• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi anatomi, struktur sekretori, dan histokimia Aglaonema simplex: Tumbuhan anti diare di Taman Nasional Bukit Duabelas Jambi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi anatomi, struktur sekretori, dan histokimia Aglaonema simplex: Tumbuhan anti diare di Taman Nasional Bukit Duabelas Jambi"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2015

DEVIANA NOVITASARI

STUDI ANATOMI, STRUKTUR SEKRETORI, DAN

HISTOKIMIA

Aglaonema simplex

: TUMBUHAN OBAT ANTI

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Studi Anatomi, Struktur Sekretori, dan Histokimia Aglaonema simplex: Tumbuhan Obat Anti Diare di Taman Nasional Bukit Duabelas Jambi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)
(5)

ABSTRAK

DEVIANA NOVITASARI. Studi anatomi, struktur sekretori, dan histokimia Aglaonema simplex: Tumbuhan anti diare di Taman Nasional Bukit Duabelas Jambi. Dibimbing oleh YOHANA C SULISTYANINGSIH dan DORLY.

Diare merupakan penyakit abnormalitas jumlah cairan pada feses serta terjadinya peningkatan frekuensi defekasi. Suku Anak Dalam (SAD) yang berada di Taman Nasional Bukit Duabelas Jambi biasa menggunakan tumbuhan selimpot merah dan selimpot hijau (Aglaonema simplex) untuk mengobati penyakit diare. Penelitian ini bertujuan mempelajari struktur anatomi seluruh organ penyusun tanaman, mengidentifikasi struktur sekretori yang ada, dan menguji kandungan senyawa pada struktur sekretori selimpot merah dan selimpot hijau yang dimanfaatkan sebagai obat diare. Pengamatan struktur anatomi, sekretori, dan uji histokimia dilakukan terhadap sediaan mikroskopis organ akar, rimpang, batang, pelepah, tangkai daun, dan helai daun. Selimpot merah dan selimpot hijau memiliki struktur anatomi akar, rimpang, batang, pelepah, tangkai daun, dan helai daun yang relatif sama. Kerapatan stomata pada selimpot hijau lebih tinggi dibandingkan selimpot merah. Selimpot merah dan selimpot hijau memiliki kristal rafid dan kristal drus yang tersebar pada bagian rimpang, batang, pelepah, tangkai daun, dan helai daun. Selimpot merah dan selimpot hijau pada bagian rimpang, batang, pelepah, tangkai daun dan helai daun memiliki struktur sekretori berupa sel idioblas. Sel idioblas pada rimpang, batang, pelepah, dan tangkai daun dijumpai pada bagian epidermis dan korteks, sedangkan pada helai daun sel idioblas ditemukan di sekitar jaringan palisade. Sel idioblas yang ditemukan pada bagian rimpang, batang, pelepah, tangkai daun, helai daun selimpot merah dan selimpot hijau mengandung senyawa fenol, alkaloid, dan terpenoid.

(6)

ABSTRACT

DEVIANA NOVITASARI. Study on anatomy, secretory structure, and histochemistry of Aglaonema simplex: A herb for diarrhea medication at Bukit Duabelas National Park, Jambi. Supervised by YOHANA C SULISTYANINGSIH and DORLY.

Diarrhea is described as an abnormality in fluid content in the feces as well as increasing of the defecation frequency. Anak Dalam tribe (SAD), an indigenous people that live in Bukit Duabelas National Park, Jambi province used to utilize selimpot merah and selimpot hijau (Aglaonema simplex) to treat diarrhea. This study aimed to analyze the anatomical structure of the entire parts of plant, to identify the type of secretory structure, and to examine metabolite compounds accumulated in the secretory structure of selimpot merah and selimpot hijau. Observations on the anatomy, secretory structure, and histochemistry were conducted in all parts of the plant i.e.: root, rhizomes, stem, leaf sheath, petiole, and leaf blade. All parts of plant observed showed that the anatomical structure of selimpot merah and selimpot hijau is similar but the stomatal density in the leaf blade of selimpot hijau is higher than that of selimpot merah. The type of secretory structure found in all parts of selimpot merah and selimpot hijau is idioblast cell. The idioblast cells in the rhizomes, stem, leaf sheath, and petiole are spread on the epidermis and the cortex area, while in the leaf blade, they are found around the palisade tissue. The idioblast cells located in the rhizomes, stem, leaf sheath, petiole, and leaf blade of selimpot merah and selimpot hijau contain phenolic compounds, alkaloids, and terpenoids.

(7)

STUDI ANATOMI, STRUKTUR SEKRETORI, DAN

HISTOKIMIA

Aglaonema simplex

: TUMBUHAN OBAT ANTI

DIARE DI TAMAN NASIONAL BUKIT DUABELAS JAMBI

Skripsi

sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sains

pada

Departemen Biologi

DEVIANA NOVITASARI

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)
(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan berkah, rahmat, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan kegiatan penelitian dan penulisan karya ilmiah ini. Penelitian ini telah dilaksanakan sejak bulan Februari hingga September 2014 di Laboratorium Anatomi dan Morfologi Tumbuhan Depertemen Biologi, FMIPA, IPB, dan Laboratorium Mikroteknik Departemen Biologi, FMIPA, IPB dengan judul Studi Anatomi, Struktur Sekretori, dan Histokimia Aglaonema simplex: Tumbuhan Obat Anti Diare di Taman Nasional Bukit Duabelas Jambi.

