KARAKTERISTIK MORFOLOGI, SIFAT FISIK DAN KIMIA
TANAH DAN BAHAN
TAILING
BEKAS TAMBANG TIMAH
PADA BERBAGAI UMUR REKLAMASI DI PULAU BANGKA
AGUNG ARDIANTO
DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Karakteristik Morfologi, Sifat Fisik dan Kimia Tanah dan Bahan Tailing Bekas Tambang
Timah pada Berbagai Umur Reklamasi di Pulau Bangka adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2015
Agung Ardianto
ABSTRAK
AGUNG ARDIANTO. Karakteristik Morfologi, Sifat Fisik dan Kimia Tanah dan Bahan Tailing Bekas Tambang Timah pada Berbagai Umur Reklamasi di Pulau
Bangka. Dibimbing oleh DARMAWAN dan DYAH TJAHYANDARI.
Kegiatan pertambangan timah di Pulau Bangka mengakibatkan adanya perubahan fisik, kimia dan biologi dari lahan yang buruk untuk pertumbuhan tanaman. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji karakteristik morfologi, serta sifat fisik dan kimia tanah dan bahan tailing pada lahan bekas tambang timah
pada berbagai umur reklamasi di site Air Mesu (1 dan 6 tahun), Air Limau
(15 tahun), Air Jangkang (19 tahun) dan Air Melandut (0 tahun), Pulau Bangka. Hasil penelitian dengan fokus terhadap morfologi, sifat fisik dan kimia ini menunjukkan adanya keragaman karakteristik pada masing-masing bahan mineral di permukaan lahan reklamasi. Secara morfologi, tanah pucuk yang digunakan sebagai penutup bahan tailing memiliki warna lebih gelap dibandingkan dengan
bahan tailing itu sendiri. Hal tersebut dikarenakan adanya bahan organik pada
tanah pucuk tersebut. Vegetasi pada hamparan tailing yang telah ditutup dengan
tanah pucuk memiliki kondisi pertumbuhan yang lebih baik, seperti pada sebagian lahan bekas tambang berumur reklamasi 6 tahun, dibandingkan dengan yang tidak ditutup dengan tanah pucuk. Bahan tailing tambang timah dibagi menjadi dua,
yaitu sand tailing dan slime tailing. Secara morfologi, sand tailing umumnya
memiliki konsistensi lepas dengan struktur yang belum terbentuk, sedangkan
slime tailing memiliki konsistesi gembur dan juga tidak berstruktur. Secara fisik, sand tailing didominasi fraksi pasir dengan kriteria permeabilitas agak cepat
sampai cepat, seperti pada sebagian lahan bekas tambang berumur reklamasi 6 tahun, 15 tahun, dan sebagian dari lahan reklamasi berumur 19 tahun. Sedangkan slime tailing didominasi fraksi debu dan klei yang berbentuk lumpur
dengan permeabilitas sangat lambat sampai sedang, seperti pada lahan bekas tambang berumur 0 dan sebagian dari lahan reklamasi berumur 19 tahun. Secara kimia, bahan tailing tambang timah memiliki tingkat kesuburan yang sangat
rendah. Hal tersebut dikarenakan klei yang menjadi faktor penentu dari sifat
tailing telah tercuci sewaktu proses penambangan.
Secara teori, lahan bekas tambang yang telah lama di reklamasi seharusnya memiliki kesuburan tanah yang lebih baik. Namun demikian, di lokasi penelitian, hal tersebut tidak sepenuhnya tercapai. Salah satu penyebabnya adalah adanya penambangan kembali oleh masyarakat. Dalam penelitian ini, penambangan kembali dilakukan pada lahan berumur reklamasi 6 tahun, 15 tahun dan 19 tahun. Adanya penambangan kembali pada lahan-lahan yang telah direklamasi ini mengakibatkan lahan yang telah direklamasi kembali kehilangan daya dukung untuk pertumbuhan tanaman.
Kata kunci: karakteristik tailing, lahan bekas tambang, morfologi tailing,
ABSTRACT
AGUNG ARDIANTO. Characteristics of Morphological, Physical and Chemical Properties of Soil and Tailing Materials Tin Post-Mining at Various Ages Reclamation in Bangka Island. Supervised by DARMAWAN and DYAH TJAHYANDARI.
Tin mining activities in Bangka Island resulted change in physical, chemical and biological characteristics of the land which affect bad ecology to plant growth. The objective of this study was to examined the morphological,physical, and chemical properties of soil and tailing material on tin post-mining land by various ages of reclamation in Air Mesu (1 and 6 years), Air Limau (15 years), Air Jangkang (19 years) and Air Melandut (0 year).
The results of this study with a focus on the morphology, physical and chemical properties indicated various characteristics in each mineral material on the surface of reclamation area. Morphologically, the color of top soil that covered tailing material is darker than the tailing material it self. It was caused by the organic material in the top soil. Vegetation on mined land that has been covered with top soil have a better growth conditions, as found at most of the 6 years reclamation’s mined land, compared with that of uncovered by top soil. Tailing material of tin mine was divided into two types: sand tailing and slime tailing. Sand tailing, generally had a loose consistency with no structure, meanwhile slime tailing had a friable consistency with no structure. Physically, sand tailing are dominated by sand fraction with permeability criteria was rather quick to fast, it found on most of the 6 years reclamation’s mined land, 15 years reclamation and most of 19 years reclamation. Meanwhile, slime tailing that dominated by silt and clay fraction has very slowly to moderate permeability, it found on the mined land of 0 and most of 19 years reclamation. Chemically, tailing material of tin mine have a very low fertility rate. That case caused by the clay, which became determining factors of tailing characteristic, had leached out on mining process.
Theoretically, old reclamed tin-post mining should had better soil fertility. However, at research location, it was not thoroughly be achieved. It caused by public re-mining on that location. In this study, public re-mining is located on 6 years, 15 years and 19 years reclamed tin post-mining. Appearance of re-mining activities on reclamed land affected the loss of land’s carrying capacity for plant growth.
