• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN KONTROL DIRI DENGAN KENAKALAN REMAJA SERTA IMPLIKASINYA BAGI LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING : Studi Deskriptif terhadap Siswa di Salah Satu SMA Swasta Kota Bandung Tahun Ajaran 2013/2014.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "HUBUNGAN KONTROL DIRI DENGAN KENAKALAN REMAJA SERTA IMPLIKASINYA BAGI LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING : Studi Deskriptif terhadap Siswa di Salah Satu SMA Swasta Kota Bandung Tahun Ajaran 2013/2014."

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN KONTROL DIRI DENGAN KENAKALAN REMAJA

SERTA IMPLIKASINYA BAGI LAYANAN BIMBINGAN DAN

KONSELING

(Studi Deskriptif terhadap Siswa di Salah Satu SMA Swasta Kota Bandung Tahun Ajaran 2013/2014)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan

Oleh

Intany Pamella

0903909

PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

(2)

2013

Hubungan Kontrol Diri dengan

Kenakalan Remaja serta Implikasinya

bagi Layanan Bimbingan dan Konseling

Oleh Intany Pamella

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Ilmu Pendidikan

© Asaretkha Adjane 2013 Universitas Pendidikan Indonesia

Desember 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

(3)

NIM. 0903909

HUBUNGAN KONTROL DIRI DENGAN KENAKALAN REMAJA SERTA IMPLIKASINYA BAGI LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING

(Studi Deskriptif terhadap Siswa di Salah Satu SMA Swasta Kota Bandung Tahun Ajaran 2013/2014)

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING

Pembimbing I

Dr. Anne Hafina, M.Pd. NIP. 19600704 198601 2 001

Pembimbing II

Dr. Nurhudaya, M.Pd. NIP. 19600725 198601 1 001

Mengetahui,

Ketua Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan

(4)

ABSTRAK

Intany Pamella (2013). Hubungan Kontrol Diri dengan Kenakalan Remaja serta Implikasinya bagi Layanan Bimbingan dan Konseling (Studi Deskriptif terhadap Siswa di Salah Satu SMA Swasta Kota Bandung Tahun Ajaran 2013/2014).

Penelitian dilatarbelakangi oleh siswa sekolah menengah atas merupakan masa remaja yang merupakan proses pencarian jati diri. Dalam masa mencari jati diri terdapat permasalahan yang sering dialami oleh remaja yang cenderung ke arah perilaku kenakalan remaja. Kenakalan remaja dapat digambarkan sebagai kegagalan remaja untuk mengembangkan kontrol diri dalam berperilaku. Tujuan penelitian yaitu memperoleh gambaran umum mengenai kontrol diri dan kenakalan remaja, serta memperoleh hubungan antara kedua variabel tersebut dan memperoleh implikasi bagi bimbingan dan konseling. Penelitian dilakukan terhadap siswa SMA dengan sampel sebanyak 176 siswa. Pengambilan sampel menggunakan random sampling. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian adalah pendekatan kuantitatif dengan menggunakan metode deskriptif, Alat pengumpul data berupa angket. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum gambaran kontrol diri berada pada kategori sedang. Sedangkan gambaran perilaku kenakalan remaja berada pada kategori rendah yang. Korelasi antara kontrol diri dengan kenakalan remaja sebesar -0.632 (negatif) dengan kategori kuat. Implikasi bagi layanan bimbingan dan konseling berupa rancangan program bimbingan pribadi-sosial yang bertujuan meningkatkan kontrol diri dan mereduksi kenakalan remaja.

(5)

ABSTRACT

Intany Pamella (2013). The Correlation Between Self-Control with Juvenile Delinquency and Implications for Guidance and Counseling (Descriptive Study for Student of Private Senior High School X Bandung 2013/2014).

The purpose of research is to gain a general representation of self-control and juvenile delinquency, as well as gaining how much the correlation between self-control and juvenile delinquency. Research conduct on student at SMA X Bandung with a sample of 176 students. Sampling using random sampling. Approach used in the study is a quantitative approach using descriptive methods. Instrument using questionnaires. The result of research are in general representation of self-control at the high category. While the description of juvenile delinquency are in the low category. The result of research for correlation -0,632 (negative) with a strong category in the awards the relationship between self-control with juvenile delinquency. The implications is programs guidance and counseling to increase self control in reducing juvenile delinquency. The recommendation of research is showed to the counselor and the next researcher.

(6)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ………..i

KATA PENGANTAR ... Error! Bookmark not defined. UCAPAN TERIMA KASIH ... Error! Bookmark not defined. DAFTAR ISI ... 1

DAFTAR TABEL ... Error! Bookmark not defined. DAFTAR LAMPIRAN ... Error! Bookmark not defined. BAB I PENDAHULUAN ... Error! Bookmark not defined. A. Latar Belakang ... Error! Bookmark not defined. B. Identifikasi dan Perumusan Masalah ... Error! Bookmark not defined. C. Tujuan Penelitian ... Error! Bookmark not defined. D. Manfaat Penelitian ... Error! Bookmark not defined. E. Struktur Organisasi ... Error! Bookmark not defined. BAB II TEORI KENAKALAN REMAJA DAN KONTROL DIRI ... Error! Bookmark not defined. A. Kajian Pustaka ... Error! Bookmark not defined. B. Kerangka Berfikir Penelitian ... 35

C. Hipotesis ... 36

BAB III METODE PENELITIAN ... 37

A. Lokasi dan Sampel Penelitian ... 37

B. Pendekatan dan Metode Penelitian ... 39

(7)

G. Prosedur Penelitian... 58

H. Analisis Data ... 59

BAB IVHASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 65

A. Deskripsi Hasil Penelitian ... 65

B. Pembahasan ... 95 C. Implikasi Program Bimbingan dan Konseling ... Error! Bookmark not defined.

D. Keterbatasan Penelitian ... Error! Bookmark not defined.

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI .. Error! Bookmark not defined.

A. Kesimpulan ... Error! Bookmark not defined. B. Rekomendasi ... Error! Bookmark not defined.

(8)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Remaja berasal dari kata latin adolensence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Hurlock (2004: 206) menyatakan bahwa “Secara psikologis masa remaja adalah usia dimana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa”.

Masa remaja yang berlangsung dari saat individu menjadi matang secara seksual sampai usia 18 tahun usia kematangan yang resmi, dibagi ke dalam awal masa remaja yang berlangsung sampai usia 17 tahun, dan akhir masa remaja yang berlangsung sampai usia kematangan resmi. Masa remaja ini merupakan masa penting dalam rentang kehidupan, suatu periode peralihan, suatu masa perubahan, usia bermasalah, saat dimana individu mencari identitas, usia yang menakutkan, masa tidak realistis dan ambang dewasa (Hurlock, 2004).

Masa remaja merupakan masa transisi atau peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Pada masa transisi, remaja mulai meninggalkan masa kanak-kanak yang telah dilewatinya dan mulai mempersiapkan diri untuk memasuki ambang kedewasaan. Perubahan-perubahan yang terjadi pada masa remaja secara langsung maupun tidak langsung pasti akan mempengaruhi perubahan kognisi dan kepribadiannya serta kehidupan sosialnya. Pengaruh perubahan pada masa remaja tentu akan menimbulkan perasaan yang tidak menentu dan stres serta kebingungan peran dalam diri remaja. Pada akhirnya remaja berusaha menemukan diri yang sebenarnya.

(9)

Remaja adalah usia yang sedang mencari jati diri atau indentitas mereka. Saat proses pencarian jati diri, biasanya remaja selalu ingin mencoba apa saja yang mereka sukai dan cocok untuk diri mereka sendiri, disamping itu pula biasanya remaja mencari bentuk dirinya kelak untuk masa depannya. Aini, (2011 : 1) menyatakan bahwa:

Dalam masa mencari jati diri terdapat permasalahan-permasalahan yang sering dialami oleh remaja yang cenderung kepada perilaku kenakalan remaja. Tingkat agresifitas yang tinggi, meminum-minuman keras, menggunakan narkoba, seks bebas, tawuran, tindak kriminal, homoseksual, underachiever, melarikan diri dari rumah merupakan contoh dari permasalahan-permasalahan remaja yang disebut dengan kenakalan remaja.

