• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Sebaran, Pertumbuhan, Perkembangan, Dan Histokimia Struktur Sekretori Pada Tumbuhan Jawer Kotok (Coleus Scutellarioides)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Sebaran, Pertumbuhan, Perkembangan, Dan Histokimia Struktur Sekretori Pada Tumbuhan Jawer Kotok (Coleus Scutellarioides)"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS SEBARAN, PERTUMBUHAN, PERKEMBANGAN,

DAN HISTOKIMIA STRUKTUR SEKRETORI PADA

TUMBUHAN JAWER KOTOK (

Coleus scutellarioides

)

ANITA APRILIA

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Sebaran, Pertumbuhan, Perkembangan, dan Histokimia pada Tumbuhan Jawer Kotok (Coleus scutellarioides) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)
(5)

ABSTRAK

ANITA APRILIA. Analisis Sebaran, Pertumbuhan, Perkembangan, dan Histokimia Struktur Sekretori pada Tumbuhan Jawer Kotok (Coleus scutellarioides). Dibimbing oleh YOHANA CECILIA SULISTYANINGSIH dan HILDA AKMAL.

Tumbuhan jawer kotok (Coleus scutellarioides) berpotensi sebagai tanaman obat. Senyawa metabolit yang digunakan sebagai obat umumnya terakumulasi pada struktur sekretori. Penelitian ini bertujuan menganalisis struktur, sebaran, dan perkembangan struktur sekretori serta mengetahui akumulasi senyawa metabolit. Penelitian dilakukan pada helai daun, tangkai daun, dan batang. Analisis jenis, sebaran, dan kerapatan struktur sekretori menggunakan sayatan paradermal dan transversal, kandungan metabolit sekunder dengan uji histokimia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa helai daun tumbuhan jawer kotok memiliki struktur sekretori berupa trikoma kelenjar kapitat dan peltat. Tangkai daun dan batang memiliki trikoma kelenjar kapitat. Sel idioblas ditemukan pada jaringan mesofil daun. Trikoma kapitat mengandung alkaloid, fenol, flavonoid, dan terpenoid, trikoma peltat mengandung alkaloid, flavonoid, dan terpenoid. Pertumbuhan struktur sekretori masih terjadi hingga fase dewasa pertumbuhan organ, sedangkan perkembangan struktur sekretori terdiri atas fase pre-sekretori, sekretori, dan pos-sekretori. Pertumbuhan dan perkembangan sel diikuti penurunan kerapatan yang terjadi pada setiap fase pertumbuhan. Kecenderungan akumulasi alkaloid, fenol, terpenoid, dan senyawa lipofil tertinggi dijumpai pada fase pertumbuhan dewasa, sedangkan flavonoid terdapat pada fase muda.

(6)

ABSTRACT

ANITA APRILIA. Analysis of Distribution, Growth, Development, and Histochemistry Secretory Structure of Jawer Kotok (Coleus scutellarioides). Supervised by YOHANA CECILIA SULISTYANINGSIH and HILDA AKMAL.

Jawer kotok (Coleus scutellarioides) has potency as a medicinal plant. The metabolite substances that has medicinal value commonly are accumulated in secretory stuctures. The aim of this research are to analyze the secretory structures distribution, growth, and their development, and to identify metabolite substance produced by those structures. Samples are leaves, petioles, and stem. Distribution and density were analyzed using longitudinal and transversal section, whereas metabolite accumulation in the tissue was analysed using histochemistry. Three types of secretory stuctures were found in jawer kotok. They were consisted of capitate and peltate glandular trichomes that are found on leaves, while petioles and stem have capitate glandular trichomes. Another secretory structure, idioblast cells were found in mesophyll tissue of leaves. Capitate trichomes contain alkaloid, phenol, flavonoid, and terpenoid compound. Peltat trichomes contain alkaloid, flavonoid, and terpenoid. Secretory structures growth still occurred until mature phase of growth, whereas their development consisted of pre-secretory, secretory, and post-secretory phase. Growth and development of secretory structure are followed by decreasing of their density. Great quantities of alkaloids, phenols, terpenoids, and liphophilics compound are on mature organs, whereas flavonoids compound on young organs.

(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

pada

Departemen Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

ANALISIS SEBARAN, PERTUMBUHAN, PERKEMBANGAN,

DAN HISTOKIMIA STRUKTUR SEKRETORI PADA

TUMBUHAN JAWER KOTOK (

Coleus scutellarioides

)

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016

(8)
(9)

Judul Skripsi: Analisis Sebaran, Pertumbuhan, Perkembangan, dan Histokimia Struktur Sekretori pada Tumbuhan Jawer Kotok (Coleus

Nama NIM

scutellerioides)

: Anita Aprilia : 034110037

mY

Disetujui oleh

DrY ohana C. MSi

Pembimbing I

Tanggal Lulus:

O 2

MAR

2016

Dra Hilda

II

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala karena atas rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan karya ilmiah ini. Penelitian yang berjudul Analisis Sebaran, Pertumbuhan, Perkembangan, dan Histokimia Struktur Sekretori pada Tumbuhan Jawer Kotok (Coleus scutellarioides) ini dilaksanakan sejak bulan Maret hingga Desember 2015.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Dr Yohana C Sulistyaningsih, MSi selaku pembimbing karya ilmiah. Tidak lupa kepada Dra Hilda Akmal, MSi selaku pembimbing 2 karya ilmiah dan pembimbing akademik yang telah memberi arahan selama penulis berada di IPB. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr Ir Gayuh Rahayu sebagai dosen penguji yang telah memberi arahan dan saran terkait karya ilmiah ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada program beasiswa Bidikmisi dari DIKTI yang telah memberikan kesempatan penulis untuk mengenyam pendidikan, sehingga penulis dapat menyelesaikannya hingga jenjang Strata 1 (S1). Terima kasih kepada Bapak Sunaryo sebagai teknisi di laboratorium Anatomi dan Morfologi Tumbuhan yang telah membantu menyiapkan alat-alat dan bahan-bahan kimia penunjang penelitian. Terima kasih juga kepada Nadya, Ratna, Deraya, Risma, Kak Evi, dan Kak Darius yang telah setia menemani dan membantu selama penelitian. Tidak lupa penulis sampaikan terima kasih kepada keluarga Biologi 48 yang telah setia menemani dan mendukung penulis dalam menyelesaikan studi S1 Biologi. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada ibu, bapak, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya selama ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

METODE 2

Waktu dan Tempat 2

Bahan dan Alat 2

Persiapan Bahan Penelitian 3

Analisis Struktur Sekretori 3

Analisis Histokimia 5

HASIL DAN PEMBAHASAN 6

Sebaran Struktur Sekretori 6

Pertumbuhan dan Perkembangan Struktur Sekretori 10

Analisis Histokimia 14

SIMPULAN 18

DAFTAR PUSTAKA 18

LAMPIRAN 21

(12)

