• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendugaan Area Kecil Angka Melek Huruf Pada Tingkat Kecamatan Di Kabupaten Donggala Dengan Metode Bayes Berhirarki.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pendugaan Area Kecil Angka Melek Huruf Pada Tingkat Kecamatan Di Kabupaten Donggala Dengan Metode Bayes Berhirarki."

Copied!
50
0
0

Teks penuh

(1)

PENDUGAAN AREA KECIL ANGKA MELEK HURUF PADA

TINGKAT KECAMATAN DI KABUPATEN DONGGALA

DENGAN METODE BAYES BERHIRARKI

RIFKI HAMDANI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pendugaan Area Kecil Angka Melek Huruf pada Tingkat Kecamatan di Kabupaten Donggala dengan Metode Bayes Berhirarki adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Desember 2015

Rifki Hamdani

(4)

RINGKASAN

RIFKI HAMDANI. Pendugaan Area Kecil Angka Melek Huruf pada Tingkat Kecamatan di Kabupaten Donggala dengan Metode Bayes Berhirarki. Dibimbing oleh BUDI SUSETYO dan INDAHWATI.

Angka Melek Huruf (AMH) didefinisikan sebagai perbandingan antara jumlah penduduk usia 15 tahun ke atas yang memiliki kemampuan membaca dan menulis dengan jumlah seluruh penduduk usia 15 tahun ke atas dikalikan seratus persen. AMH merupakan salah satu indikator kesejahteraan rakyat yang menjadi ukuran keberhasilan pembangunan di sektor pendidikan. Kinerja pemerintah di sektor pendidikan tersebut dapat diukur apabila indikator-indikator terkait kinerja sektor pendidikan tersedia. Badan Pusat Statistik (BPS) setiap tahun telah menghitung AMH berdasarkan data yang diperolah dari pendataan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) dengan tingkat penyajian meliputi provinsi dan kabupaten/kota.

Seiring dengan diberlakukannya kebijakan otonomi daerah dimana pemerintah kabupaten/kota memiliki kewenangan yang lebih luas dalam mengatur pemerintahannya, ketersediaan data AMH hingga tingkat kecamatan sangat diperlukan. Contoh Susenas hanya dirancang untuk menghasilkan dugaan hingga tingkat kabupaten/kota sehingga jika contoh tersebut dipaksakan untuk mendapatkan dugaan pada tingkat kecamatan, maka dugaan yang dihasilkan akan memiliki ragam yang besar walaupun dugaan tersebut bersifat tidak bias (tidak akurat). Untuk memperoleh dugaan yang baik dengan memanfaatkan contoh yang ada diperlukan suatu metode yang dapat menghasilkan dugaan akurat pada area kecil, metode tersebut adalah Metode Pendugaan Area Kecil (SAE).

Metode Bayes Berhirarki (BB) merupakan salah satu metode SAE yang diyakini paling cocok dalam menghasilkan dugaan yang baik pada data biner (Rao 2003), sehingga pada penelitian ini pendugaan AMH pada tingkat kecamatan di Kabupaten Donggala dihitung menggunakan metode tersebut. Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data Susenas 2013 dan Pendataan Potensi Desa (Podes) 2011 di Kabupaten Donggala Provinsi Sulawesi Tengah.

Pendugaan AMH pada tingkat kecamatan di Kabupaten Donggala diperoleh hasil bahwa pendugaan SAE BB model Logit-Normal memberikan hasil paling baik dibandingkan dengan pendugaan langsung maupun pendugaan SAE BB Spasial Logit-Normal. Kesimpulan tersebut diambil berdasarkan nilai Kuadrat Tengah Galat (KTG) terkecil yang dihitung dari nilai dugaan AMH pada masing masing metode dibandingkan dengan nilai AMH hasil Sensus Penduduk 2010 yang dianggap sabagai parameter. Dari perhitungan KTG tersebut, KTG pendugaan BB Logit-Normal memiliki nilai terkecil dibandingkan metode pendugaan langsung maupun BB Spasial Logit-Normal. AMH tertinggi di Kabupaten Donggala pada tahun 2013 ditempati oleh Kecamatan Banawa (96.94 %) sedangkan terendah ditempati oleh Kecamatan Pinembani dengan AMH sebesar 77.52 persen.

(5)

SUMMARY

RIFKI HAMDANI Small Area Estimation of Literacy Rate on Sub-District Level in District of Donggala with Hierarchical Bayes Method. Supervised by BUDI SUSETYO and INDAHWATI.

Literacy Rate (LR) is defined as percentage of population aged over 15 with ability to read and write. LR, as one of people welfare indicators, is a measurement of educational development in a certain region. The indicator, as a measurement of government performance on education, can be measured if all variables related is available. Statistics Indonesia (BPS) each year calculated LR based on National Socio-Economic Survey (Susenas) data, which from its sampling design can provide direct estimation only on provincial level and district level.

Along with establishment of autonomous regional policy, where regional governments had greater power to manage their own region, availability of LR on lower levels to monitor regional educational development is necessary for regional governments. Due to sampling design of Susenas, accommodated only estimation on district level, the data will give high variance if used to estimate on lower sub-district level, although still unbiased. The high variance will result to broader confidence interval of estimation, which will make the estimation become unreliable. One of methods to obtain accurate estimators from inadequate sample size in a small area is method of Small Area Estimation (SAE).

Modelling LR was done with Logit-Normal approach, because LR data followed Binomial Distribution. Hierarchical Bayes method (HB) is one of SAE methods which are proven to give good estimate on binomial distributed data as LR (Rao 2003), so in this study estimation of LR at the sub-district level in Donggala calculated with this method. Spatial effect was added to the model to test if there was a spatial correlation on LR case. The data used in this research is data National Socio-Economic Survey (Susenas) 2013 and Village Potential (Podes) 2011 in District of Donggala, Province of Central Sulawesi.

Literacy Rates Estimation on sub-district level in District of Donggala with HB Logit-Normal method gave better result compared to the direct estimation and HB Spatial Logit-Normal SAE. Estimation of LR with HB Logit-Normal as the best model is indicated by the lowest Mean Square Error (MSE) compared to real LR calculated from Population Census (SP) 2010 which could be assumed as parameter value. Based on the best SAE model with the lowest MSE, highest LR in District of Donggala in 2013 is occupied by the District of Banawa at 96.94 percent while the lowest is occupied by the District of Pinembani with LR at 77.52 percent.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Statistika Terapan

PENDUGAAN AREA KECIL ANGKA MELEK HURUF PADA

TINGKAT KECAMATAN DI KABUPATEN DONGGALA

DENGAN METODE BAYES BERHIRARKI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2015

(8)
(9)

Judul Tesis : Pendugaan Area Kecil Angka Melek Huruf pada Tingkat Kecamatan di Kabupaten Donggala dengan Metode Bayes Berhirarki

Nama : Rifki Hamdani NIM : G152130384

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Ir Budi Susetyo, MS Ketua

Dr Ir Indahwati, MSi Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Statistika Terapan

Dr Ir Indahwati, MSi

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga tesis yang berjudul “Pendugaan Area Kecil Angka Melek Huruf pada Tingkat Kecamatan di Kabupaten Donggala dengan Metode Bayes Berhirarki” ini dapat diselesaikan.

Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada Bapak Dr Ir Budi Susetyo, MS dan Ibu Dr Ir Indahwati, MSi selaku pembimbing atas segala perhatian, bimbingan, dan arahan kepada penulis dalam penyusunan tesis ini. Penulis juga menyampaikan ucapan terimakasih kepada Pimpinan Badan Pusat Statistik (BPS) yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang Magister Statistika Terapan IPB. Ungkapan terimaksih terkhusus penulis sampaikan kepada keluarga besar penulis atas dukungan, perhatian, doa, dan kesabarannya. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada seluruh keluarga besar Departemen Statistika IPB atas bantuan dan kerjasamanya. Terimakasih tak lupa penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan tesis ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Semoga tesis ini dapat membawa manfaat bagi kita semua.

