• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Unit Pengolah Air Limbah Sisa Pemeliharaan Budidaya Ikan Dengan Sistem Anaerob

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Unit Pengolah Air Limbah Sisa Pemeliharaan Budidaya Ikan Dengan Sistem Anaerob"

Copied!
51
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI

UNIT PENGOLAH AIR LIMBAH SISA

PEMELIHARAAN BUDIDAYA IKAN DENGAN SISTEM

ANAEROB

JOHANNES FEBRIANTO

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Studi Unit Pengolah Air Limbah Sisa Pemeliharaan Budidaya Ikan dengan Sistem Anaerob adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2016

(4)

RINGKASAN

JOHANNES FEBRIANTO. Studi Unit Pengolah Air Limbah Sisa Pemeliharaan Budidaya Ikan Dengan Sistem Anaerob. Dibimbing oleh M YANUAR JARWADI PURWANTO dan ROH SANTOSO BUDI WASPODO.

Banyaknya penggunaan air pada kegiatan budidaya ikan yang dilakukan di darat mengakibatkan banyaknya limbah yang dihasilkan. Limbah cair yang diproduksi pada proses budidaya ikan berasal dari beberapa sumber seperti air bekas pemeliharaan ikan dan pencucian peralatan produksi. Air bekas pemeliharaan ikan memiliki porsi yang relatif besar dan mengandung bahan organik yang tinggi. Tingginya bahan organik ini dikarenakan adanya sisa-sisa pakan yang tidak termakan serta sisa-sisa metabolisme ikan seperti urin dan feses. Untuk membuang bahan-bahan organik tersebut, maka perlu dilakukan penyiponan sebesar kurang lebih 20% dari volume budidaya per hari per kolam. Dalam usaha budidaya ikan selama ini, tingginya produksi limbah cair jarang diikuti dengan adanya pengolahan air limbah.

Dalam pengolahan limbah cair, diperlukan suatu instalasi pengolah air limbah, salah satunya menggunakan proses biologis dengan teknologi anaerob. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji bangunan pengolah limbah dengan sistem anaerob menggunakan media lekat bambu melalui pengamatan waktu tinggal dan efisiensi peluruhan bahan organik. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan melalui empat tahap yaitu tahap pembuatan bioreaktor anaerob percobaan, tahap aklimatisasi, tahap pengujian kualitas air dari bioreaktor percobaan dan perancangan bangunan pengolah limbah, nilai parameter pencemar BOD5, COD, dan Amonia mengalami penurunan selama waktu tinggal 3 dan 7 hari di berbagai perlakuan reaktor percobaan.

Perlakuan dengan luas permukaan bambu 50 m2/m3 digunakan dalam perencanaan bangunan pengolah limbah pada unit proses anaerob. Efisiensi peluruhan parameter pencemar selama 3 hari pada perlakuan ini yaitu BOD sebesar 47.38%, COD sebesar 12.68% dan Amonia sebesar 23.91%. Melalui data percobaan ini, maka dilakukan skenario perencanaan pembangunan pengolah limbah yaitu waktu tinggal selama 3 hari di bak proses anaerob dan debit harian 200 m3/hari.

Rencana bangunan pengolah limbah terdiri dari 5 unit yaitu unit ekualisasi, pengendapan awal, proses anaerob, aerob dan pengendapan akhir. Kriteria desain ditekankan pada unit anaerob dan media lekat bambu dimana didapat hasil dimensi bak yaitu 20x10x3 m dengan tinggi jagaan (freeboard) 0.5 m yang mampu menampung air limbah selama 3 hari. Sementara itu luas permukaan bambu yang digunakan adalah 50 m2/m3.

(5)

SUMMARY

JOHANNES FEBRIANTO. Study of Aquaculture Wastewater Treatment in Anaerobic System. Supervised by M YANUAR JARWADI PURWANTO and ROH SANTOSO BUDI WASPODO.

The amount of water use in land-base aquaculture creates an enormous amount of wastewater. The wastewater production comes from several sources such as the water used to produce fish farming and washes the equipment. Water former aquaculture has a relatively large portion and contains organic matter. This high organic matter caused by unconsumed feed and remains of fish metabolism such as urine and feces. To dispose of this organic materials, it is necessary to do suctioning amounted to approximately 20% of the volume per day per pond cultivation. In the cultivation of fish during this time, high production of wastewater are rarely followed by the wastewater treatment.

In wastewater treatment, we need a wastewater treatment plant, one of which uses a biological process with the anaerobic system. This research aims to study an anaerobic wastewater treatment system using the attached media onto the bamboo through the observation of hydraulic retention time (HRT) and the efficiency of the decay of organic matter. Based on the results of research that conducted through four phases: manufacture of anaerobic bioreactor experiments, acclimation stage, the stage of testing the quality of water from the bioreactor and final design of the building waste processing, the value of pollutant parameters BOD5, COD and Ammonia decreased over HRT 3 and 7 days in various treatment reactor experiments.

Treatment with the bamboo surface area of 50 m2/m3 was used in the planning of wastewater treatment plant in anaerobic process unit. Pollutant parameters have decayed for 3 days on this treatment which amounted to 47.38% BOD5, COD is 12.68% and amounted to 23.91% Ammonia. Through this experiment data, then did scenario planning wastewater treatment plant that the HRT for 3 days in an anaerobic process tub and the daily discharge of 200 m3/day. Wastewater treatment plant has five units: the equalization unit, a primary sedimentation, the process of anaerobic, aerobic and secondary sedimentation. Design criteria emphasized in the anaerobic unit and the attached media onto bamboo which is obtained results tub dimensions are 20x10x3 m and freeboard of 0.5 m which can accommodate waste water for 3 days. While the surface area of bamboo used is 50 m2/m3.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Teknik Sipil dan Lingkungan

STUDI

UNIT PENGOLAH AIR LIMBAH SISA

PEMELIHARAAN BUDIDAYA IKAN DENGAN SISTEM

ANAEROB

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016

(8)
(9)

Judul Tesis : StudiUnit Pengolah Air Limbah Sisa Pemeliharaan Budidaya Ikan dengan Sistem Anaerob

Nama : Johannes Febrianto NIM : F451120171

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Ir M Yanuar J Purwanto, MS., IPM Ketua

Dr Ir Roh Santoso B W, MT Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi

Teknik Sipil dan Lingkungan

Dr Ir M Yanuar J Purwanto, MS., IPM

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yesus atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei hingga Oktober 2015 ini ialah studi bangunan pengolah limbah sederhana pada usaha budidaya perikanan. Judul penelitian yang dilakukan adalah Studi Unit Pengolah Air Limbah Sisa Pemeliharaan Budidaya Ikan Dengan Sistem Anaerob.

Terima kasih diucapkan kepada Dr Ir M. Yanuar J P, MS.,IPM dan Dr Ir Roh Santoso B W, MT selaku ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah memberikan arahan pada pembuatan karya ilmiah ini. Di samping itu, penghargaan juga disampaikan kepada Dr M. Agus Suprayudi dari Departemen Budidaya Perairan untuk bantuan perizinannya dalam melaksanakan penelitian dan kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi yang telah memberikan Beasiswa Unggulan 2012 selama 2 tahun kepada penulis. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, seluruh keluarga, serta teman-teman atas segala doa, kasih sayang dan semangat yang diberikan.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2016

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xi

DAFTAR GAMBAR xi

DAFTAR LAMPIRAN xi

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

2 TINJAUAN PUSTAKA 2

Limbah Budidaya Ikan 2

Teknologi Pengolah Limbah Cair 3

Pengolahan Limbah Cair Secara Biologis 3

3 METODE 5

Waktu dan Tempat 5

Bahan dan Alat 5

Tahapan Penelitian 6

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 12

Bangunan Bioreaktor Percobaan 12

Uji Kualitas Air dan Waktu Peluruhan 12

Beban Bahan Organik pada Bambu 16

Bangunan Pengolahan Air Limbah Skala Lapang 17

5 SIMPULAN DAN SARAN 21

Simpulan 21

Saran 22

DAFTAR PUSTAKA 22

LAMPIRAN 25

(12)

