• Tidak ada hasil yang ditemukan

Angka Kejadian Infeksi Nematoda Usus pada Pedagang Makanan (Food Handler) di Lingkungan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Tahun 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Angka Kejadian Infeksi Nematoda Usus pada Pedagang Makanan (Food Handler) di Lingkungan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Tahun 2014"

Copied!
78
0
0

Teks penuh

(1)

FOOD HANDLER)

DI LINGKUNGAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA TAHUN 2014

Oleh :

OLIVIA MONICA D 110100205

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : Angka Kejadian Infeksi Nematoda Usus pada Pedagang

Makanan (Food Handler) di Lingkungan Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara Tahun 2014.

Nama : Olivia Monica D

NIM : 110100205

Pembimbing, Penguji I,

(dr. Sunna Vyatra Hutagalung, MS) (dr. Tetty Aman Nasution, M.Med,Sc.)

NIP. 198104032006042002 NIP. 197001091997022001

Penguji II,

(dr. Lita Feriyawati, M.Kes)

NIP. 197002082001122001

Medan, Desember 2014

Dekan Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara

(Prof.dr.Gontar Alamsyah Siregar,SpPD,KGEH)

(3)

ABSTRAK

Infeksi nematoda usus masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia, karena prevalensinya masih tinggi yaitu sekitar 45-65%. Penularan infeksi cacing dibantu transmisinya oleh pedagang makanan (food handler). Untuk memenuhi kebutuhan energi setiap hari, banyak mahasiswa dan dosen yang mengkomsumsi makanan yang dijajakan oleh pedagang makanan di lingkungan Fakultas Kedokteran USU. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar angka kejadian infeksi nematoda usus pada pedagang makanan

(food handler) di lingkungan Fakultas Kedokteran USU.

Penelitian ini merupakan suatu studi deskriptif dengan pendekatan cross sectional (potong lintang) yang dilakukan di lingkungan Fakultas Kedokteran USU, Medan pada bulan September 2014. Sampel penelitian adalah 25 orang pedagang makanan yang dipilih sesuai dengan kriteria inklusi dan kriteria eksklusi melalui teknik total sampling. Data infeksi kecacingan diambil sebagai data primer melalui pemeriksaan laboratorium feses teknik Modifikasi Kato-Katz. Observasi juga dilakukan untuk memperoleh data pendukung perihal kondisi perilaku dan lingkungan yang berpengaruh terhadap angka kejadian infeksi kecacingan.

Pada penelitian ini, terdapat 1 orang (1/25) pedagang makanan yang terinfeksi dengan jenis cacing yang menginfeksi adalah Ascaris lumbricoides. Pedagang makanan yang terinfeksi berjenis kelamin perempuan dan berusia di antara 18-40 tahun. Berdasarkan hasil lembar observasi didapati pedagang makanan yang terinfeksi memiliki perilaku host dan faktor lingkungan yang “Buruk”.

Dari hasil penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa angka kejadian infeksi nematoda usus pada pedagang makanan adalah 4%. Kesadaran dalam menjaga kesehatan diri dan lingkungan, serta pemeriksaan kesehatan berkala perlu dilakukan untuk meningkatkan kualitas kesehatan pedagang makanan.

(4)

ABSTRACT

Intestinal nematode infection remains a public health problem in Indonesia because of its prevalence is still high at 45-65%. Transmission of helminth infection is assisted by food traders. To meet the energy needs every day, many students and professors who consume foods sold by food traders in the Faculty of Medicine, USU. The purpose of this study is to determine how much the incidence of intestinal nematode infections in food traders (food handler) in the Faculty of Medicine, USU.

This study is a descriptive study with cross-sectional approach conducted in the Faculty of Medicine USU, Medan in September 2014. Samples were 25 food traders are selected according to the criteria of inclusion and exclusion criteria through total sampling technique. Data of helminth infections is taken as the primary data through laboratory feces tests Modified Kato-Katz technique. Observation were also made to support regarding behavior and environmental conditions that affect the incidence of helminth infection.

In this study, there was only one food trader (1/25) were infected, with a type of helminth that infects is Ascaris lumbricoides. Infected food trader is female and aged between 18-40 years. Based on the results of the observation sheet was found that infected food traders host behavior and environmental factors is "Bad".

From these results, it can be concluded that the incidence of intestinal nematode infections in the food trader is 4%. Awareness in maintaining their own health and the environment, as well as periodic health examination needs to be done to improve food trader’s health quality.

(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunia, rahmat dan

kesehatan yang telah Ia berikan kepada peneliti sehingga peneliti dapat

menyelesaikan penelitian tepat pada waktunya. Judul yang dipilih adalah “Angka

Kejadian Infeksi Nematoda Usus pada Pedagang Makanan (food handler) di

Lingkungan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Tahun 2014”, yang

merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan pembelajaran semester VII di

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Dalam proses penulisan karya ilmiah ini, peneliti telah mendapat

bimbingan dan pengarahan yang sangat berguna dari berbagai pihak. Oleh karena

itu, pada kesempatan ini peneliti dengan rendah hati ingin menyampaikan terima

kasih kepada :

1. dr. Sunna Vyatra Hutagalung, MS selaku dosen pembimbing yang telah banyak

memberikan arahan dan masukan kepada peneliti, sehingga karya tulis ilmiah ini

dapat terselesaikan dengan baik.

2. dr. Tetty Aman Nasution, M.Med, Sc. dan dr. Lita Feriyawati, M.Kes selaku

dosen penguji I dan II yang sudah meluangkan waktu dan pemikiran untuk

menyempurnakan karya tulis ilmiah ini.

3. Orang tua peneliti, Dr. Ir. Binsar Situmorang, M.Si, MAP dan Rumondang

Pangaribuan, SE yang telah memberikan dukungan baik secara moral maupun

material kepada peneliti.

4. Saudara kandung peneliti, Dian C. Anggara, S.Mn, MBA, Carina Shelia, S.Ked

dan Jeffrey Fernando Abram yang telah banyak memberikan motivasi dan

masukan kepada peneliti.

5. Seluruh staf pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang

(6)

6. Teman-teman peneliti, Ira, Ncus, Regina, Deasy, Ibrena, Helena, Yandi dan

Dedek yang telah banyak memberikan saran dan bantuan kepada peneliti selama

penelitian.

Peneliti menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini masih terdapat banyak

kekurangan dan ketidaksempurnaan akibat keterbatasan ilmu pengetahuan dan

pengalaman yang dimiliki oleh peneliti. Oleh karena itu, semua saran dan kritik

akan menjadi sumbangan yang berarti guna menyempurnakan penelitian ini.

Akhirnya, peneliti mengharapkan semoga karya ilmiah ini dapat

memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara, bangsa dan negara, serta pengembangan ilmu

pengetahuan.

Medan, Desember 2014

Peneliti,

OLIVIA MONICA D

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PERSETUJUAN ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR TABEL... xi

DAFTAR SINGKATAN ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 3

1.3.Tujuan Penelitian ... 4

1.4. Manfaat Penelitian ... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Deskripsi Nematoda ... 5

2.2. Jenis Nematoda Usus... ... 5

2.3. Epidemiologi Infeksi Nematoda Usus ... 6

2.4. Faktor Resiko Infeksi Nematoda Usus ... 7

(8)

2.5.1. Ascaris lumbricoides

2.5.1.1. Siklus Hidup ... 9

2.5.1.2. Gejala Klinis... 11

2.5.1.3. Diagnosa ... 11

2.5.2. Trichuris trichuira 2.5.1.1. Siklus Hidup ... 12

2.5.1.2. Gejala Klinis... 13

2.5.1.3. Diagnosa ... 13

2.5.3. Ancylostoma duodenale dan Necator americanus (Hookworm) 2.5.1.1. Siklus Hidup ... 14

2.5.1.2. Gejala Klinis... 15

2.5.1.3. Diagnosa ... 15

2.6. Pemeriksaan Tinja pada Infeksi Nematoda Usus ... 15

2.7. Transmisi Infeksi Nematoda Usus oleh Pedagang Makanan (food handler)... ... 18

2.8. Dampak Infeksi Kecacingan pada Orang Dewasa 2.8.1. Dampak terhadap Status Kesehatan dan Gizi ... 19

2.8.2. Dampak terhadap Intelektual dan Produktivitas... ... 19

2.9. Pencegahan dan Pemberantasan Infeksi Nematoda Usus ... 19

2.10. Pengendalian Infeksi Nematoda Usus 2.10.1. Pemberian obat cacing... ... 20

2.10.2. Pendidikan kesehatan (Edukasi) ... 21

(9)

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep Penelitian... 22

3.2. Defenisi Operasional... 22

BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1. Jenis Penelitian ... 26

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 26

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 26

4.4. Metode Pengumpulan Data ... 27

4.5. Metode Analisis Data ... 28

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil Penelitian ... 29

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian... 28

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Sampel... 28

5.1.2.1. Karakteristik Pedagang Makanan Berdasarkan Jenis Kelamin 28 5.1.2.1. Karakteristik Pedagang Makanan Berdasarkan Usia ... 29

