1
SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PENENTUAN KUALITAS SEMEN BEKU SAPI PEJANTAN UNGGUL PASCA THAWING DENGAN MENGGUNAKAN
METODE AHP – TOPSIS
Anggita Rezky R 1), Januar Anas Fauzi S 2), Fendy Yulianto 3), Bramana Aditya S.P 4) Anggia Dewantara P 5)
Program Studi Teknik Informatika
Program Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer, Universitas Brawijaya Jl. Veteran No 8, Malang 65145, Indonesia
e-mail: [email protected] 1), [email protected] 2),
[email protected] 3), [email protected] 4), [email protected] 5)
Abstrak
Pemanfaatan sapi sebagai hewan konsumsi, diambil susunya dan dipotong untuk diambil dagingnya secara terus menerus akan terjadi penurunan populasi jika hanya mengandalkan kawin alam. Sehingga diperlukan teknologi Inseminasi Buatan yaitu proses memasukkan semen kedalam saluran reproduksi indukan betina dengan menggunakan alat-alat buatan manusia yang dilakukan oleh inseminator untuk perbaikan genetik dan peningkatan mutu pada sapi turunannya. Inseminasi buatan menggunakan media semen dari pejantan unggul yang telah dibekukan dan di thawing atau diencerkan terlebih dahulu sebelum digunakan. Pengambilan keputusan kualitas semen beku pascathawing dilakukan berdasarkan beberapa kriteria menggunakan mulicriteria decision making (MCDM). Dengan menggunakan metode AHP dapat memberikan keputusan terbaik serta alasan yang jelas. Dan menggabungan metode Topsis yang memiliki sifat mudah untuk digunakan, rasional dan mudah di mengerti, proses komputasinya straight forward. Berdasarkan hasil pengujian metode gabungan AHP-TOPSIS dari 15 data percobaan didapatkan akurasi sebesear 80% dibandingkan dengan data aktual kualitas semen beku yang sebenarnya.
Kata kunci: Sistem Pendukung Keputusan, semen beku sapi, mulicriteria decision making (MCDM), AHP- TOPSIS.
1.
PENDAHULUAN 1.1 Latar BelakangIndonesia adalah salah satu negara dengan kekayaan dan keanekaragaman flora dan fauna terbesar di dunia. Berbagai macam manfaat dari flora dan fauna telah digunakan oleh masyarakat indonesia sejak dahulu. Sapi misalnya, sejak dahulu sapi telah dijadikan sebagai hewan konsumsi, baik diambil susunya maupun dipotong untuk diambil dagingnya. Namun kebanyakan sapi yang berasal dari Indonesia atau biasa disebut sapi lokal, memiliki ukuran tubuh yang relatif kecil. Selain itu, apabila lama kelamaan sapi tersebut terus menerus dipotong untuk dikonsumsi, akan terjadi penurunan populasi karena hanya mengandalkan kawin alam.
Seiring berjalannya waktu, perkembangan teknologi semakin pesat tak terkecuali di dunia peternakan. Pada tahun 1970an, di Indonesia mulai diaplikasikan teknologi Inseminasi Buatan.
Inseminasi Buatan adalah proses memasukkan semen kedalam saluran reproduksi indukan betina dengan menggunakan alat-alat buatan manusia yang dilakukan oleh inseminator [1:2]. Salah satu syarat terjadinya fertilisasi pada makhluk hidup adalah adanya spermatozoa. Dengan Inseminasi buatan, setetes semen dapat meningkatkan produksi ternak
khususnya sapi. Hal ini dapat terjadi karena kemampuan spermatozoa untuk membuahi tidak tegantung pada seberapa banyak cairan yang dikeluarkan pejantan.
Dalam perkawinan alam, seekor ternak pejantan hanya dapat mengawini beberapa puluh ekor betina, namun dengan Inseminasi Buatan seekor pejantan dapat mengawini ribuan ekor ternak yang berada pada lokasi yang berbeda[2:13].
Inseminasi buatan ini menggunakan media semen dari pejantan unggul yang telah dibekukan. Semen beku yang akan digunakan diambil dari kontainer yang berisi N2 cair yang bersuhu -196oC [SNI 4869.1:2008]. Untuk dapat digunakan menginseminasi, semen beku harus di thawing atau diencerkan terlebih dahulu. Thawing mempunyai pengaruh besar pada spermatozoa khususnya dalam semen. Pengambilan keputusan kualitas semen beku pascathawing dilakukan berdasarkan beberapa kriteria.
Pengambilan keputusan untuk mengetahui kualitas semen beku pasca thawing dapat dilakuan dengan mulicriteria decision making (MCDM).
Beberapa metode MCDM yang dapat digunakan dalam menentukan kualitas semen beku sapi pejantan unggul pasca thawingdiantaranya adalah Analytic Hierarchy Process-The Technique for
2 Order of Preference by Similarity to Ideal Solution (AHP-TOPSIS).
AHP dipilih karena tidak hanya membantu para analis untuk sampai pada keputusan terbaik, tetapi juga menyediakan alasan yang jelas untuk pemilihan yang dibuat[3:1].Topsis dipilih karena simpel untuk digunakan, rasional dan mudah di mengerti, proses komputasinya straight forward [4:1-2].
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dirumuskan permasalahan yang akan diselesaikan adalah
1. Bagaimana merancang dan membangun suatu Sistem Pendukung Keputusan dalam penentuan kualitas semen beku sapi pejantan unggul pasca Thawing.
2. Bagaimana penerapan metode AHP-TOPSIS dalam penentuan kualitas semen beku sapi pejantan unggul pasca Thawing.
3. Bagaimana tingkat akurasi metode AHP- TOPSIS dalam penentuan kualitas semen beku sapi pejantan unggul pasca Thawing.
4. Bagaimana pengujian dari Sistem Pendukung Keputusan penentuan kualitas semen beku sapi pejantan unggul pasca Thawing dengan menggunakan metode AHP-TOPSIS.
1.3 Batasan Masalah
Untuk memfokuskan penelitian yang akan dilakukan, permasalahan yang ada dibatasi sebagai : 1. Pengambilan data kriteria semen beku pasca
thawing diambil dari Balai Besar Inseminasi Buatan (BBIB) Singosari yang terdapat di daerah Singosari Malang.
2. Suhu saat thawing sebesar 37oC.
3. Parameter-parameter yang digunakan dalam penelitian ini dibatasi Motilitas Spermatozoa, Gerakan Individu Spermatozoa, Abnormalitas, Presentase Hidup Spermatozoa.
4. Pengujian pada sistem ini menggunakan pengujian akurasi dan pengujian fungsional sistem dengan validasi.
1.4 Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah merancang sistem pendukung keputusan untuk penentuan penentuan kualitas semen beku sapi pejantan unggul pasca Thawing dengan menerapkan gabungan metode AHP dan TOPSIS sebagai metode sistem pendukung keputusan serta mengukur tingkat akurasi implementasi metode tersebut.
1.5 Manfaat
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :
1. Menambah pengetahuan penulis dalam menerapkan metode gabungan AHP dan TOPSIS pada “ Sistem Pendukung Keputusan
Penentuan Kualitas Semen Beku Sapi Pejantan UnggulPasca Thawing dengan Menggunakan Metode AHP dan TOPSIS “.
