• Tidak ada hasil yang ditemukan

Nilai Zero Point of Charge (ZPC) serta hubungannya dengan erapan kalium pada tanah gambut Pantai Jambi dan Kalimantan Tengah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Nilai Zero Point of Charge (ZPC) serta hubungannya dengan erapan kalium pada tanah gambut Pantai Jambi dan Kalimantan Tengah"

Copied!
176
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
(14)
(15)
(16)
(17)
(18)
(19)
(20)
(21)
(22)
(23)
(24)
(25)
(26)
(27)
(28)
(29)
(30)
(31)
(32)
(33)
(34)
(35)
(36)
(37)
(38)
(39)
(40)
(41)
(42)
(43)
(44)
(45)
(46)
(47)
(48)
(49)
(50)
(51)
(52)
(53)
(54)
(55)
(56)
(57)
(58)
(59)
(60)
(61)
(62)
(63)
(64)
(65)
(66)
(67)
(68)
(69)
(70)
(71)
(72)
(73)
(74)
(75)
(76)
(77)
(78)
(79)
(80)
(81)
(82)
(83)
(84)
(85)
(86)
(87)
(88)
(89)
(90)
(91)
(92)
(93)
(94)

.

NILAI

ZERO POINT OF

CHARGE (ZPC)

DAN

HUBUNGANNYA

DENGAN ERAPAN

KALIUM

PADA TANAH GAMBUT PANTAI

JAMB1

DAN KALIMANTAN TENGAH

Oleh :

RIMA PURNAMAYANI

PROGRAM PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(95)

ABSTRACT

RIMA PURNAMAYANI. Value of the Zero Point of Charge (ZPC) and Its Relation with Kalium Sorption in Coastal Peatland of Jambi and Central Kalimantan. (Under supervision of Prof Dr Ir Supiandi Sabiham as the leader of Supervisor Commission, Dr Ir Sudarsono, M.Sc and Prof Dr Ir Latifah K. Darusman, MS, as the member of Supervisor Commission).

One of the important chemical aspect is peatland management which has not been paid attention to is Zero Point of Charge (ZPC). By determining soil ZPC value, the sorption and bounding of cations can be estimated in certain pH value. Low of Kalium (K) is the one of other problems of peatland. This nutrient is easily leaching from peat because of the weakness bounding. This research is aimed to determine ZPC value, maximum sorption of K and bounding form of K being contained by the coastal peats of Jambi and Central Kalimantan with decomposition degrees of sapric, hemic, and fibric.

The location of this research is in Soil Chemical and Fertility Laboratory, Department of Soil Science, Faculty of Agriculture IPB Bogor, from September 2000 until July 2001. Soil samples were took from two areas, Lagan (Jambi) and Samuda (Central Kalimantan). There are three parts were conducted in this research, the determination of ( 1) ZPC value, 2) maximum sorption of K, and 3)

K-bounding (water soluble, 0.05 M CaCl2 soluble and 2.5% acetic acid soluble of K). The last two determinations were carried out on 4 pH level as treatments (0.25 point below and above pHzpc, 0.50 point above pHzpc and at pHZpc).

It was concluded that ZPC value is related 'to inherent characteristics of peats. At pHzpc and its below, the peat is still able to adsorb K. Jambi with sapric decomposition level has the lowest K maximum sorption at pHZpc. In contrast, Central Kalimantan has the highest K maximum sorption. Water soluble K-

(96)

ABSTRAK

RIMA PURNAMAYANI. Nilai Zero Point of Charge (ZPC) serta Hubungannya dengan Erapan Kalium pada Tanah Gambut Pantai Jambi dan Kalimantan Tengah. (Di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham sebagai Ketua Komisi, Dr. Ir. Sudarsono, M.Sc dan Prof. Dr. Ir. Latifah K. Darusman, MS, masing-masing sebagai Anggota Komisi Pembimbing).

Salah satu aspek kimia yang penting dalam pengelolaan dan belum banyak menjadi perhatian adalah Zero Point of Charge (ZPC). Dengan mengetahui nilai ZPC tanah, maka akan dapat menduga kapasitas erapan kation dan bentuk-bentuk ikatan kation pada pH tertentu. Masalah lain pada tanah gambut adalah rendahnya unsur makro, salah satunya adalah kalium (K) karena merupakan unsur yang mudah hilang dari tanah akibat ikatannya lemah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai ZPC, erapan maksimum kation K dan bentuk-bentuk ikatan kation K yang dierap pada tanah gambut pantai Jambi dan Kalimantan tengah dengan tingkat dekomposisi saprik, hemik dan fibrik.

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah Jurusan Tanah Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor, dari bulan September 2000 sampai Juli 2001. Contoh tanah gambut diambil dari Lagan (Jambi) dan Samuda (Kalimantan Tengah). Penelitian ini terdiri dari 3 bagian yaitu penetapan: 1) Nilai ZPC, 2) Erapan maksimum K, dan 3) Bentuk ikatan K ( yaitu K larut H20, K larut CaC12 0.05 M dan K larut asam asetat 2.5%). Bagian 2 dan 3, dilakukan pada 4 tingkatan nilai pH yaitu 0.25 satuan di bawah pH ZPC, pH ZPC, 0.25 satuan di atas pH ZPC dan 0.50 satuan di atas pH ZPC.

(97)

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa thesis yang berjudul :

"NILAI ZERO POINT OF CHARGE (ZPC) DAN HUBUNGANNYA DENGAN ERAPAN KALIUM PADA TANAH GAMBUT PANTAI JAMB1 DAN KALIMANTAN TENGAH

adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah dipublikasikan. Semua sumber daya dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Februari 2002

(98)

NILAI ZERO POINT OF CHARGE (ZPC) DAN HUBUNGANNYA DENGAN ERAPAN KALIUM PADA TANAH GAMBUT PANTAI

JAMB1 DAN KALIMANTAN TENGAH

Oleh :

RIMA PURNAMAYANI 99050fTNH

Thesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor

PROGRAM PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(99)

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa thesis yang berjudul :

"NILAI ZERO POINT OF CHARGE (ZPC) DAN HUBUNGANNYA DENGAN

ERAPAN KALIUM PADA TANAH GAMBUT PANTAI JAMB1 DAN

KALIMANTAN TENGAH"

adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah

dipublikasikan. Semua sumber daya dan informasi yang digunakan telah

dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Februari 2002

(100)

Judul : NILAI ZERO POINT OF CHARGE (ZPC) SERTA HUBUNGANNYA DENGAN ERAPAN KALIUM PADA TANAH GAMBUT PANTAI JAMB1 DAN KALIMANTAN TENGAH

Nama mahasiswa : RIMA PURNAMAYANI

Nomor Pokok : 99050

Program Studi : ILMU TANAH

Menyetujui,

1. Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham. M.Agr Ketua

Dr. Ir. Sudarsono, M.Sc ~r-rusman. * M.S

Anggota Anggota

2. Ketua Program Studi Ilmu Tanah

-

Dr. Ir. Sudarsono. M.Sc

(101)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 13 Juni 1976 dari ayah

Poenvadi HA dan ibu Syarfina sebagai anak ketiga dari tiga bersaudara.

Penulis menempuh pendidikan dasar di SD Xaverius 1 Palembang dan

lulus pada tahun 1988. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan ke SMP

Xaverius Maria Palembang dan lulus pada tahun 1991. Setelah itu penulis

meneruskan ke SMA Xaverius 1 Palembang dan lulus pada tahun 1994.

Selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang pendidikan tinggi di

Jurusan Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya dan lulus pada tahun

1998 dengan predikat cum laude. Kemudian pada tahun 1999, penulis

melanjutkan program S2 di Program Studi Ilmu Tanah Program Pascasarjana

(102)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Esa atas rahmat

dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan

thesis ini, serta pada akhirnya dapat menyelesaikan studi di PPs IPB ini

Terima kasih yang sebesar-besarnya diucapkan kepada Prof. Dr. Ir.

Supiandi Sabiham, M.Agr selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah banyak

memberikan saran dalam perencanaan, pelaksanaan hingga penulisan thesis ini,

serta dukungan dan motivasinya. Penghargaan yang sama disampaikan kepada

Dr. Ir. Sudarsono, M.Sc dan Prof. Dr. Ir. Latifah K. Darusman, M.S, masing-

masing selaku anggota Komisi Pembimbing atas saran-saran dalam pelaksanaan

penelitian sampai ke penulisan thesis ini.

Penghargaan dan ucapan terima kasih disampaikan kepada :

1. Direktur Program Pascasarjana IPB yang telah memberi kesempatan

belajar, serta seluruh staf pengajar yang telah membekali ilmu untuk

berkembang.

2. Direktur Direktorat Pembinaan Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat DIKTI yang telah menyediakan dana melalui Hibah Tim URGE.

