• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Residu Trenbolon Asetat pada Urin Sapi Siap Potong yang Diimpor dari Australia melalui Pelabuhan Laut Tanjung Priok

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian Residu Trenbolon Asetat pada Urin Sapi Siap Potong yang Diimpor dari Australia melalui Pelabuhan Laut Tanjung Priok"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN RESIDU TRENBOLON ASETAT PADA URIN SAPI

SIAP POTONG YANG DIIMPOR DARI AUSTRALIA

MELALUI PELABUHAN LAUT TANJUNG PRIOK

RIFKY DANIAL

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Kajian Residu Trenbolon Asetat pada Urin Sapi Siap Potong yang Diimpor dari Australia melalui Pelabuhan Laut Tanjung Priok adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

RINGKASAN

RIFKY DANIAL. Kajian Residu Trenbolon Asetat pada Urin Sapi Siap Potong yang Diimpor dari Australia melalui Pelabuhan Laut Tanjung Priok. Dibimbing oleh HADRI LATIF dan AGUSTIN INDRAWATI

Kebijakan pemerintah mengimpor dan menghapus kuota impor daging dan sapi potong dari luar negeri untuk memenuhi kebutuhan protein hewani secara nasional yang sangat minim menimbulkan berbagai masalah yang perlu kita antisipasi bersama. Permasalahan yang muncul antara lain adanya cemaran residu bahan kimia toksik (mikotoksin, pestisida, obat hewan dan hormon) pada produk peternakan yang masuk ke Indonesia yang dapat mengganggu dan membahayakan kesehatan konsumen tersebut. Salah satu residu yang membahayakan manusia adalah hormon trenbolon asetat (TBA) pada ternak sapi. Penggunaan dan peredaran hormon tersebut masih dilarang di Indonesia namun hormon ini digunakan di Australia sebagai hormon pertumbuhan sehingga ada dugaan residu hormon terdapat pada sapi tersebut. Dampak dari residu TBA pada kesehatan manusia yaitu mutagenik (terjadi perubahan genetik), teratogenik (terjadi cacat bawaan), dan karsinogenik (terjadi pertumbuhan sel kanker). Penelitian ini bertujuan untuk mendeteksi keberadaan residu hormon trenbolon asetat (TBA) pada urin sapi siap potong yang diimpor dari Australia melalui Pelabuhan Laut Tanjung Priok. Manfaat penelitian ini adalah tersedianya data yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam penyempurnaan penyusunan kebijakan peraturan serta tindakan karantina sapi siap potong impor di tempat pemasukan yang telah ditetapkan secara resmi oleh pemerintah.

Sampel yang diambil adalah urin sapi siap potong. Jumlah sampel dihitung menggunakan rumus deteksi penyakit (detect disease) yang ditetapkan yaitu n = [1- (1-a) 1/D] [N-(D-1)/2] dan didapatkan sampel sebesar 60 sampel. Pengambilan sampel dilakukan secara purposive hingga jumlah sampel terpenuhi. Pengujian dilakukan dengan menggunakan metode enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA). Data dari penelitian ini dianalisa secara deskriptif untuk mengetahui keberadaan residu hormon TBA.

Hasil pengujian ELISA pada penelitian ini menunjukkan bahwa sebanyak 60 dari 60 sampel (100%) urin sapi siap potong dari Australia mengandung residu TBA dengan konsentrasi yang bervariasi. Konsentrasi residu TBA < 2 part per billion (ppb) terdeteksi pada 37 sampel (61.67%), Konsentrasi residu TBA 2-4 part per billion (ppb) terdeteksi pada 7 sampel (7%), dan konsentrasi residu TBA > 4 part per billion (ppb) terdeteksi pada 16 sampel (26.67%). Hasil positif pada sampel menunjukkan masih tingginya penggunaan TBA sebagai hormon pertumbuhan di Australia dan terdapat kemungkinan bahwa sapi potong yang dikirim ke Indonesia tidak memperhatikan withdrawal time yaitu 60-70 hari setelah implantasi.

(5)

SUMMARY

RIFKY DANIAL. Study of Trenbolone Acetate Residues in Slaughter Cattle Urine from Australia Imported through Sea Port of Tanjung Priok. Supervised by HADRI LATIF and AGUSTIN INDRAWATI.

Indonesian government has set a policies of importing meat and beef from abroad without any given quotas to accomplish the national animal protein requirements which cannot be fulfilled by domestic produce. Those policies surely would cause various problems that we need to anticipate together. One such a problem is the presence of toxic chemical residues contamination (mycotoxin, pesticides, residues of veterinary drugs and hormones) on livestock produces imported to Indonesia which can disturb or endanger the health of the consumer. Trenbolone acetate hormone (TBA) is one of the toxic chemical residue in cattle that harmful to human. The use and circulation of these hormones in Indonesia were prohibited, but were still used as a growth hormone for cattle in Australia which rise the concerns of possibility hormone residues presence in their cattle. The impact of TBA residues on human health are mutagenic (genetic changes), teratogenic (birth defects occur), and carcinogenic (cancer cell growth occurs). This study was aimed to detect the presence of trenbolone acetate (TBA) hormone residues in urine of slaughter cattle imported from Australia through the Port of Tanjung Priok. The benefits of this research was to provide data that could be use as a consideration material in the preparation of regulatory policies as well as the improvement of quarantine measures for slaughter cattle importation in the entry point which has been officially designated by the government.

Urine samples were taken from imported slaughter cattle. The number of samples is calculated using the formula of disease detection with n = [1- (1-a) 1 / D] [N-(D-1) / 2] and resulted a total of 60 samples required for the study. Samples collection were performed by purposive sampling until the number of samples required fulfilled. Tests were performed using enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA). Data from this study were analyzed descriptively to determine the presence of TBA hormone residues.

The results of ELISA test in this study showed positive results in all of urine samples (100%) of slaughter cattle imported from Australia with variation in TBA residues concentrations. The concentration of residual TBA < 2 ppb were detected in 37 samples (61.67%), the residual concentration of TBA 2-4 ppb were detected in 7 samples (7%), and the concentration of residual TBA > 4 ppb were detected in 16 samples (26.67%). Positive results in the samples is indicated the high use of TBA as growth hormone in Australian cattle and there was possibility that the withdrawal time of 60-70 days was not considered.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Kesehatan Masyarakat Veteriner

KAJIAN RESIDU TRENBOLON ASETAT PADA URIN SAPI

SIAP POTONG YANG DIIMPOR DARI AUSTRALIA

MELALUI PELABUHAN LAUT TANJUNG PRIOK

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2015

(8)
(9)

Judul Tesis : Kajian Residu Trenbolon Asetat pada Urin Sapi Siap Potong yang Diimpor dari Australia melalui Pelabuhan Laut Tanjung Priok Nama : Rifky Danial

NIM : B251130114

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr med vet Drh Hadri Latif, MSi Ketua

Dr Drh Agustin Indrawati, MBiomed Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi

Kesehatan Masyarakat Veteriner

Dr med vet Drh Denny Widaya Lukman, MSi

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga tesis ini dapat diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli 2014 sampai dengan November 2014 adalah Kajian Residu Trenbolon Asetat pada Urin Sapi Siap Potong yang Diimpor dari Australia melalui Pelabuhan Laut Tanjung Priok.

Penghargaan dan terima kasih penulis ucapkan kepada Kepala Badan Karantina Pertanian beserta jajarannya yang telah memberikan kesempatan penulis untuk menempuh pendidikan S2. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr med vet drh Hadri Latif, MSi dan Ibu Dr drh Agustin Indrawati, MBiomed selaku komisi pembimbing atas segala dukungan, bimbingan dan arahan terhadap penelitian dan penulisan tesis. Penulis sampaikan terima kasih kepada Bapak Dr med vet drh Denny Widaya Lukman, MSi selaku Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat Veteriner yang telah membantu kelancaran studi ini. Selain itu, terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak drh Mulyanto, MM (Sekretaris Badan), Bapak drh Sujarwanto, MM (Kepala Pusat Karantina Hewan dan Keamanan Hayati Hewani), serta drh. Sriyanto, MSi PhD (Kepala Bidang Karantina Hewan BBKP Tanjung Priok) yang telah banyak memberikan fasilitas, kemudahan dan saran.

