• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Konsentrasi Inokulum pada Fermentasi Kopi Menggunakan Bakteri Proteolitik, Selulolitik, dan Xilanolitik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Konsentrasi Inokulum pada Fermentasi Kopi Menggunakan Bakteri Proteolitik, Selulolitik, dan Xilanolitik"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH KONSENTRASI INOKULUM PADA FERMENTASI

KOPI MENGGUNAKAN BAKTERI PROTEOLITIK,

SELULOLITIK, DAN XILANOLITIK

NUR FAIZAH

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Pengaruh Konsentrasi Inokulum pada Fermentasi Kopi Menggunakan Bakteri Proteolitik, Selulolitik, dan Xilanolitik” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

NUR FAIZAH. Pengaruh Konsentrasi Inokulum pada Fermentasi Kopi Menggunakan Bakteri Proteolitik, Selulolitik, dan Xilanolitik. Dibimbing oleh ERLIZA NOOR dan ANJA MERYANDINI.

Pembuatan kopi yang menyerupai kopi luwak telah dilakukan dengan fermentasi menggunakan bakteri yang diisolasi dari feses luwak. Penelitian ini bertujuan untuk memproduksi kopi dengan fermentasi padat menggunakan tiga isolat bakteri (proteolitik, selulolitik, dan xilanolitik) pada berbagai konsentrasi inokulum dan lama waktu fermentasi. Penelitian ini juga untuk mengetahui kualitas kopi (kafein, asam organik, dan analisis sensori). Berdasarkan pengujian aktivitas enzim, total gula, dan gula pereduksi, perlakuan fermentasi terbaik dengan penambahan konsentrasi inokulum 15% yang difermentasi selama 3 hari. Penurunan kadar kafein diperoleh sebesar 28%. Asam laktat yang diperoleh lebih tinggi dibandingkan pada bahan baku kopi arabika. Konsentrasi asam butirat dan oksalat menurun dibandingkan dengan kontrol. Kandungan kimia (kafein dan asam organik) belum menunjukan korelasi terhadap kualitas citarasa kopi.

Kata kunci: fermentasi, konsentrasi inokulum, kopi, proteolitik, selulolitik, xilanolitik

ABSTRACT

NUR FAIZAH. The Influence of Inoculum Concentration on Coffee Fermentation Using Proteolytic, Cellulolytic, and Xylanolytic Bacteria. Supervised by ERLIZA NOOR and ANJA MERYANDINI.

The fermentation for making artificial civet coffee was done by fermentation using bacteria which was isolated from civet feces. The purpose of this research was to produce coffee by solid fermentation using three bacteria isolates (proteolytic, cellulolytic, xylanolytic) in various inoculums concentration and time. This research also aim to determined the concentration of caffeine, organic acids, and sensory analysis. Based on the value of enzyme activity, total sugar, and reducing sugar, the best fermentation presented by the addition of 15% of inoculums concentration for 3 days. The reduction of caffeine content was 28%. However, the lactic acid content was higher than the raw arabica coffee. The butyric and oxalate acid concentration were lower if compared to the control. There was no correlation determined from caffeine and organic acids concentration by sensory analysis.

Keywords: cellulolytic, fermentation, inoculums consentration, proteolytic, xylanolytic

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian

pada

Departemen Teknologi Industri Pertanian

PENGARUH KONSENTRASI INOKULUM PADA FERMENTASI

KOPI MENGGUNAKAN BAKTERI PROTEOLITIK,

SELULOLITIK, DAN XILANOLITIK

NUR FAIZAH

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Pengaruh Konsentrasi Inokulum pada Fermentasi Kopi Menggunakan Bakteri Proteolitik, Selulolitik, dan Xilanolitik Nama : Nur Faizah

NIM : F34090109

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Erliza Noor Pembimbing I

Prof Dr Anja Meryandini MS Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Nastiti Siswi Indrasti Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga penyusunan skripsi berjudul “Pengaruh Konsentrasi Inokulum pada Fermentasi Kopi Menggunakan Bakteri Proteolitik, Selulolitik, dan Xilanolitik” berhasil diselesaikan. Tema yang diangkat dalam penelitian yang dilaksanakan dari Bulan Maret sampai Desember 2013 ini adalah proses hilir.

Penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan istimewa kepada: 1. Ibu Prof Dr Ir Erliza Noor dan Ibu Prof Dr Anja Meryandini, MS selaku

Pembimbing Akademik atas perhatian dan bimbingannya selama penelitian dan penyelesaian skripsi

2. Ibu Dr Ir Lisbetini Hartoto, MS selaku dosen penguji yang banyak memberikan masukan dan bimbingan untuk penyempurnaan skripsi

3. Ayahanda tercinta H M Isma’il (Alm), Ummiy Hj Kholilah, Kakak I’anatun

Nisa’, adik-adik Ibadur Rahman, Wildan Wafiqi, dan Andinil Qoyyimah beserta keluarga besar Abdul Ghani atas doa, dukungan, dan kasih sayang yang mendalam

4. Kementrian Agama RI yang telah memberikan beasiswa penuh kepada penulis

5. Bu Dewi, Pak Edi, Bu Ega, Bu Diah, Bu Sri, dan seluruh Laboran Departemen TIN yang banyak membantu penulis selama penelitian

6. Sahabat seperjuangan selama penelitian (Lisa, Fatia, dan Aini), Mas Rozaq, dan Mbak Fitri yang selalu memberikan bantuan, teguran, dan semangat selama penyelesaian skripsi

7. Keluarga besar CSS MoRA, CSS MoRA IPB 46, TIN 46, Al-Ihya Dramaga atas keceriaan dan kenangan indah tak terlupakan

8. Seluruh sanak dan kerabat yang tidak bisa disebutkan satu-persatu Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL x

DAFTAR GAMBAR x

DAFTAR LAMPIRAN xi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Ruang Lingkup Penelitian 2

METODE 2

Waktu dan Tempat Penelitian 2

Bahan dan Alat 2

Tahapan Penelitian 3

Tahap Pendahuluan 3

Penelitian Utama 3

HASIL DAN PEMBAHASAN 4

Karakterisasi Bahan 4

Karakterisasi Isolat 5

Analisis Filtrat Hasil Fermentasi 8

Aktivitas Enzim 8

Kadar Protein dan Aktivitas Spesifik Enzim 10

Gula Total dan Gula Pereduksi 12

Derajat Polimerisasi 13

Susut Bobot 14

Analisis Kimia Biji Kopi Hasil Fermentasi 15

Kafein 15

Asam Organik 16

Uji Citarasa Kopi Hasil Fermentasi 18

SIMPULAN DAN SARAN 21

Simpulan 21

Saran 21

(10)

LAMPIRAN 24

RIWAYAT HIDUP 32

DAFTAR TABEL

1 Komposisi kimia buah kopi (kulit buah dan biji) berdasarkan

basis basah 5

2 Kadar protein dan aktivitas spesifik isolat FLS1 6 3 Kadar protein dan aktivitas spesifik isolat FLX3 8

4 Susut bobot kulit kopi selama fermentasi 14

5 Kadar kafein biji kopi dan persen penurunannya selama fermentasi 15 6 Kandungan asam-asam organik biji kopi hasil fermentasi 16

7 Komposisi media xilan 24

8 Komposisi media skim milk 24

9 Komposisi media CMC (Carboxy Methyl Cellulose) 24 10 Komposisi pereaksi DNS (Dinitrosalicylic Acid) 24

11 Komposisi pereaksi Bradford 24

12 Prosedur pengukuran aktivitas enzim protease 25

13 Karakteristik uji citarasa kopi 29

14 Skor citarasa biji dan seduhan kopi hasil fermentasi 31

DAFTAR GAMBAR

1 Kurva tumbuh bakteri selulolitik pada media CMC yang

diinkubasi pada suhu 30oC 6

2 Aktivitas enzim selulase pada media CMC yang diinkubasi

pada suhu 30oC 6

3 Kurva tumbuh bakteri xilanolitik pada media xilan yang

diinkubasi pada suhu 30oC 7

4 Aktivitas enzim xilanase pada media xilan yang diinkubasi

pada suhu 30oC 7

5 Aktivitas enzim selulase dan xilanase pada filtrat hasil fermentasi dengan konsentrasi inokulum 5% ( ), 10% ( ), dan 15% ( ) 9 6 Aktivitas enzim protease pada filtrat hasil fermentasi

dengan konsentrasi inokulum 5% ( ), 10% ( ), dan 15% ( ) 10 7 Kadar protein selama fermentasi dengan konsentrasi inokulum 5%

( ), 10% ( ), dan 15% ( ) 11

8 Aktivitas spesifik selulase dan xilanase pada filtrat hasil fermentasi

dengan konsentrasi inokulum 5% ( ), 10% ( ), dan 15% ( ) 11 9 Aktivitas spesifik protease pada filtrat hasil fermentasi dengan

konsentrasi inokulum 5% ( ), 10% ( ), dan 15% ( ) 12 10 Kadar gula total selama fermentasi dengan konsentrasi inokulum 5%

( ), 10% ( ), dan 15% ( ) 12

(11)

12 Nilai derajat polimerisasi selama fermentasi dengan konsentrasi

inokulum 5% ( ), 10%A ( ), 10%B ( ), dan 15% ( X ) 14

13 Degradasi senyawa kafein menjadi uric acid 15

14 Kurva standar BSA 26

15 Kurva standar gula total xilosa: glukosa (1:1) 27 16 Kurva standar gula pereduksi xilosa:glukosa(1:1) 28

DAFTAR

LAMPIRAN

1 Komposisi media dan pereaksi yang digunakan 22

2 Prosedur pengukuran dan penentuan kurva standar 23 3 Definisi karakteristik pada pengujian citarasa kopi 27

(12)
(13)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pemerintah telah menetapkan lima komoditas utama yang menjadi prioritas pengembangan dalam beberapa tahun kedepan. Salah satu di antara komoditas pertanian tersebut adalah kopi. Kopi merupakan komoditi ekspor unggulan Indonesia. Pada tahun 2012 Indonesia menempati urutan ke-3 pengekspor kopi terbesar dunia setelah Brazil dan Vietnam (FAO 2012). Salah satu jenis kopi khas Indonesia yang banyak diminati konsumen di dunia adalah kopi luwak. Harganya yang mahal tidak lantas menurunkan minat konsumen. Permintaan kopi luwak terus membanjiri Indonesia termasuk dari negara-negara Eropa, Asia, dan Amerika.