DAFTAR TABEL

1. Perlakuan Luas Permukaan Media Lekat, Informasi dan Jumlah Kebutuhan Bilah Bambu pada Unit Bioreaktor Percobaan 6

2. Metode Pengukuran Kualitas Air 9

3. Nilai Awal Kualitas Air Limbah Sisa Pemeliharaan Ikan Nila 13 4. Jumlah Bakteri yang Terkandung di Unit Drum Bioreaktor (CFU/ml)

berdasarkan Waktu Tinggal (Hari) 13

5. Nilai dan Efisiensi Peluruhan BOD5 Berdasarkan Waktu Tinggal

(Hari) 15

6. Nilai dan Efisiensi Peluruhan COD Berdasarkan Waktu Tinggal

(Hari) 16

7. Nilai dan Efisiensi Peluruhan AmoniaBerdasarkan Waktu Tinggal

(Hari) 16

8. Beban Bahan Organik BOD pada Media Bambu 17

9. Beban Bahan Organik COD pada Media Bambu 17

10. Asumsi Sumber dan Debit Limbah yang Dihasilkan 18

11 Unit Ekualisasi 18

12 Kriteria dan Rencana Unit Pengendapan Awal 19

13 Unit Proses Anaerob 20

DAFTAR GAMBAR

1. Bangunan Pengolahan Limbah Cair 3

2. Empat Grup Bakteri yang Berperan dalam Pengolahan Limbah Cair

Secara Anaerob 4

3. Teknologi Pengolahan Limbah Cair Dengan Proses Biologis (Said 2002) 5

4. Tahapan Penelitian 7

5. Penampang Drum Bioreaktor Percobaan Tampak Samping 8 6. Penyebaran Sampel Air ke Media Agar pada Pengujian TPC 9 7. Grafik Penurunan Nilai BOD (A), COD (B), Amonia (C) Terhadap

Waktu Tinggal 14

8. Contoh Unit Ekualisasi (KEMENKES RI 2011) 19

9. Contoh Unit Pengendap Awal (KEMENKES RI 2011) 20

10. Contoh Sumber Oksigen (KEMENKES RI 2011) 21

DAFTAR LAMPIRAN

1. Prosedur Pengujian Parameter BOD, COD dan Amonia berdasarkan APHA (2012) dan Prosedur Pembuatan Media Agar dan Pengencer

PBS untuk Uji TPC 25

2. Perhitungan Efisiensi Peluruhan dan TPC 28

3. Perhitungan Volume Tiap-tiap Unit Pada Bangunan Pengolah Limbah 30

4 Bagian dari Lampiran PP 82/2001 31

5 Dokumentasi Penelitian 32

(13)

7 Gambar Rancangan Unit Proses Anaerob Potongan A-A 34 8 Gambar Rancangan Unit Proses Anaerob Potongan C-C 35 9 Gambar Rancangan Unit Proses Anaerob dengan Detail Bambu dan

(14)
(15)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Proses produksi pada usaha budidaya ikan menggunakan hampir 90% air di dalamnya. Banyaknya penggunaan air pada kegiatan budidaya ini diikuti dengan banyaknya limbah sisa budidaya yang dihasilkan terutama budidaya ikan yang dilakukan di darat. Limbah cair yang diproduksi pada proses budidaya ikan berasal dari beberapa sumber seperti air bekas pemeliharaan ikan dan pencucian peralatan produksi. Limbah air bekas pemeliharaan ikan memiliki porsi yang relatif besar dan menggandung bahan organik yang tinggi. Tingginya bahan organik pada media pemeliharan ikan dikarenakan adanya sisa-sisa pakan yang tidak termakan serta sisa-sisa metabolisme ikan seperti urin dan feses. Untuk membuang bahan-bahan organik tersebut, maka dilakukan penyiponan sebesar 20% dari volume budidaya per hari per kolam agar ikan tidak stres.

Pengolahan limbah cair di beberapa sektor usaha termasuk budidaya perikanan masih dianggap mahal oleh pemiliknya terutama pengusaha kecil dan menengah. Para pembudidaya kecil dan menengah lebih memilih untuk membuang langsung limbah yang dihasilkan tanpa diolah terlebih dulu. Biaya pengolahan limbah yang mahal dan berimplikasi pada ongkos produsksi, namun harga jual produk tidak terlalu tinggi, merupakan masalah yang dialami oleh para pembudidaya.

Pembuangan limbah cair yang dilakukan secara langsung dan terus-menerus ke badan lingkungan dapat menyebabkan pencemaran. Untuk mencegah hal ini terjadi, maka perlu dilakukan suatu upaya dalam pengolahan limbah cair. Tujuan dari pengolahan limbah cair adalah dihasilkannya air buangan yang sudah memenuhi baku mutu yang telah ditetapkan pemerintah. Pembuatan alat pengolah limbah sederhana merupakan salah satu cara yang dapat diterapkan bagi pembudidaya kecil dan menengah agar tidak merasa terbebani.

Terdapat beberapa proses dalam teknologi pengolahan limbah cair, salah satu prosesnya adalah proses biologi. Proses pengolahan limbah cair secara biologi memanfaatkan peranan mikroorganisme di dalamnya. Ada tiga cara pengolahan yang digunakan pada proses ini yaitu pengolahan secara aerob, anaerob serta campuran antara aerob dan anaerob. Pengolahan secara anaerob memiliki beberapa keuntungan seperti tidak memerlukan biaya tambahan untuk sumber oksigen (aerasi), menghasilkan lumpur yang relatif lebih sedikit, dan dapat dilakukan pada lahan yang terbatas. Selain itu, keuntungan yang didapat dari proses ini adalah produk samping berupa biogas yang dapat digunakan sebagai sumber energi. Namun di samping keunggulan tersebut terdapat kelemahan dari cara ini yaitu lambatnya pertumbuhan mikroorganisme dibandingan dengan cara aerob (Indriyati 2007).

(16)

2

Media penyangga dengan luas permukaan yang besar dengan kekasaran yang tinggi disinyalir merupakan media yang baik untuk tempat menempelnya mikroorganisme. Beberapa bahan dengan kriteria tersebut yang sudah digunakan sebagai media penyangga pada bioreaktor anaerob antara lain bambu muda (Colin et al 2007), batok kelapa (Torres et al 2003 dalam Fia et al 2012), dan busa poli uretan (polyurethane foam) (Fia et al 2012).

Bambu merupakan media penyangga yang dapat digunakan dalam komponen reaktor anaerob. Selain memiliki kriteria yang dibutuhkan, bambu juga merupakan barang yang mudah didapatkan sehingga bisa memenuhi kebutuhan pengolahan limbah bagi pembudidaya kecil dan menengah. Berdasarkan Indriyati (2007) reaktor anaerob dengan media penyangga potongan bambu dapat mendegradasi beban organik COD sampai 70% dengan lama waktu tinggal 3.5 hari pada industri tahu.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji unit reaktor anaerob dengan media penyangga bambu melalui pengamatan waktu tinggal dan efisiensi peluruhan bahan organik bangunan pengolah limbah.

Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini dapat digunakan oleh pembudidaya ikan skala kecil sampai menengah untuk membangun bangunan pengolah air limbah budidaya. Selain itu diharapkan juga dapat menghasilkan air olahan yang bisa dimanfaatkan untuk penggunaan lainnya seperti pencucian alat produksi sehingga mampu menekan jumlah air bersih yang terbuang.

2

TINJAUAN PUSTAKA

Limbah Budidaya Ikan

(17)

3 Berdasarkan Rudiyanti et al (2009) total beban pencemaran parameter amonia dengan konsentrasi 0.6-1.1 mg/l yang ditimbulkan dari air buangan tambak ikan bandeng seluas 72 ha ke Sungai Pasar Banggi adalah 116,329.53 ton/tahun saat pasang dan 14,367.75 ton/tahun saat surut. Dalam keadaan tidak tercemar, seharusnya konsentrasi amonia hanya berkisar antara 0.1-0.3 mg/l (Effendi 2003). Wibowo (2009) juga melaporkan bahwa konsentrasi BOD5 yang tinggi terjadi di sentral outlet tambak udang di Tulang Bawang yaitu berkisar antara 21.3 mg/l – 56.8 mg/l selama Juli – September 2008 sementara di perairan alami BOD5 yang diizinkan adalah 0.5 mg/l– 7.0 mg/l (Effendi 2003).

