• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hygiene dan Sanitasi - Hygiene Sanitasi Makanan dan Pemeriksaan Formalin Serta Boraks Pada Makanan Jajanan (Otak-Otak) di Kota Tanjungpinang Tahun 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hygiene dan Sanitasi - Hygiene Sanitasi Makanan dan Pemeriksaan Formalin Serta Boraks Pada Makanan Jajanan (Otak-Otak) di Kota Tanjungpinang Tahun 2013"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Hygiene dan Sanitasi

Hygiene adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan subjeknya seperti mencuci tangan dengan air bersih dan sabun untuk melindungi kebersihan tangan, mencuci piring untuk kebersihan piring, membuang bagian makanan yang rusak untuk melindungi keutuhan makanan secara keseluruhan (Depkes RI, 2004). Hygiene adalah suatu usaha pencegahan penyakit yang menitik beratkan pada usaha kesehatan perseorangan atau manusia beserta lingkungan tempat orang tersebut berada (Widyati, 2002).

Sanitasi adalah suatu usaha pencegahan penyakit yang menitikberatkan kegiatan pada usaha kesehatan lingkungan hidup manusia (Widyati, 2002). Sanitasi adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan lingkungan dari subyeknya. Misalnya menyediakan air yang bersih untuk keperluan mencuci tangan, menyediakan tempat sampah untuk mewadahi sampah agar tidak dibuang sembarangan. Hygiene dan sanitasi tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain karena erat kaitannya. Misalnya hygiene sudah baik karena mau mencuci tangan, tetapi sanitasinya tidak mendukung karena tidak cukup tersedia air bersih, maka mencuci tangan tidak sempurna (Depkes RI, 2004).

2.2. Hygiene Sanitasi Makanan dan Minuman

(2)

makanan. Sanitasi makanan adalah usaha untuk mengamankan dan menyelamatkan makanan agar tetap bersih, sehat dan aman (Mulia, 2005).

Makanan dan minuman termasuk kebutuhan dasar terpenting dan sangat esensial dalam kehidupan manusia karena merupakan sumber energi satu-satunya. Sehingga apapun yang akan disajikan sebagai makanan maupun minuman manusia haruslah memenuhi syarat utama, yaitu citra rasa makanan dan keamanan makanan dalam arti makanan tidak mengandung zat atau mikroorganisme yang dapat menggangu kesehatan tubuh yang memakan (Moehyi, 1992).

Makanan dan minuman adalah kebutuhan pokok manusia yang diperlukan setiap saat dan harus ditangani dan dikelola dengan baik dan benar agar bermanfaat bagi tubuh. Pengelolaan yang baik dan benar pada dasarnya adalah mengelola makanan dan minuman berdasarkan kaidah-kaidah dari prinsip hygiene sanitasi makanan. Makanan jajanan adalah makanan dan minuman yang diolah oleh pengrajin makanan ditempat penjualan dan disajikan sebagai makanan siap santap untuk dijual bagi umum selain yang disajikan jasa boga, rumah makan/restoran, dan hotel (Depkes RI, 2004).

(3)

2.3. Pedoman Persyaratan Hygiene Sanitasi Makanan Jajanan

Keputusan Menteri Kesehatan tentang pedoman persyaratan hygiene sanitasi makanan jajanan, meliputi: penjamah makanan, peralatan, bahan makanan, sarana penjaja, dan sentra pedagang (Kepmenkes RI, No, 942/Menkes/SK/VII/2003).

2.3.1. Penjamah Makanan

Penjamah makanan jajanan adalah orang yang secara langsung atau tidak langsung berhubungan dengan makanan dan peralatannya sejak dari tahap persiapan, pembersihan, pengolahan, pengangkutan sampai dengan penyajian. Menurut Kepmenkes RI, No, 942/Menkes/SK/VII/2003, penjamah makanan jajanan dalam melakukan kegiatan pelayanan penanganan makanan jajanan harus memenuhi persyaratan antara lain :

a. tidak menderita penyakit mudah menular misal : batuk, pilek, influenza, diare, penyakit perut sejenisnya;

b. menutup luka (pada luka terbuka/ bisul atau luka lainnya); c. menjaga kebersihan tangan, rambut, kuku, dan pakaian; d. memakai celemek, dan tutup kepala;

e. mencuci tangan setiap kali hendak menangani makanan.

