• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peranan strain pineapple mealybug wilt associated virusdan kutu putih dalam menginduksi gejala layu pada tanaman nanas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peranan strain pineapple mealybug wilt associated virusdan kutu putih dalam menginduksi gejala layu pada tanaman nanas"

Copied!
57
0
0

Teks penuh

(1)

PADA TANAMAN NANAS

ARTA JUNITA HUTAHAYAN

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ABSTRACT

(3)

© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2006 Hak cipta dilindungi

(4)

PERANAN STRAIN

Pineapple Mealybug Wilt associated Virus

DAN KUTU PUTIH DALAM MENGINDUKSI GEJALA LAYU

PADA TANAMAN NANAS

ARTA JUNITA HUTAHAYAN

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Departemen Proteksi Tanaman

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

Judul Tesis : Peranan Strain Pineapple Mealybug Wilt associated Virus (PMWaV) dan Kutu Putih (Dysmicoccus spp) dalam Menginduksi Gejala Layu pada Tanaman Nanas. Nama : Arta Junita Hutahayan

NIM : A451040101

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Gede Suastika, M.Sc. Dr. Ir. Sobir, M.Si.

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Entomologi.-F itopatologi

Dr. Ir. Sri Hendrastuti Hidayat, M.Sc Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S

(6)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Pengasih, atas kasih, setia dan penyertaan -Nya, sehingga tesis ini dapat diselesaikan. Penelitian ini merupakan studi terhadap “Peranan Pineapple Mealybug Wilt associated Virus (PMWaV) dan Kutu Putih (Dysmicoccus spp.) dalam Menginduksi Gejala Layu pada Tanaman Nanas” yang dilaksanakan sejak September 2005 sampai April 2006.

Terima kasih penulis sampaikan kepada komisi pembimbing, Dr. Ir. Gede Suastika, M.Sc. dan Dr. Ir. Sobir, M.Si. yang telah banyak memberi arahan, bimbingan dan motivasi kepada penulis dalam pelaksanaan penelitian sampai penyusunan tesis ini. Demikian juga penulis sampaikan terima kasih kepada Pusat Kajian Buah-Buah Tropika (PKBT), Institut Pertanian Bogor atas dukungan dana yang diberikan selama penelitian, dan terima kasih penulis kepada Dra. Dewi Sartiami M.Si. yang telah banyak membantu dan membimbing penulis selama penelitian, khususnya dalam mengidentifikasi kutu putih di Laboratorium Biosistematika Serangga.

Ungkapan terima kasih yang tulus penulis sampaikan kepada Ayahanda&Ibunda terkasih serta keluarga besar Hutahaean dan Simanjuntak, buat segala doa, kasih sayang dan dukungannya yang besar kepada penulis selama perkuliahan S2 sampai penulisan tesis ini. Penulis juga ucapkan terima kasih buat Revansius Nababan, SP. yang telah banyak membantu penulis dalam pelaksanan penelitian ini, serta kepada teman -teman yang namanya tidak dapat disebut satu per satu, penulis ucapkan terima kasih. Kiranya Tuhan senantiasa melimpahkan kasih karunia-Nya kepada kita.

Semoga tesis ini dapat bermanfaat. Terima kasih. Tuhan memberkati kita.

Bogor, Juli 2006

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pematangsiantar pada tanggal 11 Juni 1980. Penulis merupakan putri tunggal dari Ayah L. Hutahaean dan Ibu N. Simanjuntak.

(8)

DAFTAR ISI

Studi penularan PMWaV melalui serangga vektor ... 8

Persiapan sumber inokulum ... 8

Identifikasi serangga vektor ... 8

Perbanyakan serangga vektor ... 9

Persiapan tanaman nanas uji ... 9

Studi penularan PMWaV melalui serangga vektor ... 9

TissueBlott Immunoassay ... 10

Studi penularan PMWaV di lapan gan ... 11

Pengamatan sebaran geografi penyakit layu nanas ... 11

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 12

Studi Penularan PMWaV Melalui Serangga Vektor ... 12

Hasil identifikasi kutu putih ... 12

(9)

Verifikasi infeksi PMWaV pada tanaman uji melalui TBIA ... 17

Studi Hasil Pengamatan Penularan PMWaV di Lapangan ... 20

Pengamatan Sebaran Geografi Penyakit Layu Nanas ... 24

Insiden penyakit layu di sentra produksi nanas Jawa Barat .... .... 25

Insiden penyakit layu di sentra produksi nanas Jawa Timur ... 28

Insiden penyakit layu di sentra produksi nanas Sumatera Utara.... 30

PEMBAHASAN UMUM ... 36

KESIMPULAN DAN SARAN ... 38

DAFTAR PUSTAKA ... 39

(10)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Frekuensi tanaman nanas yang menunjukkan gejala layu dan kisaran masa inkubasinya setelah mendapat PMWaV pada keempat perlakuan tanaman uji inokulasi PMWaV dan/atau investasi kutu putih... 14 2. Keparahan penyakit (KP) pada keempat perlakuan tanaman nanas uji

yang diinokulasi PMWaV dan/atau diinvestasi kutu putih... 15

3. Frekuensi tanaman terinfeksi PMWaV-1 dan/atau PMWaV-2 pada studi penularan PMWaV melalui serangga vektor (Dysmicoccus spp.) setelah diverifikasi dengan TBIA ... 18 4. Deskripsi gejala layu yang terinfeksi PMWaV di rumah kaca melalui

verifikasi TBIA ... 20 5. Persentase tanaman nanas di lapangan yang memperlihatkan gejala

layu dan/atau terkolonisasi kutu putih (hasil pengamatan di Subang)... 23 6. Persentase tanaman nanas di lapangan yang memperlihatkan gejala

layu dan/atau terkolonisasi kutu putih (hasil pengamatan di Simalungun) ... 23

(11)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. Dysmicoccus spp (a) Kutu putih betina dewasa (b) Preparat

mikroskopik tubuh kutu putih betina d ewasa (c) Diagram tubuh kutu putih betina dewasa menurut Williams dan Watson (1988)

…………... 12

2. 1. Perlakuan tanaman nanas dengan inokulasi dan in festasi kutu. 1a) Gejala curling, 1b) Gejala mati ujung daun, 1c) Gejala merah; 2. Perlakuan tanaman nanas dengan inokulasi tanpa in festasi kutu (tanda panah merah menunjukkan gejala layu kuning) ; 3. Perlakuan dengan infestasi kutu tanpa inokulasi PMWaV; 4. Kontrol ... 13

3. Perakuan tanaman nanas uji yang hanya diinfestasi kutu tanpa diinokulasi PMWaV ... 15 4. Kondisi tanaman uji yang: diinokulasi PMWaV dan diin festasi kutu putih (a), diinokulasi PMWaV namun tidak diin festasi dengan kutu putih (b), diinfestasi kutu putih tanpa diinokulasi PMWaV (c), tidak diinokulasi PMWaV dan tidak diinfestasi kutu putih (kontrol) (d)... 16

5. Gejala layu sebagai interaksi antara virus Pineapple Mealybug Wilt associated Virus 2 (PMWaV-2) dan aktivitas makan kutu putih Dysmicoccus spp ………... 17

6. Hasil TBIA perlakuan tanaman uji di rumah kaca ………. 18

7. Lokasi pertanaman nanas di dae rah Subang dan Simalungun ... 21

8. Tanaman nanas bergejala layu merah di pertanaman nanas Subang... 22

9. Perbedaan daun tanaman nanas sehat dan terkena gejala layu ……… 22

10. 1 & 2, Tanaman nanas terkolonisasi kutu putih namun tidak terdapat gejala layu. 3 & 4. Tanaman nanas terkolonisasi kutu putih dan terdapat gejala layu ... 23

11. Hasil TBIA. 1&2: Tanaman nanas terkolonisasi kutu putih namun tidak terdapat gejala layu. 3&4: Tanaman nanas terkolonisasi kutu putih dan terdapat gejala layu ... 24

12. a) Lokasi pertanaman nanas di Subang, b) Gejala layu merah, c) Gejala layu kuning ……… 25

13. Lokasi pertanaman nanas di daerah Ciomas ………... 25

14. Tanaman nanas bergejala layu merah di pertanaman nanas ... 26

15. Variasi gejala layu ………... 26

16. Hasil TBIA gejala layu di daerah Ciomas, Bogor …………... 27

17. Lokasi pertanaman nanas di Kecamatan Ponggok …………... 29

(12)

19. Variasi gejala layu. 1. Kuning; 2. Merah; 3. Mati ujung ... 29

20. Hasil TBIA. 1) PMWaV-1; 2) PMWaV-2 ……… 30

21. Lokasi pertanaman nanas di daerah Girsang Sipangan Bolon ... 31

22. Tanaman nanas bergejala layu di pertanaman nanas ... 31

23. Variasi gejala layu. 1. Merah; 2. Kuning ………... 32

24. Koloni kutu putih (Dysmicoccus spp.) ... 32

25. Hasil TBIA sampel daun nanas dari Simalungun ... 33

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Nanas merupakan tanaman buah berupa semak yang memiliki nama ilmiah Ananas comosus. Tanaman ini juga dikenal sebagai danas (Sunda), neneh (Sumatera), pineapple (Inggris), atau pina (Spanyol). Tanaman nanas sudah lama dikenal di Indonesia, namun bukan merupakan tanaman asli Indonesia (Muljohardjo 1983).

