• Tidak ada hasil yang ditemukan

Total dan Diferensiasi Leukosit Sapi Pejantan Unggul dengan Body Condition Scoring (BCS) Tinggi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Total dan Diferensiasi Leukosit Sapi Pejantan Unggul dengan Body Condition Scoring (BCS) Tinggi"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

TOTAL DAN DIFERENSIASI LEUKOSIT SAPI PEJANTAN

UNGGUL DENGAN

BODY CONDITION SCORING

(BCS) TINGGI

INTAN PANDINI RESTU MUKTI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Total dan Diferensiasi Leukosit Sapi Pejantan Uggul dengan Body Condition Scoring (BCS) Tinggi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Desember 2014

Intan Pandini Restu Mukti

(4)

ABSTRAK

INTAN PANDINI RESTU MUKTI. Total dan Diferensiasi Leukosit Sapi Pejantan Unggul dengan Body Condition Scoring (BCS) Tinggi. Dibimbing oleh CHUSNUL CHOLIQ.

Sapi pejantan unggul merupakan penghasil sperma yang digunakan untuk inseminasi buatan. Data fisiologis seperti diferensiasi leukosit penting digunakan sebagai data pendukung untuk evaluasi rutin kesehatan pada sapi pejantan unggul. Tujuan penelitian ini untuk memperoleh gambaran leukosit total dan diferensiasinya pada sapi pejantan yang memiliki BCS tinggi. Sebanyak 30 sample darah dari 3 ras sapi (Simmental, Brahman, Friesian Holstein) dikoleksi dan dihitung dengan

microscope eye-piece camera. Sapi pejantan pada kelompok A (umur <5 tahun) memiliki jumlah leukosit lebih tinggi dibandingkan dengan pejantan kelompok B (umur >5 tahun). Jumlah rata-rata leukosit total, eosinofil, neutrofil, basofil, limfosit, dan monosit dari sapi pejantan kelompok A secara berturut-turut adalah 7764 sel/µL, 411 sel/µ L, 4150 sel/µL, 109 sel/µL, 2892 sel/µ L, dan 204 sel/µL. Sementara, jumlah rata-rata leukosit total, eosinofil, neutrofil, basofil, limfosit, dan monosit dari sapi pejantan kelompok B secara berturut-turut adalah 6832 sel/µ L, 437 sel/µ L, 3771 sel/µL, 71 sel/µ L, 2363 sel/µL, dan 192 sel/µ L. Morfologi leukosit di antara dua ras dan umur menunjukkan bentuk yang serupa. Kata kunci: sapi pejantan unggul, diferensiasi leukosit, BCS tinggi

ABSTRACT

INTAN PANDINI RESTU MUKTI. Total and Differentiation of Leukocytes on Bull with High-level Body Condition Scoring (BCS). Supervised by CHUSNUL CHOLIQ.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan

pada

Fakultas Kedokteran Hewan

TOTAL DAN DIFERENSIASI LEUKOSIT SAPI PEJANTAN

UNGGUL DENGAN

BODY CONDITION SCORING

(BCS) TINGGI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014

(6)
(7)

Judul Skripsi : Total dan Diferensiasi Leukosit Sapi Pejantan Unggul dengan Body Condition Scoring (BCS) Tinggi

Nama : Intan Pandini Restu Mukti NIM : B04100004

Disetujui oleh

Dr Drh Chusnul Choliq, MS MM Dosen Pembimbing

Diketahui oleh

Drh Agus Setiyono, MS PhD APVet Wakil Dekan FKH IPB

(8)

PRAKATA

Alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT atas berkat, rahmat, dan hidayahNya penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah yang berjudul Total dan Diferensiasi Leukosit Sapi Pejantan Unggul dengan Body Condition Scoring

(BCS) Tinggi. Skripsi ini merupakan prasyarat kelulusan jenjang sarjana di Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor

Dengan segala syukur dan berbahagia, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Dr Drh Chusnul Choliq, MS, MM selaku dosen pembimbing yang selalu mengarahkan penulis dengan penuh kesabaran sehingga tulisan ini dapat terselesaikan;

2. Balai Inseminasi Buatan Lembang Jawa Barat yang telah memberikan izin dan kesempatan kepada penulis untuk pengambilan data penelitian;

3. Keluarga tercinta, bapak Sri Edy Mulyo, ibu Amini, tante Suhermi, serta kakak-kakakku tersayang yang senantiasa memberikan rasa cinta dan kasih sayang serta dukungan secara moril dan materiil selama penulis melalui jenjang sarjana.

4. Drh Leni Maylina, MSi dan Drh Ida Zahidah Irfan, MSi yang selalu bersedia memberikan saran kepada penulis.

5. Dr Drh Anita Esfandiari, MSi selaku dosen penilai dalam seminar skripsi yang telah memberikan masukan sehingga karya ilmiah ini dapat tersusun. 6. Drh Risa Tiuria, MS, PhD dan Drh Wahono Esthi Prasetyaningtyas, MSi,

PAVet selaku dosen penguji ujian akhir sarjana kedokteran hewan yang memberikan saran dan arahan dalam menyelesaikan skripsi ini.

7. Dr Drh Elok Budi Retnani, MS selaku dosen pembimbing akademik yang selalu memberikan motivasi dan arahan selama penulis menjadi mahasiswa di FKH IPB.

8. Moh Zaenal Abidin Mursyid yang selalu membantu, memberikan semangat, dan doa kepada penulis.

9. Sahabat-sahabat terbaik Acromion FKH 47 Abel Jamaun, Dini Nurwahyuni, Shine Rani Diansari, St. Khadijah Hardiyanti, Amanda Talitha Prima Lia, Annisa Fithri Lubis, Kukuh Syirotol Ichsan, Novan Eko Kurniawan, Zella Nofitri, Rahmad Arsy, Tri Apriyadi Hidayat, dan teman-teman lain yang selalu memberikan semangat.

