• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hygiene Sanitasi Makanan dan Pemeriksaan Formalin Serta Boraks Pada Makanan Jajanan (Otak-Otak) di Kota Tanjungpinang Tahun 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Hygiene Sanitasi Makanan dan Pemeriksaan Formalin Serta Boraks Pada Makanan Jajanan (Otak-Otak) di Kota Tanjungpinang Tahun 2013"

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

TAHUN 2013

SKRIPSI

OLEH

DOLIYANTO NIM. 101000346

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

HYGIENE SANITASI MAKANAN DAN PEMERIKSAAN FORMALIN SERTA BORAKS PADA MAKANAN JAJANAN (OTAK-OTAK)

DI KOTA TANJUNGPINANG TAHUN 2013

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

OLEH

DOLIYANTO NIM. 101000346

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Skripsi : HYGIENE SANITASI MAKANAN DAN PEMERIKSAAN FORMALIN SERTA BORAKS PADA MAKANAN JAJANAN (OTAK-OTAK) DI KOTA TANJUNGPINANG TAHUN 2013 Nama Mahasiswa : Doliyanto

Nomor Induk Mahasiswa : 101000346

Program Studi : Ilmu Kesehatan Masyarakat Peminatan : Kesehatan Lingkungan Tanggal Lulus : 23 April 2014

Disahkan Oleh, Komisi Pembimbing

Medan, April 2014 Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara Dekan,

(4)

Otak-otak merupakan makanan khas Kota Tanjungpinang. Pembuat makanan jajanan tradisional (otak-otak) biasanya adalah masyarakat yang memiliki pengetahuan rendah, yang dapat dikerenakan pendidikan pedagang tergolong rendah. Sehingga akibatnya dalam pengelolaan makanan jajanan kurang memperhatikan keamanan pangan termasuk dalam hal hygiene sanitasi makanan.

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hygiene sanitasi makanan dan pemeriksaan formalin serta boraks pada makanan jajanan (otak-otak) di Kota Tanjungpinang.

Jenis penelitian survei bersifat deskriptif. Sampel adalah pembuat makanan jajanan tradisional sebanyak 10 pedagang, serta makanan jajanan (otak-otak). Data hygiene sanitasi diperoleh melalui observasi dengan menggunakan lembar observasi. Ada tidaknya kandungan formalin dan boraks diketahui melalui pemeriksaan laboratorium. Data yang sudah dikumpulkan dianalisis secara deskriptif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 60,0% pedagang berusia > 35 tahun. Sebanyak 70% pedagang tamat SLTA. Sebanyak 40,0% pedagang telah bekerja sebagai pedagang makanan jajanan tradisional selama 10-14 tahun. Tidak ada pedagang makanan jajanan (otak-otak) memiliki hygiene sanitasi (penjamah makanan, peralatan, bahan makanan jajanan, sarana penjaja, dan sentra pedagang) yang memenuhi syarat berdasarkan Kepmenkes RI N0. 942/Menkes/SK/ VII/2003. Hasil pengujian makanan jajanan (otak-otak) menunjukkan bahwa ada 1 sampel yang positif mengandung formalin dan 1 sampel mengandung boraks.

Disimpulkan bahwa tidak ada pedagang makanan jajanan (otak-otak) yang memiliki hygiene sanitasi yang memenuhi syarat berdasarkan Kepmenkes RI N0. 942/Menkes/SK/ VII/2003, dan hasil pemeriksaan diperoleh ada 1 sampel yang positif mengandung formalin dan 1 sampel mengandung boraks. Disarankan bagi Dinas Kesehatan agar diberikan penyuluhan tentang higiene dan sanitasi makanan kepada seluruh pedagang makanan jajanan secara berkesinambungan.

(5)

Otak-otak are typical foods of Tanjungpinang. Those makers of traditional food of otak-otak are usually people who have low knowledge. Thus, the management of street food gave less attention to food safety, including food sanitation hygiene. The objective of this study was to know the hygiene of food sanitation and inspection of formalin and borax on street food (otak-otak) in Tanjungpinang .

This was descriptive survey research. The samples were traditional snack food maker for 10 traders and street food (otak-otak). The data of sanitation hygiene were taken through observation using the observation sheet. The presence or absence of formalin and borax were known through laboratory tests. The obtained data was analyzed descriptivel .

The results showed that as many as 60.0% of traders were aged > 35 years. A total of 70.0% graduated from high school. A total of 40.0% of traders have worked as a traditional street food vendors for 10-14 years . There was no street food vendors (otak-otak) with sanitation hygiene (food handlers, equipment, snack foods, hawkers means, traders center) which were eligible based on the Decree of Ministry of Health Republic of Indonesia No. 942/Menkes/SK/VII/2003. Test results on hawker food (otak-otak) showed that there was sample containing positive formalin and 1 sample containing borax.

It was concluded that there was no street food vendors (otak-otak) who has qualified sanitary hygiene by Decree of Ministry of Helath Republic of Indonesia No. 942/Menkes/SK/VII/2003, and from the examination results, it was obtained that there was one sample containing positive formalin and 1 sample containing borax. It is recommended for the Department of Health to give counseling on hygiene and food sanitation to all street food vendors on an ongoing basis .

(6)

Nama : Doliyanto

Tempat / Tanggal Lahir : Tembilahan, 19 Agustus 1971

Agama : Kristen

Status Perkawinan : Menikah

Anak ke- : 1 (pertama) dari 5 (lima) bersaudara

Alamat : Perm. Kenangan Jaya Blok A No. 3 Kijang Kencana – Tanjungpinang

Riwayat Pendidikan

1. SD Negeri 005 Tembilahan : Tahun 1978-1984 2. SMP Negeri 3 Tembilahan : Tahun 1984-1987 3. SMA Negeri 1 Tembilahan : Tahun 1987-1990 4. Akademi Analis Kesehatan Glugur Medan : Tahun 1990-1993

5. FKM USU Medan : Tahun 2010-2014

Riwayat Kerja

(7)

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan RahmatNya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa apa yang disajikan dalam skripsi masih terdapat kekurangan, oleh sebab itu penulis mengharapkan saran dan kritikan yang sifatnya membangun yang bermanfaat bagi skripsi ini. Adapun judul skripsi ini adalah “Hygiene Sanitasi Makanan Dan Pemeriksaan Formalin Serta Boraks Pada Makanan Jajanan (Otak-Otak) Di Kota Tanjungpinang Tahun 2013” ini.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada Ibu Dra. Nurmaini, M.K.M, P.hD, selaku Ketua Penguji dan Ibu dr. Devi Nuraini Santi, M.Kes selaku Penguji I, yang telah banyak meluangkan waktu dan pikiranya dalam memberikan petunjuk, saran dan bimbingan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis dengan rasa hormat menyampaikan terimakasih kepada : 1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Ir. Evi Naria, M.Kes, selaku Ketua Departemen Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

(8)

Brillian Gaby Valentin Gultom yang senantiasa memotivasi dan berdo’a sehingga penulis dapat menyelesaikan studi.

5. Sahabat-sahabatku di FKM USU terutama di Departemen Kesehatan Lingkungan, terima kasih atas dukungannya sehingga menambah semangat bagi saya dalam menyelesaikan skripsi ini.

Akhirnya pada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah banyak memberikan bantuan dan dorongan semangat. Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa memenuhi kehidupan Bapak, Ibu, dan teman-teman sekalian. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca sekalian.

Medan, Maret 2014 Penulis

(9)

Halaman Pengesahan

Abstrak... i

Abstract... ii

Daftar Riwayat Hidup ... iii

Kata Pengantar ... iv

Daftar Isi ... vi

Daftar Tabel ... viii

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 5

1.3. Tujuan Penelitian ... 5

1.3.1. Tujuan Umum ... 5

1.3.2. Tujuan Khusus ... 5

1.4. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hygiene dan Sanitasi ... 7

2.2. Hygiene Sanitasi Makanan dan Minuman ... 7

2.3. Prinsip Hygiene Sanitasi Makanan dan Minuman ... 9

2.4. Makanan Jajanan ... 15

2.4.1. Pengertian ... 13

2.4.2. Makanan Jajanan Tradisional ... 14

2.4.3. Makanan Jajanan Otak-Otak... 15

2.5. Pencemaran Bahan Toksik pada Makanan ... 17

2.6. Penggunaan Bahan Tambahan Makanan ... 19

2.7. Formalin ... 22

2.7.1. Pengertian ... 22

2.7.2. Fungsi Formalin ... 23

2.7.3. Sifat Formalin ... 24

2.7.4. Penyalahgunaan Formalin pada Makanan... 25

2.8. Dampak Penggunaan Formalin terhadap Kesehatan ... 26

2.8.1. Dampak Akut ... 26

2.8.2. Dampak Kronis ... 26

2.9. Boraks ... 28

2.9.1. Pengertian ... 29

2.9.2. Penggunaan Boraks Sebagai Bahan Tambahan Makanan ... 30

2.10. Pengaruh Boraks pada Kesehatan... 31

2.10.1. Dampak Akut ... 31

2.10.2. Dampak Kronis ... 32

(10)

3.2.1. Lokasi ... 34

3.2.2. Waktu ... 34

3.3. Objek Penelitian ... 34

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 35

3.5. Definisi Operasional ... 35

3.6. Aspek Pengukuran ... 37

3.6.1. Hygiene Sanitasi Makanan Jajanan (Otak-Otak)... 37

3.6.2. Formalin dan Boraks ... 38

3.7. Identifikasi Formalin dan Boraks ... 39

3.8. Teknik Analisa Data ... 41

BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1. Makanan Jajanan (Otak-Otak) di Kota Tanjungpinang ... 42