Tanaman nanas berasal dari Brasilia (Amerika Selatan) dan telah dibudidayakan di sana sebelum masa Colombus. Pada tahun 1505 bangsa Portugis membawanya ke pulau St. Helena dan pada tahun 1548 ke India. Kemudian pada tahun 1599 bangsa Spanyol membawa nanas ke Filipina dan Semenanjung Malaysia, termasuk Indonesia (Laufer 1929 dalam Muljohardjo 1983).

Di Indonesia nanas pada mulanya dibudidayakan hanya sebagai tanaman pekarangan, kemudian dikebunkan secara luas terutama di lahan kering (tegalan) di seluruh wilayah nusantara. Indonesia pernah tercatat sebagai salah satu produsen nanas kaleng terbesar ketiga di dunia setelah Thailand dan Filipina (Collins 1960). Dalam hubungannya dengan perkembangan industri nanas dunia, Hawaii tercatat sebagai negara perintis dalam industri nanas.

Melihat nanas sebagai salah satu produk hortikultura yang sangat dibutuhkan, khususnya masyarakat Indonesia, maka perlu dilakukan perbaikan kwalitas dan kwantitas tanaman nanas. Faktor-faktor penentu produksi seperti tanah, iklim, varietas nanas, teknik budidaya serta pengendalian hama dan penyakit menjadi penting untuk diketahui.

(15)

di Bogor. Penyakit ini menyebabkan kerusakan pada perakaran. Tanaman yang terserang menjadi layu, daun berwarna merah yang dimulai dari daun terluar, bahkan tanaman dapat mengalami kematian.

Hu et al. (1996) melaporkan bahwa penyakit layu pada tanaman nanas berasosiasi dengan Pineapple mealybug wilt-associated virus-1 (PMWaV -1) dan PMWaV-2. Disebutkan juga bahwa gejala penyakit hanya muncul sebagai hasil interaksi antara virus PMWaV-2 dan aktivitas makan kutu putih Dysmicoccus spp.

Selama ini tindakan pengendalian penyakit layu masih bertumpu pada cara-cara kimiawi. Sasaran utamanya adalah untuk pengendalian serangga vektor Dysmicoccus spp dan semut sebagai simbion kutu. Namun cara ini dapat berakibat buruk terhadap kesehatan manusia dan lingkungan. Selain itu tuntutan konsumen pada saat ini menghendaki penggunaan pestisida seminimal mungkin, terutama untuk konsumen di negara maju. Pengendalian hayati menjadi alternatif dan komponen pengendalian yang penting dalam pengelolaan hama terpadu. Namun demikian informasi keberadaan musuh alami hama ini di Indonesia masih sangat terbatas. Untuk itu diperlukan suatu kajian tentang deteksi dan penyebaran penyakit tersebut demi menunjang usaha pengendalian yang efektif.

Tujuan Penelitian

(16)

TINJAUAN PUSTAKA

Penyakit Layu Nanas

Penyakit layu nanas pertama kali dikenal pada tahun 1910 di Hawaii. Pada tahun 1920-an dan 1930-an hampir menghancurkan industri pengalengan nanas di Hawaii. Beberapa data di bawah ini menyebutkan bahwa penurunan produksi yang diakibatkan oleh penyakit layu ini cukup tinggi. Petty et al. (2002) di Kuba mengemukakan kehilangan hasil sebesar 40%, menurut Sether et al. (2001), kehilangan hasil sebesar 35%, bahkan penurunan hasil juga dapat dialami oleh tanaman terinfeksi yang tidak bergejala. Selain menyebabkan penurunan hasil, penyakit layu ini juga dapat menyebabkan pemasakan buah terlalu dini (Sipes et al. 2002).

Pada tanaman yang terinfeksi penyakit layu terjadi penurunan bobot rata-rata buah sebesar 55% jika dibandingkan dengan tanaman bebas penyakit layu. Jika penyakit layu berkembang 14 bulan setelah penanaman, buah yang dihasilkan rata-rata beratnya berkurang ± 7% dari tanaman yang bebas penyakit layu (Sether & Hu 2002a).

Gejala penyakit pertama kali muncul pada perakaran yang mengalami gangguan pertumbuhan dan membusuk, kemudian diikuti dengan gejala layu pada daun. Collins (1960) membagi gejala penyakit layu pada nanas ini menjadi empat tahapan. Tahapan pertama berupa daun berwarna kemerahan yang dimulai dari daun terluar, tepi daun menggulung, ujung daun tidak melengkung dan tanaman masih tampak normal. Tahapan kedua, daun-daun berwarna kemerahan, turgiditas mulai menghilang, ujung daun agak kecoklatan, kadang daun mengeriting dan terjadi nekrotis dengan ukuran tanaman masih normal. Tahapan ketiga, daun lingkar keempat dan kelima menekuk ke bawah, tepi-tepi daun kuning atau kemerahan, ujungnya mengeriting kebelakang dan tanaman mengalami kekerdilan. Fase keempat, daun tengah tampak tegak namun telah kehilangan turgiditas, ujung daun menekuk dan berwarna coklat, daun keriting dan tanaman kerdil.

(17)

gejala layu. Sedangkan PMWaV-2 ditemukan 100% pada tanaman bergejala layu dan 12% pada tanaman yang tidak menunjukkan gejala layu (Sether et al. 2001).

Organisme Penyebab Penyakit

Penamaan dan klasifikasi

Virus penyebab penyakit layu pada nanas termasuk ke dalam famili Closteroviridae dan genus Closterovirus. Pada saat pertama kali diketahui, penyakit ini diduga karena keberadaan toksin yang dihasilkan oleh kutu Dysmicoccus spp pada saat makan (Carter 1973), kemudian lebih lanjut ditemukan adanya faktor laten yang ditularkan oleh kutu, dan pada sekitar tahun 1980-an berhasil di isolasi virus dari tanaman nanas sakit (CABI 2003).

Nama lain yang biasa digunakan adalah Pineapple Mealybug Wilt associated Closterovirus, tetapi karena penyakit layu nanas ini selalu berasosiasi dengan kutu putih, maka penyakit ini disebut mealybug wilt of pineapple (MWP), yang kemudian direvisi menjadi pineapple mealybug wilt associated virus 1 dan 2 (PMWaV-1 dan PMWaV-2). Dua strain ini dibedakan berdasarkan analisis sequen dan filogenetik (Melzer et al. 2001; Sether et al. 2001; Sether & Hu 2002b). PMWaV merupakan virus golongan ssRNA, kisaran inang sempit dan nanas merupakan inang utama, virion virus diperoleh dari daun, floem dan akar (Gunasinghe & German 1989).

Penularan virus tidak bisa terjadi secara mekanik, namun harus dengan bantuan vektor. Serangga yang dapat menjadi vektor virus adalah D. brevipes, D. neobrevipes dan Pseudococcus longispinus. Penularan bersifat semi persisten dan tidak transovarial (Brunt & Gunasinghe 1991).

Biologi dan ekologi

(18)

Kutu putih biasanya berasosiasi dengan semut. Semut menjaga dan melindungi kutu putih dari predator dengan cara memakan embun madu yang dihasilkan oleh kutu putih, juga mencegah perkembangan penyakit embun jelaga yang disebabkan oleh cendawan (Beardsley et al. 1982).

PMWaV dapat disebarkan oleh Dysmicoccus spp. dengan adanya semut ataupun tidak, namun penyebaran akan sangat tinggi dengan adanya semut. Pengendalian semut di lapangan akan berkorelasi positif dengan pengendalian penyakit layu nanas (Sether et al. 2001).

Kutu Putih (Dysmicoccus spp.)

Taksonomi dan sebaran geografi

Kutu putih nanas (Dysmicoccus spp.) adalah serangga yang tergolong ke dalam ordo Hemiptera, subordo Sternorrhyncha, superfamili Coccoidea dan famili Pseudococcidae. Kutu putih ini berasal dari daerah tropik Amerika (Petty et al. 2002) yang umum ditemukan di Amerika Tengah dan Amerika Utara dan menyebar luas terutama di daerah tropik dan subtropik. Dysmicoccus spp. juga terdapat di Eropa, Asia, Afrika, bagian barat Hemisphere, Oceania dan Australia (CABI 2003).

Biologi dan ekologi

Dysmicoccus spp. umumnya ditemukan pada tanaman nanas dan hampir selalu ada pada setiap pertanaman nanas. Kutu ini juga ditemukan pada tanaman tebu dan merusak beberapa tanaman pertanian penting di bagian tropik Australia (William & Watson 1988).

