UJI DIAGNOSTIK PROTEINURIA MENGGUNAKAN ASAM SULFOSALISILAT 20% DIBANDINGKAN DENGAN
SPEKTROFOTOMETER
TESIS
JEANIDA MAULIDDINA 067103005/IKA
PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK-SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UJI DIAGNOSTIK PROTEINURIA MENGGUNAKAN ASAM SULFOSALISILAT 20% DIBANDINGKAN DENGAN
SPEKTROFOTOMETER
TESIS
Untuk Memperoleh Gelar Magister Kedokteran Klinik(Anak) dalam Program Magister Kedokteran Klinik
Konsentrasi Kesehatan Anak-Spesialis pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
JEANIDA MAULIDDINA 067103005/IKA
PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK-SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Tesis : Uji Diagnostik Proteinuria Menggunakan
Asam Sulfosalisilat 20% Dibandingkan Dengan
Spektrofotometer
Nama : Jeanida Mauliddina
Nomor Induk Mahasiswa : 067103005
Program Magister : Magister Kedokteran Klinik
Konsentrasi : Kesehatan Anak
Menyetujui,
Komisi Pembimbing
Ketua
Prof. dr. H. Rusdidjas, SpA(K)
Anggota
Prof. dr. Hj. Rafita Ramayati, SpA(K)
Ketua Program Studi Ketua TKP PPDS
Prof. dr. H. Munar Lubis, SpA(K) dr. H. Zainuddin Amir, SpP(K)
PERNYATAAN
UJI DIAGNOSTIK PROTEINURIA MENGGUNAKAN ASAM SULFOSALISILAT 20% DIBANDINGKAN DENGAN
SPEKTROFOTOMETER
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka
Medan, Juni 2010
Telah diuji pada
Tanggal:
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. dr. H. Rusdidjas, SpA(K) ...
Anggota : 1. Prof. dr. Rafita Ramayati, SpA(K) ...
2. Prof. dr. H. Burhanuddin Nasution,SpPK(K) , ...
3. dr. Hj Melda Deliana, SpA(K) ………
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb.
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
dan hidayahNya serta telah memberikan kesempatan kepada penulis
sehingga dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.
Tesis ini dibuat untuk memenuhi persyaratan dan merupakan tugas
akhir pendidikan Magister Kedokteran Klinik Konsentrasi Kesehatan Anak di
FK-USU / RSUP H. Adam Malik Medan.
Penulis menyadari penelitian dan penulisan tesis ini masih jauh dari
kesempurnaan sebagaimana yang diharapkan, oleh sebab itu dengan segala
kerendahan hati penulis mengharapkan masukan yang berharga dari semua
pihak di masa yang akan datang.
Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyatakan
penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Pembimbing utama Prof. Dr. H. Rusdidjas, SpA(K), Prof. Dr. Hj.Rafita
Ramayati, SpA(K), yang telah memberikan bimbingan, bantuan serta
saran-saran yang sangat berharga dalam pelaksanaan penelitian dan
2. Dr. Oke Rina Ramayani, SpA, Dr. Rosmayanti Siregar, SpA yang telah
sangat banyak membimbing serta membantu saya dalam
menyelesaikan penelitian serta tesis ini
3. Prof. Dr. H. Munar Lubis, SpA(K), selaku Ketua Program Pendidikan
Dokter Spesialis Anak FK- USU dan Dr. Hj. Melda Deliana, SpA(K),
sebagai sekretaris program yang telah banyak membantu dalam
menyelesaikan tesis ini.
4. Prof. Dr. H. Guslihan Dasa Tjipta, SpA(K), selaku Kepala BIKA
Fakultas Kedokteran USU/RSUP H. Adam Malik Medan periode
2003-2006 dan Dr. H. Ridwan M Daulay, SpA(K), selaku Ketua Departemen
Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran USU/RSUP H. Adam Malik
Medan periode 2006-2010, yang telah memberikan bantuan dalam
penelitian dan penyelesaian tesis ini.
5. Seluruh staf pengajar di Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK USU / RSUP
H. Adam Malik Medan, yang telah memberikan sumbangan pikiran
dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan tesis ini
6. Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. H. Chairuddin P Lubis,
DTM&H, SpA(K) dan Dekan FK-USU yang telah memberikan
kesempatan untuk mengikuti program pendidikan Dokter Spesialis
Anak di FK- USU
7. Anna Triana, Astri Nurhayati, Yulia Lukita Dewanti, Fellycia Tobing,
yang selama empat tahun bersama-sama dalam suka dan duka serta
teman sejawat PPDS DIKA.
Teristimewa untuk suami tercinta Lettu Tek Jaya Shadiqin, orangtua
tercinta, Dr.H. Dayeng Sukanto, SpOG dan Hj. Jeanette Siregar
(Almh), Kedua mertua saya Misran Musito (Alm) dan Fatmawati, SPd
serta kakak dan adik saya dr. Adek Novita Dayeng, SpOG dan Siti
Inayah Mauliddita yang selalu mendoakan, memberikan dorongan,
bantuan moril dan materil selama penulis mengikuti pendidikan ini.
Terima kasih atas doa, pengertian, dan dukungan selama penulis
menyelesaikan pendidikan ini, semoga budi baik yang telah diberikan
mendapat imbalan dari Allah SWT.
Akhirnya penulis mengharapkan semoga penelitian dan tulisan ini
bermanfaat bagi kita semua, Amin.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Medan, 7 Juni 2010
DAFTAR ISI
Daftar Gambar xii
Daftar Singkatan dan Lambang xiii
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pendahuluan 4
2.2 Anatomi Ginjal 4
2.3 Fungsi Ginjal 5
2.4 Fisiologi ginjal 5
2.5 Mekanisme Terjadinya Proteinuria 6
2.6 Etiologi Proteinuria 7
2.7 Persiapan Pemeriksaan Proteinuria 9
2.8 Metode Pemeriksaan Proteinuria 10 2.9 Kerangka Konseptual 14
BAB 3. METODE PENELITIAN
3.1. Desain Penelitian 15
3.2. Tempat dan Waktu penelitian 15
3.3. Populasi penelitian dan sampel 15
3.4. Besar Sampel 15
3.5. Kriteria Inklusi dan Ekslusi 16
3.6. Persetujuan/Informed consent 16
BAB 5. PEMBAHASAN 26
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan 34
6.2 Saran 34
Ringkasan 35
Daftar Pustaka 37 Lampiran 1. Surat Penjelasan 42
2. Lembar Persetujuan 45
3. Lembar Persetujuan Komite Etik 46
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1. Ekskresi protein normal pada bayi dan anak 6
Tabel 4.1. Karakteristik sampel 22
Tabel 4.2. Gambaran hasil pemeriksaan proteinuria 23
dengan menggunakan spektrofotometer dan
asam sulfosalisilat 20%
Tabel 4.3. Nilai konversi 24
Tabel 4.4 Perbedaan proteinuria pada 5 diagnosis 24
penyakit tersering yang dijumpai pada peelitian
Tabel 4.5. Hasil uji diagnostik dan hubungan pemeriksaan asam 25
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitan 14
Gambar 3.1. Alur Penelitian 18
DAFTAR SINGKATAN
C : celcius
dkk : dan kawan-kawan
dl : desi liter
dll : dan lain-lain
gr : gram
m : meter
mg : milli gram
ml : milli liter
RSUP : Rumah Sakit Umum Pusat
TCA : Trichor Acitic Acid
ul : mikro liter
USU : Universitas Sumatra Utara
SLE : Systemic Lupus Erythematous
CHF : Congestive Heart Failure
DAFTAR LAMBANG
: Kesalahan tipe I
D : Presisi ( tingkat ketepatan )
n : Jumlah subjek / sampel
p : Tingkat kemaknaan
P : Proporsi
Sen : sensitivitas
X2 : Kai kuadrat
z : Deviat baku normal untuk
> : Lebih besar dari
< : Lebih kecil dari
≥ : Lebih besar dari
≤ : Lebih kecil dari
ABSTRAK
Latar belakang. Proteinuria adalah keadaan dimana dijumpai protein dalam urin dan merupakan gejala yang sering dijumpai pada anak dengan penyakit ginjal. Proteiuria juga dapat dijumpai pada penyakit nonrenal dan pada anak normal. Pemeriksaan proteinuria yang memiliki kepekaan yang tinggi sangat
diperlukan. Spektrofotometer merupakan gold standard, tetapi harganya
mahal dan sering tidak dijumpai pada unit pelayanan tingkat dasar oleh karena itu diperlukan cara untuk mendeteksi proteinuria yang memiliki kepekaan yang tinggi, cepat, murah dan dapat dikerjakan dimanapun. Asam sufosalisilat 20% diharapkan mempuyai kepekaan yang tinggi selain harga murah dan mudah dilakukan.