Kebutuhan kopi luwak 100% masih tergantung pada alam. Selain itu, masalah dalam penggunaaan luwak adalah populasinya di alam bebas sudah sangat menurun. CITES (2009) menyebutkan bahwa Paradoxorus hermaphroditus (luwak) tergolong dalam appendix III, artinya statusnya dilindungi di daerah asalnya dan kawasan tempat ia hidup. Binatang pada status appendix III jika diperdagangkan harus berasal dari tangkaran, sehingga tidak boleh lagi menggunakan tangkapan liar. Hal ini menjadi kendala untuk produksi skala besar. Kendala lain dalam produksi kopi luwak adalah asal kopi yang merupakan kotoran luwak. Meskipun kopi luwak dikatakan memiliki citarasa yang sangat tinggi, banyak orang juga meragukan kehigienisan kopi ini. Untuk mengatasi kendala kuantitas produksi dan persepsi sebagian konsumen tersebut, maka perlu dilakukan suatu alternatif guna meningkatkan produktivitas kopi luwak serta mampu menjawab keinginan konsumen.

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mendorong manusia untuk dapat menciptakan inovasi kreatif. Penggunaan teknologi hakikatnya dapat membawa kita dari tradisional menjadi modern, susah menjadi mudah, serta lambat menjadi cepat dengan tidak merugikan lingkungan sehingga dihasilkan suatu keberlangsungan. Teknologi fermentasi yang memproses kopi dengan lebih higienis, aman, murah, dan dengan kualitasnya tidak kalah dengan kopi luwak alami tentu sangat diperlukan. Kopi luwak diproses melalui fermentasi alami dalam sistem pencernaan hewan luwak. Proses ini enzim-enzim dikeluarkan untuk mendegradasi kopi. Kulit kopi diantaranya tersusun atas polisakarida dan protein. Hasil penelitian terdahulu yang dilakukan Dewi pada tahun 2012, dijelaskan bahwa pada kotoran luwak ada tiga kelompok besar bakteri yang berhasil diseleksi pada jenis-jenis media berbeda yaitu bakteri selulolitik, xilanolitik, dan proteolitik.

(14)

2

2013, dan Susilo 2013). Kandungan kafein kopi hasil fermentasi nilainya lebih rendah. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk memperoleh konsentrasi inokulum dari 3 kombinasi mikroba serta lama waktu terbaik untuk mendapatkan kopi hasil fermentasi yang optimal.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mendapatkan konsentrasi inokulum kombinasi proteolitik, selulolitik, dan xilanotik serta lama waktu fermentasi yang memberikan hasil optimum. 2. Mendapatkan hasil fermentasi kopi terbaik dengan melakukan analisis

kandungan kimia (kafein dan asam-asam organik) dan pengujian citarasa.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dari penelitian ini meliputi: 1. Analisis proksimat bahan baku

2. Karakterisasi isolat yang telah diisolasi dari penelitian sebelumnya

3. Fermentasi kopi menggunakan kombinasi 3 mikroba (proteolitik, selulolitik, dan xilanotik) pada suhu 30oC

4. Mengetahui pengaruh perlakuan konsentrasi inokulum 5%, 10%, dan 15% (v/b) dengan lama fermentasi 1, 2, 3 dan 4 hari

5. Pengujian filtrat hasil fermentasi (aktivitas enzim, gula total, gula pereduksi, dan derajat polimerisasi) dan susut bobot

6. Analisis kimia biji kopi berupa kadar kafein dan asam-asam organik menggunakan HPLC (High Performance Liquid Chromatography)

7. Pengujian mutu organoleptik biji dan seduhan kopi oleh panelis ahli

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan selama 10 bulan yaitu pada bulan Maret sampai Desember 2013. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Departemen Teknologi Industri Pertanian dan Laboratorium Sea Fast Fateta - Institut Pertanian Bogor.

Metode

Bahan dan Alat

(15)

3 (FLS1), dan Bacillus aerophilus (FLP1). Sumber isolat berasal dari perkebunan kopi Cukul RT 03/07 Desa Pengalengan, Bandung. Bahan yang digunakan terdiri atas media untuk petumbuhan dan bahan kimia untuk analisis. Media untuk pertumbuhan terdiri atas media Carboxy Methyl Cellulose (CMC) untuk bakteri selulolitik, media xilan untuk bakteri xilanolitik, dan media skim untuk bakteri proteolitik. Bahan-bahan kimia untuk analisis terdiri atas larutan Bradford, DNS, fenol 5%, asam sulfat, dan bahan kimia lainnya.

Alat-alat utama yang digunakan adalah timbangan analitik, autoklaf,

shaker, cleanbench, oven, gelas ukur, bunsen, cawan petri, tabung reaksi,

Erlenmeyer, sentrifuge, spektrofotometer dan alat-alat gelas lainnya. Tahapan Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan dengan 2 tahapan, yaitu tahap pendahuluan dan penelitian utama.

Tahap Pendahuluan : a. Analisis proksimat kopi

Analisis proksimat kopi terdiri atas pengujian kadar air, kadar abu, kadar serat kasar, kadar protein, kadar lemak.

b. Karakterisasi isolat

Karakterisasi isolat meliputi peremajaan dan pertumbuhan bakteri, pengujian aktivitas enzim, dan aktivitas spesifik. Pengukuran ini dilakukan pada 5 titik waktu didasarkan dengan hasil penelitian Dewi (2012). Isolat bakteri yang digunakan untuk inokulum yaitu FLS1 untuk selulolitik dan FLX3 untuk xilanolitik. Isolat bakteri yang terdapat pada agar miring ditumbuhkan dengan goresan penuh pada cawan petri dengan media yang sesuai, isolat proteolitik pada media susu skim 1%, isolat selulolitik pada media CMC 1% dan isolat xilanolitik pada media xilan 0.5% yang kemudian diinkubasi selama 48 jam pada suhu 30oC. Isolat yang terbentuk ditumbuhkan pada media cair (Lampiran 1), dengan pengadukan shaker 100 rpm. Untuk menentukan kurva pertumbuhan melalui pengukuran kekeruhan (Optical Density) menggunakan spektrofotometer pada

panjang gelombang ( ) 620 nm.

Pengukuran aktivitas enzim selulase dan xilanase dilakukan sesuai dengan metode pada Lampiran 2. Pengukuran aktivitas enzim protease didasarkan pada penelitian sebelumnya oleh Susilo (2013). Aktivitas spesifik merupakan nilai aktivitas unit enzim dibagi dengan kadar proteinnya. Kadar protein ditentukan dengan metode Bradford (1976) pada Lampiran 2.

Penelitian Utama : a. Persiapan substrat

Buah kopi segar terlebih dahulu dipisahkan antara kulit (bagian luar dan pulp) dan biji kopi. Kulit kopi dikeringkan dengan menggunakan panas matahari selama 1-2 hari sampai kadar airnya kurang dari 13% agar tidak ditumbuhi mikroorganisme. Kulit kopi kemudian digiling sampai berukuran kurang lebih 40-65 mesh. Biji kopi (termasuk kulit tanduk) disimpan di freezer untuk mempertahankan umur simpannya.

(16)

4

Fermentasi dilakukan dengan kelembaban tinggi (fermentasi padat). Mula-mula buah kopi (kulit dan biji kopi) dilembabkan dengan menggunakan akuades sehingga kadar airnya mencapai 60%. Substrat lembab ditempatkan pada botol fermentasi dan disterilisasi pada suhu 121oC selama 15 menit. Penelitian ini menggunakan 500 gram biji kopi segar dengan penambahan 250 gram kulit buah kopi yang sudah dilembabkan (perbandingan biji dan kulit kopi adalah 2:1). Substrat steril yang telah dingin diaduk agar partikelnya merata dan kemudian diinokulasi secara aseptik dengan kombinasi inokulum sebanyak 5%, 10%, dan 15% (v/b) yang telah mencapai fase eksponensialnya setelah ditumbuhkan pada media cair. Dilakukan pengadukan sampai merata dan diinkubasi pada suhu 30oC selama 1, 2, 3, dan 4 hari tanpa pengadukan. Setiap 24 jam dilakukan pengujian hasil fermentasi.

c. Analisis hasil fermentasi

Setelah diinkubasi sampai waktu yang sesuai dengan perlakuan waktu yang diterapkan, kulit dan biji kopi dilarutkan dengan akuades kemudian diaduk sampai merata. Setelah diaduk, kulit dan biji kopi kemudian disaring menggunakan kertas saring sehingga terpisah antara cairan dengan kulit dan biji kopi. Cairan (filtrat) hasil fermentasi dilakukan beberapa analisis, yaitu aktivitas enzim, perubahan komposisi karbohidrat yaitu gula total, gula pereduksi, dan derajat polimerisasi (DP). Sisa fermentasi (kulit kopi) dilakukan pengujian susut bobot. Prosedur pengujian dijelaskan dalam Lampiran 2. Pada biji kopi dianalisis kadar kafein dan asam-asam organik menggunakan High Performance Liquid Chromatography (HPLC).

d. Pengujian citarasa

Pengujian ini dilakukan di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao, Jember, Jawa Timur oleh 2 panelis ahli. Sampel yang digunakan merupakan hasil pemilihan konsentrasi terbaik dari kombinasi mikroba proteolitik, selulolitik, dan xilanolitik, serta hasil penelitian terdahulu menggunakan bakteri tunggal dan kombinasi 2 mikroba. Metode yang dilakukan dalam cup test mula-mula dilakukan roasting kopi dengan penyangraian medium dengan menggunakan mesin roaster selama 8-12 menit yang mampu menurunkan kadar air hingga 5-8%. Penyangraian medium dipilih agar diperoleh hasil seduhan kopi yang baik tanpa menghilangkan karakter kopi. Setelah penyangraian, dilakukan penggilingan biji kopi menggunakan mesin grinder 20 mesh, lalu disajikan di tiap mangkuk gelas sebanyak 8.25 gram dengan penambahan air 150 ml dengan suhu 93oC. Panelis ahli melakukan penilaian terhadap karakter biji dan seduhan kopi sesuai dengan Lampiran 3.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakterisasi Bahan

(17)

5 memiliki kadar air cukup tinggi, sehingga untuk mempertahankan umur simpan, kulit kopi dikeringkan terlebih dahulu agar tidak mudah ditumbuhi mikroba.