f. menjamah makanan harus memakai alat/ perlengkapan, atau dengan alas tangan; g. tidak sambil merokok, menggaruk anggota badan (telinga, hidung, mulut atau

bagian lainnya);

(4)

2.3.2. Peralatan

Peralatan adalah barang yang digunakan untuk penanganan makanan jajanan. Peralatan yang digunakan untuk mengolah dan menyajikan makanan jajanan harus sesuai dengan peruntukannya dan memenuhi persyaratan hygiene sanitasi. Persyaratan peralatan yang digunakan untuk penanganan makanan jajanan berdasarkan Kepmenkes RI, No, 942/Menkes/SK/VII/2003, yaitu;

a. Peralatan yang sudah dipakai dicuci dengan air bersih dan dengan sabun. b. Peralatan yang sudah dicuci dikeringkan dengan alat pengering/lap yang bersih. c. Peralatan yang sudah bersih tersebut disimpan di tempat yang bebas pencemaran.

Peralatan yang digunakan untuk mengolah dan menyajikan makanan jajanan tidak boleh digunakan kembali, apabila peralatan tersebut dirancang hanya untuk sekali pakai.

2.3.3. Bahan Makanan

Bahan makanan adalah semua bahan makanan dan minuman baik terolah maupun tidak, termasuk bahan tambahan makanan dan bahan penolong. Persyaratan bahan makanan berdasarkan Kepmenkes RI, No, 942/Menkes/SK/VII/2003, yaitu: a. Air yang digunakan dalam penanganan makanan jajanan harus air yang

memenuhi standar dan Persyaratan Hygiene Sanitasi yang berlaku bagi air bersih atau air minum.

b. Air bersih yang digunakan untuk membuat minuman harus dimasak sampai mendidih.

(5)

d. Semua bahan olahan dalam kemasan yang diolah menjadi makanan jajanan harus bahan olahan yang terdaftar di Departemen Kesehatan, tidak kadaluwarsa, tidak cacat atau tidak rusak.

e. Penggunaan bahan tambahan makanan dan bahan penolong yang digunakan dalam mengolah makanan jajanan harus sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

f. Bahan makanan, serta bahan tambahan makanan dan bahan penolong makanan jajanan siap saji harus disimpan secara terpisah.

g. Bahan makanan yang cepat rusak atau cepat membusuk harus disimpan dalam wadah terpisah.

h. Makanan jajanan yang disajikan harus dengan tempat/alat perlengkapan yang bersih, dan aman bagi kesehatan.

i. Makanan jajanan yang dijajakan harus dalam keadaan terbungkus dan atau tertutup.

j. Pembungkus yang digunakan dan atau tutup makanan jajanan harus dalam keadaan bersih dan tidak mencemari makanan.

k. Makanan jajanan yang diangkut, harus dalam keadaan tertutup atau terbungkus dan dalam wadah yang bersih.

l. Makanan jajanan yang diangkut harus dalam wadah yang terpisah dengan bahan mentah sehinggga terlindung dari pencemaran.

(6)

2.3.4. Sarana Penjaja

Sarana penjaja adalah fasilitas yang digunakan untuk penanganan makanan jajanan baik menetap maupun berpindah-pindah. Makanan jajanan yang dijajakan dengan sarana penjaja konstruksinya harus dibuat sedemikian rupa sehingga dapat melindungi makanan dari pencemaran. Konstruksi sarana penjaja harus memenuhi persyaratan Kepmenkes RI, No, 942/Menkes/SK/VII/2003, yaitu :

a. Mudah dibersihkan. b. Tersedia tempat untuk :

1) air bersih;

2) penyimpanan bahan makanan;

3) penyimpanan makanan jadi/siap disajikan; 4) penyimpanan peralatan;

5) tempat cuci (alat, tangan, bahan makanan); 6) tempat sampah.

Pada waktu menjajakan makanan harus terlindungi dari debu, dan pencemaran.

2.3.5. Sentra Pedagang

(7)

yang ramai dengan arus kecepatan tinggi (Kepmenkes RI, No, 942/Menkes/SK/ VII/2003).

Sentra pedagang makanan jajanan harus dilengkapi dengan fasilitas sanitasi meliputi :

a. Air bersih;

b. Tempat penampungan sampah; c. Saluran pembuangan air limbah; d. Jamban dan peturasan;

e. Fasilitas pengendalian lalat dan tikus;

Penentuan lokasi sentra pedagang makanan jajanan ditetapkan oleh pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.

