• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kriteria Kematangan Pascapanen Buah Pepaya (Carica Papaya L.) Callina Dari Beberapa Umur Panen

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kriteria Kematangan Pascapanen Buah Pepaya (Carica Papaya L.) Callina Dari Beberapa Umur Panen"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

KRITERIA KEMATANGAN PASCAPANEN BUAH PEPAYA

(Carica papaya L.) CALLINA DARI BEBERAPA

UMUR PANEN

M. LUTHFAN TARIS

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kriteria Kematangan Pascapanen Buah Pepaya (Carica papaya L.) Callina dari Beberapa Umur Panen adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

M. LUTHFAN TARIS. Kriteria Kematangan Pascapanen Buah Pepaya (Carica papaya L.) Callina dari Beberapa Umur Panen. Dibimbing oleh WINARSO DRAJAD WIDODO dan KETTY SUKETI.

Pepaya merupakan salah satu buah klimakterik yang memiliki daya simpan pendek, tetapi memiliki potensi yang tinggi sebagai sumber vitamin dan mineral. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari kriteria kematangan pascapanen buah pepaya Callina dari beberapa umur panen dan menentukan saat panen terbaik untuk penanganan pascapanen dalam rangka memperpanjang masa simpan. Buah untuk percobaan diperoleh dari kebun pepaya Pusat Kajian Hortikultura Tropika, Institut Pertanian Bogor (PKHT IPB) Tajur, Bogor dan pengujian kematangan pascapanen dilakukan di Laboratorium Pascapanen, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor pada bulan Maret - Agustus 2014. Percobaan terdiri atas 4 perlakuan: 115, 120, 125 dan 130 hari setelah antesis (HSA) dengan 3 ulangan. Umur simpan terlama pepaya Callina diperoleh pada umur panen 115 HSA (satuan panas sebesar 2 010.060C hari) dengan umur simpan 8 hari. Umur panen 120 HSA (satuan panas sebesar 2 102.130C hari) merupakan umur panen terbaik untuk perlakuan memperpanjang umur simpan kerena mutu kimia yang terkandung baik dengan umur simpan 7 hari. Buah pepaya yang dipanen tua lebih cepat mencapai kematangan pascapanen dibandingkan dengan buah pepaya yang dipanen muda. Pepaya yang dipanen muda memiliki laju respirasi yang lebih rendah dibandingkan dengan pepaya yang dipanen tua. Umur panen tidak mempengaruhi mutu fisik tetapi mempengaruhi mutu kimia buah pepaya pada tingkat kematangan pascapanen yang sama.

(5)

ABSTRACT

M. LUTHFAN TARIS. Criteria of Postharvest Ripeness of Callina Papaya Fruit (Carica papaya L.) of Several Picking Dates. Supervised by WINARSO DRAJAD WIDODO and KETTY SUKETI.

Papaya is one of the climacteric fruit that has a short shelf life, but it has a high potential as a source of vitamins and minerals. This research aims to study the maturity criteria postharvest ripeness of Callina papaya fruit of several picking dates and to determine the best picking dates for postharvest handling in order to extend the shelf life. Fruit for experiment was taking from The Research Center for Tropical Horticulture, Bogor Agricultural Institute (PKHT IPB)’s Papaya Farm Tajur, Bogor and postharvest ripement test conducted at Postharvest Laboratory, Department of Agronomy and Horticulture, Bogor Agricultural University in March to August 2014. Experiment consisted of 4 treatments: 115, 120, 125 and 130 days after anthesis (DAA) with 3 replications. The longest shelf life for papaya Callina was obtained by fruit picked at 115 DAA (heat unit 2 010.060C day) with the shelf life of 8 days. Picking dates 120 DAA (heat unit 2 102.130C day) is the best picking dates for treatment that make longer shelf life because of the chemical quality that contained is good with the shelf life of 7 days. The older papaya fruits reach maturity faster than the younger papaya fruit. Young papaya has a lower respiration rate than the old papaya. Picking dates does not affect the physical quality but affect the chemical quality of papaya fruit at the same postharvest maturity level.

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Agronomi dan Hortikultura

KRITERIA KEMATANGAN PASCAPANEN BUAH PEPAYA

(Carica papaya L.) CALLINA DARI BEBERAPA

UMUR PANEN

M. LUTHFAN TARIS

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)
(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2014 ini ialah pascapanen, dengan judul Kriteria Kematangan Pascapanen Buah Pepaya (Carica papaya L.) Callina dari Beberapa Umur Panen.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:

1. Ir Winarso Drajad Widodo, MS, PhD dan Dr Ir Ketty Suketi, MSi sebagai dosen pembimbing atas segala bimbingan dan pengarahan yang diberikan kepada penulis.

2. Juang Gema Kartika, SP, MSi sebagai dosen penguji pada ujian tugas akhir yang telah memberikan saran dan masukan untuk perbaikan karya ilmiah ini. 3. Dr Ir Sugiyanta, MSi sebagai dosen pembimbing akademik yang telah

memberikan bimbingan selama penulis menjalani kuliah.

4. Bapak Ibramsyah, Bapak Ahmad Kurniawan, SSi, Ibu Yuyun Juhaena dan seluruh teknisi kebun PKHT Tajur yang telah banyak membantu dalam penelitian.

5. Kedua orang tua penulis, M. Andi Suryawardhana, SH dan Dra Yusnidar serta seluruh keluarga atas doa, dukungan, dan kasih sayangnya.

6. Keluarga Edelweiss 47, keluarga Wisma Sawit, serta teman-teman yang telah membantu dalam menyelesaikan karya ilmiah ini.