5.1.3. Hasil Analisis Data ... 29

5.1.3.1. Angka Kejadian Infeksi Nematoda Usus ... 29

5.1.3.2. Distribusi Frekuensi Pedagang Makanan berdasarkan Jenis Cacing Nematoda Usus ... 30

5.1.3.3. Deskripsi Hasil Lembar Observasi dan Lembar Kuisioner... 32

5.1.3.3.1. Distribusi Frekuensi Jawaban pada Lembar Observasi ... 32

5.1.3.3.2. Distribusi Frekuensi Jawaban pada Lembar Kuisioner ... 34

(10)

5.1.3.3.4. Deskripsi Hasil Lembar Observasi dan Lembar Kuisioner pada Pedagang Makanan yang Terinfeksi.. 37

5.2. Pembahasan ... 39

5.2.1. Hasil Penelitian ... 39

5.2.2. Lembar Observasi ... 40

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan ... 43

6.2. Saran ... 43

(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor JUDUL Halaman

2.1 Jenis Soil Transmitted Helminths 6

2.2 Siklus Hidup Ascaris lumbricoides 10

2.3 Siklus Hidup Trichuris trichiura 12

2.4 Siklus Hidup Hookworm 14

2.5 Kerangka Teori Transmisi Infeksi Nematoda

Usus pada Pedagang Makanan (Food Handler)

18

3.1 Kerangka Konsep 22

5.1 Hasil Pemeriksaan Mikroskopis (perbesaran

10X) pada Pedagang Makanan yang Terinfeksi

(Positif)

(12)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1 Jenis Cacing Penyebab Utama Infeksi Nematoda Usus

di Seluruh Dunia

7

2.2 Klasifikasi Intensitas Infeksi Menurut Jenis Cacing 17

5.1 Distribusi Karakteristik Pedagang Makanan berdasarkan

Jenis Kelamin

28

5.2 Distribusi Karakteristik Pedagang Makanan berdasarkan

Usia

29

5.3 Distribusi Frekuensi Pedagang Makanan berdasarkan

Infeksi Cacing Nematoda Usus

30

5.4 Distribusi Frekuensi Pedagang Makanan berdasarkan Jenis

Cacing Nematoda Usus

31

5.5 Distribusi Frekuensi Jawaban Pedagang Makanan pada Item

Observasi Perilaku Host dan Faktor Lingkungan

32

5.6

5.7

5.8

5.9

Distribusi Frekuensi Jawaban pada Lembar Kuisioner

Skor Hasil dari Lembar Observasi dan Lembar Kuisioner

Pedagang Makanan

Kategori Pedagang Makanan dan Faktor Lingkungan

berdasarkan Lembar Observasi dan Lembar Kuisioner

Distribusi Tabulasi Silang Kategori Perilaku dan Faktor

Lingkungan Pedagang Makanan dengan Infeksi Kecacingan

di Lingkungan Fakultas Kedokteran USU tahun 2014

33

Deskripsi Hasil dari Lembar Observasi Perilaku Host dan

Faktor Lingkungan pada Pedagang Makanan yang

Terinfeksi (Positif)

Deskripsi Hasil dari Lembar Kuisioner Perilaku Host dan

Faktor Lingkungan pada Pedagang Makanan yang Positif

37

(13)

DAFTAR SINGKATAN

USU : Universitas Sumatera Utara

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul

Lampiran 1 Daftar Riwayat Hidup

Lampiran 2 Ethical Clearance

Lampiran 3 Surat Izin Penelitian

Lampiran 4 Informed Consent

Lampiran 5 Lembar Observasi dan Lembar Kuisioner

Lampiran 6 Data Induk

Lampiran 7 Output Hasil Penelitian

(15)

ABSTRAK

Infeksi nematoda usus masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia, karena prevalensinya masih tinggi yaitu sekitar 45-65%. Penularan infeksi cacing dibantu transmisinya oleh pedagang makanan (food handler). Untuk memenuhi kebutuhan energi setiap hari, banyak mahasiswa dan dosen yang mengkomsumsi makanan yang dijajakan oleh pedagang makanan di lingkungan Fakultas Kedokteran USU. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar angka kejadian infeksi nematoda usus pada pedagang makanan

(food handler) di lingkungan Fakultas Kedokteran USU.

Penelitian ini merupakan suatu studi deskriptif dengan pendekatan cross sectional (potong lintang) yang dilakukan di lingkungan Fakultas Kedokteran USU, Medan pada bulan September 2014. Sampel penelitian adalah 25 orang pedagang makanan yang dipilih sesuai dengan kriteria inklusi dan kriteria eksklusi melalui teknik total sampling. Data infeksi kecacingan diambil sebagai data primer melalui pemeriksaan laboratorium feses teknik Modifikasi Kato-Katz. Observasi juga dilakukan untuk memperoleh data pendukung perihal kondisi perilaku dan lingkungan yang berpengaruh terhadap angka kejadian infeksi kecacingan.

Pada penelitian ini, terdapat 1 orang (1/25) pedagang makanan yang terinfeksi dengan jenis cacing yang menginfeksi adalah Ascaris lumbricoides. Pedagang makanan yang terinfeksi berjenis kelamin perempuan dan berusia di antara 18-40 tahun. Berdasarkan hasil lembar observasi didapati pedagang makanan yang terinfeksi memiliki perilaku host dan faktor lingkungan yang “Buruk”.

Dari hasil penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa angka kejadian infeksi nematoda usus pada pedagang makanan adalah 4%. Kesadaran dalam menjaga kesehatan diri dan lingkungan, serta pemeriksaan kesehatan berkala perlu dilakukan untuk meningkatkan kualitas kesehatan pedagang makanan.

(16)

ABSTRACT

Intestinal nematode infection remains a public health problem in Indonesia because of its prevalence is still high at 45-65%. Transmission of helminth infection is assisted by food traders. To meet the energy needs every day, many students and professors who consume foods sold by food traders in the Faculty of Medicine, USU. The purpose of this study is to determine how much the incidence of intestinal nematode infections in food traders (food handler) in the Faculty of Medicine, USU.

This study is a descriptive study with cross-sectional approach conducted in the Faculty of Medicine USU, Medan in September 2014. Samples were 25 food traders are selected according to the criteria of inclusion and exclusion criteria through total sampling technique. Data of helminth infections is taken as the primary data through laboratory feces tests Modified Kato-Katz technique. Observation were also made to support regarding behavior and environmental conditions that affect the incidence of helminth infection.

In this study, there was only one food trader (1/25) were infected, with a type of helminth that infects is Ascaris lumbricoides. Infected food trader is female and aged between 18-40 years. Based on the results of the observation sheet was found that infected food traders host behavior and environmental factors is "Bad".

From these results, it can be concluded that the incidence of intestinal nematode infections in the food trader is 4%. Awareness in maintaining their own health and the environment, as well as periodic health examination needs to be done to improve food trader’s health quality.

(17)

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar belakang

Nematoda merupakan salah satu jenis cacing parasit yang paling sering

ditemukan pada tubuh manusia. Nematoda yang hidup dalam usus manusia

disebut dengan nematoda usus. Cacing nematoda usus bersifat kosmopolit

terutama ditemukan pada daerah yang lembab yaitu di negara yang beriklim tropis

dan subtropis, dimana telur dan larva cacing lebih dapat berkembang (de Silva et

al., 2003 ; Bethony et al., 2006).

Asia Tenggara merupakan salah satu wilayah yang memiliki prevalensi

tinggi infeksi cacing di dunia (de Silva et al., 2003). Di Indonesia, infeksi cacing

masih merupakan masalah besar dalam kesehatan masyarakat karena

prevalensinya masih tinggi yaitu kurang lebih 45-65%, bahkan di wilayah tertentu

yang memiliki sanitasi lingkungan buruk, panas dan kelembaban tinggi prevalensi

infeksi cacing bisa mencapai 80% (Ali, 2007).

Di antara nematoda usus ini yang paling sering menginfeksi manusia

adalah yang ditularkan melalui tanah atau disebut ”Soil Transmitted

Helminths (STH)”. Infeksi Soil Transmitted Helminths (STH)adalah infeksi pada

manusia yang disebabkan oleh cacing nematoda parasit yang ditularkan melalui

tanah yang terkontaminasi melalui kontak langsung dengan telur parasit atau larva

yang berada di tanah (Bethony et al., 2006).

Cacing yang tergolong dalam kelompok Soil Transmitted Helminths

(STH) adalah cacing yang dalam menyelesaikan siklus hidupnya memerlukan

tanah yang sesuai untuk berkembang menjadi bentuk infektif. Empat jenis Soil

Transmitted Helminths (STH) yang paling sering menginfeksi adalah

roundworm (Ascaris lumbricoides), whipworm (Trichuris trichiura), dan

hookworm (Ancylostoma duodenale dan Necator americanus) sedangkan

Strongyloides stercoralis jarang ditemukan terutama pada daerah yang beriklim

(18)

Berdasarkan laporan terakhir diperkirakan infeksi Ascaris lumbricoides

sebesar 1,221 miliar, Trichiuris trichiura 795 juta (de Silva et.al, 2003). Infeksi

dengan Trichiuris trichiura dan Ascaris lumbricoides secara tipikal diderita pada

anak-anak berusia 5-10 tahun, semakin bertambah usia akan menurun dan

menetap pada usia dewasa. Profil yang berbeda terjadi pada infeksi cacing

tambang dengan intensitas maksimum sampai usia 20-25 tahun(Hotez et al.,

2006).