Terima kasih penulis sampaikan kepada dosen pembimbing Dr Yohana C Sulistyaningsih, MSi dan Dr Dorly, MSi atas segala bimbingan, arahan, ilmu, dan saran selama kegiatan penelitian dan penulisan ini. Ungkapan terimakasih penulis sampaikan kepada Prof Dr Diah Ratnadewi, DEA selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukan untuk perbaikan tulisan ini. Terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Sunaryo sebagai teknisi di Laboratorium Anatomi dan Morfologi Tumbuhan Departemen Biologi, FMIPA, IPB yang telah membantu menyediakan alat dan bahan penelitian. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada kak Sinta, kak Evi, kak Darius, kak Ari, Cahaya, Fifi, Fai sebagai teman seperjuangan atas kesetiaan, dukungan, dan bantuannya selama bekerja di laboratorium; serta Yuri, Siti, Lia, Mei, kak Miun, Lia, Octa dan semua teman Biologi 47 atas kebersamaan.

Ungkapan terima kasih terutama disampaikan kepada kedua orang tua, Fajar, dan adik, beserta seluruh keluarga atas doa, kasih sayang, dan dukungannya hingga penulis bisa menyelesaikan strata satu. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL x

DAFTAR GAMBAR x

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 1

METODE 2

Waktu dan Tempat Penelitian 2

Bahan 2

Alat 2

Prosedur 2

HASIL DAN PEMBAHASAN 4

Morfologi Selimpot Merah dan Selimpot Hijau 4

Struktur Anatomi Selimpot Merah dan Selimpot Hijau 4 Keberadaan dan Tipe Stomata Selimpot Merah dan Selimpot Hijau 8 Struktur Sekretori Selimpot Merah dan Selimpot Hijau 9 Uji Histokimia Sel Idioblas Selimpot Merah dan Selimpot Hijau 11

SIMPULAN DAN SARAN 15

Simpulan 15

Saran 15

DAFTAR PUSTAKA 15

(13)

DAFTAR TABEL

1 Ukuran, kerapatan, dan indeks stomata selimpot merah dan selimpot

hijau 8

2 Ukuran dan kerapatan sel idioblas pada selimpot merah dan selimpot

hijau 10

3 Kandungan senyawa pada sel idioblas berdasarkan hasil uji histokimia 11

DAFTAR GAMBAR

1 Perawakan selimpot merah dan selimpot hijau 4

2 Struktur anatomi akar, rimpang, batang selimpot merah dan hijau 6 3 Struktur anatomi pelepah, tangkai daun, helai daun selimpot merah dan

selimpot hijau 7

(14)
(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Diare adalah penyakit yang diindikasikan dengan keadaan abnormal jumlah cairan pada feses serta terjadinya peningkatan frekuensi defekasi lebih dari 3 kali sehari atau lebih dari normalnya. Penyakit diare sekitar 90% disebabkan oleh agen infeksi berupa virus, bakteri, parasit dan 10% disebabkan oleh keracunan makanan (Fauci 2008).

Daun jambu biji mengandung senyawa tanin dan flavonoid yang terbukti memiliki aktivitas antimikroba terhadap bakteri penyebab diare yaitu Staphylococcus aureus ATCC 25923 (Darsono dan Stephanie 2003). Kandungan senyawa kimia berupa saponin, flavonoid, alkaloid, tanin pada daun salam dapat menghambat pertumbuhan bakteri penyebab diare dan menekan pergerakan usus ( Nuratmi et al. 1999). Daun sapu jagad mengandung senyawa kimia berupa fenol, terpenoid, dan steroid yang mempunyai efek antimikroba terhadap Escherichia coli (Hamidya et al. 2006). Tumbuhan obat tersebut diduga memiliki struktur khusus penghasil sekresi yang disebut struktur sekretori. Hasil dari sekresi struktur sekretori dapat berupa minyak esensial, resin, lateks, garam mineral, dan berbagai macam senyawa kimia (Dickison 2000). Komponen senyawa aktif yang berperan sebagai obat tersimpan pada berbagai organ seperti akar, batang, kulit batang, dan daun (Ogundare 2007).

Taman Nasional Bukit Duabelas merupakan salah satu kawasan hutan hujan tropis dataran rendah di Provinsi Jambi yang menyediakan keanekaragaman tumbuhan obat. Kawasan Taman Nasional Bukit Duabelas merupakan tempat tinggal Suku Anak Dalam (SAD). Suku Anak dalam telah memanfaatkan 101 jenis tumbuhan, 27 jenis cendawan, dan 9 jenis hewan sebagai bahan obat. Sebayak 22 jenis telah diteliti kandungan kimianya, meliputi senyawa alkaloid, saponin, flavonoid, tanin, dan polifenol (Deptan 2010; Sasmita et al. 2011). SAD biasa mengolah rimpang dan akar selimpot merah dan selimpot hijau dengan cara direbus untuk mengobati penyakit diare (Komunikasi pribadi, Tumenggung Tarip 2013).