10.Drh Mira Fatmawati, MSi yang senantiasa memberikan motivasi dan masukan.

Bogor, Desember 2014

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL VIII

DAFTAR GAMBAR VIII

DAFTAR LAMPIRAN VIII

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 1

Tujuan Penelitian 1

Manfaat Penelitian 1

TINJAUAN PUSTAKA 2

Sapi Pejantan Unggul 2

Body Condition Scoring (BCS) 3

Leukosit 4

Diferensiasi Leukosit 5

METODE 7

Waktu dan Tempat Penelitian 7

Bahan dan Alat 7

Pelaksanaan Penelitian 7

Prosedur Analisis Data 9

HASIL DAN PEMBAHASAN 9

Total Leukosit 9

Total Eosinofil 10

Total Neutrofil 11

Total Basofil 13

Total Limfosit 14

Total Monosit 15

SIMPULAN DAN SARAN 17

Simpulan 17

Saran 17

DAFTAR PUSTAKA 17

(10)

DAFTAR TABEL

1 Total leukosit sapi pejantan unggul BCS tinggi 10 2 Total eosinofil sapi pejantan unggul BCS tinggi 10 3 Total neutrofil sapi pejantan unggul BCS tinggi 11 4 Rata-rata indeks stres sapi pejantan unggul BCS tinggi 12 5 Total basofil sapi pejantan unggul BCS tinggi 13 6 Jumlah limfosit sapi pejantan unggul BCS tinggi 15 7 Jumlah monosit sapi pejantan unggul BCS tinggi 16

DAFTAR GAMBAR

1 Titik orientasi penentuan BCS (mofisikasi Parish 2008) 3

2 Level BCS (modifikasi Parish 2008) 4

3 Morfologi eosinofil (Harvey 2001) 5

4 Morfologi basofil (Harvey 2001) 6

5 Morfologi neutrofil: A= neutrofil muda; B= neutrofil dewasa

(Harvey 2001) 6

6 Morfologi leukosit A= limfosit; B= monosit

(Harvey 2001) 7

7 Pengambilan sampel darah dari vena coxygea 8 8 Morfologi eosinofil pejantan BCS tinggi pada perbesaran

10x100

1 1 9 Morfologi neutrofil pejantan BCS tinggi pada perbesaran

10x100

1 3 1

0

Morfologi basofil pejantan BCS tinggi pada perbesaran 10x100

1 4 1

1

Morfologi limfosit pejantan BCS tinggi pada perbesaran 10x100

1 5 1

2

Morfologi monosit pejantan BCS tinggi pada perbesaran 10x100

(11)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Berbagai strategi dilakukan untuk mendukung program ketahanan pangan asal hewan melalui pengembangan sentra pembibitan dan penggemukan sapi. Peningkatan jumlah produksi dilakukan dengan cara meningkatkan performa sapi-sapi pejantan unggul yang ada di berbagai Balai Inseminasi Buatan (BIB) di Indonesia. Sapi pejantan di BIB dipacu produksinya secara maksimal sehingga diperlukan manajemen pemeliharaan khusus. Manajemen pemeliharaan mencakup pengawasan kesehatan sapi secara rutin baik pemeriksaan fisik atau pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan laboratorium rutin yang perlu dilakukan adalah pemeriksaan darah karena secara cepat dan nyata dapat memperlihatkan status fisiologis maupun patologis.

Gambaran darah dapat berupa gambaran sel darah merah (eritrosit) dan sel darah putih (leukosit). Gambaran eritrosit menunjukkan jumlah dan morfologi sel yang berhubungan dengan status anemia pada sapi dan status eritropoiesis sedangkan total dan diferensiasi leukositdapat menggambarkan status fisiologis bahkan patologis. Manifestasi respon leukosit dapat berupa penurunan atau peningkatan satu atau beberapa jenis sel leukosit. Informasi ini dapat memberikan petunjuk terhadap kehadiran suatu penyakit dan membantu dalam diagnosa penyakit yang diakibatkan oleh agen tertentu (Jain 1993). Secara uji lanjut bahkan gambaran leukosit dapat memberikan informasi perjalanan penyakit baik secara akut atau kronis. Dasar inilah yang menjadi landasan peneliti dalam melakukan penelitian ini.

Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah disebutkan, rumusan masalah yang mendasari penelitian ini adalah:

1. Apakah terdapat perbedaan total sel leukosit pada sapi pejantan BCS tinggi umur kurang dari 5 tahun dan umur lebih dari 5 tahun di BIB Lembang?

2. Apakah terdapat perbedaan diferensiasi sel leukosit pada sapi pejantan BCS tinggi umur kurang dari 5 tahun dan umur lebih dari 5 tahun di BIB Lembang?

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran total sel leukosit dan diferensiasi sel leukosit sapi-sapi pejantan yang memiliki BCS tinggi pada kelompok A (umur <5 tahun) dan kelompok B (umur >5 tahun).

Manfaat Penelitian

(12)

2

berbagai tingkatan umur di BIB Lembang sehingga dapat dijadikan dasar penentuan status kesehatan sapi pejantan unggul.

TINJAUAN PUSTAKA

Sapi Pejantan Unggul

Sapi pejantan unggul merupakan sapi yang memenuhi persyaratan teknis, reproduktif maupun kesehatan untuk dapat ditampung semennya dan diproses menjadi semen beku. Persyaratan teknis tersebut meliputi ras yang jelas, bebas dari segala cacat fisik, testis yang simetris, mempunyai sifat genetik unggul dan memberikan semen yang berkualitas, sedangkan persyaratan reproduksi meliputi libido yang tinggi, serving ability (kesanggupan mengawini), serving capability

(kemampuan mengawini), warna semen putih susu kekuningan, lingkar scrotum yang ideal, serta persentase motilitas sperma lebih dari 60 % dan persentase spermatozoa yang bergerak progresif lebih dari 2+. Sedangkan persyaratan kesehatan yang telah dipenuhi oleh pejantan unggul adalah bebas dari penyakit parasit, spongioform encephalopaty, surra, antrak, malignant catarrhal fever, babesiosis, blue tongue yang telah dilakukan pengujian secara laboratoris dan dinyatakan sehat oleh Balai Besar Veteriner (Direktorat Jenderal Peernakan dan Kesehatan Hewan 2006).