Bogor, Desember 2015

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 3

Manfaat Penelitian 3

2 TINJAUAN PUSTAKA 4

Pendugaan Area Kecil 4

Model Area Kecil 4

Metode Pendugaan Langsung pada Peubah Respon Binomial 5 Metode Bayes Berhirarki dengan Model Logit-Normal 6 Metode Bayes Berhirarki Spasial dengan Model Logit-Normal 9

3 METODE 12

Data 12

Tahapan Analisis 13

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 15

Gambaran Umum Kabupaten Donggala 15

Pemilihan Peubah Penyerta 17

Pendugaan Langsung AMH 18

Pendugaan AMH dengan Metode BB Logit-Normal 19

Pendugaan AMH dengan Metode BB Spasial Logit-Normal 21 Pemilihan Model Terbaik untuk Pendugaan AMH pada Tingkat Kecamatan

di Kabupaten Donggala 22

5 SIMPULAN DAN SARAN 27

Simpulan 27

Saran 27

DAFTAR PUSTAKA 28

LAMPIRAN 29

(12)

DAFTAR TABEL

1. Peubah penyerta dalam penelitian 12

2. Nilai statistik deskriptif peubah penyerta 16 3. Nilai korelasi pearson peubah penyerta dengan logit AMH 17 4. Nilai beta duga dan VIF ketiga peubah penyerta dengan logit AMH 17 5. Hasil pendugaan langsung AMH menurut kecamatan di Kabupaten

Donggala 18

6. Hasil pendugaan BB logit-normal AMH menurut kecamatan di

Kabupaten Donggala 20

7. Hasil pendugaan BB spasial logit-normal AMH menurut kecamatan

di Kabupaten Donggala 22

8. Nilai pendugaan AMH dan AMH SP 2010 menurut kecamatan di

Kabupaten Donggala 23

9. Perbandingan nilai statistik ragam pendugaan langsung, BB logit-

normal dan BB spasial logit-normal 24

10.Nilai kuadrat galat masing-masing metode pedugaan AMH terhadap

AMH SP 2010 25

DAFTAR GAMBAR

1. Peta wilayah Kabupaten Donggala 15

2. Boxplot AMH hasil pendugaan langsung di Kabupaten Donggala 19 3. Boxplot AMH hasil pendugaan BB logit-normal di Kabupaten

Donggala 21

4. Perbandingan nilai penduga langsung, BB, dan BB spasial AMH di

Kabupaten Donggala 23

5. Perbandingan nilai ragam penduga langsung, BB, dan BB spasial

AMH di Kabupaten Donggala 24

6. Persebaran AMH pada tingkat kecamatan di Kabupaten Donggala

dengan metode BB logit-normal 26

DAFTAR LAMPIRAN

1. Script R untuk pendugaan AMH metode Bayes Berhirarki model

Logit-Normal 29

2. Matriks pembobot spasial tetangga terdekat queen contiquity antar

kecamatan di Kabupaten Donggala 32

3. Script R untuk pendugaan AMH Metode Bayes Berhirarki Spasial

model Logit-Normal 33

4. Trace Plot, Ergodig Mean Plot, ACF Plot, dan Density Plot untuk masing-masing parameter dalam pendugaan SAE BB Logit-Normal 36 5. Trace Plot, Ergodig Mean Plot, ACF Plot, dan Density Plot untuk

masing-masing parameter dalam pendugaan SAE BB Spasial

(13)

1

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Aspek pendidikan hingga saat ini masih menjadi indikator penting terhadap kemajuan suatu negara termasuk Indonesia. Pendidikan yang baik, dengan sistem yang benar dan berkualitas akan menghasilkan sumber daya manusia handal sebagai penentu keberhasilan pembangunan nasional. Dalam merencanakan dan mengevaluasi program pendidikan, ada beberapa ukuran baku yang berlaku secara internasional, salah satu diantarannya adalah Angka Melek Huruf (AMH) atau

Literacy Rate. AMH merupakan proporsi penduduk usia 15 tahun ke atas yang memiliki kemampuan membaca dan menulis terhadap total penduduk usia 15 tahun ke atas. Seringkali AMH dianalisis dari sudut pandang yang berbeda sebagai Angka Buta Huruf (ABH), dimana ABH merupakan proporsi penduduk yang tidak mampu membaca dan menulis terhadap total penduduk usia 15 tahun ke atas. Kedua ukuran tersebut sama-sama menjelaskan proporsi penduduk usia 15 tahun ke atas berdasarkan kemampuan membaca dan menulis. UNESCO (2008) meyatakan bahwa melek huruf merupakan suatu hal yang sangat penting bahkan bisa dikatakan sebagai salah satu hak asasi manusia. Melek huruf merupakan modal utama bagi seseorang untuk meningkatkan pengetahuan dan pendidikan. Orang tua yang melek huruf akan mampu merawat dan mengarahkan anak-anaknya lebih baik karena pengetahuan yang diperolehnya dari membaca. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa AMH memiliki peran yang sangat strategis dalam perencanaan dan evaluasi pembangunan di suatu wilayah khususnya di bidang pendidikan.

AMH merupakan salah satu indikator kinerja aspek kesejahteraan rakyat sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 tahun 2010. Sebagai salah satu indikator kinerja, ketersediaan data AMH sangat diperlukan oleh pemerintah daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota. Dalam lampiran Permendagri no 54 tahun 2010 disebutkan bahwa data sekunder yang terkait dengan data indikator kinerja kunci penyelenggaran pemerintah daerah (termasuk AMH) diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS). AMH merupakan salah satu indeks yang dihitung oleh BPS berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas). Perlu diketahui bahwa percontohan Susenas hanya dirancang untuk menghasilkan pendugaan pada tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota. Seiring dengan diberlakukannya kebijakan otonomi daerah dimana kabupaten/kota memiliki kewenangan yang lebih luas dalam mengurus dan mengatur pemerintahannya sendiri, diperlukan data indikator kinerja tersebut hingga tingkat kecamatan bahkan desa.

(14)

2

survei. Untuk menyelesaikan masalah tersebut maka perlu dilakukan optimalisasi data yang ada dengan metode Small Area Estimation atau Pendugaan Area Kecil (SAE). Sampai saat ini metode SAE telah diterapkan di berbagai disiplin ilmu. Metode SAE yang dikenal luas dan telah digunakan dalam berbagai bidang tersebut adalah Empirical Best Linear Unbiased Prediktor (EBLUP) atau Prediksi Tak-Bias Linear Terbaik (PTLT), Empirical Bayes (EB) atau Bayes Empirik (BE), dan Hierarchical Bayes (HB) atau Bayes Berhirarki (BB). Diantara ketiga metode tersebut, BE dan BB adalah metode yang paling cocok diterapkan pada data biner dan data cacahan (Rao 2003). Dalam penelitian ini, AMH merupakan proporsi yang dihitung dari data biner, yaitu 1 untuk penduduk usia 15 tahun ke atas yang bisa membaca dan menulis dan 0 untuk yang tidak bisa membaca dan menulis. Jumlah penduduk usia 15 tahun ke atas yang bisa membaca dan menulis diyakini mengikuti sebaran binomial sehingga sebaran awal (prior distribution) dari parameter yang akan diduga (AMH) sudah diketahui. Oleh sebab itu, metode SAE yang akan digunakan dalam tulisan ini adalah Bayes Berhirarki.

Metode SAE mengasumsikan bahwa pengaruh acak dari galat area saling bebas. Namun pada prakteknya, sering kali asumsi ini tidak terpenuhi. Tidak terpenuhinya asumsi ini disebabkan keragaman suatu area dipengaruhi oleh area disekitarnya. Oleh karena itu, pendugaan area kecil yang memperhitungkan pengaruh spasial diyakini akan menghasilkan dugaan yang lebih baik. Pada penelitian ini akan dilakukan pula pendugaan SAE AMH dengan metode BB Spasial untuk mengantisipasi tidak terpenuhinya asumsi kebebasan galat area. Dari kedua hasil pendugaan SAE BB tersebut selanjutnya akan ditentukan metode mana yang memberikan hasil dugaan AMH menurut kecamatan di Kabupaten Donggala yang terbaik.

(15)

3 Donggala diharapkan dapat membantu pemerintah daerah dalam mengevaluasi program pendidikan khususnya di Kabupaten Donggala sehingga kebijakan yang diambil dapat disesuaikan dengan kondisi masing-masing kecamatan sesuai dengan permasalahan yang dihadapi.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mendapatkan nilai pendugaan area kecil AMH pada tingkat kecamatan di Kabupaten Donggala Provinsi Sulawesi Tengah berdasarkan metode pendugaan area kecil Bayes Berhirarki dan Bayes Berhirarki Spasial. 2. Mendapatkan perbandingan statistik antara metode pendugaan berdasarkan

pendekatan Bayes Berhirarki dan Bayes Berhirarki berbasis Spasial terhadap AMH pada tingkat kecamatan di Kabupaten Donggala Provinsi Sulawesi Tengah sehingga dapat diperoleh kesimpulan metode mana yang terbaik.