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memeroleh gelar Sarjana Pertanian
pada
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan
KARAKTERISTIK MORFOLOGI, SIFAT FISIK DAN KIMIA
TANAH DAN BAHAN
TAILING
BEKAS TAMBANG TIMAH
PADA BERBAGAI UMUR REKLAMASI DI PULAU BANGKA
AGUNG ARDIANTO
DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
Judul Skripsi : Karakteristik Morfologi, Sifat Fisik dan Kimia Tanah dan Bahan
Tailing Bekas Tambang Timah pada Berbagai Umur Reklamasi di
Pulau Bangka Nama : Agung Ardianto NIM : A14090055
Disetujui oleh
Dr Ir Darmawan, MSc
Pembimbing I Dr Ir Dyah Tjahyandari, MApplSc Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr Ir Baba Barus, MSc Ketua Departemen
PRAKATA
Alhamdulillahhi Rabbil Alamin, penulis panjatkan kehadirat Allah SWT,
karena berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Karakteristik Morfologi, Sifat Fisik dan Kimia Tanah dan Bahan
Tailing Bekas Tambang Timah pada Berbagai Umur Reklamasi di Pulau Bangka”
sebagai salah satu syarat dalam memeroleh gelar Sarjana Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Darmawan, MSc dan Dr. Ir. Dyah Tjahyandari, MApplSc selaku pembimbing atas arahan dan motivasi yang diberikan selama pelaksanaan penelitian sampai penulisan skripsi ini. Kepada Dr. Ir. Dyah Tjahyandari, MApplSc dan Dr. Ir. Gunawan Djajakirana, MSc diucapkan terima kasih atas kesempatan yang diberikan kepada penulis dalam penelitian yang didanai BOPTN 2013 dimana skripsi ini menjadi bagian dari penelitian tersebut. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Dr. Ir.Iskandar selaku penguji dalam ujian skripsi yang turut memberikan arahan dan masukan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada seluruh staf PT. Timah Tbk. bagian K3LH. Terima kasih kepada saudara Paternus Pius Dodi yang telah banyak membantu selama pengumpulan data dan mahasiswa DITSL atas do’a dan dukungannya. Ungkapan terima kasih yang sebesar-besarnya juga penulis sampaikan kepada Almarhumah Ibu yang telah mendidik anaknya dengan sebaik-baiknya. Terima kasih banyak kepada keluarga besar di Cirebon yang tidak pernah putus memberikan doanya kepada penulis. Terima kasih khusus kepada Annisa Nurul Ramadhani atas semangat yang diberikannya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Januari 2015
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL viii
DAFTAR GAMBAR viii
DAFTAR LAMPIRAN ix
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 2
METODOLOGI PENELITIAN 2
Waktu dan Tempat Penelitian 2
Alat dan Bahan 2
Metode Analisis 2
HASIL DAN PEMBAHASAN 3
Kondisi Lapang 3
Sifat Fisik 12
Sifat Kimia 14
Pembahasan Umum 18
SIMPULAN DAN SARAN 19
Simpulan 19
Saran 19
DAFTAR PUSTAKA 20
LAMPIRAN 21
DAFTAR TABEL
1. Metode pengamatan sifat fisik dan kimia bahan tailing, tanah pucuk
dan tanah hutan di laboratorium ... 3 2. Keterangan site pengamatan lahan bekas tambang timah Pulau
Bangka dengan berbagai umur reklamasi ... 4 3. Tektstur dan permeabilitas bahan tailing dan tanah pucuk di lahan
bekas tambang timah Pulau Bangka dengan berbagai umur reklamasi serta tanah hutan ... 12
DAFTAR GAMBAR
1. Sketsa site (kiri) dan foto (kanan) lahan bekas tambang berumur
reklamasi 0 tahun di site Air Melandut ... 4
2. Penampang profil bahan tailing lahan bekas tambang berumur
reklamasi 0 tahun di site Air Melandut ... 5
3. Sketsa site (kiri) dan foto (kanan) lahan bekas tambang berumur
lahan bekas tambang reklamasi 6 tahun di site Air Mesu ... 8
7. Sketsa site (kiri) dan foto (kanan) lahan bekas tambang berumur
reklamasi 15 tahun di site Air Limau ... 8
8. Penampang profil bahan tailing lahan bekas tambang reklamasi 15
tahun di site Air Limau ... 9
9. Sketsa site (kiri) dan foto (kanan) lahan bekas tambang berumur
reklamasi 19 tahun di site Air Jangkang ... 10
10. Penampang profil bahan tailing lahan bekas tambang reklamasi 19
tahun di site Air Jangkang ... 10
11. Penampang profil tanah hutan dekat site Air Mesu (titik 1) dan dekat site Air Limau (titik 2) ... 11
12. Grafik pH bahan tailing dan tanah pucuk di lahan bekas tambang
timah Pulau Bangka dengan berbagai umur reklamasi serta tanah hutan ... 14 13. Grafik C-organik bahan tailing dan tanah pucuk di lahan bekas
tambang timah Pulau Bangka dengan berbagai umur reklamasi serta tanah hutan ... 15 14. Grafik N-total bahan tailing dan tanah pucuk di lahan bekas tambang
15. Grafik P-Tersedia bahan tailing dan tanah pucuk di lahan bekas
tambang timah Pulau Bangka dengan berbagai umur reklamasi serta tanah hutan ... 17 16. Grafik kapasitas tukar kation bahan tailing dan tanah pucuk di lahan
bekas tambang timah Pulau Bangka dengan berbagai umur reklamasi serta tanah hutan ... 18
DAFTAR LAMPIRAN
1. Peta formasi geologi di Pulau Bangka dan letak site penelitian ... 21
2. Deskripsi profil bahan tailing dan tanah pucuk lahan bekas tambang
timah pada berbagai umur reklamasi serta tanah hutan di Pulau Bangka ... 22 3. Sifat kimia bahan tailing dan tanah pucuk lahan bekas tambang timah
di berbagai umur reklamasi serta tanah hutan di Pulau Bangka ... 24 4. Basa-basa dan KTK bahan tailing dan tanah pucuk lahan bekas
tambang timah di berbagai umur reklamasi serta tanah hutan di Pulau Bangka ... 25 5. Kriteria Penilaian Sifat Kimia Tanah berdasarkan Balai Penelitian
Tanah (2009) ... 26 6. Klasifikasi permeabilitas menurut Unland dan O'neil (1951) ... 26 7. Foto kegiatan pertambangan kembali yang dilakukan oleh masyarakat .... 27 8. Foto tanaman pada lahan bekas tambang berumur reklamasi 6 tahun
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Setiap kegiatan pertambangan pasti mengakibatkan adanya perubahan sifat fisik, kimia dan biologi dari lahan yang ditambang dengan berbagai tingkatan kerusakan, hingga pada keadaan yang sulit untuk direhabilitasi. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 78 tahun 2010 mengenai Reklamasi dan Pascatambang menyebutkan bahwa, kegiatan pertambangan jika tidak dilaksanakan secara tepat dapat menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan sehingga perlu dilakukan kegiatan reklamasi dan kegiatan pascatambang yang tepat serta terintegrasi dengan kegiatan pertambangan. Kegiatan reklamasi harus dilakukan sedini mungkin dan tidak harus menunggu proses pertambangan secara keseluruhan selesai dilakukan.
Kegiatan pertambangan yang dilakukan oleh PT. Timah Tbk. di Pulau Bangka telah meningkatkan dampak positif berupa meningkatnya perekonomian daerah, dan kesempatan kerja baru bagi masyarakat sekitar. Namun kegiatan pertambangan timah yang dilakukan dengan metode tambang semprot, tambang mekanik, open pit atau kapal keruk darat ini
telah menciptakan lahan-lahan terdegradasi berupa hamparan tailing dan
kolong. Tailing secara umum merupakan produk sisa pertambangan yang
memiliki pH rendah, miskin unsur hara dan sifat fisik yang tidak mendukung untuk pertumbuhan tanaman, sehingga pertumbuhan vegetasi menjadi buruk.
Sebagian besar bijih timah ditemukan pada deposit alluvial dan operasi penambangan dilakukan dengan dua metode yang menggunakan air untuk memisahkan timah secara mekanis dari tanah yang mengandung timah. Hal ini menyebabkan lahan menjadi hamparan sisa penambangan berupa tailing yang terbagi dalam dua jenis, yaitu pasir (sand) dan lumpur
(slime). Oleh karena itu tailing sisa penambangan dikategorikan menjadi sand tailing dan slime tailing (Tanpibal dan Sahunalu 1989). Berdasarkan
Laporan Analisis Dampak Lingkungan (Andal) PT. Timah Tbk. tahun 2009, sekitar 90 % lebih dari tanah yang digali akan menjadi tailing setelah proses
pencucian.
Reklamasi di lahan bekas tambang timah diawali dengan kegiatan penataan tanah pada areal bekas penambangan, pengendalian erosi, perbaikan kualitas tanah dan diakhiri dengan penanaman kembali (revegetasi). Tanaman yang digunakan untuk merevegetasi lahan bekas tambang PT. Timah Tbk. diantaranya adalah Acacia mangium dan Anthocephalus cadamba. Secara teori, lahan yang telah direklamasi lebih
2
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mengkaji karakteristik morfologi, serta sifat fisik dan kimia tanah dan bahan tailing pada lahan bekas tambang timah
pada berbagai umur reklamasi di site Air Mesu, Air Limau, Air Jangkang
dan Air Melandut, Pulau Bangka.
METODOLOGI PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dimulai dari bulan Oktober 2013 hingga April 2014. Lokasi penelitian berada di lahan bekas tambang PT. Timah Tbk., Pulau Bangka. Lokasi ditentukan berdasarkan umur reklamasi yaitu, umur reklamasi 1 dan 6 tahun yang berada pada site Air Mesu, umur reklamasi 15
tahun pada site Air Limau, umur reklamasi 19 tahun pada site Air Jangkang
dan umur reklamasi 0 tahun yang berada pada site Air Melandut, serta tanah
hutan yang berada dekat Air Mesu dan Air Limau sebagai pembanding. Analisis sifat fisik dan sifat kimia bahan tailing, tanah pucuk dan tanah
hutan dilakukan di laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan terdiri atas alat untuk pengamatan morfologi bahan tailing, tanah pucuk dan tanah hutan di lapang dan alat untuk analisis
sifat fisik dan kimia di laboratorium. Alat pengamatan morfologi di lapang yaitu antara lain bor belgi, Munsell Soil Color Chart, GPS dan cangkul,
sedangkan alat yang digunakan di laboratorium yaitu antara lain pH meter,
Spectrophotometer, Flamephotometer, Atomic Absorption Spectrophotometer, seperangkat alat gelas kimia dan beberapa perlatan
laboratorium lainnya serta peralatan untuk pengukuran permeabilitas. Sedangkan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel utuh dan terganggu baik dari bahan tailing dan tanah pucuk dari berbagai umur
reklamasi maupun tanah hutan yang berada di dekat site pengamatan, serta
beberapa bahan kimia untuk analisis di laboratorium.