Pada masa remaja, perilaku menyimpang tidak disebut dengan kejahatan melainkan disebut dengan kenakalan remaja. Hal ini disebabkan karena remaja yang masih masa pencarian jati diri dan ingin melakukan segala hal termasuk hal-hal yang bersifat negatif untuk sekedar coba-coba. Berbeda dengan orang dewasa yang melakukan hal-hal negatif seperti tindak kriminal tersebut berdasarkan niat dari dalam diri. Jika remaja melakukan perilku menyimpang seperti kabur dari rumah, melanggar peraturan sekolah, masuk geng motor, hingga melakukan tindak kriminal seperti pencurian maka itu disebut dengan kenakalan remaja. Sedangkan orang dewasa, yang melakukan tindak kriminal disebut dengan kejahatan.

Hal tersebut mengacu pada pendapat Mussen (1994) mendefinisikan bahwa kenakalan remaja sebagai perilaku yang melanggar hukum atau kejahatan yang biasanya dilakukan oleh anak remaja yang berusia 16-18 tahun, jika perbuatan ini dilakukan oleh orang dewasa maka akan mendapat sangsi hukum.

Santrock, (2002 : 22) menyatakan bahwa kenakalan remaja (Juvenile Delinquency) mengacu kepada suatu rentang perilaku yang tidak dapat diterima

secara sosial (seperti bertindak berlebihan di sekolah), pelanggaran (seperti melarikan diri dari rumah) hingga tindakan-tindakan kriminal (seperti mencuri).

(10)

3

mengingat kepentingan subyek, maka beberapa ilmuwan memberanikan diri untuk mengartikan Juvenille Delinquency sebagai kenakalan remaja (Sudarsono, 2004).

Kartono (2003 : 6 ) secara tegas dan jelas memberikan batasan kenakalan remaja merupakan gejala sakit secara sosial pada anak-anak dan remaja yang disebabkan oleh bentuk pengabaian sosial, sehingga mereka itu mengembangkan bentuk tingkah laku yang menyimpang.

Di kalangan remaja semakin hari semakin naik tingkat keparahannya, sebagai contoh sangat banyak kasus tentang penyalahgunaan narkoba. Berdasarkan hasil survei Badan Narkoba Nasional (BNN) Tahun 2005 terhadap 13.710 responden di kalangan pelajar dan mahasiswa menunjukkan penyalahgunaan narkoba usia termuda 7 tahun dan rata-rata pada usia 10 tahun. Survei dari BNN ini memperkuat hasil penelitian Prof. Dr. Dadang Hawari pada tahun 1991 yang menyatakan bahwa 97% pemakai narkoba yang ada selama tahun 2005, 28% pelakunya adalah remaja usia 17-24 tahun.

Jensen (Sarwono, 2002 ) mengungkapkan 4 jenis kenakalan remaja yang terdiri dari: (a) kenakalan yang menimbulkan korban fisik pada orang lain, seperti perkelahian, perkosaan, perampokan, pembunuhan, dan lain-lain; (b) Kenakalan yang menimbulkan korban materi, seperti perusakan, pencurian, pencopetan, pemerasan, dan lain-lain; (c) Kenakalan yang tidak menimbulkan korban dipihak orang lain, seperti pelacuran, penyalahgunaan obat, dan lain-lain; dan (d) Kenakalan yang melawan status, seperti mengingkari stastus orang tua dengan cara minggat dari rumah, atau membantah perintah.

Perilaku kenakalan remaja tidak hanya mencakup pelanggaran kriminal dan narkoba saja. Perilaku kenakalan remaja lainnya berupa pelanggaran status, pelanggaran terhadap norma maupun pelanggaran terhadap hukum yang berupa tindak kriminal. Pelanggaran status seperti lari dari rumah, membolos dari sekolah, balapan liar dan lain sebagainya. Sedangkan perilaku yang menyimpang terhadap norma antara lain seks pranikah dikalangan remaja, aborsi oleh remaja wanita, dan lain-lain.

(11)

siswa di sekolah tersebut yang tergolong dalam aspek kenakalan remaja yang melawan status adalah perilaku yang melanggar peraturan sekolah dengan indikatornya adalah membolos sekolah (13,46%), terlambat datang ke sekolah (8,97%), tidak memakai atribut lengkap ke sekolah (20,51%), merokok di dalam lingkungan sekolah (3,85%), mencontek (23,08%), dan berbohong kepada guru (12,82%).

Merujuk pada pendapat Jensen (Sarwono, 2002) beberapa fenomena mengenai kenakalan remaja yang termasuk ke dalam jenis kenakalan yang melawan status yang berdasarkan pengalaman peneliti ketika melaksanakan Program Pengalaman Lapangan (PPL) di di salah satu SMA Swasta Kota Bandung, ternyata masih banyak ditemukan fenomena kenakalan remaja seperti hampir setiap hari ada saja siswa yang membolos, siswa yang kesiangan, siswa yang merokok di lingkungan sekolah, pergi dari rumah, pacaran berlebihan, ,minum-minuman keras, bahkan siswa yang termasuk ke dalam geng motor, hingga siswa yang sering pergi ke klub malam.

Becker (Soekanto, 1998) menyatakan bahwa pada dasarnya setiap manusia memiliki dorongan untuk melanggar aturan pada situasi tertentu. Tetapi pada kebanyakan orang dorongan-dorongan tersebut biasanya tidak menjadi kenyataan yang berwujud penyimpangan. Hal tersebut karena orang normal biasanya dapat menahan diri dari dorongan-dorongan untuk berperilaku menyimpang. Kemampuan menahan diri inilah yang seharusnya dipelajari individu selama masa remaja.

Kenakalan remaja juga dapat digambarkan sebagai kegagalan dalam pemenuhan tugas perkembangan. Beberapa remaja gagal dalam mengembangkan kontrol diri yang sudah dimiliki orang lain seusianya selama masa perkembangan. (Aroma & Suminar, 2012 : 2)

(12)

5

membawa kearah yang positif atau sebaliknya membawa kepada perilaku yang negatif.

Menurut Goldfried & Marbaum (Muharsih, 2008 : 16) kontrol diri diartikan sebagai kemampuan untuk menyusun, membimbing, mengatur dan mengarahkan bentuk perilaku yang dapat membawa kearah konsekuensi positif. Kemampuan mengontrol diri berkaitan dengan cara seseorang mengendalikan emosi berarti mendekati situasi dengan menggunakan sikap yang rasional untuk merespon situasi tersebut dan mencegah reaksi yang berlebihan.

Kontrol diri merupakan kemampuan individu untuk menentukan perilakunya berdasarkan standar tertentu seperti moral, nilai, dan aturan di masyarakat agar mengarah pada perilaku positif (Tangney, 2004)

Setiap individu, memiliki tingkat kontrol diri yang berbeda-beda. Terdapat individu yang memiliki kontrol diri yang memiliki kontrol diri yang tinggi dan terdapat pula individu yang memiliki kontrol diri yang rendah. Individu dengan kontrol diri yang rendah rentan melanggar aturan tanpa memikirkan efek jangka panjang hingga melakukan perilaku menyimpang. Sedangkan individu dengan kontrol diri yang tinggi akan menyadari perilaku yang dilakukannya dengan memikirkan akibat.

Menurut Louge (1995) menyatakan bahwa kontrol diri lebih menekankan pada pilihan tindakan yang akan memberikan manfaat dan keuntungan yang lebih luas dengan cara menunda kepuasan sesaat.

Kontrol diri yang kurang dimiliki oleh remaja menyebabkan tingkah laku yang tidak dapat diterima oleh masyarakat dapat menjadi perilaku menyimpang (behavior disorder). Perilaku menyimpang pada remaja merupakan perilaku yang kacau yang menyebabkan remaja terlihat gugup dan perilakunya tidak terkontrol. Perilaku menyimpang pada remaja mengakibatkan munculnya tindakan terkontrol yang mengarah pada tindak kejahatan.

(13)

dalam mengadakan interprestasi fakta-fakta, mendalami arti nilai hidup pribadi kini dan mendatang agar individu dapat mengubah sikap, mengambil keputusan sendiri sehingga ia dapat lebih baik menyesuaikan diri dengan lingkungannya yang memberikan kesejahteraan pada diri sendiri dan masyarakat sekitarnya.

Usaha pihak sekolah untuk mencegah kenakalan remaja adalah dengan melakukan layanan preventif untuk mengembangkan dasar kemampuan mengontrol diri dalam bentuk layanan dasar sehingga dapat mencegah kenakalan remaja. Pengembangan kemampuan dalam mengontrol diri diharapkan dapat membuat siswa mampu mengatasi kelemahan-kelemahan yang ada dalam diri dan mampu mengembangkan potensi yang ada dalam diri.

Berdasarkan pemaparan di atas, dipandang perlu dilakukan penelitian secara empiris mengenai “Hubungan Kontrol Diri dengan Kenakalan Remaja serta

Implikasinya bagi Layanan Bimbingan dan Konseling”.