2.4. Makanan Jajanan 2.4.1. Pengertian

(8)

jajanan. Dengan demikian semua bentuk makanan dan minuman siap santap yang banyak dijual untuk umum di tempat-tempat keramaian, tempat-tempat bekerja, atau di pasar-pasar dapat digolongkan sebagai makanan jajanan, termasuk diantaranya adalah makanan jajanan tradisional yang banyak dijual di pasar-pasar (Widyati, 2002).

2.4.2. Makanan Jajanan Tradisional

Makanan tradisional adalah makanan yang diolah berdasarkan resep dari nenek moyang yang terus menerus digunakan secara turun temurun dan dikonsumsi oleh golongan etnik tertentu dalam wilayah tertentu dengan menggunakan bahan dari hasil daerah setempat. Makanan tradisional adalah makanan, minuman, atau kudapan yang secara tradisional telah dikonsumsi dan berkembang di daerah-daerah. Keberadaannya di daerah-daerah berkaitan dengan sumber daya (bahan, manusia, dan teknologi) lokal yang sudah ada dalam kurun waktu beberapa generasi. Beberapa di antaranya berkaitan dengan pelaksanaan tradisi budaya atau hidangan sehari-hari (Mudjajanto, 2005).

(9)

Sesuai dengan pengertian di atas, maka makanan jajanan tradisional adalah makanan jajanan yang dibuat sesuai dengan tradisi atau kebiasaan, dengan cara yang diwariskan secara turun temurun. Dengan demikian para pembuat jajanan tradisional dapat dikatakan tidak mengetahui apa yang dilakukannya pada saat membuat jajanan. Semua yang mereka lakukan dapat dikatakan sebagai sesuatu petunjuk turun temurun yang harus dilakukan. Cara pengolahan makanan jajanan tradisional masih sederhana dengan menggunakan teknologi pengolahan yang sederhana, kurang memperhatikan sanitasi maupun kaidah-kaidah higiene. Penjamah makanan jajanan tradisional biasanya orang-orang yang mempunyai pengetahuan rendah sehingga kurang memperhatikan higiene perseorangan (personal hygiene).

Makanan jajanan tradisional dibuat dari bahan-bahan baku yang berasal dari daerah setempat, misalnya beras, jagung, ubi kayu, ubi jalar, dan sebagainya. Sebagai contoh, misalnya gethuk dibuat dari ubi kayu, gendhar dari beras, cenil dari pati ubi kayu, dan sebagainya. Karena bahan baku dapat diperoleh dari daerah setempat maka makanan jajanan tradisional dapat diusahakan dengan mudah dan murah harganya (Mudjajanto dan Purwati, 2003).

2.4.3. Makanan Jajanan Otak-Otak

(10)

Soewitomo (2011), menyebutkan bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan otak-otak, dan cara pembuatannya:

1. Bahan

a. 300gram daging ikan berwarna putih, bias menggunakan selar, layur, kembung. Pisahkan daginmg dan tulangnya, haluska dagingnya.

b. 2 ekor cumi-cumi ukuran sedang, bersihkan dan cincang agak kasar. c. 50 gram kelapa muda parut

d. 2 sendok the garam

e. 1 sendok makan gula pasir f. 1 sendok the kaldu bubuk 2. Bumbu

a. 10 butir cabai merah keriting b. 5 butir cabai rawit merah c. 5 butir bawang merah d. 3 siung bawang putih e. 2 sndok teh ketumbar f. 1 ruas jahe

g. 2 ruas kunyit

h. 1 batang serai, ambil bagian putihnya saja i. ½ sendok teh jintan

(11)

3. Cara membuat

a. Siang ikan, buang kepala, duri dan kulitnya. Masukkan daging, ikan dan semua bumbu yang akan dihaluskan kedalam blender. Proses hingga halus b. Tuangkan daging ikan kedalam mangkuk, tambahkan cumi-cumi yang

dicincang, kelapa muda parut, tepung tapioca, garam, gula, dan kaldu bubuk. Aduk rata dan cicipi rasnya

c. Isikan sekitar 1 sendok makan adonan kedalam salah satu daun kelapa, tutup dengan daun kelapa lainnya sehingga adonan ikan berada di dalam daun. Semat kedua ujungnya dengan steples.

d. Bakar otak-otak diatas bara atau pemanggang kawat yang diletakkan diatas kompor hingga permukaan daun kecoklatan dan otak-otak matang. Angkat dan sajikan.

