 0 0

Meningitis 3 5.5 3 5.5 0 0 3 5.5 0 0

Glomerulonefritis 2 3.6 1 1.8 1 1.8 1 1.8 1 1.8

(42)

Tabel 4.3. Nilai konversi.3

Tabel 4.4. Perbedaan proteinuria pada 5 diagnosis penyakit tersering yang dijumpai pada penelitian ini

Proteinuria ringan

Pada penelitian ini setelah diuji statistik didapatkan nilai sensitivitas

88.1%, spesifisitas 69.2%, nilai prediksi positif 90.2% dan nilai prediksi negatif

(43)

Tabel 4.5. Hasil uji diagnostik dan hubungan pemeriksaan asam sulfosalisilat 20% dan spektrofotometer

Kadar proteinuria dengan spektrofotometer

Positif Negatif Jumlah Kadar proteinuria

dengan asam

sulfosalisilat 20 % n % N % N %

Positif 37 67.3 4 7.3 41 74.5

Negatif 5 9.1 9 16.4 14 25.5

Jumlah 42 76.4 13 23.6 55 100

Sensitivitas : a/(a+c) = 37/42 =88.1%

Spesifisitas : d/(b+d) = 4/9 = 69.2%

Nilai prediktif positif : a/(a+b) = 37/41 = 90.2%

(44)

BAB V. PEMBAHASAN

Pemeriksaan proteinuria yang akurat dan cepat sangat diperlukan

untuk diagnosis penyakit ginjal ataupun penyakit lainnya dan juga

mengetahui prognosis dari berbagai kelainan ginjal. Pada orang dewasa

eksresi protein < 150 mg/24 jam dianggap normal sedangkan pada anak

proteinuria fisiologis bervariasi sesuai dengan umur dan ukuran tubuh.15

Pada anak eksresi protein dalam urin dikatakan abnormal jika lebih dari 4

mg/m2 perjam. Eksresi proteinuria lebih dari 40 mg/m2 per jam dikatakan

nefrotik proteinuria.19 Pada bayi baru lahir, eksresi protein didalam urin relatif

tinggi yang merupakan protein tubular dimana mencerminkan

ketidakmatangan fungsi ginjal yang asimptomatik.24

Prevalensi proteinuria asimptomatik pada anak diperkirakan antara

0.6% sampai 6.3%.17,26-29 Suatu penelitian di Iran dijumpai prevalensi

proteinuria asimptomatik pada 56 orang anak adalah 3.6%, anak laki-laki dan

perempuan masing-masing berjumlah 22 dan 34 orang.30

Proteinuria dapat terjadi secara transien atau persisten dan dapat

menunjukkan kondisi ringan atau serius dari suatu penyakit.15 Proteinuria

yang terus menerus dapat menyebabkan cedera ginjal progresif dan telah

ditemukan data bahwa abnormalitas struktur ginjal berhubungan dengan

(45)

penyakit ginjal danjuga merupakan faktor penting untuk melihat trauma ginjal

dan prognosisnya.19,25

Kebanyakan anak mengalami proteinuria asimptomatik pada evaluasi

inisial dan hanya 10% anak yang masih mempunyai proteinuria persisten

setelah 6-12 bulan pada kedua jenis kelamin. 17 Dodge dkk melakukan tiga

kali berturut-turut pemeriksaan urin pada anak 6 sampai 12 tahun dengan

interval waktu 3 sampai 6 minggu ditemukan proteinuria 0.94% pada anak

perempuan dan 0.33% pada anak laki laki.26

Protein analisis adalah metode yang paling baik untuk evaluasi

proteinuria yang dikumpulkan dalam urin 24 jam. Pengumpulan sampel urin

24 jam pada anak membutuhkan kemampuan kontrol kandung kemih secara

penuh, tidak ada enuresis dan membutuhkan kehati-hatian serta kecermatan

dalam pengumpulan urin..19

Penelitian kami ini dilakukan pada 55 orang anak. Anak laki-laki lebih

banyak menderita proteinuria dibandingkan anak perempuan yaitu

masing-masing 32 orang (58.2%) dan 23 orang (41.8%).

