PENGARUH BERBAGAI METODE THAWING TERHADAP KUALITAS SEMEN BEKU SAPI
(The Effect of Thawing Method on Frozen Bull Semen Quality)
DAUD SAMSUDEWA danA.SURYAWIJAYA
Fakultas Peternakan, Universitas Diponegoro, Kampus Baru Tembalang Semarang
ABSTRACT
The aim of the study was to investigate the effect of thawing method on frozen semen quality. The study was conducted in May 2008. Three thawing methods were used in the study (warm water 37°C during 30 second, ice water during 30 second and frond of banana during 30 second) were applicated to 30 straw of frozen Simmental semen and 30 of frozen straw limousin semen. Sperm motility, pH semen, live sperm percentage and normal sperm percentage were perceived from the study. The result showed that thawing method of warm water 37°C during 30 second was better compared to ice water and prond of banana. Besides of that increasing time of thawing decreased frozen semen quality.
Key Words: Thawing Method, Frozen Semen, Bull
ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah memberikan gambaran tentang pengaruh metode thawing terhadap kualitas semen beku. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2008. Perlakuan yang diberikan dalam penelitian ini adalah perbedaan metode thawing yaitu thawing dengan air hangat suhu 37°C selama 30 detik, air es selama 30 detik dan pelepah pisang selama 30 detik. Perlakuan ini akan diterapkan pada 30 straw semen beku sapi Simental dan 30 straw semen beku sapi Limousin. Parameter yang diamati adalah motilitas spermatozoa, pH semen, persentase spermatozoa hidup dan persentase spermatozoa normal. Data dianalisis dengan analisis varian. Hasill penelitian menunjukkan metode thawing terbaik yang menggunakan air hangat suhu 37°C selama 30 detik. Selain itu dengan peningkatan lama thawing akan menurunkan kualitas semen beku.
Kata Kunci: Metode thawing, semen beku, sapi
PENDAHULUAN
Peningkatan produktivitas peternakan sangat tergantung pada 3 aspek yaitu pakan, manajemen dan reproduksi. Upaya dalam bidang reproduksi ternak antara lain dengan pelaksanaan inseminasi buatan. Pada tahun 2000 telah digalakkan pelaksanaan inseminasi buatan terhadap 1.160.200 ekor akseptor dari 5.395.800 ekor sapi betina produktif di Indonesia untuk mencapai program swasembada daging 2005. Namun, program ini belum dapat dicapai sehingga pemerintah kembali mencanangkan program swasembada daging sapi tahun 2010 dengan salah satu kegiatan pendukungnya adalah inseminasi buatan. Inseminasi buatan adalah salah satu teknik yang dikembangkan untuk meningkatkan
populasi ternak. Hal ini dimungkinkan karena dari seekor pejantan yang terpilih diambil semennya untuk diinseminasikan pada sejumlah betina (DEPISON, 1996). SAID et al.
(2004) menambahkan bahwa inseminasi buatan juga mencegah penularan penyakit kelamin yang mungkin terjadi dalam perkawinan alami.
Inseminasi buatan sebagai sebuah teknologi yang diterapkan dalam bidang peternakan mempunyai tantangan untuk menunjukkan keberhasilan kebuntingan. Keberhasilan kebuntingan ternak melalui program inseminasi buatan ditentukan beberapa faktor yaitu ternak pejantan, ternak betina, peternak dan pelaksana inseminasi buatan. Ternak pejantan mempengaruhi keberhasilan inseminasi buatan karena kualitas semen yang dihasilkan oleh ternak pejantan merupakan
salah satu penentu keberhasilan perkawinan ternak. Fisiologis reproduksi ternak betina yang normal akan menghasilkan sel telur yang berkualitas baik sehingga diperoleh keberhasilan perkawinan yang tinggi. Peternak juga menjadi faktor yang penting, karena pengamatan berahi yang tepat oleh peternak akan menghasilkan ketepatan waktu perkawinan. Pelaksana inseminasi buatan mempunyai peran besar dalam keberhasilan inseminasi buatan, karena prosedur pelaksanaan inseminasi buatan mulai dari pengamatan berahi, handling semen beku, thawing semen beku sampai dengan pelaksanaan inseminasi sangat mempengaruhi keberhasilan perkawinan.
