• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dampak Pembangunan Pantai Utara Jakarta Terhadap Kegiatan Perikanan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Dampak Pembangunan Pantai Utara Jakarta Terhadap Kegiatan Perikanan"

Copied!
194
0
0

Teks penuh

(1)

DAMPAK PEMBANGUNAN PANTAI UTARA

JAKARTA TERHADAP KEGIATAN PERIKANAN

SUPARTONO

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

DAMPAK PEMBANGUNAN PANTAI UTARA

JAKARTA TERHADAP KEGIATAN PERIKANAN

SUPARTONO

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

Kegiatan Perikanan

Nama : Supartono

NRP. : C. 561020164

Program Studi : Teknologi Kelautan

Disetujui

Komisi Pembimbing,

Prof. Dr. Ir. John Haluan, M.Sc Ketua

Dr. Ir. H. M. Fedi A. Sondita, M.Sc Dr. Ir. Manuwoto, M.Sc

Anggota Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Teknologi Kelautan,

Prof. Dr. Ir. John Haluan, M.Sc Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS

(4)

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Dampak Pembangunan

Pantai Utara Jakarta Terhadap Kegiatan Perikanan adalah karya saya sendiri

dengan arahan Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun

kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip

dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan

dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini

Bogor, April 2007

(5)

© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2007 Hak cipta dilindungi Undang-undang

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun,

(6)

SUPARTONO. Dampak Pembangunan Pantai Utara Jakarta Terhadap Kegiatan Perikanan. Dibimbing oleh JOHN HALUAN, M. FEDI A. SONDITA DAN MANUWOTO.

Wilayah pantai utara Jakarta memiliki peranan sangat strategis karena sebagai peralihan antara ekosistem darat dan laut, wilayah ini memiliki potensi sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan yang kaya. Namun pembangunan yang dilaksanakan di pantai utara Jakarta (Kotamadya Jakarta Utara) saat ini mempunyai dampak negatif terhadap kegiatan perikanan, yaitu rusaknya lingkungan pantai dan menurunnya kualitas perairan, sehingga perlu adanya penelitian yang bertujuan untuk mengetahui dampak pembangunan pantai terhadap kegiatan perikanan, optimalisasi sumberdaya perikanan yang masih ada dan menyusun strategi pengelolaan sumberdaya pantai yang berkelanjutan.

Penelitian dilakukan dengan mengkaji hasil monitoring lingkungan Teluk Jakarta yang dilaksanakan oleh Pusat Penelitian Oseanografi, LIPI Jakarta, hidrooseanografi dilaksanakan survey laut bekerja sama dengan Dishidrosal, data sekunder dari LIPI, BPS dan Instansi terkait. Informasi kegiatan Perikanan dengan wawancara sejumlah responden (nelayan, tokoh masyarakat, pejabat setempat) dan survey lapang untuk melihat kondisi aktual pantai utara Jakarta.

Metode penelitian dengan pendekatan

Driver-Pressure-State-Impact-Response (DPSIR) yaitu menganalisis faktor-faktor penyebab terjadinya tekanan

terhadap ekosistem pantai, analisis dan pengolahan data lingkungan dengan

Geografi Information System (GIS) sedangkan karakteristik sosial, ekonomi dan

budaya dengan Principal Component Analysis (PCA). Optimalisasi menggunakan

Linear Goal Programming (LGP) dan untuk penyusunan strategi menggunakan

analisis SWOT.

Hasil yang didapat bahwa kualitas lingkungan perairan (suhu dan salinitas air; derajat keasaman/pH, disolve oxigen/DO, nitrogen/N dan fosfat/P) telah menurun tajam dan kurang memadai untuk perikanan. Namun solusi optimal pemanfaatan sumberdaya perikanan dengan alat tangkap jaring insang dan bubu pendapatan nelayan Rp.155.591,14 juta/tahun (99,59 %); penyerapan tenaga kerja 119.313,14 HOK (94,74 %); produksi ikan pelagis 29,720,99 ton (93,25 %); ikan demersal 2.493,15 ton (101,05 %). Strategi pengelolaan sumberdaya pantai yang ditawarkan kebijakan SO, ST, WO dan WT yaitu pengelolaan wilayah secara terpadu.

(7)

SUPARTONO. Jakarta North Coast Development Impact on Fishery Activities. Under supervision of JOHN HALUAN, M.FEDI A. SONDITA and MANUWOTO.

Jakarta north coast area has a very strategic role as a transition between land and maritime ecosystems. It contains rich potential of natural resources and environmental benefits. In spite of the recent development which is held in North Jakarta coast area (North Jakarta District) has a negative impact to the fishery activity, named the damage of seaside environment and the decrease of water quality, therefore, it is crucial to apply a research which arms the impact of coastal development to the fishery activity, to optimize the fishery resources which has been found and to arrange the follow up strategic of coastal resources management.

The research was conducted by examining of environment monitoring result in Jakarta bay carried out by center of oceanographic research, LIPI Jakarta collaborate with oceanographic office of Indonesia Navy. The secondary data was taken from LIPI, BPS and related office. The information of fishery activity with using interview with many respondents (Fisherman, Community leader local officers) and site survey to identify the actual condition of North Jakarta coast area.

The methodology of research by using Driver Pressure State Impact Response (DPSIR) approach to analysis the factors which can cause the pressure to the coastal ecosystem, analysis and identify the environment data with Geographic Information System (SIG). Meanwhile the social, economic and culture characteristic with Principal Component Analysis/ PCA. The optimal using LGP (Linear Goal Programming) and SWOT for the strategic management.

The results achieved the quality of water environment (temperature and water sanitation, acidity level/ pH, dissolve oxygen/ DO, nitrogen/ N and phosphate/ P) have sharply decrease and not enough for the fishery. However the optimal solution of fishery resources advantageous with fishing net and

traditional trawl fisherman income Rp. 155,59.,14 billion (99.59 %), worker

recruitment 119,313.14 WOH (94.74 %), Pelagis fish production 29,720.99 ton

(93.25 %), Demersal fish 2,493.15 tons (101.05 %). The strategic of coastal

resources management is offered SO, ST, WO and WT policy that is complete area management.

(8)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Allah SWT atas segala

karunia dan hidayah Nya sehingga disertasi ini dapat diselesaikan. Tema dalam

penelitian ini adalah perencanaan pembangunan dengan judul “DAMPAK PEMBANGUNAN PANTAI UTARA JAKARTA TERHADAP KEGIATAN PERIKANAN ”.

Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan September 2004 sampai dengan

Desember 2006 di pantai utara Jakarta dan dinas terkait yaitu Dinas Kecamatan

dan Kotamadya Jakarta Utara, Dinas Perikanan Daerah, Departemen Kelautan

dan Perikanan, Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional (Bakorsurtanal),

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Dinas Hidrooseanografi TNI AL.

Penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Ir. John

Haluan, MSc selaku Ketua Komisi Pembimbing, Bapak Dr. Ir. H. M. Fedi A.

Sondita, MSc dan Bapak Dr. Ir. Manuwoto, MSc selaku Anggota Komisi

Pembimbing yang telah berkenan memberikan dorongan, saran dan bimbingan

penulis sehingga penulisan disertasi ini dapat diselesaikan. Selain itu penulis

sampaikan penghargaan dan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah

membantu memberikan data dan memperlancar penelitian dan penulisan disertasi

antara lain Kepala Dinas Perikanan DKI Jakarta, Kepala Dinas Perikanan Kota

Jakarta Utara, Kepala Kecamatan Penjaringan, Pademangan, Tanjung Priok, Koja,

Cilincing dan Kelapa Gading ; Sekjen KTNA Nasional Bpk. Syachruna Fauzi FK,

Dr. R. Achmad Budiono, Ir. Agus Wahyu Damayanto, MSc, Mayor Laut (KH) Ir.

Kamidjo, MSc dan teman-teman yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu.

Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada istri tercinta Sih

Retnowati dan anak-anak Erfprins Azhar Ratono, Faisal Dwi Andarta Ratono dan

Ghofar Hasan Ratono atas kesabaran, pengertian, pengorbanan dan doa yang tulus

ikhlas sehingga disertasi ini bisa diselesaikan.

Semoga disertasi ini bermanfaat bagi kita semua.

Bogor, April 2007

Penulis

(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis adalah putra keempat dari enam bersaudara dari Bapak Soebari

(Almarhum) dan Ibu Haliyah (Almarhumah), dilahirkan di Sidoarjo, Jatim tanggal

17 Januari 1961. Menikah dengan Sih Retnowati di Trenggalek tanggal 17

Januari 1987, dan dikaruniai 3 (tiga) orang putra, pertama Erfprins Azhar Ratono

(20 tahun), kedua Dwi Andarta Ratono (15 tahun) dan ketiga Ghofar Hasan

Ratono (13 tahun).

Penulis menyelesaikan pendidikan formal Sekolah Dasar Negeri (SDN)

lulus tahun 1973, Sekolah Menengah Pertama (SMP) lulus tahun 1976 dan

Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) lulus tahun 1980 semua di Sidoarjo.

Kemudian mengikuti pendidikan Taruna Akabri Laut di Morokrembangan

Surabaya lulus tahun 1984 dengan pangkat Letnan Dua Laut (E). Mendapatkan

kesempatan studi S-1 di Sekolah Tinggi Teknologi TNI Angkatan Laut (STTAL)

Surabaya jurusan Teknik Elektronika dari tahun 1991-1994 dengan beasiswa

Mabes TNI AL. Mengikuti Sekolah Staf dan Komando TNI AL (SESKO AL)

tahun 1997-1998 di Cipulir, Jakarta. Melanjutkan studi S-2 di MMA IPB Bogor

bidang Kekhususan Kelautan dari tahun 2000 – 2002 dengan beasiswa TNI AL

dan melanjutkan studi S-3 di IPB Bogor dengan PS Teknologi Kelautan (TKL)

dari tahun 2002 s/d sekarang dengan biaya sendiri.