Tumbuhan selimpot merah dan selimpot hijau termasuk ke dalam famili Araceae dengan nama spesies Aglaonema simplex. Habitat alami A. simplex berada di lantai hutan sekunder dan primer yang lembab, terlindung, dengan ketinggian 250–700 m dpl. Tumbuhan A. simplex dapat dikenali dari ciri utamanya, yaitu berbatang basah; tinggi dapat mencapai 100 cm; berbatang putih keabuan; helai daun berbentuk elips, berwarna hijau polos; memiliki seludang bunga berwarna hijau kekuningan, panjang tongkol 5 –7 cm dengan buah masak berwarna merah. Beberapa varietas dari A. simplex dimanfaatkan sebagai tanaman hias (Asih dan Agung 2012). Erlinawati (2010) melaporkan bahwa A. simplex merupakan tumbuhan yang dominan ditemukan di gunung Watuwila, Sulawesi Tenggara. A. simplex yang ditemukan memiliki ukuran batang 2,5 - 6 cm; tangkai daun 4 -15 cm; dan panjang helai daun 10 - 40 cm serta lebar 4 -16 cm.

(16)

2

tersebut belum banyak dilakukan. Penelitian mengenai struktur sekretori yang berperan dalam sintesis maupun akumulasi senyawa metabolit pada tumbuhan selimpot merah dan selimpot hijau belum pernah dilakukan. Informasi mengenai struktur sekretori serta metabolit yang dihasilkan diharapkan dapat digunakan untuk pengembangan serta pemanfaatan tumbuhan ini secara lebih baik.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan mempelajari struktur anatomi seluruh organ tumbuhan, mengidentifikasi struktur sekretori, dan menguji kandungan senyawa metabolit pada struktur sekretori selimpot merah dan selimpot hijau yang digunakan sebagai obat antidiare.

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari–September 2014. Pembuatan sayatan sampel dilakukan di Laboratorium Zoologi-LIPI, Cibinong. Pengamatan anatomi, struktur sekretori dan uji histokimia dilakukan di Laboratorium Anatomi dan Morfologi Tumbuhan dan Laboratorium Mikroteknik, Departemen Biologi, FMIPA, IPB.

Bahan

Bahan tumbuhan yang digunakan adalah selimpot merah (Aglaonema simplex) dan selimpot hijau (A. simplex) yang diperoleh dari Kawasan Taman Nasional Bukit Duabelas, Jambi. Bahan kimia yang digunakan adalah alkohol, HNO3, safranin, reagen kupri asetat, reagen wagner, reagen asam tartarat, reagen sudan IV, reagen ferric trichloride, sodium karbonat, kloroks, dan gliserin.

Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain mikrotom putar RV-240, hotplate, oven, mikrotom beku, waterbath, mikroskop Olympus BX51 yang dilengkapi dengan kamera optilab.

Prosedur

(17)

3

Pengamatan Morfologi. Tumbuhan selimpot merah dan selimpot hijau diamati morfologi akar, rimpang, batang, pelepah, tangkai daun, dan helai daunnya berdasarkan Tjitrosoepomo (2009).

Pembuatan Sediaan Mikroskopis. Sediaan paradermal daun dibuat dalam bentuk semi permanen dengan metode sediaan utuh (Sass 1951). Helai daun yang telah difiksasi dalam alkohol 70%, dicuci dengan akuades lalu direndam dalam larutan HNO3 50% hingga daun cukup lunak, kemudian dibilas dengan akuades. Proses pengerikan sisi adaksial dan abaksial daun menggunakan silet. Hasil sayatan direndam dalam larutan sodium hipoklorit (bayclin) selama 3-5 menit, kemudian dibilas dengan akuades lalu diwarnai dengan safranin 1% selama 2-3 menit, dan ditempelkan pada gelas objek dengan media gliserin 30%. Parameter yang diamati pada sayatan paradermal daun adalah ukuran, tipe, indeks, dan kerapatan stomata. Nilai kerapatan stomata (KS) dan indeks stomata (IS) diperoleh dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Jumlah stomata

luas bidang pandang (mm²) Jumlah stomata

jumlah stomata + jumlah sel epidermis

Pengamatan Struktur Sekretori dan Pengujian Histokimia. Sampel helai daun selimpot merah dan selimpot hijau disayat melintang setebal 15µm menggunakan mikrotom beku sedangkan sampel akar, rimpang, batang, pelepah, tangkai daun selimpot merah dan selimpot hijau disayat dengan silet. Hasil sayatan diuji dengan beberapa reagen.

Uji Kandungan Fenol. Uji kandungan fenol pada sel atau jaringan menggunakan ferric trichloride. Sampel direndam dalam larutan 10% ferric trichloride dan ditambahkan beberapa butir natrium karbonat lalu dibiarkan selama 15 menit pada suhu kamar. Senyawa fenol akan bereaksi dengan ion besi menghasilkan deposit berwarna hijau gelap atau hitam (Johansen 1940).

Uji Kandungan Terpenoid. Uji kandungan terpenoid dilakukan menggunakan pereaksi tembaga asetat. Sayatan sampel direndam dalam tembaga asetat 5% selama semalam. Kemudian sayatan diletakkan di atas gelas obyek. Keberadaan terpenoid pada sel atau jaringan ditandai dengan warna kuning kecoklatan (Martin et al. 2002).