Tabel 1. Komposisi kimia buah kopi (kulit buah dan biji) berdasarkan basis basah

No. Komponen Kulit kopi (%) Biji kopi (%)

1. Kadar Air 85.93 64.13

2. Kadar Abu 1.22 1.54

3. Kadar Lemak 0.14 1.63

4. Kadar Protein 1.31 3.55

5. Serat Kasar 1.43 8.65

6. Karbohidrat by difference 11.4 29.15

Buah kopi yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari perkebunan Sukabumi dan berbeda dengan penelitian sebelumnya menggunakan bahan baku buah kopi dari perkebunan Pangalengan Bandung. Kadar protein yang diperoleh mencapai 1.31% (b/b) setara dengan 9.31% (b/k) pada kulit kopi, sementara pada biji kopi mencapai 3.55% (b/b) yang setara dengan 9.90% (b/k). Kandungan protein menjadi sumber nitrogen bagi mikroorganisme. Kandungan serat kasar dari kulit buah kopi yang dianalisis dalam basis basah memiliki nilai yang lebih rendah (1.43%) daripada penelitian sebelumnya oleh Zahiroh (2013) yang memiliki kandungan serat kasar 2.38%. Kandungan serat terdiri atas selulosa, hemiselulosa, dan lignin yang akan digunakan sebagai substrat dalam fermentasi. Hasil pengukuran kadar serat kasar kulit buah kopi dalam penelitian ini diperoleh 1.43% (b/b) yang setara dengan 10.16% dalam basis kering. Biji kopi memiliki kandungan serat kasar sebesar 8.65% (b/b) yang setara dengan 24.12% (b/k). Menurut Latief dkk (2000), kulit kopi memiliki kadar protein kasar 11.2% dan serat kasar 21% berdasarkan basis kering. Nilai ini menunjukan hasil pengukuran kadar protein dan kadar serat kasar dalam penelitian ini memiliki nilai yang lebih rendah. Hal ini karena perbedaan karakteristik, varietas, dan tempat tumbuh kopi.

Karakterisasi Isolat

Hasil identifikasi ketiga bakteri yang telah dilakukan oleh Dewi (2012) diketahui bahwa FLX3 adalah Stenotrophomonas sp MH34, FLS1 adalah Proteus penneri, FLP1 adalah Bacillus aerophilus. Karakterisasi isolat dilakukan dengan penentuan kurva tumbuh, aktivitas enzim, kadar protein, dan aktivitas spesifik. Pada grafik kurva pertumbuhan (Gambar 1) terlihat bahwa pada jam ke-0 mikroba selulolitik sudah memasuki fase eksponensial, sementara pada jam ke 60 sudah memasuki fase stasioner. Kurva tumbuh merupakan grafik yang menunjukkan tingkat pertumbuhan mikroorganisme per satuan waktu. Tingkat pertumbuhan terukur berdasarkan tingkat kekeruhan yang mampu menyerap cahaya (absorbansi). Beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroba adalah tersedianya nutrien, air, suhu, pH, oksigen, potensial oksidasi reduksi, adanya zat-zat penghambat, dan adanya mikroorganisme lain (Waluyo 2004).

(18)

6

Gambar 1. Kurva tumbuh bakteri selulolitik pada media CMC yang diinkubasi pada suhu 30oC

enzim selulase merupakan metabolit primer sehingga pembentukan gula sederhana dapat terukur sebagai aktfitas enzim.

Hasil pengujian aktivitas enzim selulolitik menunjukkan bakteri FLS1 aktif menghasilkan selulase selama pertumbuhannya. Pada grafik (Gambar 2) dapat dilihat bakteri FLS1 memiliki aktivitas selulolitik secara kuantitatif yang tertinggi sebesar 0.0045 unit/ml dengan waktu inkubasi 40 jam. Aktivitas enzim meningkat seiring dengan pertumbuhan bakteri dan akan menurun ketika sudah memasuki fase kematian (stasioner).

Gambar 2. Aktivitas enzim selulase pada media CMC yang diinkubasi pada suhu 30oC

(19)

7 Peningkatan nilai aktivitas spesifik sesuai dengan peningkatan aktivitas enzim. Nilai aktivitas spesifik diperoleh dari pembagian antara aktivitas enzim dengan kadar protein. Nilai aktivitas spesifik tertinggi untuk bakteri FLS1 adalah 0.030 unit/mg (setara dengan 0.5033 nKat/mg) yang diperoleh pada waktu inkubasi 40 jam. Nilai ini lebih rendah dengan nilai aktivitas spesifik selulase yang telah dilakukan oleh Dewi (2012), bahwa aktivitas selulase tertinggi pada jam ke-36 dengan nilai 0.896 nKat/mg. Perbedaan pertumbuhan pada bakteri ini disebabkan oleh keanekaragaman fisiologis dan respon yang berbeda terhadap kondisi fisik dan lingkungannya (Pelezar dan Chan 2007).

Gambar 3. Kurva tumbuh bakteri xilanolitik pada media birchwood xilan yang diinkubasi pada suhu 30oC

Gambar 4. Aktivitas enzim xilanase pada media birchwood xilan yang diinkubasi pada suhu 30oC

Xilanase mendegradasi xilan yang merupakan komponen utama hemiselulosa. Kurva pertumbuhan bakteri xilanolitik menunjukkan bahwa fase eksponensial telah berlangsung mulai dari jam ke-0. Fase ini terus berlangsung hingga mencapai fase stasioner pada jam ke-63. Pada fase eksponensial inilah xilanolitik menghasilkan enzim xilanase yang mampu menghidrolisis xilan menjadi xilosa.

Berdasarkan pengukuran terhadap aktivitas enzim xilanase (Gambar 4), diperoleh bahwa aktivitas enzim mengalami peningkatan hingga jam ke-57 (0.148 unit/ml). Nilai aktivitas enzim xilanase kemudian mengalami penurunan hingga pengukuran jam ke-84. Penurunan ini dapat disebabkan oleh semakin sedikitnya

(20)

8

jumlah substrat yang mampu dihidrolisis oleh enzim. Aktivitas enzim meningkat seiring dengan pertumbuhan selnya. Hubungan antara aktivitas xilanase dan protein yang dihasilkan dinyatakan dengan aktivitas spesifik. Hasil pengukuran kadar protein tidak memiliki perubahan yang begitu tinggi. Aktivitas spesifik tertinggi (Tabel 3) diperoleh pada jam ke-63 dengan nilai 0.679 unit/mg. Aktivitas spesifik meningkat pada fase eksponensial dimana enzim xilanase diproduksi dalam jumlah besar dalam fase ini. Hal ini menunjukan bahwa enzim xilanase merupakan metabolit primer yang berasosiasi dengan pertumbuhan selnya.

Tabel 3. Kadar protein dan aktivitas spesifik isolat FLX3 Jam ke- Kadar protein

Pengukuran kurva tumbuh dan aktivitas protease didasarkan pada penelitian sebelumnya oleh Susilo (2013) yang menyatakan bahwa, bakteri proteolitik FLP1 memiliki fase log mulai dari jam ke-0 sampai jam ke-24. Aktivitas spesifik protease tertinggi diperoleh pada jam ke-24 dengan nilai 10.817 unit/mg. Pada jam setelahnya aktivitas enzim menurun karena dihasilkan produk berupa asam amino yang mampu menurunkan aktivitas enzim protease. Hal ini disebabkan oleh akumulasi produk hasil kerja enzim dapat menjadi inhibitor jika jumlahnya berlebihan.

Analisis Filtrat Hasil Fermentasi

Proses fermentasi yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan fermentasi padat. Setiawihardja (2004) mendeskripsikan fermentasi padat sebagai proses degradasi komponen media padat oleh mikroba yang cukup mengandung air untuk keperluan mikroorganisme. Kadar air media padat yang dibutuhkan untuk pertumbuhan mikroba berkisar antara 60%-80% (Aidoo et al. 2012). Hasil fermentasi terdiri atas filtrat cairan, kulit, dan biji kopi.

Penelitian sebelumnya telah dilakukan pemilihan mikroba terbaik untuk fermentasi kopi. Zahiroh (2013) telah melakukan tiga perlakuan, yaitu fermentasi menggunakan bakteri tunggal (proteolitik), kombinasi dua (selulolitik dan proteolitik), dan kombinasi tiga (proteolitik, selulolitik, dan xilanolitik). Perlakuan kombinasi 3 memberikan hasil yang paling optimal. Hasil fermentasi kombinasi tiga bakteri diperoleh nilai aktivitas enzim tertinggi yaitu pada suhu 30oC selama 3 hari. Nilai aktivitas enzim akan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kandungan total gula, gula pereduksi, dan susut bobot yang dihasilkan.

Aktivitas Enzim

(21)

9 ketersediaan substrat, jumlah inokulum, suhu, dan waktu. Bakteri selulolitik dan xilanolitik menghasilkan enzim selulase dan xilanase yang mampu mempercepat reaksi hidrolisis selulosa dan hemiselulosa. Proteolitik akan menghasilkan enzim protease yang mampu mengkatalisis reaksi hidrolisis ikatan peptida pada protein.