Infeksi Soil Transmitted Helminth (STH) memberikan dampak yang cukup

luas. Infeksi STH dapat memperburuk status nutrisi dan menganggu proses

kognitif sehingga dapat menurunkan produktifitas penderita dan menurunkan

sumber daya manusia (WHO, 2010 ; Depkes RI, 2006). Infeksi STH lebih

menyebabkan ketidakmampuan (disability) dibandingkan kematian, beban yang

ditanggung masyarakat diukur menggunakan disability-adjusted life years

(DALY) sebagai bagian dari Global Burden of Disease (GBD) (Pullan, Jennifer,

Rashmi, dan Simon, 2014). Infeksi cacing tambang menyebabkan hilangnya

DALY lebih besar dibandingkan infeksi cacing lainnya. Pengukuran DALY

karena cacing tambang masih tetap menurunkan estimasi dari beban

sesungguhnya akibat anemia defisiensi zat besi dan kurang energi protein.

Anemia defisiensi zat besi diperkirakan menimbulkan kehilangan 12 juta

DALY setiap tahunnya dan merupakan masalah gangguan nutrisi terbesar di

dunia ( Hotez et al., 2006).

Penularan infeksi cacing salah satunya dibantu transmisinya oleh

pedagang makanan (food handler). Pedagang makanan adalah seseorang yang Penularan infeksi cacing pada manusia dapat terjadi melalui beberapa cara

yaitu penularan secara langsung melalui telur cacing yang menempel pada kuku

atau tangan yang telah tercemar oleh tanah dengan tinja manusia, ataupun

makanan yang telah tercemar telur cacing yang dibantu transmisi dengan angin

atau vektor seperti lalat atau serangga, sehingga masuk ke mulut kemudian

tertelan dan penularan melalui larva cacing yang menembus kulit yang ditularkan

(19)

seorang tenaga kerja yang bertugas untuk memproses bahan makanan untuk

dimasak menjadi makanan (koki atau juru masak) ataupun orang yang berperan

sebagai food handler untuk menyajikan makanan kepada pembeli. Tanpa disadari

banyak pedagang makanan (food handler) yang terinfeksi cacing merupakan

carrier asymptomatic dimana mereka secara tidak sengaja dapat menularkan

kecacingannya kepada para pembeli melalui makanan yang telah terkontaminasi

oleh tangan yang terinfeksi telur cacing.

Soil Transmitted Helminth (STH) yang dapat menginfeksi manusia dengan

penularan melalui tangan hanya roundworm (Ascaris lumbricoides) dan

whipworm (Trichuris trichiura

Fakultas Kedokteran USU adalah tempat dimana mahasiswa dan dosen

setiap harinya beraktivitas dalam kegiatan belajar-mengajar. Mahasiswa rata-rata

menghabiskan waktu untuk kuliah dan praktikum minimal enam jam setiap

harinya. Untuk memenuhi kebutuhan energi tersebut, banyak mahasiswa dan

dosen yang mengkomsumsi makanan yang dijajakan oleh pedagang makanan di

lingkungan Fakultas Kedokteran USU, dimana tempat tersebut belum pernah

dilakukan penelitian yang berhubungan dengan infeksi yang ditularkan melalui

pedagang makanan (food handler).

), infeksi hookworm tidak dapat menginfeksi

manusia melalui penularan dengan tangan namun pada penelitian ini juga akan

dipaparkan angka kejadian infeksi telur hookworm pada pedagang makanan (food

handler), dimana pemeriksaan infeksi STH dilakukan dengan menggunakan feses

sebagai sampel dan dilakukan pemeriksaan secara kualitatif dengan metode

Modifikasi Kato Katz.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk meneliti mengenai angka

kejadian infeksi nematoda usus pada pedagang makanan (food

handler) di lingkungan Fakultas Kedokteran USU.

1.2. Rumusan Masalah

Bagaimana angka kejadian infeksi nematoda usus pada pedagang makanan

(20)

1.3. Tujuan penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui seberapa besar angka kejadian infeksi nematoda

usus pada pedagang makanan (food handler) di lingkungan Fakultas

Kedokteran USU.

1.3.2. Tujuan Khusus

Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui distribusi pedagang makanan (food handler) yang

terinfeksi nematoda usus berdasarkan usia dan jenis kelamin.

2. Untuk mengetahui distribusi jenis nematoda usus yang menginfeksi

pedagang makanan (food handler).

3. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh faktor host dan lingkungan

terhadap infeksi kecacingan pada pedagang makanan (food handler).

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat antara lain :

1. Pedagang makanan (food handler) meningkatkan kesadaran dalam

pencegahan infeksi danmenyadari dampak dari infeksi tersebut.

2. Mahasiswa dan dosen Fakultas Kedokteran USU mengetahui mengenai

kejadian infeksi nematoda usus dan dapat mencegah terjadinya infeksi

tersebut dalam kehidupan sehari-hari.

3. Penelitian ini dapat bermanfaat sebagai salah satu referensi tentang

infeksi nematoda usus.

4. Penelitian ini dapat menambah wawasan peneliti tentang infeksi

nematoda usus, terutama yang berkaitan dengan penyebaran infeksi

(21)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Deskripsi Nematoda

Nematoda berasal dari bahasa Yunani, Nema artinya benang. Nematoda

adalah cacing yang bentuknya panjang, silindrik, tidak bersegmen dan tubuhnya

bilateral simetrik, panjang cacing ini mulai dari 2 mm sampai 1 m. Nematoda

yang ditemukan pada manusia terdapat dalam organ usus, jaringan dan sistem

peredaran darah, keberadaan cacing ini menimbulkan manifestasi klinik yang

berbeda-beda tergantung pada spesiesnya dan organ yang dihinggapi.

2.2. Jenis Nematoda Usus

Nematoda merupakan salah satu jenis cacing parasit yang paling sering

ditemukan pada tubuh manusia. Nematoda yang hidup dalam usus manusia

disebut dengan nematoda usus. Nematoda usus sering disebut sebagai cacing

gilig, di antara filum yang lain , filum ini mempunyai anggota terbanyak baik

jenis maupun individunya.

Di antara nematoda usus ini yang paling sering menginfeksi manusia

adalah yang ditularkan melalui tanah atau disebut ”soil transmitted helminths ”.

Empat jenis Soil Transmitted Helminths (STH) yang paling sering menginfeksi

adalah roundworm (Ascaris lumbricoides), whipworm (Trichuris trichiura), dan

hookworm (Ancylostoma duodenale dan Necator americanus) sedangkan

Strongyloides stercoralis jarang ditemukan terutama pada daerah yang beriklim

dingin (Srisari G., 2006). Namun STH yang hanya dapat dibantu transmisinya

oleh pedagang makanan (food handler) melalui kontaminasi tangan adalah

(22)

Gambar 2.1. Jenis Soil Transmitted Helminths (STH)

(Soedarto, 1991)

2.3. Epidemiologi Infeksi Namatoda Usus

Data WHO menyebutkan lebih dari 2 milyar orang di seluruh dunia

menderita kecacingan. Asia Tenggara merupakan salah satu wilayah yang

memiliki prevalensi tinggi infeksi cacing di dunia (de Silva et.al., 2003). Di

Indonesia, infeksi cacing masih merupakan masalah besar dalam kesehatan

masyarakat karena prevalensinya masih tinggi yaitu kurang lebih 45– 65%,

bahkan di wilayah-wilayah tertentu yang memiliki sanitasi lingkungan buruk,

panas, dan kelembaban tinggi prevalensi infeksi cacing bisa mencapai 80%

(23)

Cacing penyebab utama

di seluruh dunia

Penyakit Perkiraan populasi yang

terinfeksi (juta)

Ascaris lumbricoides Infeksi cacing gelang 807-1221

Trichuris trichiura Infeksi cacing cambuk 604-795

Necator americanus dan

Ancylostoma duodenale

Infeksi cacing tambang 576-740

Strongyloides stercoralis Infeksi cacing benang

(threadworm)

30-100

Enterobius vermicularis Infeksi cacing kremi 4-28%

Sumber : Bethony dkk, 2006

Tabel 2.1. Jenis Cacing Penyebab Utama Infeksi Nematoda Usus

di Seluruh Dunia

2.4. Faktor Resiko Infeksi Nematoda Usus

Faktor host dan lingkungan merupakan faktor resiko infeksi cacing pada

manusia diantaranya :

1. Faktor individu

a. Genetik

Sampai saat ini belum berhasil diindentifikasi adanya gen yang dapat

mengendalikan infeksi cacing. Namun demikian, hasil pemindain terakhir tentang

genom memberikan gambaran kemungkinan adanya kromosom 1 dan 13 untuk

mengendalikan Ascaris lumbricoides (Hotez et al., 2006).

b. Higiene Perorangan (Kebersihan diri)

Menurut Entjang (2001) usaha kesehatan pribadi (higiene perorangan) adalah

upaya dari seseorang untuk memelihara dan mempertinggi derajat kesehatannya.