Akhirnya terima kasih yang dalam kepada bapak, ibu, isteri, dan adik serta seluruh keluarga atas segala pengertian, kesabaran, doa dan kasih sayangnya. Semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada kita semua. Harapan penulis semoga tulisan ini dapat bermanfaat untuk mendukung kegiatan karantina hewan maupun untuk masyarakat umum di Indonesia.

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xii

DAFTAR GAMBAR xii

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

Ruang Lingkup Penelitian 2

2 TINJAUAN PUSTAKA 3

Hormon 3

Residu Hormon 4

Trenbolon Asetat (TBA) 5

Metode Deteksi Residu Hormon TBA 6

Bahaya Residu TBA Terhadap Kesehatan Manusia 9

3 METODE 10

Waktu dan Tempat Penelitian 10

Bahan dan Alat 10

Metode Pengambilan Sampel 10

Preparasi Sampel 11

Pengujian Sampel dengan Metode ELISA 11

Analisis Data 11

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 12

Pengujian Residu TBA dengan ELISA 12

Residu TBA dalam Urin Sapi 13

5 SIMPULAN DAN SARAN 16

Simpulan 16

Saran 16

DAFTAR PUSTAKA 16

(12)

DAFTAR TABEL

1 Konsentrasi TBA dalam Urin Sapi yang Diimpor dari Australia 13

DAFTAR GAMBAR

1 Struktur Kimia dari Trenbolon Asetat 5

2 Struktur Kimia dari α trenbolon dan β trenbolon 6

(13)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kebutuhan nasional daging sapi dan kerbau di Indonesia mengalami peningkatan pada tahun 2012 sebanyak 484 ribu ton, sedangkan ketersediannya hanya 399 ribu ton (82.52 %) (Ditjen PKH 2012). Kekurangan stok daging terhadap tingkat konsumsi daging disebabkan karena tidak berimbangnya penyediaan dan permintaan daging di Indonesia. Populasi ternak penghasil daging untuk konsumsi kemungkinan tidak mampu memenuhi kebutuhan daging di Indonesia. Rendahnya produktifitas dan kesehatan ternak merupakan salah satu penyebab rendahnya populasi ternak penghasil daging, disamping tingginya pemotongan ternak produktif dan belum berkembangnya pemanfaatan ternak penghasil daging lainnya seperti kerbau, kambing, domba, dan lain-lain (Widiastuti et al. 2007). Kebijakan pemerintah untuk mengimpor dan menghapus kuota impor daging dan sapi potong dari luar negeri untuk memenuhi kebutuhan akan protein hewani nasional menimbulkan berbagai masalah yang perlu kita antisipasi bersama. Permasalahan tersebut diantaranya yaitu tidak adanya jaminan bahwa produk peternakan yang masuk ke Indonesia berkualitas terbaik.

Produk peternakan yang tidak dijamin bebas dari cemaran residu bahan kimia toksik (mikotoksin, pestisida, obat hewan dan hormon) dapat mengganggu dan membahayakan kesehatan konsumen. Salah satu residu yang membahayakan manusia adalah hormon trenbolon asetat (TBA). TBA adalah hormon penggertak pertumbuhan (HGP) pada ternak sapi yang berupa steroid sintetis yang bersifat androgenik. Penggunaannya pada ternak sapi dengan cara mengimplantasi TBA secara subkutan pada daun telinga ternak. Dampak dari residu TBA pada kesehatan manusia yaitu mutagenik (terjadi perubahan genetik), teratogenik (terjadi cacat bawaan), dan karsinogenik (terjadi pertumbuhan sel kanker).

Hormon TBA dapat meningkatkan pertumbuhan bobot badan sebanyak 10% dan menurunkan konversi kebutuhan pakan dari 11% menjadi 9%. Hasil penelitian mengenai keberadaan residu TBA di Indonesia pada daging dan hati sapi impor yang dijual di swalayan dan distributor di DKI Jakarta menunjukkan bahwa sebagian besar sampel tersebut positif mengandung residu TBA (Widiastuti et al. 2000). Menurut Widiastuti et al. (2001), penggunaan dan peredaran hormon tersebut masih dilarang di Indonesia. Hal lain yang mendukung pelarangan tersebut adalah tidak memadainya tingkat pendidikan dan pengetahuan serta kesadaran peternak yang menggunakan HGP untuk menaati ketentuan waktu henti sebelum ternak dipotong (Akoso 2001).

(14)

2

Badan Karantina Pertanian memiliki peran penting dalam mengawasi dan mendeteksi adanya residu TBA pada sapi siap potong impor sehingga perlu melakukan pemeriksaan residu TBA pada urin sapi demi mencegah masuknya komoditi hewan yang dapat membahayakan kesehatan manusia. Hal ini menunjukkan bahwa produk ternak akan lebih aman dikonsumsi bila hasil pemeriksaan residu dalam urin sudah tidak terdeteksi. Pengamatan residu pada urin ini lebih mudah dilaksanakan dan tidak perlu membunuh hewan (Lange et al. 2000).

Perumusan Masalah

Populasi sapi di Indonesia belum dapat memenuhi kebutuhan daging sapi masyarakat dalam negeri sehingga sebagian dipenuhi dengan importasi terutama sapi siap potong dari Australia. Negara pengekspor menggunakan hormon pertumbuhan (TBA) sebagai pemacu pertumbuhan utama pada sapi. Residu TBA dapat menimbulkan gangguan kesehatan pada masyarakat sehingga diperlukan suatu pengujian pada urin sapi sebagai langkah awal pengawasan dalam rangka menjamin keamanan sapi siap potong impor apabila dikonsumsi.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendeteksi residu TBA secara kuantitatif pada urin sapi siap potong yang diimpor dari Australia.

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah diharapkan dapat digunakan sebagai informasi/data awal mengenai keberadaan dan kadar residu TBA pada urin sapi siap potong impor dari Australia sehingga dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam penyusunan kebijakan peraturan serta tindakan karantina sapi siap potong impor di tempat pemasukan yang telah ditetapkan secara resmi oleh pemerintah.

Ruang Lingkup Penelitian

(15)

3

2

TINJAUAN PUSTAKA

Hormon

Hormon berasal dari bahasa Yunani yang berarti menimbulkan atau membangkitkan. Hormon adalah suatu zat kimia yang bertugas membawa pesan (chemical messenger), disekresikan oleh jaringan dalam jumlah yang sangat kecil dan dibawa oleh darah menuju target jaringan untuk merangsang aktivitas biokimia atau fisiologis yang khusus (Lehninger 1993). Murray et al. (2003) membagi hormon berdasarkan komposisi kimia menjadi dua yaitu hormon glikoprotein dan steroid. Hormon glikoprotein dihasilkan oleh neurohipofisa, adenohipofisa, kelenjar tiroid, kelenjar paratiroid, dan pulau Langerhans. Hormon ini tersusun dari asam amino, dan produksinya bergantung pada substrat, suplai energi serta rangsangan biologis. Hormon glikoprotein merupakan hormon molekul hidrofilik yang berikatan dengan reseptor pada permukaan sel target. Berbagai macam hormon glikoprotein yaitu insulin (polipeptida), glukagon (peptida), growth hormon (peptida), thyroid stimulating hormon (glikoprotein), follicle stimulating hormon (glikoprotein), dan adenocorticotropic hormon (peptida).

Hormon steroid terbagi menjadi hormon steroid kelamin (estrogen, progestin dan androgen) dan steroid adrenal (glukokortikoid, mineralkortikoid, dan androgen). Hormon steroid dapat menstimulasi laju pertambahan berat badan, pertumbuhan otot, meningkatkan efisiensi pakan, dan menurunkan perlemakan, termasuk lemak intramuskular (Murray et al. 2003; Nazli et al. 2005). Terdapat berbagai jenis hormon steroid yang umumnya digunakan sebagai pemacu pertumbuhan, yaitu estrogen (estradiol, heksoestrol, dietilstilbestrol, dienoestrol dan zeranol), gestagen (progesteron, medroksiprogesteron asetat, megoestrol asetat, melengestrol asetat, altrenogest), dan androgen (testosteron, nortestosteron, trenbolon, metiltestosteron, klorotestosteron asetat, stanzolol, bodenan) (Soeparno 2005; Murray et al. 2003).