Gambar 5. Aktivitas enzim selulase dan xilanase pada filtrat hasil fermentasi dengan konsentrasi inokulum 5% ( ), 10% ( ), dan 15% ( ) Fermentasi kopi dilakukan selama 1,2,3, dan 4 hari pada berbagai konsentrasi inokulum (5%, 10%, dan 15%). Aktivitas tertinggi dicapai pada hari ke-3 fermentasi, kemudian menurun pada hari ke-4. Pada fase stasioner kecepatan pembelahan sel sama dengan kecepatan kematian sel dan lisis sel, sehingga pada fase ini aktivitas enzim selulase dan xilanase menurun. Aktivitas tertinggi pada hari ke-3 fermentasi dengan konsentrasi inokulum 5% diperoleh aktivitas selulase dan xilanase sebesar 0.026 unit/ml, pada konsentrasi 10% sebesar 0.054 unit/ml, kemudian meningkat pada konsentrasi 15% sebesar 0.129 unit/ml. Hasil penelitian menunjukan semakin tingginya konsentrasi inokulum memicu semakin meningkatnya aktivitas enzim. Proses fermentasi dapat meningkatkan ketersediaan zat-zat makanan seperti protein dan energi metabolis serta mampu memecah komponen kompleks menjadi komponen sederhana (Kompiang dkk. 1994). Oleh karena itu, peningkatan konsentrasi inokulum akan meningkatkan kecepatan fermentasi sehingga semakin banyak zat makanan yang dirombak yang akan meningkatkan kualitas hasil fermentasi. Nilai aktivitas enzim selulase dan xilanase pada substrat filtrat hasil fermentasi dihitung secara bersamaan karena tidak dapat dibedakan produk hasil degradasi xilan dan selulosa.

Pada konsentrasi inokulum 5% peningkatan aktivitas enzim tidak terlihat signifikan. Hal ini dikarenakan inokulum yang terlalu sedikit sehingga kinerja yang dihasilkan kurang optimal akibat fase lag yang lebih panjang. Terlalu banyaknya inokulum yang ditambahkan pada proses fermentasi juga akan memicu penurunan aktivitas enzim akibat terlalu banyaknya kompetisi terhadap substrat. Krisna et al.(2011), agar kualitas proses fermentasi dapat terjaga maka prosedur inokulasi yang digunakan dalam fermentasi harus konsisten. Dua hal yang harus dipertimbangkan dalam prosedur inokulasi adalah jumlah dan umur inokulum yang digunakan. Konsentrasi inokulum 15% masih dapat meningkatkan aktivitas enzim secara optimum dibandingkan konsentrasi 10%.

(22)

10

Gambar 6. Aktivitas enzim protease pada filtrat hasil fermentasi dengan konsentrasi inokulum 5% ( ), 10% ( ), dan 15% ( )

Berdasarkan hasil pengujian aktivitas enzim protease diperoleh bahwa aktivitas enzim tertinggi pada hari pertama fermentasi. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya oleh Zahiroh (2013), bahwa aktivitas protease tertinggi diperoleh pada jam ke-24 fermentasi. Bakteri proteolitik (FLP1) memiliki fase eksponensial pada jam ke 12-24 (Rohman 2013).

Pada fase eksponensial bakteri mampu menghasilkan enzim yang lebih banyak. Hasil pengujian menunjukan semakin rendah konsentrasi inokulum terjadi peningkatan aktivitas protease. Konsentrasi 5% aktivitas protease diperoleh sebesar 2,454 unit/ml, kemudian menurun pada konsentrasi 10% (1.433 unit/ml) dan 15% (0.655 unit/ml). Hal ini menunjukan bahwa protease memiliki aktivitas yang optimum pada konsentrasi inokulum 5%. Semakin rendah penambahan konsentrasi inokulum bakteri proteolitik maka nilai aktivitas enzim proteasenya semakin tinggi. Hasil ini menunjukan bahwa penambahan konsentrasi inokulum 5% sudah mampu mencukupi kebutuhan substrat yang paling optimal. Fermentasi selanjutnya (hari ke-2, 3, dan 4) terdapat penurunan aktivitas protease yang signifikan. Hal ini karena bakteri proteolitik memasuki fase kematian sehingga terjadi penurunan aktivitas enzim.

Nilai aktivitas enzim protease, selulase, dan xilanase pada filtrat hasil fermentasi lebih tinggi daripada media tumbuh CMC, xilan, dan skim milk menunjukan bakwa bakteri selulolitik, xilanolitik, dan proteolitik mampu mendegradasi substrat yang lebih kompleks. Dewi (2012) menjelaskan bahwa, perbedaan waktu optimum yang diperoleh dari perlakuan substrat menunjukan adanya keberagaman diantara masing-masing isolat dalam memanfaatkan sumber karbon.

Kadar Protein dan Aktivitas Spesifik Enzim

Pengukuran kadar protein dilakukan untuk mengetahui kadar protein terlarut yang berasal dari campuran protein enzim dan sumber N organik. Perlakuan penambahan inokulum dengan konsentrasi 5% memiliki kisaran kadar protein sebesar 0.055-0.069 mg/ml. Inokulum 10% memiliki kisaran kadar protein 0.069-0.075 mg/ml, sementara pada konsentrasi 15% kisarannya sebesar 0.059-0.064 mg/ml. Pengukuran kadar protein yang telah dilakukan diperoleh hasil yang

(23)

11 fluktuatif. Kadar protein tersebut dipengaruhi oleh sekresi enzim ekstraseluler (xilanase, selulase, protease dan sebagainya) dan protein terlarut dari sel yang mati (Setyawati 2006).

Gambar 7. Kadar protein selama fermentasi dengan konsentrasi inokulum 5% ( ), 10% ( ), dan 15% ( )

Setelah diketahui kadar protein yang terkandung dalam filtrat hasil fermentasi, dapat diketahui pula aktivitas spesifik dari masing-masing enzim. Aktivitas spesifik enzim diukur untuk mengetahui seberapa besar kemampuan enzim dapat bekerja. Aktivitas spesifik dapat diperoleh dengan membagi aktivitas enzim (unit/ml) dengan kadar protein enzim (mg/ml). Nilai aktivitas spesifik enzim sejalan dengan aktivitas enzimnya. Aktivitas spesifik selulase (Gambar 8) tertinggi diperoleh pada konsentrasi inokulum 15% pada fermentasi hari ke-3 yaitu sebesar 2.186 unit/ml. Aktivitas spesifik protease (Gambar 9) diperoleh pada fermentasi hari ke-1 dengan konsentrasi inokulum 5% sebesar 44.618 unit/ml.

(24)

12

Gambar 9. Aktivitas spesifik protease pada filtrat hasil fermentasi dengan konsentrasi inokulum 5% ( ), 10% ( ), dan 15% ( )

Gula Total dan Gula Pereduksi

Gula total merupakan keseluruhan gula bebas yang dilepas dari hidrolisis xilan dan selulosa oleh enzim. Hasil yang diperoleh (Gambar 10) menunjukan, pada konsentrasi inokulum 5%, 10%, dan 15% memiliki nilai gula total tertinggi pada hari ke-3 fermentasi. Hal ini sesuai dengan peningkatan aktivitas enzim yang terus meningkat dari hari ke-1 hingga hari ke-3 kemudian menurun pada hari ke-4. Gula total tertinggi diperoleh pada konsentrasi inokulum 15% pada hari ke-3 yaitu sebesar 1391.42 mg/ml. Semakin banyaknya inokulum yang ditambahkan menyebabkan semakin tingginya total gula yang dihasilkan. Hal tersebut dapat terjadi karena dengan semakin banyaknya bakteri yang mampu mendegradasi kandungan polisakarida maupun turunannya.

Gambar 10. Kadar gula total selama fermentasi dengan konsentrasi inokulum 5% ( ), 10% ( ), dan 15% ( )

Surhaini (2010) menyatakan bahwa, peningkatan gula total dan gula pereduksi diakibatkan oleh hidrolisis polisakarida. Peningkatan yang terjadi pada gula total akibat hidrolisis pada umumnya terlihat tidak terlalu signifikan karena

(25)

13 gula total merupakan keseluruhan gula bebas yang dilepaskan dari hidrolisis xilan dan selulosa. Selain itu peningkatan gula total juga tidak terlalu dipengaruhi oleh waktu. Berbeda halnya dengan peningkatan gula pereduksi. Selama fermentasi, sel akan mengkonversi sumber karbon menjadi biomassa dan produk. Hal ini ditandai dengan berkurangnya kadar gula yang digunakan sebagai sumber karbon. Lamanya waktu hidrolisis sangat berpengaruh pada peningkatan gula pereduksi (Susilo 2013).

Berdasarkan pengujian gula pereduksi, diperoleh bahwa gula pereduksi tertinggi dicapai pada hari ke-3 dengan konsentrasi inokulum 15% yakni sebesar 93.57 mg/ml. Peningkatan gula pereduksi bergantung pada tingginya aktivitas enzim. Yang et al. (2005) menyatakan bahwa semakin tinggi aktivitas enzim maka gula pereduksinya akan semakin tinggi pula.

Gambar 11. Kadar gula pereduksi selama fermentasi dengan konsentrasi inokulum 5% ( ), 10% ( ), dan 15% ( )

Derajat Polimerisasi

Setelah diketahui kadar gula total dan gula pereduksi pada filtrat hasil fermentasi, dapat diketahui pula derajat polimerisasinya. Derajat polimerisasi (DP) merupakan perbandingan antara total gula dan gula pereduksi. DP dapat menunjukkan seberapa besar rantai polisakarida dapat dipecah menjadi monosakarida selama fermentasi berlangsung. Nilai DP berbanding terbalik dengan nilai gula pereduksi. Semakin tinggi nilai gula pereduksi akan menghasilkan nilai DP yang lebih rendah.

