• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keanekaragaman Semut pada Berbagai Tipe Penggunaan Lahan di Jambi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Keanekaragaman Semut pada Berbagai Tipe Penggunaan Lahan di Jambi"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

KEANEKARAGAMAN SEMUT PADA BERBAGAI TIPE

PENGGUNAAN LAHAN DI JAMBI

WINDA ALAMSARI

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Keanekaragaman Semut pada Berbagai Tipe Penggunaan Lahan di Jambi” adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2014

Winda Alamsari

(4)
(5)

ABSTRAK

WINDA ALAMSARI. Keanekaragaman Semut pada Berbagai Tipe Penggunaan Lahan di Jambi. Dibimbing oleh DAMAYANTI BUCHORI.

Konversi hutan tropis, terutama untuk daerah pertanian merupakan faktor penyebab utama dari hilangnya keanekaragaman hayati tropis. Sebagai spesies yang dominan di hutan dataran rendah, keanekaragaman spesies semut terancam menurun tajam karena transformasi hutan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui keanekaragaman dan peranan semut dalam penggunaan lahan yang berbeda. Penelitian ekologi dilakukan pada empat jenis penggunaan lahan yaitu hutan primer, hutan sekunder karet, perkebunan karet, dan perkebunan kelapa sawit yang terletak di dua lanskap yaitu Taman Nasional Bukit Duabelas dan Hutan Harapan di Jambi, Indonesia. Empat plot dipilih untuk pengambilan contoh semut pada setiap jenis penggunaan lahan. Semut dikumpulkan menggunakan metode umpan, kombinasi antara tuna dan gula. Keanekaragaman semut di lanskap Hutan Harapan lebih banyak dibandingkan dengan keanekaragaman semut di lanskap TNBD. Secara keseluruhan ditemukan 66 spesies semut yang termasuk ke dalam 4 subfamili dan 20 genus di Taman Nasional Bukit Duabelas dan Hutan Harapan. Keanekaragaman semut paling tinggi terdapat pada tipe penggunaan lahan perkebunan kelapa sawit baik di lanskap Taman Nasional Bukit Duabelas maupun Hutan Harapan. Selain itu, komposisi semut berdasarkan peranannya berbeda antar jenis penggunaan lahan. Hal ini menunjukkan bahwa perubahan penggunaan lahan mempengaruhi komposisi spesies semut.

(6)
(7)

ABSTRACT

WINDA ALAMSARI. Ant Diversity in Different Land Use in Jambi. Supervised by DAMAYANTI BUCHORI

Conversion of tropical forests, mainly to agricultural area is the most important driver of tropical biodiversity loss. As dominant species in lowland forests, ant species diversity is prone to decline sharply due to forest transformation. This research was conducted to investigate the diversity of ants and its role in different land use. Ecological research was conducted in four types of land-use i.e. forest, jungle rubber, oil palm plantation and rubber plantation, located within two landscapes i.e. Bukit Duabelas National Park and Harapan Forest in Jambi, Indonesia. Each type of land use, four plots were selected for ant sampling. Ants were collected using baiting methods, combination between tuna and sugar. Ant diversity in Harapan Forest higher than in TNBD. In total, 66 species of ants belonging to 4 subfamilies and 20 genera were recorded from both area of Bukit Duabelas and Harapan. Surprisingly, the highest number of ant species was found in oil palm plantation. In addition, the compositions of ants based on its role showed differ among land-use types. It indicates that land-use change drive ant species composition.