Hormon steroid memiliki struktur kimia yang kompleks, mempunyai kerangka karbon berupa empat cincin yang disebut staeran, serta memiliki inti dasar cyclopentana-perhydrophenanthrene yang terdiri dari 3 cincin phenantherene (A, B, dan C) dengan 6 atom karbon dan cincin D beranggotakan 5 atom karbon. Hormon steroid bersifat hidrofobik atau lipofilik, molekul hormon berdifusi secara bebas masuk sel target yang mengandung sitoplasmik ataupun nukleus protein yang bertindak sebagai reseptor hormon (Murray et al. 2003).

Santoso (2001) menggolongkan hormon menjadi 3, yaitu hormon seksual alami, steroid anabolik sintetik dan anabolik sintetik tanpa struktur steroid.

Hormon seksual alami secara normal ada dalam tubuh, contohnya 17β estradiol

(16)

4

Residu Hormon

Residu merupakan akumulasi obat atau bahan kimia dan/atau metabolitnya yang terdapat pada produk hewan maupun bahan lain. Residu dapat berasal dari pemakaian atau kontaminasi obat hewan, hormon, pestisida dan cemaran logam berat pada hewan dan/atau produk hewan baik sebelum proses produksi, dalam proses produksi maupun setelah proses produksi (BSN 2000). Residu dapat berupa bahan baku obat atau zat kimia dan hasil metabolit yang tertimbun dan tersimpan dalam sel, jaringan atau organ hewan. Kandungan zat tersebut tidak diinginkan dan tertinggal dalam makanan atau lingkungan sekitar.

Batas maksimum residu (MRL) adalah konsentrasi maksimum residu yang diperbolehkan secara resmi atau diketahui dapat diterima dalam pangan, komoditas pertanian dan pakan ternak. Konsentrasi residu dinyatakan dalam mg/kg komoditi atau parts per million (ppm), µg/kg komoditi atau parts per billion (ppb), dan ng/kg komoditi atau parts per trillion (ppt). Acceptable daily intake (ADI) adalah sejumlah konsentrasi residu yang dapat dicerna setiap hari sepanjang hidup manusia (standar usia 60 tahun) tanpa resiko menimbulkan gangguan kesehatan. Withdrawal time (waktu henti) adalah periode waktu antara terakhir pemberian obat untuk tujuan pengobatan hewan sampai dengan konsentrasi dimana residu obat tersebut telah mencapai nilai ambang batas aman sebagai bahan pangan (Santoso 2001).

Beberapa negara dalam menetapkan ADI dan MRL untuk TBA berbeda-beda, hal ini disebabkan penetapkan ADI dan MRL bergantung pada faktor risiko yang timbul pada setiap warga negara dan berhubungan dengan faktor kebiasaan mengkonsumsi daging, berat badan, dan umur (Zahid et al. 2000). Indonesia belum memiliki pedoman mengenai ADI dan MRL untuk menentukan batas residu.

Penggunaan hormon pertumbuhan pada hewan dibagi dalam dua kelompok, yaitu zat alami (diekstraksi dari hewan atau diproduksi menggunakan DNA rekombinan) dan zat yang diproduksi secara sintetis (xenobiotik). Testosteron, estradiol, progesteron, dan somatotropin merupakan zat yang termasuk dalam zat alami, sedangkan senyawa xenobiotik adalah TBA, MGA, zeranol, golongan stilbenes (terutama dietilstilbestron/DES), dan β-agonis (seperti clenbuterol) (Toews dan McEwen 1994). Xenobiotik yaitu zat-zat yang tidak didapatkan secara alamiah dalam hewan sasaran (antibiotika dan pestisida) (Santoso 2001). Secara umum, sampel dari hati, ginjal, lemak dan otot di rumah potong hewan, serta urin, feses dan bulu (Cacciatore et al. 2009; Duffy et al. 2009; Divari et al. 2010), dan serum (Scalas et al. 2007) pada hewan hidup sering digunakan untuk menentukan residu zat anabolik.

(17)

5 steroid anabolik), dan radioisotop sintetik. Pada umumnya, zat-zat digunakan untuk tujuan terapeutik, profilaktik, atau perangsang pertumbuhan. Residu sekunder termasuk semua zat yang tidak diinginkan maupun diinginkan yang dihasilkan dalam jumlah berlebihan selama masa perlakuan dan pemrosesan lebih lanjut terhadap makanan atau selama masa pengawetan makanan (Santoso 2001).

Trenbolon Asetat (TBA)

Hormon sebagai pemacu pertumbuhan banyak digunakan di negara Amerika, Kanada, Selandia Baru, Australia, Afrika Selatan, Meksiko, dan Chile. Penggunaan hormon tersebut diatur dan terdaftar oleh Food and Drug Administration (FDA) dalam bentuk karet silatik/pellet yang diimplantasikan secara subkutan pada sepertiga bagian atas telinga ternak (FDA 2009). Hormon yang umum digunakan sebagai pemacu pertumbuhan adalah zeranol, progesterone, estradiol benzoate, estradiol, testosteron propionate, dan trenbolone asetat. Trenbolon asetat (TBA) merupakan hormon anabolik steroid sintetik yang bersifat androgenik. TBA diimplantasikan pada telinga ternak sebelum ternak dipotong (Widiastuti et al. 2001). Struktur kimia dari hormon TBA dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Struktur kimia dari trenbolon asetat (Horie 2000).

Hormon ini memiliki cara kerja yang sama dengan hormon testosteron. TBA meningkatkan retensi penggunaan nitrogen sebagai protein tubuh dan meningkatkan massa otot secara hipertrofi dan hiperplasia. Peningkatan protein tubuh disebabkan sintesis protein otot bertambah dan atau degradasi protein berkurang sebagai bentuk aktivitas reseptor androgen. Trenbolon asetat bekerja secara langsung melalui reseptor androgen, atau tidak langsung dengan memodulasi produksi hormon lain, seperti hormon pertumbuhan, tiroid dan insulin. Hormon trenbolon ini akan bekerja pada otot melalui reseptor glukokortikoid untuk mengurangi efek katabolik glukokortikoid (Jannat 2007, Squires 2003). Hal tersebut mengakibatkan pengikatan reseptor testosteron dan estrogen, peningkatan metabolisme protein, dan pengakumulasian massa otot rangka.

Metabolit TBA berupa 17α-trenbolon dan 17β-trenbolon terbentuk melalui

(18)

6

Dua puluh jam setelah aplikasi, 17β-trenbolon dan produk oksidasinya akan

diubah menjadi 17α-trenbolon melalui metabolisme empedu, kemudian dikonjugasikan dalam bentuk glukoronida dan sulfat yang diekskresikan melalui urin dan feses (Widiastuti et al. 2007). Residu 17α-trenbolon umumnya ditemukan

pada hati, sedangkan 17β-trenbolon umumnya ditemukan pada otot hewan ternak. Residu hormon tersebut dapat juga ditemukan pada ginjal dan lemak, namun konsentrasi tertinggi ditemukan pada otot (DCPCHP 1999). Maximum residue limits (MRL) menurut Codex Alimentarius Commission, yaitu TBA pada otot

adalah 2 μg/kg dan pada hati adalah 10 μg/kg (Horie 2000). Struktur kimia dari metabolit TBA dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Struktur kimia dari α-trenbolon dan β-trenbolon (Horie 2000). Hormon berperan penting bagi proses fisiologis tubuh, tetapi intake yang berlebihan dapat menimbulkan efek samping. Efek samping akibat residu hormon bagi kesehatan dilaporkan oleh lembaga International Agency for Research on Cancer (IARC) yaitu terjadi peningkatan aktifitas berbagai jenis sel kanker. Efek samping residu hormon anabolik pada manusia dapat berupa reaksi alergik seperti urtikaria atau hipersensitivitas pada kulit, efek teratogenik, dan karsinogenik. Residu yang terdapat di dalam produk hewan dapat mengakibatkan reaksi keracunan (Santoso 2001). Trenbolon asetat dapat mempengaruhi organ reproduksi mamalia berbagai spesies. Pemberian TBA secara injeksi atau implantasi pada jantan dewasa dapat menyebabkan peningkatan jumlah sel pada testis, yaitu sel seminal vesikel, pembesaran prostat, dan perubahan proses spermatogenesis. Pemberian hormon pada betina dewasa dapat menyebabkan maskulinisasi dan perubahan atau penurunan siklus ovulasi. Pada penelitian yang melibatkan sukarelawan wanita, pemberian 10 mg trenbolon asetat setiap hari selama 2 minggu menyebabkan gangguan pada siklus menstruasi (DCPCHP 1999).