Urinalisis rutin selalu dilakukan pada anak SD dan SLTP.25 Penelitian

di Iran pada 1520 orang anak sehat berusia 4 sampai 6 tahun ditemukan

prevalensi proteinuria 1.57% dan pevalensi proteinuria dan hematuria

0.06%.31 Tahun 2005 insiden proteinuria di Tokyo pada anak SD berusia 6

(46)

Suatu skrining proteinuria di Indonesia pada anak SD dengan usia

7-14 tahun didapati proteinuria pada 28 orang anak setelah 3 kali pemeriksaan

terdiri dari 10 orang anak laki laki dan 18 orang anak perempuan.33 Suatu

skirining urin di China dan di Korea didapati persentasi proteinuria pada anak

sekolah masing-masing 0.58% dan 0.2%34,35 Suatu penelitian di India

dijumpai proteinuria lebih banyak pada anak laki laki (65%) dibandingkan

anak perempuan (35%) dan usia terbanyak dijumpai pada usia 6 sampai 12

tahun (39%), usia 3 sampai 5 tahun (32%), usia 0 sampai 3 tahun (26%).

Lima puluh orang anak didapati proteinuria diatas 40 mg/24 jam sebanyak 10

orang (20%), 4-40 mg/24 jam sebanyak 5 orang (10%) dan dibawah 4 mg/24

jam sebanyak 35 orang anak.(70%).12

Pada penelitian kami ini, berdasarkan tingkat pendidikan yang

terbanyak adalah Sekolah Dasar yaitu 32 orang (58.2%), Sekolah Lanjutan

Tingkat Pertama 12 orang (21.8%), sedangkan yang belum sekolah terdiri

dari 11 orang (20%). Berdasarkan usia yang terbanyak adalah 3 sampai 7

tahun sebanyak 29 orang (52.7%), 8 sampai 12 tahun sebanyak 22 orang

(40.0%) dan diatas usia 12 tahun sebanyak 4 orang (7.3%).

Suatu penelitian di Korea mendapatkan prevalensi proteinuria

persisten tanpa hematuri sebesar 21.7% pada anak anak yang dirujuk karena

abnormalitas urin.37 Studi di Malaysia, sebanyak 1.9% anak yang diskrining

menunjukkan hasil yang positif, tetapi pada pemeriksaan lanjutan hanya

(47)

abnormalitas urin persisten, 74 orang diantaranya mengalami hematuria dan

proteinuria.39

Pada penelitian kami ini terlihat dari 55 orang anak yang terbanyak

dijumpai proteinuria adalah penderita sindrom nefrotik yaitu sebanyak 27

orang (49.1%), dengan cara spektrofotometer maupun asam sulfosalisilat

20%. Penderita penyakit glomerulonefritis akut (3.6%) dan didapati 1 orang

yang positif proteinuria dan 1 orang yang negatif proteinuria dan ini dijumpai

pada kedua pemeriksaan. Penderita penyakit hidronefrosis dijumpai pada 2

orang anak ( 3.6% ) dan yang positif proteinuria adalah 1 orang (1.8%) dan 1

orang yang negatif (1.8%) dan ini juga dijumpai pada kedua pemeriksaan.

Sembilan orang anak yang menderita penyakit jantung (16.4%) dan

pemeriksaan dengan spektrofotometer dijumpai 8 orang yang proteinuria

positif (14.5 %) dan yang negatif 1 orang (1.8%) sedangkan dengan

menggunakan asam sulfosalisilat 20% hanya 7 orang (12.7%) yang positif

proteinuria dan yang negatif sebanyak 2 orang (3.6%). Penderita SLE

dijumpai 2 orang dimana dijumpai keduanya positif baik dengan

menggunakan spektrofotometer maupun asam sulfosalisilat 20%.