4.2. Karakteristik Pejual Makanan Jajanan (Otak-Otak) ... 42

4.2.1. Umur ... 42

4.2.2. Pendidikan ... 43

4.2.3. Lama Berjualan ... 43

4.3. Hygiene Sanitasi ... 44

4.3.1. Penjamah Makanan ... 44

4.3.2. Peralatan ... 45

4.3.3. Bahan Makanan Jajanan ... 47

4.3.4. Sarana Penjaja... 48

4.3.5. Sentra Pedagang... 49

4.4. Hasil Pemeriksaan Formalin dan Boraks ... 50

BAB V PEMBAHASAN 5.1. Karakteristik Pedagang ... 51

5.2. Hygiene Sanitasi Makanan Jajanan Tradisional (Otak-Otak) ... 52

5.2.1. Penjamah Makanan ... 52

5.2.2. Peralatan ... 55

5.2.3. Bahan Makanan Jajanan ... 57

5.2.4. Sarana Penjaja... 57

5.2.5. Sentra Pedagang... 58

5.3. Hasil Pemeriksaan Formalin dan Boraks pada Makanan Jajanan (Otak-Otak) di Kota Tanjungpinang... 59

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ... 62

(11)

Tabel 4.1. Distribusi Responden Berdasarkan Umur di Kota Tanjungpinang ... 42 Tabel 4.2. Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan di Kota

Tanjungpinang... 43 Tabel 4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Lama Berjualan di Kota

Tanjungpinang... 43 Tabel 4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Hasil Observasi Terhadap

Penjamah Makanan di Kota Tanjungpinang ... 44 Tabel 4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Hasil Observasi Terhadap

Peralatan di Kota Tanjungpinang ... 45 Tabel 4.6. Distribusi Responden Berdasarkan Hasil Observasi Terhadap

Bahan Makanan Jajanan di Kota Tanjungpinang... 47 Tabel 4.7. Distribusi Responden Berdasarkan Hasil Observasi Terhadap

Sarana Penjaja di Kota Tanjungpinang... 48 Tabel 4.8. Distribusi Responden Berdasarkan Hasil Observasi Terhadap

Sentra Pedagang di Kota Tanjungpinang... 49 Tabel 4.9. Hasil Pemeriksaan Formalin dan Boraks pada Makanan Jajanan

(12)

Otak-otak merupakan makanan khas Kota Tanjungpinang. Pembuat makanan jajanan tradisional (otak-otak) biasanya adalah masyarakat yang memiliki pengetahuan rendah, yang dapat dikerenakan pendidikan pedagang tergolong rendah. Sehingga akibatnya dalam pengelolaan makanan jajanan kurang memperhatikan keamanan pangan termasuk dalam hal hygiene sanitasi makanan.

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hygiene sanitasi makanan dan pemeriksaan formalin serta boraks pada makanan jajanan (otak-otak) di Kota Tanjungpinang.

Jenis penelitian survei bersifat deskriptif. Sampel adalah pembuat makanan jajanan tradisional sebanyak 10 pedagang, serta makanan jajanan (otak-otak). Data hygiene sanitasi diperoleh melalui observasi dengan menggunakan lembar observasi. Ada tidaknya kandungan formalin dan boraks diketahui melalui pemeriksaan laboratorium. Data yang sudah dikumpulkan dianalisis secara deskriptif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 60,0% pedagang berusia > 35 tahun. Sebanyak 70% pedagang tamat SLTA. Sebanyak 40,0% pedagang telah bekerja sebagai pedagang makanan jajanan tradisional selama 10-14 tahun. Tidak ada pedagang makanan jajanan (otak-otak) memiliki hygiene sanitasi (penjamah makanan, peralatan, bahan makanan jajanan, sarana penjaja, dan sentra pedagang) yang memenuhi syarat berdasarkan Kepmenkes RI N0. 942/Menkes/SK/ VII/2003. Hasil pengujian makanan jajanan (otak-otak) menunjukkan bahwa ada 1 sampel yang positif mengandung formalin dan 1 sampel mengandung boraks.

Disimpulkan bahwa tidak ada pedagang makanan jajanan (otak-otak) yang memiliki hygiene sanitasi yang memenuhi syarat berdasarkan Kepmenkes RI N0. 942/Menkes/SK/ VII/2003, dan hasil pemeriksaan diperoleh ada 1 sampel yang positif mengandung formalin dan 1 sampel mengandung boraks. Disarankan bagi Dinas Kesehatan agar diberikan penyuluhan tentang higiene dan sanitasi makanan kepada seluruh pedagang makanan jajanan secara berkesinambungan.

(13)

Otak-otak are typical foods of Tanjungpinang. Those makers of traditional food of otak-otak are usually people who have low knowledge. Thus, the management of street food gave less attention to food safety, including food sanitation hygiene. The objective of this study was to know the hygiene of food sanitation and inspection of formalin and borax on street food (otak-otak) in Tanjungpinang .

This was descriptive survey research. The samples were traditional snack food maker for 10 traders and street food (otak-otak). The data of sanitation hygiene were taken through observation using the observation sheet. The presence or absence of formalin and borax were known through laboratory tests. The obtained data was analyzed descriptivel .

The results showed that as many as 60.0% of traders were aged > 35 years. A total of 70.0% graduated from high school. A total of 40.0% of traders have worked as a traditional street food vendors for 10-14 years . There was no street food vendors (otak-otak) with sanitation hygiene (food handlers, equipment, snack foods, hawkers means, traders center) which were eligible based on the Decree of Ministry of Health Republic of Indonesia No. 942/Menkes/SK/VII/2003. Test results on hawker food (otak-otak) showed that there was sample containing positive formalin and 1 sample containing borax.

It was concluded that there was no street food vendors (otak-otak) who has qualified sanitary hygiene by Decree of Ministry of Helath Republic of Indonesia No. 942/Menkes/SK/VII/2003, and from the examination results, it was obtained that there was one sample containing positive formalin and 1 sample containing borax. It is recommended for the Department of Health to give counseling on hygiene and food sanitation to all street food vendors on an ongoing basis .

(14)

1.1. Latar Belakang

Otak-otak merupakan makanan khas Kota Tanjungpinang yang terbuat dari ikan laut yang dicampur dengan bahan-bahan, seperti cabe kering yang dihaluskan kemudian dicampur dengan adonan tepung dan diberi penyedap rasa lalu dimasukkan kedalam daun kelapa, kemudian dibungkus rapi dan dibakar beberapa menit. Ikan laut yang digunakan sebagai bahan utama dalam pembuatan otak-otak adalah ikan tenggiri, sotong, dan udang. Kualitas ikan yang digunakan dalam pembuatan otak-otak dapat mempengaruhi kualitas makanan jajanan otak-otak-otak-otak. Ikan yang digunakan umumnya didatangkan dari laut yang ditangkap oleh nelayan. Permasalahan yang sering dihadapi oleh nelayan adalah mengenai pemasaran hasil produksi ikan dan penanganannya. Nelayan mengharapkan agar ikan hasil tangkapannya tetap segar sampai ditangan konsumen dengan harga jual yang tinggi, namun faktanya hasil tangkapan ikan yang akan dijual ke konsumen sering mengalami perubahan, baik perubahan fisik maupun kimia dan secara bertahap mengarah ke pembusukan yang mengakibatkan harga jual ikan menjadi rendah.

(15)

daerah Kota Tanjungpinang, misalnya di daerah pelabuhan dan berbagai pasar tradisional sering ditemui penjualan makanan otak-otak. Pada umumnya masyarakat yang berkunjung ke daerah Tanjungpinang akan membeli otak-otak yang dapat diperoleh dengan mudah diberbagai tempat penjualan. Harga makanan otak-otak tergolong murah, dan digemari oleh berbagai kalangan masyarakat.

Lamanya waktu yang diperlukan untuk menangkap ikan, tingginya temperatur ruang penyimpanan hasil tangkapan, cara penangkapan, serta penanganan hasil tangkapan yang kurang tepat merupakan berbagai faktor yang dapat menyebabkan menurunnya kesegaran dan mutu ikan hasil tangkapan. Cara umum yang paling sering dipakai oleh nelayan untuk mempertahankan kesegaran ikan adalah dengan menggunakan formalin untuk mengawetkan ikan hasil tangkapannya. Secara kasat mata memang ikan tersebut terlihat baik tetapi kandungan formalin yang ada pada ikan tersebut akan menyebabkan gangguan kesehatan bagi siapapun yang mengkonsumsinya (Elmatris, dkk. 2007).

(16)

penelitian tersebut dinyatakan bahwa semua sampel ikan asin yang diambil dari pasar Kamal, Socah, Bangkalan dan dari salah satu pasar di Sampang teridentifikasi adanya formalin ditandai dengan terbentuknya warna merah sampai keunguan setelah ditambahkan reagen 1,8-dihidroksinaftalena-3,6-disulfonat dalam H2SO4 72%. Hasil studi Elmatris, dkk, (2007) di Pasar Raya Padang dan sekitarnya, melalui analisis kuantitatif kandungan formalin pada ikan tuna ditemukan bahwa ikan tuna positif mengandung formalin 10,7 mg/gr. Hal tersebut dikarenakan bahwa nelayan masih mengunakan kapal yang sangat sederhana untuk penangkapan ikan, sehingga lebih ekonomis menggunakan formalin dibandingkan dengan batu es.