Menurut Sether et al. 1998, terdapat dua tipe kutu putih yang berbeda di pertanaman nanas di Hawaii, yakni pink mealybug dan grey mealybug. Pink mealybug bereproduksi secara partenogenetik dan grey mealybug secara biparental.

(19)

nanas di Brazil. Beardsley juga menyatakan bahwa dari kedua Dysmicoccus spp

tersebut, pink mealybug adalah D. brevipes dan grey mealybug adalah D. neobrevipes.

Perbedaan penting antara kedua kutu ini terletak pada perilakunya. Bentuk partenogenetik D. brevipes sebagian besar terdapat pada bagian bawah tanaman nanas, dekat permukaan tanah atau di bawahnya, sedangkan bentuk biparental D. brevipes, bersama-sama D. neobrevipes berada pada mahkota dan pada buah yang sedang berkembang. Secara morfologi, perbedaan kedua kutu ini disamping warna tubuh yakni merah jambu (pink) dan abu-abu (grey), juga jumlah ruas antena. D. brevipes memiliki 8 ruas antena dan D. neobrevipes memiliki 10 ruas antena (CABI 2003).

Kutu betina D. brevipes sebelum menjadi dewasa, melalui tiga kali tahapan nimfa yang disebut crawlers, yaitu instar pertama memerlukan waktu perkembangan antara 10-26 hari, instar kedua antara 6-22 hari dan instar ketiga antara 7-24 hari. Total periode nimfa mulai dari instar satu hingga instar tiga bervariasi yakni antara 26-55 hari dengan rata-rata sekitar 34 hari. Periode hidup kutu betina dewasa berkisar antara 31 -80 hari dengan rata-rata 56 hari. Kutu betina dewasa mampu melahirkan nimfa hingga 1000 crawler. Siklus hidup D. brevipes mulai dari instar pertama hingga mencapai dewasa dan kemudian mati, mencapai rata-rata 95 hari. Siklus hidup kutu betina D. neobrevipes tidak berbeda jauh dari siklus hidup kutu betina D. brevipes yakni berkisar antara 59 sampai 117 hari dengan rata-rata 90 hari (Ito 1938 dalam Mau & Kessing 1992).

Kutu jantan D. brevipes memiliki dua instar nimfa dengan masa perkembangan masing-masing instar 9-24 hari dan 5-19 hari. Stadia prapupa dan pupa masing-masing memerlukan waktu 2-5 hari dan 3-7 hari. Dewasa jantan hanya mampu bertahan hidup 1-3 hari (CABI 2003).

(20)

Kutu Dysmicoccus spp. memiliki arti penting karena kisaran inangnya sangat luas (polifag). Hama ini memiliki inang lebih dari 100 genus yang berasal dari 53 famili tumbuhan (CABI 2003) dan penyebarannya juga sangat luas, dari daerah subtropika sampai ke tropika dan selalu terdapat di seluruh pertanaman nanas (William & Watson 1988; CABI 2003).

(21)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Virologi Tumbuhan, Laboratorium Biosistematika Serangga dan Rumah Kaca Cikabayan , Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor mulai bulan September 2005 sampai dengan bulan April 2006.

Metode Penelitian

Studi penularan PMWaV melalui serangga vektor Persiapan sumber inokulum

Tanaman nanas yang menunjukkan gejala layu diambil dari Desa Bunihayu, Kecamatan Jalancagak, Kabupaten Subang. Tanaman tersebut ditanam dalam pot plastik berdiameter 50 cm dan dipelihara di Rumah Kaca Cikabayan, Departemen Proteksi Tanaman, IPB Bogor. Tanaman ini digunakan sebagai sumber inokulum pada percobaan selanjutnya. Verifikasi infeksi PMWaV pada tanaman sumber inokulum dilakukan dengan Tissue Blott Immunoassay (TBIA).

Identifikasi serangga vektor

(22)

akuades sebanyak dua kali, kemudian direndam dalam larutan acid alcohol 50% selama 10 menit. Kemudian ditambahkan larutan asam fukhsin ke dalam larutan acid alcohol 50% tersebut. Setelah beberapa menit, preparat diinkubasi dalam glacial acetic acid semalam. Langkah selanjutnya, kutu putih didehidrasi dengan merendamnya dalam alkohol 80% selama 5 menit, alkohol 100% selama 10 menit, larutan carbol xylene selama dua menit, dan terakhir dalam alkohol 100% selama 10 menit. Selanjutnya preparat direndam dalam minyak cengkeh selama 10 menit, ditetesi dengan balsam kanada dan siap diamati di bawah mikroskop cahaya. Penentuan genus kutu putih mengikuti kunci identifikasi dari Williams & Watson (1988).

Perbanyakan serangga vektor

Setelah benar bahwa kutu putih tersebut adalah D. brevipes, maka dilakukan perbanyakan kutu putih dengan menggunakan labu parang hijau (kabocha). Kutu putih betina dewasa yang siap meletakkan telur dipindahkan ke kabocha yang diletakkan dalam kotak kardus dan disimpan pada ruangan bersuhu 25-30oC. Nimfa-nimfa yang diletakkan oleh imago betina kutu putih tersebut dipelihara pada kabocha sedangkan imagonya dibunuh. Serangga generasi kedua digunakan sebagai agen penularan virus pada penelitian ini.

Persiapan tanaman nanas uji

Tanaman nanas uji yang digunakan adalah nanas varietas Smooth Cayenne hasil kultur jaringan yang diperoleh dari Pusat Kajian Buah -buahan Tropik a, IPB, Bogor. Tanaman nanas uji ditanam dalam kantong plastik berukuran 35 cm x 35 cm yang telah berisi tanah dan pupuk kandang steril (1:1). Tanaman uji dipelihara di Rumah Kaca Cikabayan.

Studi penularan PMWaV melalui serangga vektor

(23)

putih dibunuh dan tanaman nanas uji diinfestasi dengan 10 ekor kutu putih per tanaman sesuai perlakuan, sehingga dalam percobaan ini terdapat empat perlakuan yaitu:

1. Tanaman nanas yang diinokulasi PMWaV dan diinfestasi kutu putih 2. Tanaman nanas yang diinokulasi PMWaV namun tidak diin festasi

dengan kutu putih

3. Tanaman nanas yang hanya diin festasi dengan kutu putih tanpa diinokulasi PMWaV

4. Tanaman nanas uji yang tidak diinokulasi PMWaV dan tidak diin festasi kutu putih.

Setiap perlakuan dilakukan pada 10 individu tanaman nanas sebagai ulangan. Tanaman nanas uji yang telah diberi perlakuan dipelihara dalam rumah kawat kedap serangga untuk diamati gejala yang muncul sampai tiga bulan setelah inokulasi. Verifikasi infeksi PMWaV pada tanaman uji dilakukan dengan menggunakan TBIA.

Tissue Blott Immunoassay

(24)

Selanjutnya membran diinkubasi dalam konjugat (Goat anti-mouse IgG alkaline phosphatase) (Agdia, USA) yang dilarutkan dalam PBS dengan perbandingan 1:1000 selama 2 jam. Setelah dicuci dengan PBST, membran diinkubasi larutan substrat BCIP/NBT (Sigma B-5655), satu tablet substrat dilarutkan dalam 10 ml AP buffer (10 ml Tris HCl 1 M; 1 ml MgCl2 0,5 M dilarutkan dalam akuades 1000 ml dengan pH 9,5), selama 15 menit hingga 1 jam. Bila sudah terjadi perubahan warna, membran dicuci dengan akuades untuk menghentikan reaksi, kemudian dikeringanginkan.

Studi penularan PMWaV di lapangan

Pengamaatn dilakukan di pertanaman nanas di Desa Bunihayu, Kecamatan Jalancagak, Kabupaten Subang dan di Desa Huta Parhonasan, Kecamatan Girsang Sipangan Bolon, Kabupaten Simalungun. Kebun nanas yang diamati adalah kebun yang mempunyai kejadian penyakit layu lebih dari 30%. Pada kebun yang dipilih diamati sejumlah tanaman yang bergejala layu dan yang tidak bergejala. Pada setiap tanaman contoh, baik yang bergejala maupun yang tidak bergejala, diamati kolonisasi kutu putih. Infeksi isolat PMWaV pada tanaman contoh diverifikasi melalui TBIA.