Tujuan. Membandingkan pemeriksaan proteinuria dengan menggunakan asam sulfosalisilat 20% dan spektrofotometer.
Bahan dan cara kerja. Suatu penelitian uji diagnostik yang dilakukan sejak bulan September 2009 sampai Desember 2009, di RSUP H.Adam Malik di Medan, propinsi Sumatera Utara, dilakukan pada anak yang berusia 3 sampai 18 tahun, subjek terdiri dari 55 orang anak yang dikumpulkan secara
consecutive sampling, urin dikumpulkan selama 24 jam untuk diperiksakan menggunakan asam sulfosalisilat 20%, sisanya diperiksa menggunakan spektrofotometer.
Hasil. Dari total 55 anak yang dilakukan pemeriksaan urin diperoleh sensitifitas dan spesifisitas asam sulfosalisilat 20% dan spektrofotometer adalah 88,1% dan 69,2% dengan nilai prediksi positif dan nilai prediksi negative (90,2% dan 64,3%.
Kesimpulan. asam sulfosalisilat 20% memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang rendah untuk mendeteksi proteinuria namun memiliki keuntungan yaitu lebih praktis dan murah dalam mendeteksi proteinuria dibandingkan spektrofotometer.
ABSTRACT
Background Proteinuria is a condition when protein is found in urine and is also a common symptom we found in children with renal disorder. Proteinuria can also be found in non renal disorders and in normal children. A high sensitivity examination is needed to detect proteinuria. Spectrophotometer is a gold standard examination, however it is expensive and not avaible in primary health care. We need to find another examination which is sensitive, economic, rapid and can be done in any health service. 20% sulfosalicylic acid is expected to full fill these criterias.
Objective To compare 20% sulfosalicylic acid to spectrophotometer as a diagnostic of proteinuria.
Methods A diagnostic test was held in H. Adam Malik Hospital since September 2009 until December 2009. 55 children aged 3 to 18 year old was recuired using consecutive sampling. The urine was collected for 24 hours and tested for proteinuria using 20% sulfosalicylic acid and spectrophotometer.
Results A total of 55 cases were studied. Sensitivity and specificity of sulfosalicylic acid 20% and spectrophotometer were found 88,1% and 69,2%, With a positive predictive value and a negative predictive value 90,2% and 64,3%.
Conclusion A 20% sulfosalisilyc acid has a low sensitivity and spesificity to detect proteinuria, but it has an advantage that 20% sulfosalisilyc acid is more practical and low cost in detecting proteinuria compare to sphectophotometry.
Keywords: 20% Sulfosalicylic acid, spectrophotometer, proteinuria.
ABSTRAK
Latar belakang. Proteinuria adalah keadaan dimana dijumpai protein dalam urin dan merupakan gejala yang sering dijumpai pada anak dengan penyakit ginjal. Proteiuria juga dapat dijumpai pada penyakit nonrenal dan pada anak normal. Pemeriksaan proteinuria yang memiliki kepekaan yang tinggi sangat
diperlukan. Spektrofotometer merupakan gold standard, tetapi harganya
mahal dan sering tidak dijumpai pada unit pelayanan tingkat dasar oleh karena itu diperlukan cara untuk mendeteksi proteinuria yang memiliki kepekaan yang tinggi, cepat, murah dan dapat dikerjakan dimanapun. Asam sufosalisilat 20% diharapkan mempuyai kepekaan yang tinggi selain harga murah dan mudah dilakukan.
Tujuan. Membandingkan pemeriksaan proteinuria dengan menggunakan asam sulfosalisilat 20% dan spektrofotometer.
Bahan dan cara kerja. Suatu penelitian uji diagnostik yang dilakukan sejak bulan September 2009 sampai Desember 2009, di RSUP H.Adam Malik di Medan, propinsi Sumatera Utara, dilakukan pada anak yang berusia 3 sampai 18 tahun, subjek terdiri dari 55 orang anak yang dikumpulkan secara
consecutive sampling, urin dikumpulkan selama 24 jam untuk diperiksakan menggunakan asam sulfosalisilat 20%, sisanya diperiksa menggunakan spektrofotometer.
Hasil. Dari total 55 anak yang dilakukan pemeriksaan urin diperoleh sensitifitas dan spesifisitas asam sulfosalisilat 20% dan spektrofotometer adalah 88,1% dan 69,2% dengan nilai prediksi positif dan nilai prediksi negative (90,2% dan 64,3%.
Kesimpulan. asam sulfosalisilat 20% memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang rendah untuk mendeteksi proteinuria namun memiliki keuntungan yaitu lebih praktis dan murah dalam mendeteksi proteinuria dibandingkan spektrofotometer.
ABSTRACT
Background Proteinuria is a condition when protein is found in urine and is also a common symptom we found in children with renal disorder. Proteinuria can also be found in non renal disorders and in normal children. A high sensitivity examination is needed to detect proteinuria. Spectrophotometer is a gold standard examination, however it is expensive and not avaible in primary health care. We need to find another examination which is sensitive, economic, rapid and can be done in any health service. 20% sulfosalicylic acid is expected to full fill these criterias.
Objective To compare 20% sulfosalicylic acid to spectrophotometer as a diagnostic of proteinuria.
Methods A diagnostic test was held in H. Adam Malik Hospital since September 2009 until December 2009. 55 children aged 3 to 18 year old was recuired using consecutive sampling. The urine was collected for 24 hours and tested for proteinuria using 20% sulfosalicylic acid and spectrophotometer.
Results A total of 55 cases were studied. Sensitivity and specificity of sulfosalicylic acid 20% and spectrophotometer were found 88,1% and 69,2%, With a positive predictive value and a negative predictive value 90,2% and 64,3%.
Conclusion A 20% sulfosalisilyc acid has a low sensitivity and spesificity to detect proteinuria, but it has an advantage that 20% sulfosalisilyc acid is more practical and low cost in detecting proteinuria compare to sphectophotometry.
Keywords: 20% Sulfosalicylic acid, spectrophotometer, proteinuria.
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Proteinuria telah dikenal sejak lebih dari 150 tahun yang lalu dimana
mempunyai hubungan dengan penyakit ginjal dan dapat juga disebabkan oleh
berbagai penyakit nonrenal seperti kejang demam, gagal jantung kongestif,
perubahan postur, stress emosional, dll.1
Insiden proteinuria pada anak 1% sampai 10% dari penyakit-penyakit
yang dijumpai.2-7 Urin normal mengandung 40% albumin, 40% tamm-horsfall
protein, 15% imunoglobulin dan 5% adalah jenis protein plasma lainnya.8-11
Urin anak normal dapat mengandung protein dan hampir 60% protein dalam
urin berasal dari protein plasma, sedangkan sisanya 40% berasal dari sekresi
saluran kemih.9
Sebagian besar proteinuria berasal dari faktor kelainan ginjal.12
Proteinuria yang berlebihan dapat terjadi akibat konsentrasi protein dengan
berat molekul yang jumlahnya berlebihan dalam plasma dan melewati batas
reabsorbsi dari tubulus sewaktu memfiltrasi protein.13-15
Pemeriksaan asam sulfosalisilat dan spektrofotometer merupakan
beberapa cara pemeriksaan proteinuria.16-18 Pemeriksaan proteinuria dengan
spektrofotometer merupakan metode kuantitatif yang lebih baik dibandingkan
pemeriksaan proteinuria lainnya hanya saja metode ini kurang praktis karena
Pemeriksaan spektrofotometer merupakan gold standard untuk
mendeteksi proteinuria. Alat ini mempunyai kepekaan yang tinggi dan
pemeriksaannya menggunakan spektrum cahaya, akan tetapi sering tidak
tersedia pada unit pelayanan pada tingkat dasar karena sangat mahal.6,10,21
Asam sulfosalisilat 20% dianggap sensitif dalam mendeteksi
proteinuria disamping harganya lebih murah dan dapat dilakukan dengan
cepat. Metode ini dapat menggunakan urin sewaktu dan hanya memerlukan 3
ml urin serta 8 tetes asam sulfosalisilat 20% kemudian dinilai berdasarkan
kekeruhan urin dan dicatat berdasarkan inspeksi manual. Tes ini juga lebih
akurat dibandingkan dengan metode dipstick.15,20
Berdasarkan hal tersebut diatas maka diperlukan pemeriksaan
proteinuria yang memiliki kepekaan yang tinggi, murah dan mudah dilakukan
dimanapun. Penelitian ini dilakukan untuk membandingkan pemeriksaan
proteinuria dengan menggunakan asam sulfosalisilat 20% dan
spektrofotometer pada anak yang disangkakan mengalami penyakit ginjal (
mengalami abnormalitas urinalisis pada pusat pelayanan primer ) sewaktu
pertama kali datang untuk berobat kerumah sakit.