Ikan laut seperti ikan tenggiri, sotong, dan udang merupakan bahan utama dalam pembuatan otak-otak. Sehingga kualitas ikan yang digunakan dapat mempengaruhi kualitas makanan jajanan otak-otak. Ikan yang digunakan umumnya didatangkan dari laut yang ditangkap oleh nelayan.

2.5. Pencemaran Bahan Toksik pada Makanan

(12)

makanan adalah adanya bahan toksik pada makanan. Bahan toksik adalah bahan kimia atau fisika yang memiliki efek yang tidak diinginkan (adverse effect) terhadap organisme hidup (Supardi dan Sukamto, 2003).

Berdasarkan penggunaannya bahan toksik ada yang merupakan pestisida, ada yang merupakan bahan tambahan makanan, dan sebagainya. Boraks dan zat-zat pewarna terlarang merupakan bahan toksik yang digunakan sebagai bahan tambahan makanan. Berdasarkan efeknya dikenal adanya bahan toksik penyebab kanker, bahan toksik penyebab alergi, dan sebagainya. Boraks merupakan contoh bahan toksik yang dapat menyebabkan kanker. Zat warna kuning nomor 5 merupakan contoh bahan toksik penyebab alergi, terutama bagi orang-orang yang peka terhadap aspirin.

Karakteristik suatu bahan toksik ditentukan oleh sifat toksisitas (toxicity), bahaya (hazard), dan risiko (risk). Toksisitas bahan toksik adalah gambaran dan kuantifikasi mengenai suatu bahan toksik. Bahaya suatu bahan toksik berkaitan dengan kemungkinan bahan toksik tersebut menimbulkan cidera. Risiko bahan toksik adalah besarnya kemungkinan suatu bahan toksik untuk menimbulkan keracunan.

(13)

dengan tidak sengaja, terjadinya pencemaran karena adanya bahan pencemar pada makanan tidak sengaja diberikan oleh pembuat makanan. Sebagai contoh, misalnya pencemaran pestisida pada makanan. Dalam hal ini pembuat makanan tidak sengaja memberikan pestisida kepada makanan yang dibuatnya. Pencemaran dapat terjadi mungkin karena air atau alat-alat yang digunakan untuk mengolahnya mengandung pestisida (Supardi dan Sukamto, 2003).

2.6. Penggunaan Bahan Tambahan Makanan

Dalam pembuatan makanan, selain bahan baku untuk tujuan-tujuan tertentu sering digunakan bahan-bahan lain sebagai bahan tambahan, yaitu yang secara umum disebut bahan tambahan makanan (BTM). Bahan tambahan makanan adalah bahan atau campuran bahan yang secara alami bukan merupakan bagian dari bahan baku pangan, tetapi ditambahkan kepada pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk makanan. Termasuk bahan tambahan makanan antara lain bahan pewarna, pengawet, penyedap rasa, anti gumpal, pemucat, dan pengental (Winarno, 1999).

Bahan tambahan makanan merupakan bahan yang tidak dikonsumsi langsung sebagai makanan dan tidak merupakan bahan baku makanan. Penambahan bahan tambahan makanan ke dalam makanan ditujukan untuk mengubah sifat-sifat makanan seperti bentuk, tekstur, warna, rasa, kekentalan, dan aroma, untuk mengawetkan, atau untuk mempermudah proses pengolahan. Secara khusus kegunaan bahan tambahan makanan adalah untuk (Winarno, 1999) :

(14)

2. membentuk makanan menjadi lebih baik, renyah, dan lebih enak di mulut; 3. memberikan warna dan aroma yang lebih menarik sehingga menarik selera; 4. meningkatkan kualitas makanan, dan

5. menghemat biaya.