Penugasan yang Penulis jalani antara lain: sebagai Asisten Kepala Divisi

Deteksi dan Komunikasi di KRI Martadinata-342 tahun 1984-1985. Mengikuti

tugas belajar Sensor Weapon Command (SEWACO) dan Electronic Warfare

(Pernika) di Denhelder, Nederland tahun 1986-1988, sebagai Kepala Divisi

Deteksi, Navigasi dan Komunikasi KRI Oswald Siahaan-354 tahun 1988-1991.

Selanjutnya sebagai Kepala Divisi Elektronika Senjata di KRI Abdul Halim

Perdanakusuma-355 tahun 1994-1995, kemudian sebagai Kepala Departemen

Elektonika KRI Martha Khristina Tyahahu-331 tahun 1997-1998. Sebagai Kepala

Seksi Operasi Pernika Diskomlekal tahun 1998-2000 dan sebagai Kepala Seksi

Kesiapan Komunikasi Pendirat Diskomlekal tahun 2000-2002. Sebagai Kepala

Sub Dinas Dukungan Komunikasi Diskomlekal tahun 2002-2005 dan sebagai

Kepala Dinas Komunikasi dan Elektronika Armabar tahun 2005 sampai dengan

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... vi

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN... xi

DAFTAR SINGKATAN DAN ISTILAH ... xiii

1 PENDAHULUAN ... 1

2.1 Pengelolaan Pantai/Pesisir... 15

2.2 Pembangunan ... 16

2.3 Analisis Dampak ... 20

2.4 Sistem Informasi Geografi ... 25

2.4.1 Analisis data spasial ... 27

2.4.2 Analisis data atribut ... 28

2.4.3 Integrasi analisis data spasia l dan atribut... ……....… 28

2.5 Optimalisasi Usaha Perikanan. ... 28

2.5.1 Pendekatan pengelolaan sumberdaya pantai/pesisir ... 29

2.5.2 Model ekonomi perikanan ... 34

2.5.3 Optimalisasi ... 38

2.6 Partisipasi Stakeholder dalam Pengelolaan Sumberdaya Pantai/ Pesisir ………... 39

2.7 Analisis Karakteristik Sosial, Ekonomi dan Budaya ... 40

2.8 Konsep Pengelolaan Sumberdaya Pantai/Pesisir secara Terpadu.. 41

2.9 Analisis SWOT ... 44

(11)

3.4.7 Rencana tata ruang wilayah (RTRW) Kotamadya

Jakarta Utara... 56

3.4.8 Existing sarana dan prasarana perikanan... 57

3.4.9 Undang-undang dan Peraturan tentang Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir, Pantai dan Laut ... 57

3.4.10 Metode pengumpulan data ... 57

5 OPTIMALISASI USAHA PERIKANAN DI TELUK JAKARTA... 97

5.1 Pendahuluan... 97

5.2 Metodologi Penelitian ... 99

5.2.1 Model optimalisasi perikanan ... 99

5.2.2 Analisis data ... 101

5.3 Hasil Penelitian ... 111

5.3.1 Upaya pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkap di Teluk Jakarta ... 111

5.3.2 Optimalisasi pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkap 114 5.4 Pembahasan ... 117

5.5 Kesimpulan ... 118

6 PERSEPSI NELAYAN TERHADAP PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN ... 120

6.1 Pendahuluan ……… 120

6.2 Metodologi Penelitian ... 120

6.3 Hasil Penelitian ... 122

6.3.1 Karateristik sosial ekonomi masyarakat nelayan Teluk Jakarta ... 122

6.3.2 Persepsi nelayan terhadap pengelolaan sumberdaya perikanan ... 124

6.4 Pembahasan ... 132

6.5 Kesimpulan ... 134

7 STRATEGI PENGELOLAAN SUMBERDAYA PANTAI BAGI PEMANFAATAN PERIKANAN YANG BERKELANJUTAN ... 135

7.1 Pendahuluan ... 135

7.2 Metodologi Penelitian ... 137

7.2.1 Prosedur penelitian ... 137

7.2.2 Pengumpulan data ... 138

(12)

7.3 Hasil Penelitian ... 140

7.3.1 Kondisi sumberdaya pantai utara Jakarta ... 140

7.3.2 Karateristik sosial ekonomi dan budaya ... 141

7.3.3 Isu yang berkembang dalam pengelolaan sumberdaya saat ini ... 142

7.3.4 Analisis strategi pengelolaan ... 142

7.4 Pembahasan ... 146

7.4.1 Penyusunan strategi pengelolaan pantai/pesisir ... 146

7.4.2 Penentuan prioritas strategi pengelolaan pantai/pesisir .... 148

7.5 Kesimpulan ... 150

8 PEMBAHASAN UMUM ... 153

9 KESIMPULAN DAN SARAN... 158

9.1 Kesimpulan ... 158

9.2 Saran ... 159

DAFTAR PUSTAKA.... ...….……….………...……… 161

(13)

DAFTAR TABEL

Halaman

3.1 Jumlah dan kepadatan penduduk Kotamadya Jakarta Utara 2004 ... 53

3.2 Jumlah Pemduduk di Kotamadya Jakarta Utara berdasarkan matapen- caharian, 2004 ... 53

3.3 Struktur umur pemduduk Kotamadya Jakarta Utara... 54

4 Jenis indikator yang digunakan untuk menilai dampak pembangunan terhadap kondisi sumberdaya pantai Jakarta ... 65

5 Jenis indikator yang digunakan untuk menilai dampak pembangunan terhadap kondisi sosial ekonomi Jakarta ... 66

6 Kondisi demografi di Kotamadya Jakarta Utara (BPS, 1999 dan 2005). 70

7 Jumlah penduduk di Kotamadya Jakarta Utara berdasarkan mata

pencaharian dan perubahannya (BPS, 1999 dan 2005) ... 70

8 Struktur umur penduduk di Kotamadya Jakarta Utara (BPS, 1999 dan 2005) ... 70

9 Jumlah dan kondisi perumahan penduduk di Kotamadya Jakarta Utara (BPS, 1999 dan 2005) ... 70

10 Kontribusi sektor lapangan usaha terhadap PDRB Kotamadya Jakarta Utara berdasarkan harga konstan (BPS, 1999 dan 2005)... 71

11 Perubahan tata guna lahan di kawasan pantai utara Jakarta antara

tahun 1998 dan 2004 ... 74

12 Hasil analisis parameter fisika dibandingkan dengan baku mutu ... 74

13 Luasan perairan untuk setiap kategori kesesuaian bagi kegiatan perikanan tangkap berdasarkan kandungan oksigen terlarut (dissolved

oxygen, DO) di Teluk Jakarta pada tahun 1998, 2004 dan

perubahannya ... 78

14 Luasan perairan untuk setiap kategori kesesuaian bagi kegiatan perikanan tangkap berdasarkan kandungan Amonia (NH3) di Teluk Jakarta pada tahun 1998, 2004 dan perubahannya ... 78

15 Luasan perairan untuk setiap kategori kesesuaian bagi kegiatan

(14)

16 Luasan perairan untuk setiap kategori kesesuaian bagi kegiatan perikanan tangkap berdasarkan kandungan Nitrit (NO2) di Teluk

Jakarta pada tahun 1998, 2004 dan perubahannya ... 78

17 Luasan perairan untuk setiap kategori kesesuaian bagi kegiatan perikanan tangkap berdasarkan kandungan Fosfat (PO4) di Teluk Jakarta pada tahun 1998, 2004 dan perubahannya ... 79

18 Luasan perairan untuk setiap kategori kesesuaian bagi kegiatan perikanan tangkap berdasarkan kandungan gabungan senyawa kimia di Teluk Jakarta pada tahun 1998, 2004 dan perubahannya ... 79

19 Nilai parameter kimia perairan dibandingkan dengan baku mutu perairan untuk kegiatan perikanan tangkap menurut Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 tahun 2004 ... 79

20 Hasil sortir makrobenthos di Perairan Teluk Jakarta, Oktober 2004 ... 87

21 Kelimpahan dan persentase jumlah jenis makrobenthos di perairan Teluk Jakarta, Mei dan Oktober 2004. ... 88

22 Hasil analisis parameter logam berat terlarut dibandingkan dengan baku mutu ... 89

23 Hasil analisis perubahan sosial ekonomi terhadap sumberdaya pantai berdasarkan kerangka DPSIR ... 94

24 Perkembangan produksi ikan pelagis di pantai utara Jakarta (ton) ... 112

25 Perkembangan produksi ikan demersal di pantai utara Jakarta (ton) ... 112

26 Jumlah alat tangkap di pantai utara Jakarta ... 113

27 Effort optimum dan MSY di perairan Teluk Jakarta ... 114

28 Tingkat pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkap di Teluk Jakarta ... 114

29 Jumlah trip aktual dan solusi optimal di Teluk Jakarta ... 115

30 Nilai sisa pemakaian sumberdaya perikanan tangkap di Teluk Jakarta ... 115

31 Selang (range) fungsi kendala ... 116

32 Pencapaian tujuan pengelolaan sumberdaya perikanan tangkap menurut solusi optimal di Teluk Jakarta ... 117

(15)

34 Distribusi nelayan responden penelitian berdasarkan kelompok usia ….. 123

35 Distribusi nelayan responden berdasarkan jumlah tanggungan dalam

keluarga ……….. 123

36 Distribusi nelayan responden berdasarkan rata-rata pendapatan per

minggu ... 124

37 Uji beda rata-rata persepsi nelayan antar lokasi terhadap pengelolaan sumberdaya ikan di Teluk Jakarta ... 125

38 Hasil analisis faktor pengelolaan sumberdaya perikanan ... 127

39 Uji beda rata-rata persepsi nelayan antar lokasi terhadap pengelolaan sumberdaya ikan di Teluk Jakarta ... 132

40 Identifikasi unsur kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman. ... 146

41 Formulasi strategi pengelolaan sumberdaya pantai/ pesisir Teluk Jakarta..147

42 Pemberian bobot untuk setiap unsur dari kekuatan, kelemahan,

peluang dan ancaman. ... 149

(16)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1 Kerangka pemikiran penelitian dengan pendekatandriver-pressur

state-impact-response (DPSIR) untuk menganalisis sejumlah

faktor penyebab terjadinya tekanan terhadap ekosistem di wilayah

pantai Goa, India(Noronha et al., 2002)... 10

2. Kerangka Pemikiran ... 12

3 Kerangka PSR dan siklus ICM (ICAM, 2003) ... 25

4 Pendekatan berdasar kompleksitas dalam pengelolaan (Vallega, 2001) 30 5 Kerangka konsep pengelolaan kawasan pesisir yang berkelanjutan .... 43

6 Bagan alir proses penelitian ... 50

7 Area penelitian Teluk Jakarta dan Kotamadya Jakarta Utara ... 51

8 Tahapan proses pelaksanaan penelitian ... 67

9 Stasiun pengambilan sampel di perairan Teluk Jakarta, Mei dan Oktober 2004 ... 67

10 Luas area darat Propinsi DKI Jakarta pada tahun 1998 dan 2004... 72

11 Perubahan lahan sebagai akibat dari reklamasi pantai Ancol... 73

12 Perubahan penggunaan lahan di pantai utara Jakarta... 73

13 Perubahan luas area perairan pantai utara Jakarta... 73

14 Distribusi turbitas lapisan dekat dasar perairan Teluk Jakarta, Mei 2004... 75

15 Distribusi transparasi cahaya lapisan dekat dasar perairan Teluk Jakarta, Mei 2004... 75

16 Luasan perairan untuk setiap kategori kesesuaian bagi kegiatan perikanan tangkap berdasarkan kandungan oksigen terlarut (dissolved oxygen, DO) di Teluk Jakarta pada tahun 1998 dan 2004.... 80

17 Luasan perairan untuk setiap kategori kesesuaian bagi kegiatan perikanan tangkap berdasarkan kandungan amonia (NH3) di Teluk Jakarta pada tahun 1998 dan 2004... 81

(17)

perikanan tangkap berdasarkan kandungan nitrat (NO3) di Teluk

Jakarta pada tahun 1998 dan 2004... 82 19 Luasan perairan untuk setiap kategori kesesuaian bagi kegiatan

perikanan tangkap berdasarkan kandungan nitrit (NO2) di Teluk

Jakarta pada tahun 1998 dan 2004... 83

20 Luasan perairan untuk setiap kategori kesesuaian bagi kegiatan perikanan tangkap berdasarkan kandungan fosfat (PO4) di Teluk

Jakarta pada tahun 1998 dan 2004... 84

21 Luasan perairan untuk setiap kategori kesesuaian bagi kegiatan perikanan tangkap berdasarkan kandungan gabungan senyawa kimia penting di Teluk Jakarta pada tahun 1998 dan 2004... 85

22 Korelasi variabel pada sumbu utama pertama (F-1) dan kedua (F-2) nelayan tangkap ... 130

23 Korelasi variabel pada sumbu utama pertama (F-1) dan kedua (F-2) nelayan pemandu wisata... 131

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Data Klimatologi Daerah Tanjung Priok Jakarta Utara ……… 168

2 Perubahan PDRB DKI Jakarta 1997-2001 (Juta Rp) ……….. ... 171

3 Pangsa Regional (PR) DKI Jakarta 1997-2001………. 172

4 Pergeseran Proporsional (Proporstional Shift) Propinsi DKI Jakarta 1997-2001 ... 171

5 Analisis Daya Saing (Proporstional Shift ) Propinsi DKI Jakarta 1997-2001 ………... 174

6 Rincian Luas Kesesuaian Area perairan Tahun 1998 ... 175

7 Sumber Pencemaran Limbah Cair dan Pencemaran Air dari

Sember Domisti DKI Jakarta (2001) .……….. 180

8 Sumber Pencemaran Beban Limbah Cair dan Pencemaran Air dari Sember Effluent Industri Pengolahan DKI Jakarta (2001) ..…….. 181

9 Luas area perairan untuk budidaya perikanan tangkap tahun 2004 185

10 Perhitungan Luas Area Lahan Darat ………. 191

11 Daftar Baku Mutu Perairan Untuk Perikanan dan Pariwisata

Bahari ... 194

12 Pendapatan Nelayan, Petani Ikan Hias , Petani Konsumsi dan

Pengelola Ikan Tahun 1992 sd 2005 ... 195

13 Armada Perikanan di DKI Jakarta Tahun 1992 sd 2005 ... 196

14 Jumlah Nelayan di DKI Jakarta Tahun 1992 sd 2005 ... 197

15 Trip Penangkapan menurut Jenis Alat Tangkap di DKI Jakarta

Tahun 1992 sd 2005 ... 198

16 Volume dan Nilai Produksi Perikanan Tangkap di DKI

Menurut Jenis Ikan Tahun 1992 sd 2005 ... 199

(19)

18 Volume dan Nilai Produksi Empat Alat Tangkap Utama di Teluk Jakarta ... 207

19 Model Linear goal Programming Perikanan Tangkap di Teluk

(20)

DAFTAR SINGKATAN DAN ISTILAH

AMDAL : Analisis Dampak Lingkungan.

Bakosurtanal : Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional.

BOD : Biological oxygen demand.

BPS : Badan Pusat Statistik.

Bodetabek : Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi. DAS : Daerah aliran sungai

Dishidrosal : Dinas Hidrooseanografi TNI Angkatan Laut.

DKP : Departemen Kelautan dan Perikanan. DO : Dissolve oksigen/Oksigen terlarut.

DO : Overachievement (Pencapaian lebih).

DPSIR : Driver-Pressure-State-Impact-Response.

DSS : Decision Support System.

DU : Underachievement (Pencapaian kurang).

FPI : Fishing Power Index( Indeks kemampuan tangkap).

GESAMP : Group of Expert on Scientific Aspects Marine Pollution.

GDP : Gross Domestic Product.

GIS : Geografi Information System.

GP : Goal programming.

GPA : Global Programme of Action for the Protection of the Marine

Environtment from Land Based Activities.

GPS : Global Position System.

HAT : Highest Astronomical Tide

HOK : Hari Operasi Kerja

ICM : Integrated Coastal Management.

ICZM : Integrated Coastal Zone Management.

IPS : Image Processing System.

Kepmen : Keputusan Menteri. Keppres : Keputusan Presiden.

KM : Kapal Motor.

LAPAN : Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional.

LAT : Lowest Astronomical Tide.

(21)

LIPI : Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia

MDS : Multidimensional Scaling ( Penskalaan secara multi dimensi,

merupakan teknik dalam penentuan posisi titik-titik tersebut secara visual untuk mempermudah penggambaran titik-titik dalam metode Rapfish ).

MEY : Maximum Economic Yield (Hasil tangkapan ekonomi lestari).

MSY : Maximim Sustainable Yield ( Hasil tangkapan maksimum

lestari yaitu jumlah suatu tangkapan maksimum yang dapat dipanen dari suatu sumberdaya ikan tanpa mengganggu kelestarian ).

PCA : Prinsipal Components Analysis / Analisis Komponen Utama

yaitu metode statistik deskriptif yang bertujuan untuk menampilkan data dalam bentuk grafis dan informasi maksimum yang terdapat dalam suatu matriks data.

PDRB : Produk Domistik Regional Bruto, yaitu untuk melihat struktur perekonomian dan pertumbuhan ekonomi dari masing-masing kegiatan ekonomi yang ada di sebuah wilayah pada kurun waktu tertentu.

RHS : Right Hand Side.

RS : Remote Sensing.

RTRW : Rencana Tata Ruang Wilayah.

SDSS : Spatial Decision Support System.

SWOT : Strenght, Weakness, Opportunity, Threat/Analisis kekuatan,

kelemahan, peluang dan ancaman yaitu analisis alternatif yang digunakan untuk mengindentifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk memformulasikan suatu kebijakan. TPI : Tempat Pelelangan Ikan.

TEV : Total Economic Value.

TDUP : Tanda Daftar Usaha Perikanan.

UNCLOS : United Nation Convention of Law Of the Sea yaitu ketentuan

(22)

1.1 Latar Belakang

Wilayah pantai memegang peranan penting bagi penduduk Indonesia baik

secara ekonomi maupun politik. Ekosistem pantai merupakan peralihan antara

daratan dan lautan, ekosistem ini umumnya dicirikan oleh tingginya

keanekaragaman hayati (biodiversitas). Lingkungan dan sumberdaya pantai

umumnya dimanfaatkan tidak hanya sebagai sumber pangan dan tambak, tetapi

juga pemukiman, aktivitas ekonomi dan jasa. Wilayah ini memiliki potensi yang

sangat besar bila dikelola dengan baik, yaitu sesuai dengan perencanaan

pembangunan yang lestari dan berkelanjutan. Akan tetapi ”kemajuan” yang

dihasilkan pembangunan tidak jarang dibarengi oleh kemunduran atau degradasi

sumberdaya alam. Salah satu penyebab degradasi tersebut antara lain merupakan

akibat dari produk atau hasil yang tidak diinginkan, yaitu sampah, limbah dan

buangan lainnya yang menjadi masalah bagi lingkungan. Fenomena degradasi

biogeofisik lingkungan dan sumberdaya pantai semakin memprihatinkan. Laju

kerusakan ekosistem mangrove, terumbu karang dan estuari juga telah mencapai

tingkat yang mengkhawatirkan (Fauzi dan Anna, 2002). Pada umumnya

kerusakan tersebut akibat pembangunan yang didasarkan atas kepentingan

ekonomis semata tanpa menghiraukan daya dukung dan kelestariannya.

Di kawasan Indonesia, praktek pembangunan perikanan yang kurang

memperhatikan kaidah keberlanjutan (sustainability) lewat destructive fishing

practices telah menyebabkan kerugian ekonomi yang cukup signifikan. Kerugian

yang diderita mencapai lebih kurang US. $ 386,000 per tahun akibat rusaknya

terumbu karang. Kerugian ini merupakan kerugian yang empat kali lebih besar

dari manfaat yang diperoleh dari destructive fishing practices (Fauzi dan Buchary,

2002). Di wilayah perairan Indonesia, degradasi/depresiasi sumberdaya perikanan

terutama terjadi di Selat Malaka, Teluk Jakarta, Pantai Utara Jawa, Makasar dan

sebagian Bali (Anna, 1999., Fauzi dan Anna, 2002). Selain itu destructive fishing

practices juga telah berdampak pada kerugian sosial yang berupa hilangnya

(23)

sendiri. Selain itu, manfaat yang seharusnya diperoleh oleh pemerintah dari

pengelolaan sumberdaya perikanan juga tidak didapat secara maksimum.

Masalah lain yang berdampak pada keberlanjutan sumberdaya perikanan

adalah aktivitas pembangunan fisik dan non fisik yang tidak terkait dengan

perikanan. Aktivitas pembangunan telah mengakibatkan pergeseran pola

pemanfaatan lahan yang tidak sesuai lagi dengan kaidah penataan ruang, daya

dukungnya serta kesesuaian lahan. Masalah tersebut semakin berkembang dan

kompleks seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk. Hal ini akan semakin

berdampak negatif terhadap lingkungan tersebut baik dari sisi ekologi, sosial,

ekonomi, budaya dan keamanan.

Lebih lanjut, dalam satu abad terakhir, khususnya di pulau Jawa,

kota-kota besar terus berkembang dengan pertumbuhan yang relatif tinggi.

Perkembangan yang pesat ini secara langsung maupun tidak langsung berdampak

pada terjadinya tekanan ekosistem pantai (Sukardjo, 2002). Bukti-bukti empirik

menunjukkan bahwa kerusakan di kawasan lingkungan pesisir dan lautan lebih

disebabkan paradigma dan praktek pembangunan yang selama ini ditetapkan

belum sesuai dengan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan (sustainable

development).

Pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut yang tidak memenuhi

kaidah-kaidah pembangunan yang berkelanjutan secara signifikan mempengaruhi

ekosistemnya. Kegiatan pembangunan yang ada di kawasan ini dapat

mempengaruhi produktivitas sumberdaya akibat proses produksi dan residu

dimana pemanfaatan yang berbeda dari sumberdaya pesisir sering memberikan

konflik yang dapat berdampak timbal balik.

Persoalan umum pengelolaan sumberdaya wilayah pantai tersebut

dihadapi juga oleh Jakarta. Wilayah pantai utara Jakarta memiliki peranan sangat

strategis karena sebagai peralihan antara ekosistem darat dan laut, wilayah ini

memiliki potensi sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan yang kaya.

Pembangunan pantai utara Jakarta secara ekonomis memberikan kontribusi

yang signifikan terhadap pendapatan asli daerah (PAD), baik berupa pelabuhan

(24)

perikanan Muara Baru dan Muara Angke), prasarana transportasi laut dan

perumahan di sekitar pantai.

Wilayah pantai utara Jakarta secara administratif-politis sangat penting

karena merupakan bagian dari ibukota negara, secara ekonomis sangat berharga

karena dapat memberikan nilai tambah yang sangat nyata pada perekonomian

masyarakat dan daerah. Jakarta Utara merupakan satu-satunya wilayah

administratif yang memiliki pantai (panjang pantai lebih kurang 35 km). Dengan

garis pantai yang cukup panjang ini maka sebagian wilayah Jakarta Utara

merupakan ekosistem pantai. Ekosistem ini menanggung beban yang cukup berat,

karena berbagai aktivitas (baik ekonomi, pembangunan dan aktivitas masyarakat)

di wilayah hulu akan bermuara ke daerah pantai. Sebagai akibatnya, sebagian

wilayah Jakarta Utara akan menampung beban polusi yang dihasilkan oleh

daerah hulunya. Berbagai faktor memberikan kontribusi terhadap polusi dan

tekanan ekosistem pantai. Noronha (2002) mengemukakan bahwa tekanan

terhadap ekosistem pantai merupakan fungsi dari perkembangan penduduk,

aktivitas utama masyarakat (ekonomi, sosial), kebijakan makro dan sektoral serta

globalisasi. Dalam modelnya, Noronha (2002) mengemukakan bahwa semakin

besar perkembangan penduduk, semakin aktif dan variatif aktivitas utama

masyarakat, kebijakan makro yang kurang berpihak pada kelestarian lingkungan

serta dampak globalisasi akan meningkatkan tekanan terhadap ekosistem pantai.

Kondisi yang sama juga diduga dialami oleh ekosistem pantai di Jakarta

Utara. Pertumbuhan penduduk (2,2% per tahun) dan bisnis yang semakin pesat

yang dibarengi dengan pemanfaatan lahan di darat (luasan lahan darat 165,793

km2) dan perairan (luasan lahan perairan kurang lebih 452,702km2) yang semakin

intensif untuk berbagai peruntukan (seperti pemukiman, perikanan, pelabuhan,

prasarana, obyek wisata dan lain-lain) diduga akan menyebabkan tekanan

ekologis terhadap ekosistem perairan, yang semakin meningkat. Pemanfaatan

lahan darat tersebut menghasilkan limbah industri dan limbah rumah tangga,

sedangkan pemanfaatan Teluk Jakarta adalah reklamasi pantai dalam rangka

perluasan daerah industri, pemukiman, dan prasarana umum, serta penetapan

sebagian perairan Teluk Jakarta untuk peruntukan tertentu, misalnya jalur

(25)

Dilatar-belakangi oleh hal tersebut, maka dilaksanakan penelitian untuk

mengetahui dampak pembangunan pantai utara Jakarta terhadap kegiatan

perikanan.

1.2 Perumusan Masalah

Masalah utama yang berdampak pada keberlanjutan sumberdaya

perikanan adalah aktivitas pembangunan fisik dan non fisik yang tidak terkait

dengan perikanan. Aktivitas pembangunan telah menyebabkan pergeseran pola

pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan kaidah penataan ruang, daya

dukungnya serta kesesuaian lahan. Masalah tersebut semakin berkembang dan

komplek seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk. Hal ini akan semakin

berdampak negatif terhadap lingkungan tersebut baik dari sisi ekologis, sosial,

ekonomi, budaya dan keamanan.

Pantai Utara Jakarta, seperti kawasan pantai pada umumnya, merupakan

wilayah peralihan (interface) antara ekosistem darat dan laut, sehingga memiliki

komponen lingkungan didalamnya memiliki interaksi yang tinggi, termasuk

hubungan antara kawasan ini dengan kawasan di pedalaman darat (hinterland).

Dengan potensi sumberdaya alam dan potensi jasa yang begitu besar, kawasan

pantai Jakarta memiliki daya tarik tersendiri bagi berbagai pihak untuk

memanfaatkan kawasan pantai sebagai kawasan kegiatan ekonomi. Di sisi lain

sejumlah instansi pemerintah cenderung menerapkan peraturan-peraturan tentang

pemanfaatan kawasan pantai Jakarta dengan tujuan pengembangan perekonomian

dan kesejahteraan masyarakatnya.

Saat ini, pantai utara Jakarta mengakomodasi berbagai aktivitas ekonomi

yang secara langsung maupun tidak langsung memberikan tekanan yang

signifikan terhadap menurunnya kualitas ekosistem dan biofisik. Aktivitas

tersebut bervariasi dari industri, pelabuhan, pariwisata, perikanan dan pemukiman.

Selain dampak biologis, aktivitas tersebut juga telah berdampak secara ekonomi

pada sebagian masyarakat, khususnya nelayan yang hidupnya tergantung pada

ketersediaan sumberdaya ikan di perairan pantai utara Jakarta. Penurunan daya

(26)

hasil tangkapan yang memadai. Pada akhirnya kelompok masyarakat ini secara

berangsur terpaksa beralih mencari sumber penghidupan lain.

Lebih lanjut, terjadinya degradasi di wilayah pantai tidak hanya

disebabkan oleh aktivitas di wilayah yang bersangkutan, tetapi juga oleh aktivitas

di wilayah hinterland, misalnya oleh polusi dari aktivitas industri, penambangan,

pertanian dan rumah tangga (domestik). Sebaliknya, unsustainable practices yang

berlangsung di wilayah pantai juga bisa menimbulkan dampak negatif bagi

wilayah di perairan (Yunis, 2001). Menurut Yunis (2001) faktor pendorong

terjadinya tekanan terhadap ekosistem di wilayah pantai antara lain: aktivitas

penduduk di wilayah pantai, kegiatan penangkapan dan budidaya perikanan, lalu

lintas kapal (shipping), pariwisata, praktek-praktek tata-guna lahan (untuk

pembangunan industri, pertanian, pemukiman) serta perubahan iklim. Tekanan

yang disebabkan oleh berbagai faktor tersebut berdampak pada :

• Hilangnya sumberdaya perikanan sebagai akibat dari kerusakan terumbu karang, dan overf ishing.

• Polusi di wilayah pantai dan sumberdaya air.

• Degradasi lahan di dataran tinggi (terjadinya desertification)

• Intrusi air laut sebagai akibat dari penyedotan air tanah yang berlebihan, penggunaan pupuk yang berlebihan serta erosi.

• Hilangnya sumberdaya budaya, dan ketegangan sosial. • Hilangnya akses publik.

• Kerusakan lingkungan dan perubahan iklim.

Kondisi di atas menuntut strategi pembangunan perikanan yang berpihak

pada keberlanjutan (sustainability) di wilayah pantai Jakarta. Charles (1994)

menyatakan bahwa pembangunan perikanan pada dasarnya telah mengalami

evolusi dari paradigma konservasi (biologi) ke paradigma rasionalisasi (ekonomi)

dan kemudian ke paradigma sosial/komunitas. Menurut Charles (1994),

pembangunan perikanan yang berkelanjutan harus dapat mengakomodasikan

ketiga aspek tersebut. Lebih lanjut Alder et al. (2000) mengemukakan bahwa

pendekatan yang terintegrasi tersebut harus pula dapat mengakomodasikan

berbagai komponen yang menentukan keberlanjutan pembangunan perikanan.

(27)

aspek etis. Dari setiap komponen tersebut ada beberapa atribut yang harus

dipenuhi yang merupakan indikator keragaan perikanan sekaligus indikator

keberlanjutan. Beberapa contoh atribut dari setiap komponen tersebut adalah:

(1) Ekologi: tingkat eksploitasi, keragaman rekruitmen, perubahan ukuran

tangkap, discard dan by catch serta produktivitas primer.

(2) Ekonomi: kontribusi perikanan terhadap GDP, penyerapan tenaga kerja,

sifat kepemilikan, tingkat subsidi dan alternatif pendapatan.

(3) Sosial: pertumbuhan populasi, status konflik, tingkat pendidikan dan

pengetahuan lingkungan (environmental awarness).

(4) Teknologi: lama trip penangkapan ikan, tempat pendaratan, selektifitas

alat, ukuran kapal dan efek samping dari alat tangkap.

(5) Etik : kesetaraan para pemanfaat sumberdaya ikan, illegal fishing,

mitigasi terhadap habitat, mitigasi terhadap ekosistem dan sikap terhadap

limbah dan by catch.

Apabila kaidah pembangunan yang berkelanjutan dan holistik ini tidak

dipenuhi maka pembangunan perikanan akan mengarah ke degradasi lingkungan,

over eksploitasi dan destructive fishing practices. Hal ini dipicu oleh keinginan

untuk memenuhi kepentingan sesaat (generasi kini) sehingga tingkat eksploitasi

sumberdaya perikanan diarahkan sedemikian rupa untuk memperoleh manfaat

yang sebesar-besarnya untuk masa kini.

Oleh karenanya, menjadi jelas bahwa masalah di wilayah pantai bukan

masalah yang sederhana yang membutuhkan skenario komplek untuk

menanganinya. Penanganan ini menuntut keterlibatan berbagai stakeholder yang

seringkali memiliki tujuan yang berbeda dalam pemanfaatan sumberdaya wilayah

pantai, khususnya pantai utara Jakarta.

Berdasarkan uraian permasalahan diatas, maka dalam penelitian ini

dirumuskan sejumlah pertanyaan penelitian sebagai berikut: (1) bagaimana

dampak pembangunan fisik terhadap lingkungan perikanan di perairan teluk

Jakarta; (2) bagaimana mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya perikanan

tangkap di Teluk Jakarta; (3) bagaimana persepsi masyarakat terhadap

pengelolaan sumberdaya perikanan yang berkelanjutan; dan (4) bagaimana

(28)

1.3 Tujuan

Berdasarkan uraian diatas, penelitian ini bertujuan untuk :

a) Mengidentifikasi dampak dari berbagai aktivitas ekonomi dan pembangunan

fisik di Jakarta Utara terhadap tata guna lahan secara ekologi dan kualitas

sumberdaya perairan dihadapkan dengan lingkungan perikanan tangkap.

b) Menghitung pemanfaatan perikanan tangkap saat ini serta optimalisasi

sumberdaya perikanan tangkap di Teluk Jakarta.

c) Menentukan persepsi nelayan terhadap pengelolaan sumberdaya perikanan di

Jakarta Utara.

d) Menentukan strategi pengelolaan sumberdaya perikanan yang lestari dan

berkelanjutan di Jakarta Utara.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pembangunan

perikanan di Indonesia, khususnya bagi penataan pantai di Jakarta Utara. Secara

lebih spesifik, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi:

a) Nelayan di pantai utara Jakarta, berkaitan dengan bagaimana upaya yang

dapat dilakukan agar usaha penangkapan yang dilakukan berjalan optimal.

b) Pemda berkaitan dengan strategi pengelolaan sumberdaya perikanan yang

lestari dan berkelanjutan.

c) Penelitian selanjutnya, diharapkan dapat dijadikan informasi dasar untuk

penelitian tentang konservasi sumberdaya perikanan, penataan ruang dan

pariwisata bahari di Jakarta Utara.

d) Penelitian selanjutnya, diharapkan dapat dijadikan informasi dasar untuk

penelitian tentang konservasi sumberdaya perikanan, penataan ruang dan

(29)

1.5 Hipotesis

Hipotesis penelitian yang akan diuji adalah :

a) Aktivitas ekonomi dan pembangunan di pantai utara Jakarta akan

memberikan tekanan yang negatif terhadap kualitas sumberdaya perikanan

dan ekosistem di wilayah pantai.

b) Optimalisasi pemanfaatan sumberdaya perikanan di pantai utara Jakarta dapat

memenuhi kebutuhan masyarakat tanpa merusak sumberdaya perikanan itu

sendiri.

1.6 Kerangka Pemikiran

Tekanan terhadap ekosistem pantai semakin kuat seiring dengan

berkembangnya penduduk. Lebih dari separuh penduduk dunia tinggal di wilayah

pantai (dalam radius 60 km dari laut), dan jumlah ini akan terus meningkat

(Yunis, 2001). Banyak stakeholder yang tergantung dan menikmati wilayah

pantai, antara lain nelayan, pemukim, pariwisata, petambak, industri dan

organisasi pemerintah. Aktifitas stakeholder ini dengan tujuan yang berbeda

seringkali memicu terjadinya konflik dalam pemanfaatan sumberdaya pantai.

Oleh karenanya wilayah pantai juga dicirikan pula oleh potensi konflik yang

tinggi dan over exploitation.

Kondisi di atas juga terjadi di pantai utara Jakarta. Saat ini tekanan terhadap

ekosistem di wilayah ini merupakan konsekuensi dari dinamika pembangunan

yang berlangsung di kawasan darat atau hinterland. Dinamika pembangunan

tersebut tidak lepas dari pengelolaan yang diterapkan oleh otoritas wilayah.

Pengelolaan tersebut sangat ditentukan oleh kebijakan yang dijadikan referensi

para pelaksana pembangunan, termasuk masyarakat yang berinisiatif memenuhi

kebutuhannya tanpa terlalu mengandalkan peran interferensi otoritas terlalu

banyak. Pembangunan tersebut menghasilkan beberapa konsekuensi, baik bersifat

positif maupun negatif yang penilaiannya tergantung pada perspektif yang

dipakai. Konsekuensi positif umumnya adalah dampak yang sesuai dengan

(30)

Konsekuensi negatif pembangunan terhadap aktivitas perikanan dapat dilihat

dari terjadinya degradasi, konversi lahan dan over eksploitasi sumberdaya

perikanan. Terjadinya tekanan negatif tersebut secara langsung maupun tidak

langsung terkait dengan konsumsi dan dorongan sosial (social drivers) yang

dibentuk oleh: property right, karakteristik sumberdaya, teknologi dan tata laku

(practices), pengetahuan dan persepsi masyarakat terhadap ekosistem pantai,

aspirasi masyarakat, kelembagaan politik dan sosial, mekanisme pasar, serta akses

terhadap kapital (Noronha, et al., 2002). Terjadinya social drivers tersebut

disebabkan karena adanya primary drivers terhadap demografik dalam wujud:

jumlah dan pertumbuhan penduduk, migrasi ekonomi, aktivitas utama, kebijakan

makro dan sektoral, serta globalisasi.

Untuk mengatasi dampak negatif pembangunan di wilayah pantai maka

dibutuhkan strategi pembangunan yang tepat sekaligus berkelanjutan sehingga

kerusakan sumberdaya perikanan dan ekosistem di wilayah pantai dapat

diperbaiki. Kebijakan pembangunan modern (mutakhir) dianjurkan menerapkan

prinsip-prinsip kelestarian lingkungan dan sumberdaya alam (Noronha, et al.,

2002). Hal ini dapat diartikan bahwa kegiatan pembangunan harus berdampak

negatif seminimal mungkin, karena potensi dapat pulih (renewability) dari

sumberdaya hayati adalah kekayaan alam tersebut.