Penulis mengharapkan semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(12)
(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

Kondisi Iklim Prapanen Pepaya 2

Kriteria Panen Buah Pepaya 2

Proses Pematangan Buah Pepaya 3

Kriteria Kematangan Buah Pepaya 3

Proses Pascapanen 4

METODE PENELITIAN 4

Tempat dan Waktu Percobaan 4

Bahan Percobaan 4

Peralatan Percobaan 4

Metode Percobaan 4

Prosedur Percobaan 5

Pengamatan 6

HASIL DAN PEMBAHASAN 8

Umur Simpan 8

Laju Respirasi 10

Mutu Fisik 11

Mutu Kimia 12

KESIMPULAN 13

DAFTAR PUSTAKA 14

LAMPIRAN 17

(14)

DAFTAR TABEL

1 Satuan panas dan umur simpan pepaya Callina 9

2 Mutu fisik pepaya Callina 11

3 Mutu kimia pepaya Callina 12

DAFTAR GAMBAR

1 Kebun pepaya PKHT IPB, Tajur, Bogor 5

2 Perubahan warna kulit buah pepaya Callina 6

3 Laju respirasi buah pepaya setelah pemanenan 10

DAFTAR LAMPIRAN

1 Deskripsi pepaya Callina 17

2 Skala warna kulit buah pepaya Callina 17

3 Inkubasi pada pepaya Callina 17

4 Pengukuran kelunakan buah 18

(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Produksi pepaya Indonesia pada tahun 2012 mencapai 942 215 ton dan produksi menurun menjadi 909 827 ton pada tahun 2013. Jumlah produksi pepaya termasuk 6 besar produksi buah nasional setelah pisang, mangga, jeruk, nenas, dan salak (Ditjen Horti 2015; BPS 2015). Pepaya merupakan salah satu produk buah unggulan Indonesia berdasarkan jumlah produksinya. Produksi pepaya Indonesia dapat ditingkatkan dengan kualitas yang baik.

Pepaya merupakan salah satu buah yang tergolong dalam buah dengan respirasi klimakterik. Buah dengan respirasi klimakterik adalah buah dengan produksi CO2 yang meningkat seiring dengan pematangan buah dan produksi

etilen yang tinggi pada saat buah matang (Zulkarnain 2009). Produksi etilen yang tinggi menyebabkan pematangan buah yang cepat. Kecepatan pematangan buah inimenyebabkan daya simpan yang rendah.

Mutu buah pepaya untuk pemasaran dengan waktu pemasaran yang cukup lama (ekspor) perlu dijaga dengan meningkatkan daya simpan. Kualitas pepaya yang sampai ke tangan konsumen sangat dipengaruhi oleh umur panen. Pepaya yang dipanen pada waktu yang kurang tepat dapat mempengaruhi lama penyimpanan dan kualitas pepaya.

Salah satu masalah pascapanen pepaya yang terjadi di Indonesia adalah rantai pemasaran produk yang panjang. Saat transportasi dalam pengangkutan terkadang ada pepaya yang matang di perjalanan dan mengalami kebusukan. Hal ini dapat disebabkan oleh pemanenan pepaya yang lewat dari umur panen yang baik.

Umur panen sangat menentukan kualitas pepaya yang akan dipasarkan. Buah pepaya dipanen pada stadium menguning yaitu saat muncul semburat kuning pada permukaan kulit buah. Pada stadium ini menunjukkan pepaya sudah mencapai matang fisiologi dan akan matang (DAFF 2009). Pada stadium matang pohon buah pepaya yang diperoleh belum diketahui daya simpannya. Berdasarkan penelitian Purba (2006) dan Reninda (2006) buah pepaya yang dipanen dengan beberapa stadium kematangan berdasarkan warna kulit dan beberapa umur panen mempengaruhi masa simpan dan komposisi kimia buah.

Penelitian kriteria kematangan pascapanen buah pepaya Callina dengan umur panen sebelumnya dilakukan oleh Pratiwi (2014), namun saat penentuan umur panen sebelumnya tidak dilakukan penandaan pada bunga dan tidak menghitung jumlah satuan panas selama masa generatif. Penentuan umur panen hanya diperkirakan oleh pemilik kebun, sehingga umur panen yang didapat tidak pasti.

(16)

2

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan mempelajari kriteria kematangan pascapanen buah pepaya Callina dari beberapa umur panen buah dan menghitung jumlah satuan panas selama masa generatif, dari antesis sampai dengan panen. Penelitian ini juga bertujuan menentukan saat panen optimal untuk penanganan pascapanen yang dapat memperpanjang masa simpan.

TINJAUAN PUSTAKA

Kondisi Iklim Prapanen Pepaya

Sistem penanganan pascapanen tanaman hortikultura dimulai pada saat panen, untuk mendapatkan kualitas buah yang baik pada saat panen faktor prapanen sangat mempengaruhi. Kualitas produk hortikultura pascapanen dipengaruhi perkembangan produk selama awal pertumbuhan tanaman, saat pertumbuhan dan teknologi pascapanen (Hewett 2006). Komposisi gizi tanaman buah saat panen dapat bervariasi tergantung pada kultivar, kematangan buah, iklim, jenis tanah, dan kesuburan (Lee dan Kader 2000).