3. Dr.Ir. Abdul Rachim, MS dan Dr. Suwarno, atas segala bantuan dan sarannya selama penelitian ini.

(103)

5 . Kedua orang tua yang selalu mendukung dan memotivasi baik moral

maupun dana, serta doanya selama pelaksanaan penelitian sampai selesainya

penulisan thesis ini.

6 . Suamiku, Mas Iwan atas segala dukungan, motivasi, doa, kesabaran dan

pengertiannya selama studi di sini.

7. Uni Rina, Uni Rini, Tekyang, Tekcu, Mami dan semua saudaraku atas

segala bantuan baik fisik maupun moral selama studi dan penelitian ini.

8. Opa dan oma Badril Anwar sekeluarga di Bogor, atas segala perhatian dan doanya.

9. Anak-anak Cikahuripan 1 terutama Anna, Wienda, Rika, Inti dan Oges yang

selalu menemani di laboratorium.

10. Ir. Siti Zahrah, MS, Ir. Mulyadi Daeng, Ir. Faiz Barchia, M.Sc, Ir. Nikolas,

Dr. Ir. Riwandi, M.S, Fitri Kyusu Aini, SP, atas segala kerja sama dan

persahabatan selama studi dan penelitian ini.

1 1. Kepada rekan-rekan mahasiswa Program Studi Ilmu Tanah Pascasarjana

IPB, terutama Ir. Afra D. Makalew, MSc, Ir. Neneng L.Nurida, Ir. Ai

Dariah, Ir. Eti Puji Handayani, Ir. Moentoha Selari, MS, serta Angkatan 99

yang tidak dapat disebutkan satu per satu, atas segala persahabatan dan tak

henti-hentinya memotivasi penulis.

Tak ada gading yang tak retak, demikian pula dengan thesis ini. Oleh karena

itu, atas segala kekurangannya, penulis mohon pengertian yang sedalam-

(104)

DAFTAR IS1

Halaman

...

PRAKATA

...

viii

...

DAFTAR TABEL xii

...

...

DAFTAR GAMBAR xi11

...

PENDAHULUAN 1

...

Latar Belakang 1

...

Tujuan Penelitian 4

Hipotesis

...

5

...

TINJAUAN PUSTAKA 6

...

Tanah Gambut Tropika di Indonesia 6

...

Komposisi Bahan Penyusun Tanah Gambut 8

...

Muatan Permukaan dan Zero Point of Charge 10

...

Kalium dalam Tanah Gambut 12

...

BAHAN DAN METODE 14

...

Tempat dan Waktu

...

Metode Penelitian

...

Pengambilan Contoh Tanah

...

Percobaan Pendahuluan

...

Penetapan Nilai Zero Point of Charge (ZPC)

...

Penetapan Kurva Erapan Kalium

...

Bentuk-Bentuk Kalium

...

Penetapan AsamIBasa dan Hari Inkubasi

...

Hasil Analisis Awal Sifat Kimia Tanah Gambut

...

Kadar C.organik. N-total dan Nisbah C/N

...

Kadar K. Na. Ca. Mg Total

Kemasaman Total. Gugus Fenolat dan Gugus Karboksilat

...

...

HASIL DAN PEMBAHASAN 27

...

Penetapan Nilai pH ZPC (Zero Point of Charge) 27

...

Penetapan Erapan Kalium 33

...

Model Linear dan Nilai r 33

...

Erapan Maksimum (b) dan Konstanta Langmuir (k) 41

...

Penetapan Bentuk Ikatan Kalium (K) 46

...

KESIMPULAN DAN SARAN 53

...

Kesimpulan 53

(105)
(106)

DAFTAR TABEL

Teks

Komposisi gambut hutan tropika tipe sangat masam (Hardon

...

dan Polak, 194 1 dalam Polak, 1975)

Kadar C-organik, N-total, dan nisbah C/N tanah gambut pantai Jambi dan Kalimantan Tengah pada berbagai tingkat

...

dekomposisi

Kadar K, Na, Ca, dan Mg dapat ditukar tanah gambut pantai Jambi dan Kalimantan Tengah pada berbagai tingkat

...

dekomposisi

Kemasaman total, gugus fenolat dan gugus karboksilat tanah gambut pantai Jambi dan Kalimantan Tengah pada

...

berbagai tingkat dekomposisi

Hasil penetapan nilai pH ZPC pada tanah gambut pantai Jambi dan Kalimantan Tengah pada berbagai tingkat

dekomposisi

...

Penetapan nilai pH sebagai perlakuan pada tanah gambut pantai

Jambi dan Kalimantan Tengah pada berbagai tingkat dekomposisi

...

Penetapan jumlah asamlbasa serta hari inkubasi tanah gambut

pantai Jambi dan Kalimantan Tengah pada berbagai tingkat dekomposisi dan perlakuan pH

...

Model linear dan nilai r (koefisien regresi) erapan Kalium tanah gambut pantai Jambi dan Kalimantan Tengah pada

berbagai tingkat dekomposisi dengan perlakuan

...

Erapan maksimum dan konstanta Langmuir pada tanah gambut pantai Jambi & Kalimantan Tengah pada berbagai tingkat dekomposisi dengan perlakuan

...

Lampiran

Data pengukuran konsentrasi keseimbangan K dan hasil perhitungan dengan model linear Langmuir pada tanah gambut pantai Jambi dan Kalimantan Tengah pada

...

berbagai tingkat dekomposisi

Hasil penetapan bentuk-bentuk Kalium pada tanah gambut pantai Jambi dan Kalimantan Tengah pada berbagai tingkat dekomposisi

...

Halaman

(107)

DAFTAR GAMBAR

Teks Halaman

Grafik hubungan pH dan muatan permukaan tanah gambut pantai Jambi pada berbagai tingkat dekomposisi , yang

...

diukur pada berbagai kekuatan ionik

Grafik hubungan pH dan muatan permukaan tanah gambut pantai Kalimantan Tengah pada berbagai tingkat

dekomposisi

.

yang diukur pada berbagai kekuatan ion

....

Hubungan linier erapan K pada tanah gambut pantai Jambi

...

pada berbagai tingkat dekomposisi

Hubungan linier erapan K pada tanah gambut pantai

Kalimantan Tengah dengan tingkat dekomposisi saprik

...

Hubungan linier erapan K pada tanah gambut pantai

Kalimantan Tengah dengan tingkat dekomposisi hemik

....

Hubungan linier erapan K pada tanah gambut pantai

Kalimantan Tengah dengan tingkat dekomposisi fibrik

....

Hasil penetapan bentuk-bentuk K pada tanah gambut pantai Jambi pada berbagai tingkat dekomposisi

...

Hasil penetapan bentuk-bentuk K pada tanah gambut pantai

Kalimantan Tengah pada berbagai tingkat dekomposisi

...

Persentase bentuk-bentuk ikatan kalium pada tanah gambut

...

pantai Jambi

Persentase bentuk-bentuk ikatan kalium pada tanah gambut

...

pantai Jambi

Lampiran

Peta lokasi pengambilan contoh tanah gambut pantai di Jambi

..

Peta lokasi pengambilan contoh tanah gambut pantai di

Kalimantan Tengah

...

Kurva hubungan pH dan volume asamlbasa tanah gambut pantai Jambi pada berbagai tingkat dekomposisi

...

Kurva hubungan pH dan volume asamlbasa tanah gambut pantai Kalimantan Tengah pada berbagai tingkat

...

(108)

PENDAHULUAN

Dalam pengembangan lahan garnbut perlu dilakukan upaya pengelolaan

yang optimal agar produktivitasnya meningkat, baik dari segi fisik maupun

kimianya. Salah satu aspek kimia yang penting dalam pengelolaan dm belum

banyak menjadi perhatian adalah Zero Point of Charge (ZPC), erapan kation basa

terutama kalium (K) dalam tanah gambut serta bentuk-bentuk ikatan kation

tersebut.

Menurut

Tan

(1998), ZPC merupakan saat dimana muatan permukaan

pada koloid tanah secara elektrik netral atau nol. ZPC merupakan salah satu karakteristik muatan permukaan yang tergantung pH. Gambut bersifat amfoter

dimana muatan permukaannya tergantung pH tanah. Muatan permukaan tanah

gambut dapat digambarkan dengan kemasaman total, yang berasal dari disosiasi

gugus-gugus fungsionalnya pada pH tertentu, yaitu gugus karboksil (COOH) dan

gugus hidroksil (fenolat-OH). Evaluasi nilai ZPC tanah memungkrnkan untuk

dapat mengetahui tindakan pengelolaan yang diberikan, misalnya pemupukan dan

pengapuran (Parker et al., 1979). Dengan mengetahui nilai ZPC tanah, maka

dapat diduga kapasitas erapan kation dan distribusi erapan kation berdasarkan

muatan permukaan pada pH tertentu.