Manfaat Penelitian

1. Memberikan informasi mengenai bagaimana cara mendapatkan pendugaan area kecil dengan metode Bayes Berhirarki dan Bayes Berhirarki berbasis spasial, khususnya AMH pada tingkat kecamatan di Kabupaten Donggala Provinsi Sulawesi Tengah berdasarkan data Susenas dan Podes.

(16)

4

2 TINJAUAN PUSTAKA

Pendugaan Area Kecil

Area kecil (small area) diartikan sebagai bagian dari wilayah populasi (small domain) baik berdasarkan geografi, ekonomi, sosial budaya, maupun yang lainnya (Rao 2003). Suatu daerah disebut sebagai area kecil jika dalam daerah tersebut jumlah contoh yang diambil kurang cukup untuk memperoleh nilai dugaan parameter yang akurat. Nilai pendugaan langsung yang diperoleh dari contoh yang kurang (kecil) merupakan penduga yang tidak bias namun memiliki ragam yang besar (Kurnia 2009). SAE merupakan metode pendugaan tidak langsung yang mengkombinasikan antara data survei dengan data pendukung lain misalnya dari data sensus sebelumnya yang memuat peubah dengan karakteristik yang sama dengan data survei sehingga dapat digunakan untuk menduga area yang lebih kecil dan memberikan akurasi yang lebih baik (Rao 2003).

Metode pendugaan area kecil memiliki dua masalah pokok. Pertama, bagaimana metode tersebut dapat menghasilkan dugaan parameter yang cukup baik dengan contoh yang relatif kecil pada suatu domain. Kedua, bagaimana cara mendapatkan dugaan mean square error (MSE) atau Kuadrat Tengah Galat (KTG) dari dugaan parameter tersebut. Untuk mengatasi kedua permasalahan

tersebut perlu “meminjam informasi” baik dari dalam area, luar area, maupun dari

luar survei (Pfeffermann 2013). Apabila suatu survei didesain untuk suatu populasi yang menyeluruh, ukuran sampel dalam suatu area kecil bisa jadi terlalu kecil untuk menghasilkan pendugaan langsung (direct estimation) yang akurat untuk sub populasi tertentu dengan data hasil survei tersebut. Untuk menyelesaikan masalah ini diperlukan informasi lain sebagai data tambahan yang berasal dari sensus atau pendataan lengkap di wilayah tersebut untuk mendapatkan pendugaan yang akurat dengan bantuan suatu metode tertentu.

Dalam perkembangannya, metode pendugaan area kecil terlahir dari dua ide utama yaitu model pengaruh tetap (fixed effect model) dan pengaruh acak area kecil (random effect). Model pengaruh tetap memiliki asumsi bahwa keragaman peubah respon di dalam area kecil dapat dijelaskan semuanya oleh hubungan keragaman dari informasi tambahan yang bersesuaian. Sedangkan pengaruh acak area kecil berasumsi bahwa keragaman spesifik pada area kecil tidak dapat diterangkan oleh informasi tambahan. Gabungan kedua model tersebut membentuk model campuran (mixed model) (Sadik 2009). Model pendugaan area kecil memperkenalkan model campuran dengan menyertakan pengaruh area spesifik yang memperhitungkan keragaman antar area diluar yang dapat dijelaskan oleh peubah penyerta yang ada dalam model. Oleh sebab itu ketersediaan data peubah penyerta sangat menentukan keberhasilan dalam penyusunan model pendugaan area kecil (Rumiati 2012).

Model Area Kecil

(17)

5 1. Model berbasis level area merupakan model yang didasarkan pada ketersediaan data pendukung yang hanya ada untuk area tertentu, misalkan dengan parameter yang akan diduga adalah yang

diasumsikan memiliki hubungan dengan (Rao 2003). Data pendukung tersebut digunakan untuk membangun model :

(1)

Penduga , dapat diketahui dengan mengasumsikan bahwa model pendugaan langsung ̂ telah tersedia yaitu :

̂ (2)

dengan dan diketahui.

Jika model (1) dan (2) digabungkan maka akan menghasilkan model gabungan

̂ . (3)

2. Model berbasis level unit yaitu suatu model dimana data pendukung yang tersedia bersesuaian dengan data respon secara individu, sebagai contoh

, sehingga dapat dibangun model regresi tersarang :

(4)

dengan j adalah banyaknya rumah tangga pada area ke-i dengan dan .

Metode Pendugaan Langsung pada Peubah Respon Binomial

Peubah respon merupakan peubah biner yang dihitung pada area ke-i dan individu ke-j dimana bernilai 1 atau 0. Sebagai contoh misalnya, adalah peubah yang mengukur kemampuan membaca dan menulis sehingga bernilai 1 untuk individu ke-j dalam area ke-i yang mampu membaca dan menulis dan bernilai 0 jika individu tersebut tidak mampu membaca dan menulis. Jika peubah

(18)

6

̅ ∑ . (6)

Jika penarikan cotoh dilakukan dengan metode acak sederhana, maka penduga proporsi area ke-i yaitu ̂ , diturunkan melalui metode pendugaan kemungkinan maksimun atau maximum likelihood (ML), yaitu ̂ ∑ . Penduga ML ini merupakan penduga kemungkinan maksimum yang bersifat tak bias karena nilai harapan dari penduga sama dengan parameternya.

̂ (7)

sehingga dugaan kuadrat tengah galat atau mean square error (MSE) sama dengan ragamnya yaitu,

̂ ̂ ̂ ̂ ̂ . (8)

Metode Bayes Berhirarki dengan Model Logit-Normal

Metode pendugaan area kecil untuk AMH pada setiap kecamatan ke-i dapat dihitung menggunakan metode Bayes Berhirarki dengan model Logit-Normal. Rao (2003) mendefinisikan model tersebut sebagai :

i.

a. Model (i) merupakan sebaran contoh peubah AMH penduduk usia 15 tahun ke atas.

b. Model (ii) menunjukkan pola hubungan antara AMH dengan peubah penyerta berbasis area.

c. Model (iii) adalah sebaran awal untuk masing-masing parameter model .

Berikut ini penjelasan untuk masing-masing peubah :

 adalah jumlah penduduk usia 15 tahun ke atas di kecamatan ke-i yang mampu membaca dan menulis.

∑ (9)

merupakan data biner yang bernilai 1 bagi penduduk yang memiliki

kemampuan membaca dan menulis dan bernilai 0 (nol) untuk penduduk yang buta huruf.

 merupakan AMH yaitu dibagi dengan penduduk usia 15 tahun ke atas di kecamatan ke-i ( ) dengan rumus

. (10)

(19)

7

. (11)

 merupakan pengaruh acak galat area yang diasumsikan mengikuti sebaran normal dengan rata-rata 0 dan ragam . Pada kasus ini, sebaran awal konjugat yang tepat adalah Invers Gamma. Nilai a dan b pada Invers Gamma bisa dikondisikan pada nilai mendekati nol (0) sebagai bentuk tidak diketahuinya informasi awal ( Zhou dan You 2008).

menunjukkan bahwa sebaran awal untuk pada metode BB model

Logit-Normal adalah flat prior. Flat prior adalah sebaran awal yang memiliki kepekatan serba sama. Jenis sebaran awal ini dipilih karena hanya mempunyai nilai-nilai pada kisaran tertentu. Interpretasinnya adalah bahwa setiap kondisi memiliki kesempatan yang sama untuk terpilih sebagai

supported likelihood dalam bentuk sebaran akhirnya atau posterior distribution (Iriawan 2006).

Jika v dan y adalah vektor yang mengandung nilai dan maka vektor y

akan mengikuti sebaran produk binomial :

tersebut akan mengikuti sebaran Invers Gamma:

. (14)

Ketiga sebaran tersebut akan menghasilkan sebaran bersama :

( ⁄ )

. (15)

(20)

8

Untuk mendapatkan sebaran akhir dari bentuk integral multi dimensi (16) sampai dengan (20), tidak memungkinkan untuk mendapatkan bentuk persamaan tertutup (close form). Salah satu metode yang dapat digunakan untuk menyelesaikan permasalahan ini adalah algoritma Markov Chain Monte Carlo

(MCMC). MCMC memiliki ide utama membangun suatu peluang rantai markov yang pada akhirnya menuju sebaran akhir tertentu. Perhitungan sebaran akhir ini akan menghasilkan contoh-contoh besaran akhir sehingga parameter dari sebaran akhir tersebut dapat diduga.