Pada tanaman pepaya suhu mempengaruhi metabolisme dan penyerapan nutrisi mineral oleh tanaman, karena tingkat transpirasi meningkat dengan meningkatnya suhu. Suhu yang lebih rendah (kurang dari 100C) menurunkan pertumbuhan buah, tingkat kemanisan dan ukuran buah pepaya (Workneh et al. 2012). Miller et al. (2001) menyatakan bahwa masing-masing fase perkembangan organisme memiliki total kebutuhan panas sendiri. Perkembangan tanaman dapat diperkirakan dengan mengumpulkan derajat hari antara suhu tinggi dan rendah sepanjang musim.

Pratiwi (2014) menyatakan bahwa perkiraan umur panen buah pepaya yang tepat dapat diduga dari akumulasi degree days atau heat unit. Berdasarkan penelitian Syakur (2012) menunjukkan bahwa metode heat unit (satuan panas) dapat memprediksi waktu pembungaan dan matang fisiologi pada tanaman tomat. Berdasarkan penelitian Nugroho (2014) satuan panas dapat menentukan umur panen terbaik 3 varietas kacang tanah (Domba, Badak, dan Panther). Berdasarkan penelitian Rahayu (2014) satuan panas dapat menentukan umur panen terbaik pisang Raja Bulu pada beberapa umur panen (85, 90, 95, 100, dan 105 hari setelah antesis). Pisang Raja Bulu mulai dapat dipanen pada 85 HSA (satuan panas sebesar 1 305.50C hari) dengan umur simpan 11 hari.

Kriteria Panen Buah Pepaya

(17)

3 Pemanenan merupakan kegiatan yang sangat menentukan dalam kegiatan operasional hortikultura. Mutu buah yang baik diperoleh bila pemanenan hasilnya dilakukan pada tingkat kematangan yang tepat. Buah yang dipanen pada waktu yang kurang tepat akan menghasilkan mutu buah yang kurang baik, ini disebabkan buah yang dipanen secara fisiologi merupakan organisme hidup yang masih melangsungkan metabolisme secara aktif. Waktu panen ditentukan oleh jenis atau varietas tanaman, waktu tanam, waktu berbunga, dan kondisi lingkungan selama musim tanam (Zulkarnain 2009).

Proses Pematangan Buah Pepaya

Menurut Zulkarnain (2009) pada produk hortikultura setelah panen mengalami proses fisiologi dan biokimia. Proses yang terjadi pada produk hortikultura setelah panen diantaranya adalah kehilangan air, konversi karbohidrat, perubahan rasa, perubahan kelunakan, perubahan warna, dan perubahan kadar vitamin. Paul dan Duarte (2011) mengelompokkan pepaya kedalam buah dengan respirasi klimakterik. Proses klimakterik disebabkan oleh adanya perubahan permeabilitas dari jaringan. Proses klimakterik mempengaruhi laju respirasi dan produksi etilen pada buah. Laju respirasi dipengaruhi oleh jenis dan tingkat kematangan buah yang juga mempengaruhi kondisi produksi etilen selama pematangan buah.

Selama proses pematangan buah perbandingan padatan terlarut terhadap kadar asam merupakan kriteria penting dalam kematangan buah. Rasio antara padatan terlarut total dengan kadar asam organik mempengaruhi tingkat kemanisan pada buah. Selama proses pematangan buah terjadi perubahan warna pada buah. Buah muda biasanya berwarna hijau dan berubah menjadi kuning pada saat buah matang. Perubahan warna ini terjadi karena adanya degradasi klorofil. Kloroplas pada buah menggantikan kromoplas dan mensintesis pigmen kuning, karoten, dan xantopil (Poerwanto dan Susila 2014).

Kriteria Kematangan Buah Pepaya

(18)

4

Proses Pascapanen

Berdasarkan penelitian Sutowijoyo (2013) tingkat umur petik pisang Raja Bulu yang semakin tua (90 - 110 HSA) menunjukkan pencapaian kematangan pascapanen yang semakin cepat, sehingga semakin tua umur petik pisang umur simpan menjadi lebih pendek, persentase susut bobot yang berkurang, persentase edible part yang bertambah, kandungan asam terlarut total (ATT) yang secara umum mengalami penurunan, dan kandungan vitamin C yang berfluktuatif.

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Percobaan

Penandaan bunga dilaksanakan pada Maret 2014 di kebun pepaya Pusat Kajian Hortikultura Tropika, Institut Pertanian Bogor (PKHT IPB) Tajur, Bogor, sedangkan pengujian pascapanen mulai dilaksanakan pada bulan Juli 2014 di Laboratorium Pascapanen, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor. Percobaan dilaksanakan pada bulan Maret hingga Agustus 2014.

Bahan Percobaan

Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah buah pepaya Callina dengan umur panen 115, 120, 125, dan 130 hari setelah antesis (HSA) yang diperoleh dari pohon hermafrodit yang berumur 10 bulan, larutan Iodine 0.01 N, NaOH 0.1 N, phenolphthalein, amilum dan aquades. Deskripsi pepaya Callina dapat dilihat pada Lampiran 1.

Peralatan Percobaan

Alat yang digunakan adalah timbangan analitik, stoples, kosmotektor, hand refractometer, penetrometer, blender, labu takar, dan alat-alat titrasi lainnya.

Metode Percobaan

Penelitian ini dilaksanakan dengan rancangan percobaan faktor tunggal yaitu umur panen buah yang terdiri dari 4 perlakuan yaitu 115, 120, 125, dan 130 hari setelah antesis (HSA) dengan 3 ulangan, sehingga terdapat 12 satuan percobaan. Setiap satuan percobaan terdiri dari 3 buah pepaya. Jumlah buah pepaya yang digunakan 36 buah.