Pedagang dengan kebersihan diri yang buruk mempunyai kemungkinan lebih

besar untuk terinfeksi oleh semua jenis cacing (Brown, 1983).

Menurut Azwar (1993) pada prakteknya upaya higiene antara lain mencuci

(24)

memakai alat seperti sendok dan menjaga kebersihan kuku serta memotongnya

apabila panjang, tangan yang kotor dan kuku jari tangan kotor yang telah

terinfeksi telur cacing akan tertelan ketika makan (Onggowaluyo, 2002) .

c. Perilaku

Perilaku manusia pada hakekatnya merupakan aktifitas dari manusia itu

sendiri. Perilaku masyarakat untuk buang air besar di sembarang tempat dan

kebiasaan tidak memakai alas kaki mempunyai intensitas infeksi cacing yang

tinggi. Selain itu, perilaku manusia yang seringkali kurang memperhatikan

pentingnya penggunaan air bersih untuk kehidupan, juga berperan terhadap

terjadinya infeksi cacing (Hotez et al., 2006).

d. Faktor sosial

Golongan penduduk yang kurang mampu, kepadatan penduduk dan tingkat

pendidikan rendah merupakan salah satu faktor resiko terinfeksi cacing (Hotez et

al., 2006).

2.Faktor Lingkungan

a.Iklim dan Suhu

Telur dan larva cacing lebih dapat berkembang pada daerah yang lembab

yaitu di negara yang beriklim tropis dan subtropis. Perkembangan telur Ascaris

lumbricoides yang optimum terjadi pada suhu 25°C, telur Trichuris trichiura pada

suhu 30°C. Suhu optimum Necator americanus adalah 28-32°C, sedangkan

Ancylostoma duodenale adalah 23-25°C (Sutanto, 2008).

b.Tanah

Untuk perkembangan telurnya, Ascaris lumbricoides dan Trichuris

trichiura memerlukan tanah yang lembab, tanah liat dan terlindung dari cahaya

matahari. Partikel tanah liat mempunyai ukuran 2 μm, mampu menyerap air dan

mengandung sedikit udara, sehingga pada keadaan basah dapat saling lengket

dengan telur cacing. Hal ini berbeda dengan cacing tambang karena larva cacing

(25)

c. Sinar matahari

Telur dapat mengalami kerusakan oleh bahan kimia dan sinar matahari

langsung. Telur cacing dapat tumbuh optimal pada tempat teduh dan terlindung

dari sinar matahari (Brown, 1979).

d. Angin

Kecepatan angin dapat mengeringkan telur sehingga dapat mematikan

telur dan larva cacing, disamping itu juga dapat membantu menyebarkan telur

cacing bersama debu (Brown, 1979).

2.5. Jenis Nematoda Usus yang Ditularkan Melalui Tanah (Soil Transmitted Helminth)

2.5.1. Ascaris lumbricoides

2.5.1.1. Siklus Hidup

Gambaran umum siklus hidup cacing Ascaris lumbricoides dapat dilihat

(26)

Gambar 2.2. Siklus Hidup Ascaris lumbricoides

Dikutip dari :

Centers for Disease Control and Prevention (CDC), 2009. Ascariasis: Biology, Atlanta: Centers for Disease Control and Prevention. Diunduh dari:

Keterangan :

1. Cacing dewasa hidup di saluran usus halus. Seekor cacing betina mampu

menghasilkan telur sampai 240.000 per hari, yang akan keluar bersama feses.

2. Telur yang sudah dibuahi mengandung embrio dan menjadi infektif setelah 18

hari sampai beberapa minggu di tanah.

3. Perkembangan telur tergantung pada kondisi lingkungan (kondisi optimum:

lembab, hangat, tempat teduh).

4. Telur infektif tertelan.

5. Telur masuk ke usus halus dan menetas mengeluarkan larva yang kemudian

menembus mukosa usus, masuk kelenjar getah bening dan aliran darah dan

(27)

6. Larva mengalami pendewasaan di dalam paru-paru (10-14 hari), menembus

dinding alveoli, naik ke saluran pernafasan dan akhirnya tertelan kembali.

Ketika mencapai usus halus, larva tumbuh menjadi cacing dewasa. Waktu yang

diperlukan mulai dari tertelan telur infektif sampai menjadi cacing dewasa

sekitar 2 sampai 3 bulan. Cacing dewasa dapat hidup 1 sampai 2 tahun di dalam

tubuh (Albert, 2006).

Gejala yang timbul pada penderita dapat disebabkan oleh cacing dewasa

dan larva. Gangguan karena larva biasanya terjadi pada saat berada di paru. Pada

orang yang rentan terjadi perdarahan kecil pada dinding alveolus dan timbul

gangguan paru yang disertai dengan batuk, demam dan eosinofilia. Pada foto

toraks tampak infiltrat yang menghilang dalam waktu tiga minggu. Keadaan ini

disebut Sindrom Loffler. Gangguan yang disebabkan cacing dewasa biasanya

ringan. Kadang-kadang penderita mengalami gejala gangguan usus ringan seperti

mual, nafsu makan berkurang, diare atau konstipasi. 2.5.1.2. Gejala Klinis

Pada infeksi berat, terutama pada anak dapat terjadi malabsorbsi sehingga

memperberat keadaan malnutrisi. Efek yang serius terjadi bila cacing-cacing ini

menggumpal dalam usus sehingga terjadi obstruksi usus (ileus). Pada keadaan

tertentu, cacing dewasa mengembara ke saluran empedu, apendiks, atau bronkus

dan menimbulkan keadaan gawat darurat sehingga kadang-kadang perlu tindakan

operatif (Sutanto, 2008).

Diagnosa dengan menemukan telur di dalam tinja. Selain itu, diagnosis

dapat pula dibuat apabila cacing dewasa yang keluar sendiri baik melalui mulut,

(28)

2.5.2. Trichuris trichiura

2.5.2.1. Siklus Hidup

Gambar 2.3. Siklus Hidup Trichuris trichiura

Dikutip dari :

Gambaran umum siklus hidup cacing Trichuris trichiura dapat dilihat pada gambar berikut ini :

Centers for Disease Control and Prevention (CDC), 2009. Trichuriasis: Biology,

Atlanta: Centers for Disease Control and Prevention. Diunduh dari:

Keterangan :

1. Manusia merupakan hospes perantara cacing ini. Telur yang telah dibuahi

keluar bersama tinja.

2.Awalnya telur mengandung dua sel selanjutnya membelah menjadi multiseluler,

kemudian menjadi embrio.

(29)

matang ialah telur yang berisi larva dan merupakan bentuk infektif.

4. Cara infeksi langsung bila secara kebetulan hospes menelan telur matang.

5. Larva keluar melalui dinding telur dan masuk ke dalam usus halus.

6. Sesudah menjadi dewasa, cacing turun ke usus bagian distal dan masuk ke

daerah kolon, terutama sekum. Cacing betina diperkirakan menghasilkan telur

setiap hari sebanyak 3000-20.000 butir. Cacing ini tidak mempunyai siklus

paru. Masa pertumbuhan mulai dari telur yang tertelan sampai cacing dewasa

betina meletakkan telur kira-kira 30-90 hari. Jangka hidup (life span) selama

4-6 tahun, bahkan dapat juga menginfeksi sampai 8 tahun (Srisari G, 2006).

Cacing Trichuris trichiura pada manusia terutama hidup di sekum, akan

tetapi dapat juga ditemukan di kolon asendens. Pada infeksi berat, terutama pada

anak, cacing ini tersebar di seluruh kolon dan rektum. Kadang-kadang terlihat di

mukosa rektum yang mengalami prolapsus akibat mengejannya penderita pada

waktu defekasi. Cacing ini memasukkan kepalanya ke dalam mukosa usus, hingga

terjadi trauma yang menimbulkan iritasi dan peradangan mukosa usus. Pada

tempat perlekatannnya dapat terjadi perdarahan. Selain itu, cacing ini mengisap

darah hospesnya, sehingga dapat menyebabkan anemia.

Penderita terutama anak dengan infeksi Trichuris trichuira yang berat dan

menahun, menunjukkan gejala-gejala nyata seperti diare yang sering diselingi

dengan sindrom disentri, anemia, berat badan turun, dan kadang-kadang disertai

prolapsus rektum.

Infeksi berat Trichuris trichuira sering disertai infeksi cacing lainnya atau

protozoa. Infeksi ringan biasanya tidak memberikan gejala klinis yang jelas atau

sama sekali tanpa gejala (Sutanto, 2008). 2.5.2.2. Gejala Klinis

2.5.2.3.Diagnosa

Diagnosa parasit ini dengan ditemukannya telur pada pemeriksaan tinja

(30)

2.5.3. Ancylostoma duodenale dan Necator americanus (hookworm)

2.5.3.1. Siklus Hidup

Gambaran umum siklus hidup cacing hookworm dapat dilihat pada gambar berikut ini :

Gambar 2.4. Siklus Hidup Hookworm

Dikutip dari :

Centers for Disease Control and Prevention (CDC), 2009. Trichuriasis: Biology,

Atlanta: Centers for Disease Control and Prevention. Diunduh dari:

Keterangan :

1. Telur dikeluarkan oleh hospes bersama tinja

2. Setelah menetas dalam waktu 1-1,5 hari keluarlah larva rhabditiform.

3. Dalam waktu kira-kira 3 hari larva rhabditiform tumbuh menjadi larva

filariform.