Selain masalah kandungan formalin, dugaan bahan tambahan pangan lainnya yang terkandung pada makanan jajanan otak-otak yaitu boraks. Penggunaan boraks sebagai bahan tambahan selain dimaksudkan untuk bahan pengawet juga dimaksudkan untuk membuat bahan menjadi lebih kenyal dan memperbaiki penampilan. Hasi studi Khanto (2011), di DKI Jakarta ditemukan 26% bakso mengandung boraks baik di swalayan, pasar tradisional dan pedagang makanan jajanan. Pada pedagang bakso dorongan ditemukan 7 dari 13 pedagang menggun akan boraks dengan kandungan boraks antara 0,01-0,6%.

(17)

baik. Fatimah (2006) dari hasil penelitiannya memperoleh bahwa produsen kerupuk di Desa Merak, mengenal boraks sebagai bleng yang berwarna kuning, berbentuk padatan dalam kemasan satu kilogram tanpa mengetahui bahaya yang ditimbulkan karena penggunaannya. Produsen kerupuk akan tetap menggunakan bleng selama belum ada bahan pengganti yang dapat menggantikan fungsi bleng yaitu membuat kerupuk yang mereka hasilkan menjadi kenyal sehingga mudah bila diiris, tidak cepat rusak dan bila digoreng menjadi garing dan renyah. Hasil penelitian Bagya (2003), terhadap pedagang bakso menetap dan pedagang bakso menetap mendapatkan bahwa proporsi penggunaan boraks pada pedagang menetap sebesar 38% dan pada pedagang keliling sebesar 28%.

(18)

Berdasarkan latar belakang di atas dan mengacu kepada hasil penelitian terdahulu, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul : hygiene sanitasi makanan dan pemeriksaan formalin serta boraks pada makanan jajanan (otak-otak) di Kota Tanjungpinang tahun 2013.

1.2. Perumusan Masalah

Pembuat makanan jajanan otak-otak di daerah Kota Tanjungpinang belum menyadari bahwa ikan laut yang digunakan sebagai bahan pembuat makanan jajanan otak-otak kemungkinan mengandung formalin. Selain itu, dalam pembuatan makanan jajanan otak-otak kurang memperhatikan masalah keamanan pangan termasuk dalam hal hygiene sanitasi makanan.

Berdasarkan uraian di atas maka permasalahan utama yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah: bagaimana hygiene sanitasi makanan dan pemeriksaan formalin serta boraks pada makanan jajanan (otak-otak) di Kota Tanjungpinang tahun 2013.

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hygiene sanitasi makanan dan pemeriksaan formalin serta boraks pada makanan jajanan (otak-otak) di Kota Tanjungpinang tahun 2013.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui karakteristik (umur, pendidikan, lama berjualan) pedagang makanan jajanan (otak-otak) di Kota Tanjungpinang tahun 2013.

(19)

3. Untuk mengetahui ada tidaknya formalin dan boraks pada makanan jajanan (otak-otak) di Kota Tanjungpinang tahun 2013.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Bagi perkembangan ilmu pengetahuan hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan informasi mengenai penggunaan formalin dan boraks dalam pembuatan makanan jajanan tradisional. Informasi ini penting untuk para peneliti yang lain yang tertarik mengenai masalah-masalah yang berkaitan dengan perkembangan makanan jajanan tradisional.

2. Bagi masyarakat hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai makanan jajanan (otak-otak) yang dijual di pasar-pasar Kota Tanjungpinang yang mengandung formalin dan boraks. Hal ini penting dalam rangka pemantauan makanan yang beredar di sekitarnya.

(20)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Hygiene dan Sanitasi

Hygiene adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan subjeknya seperti mencuci tangan dengan air bersih dan sabun untuk melindungi kebersihan tangan, mencuci piring untuk kebersihan piring, membuang bagian makanan yang rusak untuk melindungi keutuhan makanan secara keseluruhan (Depkes RI, 2004). Hygiene adalah suatu usaha pencegahan penyakit yang menitik beratkan pada usaha kesehatan perseorangan atau manusia beserta lingkungan tempat orang tersebut berada (Widyati, 2002).

Sanitasi adalah suatu usaha pencegahan penyakit yang menitikberatkan kegiatan pada usaha kesehatan lingkungan hidup manusia (Widyati, 2002). Sanitasi adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan lingkungan dari subyeknya. Misalnya menyediakan air yang bersih untuk keperluan mencuci tangan, menyediakan tempat sampah untuk mewadahi sampah agar tidak dibuang sembarangan. Hygiene dan sanitasi tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain karena erat kaitannya. Misalnya hygiene sudah baik karena mau mencuci tangan, tetapi sanitasinya tidak mendukung karena tidak cukup tersedia air bersih, maka mencuci tangan tidak sempurna (Depkes RI, 2004).

2.2. Hygiene Sanitasi Makanan dan Minuman

(21)

zat-makanan. Sanitasi makanan adalah usaha untuk mengamankan dan menyelamatkan makanan agar tetap bersih, sehat dan aman (Mulia, 2005).

Makanan dan minuman termasuk kebutuhan dasar terpenting dan sangat esensial dalam kehidupan manusia karena merupakan sumber energi satu-satunya. Sehingga apapun yang akan disajikan sebagai makanan maupun minuman manusia haruslah memenuhi syarat utama, yaitu citra rasa makanan dan keamanan makanan dalam arti makanan tidak mengandung zat atau mikroorganisme yang dapat menggangu kesehatan tubuh yang memakan (Moehyi, 1992).

Makanan dan minuman adalah kebutuhan pokok manusia yang diperlukan setiap saat dan harus ditangani dan dikelola dengan baik dan benar agar bermanfaat bagi tubuh. Pengelolaan yang baik dan benar pada dasarnya adalah mengelola makanan dan minuman berdasarkan kaidah-kaidah dari prinsip hygiene sanitasi makanan. Makanan jajanan adalah makanan dan minuman yang diolah oleh pengrajin makanan ditempat penjualan dan disajikan sebagai makanan siap santap untuk dijual bagi umum selain yang disajikan jasa boga, rumah makan/restoran, dan hotel (Depkes RI, 2004).

(22)

2.3. Pedoman Persyaratan Hygiene Sanitasi Makanan Jajanan

Keputusan Menteri Kesehatan tentang pedoman persyaratan hygiene sanitasi makanan jajanan, meliputi: penjamah makanan, peralatan, bahan makanan, sarana penjaja, dan sentra pedagang (Kepmenkes RI, No, 942/Menkes/SK/VII/2003).

2.3.1. Penjamah Makanan

Penjamah makanan jajanan adalah orang yang secara langsung atau tidak langsung berhubungan dengan makanan dan peralatannya sejak dari tahap persiapan, pembersihan, pengolahan, pengangkutan sampai dengan penyajian. Menurut Kepmenkes RI, No, 942/Menkes/SK/VII/2003, penjamah makanan jajanan dalam melakukan kegiatan pelayanan penanganan makanan jajanan harus memenuhi persyaratan antara lain :

a. tidak menderita penyakit mudah menular misal : batuk, pilek, influenza, diare, penyakit perut sejenisnya;

b. menutup luka (pada luka terbuka/ bisul atau luka lainnya); c. menjaga kebersihan tangan, rambut, kuku, dan pakaian; d. memakai celemek, dan tutup kepala;

e. mencuci tangan setiap kali hendak menangani makanan.

f. menjamah makanan harus memakai alat/ perlengkapan, atau dengan alas tangan; g. tidak sambil merokok, menggaruk anggota badan (telinga, hidung, mulut atau

bagian lainnya);

(23)

2.3.2. Peralatan

Peralatan adalah barang yang digunakan untuk penanganan makanan jajanan. Peralatan yang digunakan untuk mengolah dan menyajikan makanan jajanan harus sesuai dengan peruntukannya dan memenuhi persyaratan hygiene sanitasi. Persyaratan peralatan yang digunakan untuk penanganan makanan jajanan berdasarkan Kepmenkes RI, No, 942/Menkes/SK/VII/2003, yaitu;

a. Peralatan yang sudah dipakai dicuci dengan air bersih dan dengan sabun. b. Peralatan yang sudah dicuci dikeringkan dengan alat pengering/lap yang bersih. c. Peralatan yang sudah bersih tersebut disimpan di tempat yang bebas pencemaran.

Peralatan yang digunakan untuk mengolah dan menyajikan makanan jajanan tidak boleh digunakan kembali, apabila peralatan tersebut dirancang hanya untuk sekali pakai.

2.3.3. Bahan Makanan

Bahan makanan adalah semua bahan makanan dan minuman baik terolah maupun tidak, termasuk bahan tambahan makanan dan bahan penolong. Persyaratan bahan makanan berdasarkan Kepmenkes RI, No, 942/Menkes/SK/VII/2003, yaitu: a. Air yang digunakan dalam penanganan makanan jajanan harus air yang

memenuhi standar dan Persyaratan Hygiene Sanitasi yang berlaku bagi air bersih atau air minum.

b. Air bersih yang digunakan untuk membuat minuman harus dimasak sampai mendidih.