(8)
(9)

©

Hak Cipta Milik IPB, tahun 2014 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(10)
(11)

KEANEKARAGAMAN SEMUT PADA BERBAGAI TIPE

PENGGUNAAN LAHAN DI JAMBI

WINDA ALAMSARI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Proteksi Tanaman

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(12)
(13)

Judul Skripsi : Keanekaragaman Semut pada Berbagai Tipe Penggunaan Lahan di Jambi

Nama Mahasiswa : Winda Alamsari NIM : A34090086

Disetujui oleh

Prof. Dr. Ir. Damayanti Buchori, M.Sc Pembimbing Skripsi

Diketahui oleh

Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, M.Agr Ketua Departemen Proteksi Tanaman

(14)
(15)
(16)

PRAKATA

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan usulan tugas akhir ini yang

berjudul “Keanekaragaman semut pada penggunaan lahan berbeda di Jambi”.

Penelitian dilaksanakan di Harapan, Bukit Dua Belas Jambi dan Laboratorium Pengendalian Hayati, Departemen Proteksi Tanaman. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari hingga Juni 2013.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Mama, Dinda Alamsari, Mayyusra Alamsari serta keluarga besar penulis yang telah mendoakan dan memberikan dukungan yang luar biasa kepada penulis. Kepada Prof. Dr. Ir. Damayanti Buchori, M.Sc selaku dosen pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan masukan, motivasi, bimbingan, saran dan motivasi selama pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi. Kepada Dr. Akhmad Rizali atas bantuan dan kesediaannya untuk mengecek ulang specimen dan identifikasi hingga tingkat morfospesies serta atas masukan dan sarannya dalam penulisan skripsi. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada CRC 990 – Ecological and Socioeconomic Function of Tropical Lowland Rainforest ransformation Systems atas segala prasarana dan kerja sama yang diberikan. Kepada Lisa Denmead, MSc penulis juga mengucapkan terima kasih atas dukungan dan kerja samanya selama penelitian. Kepada rekan rekan Departemen Proteksi Tanaman angkatan 46, Cici I, Meyta P, Bayu AP, Lailatul S, Riza D, Dessy K, Arfiani F serta rekan rekan dari Institut Pertanian Bogor, Prapti DL, Ani R, Mbak Ratna R, Ka Manda, Mbak Adha, Ka Rizky N, serta seluruh civitas yang telah membantu jalannya pengerjaan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan usulan tugas akhir ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun agar usulan tugas akhir yang lebih baik untuk ke depannya. Semoga usulan tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi penulisan skripsi yang sesungguhnya.

Bogor, Februari 2014

(17)
(18)

DAFTAR ISI

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan 1

Manfaat 2

BAHAN DAN METODE 3

Tempat dan Waktu 3

Metode Penelitian 3

Penentuan Plot Penelitian 3 Pengambilan Contoh Semut 7

Analisis Data 8

HASIL DAN PEMBAHASAN 9

Keanekaragaman Semut yang Ada di Lanskap Taman Nasional Bukit Duabelas dan Hutan Harapan 9 Pengaruh Tipe Penggunaan Lahan terhadap Keanekaragaman Semut 10 Komposisi Spesies Semut pada Berbagai Tipe Penggunaan Lahan di Jambi 11 Komposisi Spesies Semut berdasarkan Peranannya antar Tipe Penggunaan Lahan 12

SIMPULAN DAN SARAN 13

Simpulan 13

Saran 13

DAFTAR PUSTAKA 14

LAMPIRAN 16

(19)
(20)

DAFTAR TABEL

1 Daftar plot penelitian pada masing-masing lanskap di Jambi 4 2 Jumlah spesies semut pada masing masing tipe penggunaan lahan 9 3 Kemiripan komposisi spesies semut (%) berdasarkan antar tipe

penggunaan lahan di kedua lanskap

11

DAFTAR GAMBAR

1 Area penelitian (dalam kotak) yang terletak di lanskap Taman Nasional Bukit Duabelas dan Hutan Harapan di Provinsi Jambi

3

2 Plot penelitian di lanskap Taman Nasional Bukit Duabelas (TNBD). Plot diberikan kode dengan huruf awal B yang berarti lanskap TNBD, huruf berikutnya menunjukkan tipe penggunaan lahan yaitu Hp: hutan primer, Hs: hutan sekunder karet, Ka: kebun karet dan Ks: kebun kelapa sawit. Angka setelahnya menunjukkan ulangan dari masing masing plot.