Masalah lain pada tanah gambut adalah tingkat kesuburannya yang rendah

yaitu rendahnya kadar unsur hara makro maupun mikro Kesuburan yang rendah

itu karena kadar bahan organik yang sangat tinggi, tingkat kemasarnan yang

(109)

TINJAUAN PUSTAKA

Tanah Gambut Tropika di Indonesia

Berdasarkan fisiografinya, lahan garnbut dapat dibedakan menjadi gambut

pantai, gambut transisi dan gambut pedalaman (Sabiham, 1988). Selanjutnya

dijelaskan bahwa gambut pantai dicirikan oleh lapisan bahan mineral yang ada di

bawahnya berupa endapan marin yang bervariasi dari segi wnur dan jenis

endapannya serta dipengaruhi oleh luapan air laut. Sedangkan gambut pedalaman

dicirikan oleh lapisan bahan mineral bukan marin, terletak di atas tanah tua

(Pleistocen), serta tidak mendapat pengaruh air laut. Gambut transisi dijumpai

jika mengalami pengaruh yang intensif dan luapan banjir sungai disamping

pengaruh pasang surut air laut.

Berdasarkan tingkat dekomposisinya, gambut dapat dikelompokkan

menjadi tingkat dekomposisi fibrik, hemik dan saprik. Bahan fibrik dicirikan oleh

jaringan tanaman yang belum terdekomposisi sempurna seperti batang kayu,

rerumputan, dedaunan dan akar. Bahan hemik mengandung fiagmen jaringan

tanaman yang sebagian telah terdekomposisi. Sedangkan bahan saprik dicirikan

oleh bahan berwarna coklat hitam yang jaringan tanamannya tidak

teridentifikasikan lagi (Sabiham, 1988; Andriesse, 1997). Bahan saprik telah

terdekomposisi sempma sehingga mengandung gugus-gugus fbngsional aktif

dibandingkan dengan tingkat dekomposisi hemik maupun fibrik. Gugus-gugus

fungsional tersebut menyumbangkan muatan negatif yang dapat meningkatkan

(110)

2

membutuhkan tambahan unsur K, Ca, Mg, P

dan

unsur mikro Cu, Zn dan

Mn.

Unsur-unsur ini tak tersedia dalam arti sebenarnya di lahan gambut atau terikat

dengan unsur lain sehingga tak dapat dimanfaatkan (Setiadi, 1997).

Salah satu unsur yang paling banyak menentukan pertumbuhan tanaman di

lahan gambut adalah kaliurn (K). Andriesse (1997) menjelaskan bahwa

kebanyakan lahan gambut mengalami defisiensi K. Walaupun tanah gambut

memiliki kapasitas tukar kation yang tinggi, tetapi tidak dapat menjerap K yang

dapat dipertukarkan. Bahan organik tanah mampu menjerap kation multivalen

dalam bentuk suatu gabungan ikatan. Ikatan-ikatan ini tidak tersedia untuk

tertukar dengan kation monovalen (misalnya K) dan tidak langsung pula lepas

bentuk ikatannya di dalam larutan tanah. Lucas (1982) menyatakan bahwa K

merupakan unsur yang diikat lemah oleh gambut, akibatnya unsur ini lebih cepat

hilang

dari

tanah gambut. Oleh karena itu perlu diketahui erapan maksimum K

pada tanah gambut serta bentuk-bentuk ikatan yang tererap.

Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian (1990) menegaskan bahwa

tanah gambut memiliki unsur kaliurn yang sangat rendah. Hal ini ditegaskan oleh

Saragih (1996) yang melaporkan bahwa kadar K dapat ditukar pada tanah garnbut

Jambi urnwnnya rendah sampai sedang (0,13 - 0,70 cm01.k~-I). Sedangkan dari

hasil penelitian Salampak (1999) ditemukan bahwa kadar K dapat ditukar pada

tanah gambut Kalimantan Tengah berkisar rendah sampai tinggi (0,29 - 1,13 cm01.k~").

Telah banyak yang dilakukan untuk meningkatkan kadar

K

&lam tanah

gambut, yaitu penarnbahan pupuk K, bahan campuran gambut seperti abu gergaji,

(111)

pupuk lengkap (Askin et al., 1995; Hardjowigeno, 1996; Setiadi, 1997).

Pembakaran juga telah dilakukan untuk meningkatkan K (Kanapathy, 1975), akan

tetapi Widjaja-Adhi et al. (1989) dalam Askin et al. (1995), menyatakan bahwa

pembakaran gambut akan mempercepat hilangnya lapisan gambut. Kemudian

Suranta et al. (1993), menyatakan pula bahwa penambahan amelioran seperti

kapur, terak baja dan zeolit cenderung merendahkan daya erap terhadap K

sehingga mudah terlepas dan tercuci. Kapur memiliki pengaruh lebih besar

karena Ca mempunyai daya menukar kation yang tinggi.

Pada pH yang rendah, kompleks pertukaran kation didominasi oleh gugus

karboksilat dan gugus hidroksil yang belum banyak terdisosiasi karena sifatnya

yang merupakan muatan variabel (variable charge), sehingga unsur hara dalam

bentuk kation dapat ditukar mudah tercuci dari kompleks pertukaran. Demikian

juga unsur hara dalarn bentuk anion mudah hilang karena tidak dapat dipegang

oleh tanaman. Oleh karena itu sebaiknya dilakukan peningkatan pH sarnpai

satuan tertentu agar gugus-gugus tersebut dapat terdisosiasi dan menyumbangkan

muatan negatif untuk dapat meningkatkan kekuatan ikatan kation-kation.

Pengapuran sering dilakukan untuk meningkatkan pH tanah, takaran kapur

tiap unit volume gambut sekitar < 4 tonlha, tetapi hams diingat bahwa pemberian

bahan alkali kuat seperti kapur tersebut akan menyebabkan percepatan peruraian

gambut yang menghasilkan humat tercuci. Pengapuran langsung pada tanah

giz?ib.rit &an mempercepat pelarutan gambut yang nantinya hanya akan

menyisakan komponen lignin dan humin yang sukar terombak. Percobaan

pengapuran mencapai pH tetap 5.0 menunjukkan terjadinya pelarutan bahan

(112)

humat dan fulvat yang berwarna kecoklatan tersebut akan merugkan kesuburan

tanaman, karena sebagan besar hara terkandung dalam kedua fraksi tersebut.

Oleh karena itu, perlu dilakukan peningkatan pH yang tidak terlalu tinggi agar ha1

tersebut tidak terjadi.

Melalui penelitian ini dharapkan dapat diketahui nilai pH ZPC dan

pengaruh perubahan nilai pH di sekitar pH ZPC terhadap erapan maksimurn K.

Dalam penelitian ini gambut yang dteliti difokuskan pada gambut pantai yang

urnumnya memiliki tingkat kesuburan dan kestabilan yang lebih tingg

dbandingkan kedua jenis gambut laimya (Driessen dan Sudjadi, 1981;

Hardjowigeno, 1996). Tanah gambut pantai yang diteliti diambil dari dua lokasi

yaitu Jambi yang mewakili gambut Sumatra dan Kalimantan Tengah yang

mewakili gambut Kalimantan, serta diarnbil dari tiga tingkat dekomposisi yaitu

saprik, hemik dan fibrik.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Menentukan nilai pH ZPC tanah gambut pantai Jambi dan Kalimantan Tengah

pada berbagai tingkat dekomposisi fibrik, hemik dan saprik.

2. Mengukur erapan maksimum kation kalium pada tanah gambut pantai Jarnbi

dan Kalimantan Tengah pada berbagai tingkat dekomposisi berdasarkan pH

ZPC, & bawah pH ZPC dan di atas pH ZPC.

3. Menentukan bentuk-bentuk ikatan kation kalium yang dierap pada tanah

gambut pantai Jambi dan Kalimantan Tengah dengan berbagai tingkat

(113)

5

Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :

Nilai pH ZPC tanah gambut berkaitan dengan kandungan gugus-gugus

fungsional serta kemasaman totalnya.

Pada pH tanah sarna dengan pH ZPC, erapan kalium masih dapat terjadi pada

tanah garnbut dan tingkat dekomposisi saprik memiliki erapan kalium lebih

tinggi dibandingkan dengan tingkat dekomposisi hemik maupun fibrik.

Bentuk ikatan kalium yang kuat lebih banyak terdapat pada pH tanah di atas

(114)

7

Berdasarkan hasil penelitian Kyurna dan Vijarnsorn (1992), lahan gambut

di Indonesia dominan di Pulau Sumatera dan Kalimantan yaitu seluas rt: 18 juta ha.