Nilai derajat polimerisasi yang diperoleh (Gambar 12), menunjukan semakin banyaknya konsentrasi inokulum yang ditambahkan akan menurunkan nilai derajat polimerisasi. Nilai DP cenderung menurun seiiring lamanya waktu fermentasi. Pada penambahan inokulum 5% dengan fermentasi selama 4 hari terjadi peningkatan nilai DP. Hal ini diduga karena sedikitnya mikroba yang mendegradasi sumber karbon sehingga semakin sedikitnya kandungan gula pereduksi pada fermentasi hari ke-4. Dibandingkan dengan hasil sebelumnya oleh Susilo pada tahun 2013 (grafik konsentrasi 10% B), memiliki nilai derajat polimerisasi yang jauh lebih tinggi dibandingkan hasil yang diperoleh. Hal ini diduga karena perbedaan bahan baku kopi yang digunakan dalam fermentasi. Perbedaan yang signifikan ini menunjukan bahwa fermentasi yang dilakukan dalam penelitian ini lebih optimal daripada penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, karena semakin rendahnya nilai derajat polimerisasi. DP yang

(26)

14

semakin rendah menunjukkan semakin banyak polisakarida yang terdepolimerisasi menjadi senyawa-senyawa dengan rantai yang lebih pendek.

Gambar 12. Nilai derajat polimerisasi selama fermentasi dengan konsentrasi inokulum 5% ( ), 10%A ( ), 10%B ( ), dan 15% ( X ) Susut Bobot

Selama fermentasi berlangsung, mikroba mendegradasi molekul kompleks menjadi monomer-monomer yang lebih sederhana. Degradasi tersebut menyebabkan susut bobot meningkat seiring dengan lama waktu fermentasi. Hasil penelitian menunjukan selama fermentasi berlangsung pada setiap perlakuan terjadi peningkatan persentase susut bobot. Hasil pengukuran (Tabel 4) menunjukan, penambahan konsentrasi inokulum 5% meningkatkan persentase susut bobot hingga 35.3 %, sementara pada konsentrasi 10% meningkat 36.7 % kemudian 39.2 % pada konsentrasi inokulum 15%. Hal ini menunjukan perlakuan penambahan konsentrasi berbanding lurus dengan peningkatan susut bobot. Dewi (2012) menjelaskan, semakin besar susut bobot, maka semakin besar juga hasil kerja enzim yang mampu mendegradasi senyawa kompleks menjadi senyawa yang lebih sederhana yang dapat memberikan tambahan kualitas pada biji kopi hasil fermentasi.

Tabel 4. Susut bobot kulit kopi selama fermentasi

Hari Ke- Inokulum 5% Inokulum 10% Inokulum 15%

1 33.1 % 33.2 % 34.3 %

2 34.5 % 32.5 % 34.7 %

3 34.8 % 36.3 % 37.7 %

4 35.3 % 36.7 % 39.2 %

0 5 10 15 20 25 30 35 40

0 1 2 3 4 5

D

er

aja

t polimer

isa

si

(27)

ke-15 Analisis Kimia Biji Kopi Hasil Fermentasi

Kafein

Terdapat dua komponen utama yang terdapat dalam biji, yaitu kafein yang merupakan zat perangsang syaraf, dan kaffeol yang merupakan zat pembentuk cita rasa dan aroma. Kafein menyumbang kurang dari 10% rasa bitterness (Panggabean 2011). Farida dkk (2013) telah melakukan penurunan kadar kafein melalui fermentasi selama 18 jam yang memanfaatkan kultur mikroba dari campuran kelompok Acethomycetes dan Saccharomyces. Hasil penelitian tersebut diperoleh kadar kafein kopi robusta menurun dari 60 mg/100ml menjadi 46.88 mg/100ml. Penurunan kadar kafein ini diakibatkan oleh degradasi mikroba yang mengubah kafein menjadi uric acid (Gokulakrishnan et al. 2005)

Gambar 13. Degradasi senyawa kafein menjadi uric acid (Hakil et al. 1998) Tabel 5. Kadar kafein biji kopi dan persen penurunannya selama fermentasi Kopi Arabika Kafein (mg/100g) Penurunan kafein (%)

Kontrol (tanpa fermentasi) 761.61 -

Fermentasi 1 hari 15% 695.61 9

Fermentasi 2 hari 15% 563.51 26

Fermentasi 3 hari 15% 544.90 28

Fermentasi 3 hari 5% 520.98 32

Fermentasi 3 hari 10% 590.66 22

Hasil pengukuran kadar kafein kopi arabika (kontrol tanpa fermentasi) diperoleh sebesar 761.61 mg/100gr. Nilai ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan penelitian sebelumnya oleh Susilo (2013) dengan perolehan kadar kafein 1885.78 mg/100gr. Penelitian yang dilakukan oleh Mahendradatta dkk (2012), menyebutkan kadar kafein kopi arabika diperoleh sebesar 1672 mg/100gr. Perbedaan kadar kafein biji kopi ini dapat disebabkan adanya perbedaan varietas dan tempat tumbuh kopi yang digunakan.

(28)

16

pertama hanya mampu menurunkan kadar kafein sebesar 9% kemudian meningkat pada hari ke-2 dengan penurunan sebesar 26%. Hal ini membuktikan bahwa semakin lama fermentasi akan menurunkan kadar kafein biji kopi semakin besar secara signifikan. Farida dkk (2013) menyatakan bahwa semakin lama waktu fermentasi (lebih dari 12 jam) maka semakin banyak kafein yang terdegradasi menjadi uric acid.

Asam Organik

Terbentuknya asam-asam alifatik selama proses fermentasi merupakan penyebab meningkatnya keasaman biji kopi. Semakin lama waktu fermentasi akan meningkatkan keasaman biji kopi (Sulistyowati dan Sumartono 2002). Asam organik memiliki pengaruh terhadap citarasa kopi yang dihasilkan. Asam-asam yang dianalisis dalam penelitian ini adalah asam laktat, butirat, dan oksalat. Hal ini karena dalam proses fermentasi terjadi perubahan senyawa kompleks khususnya selulosa dan hemiselulosa oleh inokulum selulolitik dan xilanolitik menjadi senyawa gula yang nantinya dapat mempengaruhi kandungan asam organik dalam biji kopi.

Tabel 6. Kandungan asam-asam organik biji kopi hasil fermentasi

Kopi arabika Asam organik (ppm)

Laktat Butirat Oksalat

Tanpa Fermentasi (Kontrol) 1567.24 66.16 6.02

FLP1+FLS1+FLX3 15% 1 hari 1851.67 49.94 5.59

FLP1+FLS1+FLX3 15% 2 hari 1699.27 58.43 6.43

FLP1+FLS1+FLX3 15% 3 hari 2655.70 48.61 3.74

FLP1+FLS1+FLX3 10 % 3 hari 1673.79 29.18 4.30

FLP1+FLS1+FLX3 5 % 3 hari 1453.22 39.16 6.42

(29)

17 juga mampu meningkatkan kadar asam laktat. Pembentukan asam laktat dipengaruhi oleh bakteri selulolitik yang mampu mengubah selulosa menjadi glukosa (Susilo 2013).

Hasil penelitian Rohman (2013) diperoleh kadar asam laktat pada kopi arabika sebelum fermentasi sebesar 0.0074%(7.4 ppm), nilai ini jauh lebih kecil dibandingkan hasil penelitian ini (1567.24 ppm). Perlakuan fermentasi menggunakan 3 kombinasi mikroba 10% diperoleh kadar asam laktat sebesar 1.33% (13300 ppm). Hasil yang diperoleh dari penelitian sebelumnya lebih tinggi dibandingkan penelitian ini dengan kombinasi 3 bakteri 10% kadar yang diperoleh 1673.79 ppm. Perbedaan karakteristik biji kopi yang digunakan dalam penelitian ini dengan sebelumnya merupakan faktor utama yang menyebabkan nilai asam laktat yang berbeda. Yusianto (1999) menyatakan, asam laktat yang diperoleh setelah penyangraian medium sebesar 0.11% (1100 ppm).

Hasil perlakuan fermentasi menunjukan penurunan kadar asam butirat. Asam butirat dapat dibentuk dari pemecahan glukosa dan protein (Pelezar dan Chan 2007). Oleh karena itu, mikroba yang berperan adalah proteolitik dan selulolitik. Penambahan konsentrasi inokulum dapat terlihat penurunan asam butirat yang lebih rendah. Fermentasi hari ke-2 dengan penambahan inokulum 15% memiliki perlakuan dengan kadar asam butirat tertinggi sebesar 58.43 ppm dibandingkan perlakuan lain. Hari ke-3 fermentasi menunjukan penurunan dari hari sebelumnya. Hal ini diduga asam butirat yang dihasilkan terdegradasi selama proses pencucian dan pengeringan yang kurang baik. Dimungkinkan juga adanya fermentasi spontan yang terjadi meningkatkan kadar asam butirat pada kontrol. Hasil yang diperoleh pada penelitian terdahulu biji kopi yang dihasilkan memiliki kadar asam butirat yang jauh lebih tinggi. Hal ini karena perbedaan bahan baku yang digunakan. Asam butirat yang diperoleh Rohman (2013) pada biji kopi arabika tanpa fermentasi sebesar 0.0072% (72 ppm), sementara pada fermentasi kopi dengan 3 kombinasi bakteri 10% diperoleh kadar sebesar 0.28% (2800 ppm). Asam oksalat (COOH)2 merupakan asam organik (dikarboksilat) yang

(30)

18

Uji Citarasa Kopi Hasil Fermentasi

Penentuan aroma dan rasa memiliki peranan penting dalam menentukan penerimaan seduhan kopi oleh peminumnya. Terdapat tiga parameter yang dapat menentukan kualitas seduhan biji kopi, yaitu aroma, rasa (taste), dan cita rasa (flavor) (Mulato dan Suharyanto 2012). Pengujian citarasa dapat dilakukan oleh sekelompok panelis terlatih atau pun panelis ahli.