(19)

5 Yij =  + i + j + ij

Keterangan:

Yij : nilai pengamatan pada perlakuan umur ke-i dan ulangan ke-j

 : nilai rata-rata umum

i : pengaruh perlakuan umur ke-i, i = 1, 2, 3, 4

j : pengaruh ulangan ke-j, j = 1, 2, 3

ij : pengaruh galat percobaan yang menyebar normal

Data yang diperoleh dianalisis menggunakan sidik ragam atau Analysis of Variance (ANOVA). Apabila perlakuan berpengaruh nyata maka akan dilanjutkan dengan uji jarak berganda dari Duncan (DMRT) pada taraf 5 %.

Prosedur Percobaan

Penandaan buah

Penandaan bunga dilakukan pada Maret 2014 di kebun pepaya Pusat Kajian Hortikultura Tropika, Institut Pertanian Bogor (PKHT IPB). Penandaan bunga dilakukan untuk mendapatkan buah pepaya dengan umur panen yang diinginkan. Penandaan dilakukan setiap hari pada tanggal 10 – 17 dan 22 – 24 Maret 2014 agar mendapatkan umur panen yang diinginkan dengan waktu panen yang bersamaan. Jumlah bunga yang ditandai lebih dari 60 bunga setiap hari untuk mengantisipasi bunga yang rontok. Jumlah buah yang dibutuhkan sebanyak 36 buah dari seluruh bunga yang ditandai.

Tanaman pepaya di kebun PKHT ditanam pada September 2013 (Gambar 1). Pupuk dasar diaplikasikan 1 minggu sebelum pepaya ditanam yaitu 1 karung pupuk kandang (20 kg) per lubang tanam. Setelah pepaya ditanam pemupukan dilakukan 1 bulan sekali dengan dosis urea 100 g, SP-36 200 g, dan KCl 200 g per pohon. Pengendalian hama dilakukan 1 minggu sekali dengan pengaplikasian pestisida dan penyiangan gulma dilakukan 1 bulan sekali. Penyiraman dilakukan 2 kali sehari jika tidak ada hujan.

(20)

6

Pemanenan, Pengangkutan, dan Penanganan Buah

Pemanenan buah pepaya dilakukan pada saat stadium umur panen yang telah ditentukan yaitu 115, 120, 125, dan 130 hari setelah antesis (HSA). Pepaya yang dibutuhkan untuk sekali panen sebanyak 9 buah. Pemanenan buah dilakukan pada pagi hari dengan cara dipetik untuk menghindari terjadinya goresan atau luka. Setiap buah dibungkus dengan koran lalu dimasukkan dalam kardus. Setelah itu buah diangkut ke Laboratorium Pascapanen, Departemen Agronomi dan Hortikultura. Buah yang telah dibawa ke Laboratorium dicuci dengan air mengalir kemudian dikeringanginkan lalu buah diletakkan ke dalam stoples yang memiliki volume 5 liter.

Pengamatan

Pengamatan di lapangan dilakukan terhadap suhu harian rata-rata untuk mendapatkan jumlah satuan panas dari bunga antesis hingga panen. Pengamatan di laboratorium yaitu laju respirasi, mutu fisik (indeks skala warna kulit buah, susut bobot buah, kekerasan daging dan kulit buah) dan mutu kimia (padatan terlarut total (PTT), asam tertitrasi total (ATT), kandungan vitamin C). Pengamatan laju respirasi, mutu fisik, dan kimia buah mengacu metode yang digunakan Mulyana (2011) pada penelitian pascapanen pisang Raja Bulu dan Prasetyo (2013) pada penelitian pascapanen buah pepaya. Pengamatan mutu fisik dan kimia dilakukan saat buah pepaya sudah matang yaitu saat warna kulit buah mencapai skala 7 (Lampiran 2). Pengamatan skala warna kulit buah mengacu metode yang digunakan oleh Rini (2008) (Gambar 2).

Gambar 2 Perubahan warna kulit buah pepaya IPB 9 Sumber: Rini (2008)

Keterangan:

1. Hijau 5. Kuning dengan ujung hijau

2. Hijau dengan sedikit kuning 6. Kuning penuh

3. Hijau kekuningan 7. Kuning dengan sedikit bintik coklat 4. Kuning lebih banyak dari hijau

Satuan Panas

(21)

7

SP = ∑(TRi – 100C); TRi = suhu rataan harian

Susut Bobot

Pengukuran susut bobot dilakukan dengan cara menimbang buah pepaya pada hari ke-0 setelah panen (bobot awal) dan pada saat buah matang (bobot akhir). Susut bobot buah dapat dihitung dengan rumus:

Laju Respirasi

Pengukuran laju respirasi dilakukan berdasarkan laju produksi gas CO2 yang

dihasilkan oleh buah pepaya. Pengamatan laju respirasi dilaksanakan setiap hari. Alat yang digunakan adalah kosmotektor. Pengukuran laju respirasi buah dilakukan dengan cara: buah dimasukkan ke dalam wadah tertutup yang dihubungkan dengan dua pipa plastik sebagai saluran pengeluaran CO2.

Pengukuran respirasi dilakukan setelah buah diinkubasi dalam waktu 3 jam (Lampiran 3). Laju respirasi dihitung dengan rumus:

Keterangan:

L = Laju respirasi (mg CO2 kg-1jam-1)

V = Volume udara bebas dalam stoples (ml) K = Kadar CO2 (%)

W = Waktu inkubasi (jam) B = Bobot bahan (kg)

Nilai 1.76 merupakan konstanta gas

Kekerasan Buah dan Kulit Buah

Pengukuran kekerasan buah dan kulit buah dilakukan dengan menggunakan penetrometer diukur pada 3 bagian buah yang berbeda yaitu: ujung, tengah dan pangkal buah (Lampiran 4). Untuk pengukuran kekerasan buah, buah pepaya dikupas terlebih dahulu sedangkan pengukuran kekerasan kulit buah dilakukan tanpa dikupas. Satuan yang digunakan adalah mm g-1detik-1.