(24)

d. Semua bahan olahan dalam kemasan yang diolah menjadi makanan jajanan harus bahan olahan yang terdaftar di Departemen Kesehatan, tidak kadaluwarsa, tidak cacat atau tidak rusak.

e. Penggunaan bahan tambahan makanan dan bahan penolong yang digunakan dalam mengolah makanan jajanan harus sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

f. Bahan makanan, serta bahan tambahan makanan dan bahan penolong makanan jajanan siap saji harus disimpan secara terpisah.

g. Bahan makanan yang cepat rusak atau cepat membusuk harus disimpan dalam wadah terpisah.

h. Makanan jajanan yang disajikan harus dengan tempat/alat perlengkapan yang bersih, dan aman bagi kesehatan.

i. Makanan jajanan yang dijajakan harus dalam keadaan terbungkus dan atau tertutup.

j. Pembungkus yang digunakan dan atau tutup makanan jajanan harus dalam keadaan bersih dan tidak mencemari makanan.

k. Makanan jajanan yang diangkut, harus dalam keadaan tertutup atau terbungkus dan dalam wadah yang bersih.

l. Makanan jajanan yang diangkut harus dalam wadah yang terpisah dengan bahan mentah sehinggga terlindung dari pencemaran.

(25)

2.3.4. Sarana Penjaja

Sarana penjaja adalah fasilitas yang digunakan untuk penanganan makanan jajanan baik menetap maupun berpindah-pindah. Makanan jajanan yang dijajakan dengan sarana penjaja konstruksinya harus dibuat sedemikian rupa sehingga dapat melindungi makanan dari pencemaran. Konstruksi sarana penjaja harus memenuhi persyaratan Kepmenkes RI, No, 942/Menkes/SK/VII/2003, yaitu :

a. Mudah dibersihkan. b. Tersedia tempat untuk :

1) air bersih;

2) penyimpanan bahan makanan;

3) penyimpanan makanan jadi/siap disajikan; 4) penyimpanan peralatan;

5) tempat cuci (alat, tangan, bahan makanan); 6) tempat sampah.

Pada waktu menjajakan makanan harus terlindungi dari debu, dan pencemaran.

2.3.5. Sentra Pedagang

(26)

yang ramai dengan arus kecepatan tinggi (Kepmenkes RI, No, 942/Menkes/SK/ VII/2003).

Sentra pedagang makanan jajanan harus dilengkapi dengan fasilitas sanitasi meliputi :

a. Air bersih;

b. Tempat penampungan sampah; c. Saluran pembuangan air limbah; d. Jamban dan peturasan;

e. Fasilitas pengendalian lalat dan tikus;

Penentuan lokasi sentra pedagang makanan jajanan ditetapkan oleh pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.

2.4. Makanan Jajanan 2.4.1. Pengertian

(27)

jajanan. Dengan demikian semua bentuk makanan dan minuman siap santap yang banyak dijual untuk umum di tempat-tempat keramaian, tempat-tempat bekerja, atau di pasar-pasar dapat digolongkan sebagai makanan jajanan, termasuk diantaranya adalah makanan jajanan tradisional yang banyak dijual di pasar-pasar (Widyati, 2002).

2.4.2. Makanan Jajanan Tradisional

Makanan tradisional adalah makanan yang diolah berdasarkan resep dari nenek moyang yang terus menerus digunakan secara turun temurun dan dikonsumsi oleh golongan etnik tertentu dalam wilayah tertentu dengan menggunakan bahan dari hasil daerah setempat. Makanan tradisional adalah makanan, minuman, atau kudapan yang secara tradisional telah dikonsumsi dan berkembang di daerah-daerah. Keberadaannya di daerah-daerah berkaitan dengan sumber daya (bahan, manusia, dan teknologi) lokal yang sudah ada dalam kurun waktu beberapa generasi. Beberapa di antaranya berkaitan dengan pelaksanaan tradisi budaya atau hidangan sehari-hari (Mudjajanto, 2005).

(28)

Sesuai dengan pengertian di atas, maka makanan jajanan tradisional adalah makanan jajanan yang dibuat sesuai dengan tradisi atau kebiasaan, dengan cara yang diwariskan secara turun temurun. Dengan demikian para pembuat jajanan tradisional dapat dikatakan tidak mengetahui apa yang dilakukannya pada saat membuat jajanan. Semua yang mereka lakukan dapat dikatakan sebagai sesuatu petunjuk turun temurun yang harus dilakukan. Cara pengolahan makanan jajanan tradisional masih sederhana dengan menggunakan teknologi pengolahan yang sederhana, kurang memperhatikan sanitasi maupun kaidah-kaidah higiene. Penjamah makanan jajanan tradisional biasanya orang-orang yang mempunyai pengetahuan rendah sehingga kurang memperhatikan higiene perseorangan (personal hygiene).

Makanan jajanan tradisional dibuat dari bahan-bahan baku yang berasal dari daerah setempat, misalnya beras, jagung, ubi kayu, ubi jalar, dan sebagainya. Sebagai contoh, misalnya gethuk dibuat dari ubi kayu, gendhar dari beras, cenil dari pati ubi kayu, dan sebagainya. Karena bahan baku dapat diperoleh dari daerah setempat maka makanan jajanan tradisional dapat diusahakan dengan mudah dan murah harganya (Mudjajanto dan Purwati, 2003).

2.4.3. Makanan Jajanan Otak-Otak

(29)

Soewitomo (2011), menyebutkan bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan otak-otak, dan cara pembuatannya:

1. Bahan

a. 300gram daging ikan berwarna putih, bias menggunakan selar, layur, kembung. Pisahkan daginmg dan tulangnya, haluska dagingnya.

b. 2 ekor cumi-cumi ukuran sedang, bersihkan dan cincang agak kasar. c. 50 gram kelapa muda parut

d. 2 sendok the garam

e. 1 sendok makan gula pasir f. 1 sendok the kaldu bubuk 2. Bumbu

a. 10 butir cabai merah keriting b. 5 butir cabai rawit merah c. 5 butir bawang merah d. 3 siung bawang putih e. 2 sndok teh ketumbar f. 1 ruas jahe

g. 2 ruas kunyit

h. 1 batang serai, ambil bagian putihnya saja i. ½ sendok teh jintan

(30)

3. Cara membuat

a. Siang ikan, buang kepala, duri dan kulitnya. Masukkan daging, ikan dan semua bumbu yang akan dihaluskan kedalam blender. Proses hingga halus b. Tuangkan daging ikan kedalam mangkuk, tambahkan cumi-cumi yang

dicincang, kelapa muda parut, tepung tapioca, garam, gula, dan kaldu bubuk. Aduk rata dan cicipi rasnya

c. Isikan sekitar 1 sendok makan adonan kedalam salah satu daun kelapa, tutup dengan daun kelapa lainnya sehingga adonan ikan berada di dalam daun. Semat kedua ujungnya dengan steples.

d. Bakar otak-otak diatas bara atau pemanggang kawat yang diletakkan diatas kompor hingga permukaan daun kecoklatan dan otak-otak matang. Angkat dan sajikan.

Ikan laut seperti ikan tenggiri, sotong, dan udang merupakan bahan utama dalam pembuatan otak-otak. Sehingga kualitas ikan yang digunakan dapat mempengaruhi kualitas makanan jajanan otak-otak. Ikan yang digunakan umumnya didatangkan dari laut yang ditangkap oleh nelayan.

2.5. Pencemaran Bahan Toksik pada Makanan

(31)

makanan adalah adanya bahan toksik pada makanan. Bahan toksik adalah bahan kimia atau fisika yang memiliki efek yang tidak diinginkan (adverse effect) terhadap organisme hidup (Supardi dan Sukamto, 2003).

Berdasarkan penggunaannya bahan toksik ada yang merupakan pestisida, ada yang merupakan bahan tambahan makanan, dan sebagainya. Boraks dan zat-zat pewarna terlarang merupakan bahan toksik yang digunakan sebagai bahan tambahan makanan. Berdasarkan efeknya dikenal adanya bahan toksik penyebab kanker, bahan toksik penyebab alergi, dan sebagainya. Boraks merupakan contoh bahan toksik yang dapat menyebabkan kanker. Zat warna kuning nomor 5 merupakan contoh bahan toksik penyebab alergi, terutama bagi orang-orang yang peka terhadap aspirin.

Karakteristik suatu bahan toksik ditentukan oleh sifat toksisitas (toxicity), bahaya (hazard), dan risiko (risk). Toksisitas bahan toksik adalah gambaran dan kuantifikasi mengenai suatu bahan toksik. Bahaya suatu bahan toksik berkaitan dengan kemungkinan bahan toksik tersebut menimbulkan cidera. Risiko bahan toksik adalah besarnya kemungkinan suatu bahan toksik untuk menimbulkan keracunan.

(32)

dengan tidak sengaja, terjadinya pencemaran karena adanya bahan pencemar pada makanan tidak sengaja diberikan oleh pembuat makanan. Sebagai contoh, misalnya pencemaran pestisida pada makanan. Dalam hal ini pembuat makanan tidak sengaja memberikan pestisida kepada makanan yang dibuatnya. Pencemaran dapat terjadi mungkin karena air atau alat-alat yang digunakan untuk mengolahnya mengandung pestisida (Supardi dan Sukamto, 2003).

2.6. Penggunaan Bahan Tambahan Makanan

Dalam pembuatan makanan, selain bahan baku untuk tujuan-tujuan tertentu sering digunakan bahan-bahan lain sebagai bahan tambahan, yaitu yang secara umum disebut bahan tambahan makanan (BTM). Bahan tambahan makanan adalah bahan atau campuran bahan yang secara alami bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi ditambahkan kepada pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk makanan. Termasuk bahan tambahan makanan antara lain bahan pewarna, pengawet, penyedap rasa, anti gumpal, pemucat, dan pengental (Winarno, 1999).