Perlakuan yang diuji dibandingkan dengan hasil kondisi proses pada penelitian sebelumnya oleh Rohman (2013), Zahiroh (2013) dan Susilo (2013). Terdapat 7 perlakuan uji citarasa dalam penelitian ini, yaitu:

1. Kontrol (kopi arabika tanpa fermentasi)

2. Kopi arabika dengan penambahan inokulum FLP1 10% fermentasi 1 hari (P 10 H1),

3. Kopi arabika dengan penambahan inokulum FLS1 10% fermentasi 2 hari (S 10 H2),

4. Kopi arabika dengan penambahan inokulum inokulum FLX3 10% fermentasi 3 hari (X 10 H3),

5. Kopi arabika dengan penambahan inokulum FLX3 dan FLS1 10% fermentasi 2 hari (XS 10 H2),

6. Kopi arabika dengan penambahan inokulum FLS1 dan FLP1 10% fermentasi 2 hari (SP 10 H2),

7. Kopi arabika dengan penambahan inokulum FLP1, FLX3, dan FLS1 15% dengan fermentasi 3 hari (PXS 15 H3).

Hasil cup test yang telah dilakukan (Lampiran 4.) pada kontrol kopi arabika tanpa fermentasi cenderung memiliki citarasa floral, spicy (sensasi agak pedas), dan sedikit berbau tanah. Perlakuan penambahan kombinasi inokulum FLP1, FLS1, dan FLX3 konsentrasi inokulum 15% dengan fermentasi 3 hari memiliki citarasa fruity dan dried fruity. Hal ini karena, perlakuan penambahan kulit kopi sebagai media tumbuh mikroba saat fermentasi dapat mempengaruhi karakter biji kopi hasil fermentasi. Kulit kopi yang terfermentasi akan memberikan pengaruh pada biji kopi menjadi fruity (citarasa buah). Karakter fruity diduga akibat adanya aktivitas mikroba selulolitik dan xilanolitik yang mampu mengubah serat menjadi gula-gula sederhana dan asam-asam organik. Namun, jika terjadi lebih lama dan tidak terkendali akan menjadikan biji kopi memiliki karakter defect seperti sour dan stinky yang dapat merusak citarasa seduhan akibat kontaminasi kulit kopi yang busuk atau terfermentasi berlebihan. Citarasa earthy disebabkan oleh kontaminasi tanah saat pemanenan buah kopi.

Karakteristik citarasa quality dan intensity of fragrance, aroma, flavor, dan aftertaste pada seduhan kopi hasil fermentasi kombinasi 3 mikroba memiliki nilai yang lebih rendah dibandingkan dengan kontrol. Hal ini diduga karena bahan baku yang kurang seragam, adanya defect selama penyimpanan, dan pengolahan biji kopi yang kurang baik. Kualitas dan intensitas yang baik pada aroma,

fragrance, flavor maupun aftertaste menunjukan nilai yang sama-sama tinggi.

(31)

19 seduhan kopi dipengaruhi oleh kandungan protein (asam amino) dan karbohidrat sederhana. Penambahan inokulum tunggal (xilanolitik) 10% memiliki kandungan protein dan karbohidrat sederhana yang membentuk citarasa lebih baik. Hal ini menunjukan kandungan protein pada biji kopi tidak sepenuhnya terdegradasi sementara kandungan karbohidrat didegradasi oleh bakteri xilanolitik menjadi gula-gula sederhana.

Skor yang dihasilkan pada karakter body kombinasi 3 bakteri memiliki nilai 6.75. Nilai ini lebih rendah dibandingkan dengan kontrol yang memiliki skor sebesar 7.125. Karakter body dipengaruhi oleh banyaknya senyawa lemak dan karbohidrat kompleks yang terdapat dalam seduhan kopi (Mulato dan Suharyanto 2012). Oleh karena itu, karakter body pada seduhan kopi hasil fermentasi lebih rendah dibandingkan dengan kontrol. Hal ini disebabkan inokulum yang ditambahkan dapat mendegradasi senyawa karbohidrat kompleks menjadi gula-gula sederhana. Semakin banyak konsentrasi inokulum selulolitik dan xilanolitik yang ditambahkan akan meningkatkan degradasi karbohidrat kompleks dan memicu penurunan karakter body.

Mulato dan Suharyanto (2012) menjelaskan tidak semua senyawa asam yang terkandung dalam biji kopi berpengaruh terhadap sensasi rasa asam. Keasaman (acidity) dipengaruhi oleh jenis senyawa asam volatile dan non-volatile, asam khlorogenat, asam fenolat, dan asam anorganik. Asam organik berupa asam laktat, butirat, dan oksalat memberi peningkatan dalam kadar nutrisi biji kopi, namun belum diperoleh pengaruhnya terhadap karakter acidity. Menurut Panggabean (2011), asam karboksilat yang berperan terhadap pembentukan citarasa acidity yaitu, asam asetat, asam malat, asam sitrat, dan asam fosfat. Skor acidity yang dihasilkan pada kontrol (7.25) memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Perlakuan kombinasi 3 mikroba memiliki skor yang rendah (5.25). Hal ini diduga karena fermentasi selama 3 hari meningkatkan asam-asam yang akan merusak karakter acidity pada seduhan kopi yang dihasilkan. Menurut Sulistyowati dan Sumartona (2002), semakin lamanya fermentasi keasaman kopi akan semakin meningkat disebabkan terbentuknya asam-asam alifatik selama proses fermentasi. Apabila lama fermentasi diperpanjang akan terus terjadi perubahan komposisi kimia biji kopi, dimana asam-asam alifatik akan berubah menjadi ester-ester asam karboksilat yang dapat mengakibatkan cacat fermentasi dengan cita rasa busuk.

Karakteristik sweetness seduhan kopi tertinggi yaitu pada kontrol dengan nilai 6.75. Perlakuan yang lain memiliki karakteristik sweetness berkisar antara 5.25-6.50. Perlakuan kombinasi 3 bakteri seharusnya meningkatkan karakter sweetness seduhan, namun nilai yang lebih rendah. Karakter ini dipengaruhi oleh gula-gula sederhana yang terdapat dalam biji kopi. Nilai yang diperoleh belum sesuai dengan yang diharapkan karena diduga fermentasi yang terlalu lama menyebabakan gula-gula sederhana hasil degradasi mikroba sudah banyak diubah menjadi asam-asam organik. Perbandingan dengan perlakuan yang lain, pada skor FLX 10% dengan fermentasi 3 hari memiliki skor lebih tinggi (6.50). hal ini diduga gula-gula sederhana yang dihasilkan selama fermentasi mampu memberikan karakter sweetness lebih baik.

(32)

20

terbaik dihasilkan pada perlakuan penambahan inokulum tunggal dengan nilai sebesar 8.00. Kombinasi 3 bakteri kurang memberikan pengaruh pada karakter

clean cup. Keseimbangan antara berbagai karakter seperti, flavor, aftertaste,

acidity, dan body akan menghasilkan karakter balance. Skor terbaik pada karakter ini yaitu pada kontrol dengan nilai sebesar 6.75.

Secara keseluruhan, hasil cup test yang telah dilakukan menggambarkan bahwa, sampel perlakuan terbaik diperoleh pada perlakuan penambahan inokulum xilanolitik 10% dengan fermentasi selama 3 hari dengan nilai preference sebesar 6.625. Perlakuan penambahan inokulum kombinasi 3 bakteri belum memiliki karakter citasa yang baik. Hal ini dapat dilihat dari nilai preference (5.625) yang masih memiliki nilai dibawah perlakuan lainnya. Artinya kandungan kimia seperti kafein yang lebih rendah dan asam organik yang lebih tinggi belum bisa digunakan sebagai tolok ukur dalam menghasilkan citarasa yang baik. Pengujian kandungan kimiawi lain perlu diketahui untuk memperoleh kolerasi signifikan terhadap citarasa seduhan kopi yang dihasilkan.

Syarat untuk mencapai kopi dengan grade specialty seluruh karakteristik harus memiliki nilai diatas skor 7.00. Pada penilaian rentang 6.00 pada form penilaian yang dikeluarkan oleh Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Jember ini termasuk dalam mutu yang neutral, namun jika dibandingkan dengan penilaian dari SCAA (Specialty Coffee Association of America), nilai tersebut sudah termasuk mutu baik (good). Penelitian ini menggunakan mesin pengeringan mekanis dengan suhu yang tinggi secara terus menerus (1-3 hari) dapat menurunkan kadar air di bawah 10%. Hal ini dapat merusak karakter biji yang menurunkan karakter citarasa kopi yang dihasilkan.

Adanya perbedaan perlakuan pada kontrol yang merupakan biji kopi arabika tanpa fermentasi dengan tanpa penyimpanan di freezer menjadi faktor utama yang membedakan kualitas hasil seduhan yang diperoleh dibandingkan dengan penambahan inokulum. Bahan baku merupakan faktor utama yang sangat mempengaruhi kualitas biji kopi. Panggabean (2011) menyebutkan bahwa terdapat dua faktor yang sangat mempengaruhi kualitas biji kopi yang dihasilkan yaitu 50% ditentukan oleh budidaya kopi (bahan baku) dan 50% lagi oleh pengolahan pasca panen kopi. Bahan baku memiliki pengaruh buruk pada kualitas biji kopi dan seduhan yang dihasilkan yaitu, bahan baku buah kopi yang masih mentah, perbedaan varietas pohon kopi, dan rendahnya dataran tempat penanaman pohon kopi. Pengolahan pasca panen seperti proses fermentasi, penyimpanan yang lama atau di tempat yang tidak sesuai, dan penjemuran yang kurang baik juga dapat menurunkan kualitas biji dan seduhan kopi.