Metode Analisis
Penelitian dilakukan melalui dua tahapan utama, yaitu (1) pengamatan mengenai kondisi lapang dan pengambilan sampel bahan
tailing, tanah pucuk, tanah hutan, serta (2) analisis di laboratorium yang
3
Pengamatan Lapang dan Pengambilan Sampel
Pengamatan di lapang dilakukan untuk mengetahui morfologi bahan
tailing dan tanah pucuk pada berbagai umur reklamasi, serta tanah hutan
dengan pemboran dan pengamatan penampang dengan cangkul. Titik pengamatan ditentukan berdasarkan kondisi vegetasi dan jenis bahan tailing.
Pengamatan itu sendiri dilakukan sampai kedalaman 50 cm karena pengaruh reklamasi terhadap perubahan sifat bahan tailing lebih jelas terlihat pada
kedalaman tersebut. Untuk titik pengamatan yang sampai kedalaman 50 cm yang tidak menunjukan adanya perubahan nyata secara morfologi, maka dibagi menjadi dua lapisan.
Analisis Sifat Fisik dan Kimia serta Pengolahan Data
Analisis di laboratorium dilakukan untuk mengamati sifat fisik dan sifat kimia bahan tailing tanah pucuk dan juga tanah hutan. Sifat fisik yang
dianalisis meliputi tekstur dan permeabilitas. Sedangkan analisis kimia yang diamati meliputi pH, N-total, C-organik, C/N ratio, P-tersedia, serta basa-basa dan KTK. Data yang didapat selanjutnya diinterpretasi untuk melihat keterkaitan antara sifat fisik dan kimia dengan kondisi morfologi serta keadaan pertumbuhan vegetasi. Metode mengenai masing-masing analisis sifat fisik dan kimia disajikan pada Tabel 1.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Lapang
Hasil pengamatan lapang menunjukkan bahwa site lahan bekas
tambang memiliki kondisi yang bervariasi. Keragaman kondisi ini terekam, seperti yang disajikan pada Tabel 2 mengenai nama site, umur site, luas site
Tabel 1 Metode pengamatan sifat fisik dan kimia bahan tailing, tanah
pucuk dan tanah hutan di laboratorium
Analisis Metode
Tekstur Pipet
Permeabilitas De Boodt
pH Elektrometri
N-Total Kjeldahl
C-Organik Walkley and Black
4
reklamasi, relief lahan, vegetasi dan kondisi vegetasi, serta Gambar 1 sampai Gambar 11 yang menggambarkan ilustrasi kondisi lapang pada masing-masing site yang diamati.
Lahan Bekas Tambang Berumur Reklamasi 0 Tahun
Lahan bekas tambang yang berumur reklamasi 0 tahun berada pada
site Air Melandut. Relief pada site ini tergolong datar, seperti tampak pada
Gambar 1. Pada site ini, kenampakan morfologi dari permukaan sampai
kedalaman 50 cm tampak homogen yang ditunjukkan oleh warna kuning pucat (2.5Y 8/2) dengan konsistensi sangat teguh. Konsistensi yang sangat teguh terkait dengan bahan tailing berupa slime tailing yang telah memadat.
Tabel 2 Keterangan site pengamatan lahan bekas tambang timah Pulau
Bangka dengan berbagai umur reklamasi
Site Umur Reklamasi Luas
(Ha) Relief
a
Vegetasi Tinggi
Tanaman
Kerapatan Relatif
Air Melandut 0 Tahun 3.4 D Paku-pakuan ± 0.2 m Rendah Air Mesu 1 Tahun 3.4 D Jabon 0.4-0.6 m Tinggi Air Mesu 6 Tahun (Titik 1) 4 DAB Akasia ± 20 m Rendah Air Mesu 6 Tahun (Titik 2) 4 DAB Akasia ± 1 m TInggi Air Limau 15 Tahun (Titik 1) 4.9 DAB Akasia ± 20 m Rendah Air Limau 15 Tahun (Titik 2) 4.9 DAB Tidak ada - - Air Jangkang 19 Tahun (Titik 1) 4.4 DAB Tidak ada - - Air Jangkang 19 Tahun (Titik 2) 4.4 DAB Rumput ± 0.4 cm Rendah
Air Mesu Hutan (Titik 1) - B Hutan beragam Tinggi Air Limau Hutan (Titik 2) - B Hutan beragam Tinggi
aKeterangan: D = Datar, DAB = datar agak berombak, B = Berombak
Gambar 1 Sketsa site (kiri) dan foto (kanan) lahan bekas tambang berumur
5 Pemadatan yang terjadi disebabkan tailing pada site ini dibiarkan tanpa
pengolahan apapun ± 8 tahun sejak kegiatan pertambangan berakhir pada tahun 2006. Ilustrasi penampang profil bahan tailing site ini disajikan pada
Gambar 2.
Saat pengamatan dilakukan, site ini belum direklamasi dan hanya
ditumbuhi paku-pakuan. Paku-pakuan tumbuh dengan kerapatan rendah, sekitar 20 % penutupan tumbuh pada bahan tailing yang sedikit membentuk
gundukan. Selain paku-pakuan terdapat juga tumbuhan lain yang tumbuh secara liar seperti Melastoma dan Nephentes. Tumbuhan-tumbuhan ini merupakan tumbuhan yang mampu tumbuh pada tanah masam. Kondisi tanah pada bagian yang ditumbuhi tanaman cukup gembur. Hal tersebut disebabkan bahan organik yang berasal dari tumbuhan di atasnya. Sampel bahan tailing pada bagian yang terdapat tumbuhan (Titik 2) ini tidak diambil.
Lahan Bekas Tambang Berumur Reklamasi 1 Tahun
Lahan bekas tambang berumur reklamasi 1 tahun berada di site Air
Mesu. Relief pada site ini datar dengan kemiringan sekitar 0-3 %, seperti
tampak pada Gambar 3. Pada bagian yang agak miring site ini tampak
erosi-erosi berbentuk parit dengan lebar rata-rata 40 cm. Berdasarkan hasil pengamatan dan keterangan yang diperoleh dari pihak perusahaan, dapat disimpulkan bahwa bahan tailing pada site ini sebagian besar sudah ditutup
tanah pucuk setebal kira-kira 50 cm. Dari segi morfologi, tanah pucuk tambahan pada site ini tampak homogen dari permukaan sampai kedalaman
50 cm, yang ditunjukkan oleh warna coklat keabu-abuan (10YR 4/2) dengan
Keterangan: Titik 1 tailing 0-50 cm; Titik 2 tailing 0-50 cm
Gambar 2 Penampang profil bahan tailing lahan bekas tambang berumur
6
konsistensi gembur serta struktur berbutir. Ilustrasi penampang profil tanah pucuk pada site ini disajikan pada Gambar 4.
Pada site ini baru saja dilakukan revegetasi dengan tanaman Jabon,
satu bulan sebelum pengamatan dilakukan. Tinggi vegetasi Jabon bervariasi antara 40 cm – 60 cm. Sebelumnya penambahan tanah pucuk dilakukan untuk menutup bahan tailing. Konsistensi yang gembur serta lahan yang
sedikit miring berdampak pada adanya erosi parit. Saat pengamatan pada
site ini dilakukan, ditemukan banyak kerikil pada kedalaman 20 cm hingga
kedalaman 50 cm.