2. Sebagai salah satu alternatif untuk penentuan kualitas semen beku sapi pejantan unggul pascaThawing berbasis teknologi informasi.
2.
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian PustakaDalam penelitian ini menggunakan gabungan dari metode AHP-TOPSIS. Berikut merupakan ringkasan kajian pustaka dari beberapa penelitian sebelumnya. Penelitian yang pertama dilakukan oleh Baskworo Yoga Indra Exshadengan pada tahun 2011 Objek yang dipilih adalah lima alternatif kandang ayam broiler menggunakan metode AHP- TOPSIS. Penelitian tersebut menentukan layak atau tidak nya kandang ayam broiler untuk digunakan sebagai kandang ayam broiler dengan menggunakan 6 kriteria. Nilai akurasi yang dihasilkan menggunakan metode AHP-TOPSIS mencapai 62.5% [17:8]. Penelitian yang kedua adalah dari Oksi Iranosa pada tahun 2014 dengan menggunakan Metode AHP-TOPSIS. Oksi dalam penelitiannya, memasukkan 4 kriteria yaitu Harga, Rasa, Penyediaan bahan dan Zat berkhasiat. Hasil dari pengujian akurasi dari 4 kriteria dalam Sistem Pendukung Keputusan dengan menggunakan metode AHP-TOPSIS memiliki kesesuaian dengan hasil rekomendasi dari UPT Materia Medica yang menggunakan 2 kriteria yaitu Indikasi Demam sebesar 80 %, Diare sebesar 60 % dan Batuk sebesar 80 % [18:11].
2.2 Sistem Pendukung Keputusan
Hal paling penting dalam sebuah permasalahan adalah fase pengambilan keputusan, terutama pada sebuah oraganisasi. Pengambilan keputusan pada suatu organisasi adalah masalah paling penting karena kemajuan organisasi atau kemunduruan organisasi tergantung pada keputusan yang dibuat.
SPK dibangun dan dirancang untuk menyelesaikan permasalahan dan meningkatkan efektivitas serta produktivitas dalam menyelesaikan masalah dengan bantuan komputasi [14:19].Dalam mengambil keputusan terdapat beberapa tahap yang dilakukan SPK mulai dari identifikasi masalah, memilih data yang relevan dengan permasalahan, menentukan pendekatan yang digunakan dalam proses pengambilan keputusan, sampai mengevaluasi pemilihan alternatif [15:2][19:2].Hal yang perlu dipahami adalah bahwa SPK hanya sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan keputusan akhir[14:19].
2.2.1 Komponen Sistem Pendukung Keputusan Terdapat beberapa komponen yang ada di dalam sistem pendukung keputusan antara lain sebagai berikut :
3 a. A language system merupakan mekanisme
untuk menyediakan komunikasi antara pengguna dan komponen lain dari DSS.
b. A knowledge system merupakan sebuah repositori pengetahuan masalah yang terkandung dalam DSS baik sebagai data atau prosedur.
c. A problem processing system merupakan hubungan antara dua komponen yang mengandung satu atau lebih dari kemampuan manipulasi masalah umum yang diperlukan untuk pengambilan keputusan[25:1].
2.2.2 Tahapan Pengambilan Keputusan
a. Penelusuran (intelligence) merupakan tahapan yang membahas tentang pendefisinisan masalah dan identifikasi informasi yang berkaitan dengan masalah yang di hadapi serta keputusan yang akan diambil.
b. Perancangan (design) merupakan tahapan yang membahas tentang analIsa untuk mencari dan merumuskan alternatif dari penyelesaian masalah yang ada.
c. Pemilihan (choice) merupakan tahapan yang digunakan untuk memilih solusi terbaik yang sesuai dengan permasalahan.
d. Implementasi (implementation) merupakan tahapan yang membahas tentang pengerjaan suatu keputusan yang telah di peroleh [26:3].
2.3 Multi Criteria Decision Making (MCDM) Mutiple Criteria Decision Making (MCDM) merupakan suatu metode pengambilan keputusan untuk menetapkan alternatif terbaik dari sejumlah alternatif berdasarkan beberapa kriteria tertentu, kriteria biasanya berupa ukuran-ukuran, aturan- aturan atau standar yang digunakan dalam pengambilan keputusan.MCDM dibagi menjadi 2 model yaitu Multi Attribute Decision Making (MADM) dan Multi Objective Decision Making (MODM). Seringkali MCDM dan MADM digunakan untuk menerangkan kelas atau kategori yang sama. MADM digunakan untuk menyelesaikan masalah-masalah dalam ruang diskret. Oleh karena itu, pada MADM biasanya digunakan untuk melakukan penilaian atau seleksi terhadap beberapa alternatif dalam jumlah yang terbatas. Sedangkan MODM digunakan untuk menyelesaikan masalah- masalah pada ruang kontinyu [24:3].
2.4 Semen Sapi
Semen sapi adalah cairan ejakulat dari kelamin pejantan yang diejakulasikan ke dalam saluran kelamin betina saat kopulasi. Semen terdiri dari : a. Spermatozoa yaitu sel-sel kelamin jantanyang
kompak dan sangat khas serta tidak tumbuh dan
membelah diri yang dihasilkan oleh testes [6:13].
b. Campuran sekresi yang diproduksi oleh epididimis, kelenjar vesikularis dan kelenjar prostat yang disebut Plasma semen. Plasma semen digunakan spermatozoa untuk tetap dapat bergerak. Plasma semen juga berfungsi sebagai medium yang membawa spermatozoa kedalam saluran reproduksi hewan betina setelah diejakulasikan dari saluran hewan jantan [7:6].
2.4.1 Semen Beku Sapi
Semen beku adalah semen yang berisi 25 juta sel spermatozoa dalam satu straw 0,25cc. Sebelum dimaskukkan kedalam straw, semen diencerkan menurut prosedur dengan tujuan untuk menyediakan makanan bagi spermatozoa dan meningkatkan volume dengan menurunkan konsentrasi semen.
Semen dibekukan pada suhu yang jauh dari titik beku 0oC, tergantung pada zat yang dipakai membekukan semen tersebut. N2 cair merupakan zat paling populer yang digunakan untuk membekukan semen karena dapat membekukan pada suhu yang paling rendah sekitar-196°C dalam kontainer kriogenik [SNI 4869.1:2008].
2.5 Thawing
Thawing adalah proses pengenceran semen beku sebelum di gunakan untuk inseminasi buatan pada indukan sapi. Semen beku yang berada pada kontainer yang berisi N2 cair bersuhu -196oC, dikeluarkan kemudian dicairkan kembali supaya dapat di inseminasikan ke dalam saluran reproduksi indukan sapi. Semen beku yang sudah di thawing merupakan barang yang sangat rapuh dan tidak dapat tahan lama seperti semen cair. Semen beku yang sudah di thawing juga tidak dapat d ibekukan kembali. Pencairan semen beku dapat dilakukan dengan banyak cara. Namun dari banyak cara yang dapat dipakai tersebut harus tetap berpegangan pada prinsip bahwa peningkatan suhu semen harus naik secara konstan sampai waktu dilakukannya Inseminasi Buatan. Perubahan suhu yang capat pada saat thawing juga dapat mengurangi tekanan spermatozoa dan membantunya melewati masa tidak stabil dengan cepat, sehingga spermatozoa yang hidup lebih banyak. Keadaan spermatozoa, khususnya keutuhan spermatozoa dalam semen dipengaruhi oleh suhu dan lama thawing.