B. Identifikasi dan Perumusan Masalah

Stanley Hall (Hurlock, 2004) menyebut masa remaja sebagai masa topan badai dan stress (storm dan stress), karena mereka telah memiliki keinginan bebas untuk menentukan nasib yang baik. Jika terarah dengan baik, maka ia akan menjadi seorang individu yang memiliki rasa tanggungjawab, tetapi kalau tidak terbimbing, maka bisa menjadi seorang yang tak memiliki masa depan yang baik (Dariyo, 2004:13).

Kenakalan Remaja atau dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah juvenile delinquency merupakan gejala patologis sosial pada remaja yang disebabkan oleh

satu bentuk pengabaian sosial. Akibatnya, mereka mengembangkan bentuk perilaku yang menyimpang”. (Kartono. 2003).

Kartono (2003 : 6 ) secara tegas dan jelas memberikan batasan kenakalan remaja merupakan gejala sakit secara sosial pada anak-anak dan remaja yang disebabkan oleh bentuk pengabaian sosial, sehingga mereka itu mengembangkan bentuk tingkah laku yang menyimpang.

(14)

7

tersebut bisa menjerumuskan pada kenakalan remaja. Fenomena kenakalan remaja yang peneliti temukan di salah satu SMA Swasta Kota Bandung yaitu siswa yang sering membolos, sering kesiangan, kabur dari rumah, pacaran berlebihan, minum-minuman keras, bahkan siswa yang termasuk ke dalam geng motor, hingga siswa yang sering pergi ke klub malam.

Menurut Sarwono (2002 : 207), kenakalan remaja adalah semua tingkah laku yang menyimpang yang berlaku dalam masyarakat, mulai dari norma agama, etika, peraturan sekolah, dan keluarga. Kemudian membagi kenakalan remaja menjadi empat jenis yaitu (1) kenakalan yang menimbulkan korban fisik pada orang lain,; (2) kenakalan yang menimbulkan korban materi; (3) kenakalan sosial yang tidak menimbulkan korban di pihak orang lain; dan (4) kenakalan yang melawan status.

Salah satu penyebab terjadinya kenakalan remaja dikarenakan kontrol diri yang rendah. Kenakalan remaja juga dapat digambarkan sebagai kegagalan dalam pemenuhan tugas perkembangan. Beberapa remaja gagal dalam mengembangkan kontrol diri yang sudah dimiliki orang lain seusianya selama masa perkembangan (Aroma & Suminar, 2012 : 2).

Gottfredson dan Hirschi (1990) membedakan kenakalan yang dilakukan anak laki-laki dan perempuan dengan menunjukkan perbedaan perlakuan berdasarkan gender sejak anak-anak dan pengawasan yang diperolehnya. Hasilnya adalah anak perempuan memiliki kontrol diri yang lebih kuat dari pada anak laki-laki. Penelitian memperlihatkan laki-laki lebih signifikan melakukan kenakalan setelah self dan social-controlnya juga diteliti. Itulah yang menyebabkan anak laki-laki lebih nakal daripada anak perempuan jika kita melihat dari sudut pandang kontrol diri dan kontrol sosial.

(15)

Salah satu tugas perkembangan yang dikemukakan oleh Keys (Yusuf, 2004 : 72) yaitu memperkuat self control (kemampuan mengendalikan diri) atas dasar skala nilai, prinsip-prinsip atau falsafah hidup. Peran kontrol diri dalam diri remaja sangat penting karena berguna untuk mencegah terjadinya kenakalan remaja, hal ini dikarenakan dengan adanya kontrol diri maka siswa memiliki kemampuan untuk menyusun, mengatur dan mengarahkan perilaku mereka.

Dari diidentifikasi masalah yang terpapar di atas diperoleh gambaran dimensi permasalahan yang begitu luas. Namun menyadari adanya keterbatasan waktu dan kemampuan, maka peneliti memandang perlu memberi batasan masalah secara jelas dan terfokus. Selanjutnya masalah yang menjadi obyek penelitian dalam variabel kenakalan remaja dibatasi hanya pada aspek kenakalan yang melawan status.

Rumusan permasalahan dalam penelitian ini yaitu “Seberapa besar Hubungan Kontrol Diri dengan Kenakalan Remaja”. Rumusan masalah tersebut dirinci ke dalam beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana gambaran umum kontrol diri siswa-siswi di salah satu SMA Swasta Kota Bandung Tahun Ajaran 2013/2014.

2. Bagaimana gambaran umum kenakalan remaja siswa di salah satu SMA Swasta Kota Bandung Tahun Ajaran 2013/2014.

3. Bagaimana gambaran umum kontrol diri dan kenakalan remaja siswa di salah satu SMA Swasta Kota Bandung Tahun Ajaran 2013/2014 berdasarkan tingkatan kelas.

4. Bagaimana gambaran umum kontrol diri dan kenakalan remaja di salah satu SMA Swasta Kota Bandung Tahun Ajaran 2013/2014 berdasarkan gender. 5. Bagaimana gambaran umum kontrol diri dan kenakalan remaja di salah satu

SMA Swasta Kota Bandung Tahun Ajaran 2013/2014 berdasarkan tempat tinggal.

(16)

9

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian secara umum menjawab rumusan masalah yaitu memperoleh seberapa besar hubungan kontrol diri dengan kenakalan remaja. Untuk mencapai tujuan umum tersebut, maka dirumuskan tujuan khusus penelitian sebagai berikut:

1. Memperoleh gambaran umum mengenai kontrol diri dan kenakalan remaja. 2. Memperoleh seberapa besar hubungan kontrol diri dengan kenakalan remaja

siswa di salah satu SMA Swasta Kota Bandung Tahun Ajaran 2013/2014. 3. Memperoleh implikasi terhadap bimbingan dan konseling dari hubungan

kontrol diri dengan kenakalan remaja.

D. Manfaat Penelitian

Dengan tercapainya tujuan di atas, maka manfaat yang diharapkan adalah sebagai berikut:

1. Manfaat teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan mengenai konsep kontrol diri dan kenakalan remaja.

2. Manfaat Praktis

a. Dengan penelitian ini diharapkan dapat memberi pemahaman kepada pihak sekolah termasuk di dalamnya wali kelas, guru bidang studi, dan khususnya guru BK akan tingkat kontrol diri yang dimiliki siswa terhadap kenakalan remaja untuk merumuskan upaya BK dalam mecegah maupun menangani kenakalan remaja.

(17)

E. Struktur Organisasi

Penulisan laporan penelitian (skripsi) dilakukan dengan sistematika sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan, bab ini berisikan latar belakang masalah, identifikasi dan rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian serta sistematika penulisan.

Bab II Teori Kenakalan Remaja dan Kontrol Diri, bab ini memuat kajian teori mengenai kontrol diri dan kenakalan remaja, kerangka berfikir dan hipotesis.

Bab III Metode Penelitian, bab ini membahas pendekatan dan metode penelitian, variable penelitian, penentuan sampel, jenis dan sumber data, metode pengumpulan data serta metode analisis.

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan, bab ini berisikan mengenai deskripsi dari obyek yang diteliti dan analisis data serta pembahasannya.

(18)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Sampel Penelitian

1. Lokasi Penelitian dan Populasi Penelitian

Tempat pelaksanaan penelitian yaitu di salah satu SMA Swasta Kota Bandung.

2. Populasi dan Sampel Penelitian

Menurut Sugiyono, (2010 : 117) populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa-siswi di salah satu SMA Swasta Kota Bandung tahun ajaran 2013/2014. Penelitian ini dilakukan pada siswa-siswi di salah satu SMA Swasta Kota Bandung tahun ajaran 2013/2014 , dengan pertimbangan sebagai berikut:

a. Siswa-siswi SMA berada dalam rentang usia remaja, yaitu berkisar antara 15-17 tahun sehingga pada usia ini karakteristik remajanya lebih tampak misalnya memiliki rasa keingitahuan yaitu ingin mencoba sesuatu hal yang baru.

b. Siswa-siswi di salah satu SMA Swasta Kota Bandung berasal dari berbagai latar belakang sosial, ekonomi dan budaya sehingga diharapkan penelitian lebih representatif.

(19)

d. Masa remaja sebagai masa yang potensial untuk meningkatkan kontrol diri, sebab masa remaja merupakan masa yang penuh dengan tekanan yang memungkinkan individu menemukan identitas dirinya.

Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas X, kelas XI dan kelas XII di salah satu SMA Swasta Kota Bandung Tahun Ajaran 2013/2014. Sampel merupakan sebagian atau wakil dari populasi yang diteliti (Arikunto, 2006: 104). Sampel ditentukan untuk memperoleh informasi tentang obyek penelitian dengan mengambil representasi populasi yang diprediksikan sebagai inferensi terhadap seluruh populasi.

Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik acak atau random. Teknik random adalah cara pengambilan sampel dari anggota populasi secara acak tanpa memperhatikan strata (tingkatan) dalam anggota populasi tersebut.

Secara operasional, penentuan sampel dilakukan dengan menggunakan patokan yang dikemukakan oleh Surakhmad (Riduwan, 2003: 65) yang menjelaskan bila populasi dibawah atau sama dengan 1000 dapat dipergunakan sampel sebesar 50% dan jika berada diantara 100 sampai 1000, maka dipergunakan sampel sebesar 50%-15% dari jumlah populasi. Penentuan jumlah sampel dilakukan dengan menggunakan rumus yang dikemukakan oleh Riduwan (2003: 65) yaitu sebagai berikut:

Dimana :

S = Jumlah sampel yang diambil n = Jumlah anggota populasi

(20)

39

Jumlah sampel yang diambil adalah 35% x 499 dari jumlah anggota populasi. Maka jumlah sampel penelitian ini adalah 176 Siswa. Distribusi ukuran populasi dan sampel secara rinci dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3.1

Jumlah Anggota Populasi dan Sampel Siswa

di salah satu SMA Swasta Kota Bandung Tahun Ajaran 2013/2014

No Kelas Populasi Sampel

1 X-6 44 13

2 X-9 41 15

3 X-10 42 15

4 X-11 43 14

5 XI-B1 32 14

6 XI-B4 46 14

7 XI-C1 46 15

8 XI-C3 47 15

9 XII-B1 31 15

10 XII-B2 41 15

11 XII-C3 44 15

12 XII-C1 42 15

Jumlah 499 176

B. Pendekatan dan Metode Penelitian

1. Pendekatan Penelitian

(21)

terhadap obyek yang diteliti lebih bersifat sebab dan akibat (kausal), sehingga dalam penelitiannya ada variabel independen (X) dan dependen (Y). Dalam penelitian ini, kontrol diri sebagai variabel independen (X) dan kenakalan remaja berperan sebagai variabel dependen (Y).

Pendekatan kuantitatif adalah pendekatan ilmiah yang didesain untuk menjawab pertanyaan penelitian dengan menggunakan angka statistik. Pendekatan ini menuntut penggunaan angka mulai dari pengumpulan data, penafsiran hingga penampilan hasilnya. Demikian juga pemahaman akan kesimpulan akan lebih baik apabila juga disertai tabel, grafik, bagan, gambar, dan tampilan lain. Selain data yang berupa angka, dalam penelitian kuantitatif juga terdapat data berupa informasi kualitatif. Menurut Arikunto (2006: 11) penelitian kuantitatif mempunyai beberapa karakteristik diantaranya :

a. Kejelasan unsur : tujuan, pendekatan, subjek, sampel, sumber data sudah mantap, dan rinci sejak awal.

b. Langkah Penelitian : segala sesuatu direncanakan sampai matang ketika persiapan disusun.

c. Hipotesis : mengajukan hipotesis yang akan diuji dalam penelitian dan hipotesis menentukan hasil yang diramalkan.

d. Desain : dalam desain jelas langkah-langkah penelitian dan hasil yang diharapkan.

e. Pengumpulan Data : kegiatan dalam pengumpulan data memungkinkan untuk diwakilkan.

f. Analisis Data : dilakukan sesudah semua data terkumpul.

2. Metode Penelitian

(22)

41

C. Definisi Operasional Variabel

Dalam penelitian ini variable yang terlibat dan menjadi titik perhatian adalah kontrol diri (self control) dan kenakalan remaja.

Variabel X

Kontrol diri (self control) menjadi variabel bebas (X) yang akan diimplementasikan terhadap variabel terikat.

Variabel Y

Kenakalan remaja merupakan variabel terikat (Y) yang akan dipengaruhi oleh variabel bebas

1. Kontrol Diri

Menurut Calhoum dan Acocella (1995 : 130) kontrol diri (self control) adalah pengaruh seseorang terhadap, dan peraturan tentang fisiknya, tingkah laku dan proses-proses psikologisnya, dengan kata lain sekelompok proses yang mengikat dirinya. sedangkan Papalia (2004) mendefinisikan kontrol diri sebagai kemampuan individu untuk menyesuaikan tingkah laku dengan apa yang dianggap diterima secara sosial oleh masyarakat.

Dalam penelitian ini, kontrol diri diartikan sebagai kemampuan siswa SMA dalam menyusun, membimbing, mengatur, mengarahkan dan mengubah bentuk perilaku melalui pertimbangan kognitif sehingga perilakunya tersebut menuju kearah yang lebih positif dari sebelumnya, yang ditandai dengan aspek behavioral control; cognitive control; dan decision control dengan tujuan untuk mereduksi

kenakalan remaja.

Averill (1973: 287) kontrol diri terbagi ke dalam tiga aspek yaitu sebagai berikut:

(23)

siapa yang mengendalikan situasi atau keadaan, dirinya sendiri atau sesuatu diluar dirinya. individu yang kemampuan mengontrol dirinya baik akan mampu mengatur perilaku dengan menggunakan kemampuan dirinya dan bila tidak mampu individu akan menggunakan sumber eksternal. Kemampuan mengatur stimulus merupakan kemampuan untuk mengetahui bagaimana dan kapan suatu stimulus yang tidak dikehendaki dihadapi. Ada beberapa cara yang dapat digunakan, yaitu mencegah atau menjauhi stimulus, menempatkan tenggang waktu di antara rangkaian stimulus yang sedang berlangsung menghentikan stimulus sebelum waktunya berakhir dan membatasi intensitasnya.

b. Cognitive control, merupakan kemampuan individu dalam mengolah informasi yang tidak diinginkan dengan cara menginterpretasi, menilai, atau menggabungkan suatu kejadian dalam suatu kerangka kognitif sebagai adaptasi psikologis atau mengurangi tekanan. Aspek ini terdiri atas dua komponen, yaitu memperoleh informasi (information gain) dan melakukan penilaian (appraisal). Dengan informasi yang dimiliki oleh individu mengenai suatu keadaan yang tidak menyenangkan, individu dapat mengantisipasi keadaan tersebut dengan berbagai pertimbangan. Melakukan penilaian berarti individu berusaha menilai dan menafsirkan suatu keadaan atau peristiwa dengan cara memperhatikan segi-segi positif secara subjektif.

c. Decisional control, merupakan kemampuan individu untuk memilih hasil atau suatu tindakan berdasarkan pada sesuatu yang diyakini atau disetujuinya. Kontrol diri dalam menentukan pilihan akan berfungsi baik dengan adanya suatu kesempatan, kebebasan, atau kemungkinan pada diri individu untuk memilih berbagai kemungkinan tindakan.

2. Kenakalan Remaja

(24)

43

bentuk tingkah laku yang menyimpang. Sedangkan Santrock (2002 : 22) menjelaskan bahwa: kenakalan remaja (juvenile deliquency) mengacu kepada suatu rentang perilaku yang luas, mulai dari perilaku yang tidak dapat diterima secara sosial (seperti bertindak berlebihan di sekolah), pelanggaran (seperti melarikan diri dari rumah) hingga tindakan-tindakan kriminal (seperti mencuri).

Kenakalan remaja dalam penelitian ini diartikan sebagai perilaku menyimpang atau melanggar aturan sekolah atau perilaku tidak sesuai di sekolah yang dilakukan siswa SMA sehingga dapat merugikan dirinya dan orang lain, dalam bentuk kenakalan yang melawan status.

Jensen (Sarwono, 2002: 207) menyatakan bahwa Kenakalan yang

melawan status adalah perilaku-perilaku yang tidak melanggar hukum dalam arti yang sesungguhnya karena yang dilanggar adalah status-status dalam lingkungan primer (keluarga) dan sekunder (sekolah) yang mereka tidak diatur oleh hukum secara terinci.

1) Status dalam Lingkungan Primer (Keluarga), indikatornya adalah sebagai berikut:

a) Melarikan diri dari rumah

Yaitu pergi dari rumah dan tidak kembali lebih dari 24 jam tanpa sepengatuhan keluarga.

b) Melawan orang tua

Yaitu tindakan yang dilakukan remaja untuk membantah atau melanggar perkataan dari orangtua dengan kata-kata dan perilaku yang tidak sopa kepada orang tua.

c) Pelanggaran jam malam

Yaitu keluar atau pulang ke rumah lebih dari jam malam yang sudah ditentukan oleh orang tua.