Prosedur MCMC yang terkenal adalah Gibbs Bersyarat (Gibbs Conditionals). Menurut Rao (2003) bentuk gibbs bersyarat untuk model logit normal dengan peubah bebas level area adalah :

i. ∑

ii.[ (21) iii. .

Pendugaan parameter dan dibangkitkan secara langsung dari (i) dan (ii). Parameter pada bagian (i) Persamaan (21) dinyatakan oleh :

(∑ ) (∑ ) (22)

Sementara itu, bagian (iii) persamaan (21) dinyatakan sebagai i.

ii. (23)

Karena tidak mengikuti sebaran tertentu, nilai proporsi Bayes Berhirarki (BB) akan diduga dengan simulasi gibbs bersyarat dan Metropolis-Hasting (M-H). Proses pembangkitan nilai dugaan proporsi dengan simulasi M-H dilakukan berangkaian dengan proses pembangkitan dugaan dan menggunakan gibbs bersyarat. Adapun algoritma M-H sebagai berikut:

1. Dibangkitkan lalu menentukan nilai Nilai dan pada setiap iterasi diperoleh dari proses gibbs bersyarat sebelumnya. 2. Dihitung peluang penerimaan :

(21)

9 3. Dibangkitkan u dari sebaran seragam (0,1).

4. Dipilih

5. Diulangi langkah 1 sampai dengan 4, hingga diperoleh D contoh.

Setelah dilakukan simulai M-H, maka diperoleh barisan penduga proporsi sebagai berikut :

{ }

kemudian besaran akhir yang sedang diamati dapat dihitung. Penduga proporsi Bayes Berhirarki adalah

(25)

sedangkan ragam akhir untuk penduga proporsi Bayes Berhirarki ( adalah | ̂

(26)

dimana :

D = Jumlah iterasi yang dilakukan setelah periode burn in

d = Periode burn in, periode dimana rantai markov belum konvergen k = tahapan iterasi

Metode Bayes Berhirarki Spasial dengan Model Logit-Normal

Perbedaan mendasar antara SAE BB model Logit-Normal dengan pengaruh spasial dan model BB Logit-Normal tanpa pengaruh spasial adalah pengaruh acak galat area yang saling berkorelasi. Integrasi Model Spasial Otoregresif Bersyarat (CAR) pada BB Logit-Normal dilakukan dengan pembobotan ragam area kecil ( dengan menggunakan matriks pembobot spasial. Sehingga BB Logit-Normal berbasis spasial dapat dimodelkan sebagai :

i.

Penjelasan untuk bagian (ii) adalah sebagai berikut : = ragam antar area kecil dihasilkan untuk model BB Logit-Normal berbasis spasial menjadi :

i.

ii.

iii.

(22)

10

Berdasarkan bentuk diatas, pendugaan dan dilakukan dengan cara membangkitkan secara langsung dari persamaan (i) dan (iii) menggunakan algoritma gibbs bersyarat. Pembangkitan ini dapat dilakukan karena kedua parameter tersebut memiliki sebaran yang jelas yaitu Normal Multivariat dan Invers Gamma. Sedangkan parameter dan tidak dapat dibangkitkan dengan algoritma gibbs bersyarat karena tidak memenuhi sebaran tertentu. Untuk mendapatkan sebaran akhir dari kedua parameter tersebut perlu diterapkan algoritma Metropolis-Hasting (M-H).

Proses M-H untuk parameter menurut Bukhari (2015) adalah sebagai berikut :

1. Ditentukan nilai q sebagai penambah interval untuk pembangkitan sebagai berikut :

merupakan nilai penduga parameter yang diperoleh dari iterasi sebelumnya. Nilai q ditentukan secara subjektif namun memperhatikan

rejection rate yang dihasilkan dari proses M-H tidak terlalu rendah atau terlalu tinggi.

2. Dibangkitkan menggunakan bentuk sebaran pada poin 1. 3. Dihitung nilai dengan rumus : .

7. Dibangkitkan u dari sebaran seragam (0,1). 8. Dipilih

9. Diulangi langkah 2 sampai 8, hingga diperoleh D contoh.

Sementara itu, bagian (iv) dari persamaan (27) dinyatakan sebagai : i. { [ ] }

ii. (29)

(23)

11

3. Dibangkitkan u dari sebaran seragam (0,1). 4. Dipilih

5. Diulangi langkah 1 sampai dengan 4, hingga diperoleh D contoh.

(24)

12

3 METODE

Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data individu hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) di Kabupaten Donggala Tahun 2013 yang merupakan gabungan dari pendataan empat triwulan selama tahun 2013. Perlu diketahui bahwa sejak tahun 2011 Susenas dilaksanakan setiap triwulan dengan contoh sebanyak 75 000 blok sensus (seluruh Indonesia) untuk dugaan triwulanan tingkat nasional dan provinsi serta dugaan tahunan pada tingkat kab/kota dengan contoh kumulatif sebanyak 300 000 blok sensus. Selain itu, jumlah contoh rumah tangga setiap blok sensus adalah 10 rumah tangga. Walaupun data yang digunakan adalah gabungan dari pendataan empat triwulan di tahun 2013, data kemampuan penduduk usia 15 tahun ke atas dalam membaca dan menulis masih diyakini cukup akurat. Keyakinan ini didasarkan pada tidak berpengaruhnya periode pendataan terhadap informasi yang dikumpulkan.

Data individu yang digunakan dalam penelitian ini adalah data individu yang diperoleh dari kuesioner VISEN13.K blok VC rincian 19. Pertanyaan dalam rincian tersebut memberikan informasi terkait kemampuan individu dalam membaca dan menulis yang selanjutnya akan diolah menjadi peubah respon (AMH). Jadi peubah respon yang digunakan dalam penelitian ini adalah

(AMH) yang diperoleh dari data Susenas tahun 2013.

Peubah penyerta yang akan digunakan sebagai salah satu alat mendapatkan dugaan area kecil pada tingkat kecamatan adalah data hasil PODES tahun 2011. Pemilihan data Podes 2011 didasarkan kepada jarak periode pelaksanaan pendataan yang terdekat dengan susenas 2013. Walaupun berjarak 2 tahun, peubah bebas berbasis area dari podes diyakini mampu menjelaskan peubah renspon dari Susenas 2013. Berikut ini merupakan peubah penyerta yang digunakan dalam penelitian.

Tabel 1. Peubah penyerta dalam penelitian

No Peubah Keterangan

1 Persentase keluarga pertanian

2 Rasio Jenis Kelamin

3 Persentase keluarga pengguna listrik 4 Persentase surat miskin yang dikeluarkan 5 Rasio jumlah SD/MI per 1000 orang penduduk 6 Persentase desa/kelurahan yang menyelenggarakan

program pemberantasan buta aksara

(25)

13 Tahapan Analisis

Langkah-langkah yang akan diterapkan dalam mencapai tujuan pada penelitian ini adalah :

1. Menduga AMH pada masing-masing kecamatan di Kabupaten Donggala Provinsi Sulawesi Tengah berdasarkan data Susenas tahun 2013 menggunakan metode pendugaan langsung dengan rumus :

̂ Sedangkan :

= Jumlah penduduk usia 15 tahun ke atas yang bisa membaca dan menulis di kecamatan ke-i

= Jumlah penduduk usia 15 tahun ke atas di kecamatan ke-i

̂ = Penduga langsung proporsi melek huruf di kecamatan ke-i

2. Menghitung ragam dari pedugaan langsung proporsi melek huruf dengan menggunakan persamaan (8).

3. Melakukan eksplorasi data untuk mengetahui adanya hubungan antara peubah respon dengan ketujuh peubah penyerta. Setelah dilakukan analisis korelasi, peubah penyerta yang berkorelasi kuat dengan peubah respon (logit AMH) selanjutnya akan digunakan sebagai peubah penyerta dalam pendugaan tidak langsung menggunakan metode BB Logit-Normal.