2.6 Evaluasi Semen Beku
Evaluasi semen beku dilakukan untuk mengetahui apakah kualitas dari semen beku yang telah di thawing, baik atau tidak.
2.6.1 Motilitas Spermatozoa
Motilitas merupakan kecenderungan pola dan gerakan bersama sama spermatozoa dalam suatu kelompok. Gerakan yang dilakukan spermatozoa tersebut ke satu arah dan menyerupai gelombang-
4 gelombang yang tebal maupun tipis, bergerak cepat atau lambat tergantung dari konsentrasi spermatozoa yang hidup didalamnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi motilitas spermatozoa adalah umur sperma, maturasi (pematangan) sperma, penyimpanan energi Adenosin Triphosfat(ATP), agen aktif, biofisik dan fisiologik, cairan suspensi dan adanya rangsangan hambatan. Motilitas massa dapat ditentukan sebagai berikut [6:23] :
1. Sangat baik (+++), terlihat gelombang- gelombang besar, banyak, gelap, tebal dan aktif bagaikan gumpalan awan hitam saat akan turun hujan yang bergerak cepat berpindah-pindah tempat.
2. Baik (++), bila terlihat gelombang-gelombang kecil, tipis, jarang, kurang jelas dan bergerak lamban.
3. Cukup (+), jika terlihat gelombang melainkan hanya gerakan-gerakan individual aktif progresif.
4. Buruk (N, necrospermia atau 0), bila hanya sedikit atau tidak ada gerakan-gerakan individual.
5. Sangat Buruk, bila tidak ada gerakan sama sekali, baik individual maupun kelompok.
Menurut Badan Standardisasi Nasional, motilitas massa spermatozoa untuk semen beku setelah di thawing minimal 40 %.
2.6.2 Gerakan Individu Spermatozoa
Gerakan individual spermatozoa adalah pergerakan progresif atau gerakan maju ke depan dari masing-masing individual spermatozoa.
Gerakan melingkar dan gerakan mundur merupakan tanda bahwa spermatozoa mengalami cold shock.
Semen yang sudah tua ditandai dengan gerakannya yang berayun dan berputar pada tempatnya.
Sedangkan spermatozoa yang tidak bergerak, maka sudah dianggap mati. Penilaian gerakan individual spermatozoa mempunyai nilai 1 sampai 5, sebagai berikut [6:24] :
1. 10% : pergerakan berputar di tempat;
2. 20% - 40% : gerakan berayun melingkar, kurang dari 50% spermatozoa bergerak progresif dan tidak ada gelombang;
3. 50% - 80% : antara 50 sampai 80%
spermatozoa bergerak progresif dan menghasilkan gerakan massa;
4. 90% : pergerakan progresif yang gesit dan segera membentuk gelombang dengan 90%
sperma motil;
5. 100% : gerakan yang sangat progresif, gelombang yang sangat cepat, menunjukkan 100% motil aktif.
Menurut Badan Standardisasi Nasional, derajat gerakan individual spermatozoa untuk semen beku setelah di thawing minimal 20%-40%.
2.6.3 Abnormalitas
Terdapat tiga morfologiabnormalitas spermatozoa, yaitu [20:5]:
1. Abnormalitas Primer.
Abnormalitas yang terjadi pada saat terjadi proses spermatogenesis di dalam testis.
Abnormalitas primer meliputi :
a. Kepala yang terlampau besar (macrocephlalic), kepala terlampau kecil (microcephalic), kepala yang lebar, pipih memanjang berganda dan pyriformis atau berbentuk seperti buah pir.
b. Badan atau ekor ganda; pembesaran bagian tengah.
c. Ekor melingkar.
2. Abnormalitas Sekunder
Abnormalitas yang terjadi saat spermatozoa melakukan perjalanan di epididimis.
Abnormalitas sekunder meliputi : a. Ekor yang melengkung atau bent tail.
b. Bagian tengah yang melipat atau simple bent tail.
c. Adanya butiran-butiran protoplasma proksimal atau distal dan akrosom yang terlepas atau proximal droplet.
3. Abnormalitas Tersier
abnormalitas yang terjadi setelah ejakulasi.
Abnormalitas tersier juga dapat terjadi saat terdapat penaganan yang salah pada saat akan dilakukan inseminasi buatan. Abnormalitas tersier meliputi :
a. Kepala yang hilang atau lose head.
b. Ekor yang hilang atau lose tail.
Spermatozoa yang abnormal tidak dapat membuahi sel telur. Abnormalitasspermatozoa jika belum mencapai 20%, maka semen masih dapat digunakan untuk Inseminasi Buatan.
2.6.4 Presentase Hidup Spermatozoa
Pengecetan dan pewarnaan dengan menggunakan eosin dapat membedakan sperma yang hidup dan mati. Untuk melakuakn pengetesan eosin harus dilarutkan dalam aquadest dengan konsentrasi 1 : 9. Setelah itu sperma yang telah ditetesi dengan larutan eosin, diratakan dan di angin- anginkan dengan menggunakan spiritus. Kemudian sperma tadi dapat diamati dengan menggunakan mikroskop. Sperma yang berwarna merah adalah sperma yang mati dan sperma yang tidak berwarna adalah sperma yang hidup [7:25].
2.7 Inseminasi Buatan
Inseminasi Buatan adalah proses memasukkan semen kedalam saluran reproduksi indukan betina yang sedang birahi dengan menggunakan alat-alat buatan manusia yang dilakukan oleh inseminator [8:2]. Inseminasi Buatan adalah strategi efektif dan cepat untuk meningkatkan populasi hewan dan menyebarluaskan bibit unggul di suatu daerah [5:2].
2.8 Analytical Hierarchy Process (AHP)
5 AHP merupakan metode yang baik untuk membuat suatu keputusan terhadap masalah yang kompleks . Setiap masalah yang kompleks dapat didekomposisi menjadi beberapa sub – masalah, dalam hal terdapat tingkat hirarki. Dimana setiap tingkat merupakan seperangkat kriteria atau atribut relatif untuk masing-masing sub – masalah. Metode AHP adalah sebuah multikriteria metode analisis berdasarkan proses pembobotan aditif, AHP telah banyak diterapkan oleh akademisi dan profesional , terutama dalam aplikasi teknik yang melibatkan keputusan keuangan dan berhubungan dengan atribut non-keuangan [13:1].AHP ditujukan untuk mengintegrasikan langkah-langkah yang berbeda ke dalam skor keseluruhan tunggal untuk alternatif keputusan. Ciri utamanya adalah didasarkan pada penilaian perbandingan secara berpasangan. Dalam model pengambilan aturan ini terdapat pengukuran faktor terkait subyektif input manajerial pada beberapa kriteria, dengan mengurangi keputusan yang kompleks untuk serangkaian perbandingan sederhana dan peringkat, maka sintesis hasil, AHP tidak hanya membantu para analis untuk sampai pada keputusan terbaik, tetapi juga menyediakan alasan yang jelas untuk pemilihan yang dibuat[23:1].