5

3 Plot penelitian di lanskap Hutan Harapan. Plot diberikan kode dengan huruf awal H yang berarti lanskap Hutan Harapan, kemudian diikuti huruf berikutnya yang menunjukkan tipe penggunaan lahan yaitu Hp: hutan primer, Hs: hutan sekunder karet, Ka: kebun karet dan Ks: kebun kelapa sawit. Angka setelahnya menunjukkan ulangan dari masing masing plot.

6

4 Desain penentuan subplot (nesting design) pada masing masing plot disetiap tipe penggunaan lahan. Harapan (H) pada tipe penggunaan lahan. Hp: hutan primer, Hs: hutan sekunder karet, Ka: perkebunan karet dan Ks: perkebunan kelapa sawit. Peranan dan komposisi semut pada tipe penggunaan lahan (A) hutan

primer, (B) hutan sekunder karet, (C) perkebunan karet dan (D) perkebunan kelapa sawit.

DAFTAR LAMPIRAN

Jenis spesies semut yang ditemukan dan peranannya pada masing masing tipe penggunaan lahan di Harapan dan Bukit Duabelas.

10

12

(21)
(22)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Transformasi habitat adalah konsekuensi logis dari pertambahan penduduk yang terjadi di suatu wilayah akibat semakin terbatasnya lahan produktif untuk memenuhi kebutuhan manusia. Konversi hutan tropis menjadi lahan pertanian untuk meningkatkan persediaan makanan dan bahan bakar adalah faktor penyebab utama dari hilangnya keanekaragaman hayati (Foley 2005). Penurunan keanekaragaman hayati dapat mengakibatkan terganggunya ekosistem, karena keanekaragaman hayati memberikan peranan penting dalam ekosistem(ecosystem services) seperti pengaturan komposisi kimia atmosfer dan daur ulang nutrisi (Featheringill 2002). Serangga memiliki peranan penting dalam jasa-jasa ekosistem (Kremen dan Chaplin-Kramer 2007).

Serangga merupakan kelompok fauna invertebrata yang memiliki jumlah spesies terbanyak di bumi (Hammond 1992). Serangga memiliki berbagai peranan penting dalam ekosistem yaitu sebagai polinator, dekomposer, predator, parasitoid dan penyebar benih (Kremen dan Chaplin-Kramer 2007). Oleh karena itu, beberapa kelompok serangga dapat dijadikan sebagai bioindikator untuk mendeteksi perubahan lingkungan yang memberikan respons yang khas terhadap kerusakan hutan, diantaranya kumbang, kupu-kupu, rayap dan semut (Jones dan Eggleton 2000).

Semut berperan penting dalam ekosistem terestrial sebagai predator, herbivor, detrivor, dan granivor, serta memiliki peranan yang unik dalam interaksinya dengan organisme lain seperti tumbuhan atau serangga lain

(Hőlldobler dan Wilson 1990). Di habitat hutan, semut dapat berperan sebagai penyeimbang ekosistem hutan dimana semakin tinggi tingkat keanekaragaman semut maka rantai makanan dan proses ekologis bersama komponen biotik lain semakin seimbang (Majer 2006). Di habitat pertanian, semut dapat berperan sebagai pengendali hayati hama, sebagai contoh spesies Oechophylla smaragdina

yang berperan sebagai pengendali hama lalat buah dan thrips pada tanaman mangga (Peng dan Christian 2004,2006).

