• Tidak ada hasil yang ditemukan

Identifikasi Struktur Sekretori Dan Analisis Histokimia Serta Fitokimia Tumbuhan Obat Anti-Infeksi Di Kawasan Taman Nasional Bukit Duabelas Jambi.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Identifikasi Struktur Sekretori Dan Analisis Histokimia Serta Fitokimia Tumbuhan Obat Anti-Infeksi Di Kawasan Taman Nasional Bukit Duabelas Jambi."

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

IDENTIFIKASI STRUKTUR SEKRETORI DAN ANALISIS HISTOKIMIA

SERTA FITOKIMIA TUMBUHAN OBAT ANTI-INFEKSI DI KAWASAN

TAMAN NASIONAL BUKIT DUABELAS JAMBI

DARIUS RUPA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Identifikasi Struktur Sekretori dan Analisis Histokimia serta Fitokimia Tumbuhan Obat Anti-Infeksi di Kawasan Taman Nasional Bukit Duabelas Jambi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

RINGKASAN

DARIUS RUPA. Identifikasi Struktur Sekretori dan Analisis Histokimia serta Fitokimia Tumbuhan Obat Anti-Infeksi di Kawasan Taman Nasional Bukit Duabelas Jambi. Dibimbing oleh DIAH RATNADEWI, DORLY dan YOHANA C SULISTYANINGSIH.

Ekosistem hutan alam tropika di Indonesia berperan sebagai sumber berbagai spesies tumbuhan obat yang dimanfaatkan sebagai pemelihara kesehatan dan pengobatan berbagai macam penyakit yang diderita oleh masyarakat. Taman Nasional Bukit Duabelas (TNBD) merupakan salah satu hutan hujan tropis dataran rendah di Provinsi Jambi yang menyediakan keanekaragaman tumbuhan obat. Suku Anak Dalam, masyarakat asli yang telah mendiami hutan TNBD, menggunakan tumbuhan sebagai obat untuk memelihara kesehatan dan mengobati penyakit. Tumbuhan obat umumnya memiliki struktur sekretori yang berfungsi dalam produksi atau akumulasi berbagai metabolit. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis dan letak struktur sekretori, menentukan kandungan senyawa metabolit dalam struktur sekretori tersebut dan untuk mengidentifikasi kandungan senyawa metabolit secara kualitatif pada organ yang digunakan sebagai bahan obat.

Delapan tumbuhan anti-infeksi dipilih sebagai bahan obat ini yaitu Hyptis capitata Jacq., Sonerila obliqua Korth., Piper porphyrophyllum., Peronema canescens Jack, Spatholobus ferrugineus (Zoll. & Moritzi.) Benth., Leuconotis eugenifolius A. DC., Centotheca lappacea (L.) Desv., and Cayratia cf. geniculata (Blume) Gagnep. Identifikasi struktur sekretori menggunakan mikroskop cahaya dan Scanning Electron Microscope (SEM). Reagen Wagner, kupri asetat and pewarna sudan IV digunakan untuk analisis histokimia. Analisis fitokimia menggunakan GC-MS pirolisis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa trikoma kelenjar adalah struktur sekretori yang paling umum dijumpai pada organ tumbuhan yang diamati. Sel idioblas dijumpai di P.porphyrophyllum, C. cf. geniculata dan umbi C. lappaceae. Saluran sekretori dijumpai di batang L. eugenefolius dan S. ferrugineus. Trikoma kelenjar umumnya mengandung senyawa lipofilik alkaloid, dan terpenoid. Sel idioblas umumnya mengandung senyawa terpenoid. Rongga sekretori mengandung senyawa lipofilik dan terpenoid. Pada saluran sekretori batang L. eugenifolius mengandung senyawa lipofilik.

Hasil analisis GC-MS menunjukkan adanya senyawa alkaloid, terpenoid, asam lemak dan fenolat. Senyawa fitokimia seperti limonena dijumpai pada daun H. capitata, S. obliqua, P. porphyrophyllum, and C. cf. geniculata. Senyawa nerolidol, eugenol dan asam oleat dijumpai pada daun H. capitata. Senyawa neopitadiena ditemukan di daun H. capitata. dan C. cf. geniculata. Asam palmitat dijumpai pada daun S. obliqua, P. porphyrophyllum, C. cf. geniculata, tubers C. lappacea, and kulit batang S. ferrugineus. Isoeugenol dijumpai pada umbi C. lappacea dan batang L. eugenifolius. Tektokrisin dijumpai pada daun P. Porphyrophyllum; senyawa berupa hidrokuinon dan vanilin dijumpai pada P. canescens. Senyawa-senyawa tersebut diduga kuat memiliki peran penting dalam penyembuhan luka atau infeksi dan berfungsi pula sebagai agen ant-mikroba.

(5)

SUMMARY

DARIUS RUPA. Identification of Secretory Structure, Histochemical and Phytochemical Analysis of Anti-Infection Medicinal Plants in the Bukit Duabelas National Park of Jambi. Supervised by DIAH RATNADEWI, DORLY dan YOHANA C SULISTYANINGSIH.

Tropical natural forest ecosystems in Indonesia serves as the source of species of medicinal plants that are used as health mantenance and treatmens for various deseases by the community. The Bukit Duabelas National Park of Jambi (TNBD) is one of the tropical lowland rain forest in Jambi province that provides diversity of medicinal plants. Anak Dalam tribe is indigenous inhabitants of the forest of TNBD. They used plants to protect against and cure from diseases treatment. Most medicinal plants have secretory structures in their organs that function in the production or accumulation of secondary metabolites. The aims of this study was to determine the type and location of secretory structures and, the metabolite content in those secretory structures and to identify qualitatively the metabolites existed in the organs that are used as medicine.

Eight anti-infection medicinal plants species have been selected i.e Hyptis capitata Jacq., Sonerila obliqua Korth., Piper porphyrophyllum, Peronema canescens Jack, Spatholobus ferrugineus (Zoll. & Moritzi.) Benth., Leuconotis eugenifolius A. DC., Centotheca lappacea (L.) Desv., and Cayratia cf. geniculata (Blume) Gagnep. To identify the secretory structures, we used light microscope and scanning electron microscope (SEM). Wagner reagent, cupric acetate and sudan IV staining were used for histochemical analysis. Analysis of phytochemical compounds was conducted using GC-MS Pyrolisis. The results showed that glandular trichomes, the most common structure was found in all plant organs observed. Idioblast cells were found in the leaves of P.porphyrophyllum, C. cf. geniculata. and the tuber of C. lappaceae. Secretory ducts were found in the stem of L. eugenefolius and S. ferrugineus. Most of glandular trichomes contained alkaloid, terpenoid and

lipophilic compounds. Generally, idioblast cells contained terpenoid, secretory cavities had terpenoid and lipophilic compounds. Lipophilic compound was also found in the secretory ducts (laticifer) of the stem pith of L. eugenifolius A. DC.

GC-MS analysis revealed the presence of alkaloid, terpenoid, fatty acid and phenolic compounds. Phytochemical compound limonene was found in the leaves of H. capitata, S. obliqua, P. porphyrophyllum, and C. cf. geniculata. Compounds such as nerolidol, eugenol and oleic acid were detected in the leaves of H. capitata Jacq.; neophytadiene in the leaves of H. capitata and C. cf. geniculata; palmitic acid in the leaves of S. obliqua, P. porphyrophyllum, C. cf. geniculata, in the tuber of C. lappacea, and in the bark of S. ferrugineus. Isoeugenol was identified in the tuber of C. lappacea and the stem of L. eugenifolius; tectochrysin in the leaves of P. porphyrophyllum and hydroquinone as well as vanillin were found in P. canescens. Those compounds allegedly important roles in the process of wound or infection healing and also act as anti-microbial agents.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Biologi Tumbuhan

IDENTIFIKASI STRUKTUR SEKRETORI DAN ANALISIS HISTOKIMIA

SERTA FITOKIMIA TUMBUHAN OBAT ANTI-INFEKSI DI KAWASAN

TAMAN NASIONAL BUKIT DUABELAS JAMBI

DARIUS RUPA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

Judul Tesis : Identifikasi Struktur Sekretori dan Analisis Histokimia serta Fitokimia Tumbuhan Obat Anti-Infeksi di Kawasan Taman Nasional Bukit Duabelas Jambi

Nama : Darius Rupa NIM : G353120041

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Yuliana Maria Diah Ratnadewi, DEA Ketua

Dr Ir Dorly, MSi

Anggota Dr Dra Yohana C Sulistyaningsih, MSi Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Biologi Tumbuhan

Dr Ir Miftahudin, MSi

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2013 ini ialah tumbuhan obat, dengan judul Identifikasi Struktur Sekretori dan Analisis Histokimia serta Fitokimia Tumbuhan Obat Anti-Infeksi di Kawasan Taman Nasional Bukit Duabelas Jambi.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Prof Dr Ir Diah Ratnadewi, DEA, Dr Ir Dorly, MSi dan Dr Dra Yohana C Sulistyaningsih, MSi selaku pembimbing, serta Bapak Dr Mohamad Rafi, SSi, MSi selaku penguji luar komisi. Di samping itu, penulis ucapkan terima kasih kepada Dr Dra Nunik Sri Ariyanti, MSi yang telah membantu identifikasi tumbuhan. Terima kasih kepada Institut Pertanian Bogor (IPB) dengan Goettingen University-Jerman melalui pendanaan kerjasama Institut Pertanian Bogor (IPB) dengan Goettingen University-Jerman melalui Collaborative Research Centre (CRC) 990 Start Up Project tahun 2012 dan terima kasih kepada Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia yang telah mendanai penelitian ini melalui Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN) tahun 2013. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, istri, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, November 2015