1.2. Perumusan masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, apakah ada perbedaan sensitivitas dan
spesifisitas asam sulfosalisilat 20% dan spektrofotometer dalam mendeteksi
1.3. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui sensitivitas dan spesifisitas asam sulfosalisilat 20%
dibandingkan dengan spektrofotometer dalam mendeteksi proteinuria.
1.4.Hipotesis
Tidak ada perbedaan sensitivitas dan spesifisitas antara uji diagnostik
proteinuria dengan menggunakan asam sulfosalisilat 20% dan
spektrofotometer.
1.5.Manfaat penelitian
Asam sulfosalisilat 20% diharapkan bermanfaat sebagai alat diagnostik
alternatif dalam mendeteksi proteinuria secara cepat dengan metoda
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pendahuluan
Secara fisiologis urin yang normal adalah bebas dari protein dimana
urin dihasilkan oleh nefron ginjal.13 Selama 24 jam komposisi dan konsentrasi
urin dapat berubah secara terus menerus dimana variasi konsentrasi urin
dapat ditentukan oleh waktu pengambilan dan aktivitas sebelum pengambilan
urin.10
Pemeriksaan proteinuria yang akurat dan cepat sangat diperlukan
untuk diagnosis maupun untuk mengetahui prognosis penyakit. Selain itu
juga diperlukan dalam tatalaksana penyakit ginjal dan penyakit lainnya.13
2.2. Anatomi Ginjal
Ginjal merupakan suatu organ yang berbentuk seperti kacang yang letaknya
retroperitoneal di sebelah kiri dan kanan kolumna vertebralis. Penampang
longitudinal dari ginjal terdiri dari 2 bagian yaitu bagian luar yang disebut
korteks dan bagian dalam yang disebut medulla, bagian tengah terdapat
pelvis yang merupakan ujung atas dari ureter.2 Nefron berfungsi
menghasilkan urin dimana pembetukan urin merupakan suatu tanda dari
fungsi ginjal yang baik, sebuah ginjal terdiri dari 1 juta sampai 1.5 juta nefron
dimana nefron juga mempunyai peran penting pada proses filtrasi dan
tubulus kontortus proksimalis, saluran henle dan tubulus kontortus distalis.2
2.3. Fungsi Ginjal
Ginjal merupakan salah satu organ tubuh yang sangat vital yang mempunyai
fungsi antara lain pembentukan urin, mengatur keseimbangan cairan dan
elektrolit, asam basa, pembuangan hasil metabolisme protein yang tidak
terpakai, pengeluaran bahan obat maupun toksin dan mensekresi hormon
renin, eritropoetin 1.25 dihidroksi, vitamin D dan prostaglandin.1,2
Fungsi ginjal yang sangat penting adalah mengeluarkan bahan yang
tidak diperlukan tubuh agar jumlahnya tidak berlebihan dalam tubuh. Fungsi
homeostasis dilakukan dengan pengaturan cairan tubuh, elektrolit, keadaan
asam basa dan keikutsertaan fungsi hormon yang dihasilkannya.2
2.4. Fisiologi Ginjal
Darah dalam kapiler glomerulus, akan disaring melalui dinding kapiler. Hasil
ultrafiltrasi tersebut, mengandung semua substansi plasma kecuali protein
protein yang berat molekul lebih dari 68.000. Filtrat dikumpulkan dalam ruang
bowman dan masuk ke tubulus kemudian diubah komposisinya sesuai
dengan kebutuhan tubuh sebelum meninggalkan ginjal berupa urin. Setelah
terjadi filtrasi maka ultrafiltrat akan mengalami sekresi, reabsorpsi atau
keduanya dan hasilnya merupakan eksresi zat zat. Tubulus dapat mensekresi
reabsorpsi yaitu secara aktif dan pasif.1,2
2.5. Mekanisme Terjadinya Proteinuria
Dinding pembuluh darah dan struktur jaringan yang ada disekitarnya
berperan penting sebagai barier terhadap melintasnya makromolekuler
seperti globulin dan albumin. Hal ini terjadi karena peran dari sel endotel
pada kapiler, membran basal dari glomerlus dan epitel viseral. 2,15 Eksresi
proteinuria normal pada bayi dan anak terlihat pada tabel 2.1
Tabel 2.1. Ekskresi protein normal pada bayi dan anak.9,15
Umur Total Protein
(mg per 24 jam)
Makromolekular yang melintasi dinding kapiler berbanding terbalik
dengan ukurannya. Hal ini akibat heparan sulfat proteoglikans yang terdapat
pada dinding kapiler glomerulus menyebabkan pengaruh hambatan negatif
pada makromolekuler seperti albumin. Adanya proses peradangan pada
glomerulus berakibat perubahan ukuran barrier dan hilangnya hambatan
mikroglobulin, α mikroglobulin, vasopresin, insulin dan hormon paratiroid)
secara bebas melalui filter glomerulus dan selanjutnya diabsorbsi serta
dikatabolisme pada tubulus kontortus proksimalis.14,15
Kerusakan pada epitel tubulus proksimalis menyebabkan kegagalan
untuk mereabsorbsi protein dengan berat molekul rendah yang selanjutnya
keluar melalui urin. Pada gagal ginjal kronis terjadi perubahan hemodinamik
dari aliran darah glomerulus dan berkurangnya jumlah nefron yang berfungsi.
Hal ini menyebabkan peningkatan filtrasi protein dari nefron dan terjadi
proteinuria.14
Pada kelainan tubulointerstisial, refluks nefropati, obstuktif nefropati
terjadi peningkatan proteinuria Tamm horsfall. Normalnya protein Tamm
horsfall ini dapat dicegah oleh sel tubulus. 15
2.6. Etiologi Proteinuria
Berikut ini etiologi dari proteinuria :15
2.6.1 Proteinuria sementara
Demam
Latihan berat
Extremic cold exposure
Penggunaan epinephrin
Stress emosional
Abdominal surgery seizures
2.6.2 Isolated asymmptomatic proteinuria
Proteinuria ortostatik
Proteinuria persisten
2.6.3 Proteinuria secondary to renal disease
Sindrom nefrotik kelainan minimal
Acute post infection glomerulonephritis
Glomerulonefritis fokal segmental
Glomerulo nefropati membranosa
Proliferatif membranosa
Glomerulonefritis
Glomerulonefritis lupus
Nefritis purpura henoch schonlein
HIV assosiated nephropathy
Nefritis interstisial kronik
2.6.4 Kelainan saluran kemih kongenital dan didapat
Hidronefrosis
Penyakit ginjal polikistik
Nefropati refluks
2.7. Persiapan Pemeriksaan Proteinuria.
Beberapa yang perlu diperhatikan pada saat pengumpulan urin yaitu :
a. Kerusakan sampel urin harus dihindarkan, karena itu pengumpulan urin
harus ditempatkan pada wadah kering, bersih dan sebaiknya secepat
mungkin dilakukan pemeriksaan. Apabila pemeriksaan urin terlambat
maka akan terjadi dekomposisi urin sehingga dapat mempengaruhi hasil
pemeriksaan.3
b. Pengumpulan urin berdasarkan kegunaannya.