Metode Deteksi Residu Hormon TBA

(19)

7 mengidentifikasi suatu substansi. ELISA digunakan untuk analisis assay biokimia yang menggunakan immunoassay enzim dan fase solid untuk mendeteksi keberadaan suatu substansi dalam sebuah sampel cairan. Substansi yang biasanya dideteksi adalah antigen, namun dapat juga digunakan untuk mendeteksi antibodi. Antigen dari suatu sampel terikat pada permukaan, kemudian antibodi spesifik dimasukkan ke dalam permukaan sehingga dapat berikatan dengan antigen.

Antibodi tersebut terikat dengan sebuah enzim dan pada langkah akhir, substansi yang mengandung substrat enzim tersebut akan ditambahkan. Enzim yang paling banyak digunakan adalah Horseradish peroxidase dan Alkaline phosphatase. Enzim ini dapat dilabel baik pada antibodi maupun antigen yang akan membentuk warna dengan penambahan suatu substrat. Pengujian secara kuantitatif dapat dilakukan dengan mengamati intensitas warna yang terbentuk (Burgess 1995).

Pengujian dengan ELISA membutuhkan minimal satu antibodi dengan spesifitas terhadap antigen tertentu. Sampel dengan sejumlah antigen dimobilisasi, kemudian ditambahkan deteksi antibodi sehingga membentuk kompleks dengan antigen. Dalam setiap langkah pengerjaan, plate dicuci dengan solusi deterjen ringan untuk membilas protein atau antibodi yang tidak terikat secara spesifik. Setelah pencucian terakhir, ditambahkan substrat enzim ke dalam plate untuk menghasilkan sebuah sinyal yang tampak jelas dan mengindikasikan kuantitas antigen dalam sampel.

ELISA sebagai sebuah assay heterogen berfungsi memisahkan berbagai komponen pada campuran reaksi analitik dengan menyerap komponen tertentu ke dalam fase solid di mana komponen tersebut diimmobilisasi secara fisik. Di dalam ELISA, sebuah sampel cairan ditambahkan pada stationary solid phase dengan ikatan khusus dan diikuti dengan penambahan berbagai cairan reagent secara bertahap, inkubasi dan pencucian yang diikuti dengan perubahan warna dalam cairan akhir. Pembacaan kualitatif umumnya didasarkan atas deteksi intensitas cahaya yang ditransmisikan oleh spektrofotometri yang juga melibatkan kuantitasi transmisi gelombang cahaya spesifik melalui cairan. Sensitivitas deteksi bergantung pada amplifikasi sinyal selama reaksi analitik. Sinyal dihasilkan oleh enzim yang terikat oleh reagent deteksi pada proporsi yang telah ditentukan untuk menghasilkan kuantifikasi yang akurat. Spesifisitas dan sensitivitas dari uji ini dapat ditingkatkan sehingga dapat digunakan untuk mendeteksi antigen atau antibodi yang lebih spesifik (Selleck 2007). ELISA dapat digunakan sebagai alat screening test residu hormon karena memiliki sensitivitas, spesifisitas dan presisi yang tinggi (Oveisi et al. 2007). ELISA merupakan pengujian imunoserologis berdasarkan ikatan antibodi dan antigen. Prinsipnya adalah mendeteksi adanya antibodi atau antigen dalam sampel. Adanya ikatan antara antigen dan antibodi yang berpasangan ditandai dengan menggunakan enzim spesifik dan dideteksi melalui penambahan substrat yang dapat dilihat secara visual melalui perubahan warna atau dengan bantuan alat yang dikenal dengan ELISA reader dengan panjang gelombang tertentu (Peng et al. 2008).

(20)

8

(Nazli et al. 2005). Hasil ELISA dapat dibaca dalam beberapa jam, cukup spesifik, dan sensitif (Reig dan Toldra 2007). Teknik pengujian dengan metode ELISA dapat dilakukan dalam beberapa format tergantung dari besar molekul yang akan dideteksi serta tingkat sensitivitas dan spesifisitas yang dikehendaki.

ELISA langsung merupakan konfigurasi yang paling sederhana. Antigen secara langsung diadsorbsikan ke substrat padat. Permukaan substrat dicuci dan antibodi yang ditempeli enzim digunakan untuk menunjukkan adanya antigen. Hasilnya akan terlihat bila ditambah substrat. Konfigurasi ini memerlukan antiserum yang spesifik untuk antigen tertentu. Antiserum spesifik harus dikonjugasikan pada enzim. Keterbatasan konfigurasi ini berkaitan dengan sifat pengikatan substrat padat dan kualitas antibodi indikator. Konfigurasi ini biasanya digunakan dalam pengujian untuk mendeteksi suatu antigen. Adanya kontaminasi antigen dapat ditunjukkan dengan adanya warna pada supernatan. Warna yang ditunjukkan tergantung dari substrat yang digunakan (Burgess 1995).

Konfigurasi ELISA tidak langsung merupakan konfigurasi yang dapat digunakan untuk mengukur titer antibodi. Antigen teradsorbsi pada substrat padat. Antibodi primer tidak berlabel dan dapat diperoleh dari serum atau cairan tubuh lainnya. Antibodi sekunder terikat pada enzim yang sesuai. Antibodi sekunder ini biasanya disebut sebagai konjugat. Hasil akan tampak bila ditambahkan substrat. Antigen dan antibodi sekunder biasanya dibuat konstan dan yang berubah adalah antibodi primer. Kerapatan densitas (optical density) berhubungan dengan konsentrasi antibodi primer. Variasi sensitivitas dan spesifisitas dapat diperoleh dengan menentukan antigen dan konjugat indikator. Kelemahan utama konfigurasi ini terletak pada tidak adanya spesifisitas akibat bereaksi dengan antigen yang tidak murni (Crowther 1996).

Metode ELISA penangkap antigen atau ELISA sandwich merupakan konfigurasi yang menggunakan antibodi yang terikat pada fase padat (well) untuk menangkap antigen secara spesifik. Tingkat antibodi yang terdapat dalam tubuh harus di ukur. Konfigurasi sisanya serupa dengan ELISA tidak langsung. Antibodi penangkap, antigen dan sistem indikator dibuat konstan dan yang berubah adalah titer antibodi primer untuk antigen spesifik. Jika antigen yang diukur, dapat digunakan konfigurasi serupa atau sistem indikatornya menggunakan antibodi terkonjugasi spesifik untuk antigennya. Antibodi monoklonal makin banyak dipakai untuk antibodi penangkap dan dalam sistem indikator. Penggunaan antibodi monoklonal yang digabung dengan antigen murni atau antigen yang sudah diubah dapat memperbaiki spesifisitas. Prinsip kerja ELISA penangkap antibodi adalah menggunakan antiglobulin yang terikat pada substrat padat. Antibodi sampel yang diuji ditangkap dan sistem indikator menempel pada antigen berlabel (Burgess 1995).

(21)

9 komplek. Proporsi hormon yang dilabel dengan yang tidak dilabel dalam mengikat antibodi, bergantung pada jumlah hormon yang tidak dilabel yang ada dalam pengujian tersebut. Jumlah dari ikatan tersebut menurun seiring dengan meningkatnya jumlah hormon yang tidak dilabel (Squires 2003). ELISA kompetitif merupakan format yang banyak dipakai untuk pengujian antigen, toksin serta senyawa dengan molekul kecil (Burgess 1995).