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

1 PENDAHULUAN 1

2 TINJAUAN PUSTAKA 2

Tumbuhan Obat 2

Struktur Sekretori 3

Histokimia 4

Fitokimia 4

3 METODE 5

Waktu dan Tempat Penelitian 5

Penyiapan Bahan Tumbuhan dari Lapang 5

Pembuatan Sediaan Mikroskopis 6

Analisis Histokimia 6

Pengamatan dengan Scanning Electron Microscope (SEM) 6

Pengamatan Struktur Sekretori 6

Analisis Senyawa Fitokimia 7

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 7

Hasil 7

Pembahasan 22

5 SIMPULAN DAN SARAN 28

Simpulan 28

Saran 28

DAFTAR PUSTAKA 29

LAMPIRAN 37

(12)

DAFTAR TABEL

1 Tumbuhan obat terpilih dan pemanfaatannya oleh Suku Anak Dalam 7 2 Struktur skretori yang dijumpai pada bagian organ tumbuhan yang

diamati 8

3 Ukuran dan kerapatan trikoma kelenjar pada sisi adaksial dan abaksial

daun 11

4 Ukuran panjang tangkai, panjang kepala, lebar kepala dan kerapatan

trikoma kelenjar pada kulit batang P. canescens dan S. ferrugineus 12 5 Bentuk, ukuran dan kerapatan sel idioblas pada daun H. capitata, C. cf.

geniculata, P. porphyrophyllum dan umbi C. lappacea 13 6 Keberadaan senyawa fitokimia pada struktur sekretori 14

DAFTAR GAMBAR

1 Morfologi tumbuhan obat yang diteliti 8

2 Trikoma kelenjar pada daun H. capitata 9

3 Sel idioblas pada irisan melintang daun H. capitata 9

4 Trikoma kelenjar S. obliqua 10

5 Trikoma kelenjar dan sel idioblas pada daun P. porphyrophyllum 10 6 Trikoma kelenjar pada kulit batang P. canescens 11 7 Struktur sekretori S. ferrugineus menggunakan mikroskop cahaya 12

8 Saluran sekrtori pada batang L. eugenifolius 12

9 Sel idioblas pada irisan melintang umbi C. lappacea 13 10 Rongga sekretori dan sel idioblas pada daun C. cf. geniculata 13 11 Hasil uji histokimia trikoma kelenjar pada daun H. capitata 15 12 Hasil uji histokimia trikoma kelenjar pada daun S. oblique 16 13 Hasil uji histokimia trikoma kelenjar pada daun P. porphyrophyllum 16 14 Hasil uji histokimiatrikoma kelenjar pada kulit batang P. canescens 17 15 Hasil uji histokimiatrikoma kelenjar pada kulit batang S. ferrugineus. 17 16 Hasil uji histokimia rongga sekretori pada irisan melintang daun C. cf.

geniculata 18

17 Hasil uji histokimiasel idioblas pada daun H. capitata 19 18 Hasil uji histokimiasel idioblas pada umbi C. lappacea 19 19 Hasil uji histokimiasel idioblas pada daun P. porphyrophyllum 20 20 Hasil uji histokimia saluran sekretori pada irisan melintang batang S.

ferrugineus 20

21 Hasil uji histokimia saluran sekretori pada irisan melintang batang L.

eugenifolius 21

DAFTAR LAMPIRAN

1. Komposisi Larutan Seri Johansen 37

(13)

1 PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara tropis yang diakui sebagai kawasan mega biodiversitas kedua dunia yang memiliki sumberdaya alam yang melimpah dan menyediakan berbagai tumbuhan penghasil bahan obat. Lebih dari 30.000 spesies tumbuhan berbunga tumbuh di Indonesia dan sekitar 1.000 tumbuhan yang digunakan dalam pengobatan tradisional dan lebih dari 180 spesies digunakan oleh industri lokal untuk produk jamu (Moeloek 2006). Ekosistem hutan alam tropika di Indonesia berperan sebagai sumber berbagai spesies tumbuhan obat yang dimanfaatkan sebagai pemelihara kesehatan dan pengobatan berbagai macam penyakit yang diderita oleh masyarakat. Di hutan hujan tropis dataran rendah Indonesia terdapat 772 jenis tumbuhan obat (Zuhud 2009). Ketersediaan tumbuhan obat tersebut merupakan kekayaan alam yang harus dimanfaatkan sebaik-baiknya dan dilestarikan sebagai penunjang pemeliharaan kesehatan. Taman Nasional Bukit Duabelas (TNBD) merupakan salah satu hutan hujan tropis dataran rendah di Provinsi Jambi yang menyediakan keanekaragaman tumbuhan obat. Hasil penelitian dari Departemen Kehutanan dan LIPI menunjukkan sekitar 137 jenis biota medika yang terdiri dari 101 jenis tumbuhan, 27 jenis cendawan dan 9 jenis hewan yang dimanfaatkan oleh Suku Anak Dalam (SAD) sebagai bahan obat. Dari 101 jenis tumbuhan yang digunakan sebagai obat, sebanyak 22 jenis telah diteliti kandungan kimianya, yaitu senyawa alkaloid, saponin, flavonoid, tanin dan polifenol (Sasmita et al. 2011).

Suku Anak Dalam adalah masyarakat asli yang telah mendiami hutan TNBD. Mereka hidup berpindah-pindah dan memenuhi kebutuhan hidup dengan cara berburu, mencari ikan, mencari madu, dan menyadap karet. Untuk memelihara kesehatan, mereka memanfaatkan tumbuhan obat yang diambil dari sekitar tempat tinggalnya. Penyakit yang sering dialami oleh SAD berupa diare dan luka yang mengakibatkan terjadinya infeksi akut (Pers. Komunikasi. Tumenggung Tarip, Suku Anak Dalam 2012). Jones & Farthing (2004) melaporkan bahwa diare adalah penyebab paling umum kematian di seluruh dunia terutama pada masa kanak-kanak. Sen et al. (2009) melaporkan bahwa di Amerika Serikat, luka merupakan penyakit yang mendapatkan perhatian khusus karena menyebabkan sekitar 6,5 juta pasien yang mengalami luka kronis. Di Indonesia, berbagai macam luka dan infeksi yang dialami oleh masyarakat, misalnya tukak peptik 6-15% (Suyono 2001) dan infeksi luka operasi (ILO) (Haryanti et al. 2013).

(14)

2

golongan amina, alkaloid, kumarin, flavonoid, iridoid, saponin, tanin dan minyak atsiri yang bersifat obat terhadap pencahar, kardioaktif, diuretik, hipotensi, hipertensi, antikoagulan, hiperlipidemia, hipolipidemia, obat penenang, hiperglikemik, hipoglikemik, imunostimulan, alergi dan iritasi (WHO 2009a). Kajian ilmiah berupa identifikasi struktur sekretori penghasil senyawa metabolit pada tumbuhan yang digunakan oleh SAD perlu dilakukan. Kajian ilmiah tersebut memungkinkan untuk pengembangan produksi senyawa fitokimia melalui kultur jaringan maupun kultur sel. Untuk mengetahui dengan jelas potensi yang dikandung oleh tumbuhan obat, perlu dilakukan kajian tentang kandungan senyawa aktif dalam mendukung pengembangan tumbuhan obat sebagai bahan obat modern. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis dan letak struktur sekretori, menentukan kandungan senyawa metabolit dalam struktur sekretori tersebut dan untuk mengidentifikasi kandungan senyawa metabolit secara kualitatif pada organ yang digunakan sebagai bahan obat.

2 TINJAUAN PUSTAKA

Tumbuhan Obat

Tumbuhan obat adalah tumbuhan yang mengandung bahan kimia aktif tertentu yang digunakan dalam mengobati dan mencegah penyakit (Chapman dan Chomchalow 2005). Ketersediaan tumbuhan obat dibutuhkan dalam skala farmasi, industri kesehatan serta pengobatan tradisional. Sebanyak 70-80% masyarakat dunia menggunakan ekstrak tumbuhan obat dan tumbuhan aromatik sebagai pengobatan dan pemeliharaan kesehatan (WHO 2009b). Di India dan Ethiopia sebanyak 70-80% masyarakat yang masih tergantung pada obat tradisional untuk perawatan kesehatan primer (WHO 2008).

Tumbuhan obat berperan penting dalam berbagai sistem pengobatan tradisional kuno seperti sistem Ayurvedik dari India, obat tradisional Cina, dan di banyak negara Asia. Saat ini, tumbuhan obat masih berperan penting di negara berkembang di Asia, baik untuk pencegahan maupun pengobatan, meskipun ada kemajuan yang pesat dalam kedokteran modern (Chapman dan Chomchalow 2005).

(15)

3 mengobati penyakit panas, sakit mata, sakit telinga, sakit gigi, sakit uluhati, luka baru, sakit kulit, keseleo, patah tulang, sakit kepala, diare, dan muntah darah (Indrawati et al. 2014).

Struktur Sekretori

Tumbuhan obat sebagian besar memiliki struktur khusus penghasil zat tertentu yang disebut struktur sekretori. Jenis struktur sekretori merupakan karakteristik penting dari sebagian tumbuhan yang biasanya memproduksi berbagai jenis senyawa kimia yang kompleks (Katerina dan Tomas 2000). Struktur sekretori dibedakan menjadi dua berdasarkan lokasinya yaitu struktur sekretori eksternal meliputi trikoma, nektarium atau kelenjar madu, hidatoda serta stigma dan struktur sekretori internal berupa idioblas, rongga sekretori, saluran sekretori dan latisifer (Dickison 2000).