Teknologi Pengolah Limbah Cair

Pengolahan limbah cair terdiri dari beberapa tahapan yaitu proses fisik, proses kimia dan proses biologis. Tiap-tiap proses memiliki peranan penting dalam menurunkan kadar bahan pencemar yang terkandung di dalam air limbah. Untuk menurunkan konsentrasi bahan pencemar, biasanya dalam pengolahan limbah cair terdiri dari empat tahapan yaitu tahapan pendahuluan yang terdiri dari unit ekualisasi, bar screen, unit penangkap lemak dan minyak (Burton 1991 dalam Dewi 2014). Selanjutnya yaitu tahapan pertama yang terdiri dari unit pengendapan. Berdasarkan Said dan Widayat (2013), efisiensi pengurangan konsentrasi limbah cair di unit ini mencapai 25%.

Gambar 1. Bangunan Pengolahan Limbah Cair

Tahapan pengolah limbah cair yang kedua yaitu unit proses biologis. Pada tahapan ini, keberadaan mikroorganisme terutama bakteri sangat diperlukan. Beberapa faktor pendukung dalam tumbuhnya bakteri antara lain suhu, kandungan oksigen terlarut dan juga pH (Tchobanoglous 2003 dalam Dewi 2014). Kemudian tahapan yang terakhir yaitu dimana keberadaannya adalah untuk penghilang kandungan yang spesifik tergantung dari karakteristik limbah cair yang dihasilkan. Saringan pasir, bak desinfeksi serta pengolahan lanjut biasa ada pada tahapan ini.

Pengolahan Limbah Cair Secara Biologis

Pengolahan Biologis dengan Sistem Pertumbuhan Melekat Secara Anaerob Proses pengolahan air limbah dengan cara biologis pada dasarnya memanfaatkan mikroba salah satunya bakteri. Penggunaan bakteri dalam proses pengolahan ini disebabkan kemampuan bakteri yang dapat mengurai senyawa-senyawa polutan tertentu untuk pertumbuhannya (Said 2002). Kemampuan bakteri

(18)

4

dalam mengurai bahan pencemar organik digolongkan pada dua kondisi yaitu kondisi aerob dan kondisi anaerob.

Pada kondisi anaerob, bakteri menggunakan bahan organik yang terkandung dalam limbah untuk mendapatkan sumber energi dan karbon. Pada beberapa spesies, senyawa-senyawa anorganik tereduksi seperti NH dapat dioksidasi menjadi energi dengan menggunakan CO2 sebagai sumber karbon. Bakteri yang bekerja pada kondisi ini didominasi oleh bakteri kemoheterotrofik.

Mekanisme bakteri dalam mengurai bahan organik yaitu dengan memanfaatkan bagian reaktif dari sel yang berupa membran sitoplasmik. Bahan-bahan organik atau anorganik akan dimetabolismekan oleh sel jika melalui membran ini. Sebelumnya molekul-molekul bahan organik dan anorganik ini bereaksi terlebih dahulu dengan sistem enzim spesifik yang disebut permease. Menurut Archer dan Kirsop (1991), Barnes dan Fitzgerald (1987), Sahm (1984), Sterritt dan Lester (1988), Zeikus (1980) dalam KEMENKES RI (2011) terdapat empat grup bakteri yang bekerja secara sinergi pada pengolahan limbah dengan kondisi anaerob (Gambar 2).

Gambar 2. Empat Grup Bakteri yang Berperan dalam Pengolahan Limbah Cair Secara Anaerob

(19)

5

Gambar 3. Teknologi Pengolahan Limbah Cair Dengan Proses Biologis (Said 2002)

Bambu Sebagai Media Lekat Pertumbuhan Mikroorganisme

Pertumbuhan mikroorganisme yang melekat pada media pembantu dipengaruhi oleh beberapa hal. Indriyati (2007) mengatakan bahwa media dengan permukaan yang kasar, tidak mudah terdegradasi oleh air, luas permukaan yang cukup, dan porositas reaktor mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme pengolah limbah. Bambu merupakan suatu material yang dapat digunakan sebagai media lekat bakteri.

Terdapat berbagai jenis bambu yang ada di Indonesia salah satunya adalah bambu tali (Gigantochloa apus Kurtz). Bambu dijadikan bahan substitusi dari kayu dalam dunia konstruksi karena memiliki sifat yang elastis dan kuat. Nilai sifat lenturnya sekitar 101,000 kg/cm2 dan kuat tekannya sebesar 504 kg/cm2 (Arif dan Irwan 2012). Kadar air segar bambu tali berumur 3-5 tahun antara 65%-161% pada bagian pangkal, tengah dan ujung (Basri dan Saefudin 2006) dan antara 69.26%-125.99% pada bagian pangkal, tengah, dan ujung berumur ± 3 tahun (Ulfah 2006).

3

METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian dilakukan dari bulan Mei hingga Oktober 2015. Pengamatan dilakukan di Kolam Percobaan Perikanan, Laboratorium Penyakit Ikan, Departemen Budidaya Perairan, dan di Laboratorium Produktivitas Lingkungan, Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Bahan dan Alat

(20)

6

NaOH+KI, H2SO4 pekat, dan Natrium Tiosulfat), larutan dan reagen-reagen untuk mengukur ammonia (larutan fenol, natrium nitroprusid, larutan pengoksidasi (sodium hipoklorit+alkaline sitrat)), aquades, bambu jenis tali, bahan uji TPC (agar-agar, Tryptic Soy Broth (TSB), larutan pengencer Posphat Buffer Salin (PBS)).

Peralatan-peralatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu drum air ukuran 150 L, pipa PVC ukuran ½ inch dan ¾ inch merk WAVIN, stop kran ½

inch merk ONDA, dop penutup pipa ¾ inch, bor, botol BOD, erlenmeyer, tabung ulir, COD reaktor, gelas ukur, pipet, vortex, alat titrasi, inkubator, cawan petri, software desain AutoCAD 2013.

Tahapan Penelitian

Kegiatan penelitian ini dilakukan melalui empat tahap. Tahap yang pertama yaitu pembuatan bioreaktor anaerob percobaan, tahap kedua aklimatisasi, tahap yang ketiga pengujian kualitas air dari bioreaktor dan terakhir perancangan bangunan pengolah air limbah skala lapang. Tahapan penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.

A. Persiapan Bangunan Bioreaktor Percobaan 1. Persiapan Drum Bioreaktor Percobaan

Bahan dasar dari bioreaktor yang digunakan adalah drum plastik berukuran 150 l. Pada bagian bawah berjarak 5 cm dari dasar drum dipasang pipa berukuran

¾ inch beserta dop. Pipa ini berfungsi sebagai saluran pembuang air. Kemudian pada bagian tengah drum berjarak 10-20 cm dari pipa ¾ inch dipasang pipa ½

inch beserta kran air yang berfungsi sebagai saluran pengambilan sampel air. 2. Persiapan Bambu Sebagai Media Lekat Bakteri

Bambu tali yang digunakan sebagai media lekat dipotong sepanjang 23-25 cm. Setelah dipotong, dilakukan penyortiran bambu dengan mengukur lebar bambu yang berukuran 3-4 cm dan tebal bambu yang berukuran 0.5 cm. Penyortiran dilakukan untuk mendapatkan bilah bambu yang berukuran seragam. Ukuran bilah bambu yang digunakan dalam penelitian ini tertera pada Tabel 1. Tabel 1. Perlakuan Luas Permukaan Media Lekat, Informasi dan Jumlah

Kebutuhan Bilah Bambu pada Unit Bioreaktor Percobaan*

Luas permukaan

(21)

7

Gambar 4. Tahapan Penelitian

Mulai

Penyelesaian akhir bioreaktor

Persiapan bambu Persiapan wadah

bioreaktor

Persiapan bioreaktor dan pengumpulan data limbah

Uji kebocoran

Selesai

Tidak Ya

Aklimatisasi

Tidak tumbuh biofilm

Tumbuh biofilm

Uji kualitas air dan waktu peluruhan

Rancangan pengolah air limbah budidaya

(22)

8

3. Set up Drum Bioreaktor Percobaan

Drum bioreaktor dan media lekat bakteri yang sudah selesai persiapannya kemudian dilanjutkan penyelesaian tahap akhir. Bambu sebagai media lekat bakteri dimasukkan ke dalam bioreaktor. Penyusunan bambu dilakukan menyerupai bentuk anyaman. Media lekat bambu diletakkan secara menumpuk dari dasar bioreaktor (Gambar 4).