4 6 10 11 12 13 15

DAFTAR TABEL

1 Keberadaan struktur sekretori pada tumbuhan jawer kotok 2 Kerapatan struktur sekretori pada tumbuhan jawer kotok

3 Tingkat akumulasi metabolit sekunder helai daun tumbuhan jawer kotok

4 Tingkat akumulasi metabolit sekunder tangkai daun tumbuhan jawer kotok

5 Tingkat akumulasi metabolit sekunder batang tumbuhan jawer kotok

DAFTAR GAMBAR

1 Lokasi titik-titik pengamatan tumbuhan jawer kotok 2 Struktur sekretori pada tumbuhan jawer kotok

3 Pertumbuhan trikoma kelenjar pada helai daun tumbuhan jawer kotok 4 Pertumbuhan trikoma kelenjar pada tangkai daun tumbuhan jawer kotok 5 Pertumbuhan trikoma kelenjar pada batang tumbuhan jawer kotok 6 Pertumbuhan sel idioblas pada helai daun tumbuhan jawer kotok 7 Hasil uji histokimia struktur sekretori tumbuhan jawer kotok

DAFTAR LAMPIRAN

1

Komposisi reagen Wagner

2 Kriteria kategori akumulasi metabolit sekunder pada struktur sekretori

7 9 16 17 17

(13)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sebagian besar tanaman di Indonesia mengandung berbagai macam metabolit sekunder, baik yang telah diketahui maupun yang belum diketahui jenis metabolit sekunder dan khasiatnya. Metabolit sekunder merupakan salah satu bahan dasar dalam pembuatan obat. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa tanaman daerah tropis mempunyai potensi yang cukup besar untuk dikembangkan sebagai obat (Sukara 2000). Komponen metabolit sekunder yang berperan sebagai obat umumnya tersimpan pada berbagai organ seperti akar, batang, kulit batang, dan daun (Ogundare 2007).

Struktur sekretori umumnya merupakan penghasil metabolit sekunder, yaitu senyawa kimia yang mempunyai kemampuan bioaktivitas dan berfungsi sebagai pelindung tumbuhan dari gangguan herbivora dan hama penyakit. Senyawa metabolit sekunder yang dihasilkan oleh tumbuhan diantaranya senyawa terpenoid, steroid, kumarin, flavonoid, dan alkaloid. Struktur ini dapat berupa trikoma kelenjar, kelenjar nektar, saluran minyak, saluran getah, saluran lendir, dan kelenjar tumbuhan pemakan serangga (Dickison 2000).

Sebagian besar spesies dari Lamiaceae mengandung minyak atsiri yang bermanfaat dalam bidang pengobatan dan digunakan sebagai bahan tambahan makanan (Lorenzi dan Matos 2008). Anggota Famili tersebut diantaranya Coleus, Lavandula, Leonotis, Leonurus, Orthosiphon, Salvia, Rosmarinus, dan lain-lain (Backer dan Van Den Brink 1963). Beberapa anggota Lamiaceae yang telah diteliti struktur sekretorinya yaitu Mentha arvensis L. (Sharma et al. 2003), Lavandula pinnata L. (Huang et al. 2008), Rosmarinus officinalis L. (Boix et al. 2011), dan Isodon rubescens (Liu dan Liu 2012). Kandungan minyak atsiri struktur sekretori pada Coleus belum pernah diteliti.

Coleus (Lamiaceae) merupakan herba bercabang banyak yang tergolong tumbuhan aromatik. Coleus memiliki batang berbentuk persegi dengan permukaan tumbuhan berbulu halus dengan kisaran pertumbuhan tinggi tumbuhan maksimal sekitar 30-60 cm. Tumbuhan ini dapat hidup pada kondisi suhu yang hangat pada ketinggian 300-1.800 mdpl. Kondisi lahan yang subur dengan pengairan yang cukup akan mengoptimalkan pertumbuhan tumbuhan tersebut (Soni dan Singhai 2012). Salah satu spesies Coleus adalah jawer kotok (C. scutellarioides). Jawer kotok tumbuh di daerah tropis hingga subtropis, termasuk di Indonesia. Nama lain dari spesies ini diantaranya Plectranthus scutellarioides dan Solenostomon scutellarioides (PIER 2012). Harmanto (2007) menyatakan bahwa tumbuhan tersebut bisa dimanfaatkan sebagai tanaman hias karena warna dan bentuk daunnya yang menarik.

(14)

2

membubuhkan gerusan daun pada bagian yang terluka. Tumbuhan yang berasal dari Genus yang sama dengan kandungan metabolit sekunder serupa dan banyak dimanfaatkan sebagai tanaman obat, diantaranya Coleus forskohlii (Khatun et al 2011) dan Plectranthus amboinicus Lour Spreng (Kaliappan dan Viswanathan 2009).

Kajian ilmiah tentang analisis sebaran, pertumbuhan, perkembangan, dan histokimia struktur sekretori pada tumbuhan jawer kotok belum pernah dilakukan. Menurut Turner et al. (2000b), perkembangan struktur sekretori terbagi menjadi beberapa fase, yaitu inisiasi struktur sekretori, pre-sekretori, sekretori, dan pos-sekretori. Masing-masing fase berkaitan dengan pola pertumbuhan dan perkembangan struktur sekretori seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan organ tanaman. Kajian tersebut dapat dimanfaatkan sebagai informasi penggunaan bagian organ tumbuhan jawer kotok sebagai alternatif bahan pengobatan tradisional di kalangan masyarakat. Hal ini didasarkan pada perkembangan akumulasi kandungan metabolit sekunder pada struktur sekretori yang terdapat pada tumbuhan jawer kotok, sehingga dapat mengoptimalkan pemanfaatan tumbuhan tersebut melalui strategi pemanenan yang tepat berdasarkan pola pertumbuhannya.

Tujuan Penelitian

Penelitian jawer kotok (C. scutellarioides) bertujuan menganalisis struktur, sebaran, pertumbuhan, dan perkembangan struktur sekretori serta mengetahui akumulasi metabolit sekunder pada struktur sekretori melalui uji histokimia.

METODE

Waktu dan Tempat

Kegiatan penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Maret sampai dengan Desember 2015. Penanaman dan pemeliharaan tanaman dilakukan di Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balittro), Bogor. Pembuatan sayatan sampel, pengamatan struktur sekretori, serta uji histokimia dilakukan di Laboratorium Anatomi dan Morfologi Tumbuhan, Laboratorium Mikroteknik, dan Laboratorium Terpadu, Departemen Biologi, Institut Pertanian Bogor.

Bahan dan Alat

(15)

3 dalam alkohol 95%, larutan Wagner (KI+I2) dalam akuades, AlCl3 5% dalam

alkohol 85%, FeCl3 10%, dan natrium karbonat.

Alat yang digunakan antara lain mikroskop cahaya tipe CH20 yang dilengkapi dengan mikrometer, mikroskop cahaya Olympus BX51, mikroskop floresen, dan kamera optilab.