Keterangan: tanah pucuk 0-50 cm
Gambar 4 Penampang profil tanah pucuk lahan bekas tambang berumur reklamasi 1 tahun di site Air Mesu
Gambar 3 Sketsa site (kiri) dan foto (kanan) lahan bekas tambang
7
Lahan Bekas Tambang Berumur Reklamasi 6 Tahun
Lahan bekas tambang yang berumur reklamasi 6 tahun berada pada
site Air Mesu. Relief pada site ini datar agak berombak, seperti tampak pada
Gambar 5. Titik pertama berada pada bagian site yang masih terdapat
vegetasi Akasia hasil revegetasi. Sedangkan titik kedua berada pada bagian
site yang baru direvegetasi ulang. Titik pertama pada site ini memiliki
morfologi yang homogen dari permukaan sampai kedalaman 50 cm, yang ditunjukkan dengan warna coklat kekuning-kuningan (10YR 5/4 lapisan 0-25 cm dan 10YR 5/8 pada lapisan 0-25-50 cm). Konsistensi pada titik ini lepas sehingga struktur cenderung masih belum terbentuk dengan jenis bahan tailing berupa sand tailing. Pada kedalaman sampai 15 cm terdapat
akar-akar halus. Pada titik kedua, pengamatan hanya bisa dilakukan sampai pada kedalaman 40 cm, karena kedalaman yang lebih dari 40 cm sudah jenuh oleh air. Hal ini kemungkinan terjadi karena slime tailing terdeposisi
di bagian bawah yang kemudian tertutup oleh sand tailing di atasnya. Pada
kedalaman sampai 40 cm tersebut, titik kedua juga memiliki morfologi yang homogen yang ditunjukkan oleh warna abu-abu terang (10YR 7/1) dengan konsistensi lepas dan juga tidak berstruktur. Ilustrasi penampang profil tanah pucuk dan bahan tailing pada site ini disajikan pada Gambar 6.
Warna yang lebih gelap pada titik pertama bisa dikarenakan adanya penambahan tanah pucuk saat awal reklamasi dilakukan maupun pengaruh bahan organik dari vegetasi Akasia di atasnya. Titik kedua site ini baru saja
direvegetasi kembali dengan Akasia, namun tanpa penambahan tanah pucuk. Tidak adanya penambahan tanah pucuk terlihat dari warna yang sangat terang. Akasia yang tumbuh pada titik pertama berdiameter sekitar 15-20 cm dengan tinggi sekitar 20 m. Sedangkan Akasia yang baru saja ditanami memiliki tinggi yang bervariasi antara 50 cm – 200 cm.
Gambar 5Sketsa site (kiri) dan foto (kanan) lahan bekas tambang berumur
8
Lahan Bekas Tambang Berumur Reklamasi 15 Tahun
Lahan bekas tambang berumur reklamasi 15 tahun berada pada site
Air Limau. Site ini memiliki relief terlihat datar agak berombak, seperti
terlihat pada Gambar 7. Titik pertama berada pada bagian yang masih terdapat vegetasi Akasia. Sedangkan titik kedua berada pada bagian yang sama sekali tidak ditumbuhi vegetasi. Morfologi pada titik pertama lapisan 0-27 cm, warnanya adalah abu-abu terang kecoklatan (10YR 6/2), sedangkan pada lapisan 27-50 cm warnanya adalah abu-abu terang (10YR 7/2). Konsistensi pada kedua lapisan adalah lepas dengan struktur yang belum terbentuk. Kemudian pada titik kedua, warna pada lapisan 0-25 cm adalah coklat sangat pucat (10YR 8/2) sedangkan pada lapisan 25-50 cm coklat keabu-abuan (10YR 5/2). Kedua lapisan memiliki konsistensi lepas
Keterangan: Titik 1 tanah pucuk 0-50 cm; Titik 2 tailing 0-40 cm
Gambar 6 Penampang profil tanah pucuk (Titik 1) dan bahan tailing (Titik 2)
lahan bekas tambang reklamasi 6 tahun di site Air Mesu
Gambar 7 Sketsa site (kiri) dan foto (kanan) lahan bekas tambang berumur
9 dengan struktur yang masih belum terbentuk. Jenis tailing di kedua titik
pengamatan tersebut masuk ke dalam kategori sand tailing. Ilustrasi
mengenai penampang profil bahan tailing pada site ini disajikan pada
Gambar 8.
Warna pada lapisan atas titik pertama yang lebih gelap dibandingkan dengan titik kedua bisa dikarenakan adanya pengaruh bahan organik dari tanaman Akasia yang tumbuh di atasnya. Meski sudah direklamasi sejak 15 tahun lalu, Akasia pada site ini terlihat tumbuh dengan tidak optimal dengan
diameter sekitar 15 cm dengan tinggi sekitar 20 m. Pada kedua titik tersebut, perbedaan kondisi lahan disebabkan oleh adanya penambangan kembali yang dilakukan masyarakat setempat. Proses penambangan yang menggunakan mesin penyemprot mengerosi tanah sehingga banyak vegetasi Akasia yang tumbang.
Lahan Bekas Tambang Berumur Reklamasi 19 Tahun
Lahan bekas tambang berumur reklamasi 19 tahun berada pada site
Air Jangkang. Site ini memiliki relief yang datar agak berombak, seperti
tampak pada Gambar 9, dimana tailing berbahan pasir berada pada bagian
yang sedikit menggunduk, sedangkan slime tailing berada pada bagian yang
datar. Titik pertama berada pada bagian site yang masuk kategori sand tailing, sedangkan titik kedua berada pada bagian site yang masuk kategori slime tailing. Pada titik pertama, tampak morfologi yang bervariasi dari
permukaan sampai kedalaman 50 cm dengan ditunjukkan oleh warna pada lapisan 0-20 cm abu-abu merah muda (5YR 7/2) dengan konsistensi lepas dan belum berstruktur, sedangkan pada lapisan 20-50 cm warnanya adalah merah kekuningan (5YR 5/6) dengan konsistensi lepas dan juga tidak berstruktur. Pada titik kedua, morfologi tampak homogen dari permukaan
Keterangan: Titik 1 tailing 0-50 cm; Titik 2 tailing 0-50 cm
Gambar 8 Penampang profil bahan tailing lahan bekas tambang reklamasi 15
10
sampai kedalaman 40 cm yang ditunjukkan oleh warna merah kekuningan (5YR 5/8) dengan tekstur klei dan konsistensi gembur. Pengamatan hanya bisa dilakukan sampai kedalaman 40 cm, karena pada kedalaman lebih dari itu sudah jenuh oleh air. Ilustrasi penampang profil bahan tailing pada site
ini disajikan pada Gambar 10.
Di site ini tumbuhan hasil revegetasi dan tanah pucuk sudah tidak
tampak sama sekali. Hanya tersisa rumput yang tumbuh dengan kerapatan rendah pada bagian tailing yang masuk ke dalam slime tailing. Sedangkan
pada sand tailing tidak ditumbuhi apapun. Keberadaan vegetasi dan tanah
pucuk yang tidak tersisa tersebut disebabkan adanya penambangan kembali oleh masyarakat.
Gambar 9 Sketsa site (kiri) dan foto (kanan) lahan bekas tambang berumur
reklamasi 19 tahun di site Air Jangkang
Keterangan: Titik 1 tailing 0-50 cm; Titik 2 tailing 0-40 cm
Gambar 10 Penampang profil bahan tailing lahan bekas tambang reklamasi 19
11
Hutan
Tanah pada lahan hutan yang digunakan sebagai acuan kondisi tanah sebelum penambangan yang juga dijadikan sebagai tanah pucuk penutup bahan tailing memiliki morfologi lebih bervariasi antar lapisannya. Pada
hutan di dekat site Air Mesu, sampai kedalaman 50 cm, terdapat 4 lapisan.
Lapisan pertama dari 1-10 cm memiliki warna coklat sangat gelap keabu-abuan (10YR 3/2) dengan konsistensi gembur dan terdapat struktur. Pada lapisan 10-20 cm, 20-40 cm dan >40 cm warnanya tampak homogen yang ditunjukkan oleh warna kuning kecoklatan, namun dengan kroma yang berbeda-beda (lapisan 10-20 cm 10YR 5/4, lapisan 20-40 cm 10YR 5/6, lapisan >40 cm 10YR 5/4). Konsistensi pada ketiga lapisan ini juga berbeda-beda, yaitu berturut-turut gembur, teguh, sangat teguh.