2) Status dalam Lingkungan Sekunder (Keluarga), indikatornya adalah sebagai berikut:

a) Membolos sekolah

(25)

Yaitu datang ke sekolah tidak sesuai dengan peraturan sekolah. c) Memakai seragam tidak sesuai dengan aturan sekolah

d) Merokok di dalam lingkungan sekolah

Yaitu perilaku menghisap zat berbahaya yang penggunaannya di dalam lingkungan sekolah.

e) Mencontek

Yaitu melihat pekerjaan orang lain baik dalam ulangan, ujian ataupun pekerjaan rumah.

f) Berbohong kepada guru

Yaitu tidak berkata jujur kepada guru dan mengeluarkan berbagai macam alasan untuk menyelamatkan dirinya dari hukuman.

g) Merusak sarana dan prasarana di sekolah

D. Instrument Penelitian

1. Jenis Intrumen

Dalam penelitian data dikumpulkan dengan menggunakan instrument berupa angket untuk memperoleh gambaran mengenai kontrol diri dan kenakalan remaja di sekolah. Angket yang digunakan dalam penelitian adalah angket yang berjenis tertutup. Angket tertutup adalah angket yang disajikan dalam bentuk sedemikian rupa sehingga responden diminta untuk memilih satu jawaban yang sesuai dengan karakteristiknya dirinya dengan cara memberikan cek (). Angket yang digunakan menggunakan bentuk skala Guttman yaitu skala yang digunakan untuk jawaban yang bersifat jelas (tegas) dan konsisten. Pada skala Guttman hanya dua interval yaitu: Ya dan Tidak (force-choice).

Adapun langkah-langkah dalam menyusun angket adalah sebagai berikut: 1) Menyusun objek responden

2) Menyusun kisi-kisi daftar pertanyaan atau pertanyaan angket

3) Merumuskan item-item pertanyaan atau pernyataan dan alternative jawaban 4) Menetapkan skala pemberian skor untuk setiap item pernyataan

(26)

45

Sebelum pengumpulan data yang sebenarnya dilakukan, angket yang akan digunakan diuji terlebih dahulu. Hal ini dilakukan untuk mengetahui kekurangan-kekurangan pada item angket.

Untuk mendapatkan alat pengumpul data yang benar-benar valid atau dapat diandalkan dalam mengungkap data penelitian, maka angket yang digunakan disusun dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1) Membuat kisi-kisi angket yang di dalamnya menguraikan aspek masing-masing variabel menjadi beberapa indikator.

2) Berdasarkan kisi-kisi tersebut, langkah selanjutnya adalah menyusun pernyataan atau butir-butir item. Bentuk pernyataan untuk pengungkap variabel X dan Y yaitu dalam bentuk pernyataan positif atau negatif.

3) Setelah butir-butir pernyataan dibuat, kemudian dilakukan penimbangan dengan maksud untuk melihat tingkat kebaikan isi, konstruk dan kesesuaian antara butir pernyataan dengan aspek yang akan diungkap.

4) Setelah melalui judgment, dilkukan uji coba angket ke beberapa siswa dengan maksud untuk mengetahui keberadaan alat ukur secara empiris, yaitu validitas dan reliabilitas dari angket tersebut.

2. Pengembangan Kisi-Kisi Intrumen

Kisi-kisi instrument untuk mengungkapkan kontrol diri dan kedisiplinan siswa yang dikembangkan dari definisi operasional variabel penelitian. Terdapat dua poin kisi-kisi instrument yaitu: 1) kisi-kisi instrument kontrol diri yang terdiri dari aspek kontrol diri; 2) kisi-kisi kenakalan remaja terdiri dari aspek-aspek kenakalan remaja.

(27)
(28)
(29)

Lingkungan

Instrument dalam penelitian kuantitatif adalah menggunakan kuesioner atau angket. Jenis angket yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket tertutup, yaitu siswa diberi sejumlah pernyataan yang menggambarkan kontrol diri dan kenakalan remaja disertai dengan alternative jawaban. Angket disusun dalam bentuk force-choice (ya-tidak). Setiap alternative pilihan respons mengandung arti dan nilai skor seperti tertera pada tabel berikut:

Tabel 3.4

Pola Skor Opsi Alternatif Respons (Guttman)

Pernyataan Skor DuaOpsi Alternatif respon

Ya Tidak

Favorable (+) 1 0

Un-Favorable (-) 0 1

(30)

49

kepada jawaban yang dipilih siswa dan sifat dari setiap pernyataan pada angket. Bila pernyataan bersifat positif, maka skor jawaban “Ya” adalah satu dan “Tidak” adalah nol. Sebaliknya jika pernyataan bersifat negatif, maka skor jawaban “Ya” adalah nol dan “Tidak adalah satu. Pernyataan-pernyataan dalam angket dikembangkan berdasarkan kisi-kisi instrument yang dijabarkan dari definisi operasional variable kontrol diri dengan kenakalan remaja

E. Proses Pengembangan Instrumen

1. Merumuskan Definisi Operasional Variabel (DOV)

Langkah pertama yang dilakukan dalam proses pengembangan instrument yaitu dengan merumuskan definisi operasional variabel (DOV). Definisi operasional yang dirumuskan untuk setiap variabel harus melahirkan indikator-indikator dari setiap variabel yang diteliti dan kemudian akan dijabarkan dalam instrument penelitian.

2. Mengembangkan Kisi-Kisi

Definisi operasional variabel (DOV) dikembangkan ke dalam bentuk kisi-kisi instrumen. Kisi-kisi-kisi instrumen dibuat berdasarkan teori dari setiap variabel yang diteliti. Kisi-kisi instrumen terdiri dari aspek , sub aspek dan indikator dari setiap variabel. Kisi-kisi tersebut nantinya akan dibuat ke dalam item pernyataan.

3. Mengembangkan Item Pernyataan

Item pernyataan ini dikembangkan berdasarkan kisi-kisi yang telah dibuat sebelumnya.. Pernyataan dibuat berdasarkan indikator dari setiap variabel. Bentuk pernyataan untuk pengungkap variabel X dan Y yaitu dalam bentuk pernyataan positif atau negatif.

4. Uji Rasional

a. Judgment Pakar

(31)

dosen ahli untuk memberikan penilaian pada setiap item dengan kualifikasi Memadai (M) dan Tidak Memadai (TM). Item yang berkualifikasi M dapat langsung digunakan untuk menjaring data penelitian. Sementara dalam pernyataan TM, terkandung dua kemungkinan, yaitu: a) pitem tersebut harus direvisi hingga dapat terkelompokkan dalam kualifikasi M; b) Item harus dibuang.

Judgment pakar instrumen dilakukan oleh Dr. Ipah Saripah, M.Pd; Nandang Budiman, S.Pd, M.Psi; dan Drs. Sudaryat Nurdin Akhmad. Hasil penilaian menunjukkan secara konstruk hampir seluruh item termasuk memadai. Namun, dari segi bahasa dan isi masih terdapat item yang perlu diperbaiki. Secara rinci disajikan dalam bentuk tabel 3.5 berikut:

Tabel 3.5

Hasil Judgment Pakar Angket Kontrol Diri

Kesimpulan No Item Total

Memadai 1, 3, 4, 5, 6, 8, 9, 10, 11, 13, 14, 16, 18, 19,

21, 23, 26, 28, 29, 30, 31, 32, 33, 34, 35, 36, 39, 40, 41, 43, 45, 46, 47, 49

34

Revisi 2, 7, 15, 17, 20, 22, 24, 25, 27, 42, 44, 48,

50

13

Buang 12, 37, 38, 3

Total 47

(32)

51

Tabel 3.6

(33)

Memilih Hasil Kemungkinan

Instrumen kenakalan remaja hasil judgment pakar dapat dilihat pada tabel 3.7 berikut:

Tabel 3.7

Hasil judgment pakar angket kenakalan remaja

Kesimpulan No Item Jumlah

(34)

53

Total

45

Hasil penimbang menunjukkan terdapat 28 item yang dapat digunakan dan 17 item yang harus direvisi. Dengan demikian, jumlah item yang digunakan untuk uji coba instrumen adalah sebanyak 45 item. Adapun kisi-kisi instrumen setelah judgment pakar dapat dilihat pada tabel 3.8 berikut:

(35)

b. Uji Keterbacaan Instrumen

Sebelum instrumen diuji validitas, instrumen kontrol diri dan kenakalan remaja dilakukan uji keterbacaan kepada sampel setara yaitu 3 orang siswa kelas XII, 1 orang siswa kelas XI dan 1 orang siswa kelas X SMA Tanjungsari. Uji keterbacaan dimaksudkan untuk mengukur sejauh mana keterbacaan instrumen oleh responden. Melalui uji keterbacaan dapat diketahui redaksi kata yang sulit dipahami oleh responden sehingga dapat diperbaiki. Hal ini dilakukan agar angket dapat dipahami oleh semua siswa sesuai dengan maksud penelitian. Angket yang dilakukan uji keterbacaannya adalah angket yang telah mampu melalui tahap uji kelayakan instrumen. Berdasarkan hasil uji keterbacaan, responden dapat memahami dengan baik seluruh item pernyataan yang ada baik dari segi bahasa maupun makna yang terkandung dalam pernyataan.