Friesian Holstein (FH)

Sapi FH berasal dari nenek moyang sapi liar Bos taurus, Typicus primigenius yang tidak berpunuk dan ditemukan di provinsi North Holland dan West Friesland, Belanda (Schmidt dan Vleck 1974). Sapi FH memiliki ciri-ciri berwarna belanghitam putih, pada dahi umumnya terdapat warna putih berbentuk persegi, warna rambut pada bagian bawah kaki dan ekor berwarna putih, tidak tahan panas, dan dapat menyesuaikan diri denganlingkungan (French 1996). Simmental

Sapi Simmental termasuk dalam bangsa Bos taurus yang berasal dari lembah Simme di Swiss. Sapi ini banyak tersebar di daerah Eropa Tengah dan Eropa Timur. Sapi Simmental memiliki wajah putih dengan tubuh gelap, memiliki tubuh yang besar dengan bobot jantan dewasa mencapai 1.043–1.179 kg sedangkan betina dewasa di kisaran 658–816 kg. Sapi ini tidak hanya berfungsi sebagai sapi dwiguna (penghasil daging dan susu) tetapi juga triguna karena dapat berfungsi sebagai sapi pekerja.

Brahman

(13)

3

Body Condition Scoring (BCS)

Body condition scoring (BCS) merupakan metode penilaian secara subyektif melalui teknik penglihatan untuk menduga cadangan lemak tubuh. Penilaian BCS diterima sebagai metode praktis dan murah dalam pendugaan lemak tubuh untuk kepentingan penelitian maupun komersial (Otto et al. 1991). BCS juga dijadikan sebagai alat untuk menjelaskan status nutrisi ternak melalui evaluasi cadangan lemak hasil metabolisme, pertumbuhan, laktasi, dan aktivitas harian (Wright dan Russel 1984). Edmonson et al (1989) menciptakan teknik pengukuran BCS dengan diagram skala 1–5. Nilai 1 mempunyai arti tubuh sapi sangat kurus, nilai 2 mempunyai arti kurus, nilai 3 mempunyai arti sedang, nilai 4 mempunyai arti gemuk, dan nilai 5 mempunyai arti sangat gemuk.

Penilaian kondisi tubuh dilakukan dengan pengamatan terhadap deposit lemak pada bagian tubuh ternak, yaitu pada bagian punggung dan seperempat bagian belakang, seperti pada bagian processus spinosus, processus spinosus ke

processus transversus, processus transversus, legok lapar, tuber coxae (hooks), antara tuber coxae dan tuber ischiadicus (pins), antara tuber coxae kanan dan kiri, serta pangkal ekor ke tuber ischiadicus (Edmonson et al. 1989). Bagian-bagian tubuh ternak untuk menduga menilai BCS terdapat pada Gambar 1. Secara detil penilaian BCS skala 1–5 dapat dilihat pada Gambar 2.

(14)

4

Gambar 2 Level BCS pada sapi (modifikasi Parish 2008)

Leukosit

Leukosit berasal dari bahasa Yunani yaitu leukos yang berarti putih dan

kytos yang berarti sel. Leukosit merupakan unit yang aktif dari sistem pertahanan tubuh yang sebagian dibentuk di sumsum tulang (granulosit dan monosit serta sedikit limfosit) dan sebagian lagi di jaringan limfe (limfosit dan sel-sel plasma) (Guyton 2008). Setelah dibentuk, sel-sel ini diangkut dalam darah menuju berbagai bagian tubuh untuk digunakan sebagai pertahanan tubuh melawan benda asing yang masuk ke dalam tubuh.

(15)

5

kehadiran suatu penyakit dan membantu dalam diagnosa penyakit yang diakibatkan oleh agen tertentu (Jain 1993).

Diferensiasi Leukosit

Pemeriksaan preparat ulas darah memberikan informasi lebih lanjut mengenai morfologi sel eritrosit, leukosit, dan trombosit (Mills 1998). Berdasarkan ada atau tidaknya granula dalam sitoplasma hasil pewarnaan, leukosit dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu granulosit dan agranulosit (Colville dan Bassert 2008). Leukosit granulosit bergranula khas dan jelas dalam sitoplasma sedangkan agranulosit tidak bergranul khas dalam sitoplasma (Junqueira dan Caneiro 2005).

Eosinofil

Jumlah eosinofil berkisar antara 3–9% dari total leukosit. Inti sel memilki 2 sampai 3 segmen. Eosinofil memiliki granul yang bersifat eosinofilik sehingga ciri ini masih menjadi karakter morfologi untuk membedakan eosinofil dengan jenis leukosit yang lain (Dellmann dan Eurell 1998). Fungsi utama eosinofil adalah detoksifikasi terhadap protein asing yang masuk ke dalam tubuh. Eosinofil sangat penting dalam respon terhadap penyakit parasitik dan alergi. Pelepasan isi granula ke patogen yang lebih besar membantu dekstruksi dan fagositosis berikutnya (Hoffbrand 2006). Eosinofilia pada hewan domestik merupakan peningkatan jumlah eosinofil dalam darah. Eosinofilia dapat terjadi karena infeksi parasit, reaksi alergi, dan kompleks antigen-antibodi setelah proses imun (Frandson 1992). Morfologi eosinofil dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Morfologi eosinofil (Harvey 2001)

Basofil

(16)

6

Gambar 4 Morfologi basofil (Harvey 2001)