4. Larva filariform dapat hidup selama 7-8 minggu di tanah. Larva filarform

(31)

Daur hidupnya sebagai berikut :

Telur → larva rhabditiform → larva filariform → menembus kulit → kapiler

darah → jantung kanan → paru → bronkus → trakea → laring → usus halus.

(Srisasi G., 2006)

1) Stadium Larva

Bila banyak larva filariform sekaligus menembus kulit, maka terjadi

perubahan kulit yang disebut ground itch. Perubahan pada paru biasanya ringan.

2) Stadium Dewasa

Gejala tergantung pada spesies dan jumlah cacing, serta keadaan gizi

penderita (Ferum dan Protein). Tiap cacing Ancylostoma duodenale menyebabkan

kehilangan darah 0,08-0,34 cc sehari, sedangkan Necator americanus 0,005-0,1 cc

sehari. Biasanya terjadi anemia hipokrom mikrositer pada infeksi berat.

Disamping itu juga terdapat eosinofilia. Bukti adanya toksin yang menyebabkan

anemia belum ada. Biasanya tidak menyebabkan kematian, tetapi daya tahan

berkurang dan prestasi kerja menurun (Srisasi G., 2006). 2.5.3.2. Gejala Klinis

2.5.3.3. Diagnosa

Diagnosa ditegakkan dengan menemukan telur dalam tinja segar. Untuk

membedakan spesies Ancylostoma duodenale dan Necator americanus dapat

(32)

2.6. Pemeriksaan Tinja pada Infeksi Nematoda Usus

Pemeriksaan yang umumnya dilakukan dalam mendiagnosis infeksi

nematoda ususberupa mendeteksi telur cacing atau larva pada feses manusia

(Suali, 2009; Maguire, 2010; WHO, 2012).

Pemeriksaan rutin feses dilakukan secara makroskopis dan mikroskopis.

Pemeriksaan makroskopis dilakukan untuk menilai warna, konsistensi, jumlah,

bentuk, bau, dan tidaknya mukus. Pada pemeriksaan ini juga dinilai

ada-tidaknya gumpalan darah yang tersembunyi, lemak, serat daging, empedu, sel

darah putih, dan gula sedangkan pemeriksaan mikroskopis bertujuan untuk

memeriksa parasit dan telur cacing (Swierczynski, 2010).

Pemeriksaan mikroskop telur-telur cacing dari feses terdiri dari dua

macam cara pemeriksaan, yaitu secara kuantitatif dan kualitatif. Pemeriksaan

kuantitatif dilakukan dengan metode Kato dan Metode Stoll. Pemeriksaan

kualitatif dilakukan dengan metode natif (direct slide) , Metode Apung (Flotation

method), Metode Selotif dan Metode Modifikasi Kato Katz.

Pemeriksaan kuantitatif diperlukan untuk menentukan intensitas infeksi

atau berat ringannya penyakit dengan mengetahui jumlah telur per gram tinja

(EPG) pada setiap jenis cacing. Hasil pemeriksaan tinja kualitatif berupa positif

atau negatif cacingan. Prevalensi cacingan dapat berupa prevalensi seluruh jenis

cacing atau per jenis cacing. .

Teknik Kato-Katz merupakan metode yang dipergunakan secara luas

dalam survei epidemiologi terhadap infeksi cacing yang terdapat di dalam usus

manusia (intestinal helminth) (Glinz et al., 2010; World Heatlh Organization,

2012). Teknik ini dipilih karena mudah, murah, dan mempergunakan sistem yang

dapat mengelompokkan intensitas infeksi menjadi beberapa kelas berbeda

berdasarkan perhitungan telur cacing.

Teknik Kato-Katz memiliki kelemahan, yaitu tingkat kesensitivitasan

rendah dalam mendeteksi infeksi dengan intensitas ringan. Pemakaian sampel

(33)

sensitivitas yang rendah dalam mendeteksi telur cacing yang memiliki frekuensi

sedikit atau sangat berkelompok (sensitivitas analitik secara teori = 24 telur per

gram feses) (Glinz et al., 2010). Namun, sensitivitasnya dapat ditingkatkan

dengan melakukan beberapa pemeriksaan Kato-Katz apusan tebal yang

dipersiapkan dari sampel feses sebelumnya, atau lebih baik lagi dari beberapa

sampel feses. Klasifikasi intensitas infeksi merupakan angka serangan dari

masing-masing jenis cacing. Klasifikasi tersebut digolongkan menjadi tiga, yaitu

ringan, sedang dan berat. Intensitas infeksi menurut jenis cacing dapat dilihat pada

tabel berikut :

Tabel 2.2. - Klasifikasi Intensitas Infeksi Menurut Jenis Cacing

(WHO, 2012)

No. Klasifikasi Jenis cacing (telur)

Cacing gelang Cacing cambuk Cacing tambang

1. Ringan 1 - 4.999 1 – 999 1 - 1.999

2. Sedang 5.000 - 49.999 1.000 - 9.000 2.000 - 3.999

3. Berat ≥50.000 ≥10.000 ≥4.000

(sensitivitas analitik secara teori = 24 telur per gram feses)

Namun, pada penelitian ini hanya dilakukan pemeriksaan tinja secara

kualitatif dengan Teknik Modifikasi Kato Katz dengan menilai positif atau

negatif cacing pada feses . Angka kejadian infeksi cacing dapat berupa seluruh

jenis cacing atau per jenis cacing.

Selain pemeriksaan Kato-Katz, terdapat juga pemeriksaan antibodi,

deteksi antigen, dan diagnosis molekular dengan menggunakan PCR (World

Heatlh Organization, 2012). Serodiagnosis dapat menjadi pemeriksaan pilihan

dalam mendiagnosis infeksi nematoda usus. Kekurangan pemeriksaan ini adalah

bersifat invasif (seperti dengan pengambilan sampel darah), antibodi tetap

terdeteksi setelah penatalakasanaan, dan terdapat kemungkinan terjadinya reaksi

silang dengan nematoda lainnya (Knopp et al., 2008). Akibatnya, fungsi

(34)

2.7. Transmisi Telur Cacing ke Tubuh Manusia oleh Pedagang Makanan (Food Handler)

Gambar 2.5. Kerangka Teori Transmisi Infeksi Nematoda Usus oleh

Pedagang Makanan (food handler)

Perilaku / Hiegine Perorangan Pedagang

Makanan (food handler) yang buruk

Pedagang makanan

Telur cacing mengkontaminasi tangan atau menempel pada kuku pedagang makanan (food handler)

Pedagang makanan (food handler): - Mengolah makanan - Memasak makanan - Menyajikan makanan

kepada pembeli

Makanan terinfeksi oleh telur cacing melalui kontaminasi tangan

atau kuku pedagang

(35)

2.8. Dampak Infeksi Kecacingan pada Orang Dewasa

2.8.1. Dampak terhadap Status Kesehatan dan Gizi

Cacing yang menginfeksi manusia membutuhkan makanan untuk

hidupnya, semakin banyak cacing yang ada semakin banyak makanan yang

dibutuhkan. Dengan demikian, adanya cacing dalam perut mengakibatkan

berkurangnya zat gizi yang diserap oleh usus untuk kebutuhan hidup

manusia, sehingga mengakibatkan seseorang mengalami kekurangan gizi. Dengan

menurunnya status gizi seseorang, akan mengakibatkan menurunnya daya tahan

sehingga lebih mudah untuk terserang penyakit (Hadidjaja, 2005).

2.8.2. Dampak terhadap Intelektual dan Produktivitas

Menurut penelitian Rukwono (1972), infeksi cacing menurunkan prestasi

kerja dan daya tahan tubuh. Selain itu, infeksi cacing dapat mengganggu proses

kognitif manusia sehingga dapat menurunkan produktifitas penderita dan

menurunkan sumber daya manusia (WHO, 2010; Depkes RI, 2006).

2.9. Pencegahan dan Pemberantasan Infeksi Kecacingan

Pencegahan dan pemberantasan penyakit kecacingan pada umumnya

adalah dengan pemutusan rantai penularan. Pemberian obat-obatan hanya bersifat

mengobati tetapi tidak memutuskan mata rantai penularan yang antara lain

dilakukan dengan pengobatan massal, perbaikan sanitasi di lingkungan dan

hygiene perorangan serta pendidikan kesehatan (Soedarto, 1991).

Hal-hal yang perlu dibiasakan agar tercegahnya dari penyakit kecacingan adalah

1. Memutuskan rantai daur hidup dengan menjaga kebersihan dengan cuci tangan

dan menggunting kuku secara rutin.

2. Hindari makanan yang akan dijajakan terbuka dengan dunia luar dan kurangi

intensitas memegang makanan dengan menggunakan tangan.