Hutan pada site dekat site Air Limau juga memiliki morfologi yang
bervariasi, ditunjukkan oleh warna pada lapisan 0-25 cm yang coklat (10YR 4/3) dengan konsistensi gembur dan sudah terbentuk struktur. Sedangkan pada lapisan 25-45 cm dan >45cm warnanya tampak homogen yang ditunjukkan oleh warna coklat kekuningan (10YR 5/6 dan 10YR 5/8) dengan konsistensi teguh dan sudah berstruktur. Di kedua lahan hutan pada lapisan atas terdapat banyak perakaran baik halus mapun sedang. Ilustrasi penampang profil tanah di lahan hutan disajikan pada Gambar 11.
Berdasarkan pengamatan, bahan tailing belum memiliki
perkembangan morfologi dengan ditunjukkan oleh warna yang relatif homogen dibandingkan dengan tanah hutan. Setelah adanya penambahan tanah pucuk seperti pada lahan reklamasi berumur 6 tahun, konsistensi masih tergolong lepas dengan struktur yang belum terbentuk. Warna paling gelap ada pada lahan bekas tambang berumur 1 tahun. Hal tersebut terjadi
Keterangan: Titik 1 tanah 0-50 cm; Titik 2 tanah 0-50 cm
Gambar 11Penampang profil tanah hutan dekat site Air Mesu (titik 1) dan
12
dikarenakan adanya penutupan dengan tanah pucuk yang banyak mengandung bahan organik pada saat awal kegiatan reklamasi dilakukan. Secara umum lahan bekas tambang didominasi oleh bahan tailing yang
memiliki konsistensi lepas dan tidak berstruktur.
Sifat Fisik
Hasil analisis terhadap sifat fisik, yaitu tekstur dan permeabilitas, pada bahan tailing lahan-lahan bekas tambang pada berbagai umur reklamasi
disajikan pada Tabel 3. Berdasarkan tabel tersebut, dapat dilihat bahwa ada keragaman sifat fisik pada masing-masing lahan bekas tambang yang telah direklamasi.
Tabel 3 Tektstur dan permeabilitas bahan tailing dan tanah pucuk di lahan bekas
tambang timah Pulau Bangka dengan berbagai umur reklamasi serta tanah hutan
Kelas Tekstur Permeabilitas
Ketera-nganb
aKeterangan: Klas = Klasifikasi, SL = Sangat Lambat, AL = Agak Lambat, SD = Sedang, AC = Agak Cepat,
C = Cepat, SC = Sangat Cepat
13
Tekstur
Pada Tabel 3, berdasarkan dominasi fraksi yang ada, terlihat bahwa jenis tailing yang mendominasi adalah sand tailing, yaitu terdapat pada
lahan yang berumur reklamasi 6 tahun titik kedua, 15 tahun titik pertama dan kedua, serta 19 tahun pada titik pertama. Fraksi pasir paling tinggi berada pada lahan berumur reklamasi 15 tahun titik kedua, yaitu sebesar 95.98 %. Dominasi fraksi pasir tersebut diduga dikarenakan fraksi debu dan klei yang memiliki ukuran fraksi lebih kecil hanyut ketika proses penambangan berlangsung. Adapun lahan-lahan bekas tambang yang terdapat slime tailing berada pada site berumur reklamasi 0 dan 19 tahun
pada titik kedua. Tekstur pada kedua titik pengamatan ini masuk ke dalam kelas tekstur lempung dengan presentase fraksi debu dan klei yang cukup tinggi. Hanya saja pada site yang berumur 0 tahun persentase klei terbilang
sedikit dibandingkan dengan site yang berumur 19 tahun titik kedua. Lahan
berumur reklamasi 0 tahun ini didominasi fraksi debu sebesar 41.35 % pada lapisan 0-25 cm dan 47.93 % pada lapisan 25-50 cm.
Pada lahan bekas tambang yang masih terdapat tanah pucuk, seperti pada lahan yang berumur reklamasi 1 dan 6 tahun titik pertama, masih memiliki fraksi pasir yang cukup tinggi, berkisar antara 65.89 % sampai 70.00 %. Lahan bekas tambang berumur reklamasi 1 tahun memiliki tekstur lempung klei berpasir. Persentase klei lapisan 0-25 cm pada site ini adalah
24.60 %, sedangkan lapisan 25-50 cm adalah 22.72 %. Kemudian pada lahan bekas tambang berumur reklamasi 6 tahun titik pertama masuk ke dalam kelas tekstur lempung berpasir. Pada site ini presentse klei pada
lapisan 25-50 cm lebih tinggi sebesar 16.12 % dibandingkan dengan lapisan 0-25 cm yang hanya sebesar 7.09 %. Hal tersebut dikarenakan fraksi klei yang terdapat pada tanah pucuk tersebut tercuci. Tingginya fraksi pasir pada tanah pucuk kedua site ini terkait dengan tekstur tanah hutan yang juga
memiliki fraksi pasir cukup tinggi, yaitu 60.51 % (lapisan atas) 63.26 % (lapisan bawah), sebab tanah pucuk yang digunakan sebagai penutup hamparan tailing berasal dari sekitar site tersebut.
Permeabilitas Tanah
Pada Tabel 3, berdasarkan klasifikasi permeabilitas menurut Unland dan O’neil (1951) pada Lampiran 6, terlihat bahwa bahan tailing yang
berupa sand tailing, seperti pada lahan bekas tambang yang berumur
reklamasi 6, 15 dan 19 tahun titik pertama, memiliki permeabilitas yang masuk dalam kriteria cepat sampai sangat cepat dengan nilai berkisar antara 11.85 cm/jam sampai 160.06 cm/jam. Hal tersebut dikarenakan persentase fraksi pasir yang dominan memiliki jumlah pori makro juga menjadi dominan dibandingkan dengan pori mikro, akibatnya air tidak mampu ditahan oleh tailing tersebut. Sedangkan tailing yang berupa slime tailing
14
sehingga jumlah pori mikro menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan pori makro.
Soepardi (2007) mengatakan bahwa pori makro memperlambat gerakan udara dan air, sedangkan pori mikro menghambat gerakan udara dan air, hanya dibatasi pada gerakan kapiler saja. Jadi, pada tanah berpasir, walaupun ruang pori sedikit, gerakan udara dan air sangat cepat disebabkan dominasi pori makro.
Adapun pada lahan yang berumur reklamasi 1 tahun, meski persentase klei cukup tinggi, tapi permeabilitas masuk ke dalam kriteria cepat sampai sangat cepat. Hal tersebut dikarenakan fraksi pasir juga masih memiliki persentase yang cukup tinggi. Kemudian pada tanah hutan site pertama,
banyaknya perakaran membuat permeabilitas yang diukur di laboratorium masuk ke dalam kriteria sangat cepat, sedangkan tanah hutan site kedua
memiliki permeabilitas dengan kriteria sedang.
Sifat Kimia
Hasil analisis terhadap sifat kimia pada bahan tailing lahan-lahan
bekas tambang pada berbagai umur reklamasi disajikan pada Gambar 12 sampai Gambar 16. Berdasarkan gambar-gambar grafik tersebut, dapat dilihat bahwa terdapat keragaman sifat kimia pada masing-masing lahan bekas tambang.
Reaksi Tanah
Reaksi tanah pada bahan tailing tergolong dalam kriteria sangat
masam sampai masam dengan kisaran pH 3.46-5.30. Nilai pH terendah ada pada titik pertama lahan bekas tambang berumur 15 tahun (3.46 pada lapisan 0-27 cm dan 3.70 pada lapisan 27-50 cm). Sedangkan nilai pH tertinggi ada pada titik pertama lahan bekas tambang berumur 19 tahun
Gambar 12 Grafik pH bahan tailing dan tanah pucuk di lahan bekas tambang
timah Pulau Bangka dengan berbagai umur reklamasi serta tanah hutan
15 (5.30 pada lapisan 0-20 cm dan 5.19 pada lapisan 20-50). Hal demikian bisa disebabkan oleh intensifnya proses pencucian basa-basa serta pelapukan bahan organik yang didukung oleh kondisi iklim pada site penelitian.
Namun jika melihat pH di tanah hutan sendiri yang juga memiliki kondisi pH sangat masam sampai masam, ada kemungkinan pH di lahan-lahan bekas tambang memang sudah rendah sejak sebelum pertambangan dilakukan. Keterangan mengenai pH tanah selanjutnya terlampir pada tabel di Lampiran 3.