Metode thawing semen beku menjadi salah satu faktor yang sangat menentukan karena menurut EVANS dan MAXWELL (1976) thawing semen beku merupakan prosedur yang paling penting dalam inseminasi buatan. Hal ini dikarenakan penggunaan metode thawing yang tidak tepat akan menyebabkan kerusakan spermatozoa sehingga menurunkan kualitas semen. Di lain pihak metode thawing di beberapa pustaka sangat beragam sehingga mengakibatkan penggunaan metode thawing di lapangan sangat beragam pula. Untuk menghasilkan kualitas semen yang baik Direktorat Jenderal Peternakan membuat standarisasi metode thawing yaitu penggunaan air suhu 37°C selama 30 detik. Namun, faktor kemudahan pelaksanaan menjadi pertimbangan inseminator dalam pelaksanaan thawing.
Beberapa metode thawing yang dilaksanakan di lapangan antara lain penggunaan air es, penggunaan air sumur, penggunaan es lilin dan penggunaan pelepah pisang.
Tujuan dari penelitian ini adalah memberikan gambaran tentang pengaruh metode thawing terhadap kualitas semen.
Manfaat yang diharapkan adalah bertambahnya wawasan tentang penggunaan metode thawing dan pengaruhnya terhadap kualitas semen beku.
MATERI DAN METODE
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2008 di Laboratorium Ilmu Pemuliaan dan Reproduski Ternak Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro. Materi yang digunakan yaitu 30 buah straw sapi Simental
dan 30 buah straw sapi Limousin, container semen beku kapasitas 2 liter, tempat thawing, air hangat suhu 37°C, air es, pelepah pisang, stop watch, mikroskop Olympus CH-30, obyek glass, deck glass, pH universal indikator, larutan eosin 2% dan aquabidest.
Perlakuan yang diberikan dalam penelitian ini adalah:
T1 : Thawing dengan air hangat suhu 37°C selama 30 detik
T2 : Thawing semen beku dengan air es selama 30 detik
T3 : Thawing semen beku dengan pelepah pisang selama 30 detik
Selanjutnya untuk melihat pengaruh metode thawing sesuai dengan kondisi nyata yang ada di lapangan maka dilakukan pengamatan kualitas semen beku dengan thawing menggunakan air es dan pelepah pisang selama 30 menit dan 60 menit.
Parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah motilitas spermatozoa, pH, persentase hidup spermatozoa dan persentase normal spermatozoa. Untuk pengamatan kualitas semen beku diawali dengan thawing semen beku dengan 3 macam perlakuan selanjutnya dilakukan pengamatan motilitas spermatozoa dengan ukuran persen (%), pH semen yang diukur dengan menggunakan kertas universal indikator, persentase spermatozoa hidup dengan ukuran persen (%), persentase spermatozoa normal diukur dengan ukuran persen (%).
Data yang dihasilkan akan dianalisis menggunakan analisis varian. Apabila hasil analisis varian menunjukkan perbedaan nyata maka akan dilanjutkan dengan Uji Wilayah berganda Duncan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian menggunakan 3 macam metode thawing yaitu air hangat 37°C selama 30 detik, air es dan pelepah pisang pada semen beku simental menunjukkan hasil yang dapat dilihat dalam Tabel 1.
Sedangkan hasil penelitian menggunakan metode thawing yang sama pada semen beku Limousin menunjukkan hasil yang dapat dilihat dalam Tabel 2.
Tabel 1. Pengaruh berbagai metode thawing terhadap kualitas semen beku pada sapi Simental
Perlakuan Motilitas (%) pH % Hidup (%) % Normal (%)
Air suhu 37°C 30 detik 45,00 ± 1,55a 6,50 ± 0,53a 77,92 ± 2,38a 86,24 ± 2,32a Air es 30 detik 45,00 ± 1,72a 6,50 ± 0,48a 79,47 ± 2,47a 87,55 ± 2,48a Air es 30 menit 37,50 ± 1,38 6,50 ± 0,51 55,89 ± 1,85 78,00 ± 2,31 Air es 60 menit 25,00 ± 1,82 6,20 ± 0,38 45,67 ± 1,73 72,16 ± 2,38 Pelepah pisang 30 detik 37,50 ± 1,70b 6,50 ± 0,29a 71,48 ± 2,28a 81,35 ± 2,42b Pelepah pisang 30 menit 20,00 ± 1,41 6,20 ± 0,42 43,56 ± 1,35 72,99 ± 2,30 Pelepah pisang 60 menit 5,00 ± 0,63 6,20 ± 0,44 29,06 ± 1,12 68,89 ± 2,08