3. Mencuci sayuran mentah atau lalapan dengan air bersih yang mengalir terlebih

dahulu.

4. Berdefekasi di jamban dan mencuci tangan setelah defekasi dengan

(36)

5. Pencegahan infeksi cacing tambang dengan membiasakan masyarakat untuk

memakai alas kaki.

2.10. Pengendalian Infeksi Nematoda Usus

2.10.1. Pemberian obat cacing

Obat yang direkomendasikan untuk mengendalikan infeksi cacing di

masyarakat adalah benzimidazole, albendazole (dosis tunggal 400 mg, dan untuk

anak usia 12–24 bulan dikurangi menjadi 200 mg) atau mebendazole (dosis

tunggal 500 mg) dapat juga diberikan levamisole atau pirantel pamoat (10 mg / kg

BB dosis tunggal, dosis maksimal 1 gram).

Tujuan utama dari pengobatan infeksi cacing adalah mengeluarkan semua

cacing dewasa dari saluran gastrointestinal. Obat yang banyak digunakan untuk

mengeluarkan infeksi cacing adalah mebendazole dan albendazole.

Benzimidazole bekerja menghambat polimerisasi dari microtubule parasit yang

menyebabkan kematian dari cacing dewasa dalam beberapa hari. Walaupun

albendazole dan mebendazole merupakan obat broad-spectrum terdapat

perbedaan penggunaanya dalam klinik. Kedua obat sangat efektif terhadap

ascariasis dengan pemberian dosis tunggal. Sebaliknya, albendazole dosis tunggal

tidak efektif untuk kasus trichiuriasis. Obat cacing benzimidazole adalah

embriotoksik dan teratogenik pada tikus yang hamil, sehingga jangan digunakan

untuk bayi dan selama kehamilan. Pirantel pamoate dan levamisole merupakan

pengobatan alternatif untuk infeksi Ascaris , walaupun pirantel pamoate tidak

efektif untuk mengobati trichiuriasis.

Pengobatan dilakukan dengan menggunakan obat yang aman, berspektrum

luas, efektif, tersedia, harga terjangkau, serta dapat membunuh cacing dewasa,

larva, dan telur. Pelaksanaan kegiatan pengobatan diawali dengan survei data

dasar berupa pemeriksaan feses. Apabila pada pemeriksaan feses sampel didapati

hasil dengan prevalensi 30% atau lebih, dilakukan pengobatan massal. Namun,

(37)

pemeriksaan total screening menunjukkan prevalensi lebih dari 30%, harus

dilakukan pengobatan massal. Tetapi bila prevalensi kurang dari 30%, pengobatan

dilakukan secara selektif, yaitu pada orang dengan hasil positif saja.

2.10.2. Pendidikan Kesehatan (Edukasi)

Pendidikan kesehatan bertujuan menurunkan penyebaran dan terjadinya

reinfeksi dengan cara memperbaiki perilaku kesehatan. Untuk infeksi nematoda

usus, tujuannya adalah mengurangi kontaminasi dengan tanah dan air melalui

promosi penggunaan jamban dan perilaku kebersihan. Tanpa perubahan kebiasaan

buang air besar, pengobatan secara teratur ternyata tidak mampu menurunkan

penyebaran infeksi kecacingan. Pendidikan kesehatan dapat menurunkan biaya

pengendalian infeksi cacing dan terjadinya reinfeksi (Suriptiastuti, 2006).

2.10.3. Sanitasi

Perbaikan sanitasi bertujuan untuk mengendalikan penyebaran STH

dengan cara menurunkan kontaminasi air dan tanah. Sanitasi merupakan

intervensi utama untuk menghilangkan infeksi kecacingan, tetapi supaya

intervensi ini efektif harus mencakup populasi yang luas. Namun strategi ini

memerlukan biaya yang tidak sedikit dan sulit dilaksanakan bila biaya yang

tersedia sangat terbatas. Lagipula bila digunakan sebagai intervensi primer untuk

mengendalikan infeksi STH diperlukan waktu bertahun-tahun bahkan puluhan

(38)

BAB 3

KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian di atas, kerangka konsep penelitian ini

adalah:

Keterangan gambar :

: variabel yang dilakukan penelitian

: variabel yang diamati dengan menggunakan

lembar observasi dan dinilai dengan lembar

kuisioner

Gambar 3.1. Kerangka Konsep

Angka Kejadian Infeksi Nematoda Usus padaPedagang Makanan

(Food Handler)

Pedagang Makanan

(food handler)

Pemeriksaan Laboratorium Feses secara Kualitatif dengan Teknik Modifikasi Kato Katz Faktor Host

(39)

3.2. Definisi Operasional

3.2.1. Pedagang makanan (food handler)

Pedagang makanan adalah seorang tenaga kerja yang bertugas untuk

memproses bahan makanan untuk dimasak menjadi makanan (koki atau juru

masak) ataupun pedagang yang hanya berperan sebagai food handler untuk

menyajikan makanan kepada pembeli yang berjualan di lingkungan Fakultas

Kedokteran USU.

Batas-batas pedagang makanan (food handler) di lingkungan Fakultas

Kedokteran USU :

1. Kantin lama Fakultas Kedokteran USU

2. Kantin Internasional (kantin baru)

3. Kantin gedung Abdul Hakim

4. Pedagang kaki lima yang berjualan di depan Fakultas Kedokteran USU

dan di samping pintu 1 USU

5. Pedagang kaki lima yang berjualan di dekat gedung Abdul Hakim.

3.2.2. Angka Kejadian Infeksi Nematoda Usus pada Pedagang Makanan (Food

Handler)

Angka kejadian infeksi nematoda usus pada pedagang makanan adalah

jumlah kejadian infeksi cacing yang hidup dalam usus (nematoda usus) yang

menginfeksi pedagang makanan (food handler), yang berhubungan dengan

penularan melalui tangan dari pedagang makanan (food handler) ke pembeli yaitu

cacing Ascaris lumbricoides dan Trichiuris trichiura dibagi dengan jumlah

populasi pedagang makanan (food handler) di lingkungan Fakultas Kedokteran

USU.

Pada penelitian ini juga akan dipaparkan angka kejadian infeksi telur

hookworm pada pedagang makanan (food handler) walaupun infeksi hookworm

(40)

Pada penelitian ini, data infeksi nematoda usus diambil sebagai data

primer dengan melakukan pemeriksaan feses. Seorang pedagang makanan (food

handler) dinyatakan terinfeksi nematoda usus apabila ditemukan telur cacing

pada pemeriksaan feses.

Alat ukur : sampel feses

Cara ukur : pemeriksaan laboratorium feses dengan pemeriksaan

kualitatif dengan Teknik Modifikiasi Kato Katz

Skala pengukuran : ordinal

Hasil ukur : terinfeksi : jika ditemukan telur pada

pemeriksaan feses

tidak terinfeksi : jika tidak ditemukan telur pada

pemeriksaan feses

3.2.3. Lembar Observasi dan Lembar Kuisioner

Observasi dan kuisioner dilakukan untuk memperoleh data pendukung

perihal kondisi perilaku dan lingkungan yang berpengaruh terhadap angka

kejadian infeksi nematoda usus pada pedagang makanan (food handler) di

lingkungan Fakultas Kedokteran USU.

Alat ukur : Lembar Observasi mencakup 8 item observasi dan

Lembar Kuisioner mencakup 6 pertanyaan yang

berhubungan dengan perilaku host dan faktor lingkungan.

Skor 1 untuk setiap jawaban Ya dan 0 untuk jawaban

Tidak, dengan total skor sebanyak 14 dari 14 item

observasi dan kuisioner.

Cara ukur : Observasi dan Kuisioner

Skala pengukuran : Ordinal

Hasil ukur :

Menurut Pratomo dikategorikan atas baik, sedang dan buruk, dengan definisi

sebagai berikut:

a. Baik, apabila skor jawaban responden >75% dari nilai tertinggi

b. Sedang, apabila skor jawaban responden 40%-75% dari nilai tertinggi

(41)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan suatu studi deskriptif dengan pendekatan cross

sectional (potong lintang), dimana pengukuran variabel hanya dilakukan satu kali

pada satu saat. Penelitian ini mendeskripsikan angka kejadian infeksi cacing

nematoda usus pada pedagang makanan (food handler) di lingkungan Fakultas

Kedokteran USU.

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan September 2014 di lingkungan Fakultas

Kedokteran USU, Medan.

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian

4.3.1. Populasi Penelitian

Populasi penelitian adalah semua pedagang di lingkungan Fakultas

Kedokteran USU yang berjumlah 25 orang.

Kriteria inklusi penelitian adalah :

1. Pedagang makanan (food handler) yang berjualan di lingkungan Fakultas

Kedokteran USU.

2. Pedagang makanan (food handler) yang bersedia menjadi sampel penelitian

dengan menandatangani informed consent dan bersedia dilakukan pemeriksaan

feses.

Kriteria eksklusi penelitian adalah:

(42)

4.3.2. Sampel Penelitian

Sampel penelitian adalah seluruh anggota dari populasi penelitian yang

memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi (total sampling).