Uji Kandungan Minyak. Sayatan sampel direndam dalam alkohol 70% selama 1 menit, kemudian diwarnai dengan reagen sudan IV 0,03% dan dipanaskan dalam water bath pada suhu 40ºC selama 30 menit. Selanjutnya sampel dicuci lagi dengan alkohol 70%. Sayatan sampel diletakkan pada gelas obyek, selanjutnya ditutup dengan gelas penutup. Kandungan minyak ditandai dengan terbentuknya warna kuning hingga jingga (Boix et al. 2013).

Uji Kandungan Alkaloid. Sayatan sampel ditetesi dengan reagen Wagner di atas gelas obyek. Adanya kandungan senyawa alkaloid pada sel atau jaringan ditandai dengan warna merah kecoklatan. Sebagai kontrol negatif, sampel direndam dengan 5% asam tartarat dalam alkohol 95% selama 48 jam pada suhu kamar, selanjutnya direaksikan dengan reagen Wagner (Furr dan Mahlberg 1981).

Struktur sekretori ke dua tanaman diamati pada bagian akar, rimpang, batang, pelepah, tangkai daun, dan helai daun meliputi letak, ukuran, dan

Kerapatan Stomata =

(18)

4

kerapatannya. Kerapatan struktur sekretori (KSS) ditentukan dengan rumus sebagai berikut:

Jumlah trikoma / sel idioblas Luas bidang pandang (mm²)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Morfologi Selimpot Merah dan Selimpot Hijau

Tumbuhan selimpot merah dan selimpot hijau termasuk ke dalam famili Araceae dengan nama spesies Aglaonema simplex. Selimpot merah dan selimpot hijau berperawakan herba. Kedua tumbuhan selimpot ini terdiri atas organ akar, rimpang, batang, pelepah, tangkai daun, dan helai daun. Selimpot merah dan selimpot hijau memiliki ciri morfologi yang relatif sama, mulai dari akar berbentuk serabut dan berwarna putih; batang berbentuk silinder; helai daun berbentuk lonjong, ujung meruncing, pangkal daun berlekuk, tepian rata, permukaan licin, dengan susunan tulang daunnya menyirip. Karakter pembeda antara selimpot merah dan selimpot hijau terletak pada bagian pelepah, tangkai daun, dan helai daun sisi abaksial selimpot merah berwarna merah, sedangkan pada selimpot hijau berwarna hijau (Gambar 1).

Gambar 1 Tampilan selimpot merah (a) dan selimpot hijau (b). Bar berukuran 10 cm.

Struktur Anatomi Tumbuhan Selimpot Merah dan Selimpot Hijau

Akar tumbuhan selimpot merah dan selimpot hijau memiliki kesamaan dalam hal struktur anatominya. Jaringan penyusun akar dari arah luar berturut-turut adalah epidermis, korteks, dan silinder pusat. Epidermis tersusun uniseriat. Sebagian sel-sel penyusun korteks selimpot merah dan selimpot hijau terdiri atas sel-sel yang berisi butir pati. Silinder pusat kedua tumbuhan tersusun atas perisikel; ikatan pembuluh dengan tipe poliark dengan susunan xilem dan floem berseling; dan empulur (Gambar 2).

Rimpang selimpot merah dan selimpot hijau memiliki struktur anatomi yang relatif sama. Rimpang kedua tumbuhan tersusun atas epidermis, korteks, dan silinder pusat. Jaringan epidermis yang dijumpai pada kedua selimpot memiliki sel berbentuk poligonal dengan tepian rata dan terdiri dari 1 lapisan. Bagian korteks pada rimpang selimpot merah dan selimpot hijau tersusun atas jaringan parenkima. Pada umumnya sel parenkima yang terdapat di daerah korteks sebelah

KSS =

(19)

5 dalam berisi butir pati. Butir pati yang ditemukan pada rimpang memiliki 2 bentuk yaitu bulat dan lonjong. Selain pati, pada jaringan parenkima juga ditemukan kristal rafid dan kristal drus. Berkas pembuluh pada rimpang selimpot merah dan selimpot hijau termasuk tipe amfivasal.

Struktur anatomi batang selimpot merah dan selimpot hijau secara keseluruhan relatif sama dengan struktur anatomi rimpangnya. Batang kedua selimpot tersusun atas epidermis, korteks, dan silinder pusat. Seperti pada rimpang, pada jaringan parenkima batang terdapat sel-sel berisi butir pati, namun jumlahnya relatif lebih sedikit dibandingkan dengan pada rimpang. Struktur anatomi rimpang dan batang memiliki banyak kesamaan, hal ini disebabkan rimpang merupakan batang yang terdapat dalam tanah, bercabang-cabang, tumbuh mendatar, dan dari ujungnya dapat tumbuh tunas baru (Tjitrosoepomo 2009).

Pelepah selimpot merah dan selimpot hijau secara anatomi relatif sama. Struktur pelepah terdiri dari epidermis; korteks yang tersusun oleh jaringan kolenkima dan jaringan parenkima; dan berkas pembuluh yang menyebar di seluruh jaringan, sehingga bagian korteks dan silinder pusatnya tidak dapat dibedakan (Gambar 3). Struktur parenkima pada pelepah kedua selimpot memiliki banyak ruang udara, tipe parenkima demikian dikenal dengan aerenkima. Perbedaan struktur anatomi pelepah kedua tumbuhan selimpot ini hanya terletak pada keberadaan pigmen antosian yang terdapat pada jaringan parenkima selimpot merah.