Pengamatan sebaran geografi penyakit layu nanas

(25)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Studi Penularan PMWaV Melalui Serangga Vektor

Hasil identifikasi kutu putih

Hasil pengamatan preparat kutu putih di bawah mikroskop cahaya memperlihatkan bahwa kutu putih yang digunakan dalam penelitian ini mempunyai ciri-ciri sebagai berikut. Pada tubuh kutu putih tersebut terdapat sejumlah porus translusen pada femur belakang dan tibia, mempunyai 8 segmen antena, dua buah porus diskoidal di bagian posterior disekitar mata, terdapat sirkulus, sepasang lobus anal dan 17 pasang serari. Ostiol berkembang baik tanpa penebalan. Serari dengan 3-4 seta terdapat pada segmen abdomen posterior, protoraks dan kepala. Dua serari besar juga terdapat pada kedua lobus anal. Kutu yang mempunyai karakteristik seperti ini, menurut kunci identifikasi Williams & Watson (1988), termasuk ke dalam kelompok famili Pseudococcidae dan genus Dysmicoccus (Gambar 1).

(a) (b) (c)

Gambar 1 Dysmicoccus spp (a) Kutu putih betina dewasa (b) Preparat mikroskopik tubuh kutu putih betina dewasa dan (c) Diagram tubuh kutu putih betina dewasa menurut Williams & Watson (1988)

Induksi gejala oleh PMWaV dan kutu putih pada tanaman uji

(26)

tanaman, memberikan beberapa variasi gejala penyakit layu yang berbeda, yakni gejala merah (reddening), mengeriting (curling), mati ujung daun (tip leaf die back) dan kuning (yellowing). Perlakuan tanaman nanas uji yang diinokulasi tanpa diinfestasi kutu putih, menunjukkan gejala layu yang sama, yakni gejala layu kuning. Sedangkan perlakuan dengan diin festasi kutu putih dan kontrol tidak menimbulkan gejala layu. Namun, daun tanaman nanas pada perlakuan tanaman nanas uji dengan diinfestasi kutu putih, menunjukkan perubahan warna daun menjadi hijau pucat (tidak segar seperti daun tanaman nanas kontrol). Gejala yang terjadi pada keempat perlakuan tersebut, dapat dilihat pada gambar 2 berikut ini:

Gambar 2 1. Perlakuan tanama n nanas dengan inokulasi PMWaV dan infestasi kutu. 1a) Gejala

curling, 1b) Gejala mati ujung daun, 1c) Gejala merah; 2. Perlakuan tanaman nanas dengan inokulasi PMWaV tanpa infestasi kutu (tanda panah merah menunjukkan gejala layu kuning) ; 3. Perlakuan dengan infestasi kutu tanpa inokulasi PMWaV; 4. Kontrol

Munculnya gejala (masa inkubasi) pada tanaman nanas uji tidak seragam. Kisaran munculnya gejala antara minggu ke-6 hingga minggu ke-11 setelah inokulasi (Tabel 1).

1a 1b 1c

(27)

Tabel 1 Frekuensi tanaman nanas yang menunjukkan gejala layu dan kisaran masa inkubasinya setelah mendapat PMWaV pada keempat perlakuan tanaman uji inokulasi PMWaV dan/atau infestasi kutu putih

No Perlakuan Frekuensi tanaman nanas yang

menunjukkan gejala layu

Kisaran masa inkubasi

(MSI) 1 Tanaman nanas uji yang diinokulasi

PMWaV dan diinfestasi dengan 10 ekor kutu putih per tanaman nanas uji

10/10 6-7

2 Tanaman nanas uji yang diinokulasi PMWaV tanpa infestasi kutu putih

10/10 9-10

3 Tanaman nanas uji yang tidak diinokulasi PMWaV tetapi diinfestasi 10 ekor kutu putih per tanaman nanas uji

0/10 -

4 Tanaman nanas uji tanpa diinokulasi virus dan diinfestasi kutu putih (kontrol)

0/10 -

Ket: MSI = minggu setelah inokulasi

Gejala muncul pertama kali pada tanaman nanas uji yang diinokulasi dan diinfestasi dengan 10 ekor kutu per tanaman nanas uji, yaitu pada minggu keenam. Daun tanaman nanas uji mulai kekuningan dan ujung daun mulai layu seperti kekurangan air. Pada minggu ketujuh, daun tanaman nanas uji mulai menunjukkan gejala mengeriting, ujung daun tanaman mulai menggulung ke dalam dan pertumbuhan tanaman mulai terhambat. Kemudian pada minggu-minggu selanjutnya, tanaman nanas uji semakin banyak menunjukkan variasi gejala layu dan pertumbuhan tanaman terhambat sampai pengamatan terahir.

Pada perlakuan tanaman nanas uji yang diinokulasi namun tidak diinfestasi dengan kutu putih, mulai menunjukkan gejala layu pada pengamatan minggu ke sembilan. Gejala layu yang muncul terjadi pada daun tanaman nanas uji yang dimulai dari pemucatan ujung daun tanaman hingga warna daun berubah menjadi kuning pada pengamatan minggu kesebelas.

(28)

Gambar 3 Perlakuan tanaman nanas uji yang diinfestasi kutu tanpadiinokulasi PMWaV : Warna hijau daun yang tidak merata

: Koloni kutu putih pada tanaman nanas

Perlakuan kontrol, sama sekali tidak menunjukkan gejala layu dan hingga akhir pengamatan, tanaman nanas pada pelakuan kontrol ini sehat dengan daun hijau segar.

Tabel 2 Keparahan penyakit (KP) pada keempat perlakuan tanaman nanas uji yang diinokulasi PMWaV dan/atau diin festasi kutu putih

Perlakuan K P Keterangan

Tanaman nanas uji yang diinokulasi PMWaV dan diinfestasi kutu putih

+++ Gejala diawali dengan memucatnya warna daun, ujung daun mulai merah dan semakin lama seluruh daun tanaman nanas uji mengalami layu yang cukup parah dan pertumbuhan terhambat. Daun -daun memerah, melengkung ke bawah, dengan variasi merah, curling dan ujung daun mengalami kematian.

Tanaman nanas uji yang diinokulasi PMWaV tetapi tidak diinfestasi kutu putih

++ Gejala diawali dengan pemucatan warna daun yang cukup lambat dengan perubahan warna daun semakin lama menjadi kuning, tetapi tanaman tidak begitu menjadi layu.

Tanaman nanas uji yang tidak diinokulasi PMWaV tetapi diinfestasi kutu putih

+ Tanaman tidak mengalami gejala layu tetapi akhirnya daun tanaman berwarna hijau tidak merata dan pertumbuhan sedikit terhambat.

Tanaman nanas uji tanpa diinokulasi PMWaV dan diinfestasi kutu putih (kontrol)

(29)

Hasil pengamatan di rumah kaca, diketahui kutu putih merupakan faktor yang mampu memperparah gejala layu (Tabel 2). Hal ini ditemukan pada perlakuan tanaman dengan inokulasi PMWaV dan infestasi kutu putih yang menunjukkan gejala yang lebih parah dibandingkan dengan perlakuan yang hanya diinokulasi PMWaV tanpa diinfestasi kutu putih, tetapi kutu putih bukan merupakan faktor utama dalam memicu gejala layu pada tanaman nanas, seperti yang ditemukan pada perlakuan dengan hanya in festasi kutu putih tanpa inokulasi PMWaV. Hasilnya, semua tanaman uji tidak menunjukkan adanya gejala layu. Perbandingan pertumbuhan dan gejala layu pada setiap perlakuan tanaman nanas uji dapat dilihat pada gambar 4 berikut:

Gambar 4 Kondisi tanaman uji yang: diinokulasi PMWaV dan diinfestasi kutu putih (a), diinokulasi PMWaV namun tidak diinfestasi dengan kutu putih (b), diinfestasi kutu putih tanpa diinokulasi PMWaV (c), tidak diinokulasi PMWaV dan tidak diinfestasi kutu putih (kontrol) (d).

Dari gambar 4 di atas dapat dilihat, bahwa perlakuan dengan inokulasi PMWaV dan investasi kutu putih (a), pertumbuhannya lebih terhambat dan menunjukkan gejala layu yang lebih parah dibanding dengan perlakuan lainnya. Hal ini membuktikan bahwa gejala penyakit layu akan semakin parah bila ada interaksi antara virus dan aktivitas makan kutu putih Dysmicoccus spp, seperti yang terlihat pada gambar 5 berikut ini:

d b

(30)

Gambar 5 Gejala layu akibat interaksi antara virus Pineapple Mealybug Wilt associated Virus 2 (PMWaV-2) dan aktivitas makan kutu putih Dysmicoccus spp

: Gejala layu (daun merah dan mengeriting)

: Koloni kutu putih pada tanaman

Tanaman nanas uji (gambar 4), dengan inokulasi PMWaV tanpa infestasi kutu putih (b), menunjukkan gejala layu dengan daun tanaman nanas hijau kekuningan, namun gejala layu tersebut lebih rendah daripada perlakuan inokulasi PMWaV dan diin festasi kutu putih (a). Hasil ini sesuai dengan pernyataan Brunt & Gunasinghe (1991) yang menyatakan bahwa penularan virus PMWaV harus dengan bantuan serangga vektor. Disinilah pentingnya peranan kutu putih sebagai faktor yang dapat memperparah dan mempercepat timbulnya gejala layu (gambar 5), tetapi kutu putih bukan merupakan faktor utama dalam memicu gejala layu pada tanaman nanas, seperti perlakuan dengan infestasi kutu putih tanpa diinokulasi PMWaV (c) yang tidak menimbulkan gejala layu.