4. Membangun model pendugaan area kecil dengan metode BB Logit-Normal berbasis level area untuk AMH kecamatan ke-i berdasarkan peubah penyerta yang telah ditentukan sebelumnya dengan tahapan sebagai berikut :

a. Menentukan nilai awal (initial value).

b. Pada pendugaan AMH: , , , dihitung dari data contoh. Sementara nilai awal untuk , a, b pada gamma(a,b) yang tidak dapat dieksplorasi dari data contoh, ditetapkan pada nilai yang sekecil mungkin sebagai bentuk tidak adanya informasi.

c. Menduga dengan membangkitkan persamaan (21) bagian (i).

d. Menduga dengan membangkitkan persamaan (21) bagian (ii).

e. Melakukan pendugaan distribusi posterior parameter dengan melakukan estimasi melalui algoritma Metropolis – Hasting (M-H) menggunakan persamaan (24).

f. Menduga AMH dari sebaran akhir metode SAE BB Logit-Normal berdasarkan persamaan (25).

g. Menduga ragam AMH dari sebaran akhir metode SAE BB Logit-Normal menggunakan persamaan (26)

(26)

14

6. Membandingkan ragam dari hasil pendugaan pada setiap metode (langsung, SAE BB Logit-Normal, SAE BB Spasial Logit-Normal).

7. Membandingkan Kuadrat Tengah Galat (KTG) dari nilai AMH pada masing-masing metode pendugaan dengan nilai AMH hasil Sensus Penduduk 2010 dengan rumus ∑ ̂ .

(27)

15 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan dibahas mengenai gambaran umum Kabupaten Donggala, pendugaan langsung AMH, deskripsi dan eksplorasi data, pemilihan peubah penyerta, pendugaan area kecil AMH di Kabupaten Donggala dengan metode BB Logit-Normal dan BB Spasial Logit-Normal, dan perbandingan statistik dari pendugaan langsung maupun pendugaan area kecil dengan metode BB Logit-Normal dan BB Spasial Logit-Logit-Normal.

Gambaran Umum Kabupaten Donggala

Kabupaten Donggala yang terletak di pesisir barat Pulau Sulawesi memiliki wilayah seluas 5 275.69 kilometer persegi. Wilayah tersebut terbagi menjadi 16 Kecamatan dengan Kecamatan Rio Pakava merupakan kecamatan terluas (872.16 km2) dan kecamatan Banawa Tengah merupakan kecamatan dengan wilayah terkecil dengan luas hanya 74.64 kilometer persegi. Kabupaten Donggala berbatasan langsung dengan Kabupaten Tolitoli di sebelah utara, Provinsi Sulawesi Barat, Kabupaten Sigi, dan Kota Palu di sebelah selatan, Selat Makassar dan Sulawesi Barat di Sebelah barat, Kabupaten Sigi dan Kabupaten Parigi Moutong di sebelah timur. Berdasarkan data proyeksi, penduduk Kabupaten Donggala pada tahun 2013 berjumlah 287 921 jiwa yang merupakan kabupaten dengan jumlah penduduk terbesar ke-empat di Provinsi Sulawesi Tengah (BPS 2013). Pada tahun 2013, seluruh kecamatan di Kabupaten Donggala memiliki blok sensus yang terkena contoh pendataan Susenas, sehingga pendugaan area kecil pada tingkat kecamatan berbasis data Susenas dapat dilakukan di seluruh kecamatan.

(28)

16

Tabel 2. menunjukkan statistik deskriptif dari tujuh peubah penyerta yang akan digunakan sebagai peubah penjelas bagi peubah respon AMH. Ketujuh peubah penyerta tersebut menggambarkan infrastruktur pendidikan, tingkat perekonomian masyarakat, dan informasi gender yang diyakini memiliki pengaruh terhadap AMH. Dari seluruh rumah tangga yang menempati wilayah Kabuten Donggala 76.03 persen merupakan rumah tangga pertanian. Dilihat dari perbandingan gender, hampir seluruh kecamatan di Kabupaten Donggala memiliki rasio jenis kelamin yang mendekati angka 100, hal ini berarti jumlah penduduk laki-laki dan perempuan disetiap kecamatan hampir sama. Dari sisi penggunaan listrik, 58.94 persen rumah tangga di donggala menggunakan listrik. Namun demikian terdapat perbedaan yang cukup tajam diantara kecamatan. Kecamatan dengan persentase pengguna listrik terendah sebesar 11.31 persen sedangkan kecamatan dengan persentase rumah tangga pengguna listrik terbesar bernilai 91.18 persen. Hal ini mencerminkan belum meratanya distribusi listrik PLN sehingga masih banyak rumah tangga yang tidak dapat menikmati penerangan listrik.

Pada tahun 2013 pemerintah Kabupaten donggala mengeluarkan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) untuk 2.45 persen penduduknya. Perbandingan jumlah SD/MI terhadap 1000 orang penduduk di Kabupaten Donggala sebesar 1.33 yang berarti 1 sekolah berbanding dengan 1 330 orang. Persentase desa yang menyelenggarakan program pemberantasan buta aksara dan persentase desa yang memiliki taman bacaan masyarakat yang masih aktif di masing-masing 34.74 dan13.80 persen.

Tabel 2. Nilai statistik deskriptif peubah penyerta

(29)

17 Pemilihan Peubah Penyerta

Pemilihan peubah penyerta merupakan salah satu bagian penting dari pendugaan area kecil. Pendugaan area kecil akan menghasilkan dugaan yang baik jika peubah penyerta yang digunakan benar-benar mampu menjelaskan peubah respon yang akan diduga. Ketujuh peubah penyerta (yang disiapkan) tersebut akan dipilih berdasarkan hubungan (korelasi) peubah tersebut dengan peubah respon yang sebelumnya telah dilakukan transformasi dalam bentuk logit. Pengujian dengan korelasi pearson pada taraf signifikansi 5 persen menghasilkan tiga peubah yang memiliki nilai korelasi pearson signifikan dengan logit AMH. Ketiga peubah tersebut adalah Persentase Keluarga Pertanian (X1) dengan nilai-p sebesar 0.047,

Persentase Keluarga Pengguna Listrik (X3) dengan nilai-p sebesar 0.009, dan

Rasio Jumlah SD/MI per 1000 orang penduduk (X5) dengan nilai-p 0.010.

Walaupun signifikan, ketiga kandidat peubah penyerta tersebut hanya memiliki koefisien korelasi pearson antara 0.503 sampai dengan 0.633 yang berarti hubungan linear ketiga kandidat peubah penyerta dengan peubah respon tidak terlalu erat. Berdasarkan signifikansi korelasi pearson, ketiga peubah tersebut diputuskan menjadi peubah penyerta dalam pendugaan area kecil AMH pada tingkat kecamatan di Kabupaten Donggala menggunakan metode BB model Logit-Normal. Rincian nilai korelasi pearson antara peubah penyerta dengan logit AMH disajikan dalam Tabel 3.

Tabel 3. Nilai korelasi pearson peubah penyerta dengan logit AMH Peubah Nilai korelasi pearson Nilai-p

-0.503 0.047

Walaupun asumsi tidak ada multikolinearitas antar peubah penyerta tidak harus terpenuhi dalam SAE, namun agar pendugaan lebih sederhana dengan keakuratan yang tetap tinggi perlu dilakukan pemeriksaan multikolinearitas antar peubah penyerta. Pemeriksaan multikolinearitas ini dilakukan dengan cara membangun model regresi dengan peubah respon logit AMH dengan ketiga peubah penyerta yang diputuskan digunakan dalam model SAE. Hasil pemeriksaan multikolinearitas dapat dilihat dalam Tabel 4.

Tabel 4. Nilai beta duga dan VIF ketiga peubah penyerta dengan logit AMH

Peubah Beta Duga VIF

Konstanta 3.4700

Persentase keluarga pertanian (X1) -0.0044 1.95

Persentase keluarga pengguna listrik (X3) 0.0174 2.24

Rasio jumlah SD/MI per 1000 orang penduduk (X5)

(30)

18

Dari nilai Variance Inflation Factor (VIF) yang dihasilkan oleh tiga peubah penyerta, seluruhnya kurang dari 5 yang berarti ketiga peubah penyerta yang digunakan dalam model saling bebas.