Hasil sekresi melalui struktur sekretori berupa minyak esensial, resin, lateks, garam mineral, dan berbagai macam senyawa kimia seperti alkaloid dan glikosida (Dickison 2000). Demikian pula yang dilaporkan oleh Cheniclet dan Carde (1985) bahwa tumbuhan yang mengandung struktur sekresi khusus misalnya trikoma kelenjar, saluran resin, rongga sekretori dan idioblas umumnya memproduksi minyak atsiri, resin dan sejumlah besar senyawa volatil, terutama monoterpena dan seskuiterpena. Boix et al. (2013) melaporkan bahwa senyawa metabolit yang bersifat volatil yang dimanfaatkan sebagai obat seperti senyawa lipofilik dan terpenoid terakumulasi di dalam organ sekretori khusus berupa trikoma kapitat pada Rosmarinus officinalis. Senyawa metabolit sekunder yang dihasilkan struktur sekretori seperti flavonoid, alkaloid, dan terpenoid menjadi sumber yang berharga dan efektif digunakan dalam bidang kemosistematik (Noori 2002).

Struktur sekretori berupa trikoma kelenjar peltat dan kapitat banyak dijumpai pada tumbuhan. Trikoma peltat lebih pendek dibandingkan dengan trikoma kapitat. Menurut Jia et al. (2013) Trikoma kelenjar peltat dengan posisi tenggelam memiliki sel basal, sel tangkai dan sel kepala multiseluler terdiri dari 12 sel, sedangkan trikoma kelenjar kapitat memiliki sel basal, sel tangkai yang panjang terdiri dari 1-3 sel dan sel kepala terdiri dari 1 sel, misalnya pada Thymus quinquecostatus. Trikoma peltat dengan posisi tenggelam dijumpai pada berbagai genus Chelonopsis, misalnya C. rosea, C. bracteata dan C. lichiangensis

(16)

4

Histokimia

Histokimia terkait dengan lokalisasi dan identifikasi komponen molekul, aktivitas metabolisme dan aspek biologi sel dari sel dan jaringan. Histokimia adalah teknik yang digunakan untuk memvisualisasikan kandungan senyawa pada jaringan. Teknik ini termasuk dalam bidang kimia organik, biokimia, dan biologi (Lavis 2011). Tujuan histokimia adalah mendeteksi kandungan senyawa pada jaringan atau sel dengan menggunakan reagen spesifik sehingga menghasilkan warna yang kontras pada gambar (jaringan dan sel) mikroskopis (Kiernan 2008). Berbagai kandungan senyawa yang terdeteksi pada struktur sekretori tumbuhan berdasarkan uji histokimia seperti monoterpena berupa timol pada trikoma kelenjar Thymus vulgaris (Gersbach et al. 2001), trikoma kelenjar pada Ocimum obovatum mengandung minyak esensial, polisakarida dan senyawa lipofil (Naidoo et al. 2013), sel idioblas pada Cochlospermum rhegium mengandung minyak esensial dan senyawa tanin (Filho et al. 2014), rongga kelenjar dan saluran kanal pada Hypevicum pevfovatum mengandung alkaloid dan lipid (Ciccarelli et al. 2001) dan trikoma kelenjar pada Satureja horvatii mengandung senyawa terpena, tanin, fenol, polisakarida, protein, pektin dan lipid. (Marin et al. 2012).

Fitokimia

(17)

5

3 METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian berlangsung dari Februari 2013 hingga Februari 2014. Sampel tumbuhan diambil dari hutan karet kawasan Taman Nasional Bukit Duabelas, Jambi. Identifikasi tumbuhan dilakukan di Herbarium Bogoriense, LIPI Cibinong. Pengamatan struktur anatomi dan histokimia dilakukan di Laboratorium Anatomi Tumbuhan, Departemen Biologi Fakultas MIPA. Pengamatan menggunakan Scanning Microscope Electron (SEM) dengan preparasi dilakukan di Laboratorium Zoologi, LIPI Cibinong dan tanpa preparasi dilakukan di Laboratorium Teknologi Keramik (Universitas Kristen Indonesia), Jakarta. Analisis kandungan fitokimia dilakukan di Laboratorium Terpadu Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Bogor.

Penyiapan Bahan Tumbuhan dari Lapang

Bahan tumbuhan yang digunakan didapatkan melalui eksplorasi dan wawancara langsung kepada Tumenggung Tarip (Kepala Suku Anak Dalam). Untuk pengamatan dengan mikroskop cahaya, material difiksasi dalam alkohol 70%, sedangkan untuk pengamatan dengan SEM, bahan difiksasi dalam larutan FAA (formaldehida, asam asetat glasial dan alkohol 70%; 1:1:18). Untuk uji histokimia, material dibawa ke laboratorium dalam keadaan segar, sedangkan untuk analisis kandungan senyawa fitokimia menggunakan GC-MS pirolisis, material dikeringkan di bawah cahaya matahari dan selanjutnya dikeringkan di dalam oven pada suhu 60oC selama 3 hari.

Pembuatan Sediaan Mikroskopis

Sayatan paradermal daun dibuat dalam bentuk preparat semi permanen dengan metode sediaan utuh (Sass 1951). Sampel yang telah difiksasi dalam alkohol 70%, dicuci dengan aquades lalu direndam dalam larutan HNO3 50% hingga daun cukup lunak, lalu dibilas dengan aquades, kemudian sisi adaksial dan abaksial daun disayat dengan silet. Hasil sayatan direndam dalam larutan sodium hipoklorit 5.25% (Bayclin) selama 3-5 menit, dibilas dengan aquades, kemudian diwarnai dengan safranin 1%. Sediaan yang telah diwarnai diletakkan pada kaca objek yang telah diberi media gliserin 30% dan ditutup dengan kaca penutup.

(18)

6

Analisis Histokimia

Sampel berupa daun, batang, kulit batang dan umbi disayat melintang setebal 20-25 µm menggunakan mikrotom beku (Yamato RV-240). Hasil sayatan selanjutnya diuji dengan beberapa macam reagensia. Pengujian terpenoid pada sel atau jaringan dilakukan dengan pemberian reagen kupri asetat 5% mengikuti metode Harbone (1987). Adanya senyawa terpenoid ditunjukkan dengan warna kuning atau kuning kecoklatan. Pengujian alkaloid dilakukan menggunakan reagen Wagner; hasil positif alkaloid ditunjukkan dengan adanya deposit berwarna coklat kemerahan atau kuning. Sebagai kontrol negatif, kandungan alkaloid pada sayatan segar terlebih dahulu dilarutkan dengan 5% larutan asam tartarat dalam alkohol 95% selama 48 jam pada suhu ruang, sebelum dilakukan pengujian dengan pereaksi Wagner (Furr dan MahIberg 1981). Kandungan senyawa lipofil diuji dengan pewarna sudan IV mengikuti metode Boix et al. (2011). Irisan sampel dibilas menggunakan alkohol 70% selama 1 menit, kemudian direndam dalam 0,03% larutan pewarna sudan IV, lalu dipanaskan dalam water bath pada suhu 40oC selama 30 menit, sayatan sampel dibilas dengan alkohol 70%, kemudian diletakkan di atas gelas objek yang diberi media gliserin 30% dan ditutup dengan gelas penutup. Adanya kandungan senyawa lipofil ditandai dengan warna merah atau kuning hingga jingga.

Pengamatan dengan Scanning Electron Microscope (SEM)

Sampel daun dicuci dalam bufer kakodilat selama 2 jam menggunakan ultrasonic cleaner (Sibata SU-6THE, Japan), kemudian dilakukan prefiksasi dalam larutan glutaraldehida 2,5% selama 2 hari pada suhu 40C, setelah itu difiksasi dalam asam tanat 2% selama 6 jam. Sampel dicuci dengan bufer kakodilat, lalu dibilas dengan aquades selama 15 menit dan didehidrasi dalam seri alkohol bertingkat. Sampel selanjutnya direndam dalam tert-butanol selama 2x10 menit, lalu dikeringkan menggunakan pengering vakum (TAITEC VC-96N), kemudian dilapisi dengan emas menggunakan Sputter Coater (Ion coater iB2, Japan) dan diamati menggunakan Scanning Electron Microscope (SEM) (JEOL JSM 5310 LV Hitachi) pada voltase 20 kV.

Pengamatan Struktur Sekretori

Struktur sekretori pada masing-masing sampel diamati bentuk, letak, tipe, ukuran dan kerapatannya dengan mikroskop cahaya. Deskripsi bentuk struktur sekretori mengikuti kriteria de Vogel (1987). Masing-masing sampel diamati pada 5 area bidang pandang. Kerapatan trikoma (KT), sel idioblas (KI), saluran kelenjar (KK) dan rongga sekretori (KS) ditentukan dengan rumus sebagai berikut:

(19)

7

Analisis Senyawa Fitokimia

Komponen senyawa fitokimia diidentifikasi menggunakan GC-MS pirolisis. Sebanyak 0.002 g bubuk sampel dimasukkan ke dalam tempat sampel dalam instrumen GC-MS tipe Shimadzu-QP2010. Selanjutnya, komponen kimia sampel diidentifikasi dengan kondisi proses: suhu pirolisis 400oC, suhu oven GC 50oC, suhu injektor 280oC, gas pembawa helium, suhu antarmuka 280oC dan suhu sumber ion 200oC. Spektrogram massa yang dihasilkan dicocokkan secara otomatis oleh instrumen berdasarkan kemiripan pola m/z-nya dengan spektrogram massa yang ada database dalam instrumen, yaitu NIST (National Institute of Standards and Technology) dan Wiley.