Prevalensi proteinuria ringan yaitu 30mg/dL sampai 100mg/dL

sebanyak 4.9%, dimana 60,7% diantaranya terbukti sebagai glomerulopati

yang signifikan.36 Pada penelitian kami ini dari 55 orang anak dijumpai 41

(48)

proteinuria ringan. Tiga puluh tujuh dari 41 orang anak dengan proteinuria

yang berat terbukti diagnosis akhirnya adalah sindrom nefrotik.

Pada penelitian ini menggunakan spektrofotometer sebagai gold

standart, dimana harga sekali pemeriksaan mencapai Rp.95.000,

Pemeriksaan ini merupakan metode paling akurat untuk memantau

proteinuria selama pengobatan dan telah dikenal dan digunakan di seluruh

dunia, namun kurang praktis karena membutuhkan urin 24 jam untuk

mendeteksi proteinuria.40 Suatu penelitian di Bangladesh pada 100 orang

anak yang nefrotik proteinuria dimana dilakukan pemeriksaan urin 24 jam

dengan menggunakan spektrofotometer sebagai gold standart didapati 50

orang positif proteinuria.41 Penelitian di China didapati bahwa pemeriksaan

urin 24 jam dengan menggunakan spektrofotometer memiliki spesifisitas yang

lebih tinggi dibandingkan dengan dipstik.42

Suatu penelitian dalam mendeteksi mikroalbuminuria pada spot urine

sampel dengan menggunakan spektrofotometer didapati nilai sensitivitas

87.8%, spesifisitas 89.3%, nilai prediksi positif 29.3% dan nilai prediksi negatif

96.2% sedangkan untuk rasio protein kreatinin didapati nilai sensitivitas

87.8%, spesifisitas 89.3%, nilai prediksi positif 29.3% dan nilai prediksi negatif

96.2%.14

Asam sulfosalisilat sensitif pada konsentrasi protein 20mg/L-100mg/L

dan juga memiliki nilai prediktif yang sangat tinggi yaitu 95% sehingga hasil

(49)

penelitian ini harga asam sulfosalisilat 20% sebanyak 100 ml adalah

Rp.100.000, berarti dengan 100 ml asam sulfosalisilat bisa mendeteksi 250

orang pasien (harga sekali pemeriksaan dengan asam sulfosalisilat 20%

adalah Rp.400). waktu yang dibutuhkan untuk mendeteksi proteinuria dengan

asam sulfosalisilat 20% hanya lebih kurang 8 menit yang artinya jauh lebih

praktis dan lebih murah dibandingkan spektrofotometer. Metode asam

sulfosalisilat memiliki akurasi dan spesifisitas terhadap beberapa jenis protein

dibandingkan dipstiks tetapi terjadinya kekeruhan pada uji ini dapat dihambat

oleh deterjen konsentrasi tinggi.43

Suatu penelitian di Jepang mengemukakan tentang penggunaan asam

sulfosalisilat untuk skrining proteinuria pada anak sekolah dasar. Hasil

penelitian ini menunjukkan bahwa asam sulfosalisilat dapat dipakai untuk

skrining proteinuria pada anak sekolah dasar.32 Penelitian di Inggris dan

Amerika Serikat lainnya yang menggunakan asam sulfosalisilat sebagai gold

standart yang dibandingkan dengan pemeriksaan dipstiks urin dalam uji

diagnostik.44,45

Tes sensitivitas yang ideal untuk proteinuria belum ditentukan. Hal ini

melibatkan banyak faktor kompleks yang menentukan evaluasi yang baik.