2.8.1 Prosedur AHP
1. Menyusun struktur hirarki dari permasalahan yang dihadapi. Level teratas dari hirarki merupakan sasaran sistem yang mejadi tujuan penyususan hirarki. Level berikutnya terdiri dari kriteria-kriteria yang relevan dari masalah yang akan diputuskan. Kriteria-kriteria tersebut digunakan untuk mempertimbangan alternatif- alternatif yang ada dan menentukan alternatif tersebut. Kriteria dapat memiliki sub kriteria, namun sub kriteria tersebut harus relevan dengan kriteria permasalahan [10:2].
2. Menentukan prioritas elemen :
a. Matriks perbandingan berpasangan dibangun dari kriteria i x kriteria j, dimana i dan j adalah jumlah kriteria permasalahan [11:3].
b. Mengisi matriks perbandingan berpasangan yang merepresentasikan kepentingan relatif dari satu elemen terhadap elemen lainnya. Matriks tersebut diisi dengan skala 1 sampai 9. Nilai 1 sampai 9 merupakan perbandingan elemen pada setiap level hirarki terhadap kriteria yang mempunyai level lebih tinggi. Nilai 1 akan diberikan apabila elemen dibandingkan dengan dirinya sendiri, namun apabila elemen i dibanding j mendapat nilai tertentu, maka elemen j dibanding i mendapat nilai kebalikannya. Untuk menyusun matriks kriteria berpasangan menggunakan persamaan (2-1) [10:3] :
𝑎𝑖,𝑗=𝑎1
𝑗,𝑖 ………(2-1)
dimana i, j = 1,2,...,m
a : elemen matriks perbandingan berpasangan Tabel 2.1 Skala Kuantitatif pada AHP
Intensitas
Kepentingan Definisi Penjelasan
1
Kedua elemen sama pentingnya
Dua elemen mempunyai pengaruh yang sama besar
3
Elemen yang satu sedikit lebih penting daripada elemen yanga lainnya
Pengalaman dan penilaian sedikit menyokong satu elemen dibandingkan elemen yang lainnya 5
Elemen yang satu lebih penting daripada yang lainnya
Pengalaman dan penilaian sangat kuat menyokong satu elemen dibandingkan elemen yang lainnya 7
Satu elemen jelas lebih mutlak penting daripada elemen lainnya
Satu elemen yang kuat disokong dan dominan terlihat dalam praktek.
9
Satu elemen mutlak penting daripada elemen lainnya
Bukti yang mendukung elemen yang satu terhadap elemen lain memeliki tingkat penegasan tertinggi yang mungkin menguatkan.
2,4,6,8
Nilai-nilai antara dua nilai pertimbangan- pertimbangan yang berdekatan
Nilai ini diberikan bila ada dua kompromi di antara 2 pilihan
Kebalikan
Jika untuk aktivitas i mendapat satu angka dibanding dengan aktivitas j, maka j mempunyai nilai kebalikannya dibanding dengan i Sumber [10:3]
3. Membuat Sintesis setelah matriks perbandingan berpasangan terbentuk untuk memperoleh nilai prioritas dengan langkah-langkah seperti berikut [11:4] :
a. Menjumlahkan nilai-nilai elemen dari setiap kolom pada matriks. Perhitungannya ditunjukkan pada persamaan (2-2).
𝑏𝑗= ∑𝑛 𝑎𝑖,𝑗= 𝑎1,𝑗+ 𝑎2,𝑗
𝑖=1 + ⋯ + 𝑎𝑛,𝑗 …(2-2) dimana, i, j =1,2,...,m
𝑎 : elemen matriks perbandingan berpasangan b : elemen jumlah kolom
b. Membagi setiap nilai-nilai elemen dari setiap kolom dengan total nilai kolom yang bersangkutan untuk mendapat matriks normalisasi. Perhitungannya ditunjukkan pada persamaan (2-3).
𝑐𝑖,𝑗= 𝑎𝑏𝑖,𝑗
𝑗 ... (2-3)
6 dimana, i, j =1,2,...,m
𝑎 : elemen matriks perbandingan berpasangan
b : elemen jumlah kolom
𝑐 : elemen matriks normalisasi perbandingan berpasangan
c. Menjumlahkan nilai-nilai elemen dari setiap baris matriks normalisasi dan membaginya dengan jumlah eleme kriteria untuk mendapat nilai bobot. Perhitungannya ditunjukkan pada persamaan (2-4).
𝑊𝑖=𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑟𝑖𝑡𝑒𝑟𝑖𝑎∑𝑛𝑗=1𝑐𝑖,𝑗 ... (2-4) dimana, i, j =1,2,...,m
𝑊 : bobot kriteria
𝑐 : elemen matriks normalisasi perbandingan berpasangan.
4. Mengukur Konsistensi pada AHP diukur dengan rasio konsistensi (Consistency Ratio).
Untuk matriks 3x3 nilai konsistensinya harus kurang dari 5%, untuk matriks 4x4 nilai konsistensinya 9% dan untuk matriks yang lebih besar 10%. Nilai perbandingan matriks harus dilakukan kembali apabila didapatkan nilai konsistensi yang lebih dari batas rasio.
Langkah-langkah untuk menghitung nilai rasio konsistensi adalah sebagai berikut [10:3] : a. Mengkalikan nilai matriks perbandingan
berpasangan dengan bobot kriteria untuk mendapatkan nilai vektor bobot.Perhitungannya ditunjukkan pada persamaan (2-5).
𝑉𝑒𝑘𝑖= 𝑎𝑖,𝑗 . 𝑊𝑖 ...(2-5) dimana, 𝑎 : elemen matriks perbandingan berpasangan
𝑊 : bobot kriteria
𝑉𝑒𝑘𝑖 : elemen vektor bobot b. Menjumlahkan setiap baris.
c. Hasil dari penjumlahan baris dibagi dengan elemen prioritas relatif yang bersangkutan.
d. Membagi hasil pada langkah 3, dengan banyak elemen yang ada, hasilnya disebut eigen value (λmax). Perhitungannya ditunjukkan pada persamaan (2-6).
λmax= 1𝑛∑ 𝑉𝑒𝑘𝑊𝑖
𝑖
𝑛𝑖=1 ... (2-6) dimana,
𝑊 : bobot kriteria
𝑉𝑒𝑘𝑖 : elemen vektor bobot n : Banyak elemen kriteria.
e. Menghitung indeks konsistensi (consistency index). Perhitungannya ditunjukkan pada persamaan (2-7).
𝐶𝐼 =λ𝑚𝑎𝑥𝑛−𝑛... (2-7) dimana,
CI : Consistensi Index λmax : Eigen Value
n : Banyak elemen kriteria
f. Menghitung rasio konsistensi (CR). Jika nilainya lebih dari 10%, maka penilaian data judgment harus diperbaiki. Namun jika Rasio Konsistensi (CI/RI) kurang atau sama dengan 0,1 (10%), maka hasil perhitungan bisa dinyatakan benar. Perhitungannya ditunjukkan pada persamaan (2-8).