5. Uji Validitas dan Reliabilitas

a. Validitas

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkatan-tingkatan kesahihan suatu instrument. Instrument yang valid atau sahih mempunyai validitas yang tinggi. Sebaliknya, intrumen yang kurang valid berarti memiliki validitas rendah (Arikunto, 2006: 168).

Uji validitas penting dilakukan untuk mengetahui kelayakan dari sebuah instrumen untuk digunakan. Sebuah tes dikatakan valid apabila tes tersebut mengukur apa yang hendak diukur. Valid dalam Bahasa Indonesia disebut dengan istilah “sahih”. Dalam penelitian ini uji validitas akan dilakukan guna mengetahui kesahihan butir-butir item instrumen. Langkah-langkah pengolahan data untuk menentukan validitas instrumen dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak (software) Microsoft Excel 2007. Rumus yang digunakan untuk menghitung validitas butir item pernyataan adalah korelasi Point Biserial Correlation dengan rumus sebagai berikut:

(36)

55

(Arikunto, 2006: 283) Keterangan:

rpbis = koefisien korelasi point biseral

Mp = mean skor dari sampel yang menjawab benar pada butir item yang dicari validitasnya

Mt = rata-rata skor total

St = simpangan baku dari skor total

P = proporsi sampel yang menjawab benar = Jumlah item yang benar

Jumlah seluruh item

q = proporsi sampel yang menjawab salah (q= 1-p)

Kaidah keputusan menentukan valid atau tidaknya sebuah item berpatokan pada norma sebagai berikut; jika rpbis > rtabel berarti itrm yang dimaksud valid. Sebaliknya jika rpbis < rtabel maka item yang dimaksud tidak valid.

Maka berdasarkan hasil perhitungan rtabel , setiap item soal yang memiliki

nilai | | dinyatakan telah valid, sebaliknya jika nilai < 0,147 maka

dinyatakan tidak valid. Berikut disajikan item-item pernyataan setelah validasi.

Tabel 3.9

Hasil Uji Validitas Item Angket Kontrol Diri

Signifikansi No Item Jumlah

Valid 1, 3, 4, 5, 7, 8, 9, 10, 11, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 30, 31, 32, 33, 34, 35, 36, 37, 38, 39, 40, 42, 43, 44, 45, 46, 47

42

Tidak Valid 2, 6, 12, 23, 41 5

Tabel 3.10

Hasil Uji Validitas Item Angket Kenakalan Remaja

Signifikansi No Item Jumlah

(37)

33, 34, 35, 36, 37, 38, 39, 40, 41, 42, 43, 44, 45

Tidak Valid 16, 31, 32 3

b. Reliabilitas

Reliabilitas suatu instrument penelitian menunjukkan instrument penelitian dapat dipercaya sebagai pengumpul data karena instrument tersebut sudah baik. (Arikunto, 2006: 221).uji reliabilitas dimaksudkan untuk mengetahui keterandalan alat ukur atau ketepatan alat ukur.

Pengujian reliabilitas instrumen dilakukan dengan menggunakan teknik Koefisien Reliabilitas Kuder Richardson 20 atau K-R.20 dengan rumus sebagai berikut:

[ ] [ ∑ ]

(Arikunto, 2006: 100) Keterangan :

r11 = reliabilitas tes secara keseluruhan

p = proporsi subjek yang menjawab item dengan benar = Jumlah item yang benar

Jumlah seluruh item

q = proporsi subjek yang menjawab item dengan salah (q= 1-p)

pq = jumlah hasil perkalian antara pq n = banyak item

s = standar deviasi dari tes (standar deviasi adalah akar variansi)

Sebagai kriteria untuk mengetahui tingkat reliabilitas, digunakan klasifikasi dari Arikunto (2006: 247) yang menyebutkan bahwa:

Tabel 3.11

Kriteria Reliabilitas Instrumen

(38)

57

< 0,20 Derajat keterandalannya sangat rendah

Hasil uji reliabilitas dengan menggunakan rumus K-R.20 diperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel 3.12

Rekapitulasi Hasil Uji Reliabilitas

No Variabel Nilai Reliabilitas Keterangan

1 Kontrol Diri 0.854997 Reliabel

2 Kenakalan Remaja 0.873716 Reliabel

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa instrumen penelitian yang mengukur kontrol diri menghasilkan nilai reliabilitas sebesar 0,854997 dan dibulatkan menjadi 0,85 dengan jumlah item 42 buah. Artinya, instrumen dapat dinyatakan mempunyai daya ketepatan atau dengan kata lain reliable yang berkategori tinggi.

Begitu pula halnya dengan instrumen penelitian yang mengukur kenakalan remaja menghasilkan nilai reliabilitas sebesar 0.873716 dan dibulatkan menjadi 0,87 dengan jumlah item 42 buah. Artinya, instrumen dapat dinyatakan mempunyai daya ketepatan atau dengan kata lain reliable yang berkategori tinggi.

F. Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen

Sesuai dengan tujuan penelitian dan pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini, maka jenis instrumen yang relevan untuk digunakan adalah angket. Teknik pengumpulan data utama yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kuesioner atau angket. Menurut Ridwuan (2003: 71) mengemukakan angket adalah daftar pertanyaan yang diberikan kepada orang lain yang bersedia memberikan respon sesuai dengan permintaan pengguna.

(39)

Angket ini digunakan untuk mengetahui tingkat kontrol diri dan kenakalan remaja pada siswa SMA. Angket digunakan sebagai teknik pengumpulan data utama karena angket memungkinkan dalam mengumpulkan data pada waktu bersamaan dan dengan populasi yang cukup besar. Bentuk angket yang digunakan adalah angket tertutup. Angket tertutup adalah angket yang jawabannya telah disediakan dan responden hanya menjawab setiap pernyataan dengan cara memilih alternatif jawaban yang telah disediakan. Seperti yang diungkapkan oleh Ali (1993: 69) bahwa bentuk jawaban tertutup (closed form atau pre-coded), yakni angket yang pada setiap itemnya sudah tersedia berbagai alternatif jawaban.

Tahap pengumpulan data meliputi: (a) penyampaian tujuan pengisian angket kepada responden; (b) penyebaran angket, menjelaskan petunjuk pengisian angket; (c) pengumpulan angket; dan (d) studi dokumentasi dilaksanakan dengan melakukan pengamatan terhadap hasil gambar-gambar yang diambil saat pelaksanaan kegiatan penelitian berlangsung.

G. Prosedur Penelitian

Prosedur dalam penelitian yang dijalankan meliputi beberapa langkah sebagai berikut:

a. Menyusun proposal penelitian dan mengkonsultasikannya dengan dosen mata kuliah Metode Riset BK dan disahkan dengan persetujuan dari dewan skripsi jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan dan dosen pembimbing skripsi. b. Mengajukan permohonan pengangkatan dosen pembimbing skripsi pada

tingkat fakultas.

c. Mengajukan permohonan ijin penelitian dari Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan yang member rekomendasi untuk melanjutkan ke tingkat fakultas.

d. Menyusun instrument penelitian berikut judgment kepada tiga orang ahli dari jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan.

(40)

59

bersamaan dengan uji coba instrument pada siswa-siswi di salah satu SMA Swasta Kota Bandung.

f. Mengolah dan menganalisis angket kontrol diri dan kenakalan remaja serta menyimpulkan hasilnya.

H. Analisis Data

1. Verifikasi Data

Verifikasi data dilakukan untuk menyeleksi data yang layak diolah. Data yang telah dikumpulkan diperiksa kelengkapan, jumlah, dan ketelitian angket yang telah dikumpulkan diperiksa kelengkapan, jumlah dan ketelitian angket yang telah diisi untuk kemudian diolah lebih lanjut. Hasil verifikasi data menunjukkan semua angket yang telah diisi oleh peserta didik layak untuk diolah.