1. Pengumpulan urin untuk urinalisis pemeriksaan kimiawi dan
mikroskopis. 3,16
2. Pengumpulan urin secara kuantitatif.
Sebaiknya urin dikumpulkan 24 jam. Urin dikumpulkan, dicatat
jumlahnya kemudian dilakukan pemeriksaan, dikurangi pemberian
cairan, alkohol, obat obatan dan makanan tertentu.17
Beberapa teknik pengumpulan urin yaitu:
1. Pengumpulan urin 24 jam.
Ditentukan saat mulainya hingga waktu yang sama pada hari
berikutnya.20-22
2. Pengumpulan urin secara clean catch midstream.
Pada laki-laki dilakukan dengan membersihkan glans penis
sedangkan untuk wanita dilakukan dengan membersihkan vulva
3. Beberapa teknik khusus untuk keadaan tertentu :
a. Untuk penderita yang tidak dapat mengeluarkan urin dilakukan
pengambilan dengan menggunakan kateter.
b. Suprapubik aspirasi yaitu dengan cara menusukkan jarum diatas
simpisis pubis.
c. Kateterisasi ureteral, yaitu dengan menggunakan cytoscopi. 3
2.8. Metode Pemeriksaan Proteinuria.
Pemeriksaan protein dalam urin dapat dilakukan dengan beberapa metode
yaitu:1,3,21
2.8.1. Motode kualitatif
Metode kalorimetrik
Metode ini dilakukan dengan reagen strip tetrabromofenol biru yaitu
albustik, dengan melihat perubahan yang terjadi akibat pH urin.
Metode turbidimetri
Cara ini menggunakan asam sulfosalisilat 20%. Urin yang dicentrifuge
lebih dahulu kemudian urin diambil sebanyak 3 ml dimasukkan ke
dalam tabung reaksi dan ditambahkan larutan asam sulfosalisilat 20%
sebanyak 3 tetes.
2.8.2. Metode semi kuantitatif.
reaksi kecil masing – masing di isi 3 ml urin yang akan diperiksa. Urin pada
tabung pertama adalah sebagai kontrol sedangkan urin pada tabung kedua
adalah yang akan diuji. Tabung kedua ditetesi 8 tetes asam sulfosalisilat
20%, ditunggu selama 5 menit kemudian dikocok perlahan dan dibandingkan
kedua tabung dengan latar belakang hitam. Bila tidak terlihat perbedaan
kekeruhan antara kedua tabung, maka hasil tes proteinuria dikatakan negatif
( kadar protein < 0.050 g/dl ). Bila tabung kedua lebih keruh dibandingkan
dengan tabung pertama maka dikatakan trace jika tampak jelas adanya
kekeruhan ( kadar protein 0.020 g/dl ), 1+ jika jelas adanya kekeruhan tetapi
tidak dijumpai granulasi ( kadar protein 0.050 g/dl ), 2+ jika kekeruhan
dengan disertai granulasi tetapi tidak dijumpai gumpalan ( kadar protein 0.20
g/dl ), 3+ jika kekeruhan dengan granulasi dan disertai gumpalan ( kadar
protein 0.5 g/dl ), 4+ jika penggumpalan dari protein yang ada atau
penggumpalan yang solid ( kadar protein 1.0 g/dl ).3,21,22 Hasil dari penilaian
diatas dapat dipengaruhi oleh beberapa hal misalnya bila kadar deterjen yang
ada dalam tabung tinggi maka akan mempengaruhi hasil demikian juga bila
dijumpai bahan radiografik maka penggumpalan yang terjadi akan lebih nyata
dan bahan dapat mengkristal.18
2.8.3. Metode kuantitatif.
Metode automatik
benzethonium klorida yang dilarutkan dalam medium alkalis.6
Metode spektrofotometer
Metode ini menggunakan asam sulfosalisilat dimana penggumpalan yang
terjadi diperiksa menggunakan spektrofotometer. Pemeriksaan ini dapat
dijadikan sebagai gold standard dalam mendeteksi proteinuria hanya saja
harganya mahal. Cara kerja metode ini adalah :23
a. Urin di tampung di dalam jerigen dengan memakai pengawet thymol
sebanyak 2-3 butir.
b. Urin dikumpulkan selama 24 jam yaitu urin yang keluar mulai pukul
08.00 wib pagi sampai 08.00 wib pagi keesokan harinya. Sewaktu
mulai pengumpulan urin anak miksi terlebih dahulu.
c. Ukur volume urin dan di catat.
d. Masukkan urin kedalam tabung reaksi sebanyak 2 ml sampai 4 ml
kemudian panaskan dengan suhu 1000 C didalam waterbath selama 5
sampai 10 menit.
e. Apabila positif tambahkan asam asetat 6% sebanyak 2 tetes sampai 3
tetes dan panaskan kembali.
f. Tentukan derajat proteinuria.
g. Apabila urin negatif tidak dilakukan pengenceran.
h. Apabila urin positif, lakukan pengenceran dengan cara :
Positif +2, pengenceran 10X (1 ml urin ditambahkan 9 ml aquades)
Positif +3 dan +4, pengenceran 40X (1 ml urin ditambahkan 39 ml
aquades)
i. Ambil urin yang telah diencerkan sebanyak 4 ml +1 ml TCA
(Trichlor Acitic Acid 12.5 M), kemudian campurkan dan inkubasi 5-10
menit temperatur kamar.
j. Untuk standar diambil 20 ul serum normal + 5 ml aquades, kemudian
dicampurkan dengan urin yang telah diencerkan sebanyak 4 ml +
TCA 1 ml dan di inkubasi selama 5-10 menit dalam temperatur kamar.
k. Baca pada spektrofotometer
Hasil = OD sampel X 25 (F) X pengenceran
OD standar ( apabila positif )
= ....mg%
= volume urin 24 jam X hasil mg% 100
2.9. Kerangka Konseptual
Metode Kuantitatif
Metode. Kalorimetrik
Metode turbidimetrik
Asam sulfosalisilat
Metode automatik
Spektro- fotometer Penyakit Nonrenal
Penyakit Renal
Metode Kualitatif Metode Semikuantitatif
Proteinuria
Sensitivitas Spesifisitas
Kadar / derajat proteinuria
: yang diamati dalam penelitian
BAB III. METODE PENELITIAN
3.1. Desain Penelitian
Metode yang digunakan adalah uji diagnostik dengan cara tersamar ganda
untuk menilai sensitivitas, spesifisitas dan nilai prediktif dalam mendeteksi
proteinuria.
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di RSUP H. Adam Malik Medan. Waktu penelitian
dilaksanakan mulai bulan September 2009 sampai Desember 2009.
3.3. Populasi Penelitian dan Sampel
Populasi target adalah semua anak usia 3 sampai 18 tahun. Populasi
terjangkau semua anak usia 3 sampai 18 tahun yang datang ke poli rawat
jalan dan rawat inap yang kemudian dikonsulkan kedivisi nefrologi RSUP H.
Adam Malik Medan. Sampel adalah populasi terjangkau yang memenuhi
kriteria inklusi dan eksklusi.
3.4. Besar Sampel
Besar sampel dihitung berdasarkan rumus :
n = (Zα)2 Sen (1- Sen )
Sen = Diharapkan sensitivitas pemeriksaan asam sulfosalisilat 20%
untuk mendeteksi proteinuria 85%
D = Presisi ( tingkat ketepatan ) = 10%=0.1
Z = Nilai baku normal dari label z yang besarnya tergantung dari
nilai α yang ditentukan nilai α = 0.05 Zα =1.96
P = Proporsi proteinuria = 0.3312
Dari rumus di atas, didapat besar sampel yang diharapkan sebesar 51 orang.
3.5. Kriteria Inklusi dan Eksklusi 3.5.1. Kriteria inklusi:
1. Anak yang berusia 3 sampai 18 tahun yang disangkakan mengalami
penyakit ginjal ( mengalami abnormalitas urinalisis pada pusat pelayanan
primer ) sewaktu pertama kali datang untuk berobat ke rumah sakit.
2. Orang tua bersedia mengisi informed consent
3.5.2. Kriteria Eksklusi:
Tidak bersedia dilakukan pemeriksaan
3.6. Persetujuan / Informed Consent
Semua subjek penelitian akan diminta persetujuan dari orang tua setelah
pemeriksaan yang akan dilakukan. Formulir surat pernyataan kesediaan
terlampir dalam tesis ini (Lampiran 2).
3.7. Etika Penelitian
Penelitian ini disetujui oleh Komite Etik Penelitian Bidang Kesehatan Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara, seperti yang terlampir pada tesis ini
(Lampiran 3).
3.8. Cara Kerja dan Alur Penelitian Cara Kerja
Setelah mendapat izin dari Komite Etik Penelitian FK USU, subjek anak
umur 3 tahun sampai dengan 18 tahun, subjek dikumpulkan secara
consecutive sampling dengan menilai kriteria inklusi dan eksklusi dan yang
memenuhi kriteria dilakukan pemeriksaan
1. Orang tua/wali pasien diminta persetujuannya agar anaknya dapat
diikutkan dalam penelitian ini.
2. Semua peserta dicatat identitasnya yaitu nama, umur/tanggal lahir, jenis
kelamin, alamat, dan nomor telepon yang dapat dihubungi, dan nama
orangtua/wali.