Persiapan Bahan Penelitian

Tumbuhan sampel diperoleh dari Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balittro), Kota Bogor. Tumbuhan diperbanyak dengan menggunakan teknik perbanyakan vegetatif stek batang. Media yang digunakan adalah tanah, pupuk kandang, dan arang sekam dengan perbandingan 3:1:1 dan dimasukkan ke dalam polybag berwarna hitam berukuran 10/5 cm x 15 cm x 0,05 mm. Tanaman stek dalam polybag selanjutnya diletakkan pada kondisi lembap dan dinaungi dengan plastik di dalam rumah kaca. Tanaman hasil perbanyakan dipindahkan ke dalam media tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan 3:1 yang dimasukkan ke dalam polybag berukuran 28/14 cm x 29 cm x 0,04 mm setelah stek berumur sekitar sekitar satu bulan, lalu diletakkan dengan kondisi terbuka di dalam rumah kaca. Tanaman dipanen ketika berumur tiga bulan. Bagian tanaman yang diteliti adalah helai daun, tangkai daun, dan batang.

Bahan untuk sayatan paradermal difiksasi terlebih dahulu di dalam etanol 70% sebelum dibawa ke laboratorium, sedangkan untuk pengamatan struktur sekretori dan histokimia sampel dibawa ke laboratorium dalam keadaan segar.

Analisis Struktur Sekretori

Pembuatan Sediaan Mikroskopik untuk Pengamatan Struktur Sekretori Sampel penelitian diambil sebanyak 3 ulangan dengan masing-masing ulangan digunakan sebanyak 3 tanaman. Masing-masing tanaman diambil bagian helai daun, tangkai daun, dan batang pada setiap titik pengamatan (Gambar 1). Analisis struktur sekretori menggunakan dua jenis sediaan mikroskopik, yaitu sayatan transversal dan paradermal organ.

Sayatan transversal organ dibuat dalam keadaan segar untuk mengetahui keberadaan struktur sekretori pada masing-masing organ yang diamati. Struktur sekretori diamati bentuk, ukuran, letak, dan tipenya di bawah mikroskop.

Sayatan paradermal dibuat dalam bentuk sediaan semi permanen dengan pewarnaan safranin 1% mengikuti metode wholemount (Sass 1951). Sampel organ tumbuhan yang telah difiksasi dalam etanol 70% dicuci dengan akuades lalu dilunakkan dalam larutan HNO3 30%. Setelah permukaan sampel lunak, dicuci

dengan akuades, lalu disayat tipis dengan silet untuk memperoleh lapisan epidermis. Hasil sayatan diwarnai dengan safranin 1% selama 5 menit, kemudian diletakkan di gelas obyek yang telah diberi media gliserin 30%, ditutup dengan gelas penutup.

Sebaran Struktur Sekretori

(16)

4

tangkai daun, dan batang pada masing-masing titik pengamatan. Pengamatan keberadaan struktur sekretori dilakukan terhadap sayatan transversal, sedangkan pengamatan kerapatan struktur sekretori dilakukan terhadap sayatan paradermal organ. Pengamatan mikroskopik kerapatan struktur sekretori dilakukan pada 5 bidang pandang pada masing-masing titik pengamatan. Kerapatan struktur sekretori ditentukan dengan rumus (Lestari 2006) sebagai berikut:

Gambar 1 Lokasi titik pengamatan tumbuhan jawer kotok. P, pucuk apikal; M, ruas ke-2/3; DI, ruas ke-4/5; DII, ruas ke-7/8; T, ruas ke-10/11

Pertumbuhan Struktur Sekretori

Pertumbuhan struktur sekretori diamati berdasarkan peningkatan ukuran struktur sekretori berupa panjang, lebar, maupun diameter struktur sekretori. Pengukuran tersebut dilakukan terhadap sayatan transversal pada helai daun, tangkai daun, dan batang pada masing-masing titik pengamatan.

Panjang struktur sekretori diperoleh dengan melakukan pengukuran terhadap sel kepala sekretori pada trikoma kelenjar secara vertikal, sedangkan lebar struktur sekretori diperoleh dengan pengukuran struktur sel kepala pada trikoma kelenjar secara horizontal. Pengukuran diameter struktur sekretori dilakukan pada struktur sekretori berbentuk bulat. Pengukuran struktur sekretori dilakukan terhadap 10 buah struktur sekretori pada tiap jenis struktur yang dijumpai.

Primordia (P)

Muda (M)

Dewasa I (DI)

Dewasa II (DII)

(17)

5 Perkembangan Struktur Sekretori

Pengamatan perkembangan struktur sekretori dilakukan berdasarkan proses perubahan struktur sekretori dari awal pembentukan hingga mengalami penuaan. Pengamatan dilakukan pada tahap-tahap perkembangan struktur sekretori, misalnya fase inisiasi struktur sekretori, pre-sekretori, sekretori, dan fase pos-sekretori pada trikoma kelenjar. Pengamatan dilakukan terhadap sayatan transversal pada helai daun, tangkai daun, dan batang pada masing-masing titik pengamatan.

Analisis Histokimia

Jenis kandungan metabolit sekunder dianalisis dengan menggunakan uji histokimia yang terdiri atas uji alkaloid, uji fenol, uji terpenoid, uji flavonoid, dan uji keberadaan senyawa lipofil. Sayatan transversal untuk uji histokimia menggunakan sampel tanaman segar dan diamati pada bagai helai daun, tangkai daun, dan batang tanaman.

Uji Alkaloid. Sampel disayat tipis, lalu direndam dalam pereaksi Wagner (Lampiran 1) selama 2 hari. Sayatan sampel diletakkan di atas gelas objek dan diamati di bawah mikroskop. Hasil positif ditunjukkan dengan warna merah kecoklatan. Sebagai kontrol negatif, sayatan direndam di dalam asam tartarat 5% dalam alkohol 95% selama 48 jam untuk melarutkan alkaloid, kemudian diletakkan pada gelas objek dan ditetesi pereaksi yang sama, lalu diamati di bawah mikroskop (Furr dan Mahlberg 1981).

Uji Fenol. Sampel disayat tipis, lalu direndam dengan larutan FeCl3 10%, diberi

natrium karbonat, setelah itu didiamkan selama 15 menit. Sampel diletakkan di atas gelas objek dan diamati di bawah mikroskop. Hasil positif ditunjukkan dengan warna hijau tua-kehitaman (Johansen 1940).

Uji Terpenoid. Sampel disayat tipis, lalu direndam dalam tembaga asetat 5% selama satu malam, kemudian diletakkan di atas gelas objek dan diamati di bawah mikroskop. Keberadaan terpenoid ditandai dengan warna kuning kecoklatan (Harborne 1987).

Uji Flavonoid. Sampel disayat tipis, lalu direndam dalam pewarna AlCl3 5%

dalam alkohol 85%. Sayatan sampel diamati di bawah mikroskop fluoresen dengan filter UV. Kandungan senyawa flavonoid ditandai dengan pendaran berwarna kuning, hijau, atau biru (Guerin et al. 1971).

Uji Keberadaan Senyawa Lipofil. Sampel disayat tipis, lalu direndam dalam larutan alkohol 70% selama 1 menit. Tahap selanjutnya, sampel diwarnai dengan larutan sudan IV, lalu dipanaskan dalam water bath 40°C selama 30 menit, diletakkan di atas gelas objek, lalu diamati di bawah mikroskop. Hasil positif ditunjukkan dengan warna jingga (Boix et al. 2011).