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh transformasi habitat terhadap keanekaragaman semut. Penelitian dilakukan di Provinsi Jambi pada dua lanskap yaitu lanskap Taman Nasional Bukit Duabelas dan lanskap Hutan Harapan yang keduanya merupakan kawasan hutan dataran rendah. Jambi memiliki area hutan mencapai 42% (Pemprov Jambi 1999) dengan area hutan dataran rendah paling luas di Sumatera. Berdasarkan data BPS (2013) dari tahun 1997 - 2012 telah terjadi penurunan kawasan hutan yang disebabkan oleh tingginya transformasi lahan. Oleh karena itu, sangat penting dilakukkan penelitian untuk mengetahui dampaknya terhadap keanekaragaman hayati yang ada.

Tujuan

(23)

2

Manfaat

(24)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu

Penelitian lapangan dilakukan di dua lanskap yaitu Taman Nasional Bukit Duabelas (TNBD) yang terletak di Kabupaten Sarolangun dan Hutan Harapan yang terletak di Kabupaten Batang Hari, Provinsi Jambi (Gambar 1). Di setiap lanskap ditentukan empat tipe penggunaan lahan yaitu hutan primer, hutan sekunder karet, perkebunan karet dan perkebunan kelapa sawit. Plot penelitian pada lanskap TNBD terletak di tiga desa (Tabel 1) yang terbentang antara

102°34’- 102°51’ BT dan 01°56’- 02°56’ LS (Gambar 2) dan lanskap Hutan

Harapan terletak di lima desa (Tabel 1) terbentang antara 103°15’ - 103°21’ BT

dan 01°47’ - 02°11’ LS (Gambar 3). Penelitian laboratorium dilakukan di Laboratorium Pengendalian Hayati Departemen Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai Juni 2013.

Metode Penelitian Penentuan Plot Penelitian

Berdasarkan empat tipe penggunaan lahan yang dipilih pada setiap lanskap yaitu hutan primer, hutan sekunder karet, perkebunan karet dan perkebunan kelapa sawit ditentukan 4 plot dengan luasan 50 m x 50 m pada masing-masing tipe penggunaan lahan (Tabel 1). Khusus lanskap TNBD, beberapa tipe penggunaan lahan tidak dapat diperoleh 4 plot. Hal ini karena tidak diperolehnya plot yang seragam untuk tipe penggunaan lahan yang sama, sehingga untuk tipe penggunaan lahan hutan, hutan sekunder karet, dan perkebunan kelapa sawit kurang dari 4 plot (Tabel 1).

Di setiap plot ditentukan 5 subplot (nesting design) dengan ukuran 5 m x 5 m untuk tempat pengambilan contoh (Gambar 4). Di dalam subplot dipilih dua pohon yang digunakan untuk penempatan umpan.

(25)

4

Tabel 1 Daftar plot penelitian pada masing-masing lanskap di Jambi

No Plot sampling Jumlah 6 Hutan Sekunder Karet (HHs)

(26)

5

(27)

6

(28)

7

Gambar 4 Desain penentuan subplot (nesting design) pada masing masing plot disetiap tipe penggunaan lahan.

Pengambilan Contoh Semut

Pengambilan contoh semut dilakukan dengan metode umpan. Metode umpan adalah metode pengambilan contoh semut dengan menggunakan umpan berupa tuna dan gula sebagai penarik datangnya semut. Penelitian ini menggunakan piring umpan hasil modifikasi dari Wielgoss et al. (2010) yaitu berupa piring plastik putih berdiameter 20 cm dengan 4 wadah umpan berdiameter 2 cm (Gambar 5). Umpan gula menggunakan air gula yang diserapkan ke dalam busa yang diletakkan ke dalam wadah, sedangkan umpan tuna menggunakan ikan tuna kaleng yang dimasukkan sejumlah ukuran wadah (Gambar 5).

Disetiap plot, 10 piring umpan diletakkan pada 10 pohon dengan 2 pohon pada setiap subplot. Piring ditempatkan pada batang pohon dengan ketinggian 1 m dari atas permukaan tanah dengan menggunakan tali plastik. Pengamatan dilakukan selama 1 jam dengan mengamati dan menghitung spesies semut yang mengunjungi umpan setiap 15 menit. Metode ini dilakukan antara jam 08.30 sampai dengan 12.30 WIB. Beberapa individu semut diambil dan dimasukkan ke dalam tabung berisi alkohol 70% untuk kemudian dibawa ke laboratorium untuk proses identifikasi.