Kedua daerah tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor yang berbeda sehngga

menghasilkan karakteristik gambut yang berbeda pula. Berdasarkan hasil

penelitian Sabiham (1988), di Jambi terdapat tanah tua di bawah lapisan gambut

yang tebal dalam zona gambut ombrogen, sedangkan di Kalimantan Tengah

terdapat pasir dan kerikil di bawah lapisan gambut. Gambut di Kalimantan

Tengah mendapat luapan banjir yang lebih ekstensif dibandingkan gambut Jambi.

Selanjutnya Sabiham dan Sumawinata (1989) menjelaskan pula mengenai jenis

mineral yang terkandung di dalamnya. Di Jambi, mineral kaolinit lebih tinggi dan

mineral tipe 2:1 lebih rendah dibandingkan di Kalimantan Tengah.

Berdasarkan hasil penelitian Riwandi (2001), gugus karboksilat pada

daerah Kalimantan Tengah lebih tinggi dlbandingkan Jambi. Sedangkan gugus

fenolat-OH pada daerah Kalimantan Tengah lebih rendah daripada di Jambi.

Kendala penggunaan lahan gambut untuk pertanian antara lain kesuburan

kirnia tanah yang rendah, pH sangat masam, adanya lapisan pirit yang berbahaya

jika teroksidasi, adanya daya dukung tanah yang rendah, kapasitas tukar kation

tanah gambut tinggi sedangkan kejenuhan basanya rendah sehingga kation-kation

kalsium (Ca), magnesium (Mg) dan kalium (K) sulit tersedia bagi tanarnan,

defisiensi unsur mikro, keracunan asam organik, lemahnya daya cengkeram akar

tanaman, mudah mengalami penyusutan, kerapatan isi sangat rendah serta

mempunyai daya kering tak balik (irreversible drying) (Halim, 1987; Syarif dan

(115)

Komposisi Bahan Penyusun Tanah Gambut

Komposisi hmia bahan gambut dipengandu oleh vegetasi utamanya,

tingkat dekomposisi dan lingkungan hmia alami. Unsur pokok organik

Qkelompokkan menjadi : 1) bentuk larut dalam air, 2) bentuk yang larut dalam eter dan alkohol, 3) selullosa clan hemiselulosa, 4) lignin dan bahan derivat lignin,

dan 5) bahan nitrogen atau protein kasar (Andriesse, 1988). Driesssen (1978)

menambahkan bahwa tanah gambut tropik yang masam (pH 3- 5) dan tebal

mengandung < 5% bahan inorganik. Fraksi organik sebagian besar terdiri dari

hemiselulosa, selulosa, lignin, bahan hurnat, sejumlah protein, wax, tannin, resin,

suberin.

Bahan yang menyusun gambut adalah bahan organik yang berasal dari

carnpuran sisa-sisa turnbuhan dalam berbagai tingkat dekomposisi. Bahan

organik dapat dibedakan menjadi substansi humus dan non humus. Substansi non

humus meliputi karbohidrat, protein, peptida, asam amino, asam nukleat, purin,

pirimidin, asam lemak, lilin, resin, zat warna dan substansi organik lain dengan

berat molekul yang lebih rendah. Sedangkan substansi-substansi humus meliputi

asam humat, humin dan asam fulvat (Tan, 1998).

Bahan gambut yang berasal dari vegetasi kayu-kayuan mengandung lignin

yang tinggi (Stevenson, 1982). Tan (1998) menyatakan bahwa lignin merupakan

konstituen amat penting dan jaringan kayu dan mengandung bagian terbesar dari

kadar metoxil kayu, bersifat tidak larut dalam air maupun pelarut organik dan

asam sulfat. Bahan gambut yang mengandung lignin relatif tinggi biasanya lebih

tahan terhadap dekomposisi, sehingga stabilitasnya lebih tinggi. Lignin yang

(116)

dan gugus karboksilat. Selanjutnya gugus-gugus ini akan terdisosiasi yang dapat

menyurnbangkan muatan permukaan yaitu muatan-muatan negatif pada tanah

gambut. Selain ligmn, bahan penyusun lain seperti selulosa juga dapat

menyumbangkan muatan-muatan negatif dalam tanah gambut.

Bahan asal tanah gambut yang ditemukan di wilayah Malaysian Tropics

termasuk yang ada di Sumatera dan Kalimantan didominasi oleh bahan kayu-

kayuan. Oleh karena itu, komposisi bahan organiknya sebagian besar adalah

lignin yang urnurnnya melebihi 60% bahan kering, sedangkan kadar komponen

lainnya seperti selulosa, hemiselulosa dan protein umumnya tidak melebihi 11%

(Polak, 1975). Komposisi tanah gambut tropika disaj ikan dalam Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi gambut hutan tropika tipe sangat masam (Hardon dan Polak,

1941 dalam Polak, 1975).

Asal Gambut

Komponen Sumatera Kalimantan

. . . .% bahan kering . . .

Komponen gambut larut dalam:

Eter 4.67 2.50

Alkohol 4.75 6.65

Air 1.87 0.87

Hemiselulosa 1.95 1.95

Selulosa 10.61 3.61

Lignin 63.99 73.67

Protein 4.41 3.85

Bahan gambut menghasilkan asam humat dan asam fulfvat melalui proses

humifikasi. Menurut Ricca dan Severini (1993), asam humat mengandung

senyawa aromatik lebih banyak &pa& asam fulvat, sedangkan asam fulvat

mengandung senyawa alifatik lebih banyak danpada asarn humat. Selanjutnya

(117)

10

relatif tingg mengandung asam humat lebih banyak daripada bahan gambut yang

kadar selulosanya relatif tinggi.

Bahan gambut memiliki unsur hara makro seperti Kalium (K), Natriurn

(Na), Kalsium (Ca), Magnesium (Mg) dan unsur hara mikro terutama tembaga

(Cu)

,

seng (Zn) , besi (Fe), mangan

(Mn)

dan boron (B) yang sangat rendah, tetapi hdominasi oleh kadar karbon (C)

dan

nitrogen (N) (Andriesse, 1997).

Muatan Permukaan dan Zero Point Charge

Karakteristik yang penting dalam reaktivitas tanah di antaranya adalah luas

permukaan dan muatan permukaan (Bohn et al., 1979). Pada umumnya tanah

mempunyai dua tipe muatan permukaan yaitu muatan tergantung pH (muatan

variabel) dan muatan tidak tergantung pH (muatan permanen). Muatan variabel

akan berubah bila te rjadi perubahan pH tanah dan terdapat pada tanah mineral dan

tanah organik, sedangkan muatan permanen dihasilkan dari proses substitusi

isomorfik dan muatan ini dimiliki oleh tanah mineral (Anderson dan Sposito, 1992).

Surnber utama muatan variable tergantung dari penambahan dan

kehilangan

H?

dari gugus fungsional pada permukaan koloid tanah. Gugus

fbngsional tersebut yaitu hidroksil (-OH), karboksil (-COOH), fenolik (-C6&0H)

dan m i n e (-NH2). Muatan yang berasal dari gugus fungsional ini sangat

tergantung pada pH larutan yang mengatur derajat protonasi dan deprotonasi dari

gugus fungsional (Bohn et al., 1979).

Menurut Tan (1998), besaran dari muatan variabel ini beragam tergantung

dari pH dan tipe koloid. Jenis muatan ini sangat penting pada liat tipe 1: 1, liat

(118)

11

muatan variabel, dimana muatan negatif berasal dari gugus karboksil dan fen01

yang terdisosiasi, sedangkan muatan positif dihasilkan oleh proses protonasi.

Zero Point of Charge (ZPC) digunakan untuk menunjukkan keadaan

relatif muatan negatif dan positif pada koloid tanah. ZPC merupakan pH tertentu

pada saat muatan permukaannya secara elektrik netral (Bohn et al., 1979; Tan,

1998). Sakurai et al. (1988) menyatakan bahwa ZPC adalah suatu titik dimana

muatan permukaan dari komponen muatan variabel adalah no1 berkaitan dengan

keseimbangan jerapan dan OH. Selanjutnya Sakurai et al. (1989) menyatakan

bahwa ZPC merupakan karakteristik spesifik dari tanah yang didominasi oleh

muatan variabel. Tanah terdiri dari berbagai konstituen sehingga nil& ZPC tanah

dipengaruhi oleh ciri fisiko-kimianya.