Pengujian hormon juga dapat dilakukan dengan menggunakan high performance liquid chromatography (HPLC), selain menggunakan ELISA (Yesalis dan Bahrke 2005). Pengujian ini dapat dijadikan konfirmasi setelah ELISA (Ding et al. 2009). Metode HPLC merupakan salah satu metode kromatografi yang dapat didefinisikan sebagai teknik pemisahan yang melibatkan transfer massa antara fase stasioner dan bergerak (mobile) (Reig dan Toldra 2007). Teknik HPLC sangat berguna untuk memisahkan beberapa senyawa sekaligus karena setiap senyawa mempunyai afinitas selektif antara fase diam tertentu dan fase gerak tertentu. Kekurangan metode ini adalah membutuhkan waktu yang lama, mahal, dan membutuhkan personil yang terlatih (Zahid et al. 2000; Evans 2004).

Bahaya Residu TBA terhadap Kesehatan Manusia

Hormon TBA sebagai hormon steroid sintetik digunakan untuk meningkatkan berat badan ternak memiliki cara kerja dan reseptor yang sama dengan hormon androgenik yang terdapat dalam tubuh hewan secara alami yaitu testosteron. Hormon ini dapat mempengaruhi organ reproduksi mamalia berbagai spesies. Metabolit testosteron maupun TBA dapat ditemukan dalam otot, ginjal, hati, dan urin (Avery dan Avery 2007). Hormon TBA dengan konsentrasi tinggi berpotensi genotoksik. Secara in vitro, TBA menyebabkan kerusakan pada sel limfosit dan merubah struktur kromosom manusia (Beg et al. 2007). TBA merupakan hormon steroid yang dibentuk dari kolesterol dengan low density lipoprotein (LDL) sebagai media transportasi dalam plasma. Peningkatan TBA dalam plasma turut mempengaruhi peningkatan LDL. Peningkatan LDL dapat meningkatkan risiko aterosklerosis (Murray et al. 2003).

Residu hormon anabolik dapat menimbulkan gangguan kesehatan pada manusia antara lain reaksi alergik yang dapat terjadi setelah individu memperoleh residu yang berada dalam bahan makanan. Bentuk reaksi alergi dapat berupa urtikaria atau hipersensitifitas pada kulit. Efek teratogenik yang dapat terjadi jika embrio pada awal masa kebuntingan terpapar residu. Efek karsinogenik yang merupakan kekhawatiran utama konsumen dan efek mutagenik yang dapat terjadi akibat adanya kerusakan unsur genetik seluler individu (Santoso 2001).

(22)

10

hati, tumor hati, edema, tendonitis, dan gangguan jiwa (Bahrke dan Yesalis 2004; Maravelias et al. 2005).

3

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli - November 2014. Pengambilan sampel dilakukan di Instalasi Karantina Hewan (IKH) Tanjung Priok. Pengujian sampel dilakukan di Laboratorium Balai Besar Karantina Pertanian Tanjung Priok (BBKP Tanjung Priok).

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah urin sapi siap potong impor, sampel disimpan dalam keadaan beku sebelum dilakukan pengujian dan untuk pengujian digunakan enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) Kit (Art. No.: R2601, Ridascreen®, R-Biopharm AG, Darmstadt, Germany). Bahan kimia yang digunakan adalah glukoronidase/arylsulfatase dari Helix pomatia (Merck Art. No. 4114), Natrium hidroksida, metanol p.a, metanol 40%, metanol 80%, Na-asetat buffer.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah multichannel/single pippet, kolom Rida C18, ELISA reader (Thermo Scientific) dengan Skenit software 2.5.1.

Metode Pengambilan Sampel

(23)

11

Preparasi Sampel

Sebanyak 0.5 mL urin sapi dicampur dengan 3 mL sodium asetat 50 mM dan 8 µL glukoronidase. Larutan tersebut diinkubasi pada suhu kamar selama 3 jam untuk proses hidrolisa. Larutan hidrolisa tersebut dipurifikasi dengan kolom Rida C18 lalu dibilas dengan 3 mL metanol 100 mL dan 2 mL PBS 20 mM. Seluruh sampel sebanyak 3 mL dilewatkan ke dalam kolom. Kolom dibilas kembali dengan 2 mL metanol 40%. Semua cairan yang berada di dalam kolom dikeluarkan dengan menggunakan tekanan syringe atau dengan melewatkan gas N2. Larutan dieluasikan perlahan dengan 1 mL metanol 80% dengan laju alir

15 tetes/menit. Larutan eluat ditampung dalam vial baru dan diencerkan menggunakan akuades dengan perbandingan 1:2. Sebanyak 20 μL hasil pengenceran tersebut digunakan untuk pengujian dengan metode ELISA.

Pengujian Sampel dengan Metode ELISA

Setelah semua reagen disiapkan, tiap larutan standar dan sampel dipipet masing-masing sebanyak 20 μL ke dalam tiap well. Larutan standar dimasukkan dalam dua well untuk tiap konsentrasi yang berbeda. Enzim konjugat kemudian

ditambahkan sebanyak 50 μL ke tiap well, selanjutnya ditambahkan 50 μL anti -trenbolon antibodi ke tiap well. Plate lalu digoyang agar homogen. Plate diinkubasikan selama 2 jam pada suhu ruang (20-25 ºC). Setelah itu, cairan didalam well dibuang dan dicuci dengan 250 μL akuades. Cairan di dalam well dibuang dan plate diketukkan ke tisu agar semua cairan dapat terbuang secara sempurna. Tahap pencucian dengan washing buffer dilakukan dengan hati-hati agar well tidak terlalu kering. Tahap pencucian ini dilakukan sebanyak 3 kali. Substrat 50 μL dan chromogen 50 μL ditambahkan ke tiap well, plate digoyangkan agar homogen. Plate kemudian diinkubasi selama 30 menit pada suhu kamar (20-25 ºC) di tempat gelap. Stop solution ditambahkan sebanyak 100 μL ke tiap well, plate digoyangkan kembali agar homogen. Penambahan stop solution dilakukan dengan hati-hati, karena reagent mengandung asam sulfat. Pembacaan nilai absorbansi atau optical density (OD) dilakukan maksimal 30 menit setelah penambahan stop solution dengan menggunakan ELISA reader Thermoscientific skanit software 2.5.1 pada panjang gelombang 450 nm, dan hasil konsentrasi TBA dinyatakan dalam part per trillion (ppt), kemudian respon dari hasil ELISA reader dibaca dengan menggunakan software Rida®Soft Win (Art.No. Z9999).

Analisis Data

(24)

12

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengujian Residu TBA dengan ELISA

Sampel urin sapi siap potong impor dalam penelitian ini diuji dengan menggunakan metode enzyme linked immunosorbent assay (ELISA). Keberadaan residu TBA pada urin sapi menyebabkan sapi yang akan dipotong tidak aman dikonsumsi. Metode pengujian residu TBA menggunakan ELISA merupakan metode uji residu hormon yang sensitif, akurat, relatif murah, dan mudah pengerjaannya untuk pengujian rutin (Indriani et al. 2002; Mahgoub et al. 2006). Metode pengujian ini merupakan pengujian awal (screening) untuk mengetahui kandungan residu TBA pada sapi siap potong impor. ELISA yang digunakan adalah ELISA kompetitif, dimana pengujian berdasarkan pada pengikatan spesifik hormon dengan protein (antibodi spesifik) (Squires 2003).

Hasil pengujian ELISA pada residu TBA dilakukan dengan mengkalkulasikan hasil uji sampel dengan kurva standar uji ELISA. Kurva standar memiliki peranan penting sebagai acuan dalam akurasi penetapan konsentrasi residu TBA. Limit deteksi ELISA yang digunakan untuk mendeteksi residu TBA adalah 400 part per trillion (ppt), dengan 50% inhibition concentration sebesar 82 ppt. Limit deteksi merupakan tingkat konsentrasi terendah yang dapat dideteksi dari suatu substansi. Kurva standar TBA disajikan pada Gambar 1.