(29)

8

Identifikasi Semut

Identifikasi semut dilakukan hingga tingkat genus menggunakan buku

Identification Guide to Bornean Ants (Hashimoto 2003) danbuku Identification Guide to the Ant Genera of the World (Bolton 1997). Identifikasi spesies menggunakan pendekatan morfospesies yaitu berdasarkan perbedaan morfologi (Lattke 2000). Selain itu morfospesies dideskripsikan berdasarkan ciri dan peran di dalam ekosistem. Semut yang hanya memakan umpan tunadikategorikan sebagai semut predator, sedangkan semut yang hanya memakan gula dikategorikan sebagai semut non predator. Apabila semut memakan kedua umpan, maka dikategorikan sebagai semut omnivora.

Analisis Data

Perbedaan keanekaragaman semut antar tipe penggunaan lahan dianalisis dengan menggunakan analisis ragam. Analisis dilakukan dengan menggunakan dengan menggunakan perangkat lunak MINITAB Release 14.12.0.

Untuk melihat kemiripan komposisi spesies semut tipe penggunaan lahan dihitung dengan menggunakan indeks kemiripan Sorenson (Magurran 2004), yaitu dengan rumus :

Cs = x 100 % Cs = Indeks kemiripan spesies Sorensen

A = Jumlah spesies semut di tipe penggunaan lahan 1 B = Jumlah spesies semut di tipe penggunaan lahan 2

C = Jumlah spesies semut yang sama di kedua tipe penggunaan lahan yang dibandingkan

(30)

9

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keanekaragaman Semut yang Ada di Lanskap Taman Nasional Bukit Duabelas dan Hutan Harapan

Berdasarkan pengambilan contoh yang dilakukan, spesies semut yang berhasil dikoleksi di lanskap TNBD dan Hutan Harapan berjumlah 66 spesies yang terdiri dari 4 subfamili dan 20 genus (Tabel 2). Lanskap TNBD memiliki 36 spesies, 3 subfamili, 15 genus semut, sedangkan lanskap Hutan Harapan memiliki 46 spesies, 4 subfamili, 20 genus semut. Keanekaragaman semut di lanskap Hutan Harapan lebih banyak dibandingkan dengan keanekaragaman semut di lanskap TNBD. Perbedaan keanekaragaman semut antar kedua lanskap diduga disebabkan oleh beberapa faktor seperti keadaan habitat yang berbeda, jarak antar plot terhadap hutan (Gambar 2 dan 3), dan sistem budidaya khususnya aplikasi pestisida. Aplikasi pestisida dapat menyebabkan dampak negatif terhadap keanekaragaman hayati termasuk semut (Wiktelius et al. 1999). Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan pada saat penelitian berlangsung, aplikasi herbisida pada plot plot di lanskap TNBD lebih banyak dibandingkan dengan plot plot di lanskap Hutan Harapan.

Tabel 2 Jumlah spesies semut pada masing masing tipe penggunaan lahan di Jambi

Tipe Penggunaan lahan Subfamili Genus Spesies

Taman Nasional Bukit Duabelas

(31)

10

berbeda dengan hasil penelitian sebelumnya yang menemukan keanekaragaman semut lebih tinggi di hutan sekunder karet dibandingkan dengan tipe penggunaan lahan lainnya di Jambi (Bignell et al. 2000; Watt dan Zborowski 2000). Perbedaan ini disinyalir disebabkan oleh kondisi habitat dan metode pengambilan contoh semut yang digunakan.

Gambar 6 Jumlah spesies semut yang ada di lanskap TNBD (B) dan Hutan Harapan (H) pada tipe penggunaan lahan. Hp: hutan primer, Hs: hutan sekunder karet, Ka: perkebunan karet dan Ks: perkebunan kelapa sawit.