Konsep ZPC diambil dari tanah mineral yang memiliki muatan variabel

atau muatan tergantung pH, dimana muatan negatifnya berasal dari disosiasi

gugus hidroksil yang terbuka dan muatan positifnya berasal dari protonasi atau

penambahan ion

H?

ke gugus hidroksil. Konsep ZPC ini diterapkan pada tanah

gambut yang juga memilib muatan variabel. Pada tanah gambut, muatan negatif berasal dari disosiasi gugus karboksil dan fenolat sedangkan muatan positif

berasal dari gugus amin. Menurut Bohn et al. (1979) tidak ada

tanah

organik

yang memiliki muatan positif pada pH 2,5

-

8,O. Akan tetapi, Naganuma dan Okazaki (1992) melaporkan bahwa nilai ZPC tanah gambut tropika dari Malaysia (Ayer Baloi) adalah 3,31 dan Thailand (Bacho) yaitu 3,52. Kedua peneliti

tersebut menggunakan metode Schullthess dan Sparks (1986) yang merupakan

(119)

Kalium dalam Tanah Gambut

Kalium adalah unsur hara penting ketiga untuk tanarnan setelah N dan P,

diserap tanaman dalam jumlah mendekati atau bahkan melebihi jumlah N

meskipun K tersedia dalam tanah hanya terdapat dalam jumlah terbatas

(Soepartini, 1988).

Tanah gambut umumnya defisien unsur P, K, Zn, Cu dan Mo. Tingkat

kemasaman yang tinggi dengan kapasitas tukar kation (KTK) yang tinggi

sedangkan kejenuhan basa yang rendah mengakibatkan meningkatnya laju

kecepatan tersedianya hara tanaman terutama K, Ca dan Mg (Halim et al., 1983).

Kalium merupakan unsur paling cepat tercuci pada tanah gambut.

Andriesse (1997) menambahkan bahwa fiksasi K tidak terjadi dalam tanah

gambut. Meskipun KTKnya tinggi tetapi tidak mampu menjerap K-dd. Sebagian

besar kation K berada dalam bentuk terlarut sehingga dapat mudah tercuci bila tidak segera digunakan.

Kaliurn diambil tanaman dari tanah dalam bentuk ion K+ (Tisdale et al.,

1990). Umwnnya pada tanah mineral, K tanah dapat dibagi menjadi empat

bentuk yang berada dalam keseimbangan, yaitu K dalam larutan (cepat tersedia),

K dapat dipertukarkan (mudah tersedia),

K

tidak dapat dipertukarkan (larnbat

tersedia) dan K dalam mineral (sulit tersedia) (Uexkull, 1985). Bao (1985)

menyatakan bahwa respon K dalam pertumbuhan tanarnan sangat tergantung dari

ketersediaan

K

larutan dan K dapat dipertukarkan, serta sedikit dari kandungan K lambat tersedia.

Menurut Stevenson (1982), K terxnasuk kation yang esensial bagi tanaman

(120)

Aleksandrova (1967), interaksi kation ini dengan asam-asam humik terjadi karena

perbedaan sifat polar antara keduanya yang menonjol sehingga membentuk garam

heteropolar. Mekanismenya melibatkan reaksi pertukaran antara gugus fungsional

dan kation, dimana pada pH rendah gugus COOH lebih berperan sedangkan pada

pH lebih tinggi yang lebih berperan adalah gugus OH fenolik. Menurut Suranta et

al. (1993), senyawa humat yang mengandung tapak aktif -COOH dan -OH

membentuk ikatan koordinasi dengan kation polivalen, tidak dengan kation

monovalen. Hal ini akan menyebabkan K lebih mudah digantikan oleh unsur lain.

Tapak ligan utama sebagai pengikat kation pada asam humat dan asam

hlvat terdapat pada gugus yang mengandung oksigen seperti karboksilat,

hidroksil dari fenolat, alkohol dan enol, serta karbonil. Selain itu, gugus amino

dan gugus yang mengandung S dan P juga dapat mengkhelat kation (Stevenson

dan Fitch, 1986).

Berdasarkan penelitian Saragh (1996), kadar K &pat ditukar (K-dd) di

Jambi bervariasi dari rendah hingga sedang, kecuali pada gambut pantai

mengandung K-dd cukup tingg. Salampak (1999) meneliti kadar K-dd di

Kalimantan Tengah, yang nilainya berkisar tinggi. Metode analisis yang

digunakan &lam penelitian ini adalah m 0 A c pH 7,O.

Murnita (2001) melakukan penelitian mengenai erapan K pada tanah

gambut Jambi. Dari hasil penelitiannya didapatkan bahwa tanah gambut memiliki

kapasitas erapan maksimum yaitu 759 - 2756 pg.g-', dimana gambut pantai memiliki kapasitas erapan K yang lebih tinggi dibandingkan garnbut peralihan.

Nilai konstanta Langrnuir pada tanah gambut Jambi tersebut adalah < 0,03, karena

(121)

BA3AN DAN METODE

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia-Kesuburan Tanah

Jurusan Tanah Fakultas Pertanian IPB. Penelitian dimulai pada bulan September

2000 dan selesai pada bulan Juli 2001.

Metode Penelitian

Pengambilan Contoh Tanah

Contoh tanah yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanah gambut

pantai, yang diambil di Lagan mewakili daerah Jambi, dan Samuda mewakili

daerah Kalimantan Tengah. Lokasi pengambilan contoh tanah garnbut Jambi

disajikan pada Lampiran 1, sedangkan untuk Kalimantan Tengah disajikan pada

Lampiran 2.

Pengambilan contoh tanah dari tiap lokasi dilakukan secara vertikal dari 1

pedon, berturut-turut dari lapisan atas ke bawah yaitu lapisan permukaan yang

merupakan tingkat dekomposisi saprik, lapisan kedua yang dikategorikan sebagai

tingkat dekomposisi hemik, dan lapisan bawah yang menggambarkan tingkat

dekomposisi fibrik. Contoh tanah gambut dari Lagan berturut-turut diambil dari

kedalaman 0-20 cm yang rnenggambarkan tingkat dekomposisi saprik, kedalaman

20-60 cm yang menggambarkan tingkat dekomposisi hemik dan kedalaman 60-

120 cm yang menggambarkan tingkat dekomposisi fibrik. Sedangkan contoh

tanah gambut dari Samuda berturut-turut diambil dari kedalaman 0-25 cm yang

(122)

menggambarkan tingkat dekomposisi hemik dan kedalaman 90-120 cm yang

menggambarkan tingkat dekomposisi fibrik. Pada saat pengambilan contoh tanah,

tinggi muka air di Lagan adalah 35 cm, sedangkan tinggi muka air di Samuda

adalah 8 cm.

Percobasn Pendahuluan

Percobaan pendahuluan terdiri dari analisis tanah gambut awal dan

penetapan jumlah asam atau basa yang harus ditarnbahkan serta jumlah hari

inkubasi untuk mencapai nilai pH tertentu. Untuk keperluan analisis sifat tanah

gambut di laboratorium, diambil contoh tanah gambut pantai dengan tingkat

dekomposisi saprik, hemik dan fibrik di daerah Jambi dan Kalimantan Tengah.

Prosedur kerja penetapan jumlah asarnhasa dan hari inkubasi adalah :

Sebanyak 1 g tanah gambut dimasukkan ke dalam botol plastik, kemudian

masing-masing contoh tanah ditambahkan 0.05 M HC104 sebanyak 5 ml, 10 ml,

15 ml, dan 20 ml serta penambahan 0.05 M NaOH sebanyak 1 ml, 2 ml, 3 ml, 4

ml pada contoh lainnya. Selain itu terdapat contoh yang tidak ditambahkan asam

maupun b a a . Contoh tersebut dibuat 3 seri masing-masing untuk inkubasi selama

3 hari, 6 hari dan 9 hari. Pada hari yang ditentukan, dilakukan pengukuran pH

tanah. Kemudian dibuat kurva hubungan volume asam/basa yang ditarnbahkan

dengan pH yang terukur untuk 3 hari inkubasi, 6 hari inkubasi dan 9 hari inkubasi

. Setelah itu ditentukan jumlah asam/basa yang harus ditambahkan serta lama hari

inkubasi yang dibutuhkan untuk mencapai nilai pH yang diinginkan.

Analisis tanah gambut yang dilakukan meliputi pH (H20), C-orgamk, C-

total, N-total, K-dd, Na-dd, Ca-dd, Mg-dd, kemasaman total, gugus karboksilat

(123)

16

Penetapan Nilai Zero Point of Charge (ZPC)

Penetapan nilai ZPC ini menggunakan metode Schulthess dan Sparks

(1 986) yang dimodifikasi oleh Naganurna dan Okazaki (1 993). Prosedur kerj anya

adalah sebagai berikut:

Sebanyak 1 g tanah dimasukkan ke dalam botol dan ditambahkan 5 ml

NaC104 masing-masing untuk konsentrasi 0,l; 0,O 1 ; 0,001 M. Untuk mendapatkan variasi beberapa nilai pH, ditambahkan 0,05 M HC104 atau 0,05 M

NaOH masing-masing untuk 6 sample dengan penambahan asam (HC104) dan

basa (NaOH), yaitu sebanyak 1.0, 0.8, 0.6, 0.4, 0.2 clan 0 ml. Setelah itu

ditarnbahkan aquadest sehingga volume larutan menjadi 50 ml. Kemudian

dikocok selama 12 jam dalam ruangan suhu kamar. Kemudian pH suspensi

diukur dan dibuat kurva hubungan antara pH dan asam atau basa yang

ditambahkan.