𝐶𝑅 =𝑅𝐶𝐶𝐼 ... (2-8) dimana,
CR :Consistency Ratio CI :Consistency Index RC :Random Consistency Tabel 2.2 Random Index
M 1 2 3 4 5 6 7 8 9
RCI 0 0 0.58 0.90 1.12 1.24 1.32 1.41 1.45
Sumber [10:3]
2.9 Technique for Order Preference by Similarity to Ideal Solution (TOPSIS)
Metode TOPSIS pertama kali dikembangkan oleh Hwang dan Yoon ( Hwang & Yoon , 1981) serta jajaran alternatif yang sesuai dengan jarak ideal dan solusi ideal negatif, yaitu alternatif terbaik secara bersamaan memiliki jarak terpendek dari solusi ideal dan jarak terjauh dari solusi ideal negatif [16:3]. Solusi ideal (juga disebut solusi ideal positif) adalah solusi yang memaksimalkan manfaat kriteria atau atribut dan meminimalkan kriteria biaya atau atribut, sedangkan solusi ideal negatif (juga disebut solusi antiideal) memaksimalkan biaya kriteria atau atribut dan meminimalkan kriteria manfaat atau atribut [12:2]. Prosedur TOPSIS didasarkan pada ide intuitif dan sederhana, yaitu solusi ideal yang optimal, memiliki manfaat maksimal. Topsis diperoleh dengan menyeleksi alternatif terbaik yang jauh dari ketidakcocokan alternatif yang paling banyak serta memiliki manfaat minimal [11:5].
2.9.1 Prosedur TOPSIS
Prosedur TOPSIS adalah sebagai berikut [9:2- 3]:
1. Menentukan matriks keputusan yang ternormalisasi dari rating kriteria kualitas semen beku pada setiap kriteria atau subkriteria kualitas semen beku. Persamaan matriks ternormalisasi dapat dilihat pada persamaan (2- 9) berikut :
7 𝑟𝑖𝑗 = 𝑥𝑖𝑗
√∑𝑚𝑖=1𝑥𝑖𝑗2... (2-9) dimana,
x : nilai alternatif terhadap kriteria r : nilai normalisasi tiap alternatif i =1,2,....m dan
j =1,2,....n; untuk menunjukkan indeks elemen matriks
2. Menghitung matriks keputusan yang ternormalisasi terbobot. Persamaan normalisasi matriks TOPSIS ditunjukkan pada persamaan (2-10).
yij = Wi . 𝑟𝑖𝑗... (2-10) dimana,
y : elemen ternormalisasi r : nilai rata-rata tiap alternatif W : nilai bobot
i =1,2,...,m dan
j =1,2,...,untuk menunjukkan indeks elemen matriks.
3. Menghitung matriks solusi ideal positif dan matriks solusi ideal negatif. Solusi ideal positif dan solusi ideal negatif dapat ditentukan berdasarkan rating bobot ternormalisasi.
Perhitungan persamaan perhitungan solusi ideal positif ditunjukkan pada persamaan (2-11) berikut :
𝐴+= (𝑦1+, 𝑦2+, … , 𝑦𝑛+ )... (2-11) dimana,
𝑦𝑗+ : max yij, jika j adalah atribut keuntungan min yij, jika j adalah atribut biaya
𝐴+ : Solusi ideal positif
Perhitungan persamaan perhitungan solusi ideal negatif ditunjukkan pada persamaan (2-12) berikut :
𝐴−= (𝑦1−, 𝑦2−, … , 𝑦𝑛− ) ... (2-12) dimana,
𝑦𝑗+ : minyij, jika j adalah atribut keuntungan maxyij, jika j adalah atribut biaya
𝐴− : Solusi ideal negatif
4. Menghitung jarak antara nilai setiap alternatif dengan matriks solusi ideal positif dan matrik solusi ideal negatif. Jarak dengan Solusi Ideal Postif adalah jarak alternatif dari solusi ideal positif.Persamaan Jarak dengan Solusi Ideal Postif ditunjukkan pada persamaan (2-13) berikut :
𝐷𝑖+=
√∑𝑛𝑗=1(𝑦𝑖+− 𝑦𝑖𝑗)2... (2-13) dimana :
𝑦𝑖𝑗 : ranking bobot ternormalisasi 𝐷𝑖+ : jarak dengan solusi ideal positif I = 1, 2, 3, … , m
Jarak dengan Solusi Ideal Negatif adalah jarak alternatif dari solusi ideal negatif.Persamaan Jarak dengan Solusi Ideal Negatifditunjukkan pada persamaan (2-14) berikut :
𝐷𝑖−=
√∑𝑛𝑗=1(𝑦𝑖−− 𝑦𝑖𝑗)2... (2-14) 𝑦𝑖𝑗 : ranking bobot ternormalisasi
𝐷𝑖− : jarak dengan solusi ideal negatif i = 1, 2, 3, … , m
5. Menghitung nilai preferensi untuk setiap alternatif. Persamaan nilai Preferensi TOPSIS ditunjukkan pada persamaan (2-15) berikut : 𝑉𝑖=𝐷𝐷𝑖−
𝑖−+𝐷𝑖+ ...(2-15) Dimana
i =1,2,...,m
𝐷𝑖+ : jarak dengan solusi ideal positif 𝐷𝑖− : jarak dengan solusi ideal negatif Vi : nilai preferensi
Dari hasil perhitungan diatas nantinya dapat diketahui dari beberapa alternatif semen beku mana yang berkualitas baik setelah dilakukan thawing.
Metode inimenggunakan inputan dari metode AHP sebagai bobot prioritas.
3.
METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Skenario PenelitianBerikut merupakan scenario penelitian secara spesifik untuk penyelesaian masalah serta penggunaan metode atau teknik yang dipresentasikan dalam bentuk diagram alir.
Gambar 3.1 Pohon Perancangan Sumber : Metodologi
8 Sistem pendukung keputusan penentuan kualitas semen beku sapi pejantan unggul pasca thawing menerapkan metode AHP dan TOPSIS. AHP digunakan untuk pembobotan kriteria dan melakukan pengecekan terhadap konsistensisnya apakah CR<=0.1. Jika CR<=0.1 maka bobot kriteria tersebut layak untuk diterapkan. Metode TOPSIS digunakan untuk memberikan preferensi kualitas semen beku. Pada sistem ini akan dihasilkan output perangkingan semen beku dari alternatif yang diujikan. Sehingga skenario penggunaan sistem pendukung keputusan pada tahap awal admin akan menentukan skala perbandingan matrik antar kriteria sebagai inputan metode AHP. Metode AHP akan menghasilkan bobot kriteria yang akan digunakan sebagai bobot prioritas pada metode TOPSIS. User memasukkan penilaian alternatif semen beku terhadap kriteria yang diberikan yang nantinya akan di proses menggunakan metode TOPSIS.
