“Pengaruh karakter individual (locus of control), tekanan anggaran waktu,
dan moralitas auditor terhadap perilaku audit disfungsional”
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Beberapa tahun belakangan ini terkuaknya kasus audit pada perusahaan, seperti kasus Enron, WorldCom di USA dan kasus Kimia Farma hingga ditutupnya salah satu Kantor Akuntan Publik (KAP) terbesar di dunia yaitu KAP Andersen menjadi suatu persoalan yang cukup serius
bagi profesi akuntan publik dan menjadi tantangan tersendiri untuk memperbaiki citra profesi audit ini. Seperti yang kita ketahui, laporan audit memiliki posisi penting bagi penggunanya
terutama bagi investor dan auditor sebagi pihak independen yang ditunjuk oleh pihak principal seharusnya memberikan jasa terbaik atas opini yang diberikannya dalam laporan audit tersebut agar diterima dan dipercaya oleh masyarakat. Kepercayaan para pemakai laporan keuangan
auditan terhadap profesi akuntan publik ini dipengaruhi kualitas audit yang dihasilkan oleh KAP. Kualitas audit adalah probabilitas auditor dapat menemukan dan melaporkan kekeliruan
dan ketidakberesan yang terjadi dalam laporan keuangan yang diaudit (DeAngelo, 1980 dalam Silaban, 2009). Probabilitas auditor menemukan kekeliruan dan ketidakberesan dalam laporan keuangan yang diaudit dipengaruhi oleh kemampuan teknis auditor (seperti; pendidikan,
Dalam salah satu standar umum audit bahkan dinyatakan bahwa dalam pelaksanaan audit
dan penyusunan laporan auditor wajib menggunakan kemahiran profesional dengan cermat dan seksama. Bahkan, standar pekerjaan lapangan juga mendukung hal ini dengan menyatakan bahwa bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan,
permintaan keterangan, dan konfirmasi sebagai dasar yang memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang diaudit. Meskipun demikian, ada kalanya opini audit kurang
mendapat respon yang positif dikarenakan adanya kemungkinan terjadinya perilaku disfungsional oleh seorang auditor dalam proses audit (Donnelly et al., 2003).
Perilaku disfungsional auditor merupakan perilaku menyimpang yang dilakukan auditor
dalam melaksanakan audit. Perilaku disfungsional menurut Donelly et al. (2003) meliputi tindakan melaporkan waktu audit dengan total waktu yang lebih pendek daripada waktu yang
sebenarnya (underreporting of audit time), mengubah prosedur yang telah ditetapkan dalam pelaksanaan audit di lapangan (replacing and altering original audit procedures), dan menyelesaikan langkah-langkah audit yang terlalu dini tanpa melengkapi keseluruhan prosedur
(premature signing-off of audit steps without completion of the procedure). Pada umumnya perilaku audit disfungsional di golongkan menjadi dua hal, yaitu Perilaku Reduksi Kualitas Audit
(RKA) yang berpengaruh secara langsung terhadap penurunan kualitas audit dan underreporting of time (URT) yang berdampak secara tidak langsung terhadap kualitas audit.
Perilaku Reduksi Kualitas Audit (RKA) adalah setiap tindakan yang dilakukan auditor
selama pelaksanaan prosedur audit yang mereduksi efektifitas bukti-bukti audit yang dikumpulkan (Malone dan Robert, 1996). Contoh perilaku RKA adalah ; penghentian prematur
perlakuan akuntansi yang diterapkan klien, penerimaan atas penjelasan klien yang tidak memadai, mengurangi pekerjaan audit dari yang seharusnya dilakukan, dan tidak memperluas
jangkauan pengauditan ketika terdeteksi transaksi atau pos yang meragukan (Pierce dan Sweeney,2004). Perilaku tersebut berdampak negatif bagi hasil laporan audit pemeriksa, karena kelengkapan bukti audit yang telah dikumpulkan selama pemeriksaan menjadi diragukan
keandalannya dalam proses menyatakan pendapat auditor atas laporan keuangan klien. Coram et al. (2003) menyatakan bahwa probabilitas auditor menerbitkan opini yang salah semakin tinggi ketika auditor melaksankan tindakan reduksi kualitas audit (RKA) dalam pelaksanaan program audit.
Perilaku disfungsional memiliki akibat yang dapat mengarah pada kesalahan pada proses
audit lainnya. Ketika kinerja auditor tidak lagi mengikuti standar KAP maka kualitas pekerjaan akan menjadi korban meskipun mungkin tidak berpengaruh secara langsung terhadap kualitas
pekerjaan. Perilaku-perilaku disfungsional tersebut diatas selanjutnya akan mengacu kepada perilaku tidak etis yang nantinya dapat menyebabkan kerugian bagi kepentingan orang banyak seperti yang terjadi pada kasus-kasus yang sering kita temui terkait perlanggaran kode etik
akuntan dalam hal ini oleh auditor.
Adapun faktor penyebab yang menjadi komponen pendukung seorang auditor berperilaku
disfungsional dapat berasal dari faktor internal (karakteristik personal dari auditor) dan faktor eksternal (faktor situasional saat melakukan audit). Malone dan Roberts (1996) berpendapat perilaku individu merupakan refleksi dari sisi personalitasnya sedangkan faktor situasional yang
terjadi saat itu akan mendorong seseorang untuk membuat suatu keputusan.