(18)

6

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sebaran Struktur Sekretori

Jenis Struktur Sekretori

Hasil pengamatan pada tumbuhan jawer kotok menunjukkan bahwa struktur sekretori ditemukan pada helai daun, tangkai daun, dan batang tumbuhan. Struktur sekretori yang dijumpai berupa trikoma kelenjar dan sel idioblas. Trikoma kelenjar yang dijumpai terdiri atas 2 tipe, yaitu trikoma kelenjar kapitat dan peltat yang tersebar di seluruh permukaan helai daun, tangkai daun, maupun batang tumbuhan. Kedua jenis trikoma ini dibedakan berdasarkan struktur dan sel sekretorinya (Ascensão et al. 1995).

Trikoma kelenjar umumnya dibentuk oleh sel basal, sel tangkai, dan sel kepala (Fahn 1979). Sel kepala pada trikoma kelenjar kapitat terdiri atas beberapa ukuran dan bentuk, diantaranya pendek, panjang, uniseluler, atau multiseluler. Namun, trikoma kelenjar kapitat yang terdiri atas sel basal, sel tangkai pendek yang memiliki 1-2 sel kepala adalah trikoma yang paling sering dijumpai pada tumbuhan Lamiaceae (Liu dan Liu 2012). Trikoma kelenjar peltat terdiri atas sel basal, 1 sel tangkai, dan sel kepala yang terdiri atas 4-18 sel (Ascensão dan Pais 1998). Trikoma jenis ini memiliki selubung sel kepala yang berkembang di atas sel kepala pada fase matangnya (Liu dan Liu 2012).

Gambar 2 Struktur sekretori pada tumbuhan jawer kotok. Trikoma kelenjar kapitat: tipe 1 (A), tipe 2 (B), dan tipe 3 (C); trikoma kelenjar peltat tipe 1 (D), tipe 2 (E), dan sel idioblas (F). Bar: 20 µm

C B

A

F D

(19)

7 Jenis trikoma kelenjar yang ditemukan pada permukaan adaksial maupun abaksial helai daun jawer kotok terdiri atas trikoma kelenjar kapitat tipe 1 dan 2 serta trikoma kelenjar peltat tipe 1 dan 2. Trikoma kelenjar yang ditemukan pada tangkai daun dan batang terdiri atas trikoma kapitat tipe 1, 2, dan 3 (Tabel 1). Trikoma kelenjar kapitat tipe 1, 2, dan 3 memiliki struktur sel yang berbeda (Gambar 2). Trikoma kelenjar kapitat tipe 1 tersusun atas sel basal, sel tangkai, dan 1 sel kepala, sedangkan trikoma kelenjar kapitat tipe 2 tersusun atas sel basal, sel tangkai, dan 2 sel kepala. Trikoma kelenjar kapitat tipe 3 tersusun atas sel basal, sel tangkai, dan 1 sel kepala berbentuk lonjong. Trikoma kelenjar peltat tipe 1 memiliki sel basal, sel tangkai, dan 4 sel kepala yang diselubungi oleh selubung sel kepala berwarna transparan. Trikoma kelenjar peltat tipe 2 memiliki sel basal, sel tangkai, dan 4 sel kepala yang diselubungi oleh selubung sel kepala berwarna cokelat tua.

Tabel 1 Keberadaan struktur sekretori pada tumbuhan jawer kotok Organ tumbuhan Trikoma kelenjar kapitat

Trikoma kelenjar

Keterangan: (+) Ada, (-) Tidak ada

Secara umum, trikoma kelenjar yang ditemukan pada helai daun, tangkai daun, maupun batang memiliki jenis yang sama. Lavandula pinnata L. (Lamiaceae) memiliki 4 jenis trikoma, terdiri atas trikoma kapitat dengan sel kepala tunggal, trikoma kapitat dengan 2 sel kepala, trikoma kapitat berkepala 1 sel dengan sel tangkai panjang, dan trikoma peltat dengan 8 sel kepala (Huang et al. 2008). Isodon rubescens dari Famili yang sama memiliki 2 jenis trikoma kelenjar yang terdiri atas trikoma kelenjar kapitat yang memiliki 2 sel kepala dan trikoma kelenjar peltat yang memiliki 4 sel kepala (Liu dan Liu 2012).

Sel idioblas adalah suatu sel yang berbeda ukuran, bentuk, maupun isi kandungannya dari sel lain di dalam satu jaringan. Struktur sekretori berupa sel idioblas umumnya berupa sel tunggal (Esau 1977). Sel idioblas berbentuk bulat ditemukan pada jaringan mesofil tumbuhan jawer kotok. Struktur tersebut tidak ditemukan pada jaringan tangkai daun maupun batang. Bosabalidis (2014) melaporkan pada tumbuhan Teucrium polium (Lamiaceae), juga ditemukan sel idioblas pada jaringan mesofilnya.

Kerapatan Struktur Sekretori

(20)

8

nilai kerapatan yang lebih rendah dari trikoma kelenjar kapitat tipe 1, tetapi masih lebih tinggi jika dibandingkan dengan trikoma kelenjar tipe lain pada helai daun, tangkai daun, maupun batang tumbuhan. Trikoma kelenjar kapitat tipe 3 pada batang memiliki nilai kerapatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan keberadaannya pada tangkai daun. Trikoma kelenjar peltat tipe 1 dan 2 yang dijumpai pada daun memiliki nilai kerapatan yang rendah jika dibandingkan dengan jenis trikoma kelenjar kapitat 1 dan 2 pada helai daun.

Penurunan nilai kerapatan dari titik pengamatan primordia hingga titik tua terjadi pada struktur sekretori berupa trikoma kelenjar kapitat tipe 1, 2, dan 3, serta trikoma peltat tipe 2. Trikoma kelenjar kapitat, baik tipe 1, 2, atau 3 mengalami penurunan nilai kerapatan yang tajam pada titik primordia menuju titik dewasa I. Penurunan nilai kerapatan pada trikoma kelenjar tipe tersebut dilanjutkan dengan penurunan yang tidak terlalu tajam pada titik pengamatan berikutnya. Trikoma kelenjar peltat tipe 2 mengalami penurunan kerapatan yang tidak terlalu tajam pada setiap fase pertumbuhannya. Berbeda dengan tipe trikoma yang lain, trikoma kelenjar peltat tipe 1 memiliki nilai kerapatan yang rendah pada titik primordia, lalu meningkat pada titik muda dan titik dewasa 1, namun kembali menurun pada titik dewasa 2 hingga tua. Hal ini menunjukkan bahwa trikoma jenis tersebut masih dapat mulai muncul pada titik muda. Penelitian yang dilakukan oleh Turner et al. (2000a) menunjukkan bahwa trikoma kelenjar peltat yang dijumpai pada Mentha X piperita memiliki pola pertumbuhan yang tidak seragam pada satu titik pengamatan, karena waktu inisiasi kemunculan yang berbeda antara trikoma yang satu dengan yang lain pada jenis yang sama.