Bahan tambahan makanan (BTM) beraneka ragam jenisnya. Sesuai dengan fungsinya, bahan tambahan makanan dapat dibedakan menjadi 11 golongan , yaitu: 1. antioksidan, yaitu bahan tambahan makanan yang dapat mencegah atau

menghambat proses oksidasi lemak sehingga tidak terjadi ketengikan;

2. antikempal, yaitu bahantambahan makanan yang dapat mencegah terjadinya pengempalan (penggumpalan) makanan yang berupa serbuk seperti tepung atau bubuk;

3. pengatur keasaman, yaitu bahan tambahan makanan yang dapat mengasamkan, menetralkan, dan mempertahankan derajat keasaman;

4. pemanis buatan, yaitu bahan tambahan makanan yang menyebabkan rasa manis pada makanan, yang tidak atau hampir tidak mempunyai nilai gizi;

5. pemutih atau pematang tepung, yaitu bahan tambahan makanan yang dapat mempercepat proses pemutihan atau pematang tepung sehingga dapat memperbaiki mutu pemanggangan;

(15)

7. pengawet, yaitu bahan tambahan makanan yang dapat mencegah atau menghambat fermentasi, pengasaman, atau penguraian lain pada makanan yang disebabkan oleh pertumbuhan mikroba;

8. pengeras, yaitu bahan tambahan makanan yang dapat memperkeras atau mencegah melunaknya makanan;

9. pewarna, yaitu bahan tambahan makanan yang dapat memperbaiki atau memberi warna pada makanan;

10.penyedap rasa dan aroma, penguat rasa, yaitu bahan tambahan makanan yang dapat memberikan, menambah atau mempertegas rasa dan aroma;

11.sekuestran, yaitu bahan tambahan makanan yang dapat mengikat ion logam yang ada dalam pangan sehingga memantapkan warna, aroma, dan tekstur.

Penggunaan bahan tambahan makanan tidak diperbolehkan untuk tujuan di bawah ini.

1. Menyembunyikan cara pembuatan atau pengolahan yang tidak baik.

2. Menipu konsumen, misalnya untuk memberi kesan baik pada suatu makanan yang dibuat dari bahan yang kurang baik mutunya.

3. Mengakibatkan penurunan nilai gizi pada makanan.

Dalam praktek pembuatan makanan, termasuk dalam pembuatan makanan jajanan tradisional, sering terjadi penyimpangan atau pelanggaran mengenai penggunaan bahan tambahan pangan. Penyimpangan atau pelanggaran tersebut pada umumnya berupa:

1. penggunaan bahan tambahan mmakanan yang dilarang,

(16)

Penggunaan bahan tambahan yang beracun atau bahan tambahan pangan secara berlebihan dapat membahayakan kesehatan masyarakat, dan berbahaya bagi pertumbuhan generasi yang akan datang.

2.7. Formalin 2.7.1. Pengertian

(17)

2.7.2. Fungsi Formalin

Formalin sudah sangat umum digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Apabila digunakan secara benar, formalin akan banyak kita rasakan manfaatnya, misalnya sebagai antibakteri atau pembunuh kuman dalam berbagai keperluan jenis industri, yakni pembersih lantai, kapal, gudang dan pakaian, pembasmi lalat maupun berbagai serangga lainnya. Dalam dunia fotografi biasanya digunakan sebagai pengeras lapisan gelatin dan kertas. Formalin juga sering digunakan sebagai bahan pembuatan pupuk urea, bahan pembuatan produk parfum, pengawet produk kosmetika, pengeras kuku dan bahan untuk insulasi busa. Formalin boleh juga dipakai sebagai pencegah korosi untuk sumur minyak. Di bidang industri kayu, formalin digunakan sebagai bahan perekat untuk produk kayu lapis. Dalam konsentrasi yang sangat kecil (<1 persen) digunakan sebagai pengawet untuk berbagai barang konsumen sepertinpembersih rumah tangga, cairan pencuci piring, pelembut, perawat sepatu, shampoo mobil, llin dan karpet.

(18)

2.7.3. Sifat Formalin

Formaldehid adalah salah satu zat tambahan makanan yang dilarang. Dipasaran zat ini dikenal dengan nama formalin. Senyawa ini dipasaran dikenal dengan nama formalin dengan rumus CH2O. Formalin adalah nama komersil dari senyawa formalin yang mengandung 35-40% dalam air. Formalin termasuk kelompok senyawa disinfektan kuat yang sering dipakai sebagai bahan pengawet mayat tetapi dapat juga digunakan sebagai pengawet makanan, walaupun formalin tidak diizinkan untuk bahan pengawet makanan serta bahan tambahan. Formalin biasanya mengandung alcohol (metanol) sebanyak 10 – 15 % yang berfungsi sebagai stabilator supaya formaldehidnya tidak mengalami polimerisasi. Formaldehida mudah larut dalam air, sangat reaktif dalam suasana alkalis, serta bersifat sebagai pereduksi yang kuat. Secara alami formaldehida juga dapat ditemui dalam asap pada proses pengasapan makanan, yang bercampur dengan fenol, keton, dan resin. Bila menguap di udara, berupa gas tidak berwarna, dengan bau yang tajam menyengat (Yuliarti, 2007).