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Kegunaan Tumbuhan

Bahan tumbuhan yang digunakan adalah daun, kulit batang dan umbi dari delapan jenis tumbuhan terpilih berdasarkan manfaat sebagai obat infeksi (Tabel 1 dan Gambar 1). Proses penyediaan ramuan sebagai bahan obat berbagai macam seperti direbus, ditumbuk, diperas atau mengambil langsung getah untuk diminum. Sebagian besar ekstrak tumbuhan terpilih dapat diminum, kecuali Sonerila obliqua Korth. yang penggunaannya dengan cara mengoleskan daun yang telah dihancurkan pada luka luar.

Tabel 1 Tumbuhan obat terpilih dan pemanfaatannya oleh Suku Anak Dalam No. Nama

Lokal Nama Ilmiah

Famili Bagian yang

Digunakan Kegunaan

1 Tai babi Hyptis capitata Jacq. Lamiaceae Daun Sakit perut, mual-mual, demam dan luka

2 Pirdara Sonerila obliqua Korth. Melastomaceae Daun Luka luar 3 Sirih

harimau Piper porphyrophyllum Piperaceae Daun Luka luar, luka dalam dan pasca melahirkan 4 Sungkoi Peronema canescens Jack Lamiaceae Kulit batang Luka luar, luka

dalam dan diare berdarah 5 Akokolot Spatholobus ferrugineus

(Zoll. & Moritzi.) Benth.

Leguminosae Batang Diare, diare berdarah

dan demam 6 Lekumon

mungson

Leuconotis eugenifolius

A. DC.

Apocynaceae Batang Luka dalam dan

demam 7 Rumput

cacing Centotheca lappaceaDesv. (L.) Poaceae Umbi Sakit perut, mual dan obat cacing 8 Koneon bisa Cayratia cf. geniculata

(Blume.) Gagnep. Vitaceae Daun Luka luar yang sudah membusuk Sumber: Hasil wawancara dengan Tumenggung Tarip, identifikasi tumbuhan dari Herbarium

(20)

8

A B C D

E F G H

Gambar 1 Morfologi tumbuhan obat yang diteliti. (A) H. capitata Jacq., (B) S. obliqua Korth., (C) P. porphyrophyllum., (D) P. canescens Jack, (E) S. ferrugineus (Zoll. & Moritzi.)

Benth., (F) L. eugenifolius A. DC., (G) C. lappacea (L.) Desv., (H) C. cf. geniculata

(Blume) Gagnep

Struktur Sekretori

Pengamatan menunjukkan struktur sekretori yang dijumpai pada tumbuhan terpilih berupa trikoma kelenjar, sel idioblas, rongga sekretori dan saluran sekretori (latisifer) (Tabel 2). Trikoma kelenjar dijumpai pada H. capitata Jacq., S. obliqua Korth., P. porphyrophyllum, P. canescens Jack., S. ferrugineus (Zoll. & Moritzi.) Benth. Sel idioblas dijumpai pada H. capitata Jacq., P. porphyrophyllum dan C. lappacea (L.) Desv. Rongga kelenjar dijumpai pada C. cf. geniculata (Blume) Gagnep. dan Saluran sekretori dijumpai pada S. ferrugineus (Zoll. & Moritzi.) Benth., dan L. eugenifolius A. DC.

Tabel 2 Struktur sekretori yang dijumpai pada bagian organ tumbuhan yang diamati

No. Tumbuhan Bagian

pengamatan Struktur Sekretori

1 H. capitata Jacq. Daun Trikoma kelenjar dan sel idioblas

2 S. obliqua Korth. Daun Trikoma kelenjar

3 P. porphyrophyllum Daun Trikoma kelenjar dan sel idioblas tipe I dan II

4 P. canescens Jack Kulit batang Trikoma kelenjar

5 S. ferrugineus (Zoll. &

Moritzi.) Benth.

Batang Trikoma kelenjar dan Saluran sekretori

6 L. eugenifolius A. DC. Batang Saluran sekretori

7 C. lappacea (L.) Desv. Umbi Sel idioblas tipe I dan II

8 C. cf. geniculata (Blume)

Gagnep. Daun Sel idioblas Rongga sekretori tipe I dan II

(21)

9 dari 4-8 sel dengan ujung yang meruncing. Trikoma kelenjar tersebar pada kedua permukaan daun, baik di sisi adaksial maupun di sisi abaksial. Secara umum trikoma kelenjar peltat lebih pendek dibandingkan trikoma lain, namun ukuran kepala trikoma peltat jauh lebih besar dari kedua tipe trikoma kapitat. Ukuran trikoma di daun H. capitata pada masing-masing tipe tidak berbeda antara sisi adaksial maupun sisi abaksial (Tabel 3). Trikoma kelenjar tipe peltat dan kapitat tersebar secara acak dipermukaan adaksial dan abaksial daun. Trikoma kelenjar peltat di sisi abaksial tiga kali lebih tinggi dibandingkan pada sisi adaksial daun. Trikoma kelenjar kapitat tipe I di sisi abaksial satu koma empat puluh enam kali lebih tinggi dibandingkan pada sisi adaksial daun, sedangkan trikoma kelenjar kapitat tipe II dan tipe uniseriat di sisi adaksial dan abaksial memiliki sebaran yang hampir sama.

Gambar 2 Trikoma kelenjar pada daun H. capitata menggunakan SEM(A,B dan C), menggunakan mikroskop cahaya pada sisi abaksial (D) dan pada irisan melintang (E). p: peltat, cI: kapitat tipe I, cII: kapitat tipe II, u: uniseriat, s: stomata, Ep: jaringan epidermis, Bk: jaringan bunga karang, Pl: jaringan palisade. Bar: 50µm

Sel idioblas pada daun H. capitata berbentuk bulat, tersebar di mesofil daun, dari jaringan palisade hingga jaringan bunga karang (Gambar 3). Sel idioblas pada jaringan palisade berukuran lebih besar dari pada sel serupa yang terdapat pada jaringan bunga karang, namun kerapatan sel idioblas tersebut pada jaringan palisade lebih rendah dari pada di jaringan bunga karang.

Gambar 3 Sel idioblas pada irisan melintang daun H. capitata. Anak panah: sel idioblas. Bar: 50µm.

cI p

A

cII

p

u

C

cII

B

p

cI s

D

p cI

Bk Ep Pl

(22)

10

Daun S. obliqua memiliki trikoma kelenjar tipe kapitat (Gambar 4). Trikoma tersebut memiliki tangkai yang panjang terdiri dari 2-3 sel dan kepala terdiri dari 2 sel. Trikoma kelenjar tersebar secara acak di permukaan adaksial dan abaksial daun. Ukuran panjang tangkai, panjang kepala, lebar kepala, dan kerapatan di adaksial maupun abaksial daun hampir sama (Tabel 3).

Gambar 4 Trikoma kelenjar S. obliqua menggunakan SEM (A) dan menggunakan mikroskop cahaya pada irisan paradermal sisi adaksial (B) dan sisi abaksial (C). Bar: 50 µm.

Daun P. porphyrophyllum memiliki struktur sekretori berupa trikoma kelenjar biseluler dan sel idioblas (Gambar 5). Trikoma kelenjar multiseluler berbentuk elips, ukuran panjang dan lebar trikoma kelenjar tersebut di adaksial maupun abaksial daun hampir sama, namun kerapatan lebih tinggi di bagian abaksial daripada adaksial daun (Tabel 3).

Sel idioblas yang dijumpai pada daun P. porphyrophyllum digolongkan menjadi 2 tipe berdasarkan letaknya di mesofil dan kandungan metabolitnya. Sel idioblas tipe I berbentuk bulat, tersebar di antara jaringan palisade dan bunga karang, sedangkan tipe II memiliki bentuk yang sama, tetapi mengandung kristal rafid dan tersebar di jaringan bunga karang.

Gambar 5. Trikoma kelenjar dan sel idioblas pada daun P. porphyrophyllum. Trikoma kelenjar menggunakan SEM (A) dan menggunakan mikroskop cahaya pada irisan paradermal sisi adaksial (B) dan sisi abaksial (C). Sel idioblas menggunakan mikroskop cahaya pada irisan melintang daun (D) dan irisan paradermal (E). idI: idioblas tipe I dan idII: idioblas tipe II. Bar: 50 µm

C

A

D

idI idII A

B C

B

(23)

11

Tabel 3 Ukuran dan kerapatan trikoma kelenjar pada sisi adaksial dan abaksial daun

Tumbuhan dan tipe trikoma kelenjar

Panjang tangkai

(µm) Panjang kepala (µm) kepala (µm) Lebar Kerapatan (mm-2)

Ad Ab Ad Ab Ad Ab Ad Ab

H. capitata

Peltat - - 27.7±0.3 28±0.5 43.6±0.3 44.4±1.2 9.6±0.7 32.3±1.9 Kapitat type I 7.5±0.5 7.8±0.9 12.8±0.5 13.3±0.9 25.1±0.5 27.5±0.9 12.6±3.3 18.9±1.3 Kapitat type II 351±14.7 354.7±8.1 27.5±0.7 28.3±0.3 19.1±0.5 19.4±0.9 3.9±0.3 4.5±0.2 Uniseriat 343.7±32.6 342.7±44.2 - - - - 3.9±0.7 4.4±0.3 S. obliqua

Kapitat 52.8±1.6 46.4±1.0 21.5±0.3 19.3±0.4 17.8±0.1 16.3±1.0 28.1±0.7 30.6±1.4 P. porphyrophyllum

Biseluler - - 28.4±0.8 28.7±1.9 13.5±0.3 13.6±0.4 23.9±1.3 31.7±1.9

Ket: (Ad) adaksial daun, (Ab) abaksial daun

Kulit batang P. canescens memiliki struktur sekretori berupa trikoma kelenjar tipe peltat dan kapitat (Gambar 6). Trikoma kapitat terdiri dari 2 tipe yaitu kapitat tipe I dan II. Trikoma kelenjar peltat memiliki 1 sel basal dan 4 sel kepala. Trikoma kapitat tipe I memiliki tangkai yang pendek terdiri dari 1 sel dan kepala berbentuk bulat terdiri dari 2-3 sel. Trikoma kapitat tipe II memiliki tangkai yang panjang terdiri dari 2-3 sel dan kepala berbentuk bulat terdiri dari 2 sel. Kerapatan trikoma kelenjar tipe peltat lebih tinggi daripada kedua trikoma kapitat. Diantara trikoma kapitat ternyata kerapatan dari masing-masing tipe berbeda. Tipe I lebih tinggi dibandingkan trikoma kelenjar kapitat tipe II (Tabel 4).