Kerapatan trikoma kelenjar peltat tipe 1 dan 2 menunjukkan nilai 0,00/mm2 pada bagian abaksial daun pada titik tua. Hal ini yang menunjukkan bahwa kedua jenis trikoma tersebut sudah tidak ditemukan kembali pada titik tua. Hal ini disebabkan oleh kerusakan struktur saat memasuki titik tua yang diawali dengan degradasi selubung sel kepala. Penelitian tentang perkembangan trikoma kelenjar peltat pada Mentha arvensis L. (Lamiaceae) yang dilakukan oleh Sharma et al. (2003) menunjukkan, trikoma peltat akan mengalami kerusakan selubung sel kepala sekretori saat memasuki fase penuaan struktur sekretori seiring dengan penuaan organ tumbuhan. Pola degradasi selubung sel kepala ini tidak terjadi pada trikoma kapitat. Sel idioblas mulai ditemukan pada titik muda dan mengalami peningkatan kerapatan pada titik dewasa 1 Kerapatan sel idioblas kembali menurun setelah memasuki titik dewasa II. Hal ini ditunjukkan dengan nilai kerapatan pada titik dewasa 2 dan tua yang nilainya lebih kecil dari kerapatan pada titik dewasa 1. Struktur ini belum ditemui pada titik primordia.

(21)

9

Tabel 2 Kerapatan struktur sekretori pada tumbuhan jawer kotok

Organ SS

Kerapatan (mm-2)

Primordia Muda Dewasa I Dewasa II Tua

Ad Ab Ad Ab Ad Ab Ad Ab

Helai

daun

Tk. 1 42,17 ± 0,27 24,10 ± 0,26 30,12 ± 0,00 24,10 ± 0,26 18,07 ± 0,00 18,07 ± 0,00 12,05 ± 0,00 12,04 ± 0,51 12,05 ± 0,00

Tk. 2 30,12 ± 0,54 18,07 ± 0,26 18,07 ± 0,00 18,07 ± 0,00 12,05 ± 0,00 12,04 ± 0,26 12,05 ± 0,00 6,02 ± 0,00 6,02 ± 0,00

Tp. 1 12,05 ± 0,06 12,05 ± 0,26 18,07 ± 0,00 18,07 ± 0,00 12,05 ± 0,00 6,02 ± 0,26 6,02 ± 0,00 1,73 ± 0,00 0,00 ± 0,00

Tp. 2 12,05 ± 0,00 12,05 ± 0,26 6,02 ± 0,00 12,05 ± 0,26 6,02 ± 0,00 6,02 ± 0,00 6,02 ± 0,00 0,91 ± 0,21 0,00 ± 0,00

Tangkai

daun

Tk. 1 48,19 ± 0,00 44,18 ± 0,58 28,11 ± 0,58 20,08 ± 0,58 18,07 ± 1,00

Tk. 2 36,14 ± 0,00 30,12 ± 0,00 20,08 ± 0,58 12,05 ± 0,00 10,04 ± 0,58

Tk. 3 30,12 ± 0,00 22,09 ± 0,58 14,06 ± 0,58 4,02 ± 0,58 2,01 ± 0,58

Batang

Tk. 1 51, 20 ± 0,71 40,16 ± 1,53 18,07 ± 0,00 18,07 ± 0,00 8,03 ± 0,58

Tk. 2 39,16 ± 0,71 32,13 ± 0,58 14,06 ± 0,51 14,06 ± 0,58 6,02 ± 0,00

Tk. 3 36,14 ± 1,41 22,09 ± 0,58 10,04 ± 0,19 10,04 ± 0,58 2,01 ± 0,58

Helai

daun Idioblas 0,00 ± 0,00 0,062 ± 0,10 2,49 ± 1,15 1,87 ± 0,53 1,03 ± 0,06

(22)

10

Pertumbuhan dan Perkembangan Struktur Sekretori

Pertumbuhan Struktur Sekretori Pertumbuhan Trikoma Kelenjar pada Helai Daun

Perkembangan struktur sekretori terjadi seiring dengan proses pertumbuhan yang terjadi pada organ tumbuhan. Pertumbuhan struktur tersebut dapat ditunjukkan dengan pertambahan ukuran panjang dan lebar trikoma kelenjar pada setiap titik pengamatan. Pertumbuhan trikoma kelenjar pada helai daun (Gambar 3) menunjukkan kecenderungan yang berbeda pada pertambahan panjang dan lebarnya. Trikoma kelenjar kapitat tipe 1 dan 2 serta trikoma kelenjar peltat tipe 2 memiliki kemiripan pola pertumbuhan dari segi ukuran panjang dan lebarnya. Pertumbuhan trikoma kelenjar tipe tersebut mengalami peningkatan yang tajam dari titik primordia menuju titik muda dan berangsur melambat pada titik pengamatan berikutnya hingga titik tua. Trikoma peltat tipe 1 mengalami peningkatan pertambahan panjang dan lebar yang tajam pada titik primordia menuju titik muda. Pola pertumbuhan pada trikoma tipe ini kembali menurun pada titik dewasa 2 menuju titik tua.

0 daun tumbuhan jawer kotok. Panjang (A) dan lebar (B) trikoma

(23)

11 Pertumbuhan Trikoma Kelenjar pada Tangkai Daun

(24)

12

Pertumbuhan Trikoma Kelenjar pada Batang

Pertumbuhan trikoma kelenjar pada batang (Gambar 5) berupa trikoma kelenjar kapitat tipe 1 dan 2 memiliki kecenderungan yang sama, yaitu mengalami peningkatan ukuran yang tajam pada struktur panjang dan lebarnya pada titik dewasa II menuju titik tua. Trikoma kelenjar kapitat tipe 3 mengalami peningkatan ukuran panjang yang tajam pada titik dewasa II menuju titik tua, sedangkan peningkatan ukuran lebar yang tajam terdapat pada titik primordia menuju titik muda. Hal ini menunjukkan bahwa trikoma kelenjar kapitat tipe 3 masih dapat tumbuh optimal pada titik tua.

(25)

13 Pertumbuhan Sel Idioblas pada Jaringan Mesofil

Sel idioblas mengalami pertumbuhan berupa peningkatan ukuran diameter pada beberapa titik pengamatan. Sel idioblas baru ditemukan pada titik pengamatan muda dan ukurannya terus bertambah pada titik pengamatan dewasa 1 dan dewasa 2, lalu ukuran diameternya kembali menurun setelah memasuki titik tua (Gambar 6).

Fase pertumbuhan

Gambar 6 Grafik pertumbuhan sel idoblas pada helai daun tumbuhan jawer kotok

Pengamatan terhadap pertumbuhan struktur sekretori berupa trikoma kelenjar maupun sel idioblas menunjukkan bahwa seiring dengan perkembangan organ, maka ukuran struktur sekretori yang teramati semakin bertambah. Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan struktur sekretori masih terjadi hingga titik pengamatan tua. Turner et al. (2000b) menyatakan bahwa pertumbuhan struktur sekretori akan terus terjadi seiring dengan perkembangan struktur sekretori dalam perannya mengakumulasi metabolit sekunder pada tumbuhan.