3. Jerigen untuk tempat urin yang sudah berisi tymol diserahkan kepada
orangtua/wali/pengasuh yang menjaga anak, dan diterangkan cara
4. Penampungan urin dilakukan selama 24 jam yaitu mulai pukul 08.00 wib
pagi sampai pukul 08.00 wib pagi keesokan harinya. Urin yang pertama
kali keluar dibuang dan urin selanjutnya ditampung. Tiga ml urin diambil
untuk pemeriksaan secara semikuantitatif dengan menggunakan asam
sulfosalisilat 20% sedangkan sisanya dibawa ke laboratorium untuk
diperiksa dengan alat spektrofotometer.
Alur Penelitian
Pengumpulan urin
Metode Semikuantitatif asam sulfosalisilat 20 %
Metode Kuantitatif spektrofotometer
Proteinuria
Diteliti adanya perbedaan antara pemeriksaan asam sulfosalisilat 20% dan spektrofotometer :
1.sensitivitas 2.spesifisitas
Sampel
3.9. Identifikasi Variabel
Variabel Skala
1. Variabel tergantung : Skala ordinal
kadar protein dalam urin
2. Variabel bebas : Skala nominal dikotom
alat diagnostik
- asam sulfosalisilat 20%
- spektrofotometer
3.10. Pengolahan dan Analisis Data
Untuk menilai sensitivitas, spesifisitas, nilai prediksi positif, nilai prediksi
negatif dengan uji diagnostik. Untuk mengetahui hubungan pemeriksaan
asam sulfosalisilat 20% dan spektrofotometer pada pemeriksaan proteinuria
digunakan uji dengan Chi – Square dan dinyatakan bermakna jika P <0.05.
3.11. Definisi Operasional
Proteinuria adalah apabila dijumpai protein dalam urin.2-5
Metode semikuantitatif yaitu dengan menggunakan asam sulfosalisilat
20% dimana pada metode ini urin diambil sebanyak 3 ml kemudian dicampur
dengan asam sulfosalisilat 20% sebanyak 8 tetes dan ditunggu selama 5
menit kemudian dinilai berdasarkan kekeruhan dengan latar belakang
Metode kuantitatif yaitu pemeriksaan spektrofotometer dimana pada
metode ini urin ditampung dalam jerigen selama 24 jam kemudian urin
BAB IV. HASIL
Hasil Penelitian
Sampel dalam penelitian ini adalah 55 orang anak yang disangkakan
menderita penyakit ginjal pada waktu pertama kali datang ke rumah sakit.
Semua sampel dilakukan penampungan urin 24 jam yang kemudian
diperiksakan dengan menggunakan spektrofotometer dan asam sulfosalisilat
20%.
Gambar 4.1. Profil Penelitian
Pada penelitian ini didapati anak laki laki lebih banyak dibandingkan
anak perempuan dimana anak laki laki terdiri dari 32 orang (58.2%) dan anak
perempuan 23 orang (41.8%). Berdasarkan umur yang paling banyak adalah
3 sampai 7 tahun sebanyak 29 orang (52.7%), 8 sampai 12 tahun sebanyak 55 orang anak
Penampungan urin 24 jam
Pemeriksaan proteinuria menggunakan asam sulfosalisilat 20%
22 orang ( 40.0%) dan > 12 tahun sebanyak 4 orang (7.3%)Tingkat
pendidikan yang terbanyak adalah Sekolah Dasar yaitu 32 orang (58.2%),
Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama 12 orang (21.8%), sedangkan yang belum
sekolah terdiri dari 11 orang (20%). (table 4.1)
Tabel 4.1. Karakteristik Sampel
Karakteristik N %
Jenis Kelamin
Laki-laki 32 58.2
Perempuan 23 41.8
Umur
3-7 Tahun 29 52.7
8-12 Tahun 22 40.0
>12 Tahun 4 7.3
Tingkat Pendidikan
Belum sekolah 11 20.0
SD 32 58.2
SLTP 12 21.8
Terlihat dari 55 orang anak diagnosa yang terbanyak dijumpai proteinuria
adalah sindrom nefrotik sebanyak 37 orang (67.3%) sedangkan yang
diperiksakan dengan spektrofotometer dengan hasil positif sebanyak 42
positif dengan pemeriksaan asam sulfosalisilat 20% sebanyak 41 orang
(74.5%) dan hasil negatif sebanyak 14 orang (25.5%). (Tabel 4.2)
Tabel 4.2. Gambaran hasil pemeriksaan proteinuria dengan menggunakan spektrofotometer dan asam sulfosalisilat 20%
Spektrofotometer Asam sulfosalisilat 20
% Total
Positif Negatif Positif Negatif Diagnosis
n % n % N % n % N %
Sindrom Nefrotik 37 67.3 27 49.1 10 18.2 27 49.1 10 18.2
Hidronefrosis 2 3.6 1 1.8 1 1.8 1 1.8 1 1.8
CHF 9 16.4 8 14.5 1 1.8 7 12.7 2 3.6
SLE 2 3.6 2 3.6 0 0 2 3.6 0 0
Meningitis 3 5.5 3 5.5 0 0 3 5.5 0 0
Glomerulonefritis 2 3.6 1 1.8 1 1.8 1 1.8 1 1.8
Tabel 4.3. Nilai konversi.3
Tabel 4.4. Perbedaan proteinuria pada 5 diagnosis penyakit tersering yang dijumpai pada penelitian ini
Proteinuria ringan
Pada penelitian ini setelah diuji statistik didapatkan nilai sensitivitas
88.1%, spesifisitas 69.2%, nilai prediksi positif 90.2% dan nilai prediksi negatif
Tabel 4.5. Hasil uji diagnostik dan hubungan pemeriksaan asam sulfosalisilat 20% dan spektrofotometer
Kadar proteinuria dengan spektrofotometer
Positif Negatif Jumlah Kadar proteinuria
dengan asam
sulfosalisilat 20 % n % N % N %
Positif 37 67.3 4 7.3 41 74.5
Negatif 5 9.1 9 16.4 14 25.5
Jumlah 42 76.4 13 23.6 55 100
Sensitivitas : a/(a+c) = 37/42 =88.1%
Spesifisitas : d/(b+d) = 4/9 = 69.2%
Nilai prediktif positif : a/(a+b) = 37/41 = 90.2%
BAB V. PEMBAHASAN
Pemeriksaan proteinuria yang akurat dan cepat sangat diperlukan
untuk diagnosis penyakit ginjal ataupun penyakit lainnya dan juga
mengetahui prognosis dari berbagai kelainan ginjal. Pada orang dewasa
eksresi protein < 150 mg/24 jam dianggap normal sedangkan pada anak
proteinuria fisiologis bervariasi sesuai dengan umur dan ukuran tubuh.15
Pada anak eksresi protein dalam urin dikatakan abnormal jika lebih dari 4
mg/m2 perjam. Eksresi proteinuria lebih dari 40 mg/m2 per jam dikatakan
nefrotik proteinuria.19 Pada bayi baru lahir, eksresi protein didalam urin relatif
tinggi yang merupakan protein tubular dimana mencerminkan
ketidakmatangan fungsi ginjal yang asimptomatik.24
Prevalensi proteinuria asimptomatik pada anak diperkirakan antara
0.6% sampai 6.3%.17,26-29 Suatu penelitian di Iran dijumpai prevalensi
proteinuria asimptomatik pada 56 orang anak adalah 3.6%, anak laki-laki dan
perempuan masing-masing berjumlah 22 dan 34 orang.30
Proteinuria dapat terjadi secara transien atau persisten dan dapat
menunjukkan kondisi ringan atau serius dari suatu penyakit.15 Proteinuria
yang terus menerus dapat menyebabkan cedera ginjal progresif dan telah
ditemukan data bahwa abnormalitas struktur ginjal berhubungan dengan
penyakit ginjal danjuga merupakan faktor penting untuk melihat trauma ginjal
dan prognosisnya.19,25
Kebanyakan anak mengalami proteinuria asimptomatik pada evaluasi
inisial dan hanya 10% anak yang masih mempunyai proteinuria persisten
setelah 6-12 bulan pada kedua jenis kelamin. 17 Dodge dkk melakukan tiga
kali berturut-turut pemeriksaan urin pada anak 6 sampai 12 tahun dengan
interval waktu 3 sampai 6 minggu ditemukan proteinuria 0.94% pada anak
perempuan dan 0.33% pada anak laki laki.26
Protein analisis adalah metode yang paling baik untuk evaluasi
proteinuria yang dikumpulkan dalam urin 24 jam. Pengumpulan sampel urin
24 jam pada anak membutuhkan kemampuan kontrol kandung kemih secara
penuh, tidak ada enuresis dan membutuhkan kehati-hatian serta kecermatan
dalam pengumpulan urin..19
Penelitian kami ini dilakukan pada 55 orang anak. Anak laki-laki lebih
banyak menderita proteinuria dibandingkan anak perempuan yaitu
masing-masing 32 orang (58.2%) dan 23 orang (41.8%).