Bahan tambahan makanan merupakan bahan yang tidak dikonsumsi langsung sebagai makanan dan tidak merupakan bahan baku makanan. Penambahan bahan tambahan makanan ke dalam makanan ditujukan untuk mengubah sifat-sifat makanan seperti bentuk, tekstur, warna, rasa, kekentalan, dan aroma, untuk mengawetkan, atau untuk mempermudah proses pengolahan. Secara khusus kegunaan bahan tambahan makanan adalah untuk (Winarno, 1999) :

(33)

2. membentuk makanan menjadi lebih baik, renyah, dan lebih enak di mulut; 3. memberikan warna dan aroma yang lebih menarik sehingga menarik selera; 4. meningkatkan kualitas makanan, dan

5. menghemat biaya.

Bahan tambahan makanan (BTM) beraneka ragam jenisnya. Sesuai dengan fungsinya, bahan tambahan makanan dapat dibedakan menjadi 11 golongan , yaitu: 1. antioksidan, yaitu bahan tambahan makanan yang dapat mencegah atau

menghambat proses oksidasi lemak sehingga tidak terjadi ketengikan;

2. antikempal, yaitu bahantambahan makanan yang dapat mencegah terjadinya pengempalan (penggumpalan) makanan yang berupa serbuk seperti tepung atau bubuk;

3. pengatur keasaman, yaitu bahan tambahan makanan yang dapat mengasamkan, menetralkan, dan mempertahankan derajat keasaman;

4. pemanis buatan, yaitu bahan tambahan makanan yang menyebabkan rasa manis pada makanan, yang tidak atau hampir tidak mempunyai nilai gizi;

5. pemutih atau pematang tepung, yaitu bahan tambahan makanan yang dapat mempercepat proses pemutihan atau pematang tepung sehingga dapat memperbaiki mutu pemanggangan;

(34)

7. pengawet, yaitu bahan tambahan makanan yang dapat mencegah atau menghambat fermentasi, pengasaman, atau penguraian lain pada makanan yang disebabkan oleh pertumbuhan mikroba;

8. pengeras, yaitu bahan tambahan makanan yang dapat memperkeras atau mencegah melunaknya makanan;

9. pewarna, yaitu bahan tambahan makanan yang dapat memperbaiki atau memberi warna pada makanan;

10.penyedap rasa dan aroma, penguat rasa, yaitu bahan tambahan makanan yang dapat memberikan, menambah atau mempertegas rasa dan aroma;

11.sekuestran, yaitu bahan tambahan makanan yang dapat mengikat ion logam yang ada dalam pangan sehingga memantapkan warna, aroma, dan tekstur.

Penggunaan bahan tambahan makanan tidak diperbolehkan untuk tujuan di bawah ini.

1. Menyembunyikan cara pembuatan atau pengolahan yang tidak baik.

2. Menipu konsumen, misalnya untuk memberi kesan baik pada suatu makanan yang dibuat dari bahan yang kurang baik mutunya.

3. Mengakibatkan penurunan nilai gizi pada makanan.

Dalam praktek pembuatan makanan, termasuk dalam pembuatan makanan jajanan tradisional, sering terjadi penyimpangan atau pelanggaran mengenai penggunaan bahan tambahan pangan. Penyimpangan atau pelanggaran tersebut pada umumnya berupa:

(35)

Penggunaan bahan tambahan yang beracun atau bahan tambahan pangan secara berlebihan dapat membahayakan kesehatan masyarakat, dan berbahaya bagi pertumbuhan generasi yang akan datang.

2.7. Formalin 2.7.1. Pengertian

(36)

2.7.2. Fungsi Formalin

Formalin sudah sangat umum digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Apabila digunakan secara benar, formalin akan banyak kita rasakan manfaatnya, misalnya sebagai antibakteri atau pembunuh kuman dalam berbagai keperluan jenis industri, yakni pembersih lantai, kapal, gudang dan pakaian, pembasmi lalat maupun berbagai serangga lainnya. Dalam dunia fotografi biasanya digunakan sebagai pengeras lapisan gelatin dan kertas. Formalin juga sering digunakan sebagai bahan pembuatan pupuk urea, bahan pembuatan produk parfum, pengawet produk kosmetika, pengeras kuku dan bahan untuk insulasi busa. Formalin boleh juga dipakai sebagai pencegah korosi untuk sumur minyak. Di bidang industri kayu, formalin digunakan sebagai bahan perekat untuk produk kayu lapis. Dalam konsentrasi yang sangat kecil (<1 persen) digunakan sebagai pengawet untuk berbagai barang konsumen sepertinpembersih rumah tangga, cairan pencuci piring, pelembut, perawat sepatu, shampoo mobil, llin dan karpet.

(37)

2.7.3. Sifat Formalin

Formaldehid adalah salah satu zat tambahan makanan yang dilarang. Dipasaran zat ini dikenal dengan nama formalin. Senyawa ini dipasaran dikenal dengan nama formalin dengan rumus CH2O. Formalin adalah nama komersil dari senyawa formalin yang mengandung 35-40% dalam air. Formalin termasuk kelompok senyawa disinfektan kuat yang sering dipakai sebagai bahan pengawet mayat tetapi dapat juga digunakan sebagai pengawet makanan, walaupun formalin tidak diizinkan untuk bahan pengawet makanan serta bahan tambahan. Formalin biasanya mengandung alcohol (metanol) sebanyak 10 – 15 % yang berfungsi sebagai stabilator supaya formaldehidnya tidak mengalami polimerisasi. Formaldehida mudah larut dalam air, sangat reaktif dalam suasana alkalis, serta bersifat sebagai pereduksi yang kuat. Secara alami formaldehida juga dapat ditemui dalam asap pada proses pengasapan makanan, yang bercampur dengan fenol, keton, dan resin. Bila menguap di udara, berupa gas tidak berwarna, dengan bau yang tajam menyengat (Yuliarti, 2007).

(38)

sel bakteri akan kering dan membentuk lapisan baru di permukaan. Artinya, formalin tidak saja membunuh bakteri, tetapi juga membentuk lapisan baru yang melindungi lapisan di bawahnya, supaya tahan terhadap serangan bakteri lain. Bila desinfektan lainnya mendeaktifasikan serangan bakteri dengan cara membunuh dan tidak bereaksi dengan bahan yang dilindungi, maka formaldehida akan bereaksi secara kimiawi dan tetap ada di dalam materi tersebut untuk melindungi dari serangan berikutnya. Melihat sifatnya, formalin juga sudah tentu akan menyerang protein yang banyak terdapat di dalam tubuh manusia seperti pada lambung. Terlebih, bila formalin yang masuk ke tubuh itu memiliki dosis tinggi.

2.7.4. Penyalahgunaan Formalin pada Makanan

Formalin yang terkandung dalam makanan selain berasal dari bahan tambahan pangan juga dapat berasal dari kemasan pembungkus makanan yang mengandung formalin atau kemasan yang dibuat dari resin formalin (Tresniani 2003). Di Indonesia formalin ditemukan dalam beberapa bahan makanan diantaranya mie, tahu, ayam potong, dan ikan.

(39)

yang dihasilkan tinggi yaitu sebesar 75 %, sedangkan apabila tidak menggunakan formalin rendemen yang dihasilkan sebesar 40 %.

Menurut Widyaningsih dan Murtini (2006) tanda-tanda ikan segar yang mengandung formalin adalah warnanya putih bersih, kenyal, insangnya berwarna merah tua bukan merah segar, awet sampai beberapa hari dan tidak mudah busuk, sedangkan pada ikan asin menunjukkan daging kenyal, lebih putih dan bersih, dan lebih tahan lama. Budiyanto et al. (2005), menjelaskan perbedaan ikan segar tanpa formalin dan dengan formalin. Ikan segar tanpa formalin memperlihatkan warna cemerlang spesifik jenis, tektur elastis bila ditekan dengan jari, bau segar spesifik jenis, sedangkan ikan segar dengan formalin memperlihatkan warna pucat kusam, tektur keras dan padat bila ditekan dengan jari, dan bau asam.

2.8. Dampak Penggunaan Formalin terhadap Kesehatan 2.8.1. Dampak Akut

(40)

Dalam jumlah sedikit, formalin akan larut dalam air, serta akan dibuang keluar bersama cairan tubuh. Dengan demikian keberadaan formalin dalam darah sulit dideteksi. Dampak formalin pada kesehatan manusia, dapat bersifat akut, seperti (Yuliarti, 2007) :

1. Bila terhirup akan terjadi iritasi pada hidung dan tenggorokan, gangguan pernafasan, rasa terbakar pada hidung dan tenggorokan serta batuk-batuk. Kerusakan jaringan dan luka pada saluran pernafasan seperti radang paru dan pembengkakan paru. Tanda-tanda lainnya meliputi bersin, radang tekak, radang tenggorokan, sakit dada, yang berlebihan, lelah, jantung berdebar, sakit kepala, mual dan muntah. Pada konsentrasi yang sangat tinggi dapat menyebabkan kematian.

2. Bila terkena kulit akan menimbulkan perubahan warna, yakni kulit menjadi merah, mengeras, mati rasa dan ada rasa terbakar.

3. Bila terkena mata akan menimbulkan iritasi mata sehingga mata memerah, rasanya sakit, gata-gatal, penglihatan kabur dan mengeluarkan air mata. Bila merupakan bahan berkonsentrasi tinggi maka formalin dapat menyebabkan pengeluaran air mata yang hebat dan terjadi kerusakan pada lensa mata.