Verifikasi infeksi PMWaV pada tanaman uji melalui TBIA

(31)

Tabel 3 Frekuensi tanaman terinfeksi PMWaV -1 dan/atau PMWaV-2 pada studi penularan PMWaV melalui serangga vektor (Dysmicoccus spp.) setelah diverifikasi dengan TBIA

Frekuensi tanaman terinfeksi Perlakuan

PMWaV-1 PMWaV-2 Diinokulasi PMWaV&diinfestasi dengan kutu putih 10/10 10/10 Diinokulasi PMWaV namun tidak diinfestasi dengan kutu putih 10/10 10/10 Diinfestasi kutu putih namun tidak diinokulasi PMWaV 10/10 0/10 Tanpa diinokulasi PMWaV dan tanpa diinfestasi kutu putih (kontrol) 8/10 0/10

TBIA yang dilakukan dalam penelitian ini berhasil mendeteksi keberadaan virus, sehingga diperoleh hasil TBIA perlakuan tanaman uji di rumah kaca seperti gambar 6 berikut ini:

Gambar 6.1. Hasil TBIA perlakuan tanaman diinokulasi dan diinfestasi dengan kutu

Gambar 6.2. Hasil TBIA perlakuan tanaman diinokulasi tanpa diinfestasi dengan kutu

A B

(32)

Gambar 6.3. Hasil TBIA perlakuan tanaman diinfestasi kutu

Gambar 6.4. Hasil TBIA perlakuan tanaman kontrol

Keterangan: A. Membran PMWaV-1 dan gambar ulangnya B. Membran PMWaV -2 dan gambar ulangnya) : Tidak terdeteksi virus : Terdeteksi virus

Dari gambar 6 dan tabel 3 dapat dilihat bahwa semua tanaman yang menunjukkan gejala berasosiasi dengan virus PMWaV-2. Hal ini sesuai dengan hasil survei Sether et al. (2001) yang menyatakan bahwa tanaman yang terinfeksi PMWaV-2 100% menunjukkan gejala dan 12% tidak menunjukkan gejala.

Pada tabel berik ut (tabel 4) diperoleh deskripsi gejala layu tanaman nanas uji di rumah kaca akibat terinfeksi PMWaV melalui verifikasi TBIA.

B

A B

(33)

Tabel 4 Deskripsi gejala layu yang terinfeksi PMWaV di rumah kaca melalui verifikasi TBIA

Uraian Deskripsi Gambar

Bebas PMWaV Dua tanaman uji berdaun hijau segar, tumbuh sehat tanpa gejala layu PMWaV dan tidak mengandung virus PMWaV

PMWaV-1 1. Delapan tanaman uji berdaun

hijau segar, tumbuh sehat tanpa gejala layu PMWaV, hanya mengandung PMWaV -1

2. Sepuluh tanaman uji tidak bergejala layu, tetapi daun berwarna hijau tak merata dan hanya mengandung PMWaV -1

PMWaV-2 Tidak ada tanaman uji yang hanya mengandung virus PMWaV-2 saja

- PMWaV-1&PMWaV -2 Terdapat 20 tanaman uji yang

mengandung PMWaV-1 dan

Studi Hasil Pengamatan Penularan PMWaV di Lapangan

Daerah survei yang ditentukan untuk mengamati penularan PMWaV di lapangan adalah di Desa Bunihayu, Kecamatan Jalan Cagak, Kabupaten Subang dan di Desa Huta Parhonasan, Kecamatan Girsang Sipangan Bolon, Kabupaten

(34)

Simalungun (gambar 7). Di kedua daerah tersebut, nanas yang ditanami kebanyakan adalah nanas varietas Smooth Cayenne, dan disana ditemukan gejala layu yang cukup luas dan gejala layu yang paling banyak adalah gejala layu merah untuk daerah Subang dan gejala kuning untuk daerah Simalungun.

Gambar 7 Lokasi pertanaman nanas di daerah Subang (a) dan Simalungun (b)

Kultivar Smooth Cayenne ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut, tinggi batang dan tangkai buah 20-50 cm. Jumlah daun berkisar antara 60-80 helai. Daun berbentuk palung yang dangkal dengan tepi lurus, tidak bergelombang. Buah terdapat pada ujung tangkai buah dengan bagian bawah lebih besar daripada bagian ujung. Buah dengan ukuran berat di atas rata-rata bentuknya meruncing dari dasar ke ujung, sedangkan buah dengan berat di bawah rata-rata bentuknya mendekati silinder. Pada umumnya kandungan gula dan asamnya berkisar antara 12-16% dan 0,5-0,9%. Permukaan daun bagian atas berwarna hijau tua dengan tambahan warna merah kecoklatan yang tidak teratur yang disebabkan adanya pigmen antosianin dalam epidermis.

Di lokasi pengamatan Subang, ditemukan adanya gejala layu yang cukup luas dan gejala layu yang paling banyak adalah gejala layu merah (gambar 8).

(35)

Gambar 8 Tanaman nanas bergejala layu merah di pertanaman nanas Subang

Cara membedakan gejala layu merah dengan warna merah kecoklatan akibat adanya pigmen antosianin dalam epidermis pada permukaan daun nanas varietas Smooth Cayenne ini adalah dengan mengamati penyebaran warna merah pada daun tanaman nanas tersebut. Gejala layu merah dimulai dari bagian ujung daun yang runcing hingga ke pangkal daun bagian dalam, seperti gambar 9 berikut:

Gambar 9 Perbedaan daun tanaman nanas sehat dan terkena gejala layu a) Daun sehat (merah kecoklatan akibat adanya pigmen antosianin); b) Daun bergejala layu (gejala merah)

Pada tanaman nanas bergejala layu yang diamati di daerah ini ditemukan adanya kolonisasi kutu putih (Dysmicoccus spp) seperti pada gambar 10 berikut:

a

(36)

Gambar 10 1 & 2. Tanaman nanas terkolonisasi kutu putih namun tidak terdapat gejala layu. 3 & 4. Tanaman nanas terkolonisasi kutu putih dan terdapat gejala layu.

Kutu putih tersebut terdapat pada bagian pangkal daun dekat batang tanaman nanas dan juga terdapat di bagian bawah pangkal batang tanaman nanas dekat dengan akar tanaman nanas. Pada beberapa tanaman nanas yang diamati, ditemukan adanya koloni kutu putih, tetapi tanaman nanas tersebut tidak menunjukkan gejala layu (gambar 10 [1&2]).

Tabel 5 Persentase tanaman nanas di lapangan yang memperlihatkan gejala layu dan/atau terkolonisasi kutu putih (hasil pengamatan di Subang)

No. Individu tanaman nanas yang diamati Persentase

1 Memperlihatkan gejala layu dan terkolonisasi kutu putih 60 2 Memperlihatkan gejala layu tetapi tidak terkolonisasi kutu putih - 3 Terkolonisasi kutu putih tetapi tampak sehat (tidak memperlihatkan

gejala layu)

5

4 Tidak memperlihatkan gejala layu dan kolonisasi kutu putih 35

Tabel 6 Persentase tanaman nanas di lapangan yang memperlihatkan gejala layu dan/atau terkolonisasi kutu putih (hasil pengamatan di Simalungun)

No. Individu tanaman nanas yang diamati Persentase

1 Memperlihatkan gejala layu dan terkolonisasi kutu putih 30 2 Memperlihatkan gejala layu tetapi tidak terkolonisasi kutu putih 15 3 Terkolonisasi kutu putih tetapi tampak sehat (tidak memperlihatkan

gejala layu)

5

4 Tidak memperlihatkan gejala layu dan kolonisasi kutu putih 50

3 4

(37)

Setelah dilakukan pengujian terhadap sampel tanaman nanas yang diamati di Desa Bunihayu, Kecamatan Subang dengan menggunakan TBIA, diperoleh hasil bahwa tanaman nanas dengan koloni kutu putih dan menunjukkan gejala layu, positif mengandung virus PMWaV -1 dan PMWaV -2. Sampel daun tanaman nanas dengan koloni kutu putih dan tanpa adanya gejala layu, virus PMWaV tidak dapat dideteksi, dengan kata lain tidak terdapat virus pada tanaman nanas tersebut (gambar 11).

Gambar 11 Hasil TBIA. 1&2: Tanaman nanas terkolonisasi kutu putih namun tidak terdapat gejala layu; 3&4: Tanaman nanas terkolonisasi kutu putih dan terdapat gejala layu Keterangan:

: Tidak terdeteksi virus : Terdeteksi virus

Dari hasil pengamatan penularan PMWaV di rumah kaca dan di lapangan, diketahui bahwa kutu putih merupakan faktor yang mampu memperparah gejala layu, tetapi kutu putih tersebut bukan merupakan faktor utama dalam memicu gejala layu pada tanaman nanas. Hal ini didukung, dengan adanya tanaman nanas di lapangan yang terkolonisasi kutu putih tetapi tidak menunjukkan gejala layu pada tanaman nanas tersebut.