Suatu tes yang sensitif akan menunjukkan banyak spesimen positif dengan

klinis minimal yang signifikan, oleh karena itu banyak dokter merasakan

(50)

Penelitian di Amarika Serikat didapati asam sulfosalisilat lebih baik

mendeteksi urin yang lebih pekat dibandingkan dipstiks tetapi asam

sulfosalisilat kurang baik memperkirakan konsentrasi protein secara

semikuantitatif.46 Suatu penelitian cross sectional di Amerika Serikat

mengenai skrining mikroalbuminuria dengan menggunakan asam

sulfosalisilat 20% pada 221 orang anak dimana di dapati nilai sensitivitas

76.7%, spesifisitas 75.4%, nilai prediksi positif 32.9% dan nilai prediksi negatif

95.4%.22 Penelitian di Amerika Serikat (2010) yang membandingkan empat

metode untuk mendeteksi albumin pada urin anjing dan kucing didapatkan

nilai spesifisitas asam sulfosalisilat sebesar 94.2%, nilai prediksi positif 65.2%

dan sensitivitas 28.7%.47

Penelitian di Australia mendapatkan metode asam sulfosalisilat secara

konsisten performa yang sangat buruk (Australasian Urine Quality Assurance

Programme). Peneliti tersebut menyatakan metode ini tidak baik digunakan

untuk pemeriksaan rutin dan merekomendasikan agar laboratorium yang

menggunakan metode ini untuk mencari metode baru pemeriksaan kuantitatif

untuk proteinuria.48 Pada penelitian tahun 1983 yang juga dilakukan di

Australia dimana membandingkan enam metode pemeriksaan proteinuria

menyimpulkan bahwa asam sulfosalisilat mudah dilakukan tetapi

membutuhkan jumlah urin yang banyak dan memiliki presisi yang buruk oleh

karena overestimasi mendeteksi konsentrasi albuminuria bila tidak ada

(51)

Penelitian kami ini menemukan bahwa pemeriksaan asam

sulfosalisilat 20% memiliki nilai sensitivitas 88.1%, spesifisitas 69.2%, nilai

prediksi positif 90.2% dan nilai prediksi negatif 64.3% sehingga dapat

disimpulkan bahwa asam sulfosalisilat 20% memiliki sensitivitas dan

spesifisitas yang rendah untuk mendeteksi proteinuria namun memiliki

keuntungan yaitu lebih praktis dan murah dalam mendeteksi proteinuria

(52)

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Asam sulfosalisilat 20% memiliki nilai sensitivitas 88.1%, spesifisitas

69.2%, nilai prediksi positif 90.2% dan nilai prediksi negatif 64.3% sehingga

dapat disimpulkan bahwa asam sulfosalisilat 20% memiliki sensitivitas dan

spesifisitas yang rendah untuk mendeteksi proteinuria namun memiliki

keuntungan yaitu lebih praktis dan murah dalam mendeteksi proteinuria

dibandingkan spektrofotometer.

6.2. Saran

Perlu penelitian lebih lanjut dengan sampel yang lebih besar untuk

menilai kembali asam sulfosalisilat 20% dan diperlukan metode lain yang

dapat menjadi metode alternatif pengganti spektrofotometer dalam

mendeteksi proteinuria mengingat pentingnya alat uji diagnostik alternatif

yang praktis dan ekonomis yang dapat digunakan didaerah terpencil

(53)

DAFTAR PUSTAKA

1. Wila Wirya IGN. Proteinuria. Dalam : Alatas H, Tambunan T, Trihono

PP, Pardede SO, penyunting. Buku Ajar Nefrologi Anak. Edisi Ke-2.

Jakarta: Balai Penerbit FK UI; 2006. h. 127-41

2. Delaney MP, Price CP, Lamb E. Kidney disease. Dalam: Burtis CA,

Ashwood ER, Bruns DE, penyunting. Tietz textbook of clinical

chemistry and molecular diagnostics. Edisi ke-4. New Delhi: Elsevier;

2006. h.1671-89

3. Schumann GB, Schweitzer SC. Examination of urine. Dalam: Hendry

JB, penyunting. Clinical diagnosis and management by laboratory

methods. Edisi ke-18. New York: WB Saunders; 1991.h.387-90

4. Lamb E, Price CP, penyunting. Kidney function tests. Dalam : Burtis

CA, Ashwood ER, Bruns DE, editor. Tietz textbook of clinical chemistry

and molecular diagnostics. Edisi ke-4. New Delhi: Elsevier;2006.

h.797-826

5. Keane WF. Proteinuria: its clinical importance and role in progressive

renal disease. Am J Kidney Dis. 2000; 35: s97-s105

6. zhao s, Ezra JB, Mcpherson RA. Basic examination of urine. Dalam :

Henry's clinical diagnosis and management by laboratory methods.