Padatan Terlarut Total

(22)

8

Asam Tertitrasi Total

Asam tertitrasi total (ATT) diukur dengan metode titrimetri (Sibarani et al. 1986) berdasarkan netralisasi asam organik yang terkandung dalam buah oleh basa kuat yang digunakan. Pengukuran ATT buah dilakukan dengan cara menghancurkan daging buah sebanyak 25 g kemudian daging buah tersebut disaring dengan menambahkan akuades dan dimasukkan dalam labu takar 100 ml. Setelah disaring, larutan diambil sebanyak 25 ml dan ditambahkan indikator phenolphthalein sebanyak dua tetes, kemudian dititrasi dengan NaOH 0,1 N hingga larutan berubah warna menjadi merah muda (Lampiran 5). Titrasi dilakukan dua kali. Kandungan ATT dalam buah dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

fp: faktor pengenceran = 4

Vitamin C

Vitamin C diukur dengan melakukan titrasi larutan Iodine 0.01 N dengan indikator amilum (Sudarmadji et al. 1984). Persiapan yang dilakukan sampai sebelum titrasi sama dengan persiapan penentuan ATT. Filtrat buah sebanyak 25 ml dititrasi dengan larutan iodin 0.01 N. Indikator amilum dibuat dengan melarutkan 1 g amilum ke dalam 100 ml akuades yang dididihkan. Sebelum titrasi filtrat ditambah indikator amilum. Akhir titrasi ditandai dengan terjadinya warna biru dari Iod-amilum (Lampiran 5). Perhitungan vitamin C dengan standarisasi larutan iodin yaitu setiap 1 ml Iodine 0.01 N ekuivalen dengan 0.88 mg asam askorbat. Kandungan vitamin C dapat dihitung dengan rumus:

fk = faktor konversi (100 ml/ 25 ml)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Umur Simpan

(23)

9 Tabel 1 Satuan panas dan umur simpan pepaya Callina

Umur panen (HSA) Satuan panas (0C hari) Umur Simpan (HSP)

Duncan’s multiple range test (DMRT) pada taraf α = 5%

Umur simpan buah pepaya yang paling lama didapat oleh buah yang dipanen pada 115 HSA (satuan panas sebesar 2 010.060C hari) yaitu 8 hari setelah

panen (HSP). Buah yang dipanen pada 120 HSA (satuan panas sebesar dengan umur simpan yang cukup lama.

Umur simpan paling singkat 4 HSP diperoleh pada buah yang dipanen 130 HSA (satuan panas sebesar 2 241.750C hari) yang tidak berbeda secara signifikan dengan buah yang dipanen pada 125 HSA (satuan panas sebesar 2 167.630C hari) dengan umur simpan 5 hari. Berdasarkan umur panen buah dengan umur 130 HSA merupakan umur panen yang baik untuk pemasaran produk yang waktu pemasarannya singkat dengan waktu transportasi kurang dari 4 hari.

Hasil percobaan menunjukkan bahwa semakin tua umur panen, semakin cepat mencapai kematangan pascapanen sehingga masa simpan buah semakin pendek. Berdasarkan penelitian Sutowijoyo (2013) dan Rahayu (2014) semakin tua umur panen pisang Raja Bulu maka daya simpan buah hingga layak dikonsumsi menjadi lebih pendek dan sebaliknya. Faktor prapanen khususnya suhu mempengaruhi kondisi pepaya saat dipanen. Suhu mempengaruhi metabolisme dan penyerapan nutrisi mineral oleh tanaman karena tingkat transpirasi meningkat dengan meningkatnya suhu.

(24)

10

Laju Respirasi

Pepaya merupakan buah dengan respirasi klimakterik yang respirasinya meningkat seiring dengan pematangan buah. Pada buah klimaterik, selain terjadi kenaikan respirasi juga terjadi kenaikan emisi etilen selama proses pematangan. Berdasarkan data yang diperoleh dapat dilihat bahwa umur panen yang lebih tua laju respirasinya lebih tinggi dibandingkan dengan buah yang dipanen muda (Gambar 3).

Gambar 3 Laju respirasi buah pepaya setelah pemanenan

Laju respirasi dipengaruhi beberapa faktor seperti suhu, umur petik dan kondisi fisik. Umur panen yang lebih tua pada buah pepaya laju respirasinya lebih tinggi dibandingkan dengan buah yang dipanen muda dimana respirasi paling cepat meningkat pada saat umur buah pepaya 130 HSA. Respirasi buah setiap hari pada buah pepaya dapat menunjukkan perubahan laju respirasi pada setiap hari selama proses pematangan buah setelah panen. Berdasarkan penelitian Rahayu (2014) pada buah pisang umur petik berkorelasi positif dengan laju respirasi, semakin muda umur petik menghasilkan laju respirasi yang semakin rendah.

Respirasi meningkat hingga 1 hari sebelum pepaya matang pada warna kulit buah mencapai skala 7. Berdasarkan penelitian Pratiwi (2014) laju respirasi buah pepaya Callina tanpa perlakuan oksidan etilen terus meningkat hingga mencapai puncak klimakterik pada 1 hari sebelum pepaya matang. Menurut Julianti (2011) semakin tinggi tingkat kematangan buah terong, maka laju respirasi akan semakin meningkat, tetapi setelah buah mencapai kematangan optimum laju respirasi akan kembali menurun. Berdasarkan penelitian Rahayu (2014) pada pisang Raja Bulu

(25)

11 terjadi penurunan laju respirasi pada hari terakhir penyimpanan (6 HSP) sebelum buah layak untuk dikonsumsi karena buah mulai membusuk.