(41)

2.8.2. Dampak Kronik

Secara imunologik sIgA (sekretori Imunoglobulin A) pada permukaan mukosa dan limfosit pada lamina propia dapat menangkal zat asing masuk ke dalam tubuh. Namun demikian, pada usia anak, usus imatur (belum sempurna ) atau sistem pertahanan tubuh tersebut masih lemah dan gagal berfungsi sehingga memudahkan bahan berbahaya masuk ke dalam tubuh dan sulit dikeluarkan. Hal ini juga akan lebih mengganggu pada penderita gangguan saluran cerna yang kronis seperti pada penderita autism, penderita alergi dan sebagainya. Secara umum gangguan kesehatan secara kronik adalah sebagai berikut (Yuliarti, 2007)

1. Apabila terhirup dalam jangka waktu lama maka akan menimbulkan sakit kepala, gangguan sakit kepala, gangguan pernafasan, batuk-batuk, radang selaput lendir hidung, mual, mengantuk, luka pada ginjal dan sensitasi pada paru. Efek neuropsikologis meliputi gangguan tidur, cepat marah, keseimbangan terganggu, kehilangan konsentrasi dan daya ingat berkurang. Gangguan haid dan kemandulan pada perempuan. Kanker pada hidung, rongga hidung, mulut, tenggorokan, paru dan otak.

2. Apabila terkena kulit, kulit terasa panas, mati rasa, gatal-gatal serta memerah, kerusakan pada jari tangan, pengerasan kulit dan kepekaan pada kulit, dan terjadi radang kulit yang menimbulkan gelembung.

3. Jika terkena mata, yang paling berbahaya adalah terjadinya radang selaput mata. 4. Jika tertelan akan menimbulkan iritasi pada saluran pernafasan, muntah-muntah

(42)

Formalin tidak termasuk dalam daftar bahan tambahan makanan (additive) pada Codex Alimentarius, maupun yang dikeluarkan oleh Depkes. Humas Pengurus Besar Perhimpunan Dokter spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PB PAPDI) menyatakan formalin mengandung 37% formalin dalam pelarut air dan biasanya juga mengandung 10 persen methanol. Formalin sangat berbahaya bagi kesehatan manusia, karena dapat menyebabkan kanker, mutagen yang menyebabkan perubahan sel dan jaringan tubuh, korosif dan iritatif. Berdasarkan penelitian WHO, kandungan formalin yang membahayakan sebesar 6 gram. Padahal rata-rata kandungan formalin yang terdapat pada mie basah 20 mg/kg mie.

2.9. Boraks 2.9.1. Pengertian

Boraks dalam peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia dinyatakan bahan berbahaya dan beracun, dan dilarang untuk digunakan dalam pembuatan makanan. Peraturan Menteri Kesehatan tersebut didasarkan pada hasil siding Codex dunia tentang makanan, yang melarang boraks untuk digunakan sebagai bahan tambahan makanan karena dapat menyebabkan kanker pada tikus percobaan. Karena bersifat toksik, maka boraks dimasukkan dalam golongan senyawa yang disebut bahan berbahaya dan beracun (B3) (Cahyadi, 2008).

(43)

Jakarta disebut pijer. Boraks yang diperdagangkan dalam bentuk balok padat, kristal, atau tepung berwarna putih kekuningan, atau dalam bentuk cairan tidak berwarna. Boraks berasal dari tambang alam dari daerah batuan mineral yang mengandung boraks, misalnya batuan kernite, batuan colemanite, atau batuan ulexit.

2.9.2. Penggunaan Boraks Sebagai Bahan Tambahan Makanan

Dalam pembuatan makanan, termasuk makanan jajanan tradisional, masih banyak ditemukan penggunaan bahan-bahan pengawet yang dilarang. Salah satu di antaranya adalah penggunaan boraks. Bahan ini banyak digunakan sebagai bahan tambahan dalam pembuatan berbagai makanan, misalnya bakso, mi basah, siomay, dan gendar. Penggunaan boraks sebagai bahan tambahan pangan selain bertujuan untuk mengawetkan makanan juga bertujuan agar makanan menjadi lebih kompak (kenyal) teksturnya dan memperbaiki penampakan. Dengan jumlah sedikit saja telah dapat memberikan pengaruh kekenyalan pada makanan sehingga menjadi lebih legit, tahan lama, dan terasa enak di mulut. Boraks atau yang lazim disebut asam borat (boric acid) adalah senyawa kimia turunan dari logam berat boron (B). Asam borat terdiri atas tiga macam senyawa, yaitu: asam ortoborat (H3BO3), asam metaborat (HBO2), dan asam piroborat (H2B4O7) (Winarno, dkk, 1999).

(44)

Boraks juga digunakan sebagai insektisida dengan mencampurkannya dalam gula untuk membunuh semut, kecoa, dan lalat (Cahyadi, 2008).

2.10.Pengaruh Boraks pada Kesehatan 2.10.1. Bahaya Akut

Boraks merupakan garam natrium yang banyak digunakan di berbagai industri nonpangan, khususnya industri kertas, gelas, pengawet kayu, dan keramik. Boraks biasa berupa serbuk kristal putih, tidak berbau, mudah larut dalam air, tetapi borakstidak dapat larut dalam alkohol. Boraks biasa digunakan sebagai pengawet dan antiseptic kayu. Daya pengawet yang kuat dari boraks berasal dari kandungan asam boraks didalamnya.

(45)

2.10.2. Bahaya Kronis

Informasi tentang gangguan kesehatan karena boraks masih sangat sedikit, bahkan dapat dikatakan belum ada bukti yang cukup kuat. Hal ini dapat dimengerti karena akibat yang ditimbulkannya tidak dapat segera tampak. Gejala-gejala gangguan kesehatan yang dapat diamati dalam jangka pendek karena menghisap atau kontak secara langsung dengan boraks antara lain terjadinya iritasi pada hidung, saluran pernapasan, dan mata. Selain itu, adanya pencemaran boron dalam waktu panjang dapat menimbulkan gangguan reproduksi berupa menurunnya jumlah sperma pada orang laki-laki (Anwar, 2004).

Bahaya borak bagi kesehatan manusia yang bersifat kronik adalah: hilangnya nafsu makan (anoreksia), turunnya berat badan, iritasi ringan disertai gangguan pencernaan, mual, muntah, sakit perut diare, kulit kering, ruam dan merah merah, mukosa membran dan bibir pecah pecah, lidah merah, radang selaput mata, anemia, kerusakan ginjal, kegagalan sistem sirkulasi akut, dan kematian.

(46)

Hygiene dan Sanitasi Makanan Jajanan :

a. Penjamah Makanan b. Peralatan

c. Bahan Makanan Jajanan d. Sarana Penjaja

e. Sentra Pedagang

Makanan Jajanan (Otak-otak)

Uji laboratorium (uji kualitatif) : a. Formalin b. Boraks

Memenuhi syarat

Tidak Memenuhi syarat

 Ada

 Tidak ada

Karakteristik Pedagang : a. Umur

[image:46.612.111.476.86.633.2]

b. Pendidikan c. Lama Berjualan 2.11. Kerangka Konsep

(47)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah survei bersifat deskriptif, yaitu untuk mengetahui hygiene sanitasi makanan, dan untuk mengetahui ada tidaknya kandungan formalin dan boraks pada makanan jajanan (otak-otak) di Kota Tanjungpinang dengan menggunakan pemeriksaan laboratorium secara kualitatif.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi

Penelitian ini dilakukan di Kota Tanjungpinang. Adapun alasan dipilihnya lokasi tersebut sebagai tempat penelitian adalah :

1. Tempat tersebut merupakan jalan keluar dan masuknya orang ke Kota Tanjungpinang. Selain itu, tempat tersebut banyak menjual makanan jajanan (otak-otak), sehingga sesuai sebagai tempat melaksanakan penelitian.

2. Belum pernah dilakukan penelitian tentang hygiene sanitasi, dan pemeriksaan ada tidaknya kandungan formalin dan boraks pada makanan jajanan (otak-otak) 3.2.2. Waktu

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2013

3.3. Objek Penelitian

(48)

tersebut maka sebagai sampel dalam penelitian ini adalah semua pembuat makanan jajanan tradisional yang dijual di Kota Tanjungpinang, yaitu sebanyak 10 pedagang. Selain itu, objek penelitian ini adalah makanan jajanan (otak-otak) yang diperoleh dari Kota Tanjungpinang. Setelah memperoleh makanan jajanan (otak-otak) dilakukan pemeriksaan laboratorium secara kualitatif.

3.4. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini meliputi : 1) Data penjamah makanan, peralatan, sarana penjaja, dan sentra pedagang makanan jajanan (otak-otak) diperoleh melalui observasi dengan menggunakan lembar observasi; dan 2) Data kualitatif ada tidaknya kandungan formalin dan boraks dari hasil pemeriksaan laboratorium pada makanan jajanan (otak-otak)

3.5. Definisi Operasional

1. Umur adalah umur pedagang makanan jajanan (otak-otak) yang dinyatakan dengan umur penuh dalam satuan tahun.

2. Pendidikan adalah jenjang pendidikan formal terakhir yang pernah ditempuh oleh pedagang makanan jajanan (otak-otak).

3. Lama berjualan adalahwaktu aktif berjualan sebagai pedagang makanan jajanan (otak-otak).

(49)

5. Penjamah makanan jajanan adalah orang yang secara langsung atau tidak langsung berhubungan dengan makanan jajanan dan peralatannya sejak dari tahap persiapan, pembersihan, pengolahan, pengangkutan sampai dengan penyajian. 6. Peralatan adalah barang yang digunakan untuk penanganan makanan jajanan. 7. Bahan makanan adalah semua bahan makanan dan minuman baik terolah maupun

tidak, termasuk bahan tambahan makanan dan bahan penolong.