New York: Elsevier; Edisi ke-21.2007.h393-425

7. Milford DV, Robson AM. The child with abnormal urinalysis,

haematuria and/or proteinuria. Dalam: Webb NJ, Postlethewaite RJ,

penyunting. Clinical Paediatric Nephrology. Edisi Ke-3. New York:

Oxford University Press; 2003.h.1-27

8. Gauthier B, Edelmann CM, Barnett HL. Isolated (Asymptomatic)

Proteinuria. Dalam : Nephrology and Urology for the Pediatrician. Edisi

(54)

9. Makker SP. Proteoinuria. Dalam: Kher KK, Makker SP, editor. Clinical

pediatric nephrology. Singapore: Mc Graw Hill; 1992.h.117-36

10. Fischbach FT, Dunning MB, Urine Studies. A manual of laboratory and

diagnostic test. Edisi Ke-7. Philadelphia: Lippincott Williams&Wilkins;

1996.h. 164-263

11. Baron DN. Ginjal. Kapita selekta patologi klinik. Edisi ke-4.Jakarta:

EGC; 1995.h.232-56

12. Agarwal I, Kirubakaran C, Markandeyulu, Selvakumar. Quantitation of

proteinuria by spot urine sampling. Indian J.Clin.Biochem. 2004;

19(2):45-7

13. Oni MO, Oguntibeju O. Clinical and diagnostic importance of

proteinuria: a review. Afr.J. Biotechnol.2008; 7(18):3166-72

14. Kashif W, Siddiqi N, Dincer HE, Dincer AP, HIrsch S. Proteinuria: how

to evaluate an important finding. Cleveland Clin.J.Med. 2003;

70(6):535-47

15. Adham ML. Evaluation proteinuria in children. Diunduh dari:http//www.

Diakses 7 Oktober 2009.

16. Milford DV. Investigating haematuria and proteiuria. Paediatrics and

Child Health.2008; 18(8):349-353

17. Narchi H. Assessment and management of non-nephrotic range

proteiuria in children. Sri Langka.J.Child.Health.2009; 37:85-92

18. Christian MT, Watson AR. The investigation of proteinuria. Curr.

Paediatrics.2004; 14:547-55

19. Serdaroglu E, Mir S. Protein-osmolality ratio for quantification of

proteinuria in children. Clin Exp Nephrol.2008; 12:354-7

20. Wilde HM, Banks D, Larsen CL, Connor G, wallace D, Lyon ME.

Evaluation of the bayer microalbumin/creatinine urinalysis dipstick.

Cin.Chimica Acta.2008; 393:110-13

(55)

screening for microalbuminuria. Ann,Intern. Med.1997; 127:817-19

22. Priyana A, editor. Urinalisa. Patologi klinik. Jakarta: Penerbit

Universitas Trisakti;2007.h.47-58

23. Price CP, Newall RG, Boyd JC. Use of protein: creatinine ratio

measurements on random urine samples for prediction of significant

proteinuria: a systematic review. Clin.Chem.2005; 51(9): 1577-86

24. Aran BS. Developmental patterns of renal functional maturation

compared in the human neonate. J Pediatr.1978;92:705-12

25. Brown SA. Proteinuria: Diagnosis & management. American Animal

Hospital Association. 461-3

26. Dodge WF, West EF, Smith EH, Harvey B. Proteinuria and hematuria

in schoolchildren: epidemiology and early natural history. J Pediatr.