Gambar 6 Trikoma kelenjar pada kulit batang P. canescens menggunakanSEM (A dan

B) dan menggunakan mikroskop cahaya pada irisan melintang (C). p: peltat, cI: kapitat tipe I, dan cII: kapitat tipe II. Bar: 50 µm.

Struktur sekretori yang dijumpai pada batang S. ferrugineus berupa trikoma kelenjar dan saluran sekretori. Tipe trikoma kelenjar tersebut berupa kapitat dengan tangkai yang panjang terdiri dari 2 sel dan kepala berbentuk bulat terdiri dari 8-10 sel (Gambar 7A). Saluran sekretori dijumpai tersebar dari jaringan korteks hingga empulur (Gambar 7B). Saluran sekretori di jaringan empulur berukuran lebih besar (61.3±5.5 µm) dan lebih rapat (5.1±0.7 mm-2) dari pada saluran serupa yang terdapat pada jaringan korteks sebesar ( 42.0±3.5 µm) dan kerapatan (4.0±0.4mm-2).

P

cII

C p

B cI cII

(24)

12

E K

A B C

K

E B

Gambar 7 Struktur sekretori S. ferrugineus menggunakan mikroskop cahaya. Trikoma kelenjar (A) dan saluran sekretori pada sayatan melintang batang (B). E: daerah empulur, K: daerah korteks. Anak panah: saluran sekretori. Bar: 50 µm.

Tabel 4 Ukuran panjang tangkai, panjang kepala, lebar kepala dan kerapatan trikoma kelenjar pada kulit batang P. canescens dan S. ferrugineus

Tumbuhan dan tipe trikoma kelenjar

Panjang

tangkai (µm) kepala (µm) Panjang kepala (µm) Kerapatan Lebar (mm-2) P. canescens

Peltat - 16.8±0.2 24.8±0.3 122.0±21.8

Kapitattipe I 7.8±0.6 15.9±0.5 18.1±0.8 104.0±3.2

Kapitat tipe II 22.4±0.9 11.5±0.7 14.9±0.2 82.6±6.5

S. ferrugineus

Kapitat 26.4±1.2 42.7±2.0 31.5±1.1 19.4±1.8

Pada batang L. eugenifolius dijumpai struktur sekretori berupa saluran sekretori. Saluran tersebut tersebar dari jaringan korteks hingga empulur (Gambar 8). Saluran sekretori di jaringan empulur berukuran lebih besar (32.7±0.9 µm) dari pada saluran serupa yang terdapat pada jaringan korteks (22.5±2.0 µm), namun kerapatan saluran tersebut pada jaringan korteks lebih tinggi (54.5±2.6mm-2) dari pada di jaringan empulur (38.2±0.7mm-2). Saluran sekretori mensekresikan getah berwarna putih.

Gambar 8 Saluran sekretori pada batang L. eugenifolius (tanda panah). Irisan melintang

(A); Irisan membujur pada korteks (B) dan empulur (C). K: daerah jaringan korteks, E: daerah jaringan empulur. Anak panah: saluran sekretori Bar: 50 µm.

Umbi C. lappacea memiliki struktur sekretori berupa sel idioblas. berdasarkan ukuran dan lokasinya, sel-sel tersebut dikelompokkan menjadi 2 tipe yaitu tipe I yang tersebar di jaringan epidermis dan tipe II yang tersebar di jaringan hipodermis (Gambar 9). Sel idioblas pada jaringan hipodermis berukuran lebih besar daripada di jaringan epidermis (Tabel 5).

(25)

13

Id

C

Gambar 9 Sel idioblas pada irisan melintang umbi C. lappacea. IdI: Sel idioblas tipe I,

IdII: Sel idioblas tipe II, Ep: jaringan epidermis dan Hp: jaringan hipodermis. Bar: 50 µm.

Tabel 5 Bentuk, ukuran dan kerapatan sel idioblas pada daun H. capitata, C. cf. geniculata, P. porphyrophyllum danumbi C. lappacea

Tumbuhan dan Struktur sekretori Bentuk Diameter (µm) Kerapatan (mm-2) H. capitata

Sel idioblas di palisade Bulat 5.9±0.4 261.2±15.4

Sel idioblas di bunga karang Bulat 4.2±0.3 271.7±33.2

C. cf. geniculata

Sel idioblas Bulat 18.58±0.8 125.37±11.3

P. porphyrophyllum

Sel idioblas tipe I Bulat 27.2±1.4 92.1±5.4

Sel idioblas tipe II Bulat 31±1.4 18.4±1.9

C. lappacea

Sel idioblas tipe I Bulat 7.75±0.4 56.92±5.4

Sel idioblas tipe II Bulat 26.41±1.9 19.36±1.3

Daun C. cf. geniculata memiliki struktur sekretori berupa rongga sekretori dan sel idioblas. Berdasarkan bentuknya, rongga sekretori dikelompokkan menjadi 2 tipe yaitu tipe I berbentuk bulat dan tipe II berbentuk elips. Rongga berbentuk bulat mengandung kristal drus tersebar di jaringan mesofil dan pertulangan daun. Ukuran sel idioblas lebih kecil dibandingkan rongga sekretori.

Gambar 10 Rongga sekretori dan sel idioblas pada daun C. cf. geniculata. Rongga

(26)

14

Analisis Histokimia Trikoma Kelenjar, Sel Idioblas, Rongga Sekretori, dan Saluran Sekretori

Hasil uji histokimia menunjukkan bahwa senyawa terpenoid dan alkaloid terdapat pada semua trikoma kelenjar (Tabel 6). Senyawa lipofil, terpenoid dan alkaloid terkandung pada trikoma kelenjar kapitat tipe II pada H. capitata, trikoma kapitat pada S. obliqua dan biseluler pada P. porphyrophyllum (Tabel 6, Gambar 11, 12 dan 13). Trikoma kelenjar kapitat tipe I, kapitat tipe II, peltat dan tipe uniseriat pada daun H. capitata mengandung terpenoid dan alkaloid. Selain kedua senyawa tersebut, pada trikoma kelenjar kapitat tipe II juga mengandung senyawa lipofil.

Tabel 6 Keberadaan senyawa fitokimia pada struktur sekretori

Nama Tumbuhan Struktur sekretori Tipe trikoma Terpenoid Alkaloid Lipofil

H. capitata Trikoma kelenjar Peltat + + -

S. ferrugineus Trikoma kelenjar

Saluran sek. kor.

Ket: - senyawa metabolit tidak terdeteksi, + senyawa metabolit terdeteksi, Sek.

(27)

15

Gambar 11Hasil uji histokimia trikoma kelenjar pada daun H. capitata (A,B,C dan D) menggunakan reagen kupri asetat untuk uji terpenoid; (F,G,H dan I) menggunakan pewarna sudan IV untuk senyawa lipofil; (K,L,M dan N) menggunakan reagen Wagner untuk alkaloid; (P,Q,R dan S) reagen asam tartarat sebagai kontrol negatif alkaloid; (E,J,O dan T) menggunakan air sebagai kontrol;. Bar: 50 µm.

Trikoma kelenjar peltat dan kapitat tipe I di kulit batang P. canescens mengandung senyawa terpenoid dan alkaloid, sedangkan trikoma kelenjar kapitat tipe II hanya mengandung terpenoid. Trikoma kelenjar kapitat tipe III mengandung senyawa lipofil dan terpenoid (Gambar 14). Trikoma kelenjar tipe kapitat yang dijumpai pada kulit batang S. ferrugineus mengandung senyawa alkaloid, terpenoid dan lipofil (Gambar 15).

A F

Q

B G L

C H M

I N S

D

P K

R

J

(28)

16

Gambar 12Hasil uji histokimia trikoma kelenjar pada daun S. oblique. (A) menggunakan reagen kupri asetat untuk uji terpenoid; (B) reagen Wagner untuk alkaloid; (C) menggunakan reagen asam tartarat sebagai kontrol negatif alkaloid; (D) menggunakan pewarna sudan IV untuk senyawa lipofil dan (E) air sebagai kontrol.Bar: 50 µm.

Gambar 13Hasil uji histokimia trikoma kelenjar pada daun P. porphyrophyllum (A) reagen kupri asetat untuk uji terpenoid; (B) menggunakan reagen Wagner untuk alkaloid; (C) menggunakan reagen asam tartarat sebagai kontrol negatif alkaloid; (D) menggunakan pewarna sudan IV untuk senyawa lipofil dan (E) menggunakan air sebagai kontrol. Bar: 50 µm.

A

E B

B C

D

A B

E

C

(29)

17

Gambar 14 Hasil uji histokimia trikoma kelenjar pada kulit batang P. canescens (A,B

dan C) menggunakan reagen kupri asetat untuk uji terpenoid; (D,E dan F) menggunakan pewarna sudan IV untuk senyawa lipofil; (G,H dan I) menggunakan reagen Wagner untuk alkaloid; (J,K dan L) reagen asam tartarat sebagai kontrol negatif alkaloid; (M,N dan O) menggunakan air sebagai kontrol. Bar: 50 µm.