Gambar 3.3 Diagram Blok SPK Penentuan Kualitas Semen Beku pasca Thawing
Sumber : Metodologi
Dalam pembangunan aplikasi "Sistem Pendukung Keputusan Penentuan Kualitas Semen Beku Sapi Pejantan Unggul PascaThawing dengan Menggunakan Metode AHP - TOPSIS" dengan mengikuti rancangan yang telah dibuat sebelumnya, dalam pengimplementasian aplikasi ini digunakan bahasa pemrograman PHP dan Database Server XAMPP (MySQL).
Terdapat dua Pengujian yang dilakukan untuk memastikan bahwa apliaksi yang telah dibuat berjalan sesuai dengan perancangan sistem dan memenuhi kebutuhan pengguna. pengujian yang digunakan pada sistem ini adalah pengujian black box. Pada pengujian black box digunakan metode pengujian validasi bertujuan untuk mengetahui apakah sistem yang dibangun sesuai dengan kebutuhan perangkat lunak yang sudah ditentukan di awal. Selanjutnya pengujian akurasi terhadap data serta penerapan metode AHP-TOPSIS dalam memberikan sebuah keputusan.
4.
ANALISA DAN PERANCANGANPerancangan merupakan sebuah tahapan yang berfungsi untuk merumuskan kebutuhan- kebutuhan yang diperlukan dalam membuat sebuah sistem.
4.1 Arsitektur Sistem Pendukung Keputusan Sistem pendukung keputusan yang dibuat berbasis web yang dapat melayani penyimpanan, presentasi, pengumpulan, berbagi, pemrosesan, dan penggunaan informasi. Sistem pendukung keputusan berbasis web memungkinkan penggunakemudahan dalam mengakses sistem dari jarak jauh dengan cepat dan kapan pun saat dibutuhkan. Sehingga aplikasi sistem pendukung keutusan web dipilih untuk memenuhi kebutuhan pengguna.
Gambar 3.4 Arsitektur Sistem Pendukung Keputusan
Sumber : Metodologi 4.2 Pengambilan Data
Pengumpulan data yang digunakan adalah dengan cara mengambil data kriteria semen beku pasca thawing di Balai Besar Inseminasi Buatan (BBIB) Singosari Malang. Pengambilan data yang dilakukan pada Balai Besar Inseminasi Buatan (BBIB) Singosari Malang bertujuan untuk memperkuat akurasi data yang digunakan dalam penelitian yang akan dilakukan.
4.3 Subsistem Manajemen Data
Subsistem manajemen data membahas mengenai perancangan database, dan data flow diagram. Perancangan basis data digunakan untuk menggambarkan manajemen data yang akan digunakan. Data yang digunakan selanjutnya disimpan pada Database Management System (DBMS) yaitu MySQL. Data yang nantinya disimpan adalah bobot, kriteria semen beku pasca thawing, kriteria semen beku pasca thawing, user, alternatif semen beku yang diujikan, dan alternatif semen beku stand by. Pada Gambar 4.3 menunjukkan perancangan basis data “Sistem Pendukung Keputusan Penentuan Kualitas Semen Beku Sapi Pejantan Unggul Pasca Thawing dengan Menggunakan Metode AHP - TOPSIS”.
9 Gambar 4.1 Peranc
angan Database
Sumber : Perancangan
Selanjutnya merupakan DFD level 0 dari
“Sistem Pendukung Keputusan Penentuan Kualitas Semen Beku Sapi Pejantan Unggul Pasca Thawing dengan Menggunakan Metode AHP - TOPSIS” berguna sebagai user mapping terhadap aplikasi sistem pendukung keputusan yang dibuat.
Gambar 4.2 DFD Level 0 Sumber : Perancangan 4.4 Subsistem Basis Pengetahuan
Subsistem basis pengetahuan memberikan proses intelegent huntuk memperbesar pengetahuan pengambilan keputusan. Penentuan kriteria dilakukan berdasarkan studi literatur dan wawancara dengan responden. Terdapat empat kriteria yang digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam membuat prioritas alternatif yaitu :
Tabel 4.1 Parameter Motilitas Spermatozoa Parameter Motilitas
Spermatozoa Nilai
30% 1
40% 3
50% 5
60% 7
70% 9
Sumber : Perancangan Tabel 4.2 Parameter Abnormalitas Parameter Abnormalitas Nilai
25% 1
20% 3
15% 5
10% 7
5% 9
Sumber : Perancangan
Tabel 4.3 Derajat Gerakan Individu Spermatozoa Parameter Derajat Gerakan
Individu Spermatozoa Nilai
10% 1
20-40% 3
50-80% 5
90% 7
100% 9
Sumber : Perancangan Tabel 4.4 Presentase Hidup Spermatozoa Parameter Presentase Hidup
Spermatozoa Nilai
70% 1
75% 3
80% 5
85% 7
90% 9
Sumber : Perancangan Keterangan :
A1 : Motilitas Spermatozoa A2 : Abnormalitas Spermatozoa A3 : Derajat Gerakan Individu Spermatozoa
A4 : Presentase Hidup Spermatozoa 4.5 Subsistem Manajemen Model
Subsistem manajemen model berisi mengenai manualisasi yang digunakan untuk menjelaskan perhitungan keputusan penentuan kualitas semen beku sapi pejantan secara manual. Proses perhitungan manual diambil dari 15 sampel semen beku sapi pasca thawing secara acak yang didapatkan dari BBIB Singosari, Malang. Terdapat 2 tahap pada proses ini yaitu pemberian dan mendapatkan bobot kriteria kualitas semen beku sapi dengan metode AHP, kemudian setelah mendapat bobot kriteria proses perhitungan akan dilanjutkan dengan metode TOPSIS untuk mendapatkan alternatif kualitas semen beku pada 15 sampel semen beku pasca thawing yang diujikan.
10 Gambar 4.3 DFD Level 0 Diagram Alir AHP-
TOPSIS Sumber : Perancangan
4.5.1 Penghitungan Bobot Kriteria dengan Metode AHP
Bobot prioritas didapatkan dari masukkan pakar dan masukkan nilai tersebut akan diproses oleh metode AHP untuk dibandingkan dan cek konsistensi kelakayakan sebelum digunakan oleh metode TOPSIS. Berikut merupakan langkah- langkah penghitungan bobot kriteria dengan metode AHP.
Langkah 1. Membuat matriks kriteria perbandingan persamaan
Memberi nilai intensitas kepentingan antara 1-9 seperti yang terdapat pada Tabel 4.5 untuk mendapatkan perbandingan berpasangan pada masing – masing kriteria. Berikut merupakan hasil nilai kepentingan dari kriteria yang digunakan dalam penelitian ini.
Tabel 4.5 Matriks Kriteria Perbandingan Persamaan
Matriks Kriteria Perbandingan Persamaan
A1 A2 A3 A4
A1 1 3 2 3
A2 1
3 1 2 3
A3 1
2
1
2 1 3
A4 1
3
1 3
1
3 1
Sumber : Perancangan
Langkah 2. Menjumlahkan nilai-nilai elemen dari setiap kolom pada matriks
Setelah mengisi nilai instensitas perbandingan setiap kriteria pada Matriks Kriteria Perbandingan Berpasangan, selanjutnya yaitu Menjumlahkan nilai - nilai elemen dari setiap kolom pada matriks menggunakan persamaan (2-2).