1976;88:327-47

27. Vehaskari VM, Rapola J. Isolated proteinuria: analysis of a school-age

population. J Pediatr.1982;101:661-8.

28. Randolph MF, Greenfield M. Proteinuria: a six-year study of normal

infants, pre-school, and school-age populations previously screened

for urinary tract disease. Am J Dis Child 1967;114:631-8.

29. Wagner MG, Smith FG Jr, Tinglof BO Jr, Cornberg E. Epidemiology of

proteinuria. A study of 4,807 schoolchildren. J Pediatr 1968;73:825-32.

30. Murakami M, Yamamoto H, Ueda Y, Murakami K, Yamauchi K. Urinary

screening of elementary and junior high-school children over a13 year

period in Tokyo. Pediatr Nephrol.1991 Jan; 5(1):50-53

31. Badeli H, Heidarzadeh A, Ahmadian M. Prevalence of hematuria and

proteinuria in healthy 4 to 6 year old childrenin daycare centers of rasht

(Northern Iran). J Pediart. 2009; 19(2):169-72

32. Murakami M, Hayakawa M, Yanaghira T, Hukunaga Y. Proteinuria

screening for children. Kidney International. 2005;67:s23-7

(56)

urinalysis for proteinuria in schoolchildren. Paediatr Indones.2004;

41:231-233

34. Zhai YH, Xu H, Zhu GH. Efficacy of urine screening at school:

experience in Shanghai. China Pediart Nephrol. 2007; 22(12):2073-9

35. Cho BS, Kim SD. School urinalysis screening in Korea. Nephrology

(Carlton). 2007;12(3):S3-7

36. Lin CY, Hsieh CC, Chen WP, Yang LY, Wang HH. The underlying

diseases and follow-up in Taiwanese children screened by urinalysis.

Pediart Nephrol. 2001;16:232-7

37. Cho BS, Kim SD, Choi YM, Kang HH. School urinalysis screening in

korea prevalence of chronic renal disease. Pediart Nephrol.

2001;16:1126-8

38. Zainal D, Baba A, Mustaffa BE. Screening proteinuria and haematuria

in Malasian children. Southeast Asian. J Trop Med Public Health.

1995;26:785-8

39. Hisano S, Ueda K. Asymptomatic haematuria and proteinuria: renal

pathology and clinicaloutcome in 54 children. Pediatr Nephrol.

1989;3:229-34

40. Fogazzi GB, Verdesca S, Garigali G. Urinalysis: core curriculum 2008.

Amarican Journal of Kidney Diseases. 2008;51(6):1052-67.

41. Jahan S, Islam MS, Hossain MM. Spot urinary protein/osmolality ratio

as a predictor for proteinuria of nephritic range. Bangladesh Med Res

Counc Bull. 2007;33:65-8

42. Zhai YH, Xu H, Zhu GH, Wei MJ, Hua BC, Shen Q, dkk. Efficacy of

urine screening at school: experience in shanghai, China. Pediatr

Nephrol. 2007;22:2073-9

43. Gyure WL. Comparison of several methods for semiquantitative

determination of urinary protein. Clin. Chem. 1977;23(5):876-9

(57)

clinitek 200/multistix 9 urinalysis method compared with manual and

microscopic methods. Clin.Chem. 1987;33(9):1660-2

45. Lane MK, Pearce RH. Test proteinuria a comparison of two new

commercial products with standart tests.

Canad.M.A.J.1958;15(79):843-5

46. Aitman KA, Stellate. Variation of protein content of urine in a 24 hour

period. Clinical Chemistry. 1963;9(1):63-9

47. Lyon SD, Sanderson MW, Vaden SL,Lappin MR, Jensen WA, Grauer

GF. Comparison of urine dipstick, sulfosalicylic acid, urine

protein-to-creatinine ratio, and species-specific ELISA methods for detection of

albumin in urine samples of cats and dogs. J Am Vet Med Assoc.