Selimpot merah dan selimpot hijau memiliki struktur anatomi yang relatif sama antara bagian tangkai daun dengan bagian pelepah. Struktur anatomi tangkai daun kedua selimpot terdiri atas epidermis uniseriat; korteks yang tersusun atas jaringan kolenkima tipe angular dan jaringan parenkima; dan berkas pembuluh yang menyebar di seluruh jaringan, sehingga bagian korteks dan silinder pusatnya tidak dapat dibedakan. Pada tangkai daun kedua selimpot juga dijumpai jaringan parenkima yang berupa aerenkima. Aerenkima yang terdapat pada bagian pelepah memiliki ukuran yang relatif lebih besar dibandingkan pada tangkainya (Gambar 3). Pada jaringan parenkima yang tersebar dari daerah korteks hingga ke silinder pusat ditemukan sel-sel yang mengandung butir pati, kristal drus, kristal rafid, dan pigmen antosian (Gambar 3). Butir pati diidentifikasi dengan pengamatan menggunakan larutan yodium, dengan pereaksi ini butir pati tampak berwarna biru keunguan.

(20)

6

Keberadaaan kristal rafid dan kristal drus tersebar merata di seluruh bagian tubuh selimpot merah dan selimpot hijau mulai dari rimpang, batang, pelepah, tangkai daun, dan helai daun. Konsentrasi kalsium yang terakumulasi menyebabkan pembentukan kristal kalsium oksalat. Keanekaragaman bentuk dan lokasi kristal bersifat spesifik pada setiap tumbuhan sehingga dapat digunakan dalam klasifikasi taksonomi (Esau 1977). Kristal rafid dan drus juga ditemukan pada umbi, tangkai, dan daun famili Araceae lain, misalnya Colocasia esculenta. Keberadaan kristal ini berperan dalam sistem pertahanan terhadap predator. Predator yang memakan umbi C.esculenta akan merasa gatal dan panas pada bagian mulut dan kerongkongan akibat pecahnya sel idioblas yang berisi kristal rafid dan drus, sehingga kristal tersebut keluar dari sel dan melukai jaringan mukosa (Wang 1983).

Gambar 2 Struktur anatomi akar, rimpang dan batang selimpot merah dan selimpot hijau. Akar selimpot merah (a) dan selimpot hijau (b); rimpang selimpot merah (c) dan selimpot hijau (d); batang selimpot merah (e) dan selimpot hijau (f). Ep: epidermis, Kr: korteks, Xl: xilem, Fl: floem, Bp: berkas pembuluh. Bar berukuran 100 µm.

b a

a

e f

b a

(21)

7

Gambar 3 Struktur anatomi pelepah, tangkai dan helai daun selimpot merah dan selimpot hijau. Pelepah selimpot merah (a), dan selimpot hijau (b); tangkai selimpot merah (c), dan selimpot hijau (d); helai daun selimpot merah (e), dan selimpot hijau (f). (Ep: epidermis, Ae: aerenkima, Kl: kolenkima, Bp: berkas pembuluh Kt: kutikula, Ps: jaringan palisade, Bk: jaringan bunga karang, An: antosian, Pt: pati, Krr: kristal rafid, Krd: kristal drus). Bar berukuran 100 µm

c

f e

g h i

a b

(22)

8

Keberadaan dan Tipe Stomata

Selimpot merah dan selimpot hijau memiliki epidermis daun berbentuk poligonal dengan 5-6 sisi, berdinding tipis dengan tepian rata pada sisi abaksial maupun adaksialnya. Stomata pada kedua selimpot ini dijumpai pada sisi adaksial dan abaksial daun serta bertipe paratetrasitik (Gambar 4). Erlinawati dan Eka (2012) melaporkan, pada spesies lain anggota famili Araceae yaitu Alocasia brancifolia, A. flemingiana, dan A. kerinciensis, stomata bertipe tetrasitik. Helai daun selimpot merah memiliki stoma dengan ukuran (panjang x lebar) yang tidak berbeda antara sisi adaksial dan abaksial, sedangkan pada selimpot hijau ukuran stoma pada sisi abaksial lebih besar (Tabel 1).

Gambar 4 Tipe stomata pada daun. Selimpot merah (a), dan selimpot hijau (b). (Ep:

epidermis, St: stoma). Bar berukuran 50µm.

Tabel 1 Ukuran, kerapatan, dan indeks stomata selimpot hijau dan selimpot merah Jenis

Kedua tumbuhan selimpot memiliki nilai kerapatan stomata yang berbeda antara permukaan adaksial dan abaksial daunnya. Selimpot hijau memiliki nilai kerapatan stomata 4 kali lebih tinggi pada sisi abaksial daun dibandingkan pada sisi adaksial pada selimpot merah, nilai kerapatan stomata pada sisi abaksial daunnya 7 kali lebih tinggi daripada sisi adaksial (Tabel 1). Kerapatan stomata dapat dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan (Willmer 1983). Salah satu faktor lingkungan yang mempengaruhi kerapatan stomata yaitu intensitas cahaya matahari. Tumbuhan yang terpapar sinar matahari langsung pada intensitas cahaya tinggi memiliki kerapatan stomata yang lebih tinggi dibandingkan tumbuhan yang ternaungi (Batos et al. 2010). Nilai kerapatan stomata yang lebih tinggi pada bagian abaksial ini seiring dengan nilai indeks stomanya. Daun selimpot hijau memiliki nilai indeks stomata 3 kali lebih tinggi pada bagian

(23)

9 abaksialnya, sedangkan pada daun selimpot merah nilai indeks stomata pada sisi abaksialnya 7 kali lebih tinggi daripada sisi adaksial. Sebaran stomata pada sisi adaksial dan sisi abaksial epidermis selimpot merah dan selimpot hijau disajikan pada Gambar 5.