(19)

sel bakteri akan kering dan membentuk lapisan baru di permukaan. Artinya, formalin tidak saja membunuh bakteri, tetapi juga membentuk lapisan baru yang melindungi lapisan di bawahnya, supaya tahan terhadap serangan bakteri lain. Bila desinfektan lainnya mendeaktifasikan serangan bakteri dengan cara membunuh dan tidak bereaksi dengan bahan yang dilindungi, maka formaldehida akan bereaksi secara kimiawi dan tetap ada di dalam materi tersebut untuk melindungi dari serangan berikutnya. Melihat sifatnya, formalin juga sudah tentu akan menyerang protein yang banyak terdapat di dalam tubuh manusia seperti pada lambung. Terlebih, bila formalin yang masuk ke tubuh itu memiliki dosis tinggi.

2.7.4. Penyalahgunaan Formalin pada Makanan

Formalin yang terkandung dalam makanan selain berasal dari bahan tambahan pangan juga dapat berasal dari kemasan pembungkus makanan yang mengandung formalin atau kemasan yang dibuat dari resin formalin (Tresniani 2003). Di Indonesia formalin ditemukan dalam beberapa bahan makanan diantaranya mie, tahu, ayam potong, dan ikan.

(20)

yang dihasilkan tinggi yaitu sebesar 75 %, sedangkan apabila tidak menggunakan formalin rendemen yang dihasilkan sebesar 40 %.

Menurut Widyaningsih dan Murtini (2006) tanda-tanda ikan segar yang mengandung formalin adalah warnanya putih bersih, kenyal, insangnya berwarna merah tua bukan merah segar, awet sampai beberapa hari dan tidak mudah busuk, sedangkan pada ikan asin menunjukkan daging kenyal, lebih putih dan bersih, dan lebih tahan lama. Budiyanto et al. (2005), menjelaskan perbedaan ikan segar tanpa formalin dan dengan formalin. Ikan segar tanpa formalin memperlihatkan warna cemerlang spesifik jenis, tektur elastis bila ditekan dengan jari, bau segar spesifik jenis, sedangkan ikan segar dengan formalin memperlihatkan warna pucat kusam, tektur keras dan padat bila ditekan dengan jari, dan bau asam.

2.8. Dampak Penggunaan Formalin terhadap Kesehatan 2.8.1. Dampak Akut

(21)

Dalam jumlah sedikit, formalin akan larut dalam air, serta akan dibuang keluar bersama cairan tubuh. Dengan demikian keberadaan formalin dalam darah sulit dideteksi. Dampak formalin pada kesehatan manusia, dapat bersifat akut, seperti (Yuliarti, 2007) :

1. Bila terhirup akan terjadi iritasi pada hidung dan tenggorokan, gangguan pernafasan, rasa terbakar pada hidung dan tenggorokan serta batuk-batuk. Kerusakan jaringan dan luka pada saluran pernafasan seperti radang paru dan pembengkakan paru. Tanda-tanda lainnya meliputi bersin, radang tekak, radang tenggorokan, sakit dada, yang berlebihan, lelah, jantung berdebar, sakit kepala, mual dan muntah. Pada konsentrasi yang sangat tinggi dapat menyebabkan kematian.

2. Bila terkena kulit akan menimbulkan perubahan warna, yakni kulit menjadi merah, mengeras, mati rasa dan ada rasa terbakar.

3. Bila terkena mata akan menimbulkan iritasi mata sehingga mata memerah, rasanya sakit, gata-gatal, penglihatan kabur dan mengeluarkan air mata. Bila merupakan bahan berkonsentrasi tinggi maka formalin dapat menyebabkan pengeluaran air mata yang hebat dan terjadi kerusakan pada lensa mata.