2010;236(8):874-9

48. Shephard MD, Panberthy LA. Performance of quantitative urine

analysis in Australasia critically assessed. Clin Chen.1987;33(6):792-5

49. Dilena BA, Panberthy LA, Fraser CG. Six methods for determining

(58)

Lampiran 1

Divisi Nefrologi Dep. Ilmu Kesehatan Anak FKUSU-RSHAM, Medan

LEMBAR PENJELASAN KEPADA ORANG TUA CALON SUBJEK

PENELITIAN

Yth. Bapak / Ibu ……….

Sebelumnya saya ingin memperkenalkan diri. Nama saya dokter jeanida

mauliddina saat ini sedang menjalani program pendidikan dokter spesialis

ilmu kesehatan anak dan saya saat ini saya sedang melakukan penelitian di

divisi Nefrologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK USU / RSUP H. Adam

Malik Medan dengan judul penelitian saya : “uji diagnostik proteinuria

dengan asam sulfosalisilat 20% dibandingkan dengan spektrofotometer”

Pada penelitian ini mengenai ditemukannya protein dalam air seni yang

disebut dengan proteinuria dan sering dijumpai pada anak anak dengan

keluhan bengkak pada tubuh yang biasanya berhubungan dengan penyakit

ginjal. Untuk itu perlu dilakukan pemeriksaan air seni pada anak Bapak/Ibu

untuk mendeteksi adanya protein dalam air seni anak bapak/ibu sehingga jika

ditemukan adanya proteinuria anak bapak/ibu dapat segera diobati.

Pemeriksaan proteinuria ini dengan dengan menggunakan sulfosalisilat 20%

dan alat spektrofotometer dimana penelitian ini bertujuan untuk

membandingkan sensitivitas, spesifisitas kedua alat btersebut. Setiap anak

akan diberikan jerigen untuk menampung air seni selama 24 jam kemudian

air seni sebagian akan diperiksa dengan menggunakan asam sulfosalisilat

(59)

diperiksakan dengan menggunakan alat spektrofotometer yang akan

dilakukan dilaboratorium prodia dan pada penelitian ini bapak/ibu tdak

dikenakan biaya apapun dan hasil akan diberikan langsung kepada Bapak/

Ibu.

Bapak/Ibu Yth,

Pemeriksaan ini tidak mempunyai efek samping apapun karena hanya

memeriksa air seni anak bapak/ibu dan pemeriksaan ini sudah umum

dilakukan.

Bapak/Ibu Yth,

Penelitian ini sangat bermanfaat untuk menegakkan diagnosa penyakit yang

di derita anak Bapak/ Ibu sehingga lebih cepat untuk dilakukan pengobatan

Bapak/Ibu Yth,

Partisipasi bapak/ibu bersifat sukarela, semua biaya penelitian ini tidak

dibebankan kepada Bapak/Ibu. Tidak akan terjadi perubahan mutu pelayanan

dari dokter, apabila bapak/ibu tidak bersedia mengikuti penelitian ini.

Bapak/Ibu akan tetap mendapat pelayanan kesehatan standar rutin sesuai

dengan standar prosedur pelayanan. Bila bapak/Ibu masih belum jelas

menyangkut tentang penelitian ini maka setiap saat dapat ditanyakan

langsung kepada saya (HP 08196015766) departemen Ilmu Kesehtan Anak

RSUP H. Adam Malik Medan jam 08.00 s/d 14.30 wib (hari Senin sampai

sabtu) setiap saat bapak/ibu dapat menghubungi HP saya untuk

mendapatkan pertolongan.Saya akan bertanggung jawab untuk memberikan

(60)

Bapak/Ibu Yth,

Pada penelitian ini identitas bapak/ibu akan disamarkan, hanya dokter

peneliti, anggota peneliti dan anggota komite etik yang bisa melihat data

bapak/ibu. Kerahasiaan data bapak/ibu sepenuhnya akan dijamin bila data

dipublikasikan kerahasiaan akan tetap dijaga.