Gambar 3 Kurva standar ELISA untuk TBA.

Konsentrasi (ppt) A

b s o r b a n

(25)

13

Residu TBA dalam Urin Sapi

Pemenuhan kebutuhan pangan asal hewan berupa daging sapi sampai saat ini masih bergantung pada importasi sapi dari Australia. Penggunaan TBA di Australia dianggap legal sehingga dikhawatirkan terdapat residu TBA pada sapi siap potong yang dikirim ke Indonesia dan berdampak negatif terhadap kesehatan konsumen. Hasil pengujian kandungan residu TBA pada urin sapi siap potong yang diimpor dari Australia menggunakan ELISA menunjukkan bahwa semua sampel urin mengandung residu TBA dan terdapat 16 sampel yang mengandung residu TBA dengan konsentrasi > 4 ppb. Konsentrasi TBA pada seluruh sampel secara lengkap disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Konsentrasi TBA dalam urin sapi yang diimpor dari Australia. Residu Urin sapi siap potong yang diimpor dari Australia mengandung trenbolon dengan konsentrasi residu TBA yang bervariasi. Hasil positif pada pengujian ini menunjukkan masih tingginya penggunaan TBA sebagai hormon pertumbuhan di Australia. Negara pengekspor sapi potong, seperti: Australia, Kanada, USA, dan New Zealand serta lebih dari 30 negara menyetujui penggunaan 6 jenis hormon, yaitu: 3 jenis hormon steroid yang berasal dari alam (17β-estradiol, progesteron, dan testosteron) dan 3 jenis hormon sintetik atau hormon buatan, yaitu: trenbolon asetat (sintetik androgen/testosteron), melengestrol asetat (sintetik progesteron), dan zeranol (sintetik estrogen) sebagai pemacu pertumbuhan pada sapi potong. Hormon pemacu pertumbuhan tersebut digunakan untuk meningkatkan pertumbuhan, mengefisiensi konversi pakan dan memperbaiki karkas dan secara khusus diberikan melalui implantasi di bawah kulit telinga. Beberapa macam produk implant yang berisi TBA yang sering digunakan di Australia antara lain Finaplix-S yang berisi 140 mg TBA untuk sapi jantan muda, Finaplix-H yang berisi 200 mg TBA untuk sapi betina muda, Revalor yang berisi TBA dengan estradiol, dan Forplix yang berisi TBA dengan zeranol (Fritsche et al. 2000; Schiffer et al. 2001).

(26)

14

dapat menimbulkan masalah kesehatan bagi konsumen. Menurut Serratosa et al. (2006) batasan toleransi maksimum TBA pada urin diasumsikan sebesar 4 ppb atau 2 kali lebih besar dari otot yang sebesar 2 ppb. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan kemungkinan penggunaan TBA tidak memperhatikan withdrawal time yaitu 60-70 hari setelah implantasi karena sebanyak 16 sampel urin (26.7%) memiliki konsentrasi TBA diatas 4 ppb yang sangat berbahaya bagi kesehatan manusia apabila sapi tersebut langsung dipotong dan dikonsumsi. Menurut Widiastuti et al. (2000) daging sapi impor yang beredar di DKI Jakarta mengandung residu hormon 17β-trenbolon memiliki konsentrasi antara 0.25-16.122 ppb.

Standar Codex untuk residu obat hewan atau hormon pada umumnya mengacu pada persyaratan acceptable daily intake (ADI) dan atau maximum residue limit (MRL). Standar Codex menetapkan bahwa ADI trenbolon asetat adalah 0-0.02 µg/kg berat badan dan MRL trenbolon pada daging sapi dan hati sapi masing-masing 2 µg/kg (2 ppb) dan 10 µg/kg (10 ppb) (CAC 2012). Batas maksimum residu TBA pada daging, hati maupun pada urin di Indonesia sampai saat ini belum ditetapkan dalam Standar Nasional Indonesia.

Menurut Widiastuti et al. (2007), residu yang terdeteksi di urin sapi percobaan yang diteliti pasca implantasi dengan TBA menunjukkan bahwa konsentrasi tertinggi ditemukan pada hari ke-3, kemudian mulai menurun pada hari ke-7 dan pada hari ke-21 sudah tidak terdeteksi. Sementara itu, metabolitnya

dalam bentuk residu 17β-trenbolon tidak terdeteksi mulai hari pertama hingga berakhirnya perlakuan. Pada hari ke-21 pasca implantasi tidak ada residu yang terdeteksi. Ada kemungkinan bahwa metabolit yang terbentuk adalah dalam

bentuk lain (17α-trenbolon) sebagaimana yang diamati Bousier dan Delpont

(1986) dimana tingkat residu 17α-trenbolon tertinggi di urin dicapai pada 2 minggu pertama setelah implantasi dan kemudian menurun secara non linier sampai 50 hari jika diamati dengan HPTLC. Residu sudah tidak terdeteksi pada saat waktu tenggangnya telah terlampaui yaitu sekitar 63 hari bila diaplikasikan pada sapi (Longhi et al. 1994).

Pola keberadaan residu TBA di urin sapi tersebut berbeda dengan urin pada

domba Garut yang menunjukkan bahwa kedua jenis residu (TBA maupun 17β -trenbolon) masih terdeteksi hingga minggu ke-4 (Widiastuti et al. 2001). Keberadaan residu trenbolon dalam urin lebih lama bila dibandingkan dalam organ maupun daging (Widiastuti et al. 2001). Residu TBA dan metabolitnya bersifat stabil. Penyimpanan TBA dalam jangka waktu lama (25 minggu) tidak mengubah konsentrasi residu TBA secara signifikan (Mac Neill et al. 2003).

(27)

15 kg estrogen dan 1000 kg androgen/progesteron diperoleh di lingkungan melalui pembuangan kotoran sapi. Tempat-tempat peternakan diperkirakan sebagai sumber utama hormon steroid yang ditemukan dalam air tanah (Peterson et al. 2000) dan bagian permukaan air (Kolodziej et al. 2004).

Hidrolisa TBA terjadi secara cepat menjadi bentuk bebasnya (17β -trenbolon) saat terjadi implantasi kemudian 80% dari metabolit tersebut akan dimetabolisme menjadi 17α-trenbolon melalui proses epimerisasi pada hati dan selanjutnya dieksresikan dalam bentuk konjugat glukoronid atau konjugat sulfat melalui urin (ginjal) dan feses (Mader 2006; Steimer 2008). Menurut Spanger dan Metlzer (1991), 26 jam pasca implantasi 0.04 mg TBA/kg bobot hidup, 54 persen residu yang terdeteksi dalam bentuk 17α-trenbolon, 17β-trenbolon dan triendion. Metabolit TBA, termasuk 17α-trenbolon, 17β-trenbolon menunjukkan aktivitas androgenik in vitro dalam sampel pembuangan kotoran dari penggemukan sapi (Jegou et al. 2001) dan ikan yang hidup langsung dari penggemukan ternak (Jegou et al. 2001; Orlando et al. 2004). Senyawa metabolit TBA juga memiliki aktivitas anabolik yang lebih besar daripada testosteron (Khan et al. 2008).

Efek samping dari residu TBA dalam konsentrasi tinggi (diatas 4 ppb) sangat merugikan bagi kesehatan masyarakat antara lain peningkatan sel kanker, penurunan fertilitas, reaksi hipersensitif, gangguan kardivaskuler, ganguan fungsi hati, penurunan produksi testosteron, spermatogenesis, oligospermia, serta atrofi testis (Bahrke dan Yesalis 2004; Maravelias et al. 2005). Monitoring rutin terhadap adanya residu TBA sebagai salah satu kontrol dalam keamanan pangan sangat diperlukan. Adanya residu TBA dalam urin kemungkinan disebabkan waktu pemotongan hewan yang diimplantasi TBA lebih cepat dibandingkan waktu henti TBA.

(28)

16

5

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Residu TBA terdeteksi pada seluruh sampel urin sapi siap potong yang diimpor dari Australia.