Gambar 5. Penampang Drum Bioreaktor Percobaan Tampak Samping B. Aklimatisasi

Pada penelitian ini, bakteri digunakan sebagai agen pengurai limbah organik. Oleh karena itu dibutuhkan bakteri starter. Bakteri starter merupakan bakteri yang ada di dalam cairan rumen sapi. Isi rumen yang sudah dikeluarkan dari perut sapi diambil dan diperas menggunakan kain yang kemudian cairan rumen hasil perasan tersebut dimasukkan ke dalam botol yang sebelumnya berisi air hangat.

Proses aklimatisasi bakteri dilakukan dengan cara mencampurkan air uji coba yaitu air limbah sisa perikanan yang didapat dari kolam percobaan FPIK dengan cairan rumen. Perbandingan cairan rumen dan air uji coba yang digunakan yaitu 1:150 (Cesaria et al 2014). Setelah pencampuran, bioreaktor ditutup agar tidak ada oksigen yang masuk. Proses aklimatisasi dilakukan selama sebulan. C. Pengujian Kualitas Air dari Bioreaktor Percobaan

1. Pengujian Kualitas Air Berdasarkan Waktu Tinggal

(23)

9 Tabel 2. Metode Pengukuran Kualitas Air

Parameter Metode

COD Refluks Tertutup (APHA 2012)

BOD Pengenceran dan Titrasi Iodometri (APHA 2012)

Amonia(NH3-N) Fenate (APHA 2012)

Pengujian nilai TPC dilakukan berdasarkan metode hitungan cawan (Madigan et al. 2003). Air contoh dari bioreaktor percobaan diambil menggunakan mikropipet kemudian diencerkan dengan larutan PBS (Lampiran 1). Pengenceran dilakukan agar jumlah bakteri tidak terlalu padat sehingga bisa dihitung. Besar pengenceran dalam uji ini yaitu 10-1, 10-2, 10-3, 10-4, 10-5. Selanjutnya, air contoh yang sudah diencerkan disebar ke cawan petri yang berisi media agar TSA (Lampiran 1) sebanyak 0.05 ml. Setelah disebar, cawan petri diinkubasi selama satu hari dan pada hari berikutnya dilakukan pengamatan dengan menghitung jumlah koloni yang tumbuh. Semua tahapan dalam pengujian ini dilakukan secara steril.

Untuk menghitung jumlah bakteri yang terkandung dalam satuan volume, maka digunakan rumus berikut:

��� =�����ℎ������� !

!"#.!"#$%�

!

!"#$"#%"& ...(1) Keterangan:

TPC = Jumlah bakteri per volume (CFU/ml) Jumlah koloni = Jumlah koloni bakteri pada cawan (CFU) Vol. Sebar = Volume sebar air contoh (ml)

Pengencer = Besar pengenceran pada air contoh

Gambar 6. Penyebaran Sampel Air ke Media Agar pada Pengujian TPC 2. Efisiensi Peluruhan Bahan Organik

(24)

10

���−�= !"#!!"#$

!"# �100% ... (2) Keterangan:

Eff-C = Persentase penyisihan (peluruhan) konsentrasi zat (%) Cin = Konsentrasi zat dalam titik masuk (mg/l)

Cout = Konsentrasi zat dalam titik keluar (mg/l) Cin – Cout = Nilai peluruhan (mg/l)

D. Beban Bahan Organik pada Bambu

Laju beban organik adalah kemampuan suatu media per unit volume per hari dalam mendegradasi sejumlah bahan organik (BO) yang terkandung di dalam air limbah (Herlambang 2001). Untuk mengetahui kemampuan per volume bambu dalam suatu bioreaktor maka dapat digunakan rumus (Said dan Widayat 2013):

���� = !!"

!" ... (3)

���= �����ℎ× �� !"#$%... (4)

dimana,

BBOM (kg/m3hari) : Beban bahan organik pada media

BBO (kg BO/hari) : Beban bahan organik yang terkandung di limbah Volume Media (m3) : Volume Media (bambu) di dalam bioreaktor Q Limbah (m3/hari) : Debit limbah harian

[BO] masuk(g/m3) : Konsentrasi bahan organik yang masuk.

Bahan Organik (BO) yang diperhitungkan dalam perhitungan ini adalah BO yang terkandung di dalam BOD dan COD. Oleh karena itu perhitungan konsentrasi BOmasuk yang digunakan adalah konsentrasi awal dari BOD dan COD.

E. Analisis Bangunan Pengolah Limbah Skala Lapang

Bangunan pengolah limbah terdiri dari lima unit yaitu unit ekualisasi, unit pengendapan awal, unit proses anaerob, unit aerob dan unit pengendapan akhir. Rancangan bangunan setiap unit disesuaikan dengan karakteristik limbah, debit harian dan lamanya waktu tinggal yang sudah ditentukan pada tahapan sebelumnya. Untuk debit harian yang ditetapkan dalam penelitian ini melalui pendekatan informasi di lapang adalah sebesar 200 m3/hari.

1. Unit Ekualisasi

(25)

11 2. Unit Pengendapan Awal

Unit ini berfungsi sebagai pengendap padatan tersuspensi yang terkandung di dalam air limbah. Aliran air limbah dikondisikan sangat tenang agar padatan/suspensi bisa mengendap. Dalam perencanaan pembuatan unit ini beberapa syarat yang perlu diperhatikan antara lain adalah waktu tinggal, beban permukaan (surface loading), dan kedalaman bak.

Perhitungan mengenai waktu tinggal dan beban permukaan mengikuti rumus berikut (KEMENKES RI 2011):

=� ... (6)

Ukuran volume dari unit ini bergantung pada waktu tinggal. Waktu tinggal ditetapkan dari hasil efiensi peluruhan bahan organik. Sementara itu, untuk mendapatkan ukuran volume mengikuti rumus di dua unit sebelumnya. Selain ukuran volume, pengolahan air limbah di unit ini memanfaatkan mikroba untuk mengurai konsentrasi bahan pencemar. Oleh karena itu maka diperlukan informasi mengenai media lekat sebagai tempat tinggal mikroba tersebut.

Untuk mendapatkan informasi mengenai jumlah bilah bambu yang diperlukan maka menggunakan rumus berikut:

∑�! = ∑!!!!

!! , dimana: ... (8)

∑b2 : jumlah bilah bambu di unit proses anaerob (bilah)

∑b1 : jumlah bilah bambu di drum bioreaktor percobaan (bilah) V2 : volume unit proses anaerob (m3)

V1 : volume drum bioreaktor percobaan (m3) 4. Unit Proses Aerob

Tidak berbeda jauh dengan unit-unit lainnya, volume dari unit ini mengikuti lamanya waktu tinggal yang ditetapkan. Di dalam unit ini direncanakan terdapat sumber oksigen berupa aerator untuk mengurai bahan organik yang dirasa masih relatif tidak baik bagi lingkungan.

5. Unit Pengendapan Akhir

(26)

12

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Bangunan Bioreaktor Percobaan

Bioreaktor yang digunakan dalam penelitian ini adalah bioreaktor berbentuk silinder, berbahan dasar plastik. Ukuran biorekator yang digunakan yaitu 150 l. Penentuan ukuran bioreaktor dilakukan berdasarkan pada variasi ukuran bioreaktor yaitu pada tipe skala percobaan. Pembuatan wadah bioreaktor perlu memperhatikan aspek rasio antara tinggi dan diameter. Aspek rasio antara tinggi dan diameter merupakan faktor kritis dalam desain wadah bioreaktor. Perbandingan diameter dan tinggi yang bisa diterapkan di beberapa kondisi wadah bioreaktor yaitu berkisar 2-3:1 sementara itu untuk wadah bioreaktor mikrobiologi berkisar antara 2.5-3:1 (Jagani et al 2010). Wadah bioreaktor percobaan pada penelitian ini memiliki aspek rasio tinggi dan diameter 2.5:1.

Sementara itu bambu sebagai media lekat yang digunakan adalah bambu tali (Gigantochloa apus Kurtz). Bambu memiliki permukaan yang kasar dimana kondisi ini merupakan kondisi yang baik untuk penempelan lapisan biofilm. Selain kekasaran permukaan, luas permukaan dari media lekat juga berpengaruh dalam penguraian bahan organik. Sampai saat ini belum ada informasi mengenai luas permukaan media lekat yang digunakan secara optimum pada pengolahan limbah sisa pemeliharaan ikan. Luas permukaan bambu yang digunakan yaitu 30 m2/m3, 40 m2/m3, dan 50 m2/m3 dimana penentuannya dilakukan melalui pendekatan penelitian Indriyati (2007). Berdasarkan Indriyati (2007), luas permukaan bambu 108 m2/m3 mampu mendegradasi bahan organik pada limbah tahu sebesar 70% selama 3.5 hari.