Respirasi menurun atau masih sedikit meningkat saat sehari sebelum pepaya matang. Respirasi masih mengalami sedikit peningkatan pada 1 hari sebelum pepaya matang disebabkan oleh pepaya yang diamati mengalami memar disebabkan oleh benturan yang terjadi saat transportasi ke laboratorium. Memar pada buah akibat benturan dapat menyebabkan perubahan pola respirasi pada buah. Menurut Paramita (2010) memar berpengaruh terhadap perubahan pola respirasi dan produksi etilen buah mangga (Mangifera indica L.) varietas Gedong Gincu selama penyimpanan. Buah mangga yang mengalami memar akan mengakibatkan pola respirasi dan produksi etilen meningkat.

Mutu Fisik

Kondisi fisik dapat dijadikan kriteria bahwa kondisi buah masih layak dikonsumsi. Hasil pengukuran mutu fisik yaitu susut bobot, kelunakan kulit dan daging buah saat buah matang dengan warna kulit buah mencapai skala warna 7 disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Mutu fisik pepaya Callina Umur proses pematangan buah pepaya terjadi penurunan bobot buah. Pada buah pepaya terdapat perbedaan susut bobot pada 4 umur panen yang digunakan namun tidak berbeda secara signifikan berdasarkan uji statistik. Berdasarkan penelitian Adriana (1996) pada pepaya varietas Dampit selama penyimpanan terjadi penyusutan bobot yang disebabkan oleh proses respirasi dan transpirasi selama proses pematangan buah. Menurut Zulkarnain (2009) penyusutan bobot buah selama penyimpanan disebabkan oleh hilangnya kandungan air dalam buah sewaktu terjadi proses transpirasi buah selama masa penyimpanan.

(26)

12

Kelunakan kulit dan daging buah pepaya pada 4 umur panen yang diuji tidak berbeda secara signifikan. Kelunakan kulit dan daging buah tidak berbeda disebabkan oleh kriteria kematangan pascapanen yang sama. Berdasarkan penelitian Reninda (2006) perbedaan umur panen pada 6 genotipe buah pepaya (IPB 1 x IPB 10A, IPB 1 x IPB Str6-4, IPB 1 x PB 174, IPB 10A x Str6-4, IPB 10A x PB 174, dan IPB 10A x IPB 5) tidak mempengaruhi kelunakan kulit dan daging buah pada saat buah matang.

Mutu Kimia

Mutu buah berkaitan dengan perubahan komposisi kimia buah yang akan mempengaruhi rasa buah. Mutu kimia menjadi penting diamati karena merupakan salah satu faktor yang menentukan kualitas dari keseluruhan buah. Mutu kimia buah berpengaruh terhadap kandungan gizi yang terkandung yang dapat mempengaruhi penerimaan konsumen terhadap buah yang akan dikonsumsi. Hasil pengukuran padatan terlarut total, asam tertitrasi total dan kandungan vitamin C disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Mutu kimia pepaya Callina Umur panen

Duncan’s multiple range test (DMRT) pada taraf α = 5%

Umur panen mempengaruhi komposisi kimia buah pepaya. Pada umur panen yang lebih tua kandungan padatan terlarut total dan kandungan vitamin C semakin tinggi. Kandungan padatan terlarut total terendah diperoleh pada pepaya dengan umur panen 115 HSA sebesar 9.260Brix berbeda secara signifikan dengan umur panen 120 HSA yaitu 10.880Brix. Kandungan pada terlarut total pada 120 HSA tidak berbeda dengan 125 HSA yaitu 10.990Brix. Kandungan padatan terlarut total tertinggi didapat pada umur panen 130 HSA sebesar 12.620Brix. Kandungan vitamin C pada pepaya dengan umur panen 115 HSA tidak berbeda secara signifikan dengan umur panen 120 HSA sebesar 42.87 mg/100 g dan 125 HSA sebesar 47.25 mg/100 g. Kandungan vitamin C tertinggi terkandung dalam pepaya dengan umur panen 130 HSA sebesar 55.07 mg/100 g dan tidak berbeda secara signifikan dengan 125 HSA.

(27)

13 Perbedaan kandungan vitamin C pada buah pepaya ini disebabkan oleh pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan yang berbeda. Prasetyo (2013) melakukan penelitian pada bulan Agustus - Oktober dan Suketi (2011) melakukan penelitian pada bulan September - Mei. Perbedaan waktu penelitian ini menunjukkan waktu pertumbuhan buah pepaya yang berbeda. Sehingga diduga waktu pertumbuhan buah yang berbeda ini dapat menyebabkan perbedaan komposisi kimia buah yang dipengaruhi oleh kondisi lingkungan. Menurut Workneh et al. (2012) kondisi lingkungan mempengaruhi metabolisme dan penyerapan nutrisi mineral oleh tanaman, karena tingkat transpirasi meningkat dengan meningkatnya suhu. 30% selama proses pematangan dan tidak tergantung tingkat kematangan pepaya saat panen. Workneh et al. (2012) menyatakan bahwa selama proses pematangan buah pepaya terjadi peningkatan keasaman total, yang diyakini terkait dengan peningkatan asam galacturonic bebas.