Saran

Pengawasan dan pemeriksaan residu TBA dalam urin sapi siap potong yang diimpor dari negara yang menggunakan TBA perlu dilakukan secara rutin sebagai bagian dari tindakan karantina di tempat-tempat pemasukan untuk menjamin dan melindungi kesehatan masyarakat. Perlunya adanya peraturan/kebijakan mengenai persyaratan tambahan dari negara asal yang menyatakan bahwa sapi siap potong yang diimpor bebas dari hormon TBA. Pemeriksaan produk sapi siap potong impor di rumah potong hewan (RPH) terhadap residu TBA.

DAFTAR PUSTAKA

Akoso BT. 2001. Kebijakan Teknis dalam Penggunaan Obat Hewan sebagai Pemacu Pertumbuhan Hewan Pangan dan Seminar Nasional ASOHI tentang Penggunaan Pemacu Pertumbuhan pada Ternak secara Aman dan Efektif; 2001 Februari 27; Jakarta, Indonesia. Jakarta (ID): ASOHI.

Avery A, Avery D. 2007. The enviromental safety and benefits of growth enhacing pharmaceutical technologies in beef production. [Internet]. [diunduh pada 2014 Agustus 27]. Tersedia pada: http://www.cgfi.org/pdfs/nofollow/beef-eco-benefits-papers.pdf.

[Barantan] Badan Karantina Pertanian. 2008. Keputusan Kepala Badan Karantina Pertanian nomor 513.a/Kpts/OT.210/L/12/2008. Manual pengujian residu hormon pada pangan segar asal hewan. Jakarta (ID): Badan Karantina Pertanian.

[BBKP Tanjung Priok] Balai Besar Karantina Pertanian Tanjung Priok. 2013. Laporan E-Qvet BBKP Tanjung Priok 2012-2013. Jakarta (ID): BBKP Tanjung Priok.

[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2000. Standar Nasional Indonesia No. 01-6366-2000 tentang batas maksimum cemaran mikroba dan batas maksimum residu dalam bahan makanan asal hewan. Standarisasi Nasional. Jakarta (ID): Badan Standarisasi Nasional.

Bahrke MS, Yesalis CE. 2004. Abuse of anabolic androgenic steroids and related substances in sport and exercice. Curr Opin Pharmacol. 4:614-620.

(29)

17 Bousier B, Delpont C. 1986. Determination of urinary 17-alpha-trenbolone studies in calves use of thin layer chromatography and comparison with radioimmunoassay. Rec Med Vet. 162(2):157-162.

Burgess GW. 1995. Teknologi ELISA dalam Diagnosa dan Penelitian. Artama WT, penerjemah. Yogyakarta (ID): Gajah Mada University Pr. Terjemahan dari: ELISA Technology in Diagnosis and Research.

Cacciatore G, Eisenberg SWF, Situ C, Mooney MH, Delahaut P, Klarenbeek S, Hiet AC, Bergwerff A, Elliott C. 2009. Effect of growth-promoting 17β -estradiol, 19-nortestosterone and dexamethasone on circulating levels of nine biomarker candidates in veal calves. Anal Chem Acta. 637:351-359. [CAC] Codex Alimentarius Commission. 2012. Maximum residue limits for

veterinary drugs in foods [Internet]. [diunduh pada 2014 November 14]. Tersedia pada: http://ftp.fao.org/codex/weblinks/MRL2_e_2012.pdf.

Crowther JR. 1996. ELISA Theory and Practice Methods in Molecular Biology. New Jersey (US): Singapore Humana Pr.

[DCPCHP] Directorate Consumer Policy and Consumer Health Protection. 1999. Opinion of the scientific committee on veterinary measures relating to public health assessment of potential risks to human health from hormone residues in bovine meat and meat products. Eropa (EU): European Commission.

Ding T, Xu J, Liu F, Yang C. 2009. Detection of six zeranol residues in animal derived food by HPLC-MS/MS. Thermo Scientific. [Internet]. [diunduh pada 2014 Juni 18]. Tersedia pada www.thermo.com.

[Ditjen PKH] Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2012. Supply demand daging sapi atau kerbau sampai dengan Desember 2012. Konferensi Pers Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan; 2012 November 27. Jakarta (ID): Ditjen PKH.

Divari S, De Maria R, Cannizzo FT, Spada F, Mullasso C, Bovee TF, Capra P, Leporati M, Biolatti B. 2010. A Rikilt yeast estrogen bioassay (REA) for estrogen residue detection in urine of calves experimentally treated with 17

β-estradiol. Food Additiv Contamin part A- Chem Anal Contr Expos Risk Assess. 27:19-28.

Duffy E, Rambaud L, Le Bizec B, O’Keeffe M. 2009. Determination of hormonal

growth promoters in bovine hair: Comparison of liquid chromatography-mass spectrometry and gas chromatography-chromatography-mass spectrometry methods for estradiol benzoate and nortestosterone decanoate. Anal Chem Acta. 637:165-172.

Durhan EJ, Lambright CS, Makynen EA, Lazorchak J, Jartig PC, Wilson VS, Gray LE, Ankley GT. 2006. Identification of metabolites of trenbolone acetate in androgenic run off from a beef feedlot. Environ Health Perspect. 114:65-68.

Evrard P, Maghuin RG, Rico AG. 1989. Fate and residues of trenbolon acetate in edible tissue from sheep and calves implanted with tritium-labelled trenbolon acetat. J Anim Sci. 67:1689-1496.

(30)

18

[FDA] Food and Drug Administration. 2009. Supplemental aprroval. United States Department of Health and Human Services. [Internet]. [diunduh pada 2014 Mei 30]. Tersedia pada www.hhs.gov.

Fritsche S, Solomon MB, Paroczay EW, Rumsey TS. 2000. Effects of growth promoting implants on morphology of longissimus and semitendinosus muscle in finishing steers. Meat Sci. 56:229-237.

Jegou B, Soto A, Sundlof S, Stephany, Meyer H, Leffers H. 2001. Existing guidlines for the use of meat hormones and other food additives in Europe and USA. APMIS. 103:8551-8556.

Indriani R, Abduladjid RM, Darminto, Hamid H. 2002. Pengembangan teknik Enzym Linked Immunosorbent Assay (ELISA) untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap virus infectious laryngotracheitis (ILT) dalam serum ayam. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner, hlm:435-439. [Internet}. [diunduh pada 2014 Oktober 19]. Tersedia pada http://www.peternakan.litbang.deptan.go.id/fullteks/semnas/pronas 02-95.pdf.

Horie M, Hiroyuki N. 2000. Determination of trenbolone and zeranol in bovine muscle and liver by liquid chromatography-electrospray mass spectometry. J Chrom A. 882:53–62.

Jannat B, Oveisi MR, Sadeghi N, Hajimahmoodi M. 2007. Human health and trenbolone residu in bovine meat. Iran J Environ Health Sci Eng. 4(4): 203-206.

[JECFA] Joint FAO/WHO Expert Committee on Food Additives. 1988. Consideration of maximum residue limits (MRL) for veterinary drugs. Thirty-second Report of the Joint FAO/WHO Expert Commitee on Food Additives Codex Committee on Residues of veterinary Drugs in Foods. WHO Technical Report Series 763. Geneva (CH): Joint FAO/WHO Expert Committee on Food Additives.

Karen, Liyuan. 2005. High performance liquid chromatography. [Internet]. [diunduh pada 2014 Juni 19]. Tersedia pada www.ecs.umass.edu.com.

Khan B, Lee LS, Sasman SA. 2008. Degradation of synthetic androgens 17α and 17β-trenbolone and trendione in agricultural soils. Environ Sci Technol. 42:3570-3574. current knowledge, and future directions. Rev Environ Contam Toxicol. 195:1-30.

Lange IG, Daxenberger A, Meyer HHD. 2000. Screening of trenbolone-17β in milk samples after application of trenbolone acetate to a cull cow. Euroresidue IV. Conference of Residues of Veterinary Drugs in Food. Veldhoven (NL): FECS Event 236:713-717.