C-Organik
Pada beberapa site yang masih terdapat tanah pucuk, seperti pada
lahan berumur reklamasi 1 tahun dan 6 tahun titik pertama, kandungan C-organik lebih tinggi dibandingkan dengan lahan yang sudah tidak ada tanah pucuk. Hal tersebut dikarenakan tanah pucuk yang digunakan sebagai penutup tailing memiliki kandungan C-organik lebih tinggi dibandingkan
dengan tailing itu sendiri. Pada lahan reklamasi berumur 1 tahun, nilai
C-organik lapisan atas dan bawahnya berturut-turut sebesar 1.51 % dan 1.34 %. Kemudian pada titik pertama lahan bekas tambang berumur reklamasi 6 tahun, C-organik pada lapisan atas dan bawah berturut-turut adalah 1.12 % dan 1.09 %. Adanya vegetasi Akasia juga bisa menjadi sumber tingginya C-organik di titik ini.
Lahan-lahan yang sudah tidak terlihat adanya tanah pucuk maupun sudah tidak adanya vegetasi memiliki kandungan C-organik yang sangat rendah. Seperti terlihat pada Gambar 14, lahan bekas tambang yang berumur reklamasi 19 tahun memiliki kandungan C-organik yang lebih rendah dibandingkan dengan site lainnya. Hal tersebut dikarenakan vegetasi yang
merupakan sumber C-organik sudah tidak ada. Tanah pucuk juga sudah tidak ada pada site ini. Watts dan Dexter (1997) melaporkan bahwa
tanah-tanah dengan kandungan C-organik rendah lebih sensitif terhadap gangguan mekanik dibandingkan dengan tanah dengan kandungan C-organik tinggi.
Gambar 13 Grafik C-organik bahan tailing dan tanah pucuk di lahan bekas
16
Pada tanah dengan struktur kurang baik, penurunan bahan organik tanah dapat menyebabkan penurunan kualitas fisik tanah secara dramatis. Yatno (2011) dalam jurnalnya mengatakan bahwa semakin tinggi C-organik dalam tanah maka bobot isi tanah akan semakin menurun.
N-Total
Kegiatan pertambangan timah berpengaruh menurunkan kadar nitrogen total dalam tanah. Penurunan terjadi karena kehilangan bahan organik akibat proses penambangan yang mangupas lapisan tanah pucuk atau karena pencucian yang diakibatkan curah hujan yang tinggi. Lahan bekas tambang yang telah ditambah tanah pucuk memiliki nilai N-total lebih tinggi dibandingkan dengan tidak ditambah tanah pucuk, meskipun masih masuk ke dalam kriteria rendah. Berdasarkan kriteria sifat tanah Pusat Penelitian Tanah tahun 2009 (Lampiran 5), hasil pengamatan menunjukkan kadar N-total pada lahan-lahan bekas tambang yang telah direklamasi masih tergolong dalam kriteria rendah. Kadar nitrogen total pada tanah hutan titik pertama dan kedua, di lapisan atas, yaitu berturut-turut 1.37 % dan 1.40 %. Pada lahan bekas tambang yang telah ditambah tanah pucuk, seperti lahan bekas tambang berumur reklamasi 1 tahun, kadar nitrogen total pada lapisan atas, yaitu 1.08 %. Pada lahan bekas tambang yang tidak terdapat tanah pucuk, seperti lahan bekas tambang berumur 15 tahun, kadar N-totalnya memiliki nilai terendah, yaitu 0.06 % titik pertama dan 0.13 % titik kedua. Rendahnya kadar N-total pada site ini mengakibatkan tanaman menjadi
kerdil. Kadar N-total pada lapisan atas lahan berumur reklamasi 0 tahun, 6 tahun titik pertama dan kedua serta 15 tahun titik pertama dan kedua berturut-turut adalah 0.23 %, 0.24 %, 0.38 %, 0.13 % dan 0.06 %.
Soepardi (2007) mengatakan bahwa tanaman yang kurang memeroleh nitrogen tumbuh kerdil dan sistem perakarannya terbatas. Nitrogen merangsang pertumbuhan di atas tanah dan memberikan warna hijau pada daun. Hampir pada seluruh tanaman, nitrogen merupakan pengatur dari penggunaan kalium, fosfor dan penyusun lainnya.
Gambar 14Grafik N-total bahan tailing dan tanah pucuk di lahan bekas
17
Fosfor Tersedia
Kandungan P-tersedia pada lahan-lahan bekas tambang masuk dalam kategori rendah. Lahan reklamasi yang masih terdapat tanah pucuk memiliki nilai P-tersedia lebih tinggi dibandingkan dengan tidak terdapat tanah pucuk. Seperti pada lahan bekas tambang berumur reklamasi 1 tahun dan 6 tahun titik pertama. Nilai P-tersedia pada lahan bekas tambang berumur reklamasi 1 tahun adalah 3.98 ppm pada kedalaman 0-25 cm dan 5.12 ppm pada kedalaman 25-50 ppm. Pada lahan bekas tambang berumur reklamasi 6 tahun, nilai P-tersedia adalah 2.56 ppm pada kedalaman 0-25 cm dan 5.10 ppm pada kedalaman 25-50 cm. Sedangkan lahan yang sudah tidak tampak tanah pucuk, nilai P-tersedia paling rendah berada pada lahan bekas tambang berumur reklamasi 19 tahun titik pertama yaitu sebesar 0.65 ppm pada kedalaman 0-20 cm dan 0.61 ppm pada kedalaman 20-50 cm. Rendahnya nilai P-tersedia pada site ini bisa diakibatkan karena terikat oleh
Al dan Fe pada saat kegiatan pertambangan dilakukan yang menurunkan pH sehingga mengubahnya kedalam bentuk yang tidak tersedia untuk tanaman. Unsur fosfor (P) dalam tanah berasal dari bahan organik, pupuk buatan dan mineral-mineral di dalam tanah. Phosphor paling mudah diserap oleh tanaman pada pH sekitar 6-7. Jika tanaman kekurangan P, pembelahan sel pada tanaman terhambat dan pertumbuhannya kerdil (Hardjowigeno, 1992).
Kapasitas Tukar Kation
Secara umum KTK pada bahan tailing memiliki nilai KTK yang lebih
rendah dibandingkan dengan tanah pucuk. Adanya keragaman nilai KTK tidak bisa dipungkiri karena kaitannya dengan jumlah humus dan klei serta jenis klei yang dijumpai. Lahan-lahan reklamasi yang sudah tidak terdapat tanah pucuk memiliki nilai KTK yang masuk dalam kriteria sangat rendah sampai rendah, yaitu berkisar 0.22-4.07 me/100g. Nilai KTK lahan reklamasi tanpa tanah pucuk tertinggi berada pada titik kedua lahan berumur Gambar 15 Grafik P-Tersedia bahan tailing dan tanah pucuk di lahan bekas
18
reklamasi 19 tahun. Hal tersebut erat kaitannya dengan persentase fraksi klei yang cukup tinggi pada titik ini. Sedangkan nilai KTK pada lahan reklamasi yang masih terdapat tanah pucuk berkisar antara 1.78-6.73 me/100g. Nilai KTK tertinggi pada lahan reklamasi yang masih terdapat tanah pucuk berada pada lapisan bawah titik pertama site berumur reklamasi 6 tahun. Hal
tersebut diduga dikarenakan jumlah dan jenis klei pada site ini. Namun
perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui jenis klei yang terkandung pada titik ini. Tekstur yang didominasi pasir bisa menjadi salah satu penyebab nilai KTK menjadi rendah. Rendahnya persentase fraksi klei dan humus menjadikan luas jerapan kation semakin sempit.
Kapasitas tukar kation yang rendah pada lahan-lahan bekas tambang menunjukkan ketersediaan unsur hara yang rendah pula. Soepardi (2007) mengatakan bahwa semakin halus tekstur tanah maka semakin tinggi KTK tanah. Tekstur pasir yang kasar sedikit mengandung klei koloidal dan juga miskin bahan organik atau humus. Sebaliknya, tanah bertekstur halus mengandung lebih banyak klei dan juga lebih banyak humus.