Gambar 15 Hasil uji histokimia trikoma kelenjar pada kulit batang S. ferrugineus. (A)

menggunakan reagen kupri asetat untuk uji terpenoid; (B) menggunakan reagen Wagner untuk alkaloid; (C) menggunakan reagen asam tartarat sebagai kontrol negatif alkaloid; (D) menggunakan pewarna sudan IV untuk senyawa lipofil dan (E) menggunakan air sebagai kontrol. Bar: 50 µm.

C

D

A D G

B

J

H K

C

E J

F I L

O N

M

E B

(30)

18

Rongga sekretori tipe I pada daun C. cf. geniculata mengandung senyawa terpenoid dan lipofil, ditandai dengan terbentuknya deposit berwarna coklat (Gambar 16). Rongga sekretori tipe II mengandung senyawa lipofil di sekitar kristal rafid, ditandai dengan terbentuknya cairan berwana coklat di sekitar kristal tersebut, namun rongga sekretori negatif mengandung senyawa terpenoid dan alkaloid.

Gambar 16Hasil uji histokimia rongga sekretori pada irisanmelintang daun C. cf. geniculata. (A dan B) menggunakan reagen kupri asetat untuk uji terpenoid; (C dan D) menggunakan pewarna sudan IV untuk senyawa lipofil, (E dan F) menggunakan reagen Wagner untuk alkaloid; (G dan H) menggunakan reagen asam tartarat sebagai kontrol negatif alkaloid dan (I dan J) menggunakan air sebagai kontrol. Bar: 50 µm. Sel idioblas pada daun H. capitata mengandung senyawa lipofil dan terpenoid (Gambar 17). Sel idioblas tipe I pada jaringan epidermis umbi C. lappacea mengandung senyawa lipofil dan terpenoid, selain itu sel idioblas tipe II dengan ukuran yang lebih besar di bagian jaringan hipodermis mengandung senyawa alkaloid (Gambar 18). Sel idioblas tipe I pada daun P. porphyrophyllum mengandung senyawa terpenoid (Gambar 19).

A

B

I C

D

E

F

J

G

(31)

19

B

A C

C A

D

B

E

Gambar 17Hasil uji histokimia sel idioblas pada daun H. capitata. (A) menggunakan reagen kupri asetat untuk uji terpenoid; (B) menggunakan reagen Wagner untuk alkaloid; (C) menggunakan reagen asam tartarat sebagai kontrol negatif alkaloid; (D) menggunakan pewarna sudan IV untuk senyawa lipofil dan (E) menggunakan air sebagai kontrol. Anak panah: sel idioblas. Bar: 50 µm.

Gambar 18 Hasil uji histokimia sel idioblas pada umbi C. lappacea. (A) menggunakan reagen kupri asetat untuk uji terpenoid; (B) menggunakan reagen Wagner untuk alkaloid; (C) menggunakan reagen asam tartarat sebagai kontrol negatif alkaloid; (D) menggunakan pewarna sudan IV untuk senyawa lipofil dan (E) menggunakan air sebagai kontrol. Anak panah: sel idioblas. Bar: 50 µm.

(32)

20

D

B

E

C A

A B C

F E

D

H G

Gambar 19Hasil uji histokimia sel idioblas pada daun P. porphyrophyllum. (A) menggunakan reagen kupri asetat untuk uji terpenoid; (B) menggunakan reagen Wagner untuk alkaloid; (C) menggunakan reagen asam tartarat sebagai kontrol negatif alkaloid; (D) menggunakan pewarna sudan IV untuk uji senyawa lipofil; (E) menggunakan air sebagai kontrol. Anak panah: sel idioblas. Bar: 50 µm.

Hasil uji histokimia pada saluran sekretori batang S. ferrugineus menunjukkan bahwa senyawa alkaloid dan terpenoid terdeteksi pada saluran sekretori yang terdapat pada korteks dan empulur, namun senyawa lipofil tidak ditemukan pada semua struktur sekretori tersebut (Gambar 20).

(33)

21 Hasil uji histokimia pada batang L. eugenifolius menunjukkan bahwa saluran sekretori tidak mengandung senyawa alkaloid dan tepenoid, namun pada struktur sekretori tersebut ditemukan senyawa lipofil (Gambar 21).

Gambar 21Hasil uji histokimia saluran sekretori pada irisan melintang batang L. eugenifolius A. DC. (A-E) saluran sekretori di jaringan korteks; (F-J) saluran sekretori di jaringan empulur. (A dan F) menggunakan reagen kupri asetat untuk uji terpenoid; (B dan G) menggunakan reagen Wagner untuk uji alkaloid; (C dan H) menggunakan reagen asam tartarat sebagai kontrol negatif alkaloid; (D dan I) menggunakan pewarna sudan IV untuk senyawa lipofil dan (E dan J) menggunakan air sebagai kontrol. Anak panah: saluran sekretori. Bar: 50 µm.

Kandungan Fitokimia Hasil Analisis Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS) Pirolisis

Analisis menggunakan GC-MS mendeteksi golongan senyawa alkaloid, terpenoid, dan asam lemak pada H. capitata, S. oblique, P. porphyrophyllum, S. ferrugineus, dan C. lappacea. Selain itu, pada P. porphyrophyllum, S. ferrugineus, dan C. lappacea mengandung golongan senyawa flavonoid (Lampiran 2). P. canescens mengandung golongan senyawa terpenoid dan alkaloid. Golongan senyawa flavonoid dan asam lemak terdeteksi pada Leuconotis eugenifolius, sedangkan pada Cayratia cf. geniculata mengandung kombinasi golongan senyawa terpenoid dan asam lemak. Senyawa metabolit berupa terpenoid banyak dijumpai pada H. capitata dan C. cf. geniculata sedangkan senyawa alkaloid banyak dijumpai pada S. obliqua dan C. lappacea.

Senyawa limonena dijumpai pada daun H. capitata Jacq., S. obliqua, P. porphyrophyllum, dan C. cf. geniculata. Senyawa berupa nerolidol, eugenol dan asam oleat terdapat pada daun H. capitata Jacq. Daun H. capitata Jacq. dan C. cf. geniculata mengandung senyawa neopitadiena. Senyawa asam palmitat terdapat pada kelima tumbuhan yaitu daun S. obliqua Korth., P. porphyrophyllum, C. cf. geniculata, umbi C. lappacea, dan kulit S. ferrugineus. Senyawa isoeugenol dijumpai pada umbi C. lappacea (L.) dan batang L. eugenifolius, selain itu, batang L. eugenifolius juga mengandung senyawa metil palmitat. Daun P. porphyrophyllum mengandung senyawa tectochrysin. Senyawa terpenoid berupa A

F

C B

G

E D

(34)

22

furfural, iso-pinokampeol, hidroquinona, 2-furalkarboksildehida,5-(hidroksimetil) dan norolean-12-ene dijumpai pada P. Canescens. Sedangkan senyawa alkaloid yang terdeteksi berupa 2-amino-9-(3,4-dihidroksi-5- hidroksimetil)-.

Umbi C. lappacea mengandung senyawa terpenoid berupa Oct-1-en-3-yl asetat, 1,1,2-trimetilsiklohexana dan berbagai senyawa alkaloid seperti N-metil-2-piperidon, 4-piperidinemethanamin, dan 2,4-imidazolidinedion,3-metil (Lampiran 2). P. canescens mengandung senyawa fenolat berupa vanilin dan fenol berupa hidrokuinon.

Pembahasan

Struktur sekretori berupa trikoma kelenjar dijumpai pada lima tumbuhan yaitu daun H. capitata, S. obliqua Korth., P. porphyrophyllum, kulit batang P. canescens Jack, dan S. ferrugineus. Daun H. capitata, P. porphyrophyllum dan S. obliqua memiliki trikoma kelenjar yang tersebar pada bagian adaksial maupun abaksial. Sebaran demikian umum dijumpai pada berbagai famili seperti pada Betula pendula (Betulaceae) (Valkama et al. 2003), Camptotheca acuminata (Nyssaceae) (Zhe 2004), dan Ocimum basilicum Linn. (Lamiaceae) (Thanomchat dan Paopun 2013). Hasil penelitian pada berbagai tumbuhan, umumnya trikoma kelenjar dijumpai lebih banyak di sisi abaksial, hanya pada spesies tertentu jumlah trikoma kelenjar pada sisi adaksial lebih banyak, misalnya pada H. suaveolens dan O. basilicum (Lamiaceae) (Ogunkule dan Oladele 2000). Pada H. capitata, kerapatan trikoma kelenjar peltat lebih tinggi daripada kapitat pada permukaan abaksial, sedangkan pada Rosmarinus officinalis L. pada kedua permukaan daun, trikoma kelenjar kapitat lebih tinggi daripada peltat (Boix et al. 2011). Trikoma kelenjar pada organ tumbuhan yang diamati tidak hanya dijumpai pada daun, melainkan juga pada kulit batang, seperti pada S. ferrugineus dan P. canescens Jack.

Trikoma kelenjar peltat yang dijumpai pada H. capitata dan P. canescens terdiri dari 1 sel basal dan 4 sel kepala. Jumlah sel kepala trikoma kelenjar peltat pada tumbuhan dalam famili Lamiaceae sangat bervariasi, ada yang terdiri dari 3-6 sel, misalnya Isodon rubescens (Liu dan Liu 2012), hingga 12-18 sel pada beberapa spesies anggota genus Ziziphora seperti Z. clinopodioides, Z. tenuior, dan Z. taurica (Kaya et al. 2013). Trikoma kelenjar kapitat umumnya terdiri dari 1-2 sel kepala dengan tangkai yang bervariasi dari yang pendek hingga yang panjang terdiri dari 1-3 sel. Hal demikian dijumpai pada berbagai spesies antara lain Lavandula pinnata L. (Huang et al. 2008), R. officinalis L (Boix et al. 2011), I. rubescens (Liu dan Liu 2012), dan O. basilicum Linn. (Thanomchat dan Paopun 2013).