Mutu kimia yang terkandung dalam buah pepaya dikaitkan dengan lama masa simpan buah pepaya menunjukkan bahwa buah pepaya yang dipanen pada umur 120 HSA merupakan saat panen terbaik untuk pemasaran pepaya yang membutuhkan waktu pemasaran yang lama seperti ekspor. Umur panen ini baik untuk pemasaran yang jauh karena masa simpannya cukup lama (7 HSP) namun mutu kimia yang terkandung sudah cukup baik. Untuk pemasaran pepaya yang membutuhkan waktu pemasaran yang singkat umur panen terbaik yaitu 130 HSA. Umur panen ini baik karena masa simpannya yang cukup singkat (4 HSP) namun mutu kimia yang dikandung sudah cukup baik.

KESIMPULAN

(28)

14

DAFTAR PUSTAKA

Adriana D. 1996. Pengaruh pemberian putresin pada berbagai konsentrasi terhadap perubahan kualitas buah pepaya (Carica papaya L.) varietas Dampit [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Aisyah S. 2002. Pengkajian umur petik dan kualitas buah empat varietas pepaya (Carica papaya L.) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Ashari S. 2006. Hortikultura Aspek Budidaya. Jakarta (ID): UI-Pr.

Astuti. 2008. Karakterisasi sifat fisiko kimia dan deskripsi flavor buah pepaya (Carica papaya L.) genotipe IPB-3 dan IPB-6C [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Barreto GPM, Fabi JP, Rosso VVD, Cordenunsi BR, Lajolo FM, Nascimento JROD, Adriana Z. Mercadante. 2011. Influence of ethylene on carotenoid biosynthesis during papaya postharvesting ripening. Journal of Food Composition and Analysis 24: 620-624.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2015. Tabel produksi tanaman pepaya provinsi Indonesia [internet]. [diunduh 2015 Jan 20]. Tersedia pada: http://www.bps.go.id/menutab.php?kat=3&tabel=1&id_subyek=55.

Bron HV, Jacomino AP. 2006. Ripening and quality of Golden papaya fruit harvested at different maturity stages. Braz.J. Plant Physiol. 18: 389-396. [DAFF] Directorate Agricultural Information Services Department of Agriculture,

Forestry and Fisheries. 2009. Cultivating papayas. Pretoria (ZA): Department of Agriculture, Forestry and Fisheries.

[Ditjen Horti] Direktorat Jenderal Hortikultura. 2015. Produksi tanaman buah di Indonesia periode 2011 – 2013 [Internet]. [diunduh 2015 Jan 20]. Tersedia pada: http://hortikultura.pertanian.go.id/index.php?option=com_content& view=article&id=315&Itemid=915.

Fitradesi P. 1999. Pengaruh perlakuan bahan pelapis dan suhu simpan terhadap daya simpan dan kualitas buah pepaya (Carica papaya L.) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Hamaisa A. 2008. Pengaruh tingkat ketuaan terhadap perubahan mutu buah pepaya (Carica papaya L.) genotipe IPB 1 selama proses penyimpanan dan pematangan buatan [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Hewett EW. 2006. An overview of preharvest factors influencing postharvest quality of horticultural products. Int. J. Postharv. Technol. Innov. 1(1): 4-15. Julianti E. 2011. Pengaruh tingkat kematangan dan suhu penyimpanan terhadap mutu buah terong belanda (Cyphomandra betacea). J Hort. Indonesia. 2(1):14-20.

Lee SK, Kader AA. 2000. Preharvest and postharvest factors influencing vitamin C content of horticultural crops. Postharv. Biol. Technol. 20: 207-220. Lima JR, Gondim DMF, Oliveira JTA, Oliveira FSA, Goncalves LRB¸ Viana

FMP. 2013. Use of killer yeast in the management of postharvest papaya anthracnose. Postharv Bio. Technol 83: 58-64.

(29)

15 Maqbool M, Ali A, Alderson PG, Mohamed MTM, Siddiqui Y, Zahid N. 2011. Postharvest application of gum arabic and essential oils for controlling anthracnose and quality of banana and papaya during cold storage. Postharv Biol. Technol 62: 71-76.

Miller P, Lanier W, Brandt S. 2011. Using growing degree days to predict plant stages [internet]. [diunduh 2015 Jan 7]. Tersedia pada: https://www.google.com/url?q=http://msuextension.org/publications/Agand NaturalResources/MT200103AG.pdf&sa=U&ei=Y0etVLXUCoG_uASWoI KIAg&ved=0CAUQFjAA&client=internal-uds-cse&usg=AFQjCNH9Lwk Uh3O044ogizF4MFZyuzBehA.

Mulyana E. 2011. Studi pembungkus bahan oksidator etilen dalam penyimpanan pascapanen pisang raja bulu (Musa sp. AAB GROUP) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Nugroho SA. 2014. Penetapan umur panen kacang tanah (Arachis hypogaea L.) berdasarkan metode akumulasi satuan panas dan stadia kematangan polong [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Nunes MCN, Emond JP, Brecht JK. 2006. Brief deviations from set point temperatures during normal airport handling operations negatively affect the quality of papaya (Carica papaya) fruit. Postharv Bio. Technol. 41: 328-340.

Pal DK, Iyes CPA, Divakar NG, Selvaraj Y, Subramanyam MD. 1980. Studies on the physico chemical composition of fruits of twelve papaya varieties. J. Food. Sci. Technol. 17(6):254-256.

Paramita O. 2010. Pengaruh memar terhadap perubahan pola respirasi, produksi etilen dan jaringan buah mangga (Mangifera indica L) var gedong gincu pada berbagai suhu penyimpanan. J Kompetensi Teknik. 2(1):29-37.