Karakteristik individual merupakan faktor-faktor yang secara unik berhubungan dengan
Karakteristik individual meliputi karakteristikpersonalitas seperti kepribadian, gender, kebangsaan, dan hasi-hasil dari proses sosialisasi dan pengembangan sumber daya manusia
seperti komitmenorganisasional dan komitmen profesional (Ford dan Richardson, 1994) dalam Silaban (2009). Auditor dengan niat untuk meninggalkan organisasi akan lebih menerima perilaku audit disfungsional karena berkurangnya ketakutan akan kemungkinan adanya
pembatasan jika perilakunya tersebut diketahui (Malone dan Robert, 1996). Dalam penelitian ini, Karakteristik individual yang direfleksikan dengan locus of control akan diuji dalam kaitannya
dengan pengaruhnya terhadap perilaku audit disfungsional.
Locus of control merupakan karakteristik personalitas yang menggambarkan tingkat keyakinan seseorang tentang sejauh mana mereka dapat mengendalikan faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan yang dialaminya (Muawanah, 2000:4). Seseorang yang meyakini keberhasilan atau kegagalan yang dialaminya berada dalam kontrolnya disebut
memiliki locus of control internal pada pihak lain individu yang meyakini keberhasilan atau kegagalan yang dialaminya ditentukan oleh faktor-faktor eksternal (di luar kontrolnya) disebut
memiliki locus of control eksternal.
Sebab lain yang bisa saja menjadi alasan terjadinya penyimpangan disfungsial seorang auditor yakni adanya stress bekerja di bawah tekanan. Tekanan yang dimaksud adalah tekanan
terhadap waktu penyelesaian tugas audit yang diberikan. Silaban (2009:57) mendefinisikan tekanan anggaran waktu sebagai bentuk tekanan yang muncul dari keterbatasan sumber daya
telah disusun atau terdapat pembatasan waktu dan anggaran yang sangat ketat dan kaku (Marfuah, 2011:11).
Hal ini merupakan salah satu jenis tekanan yang benar-benar berpotensi menurunkan
kontrol auditor terhadap lingkungan pekerjaannya (McNair, 1991). Anggaran waktu dapat
memberikan pengaruh pada kontrol auditor terhadap lingkungan kerjanya karena anggaran
waktu dianggap sebagai mekanisme kontrol dan alat pengukuran kinerja pada KAP (Silaban,
2009:58). Waktu penyelesaian tugas audit diberikan oleh Kantor Akuntan Publik kepada
auditornya untuk mengurangi biaya audit. Semakin cepat waktu pengerjaan audit, maka biaya pelaksanaan audit akan semakin kecil. Keberadaan anggaran waktu ini memaksa auditor untuk menyelesaikan tugas secepatnya ayau sesuai dengan anggaran waktu yang telah ditetapkan.
Pelaksanaan prosedur audit seperti ini tentu saja tidak akan sama hasilnya bila prosedur audit dilakukan dalam kondisi tanpa anggaran waktu.
Faktor penting lainnya yang juga dapat berpengaruh terhadap perilaku disfungsional auditor disamping karakter individu yang diukur dengan locus of control dan tekanan anggaran waktu yaitu moralitas auditor. Para Akuntan dalam menjalankan profesinya cenderung
mengabaikan persoalan etis bila menemukan masalah yang bersifat teknis artinya bahwa para akuntan cenderung berperilaku tidak bermoral apabila dihadapkan dengan persoalan audit.
Robbins (1996) dalam Utaminingsih (2004) menyebutkan bahwa kemerosotan etika moral diduga karena nilai-nilai personil yang dimiliki tidak sesuai dengan nilai-nilai etis. Pokok persoalan etis yang besar dan umum dihadapi auditor adalah menyangkut persoalan tentang
konflik kepentingan (Conflict of Interest), usul para klien untuk memanipulasi laporan keuangan dan usul para klien untuk menghindarkan pajak Leung dan Cooper (2005). Pokok-pokok
melakukan profesinya, auditor memiliki kode etik profesi, tetapi tidak merupakan jaminan bahwa auditor akan berperilaku etis segaimana diinginkan publik (Leung dan Cooper, 2005).
Maka berperilaku etis dalam profesi akuntan sangat tergantung kepada orientasi etis individunya. Penilitian ini didasarkan pada penelitian Adanan Silaban (2009) dan Bagus Catur Hardyan (2013). Peniliti memfokuskan penelitian pada variable faktor internal auditor (locus of control)
dan eksternal auditor (tekanan anggaran waktu) yang diindikasikan berpengaruh terhadap perilaku audit fungsional. Selain itu peneliti juga menambah variable mediasi (intervening) yaitu
faktor moralitas auditor yang diyakini peneliti juga akan berpengaruh memperkuat atau memperlemah pengaruh terhadap perilaku audit fungsional.
Permasalahan karakter individu, tekanan anggaran waktu dan moralitas auditor terkait
dengan perilaku disfungsional auditor memiliki implikasi yang serius terhadap kualitas audit. Oleh karena itu, penulis merasa perlu diadakan pengujian terhadap permasalahan ini terutama
setelah adanya kasus Enron-Anderson. Hal ini perlu dilakukan untuk memastikan apakah penyimpangan tersebut berasal dari faktor yang dapat dikontrol atau tidak. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis terdorong untuk menulis skripsi dengan judul “Pengaruh Karakter
Individual (Locus Of Control), Tekanan Anggaran Waktu, dan Moralitas Auditor Terhadap Perilaku Audit Disfungsional”.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang, maka dapat diidentifikasi masalah-masalah yang