Gambar 5Sebaran stomata pada epidermis daun. Sisi adaksial selimpot merah (a), dan

selimpot hijau (b); sisi abaksial selimpot merah (c), dan selimpot hijau (d). Bar berukuran 50 µm.

Struktur Sekretori pada Selimpot Merah dan Selimpot Hijau

Hasil pengamatan pada organ-organ tumbuhan selimpot merah dan selimpot hijau menunjukkan bahwa struktur sekretori pada rimpang, batang, pelepah, tangkai daun, dan helai daun berupa sel idioblas. Pada akar selimpot merah dan selimpot hijau tidak ditemukan struktur sekretori. Sel idioblas adalah suatu sel yang berbeda ukuran, bentuk, maupun isi kandungannya dari sel lain di dalam satu jaringan (Esau 1977). Ukuran sel idioblas bervariasi pada organ yang sama, maupun di antara organ-organ yang berbeda, namun variasi ukuran tergolong rendah. Idioblas pada tiap organ tersebar pada lokasi yang berbeda. Tipe idioblas dibedakan berdasarkan lokasi dan bentuk selnya. Pada epidermis dijumpai 2 tipe sel idioblas. Idioblas berbentuk bulat disebut idioblas 1 dan idioblas bentuk lonjong disebut idioblas 2. Selain pada jaringan epidermis di korteks ditemukan idioblas dengan ukuran yang berbeda disebut idioblas 3. Pada daun ditemukan juga idioblas pada jaringan palisade, karena perbedaan lokasinya sel ini disebut idioblas 4.

Pada selimpot merah, idioblas yang terdapat pada epidermis bagian rimpang, batang, pelepah, dan tangkai daun memiliki nilai kerapatan yang berbeda. Kerapatan idioblas 1 dua kali lebih tinggi daripada idioblas 2. Idioblas 2 dengan ukuran (panjang) paling besar terdapat pada organ rimpang, sedangkan nilai kerapatan paling tinggi ditemukan pada tangkai daun. Idioblas 3 yang terdapat pada korteks memiliki ukuran diameter paling besar, namun untuk nilai kerapatannya tergolong paling rendah jika dibandingkan dengan idioblas yang lain.

c

d

a b

(24)

10

Idioblas 4 pada jaringan palisade memiliki ukuran diameter paling rendah diantara idioblas yang lain, akan tetapi nilai kerapatannya paling tinggi (Tabel 2).

(25)

11

Uji Histokimia Sel Idioblas pada Selimpot Merah dan Selimpot Hijau

Kandungan senyawa pada sel idioblas dapat diketahui dengan menggunakan uji histokimia. Reaksi warna yang terbentuk dengan menggunakan reagen tertentu dapat menunjukkan senyawa yang terkandung dalam sel idioblas. Hasil uji histokimia menunjukkan sel idioblas yang terdapat pada rimpang, batang, pelepah, tangkai daun dan helai daun tumbuhan selimpot merah dan selimpot hijau mengandung fenol, terpenoid, dan alkaloid. Senyawa lipofil hanya dijumpai pada sel idioblas tipe 3 pada rimpang dan batang. Hasil pengujian histokimia pada rimpang, batang, pelepah, tangkai daun, dan helai daun selimpot merah dan selimpot hijau disajikan pada Tabel 3, Gambar 6 dan Gambar 7.

Tabel 3 Kandungan senyawa pada sel idioblas berdasarkan hasil uji histokimia

Tumbuhan Organ Struktur

sekretori

Uji kandungan senyawa

fenol terpenoid alkaloid lipofil

Selimpot

(26)

12

Gambar 6 Pengujian histokimia sel idioblas pada selimpot merah. Rimpang dengan uji fenol (a), terpenoid (b), alkaloid (c), lipofil (d); batang dengan uji fenol (e), terpenoid (f), alkaloid (g), lipofil (h); pelepah dengan uji fenol (i), terpenoid (j), alkaloid (k); tangkai daun dengan uji fenol (l), terpenoid (m), alkaloid (n); daun dengan uji fenol (o), terpenoid (p), alkaloid (q). Bar berukuran 50 µm. Pengamatan menggunakan mikroskop cahaya tipe Olympus BX51.

e

i l

l m

j i

o p

c d

(27)

13

Gambar 7 Pengujian histokimia sel idioblas pada selimpot hijau. Rimpang dengan uji fenol (a), terpenoid (b), alkaloid (c), lipofil (d); batang dengan uji fenol (e), terpenoid (f), alkaloid (g), lipofil (h); pelepah dengan uji fenol (i), terpenoid (j), alkaloid (k); tangkai daun dengan uji fenol (l), terpenoid (m), alkaloid (n); daun dengan uji fenol (o), terpenoid (p), alkaloid (q). Bar berukuran 50 µm. Pengamatan menggunakan mikroskop cahaya tipe Olympus BX51.

o p

d

g h

c b

(28)

14

Hasil uji histokimia menunjukkan adanya kandungan senyawa metabolit sekunder. Metabolit sekunder merupakan senyawa organik yang berperan dalam interaksi ekologis antara tumbuhan dengan lingkungannya. Sebagian besar metabolit sekunder ditimbun dalam jaringan sekretori, vakuola, atau sitosol sel parenkima (Wagner et al. 2004). Metabolit sekunder seperti senyawa terpenoid dan lipofilik berperan dalam mekanisme pertahanan terhadap serangga dan hewan herbivora (Boix et al. 2013).