Perkembangan Struktur Sekretori

Struktur trikoma kelenjar kapitat maupun peltat pada tumbuhan jawer kotok menunjukkan beberapa fase perkembangan pada masing-masing titik pengamatan, mulai dari primordia, muda, dewasa 1, dewasa 2, maupun tua. Titik primordia pada trikoma kelenjar kapitat maupun peltat menunjukkan fase pre-sekretori, yaitu fase awal perkembangan struktur trikoma kelenjar. Titik muda sampai dewasa 2 menunjukkan fase sekretori, karena pada fase ini trikoma kelenjar mengalami peningkatan ukuran dari segi panjang maupun lebarnya secara bertahap, diikuti dengan pematangan struktur untuk menghasilkan senyawa metabolit sekunder. Fase pos-sekretori ditemukan pada trikoma kelenjar peltat tipe 1 dan 2 yang telah mengalami degradasi pada selubung sel kepalanya. Fase ini tidak terjadi pada trikoma kelenjar kapitat. Hal ini menunjukkan bahwa perkembangan trikoma kelenjar kapitat masih dapat berlangsung pada titik tersebut. Pola perkembangan struktur sekretori berupa sel idioblas menunjukkan kecenderungan yang sama. Sel idioblas baru ditemukan pada titik muda, berbentuk bulat, dan mengalami peningkatan diameter hingga pada titik

(26)

14

pengamatan dewasa. Diameter struktur ini kembali menurun ketika memasuki titik tua. Fase inisiasi sel trikoma kelenjar dari jaringan meristem tidak ditemukan selama pengamatan struktur sekretori pada tumbuhan jawer kotok.

Secara umum, Turner et al. (2000b) menyatakan bahwa perkembangan struktur sekretori, dalam hal ini trikoma kelenjar, diawali dengan inisiasi sel trikoma kelenjar dari jaringan meristem. Proses ini berlanjut pada fase pre-sekretori, yaitu saat struktur sekretori mulai berkembang dan menjadi struktur trikoma kelenjar lengkap yang terdiri atas sel basal, sel tangkai, serta sel sekretori. Fase perkembangan kembali berlanjut pada fase sekretori, yaitu saat struktur trikoma kelenjar telah mampu mengakumulasi metabolit sekunder dengan optimal, ditandai dengan peningkatan ukuran secara bertahap. Fase selanjutnya dari perkembangan trikoma kelenjar yaitu fase pos-sekretori, pada trikoma peltat khususnya adalah penyusutan serta degradasi pada selubung sel kepala. Menurut Sharma et al. (2003), fase degradasi ini tidak terjadi pada trikoma kapitat. Hal ini dapat disebabkan oleh perbedaan struktur sel kepala pada trikoma kelenjar kapitat yang tidak memiliki selubung seperti yang terdapat pada trikoma peltat.

Analisis Histokimia

Struktur sekretori berupa trikoma kelenjar pada tumbuhan jawer kotok mengandung beberapa macam metabolit sekunder, yaitu alkaloid, fenol, flavonoid, dan terpenoid, sedangkan sel idioblas mengandung senyawa lipofil (Gambar 7). Kandungan senyawa metabolit sekunder setiap tipe trikoma kelenjar pada tumbuhan jawer kotok berbeda-beda. Perkembangan akumulasi senyawa metabolit sekunder organ helai daun, tangkai daun, dan batang pada tumbuhan jawer kotok disajikan pada Tabel 3, 4, dan 5.

. Trikoma kelenjar kapitat tipe 1 dan 2 pada helai daun menunjukkan hasil positif pada uji kandungan alkaloid, fenol, flavonoid, dan terpenoid, sedangkan trikoma kapitat tipe tersebut pada batang dan tangkai daun menunjukkan hasil positif pada uji fenol, flavonoid, dan terpenoid. Uji kandungan senyawa alkaloid pada trikoma tipe tersebut menunjukkan hasil negatif. Trikoma kelenjar kapitat tipe 3 dan trikoma kelenjar peltat tipe 1 menunjukkan hasil positif pada uji kandungan alkaloid, flavonoid, dan terpenoid. Uji kandungan fenol pada trikoma kelenjar tipe tersebut menunjukkan hasil negatif. Trikoma kelenjar peltat tipe 2 menunjukkan hasil negatif pada semua uji yang dilakukan. Sel idioblas yang ditemukan pada jaringan mesofil menunjukkan hasil positif pada uji senyawa lipofil. Senyawa lain yang umumnya dapat disekresikan oleh sel idioblas diantaranya senyawa lendir (Pakravan et al. 2007), protein (Ueda et al. 2006), tanin (Zobel 1985), dan lain-lain.

(27)

15 dewasa I. Diameter senyawa lipofil pada sel idioblas menurun dan mengalami penyusutan pada fase dewasa II dan tua. Hal ini juga dipengaruhi oleh kerapatan sel idioblas pada fase dewasa II yang telah berkurang.

Gambar 7 Hasil uji histokimia struktur sekretori tumbuhan jawer kotok. Trikoma kelenjar kapitat tipe 1 (A-F), trikoma kelenjar kapitat tipe 2 (G-L), trikoma kelenjar kapitat tipe 3 (M-R), trikoma peltat tipe 1 (S-X), trikoma peltat tipe 2 (A1-F1), dan sel idioblas (G1-H1). Kontrol air (A, G, M, S, A1, G1), alkaloid (B, H, N, T, B1), kontrol alkaloid (C, I, O, U, C1), fenol (D, J, P, V, D1), terpenoid (E, K, Q, W, E1), flavonoid (F, L, R, X, F1), dan senyawa lipofil (H1)

Analisis perkembangan akumulasi senyawa metabolit sekunder pada helai daun, tangkai daun, maupun batang tumbuhan jawer kotok menunjukkan

E D

C F

B A

G H I J K L

Q P

O R

N M

X W

V U

T S

A1 B1 C1 D1

G1 H1

(28)

16

kecenderungan yang relatif sama. Hasil pengamatan yang telah dilakukan mengindikasikan bahwa ada hubungan antara tingkat perkembangan organ tumbuhan dengan kandungan metabolit sekunder yang dikandungnya. Kandungan metabolit sekunder pada struktur sekretori akan meningkat dari titik primordia menuju titik dewasa, namun akan kembali menurun ketika memasuki pengamatan pada titik tua. Peningkatan akumulasi senyawa metabolit sekunder tertinggi diperoleh ketika organ tumbuhan masih muda hingga mengalami maturasi, tergantung pada jenis kandungan metabolit sekunder yang diuji.