Media lekat yang sudah digunakan dalam pengolahan limbah cair antara lain media plastik berstruktur sarang tawon. Media ini dapat menurunkan nilai BOD pada limbah tahu dan tempe sebesar 84.41%-86.70% selama 3 hari (Herlambang 2001).

Uji Kualitas Air dan Waktu Peluruhan

(27)

13 Tabel 3. Nilai Awal Kualitas Air Limbah Sisa Pemeliharaan Ikan Nila

Drum dapat dilihat pada Tabel 3. Berdasarkan data tersebut, diketahui bahwa limbah ini telah melebihi baku mutu yang ditetapkan oleh pemerintah. Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001 (PP 82/2001) mengenai

pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air, batas bawah (mutu air kelas 4) nilai parameter BOD dan COD yang diizinkan masing-masing adalah 12 mg/l dan 100 mg/l. Sementara untuk parameter amonia batas terendah (mutu air kelas 1) adalah 0.5 mg/l (Lampiran 4).

Pada penelitian ini, terjadi penurunan nilai parameter pencemar BOD5, COD dan Amonia. Penurunan nilai parameter pencemaran merupakan kontribusi mikroorganisme (bakteri) yang ada di dalam bioreaktor, baik yang melekat pada media ataupun yang hidup bebas di air percobaan. Bakteri yang terhitung pada Tabel 4 (contoh perhitungan pada Lampiran 2) dalam pengamatan ini adalah bakteri yang hidup bebas di air percobaan.

Tabel 4. Jumlah Bakteri yang Terkandung di Unit Drum Bioreaktor (CFU/ml) berdasarkan Waktu Tinggal (Hari)

Drum Bioreaktor Waktu Tinggal (Hari)

0 3 7 pengamatan adanya lapisan biofilm di bambu dan dinding bioreaktor saat pergantian air setelah aklimatisasi.

Sementara itu pada perlakuan 40 m2/m3 tidak menunjukkan penurunan jumlah bakteri per volume di tiap harinya. Hal ini terjadi diduga akibat adanya beberapa bilah bambu yang busuk selama proses pengujian kualitas air. Bambu yang busuk ini tidak bisa diangkat selama proses pengujian kualitas air dikarenakan untuk meminimalisir masuknya oksigen. Akibat hal tersebut bakteri tidak dapat membentuk lapisan biofilm pada perlakuan ini sehingga memilih hidup bebas di kolom perairan (Fia et al. 2012).

(28)

14

Bakteri yang menempel pada bambu membentuk suatu lapisan berlendir yang dikenal dengan lapisan biofilm. Lapisan ini memiliki peran dalam menurunkan nilai kandungan parameter pencemaran.

Untuk menguji adanya penurunan nilai BOD terhadap waktu tinggal, maka dilakukan pengukuran nilai BOD5 dari sampel air di tiap-tiap perlakuan pada waktu tinggal 0 hari, 3 hari, dan 7 hari. Begitu juga pada parameter COD dan amonia.

Berdasarkan data pada Gambar 7, dapat dilihat bahwa nilai BOD5, COD, dan amonia mengalami penurunan di semua bioreaktor percobaan. Penurunan kandungan BOD5 di dalam bioreaktor merupakan kinerja dari mikroorganisme yang terdapat dalam lapisan biofilm.

(A)

(29)

15

(C)

Gambar 7. Grafik Penurunan Nilai BOD (A), COD (B), Amonia (C) Terhadap Waktu Tinggal

Menurut Indriyati (2007) semakin lama waktu tinggal maka akan semakin banyak bahan organik yang diluruhkan. Hal ini terjadi karena pada waktu yang lama, bakteri yang tumbuh dalam satu kesatuan biofilm dapat memanfaatkan bahan organik yang terkandung di dalam air limbah untuk kebutuhan hidupnya. Berdasarkan data efisiensi peluruhan di Tabel 5, bioreaktor dengan luas permukaan media lekat bambu 50 m2/m3 dapat menurunkan nilai BOD5 sebesar 47.38% dalam waktu 3 hari dan 82.28% pada waktu 7 hari.

Tabel 5. Nilai dan Efisiensi Peluruhan BOD5 Berdasarkan Waktu Tinggal (Hari)

Drum tertentu merupakan suatu bukti terjadinya proses penguraian bahan organik oleh mikroorganisme yang ada di dalam bioreaktor. Efisiensi peluruhan nilai COD sebesar 87% juga dibuktikan oleh Colin et al (2007) setelah waktu tinggal 140-180 hari. Aliran horizontal dalam reaktor dengan media pendukung bambu dapat mengurai bahan organik secara acidogenesis dan metanogenesis longitudinal. Hal ini sesuai dengan penelitian ini dimana kandungan COD menurun nilainya mulai dari waktu tinggal 0 hari, 3 hari dan 7 hari.

(30)

16

ini. Namun peristiwa ini kemungkin terjadi akibat bambu busuk yang sudah disebutkan sebelumnya.

Bambu memiliki sifat kimia sehingga saat busuk akan mengurai bahan-bahan kimia tersebut dan bercampur dengan air limbah. Bambu tali yang digunakan dalam penelitian ini memiliki kandungan holoselulosa (selulosa dan hemiselulosa) yang tinggi yaitu sebesar 73.32% (Fatriasari dan Hermiati 2008). Saat bahan-bahan ini terurai (terutama selulosa) maka akan mengakibatkan nilai oksidasi kimia yang tinggi sehingga saat pengukuran nilai COD didapatkan hasil yang tinggi pula.

Tabel 6. Nilai dan Efisiensi Peluruhan CODBerdasarkan Waktu Tinggal (Hari)

Drum

Pada parameter amonia, penurunan dikarenakan adanya proses nitrifikasi di dalam bioreaktor. Mikroorganisme yang berperan mengurai amonia menjadi bentuk yang sederhana yang kemudian digunakan untuk membentuk sel-sel tubuhnya. Mikroorganisme yang berperan dalam mengurai amonia adalah mikroorganisme autotrof ataupun heterotrof (Wisjnuprapto 1995 dalam Yusuf 2012). Sementara itu, nilai peluruhan yang terbesar terjadi pada bioreaktor dengan luas permukaan media lekat mikroorganisme sebesar 50 m2/m3. Sebesar 49.65% kadar amonia dapat didegradasi dari bioreaktor ini selama 7 hari (Tabel 7). Besarnya efisiensi peluruhan yang terjadi pada bioreaktor ini terjadi karena banyaknya wilayah tempat mikroorganisme tumbuh. Banyaknya tempat tinggal bagi mikroorganisme maka semakin banyak juga mikroorganisme yang hidup dan kebutuhan nutrien untuk hidup pun juga meningkat.

Tabel 7. Nilai dan Efisiensi Peluruhan Amonia Berdasarkan Waktu Tinggal (Hari)

Drum

Beban Bahan Organik pada Bambu

(31)

17 dan COD. Laju pembebanan organik bambu terdapat pada Tabel 8 dan Tabel 9 dimana debit harian diasumsikan sama dengan volume reaktor (150 l).

Tabel 8. Beban Bahan Organik BOD pada Media Bambu Drum

Beban BOD (kg BO/hari) Beban BOD Media (kg/m3

hari) terjadi pada hari ke 0 dan menurun sampai hari ke 7. Hal ini terjadi karena pada hari ke 0 konsentrasi BOD masih tinggi sehingga beban yang ditampung oleh bambu juga masih tinggi.

Tabel 9. Beban Bahan Organik COD pada Media Bambu Drum

Beban COD (kg BO/hari) Beban COD Media (kg/m3

hari) dikarenakan konsentrasi yang tinggi pada hari ke 0.

Jika dibandingkan dengan media plastik berstruktur sarang tawon, media bambu relatif lebih baik dalam menampung beban bahan organik. Pada hari ke 3, media plastik berstruktur sarang tawon mampu menampung beban organik rata-rata 0.3688 kg BOD/m3hari (Herlambang 2001) sementara media bambu dalam penelitian ini sebesar 0.3823-0.6302 kg BOD/m3hari.