Neutrofil

Neutrofil merupakan komponen terbanyak dari leukosit. Jumlah neutrofil bervariasi pada setiap spesies hewan. Jumlah neutrofil pada hewan dapat mencapai 40% hingga 70% (Dellmann dan Eurell 1998). Neutrofil merupakan leukosit darah perifer yang paling banyak. Sel ini memiliki masa hidup singkat, sekitar 10 jam dalam sirkulasi. Sekitar 50% neutrofil dalam darah perifer menempel pada dinding pembuluh darah. Neutrofil memasuki jaringan dengan cara bermigrasi sebagai respon terhadap kemotaktik (Hoffbrand 2006). Neutrofil memiliki fungsi dalam proses fagositosis infeksi agen patogen seperti bakteri atau zat asing (Latifynia et al. 2009). Setiap material asing yang difagosit akan didegradasi oleh granula neutrofil yang mengandung enzim lisosim dan mieloperoksidase (Lee et al. 2003). Neutrofil dikenal sebagai leukosit dengan aktivitas amoeboid dan fagositosis yang tinggi karena daya tarik dan aktivasi bahan kemotaksis. Apabila terjadi peradangan maka neutrofil mampu keluar dari pembuluh darah menuju tempat infeksi untuk memfagosit mikroorganisme (Hiremath et al. 2010). Morfologi neutrofil dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5 Morfologi neutrofil: A= neutrofil muda; B= neutrofil dewasa (Harvey 2001)

Limfosit

Limfosit pada mamalia memiliki jumlah sebesar 20–30% dari jumlah total leukosit. Limfosit dapat dibedakan dalam limfosit B dan limfosit T. Limfosit B berfungsi dalam kekebalan humoral yaitu akan berdiferensiasi menjadi sel plasma untuk membentuk antibodi sedangkan limfosit T berperan dalam kekebalan seluler yaitu akan membentuk limfokin (Guyton dan Hall 2008). Gambaran morfologi limfosit dapat dilihat pada Gambar 6.

(17)

7

Monosit

Monosit berjumlah sekitar 6% dari total leukosit dan memiliki peran yang unik dalam sistem pertahanan, memilik inti berbentuk menyerupai ginjal dan tidak bergranula (Hiremath et al. 2010). Monosit dapat mencapai tingkat dewasa pada saat monosit telah berubah menjadi makrofag. Monosit akan berubah menjadi makrofag apabila terjadi infeksi yang menyebabkan monosit bermigrasi keluar dari pembuluh darah dan masuk ke dalam jaringan. Gambaran morfologi monosit dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6 Morfologi leukosit A= limfosit; B= monosit (Harvey 2001)

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 19–23 Juli 2013 di Balai Inseminasi Buatan Lembang Bandung Jawa Barat, Laboratorium Klinik Andir Bandung, serta dilanjutkan di Laboratorium Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Hewan IPB pada tanggal 25–30 Juli 2013 dan 11–14 Juli 2014.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah darah yang berasal dari 30 ekor sapi pejantan unggul berumur antara 3 sampai 8 tahun yang terdiri atas tiga ras sapi, yaitu 10 ekor sapi Brahman, 10 ekor sapi Simmental, dan 10 ekor sapi FH. Bahan yang digunakan adalah alkohol 70%, etanol, pewarna giemsa, larutan turk, minyak emersi, dan xylol. Alat yang digunakan adalah disposible syringes, venoject tube, jarum ukuran 18G, tabung etilendiaminatetraasetat (EDTA), gelas obyek, cover glass, pipet tetes, counting chamber Neubauer, mikroskop binokuler Yazumi®,

counter, pulpen, papan jalan, buku tulis, ice box, dan kamera Canon IXUS 240 HS®.

Pelaksanaan Penelitian

Penentuan Sampel

Populasi target penelitian ini adalah sapi pejantan unggul dengan umur kurang dari 5 tahun sebagai kelompok A dan lebih dari 5 tahun sebagai kelompok B yang memiliki BCS 4–5 di Balai Inseminasi Buatan Lembang yang dinyatakan

(18)

8

sehat secara klinis dengan memperhatikan keadaan fisiologis hewan melalui pemeriksaan fisik yang meliputi pemeriksaan frekuensi napas, pulsus nadi, dan suhu tubuh. Penentuan kategori kelompok A (kurang dari 5 tahun) dan ketegori B (lebih dari 5 tahun) didasari oleh pernyataan Hafez (2000) bahwa, sapi pejantan unggul akan mengalami peningkatan jumlah sperma pada hingga umur 5 tahun dan akan mengalami stagnasi yang dilanjutkan dengan peningkatan kualitas sperma hingga umur 7 tahun.

Sapi pejantan yang digunakan adalah ras Simmental, Brahman, dan Friesian Holstein (FH) dengan jumlah individu per satu kelompok ras sejumlah 10 ekor. Penentuan BCS pada masing-masing sapi pejantan unggul dilakukan dengan cara melihat secara visual dan diperkuat dengan foto tubuh sapi. Pengambilan foto dilakukan pada bagian depan, bagian belakang, samping kiri dan kanan, serta bagian punggung dengan menggunakan kamera Canon IXUS 240 HS®.

Pengambilan Darah

Pengambilan darah didahului dengan mencari vena coxygea yang berada di pangkal ekor bagian bawah. Setelah vena coxygea ditemukan maka bagian yang akan ditusuk disucihamakan dengan alkohol 70%. Lalu darah diambil sebanyak ± 10 ml dengan venoject dan jarum no. 18G yang disambungkan ke tabung EDTA (Gambar 7).