a Superskrip berbeda pada kolom yang sama menunjukkan adanya perbedaan nyata (P < 0,05)
Tabel 2. Pengaruh berbagai metode thawing terhadap kualitas semen beku pada sapi Limousin
Perlakuan Motilitas (%) pH % Hidup (%) % Normal (%)
Air suhu 37 0C 30 detik 45,00 ± 1,72a 6,50 ± 0,49a 80,99 ± 2,48a 86,61 ± 2,52 a Air es 30 detik 42,50 ± 1,68a 6,50 ± 0,53a 82,23 ± 2,32a 85,26 ± 2,48 a Air es 30 menit 40,00 ± 1,64 6,50 ± 0,48 41,16 ± 1,68 82,48 ± 2,62 Air es 60 menit 20,00 ± 1,14 6,20 ± 0,42 36,55 ± 1,71 81,05 ± 2,08 Pelepah pisang 30 detik 37,50 ± 1,74b 6,50 ± 0,42a 74,83 ± 2,08b 81,76 ± 2,72 b Pelepah pisang 30 menit 20,00 ± 1,41 6,20 ± 0,44 35,85 ± 1,58 79,00 ± 2,18 Pelepah pisang 60 menit 17,50 ± 1,25 6,20 ± 0,38 33,02 ± 1,56 77,57 ± 2,25
a Superskrip berbeda pada kolom yang sama menunjukkan adanya perbedaan nyata (P < 0,05)
Tabel 1. dan Tabel 2 menunjukkan bahwa penggunaan metode thawing dengan air hangat suhu 37°C selama 30 detik, air es selama 30 detik dan pelepah pisang selama 30 detik berturut turut menunjukkan motilitas 45, 45 dan 37,5% untuk semen beku sapi Simental dan 45, 42,5 dan 37,5% untuk semen beku sapi Limousin. Hasil ini menunjukkan bahwa proses thawing menggunakan air suhu 37°C selama 30 detik dan air es selama 30 detik menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (P
> 0,05), namun penggunaan pelepah pisang selama 30 detik menunjukkan hasil yang berbeda nyata untuk motilitas, persentase spermatozoa hidup dan persentase spermatozoa normal. Sedangkan untuk pH dari ketiga metode thawing tersebut menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata.
Inseminator di lapangan biasa melakukan metode thawing dengan memasukkan beberapa straw ke dalam air es atau pelepah pisang yang selanjutnya dibawa selama kurang lebih 1 jam.
Untuk mengetahui kualitas semen apabila
dilakukan metode thawing seperti itu maka dilakukan pengamatan kualitas semen yang dithawing menggunakan air es dan pelepah pisang selama 30 dan 60 menit. Hasil pengamatan kualitas semen menggunakan air es dan pelepah pisang yang dilakukan pada 30 dan 60 menit menunjukkan penurunan kualitas semen yang sangat drastis sampai menghasilkan kualitas semen yang tidak layak untuk di inseminasikan (motilitas spermatozoa
< 40%).
Hasil penelitian metode thawing yang dilakukan oleh PRAMUNICO (2003) pada semen beku sapi Limousin yang mendapat perlakuan suhu 0°C, 5°C dan 27°C menunjukkan motilitas rata-rata 23,75%, 30,42% dan 36,04%. Hasil ini menunjukkan suhu thawing yang lebih rendah menghasilkan angka motilitas yang lebih rendah dan secara statistik menunjukkan pengaruh nyata. Selain itu PRAMUNICO (2003) juga melakukan penelitian tentang metode thawing dengan perbedaan lama thawing 15 menit dan 30 menit yang
menunjukkan hasil rata-rata motilitas 30,42%
dan 29,72%. Hasil ini menunjukkan bahwa lama thawing 15 dan 30 menit menunjukkan angka motilitas yang tidak memenuhi syarat inseminasi. Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh ISKANDAR et al. (2006) pada semen beku ayam Arab dengan dua macam metode thawing yaitu metode thawing cepat (35°C selama 30 detik) dan metode thawing lambat (5°C selama 5 menit) menghasilkan motilitas spermatoza 35,31 dan 29,22%.
Hasil-hasil penelitian diatas sesuai dengan pendapat ADIKARTA dan LISTIANAWATI (2001) yang menyatakan bahwa motilitas spermatozoa segera setelah pencairan atau dikapasitasi in vitro pada semen beku menunjukkan angka yang paling tinggi dan berangsur-angsur menurun dengan bertambahnya waktu penyimpanan. ISMAYA dan SUMMERS (2006) dalam penelitian mereka menggunakan waktu inkubasi sampai dengan 120 menit juga menyatakan bahwa motilitas semen akan menurun seiring pertambahan waktu samapai tidak layak untuk diinseminasikan lagi.
Penyebab penurunan kualitas semen adalah terjadinya peroksidasi lipid. Lipid merupakan komponen penting dalam membran sel (fosfolipid, glikolipid dan kolesterol).