Variasi gejala layu tanaman nanas di lapangan dan di rumah kaca, ditemukan agak berbeda dan perbedaan gejala ini mungkin terjadi karena kondisi lingkungan di rumah kaca berbeda dengan kondisi di lapangan, terutama dalam hal intensitas cahaya.

Pengamatan Sebaran Geografi Penyakit Layu Nanas

Pengamatan sebaran penyakit layu oleh kutu putih dilakukan melalui survei ke pertanaman nanas di beberapa sentral produksi nanas di Indonesia, di antaranya Propinsi Jawa Barat, Jawa Timur dan Sumatera Utara.

4 3

(38)

Insiden penyakit layu di sentra produksi nanas Jawa Barat

Di pertanaman nanas di Subang kebanyakan ditanami nanas varietas Smooth Cayenne dan di daerah ini ditemukan cukup banyak gejala layu dengan dua variasi gejala layu yaitu gejala layu merah dan gejala layu kuning (gambar 12).

Gambar 12 a) Lokasi pertanaman nanas di Subang, b) Gejala layu merah, c) Gejala layu kuning

Di daerah ini, ada tiga kebun yang diamati dan ketiga kebun nanas tersebut terlihat terinfeksi penyakit layu dengan tingkat keparahan penyakit untuk tiap kebun rata-rata 60-70%.

Survei pertanaman nanas di Jawa Barat juga dilakukan di Bogor, di kebun percobaan IPB Pasir Kuda di daerah Ciomas. Di pertanaman nanas tersebut ditanami nanas varietas Smooth Cayenne. Dari lokasi pertanaman nanas di bawah (gambar 13), sudah dapat dilihat adanya gejala layu (tanda panah merah).

Gambar 13 Lokasi pertanaman nanas di daerah Ciomas

a

(39)

Untuk lebih memperjelas, dapat dilihat pada gambar 14 berikut ini:

Gambar 14 Tanaman nanas bergejala layu merah di pertanaman nanas di Ciomas

Di daerah Ciomas, Bogor ditemukan lima jenis variasi gejala layu yakni gejala layu merah, kuning, curling (daun mengeriting), mati ujung daun dan kerdil. Dari hasil pengamatan di kebun percobaan tersebut, dilihat bahwa tingkat kejadian keparahan penyakit sudah hampir mencapai 50%. Kelima variasi gejala layu terseb ut dapat dilihat pada gambar 15 di bawah ini:

Gambar 15 Variasi gejala layu : 1. Merah; 2. Kuning; 3. Kerdil; 4. Curling; 5. Mati ujung daun

1 2

3

(40)

Terdapatnya gejala layu pada tanaman nanas, perlu dilanjutkan dengan uji serologi untuk lebih memastikan keberadaan virus pada tanaman nanas di daerah Ciomas Bogor tersebut. Hasil TBIA terhadap kelima variasi gejala yang ditemukan di daerah Ciomas dapat dilihat pada gambar 16 di bawah ini:

Gambar 16.1. Hasil TBIA gejala layu merah di daerah Ciomas, Bogor.

Gambar 16.2. Hasil TBIA gejala kerdil di daerah Ciomas, Bogor .

Gambar 16.3. Hasil TBIA gejala layu kuning di daerah Ciomas, Bogor.

Gambar 16.4. Hasil TBIA gejala layu cur ling di daerah Ciomas, Bogor.

A

A B

B A

B A

(41)

Gambar 16.5. Hasil TBIA gejala mati ujung daun di daerah Ciomas, Bogor.

Keterangan: A. Membran PMWaV-1 dan gambar ulangnya B. Membran PMWaV-2 dan gambar ulangnya : Tidak terdeteksi virus

: Terdeteksi virus

Insiden penyakit layu di sentra produksi nanas Jawa Timur

Nanas dikembangkan di Kabupaten Blitar sekitar tahun 1955 setelah terjadi letusan Gunung Kelud. Area bekas lahar Gunung Kelud diadakan tanaman penghijauan yang salah satunya adalah tanaman nanas. Pertanaman nanas berlokasi di Desa Kendal Rejo dan Pasir Harjo Kecamatan Talun, kemudian tanaman nanas terus berkembang di wilayah Blitar bagian barat karena adanya gunung meletus lagi sekitar tahun 1966. Pengembangananya berada di Kecamatan Ponggok, Nglegok, Udanawu dan Srengat yang selanjutnya berkembang sampai sekarang.

Tanaman nanas banyak jenisnya, tetapi di Kabupaten Blitar khususnya di Kecamatan Ponggok yang biasa ditanam petani adalah jenis Queen. Jenis Queen bentuk pohonnya tidak terlalu besar, daun berduri, bentuk buahnya juga tidak teralu besar (beratnya sekitar 1 kg), bentuk buah matanya sedang dan agak menonjol serta mempunyai rasa dan aroma yang lebih manis dan enak jika dibandingkan dengan jenis lain.

Di pertanaman nanas Kecamatan Ponggok, Blitar gejala layu sudah sangat banyak ditemukan (gambar 17). Di daerah ini, ada empat kebun yang diamati dan pada keempat kebun nanas tersebut terlihat banyak sekali tanaman nanas yang terinfeksi penyakit layu.

(42)

Gambar 17 Lokasi pertanaman nanas di Kecamatan Ponggok

Gejala layu yang paling mencolok adalah gejala layu merah (gambar 18). Sejauh mata memandang, gejala layu merah terlihat di pertanaman nanas di daerah ini. Tingkat keparahan penyakit layu di daerah Blitar ini sudah sangat tinggi, kira-kira sudah mencapai 90%.

Gambar 18 Tanaman nanas bergejala layu di pertanaman nanas

: Tanaman nanas bergejala layu

Selain gejala layu merah, ditemukan tiga jenis variasi gejala layu yakni gejala layu kuning dan mati ujung daun. Ketiga variasi gejala layu tersebut dapat dilihat pada gambar 19 berikut ini:

Gambar 19 Variasi gejala layu: 1. Kuning; 2. Merah; 3. Mati ujung

2 3

(43)

Sampel daun tanaman nanas yang bergejala layu, dilanjutkan dengan TBIA untuk memastikan keberadaan virus pada tanaman nanas di Ponggok, Blitar. Hasil TBIA terhadap variasi gejala tersebut dapat dilihat pada gambar 20 di bawah ini:

Gambar 20 Hasil Test Blott Immunoassay (TBIA) , 1) PMWaV-1; 2) PMWaV-2

: Tidak terdeteksi virus

: Terdeteksi virus

Insiden penyakit layu di sentra produksi nanas Sumatera Utara

Sumatera Utara, merupakan propinsi penghasil buah-buahan yang cukup banyak dan khas, seperti markisah medan dan jeruk medan. Selain itu juga banyak menghasilkan berbagai jenis buah-buahan diantaranya buah nanas. Perkebunan nanas yang cukup terkenal di Sumatera Utara terdapat di Kabupaten Simalungun dan Kabupaten Toba Samosir. Survei pertanaman nanas yang dilakukan adalah di Kabupaten Simalungun di daerah Kecamatan Girsang Sipangan Bolon yang sering disebut sebagai huta parhonasan. Penduduk kecamatan ini sebagian besar mata pencahariannya adalah petani dan diantaranya adalah petani nanas.

Nanas yang ditanam di kecamatan ini adalah nanas varietas Smooth Cayenne, dengan buah nanas yang besar (beratnya lebih dari 2 kg), rasanya segar agak masam dan daging buahnya penuh dengan serat. Nanas ini lebih sering dikalengkan karena daging buahnya yang tidak mudah hancur.

Di pertanaman nanas ini (gambar 21), gejala layu juga ditemukan cukup banyak. Namun tidak sebanyak di daerah Jawa Barat dan Jawa Timur. Di daerah Simalungun ini, ada enam kebun nanas yang diamati dan pada keenam kebun nanas tersebut, dua kebun diantaranya hampir tidak ditemukan gejala layu,

(44)

sedangkan pada empat kebun nanas lainnya terlihat banyak sekali tanaman nanas yang terinfeksi penyakit layu.

Gambar 21 Lokasi pertanaman nanas di daerah Girsang Sipangan Bolon

Gejala layu yang paling mencolok adalah gejala layu kuning (gambar 22). Tingkat keparahan penyakit layu di daerah Simalungun ini cukup tinggi, rata-rata mencapai 50-60%.

Gejala layu di daerah ini yang lebih banyak ditemukan adalah pada tanaman nanas fase generatif. Di pembibitan dan tanaman nanas muda jarang ditemukan gejala layu.