Bangunan Pengolahan Air Limbah Skala Lapang

Skenario Limbah Cair Sisa Pemeliharaan Ikan

(32)

18

Tabel 10. Asumsi Sumber dan Debit Limbah yang Dihasilkan

Parameter Nilai

Jumlah kolam yang beroperasi (unit) 5

Volume per unit (m3) 200

Pembuangan air per hari per kolam (20%) 20

Volume pembuangan air per unit (m3) 40

Total volume pembuangan air per hari (m3) 200

Berdasarkan data di atas, maka dapat diketahui bahwa debit harian limbah yang dihasilkan dari usaha budidaya perikanan adalah sebesar 200 m3/hari. Dengan data debit harian ini maka dapat direncanakan pembangunan unit-unit dalam pengolahan air limbah. Selain besaran debit, karakteristik limbah juga diperlukan. Data karakteristik limbah mengikuti data yang sudah didapat sebelumnya.

Pada data karakteristik limbah yang ada pada Tabel 3, maka diperlukan suatu bangunan untuk mencegah terjadinya pencemaran pada badan air. Dalam kondisi awal, limbah sisa pemeliharaan ikan ini telah melewati baku mutu yang ditetapkan dalam PP 82/2001.

Pada hasil penguraian bahan organik melalui bioreaktor anaerob selama tiga hari, nilai kualitas air belum memenuhi baku mutu air kelas empat pada PP 82/2001. Oleh karena itu maka diperlukan suatu kesatuan bangunan yang dapat menurunkan nilai kualitas air yang tinggi tersebut agar memenuhi baku mutu yang sudah ditetapkan.

Unit Ekualisasi

Unit ekualisasi selain berfungsi sebagai unit penghomogen konsentrasi bahan pencemar dapat juga digunakan sebagai bak aerasi awal saat terjadi beban yang besar secara tiba-tiba (KEMENKES RI 2011). Karakteristik pembuangan limbah perikanan budidaya sesuai dengan hal tersebut dimana pembuangan air yang mengandung bahan organik dilakukan secara langsung dari kolam budidaya ke saluran pembuang dalam jumlah yang banyak. Dari data yang ada, maka ditetapkan volume bak ekualisasi dan spesifikasi pada Tabel 11.

Tabel 11. Unit Ekualisasi

Tinggi ruang bebas 0.5

(33)

19

Gambar 8. Contoh Unit Ekualisasi (KEMENKES RI 2011) Unit Pengendapan Awal

Unit pengendap awal yang direncanakan tidak berbeda jauh dengan kriteria yang ditetapkan KEMENKES. Bentuk dari unit ini yaitu persegi panjang dengan penetapan waktu tinggal selama 24 jam. Kriteria dan penetapan rencana bak pengendapan awal tertera pada Tabel 12 (KEMENKES RI 2011).

Tabel 12. Kriteria dan Rencana Unit Pengendapan Awal

Parameter Kriteria Nilai Rencana

Jumlah unit - 1

Panjang, m 15-90 15

Lebar, m 3-24 4.5

Kedalaman air, m 3-5 3

Tinggi ruang bebas - 0.5

Waktu tinggal, jam 1.5-2.0 24

(34)

20

Gambar 9. Contoh Unit Pengendap Awal (KEMENKES RI 2011) Unit Proses Anaerob

Berdasarkan data dari tahap sebelumnya, waktu tinggal yang baik adalah 7 hari. Namun dalam perhitungan dimensi, akan dibutuhkan volume serta lahan yang besar untuk unit ini (Ahmad et al. 2011). Oleh karena itu, ditetapkan waktu tinggal yang dipakai adalah 3 hari dengan efisiensi peluruhan BOD 47.38%, COD 12.68% dan Amonia 23.91%.

Tabel 13. Unit Proses Anaerob

Parameter Nilai (3 hari) Nilai (7 hari)

Jumlah media lekat/luas permukaan

1,360,000/50 m2/m3 1,813,334/ 50 m2/m3

Penentuan volume unit proses anaerob mengikuti Said dan Widayat (2013) yaitu waktu tinggal didapat dari pembagian volume unit dan debit harian, dinotasikan dengan t = !

!. Dengan fungsi tersebut maka didapatkan volume unit proses anaerob adalah 600 m3 dimana t = 3 hari dan Q = 200 m3/hari. Qmasuk = Qkeluar.

Untuk kebutuhan media lekat (bambu) ditetapkan terlebih dulu luas permukaan yang digunakan yaitu 50 m2/m3. Jumlah bambu dikonversi dari data pada tahap sebelumnya yaitu 340 bilah ukuran 23x4x0.5 cm per 150 l. Dengan kebutuhan volume 600 m3 maka jumlah bambu yang dibutuhkan yaitu 1,360,000 Dimensi unit proses anaerob yang ditentukan tertera pada Tabel 13 dan gambar rancangan tertera pada Lampiran 6 sampai Lampiran 9.

Unit Proses Aerob

(35)

21 Pada proses ini, amonia yang masih tinggi akan dioksidasi menjadi nitrat. Selain itu, H2S yang dihasilkan dari unit proses anaerob juga akan dioksidasi menjadi sulfat (KEMENKES RI 2011).

Gambar 10. Contoh Sumber Oksigen (KEMENKES RI 2011) Unit Pengendapan Akhir

Unit pengendapan akhir adalah unit dimana terjadinya pengendapan sisa-sisa lapisan biofilm yang terlepas. Lapisan biofilm biasanya terlepas akibat adanya goncangan dari sumber oksigen sehingga saat air mengalir ke unit selanjutnya akan membawa padatan tersebut. Oleh karena itu, diperlukan unit pengendapan akhir agar air yang siap dibuang ke badan air tidak tercemar oleh sekumpulan bakteri.

Unit ini memiliki bentuk yang tidak jauh berbeda dengan unit pengendapan awal. Dengan waktu tinggal yang ditetapkan selama 24 jam, maka dimensi unit pengendapan akhir mengikuti unit pengendapan awal seperti yang tertera pada Tabel 12 (KEMENKES RI 2011).

5

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Bioreaktor yang digunakan dalam penelitian ini dapat menurunkan kandungan parameter pencemar. Dari tiap-tiap bioreaktor percobaan, nilai parameter pencemar yang diteliti mengalami penurunan di tiap waktu tinggal dan sampai pada waktu tinggal 7 hari mencapai BOD5 13.42 mg/l, COD 95.90 mg/l, ammonia 2.167 mg/l untuk perlakuan luas permukaan media 50 m2/m3.

(36)

22

Saran

Diperlukan penelitian lanjut mengenai luas permukaan bambu yang optimum dalam pengolahan limbah perikanan agar diperoleh waktu tinggal yang lebih singkat sehingga didapatkan ukuran unit proses anaerob yang lebih efisien pada perencanaan di lapang. Selain itu diperlukan juga keseragaman bilah bambu dalam melakukan penelitian selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad A, Yelmida, Irmawati FP. 2011. Penyisihan Minyak Lemak Yang Terkandung Dalam Limbah Cair Industri Minyak Sawit Dengan Bioreaktor Hibrid Anaerob Bermedia Cangkang Sawit. Seminar Nasional Teknik Kimia “Kejuangan” Pengembangan Teknologi Kimia untuk Pengolahan Sumber Daya Alam Indonesia; 22 Februari 2011; Yogyakarta, Indonesia. Yogyakarta (ID): UPN Veteran. hlm C05-1 – C05-8

[APHA] American Public Health Association. 2012. Standard Methods for the examination of water and waste water. Washington DC (US): American Public Health Association.