Pendugaan Langsung AMH

Pendugaan langsung AMH pada tingkat kecamatan di Kabupaten Donggala dilakukan dengan cara membagi jumlah penduduk usia 15 tahun ke atas yang mampu membaca dan menulis dengan total penduduk usia 15 tahun keatas berdasarkan contoh Susenas 2013. Dari 16 kecamatan yang ada di Kabupaten Donggala pada Tahun 2013, semuanya terpilih sebagai contoh Susenas. Dengan kondisi tersebut, pendugaan langsung pada seluruh kecamatan di Kabupaten Donggala dapat dilakukan. Hasil pendugaan langsung AMH per kecamatan di Kabupaten Donggala ditunjukkan oleh Tabel 5. Dilihat dari hasil persebarannya, ada dua kecamatan yang menjadi pencilan yaitu Kecamatan Pinembani dan Kecamatan Banawa Selatan dengan AMH masing-masing 45.833 persen dan 85.827 persen. Kedua kecamatan tersebut memiliki nilai AMH hasil pendugaan langsung yang cukup kecil dan memiliki jarak yang cukup jauh dengan median AMH kecamatan di Kabupaten Donggala. Sedangkan Kecamatan dengan AMH hasil pendugaan langsung terbesar adalah Kecamatan Labuan dengan nilai sebesar 98.361 persen. Kecamatan Pinembani merupakan kecamatan dengan AMH terkecil di Kabupaten Donggala, dari 24 orang usia 15 tahun ke atas yang terkena contoh susenas hanya 11 diantaranya yang mampu membaca dan menulis. Hasil pendugaan langsung AMH ini akan digunakan sebagai p0 pada proses iterasi menggunakan MCMC penghitungan dugaan AMH menggunakan SAE BB Logit-Normal dan SAE BB Spasial Logit-Logit-Normal pada tahapan selanjutnya.

(31)

19

Gambar 2. Boxplot AMH hasil pendugaan langsung di Kabupaten Donggala Pendugaan AMH dengan Metode BB Logit-Normal

Metode SAE BB Logit-Normal bertujuan untuk menduga AMH di seluruh kecamatan di Kabupaten Donggala yang didahului dengan menduga dan melalui pendekatan MCMC dengan algoritma Gibbs Bersyarat dan Metropolis Hasting. Langkah pertama yang dilakukan adalah menentukan nilai awal parameter secara subjektif, hal ini dilakukan karena tidak adanya informasi awal baik dari penelitian sebelumnya maupun dari kajian ahli. Kondisi seperti ini dikatakan sebagai non informative prior sehingga besaran parameter awal dikondisikan pada nilai sekecil mungkin sebagai akibat tidak adanya informasi. Nilai awal parameter yang digunakan adalah proporsi pendugaaan langsung, =0,1 dan parameter distribusi gamma (a,b) masing-masing a=0.01 dan b=0.01.

Algoritma Gibbs Bersyarat dan Metropolis Hasting pada MCMC penelitian ini dilakukan sebanyak 200 000 iterasi. Penentuan jumlah iterasi ini didasarkan pada harapan dimana pada jumlah iterasi yang cukup banyak maka rantai markov yang terbentuk sudah konvergen. Perkiraan ini terbukti berdasarkan trace plot

yang menunjukkan kekonvergenan rantai markov sejak iterasi ke 101 000 hingga 200 000 (Lampiran 4). Pada setiap tahapan iterasi, diperoleh nilai untuk masing-masing parameter yang diduga ( , , dan ̂ ). Nilai dugaan parameter diperoleh dengan merata-ratakan nilai parameter setelah rantai markov konvergen. Rantai markov dikatakan sudah konvergen jika sebaran dari titik-titik nilai parameter tidak berubah sepanjang rantai markov nya. Kekonvergenan tersebut dapat dilihat dari trace plot dengan indikasi rata-rata dan ragamnya relatif konstan. Selain trace plot, kekonvergenan rantai markov dapat juga dilihat dari ergodig mean plot, ACF plot, dan density plot. Ergodig mean yang stabil (tidak naik dan tidak turun) setelah beberapa iterasi menunjukkan kekonvergenan rantai markov.

(32)

20

Kekonvergenan rantai markov juga dapat dilihat dari plot ACF yang menurun menuju nol dan plot densitas yang halus (simetris).

Sebagai contoh, pada Lampiran 4 terlihat bahwa trace plot parameter tidak menunjukkan pola naik turun sehingga kondisi ini menandakan bahwa proses burn-in telah selesai. Pada plot ergodig mean terlihat bahwa rataan ergodig sudah membentuk garis lurus pada iterasi ke 100 001 sampai dengan 200 000 (tidak membentuk pola naik atau turun) yang menandakan proses sudah stabil. Plot autokorelasi menunjukkan nilai-nilai autokorelasi pada lag pertama mendekati satu dan akhirnya menuju nol. Kondisi tersebut memperlihatkan adanya korelasi pada dugaan parameter beta yang berarti algoritma sudah berada pada suatu distribusi tertentu. Plot density yang simetris menunjukkan bahwa nilai dugaan parameter beta berdistribusi normal dengan nilai parameter bisa positif atau negatif. Secara umum seluruh parameter pendugaan BB Logit-Normal menunjukkan kekonvergenan.

Setelah proses iterasi dianggap stabil pada iterasi ke 100 001 sampai dengan 200 000, maka dugaan diperoleh dari rata-rata sebaran akhir pada pendugaan . Hal yang sama juga diberlakukan untuk parameter dimana dugaan diperoleh dari rata-rata sebaran akhir pada pendugaan setelah proses iterasi menemui kondisi konvengen. Pendugaan parameter dianggap stabil setelah proses iterasi ke 101 000 sampai dengan 200 000.

Tabel 6. Hasil pendugaan BB logit-normal AMH menurut kecamatan di

9 Sindue Tobusabora 86.048 0.00029

10 Sindue Tobata 87.162 0.00027

11 Sirenja 89.651 0.00022

12 Balaesang 86.450 0.00025

13 Balaesang Tanjung 88.054 0.00026

14 Damsol 90.735 0.00020

15 Sojol 90.093 0.00021

16 Sojol Utara 88.692 0.00023

(33)

21 Dugaan AMH BB Logit-Normal di Kabupaten Donggala dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Boxplot AMH hasil pendugaan BB logit-normal di Kabupaten Donggala

Pendugaan AMH dengan Metode BB Spasial Logit-Normal

Model dalam pendugaan area kecil mengasumsikan bahwa pengaruh acak dari galat area saling bebas. Namun pada prakteknya, sering kali asumsi ini tidak terpenuhi. Tidak terpenuhinya asumsi ini dikarenakan keragaman suatu area dipengaruhi oleh area disekitarnya. Oleh karena itu, pendugaan area kecil yang memperhitungkan pengaruh spasial diyakini akan menghasilkan dugaan yang lebih baik. Berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Sunandi (2011), salah satu matriks pembobot spasial yang memberikan dugaan terbaik pada model BB Logit-Normal adalah matrik pembobot spasial tetangga terdekat (contiquity). Matriks pembobot spasial yang digunakan pada penelitian ini adalah matriks queen contiquity yang tersaji pada Lampiran 2.

Langkah-langkah dalam pendugaan AMH dengan metode BB Logit-Normal Spasial secara umum sama dengan tahapan pada pendugaan BB Logit-Normal tanpa pengaruh spasial. Iterasi yang dilakukan dengan algoritma Gibbs Bersyarat dan Metropolis Hasting pada proses ini dilakukan sebanyak 200 000 kali. Pada Lampiran 5 terlihat bahwa plot seluruh dugaan parameter pada pendugaan AMH dengan metode BB Spasial Logit-Normal menunjukkan kondisi yang konvergen . Dugaan diperoleh dari rata-rata sebaran akhir pada pendugaan menggunakan metode Bayes Berhirarki Spasial model Logit-Normal. Dugaan diperoleh dari rata-rata sebaran akhir pada pendugaan setelah proses iterasi dianggap stabil yaitu pada proses iterasi ke 100 001 sampai dengan 200 000.

(34)

22

Hasil pendugaan SAE BB Spasial Logit-Normal tersaji dalam Tabel 7. Pola dugaan AMH hasil pendugaan BB Spasial Logit-Normal sama dengan hasil pendugaan BB Logit-Normal dengan dugaan AMH terbesar yaitu Kecamatan Banawa dan yang terkecil Kecamatan Pinembani. Namun demikian nilai yang dihasilkan pada pendugaan BB Spasial Logit-Normal cenderung lebih mendekati dugaan langsung.