Tabel 4.6 Matriks Kriteria Perbandingan Persamaan Matriks Kriteria Perbandingan Persamaan
A1 A2 A3 A4
A1 1 3 2 3
A2 1
3 1 2 3
A3 1
2 1
2 1 3
A4 1
3 1 3
1
3 1
Jumlah 2.166 4.833 5.333 10 Sumber : Perancangan
Langkah 3. Normalisasi matriks kriteria perbandingan persamaan
Setelah mendapatkan nilai matriks kriteria perbandingan persamaan, selanjutnya yaitu menormalisasi matriks kriteria perbandingan persamaan dengan menggunakan persamaan (2-3).
Tabel 4.7 Matriks Kriteria Perbandingan Persamaan Matriks Kriteria Perbandingan Persamaan
A1 A2 A3 A4
A1 1
2.166
3 4.833
2 5.333
3 10 A2 0.333
2.166
1 4.833
2 5.333
3 10
A3 0.5
2.166
0.5 4.833
1 5.333
3 10 A4 0.333
2.166
0.333 4.833
0.333 5.333
1 10 Sumber : Perancangan
Tabel 4.8 Normalisasi Matriks Kriteria Perbandingan Persamaan
Normalisasi Matriks Kriteria Perbandingan Persamaan
A1 A2 A3 A4
A1 0.462 0.621 0.375 0.300
A2 0.154 0.207 0.375 0.300
A3 0.231 0.103 0.188 0.300
A4 0.154 0.069 0.062 0.100
Sumber : Perancangan
11 Langkah 4. Menghitung bobot prioritas
Setelah normalisasi matriks kriteria perbandingan persamaan terbentuk, selanjutnya yaitu menjumlahkan nilai-nilai elemen dari setiap baris normalisasi matriks kriteria perbandingan persamaan.
Tabel 4.9 Normalisasi Matriks Kriteria Perbandingan Persamaan
Normalisasi Matriks Perbandingan Berpasangan
A1 A2 A3 A4 Jumlah
A1 0.462 0.621 0.375 0.300 1.757 A2 0.154 0.207 0.375 0.300 1.036 A3 0.231 0.103 0.188 0.300 0.822 A4 0.154 0.069 0.062 0.100 0.385
Sumber : Perancangan
Setelah mendapat hasil penjumlahan nilai – nilai elemen setiap baris dari matriks kriteria perbandingan persamaan, selanjutnya menghitung bobot priioritas setiap kriteria dengan menggunakan persamaan (2-4).
Tabel 4.10 Bobot Prioritas
Bobot Priotitas
W1 0,439
W2 0,259
W3 0,205
W4 0,096
Sumber : Perancangan Langkah 5. Mengukur Konsistensi
a. Menghitung nilai vektor bobot
Nilai vektor bobot dapat dihitung dengan mengkalikan nilai matriks kriteria perbandingan persamaan dengan bobot kriteria seperti pada persamaan (2-5).
Tabel 4.11 Vektor Bobot
Vektor Jumlah Bobot 1,916 1,105 0,844 0,398
Sumber : Perancangan b. Menghitung eigen value(λmax)
Eigen value(λmax) dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (2-6). Eigen value (λmax) yang diperoleh dari perhitungan sebesar 4,216.
c. Menghitung Consitency Index (CI)
Consitency Index (CI) dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (2-7).
Consitency Iindex (CI) yang diperoleh dari perhitungan sebesar 0,072.
d. Menghitung Consistency Ratio (CR)
Consistency Ratio (CR) dapat dihitung dengan menggunakan persamaa (2-8).
Consistency Ratio (CR) yang diperoleh dari penghitungan sebesar 0,080. Nilai Consistency Ratio (CR) dinyatakan benar apabila nilainya <= 0,1.
4.5.2 Penghitungan Preferensi Alternatif dengan Metode TOPSIS
Setelah diperoleh bobot prioritas dengan konsistensi indeks yang sesuai pada sebelumnya dengan menggunakan metode AHP. Maka selanjutnya bobot tersebut akan digabungkan dengan penghitungan preferensi alternative dengan menggunakan metode TOPSIS.
Langkah 1. Matriks penilaian alternatif
Matriks penilaian alternatif dibuat dari beberapa sampel semen beku pasca thawing yang akan diuji dengan metode AHP-TOPSIS.
Tabel 4.12 Matriks Penilaian Alternatif Matriks Penilaian Alternatif
Alternatif A1 A2 A3 A4
X1 7 5 5 7
X2 1 5 3 1
X3 3 3 3 3
X4 5 5 5 3
X5 5 7 7 5
X6 7 7 7 7
X7 9 9 3 7
X8 5 1 3 5
X9 5 5 1 3
X10 1 1 5 3
X11 7 7 3 7
X12 9 9 3 9
X13 5 5 7 3
X14 9 5 5 9
X15 7 1 1 9
Langkah 2. Menormalisasi matriks penilaian alternatif
Untuk menormalisasi matriks penilaian alternatif dapat menggunakan persamaan (2-10) berikut :
𝑟𝑖𝑗 = 𝑥𝑖𝑗
√∑𝑚𝑖=1𝑥𝑖𝑗2 𝑟1,1 =
7
√72+12+32+52+52+72+92+52+52+12+72+92+52+92+72
=
7
√49+1+9+25+25+49+81+25+25+1+49+81+25+81+49
= 7
√575 = 0,292
12 Tabel 4.13 Normalisasi Matriks Penilaian Alternatif
Normalisasi Matriks Penilaian Alternatif
Alternatif A1 A2 A3 A4
X1 0.292 0.230 0.387 0.303
X2 0.042 0.230 0.166 0.043
X3 0.125 0.138 0.166 0.130
X4 0.209 0.230 0.277 0.130
X5 0.209 0.323 0.387 0.216
X6 0.292 0.323 0.387 0.303
X7 0.375 0.415 0.166 0.303
X8 0.209 0.046 0.166 0.216
X9 0.042 0.230 0.055 0.130
X10 0.292 0.046 0.277 0.130
X11 0.375 0.323 0.166 0.303
X12 0.209 0.415 0.166 0.389
X13 0.209 0.230 0.387 0.130
X14 0.375 0.230 0.277 0.389
X15 0.292 0.046 0.055 0.389
Sumber : Perancangan
Langkah 3. Menghitung normalisasi matriks keputusan terbobot
Setelah menormalisasi matriks penilaian alternatif, langkah selanjutnya adalah menghitung normalisasi matriks keputusan terbobot. Normalisasi matriks keputusan terbobot dihitung dengan mengalikan setiap elemen suatu kriteria pada normalisasi matriks penilaian alternatif yang ditunjukkan pada Tabel 4.13 dengan bobot prioritas kriteria elemen tersebut yang ditunjukkan pada Tabel 4.11.