Tabel 3 Tingkat akumulasi metabolit sekunder helai daun tumbuhan jawer kotok

Keterangan: Jar.: Jaringan, (-) Tidak ada; (+) sedang; (++) banyak; (+++) sangat banyak

Peningkatan akumulasi ini dipengaruhi oleh perkembangan struktur sekretori. Pengamatan terhadap akumulasi senyawa metabolit sekunder pada struktur sekretori yang dijumpai pada jawer kotok menunjukkan bahwa titik optimal untuk menampung dan menghasilkan struktur sekretori dijumpai pada titik dewasa. Menurut Sharma et al. (2003), perkembangan akumulasi metabolit sekunder struktur sekretori pada trikoma kelenjar Mentha arvensis L. terdiri atas tiga fase, yaitu fase sekretori, fase sekretori, dan pos-sekretori. Pada fase pre-sekretori terjadi pembentukan struktur pre-sekretori, namun belum diikuti dengan akumulasi kandungan metabolit sekunder. Memasuki fase sekretori, struktur sekretori mulai aktif menampung akumulasi senyawa metabolit secara optimal. Perkembangan organ tumbuhan yang terus-menerus mengakibatkan penuaan jaringan, sehingga struktur sekretori mulai mengalami masa akhir dari akumulasi senyawa metabolit sekunder. Proses ini terjadi pada fase pos-sekretori.

(29)

17 Tabel 4 Tingkat akumulasi metabolit sekunder tangkai daun tumbuhan jawer kotok

Tabel 5 Tingkat akumulasi metabolit sekunder batang tumbuhan jawer kotok

Proses akumulasi senyawa metabolit sekunder berhubungan dengan pertumbuhan dan perkembangan struktur sekretori. Venkatachalam et al. (1984) melalui penelitiannya pada Salvia officinalis (Lamiaceae) menyatakan bahwa kerapatan trikoma kelenjar semakin menurun seiring dengan peningkatan luas permukaan organ tumbuhan. Hal ini juga diikuti dengan kondisi sel sekretori yang semakin matang, sehingga akan menunjukkan kandungan akumulasi senyawa metabolit yang optimal pada fase dewasa pertumbuhannya. Werker (1993) yang meneliti perkembangan struktur sekretori pada Ocimum basilicum L. (Lamiaceae) menyatakan bahwa perbandingan perkembangan akumulasi metabolit jika dilihat

(30)

18

dari posisi percabangan maupun luas permukaan organ menunjukkan kondisi yang sama, yaitu presentase kandungan metabolit akan terus meningkat dari awal fase pertumbuhan hingga posisi daun dewasa, namun akumulasi pada organ dewasa akan lebih besar presentasenya jika dibandingkan dengan organ tua, karena fase tua adalah fase saat struktur sekretori sudah mulai terdegradasi.

SIMPULAN

Helai daun tumbuhan jawer kotok memiliki struktur sekretori berupa trikoma kelenjar kapitat dan peltat. Tangkai daun dan batang memiliki trikoma kelenjar kapitat. Sel idioblas ditemukan pada jaringan mesofil daun. Trikoma kapitat mengandung alkaloid, fenol, flavonoid, dan terpenoid, sedangkan trikoma peltat mengandung alkaloid, flavonoid, dan terpenoid. Pertumbuhan struktur sekretori masih terjadi hingga fase dewasa pertumbuhan organ, sedangkan perkembangan struktur sekretori yang teramati terdiri atas fase pre-sekretori, sekretori, dan pos-sekretori. Pertumbuhan dan perkembangan struktur sekretori diikuti dengan penurunan nilai kerapatan struktur sekretori yang terjadi pada setiap fase pertumbuhan. Akumulasi alkaloid, fenol, dan terpenoid, dan senyawa lipofil cenderung tertinggi pada fase pertumbuhan dewasa, sedangkan flavonoid terdapat pada fase muda.

DAFTAR PUSTAKA

Ascensão L, Marques N, Pais MS. 1995. Glandular trichomes on vegetative and reproductive organs of Leonotis leonurus (Lamiaceae). Ann. Bot. 75: 619-626. Ascensão L, Pais MS. 1998. The leaf capitate trichomes of Leonotis leonurus:

histochemistry, ultrastructure, and secretion. Ann. Bot. 81: 263-271.

Backer CA, Van Den Brink RCB. 1963. Flora of Java. Volume ke-2. Groningen (NL): NVP Noordhoff.

Boix YF, Victorio CP, Defaveri ACA, Arruda R do carno de aliveira, Sato A, Lage CLS. 2011. Glandular trichomes of Rosmarinus officinalis L.: anatomical and phytochemical analyses of leaf volatiles. Plant Biosystems.145 (4): 848-856.

Bosabalidis AM. 2014. Idioblastic mucilage cells in Teucrium polium leaf: anatomy and histochemistry. Modern Phytomorphology.5: 49–52.

Dickison WC. 2000. Integrative Plant Anatomy. Tokyo (JP): Academic Pr. Esau K. 1977. Anatomy of Seed Plants 2nd edition. New York (US): J Wiley.

Fahn A. 1979. Secretory tissues in plants. London (GB): Academic Pr.

(31)

19 Guerin HP, Delaveau PG, Paris RR. 1971. Localization histochimiques: procédés simples de localization de pigments flavoniques. Application á quelques phanerogrames. Bull. Soc. Bot. Fr. 118: 29-36.

Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan. Padmawinata K, Soediro I, Penerjemah; Niksolihin S, editor. Bandung (ID): Penerbit Institut Teknologi Bandung. Terjemahan dari: Phytochemical methods. Ed ke-2.

Harmanto N. 2007. Herbal untuk Keluarga: Jus Herbal Sehat dan Menyehatkan. Jakarta (ID): Elex Media Komputindo.

Heryana S. 1987. Pemeriksaan pendahuluan kandungan kimia daun iler (Coleus antropurpureus Benth.) [skripsi]. Bandung (ID): Universitas Padjadjaran. Huang SS, Kirchoff BK, Liao JP. 2008. The capitate and peltate glandular

trichomes of Lavandula pinnata L. (Lamiaceae): histochemistry, ultrastructure, and secretion. Journal of the Torrey Bot Soc. 135 (2): 155-167.

Johansen DA. 1940. Plant Microtechnique. New York (US): McGraw-Hill Pr. Kaliappan ND, Viswanathan PK. 2009. Pharmacognostical studies on the leaves

of Plectranthus amboinicus (Lour) Spreng. IJGP. 2 (3): 182-184.

Khatun S, Cakilcioglu U, Chatterjee NC. 2011. Phytochemical constituents vis-a-vis histochemical localization of forskolin in a medicinal plant Coleus forskohlii Briq. J. Med. Plant. Res. 5 (5): 711-718.

Lestari EG. 2006. Hubungan antara kerapatan stomata dengan ketahanan kekeringan pada somaklon Gajahmungkur, Towuti, dan IR64. 7 (1): 44-48. Liu M, Liu J. 2012. Structure and histochemistry of the glandular trichomes on the

leaves os Isodon rubescens (Lamiaceae).Afr. J. Biotechnol.11(17): 4069-4078.

Liu M, Liu Z, Zhou J. 2012. Morphology and histochemistry of the glandular trichomes of Isodon rubescens (Hemsley) H. Hara [Lamiaceae]: a promising medicinal plant of China. J. Med. Plants Res. 6 (8): 1455-1460.