Pembahasan Umum
Berdasarkan hasil pengamatan, secara umum, lahan tailing yang
masuk ke dalam jenis sand tailing memiliki konsistensi lepas dengan
permeabilitas agak cepat sampai sangat cepat. Sedangkan jenis slime tailing
memiliki konsistensi yang gembur dengan permeabilitas sangat lambat sampai lambat. Baik sand tailing maupun slime tailing memiliki
ketersediaan hara rendah untuk pertumbuhan tanaman. Maka dari itu, penambahan tanah pucuk mampu menyediakan hara untuk tanaman yang akan digunakan untuk revegetasi. Seperti pada lahan yang bekas tambang yang berumur reklamasi 1 dan 6 tahun titik pertama dimana terlihat dari grafik-grafik sebelumnya menunjukkan ketersediaan hara yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak terdapat tanah pucuk. Secara morfologi, tanah pucuk memiliki warna yang lebih gelap dibandingkan dengan lahan Gambar 16 Grafik kapasitas tukar kation bahan tailing dan tanah pucuk di
19 yang sudah tidak terdapat tanah pucuk. Namun, adanya penambangan kembali yang dilakukan oleh masyarakat mengakibatkan kondisi lahan semakin buruk. Seperti tertulis di dalam laporan Amdal PT Timah (2009), tahun 2001, Tambang Inkonvensional (TI) atau Tambang Skala Kecil (TSK) mulai marak di Pulau Bangka dan Belitung. Operasi TI/TSK yang dilakukan oleh warga masyarakat ini dilakukan di luar maupun di dalam Kuasa Pertambangan (KP) PT. Timah. Bahkan di beberapa tempat ada yang beroperasi di lahan hasil reklamasi PT. Timah.Sehingga lahan hasil reklamasi menjadi rusak kembali, seperti pada lahan reklamasi berumur 19 tahun.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa, morfologi bahan tailing dan
tanah pucuk pada lahan-lahan bekas tambang timah di Pulau Bangka memiliki kondisi yang bervariasi. Tanah pucuk memiliki warna lebih gelap dibandingkan dengan tailing. Tailing itu sendiri dibagi kedalam dua jenis,
yaitu slime taling yang didominasi fraksi debu dan klei dengan
permeabilitas sangat lambat sampai sedang dan sand tailing yang
didominasi fraksi pasir dengan permeabiltias agak cepat sampai sangat cepat. Kedua jenis tailing tersebut sama-sama memiliki kesuburan kimia yang
buruk bagi pertumbuhan tanaman. Adanya penambahan tanah pucuk mampu menyediakan hara bagi tanaman yang digunakan untuk revegetasi, seperti C-org, N-total dan P-tersedia pada lapisan atas lahan berumur reklamasi 1 tahun, yang berturut-turut adalah 1.51 %, 0.11 % dan 3.98 ppm. Namun, adanya penambangan kembali oleh masyarakat menjadikan lahan-lahan bekas tambang timah yang telah direklamasi menjadi rusak kembali, seperti pada lapisan atas lahan berumur reklamasi 19 tahun titik pertama dengan nilai C-org, N-total dan P-tersedia berturut-turut 0.28 %, 0.02 % dan 1.13 ppm.
Saran
20
DAFTAR PUSTAKA
Badri, L. S. 2004. Karakteristik Tanah, Vegetasi dan Air Kolong Pascatambang Timah dan Tekhnik Rehabilitasi Lahan untuk Keperluan Revegetasi (Studi Kasus Lahan Pasca Tambang Timah Dabo Singkep) [Tesis]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor.
Hardjowigeno, S. 1992. Ilmu tanah. Jakarta (ID). Mediyatama Sarana
Perkasa Pr.
Hardjowigeno, S. dan Widiatmaka. 2001. Kesesuaian Lahan dan Perencanaan Tataguna Tanah. Yogyakarta (ID). Gadjah Mada Universuty Pr.
Iskandar dan Soebagyo. 1993. Pedoman Reklamasi Lahan Bekas Tambang. Jakarta (ID). Departemen Pertambangan dan Energi, Ditjen Pertambangan Umum.
Iskandar dan Suwardi. 2009. Meningkatkan Keberhasilan Reklamasi Lahan Bekas Tambang. Seminar Nasional Pengelolaan Lingkungan Pertambangan. 2009 Okt 21-22; Palembang, Indonesia. Palembang
(ID). Universitas Sriwijaya.
Iskandar. 2008. Teknik Keberhasilan Reklamasi dan Penutupan Tambang.
Pertemuan Teknis Lingkungan dan Penyerahan Penghargaan Lingkungan Pertambangan. 2008 Des 10; Jakarta, Indonesia. Dirjen
Minerba Pabum, Departemen ESDM.
Kusnoto dan Kusumodidjo. 1995. Dampak Penambangan dan Reklamasi. Bandung (ID). Pusat Pengembangan Tenaga Pertambangan.
Kusumastuti, E. 2005. Rehabilitasi Lahan Pasca Penambangan Timah di Pulau Bangka dengan Amelioran Bahan Organik dan Bahan Tanah Mineral Dengan Tanaman Indikator jati (Tectona grandis) [Tesis].
Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor.
PT. Timah Tbk. 2009. Analisis Dampak Lingkungan Pertambangan Timah di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Pangkalpinang (ID). PT. Timah (Persero) Tbk.
Soepardi, G. 2007. Sifat dan Ciri Tanah. Bogor (ID). IPB Pr.
Sujitno, S. 2007. Sejarah Penambangan Timah Di Indonesia Abad ke 18- Abad ke 19. Pangkalpinang (ID). PT Timah Tbk.
Tanpibal, V. dan P. Sahunalu. 1989. Characteristics and management of tin mine tailing in Thailand. Soil Technology. 2:17-26
Watts, C.W. and A.R. Dexter. 1997. The influence of organic matter on the destabilization of soil by simulated tillage. Soil and Tillage Research.