(35)

23 pada Dieffenbachia seguine (Araceae) (Cote 2009) dan Vitis vinifera ssp. Vinifera (Vitaceae) (Najmaddin et al. 2013)

Ukuran rongga sekretori pada C. cf. geniculata bervariasi, antara 90 sampai 130 µm. Menurut Gang dan Hai (1999) tiap tumbuhan memiliki variasi ukuran rongga sekretori, misalnya pada berbagai tumbuhan dalam famili Lauraceae dari yang terkecil yaitu 30 sampai 40 µm pada Cryptocarya maclurei, C. chingii dan C. Concina, 50-60 µm pada Machilus pomifera hingga yang terbesar yaitu 70-110 µm pada Beilschmiedia fordii.

Rongga sekretori yang dijumpai pada C. cf. geniculata tersebar pada jaringan palisade hingga bunga karang. Sebaran demikian merupakan umum dijumpai pada berbagai tumbuhan misalnya Machilus yunnanensis, Syndiclis anlungensis, Beilschmiedia intermedia, Cinnamomum pauciflorum (Lauraceae) (Gang dan Hai 1999), dan Eucalyptus polybractea (Myrtaceae) (Goodger et al. 2010), namun pada beberapa spesies rongga sekretori hanya berada di jaringan palisade misalnya pada Nothaphoebe cavaleriei, Phoebe hunanensis, P. Bournei, Cinnamomum camphora dan Litsea euosma (Lauraceae) (Gang dan Hai 1999).

Daun pada ketiga jenis tumbuhan yang diamati yaitu H. capitata, C. cf. geniculata dan P. porphyrophyllum memiliki sel idioblas berbentuk bulat yang tersebar di mesofil daun. Sebaran sel idioblas serupa dijumpai pada Ambrosia psilostachya, Erigeron annuus (Asteraceae) (Lersten et al. 2006), dan Teucrium polium L. (Lamiaceae) (Bosabalidis 2014). Sel idioblas pada daun tidak selalu

berada di seluruh mesofil daun, namun ada pula yang hanya terdapat di jaringan palisade antara lain pada Litsea euosma, L. praecox dan Actinodaphne trichocarpa atau hanya di jaringan bunga karang, misalnya pada daun Phoebe forrestii (Lauraceae) (Gang dan Hai 1999). Selain di daun, sel idioblas juga terdapat pada organ lain seperti pada kulit batang Datura stramonium L. (Solanaceae) (Iranbakhsh et al. 2006) dan akar Cissus verticillata (Vitaceae) (Oliveira et al. 2012).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ukuran dan kerapatan sel idioblas bervariasi antar tumbuhan yang diamati. Ukuran sel idioblas pada P. porphyrophyllum sekitar tujuh kali lebih besar (31±1.4 µm) daripada sel idioblas pada H. capitata (4.2±0.3 µm), namun kerapatan sel idioblas pada H. capitata sekitar empat belas kali lebih besar (271.7±33.2 mm-2) dibandingkan P. porphyrophyllum (18.4±1.9 mm-2). Variasi ukuran dan kerapatan sel idioblas juga dijumpai pada beberapa spesies dari genus Machilus dan Persea. Ukuran sel idioblas di palisade dan bunga karang dari Machilus leptophylla 30-40 µm dengan kerapatan 3 mm-2, M. yunnanensis 25-50 µm dengan kerapatan 60 mm-2, M. Salicoides 30-40 µm dengan kerapatan 24 mm-2 dan P. americana berukuran 35-45 µm dengan kerapatan 89 mm-2 (Gang dan Hai 1999). Dari data di atas dijumpai bahwa ukuran sel idioblas di palisade dan bunga karang pada H. capitata jauh lebih kecil, namun kerapatannya jauh lebih tinggi. Ukuran sel idioblas yang dijumpai terkait dengan kerapatan sel tersebut.

(36)

24

Hasil uji histokimia pada trikoma kelenjar yang dijumpai pada kelima tumbuhan yaitu H. capitata, P. porphyrophyllum, S. oblique, P. canescens dan S. ferrugineus umumnya mengandung senyawa lipofil, terpenoid dan alkaloid. Kombinasi kandungan senyawa yang berbeda dijumpai pada trikoma kelenjar tumbuhan lain seperti Pogostemon cablin yang mengandung lipid, flavonoid dan terpen (Guo et al. 2013); polisakarida, protein dan flavonoid pada daun Leonotis leonurus (Ascensão dan Pais 1998). Trikoma kelenjar dengan tipe berbeda dapat memproduksi senyawa yang berbeda misalnya minyak atsiri berupa monoterpena seperti linalool dan linalil asetat diproduksi oleh trikoma kelenjar kapitat pada daun Salvia sclarea L., sedangkan trikoma tipe peltat memproduksi senyawa seskuiterpena (Schmidereret al. 2008), akan tetapi ada pula tipe trikoma kelenjar yang dapat memproduksi kedua senyawa kelompok terpenoid yaitu monoterpena dan seskuiterpena, misalnya trikoma kelenjar kapitat tipe VI pada tanaman tomat (Schilmiller et al. 2009). Jing et al. (2014). melaporkan bahwa sel trikoma kelenjar peltat dan kapitat pada T. quinquecostatus mensekresikan senyawa yang sama yaitu alkaloid. Pada penelitian lain, Gang et al. (2001) melaporkan bahwa trikoma kelenjar peltat pada O. basilicum merupakan tempat sintesis dan akumulasi senyawa fenilpropena.

Rongga sekretori pada C. cf. geniculata mengandung senyawa lipofil dan terpenoid. Senyawa metabolit didominasi oleh terpenoid. Hal tersebut diduga terkait dengan struktur sekretori berupa rongga sekretori yang memproduksi senyawa terpenoid pada tumbuhan tersebut. Pada Cayratia pedata yang berasal dari genus yang sama, terdapat kombinasi senyawa flavonoid, alkaloid, tanin, karbohidrat dan terpena (Rajmohanan et al. 2014). Katerina dan Tomas (2000) melaporkan bahwa rongga sekretori dikelilingi sel epitel yang menghasilkan minyak atsiri, antara lain pada buah dan daun dari genus Citrus seperti C.ourantifolia. C. aurantium. C. bergamia, C. sinensis, C. limom dan Eucalyptus spp. Yamasaki dan Akimitsu (2007) dan Uji et al. (2015) melaporkan bahwa rongga sekretori berperan dalam sintesis senyawa metabolit seperti monoterpena dan seskuiterpena pada daun C. jambhiri Lush. C. cf. geniculata merupakan tumbuhan dalam famili Vitaceae. Berbagai tanaman pada famili Vitaceae yang mengandung senyawa metabolit, seperti ekstrak daun Vitis vinifera mengandung Senyawa fenolat, flavonoid, saponin, dan tanin (Singh et al. 2009) dan ekstrak daun Parthenocissus tricuspidata mengandung senyawa flavonoid dan fenolat

(Kundaković et al. 2008).

Pada penelitian ini, daun H. capitata memiliki sel idioblas yang mengandung senyawa lipofil. Lersten et al. (2006) melaporkan bahwa sel idioblas yang dijumpai pada daun Erigeron annuus mengandung metabolit berupa minyak esensial. Pada penelitian lain, Lino et al. (2007) menemukan sel idioblas yang mengandung kombinasi senyawa fenolat dan minyak esensial pada daun C. verticillata. Selain itu, sel idioblas dapat mensekresikan metabolit sekunder yang lain seperti senyawa alkaloid pada Peganum harmala L. (Khafagi 2007), sel idioblas pada korteks batang Cochlospermum regium mengandung senyawa tanin (Vasconcelos et al. 2014), lipid, polisakarida, senyawa fenolat dan alkaloid pada daun Cissampelos sympodialis Eichl (Cavalcanti et al. 2014).

(37)

25 dijumpai pada batang L. eugenifolius berupa senyawa lipofil. Kombinasi kandungan senyawa yang berbeda berupa fenol, flavonoid, protein dan lipid pada struktur sekretori dari jaringan korteks hingga empulur dijumpai pada batang E. caducifolia (Rajeswari et al. 2014). Selain itu saluran sekretori memproduksi senyawa metabolit berupa alkaloid yang dijumpai pada akar, batang dan daun Vinca sardoa (Stearn) Pign. (Sacchetti et al. 1999). Pada organ berupa batang, daun dan bunga mengandung senyawa alkaloid dan terpenoid pada Plumeria rocea, namun senyawa saponin tidak dijumpai pada organ tersebut (Husni et al. 2013).

S. ferrugineus termasuk dalam famili Leguminosae. Ekstrak berbagai tanaman pada famili Leguminosae mengandung senyawa metabolit seperti ekstrak tanaman Centrosema pulmieri mengandung flavonoid, saponin dan tanin, namun tidak dijumpai senyawa alkaloid, flavonoid, terpena dan atraquinon (Oladimeji et al. 2007). Ekstrak daun Centrosema pubescens mengandung saponin, tanin, terpena, alkaloid dan seskuiterpena (Ekpo et al. (2011). Pada Ekstrak tanaman Indigofera truxillensis mengandung senyawa alkaloid (Andreazza et al. 2015) dan ekstrak daun Indigofera suffruticosa mengandung senyawa alkaloid, flavonoid, dan triterpenoid (dos Santos et al. 2015).