4.4. Metode Pengumpulan Data

Pada penelitian ini, data infeksi nematoda usus pada pedagang makanan

diambil sebagai data primer melalui pemeriksaan laboratorium feses rutin.

Observasi juga dilakukan untuk memperoleh data pendukung perihal perilaku host

dan kondisi lingkungan di lokasi penelitian.

4.4.1. Metode Pengambilan Sampel

1. Pedagang makanan yang bersedia menjadi subjek penelitian menandatangani

informed consent dan diberikan botol plastik yang telah diberikan label sesuai

karakteristik pedagang (nama, usia, jenis kelamin).

2. Pemberitahuan kepada pedagang waktu pengumpulan spesimen (tinja) sehari

sebelumnya.

3. Pada waktu pengumpulan, pedagang mengembalikan botol yang telah berisi

tinja kepada peneliti.

4.4.2. Pemeriksaan Tinja dengan Metode Modifikasi Kato Katz

4. Sampel yang dibawa dari subjek penelitian langsung dibawa ke laboratorium

Parasitologi Fakultas Kedokteran USU untuk diperiksa.

5. Sampel tinja kemudian di periksa dengan Metode Modifikasi Kato Katz.

Alat dan bahan :

- sarung tangan

- objek gelas

- mikroskop

- kertas saring/ tissue

(43)

Cara kerja:

1. Pada setiap prosedur pemeriksaan harus menggunakan sarung tangan.

2. Tulislah nomor kode pada objek gelas dengan spidol sesuai dengan yang

tertulis di botol plastik.

3. Pada objek gelas yang bersih dan bebas lemak diletakkan tinja sebesar biji

kacang hijau, ±50-100 mg dengan menggunakan aplikator.

4. Tinja tersebut ditutup dengan selofan yang sudah direndam di dalam larutan

kato.

5. Selofan ditekan-tekan perlahan-lahan dengan botol kecil sampai tinja tersebar

serata mungkin di bawah selofan.

6. Sebagai patokan, sediaan yang baik bila diletakkan di atas kertas yang

bertulisan, tulisan tersebut masih dapat dibaca.

7. Keringkan larutan yang berlebihan dengan kertas saring/tissue.

8. Diamkan selama 15 menit dalam suhu kamar.

9. Lalu, sediaan diperiksa di bawah mikroskop dengan perbesaran lemah 100 x

(obyektif 10 x dan okuler 10x), bila diperlukan dapat dibesarkan 400 x

(obyektif 40x dan okuler 10x).

10.Hasil pemeriksaan tinja berupa positif atau negatif tiap jenis telur cacing.

(Endrawati H., 2011)

4.5. Metode Pengolahan dan Analisis Data

Data yang telah terkumpul kemudian dilakukan analisis statistik dengan

menggunakan program SPSS versi 17,0. Rancangan analisis statistik yang akan

digunakan adalah analisis univariat. Analisis univariat dilakukan untuk

menampilkan distribusi frekuensi dari masing-masing variabel (Notoadmodjo,

(44)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian ini telah dilakukan di lingkungan Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara (USU), yang berlokasi di Jl. Dr. Mansyur No.5

Kelurahan Padang Bulan, Kecamatan Medan Baru, Medan.

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Sampel

Subjek dalam penelitian ini terdiri dari pedagang makanan yang berada di

lingkungan Fakultas Kedokteran USU. Total sampel adalah 25 orang pedagang.

Sampel dipilih dengan teknik total sampling, di mana karakteristik sampel

disesuaikan dengan kriteria inklusi dan kriteria eksklusi penelitian.

Karakteristik pedagang makanan dideskripsikan berdasarkan jenis kelamin

dan usia.

5.1.2.1. Karakteristik Pedagang Makanan Berdasarkan Jenis Kelamin

Distribusi pedagang makanan di lingkungan Fakultas Kedokteran USU

tahun 2014 berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 5.1. Distribusi Karakteristik Pedagang Makanan berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Frekuensi Persentase (%)

Laki-laki 13 52

Perempuan 12 48

(45)

Berdasarkan tabel 5.1., distribusi jenis kelamin pedagang makanan

memperlihatkan laki-laki ditemukan lebih banyak daripada perempuan pada

penelitian ini. Dari 25 orang pedagang makanan, terdapat 13 orang (52%)

laki-laki dan 12 orang (48%) perempuan.

5.1.2.2. Karakteristik Pedagang Makanan Berdasarkan Usia

Distribusi pedagang makanan di lingkungan Fakultas Kedokteran USU

tahun 2014 berdasarkan usia dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 5.2. Distribusi Karakteristik Pedagang Makanan berdasarkan Usia

Usia Frekuensi Persentase (%)

18-40 18 72

41-60 7 28

Total 25 100

Berdasarkan tabel 5.2., didapati bahwa jumlah pedagang makanan yang

berjualan di lingkungan Fakultas Kedokteran USU pada rentang usia 18-40 tahun

sebanyak 18 orang (72%), dan rentang usia 41-60 tahun sebanyak 7 orang (28%).

5.1.3. Hasil Analisis Data

5.1.3.1. Angka Kejadian Infeksi Nematoda Usus pada Pedagang Makanan di

Lingkungan Fakultas Kedokteran USU tahun 2014

Telah dilakukan pemeriksaan mikroskopis di Laboratorium Parasitologi

berdasarkan sampel feses yang didapat dari pedagang makanan di lingkungan

(46)

Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi Pedagang Makanan berdasarkan Infeksi Cacing

Nematoda Usus di lingkungan Fakultas Kedokteran USU pada Tahun 2014

Infeksi Nematoda Usus Frekuensi Persentase (%)

Positif 1 4

Negatif 24 96

Total 25 100

Berdasarkan tabel 5.3., pedagang makanan yang terinfeksi nematoda usus

berjumlah 1 orang dari jumlah pedagang makanan di lingkungan Fakultas

Kedokteran USU adalah 25 orang. Pedagang makanan yang terinfeksi tersebut

berjenis kelamin perempuan, berada pada rentang usia 18-40 tahun. Jadi, angka

kejadian infeksi nematoda usus dapat di hitung sebagai berikut :

Angka kejadian infeksi nematoda usus pada pedagang makanan di lingkungan

Fakultas Kedoteran USU =

= Jumlah pedagang makanan yang terinfeksi nematoda usus (positif)

= 1/25 X 100%

x 100%

Jumlah seluruh pedagang makanan (total)

= 4 %

5.1.3.2. Distribusi Frekuensi Pedagang Makanan berdasarkan Jenis Cacing

Nematoda Usus

Distribusi frekuensi pedagang makanan berdasarkan jenis cacing

nematoda usus yang menginfeksi pedagang makanan di lingkungan Fakultas

(47)

Tabel 5.4. Distribusi Frekuensi Pedagang Makanan berdasarkan Jenis Cacing

Nematoda Usus

Jenis Cacing Frekuensi Persentase (%)

A.lumbricoides 1 4

T.trichiura - -

Hookworm - -

Tidak Terinfeksi 24 96

Total 25 100

Setelah dilakukan pemeriksaan secara mikroskopis ditemukan jenis cacing

nematoda usus yang menginfeksi pedagang makanan tersebut adalah

A.lumbricoides (lihat gambar 5.1.), tidak ada yang terinfeksi T.trichiura, ataupun

Hookworm.

Gambar 5.1. Hasil Pemeriksaan Mikroskopis (perbesaran 10 X)

(48)

5.1.3.3. Deskripsi Hasil Lembar Observasi dan Lembar Kuisioner Pedagang

Makanan

5.1.3.3.1. Distribusi Frekuensi Jawaban pada Tiap Item Observasi

Distribusi frekuensi jawaban dari tiap item observasi pada lembar

observasi tentang perilaku host dan faktor lingkungan pedagang makanan dapat

dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 5.5. Distribusi Frekuensi Jawaban pada Tiap Item Observasi pada Lembar

Observasi

No. Item Observasi Perilaku Host dan

Faktor Lingkungan

Ya Tidak

F % F %

1. Mencuci tangan sebelum dan

sesudah menyentuh makanan

17 68 8 32

2. Menggunakan alat seperti sendok

atau sarung tangan sebelum

menyentuh makanan

25 100 0 0

3. Mencuci tangan setelah

membersihkan piring yang kotor,

sampah dan sisa makanan

22 88 3 12

4. Mencuci tangan setelah memegang

uang

5 20 20 80

5. Menyimpan makanan bersih dan

terpelihara yaitu dengan keadaan

tertutup, bebas dari debu, asap

ataupun serangga

24 96 1 4

6.. Melakukan pembersihan serta

desinfeksi pada peralatan makanan

sebelum dan setelah digunakan

(49)

7. Tempat mencuci tangan

(maks.berjarak 10 meter) dari tempat

berjualan

21 84 4 16

8. Lokasi berjualan jauh dengan

sumber pencemaran misalnya tempat

pembuangan sampah, tempat

pembuangan limbah atau kondisi

tercemar lainnya.