Komponen dalam membran sel ini mengandung asam lemak tak jenuh ganda yang sangat rentan terhadap oksidasi yang menyebabkan terjadinya radikal bebas terutama radikal hidroksil (OH-). Radikal hidroksil ini dapat menimbulkan reaksi berantai yang dikenal dengan nama peroksidasi lipid. Proses peroksidasi lipid terjadi pada saat proses thawing, sehingga proses thawing yang terlalu lama akan menyebabkan peroksidasi lipid yang semakin banyak. Proses peroksidasi lipid ini akan mengubah struktur spermatozoa terutama pada bagian membran dan akrosom sehingga akan kehilangan motilitas, perubahan metabolisme dan pelepasan komponen intraseluler sehingga akan meningkatkan kerusakan spermatozoa yang mengakibatkan peningkatan kematian spermatozoa dan penurunan motilitas (WALUYO, 2006).
Selain itu menurut TALIB et al. (2001) kerusakan spermatozoa ini juga dipengaruhi oleh 2 faktor fisik yaitu formasi kristal es yang merusak spermatozoa dan peningkatan jumlah air murni yang dikeluarkan oleh kristal es.
Upaya untuk mengurangi kerusakan spermatozoa akibat metode thawing yang tidak tepat dapat dilakukan dengan penambahan beberapa bahan pada saat proses pembekuan antara lain penambahan vitamin E dan kuning telur. Hasil penelitian ALAWIYAH dan HARTONO (2006) dengan penambahan vitamin E sampai dosis 0,4g/100 ml dapat mempertahankan motilitas spermatozoa 60,20% dan abnormalitas 9,34% sedangkan penelitian RASDIN (2001) dengan penggunaan tris kuning telur mampu mempertahankan keutuhan membran 45% dibandingkan dengan penggunaan susu skim yang hanya mampu mempertahankan keutuhan membran sebesar 35%.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan yang dapat ditarik dari makalah ini adalah metode thawing semen terbaik menggunakan air suhu 37°C selama 30 detik. Saran yang direkomendasikan yaitu perlu sosialisasi lanjutan tentang metode thawing terbaik untuk menghasilkan keberhasilan perkawinan tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
ADIKARTA, E. W. dan A. LISTIANAWATI. 2001. The effect of temperature and storage life in post thawing frozen semen FH to the quality of post capacitation sperm. J. Trop. Anim. Dev.
Spec. Ed. April 2001. Hal. : 85-89.
ALAWIYAH, D. dan M.HARTONO. 2006. Pengaruh penambahan vitamin E dalam bahan pengencer sitrat kuning telur terhadap kualitas semen beku kambing boer. JPPT 31(1): 8 – 14.
DEPISON. 2004. Hubungan antara deposisi semen dalam uterus dengan tingkat keberhasilan inseminasi buatan pada ternak sapi. Media 21(4): 8 – 12.
EVANS,G. dan W.M.C.MAXWELL. 1976. Salamon’s Artificial Insemination of Sheep and Goats.
Butterworths, Sydney.
ISKANDAR,S.,R.MARDALESTARI,R.HERNAWATI,E.
MARDIAH dan E. WAHYU. 2006. Pengaruh jenis, konsentrasi krioprotektan dan metode thawing terhadap kualitas semen beku ayam arab. JITV 11(1): 34 – 38.
ISMAYA dan P. SUMMERS. 2006. The effect of incubation time on the motility, velocity and morpfological characteristics of Merino rams spermatozoa by assessed by computer-aided semen analyzer. JPPT. 31(4) hlm. 195 – 204.
PRAMUNICO, A. 2003. Pengaruh Suhu dan Lama Thawing Semen Beku terhadap Motilitas dan Persentase Spermatozoa Hidup pada Sapi Limousin. Skripsi Sarjana Peternakan. Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang.
RASDIN. 2001. Pengaruh berbagai pegencer dan waktu pembekuan terhadap keutuhan membran dan akrosom sperma domba.
Agroland 8(3): 341 – 348.
TALIB, C., T. SUGARTI, A. R. SIREGAR dan P.
SITUMORANG. 2001. Pengaruh konsentrasi sperma dalam bentuk chilling semen pada jumlah kebuntingan sapi FH. JPPT Spec. Ed.
April 2001. hlm. 47 – 53.
WALUYO, S.T. 2006. Pengaruh penggunaan prolin dalam pengencer susu skim pada sperma beku terhadap kualitas sperma Domba Priangan. J.
Produksi Ternak 8(1): 22 – 27.