Gambar 7 Pengambilan sampel darah dari vena coxygea

Penghitungan Jumlah Sel Darah Putih

Darah dihisap dengan pipet leukosit dan aspiratornya sampai batas garis 0.5 kemudian dilanjutkan dengan penambahan larutan pengencer Turk sampai batas garis 1.01. Campuran dalam pipet ini kemudian dihomogenkan dengan memutar pipet membentuk angka 8. Campuran di ujung pipet yang tidak ikut terhomogenkan dibuang terlebih dahulu. Campuran yang sudah homogen tersebut diteteskan kedalam kamar hitung dengan cara menempelkan ujung pipet pada pertemuan antara dasar kamar hitung yang ditutup dengan cover glass. Penghitungan butir-butir darah putih dilakukan pada kelima kotak yang terletak diagonal pada 4 bujur sangkar besar di sudut kamar hitung dan hasilnya x 50 butir/mm3 darah (Eggen et al. 2001).

Pembuatan Sediaan Apus Darah dan Diferensiasi Leukosit

Darah diteteskan pada ujung gelas obyek yang telah disediakan kemudian diulas dengan gelas obyeklain. Setelah kering dilanjutkan dengan fiksasi selama 5 menit dalam metanol. Setelah difiksasi, gelas objek direndam dalam zat warna

(19)

9

menghilangkan sisa zat warna yang tidak ikut mewarnai sediaan, sediaan apus darah kemudian dikeringkan.

Sediaan apus darah yang telah diberi pewarnaan kemudian diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran obyektif 100x dan okuler 10x untuk menghitung jumlah diferensiasi leukosit hingga jumlah total yang teramati mencapai jumlah 100. Setelah dilakukan persentase diferensiasi leukosit, nilai absolut dari masing-masing jenis leukosit ditentukan dengan cara mengalikan persentase tersebut dengan jumlah total leukosit (Eggen et al. 2001). Selama proses diferensiasi, butir darah dari kelompok A dan kelompok B difoto dengan menggunakan microscope eye piece camera Dino-Eye® yang terhubung secara langsung dengan Laptop Asus X45U®.

Prosedur Analisis Data

Data yang diperoleh dinyatakan dalam rataan dan simpangan baku masing-masing ras pada kelompok A dan Kelompok B. Data diolah menggunakan IBM SPSS 21® dan Microsoft Excel 2013®. Data dianalisis secara statistik menggunakan metode One-Way Analyse of variant (ANOVA), kemudian dilanjutkan dengan uji Duncan pada selang kepercayaan 95% apabila hasil menunjukkan berbeda nyata (nilai p<0.05).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Total Leukosit

Total leukosit sapi pejantan kelompok B adalah 6572–7080 sel/µL sedangkan pada sapi pejantan kelompok A tahun sebesar 7167–8180 sel/µL (Tabel 1). Jumlah tersebut masih dalam rentang normal yakni 4000–12000 sel/µL (Latimer et al. 2011). Kedua data tidak menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P >0.05). Perbedaan jumlah rata-rata leukosit dapat disebabkan oleh beberapa faktor yakni umur, jenis kelamin, status reproduksi, iklim, cara kekang, dan penyakit (Weiss dan Wardrop 2010).

(20)

10

Tabel 1 Total leukosit sapi pejantan unggul BCS tinggi

Ras

Simmental 8180±1759 x 7080±2424x

Brahman 7667±803x 6915±830x

Frisian Holstein 7167±1564x 6572±814x

Rata-rata 7764±1432 6832±1343

Nilai normal 4000–12000 sel/µLa

a

Sumber: Latimer et al. 2011

x

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan).

Total Eosinofil

Total eosinofil berkisar 287–652 sel/µL pada sapi pejantan kelompok A dan 251–591 sel/µL pada sapi pejantan kelompok B. Keduanya masih dalam rentang normal yaitu 0–2400 sel/µL (Latimer et al. 2011) dan menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata. Rata-rata total eosinofil pada sapi pejantan kelompok A lebih rendah dibandingkan dengan sapi pejantan kelompok B, yaitu 411 sel/µL pada umur muda dan 437 sel/µL pada umur tua. Data total eosinofil tertera pada Tabel 2.

Eosinofil mengekspresikan beberapa protein membran dan reseptor. Adanya berbagai reseptor tersebut membuat eosinofil mampu untuk mengenali dan mengikat partikel antigen (Terr 2001). Eosinofil yang teraktivasi dapat memfagosit berbagai partikel secara in vitro (termasuk bakteri, cendawan, mikoplasma, dan kompleks antigen-antibodi), tetapi fungsinya sebagai fagosit secara in vivo masih belum pasti (Terr 2001). Eosinofil dapat melepaskan DNA mitokondria, yang berfungsi sebagai perangkap ekstraseluler untuk bakteri. Fungsi granula protein eosinofil dalam pertahanan tubuh terhadap infeksi parasit dengan membentuk pori-pori membran luar yang mematikan bagi parasit (Rothenberg 2009).

Tabel 2 Total eosinofil sapi pejantan unggul BCS tinggi Ras

Frisian Holstein 652±184x 251±148x

Rata-rata 411±241 437±441

Nilai Normal 0–2400 sel/µLa

a

Sumber: Latimer et al. 2011

x

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan).

(21)

11

dikelilingi butir-butir asidofil yang cukup besar, dengan jangka waktu hidup dalam peredaran darah berkisar antara tiga sampai lima hari (Junqueira dan Caneiro 2005). Hasil pada penelitian ini diperoleh gambaran eosinofil sapi pejantan unggul kelompok A dan kelompok B berdasarkan ras yang berbentuk bulat dengan inti bergelambir dua dengan bentuk yang khas seperti kacamata dengan warna yang cenderung mengambil warna eosin (merah) dan tidak ada perbedaan morfologi antara kedua kategori tersebut. Morfologi eosinofil dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8 Morfologi eosinofil pejantan BCS tinggi pada perbesaran 10x100, bar= 5 µm. A= Brahman kelompok A; B= Brahman kelompok B; C= FH kelompok A; D= FH kelompok B; E= Simmental kelompok A; F= Simmental kelompok B

Total Neutrofil

Neutrofil merupakan jenis leukosit dengan jumlah terbanyak di dalam peredaran darah. Neutrofil berfungsi sebagai garis pertahanan pertama (first line of defence) terhadap adanya benda asing yang masuk ke jaringan tubuh (Junqueira dan Caneiro 2005).Data penelitian yang didapat nilai rata-rata total neutrofil pada sapi pejantan kelompok A melebihi ambang batas normal, yaitu 600–4100 sel/µL (Latimer et al. 2011) karena terjadi peningkatan nilai yang signifikan pada sapi pejantan kelompok A ras Simmental, yakni 4687 sel/µL (Tabel 3).