42: 253-257
Lampiran 1 Peta formasi geologi di Pulau Bangka dan letak site penelitian
22
Lampiran 2 Deskripsi profil bahan tailing dan tanah pucuk lahan bekas tambang
timah pada berbagai umur reklamasi serta tanah hutan di Pulau
0-25 warna Kuning Pucat (2,5 Y 8/2); tekstur klei; konsistensi sangat teguh; pH 5; vegetasi sekitar paku-pakuan; ketinggian 42 mdpl; relief datar 25-50 warna Kuning Pucat (2,5 Y 8/2); tekstur klei; konsistensi sangat teguh; pH 5; vegetasi sekitar
paku-pakuan; ketinggian 42 mdpl; relief datar
1 Tahun
0-25
warna Coklat Gelap Keabu-abuan (10 YR 4/2); tekstur lempung berpasir; konsistensi gembur; pH 6; vegetasi sekitar jabon putih (Anthocephalus cadamba); ketinggian 43 mdpl
25-50
warna Coklat Gelap Keabu-abuan (10 YR 4/2); tekstur lempung berpasir; konsistensi gembur; pH 6; vegetasi sekitar jabon putih (Anthocephalus cadamba); ketinggian 43 mdpl
6 Tahun (Titik 1)
0-25
warna Coklat Kekuningan (10 YR 5/4); tekstur lempung berpasir; konsistensi lepas; pH 6; vegetasi sekitar Akasia (Acacia mangium); perakaran halus = sedang; ketinggian 38 mdpl
25-50
warna Coklat Kekuningan (10 YR 5/8); tekstur lempung berpasir; konsistensi lepas; pH 6; vegetasi sekitar Akasia (Acacia mangium); perakaran halus = sedang; ketinggian 38 mdpl
6 Tahun (Titik 2)
0-20 warna Abu-abu terang (10 YR 7/1); tekstur pasir berlempung; konsistensi lepas; pH 6; vegetasi Akasia; ketinggian 36 mdpl
20-40 warna Abu-abu terang (10 YR 7/1); tekstur pasir berlempung; konsistensi lepas; pH 6; vegetasi Akasia; ketinggian 36 mdpl
15 Tahun ( Titik 1)
0-27
warna Abu-abu Terang Kecoklatan (10 YR 6/2); tekstur pasir; konsistensi lepas; pH 5; vegetasi Akasia (Acacia mangium); perakaran halus = sedang; ketinggian 8 mdpl
27-50
warna Abu-abu terang (10 YR 7/2); tekstur pasir; konsistensi lepas; pH 5; vegetasi Akasia (Acacia mangium); perakaran halus = sedang; ketinggian 8 mdpl
15 Tahun (Titik 2)
0-25 warna Coklat Sangat Pucat (10 YR 8/2); tekstur pasir; konsistensi lepas; pH 6; vegetasi tidak ada; ketinggian 6 mdpl
23
0-20 warna Abu-abu Merah-muda (5 YR 7/2); tekstur pasir; konsistensi lepas; pH 6; vegetasi tidak ada; ketinggian 28 mdpl
20-50 warna Merah Kekuningan (5 YR 5/6); tekstur pasir berlempung; konsistensi lepas; pH 6; vegetasi tidak ada; ketinggian 28 mdpl
19 Tahun (Titik 2)
0-20 warna Merah Kekuningan (5 YR 5/8); tekstur klei; konsistensi gembur; pH 6; vegetasi rumput; ketinggian 25 mdpl
20-40 warna Merah Kekuningan (5 YR 5/8); tekstur klei; konsistensi gembur; pH 6; vegetasi rumput; ketinggian 25 mdpl
Hutan (Titik 1)
0-10
warna Coklat Sangat Gelap Keabu-abuan (10 YR 3/2); tekstur klei; konsistensi gembur; pH 6; vegetasi campuran (hutan); perakaran halus = banyak, sedang = sedang, kasar = sedikit; ketinggian 58 mdpl
10-20
warna Coklat Kekuningan (10 YR 5/4); tekstur klei; konsistensi gembur; pH 6; vegetasi campuran (hutan); perakaran halus = sedang, sedang = sedikit; ketinggian 58 mdpl
20-40 warna Coklat Kekuningan (10 YR 5/6); tekstur klei; konsistensi teguh; pH 6; vegetasi campuran (hutan); ketinggian 58 mdpl
>40 warna Coklat Kekuningan (10 YR 5/4); tekstur klei; konsistensi sangat teguh; pH 6; vegetasi campuran (hutan); ketinggian 58 mdpl
Hutan (Titik 2)
0-25
warna Brown (10 YR 4/3); tekstur klei berKlei; konsistensi gembur; pH 6; vegetasi campuran (hutan); perakaran halus = sedang, sedang = sedikit; ketinggian 23 mdpl
25-45 warna Coklat Kekuningan (10 YR 5/6); tekstur klei; konsistensi teguh; pH 6; vegetasi campuran (hutan); ketinggian 23 mdpl
24
Lampiran 3 Sifat kimia bahan tailing dan tanah pucuk lahan bekas tambang
timah di berbagai umur reklamasi serta tanah hutan di Pulau Bangka
Umur Reklamasi Kedalaman
(cm) pH P (ppm)
C-Org (%)
N-Total (%)
C/N Ratio
0 Tahun 0-25 4.47 0.81 0.63 0.02 27.54
25-50 4.86 6.04 0.46 0.01 63.48
1 Tahun 0-25 4.24 3.98 1.51 0.11 13.96
25-50 4.85 5.12 1.34 0.05 28.62
6 Tahun (Titik 1) 0-25 4.49 2.56 1.12 0.02 46.06
25-50 4.46 5.10 1.09 0.05 23.86
6 Tahun (Titik 2) 0-20 4.88 0.89 0.56 0.04 14.87
20-40 4.61 1.51 0.49 0.03 18.59
15 Tahun (Titik 1) 0-27 3.46 2.39 0.88 0.01 69.52
27-50 3.70 2.32 0.70 0.01 54.96
15 Tahun (Titik 2) 0-25 4.74 1.88 0.42 0.01 70.13
25-50 4.07 1.92 0.32 0.01 52.77
19 Tahun (Titik 1) 0-20 5.30 0.65 0.35 0.02 22.00
20-50 5.19 0.61 0.28 0.04 7.62
19 Tahun (Titik 2) 0-20 4.79 1.13 0.28 0.02 13.09
20-40 4.89 1.13 0.56 0.02 26.15
Hutan (Titik 1) 0-25 4.35 4.58 2.25 0.14 16.37
25-50 4.80 8.64 1.34 0.05 24.74
Hutan (Titik 2) 0-25 4.08 8.91 2.00 0.14 14.33
25 Lampiran 4 Basa-basa dan KTK bahan tailing dan tanah pucuk lahan bekas
tambang timah di berbagai umur reklamasi serta tanah hutan di Pulau Bangka
Umur Reklamasi Kdlm
(cm)
K-dd (me/100g)
Na –dd (me/100g)
Ca-dd (me/100g)
Mg-dd (me/100g)
KTK (me/100g)
0 Tahun 0-25 0.05 0.28 0.02 0.16 4.19
25-50 0.03 0.12 0.02 0.12 4.62
1 Tahun (Titik 1) 0-25 0.21 0.21 0.04 0.27 4.54
25-50 0.14 0.18 0.03 0.18 1.78
6 Tahun (Titik 1) 0-25 0.07 0.14 0.18 0.15 1.95
25-50 0.13 0.19 0.02 0.12 6.73
6 Tahun (Titik 2) 0-20 0.05 0.36 0.02 0.08 1.23
20-40 0.14 0.16 0.58 0.22 2.59
15 Tahun (Titik 1) 0-27 0.05 0.13 0.38 0.16 2.14
27-50 0.04 0.09 0.33 0.14 1.02
15 Tahun (Titik 2) 0-25 0.01 0.03 0.02 0.08 2.56
25-50 0.01 0.06 0.02 0.09 2.13
19 Tahun (Titik 1) 0-20 0.01 0.05 0.02 0.09 0.22
20-50 0.03 0.06 0.02 0.10 1.86
19 Tahun (Titik 2) 0-20 0.04 0.07 0.16 0.13 0.51
20-40 0.07 0.13 0.03 0.14 4.07
Hutan (Titik 1) 0-25 0.26 0.43 0.04 0.33 6.12
25-50 0.10 0.34 0.20 0.22 7.20
Hutan (Titik 2) 0-25 0.14 0.52 0.04 0.19 5.94
26
Lampiran 5 Kriteria Penilaian Sifat Kimia Tanah berdasarkan Balai Penelitian Tanah (2009)
Parameter Tanah sangat Nilai
rendah rendah sedang tinggi sangat tinggi
C-total (%) <1 1-2 2-3 3-5 >5
N-total (%) <0.1 0.1-0.2 0.21-0.5 0.51-0.75 >0.75 Nisbah CN <5 5-10 11-15 16-25 >25 KTK (cmol/kg) <5 5-16 17-24 25-40 >40 Ca-dd (cmol/kg) <2 2-5 6-10 11-20 >20 Mg-dd (cmol/kg) <0.4 0.4-1 1.1-2.0 2.1-8.0 >8.0 Na-dd (cmol/kg) <0.1 0.1-0.3 0.4-0.7 0.8-1.0 >1.0 KB (%) <20 20-40 41-60 61-80 >80
sangat
masam masam masam agak netral alkalin agak pH (H2O) <4.5 4.5-5.5 5.5-6.5 6.5-7.5 7.6-8.5
Lampiran 6 Klasifikasi permeabilitas menurut Unland dan O'neil (1951) Permeabilitas (cm/jam) Kelas
< 0.125 sangat lambat
0.125 - 0.50 lambat
0.50 - 2.00 agak lambat
2.00 - 6.25 sedang
6.25 - 12.5 agak cepat
12.5 - 25 cepat
27 Lampiran 7 Foto kegiatan pertambangan kembali yang dilakukan oleh
masyarakat
28
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 11 Desember 1990 di Cirebon. Penulis adalah anak laki-laki dari seorang ibu bernama Tonati (alm) dan merupakan anak ke-2 dari dua bersaudara kandung.
Pendidikan dasar penulis ditempuh di SD Negeri 2 Mayung kemudian pindah saat kelas 4 ke SD Negeri 2 Buyut dan lulus tahun 2003. Kemudian pada 2006 penulis lulus dari SMPN 2 Gunung Jati. Pada tahun 2009 penulis menyelesaikan pendidikan SMA di SMA Negeri 2 Cirebon. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor sebagai mahasiswa pada tahun 2009 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dengan Mayor Manajemen Sumberdaya Lahan, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian