SOSIOLOGIS MASYARAKAT DI SEKITARAN PELABUHAN MUARA ANGKE, KELURAHAN PLUIT, JAKARTA UTARA)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Pendidikan (S. Pd)
Oleh :
Ibnu Mustaqim (1110015000033)
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
v
Sosiologis Masyarakat di Sekitaran Pelabuhan Muara Angke, Kelurahan Pluit, Jakarta Utara)
Salah satu bagian dari rencana reklamasi Pantai Utara Jakarta adalah pembagunan Pelabuhan Muara Angke yang berfungsi sebagai sarana transportasi massal untuk penyebrangan wisata menuju Kepulauan Seribu. Latar belakang pembangunan Pelabuhan Muara Angke karena tingginya animo masyarakat maupun wisatawan yang ingin berkunjung ke Kepulauan Seribu. Dengan kehadiran Pelabuhan Muara Angke, meniscayakan terjadinya perubahan sosial ekonomi masyarakat sekitar. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perubahan sosial ekonomi yang dialami oleh masyarakat sekitar. Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Selain deskripsi berupa narasi logis, penelitian ini juga diperkuat dengan data-data kuantitatif, seperti persentase perubahan pendapatan dan pengeluaran.
Berdasarkan analisis yang dilakukan, diperoleh hasil bahwa Perubahan dalam hal pendapatan rumah tangga, rata-rata responden mengalami penurunan yaitu pada kelompok pedagang dan pengolah kerang serta non perikanan, penurunan sebesar lebih dari 3 kali lipat (360%) dialami oleh nelayan dari pendapatan awal sebelum pembangunan pelabuhan. Kenaikan hanya terjadi pada kelompok pedagang dan pengolah ikan, yaitu sebesar 10% atau senilai Rp 1.166.667,00. Sedangkan, perubahan pengeluaran rumah tangga, kelompok pedagang dan pengolah ikan dan nelayan mengalami kenaikan, terutama pada kelompok nelayan dengan kenaikan sebesar 53%, penurunan dialami oleh kelompok pedagang dan pengolah kerang dan non perikanan dengan persentase penurunan masing-masing sebesar 6%.
vi
The development of Muara Angke port is a part of Jakarta Northern Coast reclamation’s planning. The port has function as the public transportation infrastructure. The thought of its development caused of the high demand of people visiting Kepulauan Seribu. The Muara Angke port is surely presenting social-economic changes. Therefore, this research purposed to analyze social economic changes that has happened. The methods of this research is quantitative-descriptive research.
Based on the result, the changes affected the income of the responden and there is some descending salary with the shell trader and processing, non-fishery sector, and the fisherman with the total reached 320%. The ascending salary only affected to fish trader, with total 10% (Rp 1.166.667,00). Whereas, outcome from fish trader and processing with fisherman increasing 53%. The outcome of shell trader and processing with non-fishery sector decreasing 6%.
vii
Alhamdulillahirabbil’alamin, Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Gusti Allah SWT yang telah mengatur dan menetapkan ketentuan hidup yang
harus dilalui oleh kita sebagai makhluk ciptaan-Nya. Hanya Dialah dengan segala
kekuasaan-Nya senantiasa memberikan Nikmat kepada semua Insan, sehingga
penulis dapat menyelesaikan dengan baik skripsi yang berjudul “Dampak Reklamasi Pantai Utara Jakarta Terhadap Perubahan Sosial Ekonomi Masyarakat (Tinjauan Sosiologis Masyarakat di Sekitaran Pelabuhan Muara Angke, Kelurahan Pluit, Jakarta Utara)”. Shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW, kepada para keluarga dan
Sahabat Rasul yang selalu konsisten dijalan dakwah, juga kepada kita umatnya
yang tetap komitmen dalam menegakkan hembusan nafas Islam sampai akhir
hayat.
Penulis sepenuh hati menyadari bahwa skripsi ini selesai bukan
merupakan hasil dari diri pribadi penulis sepenuhnya, namun berkat ridho Allah
SWT dan bantuan dari semua pihak yang turut berkontribusi dalam memberikan
bantuan berupa Doa, semangat, pengorbanan, moril ataupun materil, serta
keikhlasan dalam membimbing penulis. Oleh karena itu, dalam kesempatan baik
ini penulis meyampaikan apresiasi dan rasa terima kasih kepada pihak-pihak yang
telah banyak membantu penulis. Dengan segala ketulusan hati, penulis ingin
mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Nurlena Rifa’i, Ph.D.
2. Dr. Iwan Purwanto, M. Pd sebagai ketua jurusan Pendidikan IPS yang
mengajarkan makna kesabaran serta seluruh dosen yang telah menjadi
fasilitator dalam memperoleh ilmu selama belajar di UIN Syarif
viii
4. Orang tua yang sangat penulis banggakan Bapak Slamet dan
Almarhumah Mama Isminingsih serta adik dan keluarga tercintaku,
Simbah, Pakde, Bude, Bulek, Paklek, Mas dan Mba yang telah
memberikan banyak motivasi, kasih sayang dan curahan perhatian
serta do’a yang selalu teriring setiap saat.
5. Bapak Khafidin sebagai ketua RW 011 dan Bapak Arfani sebagai
tokoh masyarakat setempat yang telah memberikan izin penelitian serta
kebutuhan informasi yang diperlukan dalam penyusunan skripsi.
6. Teman-teman seperjuangan angkatan 2010 Pendidikan IPS
(SosioAntro10, Geografi2010 dan Reaksi2010). Khususnya
teman-teman SosioAntro10 yang telah banyak memberikan kesan serta nilai
tak terlupakan, senang rasanya bisa mengenal kalian semua.
7. Semua bagian dari keluarga kecilku, ATK Fams (Febrianto, Arif
Putranto, M. Rizki Awaluddin, Ardi Wahyudi, Aldian Kurnia P, Ipan
Sunarya, Arib Jaudi, Avin Reza F, Lukmanul Hakim, Faris Pradana,
Ardi M. Arsyad, Faishal Ramdhan, M. Riza Fahlevi, Farid Iqbal,
Tarmidzi Ubadilah, Choerul Imam, Fajri Shobari, Syarif, Aidil Jufri,
Bani Rohman, Fery, Udin, Syahbani), CRC 589, dan Castelow, bangga
bisa menjadi bagian dari kalian yang selalu mengedepankan
kekeluargaan dan saling support dalam segala hal.
8. Para Timses dan sahabatku, Om Djoko, Desstia, Dara, Ida, Komeng,
Cabi, Lita, Indri, Anto dan keluarga, Jali, Ita, Chaakimah, dkk. Semoga
ikatan ini senantiasa terjalin dengan baik.
9. Kepada semua pihak yang belum dapat penulis sebutkan satu persatu,
terima kasih atas doa dan bantuannya.
Jerih payah, perjuangan, pengorbanan, darah, keringat, air mata, serta
ix
Jakarta, 03 November 2014
x
SURAT PERNYATAAN KARYA ILMIAH ... i
LEMBAR PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI ... iii
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI SIDANG ... iv
ABSTRAK ... v
ABSTRACT ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR GAMBAR ... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ... xvii
DAFTAR GRAFIK ... xviii
DAFTAR ISTILAH ... xix
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 7
C. Pembatasan Masalah ... 9
D. Rumusan Masalah ... 11
E. Tujuan Penelitian ... 11
xi
C. Reklamasi ... 16
1. Pengertian Reklamasi Pantai ... 16
2. Tujuan Reklamasi ... 17
3. Dampak Reklamasi Pantai ... 18
D. Masyarakat ... 21
1. Pengertian Masyarakat Pesisir ... 21
2. Karakteristik Masyarakat Pesisir ... 22
E. Perubahan Sosial ... 24
1. Pengertian Perubahan Sosial ... 24
2. Faktor-faktor yang Menyebabkan Perubahan Sosial ... 25
3. Strategi Adaptasi ... 29
F. Pendapatan Rumah Tangga ... 30
G. Pengeluaran Rumah Tanngga ... 31
H. Sikap ... 33
1. Pengertian Sikap ... 33
2. Komponen Sikap ... 33
3. Fungsi Sikap ... 34
I. Hasil Penelitian Relevan ... 35
J. Kerangka Berpikir ... 39
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 42
B. Metode Penelitian ... 42
C. Unit Analisis ... 44
D. Instrumen Penelitian ... 44
xii
F. Teknik Analisis Data ... 48
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Daerah ... 51
1. Letak Daerah Penelitian ... 51
2. Kependudukan ... 51
B. Kondisi Sarana dan Prasarana ... 54
1. Peribadatan ... 54
2. Kesehatan ... 55
3. Pendidikan ... 56
C. Keadaan Umum Pelabuhan Muara Angke ... 57
1. Latar Belakang ... 57
2. Kebijakan Pengembangan Pelabuhan Muara Angke ... 58
3. Sarana dan Prasarana ... 59
4. Akses Transportasi ... 61
D. Karakteristik Responden ... 62
1. Umur Responden ... 62
2. Jumlah Tanggungan Keluarga ... 63
3. Pengalaman Usaha ... 63
4. Riwayat Pendidikan ... 64
5. Kondisi dan Fasilitas Perumahan ... 65
E. Dampak Pelabuhan Muara Angke Terhadap Perubahan Kondisi Sosial-Ekonomi Masyarakat ... 67
1. Keragaman Usaha (Mata Pencaharian) ... 67
2. Perubahan Pendapatan Rumah Tangga ... 69
3. Perubahan Pengeluaran Rumah Tangga ... 74
xiii
xiv
Tabel 3.1. Indikator Kondisi dan Fasilitas Perumahan Menurut Badan
Pusat Statistik pada SUSENAS 2003 yang dimodifikasi…….… 47
Tabel 3.2. Indikator Skor Pengukuran Sikap (Positif-Negatif)………….… 49
Tabel 4.1. Komposisi Penduduk Menurut Kewarganegaraan dan Jenis
Kelamin di Kelurahan Pluit dalam Laporan Bulanan
Februari 2014……….………... 53
Tabel 4.2. Komposisi Penduduk Menurut Jenis Pendidikan di Kelurahan
Pluit dalam Laporan Bulanan Februari 2014………... 54
Tabel 4.3. Komposisi Penduduk Menurut Jenis Mata Pencaharian
di Kelurahan Pluit dalam Laporan Bulanan Februari 2014…... 55
Tabel 4.4. Jenis Tempat Peribadatan di Kelurahan Pluit dalam
Laporan Bulanan Februari 2014………... 56
Tabel 4.5. Sarana dan Prasarana Kesehatan di Kelurahan Pluit dalam
Laporan Bulanan Februari 2014………... 57
Tabel 4.6. Jumlah Sarana dan Pendidikan Formal di Kelurahan Pluit dalam
Laporan Bulanan Februari 2014………... 58
Tabel 4.7. Daftar Prasarana Pelabuhan Muara Angke Tahun 2002 -2012.... 61
Tabel 4.8. Kelompok Umur Responden Tahun 2014………....….... 64
Tabel 4.9. Tingkat Pendidikan Responden Tahun 2014………... 66
Tabel 4.10. Rata-rata Pendapatan Utama Responden Sebelum dan Sesudah
xv
Sesudah Pembangunan Pelabuhan Muara Angke Tahun 2014.... 75
Tabel 4.13. Rata-rata Perubahan Pendapatan Total Responden Sebelum dan
Sesudah Pembangunan Pelabuhan MuaraAngke Tahun 2014... 76
Tabel 4.14. Rata-rata Pengeluaran Pangan Responden Sebelum dan Sesudah
Pembangunan Pelabuhan Muara Angke Tahun 2014……... 78
Tabel 4.15. Rata-rata Pengeluaran Non Pangan Responden Sebelum dan
Sesudah Pembangunan Pelabuhan Muara Angke Tahun 2014.... 79
Tabel 4.16. Rata-rata Pengeluaran Total Responden Sebelum dan Sesudah
Pembangunan Pelabuhan Muara Angke Tahun 2014……... 80
Tabel 4.17. Rata-rata Perubahan Pengeluaran Total Responden Sebelum dan
Sesudah Pembangunan Pelabuhan Muara Angke
Tahun 2014………...…... 81
Tabel 4.18. Sikap Responden atas Pembangunan Pelabuhan
Muara Angke………...….. 83
Tabel 4.19. Keuntungan yang Dirasakan Responden atas Pembangunan
Pelabuhan Muara Angke……….……....…...…... 84
Tabel 4.20. Kerugian yang Dirasakan Responden atas Pembangunan
xvi
1.1.Peta Rencana Pengembangan Kawasan Terbangun/Peta Rencana
Peruntukan Reklamasi Pantura Jakarta ... 6
xvii
Lampiran 1 : Karakteristik Responden (Umur, Jumlah Anggota Keluarga,
Tingkat Pendidikan, dan Pengalaman Usaha) ... 87
Lampiran 2 : Kondisi Perumahan Responden Menurut Kriteria Badan Pusat Statistik pada SUSENAS 2003 ... 88
Lampiran 3 : Fasilitas Perumahan Responden Menurut Kriteria Badan Pusat Statistik pada SUSENAS 2003 ... 89
Lampiran 4 : Indikator Kondisi dan Fasilitas Perumahan Menurut Badan Pusat Statistik pada SUSENAS 2003 yang dimodifikasi ... 90
Lampiran 5 : Hasil Skor Sikap Responden Mengenai Kehadiran Pelabuhan Muara Angke ... 91
Lampiran 6 : Kuesioner Penelitian ... 92
Lampiran 7 : Pedoman Wawancara Tokoh Masyarakat ... 99
Lampiran 8 : Hasil Kuesioner Penelitian (Perwakilan Masing-masing Mata Pencaharian) ...101
Lampiran 9 : Hasil Wawancara Tokoh Masyarakat ...126
Lampiran 10 : Dokumentasi Lapangan ...130
Lampiran 11 : Gambar Lokasi Penelitian ...134
xviii
Grafik 4.1. Rata-rata Total Pendapatan Responden Sebelum dan Sesudah
Pembangunan Pelabuhan Muara Angke Tahun 2014………... 73
Grafik 4.2. Rata-rata Total Pengeluaran Responden Sebelum dan Sesudah
Pembangunan Pelabuhan Muara Angke Tahun 2014…...…... 78
Grafik 4.3. Ketimpangan Pendapatan dan Pengeluaran Responden
Sebelum dan Sesudah Pembangunan Pelabuhan Muara
xix
Abrasi : Pengikisan batu oleh air, es atau angin
Bauksit : Barang tambang campuran yang merupakan bahan
dasar aluminium
Biologis : Bersifat biologi (ilmu tentang makhluk hidup)
Biota : Keseluruhan flora dan fauna yang terdapat dalam
suatu daerah
Budidaya : Usaha menghasilkan sesuatu yang baik dan
menguntungkan
Coastal and engineering : Rekayasa daerah pantai
Common property resources : Sumber daya milik bersama
Degradasi : Penurunan kualitas atau mutu
Drainase : Pengeringan air yang tergenang di daerah tertentu
secara besar-besaran
Ekosistem : Kesatuan komunitas tumbuh-tumbuhan, hewan,
organisme dan non organisme lain serta proses
yang menghubungkannya dalam membentuk
keseimbangan, stabilitas, dan produktivitas.
Ekologi : Ilmu tentang lingkungan
Environmental services : Jasa-jasa lingkungan, seperti pariwisata dan
olahraga.
Erosi : Pengikisan / penipisan permukaan bumi oleh air
xx
bahan galian kalsium fosfat
Habitat : Tempat makhluk hidup
Hidraulik : Penggunaan air untuk menghasilkan tenaga
Hidrologi : Ilmu tentang air, sifat-sifat dan distribusinya
Konservasi : Perlindungan atas sesuatu dengan pemeliharaan
Lamun : Menggenangi (menutupi karang)
Mangan : Logam yang terdapat dalam tanah
Mangrove : Tanaman bakau
Mineral : Barang tambang
Moluska : Binatang triploblastik selomata tubuhnya tidak
beruas-ruas dan mempunyai cangkok (rumah),
seperti bekicot dan siput
Nelayan : Orang yg mata pencaharian utamanya dari usaha
menangkap ikan di laut
Non-renewable resources : Sumber daya tidak dapat pulih, seperti minyak
bumi, gas dan hasil tambang lainnya
Oseanografi : Ilmu tentang segala aspek yang berhubungan
dengan laut dan lautan
Overfishing : Kondisi tangkap lebih
Patron-klien : Pola hubungan yang bersifat vertikal antara
xxi
Reklamasi : Pekerjaan untuk mendapatkan bidang lahan
dengan luasan tertentu
Renewable resources : Sumber daya dapat pulih, seperti perikanan, hutan
mangrove dan terumbu karang
Sedimentasi : Pengendapan
Subsisten : Memenuhi kehidupan jangka pendek
Stakeholder : Pengampu kebijakan
Sumber daya hayati : Sumber daya kehidupan
Survival of the fittes : Kemampuan bertahan hidup
Sustainable capacity : Kapasitas berkelanjutan
Tangible : Hal yang nyata / dapat dihitung
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia sebagai negara maritim mempunyai garis pantai terpanjang
keempat di dunia setelah Amerika Serikat, Kanada, dan Rusia dengan panjang
garis pantai mencapai 95.181 km. Wilayah Laut dan pesisir Indonesia mencapai ¾
wilayah Indonesia (5,8 juta km2 dari 7.827.087 km2).1
Wilayah pesisir dan lautan
Indonesia yang kaya dan beragam sumber daya alamnya telah dimanfaatkan oleh
bangsa Indonesia sebagai salah satu sumber bahan makanan utama, khususnya
protein hewani, sejak berabad-abad lamanya. Selain menyediakan berbagai
sumber daya tersebut, wilayah pesisir dan lautan Indonesia juga memiliki fungsi
lain, seperti transportasi dan pelabuhan, kawasan industri, agribisnis dan agro
industri, rekreasi dan pariwisata, serta kawasan pemukiman dan tempat
pembuangan limbah.2 Hingga saat ini wilayah pesisir memiliki sumber daya dan manfaat yang sangat besar bagi kehidupan manusia. Wilayah pesisir merupakan
salah satu sumber daya yang potensial di Indonesia. Wilayah pesisir memiliki
pengertian suatu wilayah peralihan antara daratan dan lautan. Potensi
pengembangan yang terdapat di wilayah pesisir dan lautan secara garis besar
terdiri dari tiga kelompok yaitu:3 sumber daya dapat pulih (renewable resources) seperti perikanan, hutan mangrove dan terumbu karang, sumber daya tak dapat
pulih (non-renewable resources) seperti minyak bumi, gas dan hasil tambang
lainnya, dan jasa-jasa lingkungan (environmental services) seperti pariwisata dan
olahraga. Namun pemanfaatan saat ini terdapat kecendrungan yang mengancam
1
Ruchyat Deni Djakapermana, Sekretaris Direktorat Jenderal Penataan Ruang, Reklamasi Pantai Sebagai Alternatif Pengembangan Kawasan, Kementerian PU
2
Rokhmin Dahuri, Pendayagunaan Sumber Daya Kelautan, untuk Kesejahteraan Rakyat (Kumpulan Pemikiran Dr. Ir. Rokhmin Dahuri MS), (Jakarta : Lembaga Informasi dan Studi Pembangunan Indonesia, 2000) h. 1
3
Rokhmin Dahuri, Pendayagunaan Sumber Daya Kelautan, untuk Kesejahteraan Rakyat (Kumpulan Pemikiran Dr. Ir. Rokhmin Dahuri MS), h. 10
kapasitas berkelanjutan (sustainable capacity) dari ekosistem tersebut, seperti
pencemaran perairan, kondisi tangkap lebih (overfishing), degradasi fisik habitat
pesisir utama (mangrove dan terumbu karang), dan abrasi pantai.4 Indonesia sebagai Negara kepulauan, menurut Supriharyono, diperkirakan 60% dari
penduduk Indonesia hidup dan tinggal di daerah pesisir. Sekitar 9.261 desa dari
64.439 desa yang ada di Indonesia dapat dikategorikan sebagai desa atau
permukiman pesisir. Mereka ini kebanyakan merupakan masyarakat tradisional
dengan kondisi sosial ekonomi dan latar belakang pendidikan yang relatif sangat
rendah. Sekitar 90% mereka hanya berpendidikan sampai sekolah dasar.5 Pembangunan kelautan selama tiga dasawarsa terakhir selalu diposisikan sebagai
sektor pinggiran dalam pembangunan sosial-ekonomi. Dengan posisi semacam ini
bidang kelautan yang didefinisikan sebagai sektor perikanan, pariwisata bahari,
pertambangan laut, industri maritim, perhubungan laut, bangunan kelautan dan
jasa kelautan, bukan menjadi arus utama dalam kebijakan pembangunan ekonomi
nasional. Kondisi ini menjadi ironis mengingat hampir 75% wilayah Indonesia
merupakan lautan dengan potensi yang sangat besar serta berada pada posisi
geopolitis yang penting, yakni antara Lautan Pasifik dan Lautan Hindia yang
merupakan jalur vital perdagangan internasional.6
Terlebih lagi dengan berlakunya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999
mengenai pengaturan pembagian tugas, tanggung jawab dan wewenang
pemerintah kabupaten dan kota, yang kemudian disempurnakan oleh
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, yang memberi
kewenangan penuh dalam pengelolaan sumber daya alam di kawasan pesisir dan
lautan sampai dengan 12 mil laut untuk provinsi dan 4 mil laut untuk
kabupaten/kota. Sudah seharusnya instansi terkait memahami bahwa sektor
kelautan dalam perspektif ekonomi tidak hanya sebatas kepentingan bisnis
kelautan saja, akan tetapi memandang sektor kelautan secara ekonomi politik
4
Syamsir Salam, Amir Fadilah, Sosiologi Pedesaan, (Jakarta : Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008), h. 194
5
Supriharyono, Pelestarian dan Pengelolaan Sumberdaya Alam di Wilayah Pesisir Tropis. (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2000). h. 4
6
sebagai kekuatan sosial-ekonomi yang mampu mewujudkan kesejahteraan bangsa.
Sehingga kebijaksanaan pembangunan kelautan tidak hanya di dasarkan pada
peningkatan output semata tanpa memberikan kontribusi maksimal bagi
kemakmuran bangsa dan mampu menjawab tuntutan pembangunan
berkelanjutan.7 Salah satu implikasi dari undang-undang tersebut yaitu munculnya program pemerintah daerah dengan mereklamasi kawasan pesisir Pantai atau juga
disebut reklamasi Pantai.
Seiring dengan perkembangan peradaban, masyarakat membutuhkan
lahan-lahan baru dalam kegiatan sosial ekonominya, sedangkan lahan yang ada di
daratan semakin terbatas. Dengan keadaan seperti ini masyarakat mulai
memanfatkan wilayah pesisir untuk berbagai kepentingan, sehingga muncul
permasalahan yang berkaitan dengan penyediaan lahan bagi aktivitas sosial dan
ekonomi masyarakat. Untuk memenuhi tuntutan kebutuhan akan lahan,
menjadikan usaha mereklamasi pantai sebagai salah satu konsekuensi logis bagi
penyediaan lahan baru aktifitas sosial-ekonomi masyarakat.
Oleh karena itu, wajar saja jika belakangan ini usaha untuk mereklamasi
pantai semakin banyak bermunculan. Reklamasi pantai memiliki beberapa
pengertian. Dari segi bahasa kata reklamasi berasal dari bahasa Inggris yaitu
reclamation yang berarti pekerjaan memperoleh tanah. Jadi reklamasi pantai dapat
diartikan sebagai pekerjaan untuk mendapatkan bidang lahan dengan luasan
tertentu di daerah pesisir dan laut. Menurut Sekretaris Direktorat Jenderal
Penataan Ruang, Kementrian PU,8 Reklamasi lahan adalah proses pembentukan lahan baru di pesisir atau bantaran sungai. Sesuai dengan definisinya, tujuan
utama reklamasi adalah menjadikan kawasan berair yang rusak atau tidak berguna
menjadi lebih baik dan bermanfaat. Kawasan ini biasanya dimanfaatkan untuk
kawasan permukiman, perindustrian, bisnis dan pertokoan, pelabuhan udara,
perkotaan, pertanian, serta objek wisata. Pengertian ini diperkuat oleh
7
Syamsir Salam, Amir Fadilah, Sosiologi Pedesaan, (Jakarta : Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008), h. 198
8
undang nomor 27 tahun 2007 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau
kecil, mengungkapkan bahwa reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan dalam
rangka meningkatkan manfaat sumber daya lahan yang ditinjau dari sudut
lingkungan dan sosial ekonomi dengan cara pengurugan, pengeringan lahan atau
drainase. Namun, dalam realitanya, program reklamasi pantai yang banyak
dilaksanakan di Indonesia kurang memenuhi kriteria definisi tersebut. Terutama
mengenai kelestarian kawasan pesisir serta keberlangsungan sosial-ekonomi
masyarakat nelayan.
DKI Jakarta dengan desakan pertambahan penduduk yang pesat,
meningkatnya kebutuhan lahan, sulitnya proses pembebasan tanah guna
mendapatkan lahan bagi pengembangan kota Jakarta, telah mendorong
Pemerintah DKI Jakarta membuat kebijakan untuk mengembangkan wilayah utara
bagi peningkatan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi diperlukan untuk
menopang keberlanjutan kota dan untuk mendorong Jakarta sejajar dengan
kota-kota besar di lingkungan dunia internasional.9 Kebijakan ini ditandai dengan munculnya program pemerintah daerah dengan mereklamasi wilayah Pantai Utara
Jakarta. Kebutuhan akan lahan ini akan meningkatkan harga tanah bahkan
melebihi biaya pembangunan. Penghasilan dari penjualan lahan baru ini adalah
sumber dana yang akhirnya digunakan untuk membiayai reklamasi pantai
sekaligus penyerasian dari wilayah.10
Rencana pengembangan reklamasi pantai di wilayah Pantai utara Jakarta
seluas 2.700 Ha merupakan upaya Pemerintah DKI Jakarta untuk meningkatkan
kualitas lingkungan Pantai Utara Jakarta dan mewujudkan kota pantai (waterfront
city) yang dapat berdiri sejajar dengan kota-kota pantai di Asia Pasifik seperti
Sidney, Singapura dan Hongkong serta dapat mewujudkan Jakarta sebagai kota
pantai yang berkelanjutan (sustainable) serta dapat berdiri sejajar dan bersaing
dengan kota-kota lain di dunia.
9
Sapto Supono, (Desertasi), Model Kebijakan Pengembangan Kawasan Pantai Utara Jakarta Secara Berkelanjutan,Desertasi pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB), Bogor, 2009, tidak dipublikasikan.
10
Proyek pengembangan Pantai Utara Jakarta bukanlah gagasan baru yang
lahir setelah diterbitkannya Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 1995. Inti dari
proyek ini sudah disinggung sewaktu Profesor Ir. H. Van Breen meninjau masalah
banjir kota Jakarta ketika masih menyandang nama Batavia.11 Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 1995 telah memberikan kewenangan dan tanggung jawab
kepada Gubernur DKI Jakarta untuk menyelenggarakan reklamasi kawasan
Pantura Jakarta, yang ditindaklanjuti oleh Perda DKI No. 8 Tahun 1995 tentang
Penyelenggaraan Reklamasi dan Rencana Tata Ruang Kawasan Pantura Jakarta.
Sementara itu Perda DKI Jakarta No. 6 Tahun 1999 tentang RTRW Jakarta 2010
dan Pergub No. 121 Tahun 2012 juga ikut memberikan panduan kebijakan
terhadap penyelenggaraan reklamasi Kawasan Pantura Jakarta.12
Reklamasi pantai utara akan menimbun laut Teluk Jakarta seluas 2.700 ha.
Batas wilayah reklamasi yaitu dari batas wilayah Tangerang sampai dengan
Bekasi yang dibagi menjadi tiga kawasan yaitu zona barat (west zone), zona
tengah (central zone), dan zona timur (east zone) dengan uraian sebagai berikut :13 1. Zona Barat, termasuk daerah proyek Pantai Mutiara dan proyek Pantai
Hijau di daerah Pluit serta wilayah Pelabuhan Muara Angke dan daerah
proyek Pantai Indah Kapuk, dimana yang merupakan daerah reklamasi
adalah daerah laut seluas kira-kira 1000 ha (kira-kira 6,5 km x 1,5 km).
2. Zona Tengah, meliputi wilayah Muara Baru dan wilayah Sunda Kelapa,
begitu pula daerah Kota, Ancol Barat dan Ancol Timur hingga pada batas
daerah Pelabuhan Tanjung Priok, dimana yang merupakan daerah
reklamasi adalah daerah laut seluas kira-kira 1400 ha (kira-kira 8 km x 1,7
km).
3. Zona Timur, yang meliputi wilayah Pelabuhan Tanjung Priok ke Timur
termasuk daerah Marunda dengan luas daerah laut yang akan direklamasi
kurang lebih 300 ha (kira-kira 3 km x 1 km).
11
A.R. Soehoed, Proyek PANTURA Transformasi dari Ibukota Propinsi ke Ibukota Negara : Persiapan-persiapan Bagi Proyek Multifungsi, (Jakarta : Djambatan, 2004), h. 25
12 Badan Pelaksana Reklamasi Pantai Utara Jakarta, “Rencana Kawasan Reklamasi
Pantai Utara Jakarta”, 2008, (http://panturajakarta.blogspot.com/)
13
Gambar 1.1. Peta Pengembangan Kawasan Terbangun/Peta Peruntukan Reklamasi Pantura Jakarta
Dalam Pergub No. 121 Tahun 2012 tentang Penataan Ruang Kawasan
Reklamasi Pantai Utara Jakarta, diungkapkan bahwa Sub-Kawasan Barat akan
proyeksikan sebagai kawasan perumahan horizontal dan vertikal, kegiatan
pariwisata dan kawasan perkantoran, perdagangan dan jasa secara terbatas, dalam
hal kegiatan pariwisata pemerintah telah membangun Pelabuhan Muara Angke
sebagai sarana transportasi massal untuk penyebrangan wisata menuju Kepulauan
Seribu. Salah satu latar belakang pembangunan Pelabuhan Muara Angke adalah
karena tingginya animo masyarakat maupun wisatawan yang ingin berkunjung ke
Kepulauan Seribu, disamping itu pembangunan Pelabuhan Muara Angke ini juga
merupakan solusi bagi pemenuhan kebutuhan wisata yang efektif dan efisien
masyarakat urban.
Pelabuhan Muara Angke dibangun sejak tahun 2004 dan memiliki luas 3,4
hektar, biaya untuk membangun pelabuhan ini menelan biaya sekitar Rp 130
miliar. Pelabuhan ini utamanya difungsikan untuk mempermudah akses
masyarakat atau wisatawan yang ingin berkunjung ke Kepulauan Seribu. Menurut
informasi narasumber sebelum dibangun menjadi pelabuhan, kawasan ini awalnya
merupakan rawa dan tambak yang dikelola oleh sebagain warga sekitar, yang
pengurukan sebidang lahan atau disebut juga reklamasi.14 Dengan pembangunan pelabuhan ini meniscayakan terjadinya suatu dampak serta perubahan
sosial-ekonomi masyarakat, proses perubahan sosial terjadi karena manusia adalah
makhluk yang berpikir dan bekerja, manusia juga selalu mempertahankan
kehidupannya serta memperbaiki nasibnya.15 Disamping itu, perubahan sosial juga terjadi karena keinginan manusia untuk menyesuaikan diri dengan keadaan
sekelilingnya yang terus berubah baik dalam aspek sosial-budaya maupun aspek
ekologis. Dengan berubahnya kondisi fisik suatu wilayah yang diakibatkan oleh
pembangunan, masyarakat berusaha untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan
yang telah berubah (baru), terutama dalam hal aktivitas sosial-ekonomi
masyarakat, seperti penyesuaian antara pendapatan dengan pengeluaran rumah
tangga, peralihan matapencaharian, serta strategi-strategi adaptasi untuk
memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, begitu juga dengan penyesuaian sikap
masyarakat terhadap kondisi lingkungan yang baru tersebut.
Oleh karena itu penulis tertarik untuk mengetahui lebih jauh dengan
mengadakan penelitian mengenai perubahan sosial-ekonomi masyarakat di sekitar
pelabuhan Muara Angke. Dengan demikian, maka penelitian ini diberi judul
“Dampak Reklamasi Pantai Utara Jakarta Terhadap Perubahan Sosial Ekonomi Masyarakat (Tinjauan Sosiologis Masyarakat di Sekitaran Pelabuhan Muara Angke, Kelurahan Pluit, Jakarta Utara)”.
B. Identifikasi Masalah
Jika diamati secara seksama, persoalan pemanfaatan sumber daya pesisir
dan lautan selama ini tidak optimal dan berkelanjutan disebabkan oleh
faktor-faktor kompleks yang saling terkait satu sama lain. Faktor-faktor-faktor tersebut dapat
dikategorikan kedalam faktor internal dan eksternal. Faktor internal adalah
14
Wawancara dengan pengolah ikan, Bapak Kapidun (80 Tahun), Sabtu 12 Juli 2014, Pukul 12.25 WIB, di halaman rumah.
15
faktor yang berkaitan dengan kondisi internal sumber daya masyarakat pesisir dan
nelayan, seperti : 16
1. Rendahnya tingkat pemanfaatan sumber daya, teknologi dan manajemen
usaha,
2. Pola usaha tradisional dan subsisten (hanya cukup memenuhi kehidupan
jangka pendek),
3. Keterbatasan kemampuan modal usaha,
4. Kemiskinan dan keterbelakangan masyarakat pesisir dan nelayan.
Sedangkan Faktor eksternal, yaitu : 17
1. Kebijakan pembangunan pesisir dan lautan yang lebih berorientasi pada
produktivitas untuk menunjang pertumbuhan ekonomi, bersifat sektoral,
parsial dan kurang memihak nelayan tradisional,
2. Belum kondusifnya kebijakan ekonomi makro (political economy), suku
bunga yang masih tinggi serta belum adanya program kredit lunak yang
diperuntukan bagi sektor kelautan.
3. Kerusakan ekosistem pesisir dan laut karena pencemaran dari wilayah
darat, praktek penangkapan ikan dengan bahan kimia, eksploitasi dan
perusakan terumbu karang, serta penggunaan peralatatan tangkap yang
tidak ramah lingkungan,
4. Sistem hukum dan kelembagaan yang belum memadai disertai
implementasinya yang lemah, dan birokrasi yang beretos kerja rendah
serta sarat KKN,
5. Perilaku pengusaha yang hanya memburu keuntungan dengan
mempertahankan sistem pemasaran yang mengutungkan pedagang
perantara dan pengusaha,
16
Wahyuningsih Darajati (Direktur Kelautan dan Perikanan, Bappenas), “Strategi
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu dan Berkelanjutan”, Makalah Sosialisasi Nasional MFCDP, 22 September 2004
17 Wahyuningsih Darajati (Direktur Kelautan dan Perikanan, Bappenas), “Strategi
6. Rendahnya kesadaran akan arti penting dan nilai strategis pengelolaan
sumber daya wilayah pesisir dan lautan secara terpadu bagi kemajuan dan
kemakmuran bangsa.
Dengan adanya pembangunan kawasan komersial jelas akan
mendatangkan banyak keuntungan ekonomi bagi wilayah tersebut. Alasan
utamanya adalah bahwa semakin banyak kawasan komersial yang dibangun maka
akan menambah pendapatan asli daerah (PAD), kawasan komersil dalam hal ini
yaitu hasil dari reklamasi pantai. Reklamasi pantai telah memberikan keuntungan
dan dapat membantu kota dalam rangka penyediaan lahan untuk berbagai
keperluan (pengembangan kawasan), penataan daerah pantai, pengembangan
wisata bahari, dan lain-lain. Namun bagaimanapun juga reklamasi merupakan
bentuk campur tangan (intervensi) manusia terhadap keseimbangan lingkungan
alamiah pantai yang akan melahirkan perubahan ekosistem seperti perubahan pola
arus, erosi dan sedimentasi pantai, dan berpotensi menimbulkan gangguan pada
lingkungan. Tidak hanya itu, kehadiran reklamasi juga dapat berdampak pada
aspek sosial masyarakat, khususnya untuk aspek-aspek sosial yang nyata, seperti
kependudukan, tingkat pendidikan, mata pencaharian, pendapatan dan
pengeluaran rumah tangga. Mata pencaharian sebagai petani tambak, nelayan dan
buruh misalnya, dengan adanya reklamasi akan mempengaruhi hasil tangkapan
dan berimbas pada penurunan pendapatan mereka.
C. Pembatasan Masalah
Ruang lingkup penelitian ini hanya difokuskan pada zona barat saja, yaitu
perkampungan nelayan Muara Angke, lokasi ini merupakan salah satu wilayah
yang merasakan dampak reklamasi Pantai Utara Jakarta, hasil reklamasi yang
terlihat yaitu seperti reklamasi di bagian timur kawasan hunian mewah Pantai
Mutiara, reklamasi di bagian barat Pantai Indah Kapuk serta dibangunnya
pelabuhan Muara Angke sebagai akses penyebrangan masyarakat umum, karena
intensitasnya sudah terlalu padat. Kehadiran reklamasi ini niscaya berpengaruh
terhadap kondisi sosial-ekonomi masyarakat Muara Angke.
Kondisi masyarakat di kawasan perkampungan nelayan Muara Angke
tidak jauh berbeda dengan kondisi masyarakat pesisir lainnya dimana kebanyakan
masyarakat berprofesi sebagai nelayan dan pelaku usaha perikanan lainnya seperti
pedagang dan pengolah hasil laut. Sebagian besar nelayan yang ada di Muara
Angke merupakan pendatang dari luar wilayah DKI Jakarta seperti dari
Indramayu, Cirebon, Serang dan Tegal. Demikian pula para pedagang ikan dan
kerang merupakan pendatang yang umumnya sudah berdagang di Muara Angke
lebih dari lima tahun.
Permasalahan disini akan difokuskan pada aspek perubahan
sosial-ekonomi masyarakat pesisir akibat pembangunan pelabuhan Muara Angke yang
merupakan salah satu bagian dari kebijakan reklamasi Pantai Utara Jakarta,
dampak sosial-ekonomi mulai muncul ketika terdapat aktivitas : proyek, program
atau kebijaksanaan yang akan diterapkan pada suatu masyarakat. Bentuk
intervensi ini mempengaruhi keseimbangan pada suatu sistem (masyarakat).
Pengaruh yang ditimbulkan bisa bersifat positif, ataupun negatif. Perubahan yang
dimaksud adalah beralihnya keadaan sosial-ekonomi masyarakat ketika sebelum
adanya reklamasi hingga setelah reklamasi. Kemudian yang dimaksud dengan
masyarakat pada penelitian ini adalah masyarakat pesisir yang mencari nafkah di
sekitar wilayah penelitian, antara lain nelayan, pedagang dan pengolah ikan,
pedagang dan pengolah kerang, dan mata pencaharian non perikanan. Sedangkan,
aspek sosial-ekonomi difokuskan pada aspek-aspek yang dapat diukur (tangible),
seperti pengalaman usaha, jumlah anggota keluarga, tingkat pendidikan, kondisi
dan fasilitas perumahan, mata pencaharian, pendapatan rumah tangga dan
D. Rumusan Masalah
Reklamasi yang tidak memperhatikan pedoman perencanaan tata ruang
kawasan reklamasi pantai dapat mengakibatkan degradasi lingkungan pesisir, hal
ini sangat berpengaruh terhadap hilangnya potensi sumber daya hayati pesisir
terutama beberapa biota laut yang selama ini dimanfaatkan oleh masyarakat
setempat, begitu juga pada aspek sosial-ekonomi masyarakat, bagi mereka yang
tidak memiliki keterampilan selain melaut, mereka tidak memiliki alternatif usaha
lain selain menjadi buruh nelayan, dengan adanya reklamasi akan mempengaruhi
hasil tangkapan dan berimbas pada penurunan pendapatan mereka. Oleh karena
itu, perlu suatu perencanaan pembangunan yang terpadu, yang tidak hanya
berorientasi pada aspek lingkungan saja tetapi juga aspek sosial-ekonomi
masyarakat, sehingga dampak sosial-ekonomi masyarakat juga dapat diprediksi
dan diantisipasi oleh pemerintah selaku pengampu kebijakan.
Dengan demikian maka muncul rumusan masalah, Bagaimanakah dampak
pembangunan pelabuhan Muara Angke terhadap perubahan sosial-ekonomi
masyarakat perkampungan nelayan Muara Angke ?
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang ada, maka tujuan dari penelitian ini
adalah untuk mengetahui dan menganalisis perubahan sosial-ekonomi masyarakat
perkampungan nelayan Muara Angke akibat pembangunan pelabuhan Muara
Angke.
F. Kegunaan Hasil Penelitian
Dalam hal ilmu pengetahuan, penelitian ini diharapkan dapat memberikan
para praktisi pengembangan masyarakat, khususnya yang membidangi ilmu
sosial.
Disamping itu, penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan bahan
masukan bagi universitas yang membidangi ilmu sosial, khususnya jurusan
pendidikan ilmu pengetahuan sosial (sosiologi, geografi dan ekonomi), dalam
rangka menciptakan program pendidikan, kurikulum, serta network untuk
pendidikan.
Bagi pengampu kebijakan (stakeholder) dan lembaga swadaya masyarakat
(LSM), hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan alternatif dalam
menentukan kebijakan yang meminimumkan dampak sosial, ekonomi dan
lingkungan dalam membuat dan menjalankan suatu kebijakan pembangunan.
Kemudian bagi masyarakat yang bersangkutan, hasil penelitian ini berguna dalam
merencanakan strategi untuk meningkatkan status sosial-ekonomi mereka dan
bertahan hidup terhadap perubahan lingkungannya. Dengan adanya penelitian ini,
diharapkan dapat meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai apa itu
BAB II
KAJIAN TEORITIK
A. Potensi Sosial, Ekonomi dan Budaya Wilayah Pesisir
Potensi ekonomi dalam bentuk produk barang dan jasa di kawasan pesisir,
pantai dan pulau-pulau kecil meliputi :
1. Sumber daya diperbaharui (renewable resources) termasuk ikan, udang,
moluska, kerang mutiara, kepiting, rumput laut, hutan mangrove, hewan
karang, lamun, dan biota laut lainnya.
2. Sumber daya yang tidak dapat diperbaharui (non-renewable resources)
seperti minyak bumi dan gas, bauksit, timah, bijih besi, mangan, fosfor,
dan mineral lainnya.
3. Energi kelautan seperti : energi gelombang, pasang surut, angin dan OTEC
(Ocean Thermal Energy Conversion)
4. Jasa-jasa lingkungan (environmental services) termasuk tempat-tempat
(habitat) yang indah dan menyejukkan untuk lokasi pariwisata dan
rekreasi, sarana transportasi dan komunikasi, pengatur iklim, penampung
limbah, dan kawasan pemukiman serta industri.
Sejauh ini pemanfaatan sumber daya yang berada di pesisir, pantai dan
pulau-pulau kecil ini masih jauh dari optimal. Hal ini terlihat dari sumbangan
ekonomi bidang kelautan terhadap PDB (Product Domestic Bruto) nasional yang
hanya mencapai sekitar 12,4 % (Rp. 56 Trilyun) pada tahun 1997. Kontribusi
tersebut berasal dari tujuh sektor ekonomi kelautan yakni : perikanan
(penangkapan dan budidaya), pertambangan dan energi, bangunan kelautan,
industri maritim, pariwisata dan jasa kelautan.
Kawasan pesisir sarat dengan masalah-masalah sosial-ekonomi dan
budaya yang memiliki implikasi terhadap pengelolaan wilayah pesisir. Masalah
yang sangat menonjol yaitu bahwa kawasan pesisir umumnya memiliki status
sebagai sumber daya milik bersama (common property resources) akibatnya
pemanfaatan sumber daya kawasan pesisir menjadi tidak bisa dikontrol karena
tidak ada keputusan kolektif. Kelebihan pemanfaatan dan eksploitasi sumber daya
terjadi dimana-mana yang akhirnya membuat sumber daya rusak dan memberikan
produktivitas, hasil, dan pendapatan yang rendah. Gejala ini disebut dengan
tragedi milik bersama (Tragedy of The Common).18
B. Penataan Ruang
Dalam melaksanakan konsep pengembangan suatu wilayah, tentunya
harus melalui proses perencanaan tata ruang wilayah yang matang, yakni
perencanaan yang komprehensif mencakup aspek fisik, ekonomi, sosial, dan
budaya demi mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan, seperti pemanfaatan
ruangan untuk kawasan peruntukan pemukiman harus sesuai dengan daya dukung
tanah setempat dan harus dapat menyediakan lingkungan yang sehat dan aman
dari bencana alam serta dapat memberikan lingkungan hidup yang sesuai bagi
pengembangan masyarakat sekitar, dengan tetap memperhatikan kelestarian
fungsi ekologi. Pemanfaatan dan pengelolaan kawasan peruntukan pemukiman
harus didukung oleh ketersediaan fasilitas fisik atau utilitas umum (kemudahan
akses transportasi, pasar, pusat perdangangan dan jasa, perkantoran, sarana air
bersih, persampahan, penanganan limbah dan drainase) dan fasilitas sosial
(kesehatan, pendidikan dan agama).
Mengikuti UU Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, tujuan
kebijakan penataan ruang wilayah pesisir dan lautan dirumuskan sebagai berikut
:19
18
Rokhmin Dahuri, Pendayagunaan Sumber Daya Kelautan, untuk Kesejahteraan Rakyat (Kumpulan Pemikiran Dr. Ir. Rokhmin Dahuri MS), (Jakarta : Lembaga Informasi dan Studi Pembangunan Indonesia, 2000), h. 10
19
1. Terselenggaranya pemanfaatan ruang (sumber daya dan jasa lingkungan)
2. Terselenggaranya pengaturan pemanfatan ruang kawasan lindung dan
budidaya wilayah pesisir dan kelautan
3. Tercapainya pemanfaatan ruang wilayah pesisir dan kelautan yang
berkualitas
Tujuan-tujuan tersebut secara tidak langsung mensyaratkan adanya zoning
dalam pemanfaatan ruang. Dengan kata lain pembangunan yang dialokasikan
melalui zoning pada setiap wilayah harus disesuaikan dengan daya dukung
lingkungan dan secara ekonomis menguntungkan.
Secara konsepsional, dalam suatu wilayah dimana pembangunan
dialokasikan, setidaknya terdapat tiga zona yaitu :20
1. Zona Preservasi, yaitu suatu wilayah yang mengandung atribut ekologis
dan biologis yang sangat penting bagi kelangsungan hidup ekosistem dan
seluruh komponennya, meliputi biota (organisme) termasuk kehidupan
manusia, spesies langka atau endemik, habitat dan berpijah, berbagai biota
laut, ikan, dan biota laut lainnya, dan sumber air tawar. Di dalam zona ini
tidak diperkenankan kegiatan pemanfaatan atau pembangunan, kecuali
untuk kepentingan penelitian dan pendidikan.
2. Zona Konservasi, yaitu wilayah yang diperbolehkan adannya kegiatan
pembangunan, tetapi dengan intensitas yang terbatas dan sangat terkendali,
misalnya wisata bahari, perikanan tangkap dan budi daya yang ramah
lingkungan (responsible fisheries) dan pengusahaan hutan mangrove
secara lestari. Zona konservasi bersama preservasi berfungsi memelihara
berbagai proses penunjang kehidupan, seperti siklus hidrologi dan unsur
hara; membersihkan limbah secara alamiah; dan sumber keanekaragaman
hayati (bio diversity). Luas kedua zona ini yang optimal dalam suatu
wilayah, tergantung pada kondisi alamnya, seyogyanya berkisar antara 30
sampai 50 persen dari luas wilayah.
20
3. Zona pemanfaatan, yaitu wilayah yang karena sifat biologis dan
ekologisnya dapat dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan pembangunan
yang lebih intensif, antara lain seperti industri, pertambangan dan
pemukiman. Namun kegiatan-kegiatan pembangunan dalam zona
pemanfaatan hendaknya harmonis mengikuti karakteristik ekologis.
C. Reklamasi
Untuk memahami suatu permasalahan menegenai reklamasi, perlu kiranya
melakukan suatu pendekatan terhadap masalah, pendekatan ini dapat diperoleh
melalui pemahaman menegenai definisi, tujuan, serta dampak dari reklamasi.
1. Pengertian Reklamasi Pantai
Istilah “reklamasi” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai pengurukan (tanah), atau juga usaha memperluas pertanian (tanah)
atau dengan memanfaatkan daerah yang sebelumnya tidak bermanfaat menjadi
bermanfaat. Sedangkan mereklamasi berarti membuka tanah untuk digarap.21 Menurut Sekretaris Direktorat Jenderal Penataan Ruang, Kementrian PU,22 Reklamasi lahan adalah proses pembentukan lahan baru di pesisir atau
bantaran sungai. Sesuai dengan definisinya, tujuan utama reklamasi adalah
menjadikan kawasan berair yang rusak atau tidak berguna menjadi lebih baik
dan bermanfaat. Kawasan ini biasanya dimanfaatkan untuk kawasan
permukiman, perindustrian, bisnis dan pertokoan, pelabuhan udara, perkotaan,
pertanian, serta objek wisata.
Dalam Undang-undang nomor 27 tahun 2007 tentang pengelolaan
wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, mengungkapkan bahwa reklamasi
adalah kegiatan yang dilakukan dalam rangka meningkatkan manfaat sumber
21
Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional, 2008), h. 1188
22
daya lahan yang ditinjau dari sudut lingkungan dan sosial ekonomi dengan
cara pengurugan, pengeringan lahan atau drainase. Pengertian ini sejalan
dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 40/PRT/M/2007 mengenai
Pedoman Perencanaan Tata Ruang Kawasan Reklamasi Pantai.
Dengan demikian, reklamasi adalah usaha pembentukan lahan baru
dengan cara pengurugan, pengeringan lahan atau drainase dalam rangka
meningkatkan manfaat sumber daya lahan yang ditinjau dari sudut lingkungan
dan sosial ekonomi. Sedangkan reklamasi pantai dapat diartikan sebagai usaha
pembentukan lahan baru baik yang menyatu dengan wilayah pantai ataupun
yang terpisah dari pantai dengan cara pengurugan, pengeringan lahan atau
drainase dalam rangka meningkatkan manfaat sumber daya lahan yang
ditinjau dari sudut lingkungan dan sosial ekonomi.
2. Tujuan Reklamasi
Tujuan reklamasi adalah menjadikan kawasan berair yang rusak atau
tidak berguna menjadi lebih baik dan bermanfaat. Kawasan baru tersebut,
biasanya dimanfaatkan untuk kawasan pemukiman, perindustrian, bisnis dan
pertokoan, pertanian, serta objek wisata.23 Khususnya pada Kota Jakarta, tujuan utama reklamsi Pantai Utara Jakarta yaitu untuk menekan laju
pertumbuhan, dimana tempat yang baru tersebut akan dijadikan pemukiman
yang mampu menampung sekitar 1,5 juta penduduk Jakarta.24
Reklamasi pantai merupakan salah satu langkah pemekaran kota.
Reklamasi dilakukan oleh negara atau kota-kota besar yang laju pertumbuhan
dan kebutuhan lahannya meningkat demikian pesat tetapi mengalami kendala
dengan semakin menyempitnya lahan daratan (keterbatasan lahan). Dengan
23 Modul Terapan, Pedoman Perencanaan Tata Ruang Kawasan Reklamasi Pantai
(Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 44/PRT/M/2007), Direktorat Jenderal Penataan Ruang, Departemen Pekerjaan Umum. h. 16.
24
kondisi tersebut, pemekaran kota ke arah daratan sudah tidak memungkinkan
lagi, sehingga diperlukan daratan baru. Selain reklamasi, alternatif lain dari
kebutuhan lahan adalah pemekaran ke arah vertikal dengan membangun
gedung-gedung pencakar langit dan rumah-rumah susun.25
3. Dampak Reklamasi Pantai
Sebagai proses perubahan yang terencana, jelas bahwa masalah sosial
yang timbul bukan merupakan hal yang ikut direncanakan. Oleh sebab itu,
maka lebih tepat disebut sebagai efek sampingan atau dampak dari proses
pembangunan masyarakat. Mengingat bahwa gejala sosial merupakan
fenomena yang saling terkait, maka tidak mengherankan jika perubahan yang
terjadi pada salah satu atau beberapa aspek, yang dikehendaki atau tidak
dikehendaki, dapat menghasilkan terjadinya perubahan pada aspek yang lain.
Terjadinya dampak yang tidak dikehendaki itulah yang kemudian
dikategorikan sebagai masalah sosial.26
Perubahan pantai dan dampak akibat adanya reklamasi tidak hanya
bersifat lokal, tetapi meluas. Reklamasi memiliki dampak positif maupun
negatif bagi masyarakat dan ekosistem pesisir dan laut. Dampak ini pun
mempunyai sifat jangka pendek dan jangka panjang yang dipengaruhi oleh
kondisi ekosistem dan masyarakat disekitar.27
a. Dampak positif
Secara umum dampak positif dari kegiatan reklamasi sesuai
dengan tujuan diadakannya reklamsi, seperti menghidupkan kembali
25 Modul Terapan, Pedoman Perencanaan Tata Ruang Kawasan Reklamasi Pantai
(Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 44/PRT/M/2007), h. 16-17.
26
Soetomo, Masalah Sosial dan Pembangunan, (Jakarta : PT. Dunia Pustaka Jaya, 1995), h. 165.
27
transportasi air, membuka peluang pembangunan wilayah pesisir,
meningkatkan pariwisata bahari, serta meningkatkan pendapatan daerah.
Kegiatan reklamasi antara lain tentunya pada peningkatan kualitas
dan nilai ekonomi kawasan pesisir, mengurangi lahan yang dianggap
kurang produktif, penambahan wilayah, perlindungan pantai dari erosi,
peningkatan kondisi habitat perairan, perbaikan rejim hidraulik kawasan
pantai, dan penyerapan tenaga kerja
Reklamasi banyak memberikan keuntungan dalam
mengembangkan wilayah. Praktek ini memberikan pilihan penyediaan
lahan untuk pemekaran wilayah, penataan daerah pantai, menciptakan
alternatif kegiatan dan pengembangan wisata bahari. Pulau hasil reklamasi
dapat menahan gelombang pasang yang mengikis pantai, Selain itu juga
dapat menjadi semacam bendungan untuk menahan banjir rob di daratan.
b. Dampak negatif
Namun perlu diingat pula, reklamasi merupakan hasil campur
tangan manusia terhadap alam, sehingga memungkinkan semua kegiatan
ini juga membawa dampak buruk. Diantara dampak negatif reklamasi
pantai pada lingkungan meliputi dampak fisik seperti perubahan
hidro-oseanografi, erosi pantai, sedimentasi, peningkatan kekeruhan,
pencemaran laut, perubahan rejin air tanah, peningkatan potensi banjir dan
penggenangan di wilayah pesisir. Sedangkan, dampak biologis berupa
terganggunya ekosistem mangrove, terumbu karang, padang lamun,
estuaria dan penurunan keanekaragaman hayati.
Adanya kegiatan ini, wilayah pantai yang semula merupakan ruang
publik bagi masyarakat akan hilang atau berkurang karena dimanfaatkan
untuk kegiatan privat. Keanekaragaman biota laut juga akan berkurang,
ekosistem yang sudah ada. Sistem hidrologi gelombang air laut yang jatuh
ke pantai akan berubah dari alaminya. Berubahnya alur air akan
mengakibatkan daerah di luar reklamasi akan mendapat limpahan air yang
banyak sehingga kemungkinan akan terjadi abrasi, tergerus atau
mengakibatkan terjadinya banjir atau rob.
Disamping itu, reklamasi pantai juga berdampak pada aspek
sosial-ekonomi masyarakat, kegiatan masyarakat di wilayah pantai sebagian
besar adalah petani tambak, nelayan dan buruh, sehingga adanya reklamasi
akan mempengaruhi hasil tangkapan dan berimbas pada penurunan
pendapatan mereka.
Kondisi ekosistem di wilayah pantai yang kaya akan
keanekaragaman hayati sangat mendukung fungsi pantai sebagai
penyangga daratan. Ekosistem perairan pantai sangat rentan terhadap
perubahan sehingga apabila terjadi perubahan baik secara alami maupun
rekayasa akan mengakibatkan berubahnya keseimbangan ekosistem.
Terganggunya ekosistem perairan pantai dalam waktu yang lama, pasti
memberikan kerusakan ekosistem wilayah pantai, kondisi ini
menyebabkan kerusakan pantai. Untuk reklamasi biasanya memerlukan
material urugan yang cukup besar yang tidak dapat diperoleh dari sekitar
pantai, sehingga harus didatangkan dari wilayah lain yang memerlukan
jasa angkutan. Pengangkutan ini berakibat pada padatnya lalu lintas,
penurunan kualitas udara, debu, bising yang akan mengganggu kesehatan
masyarakat.
Sehingga untuk meminimalkan dampak fisik, ekologis, sosial
ekonomi dan budaya negatif serta mengoptimalkan dampak positif, maka
kegiatan reklamasi harus dilakukan secara hati-hati dan berdasar pada
pedoman yang ada dengan melibatkan stakeholder. Pada dasarnya,
yaitu memperhatikan aspek sosial, ekonomi dan lingkungan dengan
orientasi jangka panjang.
D. Masyarakat
1. Pengertian Masyarakat Pesisir
Dalam Kamus Bahasa Indonesia, masyarakat diartikan sebagai
sekumpulan orang yang hidup bersama pada suatu tempat atau wilayah
dengan ikatan aturan tertentu dan kesamaan tertentu.28 Auguste Comte dalam Abdulsyani mengatakan bahwa masyarakat merupakan kelompok-kelompok
makhluk hidup dengan realitas-realitas baru yang berkembang menurut
hukum-hukumnya sendiri dan berkembang menurut pola perkembangan yang
tersendiri.29
Definisi wilayah pesisir Menurut Dahuri dalam Syamsir Salam, hingga
saat ini belum ada definisi yang baku. Namun demikian, terdapat kesepakatan
umum di dunia bahwa wilayah pesisir adalah suatu wilayah peralihan antara
daratan dan lautan.30 Dengan kata lain wilayah pesisir berarti tanah dasar berpasir dipantai ditepi laut.
Masyarakat pesisir adalah kelompok orang yang bermukim di wilayah
pesisir, mempunyai mata pencaharian dari sumber daya alam dan jasa-jasa
lingkungan pesisir dan laut, misalnya nelayan, pembudidaya ikan, pedagang,
pengelola ikan, pemilik atau pekerja perusahaan perhubungan laut, pemilik
atau pekerja pertambangan dan energi di wilayah pesisir, pemilik atau pekerja
industri maritim, misalnya galangan kapal dan coastal and engineering.
28 Kamus Besar Bahasa Indonesia
, (Jakarta : Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional, 2008), h. 924
29
Abdulsyani, SOSIOLOGI : Skematika, Teori, dan Terapan, (Jakarta : PT. Bumi Aksara, 2012), h. 31
30
Berdasarkan definisi di atas, maka masyarakat pesisir diartikan sebagai
sekumpulan orang yang bertempat tinggal di tepi pantai dan memiliki mata
pencaharian yang berasal dari sumber daya laut dan pantai tersebut.
2. Karakteristik Masyarakat Pesisir
Sifat dan karakteristik masyarakat pesisir sangat dipengaruhi oleh jenis
kegiatan mereka, seperti usaha perikanan tangkap, usaha perikanan tambak,
dan usaha pengolahan hasil perikanan yang memang dominan dilakukan oleh
mereka. Karena sifat dari usaha-usaha mereka sangat dipengaruhi oleh
faktor-faktor lingkungan, musim dan pasar, maka karakteristik masyarakat pesisir
juga terpengaruhi oleh faktor-faktor tersebut.
Secara struktural, masyarakat nelayan dan kegiatan ekonomi
perikanannya, seperti yang digambarkan Firth memiliki kemiripan dengan
sistem ekonomi petani. Walaupun karakteristik aktivitas produksi nelayan dan
petani berbeda, tetapi dalam beberapa hal terdapat kesamaan yang bersifat
umum, seperti kerentanan secara ekonomi terhadap timbulnya ketidakpastian
yang berkaitan dengan musim-musim produksi.31 Karakteristik ini menjadi karakteristik yang paling mencolok di kalangan masyarakat pesisir, terutama
bagi para nelayan kecil. Pada musim penangkapan para nelayan sangat sibuk
melaut. Sebaliknya, pada musim paceklik kegiatan melaut menjadi berkurang
sehingga banyak nelayan yang terpaksa menganggur.
Kondisi ini mempunyai implikasi besar pula terhadap kondisi
sosial-ekonomi masyarakat pantai secara umum dan kaum nelayan khususnya.
Kondisi di atas turut pula mendorong munculnya pola hubungan
tertentu yang sangat umum dijumpai dikalangan nelayan dan juga petani
tambak, yakni pola hubungan yang bersifat vertikal, yang terwujud dalam
31
hubungan patron-klien. Menurut Scott dalam Kusnadi menyatakan bahwa
hubungan patron-klien merupakan kasus hubungan antara dua orang yang
sebagian besar melibatkan persahabatan instrumental, dimana seseorang yang
kedudukan sosialnya (patron) lebih tinggi menggunakan pengaruh dan sumber
daya yang dimilikinya untuk memberikan perlindungan atau keuntungan, atau
keduanya kepada orang yang kedudukannya (client) lebih rendah.32 Karena keadaan ekonomi yang buruk, maka para nelayan kecil, buruh nelayan, petani
tambak kecil, dan buruh tambak seringkali terpaksa meminjam uang dan
barang-barang kebutuhan hidup sehari-hari dari para juragan atau para
pedangang pengumpul. Konsekuensinya, para peminjam tersebut menjadi
terikat dengan pihak juragan atau pedagang. Keterkaitan tersebut antara lain
berupa keharusan menjual produknya kepada pedagang atau juragan tersebut.
Pola hubungan yang tidak simetris ini tentu saja sangat mudah menjadi alat
mendominasi dan eksploitasi.
Aturan-aturan yang digunakan umumnya timbul dan berakar dari
permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat. Aturan-aturan
dan kebijakan ini kemudian ditetapkan, dan dikukuhkan sebagai hukum adat
yang disepakati bersama. Dalam penerapannya, aturan-aturan tersebut juga
langsung diaplikasikan, diawasi dan dievaluasi sendiri oleh masyarakat.
Sistem pengelolaan di atas dapat berjalan dengan baik di dalam
struktur masyarakat yang masih sederhana dan belum banyak dimasuki oleh
pihak luar. Hal ini dikarenakan baik budaya, tatanan hidup dan kegiatan
masyarakat relatif homogen dan masing-masing individu merasa mempunyai
kepentingan yang sama dan tanggung jawab dalam melaksanakan dan
mengawasi hukum yang sudah disepakati bersama.33
32
Kusnadi, Nelayan : Strategi Adaptasi dan Jaringan Sosial, (Bandung : Humaniora Utama Press, 2000), h. 18
33
E. Perubahan Sosial
1. Pengertian Perubahan Sosial
Kata lain dari perubahan adalah transformasi. Transformasi berasal
dari bahasa Inggris transformation yang berarti perubahan bentuk atau
penggantian rupa.34 Kemudian diserap kedalam bahasa Indonesia dengan kata transformasi. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, transformasi berarti
perubahan rupa (bentuk, sifat, fungsi dan sebagainya).35 Perubahan sosial merupakan segala transformasi pada individu, kelompok, masyarakat, dan
lembaga-lembaga sosial yang memengaruhi sistem sosialnya, termasuk di
dalamnya nilai, sikap, dan pola perilaku diantara kelompok dalam
masyarakat.36
Pada dasarnya setiap masyarakat yang ada di muka bumi ini dalam
hidupnya akan mengalami perubahan baik sosial ataupun ekonomi. Adanya
perubahan tersebut akan dapat diketahui bila kita melakukan suatu
perbandingan dengan menelaah suatu masyarakat pada masa tertentu yang
kemudian kita bandingkan dengan keadaan masyarakat pada waktu yang
lampau. Perubahan sosial ekonomi yang terjadi di dalam masyarakat
merupakan suatu proses yang terus menerus, ini berarti bahwa setiap
masyarakat akan mengalami perubahan-perubahan dalam setiap aspek
kehidupan.
William F. Ogburn mengemukakan bahwa ruang lingkup perubahan
sosial mencakup unsur-unsur kebudayaan yang materiil ataupun immaterial
dengan menekankan bahwa pengaruh yang besar dari unsur-unsur immareriil.
Kingsley Davis mengartikan perubahan sosial sebagai perubahan yang
terjadi dalam fungsi dan struktur masyarakat. Perubahan sosial dikatakannya
34
sebagai perubahan dalam hubungan sosial atau sebagai perubahan terhadap
keseimbangan hubungan sosial tersebut.
Sementara itu Selo Soemardjan mengungkapkan bahwa perubahan
sosial adalah perubahan yang terjadi pada lembaga-lembaga kemasyarakatan
di dalam suatu masyarakat yang memengaruhi sistem sosialnya, termasuk di
dalam nilai-nilai, sikap-sikap, dan pola perilaku diantara kelompok dalam
masyarakat.37
Dari beragam definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa perubahan
sosial adalah perubahan yang terjadi dalam struktur sosial atau organisasi
sosial masyarakat, yang memengaruhi sistem sosial masyarakat secara
keseluruhan.
2. Faktor-faktor yang Menyebabkan Perubahan Sosial
Pada dasarnya, perubahan sosial terjadi oleh karena anggota
masyarakat pada waktu tertentu merasa tidak puas lagi terhadap keadaan
hidupnya yang lama. Norma-norma dan lembaga sosial atau sarana
penghidupan yang lama dianggap tidak memadai lagi untuk memenuhi
kebutuhan hidup yang baru.38
Untuk mempelajari perubahan sosial masyarakat, perlu diketahui
sebab-sebab yang melatari terjadinya perubahan itu. Apabila diteliti lebih
mendalam sebab terjadinya suatu perubahan masyarakat, mungkin
dikarenakan adanya suatu yang dianggap sudah tidak lagi memuaskan
masyarakat sebagai pengganti faktor yang lama itu. Mungkin juga masyarakat
mengadakan perubahan karena terpaksa demi untuk menyesuaikan suatu
37
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada, 2009), h. 262-263.
38
faktor dengan faktor-faktor lain yang sudah mengalami perubahan terlebih
dahulu.39
Proses perubahan sosial terjadi karena manusia adalah makhluk yang
berpikir dan bekerja, manusia juga selalu mempertahankan kehidupannya serta
memperbaiki nasibnya. Disamping itu, perubahan sosial juga terjadi karena
keinginan manusia untuk menyesuaikan diri dengan keadaan sekelilingnya
ataupun disebabkan oleh faktor ekologis.40
Pada umumnya dapat dikatakan bahwa ada sumber sebab-sebab yang
terletak di dalam masyarakat itu sendiri dan ada yang letaknya di luar.41 Sebab-sebab yang bersumber dari dalam masyarakat itu sendiri, antara lain
sebagai berikut :
a. Bertambah atau Berkurangnya Penduduk
Pertambahan penduduk yang sangat pesat di pulau Jawa
menyebabkan terjadinya perubahan dalam struktur masyarakat, terutama
pada lembaga-lembaga kemasyarakatannya.
Berkurang dan bertambahnya penduduk disebabkan berpindahnya
penduduk dari desa ke kota atau dari daerah ke daerah lain. Perpindahan
penduduk mengakibatkan kekosongan, misalnya, dalam bidang pembagian
kerja dan stratifikasi sosial, yang memengaruhi lembaga-lembaga
kemasyarakatan.
b. Penemuan-penemuan Baru
Suatu proses sosial dan kebudayaan yang besar, tetapi yang terjadi
dalam jangka waktu tidak terlalu lama disebut dengan inovasi atau
39
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada, 2009), h. 275.
40
Phill Astrid S. Susanto, Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial, (Bandung: Bina Cipta, 1977), h. 188.
41
innovation. Proses tersebut meliputi suatu penemuan baru, jalannya unsur
kebudayaan baru yang tersebar keseluruh bagian masyarakat dan cara-cara
unsur kebudayaan baru diterima, dipelajari, dan akhirnya dipakai oleh
masyarakat.
Menurut Koentjraningrat dalam Abdulsyani, faktor-faktor yang
mendorong individu untuk mencari penemuan baru adalah sebagai berikut
:42
1. Kesadaran dari orang perorangan akan kekurangan dalam
kebudayaannya.
2. Kualitas dari ahli-ahli dalam suatu kebudayaan.
3. Perangsang bagi aktivitas-aktivitas penciptaan dalam masyarakat.
c. Pertentangan (conflict) Masyarakat
Pertentangan-pertentangan yang ada di dalam masyarakat yang
terjadi antara individu dengan kelompok atau antara kelompok dengan
kelompok. Umumnya masyarakat tradisional Indonesia bersifat kolektif.
Segala kegiatan di dasarkan pada kepentingan masyarakat. Kepentingan
individu walaupun diakui, tetapi mempunyai fungsi sosial sering timbul
pertentangan antara kepentingan individu dengan kepentingan
kelompoknya, yang dalam hal-hal tertentu dapat menimbulkan perubahan
sosial.
Suatu perubahan sosial dapat pula bersumber pada sebab-sebab yang
berasal dari luar masyarakat itu sendiri, antara lain sebagai berikut :
a. Sebab-sebab yang Berasal dari Lingkungan Alam Fisik yang Ada di Sekitar Manusia
42