(31)

19 Lehninger AL. 1993. Dasar-dasar Biokimia. Jakarta (ID): Penerbit Erlangga. hlm

45-76.

Longhi A, Di MB, Berra G, Lucas C. 1994. Residues of an anabolic treatment: trenbolon acetat and zeranol in streers. Rev Argentina Prod Anim. 14(1-2):121-129.

MacNeill JD, Reid J, Neiser CD, Fesser AC. 2003. Single Laboratory validation of a modified liquid chromatografic method with UV detection for detemination of trenbolone residues in bovine liver and muscle. J AOAC Int. 86:916-924.

Mader TL. 2006. Growth promotans for cattle. Nebraska Beef Cattle Reports 105: 19-30.

Mahgoub O, Kadim IT, Mothershaw A, Al Zadjali SA, Annamalai K. 2006. Use of enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) for detection of antibiotic and anabolik residues in goat and sheep meat. World J Agric Sci. 2(3) : 298-302.

Maravelias C, Dona A, Stefanidou M, Spiliopoulou. 2005. Adverse effect of anabolic steroids in athlete a constant threat. Toxicol Lett. 158:167-175. Martin SW, Meek AH, Willeberg P. 1987. Veterinary Epidemiology : Principles

and Methods. United State of America. Iowa State (US): University Pr. hlm: 35-37.

Murray RK, Granner DK, Mayes PA, Rodwell VW. 2003. Biokimia Harper. Jakarta (ID): Penerbit EGC.

Nazli B, Colak H, Aydin A, Hampikyan H. 2005. The presence of some residue in meat and meat products soil in Istanbul, Turki. J Vet Anim Sci. 29:691-699. Orlando EF, Kolok AS, Binzcik GA, Gates JL, Horton MK, Lambright CS, Gray

LE, Soto AM, Guillette LJ. 2004. Endocrine-disrupting effects of cattle feedlot effluent on an aquatic sentinel species, the fathead minnows. Environ Health Perspec. 112:353-358.

Oveisi MR, Jannat B, Sadeghi N, Hajimahmoodi M, Bagheri M. 2007. Preliminary screening for the levels of testosterone hormone in the market meat in Teheran. Acta Med Iran. 45(2):126-130.

Peng CF, Chen YW, Chen HQ, Xu CL, Jin ZY. 2008. A rapid and sensitive enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) method and validation for progestogen multi residues in feed. J Anim Feed Sci. 17:434-441.

Peterson EW, Davis RK, Orndoff HA. 2000. 17β-estradiol as an indicator of animal waste contamination in mantled karst aquifers. J Environ Qual. 29:826-834.

Reig M, Toldrá M. 2007. Veterinary drug residues in meat: Concerns and rapid methods for detection. J Meat Sci. 78:60-67.

Santoso EB. 2001. Analisis Residu dalam Makanan Asal Hewan. Yogyakarta (ID): Gajah Mada University Pr.

Saicic S, Spiric A. 1997. Trenbolone as growth promoter the advantages and consequences of its application. Tech Mes. 38(4):166-169.

Scalas D, Squadrone S, Gili M, Marchis D, Prearo M, Abete MC. 2007. Validation of a dissociation enhanced lanthanide fluorescence immunoassay

(32)

20

Schiffer B, Daxenberger A, Meyer K, Meyer HH. 2001. The fate of TBA and MGA after application as growth promoters in cattle: Environmental studies. Environ Health Perspect. 109:1145-1151.

Selleck P. 2007. Serological Tests for The Detection of Antibodies Againts Avian Influenza. Geelong (AU): CSIRO Australian Animal Health Laboratory. Serratosa J, Blass B, Rigau B, Mongrell B, Rigau T, Tortades M, Tolosa E,

Aguilar C, Ribo O, Belaque E. 2006. Residues from veterinary medicinal product, growth promoters and performance enhancers in food producing animals a European Union perspective. Rev Sci Tech Int Epiz. 25(2):637-663.

Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Yogyakarta (ID): Gajah Mada University Pr. hlm 1-5.

Soto AM, Calabro NV, Prechtl AY, Yau AY, Orlando EF, Daxenberger A, Kolok AS, Guilltte Jr LJ, le Bizec B, Lange IG, Sonnenschein C. 2004. Androgenic and estrogenic activity in cattle feedlot effluent receiving water bodies of eastern Nebraska, USA. Environ Health Perspec. 112:346-352.

Spranger B, Metzler M. 1991. Disposition of 17β-trenbolone in humans. J Chromatogr. 564:485-492.

Squires EJ. 2003. Applied Animal Endocrinology. Cambridge (UK): CABI Pub. Steimer. 2008. Steroid Hormone Metabolisme. [Internet]. [diunduh pada 2014

November 25]. Tersedia pada: http:// www .gfmer, ch/ books reproductive health/ steroid hormone metabolisme. html.

Toews DW, McEwen SA. 1994. Residues of hormonal substances in food of animal origin: A risk assessment. Prev Vet Medic. 20: 235-247.

Widiastuti R, Murdiati TB, Yuningsih. 2000. Residu hormone 17-β trenbolon pada daging dan hati sapi impor yang beredar di DKI Jakarta. Seminar Nasional Peternakan. Bogor (ID): Balai Penelitian Veteriner.

Widiastuti R, Indraningsih, Murdiati TB, Firmansyah R. 2001. Residu trenbolon pada domba garut yang diimplantasi dengan trenbolon asetat. JITV. 6(3):198–201.

Widiastuti R, Firmansyah R, Indraningsih. 2007. Residu trenbolon pada jaringan dan urin dari sapi jantan muda peranakan ongole yang diimplantasi dengan trenbolon asetat. JITV. 12(1):60-67.

Yesalis CE, Bahrke MS. 2005. Anabolik-androgenic steroid : Incidence of use and health implications. Res Digest. 5:5.

(33)

21

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 11 November 1981 dari pasangan Bapak Abdul Hamid Arief, Bsc dan Ibu Fathiah. Penulis merupakan putra pertama dari tiga bersaudara. Penulis lulus dari SMU Negeri 15 Surabaya tahun 1999. Pada tahun 2000 penulis masuk Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga dan lulus sebagai Dokter Hewan pada tahun 2006. Sejak Agustus 2006 penulis bekerja sebagai dokter hewan di Sanbe Farma dan Caprifarmindo wilayah Jawa Timur sampai April 2007. Pada Agustus 2008 penulis mulai bekerja sebagai PNS Kementerian Pertanian dan ditempatkan di Balai Karantina Pertanian Kelas I Kupang dan pada April 2013 sampai sekarang ditempatkan di Balai Besar Karantina Pertanian Tanjung Priok.

Gambar

Gambar 3 Kurva standar ELISA untuk TBA.

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena itu penelitian ini sangat penting dalam memberikan penjelasan mengenai pentingnya pendidikan kepramukaan dalam membentuk karakter peserta didik.Tujuan

Dilihat dari konsepnya bahwa interaksi social dimaknai sama dengan pertunjukan drama di atas panggung dan manusia sebagai actor yang berusaha untuk menggabungkan

Subjek tersebut menunjukkan bahwa mereka memiliki kecemasan yang tidak berlebih atau masuk dalam kategori proporsional dalam kecemasan, sehingga kecemasan yang dialami

terhadap Yesus dilakukan pada malam hari yang tidak bersesuaian dengan kebiasaan pengadilan Yahudi yang diselenggarakan pada siang hari dan tidak pada malam sebuah perayaan

Gambar 4.9 merupakan gambar keseluruhan dari perlakuan (buah mengkudu muda, buah mengkudu tua, daun mengkudu muda, daun mengkudu tua) terlihat bahwa daya hambat yang

Analisis regresi linear berganda pengaruh umur peternak, tingkat pendidikan, pengalaman beternak, jumlah tanggungan keluarga, skala usaha, dan biaya produksi

Katika lengo la pili ambalo ni kujadili asili za majina ya mahali ya Kaskazini Unguja jinsi yanavyoakisi utamaduni wa watu wa Unguja, halkadhalika lengo hili limefikiwa kwani