Arif MW, Irwan Y. [2012]. Pengkajian Kualitas Sifat Mekanis Material Bambu Laminasi untuk Diterapkan pada Desain Produk Furnitur yang Berkonstruksi Sambungan Knockdown [Internet]. [diunduh 30 Juli 2016]. Tersedia pada: http://lib.itenas.ac.id/kti/wp-content/uploads/2014/03/Jurnal-Bambu-2012.pdf Basri E, Saefudin. 2006. Sifat kembang-susut dan kadar air keseimbangan (KAK) bambu tali (Gigantochloa apus KURTZ) pada berbagai umur dan tingkat kekeringan. Jurnal Penelitian Hasil Hutan [Internet]. [diunduh 2016 Jul

30];24(3):1-15. Tersedia pada:

http://www.pustekolah.org/data_content/attachment/SIFAT_KEMBANG.pdf Castine SA, McKinnon AD, Paul NA, Trott LA, de Nys R. 2013. Wastewater treatment for land-based aquaculture: improvements and value-adding alternatives in model systems from Australia [ulas balik]. J. Aquacult Environ Interact 4: 285-300. doi: 10.3354/aei00088

Cesaria RY, Wirosoedarmo R, Suharto B. 2014. Pengaruh penggunaan starter terhadap kualitas fermentasi limbah cair tapioka sebagai alternatif pupuk cair. J. Sumber Daya Alam dan Lingkungan 1(2):15-24

Colin X, Farinet JL, Rojas O, Alazard D. 2007. Anaerobic treatment of cassava starch extraction wastewater using a horizontal flow filter with bamboo as support. J. Bior Tech 98:1602-1607. doi:10.1016/j.biortech.2006.06.020 Dewi RK. 2014. Rancangan Instalasi Pengolahan Air Limbah Industri dengan

Proses Biologis Biological Nutrient Removal [skripsi]. Bogor (ID): Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan. Institut Pertanian Bogor

(37)

23 Fatriasari W, Hermiati E. 2008. Analisis morfologi serat dan sifat fisis-kimia pada enam jenis bambu sebagai bahan baku pulp dan kertas. Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Hutan. 1(2):67-72

Fia FRL, Matos AT, Borges AC, Fia R, Cecon PR. 2012. Treatment of wastewater from coffee bean processing in anaerobic fixed bed reactors with different support materials: performance and kinetic modeling. J. Env Man. 108:14-21. doi:10.1016/j.jenvman.2012.04.033

Indriyati. 2007. Unjuk kerja reaktor anaerob lekat diam terendam dengan media penyangga potongan bambu. J. Tek. Ling. 8(3):217-222

Irianto EW, Triweko RW. 2011. Eutrofikasi Waduk dan Danau: Permasalahan, Pemodelan dan Upaya Pengendalian. Jakarta (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Air, Badan Penelitian dan Pengembangan, Kementerian Pekerjaan Umum

Herlambang A. 2002. Rancangan Pengolahan Air Limbah Sederhana, Sistem Kombinasi Biofilter Anaerobik-Aerobik Kapasitas 3-5 M3/ Hari. Di dalam Teknologi Pengolahan Limbah Cair Industri. Jakarta (ID): Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Informasi, Energi, Material dan Lingkungan BPPT. Hlm 206-222

Herlambang A. 2001. Pengaruh pemakaian biofilter struktur sarang tawon pada pengolah limbah organik sistem kombinasi anaerob-aerob (studi kasus: limbah tahu dan tempe). J. Tek. Ling. 2(1):28-36

Jagani H, Hebbar K, Gang SS, Raj PV, Chandrashekhar RH, Rao JV. 2010.An overview of fermenter and the design considerations to enhance its productivity, Pharmacologyonline [Internet]. [diunduh 2016 Mar

15];1(27):261-301. Tersedia pada:

http://pharmacologyonline.silae.it/files/newsletter/2010/vol1/27.Iagati.pdf [KEMENKES RI] Kementerian Kesehatan RI. 2011. Seri Sanitasi Lingkungan

Pedoman Teknis Instalasi Pengolahan Air Limbah Dengan Sistem Biofilter Anaerob Aerob Pada Fasilitas Layanan Kesehatan. Jakarta (ID). Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik Dan Sarana Kesehatan

Madigan MT, Martinko JM, Parker J. 2003. Brock Biology of Microorganisms Tenth Edition. Indiana (USA): Prentice-Hall Inc

Metcalf L, Eddy HP. 2014. Wastewater Engineering: Treatment And Resource Recovery, Fifth Edition. New York (USA): McGraw-Hill Education

Metcalf L, Eddy HP. 2004. Wastewater Engineering: Treatment And Resource Recovery, Fourth Edition. New York (USA): McGraw-Hill Education

[PPRI] Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82. 2001. Tentang Penglolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Lingkungan. Jakarta Rudiyanti S, Halimah HN, Haerudin. 2009. Analisa beban pencemaran kegiatan

budidaya tambak bandeng di Sungai Pasar Banggi Kabupaten Rembang. Seminar Nasional Semarang Perikanan Expo 2009 [Internet]. Semarang (ID): hlm 54-63; [diunduh 2012 Sep 30]. Tersedia pada:

(38)

24

Said NI, Widayat W. 2013. Teknologi Pengolahan Air Limbah Rumah Sakit Dengan Proses Biofilter Anaerob-Aerob. Jakarta (ID): Pusat Teknologi Lingkungan, Deputi Bidang Teknologi Pengembangan Sumberdaya Alam Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi

Said NI. 2002. Proses Pengolahan Air Limbah Secara Biologis. Di dalam Teknologi Pengolahan Limbah Cair Industri. Jakarta (ID): Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Informasi, Energi, Material dan Lingkungan BPPT. Hlm 79-85

Ulfah D. 2006. Analisis sifat fisika bambu apus (Gigantochloa apus Kurtz) berdasarkan posisi di sepanjang batang. Jurnal Hutan Tropis Borneo 7(19):144-149

Wibowo RKA. 2009. Analisis Kualitas Air Pada Sentral Outlet Tambak Udang Sistem Terpadu Tulang Bawang, Lampung[skripsi]. Bogor (ID): Departemen Manajemn Sumberdaya Perairan. Institut Pertanian Bogor

(39)

25

LAMPIRAN

Lampiran 1. Prosedur Pengujian Parameter BOD, COD dan Amonia berdasarkan APHA (2012) dan Prosedur Pembuatan Media Agar dan Pengencer PBS untuk Uji TPC

1. BOD

Ditetapkan untuk pengujian satu air contoh:

- Botol BOD yang digunakan bervolume 125 ml - Pengenceran 10 kali

- Kebutuhan air uji BOD minimal 250 ml (untuk DO0 dan DO5) dibulatkan menjadi 300 ml

- 300 ml air uji BOD (30 ml air contoh + 270 aquades) - Kebutuhan botol BOD empat buah (dua blanko dan dua

air contoh)

Sebanyak 300 ml air uji BOD diaerasi selama ±15 menit. Kemudian air uji yang sudah diaerasi dimasukkan ke dalam dua botol BOD dan tidak boleh timbul gelembung udara. Dua botol BOD lainnya diisi aquades yang berperan sebagai blanko.

Masing-masing satu botol dari air uji dan blanko ditambahkan larutan Buffer Posphat kemudian MgSO4 lalu CaCl2 selanjutnya FeCl3.6H2O sebanyak 6 tetes per jenis larutan. Setelah itu botol blanko dan botol air uji dimasukkan ke dalam plastik hitam kemudian diinkubasi selama 5 hari di inkubator dengan suhu 20±3ºC. Setelah 5 hari, diukur nilai kandungan oksigen terlarutnya (DO5) yang prosedurnya sama seperti pengukuran nilai DO0.

Selanjutnya adalah pengukuran nilai DO0 pada air uji dan blanko. Air uji dan blanko lainnya ditambahkan larutan MnSO4 sebanyak 1 ml dan aduk secara merata. Setelah itu ditambahkan lagi larutan NaOH+KI sebanyak 1 ml dan aduk kembali secara merata. Kemudian ke dalam botol ditambahkan larutan H2SO4 Pekat sebanyak 1 ml lalu kembali diaduk merata.

Proses selanjutnya adalah air yang akan diuji nilai DO0 nya diambil sebanyak 50 ml dari tiap-tiap botol kemudian dititrasikan dengan larutan Na2S2O3.5H2O (catat volume awal) sampai berwarna kuning tua kemudian ditambahkan amilum 2 tetes dan dititrasi kembali sampai bening (catat volume akhir). Nilai DO0 dihitung menggunakan rumus berikut:

��! = ��×��× Fp = Faktor pengenceran.

(40)

26 spektrofotometri. Sebelum mencampurkan air contoh dengan reagen-reagen, disiapkan sebanyak dua buah tabung ulir (blanko dan air uji) kemudian dibilas terlebih dahulu menggunakan H2SO4 20%.

Selanjutnya sebanyak 2.5 ml aquades dan 2.5 ml air uji dimasukkan ke dalam tabung ulir lalu ditambahkan Digestion Solution High (K2CrO7+H2SO4 96%) sebanyak 1 ml dan ditambahkan H2SO4+Ag2SO4 sebanyak 3.5 ml ke masing-masing tabung ulir. Kemudian divortex selama ± 1 menit yang seterusnya dilakukan pemanasan di COD reaktor selama 2 jam pada suhu ± 150ºC. Setelah itu dilanjutkan dengan pengukuran di spektro dengan panjang gelombang 600 nm.