Urinalisis rutin selalu dilakukan pada anak SD dan SLTP.25 Penelitian
di Iran pada 1520 orang anak sehat berusia 4 sampai 6 tahun ditemukan
prevalensi proteinuria 1.57% dan pevalensi proteinuria dan hematuria
0.06%.31 Tahun 2005 insiden proteinuria di Tokyo pada anak SD berusia 6
Suatu skrining proteinuria di Indonesia pada anak SD dengan usia
7-14 tahun didapati proteinuria pada 28 orang anak setelah 3 kali pemeriksaan
terdiri dari 10 orang anak laki laki dan 18 orang anak perempuan.33 Suatu
skirining urin di China dan di Korea didapati persentasi proteinuria pada anak
sekolah masing-masing 0.58% dan 0.2%34,35 Suatu penelitian di India
dijumpai proteinuria lebih banyak pada anak laki laki (65%) dibandingkan
anak perempuan (35%) dan usia terbanyak dijumpai pada usia 6 sampai 12
tahun (39%), usia 3 sampai 5 tahun (32%), usia 0 sampai 3 tahun (26%).
Lima puluh orang anak didapati proteinuria diatas 40 mg/24 jam sebanyak 10
orang (20%), 4-40 mg/24 jam sebanyak 5 orang (10%) dan dibawah 4 mg/24
jam sebanyak 35 orang anak.(70%).12
Pada penelitian kami ini, berdasarkan tingkat pendidikan yang
terbanyak adalah Sekolah Dasar yaitu 32 orang (58.2%), Sekolah Lanjutan
Tingkat Pertama 12 orang (21.8%), sedangkan yang belum sekolah terdiri
dari 11 orang (20%). Berdasarkan usia yang terbanyak adalah 3 sampai 7
tahun sebanyak 29 orang (52.7%), 8 sampai 12 tahun sebanyak 22 orang
(40.0%) dan diatas usia 12 tahun sebanyak 4 orang (7.3%).
Suatu penelitian di Korea mendapatkan prevalensi proteinuria
persisten tanpa hematuri sebesar 21.7% pada anak anak yang dirujuk karena
abnormalitas urin.37 Studi di Malaysia, sebanyak 1.9% anak yang diskrining
menunjukkan hasil yang positif, tetapi pada pemeriksaan lanjutan hanya
abnormalitas urin persisten, 74 orang diantaranya mengalami hematuria dan
proteinuria.39
Pada penelitian kami ini terlihat dari 55 orang anak yang terbanyak
dijumpai proteinuria adalah penderita sindrom nefrotik yaitu sebanyak 27
orang (49.1%), dengan cara spektrofotometer maupun asam sulfosalisilat
20%. Penderita penyakit glomerulonefritis akut (3.6%) dan didapati 1 orang
yang positif proteinuria dan 1 orang yang negatif proteinuria dan ini dijumpai
pada kedua pemeriksaan. Penderita penyakit hidronefrosis dijumpai pada 2
orang anak ( 3.6% ) dan yang positif proteinuria adalah 1 orang (1.8%) dan 1
orang yang negatif (1.8%) dan ini juga dijumpai pada kedua pemeriksaan.
Sembilan orang anak yang menderita penyakit jantung (16.4%) dan
pemeriksaan dengan spektrofotometer dijumpai 8 orang yang proteinuria
positif (14.5 %) dan yang negatif 1 orang (1.8%) sedangkan dengan
menggunakan asam sulfosalisilat 20% hanya 7 orang (12.7%) yang positif
proteinuria dan yang negatif sebanyak 2 orang (3.6%). Penderita SLE
dijumpai 2 orang dimana dijumpai keduanya positif baik dengan
menggunakan spektrofotometer maupun asam sulfosalisilat 20%.
Prevalensi proteinuria ringan yaitu 30mg/dL sampai 100mg/dL
sebanyak 4.9%, dimana 60,7% diantaranya terbukti sebagai glomerulopati
yang signifikan.36 Pada penelitian kami ini dari 55 orang anak dijumpai 41
proteinuria ringan. Tiga puluh tujuh dari 41 orang anak dengan proteinuria
yang berat terbukti diagnosis akhirnya adalah sindrom nefrotik.
Pada penelitian ini menggunakan spektrofotometer sebagai gold
standart, dimana harga sekali pemeriksaan mencapai Rp.95.000,
Pemeriksaan ini merupakan metode paling akurat untuk memantau
proteinuria selama pengobatan dan telah dikenal dan digunakan di seluruh
dunia, namun kurang praktis karena membutuhkan urin 24 jam untuk
mendeteksi proteinuria.40 Suatu penelitian di Bangladesh pada 100 orang
anak yang nefrotik proteinuria dimana dilakukan pemeriksaan urin 24 jam
dengan menggunakan spektrofotometer sebagai gold standart didapati 50
orang positif proteinuria.41 Penelitian di China didapati bahwa pemeriksaan
urin 24 jam dengan menggunakan spektrofotometer memiliki spesifisitas yang
lebih tinggi dibandingkan dengan dipstik.42
Suatu penelitian dalam mendeteksi mikroalbuminuria pada spot urine
sampel dengan menggunakan spektrofotometer didapati nilai sensitivitas
87.8%, spesifisitas 89.3%, nilai prediksi positif 29.3% dan nilai prediksi negatif
96.2% sedangkan untuk rasio protein kreatinin didapati nilai sensitivitas
87.8%, spesifisitas 89.3%, nilai prediksi positif 29.3% dan nilai prediksi negatif
96.2%.14
Asam sulfosalisilat sensitif pada konsentrasi protein 20mg/L-100mg/L
dan juga memiliki nilai prediktif yang sangat tinggi yaitu 95% sehingga hasil
penelitian ini harga asam sulfosalisilat 20% sebanyak 100 ml adalah
Rp.100.000, berarti dengan 100 ml asam sulfosalisilat bisa mendeteksi 250
orang pasien (harga sekali pemeriksaan dengan asam sulfosalisilat 20%
adalah Rp.400). waktu yang dibutuhkan untuk mendeteksi proteinuria dengan
asam sulfosalisilat 20% hanya lebih kurang 8 menit yang artinya jauh lebih
praktis dan lebih murah dibandingkan spektrofotometer. Metode asam
sulfosalisilat memiliki akurasi dan spesifisitas terhadap beberapa jenis protein
dibandingkan dipstiks tetapi terjadinya kekeruhan pada uji ini dapat dihambat
oleh deterjen konsentrasi tinggi.43
Suatu penelitian di Jepang mengemukakan tentang penggunaan asam
sulfosalisilat untuk skrining proteinuria pada anak sekolah dasar. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa asam sulfosalisilat dapat dipakai untuk
skrining proteinuria pada anak sekolah dasar.32 Penelitian di Inggris dan
Amerika Serikat lainnya yang menggunakan asam sulfosalisilat sebagai gold
standart yang dibandingkan dengan pemeriksaan dipstiks urin dalam uji
diagnostik.44,45
Tes sensitivitas yang ideal untuk proteinuria belum ditentukan. Hal ini
melibatkan banyak faktor kompleks yang menentukan evaluasi yang baik.