Muatan permukaan dihitung berdasarkan persarnaan berikut (Schullthess

dan Sparks, 1986) :

0 0 = [(CA- CB)cootoh

-

(CA

-

CB)b~oko] +

[@

' 0 f f ) b ~ n k o

-

(@ ' O~contoh]

dimana :

00 = muatan permukaan CA = konsentrasi larutan asam CB = konsentrasi larutan basa

Penetapan Kurva Erapan Kalium

Penetapan kurva erapan kaliurn dilakukan pada ~HZPC, p H ~ ~ c - 0 . 2 ~ ~

(124)

17

Metode yang digunakan untuk penetapan kurva erapan ini adalah Fox dan

Kamprath yang dimodifikasi oleh Widjaja-Adhi, Silva dan Fox (1990). Prosedu

kerjanya adalah :

Sebanyak 1 g contoh tanah gambut dimasukkan ke dalam botol plastik. Untuk memperoleh pH yang diinginkan, ditambabkan 0.05 M NaOH atau 0.05 M

HC104 dengan volume berdasarkan hasil percobaan pendahuluan, lalu diinkubasi

hingga stabil. Kemudian diberikan 10 ml larutan kation K ddarn bentuk KCl. Dosis untuk K bervariasi

dari

0

-

400 ppm (13 taraf).Sebagai pengatur kekuatan ionik diberikan CaC12 0.01 M 10 ml bersama-sama sebagai pelarut

K.

Untuk menyesuaikan menjadi volume 60 ml (termasuk air yang terdapat di dalam

contoh), ditambahkan sejumlah aquadest. Selanjutnya ditambahkan 2 tetes toluol

(C6KCH3) untuk menghambat aktivitas jasad mikro agar talc terjadi imobilisasi

unsur logam. Setiap perlakuan dibuat 2 ulangan. Selunrh tabung dikocok dua

kali (masing-masing 30 menit) dengan be& waktu antara pengocokan pa@ dan

sore adalah 6

-

8 jam. Setelah pengocokan terakhir (hari ke-12), suspensi gambut

di dalam tabung disentrifusi pada kecepatan 3500 rpm selama 15 menit, lalu disaring dengan kertas saring dan filtratnya dimasukkan ke &lam tabung film,

selanjutnya konsentrasi K diukur denganflamephotometer. Data hasil pengukuran K dilakukan analisis regresi dengan model persmaan keseimbangan Langmuir

yang dilinearkan (Syers et al., 1973) :

C/(x/m) = l k b

+

(l/b)C

dimana :

xlm = jumlah kation tererap per satuan b b o t bahan gambut (pgt'g)

k = konstanta Langmuir

b = erapan rnaksimum (pg/g)

(125)

Penetapan bentuk-bentuk ikatan kalium dilakukan pada pHm, pHzpc-o,5,

p ~ m + o , s pHzpc+1,0.

Untuk mengetahui bentuk-bentuk ikatan

dari

kation yang tererap maka

dilakukan ekstraksi bertahap berdasarkan metode yang digunakan oleh Marthur

dan Levesque (1983) serta McLaren

dan

Crawford (1973). Untuk mendapatkan nilai

K

dalam cmol. kg-' dilalcukan dengan rumus :

K (crno1.k-') = K Cflamephotumeter)

x

100 x 1/BA x

P

K (cmoi/kg-*) = nilai K yang ditetapkan

K (flamephotometer) = nilai

K

dari hasil pengukuranflamephotometer

BA = Berat atom (39)

P = Pengenceran

Bentuk-bentuk

K

yang ditetapkan adalah : 1) Bentuk K larut H20, 2) Bentuk K larut CaC12, dan 3) Bentuk K larut asam asetat.

K

larut H20 dikenal

dengan K-larut,

K

larut CaC12 dikenal sebagai K-dapat ditukai', sedangkan K larut

asam asetat 2.5% hsebut sebagai

K

terikat lemah dengan bahan organik. Prosedur fraksionasi

K

:

Tanah gambut sebanyak 1 g ditimbang, selanjutnya diinkubasi dengan ditambah asam (HC1o4) atau basa (NaOH) untuk mendapatkan nilai pH yang

diinginkan. Lalu ditambah 25 ml aquadest kemudian dikocok selama 2 jam.

Setelah itu disentrifusi dengan kecepatan 3500 rpm dan supernatannya

(126)

2. Fraksi dapat ditukar

Residu pada langkah 1 diatas diekstrak dengan 25 ml0,05 M CaC12 pH 5,O.

Suspensi diaduk dengan pengaduk gelas sampai merata kemudian dikocok selama k 15 menit dan selanjutnya dibiarkan selama 20 jam. Setelah itu dikocok lagi selarna 30 menit kemudian disentrifbsi selama 15 menit pada

kecepatan 3500 rpm dan supematannya ditampung dalarn suatu wadah.

Diekstrak lagi dengan 2 kali 25 ml 0,05 M CaC12 pH 5,O dengan cara yang

s m a dan seluruh supematannya digabungkan untuk diukur dengan flamephotometer.

3. Fraksi terikat lemah

Residu dari langkah 2 diatas dicuci terlebih dahulu dengan 50 ml &oh01 80%. Tujuannya untuk menghiIangkan sisa-sisa CaC12 dari residu. Selanjutnya diekstrak lagi dengan 25 ml asam asetat 2,5%. Aduk dengan pengaduk gelas sampai merata, kernudan dikocok selama 15 menit, selama

dibiarkan selama 20

jam.

Setelah itu dikocok selarna 30 menit, disentrifusi

selama 15 menit (3500 rpm) dan supematannya ditampung cialam suatu wadah. Kemudian diekstrak lagi dengan 2 kali 25 ml asam asetat 2,5%. Supernatannya digabungkan untuk diukur denganflamephotonzeter.

Penetapan Asam/Basa dan Hari Inkubasi

Percobaan pendahuluan mengenai penetapan asamlbasa dan hari inkubasi ini dilakukan

untuk

mengetahui jumlah volume asam dan basa yang hams ditambahkan

serta

jumlah hari inkubasi yang dibutuhkan untuk mencapai pH yang diinginkan dalam percobaan selanjutnya, yaitu pHm. 0.25, pHm, pHm + 0.25 dan
(127)

20

Penarnbahan asam atau basa dibutuhkan untuk mengatur pH tanah pada nilai yang diinginkan. Asam

yang

ditambahkan addah HClO4 0.05 M, sedangkan basa yang ditambakan

adalah

NaOH 0.05 M. Konsentrasi 0.05

M

dipilih dengan asumsi bahwa pada konsentrasi tersebut asam atau basa yang ditambahkan

diharapkan tidak merusak serat-serat pada tanah gambut yyag masih tersisa.

Dengan demikian tanah yang dianalisis dapat mendekati kondisi elaminya seperti

di lapangan.

Kurva hubungan antara jurnlah asamhasa yang dibutuhkan dengan nilai

pH dapat dilihat di Lampiran 4. Dari h i 1 percobaan pendahuluan ini, didapatkan

bahwa ternyata sebagian besar perlakuan perlu dilakukan penambahan asam untuk

mencapai pH tertentu karena pH

aktual

pada tanah tersebut berada di atas pH yang

diinginkan. Judah hari inkubasi yang dibutuhkan berbeda mtuk tiap jenis tanah

yang digunakan.

Tanah dengm tingkat dekomposisi yang lebih lanjut yaitu saprik

rnembutuhkan waktu yang lebih lama untuk mencapai pH yang stabil, baik pada

lokasi Jambi dan Kalimantan Tengah. Jumlah hari inkubasi yang sama dibutuhkan

untuk

tanah gambut pantai Jambi tingkat dekomposisi hernik. Hal ini

diduga disebabkan karena adanya kation-kation yang lebih banyak pada tanah

tersebut akibat proses pelapukrtn yang telah lanjut, sehingga bufer capacity tanah

tersebut lebih tinggi, akibatnya waktu yang dibutuhkan untuk mencapai kestabilan

lebih lama.

Berbeda dengan tingkat dekomposisi yang kurang matang yaitu fibrik dan

hemik (Kalimantan Tengah), yang membutuhkan

waktu

lebih sedikit yaitu 3 hari
(128)

disebabkan oleh tanah tersebut memiliki kandungan kation-kation basa yang lebih

rendah. Asarn yang ditarnbahkan untuk menurunkan pH akan mendesak asam-

asam yang ada di dalam kompleks jerapan sehngga keluar larutan tanah.