8. Sarana penjaja adalah fasilitas yang digunakan untuk penanganan makanan jajanan baik menetap maupun berpindah-pindah.

9. Sentra pedagang makanan jajanan adalah tempat pedagang yang melakukan penanganan makanan jajanan.

10.Pemeriksaan laboratorium secara kualitatif adalah pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui ada tidaknya formalin dan borak pada makanan jajanan (otak-otak).

11.Boraks adalah bahan tambahan makanan yang dilarang dan digunakan oleh pedagang makanan jajanan otak-otak yang seharusnya digunakan sebagai zat pengawet pada industri kayu, kaca, dan antiseptik toilet.

(50)

3.6. Aspek Pengukuran

3.6.1. Hygiene Sanitasi Makanan Jajanan (Otak-Otak)

Aspek pengukuran adalah melihat gambaran hygiene sanitasi makanan jajanan (otak-otak) yang dijual di Pelabuhan Sri Bintan Pura Kota Tanjungpinang yang meliputi: penjamah makanan, peralatan, sarana penjaja, dan sentra pedagang. Jika salah satu pertanyaan dari observasi pada persyaratan hygiene sanitasi makanan jajanan tidak sesuai dengan Kepmenkes RI No. 942/Menkes/SK/VII/2003 tentang Persysaratan Hygiene Sanitasi Makanan Jajanan, maka makanan jajanan tersebut tidak memenuhi syarat kesehatan. Pengkategorian hygiene sanitasi makanan jajanan (otak-otak) dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Penjamah makanan

Penjamah makanan terdiri dari 12 item yang diobservasi. a. Memenuhi syarat, apabila terpenuhi ke-12 item

b. Tidak memenuhi syarat, apabila tidak terpenuhi ke-12 item 2. Peralatan

Peralatan terdiri dari 5 item yang diobservasi. a. Memenuhi syarat, apabila terpenuhi ke-5 item

b. Tidak memenuhi syarat, apabila tidak terpenuhi ke-5 item 3. Bahan Makanan

Bahan makanan jajanan terdiri dari 8 item yang diobservasi. a. Memenuhi syarat, apabila terpenuhi ke-9 item

(51)

4. Sarana penjaja

Sarana penjaja terdiri dari 9 item yang diobservasi. a. Memenuhi syarat, apabila terpenuhi ke-9 item

b. Tidak memenuhi syarat, apabila tidak terpenuhi ke-9 item 5. Sentra pedagang

Sentra pedagang terdiri dari 4 item yang diobservasi. a. Memenuhi syarat, apabila terpenuhi ke-4 item

b. Tidak memenuhi syarat, apabila tidak terpenuhi ke-4 item 1.6.2. Formalin dan Boraks

Jika dalam hasil pemeriksaan diperoleh data yang menunjukkan bahwa terdapat formalin dan boraks, maka makanan jajanan (otak-otak) tersebut tidak memenuhi syarat kesehatan sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1168/MENKES/ PER/X/1999 tentang bahan tambahan makanan. Pengkategorian hasil pemeriksaan formalin dan boraks pada makanan jajanan (otak-otak) dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Formalin

a. Memenuhi syarat, apabila hasil pemeriksaan tidak dijumpai kandungan formalin

b. Tidak memenuhi syarat, apabila hasil pemeriksaan dijumpai kandungan formalin

2. Boraks

(52)

b. Tidak memenuhi syarat, apabila hasil pemeriksaan dijumpai kandungan boraks

3.7. Identifikasi Formalin dan Boraks 3.7.1. Identifikasi Formalin

1. Alat

a. Labu Kjeldahl b. Pendingin c. Destilation set d. Alu dan Mortil e. Pipet ukur f. Balb

g. Neraca analitik h. Tabung reaksi

i. Selang j. Gelas ukur k. Kompor listrik l. Erlenmeyer 2. Bahan

a. Sampel (otak-otak) b. Asam Fosfat (H3PO4) c. Larutan asam kromatofat

(53)

3. Cara Kerja

a. Timbang 100 gr sampel (otak-otak) ke dalam erlenmeyer dengan menggunakan neraca analitik

b. Haluskan (tumbuk) sampel dengan alu dan mortil

c. Tambahkan 100 ml aquadest hingga sampel menjadi cair/encer

d. Masukkan sampel ke dalam labu kjeldahl, lalu tambahkan 1 ml asam fosfat (H3PO4)

e. Hubungkan labu kjeldahl dengan pendingin yang dipakai untuk destilasi. f. Pendingin dihubungkan dengan selang yang berhubungan dengan kran untuk

memasukkan air dan selang pada ujung satunya untuk keluarnya air. Pada ujung keluarnya air hasil destilasi diberi erlenmeyer.

g. Nyalakan air kran kemudian nyalakan kompor listrik

h. Secara perlahan sampel didestilasi sehingga diperoleh destilat sebanyak 10 ml.

i. Masukkan 5 ml asam khormatofat ke dalam tabung reaksi, lalu tambahkan 1 ml destilat

j. Campur larutan tersebut sampai homogen

(54)

3.7.2. Identifikasi Boraks 1. Bahan dan alat-alat

a. Bahan makanan sampel b. Ekstrak kurkumin. c. Asam cuka.

d. Tabung reaksi, gelas piala pipet tetes. e. Pembakar spiritus, korek, pisau. 2. Cara Kerja

a. Disiapkan 8 buah gelas kimia bersih dan kering. Gelas-gelas tersebut kemudian diberi tanda.

b. Sampel yang sudah dipotong dimasukkan ke dalam gelas kimia nomor 1-6, gelas nomor 7 diisi boraks, dan gelas nomor 8 diisi akuades sebagai kontrol. c. Gelas yang sudah berisi sampel diisi air sampai semua sampel tercelup. d. Semua gelas yang berisi bahan dipanaskan sampai mendidih.

e. Setelah mendidih air rebusan diambil dan diuji dengan ekstrak kurkumin. f. Perubahan warna ekstrak kurkumin dan air dalam tiap-tiap gelas diamati. g. Apabila terjadi perubahan warna dari orange ke ungu berarti sampel

mengandung boraks. 3.8. Teknik Analisa Data

(55)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1. Makanan Jajanan (Otak-Otak) di Kota Tanjungpinang

Makanan jajanan otak-otak merupakan salah satu makanan jajanan tradisional khas Kepulauan Riau. Penjualan makanan otak-otak tersebar diberbagai tempat, tidak hanya di daerah Kota Tanjungpinang, misalnya di daerah pelabuhan dan berbagai pasar tradisional sering ditemui penjualan makanan otak-otak. Pada umumnya masyarakat yang berkunjung ke daerah Tanjungpinang akan membeli otak-otak yang dapat diperoleh dengan mudah diberbagai tempat penjualan.

Otak-otak Tanjungpinang dibuat dari ikan atau sotong (cumi) yang masih segar karena baru ditangkap dari laut. Tekstur otak-otak Tanjungpinang tidak kenyal tetapi agak lembut karena tidak terlalu banyak memakai tepung sagu. Dengan dibungkus daun kelapa, aroma otak-otak Tanjungpinang yang telah dipanggang sangat khas dibandingkan dengan otak-otak-otak dari daerah lain yang biasanya dibungkus daun pisang.

[image:55.612.116.530.594.677.2]

4.2. Karakteristik Pejual Makanan Jajanan (Otak-Otak) 4.2.1. Umur

Tabel 4.1. Distribusi Responden Berdasarkan Umur di Kota Tanjungpinang

No. Umur Frekuensi Persentase

1. ≤ 25 tahun 1 10,0

2. 26-35 tahun 3 30,0

3. 36-45 tahun 4 40,0

4. > 45 tahun 2 20,0

(56)

Berdasarkan hasil penelitian dari 10 pedagang makanan jajanan tradisional sebagai responden terdapat 40% responden yang berusia ≤ 35 tahun dan 60,0% responden yang berusia > 35 tahun.

4.2.4. Pendidikan

Tabel 4.2. Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan di Kota Tanjungpinang

No. Pendidikan Frekuensi Persentase

1. SLTP 3 30,0

2. SLTA 7 70,0

Jumlah 10 100.0

Hasil penelitian menunjukkan dari 10 responden terdapat 70% responden tamat SLTA, dan 30,0% responden tamat SLTP.

4.2.5. Lama Berjualan

Tabel 4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Lama Berjualan di Kota Tanjungpinang

No. Lama Berjualan Frekuensi Persentase

1. < 5 tahun 2 20,0

2. 5-9 tahun 2 20,0

3. 10-14 tahun 4 40,0

4. ≥ 15 tahun 2 20,0

Jumlah 10 100.0

[image:56.612.109.530.204.308.2] [image:56.612.112.528.457.537.2]
(57)

4.3. Hygiene Sanitasi

Berdasarkan hasil observasi yang peneliti lakukan pada pedagang makanan jajanan otak-otak yang berjualan di pasar daerah Tanjungpinang, diketahui bahwa hygiene sanitasi yang telah dilakukan oleh pedagang makanan jajanan otak-otak dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi.