Penelitian ini menggunakan kerangka analisis sosial dan ekologis terpadu

sebagaimana dikemukakan oleh Noronha, et al. (2002). Noronha menggunakan

pendekatan Driver-Pressure-State-Impact-Response (DPSIR) untuk menganalisis

faktor-faktor penyebab terjadinya tekanan terhadap ekosistem di wilayah pantai.

Model pendekatan ini telah sukses diterapkan di beberapa negara. Noronha et al

(2002) menggunakan model yang sama di wilayah pantai Goa-India. Secara

skematis pendekatan DPSIR sebagaimana yang dapat dilihat pada Gambar 1 di

(31)

Gambar 1 Pendekatan driver-pressure- state-impact-response (DPSIR) untuk menganalisis sejumlah faktor penyebab terjadinya tekanan terhadap ekosistem di wilayah pantai Goa, India(Noronha et al., 2002)

Diilhami oleh pendekatan DPSIR seperti dikemukakan oleh Noronha et al

(2002), maka dirancang kerangka pemikiran penelitian sebagai berikut:

Secara konseptual penelitian ini diarahkan untuk mengetahui kondisi

sumberdaya pantai pada saat ini. Belfiore et al (2003) mengemukakan bahwa

terdapat berbagai komponen yang perlu diperhatikan dalam rangka menilai

kualitas sumberdaya pantai dan perikanan di suatu daerah. Komponen tersebut

meliputi tata guna lahan di daerah pantai, kondisi perairan sekitar pantai, tingkat

pemanfaatan sumberdaya perikanan dan kondisi sosial ekonomi masyarakat.

Untuk komponen tataguna lahan, penelitian ini difokuskan pada perubahan

penggunaan lahan di wilayah pantai baik itu untuk kepentingan pariwisata, Social Organization

7. Akses terhadap kapital

Primary Drivers 5. Kebijakan makro dan

(32)

pelabuhan, industri maupun pemukiman melalui analisis antar waktu sehingga

akan diketahui perubahan arah tataguna lahan di daerah tersebut.

Beragam aktivitas yang terjadi di daratan sekitar pantai, baik untuk

aktivitas industri, pelabuhan, pertanian maupun rumah tangga, selain memberikan

keluaran (output) yang positif, juga keluaran negatif berupa limbah cair maupun

limbah padat. Limbah yang dihasilkan oleh beragam aktivitas tersebut mealir ke

perairan Teluk Jakarta melalui 13 sungai yang sebagian membelah ibukota.

Adanya aliran limbah ini diduga akan berdampak perubahan kualitas perairan di

Teluk Jakarta. Penelitian ini ditujukan untuk menilai kualitas perairan dan

kesesuaiannya bagi kepentingan perikanan maupun aktifitas wisata bahari.

Bagi sebagian masyarakat pantai, wilayah perairan di sekitarnya

merupakan sumber mata pencaharian, baik dari aktivitas penangkapan ikan

maupun wisata bahari. Bukti-bukti empirik memperlihatkan bahwa jumlah rumah

tangga yang menggantungkan hidupnya dari perikanan cenderung meningkat.

Kecenderungan peningkatan ini mengindikasikan ada dua hal yaitu kondisi

sumberdaya ikan di perairan Teluk Jakarta masih dapat mencukupi kebutuhan

nelayan secara ekonomi atau tekanan ekonomi yang terlalu berat memaksa

sebagian masyarakat untuk menggantungkan hidupnya dari sektor perikanan. Jika

indikasi kedua yang sebenarnya muncul, maka tekanan terhadap sumberdaya

pantai dan perikanan akan semakin berat, karena selain harus mencukupi nelayan

yang sudah ada, sumberdaya pantai dan perikanan juga harus menanggung new

entrants ini.

Noronha et al (2003) mengemukakan bahwa tekanan terhadap

sumberdaya pantai dan perikanan salah satunya dipengaruhi oleh pengetahuan

atau persepsi masyarakat terhadap sumberdaya perikanan itu sendiri. Dengan

tingkat pemahaman yang memadai, maka tekanan terhadap sumberdaya pantai

dan perikanan dapat dikurangi.

Interaksi dar i komponen tersebut diatas akan berakumulasi dalam bentuk

perubahan kondisi dan kualitas sumberdaya pantai dan perikanan di teluk Jakarta.

Untuk itu maka diperlukan suatu optimalisasi yang bertujuan untuk melindungi

kondisi sumberdaya pantai dan perikanan serta sekaligus meningkatkan

(33)

Melalui optimalisasi ini maka dapat diketahui tingkat pemanfaatan sumberdaya

perikanan yang ada.

Agar kondisi optimal dapat tercapai, maka diperlukan strategi dan

kebijakan yang tepat, diantaranya dapat berupa perencanaan tata ruang wilayah,

pengembangan aktivitas ekonomi berwawasan lingkungan, resolusi konflik

pemanfaatan sumberdaya dan pengawasan (stewardship) terhadap pemanfaatan

sumberdaya itu sendiri.

Melalui kebijakan tersebut diatas, Sain dan Knecht (1998),

mengemukakan paling tidak ada lima keluaran yang diharapkan dapat dicapai

yaitu pembangunan yang berkelanjutan di wilayah pantai, berkurangnya

kerentanan sumberdaya pantai, keberlanjutan ekosistem pantai dan perairan,

meningkatnya kesejahteraan masyarakat serta diperbaikinya proses tata kelola

(governance). Secara skematis, kerangka konseptual penelitian ini digambarkan

sebagai berikut.

Gambar 2 Kerangka Pemikiran

Kondisi perairan 4.Stewardship sumberdaya

Outcome

1.Pembangunan yang berkelanjutan di wilayah pantai.

2.Berkurangnya kerentanan sumberdaya pantai.

3.Keberlanjutan ekosistem.

4.Meningkatnya kesejahteraan masyarakat 5.Perbaikan proses tata kelola

(governance).

(34)

1.7 Pendekatan Penelitian

Penelitian ini diawali dengan melakukan pemetaan kondisi saat ini terhadap

wilayah ekosistem pantai utara Jakarta. Secara umum, analisis yang dilakukan

meliputi: (1) analisis kondisi demografis; (2) analisis penggunaan lahan saat ini di

pantai utara Jakarta bagi peruntukan pelabuhan, industri, pariwisata, pemukiman

dan konservasi; (3) analisis kualitas air; (4) analisis karakteristik sosial, ekonomi

dan budaya; dan (5) analisis kondisi sumberdaya perikanan. Untuk kepentingan

analisis tersebut dikumpulkan data primer yang meliputi : (1) Aspirasi dan

persepsi masyarakat tentang pengelolaan sumberdaya perikanan yang lestari dan

berkelanjutan; (2) kualitas perairan. Sedangkan data sekunder yang dibutuhkan

meliputi: (1) demografi; (2) tata guna lahan seperti konservasi, pertambakan,

pemukiman, pelabuhan, industri, pariwisata dan pertanian; (3) fisik kawasan

pantai seperti geologi, fisiografi, hidrologi dan oseanografi, (4) kondisi sosial

ekonomi dan budaya; serta (5) kondisi sumberdaya perikanan tangkap.

Data yang terkumpul dari rangkaian analisis tersebut akan dituangkan

kedalam sebuah sistem informasi spatial, yaitu geografi information system (GIS)

atau sistem informasi geografi. Penggunaan GIS untuk mengevaluasi kondisi

sumberdaya pantai dan perairan saat ini (tahun 2004) yang dibandingkan dengan 6

tahun sebelumnya (tahun 1998). Penyusunan data dalam sistem informasi geografi

tersebut melalui tahap kegiatan yang mencakup:

1) Digitasi peta-peta rupa bumi, bathimetri dan lingkungan laut untuk

mendapatkan data spasial dan grafis.

2) Digitasi data oseanografi, suhu permukaan laut, salinitas, sebaran klorofil dan

data perairan.

3) Analisis dampak kebijakan pembangunan terhadap kegiatan perikanan,

khususnya dampak pencemaran, pemanfaatan laut untuk perikanan, perubahan

tata lahan, perubahan habitat mangrove, perubahan sosial ekonomi masyarakat

di pantai utara Jakarta.

Data yang telah dikumpulkan kemudian dianalisis dengan berbagai cara, yaitu:

1) Analisis kesesuaian lahan darat dan perairan. Dilakukan empat tahap analisis

(35)

pantai utara Jakarta, (b) penyusunan matriks kesesuaian setiap kegiatan yang

ada di kawasan pantai utara Jakarta, (c) pembobotan dan pengharkatan dan (d)

analisis spasial untuk mengetahui setiap kegiatan yang ada di kawasan pantai

utara Jakarta. Penentuan bobot dan skor didasarkan pada tingkat kepentingan

parameter terhadap peruntukan. Kelas kesesuaian lahan dibagi kedalam empat

kategori, yaitu: (a) baik dan (b) buruk.

2) Analisis dampak pembangunan dengan menggunakan metode

Driver-Pressure-State-Impact-Response (DPSIR).

3) Analisis optimalisasi pemanfaatan sumberdaya dengan menggunakan LGP.

Dari proses analisis ini dapat dijustifikasi apakah penggunaan lahan pantai

utara Jakarta saat ini sudah optimal atau belum. Jika ternyata kondisi optimal

belum tercapai, tahap selanjutnya dilakukan optimalisasi model dengan

menggunakan linear goal programming (LGP).

4) Untuk mengetahui persepsi masyarakat nelayan terhadap pengelolaan

sumberdaya perikanan dilakukan analisis komponen utama yang disebut

Prinsipal Components Analysis (PCA).

Output dari analisis diatas adalah alokasi optimal sumberdaya perikanan

tangkap di Jakarta Utara dengan persepsi masyarakat nelayan yang dirumuskan

(36)

2.1 Pengelolaan Pantai/ Pesisir

Wilayah pantai/pesisir, tempat dimana daratan dan lautan bertemu

merupakan kawasan yang didefinisikan sebagai daerah peralihan atau transisi, di

mana berbagai proses yang terjadi tergantung dari interaksi yang sangat intensif

dari daratan dan lautan. (Sorensen dan Mc.Creary, 1990). Secara ekologis Dahuri

et al. (1996) dan Clark (1996) berpendapat bahwa wilayah pesisir adalah suatu

wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut, ke arah darat mencakup daratan

yang masih dipengaruhi oleh proses-proses kelautan (seperti pasang surut,

percikan air gelombang, intrusi air laut dan angin laut), ke arah laut wilayah

pesisir meliputi perairan laut yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alamiah

dan kegiatan manusia di daratan, termasuk air sungai dan aliran air permukaan

(run off), sedimentasi, pencemaran dan lain-lain merupakan penghubung

(channels) bagi dampak yang dihasilkan dari kegiatan manusia di daratan ke

lingkungan laut (Wilson, 1998).

Wilayah pesisir/pantai secara umum merupakan kawasan potensial

sumberdaya alam, demikian pula kawasan pantai daratan merupakan kawasan

yang potensial akan sumber daya lahan, sehingga dengan berbagai kegiatan dalam

pengelolaan sumberdaya lahan secara ekonomi dapat meningkatkan pendapatan

masyarakat. Pengelolaan sumberdaya lahan sebagai kawasan tambak dapat

meningkatkan perekonomian masyarakat melalui peningkatan produktivitas lahan

dan sebagai kawasan pariwisata dengan adanya daya tarik wisata dapat

meningkatkan pendapatan masyarakat serta juga kawasan pesisir tempat yang

dihuni penduduk.

Dari prospek cerah wilayah pesisir daratan untuk meningkatkan ekonomi

masyarakat, jumlah dan tingkat pertumbuhan penduduk yang besar di wilayah ini

menimbulkan berbagai tekanan terhadap sumberdaya wilayah pesisir perairan,

yang diindikasikan dengan munculnya berbagai masalah, antara lain seperti

pencemaran perairan pesisir yang berakibat berkurangnya produksi ikan dan

keindahan pesisir pantai. Dari sekian banyak penyebab kerusakan lingkungan laut

(37)

Sekitar 80% bahan pencemar yang ditemukan di laut adalah berasal dari kegiatan

manusia di daratan (land-based activities) (UNEP, 1990). Bahan-bahan pencemar

ini berasal dari berbagai kegiatan seperti kegiatan industri, pertanian, rumah

tangga dan lain-lain yang berada di kawasan pesisir daratan dan lahan atas,

akhirnya dapat menimbulkan dampak negatif bukan saja perairan sungai

penerima, tetapi juga pesisir dan lautan.

Menurut Sutamihardja et al. (1982) dan Dahuri (1998), secara garis besar

sumber pencemaran perairan pesisir dan lautan dapat dikelompokan menjadi tujuh

kelas, yaitu industri, limbah cair permukiman (sewage), limbah cair perkotaan

(urban stormwater), pertambangan, pelayaran, pertanian dan perikanan budidaya.

Sedangkan salah satu bahan pencemar utama yang terkandung dalam buangan

limbah dari ketujuh sumber tersebut adalah berupa sedimen. Besar kecilnya

jumlah pencemaran sedimen dipengaruhi oleh besar kecilnya tingkat yang

dihasilkan dari kegiatan pemanfaatan ruang di wilayah pesisir daratan.

2.2 Pembangunan

Menurut Kartasasmita (1997) definisi pembangunan adalah suatu proses

perubahan ke arah yang lebih baik melalui upaya yang dilakukan secara

terencana. Siagian (1994) mengatakan bahwa pembangunan adalah suatu usaha

atau rangkaian usaha pertumbuhan dan perubahan yang berencana dan dilakukan

secara sadar oleh suatu bangsa, negara dan pemerintah, menuju modernitas dalam

rangka pembinaan bangsa (nation building).

Lebih jauh, cukup penting pula untuk disimak pengertian pembangunan

pada jenjang pemerintahan yang lebih bawah. Pada pola dasar pembangunan

daerah Kabupaten Sidoarjo Tahun 2002-2007 misalnya mengatakan bahwa

pembangunan adalah suatu proses perubahan yang berkelanjutan menuju

peningkatan kualitas kehidupan yang menempatkan manusia sebagai pelaku,

dengan memanfaatkan teknologi dan sumberdaya alam yang berkelanjutan serta

berwawasan lingkungan.

(38)

memadukan lingkungan hidup, termasuk sumberdaya ke dalam proses

pembangunan untuk menjamin kemampuan, kesejahteraan dan mutu hidup

generasi kini dan generasi masa depan. Menurut Brounland (1987) dalam Our

Common Future pembangunan berkelanjutan adalah keterpaduan konsep politik

untuk melakukan perubahan yang mencakup berbagai masalah baik sosial,

ekonomi maupun lingkungan.

Tujuan pembangunan berkelanjutan mencakup tiga dimensi yaitu

keberlanjutan laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi (economic growth),

keberlanjutan kesejahteraan sosial yang adil dan merata (social progress) dan

keberlanjutan ekologi dalam tata kehidupan yang serasi dan seimbang (ecological

balance). Pembangunan berkelanjutan yang dilaksanakan dengan berhasil baik

akan memberikan manfaat yang nyata bagi pemerintah, usaha swasta dan

masyarakat yang ketiganya merupakan pilar utama good governance, karena

dapat menjaga kesinambungan pembangunan, menjamin tersedianya sumberdaya,

menjunjung tinggi harkat dan martabat warga serta meningkatkan pemerintah

yang baik.

Menurut Dahuri et al. (1996), pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu

adalah suatu pendekatan pengelolaan wilayah pesisir yang melibatkan dua atau

lebih ekos istem sumberdaya, dan kegiatan pemanfaatan (pembangunan) secara

terpadu (integrated) guna mencapai pembangunan wilayah pesisir secara

berkelanjutan (sustainable). Dalam konteks ini, keterpaduan (integration)

mengandung tiga dimensi yaitu dimensi sektoral, bidang ilmu dan keterkaitan

ekologis. Keterpaduan secara sektoral berarti bahwa perlu ada koordinasi tugas,

wewenang dan tanggungjawab antar sektor atau instansi pemerintah pada tingkat

pemerintah tertentu (horizontal integration); dan antar tingkat pemerintahan dari

mulai tingkat desa, kecamatan, kabupaten, propinsi, sampai tingkat pusat (vertical

integration). Keterpaduan sudut pandang keilmuan menyaratkan bahwa didalam

pengelolaan wilayah pesisir hendaknya dilaksanakan atas dasar pendekatan

interdisiplin (interdisciplinary approaches), yang melibatkan bidang ilmu

ekonomi, ekologi, teknik, sosiologi, hukum dan lainnya yang relevan karena

wilayah pesisir pada dasarnya terdiri dari sistem sosial dan sistem alam yang

(39)

Dalam pembangunan wilayah pantai di Jakarta Utara yang menonjol

adalah pembangunan reklamasi pantai. Reklamasi pantai merupakan usaha

pemanfaatan, perbaikan dan peningkatan kualitas lahan melalui pemberdayaan

berbagai teknologi, pemberdayaan masyarakat yang difokuskan pada lahan yang

secara alami berkualitas rendah serta pengaruh manusia yang menyebabkan lahan

tersebut kurang produktif. (Direktorat Jendral Pengelolaan Lahan dan Air, 2006).

Peraturan Daerah Kabupaten/Kota Serang Nomor 05 Tahun 2001 tentang

Pengelolaan Kawasan Pantai mendefinisikan reklamasi pantai sebagai kegiatan

untuk mengembalikan bidang tanah yang hilang akibat abrasi garis pantai.

Dalam kegiatan reklamasi pantai terdapat tiga tahap yaitu tahap

pra-kontruksi, tahap kontruksi dan tahap operasi (AMDAL Regional Reklamasi Dan

Revitalisasi Pantura Jakarta, 1998). Tahap pra-kontruksi meliputi kegiatan

perencanaan reklamasi menurut blok rencana, tahapan dan ketentuan teknis,

sosialisasi dan koordinasi perencanaan, pengurusan perijinan, penyiapan sumber

material untuk bahan urugan. Tahap kontruksi meliputi kegiatan mobilisasi

peralatan untuk reklamasi, mobilisasi tenaga kerja untuk kontruksi, pengadaan

bahan urugan dari lokasi pengerukan ke lokasi reklamasi, penggelaran bahan

urugan di lokasi reklamasi, pembangunan tanggul, pembangunan vertical drain,

kompaksi dan surcharge pembangunan gedung, perumahan, perkantoran niaga

dan rekreasi, pembangunan prasarana dan sarana dasar di atas lahan reklamasi.

Sedangkan tahap operasi meliputi kegiatan penghunian rumah susun sederhana

oleh target group, aktivitas niaga dan jasa bahari di masing-masing lokasi yang

dibina, penggunaan air bersih, pembuangan air kotor, drainase dan sampah.

Aktivitas pembangunan yang terjadi di pantai utara Jakarta selain

menghasilkan dampak positif juga dapat menimbulkan dampak negatif berupa

pencemaran lingkungan. Menurut Williams (1974) pencemaran lingkungan

adalah sesuatu yang timbul apabila ada keluhan/teriakan dari masyarakat sebagai

akibat adanya degradasi mutu suatu lingkungan. Adapun pengaruh negatif, yaitu

aspek kerusakan lingkungan, merupakan kemunduran atau degradasi mutu suatu

lingkungan dan akan menimbulkan kerusakan ekosistem setempat. Disamping itu

juga dapat berpengaruh negatif pada aspek lainnya seperti kesehatan yang dapat

(40)

manusia, dan aspek sosial ekonomi serta estetika. Sedangkan menurut Group of

Expert on Scientific Aspects Marine Pollution (GESAMP) pencemaran laut adalah

masuknya zat-zat atau energi ke dalam lingkungan laut termasuk estuari, baik

langsung maupun tidak langsung sebagai adanya kegiatan manusia dan yang

menimbulkan kerusakan pada lingkungan laut, kehidupan di laut, serta secara

visual mereduksi dan mengurangi estetika. Jenis zat-zat yang dimaksud adalah:

(1) Bahan anorganik kelompok logam berat beracun seperti Merkuri (Hg),

Kadmium (Cd), Timah hitam (Pb), Seng (Zn), Nikel (Ni), yang bersifat tahan

proses pelapukan (non degradable) baik secara fisika, kimia maupun biologi; (2)

Bahan anorganic kelompok N, P, K dan bahan clay mineral; (3) Bahan organik

beracun yang non degradable meliputi organohalogen (DDT, aldrin, endrin dll.)

merupakan kelompok biosida, organo phosphate (malathion, parathion, guthion)

kelompok biosida dan kelompok hidrokarbon yaitu minyak bumi; (4) Bahan

organik limbah permukiman (domestic waste) biodegradable; (5) Limbah

konstruksi (contruction pollution); (6) Limbah radioaktif; dan (7) Panas (thermal

pollution).

Pencemaran terjadi bila daya dukung suatu perairan terlampaui, sehingga

proses self (natural)purification tidak dapat mengatasi banyaknya zat pencemar

yang masuk. Nitrogen dan fosfor yang berlebihan dalam tubuh air menyebabkan

serangkaian pengaruh yang tidak diinginkan. Salah satu dampak yang penting

adalah terjadinya eutrofikasi. Eutrofikasi mengacu kepada peningkatan kecepatan

supply zat organik ke suatu ekosistem, yang biasanya dihubungkan dengan

pengkayaan nutrien sehingga meningkatkan produksi primer pada sistem tersebut

(Nixon, 1995 dalam EEU, 2001). Tingkat-tingkat eutrofikasi bervariasi

tergantung pada penyebab alami dari satu area ke area yang lain. Nutrien utama

penyebab eutrofikasi adalah nitrogen dalam bentuk nitrat, nitrit atau ammonia dan

fosfor dalam bentuk ortho fosfat.

Pertumbuhan algae planktonik yang cepat, meningkatkan jumlah

pengendapan zat organik ke dasar tubuh air. Ini memungkinkan terjadinya

peningkatan dengan berubahnya komposisi species dan fungsi jaring makanan

pelagis dengan menstimulasi pertumbuhan flagellata-flagellata kecil dari pada

(41)

kopepoda dan meningkatkan sedimentasi. Eutrofikasi juga dapat meningkatkan

risiko bloom algae beracun yang dapat menyebabkan perubahan warna perairan,

terbentuknya buih-buih, kematian fauna laut dan ikan-ikan atau peningkatan

keracunan pada manusia. Peningkatan pertumbuhan dan dominansi macroalgae

filamentik yang sangat cepat pada area perairan dangkal adalah akibat lain dari

berlebihnya nutrient yang akan mengubah ekosistem perairan pantai, peningkatan

risiko penipisan oksigen lokal dan menurunkan biodiversitas dan tempat

pemijahan ikan. Pengaruh utama eutrofikasi adalah :

1) Perubahan struktur dan fungsi ekosistem marin.

2) Penurunan biodiversitas.

3) Penurunan sumberdaya alam dari jenis-jenis ikan demersal dan

kerang-kerangan.

4) Penurunan masukan dari budidaya laut atas jenis ikan dan kerang.

5) Penurunan jumlah rekreasi dan pemasukan dari turisme.

6) Peningkatan risiko keracunan atas hewan dan manusia dari algae beracun

(EEA, 2001:8,9).

2.3 Analisis Dampak

Dalam Undang-Undang Pengelolaan Lingkungan Hidup no.23 tahun 1997

dampak lingkungan hidup didefinisikan sebagai pengaruh perubahan pada

lingkungan hidup yang diakibatkan oleh suatu usaha dan atau kegiatan, sementara

itu yang dimaksud analisis mengenai dampak lingkungan hidup adalah kajian

mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang

direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan

keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.

Dampak pembangunan terhadap lingkungan mempunyai dua arti. Pertama

adalah perbedaan antara kondisi lingkungan sebelum ada pembangunan dan yang

diperkirakan akan ada dampak setelah pembangunan, kedua perbedaan antara

kondisi lingkungan yang diperkirakan akan ada dampak tanpa adanya

pembangunan dan yang diperkirakan akan ada dampak setelah adanya

pembangunan. Jadi dampak di sini bisa bersifat negatif dan bisa bersifat positif.

(42)

bahwa antar sektor-sektor kegiatan pemanfaatan yang ada di wilayah pesisir dan

lautan dapat saling mempengaruhi dan menimbulkan dua jenis dampak, yaitu

dampak positif dan negatif.

Bengen (2002), memberikan suatu pengertian bahwa ekosistem

pantai/pesisir merupakan ekosistem yang dinamis dan mempunyai kekayaan

habitat yang beragam, serta saling berinteraksi antara habitat tersebut. Selain

mempunyai potensi yang besar, wilayah pantai/pesisir juga merupakan ekosistem

yang paling mudah terkena dampak kegiatan manusia. Umumnya kegiatan

pembangunan secara langsung maupun tidak langsung berdampak merugikan

terhadap ekosistem pantai/pesisir.

Pengukuran dampak dilakukan dengan mempertimbangkan: (1) Jumlah

manusia yang akan terkena dampak; (2) Luas wilayah persebaran dampak; (3)

Intensitas dan lamanya dampak berlangsung; (4) Banyaknya komponen

lingkungan lainnya yang terkena dampak; (5) Sifat kumulatif dampak; dan (6)

Dapat kembali dampak negatif (reversible) atau tidak dapat kembalinya dampak

negatif (irreversible).

Isu pokok dampak yang diakibatkan pembangunan pantai adalah; (1)

Permasalahan penyesuaian penggunaan tanah akibat penataan ruang sepanjang

pantai yang telah dibangun. Penyesuaian peruntukan penggunaan tanah beserta

intensitas pemanfaatan ruang akan menimbulkan perubahan mendasar terhadap

rencana masing-masing kegiatan usaha yang sudah berlangsung, diantaranya

rencana pengembangan Pantai Mutiara, perumahan elit dan pusat pariwisata

bahari di lokasi hasil reklamasi pantai. Sosialisasi rencana pengembangan

pantura Jakarta akan menimbulkan berbagai macam persepsi masyarakat; (2)

Perubahan mendasar dinamika kelautan yang potensial menimbulkan perubahan

pola abrasi dan sedimentasi. Pembangunan tanggul pantai dari reklamasi selain

mengakibatkan perubahan garis pantai juga mengakibatkan perubahan bathimetri

dasar laut dan alur pelayaran serta akibat perubahan pola arus dan gelombang; (3)

Permasalahan penyediaan dan pengangkutan bahan-bahan reklamasi yang

volumenya relatif besar, jangka waktu panjang dan dilaksanakan secara simultan.

Pada tahap pra-kontruksi, kegiatan penyediaan bahan akan berkaitan dengan

Gambar

Gambar 1 Pendekatan driver-pressure-state-impact-response (DPSIR) untuk menganalisis sejumlah faktor penyebab terjadinya tekanan terhadap ekosistem di wilayah pantai Goa, India (Noronha et al., 2002)
Gambar 2  Kerangka Pemikiran
Gambar  4  Pendekatan berdasar kompleksitas dalam pengelolaan (Vallega,  2001)
Gambar  6  Bagan alir proses penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

DI DAERAH INTERTIDAL PANTAI KAMAL, KECAMATAN PENJARINGAN,.. JAKARTA UTARA (Dibawah bimbingan

Transmigrasi Binaan mempunyai pengaruh yang negatif terhadap peningkatan angka Indeks Pembangunan Manusia sebagai indikator kesejahteraan masyarakat di Provinsi Sumatera Utara.

Dari hasil analisis perikanan pelagis kecil yang berbasis di pantai utara Jawa berdasarkan dimensi yang dipergunakan sebagaimana telah dikemukakan diatas, maka keberlanjutan

Peranan yang dilakukan Koperasi Perikanan Mina Jaya DKI Jakarta dalam pengembangan ekonomi masyarakat nelayan di Muara Angke, Jakarta Utara adalah meningkatkan

Makalah ini mempunyai dua tujuan, pertama untuk membincangkan pembangunan industri perikanan makro dan kaitannya dengan isu kemunduran dalam kalangan masyarakat

Munculnya gagasan pembangunan Wilayah ini dilatar belakangi oleh belum optimalnya pencapaian hasil–hasil pembangunan yang telah dilaksanakan di Wilayah Pantai Timur dan Pantai

Walaupun kegiatan pembangunan desa belum dilaksanakan secara menyeluruh atau masih besifat prioritas, namun dampak pembangunan desa di Gampong Lhong Cut saat ini

lingkungan sosial terutama yang akan terkena dampak pada saat pembangunan.