9 Sindue Tobusabora 92.699 0.00063

10 Sindue Tobata 93.619 0.00044

11 Sirenja 96.422 0.00012

12 Balaesang 95.163 0.00023

13 Balaesang Tanjung 91.910 0.00069

14 Damsol 96.045 0.00013

15 Sojol 94.685 0.00022

16 Sojol Utara 96.141 0.00021

Pemilihan Model Terbaik untuk Pendugaan AMH pada Tingkat Kecamatan di Kabupaten Donggala

(35)

23 huruf menghasilkan nilai yang cukup tinggi pada masing-masing kecamatan. Hal ini menunjukkan adanya koreksi yang dilakukan oleh metode Bayes Berhirarki terhadap hasil pendugaan dari metode langsung. Namun demikian, koreksi yang dihasilkan masih menunjukkan kondisi yang cukup jauh. Dugaan AMH yang dihasilkan oleh metode Bayes Berhirarki Spasial menunjukkan nilai yang lebih dekat dengan pendugaan langsung.

(36)

24

Secara umum rata-rata ragam yang dihasilkan oleh pendugaan SAE Bayes Berhirarki model Logit-Normal lebih rendah dibandingkan dengan ragam dari dua metode yang lain. Namun bila diperhatikan nilai ragam AMH pada tiap kecamatan, pendugaan Bayes Berhiraraki Spasial Logit-Normal memberikan nilai ragam yang lebih rendah pada sebagian besar kecamatan. Dari 16 kecamatan yang diduga area kecilnya, 11 diantaranya memiliki ragam dugaan AMH BB Spasial Logit-Normal yang lebih rendah dibandingkan dengan ragam dari pendugaan BB Logit-Normal pada kecamatan yang sama. Apabila ragam pendugaan dengan metode BB Spasial Logit-Normal dibandingkan dengan ragam hasil pendugaan langsung maka hanya satu kecamatan yang memiliki ragam BB Spasial Logit-Normal yang lebih besar dibandingkan dengan pendugaan langsung yaitu di Kecamatan Balaesang Tanjung. Perbandingan statistik ragam ke tiga metode dan grafik perbandingan ragam tiap kecamatan dapat dilihat pada Tabel 9 dan Gambar 9.

Tabel 9. Perbandingan nilai statistik ragam pendugaan langsung, BB logit-normal dan BB spasial logit-normal

Statistik Langsung BB BB Sp

Minimum 0.00016 0.00020 0.00011

Maksimum 0.01034 0.00324 0.00860

Rata-rata 0.00122 0.00047 0.00081

Simpangan Baku 0.00251 0.00072 0.00202

Gambar 5. Perbandingan nilai ragam penduga langsung, BB, dan BB Spasial AMH di Kabupaten Donggala

Sebagian besar kecamatan di Kabupaten Donggala memiliki ragam pendugaan BB Spasial yang lebih rendah dibandingkan dengan ragam pendugaan dengan dua metode yang lain. Namun demikian, rendahnya nilai ragam pada metode SAE BB Spasial Logit-Normal dibandingkan kedua metode yang lain tidak serta merta menjadikan metode tersebut terbaik dalam menduga AMH menurut kecamatan. Ragam pendugaan AMH metode BB Spasial Logit-Normal

(37)

25 dihitung dari ragam sebaran akhir dari AMH yang terbentuk. Pembentukan sebaran akhir ini didahului dengan menduga beberapa parameter terlebih dahulu sehingga sangat mungkin nilai ragam yang dihasilkan tidak akurat.

Untuk menghasilkan kesimpulan yang lebih akurat tentang metode pendugaan mana yang memberikan hasil dugaan AMH terbaik, perlu dilakukan evaluasi menggunakan nilai AMH per kecamatan hasil sensus. Sensus terdekat dengan data Susenas 2013 adalah Sensus Penduduk (SP) 2010. Nilai AMH hasil SP 2010 dianggap sebagai parameter sehingga nilai KTG dapat dihitung dengan merata-ratakan jumlah kuadrat dari selisih dugaan AMH per kecamatan pada setiap metode pendugaan dengan nilai AMH SP 2010. Tabel 10 menunjukkan nilai kuadrat galat masing-masing metode pendugaan AMH terhadap AMH SP 2010 per kecamatan di Kabupaten Donggala. Dari tabel tersebut terlihat bahwa metode SAE BB Logit-Normal memiliki KTG yang lebih rendah dibandingkan kedua metode yang lain. Pendugaan AMH menggunakan metode SAE BB Logit-Normal Spasial menghasilkan ragam yang lebih kecil namun memiliki KTG yang lebih besar, hal ini dimungkinkan karena pengaruh galat area yang tidak berkorelasi sehingga penambahan pengaruh spasial tidak menghasilkan pendugaan yang lebih baik. Tidak berkorelasinya pengaruh acak area sangat mungkin terjadi karena posisi kecamatan-kecamatan di Kabupaten Donggala berderet dari utara ke selatan sehingga tidak ada kecamatan yang memiliki tetangga terdekat lebih dari tiga. Berdasarkan nilai KTG tersebut, maka metode SAE BB Logit-Normal merupakan metode terbaik dalam menghasilkan dugaan AMH menurut kecamatan di Kabupaten Donggala tahun 2013.

Tabel 10. Nilai kuadrat galat masing-masing metode pendugaan AMH terhadap AMH SP 2010

No Kecamatan Kuadrat galat

(38)

26

(39)

27 5 SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Pendugaan area kecil Bayes Berhirarki baik dengan memasukkan pengaruh spasial maupun tidak, dapat diterapkan dengan baik pada pendugaan area kecil AMH pada tingkat kecamatan di Kabupaten Donggala yang memanfaatkan data Susenas tahun 2013 dan Podes tahun 2011. Indikasi model BB dapat diterapkan dengan baik adalah hasil pendugaan parameter model yang secara umum menunjukkan kekonvergenan. Pendugaan area kecil Bayes Berhirarki baik dengan memasukkan pengaruh spasial ataupun tidak, menghasilkan pendugaan AMH tingkat kecamatan yang lebih baik daripada pendugaan langsung. Hal ini terlihat dari ragam maupun KTG yang dihasilkan oleh pendugaan Bayes Berhirarki pada sebagian besar kecamatan target yang lebih rendah dibandingkan dengan nilai ragam dan KTG pendugaan langsung.

Pendugaan area kecil BB Logit-Normal Spasial ternyata memiliki KTG yang lebih besar dibandingkan KTG hasil pendugaan BB Logit-Normal tanpa pengaruh spasial. Hal ini dimungkinkan terjadi karena posisi kecamatan-kecamatan di Kabupaten Donggala yang melintang dari utara ke selatan sehingga pengaruh acak galat area antar kecamatan tidak saling berkorelasi. Dari uraian sebelumnya dapat disimpulkan bahwa metode SAE BB Logit-Normal merupakan metode terbaik dalam menghasilkan dugaan AMH pada tingkat kecamatan di Kabupaten Donggala tahun 2013.

Saran

Keakuratan SAE dengan metode Bayes terletak pada ketepatan dalam memilih sebaran awal dari parameter yang diduga. Penelitian ini masih menggunakan non informative prior sehingga pada penelitian selanjutnya perlu pengkajian yang lebih mendalam sehingga diperoleh sebaran awal yang lebih tepat.

Penggunaan peubah penyerta yang tepat merupakan kunci kedua dalam memperoleh dugaan SAE yang akurat. Peubah penyerta yang digunakan dalam penelitian ini masih jauh dari kondisi ideal yang diharapkan, sehingga penelitian selanjutnya perlu mencari sumber-sumber data lain (selain Podes) yang dapat menjelaskan peubah respon dengan lebih akurat.

(40)

28

DAFTAR PUSTAKA

[BPS] Badan Pusat Statistik. Angka Melek Huruf (AMH) dan Angka Buta Huruf (ABH). URL: http://sirusa.bps.go.id/index.php?r=indikator/view&id=7, diakses pada 20 Maret 2015.

Bukhari AS. 2015. Pendugaan Area Kecil Komponen Indeks Pendidikan dalam IPM di Kabupaten Indramayu dengan Metode Hierarchical Bayes

Berbasis Spasial [Tesis]. Bandung(ID): Universitas Padjadjaran.