(22)

2.8.2. Dampak Kronik

Secara imunologik sIgA (sekretori Imunoglobulin A) pada permukaan mukosa dan limfosit pada lamina propia dapat menangkal zat asing masuk ke dalam tubuh. Namun demikian, pada usia anak, usus imatur (belum sempurna ) atau sistem pertahanan tubuh tersebut masih lemah dan gagal berfungsi sehingga memudahkan bahan berbahaya masuk ke dalam tubuh dan sulit dikeluarkan. Hal ini juga akan lebih mengganggu pada penderita gangguan saluran cerna yang kronis seperti pada penderita autism, penderita alergi dan sebagainya. Secara umum gangguan kesehatan secara kronik adalah sebagai berikut (Yuliarti, 2007)

1. Apabila terhirup dalam jangka waktu lama maka akan menimbulkan sakit kepala, gangguan sakit kepala, gangguan pernafasan, batuk-batuk, radang selaput lendir hidung, mual, mengantuk, luka pada ginjal dan sensitasi pada paru. Efek neuropsikologis meliputi gangguan tidur, cepat marah, keseimbangan terganggu, kehilangan konsentrasi dan daya ingat berkurang. Gangguan haid dan kemandulan pada perempuan. Kanker pada hidung, rongga hidung, mulut, tenggorokan, paru dan otak.

2. Apabila terkena kulit, kulit terasa panas, mati rasa, gatal-gatal serta memerah, kerusakan pada jari tangan, pengerasan kulit dan kepekaan pada kulit, dan terjadi radang kulit yang menimbulkan gelembung.

3. Jika terkena mata, yang paling berbahaya adalah terjadinya radang selaput mata. 4. Jika tertelan akan menimbulkan iritasi pada saluran pernafasan, muntah-muntah

(23)

Formalin tidak termasuk dalam daftar bahan tambahan makanan (additive) pada Codex Alimentarius, maupun yang dikeluarkan oleh Depkes. Humas Pengurus Besar Perhimpunan Dokter spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PB PAPDI) menyatakan formalin mengandung 37% formalin dalam pelarut air dan biasanya juga mengandung 10 persen methanol. Formalin sangat berbahaya bagi kesehatan manusia, karena dapat menyebabkan kanker, mutagen yang menyebabkan perubahan sel dan jaringan tubuh, korosif dan iritatif. Berdasarkan penelitian WHO, kandungan formalin yang membahayakan sebesar 6 gram. Padahal rata-rata kandungan formalin yang terdapat pada mie basah 20 mg/kg mie.

2.9. Boraks 2.9.1. Pengertian

Boraks dalam peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia dinyatakan bahan berbahaya dan beracun, dan dilarang untuk digunakan dalam pembuatan makanan. Peraturan Menteri Kesehatan tersebut didasarkan pada hasil siding Codex dunia tentang makanan, yang melarang boraks untuk digunakan sebagai bahan tambahan makanan karena dapat menyebabkan kanker pada tikus percobaan. Karena bersifat toksik, maka boraks dimasukkan dalam golongan senyawa yang disebut bahan berbahaya dan beracun (B3) (Cahyadi, 2008).

Dalam perdagangan boraks dikenal dengan sebutan borofax three elephant, hydrogen orthoborate, NCL-C56417, calcium borate, atau sassolite. Dalam istilah

(24)

Jakarta disebut pijer. Boraks yang diperdagangkan dalam bentuk balok padat, kristal, atau tepung berwarna putih kekuningan, atau dalam bentuk cairan tidak berwarna. Boraks berasal dari tambang alam dari daerah batuan mineral yang mengandung boraks, misalnya batuan kernite, batuan colemanite, atau batuan ulexit.

2.9.2. Penggunaan Boraks Sebagai Bahan Tambahan Makanan

Dalam pembuatan makanan, termasuk makanan jajanan tradisional, masih banyak ditemukan penggunaan bahan-bahan pengawet yang dilarang. Salah satu di antaranya adalah penggunaan boraks. Bahan ini banyak digunakan sebagai bahan tambahan dalam pembuatan berbagai makanan, misalnya bakso, mi basah, siomay, dan gendar. Penggunaan boraks sebagai bahan tambahan pangan selain bertujuan untuk mengawetkan makanan juga bertujuan agar makanan menjadi lebih kompak (kenyal) teksturnya dan memperbaiki penampakan. Dengan jumlah sedikit saja telah dapat memberikan pengaruh kekenyalan pada makanan sehingga menjadi lebih legit, tahan lama, dan terasa enak di mulut. Boraks atau yang lazim disebut asam borat (boric acid) adalah senyawa kimia turunan dari logam berat boron (B). Asam borat terdiri atas tiga macam senyawa, yaitu: asam ortoborat (H3BO3), asam metaborat (HBO2), dan asam piroborat (H2B4O7) (Winarno, dkk, 1999).