4.3.1. Penjamah Makanan

Tabel 4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Hasil Observasi Terhadap Penjamah Makanan di Kota Tanjungpinang

Hasil Observasi

Ya Tidak

No. Penjamah Makanan

f % f %

n %

1. Menjaga kebersihan:

- Tangan - Rambut - Kuku - Pakaian 4 6 6 6 40,0 60,0 60,0 60,0 6 4 4 4 60,0 40,0 40,0 40,0 10 10 10 10 100,0 100,0 100,0 100,0

2. Memakai tutup kepala 6 60,0 4 40,0 10 100,0

3. Mencuci tangan setiap kali hendak

menangani makanan. 1 10,0 9 90,0 10 100,0

4. Menjamah makanan memakai

alat/perlengkapan, atau dengan alas tangan. 2 20,0 8 80,0 10 100,0

5. Tidak sambil merokok, menggaruk anggota

badan (telinga, hidung, mulut atau bagian badan lainnya)

6 60,0 4 40,0 10 100,0

6. Tidak batuk atau bersin dihadapan makanan

jajanan yang disajikan dan atau tanpa menutup mulut dan hidung.

7 70,0 3 30,0 10 100,0

[image:57.612.112.532.280.535.2]
(58)

wawancara langsung pada responden saat penelitian juga diketahui ternyata semua responden tidak memiliki luka dan atau bisul pada tubuhnya.

Berdasarkan pada hasil penelitian terdapat 60,0% responden memiliki rambut yang tampak bersih dan rapi. Hasil pengamatan terhadap pakaian yang tampak bersih menunjukkan persentase yang sama. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa 60,0% responden memiliki kuku yang dipotong pendek. Tetapi terdapat 40,0% yang memiliki kuku yang tampak kotor dan berwarna hitam.

Berdasarkan pengamatan, tidak ditemukan seorang pun pedagang makanan jajanan yang mengenakan celemek selama menjamah makanan di lokasi berdagang. Pengamatan juga dilakukan terhadap penggunaan penutup kepala pada penjamah makanan. Dari 10 responden ditemukan hanya 60,0% responden yang menggunakan penutup kepala. Sebagian besar (90,0%) responden tidak mencuci tangan saat hendak menjamah makanan.

4.3.2. Peralatan

Tabel 4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Hasil Observasi Terhadap Peralatan di Kota Tanjungpinang

Hasil Observasi

Ya Tidak

No. Peralatan

f % f %

n %

1. Peralatan yang sudah dipakai dicuci dengan

air bersih dan dengan sabun. 4 40,0 6 60,0 10 100,0

2. Dikeringkan dengan alat pengering atau lap

yang bersih. 6 60,0 4 40,0 10 100,0

3. Tidak menggunakan kembali peralatan yang

dirancang hanya untuk sekali pakai 7 70,0 3 30,0 10 100,0

4. Peralatan yang digunakan untuk mengolah

dan menyajikan makanan jajanan harus sesuai dengan peruntukannya dan memenuhi persyaratan hygiene sanitasi.

[image:58.612.120.529.494.704.2]
(59)

Hasil penelitian terhadap peralatan dapat disimpulkan bahwa tidak ada responden memiliki sanitasi yang baik dari segi peralatannya. Sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 942/Menkes/SK/2003 mengatur tentang cara untuk menjaga kebersihan peralatan.

Berdasarkan pengamatan selama penelitian tidak ditemukan satupun responden yang melakukan pencucian peralatan dengan benar. Beberapa responden mencuci peralatan tanpa menggunakan sabun, peralatan hanya dicelupkan ke dalam sumber air pencuci yang sudah kotor.

Beberapa responden lainnya mengeringkan peralatan dengan menggunakan lap/serbet yang berfungsi untuk berbagai keperluan. Misalnya, untuk membersihkan sarana penjaja yang kotor, mengeringkan peralatan yang basah, bahkan untuk menyeka keringat di dahi. Selain itu, peralatan yang sudah dicuci diletakkan di atas makanan atau di sarana penjaja dalam keadaan terbuka.

(60)

4.3.3. Bahan Makanan Jajanan

Tabel 4.6. Distribusi Responden Berdasarkan Hasil Observasi Terhadap Bahan Makanan Jajanan di Kota Tanjungpinang

Hasil Observasi

Ya Tidak

No. Bahan Makanan Jajanan

f % f %

n %

1. Bahan yang digunakan dalam kemasan

tidak cacat atau tidak rusak 8 80,0 2 20,0 10 100,0

2. Bahan makanan yang cepat rusak atau cepat membusuk disimpan dalam wadah terpisah

4 40,0 6 60,0 10 100,0

3. Makanan jajanan yang disajikan dengan tempat/alat perlengkapan yang bersih, dan aman bagi kesehatan

3 30,0 7 70,0 10 100,0

4. Pembungkus yang digunakan dalam keadaan bersih dan tidak mencemari makanan

4 40,0 6 60,0 10 100,0

Berdasarkan pengamatan selama penelitian ditemukan bahwa semua pedagang menggunakan bahan yang segar dan tidak busuk, kemasan bahan terdaftar di Departemen Kesehatan, dan dari kemasan terlihat bahwa bahan tidak kadaluwarsa. Namun dari hasil pengamatan juga terlihat bahwa sebanyak 20,0% pedagang menggunakan bahan dengan kemasan yang cacat atau rusak, dan 60,0% bahan yang digunakan adalah bahan makanan yang cepat rusak atau cepat membusuk dan tidak disimpan dalam wadah terpisah.

[image:60.612.110.530.127.351.2]
(61)

4.3.4. Sarana Penjaja

Tabel 4.7. Distribusi Responden Berdasarkan Hasil Observasi Terhadap Sarana Penjaja di Kota Tanjungpinang

Hasil Observasi

Ya Tidak

No. Sarana Penjaja

f % f %

n %

1. Konstruksi sarana penjaja mudah dibersihkan 3 30,0 7 70,0 10 100,0

2. Tersedia tempat untuk:

-Air bersih

-Penyimpanan bahan makanan

-Penyimpanan bahan makanan jadi/siap saji

-Penyimpanan peralatan

-Tempat cuci (alat, tangan, bahan makanan)

-Tempat sampah

3 4 7 6 6 4 30,0 40,0 70,0 60,0 60,0 40,0 7 6 3 4 4 6 70,0 60,0 30,0 40,0 40,0 60,0 10 10 10 10 10 10 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar (70,0%) responden tidak memiliki sarana penjaja yang mudah dibersihkan, sehingga tidak dapat melindungi makanan dari pencemaran. Berdasarkan pengamatan, bahan sarana penjaja makanan jajanan tradisional dibuat dari kayu dan papan. Bahan dari kayu dan papan yang tidak dicat biasanya sudah dalam keadaan kotor, lembab dan berwarna kehitaman karena jamur.

[image:61.612.112.530.131.298.2]
(62)

yang digunakan untuk menyimpan berbagai peralatan, makanan jadi dan sebagainya yang digabung.

4.3.5. Sentra Pedagang

Tabel 4.8. Distribusi Responden Berdasarkan Hasil Observasi Terhadap Sentra Pedagang di Kota Tanjungpinang

Hasil Observasi

Ya Tidak

No. Sentra Pedagang

f % f %

n %

1. Lokasi pedagang cukup jauh dari sumber

pencemaran atau dapat menimbulkan

pencemaran makanan jajanan seperti

pembuangan sampah terbuka.

7 70,0 3 30,0 10 100,0

2. Sentra pedagang dilengkapi dengan:

- Air bersih

- Tempat penampungan sampah

- Saluran pembuangan air limbah

- Jamban dan peturasi

7 6 3 4 70,0 60,0 30,0 40,0 3 4 7 6 30,0 40,0 70,0 60,0 10 10 10 10 100,0 100,0 100,0 100,0

[image:62.612.113.530.218.376.2]
(63)
[image:63.612.113.533.146.330.2]

4.4. Hasil Pemeriksaan Formalin dan Boraks

Tabel 4.9. Hasil Pemeriksaan Formalin dan Boraks pada Makanan J

Gambar

Tabel 4.1.
Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian
Tabel 4.1. Distribusi Responden Berdasarkan Umur di Kota Tanjungpinang
Tabel 4.2.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi yang akurat tentang Hygiene Sanitasi pada Pedagang Makanan Jajanan Di Lingkungan Sekolah Dasar Di Kecamatan Bongomeme

Meskipun secara umum pengetahuan pedagang makanan jajanan mengenai kebersihan diri sudah baik, dari penelitian masih ditemukan beberapa pedagang makanan jajanan yang

Tabel 13 menunjukkan jumlah dan presentase kondisi sanitasi sarana penjaja yang memenuhi syarat dan tidak memenuhi syarat pada pedagang makanan jajanan di kantin sekolah

Berdasarkan hasil observasi yang peneliti lakukan pada penyimpanan buah dari 4 pedagang makanan jajanan rujak sebagian pedagang belum memenuhi syarat kesehatan

Secara khusus mengeta- hui tingkat pengetahuan pedagang makanan jajanan mengenai (bahan baku makanan, tem- pat penyimpanan makanan, cara pengolahan makanan, cara pengangkutan,

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Hygiene sanitasi pedagang jajanan di Kecamatan Alalak Kabupaten Barito Kuala adalah Hasil penelitian dari aspek kebersihan diri penjamah makanan

Penelitian ini Bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan sikap pedagang makanan jajanan terhadap penggunaan formalin dan boraks pada jajanan di Wilayah Kota Tanah Grogot Tahun

Distribusi Frekuensi Berdasarkan Hygiene dan Sanitasi Makanan, Pengetahuan, Sikap, dan Ketersediaan Fasilitas Penjamah Makanan Jajanan Salome di Sekitar Taman Nostalgia Kota Kupang