Gambar 22 Tanaman nanas bergejala layu di pertanaman nanas : Tanaman nanas bergejala layu kuning

(45)

kuning. Kedua variasi gejala layu tersebut dapat dilihat pada gambar 23 berikut ini:

Gambar 23 Variasi gejala layu. 1. Merah; 2. Kuning

Pada semua tanaman nanas yang diamati dan yang menunjukkan gejala layu, ditemukan kolonisasi kutu putih pada bagian pangkal batang tanaman nanas dan di ketiak daun bagian bawah (gambar 24).

Gambar 24 Koloni kutu putih (Dysmicoccus spp)

(46)

dibawahnya, (CABI 2003). Sampel tanaman nanas yang tidak mempunyai gejala layu meskipun terdapat kolonisasi kutu putih, hanya terdeteksi PMWaV-1 saja.

Hasil TBIA terhadap sampel daun tanaman nanas yang ditemukan di daerah Simalungun untuk lebih memastikan keberadaan virus pada tanaman nanas di daerah tersebut dapat dilihat pada gambar 25 di bawah ini:

Gambar 25. 1 Gejala Layu Kuning + kolonisasi kutu putih.

Gambar 25. 2 Gejala Layu Kuning

Gambar 25. 3 Sampel daun nanas tanpa gejala layu.

Keterangan: A. Membran PMWaV-1 dan gambar ulangnya B. Membran PMWaV-2 dan gambar ulangnya : Tidak terdeteksi virus

: Terdeteksi virus

Berikut ini adalah tabel pengamatan kejadian penyakit dan kondisi iklim lapangan pada waktu survei ke daerah sentra produksi nanas:

A

B A

B A

(47)

Tabel 7 Pengamatan Kejadian Penyakit (KP) pada ke tiga daerah sentra produksi nanas dan pengaruhnya terhadap iklim daerah pengamatan

Daerah sentra produksi nanas yang diamati di atas, ditemukan bahwa insiden penyakit layu yang paling tinggi adalah di daerah Jawa Timur (Blitar) dengan keparahan penyakit mencapai 90%. Hal ini terjadi mungkin karena daerah Blitar berada di ketinggian rata-rata 167 mdpl dengan curah hujan rata-rata 161,3 mm/bln, sehingga dengan ketinggian tempat dan iklim tersebut optimal bagi perkembangan dan penyebaran penyakit layu ini.

Daerah Blitar yang merupakan daerah panas dan kering, merupakan tempat yang sesuai untuk perkembangan kutu putih nanas yang menyukai daerah kering, dan dengan meningkatnya populasi kutu putih nanas, maka tingkat keparahan penyakit layu nanas juga akan semakin tinggi.

Insiden penyakit layu yang lebih rendah dari daerah sentra nanas yang diamati adalah di daerah Sumatera Utara (Simalungun) dengan insiden penyakit layu sekitar 50 -60%. Hal ini karena, daerah Simalungun merupakan daerah yang lebih basah dibandingkan dengan daerah pengamatan lainnya dan pada waktu pengamatan, daerah ini juga sedang mengalami musim penghujan, karena itu populasi kutu putih nanas di daerah ini relatif lebih kecil dibandingkan dengan daerah pengamatan lainnya. Populasi kutu putih yang rendah di daerah ini menyebabkan insiden penyakit layu nanas juga rendah.

Hal ini sesuai dengan pernyataan Carter 1973 yang menyatakan bahwa temperatur rendah dan hujan dapat mengurangi populasi kutu putih dan hal tersebut juga diketahui sebagai faktor yang mampu mengurangi insiden penyakit layu di Malaysia.

Daerah survei KP (%) Kondisi iklim daerah Iklim pada waktu pengamatan

Blitar 90 Kering Kering

Bogor 50 Kering Sedang Hujan

Simalungun 50-60 Basah Hujan

(48)

Hal yang mendukung pernyataan Carter dan hasil penelitian ini, juga didukung oleh (Nur Asbani, komunikasi pribadi), yang menyatakan dalam pengamatan penelitiannya, bahwa kelimpahan populasi kutu putih di lapangan berkaitan dengan kondisi iklim setempat. Asbani meneliti pertanaman nanas di daerah Jawa Barat yaitu Subang dan Bogor. Infestasi kutu putih di Bogor ditemukan lebih rendah dibandingkan dengan infestasi kutu putih di Subang dengan persentase 69% di daerah Bogor dan 73% di daerah Subang.

Asbani menyebutkan bahwa hal ini dipengaruhi tipe iklim kedua daerah tersebut. Daerah Bogor bertipe iklim lebih basah dibandingkan dengan daerah Subang. Daerah Bogor mengalami hujan yang berkelanjutan sehingga menyebabkan genangan air lebih lama dan cuaca mikro berupa kelembaban yang tinggi juga terjadi cukup lama. Kelembaban yang tinggi dan air yang tergenang menyebabkan kematian kutu putih.

(49)

PEMBAHASAN UMUM

Penyakit layu merupakan salah satu kendala utama di pertanaman nanas Indonesia, karena hampir semua pertanaman nanas di Indonesia sudah terinfeksi penyakit ini. Penyebab terjadinya penyakit ini karena adanya virus PMWaV dan kutu putih (Dysmicoccus spp.) di pertanaman nanas.

Hasil pengamatan tanaman nanas yang dilakukan di rumah kaca dan di lapangan, melalui verifikasi TBIA ditemukan virus PMWaV -2 menyebabkan gejala layu pada tanaman nanas sedangkan tanaman nanas yang hanya mengandung virus PMWaV -1 tidak menyebabkan gejala layu. Tanaman nanas yang terlihat sehat karena tidak adanya gejala layu, belum tentu bebas virus PMWaV. Hal ini dibuktikan dari hasil pengamatan di rumah kaca (tanaman uji tanpa mendapatkan perlakuan inokulasi PMWaV dan infestasi Dysmicoccus spp.) dan di lapangan (pengamatan pertanaman nanas di daerah Girsang Sipangan Bolon, Simalungun). Tanaman yang diamati terlihat sehat dan tanpa gejala layu, namun setelah diverifikasi den gan TBIA, tanaman nanas tersebut mengandung virus PMWaV-1.

Ada juga tanaman nanas yang mengandung virus PMWaV-1 dan PMWaV-2 sekaligus di dalam satu tanaman, seperti yang ditemukan pada pengamatan di rumah kaca (perlakuan dengan inokulasi PMWaV+infestasi kutu putih dan juga perlakuan dengan inokulasi PMWaV tanpa infestasi kutu putih) dan pada pengamatan di lapangan (survei di daerah Bogor, Blitar dan Simalungun). Tanaman nanas yang mengandung kedua virus ini juga menunjukkan gejala layu. Hal ini sesuai deng an pernyataan Sether et al. (2001) yang menyatakan PMWaV -2 ditemukan 100% pada tanaman nanas bergejala layu.

(50)

tanaman nanas yang tidak menunjukkan gejala layu akan digunakan sebagai bibit, tanpa mengetahui tanaman nanas tersebut mengandung virus (PMWaV-1 yang umumnya tidak menimbulkan gejala).

Pada penelitian ini, Dysmico ccus spp. berperan sebagai vektor virus penyebab penyakit layu pada tanaman nanas dan juga sebagai penginduksi gejala layu pada tanaman nanas. Dysmicoccus spp. berperan sebagai penginduksi gejala layu dibuktikan pada perlakuan tanaman nanas uji di rumah kaca yang diinokulasi PMWaV, (dengan menggunakan Dysmicoccus spp. yang sebelum diinokulasi, sudah makan akuisisi pada tanaman nanas terinfeksi PMWaV, kemudian kutu dibunuh), tanpa diinfestasi Dysmicoccus spp. 10 ekor per tanaman nanas uji. Hasil yang diperoleh, semua tanaman nanas uji mengalami gejala layu karena virus penyebab penyakit layu sudah terinduksi ke dalam jaringan tanaman nanas uji, meskipun tidak terdapat Dysmicoccus spp. pada tanaman uji tersebut, dengan kata lain, apabila dalam jaringan tanaman nanas terdapat virus PMWaV-2 saja, meskipun tanpa kehadiran kutu Dysmicoccus spp., maka tanaman nanas tersebut akan mengalami gejala layu (tabel 1).

Hal ini bertentangan dengan pernyataan Hu et al. (1996) yang menyatakan bahwa gejala layu tidak akan muncul apabila di dalam jaringan tanaman hanya terdapat virus atau kutu saja. Hasil pengamatan yang ditemukan bertentangan dengan pernyataan ini tidak hanya pada percobaan di rumah kaca, tetapi juga di lapangan, yaitu pada pengamatan di daerah Girsang Sipangan Bolon, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara. Di daerah ini, di temukan tanaman nanas yang memperlihatkan gejala layu tetapi tidak terkolonisasi kutu putih (tabel 6).

(51)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Strain virus PMWaV-2 adalah agen utama penginduksi gejala layu pada tanaman nanas sedangkan strain PMWaV-1 belum diketahui peranannya dalam simtomato logi.