Kopi specialty adalah istilah yang umum digunakan untuk merujuk kepada

premium kopi. Menurut Asosiasi Kopi Spesial Amerika (SCAA), kopi specialty

memiliki skor 80 poin atau lebih (pada skala 100 poin). Terdapat beberapa hal yang perlu diperbaiki untuk memperoleh kopi fermentasi yang mampu mencapai specialty grade coffee, yaitu :

1. Bahan baku kopi arabika dihasilkan dari dataran tinggi (1.200 - 1700 dpl) dan mengalami sortasi buah yang matang,

2. Proses fermentasi harus menggunakan kulit kopi yang sebelumnya dikeringkan dengan baik agar terhindar dari pembusukan,

(33)

21 yang dihasilkan. Disarankan untuk melakukan fermentasi secara langsung setelah buah kopi dipanen,

4. Pengolahan setelah fermentasi pembilasan harus bersih untuk menghindari kontaminasi bahan lain yang dapat mengurangi kualitas biji kopi

5. Pengeringan biji kopi sebaiknya menggunakan matahari langsung di pagi hari hingga kadar airnya maksimal 12%. Tidak disarankan menggunakan mesin pengering (oven blower) karna mampu menurunkan kadar air terlalu rendah yang dapat menurunkan kualitas biji dan seduhan kopi

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

1. Nilai optimum untuk aktivitas enzim, gula pereduksi, dan gula total diperoleh pada penambahan inokulum kombinasi bakteri proteolitik, selulolitik, dan xilanotik sebanyak 15% selama masa fermentasi 3 hari.

2. Kadar kafein perlakuan penambahan inokulum 15% dengan 3 hari fermentasi terjadi penurunan sebesar 28% (544.90 ppm). Asam laktat meningkat, sementara asam butirat dan oksalat menurun dibandingkan dengan kopi tanpa fermentasi.

3. Kadar kafein dan asam organik belum menunjukan korelasi signifikan yang dapat menyumbang terhadap citarasa. Secara kimiawi produk hasil fermentasi memiliki peningkatan kadar nutrisi. Namun untuk menjadi specialty grade coffee masih perlu perbaikan dalam seleksi buah kopi, penyimpanan, pengeringan, dan penyangraian yang baik.

Saran

Perlu penanganan yang baik dalam seleksi dan penyimpanan bahan baku (kopi) serta pengolahan pasca fermentasi seperti, pencucian, pengeringan, dan penyangraian biji kopi.

DAFTAR PUSTAKA

Aidoo KE, Hendry R, Wood BJB. 1982. Solid Subtrat Fermentation. Di Dalam Advance In Applied Microbiology. Academic Press inc. 28 : 201-233. Bradford M.M. 1976. A Rapid and Sensitive Method for Quantitation of

Microorganism Quantities of Protein Utilizing the Principle of Protein Binding. Anal Biochem 72: 248-254.

[CITES] Convention on International Trade of Endangered Species of Flora and Fauna . 2009. Hylobates moloch. Di dalam: CITES species database Indonesia. [internet]. [diacu 2013 November 9]. Tersedia dari: http://www.cites.org/eng/resources/species.html

(34)

22

Dubois M, Gilles K.A, Hamillton J.K, Rebers P.A, and Smith F. 1956. Colorymetryc Method For Determination of Sugar and Related Substances. Anal Chem 28: 350-356.

Farida Ana, Ristanti Evi, Kumoro AC. 2013. Penurunan Kadar kafein dan asam Total pada biji kopi robusta menggunakan teknologi fermentasi anaerob fakultatif dengan mikroba Nopkor MZ-15. Jurnal Teknologi Kimia dan Industri Vol.2 No.3 :70-75

Food and Agriculture Organization. 2012. Production and Trade. Faostat.org. [internet]. [diacu 2013 Juni 7]. Tersedia dari: http://www.fao.org

Gokulakrishnan S, K. Chandraraj, Gummadi, and Sathyanarayana. 2005. Microbial Methode for Removal Caffeine.

Hakil M, Denis S, Gonz’alez GV, Augur. 1λλ8. Degradation and Product

Analysis of Caffeine and Related Dimethyl Xanthines by Filamentous Fungi. Enzyme Microbial Technology. 22:355-359

Hodgkinson A. 1977. Oxalic Acid in Biology and Medicine. Academic Press, London.

Kompiang, dkk. 1994. Protein enrichment: Studi cassava enrichment melalui bioproses biologi untuk ternak monogastrik. Kumpulan Hasil-Hasil Penelitian APBN Tahun Anggaran 1993/1994. Balai Penelitian Ternak. Ciawi, Bogor. Latief. A., R. Murni, dan S. D. Widyawati. 2000. Penentuan solubilitas, keambaan

dan kecernaan in sacco silase kulit buah Kopi. Laporan Penelitian Universitas Jambi, Jambi.

Macrone MF. 2004. Composition and Properties of Indonesian Palm Civet Coffee (Kopi Luwak) and Ethiopian Civet Coffee. Department of Food Science, Ontario Agricultural College, Guelph, Ont., Canada N1G 2W1 19 May 2004. Mahendradatta, Zainal, Israyanti, dan Tawali 2012. Perbandingan karakteristik

kimia dan nilai sensori antara kopi luwak dan kopi biasa dari varietas arabica

(cafeea arabica. L) dan robusta (cafeea canephora. L). Jurusan Ilmu dan

Teknologi Pangan, Departemen Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin.

Miller GL. 1959. Use of Dinitrosalicylic Acid for Determination of Reducing Sugar. Anal Chem 31: 426-428.

Mulato dan Suharyanto.2012. Kopi, Seduhan, dan Kesehatan. Jember: Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia.

Panggabean, E., 2011.Buku Pintar Kopi. AgroMedia Pustaka, Jakarta. Pelezar MJ, Chan ECS.2007. Dasar-Dasar Mikrobiologi 1. Jakarta: UI Press Reddy G, Altaf MD, Naveena BJ, Venkateshwar M, and Kumar EV. 2008.

Amylolytic bacterial lactic acid fermentation. A review: Biotechnology advances 26:22-34.

Rohman Hazirur. 2013. Produksi Kopi Secara Enzimatis Menggunakan Bakteri Proteolitik dan Kombinasi Bakteri Xilanolitik dan Selulolitik dari Luwak [skripsi] Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Setiawihardja B. 2004. Produksi L-lisin dengan Kultur Fed Batch oleh Mutan Brevibacterium lactofermentum. Jurnal Mikrobiologi Indonesia vol. 2 no 2. Hal 20-27.

(35)

23 Soejono M. 1990. Petunjuk Laboratorium Analisis dan Evaluasi Pakan. Fakultas

Peternakan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Sulistyowati dan Sumartona. 2002. Metode Uji Citarasa Kopi. Materi Pelatihan Uji Citarasa Kopi 19-21 Februari 2002. Jember: Pusat Penelitian Kopi dan Kakao.

Surhaini. 2010. Pengaruh pH dan Lama Fermentasi Oleh Enzim Selulase Dalam Proses Hidrolisis Untuk Meningkatkan Nilai Gizi Enceng Gondok. Percikan 211: 0854-8996.

Susilo Anton. 2013. Produksi Kopi Luwak Sintesis Secara Enzimatis Menggunakan Bakteri Xilanolitik dan Kombinasi dengan Bakteri Proteolitik dan Selulolitik [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Waluyo L. 2004. Mikrobiologi Umum. Penerbit Universitas Muhamadiyah Press, Malang.

Yang R, S Xu, Z Wang, dan W Wang. 2005. Aqueous Extraction of Corncob Xylan and Production of Xylooligosaccharides. Swiss Society of Food Sc. and Technol. 38:677-682.

Yusianto. 1999. Kopi: Pengolahan Mutu, Komposisi Kimia, Citarasa. Jember: Pusat Penelitian Kopi dan Kakao.

(36)

24

Lampiran 1. Komposisi media dan pereaksi yang digunakan Tabel 7. Komposisi media xilan

Bahan Jumlah

Birchwood xylan 0.5 g

Sukrosa 10.3 g

Ekstrak khamir 1 g Agar-agar 2 g

Akuades 100 ml

Tabel 8. Komposisi media skim milk

Bahan Jumlah

Skim milk 0.5 g

Nutrient Broth 0.65 g Agar-agar 1 g Akuades 50 ml

Tabel 9. Komposisi media CMC (Carboxy Methyl Cellulose) Bahan Jumlah

CMC 0.8 g

K2HPO4 0.08 g

MgSO4 0.016 g

Bactopepton 0.4 g

Yeast extract 0.4 g

Aga-agar 1 g Akuades 80 ml

Tabel 10. Komposisi pereaksi DNS (Dinitrosalicylic Acid) Bahan Jumlah

NaOH 2.5 g KNa tartrat 45.5 g Na2SO3 0.125 g

Akuades 250 ml

Tabel 11. Komposisi pereaksi Bradford

Bahan Jumlah

CBB G-250 0.05 g Etanol 95% 25 ml Asam fosfat 85% 50 ml

(37)

25 Lampiran 2. Prosedur pengukuran dan penentuan kurva standar

1. Pengukuran aktivitas enzim protease

Pengukuran aktivitas enzim menggunakan metode Kunitz yang telah di modifikasi.

Tabel 12. Prosedur pengukuran aktivitas enzim protease

Sampel Kontrol Blanko

1 ml Buffer Tris (0,2 M) Unit aktivitas protease setiap sampel dihitung dengan persamaan

Aktivitas Protease (unit/ml) =

Keterangan

Asp : nilai adsorbansi sampel Asp : nilai adsorbansi sampel Ast : nilai adsorbansi kontrol P : faktor pengenceran T : waktu inkubasi (10 menit)

(38)

26

2. Pengukuran kadar protein

Penentuan kadar protein dilakukan dengan mengambil 0.2 ml sampel ke dalam tabung reaksi, kemudian ditambah 2 ml larutan Bradford dan divortex. Larutan didiamkan selama 15 menit dan diukur menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 595 nm. Nilai absorbansi yang dihasilkan kemudian dimasukan ke dalam persamaan linier dari kurva standar protein.

Kurva standar BSA dapat diperoleh dengan cara, larutan stok BSA (Bovine Serum Albumin) diambil sebanyak 0 ml, 0.08 ml, 0.16 ml, 0.24 ml, 0.32 ml, 0.4 ml masing-masing dimasukan ke dalam tabung reaksi. Selanjutnya ditambah akuades hingga volumenya menjadi 0.4 ml. Setiap tabung reaksi ditambah 4 ml pereaksi Bradford dan divortex. Selanjutnya larutan didiamkan selama 15 menit dan diukur menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 595 nm.