Pengukuran kandungan COD mengikuti rumus berikut:

��� =

������������

����� ��

dimana,

COD (mg/l) = Nilai COD

Abs = Nilai pengukuran melalui spektro

Intersept = Nilai intersept yang didapat dari deret standar Slope = Nilai slope yang didapat dari deret standar Fp = Faktor pengencer

3. Amonia (NH3-N)

Pengukuran kadar amonia di dalam air contoh menggunakan metode fenate. Air contoh yang akan diuji kadar amonianya disaring terlebih dahulu. Selanjutnya diambil 25 ml dan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 50 ml. Setelah itu ditambahkan larutan fenol sebanyak 1 ml lalu dihomogenkan. Kemudian ditambahkan lagi larutan natrium nitroprusid sebanyak 1 ml dan dihomogenkan kembali. Langkah selanjutnya adalah menambahkan larutan pengoksidasi (sodium hipoklorit + alkaline sitrat 1:4) sebanyak 2.5 ml dan dihomogenkan kembali.

Setelah selesai menambahkan reagen, Erlenmeyer tersebut ditutup menggunakan paraffin film dan dibiarkan selama ± 1 jam pada ruangan gelap bersuhu 22-27ºC. Setelah ± 1 jam maka akan terbentuk warna biru dan kemudian diukur serapan warna tersebut menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 640 nm.

Pengukuran kandungan amonia (NH3-N) mengikuti rumus berikut:

NH!N=

������������

����� ��

(41)

27 NH3-N(mg/l) = Nilai Amonia

Abs = Nilai pengukuran melalui spektro

Intersept = Nilai intersept yang didapat dari deret standar Slope = Nilai slope yang didapat dari deret standar Fp = Faktor pengencer

4. Pembuatan Media Agar pada Uji TPC

Pada uji TPC dibutuhkan media agar sebagai tempat tinggal dan sumber makanan bagi bakteri. Pembuatan media ini berdasarkan jumlah cawan petri yang dibutuhkan. Cawan petri merupakan wadah bagi media agar tersebut. Untuk membuat delapan cawan petri dibutuhkan 100 ml aquades dimana konsentrasi agar-agar yaitu 15-20 g/l akuades dan TSB 30 g/l akuades.

Sebagai contoh, dibutuhkan 32 cawan petri untuk pengujian TPC. Maka aquades yang dibutuhkan minimal 400 ml. Dengan ketentuan di atas, dapat dihitung kebutuhan agar-agar dan TSB sebagai berikut:

Agar-agar = 17 g/l (konsentrasi ditetapkan)

TSB = 30 g/l

maka berat agar-agar dan TSB masing-masing adalah agar-agar = 17 g/l x 0.4 l

= 6.8 g

TSB = 30 g/l x 0.4 l

= 12 g.

Setelah takaran bahan pembuat media agar didapat, maka dicampurkan bahan-bahan tersebut ke dalam Erlenmeyer dan dipanaskan sampai mendidih. Setelah mendidih, media yang sudah jadi tersebut dimasukkan ke autoclaf untuk disterilkan selama ± 1 jam pada suhu ± 121ºC. Setelah disterilkan, media agar dituang ke dalam cawan petri yang selanjutnya cawan petri diinkubasi selama satu hari di dalam ruangan bersuhu kamar.

5. Pembuatan Larutan Pengencer PBS

(42)

28

(43)

29 Jumlah koloni bakteri hasil pengamatan

Hari Drum Pengenceran

10-1 10-2 10-3 10-4 10-5

0 1 - 0 32 7

2 - 0 0 0 15

3 - 0 2 0 0

3 1 351 42 30 2 -

2 157 30 3 1 -

3 82 23 2 0 -

7 1 - 13 2 0 -

2 - 12 9 0 -

3 - 23 2 0 -

Contoh perhitungan TPC pada Drum 1 H0 Pengenceran 10-3

���= 32� !

!.!"

� !

!"!! = 640 x 10

3

Keterangan:

(44)

30

Lampiran 3. Perhitungan Volume Tiap-tiap Unit Pada Bangunan Pengolah Limbah

Rencana debit harian (Q) = 200 m3/hari 1. Unit Ekualisasi

Rencana waktu tinggal = 24 jam V = 24 jam x 8.33 m3/jam V = 199.92 m3≈ 200 m3

2. Volume Unit Pengendapan Awal dan Pengendapan Akhir: V = 24 jam x 8.33 m3/jam

V = 199.92 m3≈ 200 m3

Beban permukaan pada Unit Pengendapan Awal dan Pengendapan Akhir: V0 = !"" !

! /!!"#

!"" !! ,

V0 = 2 m3/m2 hari

3. Jumlah Bambu Yang Dibutuhkan Dalam Unit Proses Anaerob

∑b2 =

!"#!!"""""

!"# = 1,360,000 bilah

catatan:

ukuran bilah = 23x4x0.5 cm

luas permukaan bambu yang digunakan per volume = 50 m2/m3 4. Jumlah Bambu Yang Dibutuhkan Dalam Unit Proses Aerob

∑b2 = !"#!!"""""

!"# = 453,334 bilah

catatan:

ukuran bilah = 23x4x0.5 cm

(45)

31 Lampiran 4. Bagian dari Lampiran PP 82/2001

LAMPIRAN

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 82 TAHUN 2001 TANGGAL 14 DESEMBER 2001

TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PEGENDALIAN PENCEMARAN AIR

Kriteria Mutu Air Berdasarkan Kelas

PARAMETER SATUAN KELAS KETERANGAN

I II III IV

1 2 3 4 5 6 7

KIMIA ORGANIK

pH 6-9 6-9 6-9 5-9 Apabila secara

alamiah di luar rentang tersebut. Maka

ditentukan berdasarkan kondisi alamiah

BOD mg/L 2 3 6 12

COD mg/L 10 25 50 100

DO mg/L 6 4 3 0 Angka batas minimum

Total Fosfat sbg P

mg/L 0.2 0.2 1 5

NO3 sbg N mg/L 10 10 20 20

NH3-N mg/L 0.5 (-) (-) (-) Bagi perikanan.

(46)

32

Lampiran 5. Dokumentasi Penelitian

Isolasi Bakteri Starter Melalui Cairan Rumen dan Aklimatisasi dengan Air Limbah

Lapisan Biofilm Yang Tumbuh Di Dinding Bioreaktor Percobaan dan Bambu

Pengujian BOD dan Penampakan Koloni Bakteri

(47)

33

(48)

34

(49)

35

(50)

36

(51)

37

RIWAYAT HIDUP

Gambar

Gambar 3. Teknologi Pengolahan Limbah Cair Dengan Proses Biologis
Gambar 4. Tahapan Penelitian
Tabel 2. Metode Pengukuran Kualitas Air
Tabel 3. Nilai Awal Kualitas Air Limbah Sisa Pemeliharaan Ikan Nila
+6

Referensi

Dokumen terkait

3 Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat kemurnian sapi Bali di Kabupaten Barru berdasarkan identifikasi fenotipe (bentuk tanduk, warna bulu,

Toolbox adalah sebuah panel yang menampung tombol-tombol yang berguna untuk membuat suatu desain animasi mulai dari tombol seleksi, pen, pensil, Text, 3D

Berdasarkan hasil penelitian ini didapatkan kesimpulan bahwa terdapat hubungan antara pemakaian tabir surya dengan derajat keparahan melasma (Skor MASI) pada wanita di

Ba k Fractal juga menjadi merek segala macam produk yang dihasilkan oleh Piksel Indonesia dengan menggunakan piran lunak kami, jBa k.. Dalam bidang teknologi, Piksel Indonesia

Proses komputasi pengurutan data acak dengan metode mergesort yang dijalankan secara paralel dengan menggunakan virtual komputer dari layanan IAAS cloud dapat

Cara menangkap rusa di penangkaran agar tidak menimbulkan cidera baik pada petugas maupun rusa itu sendiri, ada beberapa cara antara lain dengan cara menjepit leher

2 29 September 2012 Menemukan makna kata tertentu dalam kamus secara cepat dan tepat sesuai dengan konteks yang diinginkan melalui kegiatan membaca memindai Sri Nuryati 3

Sebaliknya pada Dayah Jabal Nur menganut kurikulum dayah salafi murni dan badan dayah tidak menganjurkan dan badan dayah hanya menganjurkan kurikulum dari buku