Persamaan (2-11) berikut menunjukkan rumus dalam menghitung normalisasi matriks keputusan terbobot :
yij = Wi . 𝑟𝑖𝑗 y1,1 = W1 . 𝑟1,1
y1,1 = 0,439 . 0,292
= 0,128
Tabel 4.14 Normalisasi Matriks Keputusan Tebobot Normalisasi Matriks Keputusan Tebobot
Alternatif A1 A2 A3 A4
X1 0.128 0.060 0.080 0.029
X2 0.018 0.060 0.034 0.004
X3 0.055 0.036 0.034 0.012
X4 0.092 0.060 0.057 0.012
X5 0.092 0.084 0.080 0.021
X6 0.128 0.084 0.080 0.029
X7 0.165 0.107 0.034 0.029
X8 0.092 0.012 0.034 0.021
X9 0.018 0.060 0.011 0.012
X10 0.128 0.012 0.057 0.012
X11 0.165 0.084 0.034 0.029
X12 0.092 0.107 0.034 0.037
X13 0.092 0.060 0.080 0.012
X14 0.165 0.060 0.057 0.037
X15 0.128 0.012 0.011 0.037
Sumber : Perancangan
Langkah 4. Menghitung matriks solusi ideal positif dan matriks solusi ideal negatif
Untuk menghitung matriks solusi ideal positif dapat menggunakan persamaan (2-12) dengan berpatokan pada Tabel 4.14:
𝐴+= (𝑦1+, 𝑦2+, … , 𝑦𝑛+ ) dimana :
𝑦𝑗+ : max yij, jika j adalah atribut keuntungan
min yij, jika j adalah atribut biaya 𝐴+ : Solusi ideal positif
𝐴1+= (0,128+, 0,018+, 0,055+, 0,092+, 0,092+, 0,128+, 0,165+, 0,092+, 0,018+, 0,128+,
0,165+, 0,092+, 0,092+, 0,165+, 0,128+)
= 0,165
Untuk menghitung matriks solusi ideal negatifdapat menggunakan persamaan (2-13) dengan berpatokan pada Tabel 4.14:
𝐴
−= (𝑦
1−, 𝑦
2−, … , 𝑦
𝑛−)
dimana :
𝑦𝑗+ : minyij, jika j adalah atribut keuntungan
maxyij, jika j adalah atribut biaya 𝐴− : Solusi ideal negatif
𝐴1−= (0,128−, 0,018−, 0,055−, 0,092−, 0,092−, 0,128−, 0,165−, 0,092−, 0,018−, 0,128−, 0,165−
, 0,092−, 0,092−, 0,165−, 0,128−) = 0,018
Tabel 4.15 Matriks Solusi Ideal Positif dan Matriks Solusi Ideal Negatif
A1 A2 A3 A4
A+ 0.165 0.107 0.080 0.037
A- 0.018 0.012 0.011 0.004
Sumber : Perancangan
Langkah 5. Menghitung jarak antara nilai setiap alternatif dengan matriks solusi ideal positif dan matrik solusi ideal negatif Untuk menghitung jarak antara nilai setiap alternatif dengan matriks solusi ideal positif dapat menggunakan persamaan (2-14) dengan berpatokan pada Tabel 4.15 dan Tabel 4.14
𝐷𝑖+= √∑(𝑦𝑖+− 𝑦𝑖𝑗)2
𝑛
𝑗=1
dimana :
𝑦𝑖𝑗 : ranking bobot ternormalisasi 𝐷𝑖+ : jarak dengan solusi ideal positif i = 1, 2, 3, … , m
13
𝐷
1+=
√(0,165+− 0,128)2+ (0,107+ − 0,060)2 +(0,080+− 0,080)2+ (0,037+ − 0,029)2
= 0,061
Untuk menghitung jarak antara nilai setiap alternatif dengan matriks solusi ideal negatif dapat menggunakan persamaan (2-15) dengan berpatokan pada Tabel 4.15 dan Tabel 4.14
𝐷1−= √∑(𝑦𝑖−− 𝑦𝑖𝑗)2
𝑛
𝑗=1
dimana :
𝑦𝑖𝑗 : ranking bobot ternormalisasi 𝐷𝑖− : jarak dengan solusi ideal negatif i = 1, 2, 3, … , m
𝐷
𝑖−=
√(0,018−− 0,128)2+ (0,012− − 0,060)2 +(0,011−− 0,080)2+ (0,011− − 0,029)2
= 0,140
Tabel 4.16 Matriks Jarak + dan Jarak – setiap Alternatif
Alternatif A+ A-
X1 0.061 0.140
X2 0.164 0.053
X3 0.141 0.050
X4 0.094 0.099
X5 0.079 0.124
X6 0.045 0.150
X7 0.046 0.178
X8 0.130 0.079
X9 0.170 0.048
X10 0.108 0.119
X11 0.052 0.167
X12 0.086 0.127
X13 0.091 0.111
X14 0.053 0.164
X15 0.123 0.115
Sumber : Perancangan
Langkah 6. Menghitung nilai preferensi untuk setiap alternatif
Setelah menghitung jarak antara nilai setiap alternatif dengan matriks solusi ideal positif dan matrik solusi ideal negatif, langkah selanjutnya adalah menentukan nilai preferensi setiap untuk setiap alternatif dengan menggunakan persamaan (2- 16) berikut dan berpatokan pada Tabel 4.16 :
𝑉𝑖= 𝐷𝑖− 𝐷𝑖−+ 𝐷𝑖+ dimana
i =1,2,...,m
𝐷𝑖+ : jarak dengan solusi ideal positif 𝐷𝑖− : jarak dengan solusi ideal negatif Vi : nilai preferensi
𝑉1= 𝐷1−
𝐷1−+ 𝐷1+ 𝑉1= 0,140
0,140 + 0,061 = 0,698
Tabel 4.17 Nilai Preferensi
Alternatif Preferensi Urutan Alternatif
Urutan Prefernsi
X1 0.698 X7 0.794
X2 0.244 X6 0.771
X3 0.262 X11 0.762
X4 0.513 X14 0.756
X5 0.612 X1 0.698
X6 0.771 X5 0.612
X7 0.794 X12 0.595
X8 0.377 X13 0.550
X9 0.221 X10 0.525
X10 0.525 X4 0.513
X11 0.762 X15 0.483
X12 0.595 X8 0.377
X13 0.550 X3 0.262
X14 0.756 X2 0.244
X15 0.483 X9 0.221
Sumber : Perancangan 4.6 Subsistem Antarmuka
Pada penelitian Sistem Pendukung Keputusan Penentuan Kualitas Semen Beku Sapi Pejantan Unggul Pasca Thawing dengan Menggunakan Metode AHP - TOPSIS dibutuhkan form input dan output yang nantinya digunakan untuk interaksi antara pengguna dengan sistem. Sistem dibangun menurut dari sisi 2 pengguna yaitu user dan admin.
Pada sisi user, perancangan antarmuka penelitian ini memiliki 3 halaman yaitu halaman dashboard, halaman uji kualitas, dan halaman data alternatif.
Sedangkan pada sisi admin, perancangan antarmuka sistem mirip seperti user namun terdapat penambahan antarmuka halaman yaitu halaman login, dan halaman bobot kriteria.
5.
IMPLEMENTASIImplementasi merupakan proses penerapan dalam membangun aplikasi "Sistem Pendukung Keputusan Penentuan Kualitas Semen Beku Sapi Pejantan Unggul PascaThawing dengan Menggunakan Metode AHP - TOPSIS" dengan mengikuti rancangan yang telah dibuat sebelumnya, dalam pengimplementasian aplikasi ini digunakan