(25)

Boraks juga digunakan sebagai insektisida dengan mencampurkannya dalam gula untuk membunuh semut, kecoa, dan lalat (Cahyadi, 2008).

2.10.Pengaruh Boraks pada Kesehatan 2.10.1. Bahaya Akut

Boraks merupakan garam natrium yang banyak digunakan di berbagai industri nonpangan, khususnya industri kertas, gelas, pengawet kayu, dan keramik. Boraks biasa berupa serbuk kristal putih, tidak berbau, mudah larut dalam air, tetapi borakstidak dapat larut dalam alkohol. Boraks biasa digunakan sebagai pengawet dan antiseptic kayu. Daya pengawet yang kuat dari boraks berasal dari kandungan asam boraks didalamnya.

(26)

2.10.2. Bahaya Kronis

Informasi tentang gangguan kesehatan karena boraks masih sangat sedikit, bahkan dapat dikatakan belum ada bukti yang cukup kuat. Hal ini dapat dimengerti karena akibat yang ditimbulkannya tidak dapat segera tampak. Gejala-gejala gangguan kesehatan yang dapat diamati dalam jangka pendek karena menghisap atau kontak secara langsung dengan boraks antara lain terjadinya iritasi pada hidung, saluran pernapasan, dan mata. Selain itu, adanya pencemaran boron dalam waktu panjang dapat menimbulkan gangguan reproduksi berupa menurunnya jumlah sperma pada orang laki-laki (Anwar, 2004).

Bahaya borak bagi kesehatan manusia yang bersifat kronik adalah: hilangnya nafsu makan (anoreksia), turunnya berat badan, iritasi ringan disertai gangguan pencernaan, mual, muntah, sakit perut diare, kulit kering, ruam dan merah merah, mukosa membran dan bibir pecah pecah, lidah merah, radang selaput mata, anemia, kerusakan ginjal, kegagalan sistem sirkulasi akut, dan kematian.

(27)

Hygiene dan Sanitasi Makanan Jajanan :

a. Penjamah Makanan b. Peralatan

c. Bahan Makanan Jajanan d. Sarana Penjaja

e. Sentra Pedagang

Makanan Jajanan (Otak-otak)

Uji laboratorium (uji kualitatif) : a. Formalin b. Boraks

Memenuhi syarat

Tidak Memenuhi syarat

 Ada

 Tidak ada

Karakteristik Pedagang : a. Umur

b. Pendidikan c. Lama Berjualan 2.11. Kerangka Konsep

Gambar

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Sugiatmi, S, 2006 Analisis factor resiko pencemaran bahan toksik boraks dan pewarna pada makanan jajanan tradisional yang dijual di pasar pasar kota Semarang. Skripsi, FKM

baik adalah dengan membeli bahan makanan di tempat yang telah diawasi oleh.. pemerintah seperti pasar swalayan, rumah potong hewan atau supplier

mendekati masa kadaluarsa dimanfaatkan/digunakan lebih dahulu. Tempat atau wadah penyimpanan harus sesuai dengan jenis bahan makanan contohnya.. bahan makanan yang cepat rusak

Berdasarkan hasil penelitian, mengenai Implementasi Kebijakan Hygiene Sanitasi Pengelolaan Makanan dan Minuman Pada Fasilitas Umum di Kota Palangka Raya diketahui bahwa

Penelitian ini Bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan sikap pedagang makanan jajanan terhadap penggunaan formalin dan boraks pada jajanan di Wilayah Kota Tanah Grogot Tahun

Distribusi Frekuensi Berdasarkan Hygiene dan Sanitasi Makanan, Pengetahuan, Sikap, dan Ketersediaan Fasilitas Penjamah Makanan Jajanan Salome di Sekitar Taman Nostalgia Kota Kupang

Berdasarkan permasalahan tersebut, maka diperlukan penyuluhan kesehatan mengenai hygiene dan sanitasi makanan bagi para penjual makanan di Pasar Kaki Langit Dusun Mangunan yang

Hasil uji makanan tidak mengandung boraks Uji keberadaan formalin pada makanan jajanan di SMP wilayah Kabupaten Sukoharjo Pada Uji formalin dilakukan pada sampel yang sama yakni 24