Tabel 3 Total neutrofil sapi pejantan unggul BCS tinggi Ras

Kelompok A (n= 19)

(sel/µL)

B (n= 11) (sel/µL)

Simmental 4687±926x 3784±2088x

Brahman 3456±369x 3469±723x

Frisian Holstein 3948±1251x 4063±1260x

Rata-rata 4150±992 3771±1320

Nilai normal 600–4100 sel/µLa

a

(22)

12

x

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan).

Data kemudian diuji lanjut menggunakan uji Duncan dan menghasilkan data yang tidak berbeda nyata (P <0.05). Peningkatan total neutrofil pada ras Simmental kelompok A dapat disebabkan oleh stres yang dialami sapi saat pengambilan darah. Hal ini dikarenakan sapi-sapi yang berada di BIB Lembang dikondisikan di lingkungan yang tenang dan setiap sapi dirawat oleh satu petugas kandang. Perhitungan tingkat stres sapi pejantan unggul dilakukan dengan melihat rasio neutrofil dan limfositnya dengan perhitungan (N/L). Menurut Kannan et al

(2000) hewan yang mengalami stres memiliki rasio N/L diatas 1.5. Data tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Rata-rata indeks stres sapi pejantan unggul BCS tinggi

Ras Kelompok

A (n= 19) Kelompok B (n= 11)

Simmental 1.83x 1.34x

Brahman 1.30x 0.94x

Frisian Holstein 2.03x 1.40x

Rata-rata 1.72 1.22

Nilai normal <1.5a

a

Sumber: Kannan et al 2000

x

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan).

Foster et al. (2008) menyatakan bahwa neutrofilia dapat terjadi karena faktor fisiologis, adanya infeksi bakteri, stress (dipengaruhi oleh kortikosteroid), dan infeksi akut. Saat stres tubuh merangsang hipotalamus untuk menyekresikan

corticotrophin releasing hormone (CRH). Pelepasan CRH merangsang hipofise anterior untuk menyekresikan adrenocorticotropic hormone (ACTH). Pelepasan ACTH kemudian merangsang korteks adrenal untuk mengeluarkan glukokortikoid berupa kortisol dan kortikosteron. Peningkatan glukokortikoid dapat menyebabkan destruksi kelenjar limfoid (timus) (Butcher dan Lord 2004). Perubahan ini mengakibatkan terjadinya peningkatan jumlah neutrofil di dalam sirkulasi darah (Kim et al. 2005).

(23)

13

Gambar 9 Morfologi neutrofil pejantan BCS tinggi pada perbesaran 10x100, bar= 5 µm. A= Brahman kelompok A; B= Brahman kelompok B; C= FH kelompok A; D= FH kelompok B; E= Simmental kelompok A; F= Simmental kelompok B

Total Basofil

Basofil memiliki peran penting dalam reaksi hipersensitivitas. Basofil akan memasuki jaringan yang mengalami peradangan. Basofil memiliki fungsi serupa dengan sel mast, yang memiliki kemampuan untuk memfagositosis agen penyebab hipersensitivitas (Weiss dan Wardrop 2010).

Total basofil sapi pejantan kelompok A adalah 96–125 sel/µL dengan rata-rata 109 sel/µL dan 62–82 sel/µL pada sapi pejantan kelompok B dengan rata-rata 71 sel/µL. Data tersebut masih berada dalam rentang normal yakni 0–200 sel/µL (Latimer et al. 2011). Dengan menggunakan uji lanjut Duncan, tidak ditemukan data yang berbeda nyata pada jumlah basofil yang terjadi pada sapi ras pejantan unggul di antara kedua kelompok, jumlah basofil dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Total basofil sapi pejantan unggul BCS tinggi

Ras

Frisian Holstein 115±32x 73±54x

Rata-rata 109±55 71±46

Nilai normal 0–200 sel/µLa

a

Sumber: Latimer et al. 2011

x

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan).

(24)

14

Voehringer 2009). Menurut Jones dan Allison (2007), basofil hanya berada pada peredaran darah tepi dalam jumlah yang sangat sedikit atau bahkan tidak ada. Hal in dikuatkan dengan pernyataan Rothwell et al. (1994) bahwa, penurunan basofil dalam peredaran darah (basopenia) sangat jarang dilaporkan karena jumlah basofil dalam sirkulasi pada ruminansia yang normal sangat rendah.

Basofil memiliki nukleus bersegmen, dan bentuk bervariasi tergantung spesies. Permukaan sel basofil pada sapi tertutupi oleh granula ungu gelap karena terhimpit oleh banyaknya jumlah granula (Thrall et al. 2004). Morfologi basofil dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10 Morfologi basofil pejantan BCS tinggi pada perbesaran 10x100, bar= 5 µm. A= Brahman kelompok A; B= Brahman kelompok B; C= FH kelompok A; D= FH kelompok B; E= Simmental kelompok A; F= Simmental kelompok B

Total Limfosit

Rataan yang didapatkan menunjukkan hasil pada pejantan muda memiliki total limfosit yang lebih tinggi daripada pejantan tua namun masih berada pada rataan normal. Ras Brahman muda menunjukkan hasil berbeda nyata namun juga masih berada rentang normal (Tabel 8). Peningkatan total limfosit dapat dikarenakan adanya infeksi virus, benda asing yang masuk kedalam tubuh ataupun adanya infeksi bakteri. Peningkatan jumlah limfosit dalam perifer disebut limositosis sementara penurunan jumlah limfosit dalam perifer disebut limfositopenia. Penyebab paling umum limfopenia pada ruminansia adalah kortikosteroid yang diinduksi oleh keadaan stres. Limfopenia juga dapat terjadi pada fase akut infeksi virus, mikoplasma, infeksi bakteri, dan septikemia (Weiss dan Wadrop 2010).