Suatu tes yang sensitif akan menunjukkan banyak spesimen positif dengan
klinis minimal yang signifikan, oleh karena itu banyak dokter merasakan
Penelitian di Amarika Serikat didapati asam sulfosalisilat lebih baik
mendeteksi urin yang lebih pekat dibandingkan dipstiks tetapi asam
sulfosalisilat kurang baik memperkirakan konsentrasi protein secara
semikuantitatif.46 Suatu penelitian cross sectional di Amerika Serikat
mengenai skrining mikroalbuminuria dengan menggunakan asam
sulfosalisilat 20% pada 221 orang anak dimana di dapati nilai sensitivitas
76.7%, spesifisitas 75.4%, nilai prediksi positif 32.9% dan nilai prediksi negatif
95.4%.22 Penelitian di Amerika Serikat (2010) yang membandingkan empat
metode untuk mendeteksi albumin pada urin anjing dan kucing didapatkan
nilai spesifisitas asam sulfosalisilat sebesar 94.2%, nilai prediksi positif 65.2%
dan sensitivitas 28.7%.47
Penelitian di Australia mendapatkan metode asam sulfosalisilat secara
konsisten performa yang sangat buruk (Australasian Urine Quality Assurance
Programme). Peneliti tersebut menyatakan metode ini tidak baik digunakan
untuk pemeriksaan rutin dan merekomendasikan agar laboratorium yang
menggunakan metode ini untuk mencari metode baru pemeriksaan kuantitatif
untuk proteinuria.48 Pada penelitian tahun 1983 yang juga dilakukan di
Australia dimana membandingkan enam metode pemeriksaan proteinuria
menyimpulkan bahwa asam sulfosalisilat mudah dilakukan tetapi
membutuhkan jumlah urin yang banyak dan memiliki presisi yang buruk oleh
karena overestimasi mendeteksi konsentrasi albuminuria bila tidak ada
Penelitian kami ini menemukan bahwa pemeriksaan asam
sulfosalisilat 20% memiliki nilai sensitivitas 88.1%, spesifisitas 69.2%, nilai
prediksi positif 90.2% dan nilai prediksi negatif 64.3% sehingga dapat
disimpulkan bahwa asam sulfosalisilat 20% memiliki sensitivitas dan
spesifisitas yang rendah untuk mendeteksi proteinuria namun memiliki
keuntungan yaitu lebih praktis dan murah dalam mendeteksi proteinuria
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Asam sulfosalisilat 20% memiliki nilai sensitivitas 88.1%, spesifisitas
69.2%, nilai prediksi positif 90.2% dan nilai prediksi negatif 64.3% sehingga
dapat disimpulkan bahwa asam sulfosalisilat 20% memiliki sensitivitas dan
spesifisitas yang rendah untuk mendeteksi proteinuria namun memiliki
keuntungan yaitu lebih praktis dan murah dalam mendeteksi proteinuria
dibandingkan spektrofotometer.
6.2. Saran
Perlu penelitian lebih lanjut dengan sampel yang lebih besar untuk
menilai kembali asam sulfosalisilat 20% dan diperlukan metode lain yang
dapat menjadi metode alternatif pengganti spektrofotometer dalam
mendeteksi proteinuria mengingat pentingnya alat uji diagnostik alternatif
yang praktis dan ekonomis yang dapat digunakan didaerah terpencil
DAFTAR PUSTAKA
1. Wila Wirya IGN. Proteinuria. Dalam : Alatas H, Tambunan T, Trihono
PP, Pardede SO, penyunting. Buku Ajar Nefrologi Anak. Edisi Ke-2.
Jakarta: Balai Penerbit FK UI; 2006. h. 127-41
2. Delaney MP, Price CP, Lamb E. Kidney disease. Dalam: Burtis CA,
Ashwood ER, Bruns DE, penyunting. Tietz textbook of clinical
chemistry and molecular diagnostics. Edisi ke-4. New Delhi: Elsevier;
2006. h.1671-89
3. Schumann GB, Schweitzer SC. Examination of urine. Dalam: Hendry
JB, penyunting. Clinical diagnosis and management by laboratory
methods. Edisi ke-18. New York: WB Saunders; 1991.h.387-90
4. Lamb E, Price CP, penyunting. Kidney function tests. Dalam : Burtis
CA, Ashwood ER, Bruns DE, editor. Tietz textbook of clinical chemistry
and molecular diagnostics. Edisi ke-4. New Delhi: Elsevier;2006.
h.797-826
5. Keane WF. Proteinuria: its clinical importance and role in progressive
renal disease. Am J Kidney Dis. 2000; 35: s97-s105
6. zhao s, Ezra JB, Mcpherson RA. Basic examination of urine. Dalam :
Henry's clinical diagnosis and management by laboratory methods.
New York: Elsevier; Edisi ke-21.2007.h393-425
7. Milford DV, Robson AM. The child with abnormal urinalysis,
haematuria and/or proteinuria. Dalam: Webb NJ, Postlethewaite RJ,
penyunting. Clinical Paediatric Nephrology. Edisi Ke-3. New York:
Oxford University Press; 2003.h.1-27
8. Gauthier B, Edelmann CM, Barnett HL. Isolated (Asymptomatic)
Proteinuria. Dalam : Nephrology and Urology for the Pediatrician. Edisi
9. Makker SP. Proteoinuria. Dalam: Kher KK, Makker SP, editor. Clinical
pediatric nephrology. Singapore: Mc Graw Hill; 1992.h.117-36
10. Fischbach FT, Dunning MB, Urine Studies. A manual of laboratory and
diagnostic test. Edisi Ke-7. Philadelphia: Lippincott Williams&Wilkins;
1996.h. 164-263
11. Baron DN. Ginjal. Kapita selekta patologi klinik. Edisi ke-4.Jakarta:
EGC; 1995.h.232-56
12. Agarwal I, Kirubakaran C, Markandeyulu, Selvakumar. Quantitation of
proteinuria by spot urine sampling. Indian J.Clin.Biochem. 2004;
19(2):45-7
13. Oni MO, Oguntibeju O. Clinical and diagnostic importance of
proteinuria: a review. Afr.J. Biotechnol.2008; 7(18):3166-72
14. Kashif W, Siddiqi N, Dincer HE, Dincer AP, HIrsch S. Proteinuria: how
to evaluate an important finding. Cleveland Clin.J.Med. 2003;
70(6):535-47
15. Adham ML. Evaluation proteinuria in children. Diunduh dari:http//www.
Diakses 7 Oktober 2009.
16. Milford DV. Investigating haematuria and proteiuria. Paediatrics and
Child Health.2008; 18(8):349-353
17. Narchi H. Assessment and management of non-nephrotic range
proteiuria in children. Sri Langka.J.Child.Health.2009; 37:85-92
18. Christian MT, Watson AR. The investigation of proteinuria. Curr.
Paediatrics.2004; 14:547-55
19. Serdaroglu E, Mir S. Protein-osmolality ratio for quantification of
proteinuria in children. Clin Exp Nephrol.2008; 12:354-7
20. Wilde HM, Banks D, Larsen CL, Connor G, wallace D, Lyon ME.
Evaluation of the bayer microalbumin/creatinine urinalysis dipstick.
Cin.Chimica Acta.2008; 393:110-13
screening for microalbuminuria. Ann,Intern. Med.1997; 127:817-19
22. Priyana A, editor. Urinalisa. Patologi klinik. Jakarta: Penerbit
Universitas Trisakti;2007.h.47-58
23. Price CP, Newall RG, Boyd JC. Use of protein: creatinine ratio
measurements on random urine samples for prediction of significant
proteinuria: a systematic review. Clin.Chem.2005; 51(9): 1577-86
24. Aran BS. Developmental patterns of renal functional maturation
compared in the human neonate. J Pediatr.1978;92:705-12
25. Brown SA. Proteinuria: Diagnosis & management. American Animal
Hospital Association. 461-3
26. Dodge WF, West EF, Smith EH, Harvey B. Proteinuria and hematuria
in schoolchildren: epidemiology and early natural history. J Pediatr.
1976;88:327-47
27. Vehaskari VM, Rapola J. Isolated proteinuria: analysis of a school-age
population. J Pediatr.1982;101:661-8.
28. Randolph MF, Greenfield M. Proteinuria: a six-year study of normal
infants, pre-school, and school-age populations previously screened
for urinary tract disease. Am J Dis Child 1967;114:631-8.
29. Wagner MG, Smith FG Jr, Tinglof BO Jr, Cornberg E. Epidemiology of
proteinuria. A study of 4,807 schoolchildren. J Pediatr 1968;73:825-32.
30. Murakami M, Yamamoto H, Ueda Y, Murakami K, Yamauchi K. Urinary
screening of elementary and junior high-school children over a13 year
period in Tokyo. Pediatr Nephrol.1991 Jan; 5(1):50-53
31. Badeli H, Heidarzadeh A, Ahmadian M. Prevalence of hematuria and
proteinuria in healthy 4 to 6 year old childrenin daycare centers of rasht
(Northern Iran). J Pediart. 2009; 19(2):169-72
32. Murakami M, Hayakawa M, Yanaghira T, Hukunaga Y. Proteinuria
screening for children. Kidney International. 2005;67:s23-7
urinalysis for proteinuria in schoolchildren. Paediatr Indones.2004;
41:231-233
34. Zhai YH, Xu H, Zhu GH. Efficacy of urine screening at school:
experience in Shanghai. China Pediart Nephrol. 2007; 22(12):2073-9
35. Cho BS, Kim SD. School urinalysis screening in Korea. Nephrology
(Carlton). 2007;12(3):S3-7
36. Lin CY, Hsieh CC, Chen WP, Yang LY, Wang HH. The underlying
diseases and follow-up in Taiwanese children screened by urinalysis.