2. Penyekoran Data

Data yang telah melalui verifikasi diberi skor pada setiap pilihan jawaban yang diambil. Angket melalui skala Guttman yang menyediakan dua alternatif jawaban yaitu Ya-Tidak (forced choice) dengan cara pengisian memberikan tanda checklist (). Penyekoran setiap pilihan jawaban dapat diuraikan sebagai berikut:

Tabel 3.13

Ketentuan Pemberian Skor

Pernyataan Skor DuaOpsi Alternatif respon

Ya Tidak

Favorable (+) 1 0

Un-Favorable (-) 0 1

3. Pengolahan Data

(41)

di salah satu SMA Swasta Kota Bandung pada kategori Tinggi (T), Sedang (S), dan Rendah (R).

Untuk menentukan pengkategorian dengan menjumlahkan skor dari pernyataan (valid) dalam instrumen, kemudian dicari panjang interval setiap kelas dengan rumus sebagai berikut:

Keterangan:

C = Panjang Interval Kelas Xn = Nilai Tertinggi

Xi = Nilai terendah

k = banyaknya kelas (dalam hal ini ada 3 yaitu T, S, dan R)

Kemudian, dilakukan penghitungan skor setiap sampel yang memenuhhi kriteria pada setiap kategori Tinggi (T), Sedang (S), dan Rendah (R) kemudian dibuat dalam bentuk presentase dengan dibagi oleh seluruh sampel (176) kali 100%.

Tabel 3.14

Kategori interval Skor Gambaran Umum Kontrol Diri Siswa di salah satu SMA Swasta Kota Bandung Tahun Ajaran 2013/2014

Rentang Skor Kualifikasi

8 – 20 Siswa pada kategori ini memiliki tingkat kontrol diri yang rendah.

21 – 33 Siswa pada kategori ini memiliki tingkat kontrol diri yang sedang.

(42)

61

Sedangkan, untuk kategori interval skor gambaran umum kenakalan remaja dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 3.15

Kategori interval Skor Gambaran Umum kenakalan Remaja di salah satu SMA Swasta Kota Bandung Tahun Ajaran 2013/2014

Rentang Skor Kualifikasi

0 – 10 Siswa pada kategori ini memiliki tingkat kenakalan remaja yang rendah.

11 – 21 Siswa pada kategori ini memiliki tingkat kenakalan remaja yang sedang.

22- 32 Siswa pada kategori ini memiliki tingkat kenakalan remaja yang tinggi

Berdasarkan hasil perhitungan, maka gambaran umum kontrol diri siswa di salah satu SMA Swasta Kota Bandung dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3.16

Persentase Siswa berdasarkan Kategori Kontrol Diri

Kategori f Persentase

Tinggi 96 55%

Sedang 76 43%

Rendah 4 2%

Hasil pengelompokan data berdasarkan kategori dan interpretasinya dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 3.17

Interpretasi Skor kategori Angket Kontrol Diri

Kategori Kualifikasi

(43)

Sedang Pada kategori sedang artinya siswa sudah mampu mengontrol pada setiap aspeknya, ditampilkan dengan perilaku siswa dalam kehidupan sehari-hari untuk mengatur tingkah laku dengan melakukan pertimbangan sebelum bertindak, namun ada beberapa keputusan dipengaruhi dari luar diri siswa itu sendiri. Rendah Pada kategori rendah artinya siswa belum mampu mengontrol

pada setiap asoeknya, ditampilkan dengan perilaku siswa dalam kehidupan sehari-hari siswa tidak melakukan pertimbangan sebelum bertindak melainkan, siswa bertindak atas dorongan dari luar diri.

Selanjutnya gambaran umum kenakalan remaja siswa di salah satu SMA Swasta Kota Bandung dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 3.18

Persentase Siswa berdasarkan Kategori Kenakalan Remaja

Kategori f Persentase

Tinggi 5 86%

Sedang 20 11%

Rendah 151 3%

Hasil pengelompokan data berdasarkan kategori dan interpretasinya dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 3.19

Interpretasi Skor Kategori Angket Kenakalan Remaja

Kategori Kualifikasi

Tinggi Pada kategori ini, siswa tidak dapat mengontrol diri untuk melakukan kenakalan yang melawan status dalam lingkungan primer maupun sekunder.

Sedang Pada kategori ini, siswa sudah mampu mengontrol diri untuk melakukan kenakalan yang melawan status dalam lingkungan primer maupun sekunder. Namun, pada beberapa situasi siswa tidak dapat mengontrol dirinya sendiri dan masih terpengaruh oleh orang lain.

(44)

63

4. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui data berdistribusi normal atau tidak sehingga dapat diambil keputusan mengenai uji yang akan dipakai selanjutnya, yaitu jika normal maka menggunakan uji parametrik yaitu korelasi pearson product moment sedangkan sebaliknya maka menggunakan uji non parametrik yaitu korelasi spearman rho. Dengan menggunakan aplikasi software SPSS (Statistical Product for Service Solution) 16.0 diperoleh tabel hasil uji normalitas sebagai berikut:

Tabel 3.20

Uji Normalitas Skor Kontrol Diri dengan Kenakalan Remaja

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova

Statistic Df Sig.

Kontrol_Diri .131 176 .000

Kenakalan_Remaja .206 176 .000

Dapat dilihat bahwa pada tabel 3.19 nilai sig untuk variabel kontrol diri (variabel X) adalah 0.000. Dan nilai sig untuk variabel kenakalan remaja (variabel Y) adalah 0.000. Dimana nilai p ≥ 0.05, maka dapat disimpulkan bahwa data dari variabel X tidak berdistribusi normal dikarenakan nilainya adalah 0.000 < 0.05. begitupun dengan variabel Y tidak berdistri normal karena nilai 0.000 < 0.05. Jadi, jika data variabel tidak berdistribusi normal maka tidak dapat dilanjutkan analisis regresi.

5. Analisis Koefisien Korelasi

(45)

remaja) maka digunakan analisis korelasi spearman rho. Sebagai kriteria untuk mengetahui tingkat hubungan antara dua variabel, digunakan klasifikasi dari Sugiyono (2010: 184) yang menyebutkan bahwa:

Tabel 3.21

Kriteria Klasifikasi Koefisien Korelasi Spearman Rho

Interval Koefisien Tingkat Hubungan

0.00 – 0.199 Sangat rendah

0.20 – 0.399 Rendah

0.40 – 0.599 Sedang

0.60 – 0.799 Kuat

0.80 – 1.000 Sangat Kuat

(46)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai kontrol diri dan kenakalan remaja siswa di sekolah, diperoleh kesimpulan sebagai berikut.

1. Secara umum gambaran tingkat kontrol diri siswa-siswi di slah satu SMA Swasta Kota Bandung Tahun Ajaran 2013/2014 berada pada kategori sedang. Artinya bahwa siswa sudah mampu mengontrol pada setiap aspek kontrol perilaku (behavior control), kontrol kognitif (cognitive control), maupun kontrol keputusan (decision control) ditampilkan dengan perilaku siswa dalam kehidupan sehari-hari untuk mengatur tingkah laku dengan melakukan pertimbangan dan memperhatikan segi-segi positif sebelum bertindak, namun ada beberapa keputusan masih dipengaruhi dari luar diri siswa itu sendiri. 2. Jika dilihat berdasarkan persentase tingkatan kelas, secara umum gambaran

kontrol diri siswa kelas X dan XI berada pada kategori sedang, sedangkan persentase kelas XII berada pada kategori tinggi yang artinya bahwa siswa kelas XII lebih mampu mengontrol dirinya disbanding siswa kelas X dan XII. Sedangkan jika dilihat berdasarkan jenis kelamin (gender), gambaran umum kontrol diri siswa laki-laki berada pada kategori sedang sedangkan siswa perempuan berada pada kategori tinggi yang berarti bahwa siswa perempuan lebih mampu mengontrol dirinya daripada siswa laki-laki. Dilihat berdasarkan persentase tempat tinggal gambaran umum kontrol diri siswa yang tinggal bersama orang tua berada pada ketgori tinggi , sedangkan siswa yang tinggal bersama wali atau kost berada pada kategori sedang hal ini menunjukkan bahwa siswa yang tinggal bersama orang tua lebih mampu mengontrol dirinya dibandingkan dengan siswa yang tinggal bersama wali atau kost.

(47)

diri untuk tidak melakukan kenakalan yang melawan status dalam lingkungan primer (keluarga) maupun sekunder (sekolah).

4. Dilihat berdasarkan tingkatan kelas, secara umum gambaran kenakalan remaja siswa kelas X, XI dan XII berada pada kategori rendah. Hasil yang sama ditunjukkan jika dilihat berdasarkan jenis kelamin (gender) dan berdasarkan tempat tinggal.