Gambar 14. Kurva standar BSA 3. Prosedur pengukuran aktivitas enzim xilanase dan selulase

Pengukuran aktivitas enzim xilanase dan selulase dilakukan dengan

memasukkan 500 L enzim ekstrak kasar dan 500 L larutan substrat (xilan 0.5%,

CMC 1% dan kulit kopi) ke dalam tabung reaksi dan diinkubasi pada suhu 40oC selama 1 jam. Selanjutnya ditambah 1 ml larutan DNS dan dipanaskan pada suhu 1000C selama 15 menit, didinginkan dan diukur dengan spektrofotometer pada 540 nm.

Aktivitas xilanase dan selulase dihitung dengan rumus Aktivitas Xilanase (unit/ml) =

Aktivitas Selulase (unit/ml) =

Keterangan

Csp : Kadar gula pereduksi sample BM Xilosa : 150.13 gr/mol Ckt : Kadar gula pereduksi kontrol BM glukosa : 180.18 gr/mol T : Waktu inkubasi (30 menit)

(Csp-Ckt) x F. Pengenceran x 1000

(39)

27 4. Prosedur pengukuran gula total, gula pereduksi dan derajat polimerisasi

Penentuan gula total dilakukan dengan metode Fenol-H2SO4 (Dubois et al.

1956). Sebanyak 0.5 ml fenol 5% dimasukan ke dalam tabung reaksi berisi 1 ml supernatan, dikocok dan ditambah 2.5 ml H2SO4 pekat. Larutan didiamkan sampai

dingin dan diukur menggunakan spektrometer pada 4λ0 nm.

Penentuan standar diukur dengan cara, larutan stok xilosa:glukosa (1:1) diambil sebanyak 0 ml, 0.10 ml, 0.20 ml, 0.30 ml, 0.40 ml, 0.50 ml, 0.60 ml, masing-masing dimasukan ke dalam tabung reaksi. Selanjutnya ditambah akuades hingga volumenya menjadi 1 ml. Setiap tabung reaksi ditambah larutan Fenol 5% sebanyak 0.5 ml dan larutan H2SO4 pekat sebanyak 2.5 ml. Selanjutnya larutan

didiamkan hingga dingin dan diukur menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 490 nm.

Gambar 15. Kurva standar gula total xilosa: glukosa (1:1)

Penentuan nilai gula pereduksi menggunakan metode DNS (Miller 1959). Nilai gula pereduksi dapat diperoleh dengan menambahkan 1 ml DNS ke dalam 1 ml sampel (supernatan), kemudian dikocok dan diinkubasi pada suhu 100oC selama 15 menit. Larutan didiamkan sampai dingin dan diukur menggunakan

spektrofotometer pada 540 nm.

Penentuan standar diukur dengan cara, larutan stok xilosa: glukosa (1:1) diambil sebanyak 0 ml, 0.10 ml, 0.20 ml, 0.30 ml, 0.40 ml, 0.50 ml, 0.60 ml, masing-masing dimasukan ke dalam tabung reaksi. Selanjutnya ditambah akuades hingga volumenya menjadi 2 ml. Setiap tabung reaksi ditambah 2 ml pereaksi DNS dan dipanaskan selama 15 menit. Selanjutnya larutan didinginkan dan diukur menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 540 nm.

y = 1.644x + 0.024 R² = 0.995

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7

Absor

ba

nsi

(40)

28

Gambar 16. Kurva standar gula pereduksi xilosa:glukosa (1:1)

Nilai derajat polimerisasi diperoleh berdasarkan perbandingan antara gula total dengan gula pereduksi.

Derajat Polimerisasi =

5. Pengukuran susut bobot

Kertas saring yang telah dikeringkan dan ditimbang (diketahui bobotnya) diisi dengan kulit kopi hasil fermentasi (W1) dan dimasukkan ke dalam oven selama ±24 jam. Kertas saring dan kulit kopi yang telah kering ditimbang sampai bobotnya konstan (W2). Selisih antara W1 dan W2 dihitung sebagai total susut bobot kering.

Susut Bobot (%) = W1-W2 x 100% W1

6. Pengukuran asam organik

Disediakan larutan A dan B. Larutan A merupakan bufer (NH4)2HPO4 0.5%

pH 2.5 (dengan ortho phosphoric acid). Larutan B merupakan Asetonitril 0.4% dalam larutan A. Disiapkan 1-2 gram sample ditambahkan 50ml larutan B, kemudian dihomogenkan dengan shaker selama 30 menit dengan kecepatan 145 rpm. Filtrat disaring dan di-inject pada alat HPLC.

Standar dilarutkan dalam fasa gerak kolom C18 dengan panjang gelombang 214 dan 235 nm. Perhitungan kadar asam organik sebagai berikut :

Area sampel x Konsentrasi standar x Vol. akhir (50 ml) Asam organik (ppm)= Area standar

Gram sampel y = 3.548x - 0.035

R² = 0.995

-0.200 0.000 0.200 0.400 0.600 0.800 1.000 1.200

0.00 0.10 0.20 0.30 0.40

A

bsor

ba

nsi

Konsentrasi

Gula total

(41)

29 Lampiran 3. Definisi karakteristik pada pengujian citarasa kopi

Tabel 13. Karakteristik uji citarasa kopi

No. Karakteristik Definisi

1 Quality of Fragrance

Kualitas dari aroma berbagai jenis gas yang dilepaskan dari permukaan biji kopi sangrai atau bubuk kopi (sebelum diseduh).

2 Intensity of Fragrance

Intensitas/jumlah aroma berbagai jenis gas yang dilepaskan dari permukaan biji kopi sangrai atau bubuk kopi (sebelum diseduh).

3 Quality of Aroma Kualitas dari sensasi aroma dari berbagai gas

yang menguap dari permukaan seduhan kopi.

4 Intensity of Aroma

Intensitas atau banyaknya sensasi aroma dari berbagai gas yang menguap dari permukaan seduhan kopi.

5 Quality of Flavor Kualitas dari cita rasa/ gabungan antara rasa

dan aroma seduhan.

6 Intensity of Flavor Intensitas/jumlah dari cita rasa/ gabungan

antara rasa dan aroma seduhan.

7 Body

Tekstur (densitas/viskositas) di dalam larutan yang menggambarkan kehalusan dan kepekatan larutan seduhan yang dirasakan di permukaan lidah bagian tengah.

8 Acidity

Sensasi rasa asam-manis oleh keberadaan senyawa asam yang berinteraksi dengan gula yang dideteksi oleh ujung dengn lidah.

9 Sweetness

Sensasi rasa manis yang terbentuk dari senyawa mono dan disakarida seperti fruktosa, glukosa, dan sukrosa.

10 Quality of Aftertaste Kualitas dari sensasi aroma dan rasa yang

tertinggal di dalam mulut setelah seduhan.

11 Intensity of Aftertaste

Intensitas atau banyaknya sensasi aroma dan rasa yang tertinggal di dalam mulut setelah seduhan.

12 Bitterness

Sensasi rasa pahit yang dibentuk oleh senyawa alkaloid dan asam organik seperti kafein, trigonelin, dan asam khlorogenat. Umumnya terdapat pada kopi robusta.

13 Astringency

(42)

30

14 Clean cups Citarasa menonjol, tanpa interfensi rasa pedas

(pugent) atau getir.

15 Balance

Keseimbangan antara berbagai aspek seperti, flavor, aftertaste, acidity, dan body dari sampel kopi. Jika ada komponen yang begitu dominan maka aspek balance akan dinilai lebih rendah.

16 Taints/Defects Cacat yang dihasilkan dalam citarasa seduhan

kopi

(43)

31 Lampiran 4. Hasil pengujian citarasa kopi

Tabel 14. Skor citarasa biji dan seduhan kopi hasil fermentasi

Karakteristik

- Notasi untuk taste dan intensity : 0 = Nil, 1-2 = Weak, 3-4 = Moderately weak, 5-6 = Moderately strong, 7-8 = Strong, 9-10 = Very strong.

Gambar

Tabel 1. Komposisi kimia buah kopi (kulit buah dan biji) berdasarkan basis basah
Tabel 2. Kadar protein dan aktivitas spesifik isolat FLS1
Gambar 3. Kurva tumbuh bakteri xilanolitik pada media  birchwood xilan   yang diinkubasi pada suhu 30oC
Gambar 5. Aktivitas enzim selulase dan xilanase pada filtrat hasil fermentasi
+7

Referensi

Dokumen terkait

3.2.1.1 Bahwa yang dimaksud pelaku usaha berdasarkan Pasal 1 angka 5 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 adalah orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan

Dan untuk variabel waktu makan makanan kariogenik memiliki nilai odds ratio sebesar 5,624 yang berarti bahwa anak dengan waktu makan makanan kariogenik kategori

Hasil penelitian menunjukan bahwa (1) dalam mengujarkan satu dua dan tiga kata diawali dengan mengujarkan suku kata awal dan akhir yang dilakukannya secara bergantian; (2)

Diharapkan melalui perancangan ini, Sistem Informasi Akademik Institut Seni Indonesia dapat menjadi platform utama untuk berhubungan dengan pihak akademis, maupun

Dari butir pertanyaan tentang apakah pencarian Google yang dilakukan memang digunakan sebagai sumber pembelajaran pekerjaan sekolah diketahui sebanyak 18,3%

Oleh karena defisiensi enzim glukosa 6 fosfat dehidrogenase dapat menyebabkan kurangnya pembentukan NADPH, maka defisiensi enzim tersebut juga berakibat tidak terbentuknya

Penerapan sejarah sosial dalam perjumpaan Kristen dan Islam di Indonesia akan sangat relevan, karena ia akan dapat mengungkapkan sisi-sisi lain hubungan para penganut kedua agama

Fungsi utama kelompok tani pada dasarnya adalah: Sebagai unit belajar, anggota kelompok tani memperoleh inovasi dari penyuluh atau sumber yang lain.. Sebagai unit