(25)

15

memiliki inti yang berbentuk bulat (Gambar 11). Gambaran limfosit pejantan unggul memiliki gambaran yang umum seperti limfosit pada ruminansia lainnya. Tabel 6 Total limfosit sapi pejantan unggul BCS tinggi

Ras

Brahman 2651±819 x 3689±628y

Frisian Holstein 1936±618 x 2215±74x

Rata-rata 2363±709 x 2892±881x

Nilai normal 2500–7500 sel/µLa

a

Sumber: Latimer et al. 2011

x

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan) dan yAngka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan)

Gambar 11 Morfologi limfosit pejantan BCS tinggi pada perbesaran 10x100, bar= 5 µm. A= Brahman kelompok A; B= Brahman kelompok B; C= FH kelompok A; D= FH kelompok B; E= Simmental kelompok A; F= Simmental kelompok B

Total Monosit

Tabel 7 menunjukan data penelitian total monosit. Data monosit berkisar 131–238 sel/µL untuk sapi pejantan muda dengan rata-rata 204 sel/µL dan 143– 250 sel/µL pada sapi pejantan tua dengan rata-rata 192 sel/ µL. Data tersebut masih berada dalam rentang normal yaitu 0–900 sel/µL (Latimer et al. 2011). Menggunakan uji lanjut Duncan, tidak ditemukan data yang berbeda nyata pada Total monosit yang terjadi pada sapi ras pejantan unggul umur tua dan muda.

(26)

16

demikian monositosis dapat juga terjadi pada kondisi peradangan. Monosit merupakan jenis leukosit berukuran terbesar, berdiameter 15–20 μm, dengan persentase berkisar antara 3–9% dari jumlah leukosit total. Sitoplasma monosit berwarna biru abu-abu pucat dan berinti lonjong seperti ginjal atau tapal kuda (Junqueira dan Caneiro 2005). Selain ciri khas yang disebutkan di atas, ciri lain yang menandakan monosit yaitu adanya vakuol pada sitoplasma (Thrall et al.

2004). Hasil yang diperoleh dari preparat ulas, sel monosit memiliki bentuk inti seperti ladam. Hasil yang diperoleh dari preparat ulas, sel monosit memiliki bentuk inti seperti ladam (Gambar 12).

Tabel 7 Total monosit sapi pejantan unggul BCS tinggi Ras

Kelompok A (n= 19)

(sel/µL)

B (n= 11) (sel/µL)

Simmental 238±252x 178±139 x

Brahman 131±76 x 143±125 x

Frisian Holstein 207±120 x 250±219 x

Rata-rata 204±202 x 192±167 x

Nilai normal 0–900 sel/µLa

a

Sumber: Latimer et al. 2011

x

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan)

(27)

17

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

1. Rata-rata total leukosit, eosinofil, neutrofil, basofil, limfosit, dan monosit pada sapi pejantan unggul pada kelompok A lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok B, namun masih dalam rentang normal.

2. Rata-rata indeks stres sapi pejantan unggul kelompok A melebihi angka normal indeks stres, sementara pada sapi pejantan unggul kelompok B masih berada pada rentang normal.

Saran

Saran yang dapat diberikan pada penelitian ini adalah pengamatan sebaiknya dilakukan pada tiga tingkatan BCS yang berbeda, yakni BCS rendah, BCS sedang, dan BCS tinggi sehingga dapat memberikan data yang lebih beragam.

DAFTAR PUSTAKA

Butcher SK, Lord JM. 2004. Stress responses and innate immunity: aging as a contributory factor. Blackwell Publishing Ltd. pp151-160Doi: 10.1111/j.1474–9728

[Ditjenakeswan] Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2006.

Petunjuk Teknis Pengawasan Mutu Semen Beku Sapi dan Kerbau. Jakarta (ID): Departemen Pertanian.

Edmonson AJ, Lean IJ, Weaver LD, Loid JW, Farver T, Webster G. 1989. A body condition scoring chart for holstein dairy cows. J Dairy Sci. 72: 68–70.

Eggen JW, Schrijver JG, Bins M. 2001. WBC content of platelet concentrates prepared by the buffy coat method using different processing procedures and storage solutions. J. Tranfusion. 41: 1378–1383.

Ennis M. 2010. Basophil models of homeopathy: a sceptical view. J. Homeopathy

99: 51–56.

Foster R, Smith M, Hooly N. 2008. Complete blood count. [Terhubung berkala]: http://www.peteducation.com. Diunduh pada :Jul 19 2014.

Frandson RD. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak Ed-4. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Pr:

Guyton AC, Hall JE. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed-11. Tengadi AK, penerjemah. Jakarta(ID): Penerbit Buku Kedokteran EGC. Terjemahan dari:

(28)

18

Harvey JW. 2001. Atlas of Veterinary Hematology: Blood and Bone Marrow of Domestic Animals. Philadelphia (USA): W.B. Saunders Company.

Hafez ESE. 2000. Semen Evaluation in Reproduction In Farm Animals. Ed ke-7. Maryland (USA): Lippincott Wiliams and Wilkins.

Hiremath PS, Bannigidad P, Geeta S. 2010. Automated identification and classification of white blood cells (leukocytes) in digital microscopic images.

Int. J. Comp. Appl. 2: 59–63.

Hoffbrand V. 2006. At a Glance Hematology. Jakarta (ID): EMS

Jain NC. 1993. Essential of Veterinary Hematology. Philadelphia (USA): Lea and Febiger.