Setelah bapak/ibu memahami berbagai hal yang menyangkut penelitian ini,

diharapkan bapak/ibu yang telah terpilih pada penelitian ini dapat mengisi dan

menandatangani lembar persetujuan penelitian.

Demikian yang dapat kami sampaikan. Atas perhatian Bapak / Ibu, kami

ucapkan terima kasih.

Medan,………..2009

Peneliti

(61)

Lampiran 2

PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN (PSP)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : ... Umur ... tahun L / P

Alamat: ...

dengan ini menyatakan dengan sesungguhnya telah memberikan

PERSETUJUAN

untuk dilakukan pemeriksaan proteinuria terhadap anak saya :

Nama : ... Umur ... tahun

Alamat Rumah :

...

Alamat Sekolah :

...

yang tujuan, sifat, dan perlunya pemeriksaan tersebut di atas, telah

cukup dijelaskan oleh dokter dan telah saya mengerti sepenuhnya.

Demikian pernyataan persetujuan ini saya buat dengan penuh

kesadaran dan tanpa paksaan.

... , ... 2009

Yang memberikan penjelasan Yang membuat pernyataan

persetujuan

dr. ... ...

Saksi-saksi : Tanda tangan

1. ... ...

(62)

Lampiran 3

(63)

RIWAYAT HIDUP

Nama lengkap : Jeanida Mauliddina

Tanggal lahir : 30 Desember 1979

Tempat lahir : Medan

NIM : 067103005

Alamat : Jl. Dr. Mansur Baru II No 19 Medan

Nama suami : Lettu Tek Jaya Shadiqin

Pendidikan

1. Sekolah Dasar di SD Negeri 3 Langsa, Aceh Timur, tamat

tahun 1991

2. Sekolah Menegah Pertama di SMP Negeri 1 Langsa, Aceh

Timur, tamat tahun 1994

3. Sekolah Menegah Umum di SMU Swasta Harapan Medan,

tamat tahun 1997

4. Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sumatera Utara

Gambar

Tabel 2.1. Ekskresi protein normal pada bayi dan anak.9,15
Gambar  2.1. Kerangka konsep penelitian
Gambar 3.1. Alur penelitian
Gambar 4.1. Profil Penelitian
+5

Referensi

Dokumen terkait

Dosis efektif dari campuran ekstrak rimpang kunyit dan ekstrak daging buah asam jawa adalah 2730 mg/kg BB yang menghasilkan daya analgesik sebesar 71,90%.. Dari hasil

Beberapa optimasi yang akan dilakukan pada penelitian ini meliputi optimasi panjang gelombang ion logam Cu(II), optimasi panjang gelombang asam tanat, optimasi variasi pH dan

Menurut Rohmawati dan Suyono (2012) salah satu konsep penting yang diajarkan dalam pelajaran kimia adalah asam dan basa. Konsep asam dan basa ini mempelajari tentang

Lampiran 3 Kisi – kisi Angket Uji Validitas Media Desain dan Uji Coba E-modul dengan Pendekatan SEL (Social Emotional Learning) Menggunakan Platform Canva pada Bab Asam Basa

Validasi metode analisis penentuan kadar asam humat menggunakan spektrofomometer ultra violet dengan beberapa parameter uji akurasi, presisi, batas deteksi dan batas

Analisis hasil menggunakan Anova two-factor without replication, diketahui bahwa sediaan krim Asam Glikolat 20% yang menggunakan Sepigel* 305 ® (Formula I) dan kombinasi

Validasi metode analisis penentuan kadar asam humat menggunakan spektrofomometer ultra violet dengan beberapa parameter uji akurasi, presisi, batas deteksi dan batas

Pendekatan waktu yang digunakan untuk penelitian ini adalah cross sectional.Sensitivitas dan spesifisitas pemeriksaan FNAB pada penelitian ini menunjukkan hasil sebesar 96.6% dan