Iriawan N. 2006. Bayesian: Single Parameter [Materi Presentasi]. Surabaya(ID): Institut Teknologi Sepuluh Nopember.

Kurnia A. 2009. Prediksi Terbaik Empirik untuk Model Transformasi Logaritma di dalam Pendugaan Area Kecil dengan Penerapan pada Data Susenas [Disertasi]. Bogor(ID): Institut Pertanian Bogor.

Norlatifah. 2015. Pendugaan Area Kecil terhadap Angka Melek Huruf di Kabupaten Kutai Kartanegara dengan Metode Empirical Bayes Berbasis Model Beta-Binomial [Tesis]. Bandung(ID): Universitas Padjadjaran. Pfeffermann D. 2013. New Important Developments in Small Area Estimation.

Statistical Science Vol. 28, No. 1, pp. 40-68.doi:10.1214/12-STS395. Rao JNK. 2003. Small Area Estimation. New Jersey(US): John Wiley and Sons. Rumiati AT. 2012. Model Bayes untuk Pendugaan Area Kecil dengan Penarikan

Contoh Berpeluang Tidak Sama pada Kasus Respon Binomial dan Multinomial [Disertasi]. Bogor(ID): Institut Pertanian Bogor.

Sadik K. 2009. Metode Prediksi Tak-Bias Linear Terbaik dan Bayes Berhirarki untuk Pendugaan Area Kecil Berdasarkan Model State Space [Disertasi]. Bogor(ID): Institut Pertanian Bogor.

Sunandi E. 2011. Model Spasial Bayes dalam Pendugaan Area Kecil dengan Peubah Respon Biner (Kasus: Pendugaan Proporsi Keluarga Miskin di Kabupaten Jember Jawa Timur) [Tesis]. Bogor(ID): Institut Pertanian Bogor.

[UNESCO] United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization. 2008. International Literacy Statistics: A Review of Concep, Methodology, and Current Data. Montreal(CA): Institut for Statistics.

(41)

29

beta_bintang=(1/sumxx)*sumxteta var_beta=sigma[i]*solve(sumxxt)

(42)

30

sigma[i+1]=1/rgamma(1,shape=mu_gamma,scale=var_gamma) #Generate P

#iterasi k mu_norm=vector(,m) for(j in 1:m)

{ mu_norm[j]=as.vector(t(X[j,])%*%as.matrix(beta[i,]))} logit=vector(,m)

(43)

31 p_cap_BB =vector(,m)

for(j in 1:m)

{ p_cap_BB[j]=mean(proporsiBB[100001:200000,j])} p_cap_BB

var_cap_BB =vector(,m) for(j in 1:m)

{ var_cap_BB[j]=var(proporsiBB[100001:200000,j])} var_cap_BB

rrmse_cap_BB =vector(,m) for(j in 1:m)

{ rrmse_cap_BB[j]=sqrt(var_cap_BB[j])/ p_cap_BB[j]*100} rrmse_cap_BB

beta_cap_BB =vector(,v) for(j in 1:v)

{ beta_cap_BB[j]=mean(beta[100001:200000,j])} beta_cap_BB

sigma_cap_BB=mean(sigma[100001:200000]) sigma_cap_BB

HasilBBDonggala= as.matrix(cbind(p_cap_BB,var_cap_BB,rrmse_cap_BB)) write.csv(HasilBBDonggala,"HasilBBDonggala.csv")

#menguji konvergensi di R library(coda)

sgm<-sigma

erg.mean<-function(sgm){ # compute ergodic mean n<-length(x)

result<-cumsum(x)/cumsum(rep(1,n)) }

ergsigma<-erg.mean( sgm ) plot(ergsigma)

acf(sgm)

(44)
(45)

33

beta[i,]=mvrnorm(1, mean_beta,var_beta) #Generate sigma kuadrat

mu_gamma=(m/2)+a

var_gamma=(t(X%*%beta[i,]))%*%D%*% (teta[i,]-(X%*%beta[i,]))/2)+b

(46)

34

#Generate Korelasi Spasial

lambda_star =runif(1, lambda-q, lambda +q) u=runif(1,0,1)

D_star= lambda_star *R+(1- lambda_star)*I

C1=((det(solve(D_star)))/

(det(solve(D))))^(-1/2)*exp((-1/(2*sigma[i+1]))*((t(X%*%beta[i,]))%*% D_star %*% logit=mvrnorm(1,mu_norm,D*sigma[i])

(47)

35 for(j in 1:m)

{ p_cap_BB[j]=mean(proporsiBB[100001:200000,j])} p_cap_BB

var_cap_BB =vector(,m) for(j in 1:m)

{ var_cap_BB[j]=var(proporsiBB[100001:200000,j])} var_cap_BB

rrmse_cap_BB =vector(,m) for(j in 1:m)

{ rrmse_cap_BB[j]=sqrt(var_cap_BB[j])/ p_cap_BB[j]*100} rrmse_cap_BB

beta_cap_BB =vector(,v) for(j in 1:v)

{ beta_cap_BB[j]=mean(beta[100001:200000,j])} beta_cap_BB

sigma_cap_BB=mean(sigma[100001:200000]) sigma_cap_BB

HasilBBDGLSP1= as.matrix(cbind(p_cap_BB,var_cap_BB,rrmse_cap_BB)) write.csv(HasilBBDGLSP1,"HasilBBDGLSP1.csv")

#menguji konvergensi di R library(coda)

Lamda<-lambda

erg.mean<-function(Lamda){ # compute ergodic mean n<-length(x)

result<-cumsum(x)/cumsum(rep(1,n)) }

ergLamda<-erg.mean( Lamda ) plot(ergLamda)

acf(Lamda)

(48)

36

Lampiran 4. Trace Plot, Ergodig Mean Plot, ACF Plot, dan Density Plot untuk masing-masing parameter dalam pendugaan SAE BB Logit-Normal

Sigma

Beta 0

Beta 1

Beta 2

(49)

37 Lampiran 5. Trace Plot, Ergodig Mean Plot, ACF Plot, dan Density Plot untuk masing-masing parameter dalam pendugaan SAE BB Spasial Logit-Normal

Lamda

Sigma

Beta 0

Beta 1

Beta 2

(50)

38

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kebumen pada tanggal 25 Mei 1980, sebagai anak pertama dari pasangan Drs. H. Masrurun dan Hj. Murdiyah, BA. Pendidikan menengah atas diselesaikan penulis pada tahun 1999 di SMU Negeri 2 Magelang. Pada tahun 2001, penulis diterima di Sekolah Tinggi Ilmu Statistik (STIS) Jakarta dan menyelesaikannya pada tahun 2005. Setelah menyelesaikan pendidikan D-IV, penulis diangkat menjadi CPNS di Badan Pusat Statistik (BPS) dan ditempatkan di BPS Kabupaten Tojo Una-Una Provinsi Sulawesi Tengah. Saat ini penulis bekerja sebagai PNS di BPS Provinsi Sulawesi Tengah

Gambar

Gambaran Umum Kabupaten Donggala
Tabel 1.  Peubah penyerta dalam penelitian
Gambar 1. Peta wilayah Kabupaten Donggala
Tabel 2. Nilai statistik deskriptif peubah penyerta
+7

Referensi

Dokumen terkait

Maka pada penelitian kali ini saya akan memberikan suatu solusi yakni dengan membuat solatube otomatis yang dapat mengatur intensitas kuat cahaya, sehingga cahaya

Untuk memperoleh kepuasan kerja yang optimal pada seorang individu maka perlu dibutuhkan suatu kecerdasan emosional, sehingga tingkat stres fisiologis dan psikologis

Hasil persentase berat organ dalam ayam pedaging (broiler) yang diberikan tepung daun sirih sebagai imbuhan pakan selama 6 minggu masing-masing perlakuan dapat disajikan

1 Mahasiswa mampu dan mengetahui konsep di era digital Pengantar product management di era Digital a. Orientasi pemasaran di era Digital 1. Menyimak, mengkaji dan

Dalam laporan keuangan yang memasukkan kegiatan usaha luar negeri dan entitas pelapor (misalnya laporan keuangan konsolidasian ketika kegiatan usaha luar negeri

Keempat responden menjawab pertanyaan yang sama mengenai pemahamaan poligami, mereka menganggap bahwa poligami merupakan suatu tindakan yang diperbolehkan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh negatif signifikan antara board meeting dan board size yang merupakan indikator dari corporate governance