17 68 8 32

Keterangan : F = Frekuensi

Berdasarkan tabel 5.5. pada item observasi perilaku host dan faktor

lingkungan pada pedagang makanan di Lingkungan Fakutas Kedokteran USU,

yang paling banyak dinilai dengan Ya yaitu item observasi nomor 2 sebanyak

100% diikuti nomor 5 yaitu sebanyak 96%. Sedangkan item observasi yang paling

(50)

5.1.3.3.2. Distribusi Frekuensi Jawaban pada Lembar Kuisioner

Distribusi frekuensi jawaban pada lembar kuisioner tentang perilaku host

dan faktor lingkungan pedagang makanan dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 5.6. Distribusi Frekuensi Jawaban pada Lembar Kuisioner

No. Pertanyaan Ya Tidak

F % F %

1. Mencuci tangan dengan air bersih

dan mengalir

17 68 8 32

2. Mencuci tangan menggunakan sabun 14 56 11 44

3. Mencuci tangan dengan menggosok

telapak tangan dan membersihkan

sela sela jari

12 48 13 52

4. Menjaga kebersihan kuku dengan

memotong kuku jari secara rutin

16 64 9 36

5. Mencuci tangan setelah membuang

kotoran (BAB)

25 100 0 0

6. Tidak pernah mengalami infeksi

kecacingan sebelumnya

21 84 4 16

Keterangan : F = Frekuensi

Berdasarkan tabel 5.6. pada lembar kuisioner perilaku host dan faktor

lingkungan pada pedagang makanan di Lingkungan Fakutas Kedokteran USU,

yang paling banyak dijawab dengan Ya yaitu pertanyaan nomor 5 sebanyak

100%. Sedangkan pertanyaan yang paling banyak dijawab dengan Tidak yaitu

(51)

5.1.3.3.3. Skor Hasil dari Lembar Observasi dan Lembar Kuisoner dan Kategori

Pedagang Makanan

Distribusi skor hasil dari lembar observasi dan lembar kuisioner dapat

dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 5.7. Skor Hasil dari Lembar Observasi dan Lembar Kuisioner

(52)

Adapun kategori perilaku pedagang makanan dan faktor lingkungan

tentang infeksi kecacingan dicantumkan pada Tabel 5.8 berikut ini.

Tabel 5.8 Kategori Perilaku Pedagang Makanan dan Faktor Lingkungan

berdasarkan Lembar Observasi dan Lembar Kuisioner

Kategori N %

Baik 14 56

Sedang 8 32

Buruk 3 12

Total 25 100

Berdasarkan tabel 5.8., perilaku host dan faktor lingkungan pedagang

makanan terhadap infeksi kecacingan, yaitu Baik sebanyak 14 orang (56%)

pedagang, perilaku Sedang sebanyak 8 orang (32%) pedagang dan perilaku Buruk

sebanyak 3 orang (12%) pedagang.

Tabel 5.9. Distribusi Tabulasi Silang Kategori Perilaku dan Faktor Lingkungan

Pedagang Makanan dengan Infeksi Kecacingan di Lingkungan Fakultas

Kedokteran USU tahun 2014

No. Kategori Infeksi Kecacingan Jumlah

Terinfeksi Tidak terinfeksi

F % F % F %

1. Baik 0 0 14 56 14 56

2. Sedang 0 0 8 32 8 32

3. Buruk 1 4 2 8 3 12

Total 1 4 24 96 25 100

(53)

5.1.3.3.4. Deskripsi Lembar Observasi dan Lembar Kuisioner pada Pedagang

Makanan yang Terinfeksi

Hasil observasi pada lembar observasi yang dilakukan pada pedagang

makanan yang terinfeksi (positif) sebagai berikut.

Tabel 5.10. Deskripsi Hasil dari Lembar Observasi Perilaku Host dan Faktor

Lingkungan pada Pedagang Makanan yang Terinfeksi (Positif)

No. Item Observasi Perilaku Host dan

Faktor Lingkungan

Nilai

Ya Tidak

1. Mencuci tangan sebelum dan sesudah

menyentuh makanan

2. Menggunakan alat seperti sendok atau

sarung tangan sebelum menyentuh

makanan

3. Mencuci tangan setelah membersihkan

piring yang kotor, sampah dan sisa

makanan

4. Mencuci tangan setelah memegang

uang

5. Menyimpan makanan bersih dan

terpelihara yaitu dengan keadaan

tertutup, bebas dari debu, asap ataupun

serangga

6. Melakukan pembersihan serta

desinfeksi pada peralatan makanan

sebelum dan setelah digunakan

7. Tempat mencuci tangan

(maks.berjarak 10 meter) dari tempat

berjualan

(54)

pencemaran misalnya tempat

pembuangan sampah, tempat

pembuangan limbah atau kondisi

tercemar lainnya.

Tabel 5.11. Deskripsi Hasil dari Lembar Kuisioner Perilaku Host dan Faktor

Lingkungan pada Pedagang Makanan yang Terinfeksi (Positif)

No. Pertanyaan Jawaban

Ya Tidak

1. Mencuci tangan dengan air bersih dan

mengalir

2. Mencuci tangan menggunakan sabun 

3. Mencuci tangan dengan menggosok

telapak tangan dan membersihkan sela

sela jari

4. Menjaga kebersihan kuku dengan

memotong kuku jari secara rutin

5. Mencuci tangan setelah membuang

kotoran (BAB)

6. Tidak pernah mengalami infeksi

kecacingan sebelumnya

Dari penilaian berdasarkan lembar observasi dan lembar kuisioner di atas,

dapat disimpulkan bahwa pedagang makanan yang terinfeksi memiliki perilaku

host dan faktor lingkungan yang Buruk (skor total jawaban dari lembar observasi

(55)

5.2. Pembahasan

5.2.1. Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Laboratorium Parasitologi

Fakultas Kedokteran USU didapati bahwa pedagang makanan yang terinfeksi

berjumlah 1 orang (4%) sedangkan pada 24 orang (96%) pedagang makanan

lainnya tidak didapati infeksi nematoda usus. Hal ini menujukkan sebagian besar

pedagang makanan (food handler) di lingkungan Fakultas Kedokteran USU sudah

menjaga kesehatan dirinya dengan baik. Namun terdapat satu orang pedagang

makanan (food handler) yang terinfeksi nematoda usus, hal ini dapat disebabkan

oleh beberapa faktor seperti perilaku hidup sehat, sanitasi, pengelompokan rumah

tangga, tingkat kemiskinan, kondisi alam dan geografi, dan faktor faktor lain yang

juga berperan dalam kejadian infeksi kecacingan (Hotez et al., 2006).

Penyakit kecacingan mempunyai prevalensi yang tinggi dan semua umur

dapat terinfeksi cacing. Berdasarkan data penilitian pada bulan Agustus tahun

1999 di Kepulauan Seribu, yang dilaporkan oleh Departemen Kesehatan didapati

bahwa angka kejadian infeksi kecacingan di Indonesia pada usia dewasa adalah 40

– 60%. Pada penelitian ini didapati bahwa pedagang makanan yang terinfeksi

berjenis kelamin perempuan dan usia pedagang makanan yang terinfeksi adalah

18-40 tahun. Pada penelitian ini didapati juga jenis cacing yang menginfeksi

pedagang makanan adalah Ascaris lumbricoides.

Menurut Hotez et al. (2006), infeksi dengan Trichiuris trichiura dan

Ascaris lumbricoides secara tipikal diderita pada anak-anak berusia 5-10 tahun,

semakin bertambah usia akan menurun dan menetap pada usia dewasa. Hal ini

berbeda dengan infeksi Hookworm yang terjadi pada anak usia dini dan remaja

kemudian meningkat populasi dewasa, menetap dan menurun dari usia 40 tahun

atau lebih. Berdasarkan data infeksi kecacingan pada tahun 1970 di beberapa

provinsi di Indonesia seperti Bali, Irian jaya, Jawa Barat, Jawa Tengah dan

Gambar

Gambar 2.1. Jenis Soil Transmitted Helminths (STH)
Tabel  2.1. Jenis Cacing Penyebab Utama Infeksi Nematoda Usus
Gambar 2.2. Siklus Hidup Ascaris lumbricoides
gambar berikut ini :
+7

Referensi

Dokumen terkait

Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah

Setelah formulir Pendaftaran ini diisi dan ditanda tangani, harap diserahkan kembali kepada Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Bantul langsung atau

Oleh sebab itu, seorang guru di sekolah dasar diharapkan mampu memahami secara lebih luas tentang arti sekolah inklusi yang juga berarti melibatkan seluruh siswa

Manfaat dan kegunaan : Bunga lavender dapat digosokkan ke kulit, selain memberikan aroma wangi, lavender juga dapat menghindarkan diri dari gigitan nyamuk,bunga lavender kering

Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Diponegoro Semarang menerangkan bahwa :.. Nama : ... Nomor Induk Mahasiswa : ... HP

b) Financial ratio analisys , yaitu analisa dengan cara mengetahui hubungan dari pos-pos tertentu dalam neraca.. atau laporan laba rugi untuk

Surat Keterangan Lulus ini diberikan kepada yang bersangkutan sambil menunggu Ijazah dan transkip akademik yang masih dalam proses dan akan diserahkan pada saat

The 4 th IICD Corporate Governance Conferences & Award: Best Corporate Governance for Newly. Listed