2. Infestasi kutu putih (Dysmicoccus spp) dapat memperparah dan mempercepat timbulnya gejala layu, namun bukan merupakan faktor utama pemicu gejala layu pada tanaman nanas.

3. Penyakit layu pada tanaman nanas telah ditemukan tersebar luas di sentra-sentra produksi nanas di Indonesia.

4. Dari hasil survei pertanaman nanas yang diamati, hampir semua tanaman nanas mengandung virus dan sulit menemukan tanaman nanas yang bebas virus.

Saran

(52)

DAFTAR PUSTAKA

Beardsley JW. 1996. The Pineapple Mealybug Complex, Taxonomy, Distribution and Host Relationship. Acta Hort 334: 383-386.

Beardsley JW, Su TH, McEwen FL, Gerling D. 1982. Field Investigations of The Interrelationships of The Big-Heade Ant, The Grey Pineapple Mealybugs and Pineapple Mealybug Wilt Disease in Hawaii. Proceedings of The Hawaii Entomological Society 24: 51 -67.

Brunt AA, Gunasinghe UB. 1991. Pineapple Wilt-associated Closterovirus. http://image.fsuidaho.edu/wide/refs.htm [15 Oktober 2005]

CABI [Central for Agricultural and Biosciences International]. 2003. Crop Protection Compedium [CD-Rom]. Wallingford: CAB International. Carter W. 1973. Insects in Relation to Plant Disease. New York: John Wiley.

Collins JL. 1960. The Pineapple. London: Leonard Hill.

Gunasinghe UB, German TL. 1989. Purification and Partial Characterization of a Virus from Pineapple. Phytopathology 79: 1337-1341.

Harris KF. 1981. Arthropod and Nematode Vector of Plant Viruses. Ann R Phytopathology 19: 391-426

Hu JS, Sether DM, Ullman DE. 1996. Detection of Pineapple Closterovirus in Pineapple Plants and Mealybug Using Monoclonal Antibodies. Plant Pathology 45: 829-836.

Kalshoven LGE. 1981. The Pest of Crops in Indonesia. Laan PA van deer, penerjemah. Jakarta: Ichtiar Baru-van Hoeve. Terjemahan dari: De Plagen van de Cultuurgewassen in Indonesie.

Mau RFL, Kessing JLM. 1992. Dysmicoccus brevipes (Cockerell). Crop Knowledge Master. Department of Entomology. Honolulu, Hawaii Melzer MJ, Karasev AV, Sether DM and Hu JS. 2001. Nucleotide Sequence,

Genom Organization, and Phylogenetic Analysis of Pineapple Mealybug Wilt-associated Virus-2. General Virology. 82:1-7.

Muljohardjo M. 1983. Nanas dan Teknologi Pengolahannya (Ananas comosus (L) Merr). Yogyakarta: Liberty.

(53)

Rohrbach KG, Schmitt DP. 1994. Pineapple Disease Caused by Virus. Di dalam Ploetz RC, Zentmyer GA, Nishijima WT, Rohrbach KG, Ohr HD, editor. Compendium of Tropical Fruit Diseases. Minnesota: APS. Hal: 54.

Sether DM, Hu JS. 2002a. Yield Impact and Spread of Pineapple Mealybug Wilt associated Virus-2 and Mealybug Wilt of Pineapple in Hawai. Plant Disease. 86:867-874.

Sether DM, Hu JS. 2002b. Closterovirus Infection and Mealybug Exposure are Necessary for Development of Mealybug Wilt of Pineapple Disease. Phytopathology. 92:928-935.

Sether DM, Ullman DE, Hu JS. 1998. Transmission of Pineapple Mealybug Wilt-Associated Virus by Two Species of Mealybug (Dysmicoccus spp.). Phytopathology. 88:1224

Sether DM, Sipes BS, Hu JS. 2001. Differentiation, Distribution, and Elimination of Two Different Pineapple Mealybug Wilt-associated Viruses Found in Pineapple. Plant Disease. 85:856-864.

Sipes BS, Sether DM, Hu JS. 2002. Interaction between Rotylenchus reniformis and Pineapple Mealybug Wilt associated Virus-1 in Pineapple. Plant Disease. 86: 933-938.

(54)

Lampiran 1 Data hasil pengamatan studi penularan PMWaV melalui kutu putih di rumah kaca Cikabayan

a. Perlakuan dengan inokulasi PMWaV dan infestasi kutu putih

Minggu

ke- Gejala layu pada tanaman uji ulangan ke-

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

- : Tidak mengalami gejala layu

+ : Daun tanaman mulai berwarna hijau pucat, tetapi tanaman tidak mengalami kelayuan

* : Daun tanaman mulai menguning dan tanaman terlihat mengalami kelayuan

# : Daun tanaman mulai berwarna merah dan tanmaan mengalami kelayuan

@ : Tanaman mengalami kelayuan

(55)

Lanjutan lampiran 1

b. Perlakuan dengan inokulasi PMWaV tanpa infestasi kutu putih

Minggu

ke- Gejala layu pada tanaman uji ulangan ke-

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1 - - - -

2 - - - -

3 - - - -

4 - - - -

5 - - - -

6 + - + + - - - +

7 - - + + - - - +

8 - - + + + - - - - +

9 - - * + * - - + - +

10 + - * + * - - + - +

11 + + * + * - + * + *

12 * + * * * - + * + *

13 * + * * * + * * + *

14 * * * * * * * * * *

Keterangan:

- : Tidak mengalami gejala layu

+ : Daun tanaman mulai berwarna hijau pucat, tetapi tanaman tidak mengalami kelayuan

(56)

Lanjutan lampiran 1

c. Perlakuan dengan infestasi kutu putih tanpa inokulasi PMWaV

Minggu

ke- Gejala layu pada tanaman uji ulangan ke-

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1 - - - -

2 - - - -

3 - - - -

4 - - - -

5 - - - -

6 - - - -

7 - - - -

8 - - - -

9 + - - - + - - - - -

10 + - - - + - - + - -

11 + + + + + + - + - -

12 + + + + + + - + - -

13 + + + + + + - + - +

14 + + + + + + - + - +

Keterangan:

- : Tidak mengalami gejala layu

(57)

Lanjutan lampiran 1

d. Perlakuan tanpa inokulasi PMWaV dan tanpa infestasi kutu putih

Minggu

ke- Gejala layu pada tanaman uji ulangan ke-

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1 - - - -

2 - - - -

3 - - - -

4 - - - -

5 - - - -

6 - - - -

7 - - - -

8 - - - -

9 - - - -

10 - - - -

11 - - - -

12 - - - -

13 - - - -

14 - - - -

Keterangan:

Gambar

Gambar 1     Dysmicoccus spp  (a) Kutu putih betina dewasa (b) Preparat mikroskopik tubuh kutu putih betina dewasa dan (c) Diagram tubuh kutu putih betina dewasa menurut Williams &  Watson (1988)
Gambar 2     1. Perlakuan tanaman nanas dengan inokulasi PMWaV dan infestasi kutu.  1a) Gejala curling, 1b) Gejala  mati ujung daun,  1c)  Gejala merah; 2
Tabel 1    Frekuensi tanaman nanas yang menunjukkan gejala layu dan kisaran masa inkubasinya setelah mendapat PMWaV pada keempat perlakuan tanaman uji inokulasi PMWaV dan/atau infestasi kutu putih
Tabel 2  Keparahan penyakit (KP) pada keempat perlakuan tanaman nanas uji yang diinokulasi PMWaV dan/atau diinfestasi kutu putih
+7

Referensi

Dokumen terkait

Larutan yang telah bebas protein mungkin perlu diekstraksi lebih lanjut dengan teknik ekstraksi cair-cair dengan pelarut organik yang tidak bercampur, atau dapat langsung

Contohnya, perusahaan asuransi kesehatan dapat menggunakan software pendeteksi penipuan untuk melakukan review asuransi kesehatan dapat menggunakan software pendeteksi

Dari hasil anamnesis didapatkan anak perempuan, 3 tahun 9 bulan datang dengan keluhan utama demam sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit.. penderita mengalami

aktif, cuti, lulus, keluar/DO. Melaksanakan administrasi KRS, ujian MID/UAS, KHS,usulan KKN/KKU, seminar skripsi, pendadaran,transkrip, dan usulan peserta

Faktor penting lainnya yang juga dapat berpengaruh terhadap perilaku disfungsional auditor disamping karakter individu yang diukur dengan locus of control

Tabel berikut mennyatakan hasil ulangan 30 siswa dalam kelas, dimana siswa yang lulus adalah siswa yang mendapat nilai lebih

Pengujian statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah one sample t-test untuk menguji signifikansi abnormal return di sekitar peristiwa keaikan harga BBM,

herbal berbasis mobile yang berisi tentang informasi dari Istana Herbal dan.. produk-produk yang dengan mudah dapat dipesan, sehingga