Siang et al (2010) melaporkan bahwa daun A. simplex mengandung senyawa fenol yaitu 15-hidroksipurpurin-7-lakton dimetil ester yang diisolasi dari derivat klorofil a dan b. Anggota famili Araceae lain yaitu Rhaphidophora aurea dan Rhaphidophora pinnata mengandung senyawa alkaloid, terpenoid, dan senyawa fenol (Arulpriya dan Lalitha 2013; Musfria et al. 2014). Iranbakhsh et al. (2006) melaporkan adanya sel idioblas yang mengandung senyawa alkaloid pada akar, batang, tangkai, dan daun tanaman Datura stramonium. Pada tanaman Peganum harmala L., sel idioblas mengandung alkaloid berupa senyawa serotonin (Khafagi 2007), sedangkan pada Catharanthus roseus, sel idioblas digunakan sebagai tempat akumulasi alkaloid berupa senyawa vindolin (Facchini 2001). Pada tumbuhan Sambucus racemosa dijumpai sel idioblas yang mengakumulasi senyawa tanin (Zobel 1985). Beberapa spesies tumbuhan mengandung senyawa tanin yang terdapat pada bagian akar, batang, dan semua bagian yang mengandung lignin serta berfungsi sebagai pelindung kulit kayu (Clinton 2009). Sel idioblas yang mengandung senyawa fenolik dan minyak esensial dijumpai pada daun Cissus verticillata (Lino et al. 2007).

(29)

15

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Selimpot merah dan selimpot hijau memiliki struktur anatomi akar, rimpang, batang, pelepah, tangkai daun, dan helai daun yang relatif sama. Selimpot merah dan selimpot hijau mengandung kristal rafid dan kristal drus yang tersebar pada bagian rimpang, batang, pelepah, tangkai daun, dan helai daun. Kedua tumbuhan ini memiliki stomata bertipe paratetrasitik. Kerapatan stomata pada selimpot hijau lebih tinggi dibandingkan pada selimpot merah. Selimpot merah dan selimpot hijau memiliki struktur sekretori berupa sel idioblas yang terdapat pada bagian rimpang, batang, pelepah, tangkai daun, dan helai daun. Sel idioblas pada organ rimpang, batang, pelepah, tangkai daun, dijumpai pada bagian epidermis dan korteks, pada helai daun sel idioblas ditemukan di sekitar jaringan palisade. Sel idioblas yang berada pada rimpang, batang, pelepah, tangkai daun, dan helai daun ke dua tanaman mengandung senyawa fenol, alkaloid, dan terpenoid. Senyawa lipofil hanya dijumpai pada sel idioblas yang berada pada rimpang dan batang.

Saran

Penelitian lebih lanjut mengenai manfaat selimpot merah dan selimpot hijau sebagai tumbuhan obat antidiare perlu didukung dengan uji aktivitas anti bakteri dan analisis fitokimia secara kuantitatif.

DAFTAR PUSTAKA

[Deptan] Departemen Kehutanan. 2010. Informasi Taman Nasional Bukit Duabelas. Jambi (ID): Balai Taman Nasional Bukit Duabelas Jambi. Arulpriya P, Lalitha P. 2013. Determination of proximate and metabolite

composition of aerial roots of Rhaphidophora aurea (Linden ex Andre) twined over two different host trees. J Scientific & Engineering Research. 4:59-64

Asih NPS, Agung K. 2012. Araceae di Pulau Bali. Jakarta (ID): LIPI Pr

Batos B, Vilotic D, Orlovic S, Miljkovic D. 2010. Inter and intra-population variation of leaf stomatal traits of Quercus robus in northern Serbia. Arch Biol Sci. 62:1125-1136

Boix YF, Victoria CP, Defaveri ACA, Arruda RDCDO, Sato A, Lage CLS. 2013. Glandular trichomes of Rosmarinus officinalis L.: Anatomical and phytochemical analyses of leaf volatiles. Plant Biosyst. 145(4): 848-856 Bylka WE, Matlawska I, Pilewski NA. 2004. Natural flavonoids as antimicrobial

agents. JANA. 7(2): 21-28

(30)

16

Darsono FL, Stephanie DA. 2003. Aktivitas antimikroba ekstrak daun jambu biji dari beberapa kultivar terhadap Staphylococcus aureus ATCC 25923 dengan hole-plate diffusion method. Berk Penel Hayati. 9: 49-51

Defrin DP, Santun BR, Lelly Y. 2010. Efek anti diare ekstrak air umbi sarang semut (Myrmecodia pendens) pada mencit putih (Mus musculus). Ippm UNISBA. Edisi khusus “ Eksakta” 54-71

Dickison WC. 2000. Integrative Plant Anatomy. Amerika Serikat (US): Academic Pr.