Jones ML, Allison RW. 2007. Evaluation of the ruminant complete blood cell count. Vet. Clin. North Am. Food Anim. Pract. 23(3): 377–402

Junqueira LC, Caneiro J. 2005. Basic Histology Text & Atlas. Ed-11. Philadelphia (USA): The Mc Graw-Hill Companies Inc.

Kannan G, Terrill TH, Kouakou B, Gazal OS, Gelaye S,Amoah EA, Samake S. 2000. Transportation of goat: effects on physiological stress responses and live weight loss: J. Ani. Sci. 78: 1450–1457.

Kim CY, Han JS, Suzuki T, Han SS. 2005. Indirect indicator of transport stress in hematological values in newly acquired cynomolgus monkeys. J Med Primatol. 34:188–192

Knowles TG, Edwards JE, Bazeley KJ, Brown SN, Butterworth A, Warris PD. 2000. Changes in the blood biochemical and haematological profile of neonatal calves with age. J.Vet Rec. 147: 593–598.

Latifynia A, Vojgani M, Gharagozlou MJ, Sharifian R. 2009. Neutrophil function (innate immunity) during ramadan. J. Ayub Med Coll Abbottabad. 21(4): 111–115.

Latimer KS, Mahaffey EA, Prasse KW. 2011. Duncan and Prasse's Veterinary Laboratory Medicine: Clinical Pathology. Ed ke-4. West Sussex (GB): Wiley-Blackwell.

Lee WL, Harrison RE, Grinstein S. 2003. Phagocytosis by neutrophil. J. Microbes and Infection. 5: 1299–1306.

Mills J. 1998. Interpreting blood smears (or what blood smears are trying to tell you!). Aust Vet J. 76: 596–600.

Otto RL, Ferguson JD, Fox DG, Sniffen CJ. 1991. Relationship between body condition score and compotition of ninth to eleven rib tissue in Holstein dairy cows. J Dairy Sci. 74: 852–861.

Parish JA. 2008. Body Condition Scoring Beef Cattle. Mississippi (USA): Mississippi State University.

Rothenberg, ME. 2009. Biology and Treatment of Eosinophilic Esophagitis. J. Basic and Clin Gastroenterol. 137: 1238–1249.

Rothwell TL, Horsburgh BA, France MP, Windon RG. 1994. Basophil leucocytes in responses to parasitic infection and some other stimuli in sheep. Res Vet Sci 56: 319–324.

Schmidt GH, Vleck LDV. 1974. Principles of Dairy Science. Sanfrancisco (USA): Cornell Univ. W.H. Freeman and Co.

(29)

19

Terr AI. 2001. Inflamation. In : Parslow TG, Stites Daniel P, Terr Abba I, eds. Lange Medical Immunology. Ed-10. New York (USA): Lange Medical Books/Mc Graw-Hill.

Thrall MA, Baker DC, Lassen ED. 2004. Veterinary Hematology and Clinical Chemistry. Philadelphia (USA): Lippincot Williams & Wilkins.

Weiss DJ, Wardrop KJ. 2010. Schalm’s Veterinary Hematology. Ed-6. USA: Blackwell Publishing Ltd.

(30)
(31)

21

RIWAYAT HIDUP

Penulis dengan nama Intan Pandini Restu Mukti ini lahir di Sukoharjo, 11 Oktober 1992. Penulis menempuh pendidikan di SMA Negeri 66 Jakarta dilanjutkan di Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI pada tahun 2010.

Penulis aktif mengikuti organisasi kemahasiswaan di dalam kampus di antaranya menjabat sebagai ketua divisi eksternal himpunan minat dan profesi Ruminansia FKH-IPB (2012-2013), Pengurus PC IMAKHI Bogor (2013-2014), anggota komunitas STERIL FKH IPB (2012), dan anggota KOPMA IPB (2010). Penulis juga aktif dalam berbagai kegiatan yang bersifat event organizer, antara

lain dalam seminar nasional himpro Ruminansa “Milk Day: Smart and Healthy with Milk” sebagai ketua divisi sponsorship, studium generale himpro ruminansia ”Peluang dan Tantangan Swasembada Daging 2014 serta Peran

Mahasiswa dalam Perwujudannya” sebagai bendahara, Posisi ketua divisi PDD juga pernah dijabat penulis dalam acara Veterinery Unity in Harmony–Jazz The

Gambar

Gambar 1  Titik orientasi penentuan BCS (modifisikasi Parish 2008)
Gambar 2  Level BCS pada sapi (modifikasi Parish 2008)
Gambar 4  Morfologi basofil (Harvey 2001)
Gambar 7  Pengambilan sampel darah dari vena coxygea
+7

Referensi

Dokumen terkait

bukanlah halangan kepada murid untuk menguasai literasi namun perlu ada kesinambungan dengan pelaksanaan pendekatan dan kaedah pengajaran dan pembelajaran yang khusus dalam

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses pelaksanaan perlindungan hukum klub PSIS Semarang kepada pemain sepak bola yang didasarkan atas perjanjian kontrak pemain.. Dan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian fraksi n-heksan dan PE terhadap penurunan kadar glukosa darah tikus jantan yang diinduksi aloksan

Sudah terdapat beberapa penelitian yang meniliti tentang faktor-faktor yang mempengaruhi audit judgment seperti Wijayatri (2010) yang menunjukkan bahwa kompleksitas

Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, Kementerian Agama R.I, menyatakan bahwa lembaga di bawah ini telah melakukan updating data Pendidikan Islam (EMIS) Periode Semester GENAP

Dari uraian diatas, seperti yang telah kita pelajari tentang agama Katolik mulai dari aspek histories atau sejarah agama Katolik itu sendiri, lalu aspek teologis serta dari

Dari hasil wawancara mendalam dengan informan, informan S dan F kurang paham bagaimana cara memilih bahan makanan yang baik dalam hal ini yang dilihat adalah makanan