Lorenzi H, Matos FJA. 2008. Plantas medicinalis no Brazil; nativas e exotias. Sao Paulo (BR): Instituto Plantarum.

Ogundare AO. 2007. Antimicrobial effect of Tithonia diversifolia and Jatropha gossypifolia leaf extracts. Sci. Res. 2 (2): 145-150.

Pakravan M, Abedinzadeh H, Safacepur J. 2007. Comparative studies on mucilage cells in different organs in some species of Malva, Althea, and Alcea. Pak. J. Biol. Sci. 10: 2603–2605.

PIER [Pacific Island and Ecosystems at Risk]. 2012. Plectranthus scutellarioides (L.) R. Br. Lamiaceae [Internet]. (diperbaharui 2012 Mar 26, diunduh 2016

Jan 11]). Tersedia pada:

http://www.hear.org/pier/species/plectranthus_scutellarioides.htm.

Rahmawati F. 2008. Isolasi dan karakterisasi senyawa antibakteri ekstrak daun jawer kotok (C. scutellarioides [L] Benth.)[tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Sass JE. 1951. Botanical Microtechnique. Iowa (US): Iowa State Coll Pr.

(32)

20

Soni H, Singhai AK. 2012. Recent updates of the genus Coleus: a review. Asian J Pharm Clin Res. 5 (1): 12-17.

Sukara E, 2000. Sumber daya alam hayati dan pencarian bahan baku obat (Bioprospecting). Prosiding Simposium Nasional II Tumbuhan Obat dan Aromatik. Puslitbang Biologi-LIPI, Bogor: 31-37.

Turner GW, Gershenzon J, Croteau RB. 2000a. Distribution of Peltate Glandular Trichomes on Developing Leaves of Peppermint. Plant Physiol. 124: 655-663.

Turner GW, Gershenzon J, Croteau RB. 2000b. Development of peltate glandular trichomes of Peppermint. Plant Physiol. 124: 665-679.

Ueda H, Nishiyama C, Shimada T, Koumoto Y, Hayashi Y, Kondo M, Takahashi T, Ohtomo I, Nishimura M, Hara-Nishimura I. 2006. AtVAM3 is required for normal specification of idioblasts, myrosin cells. Plant Cell Physiol. 47: 164–175.

Valkama E, Salminen JP, Koricheva J, Pihlaja K. 2004. Changes in leaf trichomes and epicuticular flavonoids during leaf development in three birch taxa. Annals of Botany. 94: 233-242.

Venkatachalam KV, Kjonaas R, Croteau R. 1984. Development and Essential Oil Content of Secretory Glands of Sage (Salvia officinalis). Plant. Physiol. 76: 148-150.

Werker E, Putievsky E, Ravid U, Dudai N, Katzir I. 1993. Glandular hairs and essential oil in developing leaves of Ocimum basilicum L. (Lamiaceae). Ann. Bot. 71: 43-50.

Winarto WP. 2007. Tumbuhan Obat Indonesia untuk Pengobatan Herba Jilid I. Bogor (ID): Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

(33)

21

(34)

22

Lampiran 1 Komposisi reagen Wagner

Reagen Komposisi Respon

Alkaloid 0.01 g iodin/mL + 0.01 g kristal kalium

iodida/mL Coklat kemerahan

Lampiran 2 Kriteria kategori akumulasi metabolit sekunder pada struktur sekretori Struktur

Sekretori Uji Histokimia

Kapitat

(-) (+) (++) (+++)

Peltat

(-) (+) (++) (+++)

(35)

23

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Bekasi pada tanggal 21 April 1993, putri dari Bapak Masum dan Ibu Siti Aminah. Penulis adalah anak kelima dari sembilan bersaudara. Penulis lulus dari SDI Al Falaah pada tahun 2005 dan lulus dari SMP Negeri 07 Kota Bekasi pada tahun 2008. Tahun 2011, penulis lulus dari SMAN 06 Kota Bekasi. Di tahun yang sama, penulis lolos seleksi jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima sebagai mahasiswa di Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Penulis merupakan penerima beasiswa Bidikmisi tahun 2011.

Selama perkuliahan, penulis aktif dalam organisasi Ikatan Keluarga Muslim TPB IPB sebagai Sekretaris Umum pada tahun 2011-2012. Penulis juga pernah mengikuti organisasi Serambi Ruhiyah Mahasiswa FMIPA sebagai Sekretaris Divisi Class Rohis Management pada periode 2012-2013 dan Sekretaris Umum pada periode 2013-2014. Kegiatan lain yang pernah diikuti penulis yaitu sebagai pemimpin redaksi di website yesiammuslim.com serta tentor penulisan dan media cetak pada kegiatan Ranger DPM KM IPB. Penulis telah menerbitkan buku novel perdana berjudul „Fajar Senja‟ pada masa studi. Penulis aktif sebagai pengajar mata pelajaran eksak SD dan Biologi SMA di Bimbingan Belajar “Bintang Pelajar”, serta pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Anatomi dan Morfologi Tumbuhan pada tahun 2015.

Gambar

Gambar 1  Lokasi titik pengamatan tumbuhan jawer kotok. P, pucuk apikal; M,
Gambar 2  Struktur sekretori pada tumbuhan jawer kotok. Trikoma
Tabel 2  Kerapatan struktur sekretori pada tumbuhan jawer kotok
Gambar 3  Pertumbuhan trikoma kapitat (Tk) dan peltat (Tp) pada helai
+7

Referensi

Dokumen terkait

Proses pertumbuhannya digantikan oleh aktivitas jaringan meristem primer pada titik tumbuh yang terletak di ujung akar maupun di ujung batang, yang memungkinkan pertumbuhan

Hasil pengamatan minggu 1, 2, 3, dan 4 jumlah daun tertinggi tanaman sawi dengan perlakuan pupuk kotoran kelinci yakni, pada dosis 17,5 gr rata-rata 6,5 helai

Pemberian dosis pupuk kandang kambing menunjukkan berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman, Jumlah daun, diameter batang dan luas helai daun pada semua

Pengaruh yang tidak nyata pada pengamatan tinggi tanaman, diameter batang, jumlah tangkai, luas daun disebab- kan oleh rendahnya unsur N yang dikan- dung oleh

Hubungan kadar klorofil dengan luas daun Lampeni menunjukkan bahwa bertambahnya luas daun seiring dengan meningkatnya kadar klorofilnya pada tingkat perkembangan

Sistem jaringan tumbuhan yang menyusun berbagai organ, seperti akar, batang, daun, dan bunga terdiri dari jaringan di bawah ini, kecuali ..b. Parenkim adalah jaringan yang

Pertumbuhan ini disebabkan oleh kegiatan titik tumbuh primer yang terdapat pada ujung akar dan ujung batang dimulai sejak tumbuhan masih berupa embrio.. Ciri-ciri jaringan meristem

Supaya rangka batang hanya menerima gaya aksial saja maka beban pada struktur rangka dianggap hanya melalui titik hubungnya saja / joint Schodek,1979.Perhitungan Pernulangan Abutmen