Pediart Nephrol. 2001;16:232-7
37. Cho BS, Kim SD, Choi YM, Kang HH. School urinalysis screening in
korea prevalence of chronic renal disease. Pediart Nephrol.
2001;16:1126-8
38. Zainal D, Baba A, Mustaffa BE. Screening proteinuria and haematuria
in Malasian children. Southeast Asian. J Trop Med Public Health.
1995;26:785-8
39. Hisano S, Ueda K. Asymptomatic haematuria and proteinuria: renal
pathology and clinicaloutcome in 54 children. Pediatr Nephrol.
1989;3:229-34
40. Fogazzi GB, Verdesca S, Garigali G. Urinalysis: core curriculum 2008.
Amarican Journal of Kidney Diseases. 2008;51(6):1052-67.
41. Jahan S, Islam MS, Hossain MM. Spot urinary protein/osmolality ratio
as a predictor for proteinuria of nephritic range. Bangladesh Med Res
Counc Bull. 2007;33:65-8
42. Zhai YH, Xu H, Zhu GH, Wei MJ, Hua BC, Shen Q, dkk. Efficacy of
urine screening at school: experience in shanghai, China. Pediatr
Nephrol. 2007;22:2073-9
43. Gyure WL. Comparison of several methods for semiquantitative
determination of urinary protein. Clin. Chem. 1977;23(5):876-9
clinitek 200/multistix 9 urinalysis method compared with manual and
microscopic methods. Clin.Chem. 1987;33(9):1660-2
45. Lane MK, Pearce RH. Test proteinuria a comparison of two new
commercial products with standart tests.
Canad.M.A.J.1958;15(79):843-5
46. Aitman KA, Stellate. Variation of protein content of urine in a 24 hour
period. Clinical Chemistry. 1963;9(1):63-9
47. Lyon SD, Sanderson MW, Vaden SL,Lappin MR, Jensen WA, Grauer
GF. Comparison of urine dipstick, sulfosalicylic acid, urine
protein-to-creatinine ratio, and species-specific ELISA methods for detection of
albumin in urine samples of cats and dogs. J Am Vet Med Assoc.
2010;236(8):874-9
48. Shephard MD, Panberthy LA. Performance of quantitative urine
analysis in Australasia critically assessed. Clin Chen.1987;33(6):792-5
49. Dilena BA, Panberthy LA, Fraser CG. Six methods for determining
Lampiran 1
Divisi Nefrologi Dep. Ilmu Kesehatan Anak FKUSU-RSHAM, Medan
LEMBAR PENJELASAN KEPADA ORANG TUA CALON SUBJEK
PENELITIAN
Yth. Bapak / Ibu ……….
Sebelumnya saya ingin memperkenalkan diri. Nama saya dokter jeanida
mauliddina saat ini sedang menjalani program pendidikan dokter spesialis
ilmu kesehatan anak dan saya saat ini saya sedang melakukan penelitian di
divisi Nefrologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK USU / RSUP H. Adam
Malik Medan dengan judul penelitian saya : “uji diagnostik proteinuria
dengan asam sulfosalisilat 20% dibandingkan dengan spektrofotometer”
Pada penelitian ini mengenai ditemukannya protein dalam air seni yang
disebut dengan proteinuria dan sering dijumpai pada anak anak dengan
keluhan bengkak pada tubuh yang biasanya berhubungan dengan penyakit
ginjal. Untuk itu perlu dilakukan pemeriksaan air seni pada anak Bapak/Ibu
untuk mendeteksi adanya protein dalam air seni anak bapak/ibu sehingga jika
ditemukan adanya proteinuria anak bapak/ibu dapat segera diobati.
Pemeriksaan proteinuria ini dengan dengan menggunakan sulfosalisilat 20%
dan alat spektrofotometer dimana penelitian ini bertujuan untuk
membandingkan sensitivitas, spesifisitas kedua alat btersebut. Setiap anak
akan diberikan jerigen untuk menampung air seni selama 24 jam kemudian
air seni sebagian akan diperiksa dengan menggunakan asam sulfosalisilat
diperiksakan dengan menggunakan alat spektrofotometer yang akan
dilakukan dilaboratorium prodia dan pada penelitian ini bapak/ibu tdak
dikenakan biaya apapun dan hasil akan diberikan langsung kepada Bapak/
Ibu.
Bapak/Ibu Yth,
Pemeriksaan ini tidak mempunyai efek samping apapun karena hanya
memeriksa air seni anak bapak/ibu dan pemeriksaan ini sudah umum
dilakukan.
Bapak/Ibu Yth,
Penelitian ini sangat bermanfaat untuk menegakkan diagnosa penyakit yang
di derita anak Bapak/ Ibu sehingga lebih cepat untuk dilakukan pengobatan
Bapak/Ibu Yth,
Partisipasi bapak/ibu bersifat sukarela, semua biaya penelitian ini tidak
dibebankan kepada Bapak/Ibu. Tidak akan terjadi perubahan mutu pelayanan
dari dokter, apabila bapak/ibu tidak bersedia mengikuti penelitian ini.
Bapak/Ibu akan tetap mendapat pelayanan kesehatan standar rutin sesuai
dengan standar prosedur pelayanan. Bila bapak/Ibu masih belum jelas
menyangkut tentang penelitian ini maka setiap saat dapat ditanyakan
langsung kepada saya (HP 08196015766) departemen Ilmu Kesehtan Anak
RSUP H. Adam Malik Medan jam 08.00 s/d 14.30 wib (hari Senin sampai
sabtu) setiap saat bapak/ibu dapat menghubungi HP saya untuk
mendapatkan pertolongan.Saya akan bertanggung jawab untuk memberikan
Bapak/Ibu Yth,
Pada penelitian ini identitas bapak/ibu akan disamarkan, hanya dokter
peneliti, anggota peneliti dan anggota komite etik yang bisa melihat data
bapak/ibu. Kerahasiaan data bapak/ibu sepenuhnya akan dijamin bila data
dipublikasikan kerahasiaan akan tetap dijaga.
Setelah bapak/ibu memahami berbagai hal yang menyangkut penelitian ini,
diharapkan bapak/ibu yang telah terpilih pada penelitian ini dapat mengisi dan
menandatangani lembar persetujuan penelitian.
Demikian yang dapat kami sampaikan. Atas perhatian Bapak / Ibu, kami
ucapkan terima kasih.
Medan,………..2009
Peneliti
Lampiran 2
PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN (PSP)
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : ... Umur ... tahun L / P
Alamat: ...
dengan ini menyatakan dengan sesungguhnya telah memberikan
PERSETUJUAN
untuk dilakukan pemeriksaan proteinuria terhadap anak saya :
Nama : ... Umur ... tahun
Alamat Rumah :
...
Alamat Sekolah :
...
yang tujuan, sifat, dan perlunya pemeriksaan tersebut di atas, telah
cukup dijelaskan oleh dokter dan telah saya mengerti sepenuhnya.
Demikian pernyataan persetujuan ini saya buat dengan penuh
kesadaran dan tanpa paksaan.
... , ... 2009
Yang memberikan penjelasan Yang membuat pernyataan
persetujuan
dr. ... ...
Saksi-saksi : Tanda tangan
1. ... ...
Lampiran 3
RIWAYAT HIDUP
Nama lengkap : Jeanida Mauliddina
Tanggal lahir : 30 Desember 1979
Tempat lahir : Medan
NIM : 067103005
Alamat : Jl. Dr. Mansur Baru II No 19 Medan
Nama suami : Lettu Tek Jaya Shadiqin
Pendidikan
1. Sekolah Dasar di SD Negeri 3 Langsa, Aceh Timur, tamat
tahun 1991
2. Sekolah Menegah Pertama di SMP Negeri 1 Langsa, Aceh
Timur, tamat tahun 1994
3. Sekolah Menegah Umum di SMU Swasta Harapan Medan,
tamat tahun 1997
4. Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sumatera Utara