Keluarnya asam dari kompleks jerapan akan diikuti oleh turunnya pH tanah.

Hasil Analisis Awal Sifat Kimia Tanah Gambut

Kadar C-organik, N-total dan Nisbah C/N

Kadar C-organik, N-total dan nisbah C/N pada tanah gambut pantai Jambi

dan Kalimantan Tengah untuk tingkat dekomposisi saprik, hemik dan fibrik disajikan pada Tabel 2. Metode untuk penetapan bahan orgamk adalah

gravimetrik (Blakemore et al., 1987), sedangkan penetapan N-total menggunakan

metode Kjehdahl (Black, 1965).

Tabel 2. Kadar C-organik, N-total dan nisbah C/N tanah gambut pantai Jambi dan

Kalimantan Tengah pada berbagai tingkat dekomposisi

Lokasi Tingkat C-organik N-total (%) C/N dekomposisi (%)

Jambi Saprik 55.15 1.73 31.88

Hemik 57.71 1.18 48.91

Fibrik 54.23 0.54 100.43

Kalimantan Saprik 54.29 0.91 59.66

Tengah Hemik 57.03 0.82 69.55

Fibrik 53.31 0.71 75.08

Kadar C-organik berkisar 53.31-57.71 %, dimana tidak ada keragaman yang mencolok menurut lokasi dan tingkat dekomposisinya. Tingkat dekomposisi

hemik memiliki kadar C-organik yang lebih tinggi dibandingkan tingkat

dekomposisi lainnya, baik pada tanah gambut Jambi maupun Kalimantan Tengah.

Hal ini diduga disebabkan oleh sumber bahan organik yang lebih tinggi pada

(129)

22

tinggi pula. Selain itu, cara pengambilan contoh tanah juga mempengaruhi nilai

C-organik tersebut. Contoh tanah diambil secara vertikal, yaitu lapisan

perrnukaan yang menggambarkan tingkat dekomposisi saprik, diikuti dengan

lapisan kedua yang menggambarkan tingkat dekomposisi hemik kemudian lapisan

bawah yang dikategorikan tingkat dekomposisi fibrik. Tanah lapisan perrnukaan

tidak jenuh air karena tinggi muka air masih di bawah lapisan permukaan tanah,

sehingga kemunglunan lapisan kedua yaitu hemik mendapatkan hasil pencucian

dari lapisan di atasnya sehingga nilai C-organiknya lebih tinggi.

Kadar N-total meningkat dengan semakin matangnya tingkat dekomposisi

tanah gambut, karena terurainya bahan organik akan melepaskan unsw N. Secara

umum dapat dilihat bahwa tanah gambut pantai Jambi mengandung N-total yang

lebih tinggi daripada tanah gambut pantai Kalimantan Tengah. Hal ini berkaitan

dengan vegetasi penyusun tanah gambut pantai di Sumatera (Jambi) didominasi

oleh tanaman mix forest yang lebih banyak menghasilkan bahan organik, sedangkan vegetasi penyusun tanah gambut Kalimantan Tengah didominasi oleh

rotan dan ramin.

Akan tetapi kadar N-total yang tinggi tersebut tidak diikuti dengan

tingginya ketersediaan N. Ketersediaan N tergantung pada nisbah C-total dan N-

total. Tisdale et al. (1985) menyatakan bahwa nisbah C dan N > 30 menyebabkan

N yang dihasilkan dari proses mineralisasi akan diimobilisasi oleh jasad mikro.

Dalam Tabel 4 narnpak bahwa nisbah C dan N pada berbagai tingkat dekomposisi

(130)

Kadar K, Na, Ca, Mg Dapat Dipertukarkan

Kadar unsur K, Na, Ca dan Mg dapat ditukar untuk tanah gambut pantai

Jambi dan Kalimantan Tengah disajikan pada Tabel 3. Metode yang digunakan

dalam penetapan ini adalah metode 1 N NF&Oac H 7.0 (Black, 1965), yang

biasanya digunakan dalam penetapan basa-basa dapat ditukar untuk tanah

mineral. Oleh karena itu, kemunghan nilai pada hasil penetapan ini lebih tinggi

dari nilai sebenarnya. Bervariasinya kadar unsur-unsur ini Qsebabkan oleh

sumber bahan organik, vegetasi dan komposisi tanah gambut pantai itu sendiri.

Tabel 3. Kadar K, Na, Ca dan Mg dapat ditukar tanah gambut pantai Jambi

dan Kalimantan Tengah pada berbagai tingkat dekomposisi

Lokasi Tingkat K Na Ca Mg dekomposisi (cmol. kg-'-) (cmol. kga1> (cmol. kg-'-) (cmol. kg-'-) Jambi Saprik 0.38 3.00 6.35 2.75

Hemik 0.33 3.65 1.10 3.50 Fibrik 0.36 4.30 0.65 2.83 Kalimantan Saprik 0.36 1.87 6.20 4.16 Tengah Hemik 0.28 1.96 7.10 5.25 Fibrik 1.36 3.96 5.15 4.08

Secara umum, dilihat bahwa kadar unsur-unsur K, Ca dan Mg pada tanah

gambut pantai Kalimantan Tengah lebih tinggi dibandingkan tanah gambut pantai

Jambi. Sedangkan kadar total Na lebih tinggi pada tanah gambut pantai Jambi.

Hal ini diduga berkaitan dengan luapan air laut/sungai yang mencapai lokasi

tersebut.

Baik tanah gambut pantai Jambi dan Kalimantan Tengah, kadar K dan Na

pada tingkat dekomposisi fibrik lebih tinggi daripada tingkat dekomposisi lainnya.

Hal ini diduga akibat cara pengambilan contoh tanah secara vertikal yaitu tingkat

dekomposisi fibrik diambil pada lapisan paling bawah. Sehngga kemungkinan

(131)

atasnya, mengingat kondisi air tanah terutama pada Kalimantan Tengah yang

setinggi 35 cm. Lapisan permukaan yang tidak jenuh air memungkinkan unsur

hara untuk tercuci ke lapisan di bawahnya. Apalagi kedua unsur tersebut

merupakan unsur yang lemah ikatannya.

Kadar Ca dan Mg tidak teratur berdasarkan tingkat dekomposisinya,

dimana tingkat dekomposisi hemik memiliki kadar yang tertinggi. Hal ini juga akibat pencucian unsur tersebut dari lapisan atas ke lapisan di bawahnya yaitu

hemik, akan tetapi belum banyak tercuci ke lapisan fibrik karena ikatan kedua

unsur ini lebih kuat.

Kemasaman Total, Gugus Fenolat dan Gugus Karboksilat

Gugus fenolat dan g u p s karboksilat merupakan ha1 yang penting pada

tanah gambut yang merniliki variable charge karena gugus-gugus inilah yang

menyurnbangkan rnuatan negatif ke dalam tanah agar dapat rnenjerap kation-

kation bagi kebutuhan tanaman. Akan tetapi sumbangan muatan negatif ini

tergantung pada pH tanah, karena disosiasi gugus fungsional ini te rjadi pada pH

tertentu. Gugus fenolat mulai terdisosiasi pada pH 3.5, sedangkan gugus

karboksilat mulai terhsosiasi pada pH 6.

Kernasaman total merupakan kapasitas tukar senyawa hurnat

tanah

dikarenakan oleh kehadrran proton yang dapat terdisosiasi atau ion-ion H+ pada

gugus karboksil aromatik clan alifatik serta gugus hidroksi fenolat (Tan, 1998). Dalam ha1 ini kemasarnan total merupakan jumlah gugus fenolat dan karboksilat.

Nilai kemasarnan total, gugus fenolat dan gugus karboksilat pada

tanah

gambut
(132)

Tabel 4. Kemasaman total, gugus fenolat dan gugus karboksilat tanah gambut pantai Jambi dan Kalimantan Tengah pada berbagai tingkat

dekomposisi

Lokasi Tingkat Kemasaman Gugus fenolat Gugus karboksilat

dekomposisi total (m.g -1 ) (m-g -1 ) (m.g -1 )

Jambi Sap& 10.572 9.658 0.914

Hemik 8.537 7.601 0.936

Fibrik 7.753 6.694 1.059

Kalimantan Saprik 8.771 7.286 1.485

Tengah Hemik 7.282 5.943 1.339

Fibrik 7.200 5.802 1.398

Prosedur penetapan kemasaman total berdasarkan metode dari Stevenson

(1982) dan Tan (1996), sedangkan gugus karboksilat dan gugus fenolat ditetapkan

berdasarkan metode titrasi (Stevenson, 1982).