5. Terdapat korelasi negatif antara kontrol diri dengan kenakalan remaja yang melawan status di salah satu SMA Swasta Kota Bandung Tahun Ajaran 2013/2014 dengan tingkat hubungan kuat. Yang artinya bahwa Artinya semakin tinggi tingkat kontrol diri siswa, maka semakin rendah kecenderungan perilaku kenakalan remaja yang melawan status di di salah satu SMA Swasta Kota Bandung tahun ajaran 2013/2014.

B. Rekomendasi

Rekomendasi dirumuskan berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan serta diajukan bagi pihak-pihak yang terkait sebagai berikut.

1. Guru BK

Guru BK dapat melaksanakan layanan bimbingan dan konseling pribadi-sosial untuk meningkatkan dan mengembangkan kontrol diri siswa di sekolah dalam mereduksi perilaku kenakalan remaja..

2. Peneliti Selanjutnya

a. Melakukan penyempurnaan instrumen penelitian kontrol diri dan kenakalan remaja berdasarkan aspek dan indikator misalnya dengan menggunakan teknik observasi dan wawancara dalam teknik pengumpulan data.

b. Menggunakan metode lain seperti studi kasus yang langsung meneliti mengenai kontrol diri dan kenakalan remaja untuk mendapatkan data yang lebih mendalam, melakukan intervensi dengan metode pra-eksperimen dengan menggunakan teknik restrukturisasi kognitif.

(48)

127

(49)

DAFTAR PUSTAKA

Aini, P. Q. (2011). Layanan Bimbingan dan Konseling Pribadi Sosial Untuk Mereduksi Kebiasaan Dugem Remaja ( Studi Kasus Terhadap Remaja di Kota Bandung). Bandung: Skripsi (Tidak diterbitkan).

Ali, M & Ansori, M. (2010). Psikologi Remaja. Jakarta : Bumi Aksara.

Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta

Aroma, I. S & Suminar, D. R. 2012. “Hubungan Antara Tingkat Kontrol Diri Dengan Kecenderungan Perilaku Kenakalan Remaja”. Jurnal Psikologi Pedidikan dan Perkembangan. 01 (02), 1-6.

Averill, J. R. (1973). Personal Control Over Aversive Stimuli and its Relationship to Stress. Department of Psychology, University of Massachusetts, Amherst, MA. 80: 268-303

Berndt, T. J. (1992). Child Development. New York: Holf Renehart & Winston Inc.

Calhoun, J.F dan Acocella, J. R. alih bahasa oleh RS. Satmoko. (1995). Psikologi tentang Penyesuaian dan Hubungan Kemanusiaan. Semarang: IKIP Semarang Press.

Chang, J. & Lee, T. N. (2005). The Influence of Parents, Peer Delinquency, and School Attitudes on Academic Achievement in Chinese, Cambodian , Laotian or Mien , and Vietnamese Youth. Journal of Crime & Delinquency, 51, 238-264. University of California.

Chaplin, J.P. (2008). Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Chapple, L.C. (2005) Self-Control, Peer Relations, and Deliquency. Justice Quarterly. 22 (1), 89-96.

Cobb, N.J. (1992). Adolescence: Continuity, Change, and Diversity. Universitas Michigan: Mayfield Publishing Company.

(50)

129

Feist, J. dan Feist, G.J. (2008). Theorist of Personality. Yogyakarta: Pustaka Belajar

Gottfredson, M. R. & Hirschi, T. (1990). A General Theory of A Crime. Stanford: Stanford University Press

Hurlock, E. (2004) . Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Kartono, K. (2003). Patologi Sosial, Kenakalan Remaja. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Lazarus, R.S. (1976). Paterns of Adjustment. Tokyo: McGraw Hill Kogakusha, Ltd.

Logue, A.W., & Forzano, L.B. (1995). Self Conrol and Impulsiveness in Children and Adults of Food Preferences. Journal of the Experimental Analysis of Behavior, 64 (1), 33-46

Meytasari, A. (2013). Kontribusi Kontrol Diri terhadap Kedisiplinan Siswa di Sekolah dan Implikasinya Bagi Program Bimbingan dan Konseling. Skripsi pada FIP UPI Bandung : Tidak Diterbitkan.

Muharsih, L. (2008). Hubungan Antara Kontrol Diri dengan Kecerdasan Prilaku Konsumtif pada Remaja di Jakarta Pusat. Bandung : Skripsi (Tidak Diterbitkan).

Mussen, P.H., Conger, J.J., Kagan, J & Huston, C.A., (1994). Prekembangan dan Kepribadian Anak. (Terjemahan). Jakarta: Arcan.

Novia, N. S. (2011). Program Bimbingan dan Konseling Pribadi Sosial untuk Mereduksi Kenakalan Remaja (Studi Deskriptif terhadap siswa kelas X SMA Pasundan 8 Bandung Tahun Ajaran 2009/2010). Bandung : Skripsi (Tidak Diterbitkan)

Nurihsan, A. J. (2005). Strategi Layanan Bimbingan dan Konseling. Bandung : Refika Aditama

Nurihsan, A. J. & Agustin, M. (2011) Dinamika Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: Refika Aditama.

(51)

Pratama, F. M. (2012). Program Bimbingan Ptibadi-Sosial untuk Meningkatkan Kontrol Diri Remaja yang Mengalami Kecanduan Internet. Skripsi pada FIP UPI Bandung : Tidak Diterbitkan.

Riduwan. (2003). Dasar-dasar Statistika. Bandung: Alfabeta

Santrock, J.W (1996). Adolescence. 6th Edition. Dubuque, Lowa : Wm. C. Brown Publishers.

Santrock, J W. (2002). Life Span Development, Perkembangan Masa Hidup. Jakarta: Erlangga.

Sarafino, E.P. (2006). Health Psychology: Biopsychosocial Interaction (5th ed.). new York: John Wiley and Sons.

Sarwono, W. S. (2002). Psikologi Remaja. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Schuster, C. S. & Ashburn, S. S. (1980). The Process of Human Development: A Holistic Approach. Boston.

Simanjuntak, J. W. (1985). Latar Belakang Kenakalan Remaja. Bandung: Alumni.

Soekanto, S. (1998). Sosiologi Sistematis. Jakarta: Rajawali.

Sudarsono. (2004). Kenakalan Remaja. Jakarta : Rineka Cipta.

Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Syamsudin, A. (2001). Psikologi Pendidikan. Bandung: Rosdakarya

Tangney, J.P. Baumeister, R.F. & Boone, A.L. (2004). High Self-Control Predicts Good Adjustment, Less Pathology,Better Grades, and Interpersonal Success. Journal of Personality. 72 (2). 271-324.

Vasta, R. Haith, M & Miller, S.A. (1992). Child Psychology: The Modern Science. New York: John Wiley & Sons

Willis, S. S. (2005). Remaja & Masalahnya: Mengupas Berbagai Bentuk Kenakalan Remaja Narkoba, Free Sex dan Pemecahannya. Bandung : Penerbit CV. Alfabeta Bandung.

(52)

131

Gambar

Tabel 3.1 Jumlah Anggota Populasi dan Sampel Siswa
Tabel 3.2
Tabel 3.3
Tabel 3.4 Pola Skor Opsi Alternatif Respons (Guttman)
+7

Referensi

Dokumen terkait

4.6 Distribusi Frekuensi Aspek Moral – ethical self (Diri Moral-Etik) 68 4.7 Distribusi Frekuensi Aspek Personal self (Diri Pribadi) 69 4.8 Distribusi Frekuensi Aspek

Profil Penerimaan Diri Remaja Awal Berdasarkan Jenis Kelamin dan Korelasinya dengan Capaian Prestasi Belajar serta Implikasinya Bagi Bimbingan dan Konseling

Hasil dari penelitian ini adalah : (1) kontrol diri siswa yang mengalami prokrastinasi akademik sebagian besar berada pada kategori sedang, (2) semua aspek kontrol diri siswa yang

Kontribusi Kontrol Diri terhadap Kedisiplinan Siswa Di sekolah dan Implikasinya bagi Program Bimbingan dan Konseling (Penelitian Deskriptif terhadap Siswa Kelas XI

Sangat Rendah ≤ 101 Pada kategori sangat rendah yang berarti peserta didik memiliki kontrol diri yang sangat rendah yang ditampilkan dengan perilaku peserta didik

Implikasi Hasil Penelitian Terhadap Topik-Topik Bimbingan Kelompok Berdasarkan aspek-aspek presentasi diri remaja konsumen distro di Yogyakarta maka penulis menyusun