Paul RE, Duarte O. 2011. Tropical Fruit, Volume 1, 2nd Edition. Reading (GB): Columns Design Ltd.

Poerwanto R, Susila AD. 2014. Teknologi Hortikultura. Bogor (ID): IPB Pr. Prasetyo HE. 2013. Efektivitas jumlah kemasan oksidan etilen terhadap kualitas

dan daya simpan buah pepaya [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Pratiwi HE. 2014. Aplikasi kalium permanganat sebagai oksidan etilen dalam penyimpanan buah pepaya IPB Callina [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Pujasari G. 2012. Penentuan titik kritis pascapanen pepaya Carica papaya L. (studi kasus di sentra produksi pepaya di kabupaten Sukabumi, Banyumas, Kebumen, dan Boyolali) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Purba KD. 2006. Kajian daya simpan buah lima genotipe pepaya [skripsi]. Bogor

(ID): Institut Pertanian Bogor.

Putra ANA. 2012. Kajian tingkat kematangan pepaya Callina menggunakan image processing [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Reninda D. 2006. Karakter fisik dan kimia buah pepaya pada tiga umur petik buah [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Rini P. 2008. Pengaruh sekat dalam kemasan kardus terhadap masa simpan dan mutu pepaya IPB 9 [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

(30)

16

Maradol) fruit determined by HPLC-DAD-MS/MS-ESI. Food Research International 44: 1284-1291.

Sibarani S, Anwar F, Rimbawan, Setioso B. 1986. Penuntun Praktikum Analisa Zat Gizi. Bogor (ID): Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumber Daya Keluarga, Fakultas Pertanian, IPB.

Sudarmaji S, Haryono B, Suhardi. 1984. Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta (ID): Liberty.

Sujiprihati S, Suketi K. 2009. Budi Daya Pepaya Unggul. Bogor (ID): Penebar Swadaya.

Suketi K, Poerwanto R, Sujiprihati S, Sobir, Widodo WD. 2010. Karakter fisik dan kimia buah pepaya pada stadia kematangan berbeda. J Agron Indonesia 38 (1): 60-66.

Suketi K. 2011. Studi morfologi bunga, penyerbukan dan perkembangan buah sebagai dasar pengendalian mutu buah pepaya IPB [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Sunarjono H. 2005. Berkebun 21 Jenis Tanaman Buah. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.

Susilowati R. 2007. Pendugaan parameter mutu buah pepaya (Carica papaya L.) dengan metode near infrared selama penyimpanan dan pemeraman. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Sutowijoyo D. 2013. Kriteria kematangan pascapanen pisang raja bulu dan pisang kepok [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Syaefullah E. 2008. Optimasi keadaan penyimpanan buah pepaya sebelum pemeraman dengan algoritma genetika [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Syakur A. 2012. Analisis iklim mikro di dalam rumah tanaman untuk memprediksi waktu pembungaan dan matang fisiologis tanaman tomat menggunakan metode heat unit dan artificial neural network [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Widyastuti W. 2009. Kajian kualitas buah delapan genotipe pepaya koleksi PKBT pada dua stadia kematangan [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Workneh TS, Azene M, Tesfay SZ. 2012. A review on the integrated

(31)
(32)
(33)

19

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung, 30 Nopember 1992 merupakan anak pertama dari Bapak M. Andi Suryawardhana, SH dan Ibu Dra Yusnidar. Penulis memiliki 3 orang saudara bernama Muhammad Ridho Taris, Siti Chairunnisa, dan Siti Rizki Andini. Tahun 2010 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Pesisir Tengah dan diterima sebagai mahasiswa di Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur undangan seleksi masuk IPB (USMI).

Selama mengikuti perkuliahan penulis aktif sebagai Asisten Praktikum Mata Kuliah Dasar-dasar Hortikultura pada tahun ajaran 2013/2014, Mata Kuliah Ilmu Tanaman Perkebunan pada tahun ajaran 2013/2014, dan Mata Kuliah Praktik Usaha Pertanian pada tahun ajaran 2014/2015. Penulis juga aktif mengikuti beberapa kepanitiaan yaitu Kuliah Lapang Departemen Agronomi dan Hortikultura Angkatan 47 dan Masa Perkenalan Departemen Agronomi dan Hortikultura Angkatan 48.

Gambar

Gambar 1 Kebun pepaya PKHT IPB, Tajur, Bogor
Tabel 1 Satuan panas dan umur simpan pepaya Callina
Gambar 3 Laju respirasi buah pepaya setelah pemanenan

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Salah satunya penelitian yang dilakukan oleh Heny Fenelyta Silitonga (2013) dalam skripsinya yang berjudul “Analisis Buku Ajar Bahasa dan Sastra Indonesia Sekolah

Apabila risiko kredit yang dimiliki suatu bank semakin tinggi, maka hal tersebut akan dianggap sebagai sinyal negatif bagi investor karena bank tidak mampu mengelola

Isto eleva o orçamento total do Fundo de Desenvolvimento de Capital Humano em 2013 para 42,5 milhões de dólares, conforme a Tabela 3.. MINISTÉRIO

Kecemasan ibu pada saat persalinan merupakan hal yang sangat penting dan harus diperhatikan oleh perawat, karena apabila kecemasan berlangsung terus-menerus

Sedangkan jika digunakan untuk melayani beban campuran dimana generator biogas digunakan untuk beban AC dan sel surya untuk penyalaan beban lampu DC, maka generator biogas