Hasil uji histokimia pada P. porphyrophyllum menunjukkan adanya senyawa lipofil, alkaloid, dan terpenoid. Tumbuhan pada genus yang sama, senyawa metabolit berupa terpenoid dan flavonoid dijumpai dalam ekstrak Piper nigrum (Nahak dan Sahu 2011) dan Piper crocatum (Emrizal et al. 2014), selain itu pada buah P. nigrum mengandung senyawa fenol, alkaloid, tanin dan glikosida (Nahak dan Sahu 2011).

Pada umbi C. lappacea, senyawa metabolit sekunder didominasi oleh alkaloid. Hal tersebut diduga terkait dengan struktur sekretori berupa sel idioblas sebagai tempat sintesis senyawa alkaloid pada umbi tersebut. Hal ini dilaporkan oleh Iranbakhsh et al. (2006) bahwa sintesis utama alkaloid terjadi di sel idioblas yang dijumpai pada akar, batang, tangkai dan daun Datura stramonium L. Sel idioblas pada kalus Peganum harmala L. adalah sel spesifik yang mengakumulasi senyawa alkaloid. Sel idioblas tersebut bentuk bulat dan lonjong dengan daerah tengahnya membesar karena adanya vakuola yang besar sebagai pusat akumulasi alkaloid dalam jumlah yang besar (Khafagi 2007). C. lappacea merupakan tumbuhan dalam famili Poaceae. Ekstrak berbagai tanaman dari famili Poaceae mengandung senyawa metabolit seperti ekstrak akar Vetiveria zizanioides mengandung senyawa alkaloid, glikosida, fenol, tanin, flavonoid dan saponin (Elizabeth et al. 2012). Ekstrak tanaman Cymbopogon citratus mengandung berbagai senyawa metabolit seperti saponin, alkaloid, fenol, steroid, flavonoid, antraquinon (Asaolu 2009; Nyarko et al. 2012 ) dan tanin (Joshua et al. 2012; Geetha dan Geetha 2014) dan ekstrak tanaman Vetiveria lawsonii mengandung senyawa flavonoid, terpenoid, saponin, pitosterol dan steroid (Elezabeth dan Ramachandran 2014).

(38)

26

Hasil analisis GC-MS pada batang L. eugenifolius yang bergetah mengandung senyawa 3,5-dimetilpirazol, metil palmitat, asam Arakidik metil ester dan metil behenat. Getah yang mengandung kombinasi senyawa yang berbeda dijumpai pada Alstonia scholaris berupa senyawa ditamin, esitanin, esitamidin, pikrinin dan tubotaiwin. Getah tersebut dimanfaatkan oleh masyarakat tradisional di India sebagai obat untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh, menyembuhkan bisul dan penyakit artritis (Bhagya et al. 2013). Tumbuhan L. eugenifolius termasuk dalam famili Apocynaceae. Berbagai tumbuhan pada famili Apocynaceae terbukti sebagai antiinflamasi maupun antimikroba. Chanda et al. (2011) melaporkan bahwa getah pada batang Plumeria rubra berperan sebagai antiinflamasi dan penyembuhan luka pada percobaan menggunakan tikus. Ekstrak berbagai organ tumbuhan tersebut terbukti mampu menghambat pertumbuhan mikroba misalnya ekstrak daun menghambat pertumbuhan S. epidermidis dan E. coli (Baghel et al. 2010), ekstrak kulit kayu menghambat pertumbuhan S. aureus, B. subtilis, E. coli, A. niger, C. albicans (Sharma dan Kumar 2012), ekstrak bunga menghambat pertumbuhan Bacillus cerus, S. aureus, P. Aeruginosa dan mampu menyembuhkan penyakit kulit (Deshpande dan Chaturvedi 2014). Ekstrak bunga Plumeria rubra mengandung senyawa flavonoid, kumarin, antosianin, antraquinon, dan antrasena (Deshpande dan Chaturvedi 2014). Ekstrak kulit batang A. tomentosum dapat berfungsi sebagai antiinflamasi pada percobaan menggunakan tikus (de Aquino et al. 2013).

Hasil analisis GC-MS menunjukkan metabolit pada daun H. capitata didominasi oleh terpenoid, sedangkan pada daun S. obliqua berupa alkaloid. Hal ini diduga berkaitan dengan trikoma kelenjar yang bervariasi pada H. capitata dibandingkan trikoma kelenjar pada daun S. obliqua. Kandungan senyawa terpenoid yaitu isoprena, limonena, fitol dan alkaloid berupa penilalanina-prolina-diketopiperazina dijumpai pada S. obliqua (Melastomaceae). Ekstrak berbagai tanaman pada famili Melastomaceae mengandung senyawa yang mampu menghambat pertumbuhan mikroba seperti ekstrak tanaman Miconia langsdorffii. Ekstrak tersebut mengandung senyawa triterpena berupa asam ursolat dan asam oleanolat. Penggabungan kedua senyawa tersebut berpotensi sebagai antileishmania (Peixoto et al. 2011). Ekstrak daun Memecylon edule mengandung senyawa fenol, asam dekanoat, dan terpena. Ekstrak daun tersebut berperan sebagai antimikroba seperti Streptococcus pneumoniae, S. typhimurium dan anticendawan seperti Mucor racemosus (Natarajan et al. 2014).

Senyawa terpenoid berupa eugenol pada daun H. capitata diduga berperan dalam proses penyembuhan luka dan sebagai antiinfeksi. Senyawa tersebut memiliki banyak manfaat yaitu menghambat pertumbuhan bakteri gram negatif dan gram positif (Kumar et al. 2009; Catherine et al. 2012), menurunkan viabilitas bakteri Helicobacter pylori yang merupakan bakteri penginfeksi lambung manusia (Ali et al. 2005) dan berpotensi sebagai antiinflamasi pada percobaan menggunakan tikus (Daniel et al. 2009).

(39)

27 nerolidol dari tanaman Piper claussenianum (Miq.) C. DC. mampu menghambat perkembangan C. albicans penyebab kandidiasis.

Senyawa terpenoid berupa neopitadiena dijumpai pada daun H. capitata dan C. cf. geniculata. Ragasa et al. (2009) melaporkan bahwa senyawa neopitadiena dapat menghambat pertumbuhan cendawan C. albicans, Aspergillus niger, Trichophyton mentagrophytes, bakteri E. coli dan P. aeruginosa. Senyawa neopitadiena berkhasiat sebagai antipiretik, analgesik, antiinflamasi, antimikroba dan antioksidan (Raman et al. 2012). Senyawa isoeugenol yang juga termasuk terpenoid dijumpai pada umbi C. lappacea dan batang L. eugenifolius. Hyldgaard et al. (2012) melaporkan bahwa senyawa isoeugenol menghambat pertumbuhan bakteri gram-negatif lebih tinggi daripada bakteri gram-positif. Sutrisno (2012) melaporkan bahwa senyawa isoeugenol dalam Allium cepa L. sebagai antioksidan. Senyawa asam lemak seperti asam oleat pada H. capitata diduga sebagai senyawa aktif yang berperan dalam proses penyembuhan luka. Rodrigues et al. (2011) melaporkan bahwa senyawa asam oleat mampu mempercepat penyembuhan luka pada percobaan menggunakan tikus melalui pemberian secara oral. Menurut Chen et al. (2011) senyawa asam oleat mampu menyembuhkan kulit tikus yang terinfeksi oleh bakteri Staphylococcus aureus melalui perusakan dinding sel tersebut sehingga mengakibatkan kematian. Kashiwada et al. (1998) melaporkan bahwa senyawa asam lemak berupa asam pomolat pada H. capitata mampu menghambat pertumbuhan Human Immunodeficiency Virus (HIV).

Asam palmitat dijumpai pada daun S. obliqua, P. porphyrophyllum, C. cf. geniculata, umbi C. lappacea, dan kulit batang S. ferrugineus. Senyawa tersebut diduga berperan sebagai antiinfeksi. Menurut Altieri et al. (2007) asam palmitat mampu menghambat Aspergillus spp. Selain senyawa terpenoid dan asam lemak, juga dijumpai senyawa flavonoid berupa tectochrysin pada P. porphyrophyllum. Ahmad et al. (2014) melaporkan bahwa ekstrak P. porphyrophyllum mampu menghambat pertumbuhan S. aureus dan P. Aeruginosa, selain itu sebagai antiinflamasi secara in vitro. Pada P. nigrum yang berasal dari genus yang sama, bermanfaat sebagai antioksidan (Nahak dan Sahu 2011).

Analisis menggunakan GC-MS pada umbi C. lappacea (Poaceae) menunjukkan kandungan senyawa terpenoid berupa Oct-1-en-3-yl asetat dan alkaloid berupa N-metil-2-piperidon dan 4-Piperidinemethanamin. Akar Vetiveria zizanioides dari famili yang sama, mengandung kombinasi senyawa yang berbeda berupa ß-vetivenena, khusimol, seskuiterpena vetiselinenol, iso-valencenol, asam vetivenik , a-vetivona dan ß-vetivona (dos Santos et al. 2014).

Gambar

Tabel 1  Tumbuhan obat terpilih dan pemanfaatannya oleh Suku Anak Dalam
Gambar 1 Morfologi tumbuhan obat yang diteliti. (A) H. capitata Jacq., (B) S. obliqua Korth., (C)                                 P
Gambar  2  Trikoma kelenjar pada daun H. capitata menggunakan SEM (A,B dan C),
Gambar  5. Trikoma kelenjar dan sel idioblas pada daun P. porphyrophyllum.
+7

Referensi

Dokumen terkait