Kemasaman total tertinggi terdapat pada tingkat dekomposisi saprik,

Qikuti hemik dan kemudian fibrik, baik pada tanah gambut pantai Jarnbi maupun

Kalimantan Tengah. Kemasaman total yang tinggi dapat mencerminkan muatan-

muatan permukaan yang tinggi pula, akan tetapi ha1 ini juga tergantung dari pH

tanah tersebut yang menentukan tingkat disosiasi gugus-gugus fungsionalnya.

Menurut Andriesse (1988), kadar serat untuk tingkat dekomposisi saprik

adalah < 1796, hemik 17-794 dan fibrik >75%, sehingga jika dihitung

berdasarkan kadar serat pada tiap-tiap dekomposisi, ternyata muatan negatif yang

disurnbangkan oleh bahan bukan serat pada tingkat dekomposisi fibrik lebih besar

dibandingkan dengan tingkat dekomposisi lainnya. Hal tersebut adalah akibat

pengambilan contoh tanah yang Qlakukan secara vertikal, sehingga tingkat

dekomposisi fibrik yang diambil pada lapisan terbwah mendapatkan sumbangan

(133)

26

Pada tanah gambut pantai Kalimantan Tengah, tingkat dekomposisi saprik

memiliki gugus fenolat dan karboksilat yang paling tinggi sehingga kemungkinan

dapat menyurnbangkan muatan negatif yang lebih banyak. Kandungan ini dikuti

dengan tingkat dekomposisi fibrik kemudian hemik. Sedangkan kandungan gugus

karboksilat pada tingkat dekomposisi hemik > fibrik.

Sedangkan di daerah Jambi, kandungan gugus karboksilat tertinggi

terdapat pada tingkat dekomposisi fibrik dan kandungan ini makin menurun

dengan makin matangnya tanah garnbut. Hal sebaliknya terjadi pada kandungan

gugus fenolat, dimana saprik > hemik > fibrik.

Beberapa nilai tampak tidak teratur seperti kandungan gugus karboksilat

pada tanah garnbut pantai Jambi tertinggi pada tingkat dekomposisi fibrik. Hal ini

diduga akibat pengambilan contoh tanah yang dilakukan secara vertikal. dimana

tingkat dekomposisi saprik pada lapisan paling atas, diikuti tingkat dekomposisi

hemik kemudian fibrik. Terdapat kemungkinan terjadi pencucian dari lapisan atas

ke bawahnya sehingga pada tingkat dekomposisi fibrik mengandung unsur yang

(134)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penetapan Nilai pH ZPC (Zero Point of Charge)

Nilai pH ZPC merupakan suatu titik pH dimana jumlah muatan negatif

sama dengan jumlah muatan positif. Tanah gambut telah dikenal memiliki

muatan negatif yang tinggi clan muatan positif yang rendah. Dalam percobaan ini

telah berhasil ditemukan nilai pH ZPC baik pada tanah gambut pantai Jarnbi

maupun Kalimantan Tengah pada berbagai tingkat dekomposisi. Secara umurn,

nilai pH ZPC yang ditemukan berada di bawah nilai pH aktual tanah gambut

pantai baik di lokasi Jambi maupun Kalimantan Tengah untuk semua tingkat

dekomposisi (Tabel 5). Grafik penetapan nilai pH ZPC untuk tanah garnbut pantai

Jambi dan Kalimantan Tengah disajikan pada Gambar 1 dan Gambar 2

Metode analisis yang digunakan dalam penetapan nilai pH ZPC ini

diadaptasi dari metode penetapan nil& pH ZPC untuk tanah mineral. Metode

yang digunakan dalam penetapan pH aktual adalah metode elektroda gelas (Black,

Tabel 5. Hasil penetapan nilai pH ZPC pada tanah gambut pantai Jambi dan

Kalimantan Tengah pada berbagai tingkat dekomposisi

Lokasi Tingkat pH ZPC PH aktml Dekomposisi

Jambi Sapnk 5.01 5.12

Hemik 4.13 4.48

(135)

G a m h

1. Grafik

hub-

pH

dan

muatan

permukmn

pada tanah gambut pantai Jambi pada behagai tmgkat ckkomposisi, yang

diukur

pada berbaga
(136)
[image:136.509.68.420.29.705.2]

Gambar 2. Grafik hubungan pH

dan

muatan

permdmn

pada

tanah

gambut p t a i Kalimantan Tengah

pada

berbagai tmgkat dekomposisi, yang diukur
(137)

30

Nilai pH

atctual

tanah

gambut

pantai Jambi

berkiw

4.48-5.12, dimam pH

pada tmgkat dekomposisi sap& >

fibrik

> hemik Sedangkan

pada

tanah gambut

pantai Kalimantan Tengah berkisar 4.33-4.82 dirnana pH pada ting%at dekmposisi

sapIlk>

fibrik >

hemik.

Pada tmgkat dekomposisi

yang

sama, tanah

gambut pantai Jambi memiliki pH yang lebih tinggi daripada

tanah

gambut pantai

K a l b Tengah, kecuali

porda

fib& Diduga karena sumber bahan organik dari

kedua

lokasi tersebut serta Impan air laut yang mencapai wilayah tersebut.

Pada

tanah

gambut pantai Jambi, tingkat dekomposisi

hemik

memiliki

nilai pH

ZPC

yang paling rendah yaitu 4.13, diikuti dengan tanah

gambut

pantai

Jambi fibrik yaitu 4.56 dan yang tertinggi adalah tanah gambut pantai Jambi

sap& yaitu 5.0 1. Hal sebaliknya terjadi pada tanah gambut pantai Kalimantan

Tengah., dimana nilai pH

ZPC

terkecil dipmleh pada tanah deng;an

turgkat

dekomposisi saprik yaitu 4.25, diikuti dengan hemik yaitu 4.28 dan terakhir Rltarah fibrik yaitu 4.48.

Jib pH

aktual

lebih besar

dari

pH

ZFC,

hal

ini b e d bahw tanah

tersebut memiliki matan negatif p6lda saat pengukuran pH aktual atau pula

keadaasl

pH di lapang. Oleh karena, W tanah gambut pantai Jambi maupun

Kalimmtan Tengah d i d o b i oleh muatan negatif

Nilai pH ZPC meru@can salah sltu

kambaistik

kimia

tanah

gambut yang berkaitan

den-

sifht inherent

tanah

gambut itu sendiri. Sifat inherent

tanah

gambut m m p a h n sifat genet& tanah gambut yang dipengaruhi kompom

penyusun gambut, diantaranya adalah lignin dan selulosa. Komponen penyusun

&ambut

ini

tergantung 01th vegetasi

asal

tanah -but tersebut, yang akan
(138)

3 1

Perbedaan nilai pH ZPC dalarn penelitian ini diduga disebabkan oleh

berbedanya lokasi dan posisi pengambilan contoh tanah garnbut tersebut. Lokasi

yang berbeda memiliki vegetasi penyusun tanah gambut yang

Gambar

Gambar 2. Grafik hubungan pH dan muatan permdmn pada tanah gambut p t a i
Tabel 7. Penetapan jumlah asarnlbasa serta hari inkubasi tanah gambut pantai
Tabel 8. Model linear dan nilai r (koefisien regresi) erapan kaliurn tanah gambut
Gambar 3. Hubungan linier erapan K pada t a d  gambut pantai Jambi dengan
+5

Referensi

Dokumen terkait

Distribusi ukuran oosit menunjukkan bahwa siklus reproduksi karang Acropora aspera lebih dari satu kali dalam setahun (Gambar 3).. Setelah itu

Glede na pomembno vlogo visokorizi~nih genotipov HPV v razvoju raka materni~nega vratu so {tevilna strokovna zdru`enja testiranje na oku`bo z visokorizi~nimi genotipi HPV `e uvrstila

Dari hasil pengujian yang dilakukan nilai kuat tekan beton yang dihasilkan dengan menggunakan material agregat halus yang berasal dari Desa Rongi dan agregat kasar yang berasal

Miastenia gravis adalah penyakit autoimun yang menyerang neuromuskular juction ditandai oleh suatu kelemahan otot dan cepat lelah akibat adanya antibodi

Laporan ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai capaian pelaksanaan kegiatan Sekretariat Kemenko Bidang Kemaritiman dan Investasi sekaligus menjadi bahan

Beberapa siswi SMP Antartika Surabaya yang memakai jilbab hanya di sekolah saja dan di luar lingkungan sekolah terkadang masih mau melepas jilbabnya, atau bahkan tidak

Depresi juga dikaitkan dengan adanya perpecahan dalam perkawinan atau keluarga, penyakit fisik pada orang tua, dan ketergantungan sosial.Semua orang mengalami

Hal ini dapat dibuktikan dari nilai thitung variabel kompensasi yang lebih besar dari nilai thitung variabel lainnya dengan nilai signifikan, hal ini sesuai dengan teori