Erlinawati I, Eka FT. 2012. Leaf surface comparison of three genera of Araceae in Indonesia. Buletin Kebun Raya. 16(2): 25-30

Erlinawati I. 2010. The diversity of terrestrial Araceae in Watuwila complex, south-east of Sulawesi. Berk. Penel. Hayati. 15: 131-137

Esau K. 1977. Anatomy of Seed Plants 2nd edition. New York (US): J Wiley Facchini PJ. 2001. Alkaloid biosynthesis in plants: biochemistry, cell biology,

molecular regulation, and metabolic engineering application. Annu. Rev. Plant Physiol. 52: 29-66

Fauci AS. 2008. Harrison’s Principle of Internal Medicine 17th Edition. New York (US): McGraw-Hill.

Furr Y, Mahlberg PG. 1981. Histochemical analysis of laticifer and glandular trichomes in Cannabis sativa. J Nat Prod. 44(2):153-159

Hamidy YM, Ira S, Inayah, Dasni S, Dafit F. 2006. Efek antimikroba ekstrak metanol daun sapu jagad (Isotoma longifolia) terhadap Escherichia coli. J Sains Tek. 12: 91 – 96

Iranbakhsh A, Oshagi MA, Majd M. 2006. Distribution atropine and scopolamine in different organs and stages of development in Datura stramonium L. (Solanaceae): Structure and ultrastructure of biosynthesing cells. Acta Bio Cracov Series Bot. 48(1): 13-18

Juliarni, Purwanti E, Sulistyaningsih YC, Dorly. 1999. Anatomical study of leaf of taro (Colocasia esculenta (L). Schott)) from Bogor, West Java, Indonesia. Jpn.J.Crop.Sci. 68(2): 200-201

Johansen DA. 1940. Plant Microtechnique. New York (US): McGraw-Hill.

Khafagi IK. 2007. Generation of alkaloid containing idioblast during cellular morphogenesis of Peganum harmala L. cell suspension cultures. Am J traumatic resin ducts, terpenoid resin biosynthesis, and terpenoid accumulation in developing xylem of norway spruce stem. Plant Physiol 129: 1003-1018

(31)

17 Nuratmi B, Winarno MW, Sundari S. 1999. Khasiat daun salam (Eugenia polyantha Wight) sebagai antidiare pada tikus putih. Media Litbangkes.

Edisi khusus “ Obat Asli Indonesia” 8: 3-4

Ogundare AO. 2007. Antimicrobial effect of Tithonia diversifolia and Jatropha gossypifolia leaf extracts. Sci.Res. 2(2): 145-150

Pelzar JM, Chan ECS. 1998. Dasar- Dasar Mikrobiologi. Volume ke-2. Hadioetomo RS, Imas T, Tjitrosomo SS, Angka SL, penerjemah. Jakarta (ID): UI Pr. Terjemahan dari: Elements of Microbiology.

Robinson T. 1991. Kandungan Organik Tumbuhan Tingkat Tinggi. Bandung (ID):ITB Pr

Sasmita K, Mulyani W, Priyantoro B, David, Marpaung JP, Algopeng Z. 2011. Pengenalan Tumbuhan Obat Taman Nasional Bukit Duabelas Jambi, Indonesia. Jambi (ID): Balai Taman Nasional Bukit Duabelas.

Sass JE. 1951. Botanical Microtehnique. Iowa: Iowa State Coll Pr.

Siang HL, Patrycja S, Fadzly AK, Hubert VDB, Georges W, Hong BL. 2010. The neovessel occlusion efficacy of 151-hydroxypurpurin-7-lactone dimethyl ester induced with photodynamic therapy. Photocem. Photobiol. 86: 397–402

Tjitrosoepomo G. 2009. Morfologi Tumbuhan. Yogjakarta (ID): Gadjah Mada Pr. Wagner GJ, Wang E, Shepherd RW. 2004. New approaches for studying and

exploting an old protuberence, the plant trichome. Ann Bot. 93: 3-11. Wang JK. 1983. Taro: A Review of Colocasia esculenta and its Potential. United

States of America (US): Hawaii Pr

Willmer CM. 1983. Stomata. London (GB): Longman.

(32)

18

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tuban pada tanggal 13 November 1991 dari Ayah Darmoko dan Ibu Ngatini. Penulis merupakan putri pertama dari dua bersaudara. Tahun 2010 penulis lulus dari SMAN 2 Tuban dan pada tahun yang sama diterima di Program Studi Biologi, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor melalui jalur ujian seleksi masuk IPB (USMI).

Penulis pernah melaksanakan studi lapang mengenai Stratifikasi Vegetasi Berdasarkan Ketinggian Tempat di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) pada tahun 2012 serta praktik lapangan dalam bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit pada Hewan Ternak Di Wilayah Dinas Pertanian Kabupaten Tuban-Jawa Timur pada bulan Juli sampai Agustus 2013.

Gambar

Gambar 2 Struktur anatomi akar, rimpang dan batang selimpot merah dan selimpot hijau.
Gambar 3 Struktur anatomi pelepah, tangkai dan helai daun selimpot merah dan selimpot hijau
Gambar 5 Sebaran stomata  pada epidermis daun. Sisi adaksial selimpot merah (a), dan
Tabel 2 Ukuran dan kerapatan sel idioblas pada selimpot merah dan selimpot
+4

Referensi

Dokumen terkait