Pengaruh Tipe Penggunaan Lahan terhadap Keanekaragaman Semut

Keanekaragaman semut antar tipe penggunaan lahan di Jambi cenderung menunjukkan perbedaan khususnya ditunjukkan di lanskap Hutan Harapan (F3,15=6.1333, P=0.009), sedangkan keanekaragaman semut di TNBD tidak

menunjukkan perbedaan (F3,11=2.214, P=0.16). Walaupun demikian, tipe

penggunaan lahan tertentu di TNBD cenderung memiliki keanekaragaman semut lebih tinggi dibandingkan tipe penggunaaan lahan yang lain (Gambar 6). Hal tersebut menunjukkan bahwa tipe penggunaan lahan mempengaruhi keanekaragaman semut.

Keanekaragaman semut pada hutan sekunder karet memiliki kesamaan dengan keanekaragaman semut di hutan primer. Hal ini karena hutan sekunder karet memiliki kondisi habitat yang hampir sama dengan hutan primer. Hasil penelitian ini menunjukkan pola yang sama dengan keanekaragaman semut antara hutan primer dan sistem agroforestri kakao di Sulawesi Tengah (Rizali et al. 2012). Sistem agroforestri kakao dengan kondisi habitat menyerupai hutan menyebabkan keanekaragaman semut yang ada di dalamnya tidak jauh berbeda.

Jumlah spesies semut terbanyak ditemukan di perkebunan kelapa sawit (Tabel 2, Gambar 6). Tipe penggunaan lahan perkebunan kelapa sawit meskipun

(32)

11

monokultur dan dengan tingkat gangguan tinggi ternyata menciptakan kondisi habitat yang sesuai untuk keberadaan semut khususnya semut-semut pendatang dan semut “tramp” atau semut yang berasosiasi dengan keberadaan manusia (McGlynn 1999). Keberadaan semut pada suatu habitat dipengaruhi oleh kesesuaian suhu, habitat yang mendukung untuk pembuatan sarang, sumber makanan dan daerah jelajah yang mendukung (Andersen 2000; McGlynn 1999). Adanya aktivitas dan keberadaan manusia (Suarez et al. 1998; Gibb dan Hochuii 2003; Graham et al. 2004; Schoereder et al. 2004) di perkebunan kelapa sawit menyebabkan tingginya keanekaragaman semut yang ditemukan.

Komposisi Spesies Semut pada Berbagai Tipe Penggunaan Lahan di Jambi

Komposisi dan kekayaan spesies semut yang ditemukan pada masing masing tipe penggunaan lahan di kedua lanskap mempunyai perbedaan. Beberapa spesies semut hanya ditemukan pada tipe penggunaan lahan tertentu. Spesies semut yang ditemukan di hutan primer tidak ditemukan di ketiga tipe penggunaan lahan lainnya di kedua lanskap (Tabel 3). Tidak ditemukannya spesies semut di habitat lainnya menunjukkan bahwa banyak spesies semut hutan primer yang hilang atau tergantikan oleh spesies semut yang lain sebagai akibat dari konversi hutan.

(33)

12

Tabel 3 Kemiripan komposisi spesies semut (%) berdasarkan antar tipe penggunaan lahan di kedua lanskap

Plot* BHp BHs BKa BKs HHp HHs HKa HKs BHp 100

BHs 0 100

BKa 0 18 100

BKs 0 22 21 100

HHp 10 0 7 8 100

HHs 0 14 15 18 0 100

HKa 0 18 41 33 0 23 100

HKs 0 30 31 52 0 20 26 100

Komposisi Spesies Semut berdasarkan Peranannya antar Tipe Penggunaan Lahan

Komposisi spesies semut berdasarkan peranannya menunjukkan perbedaan antar tipe penggunaan lahan. Semut dengan peranan tertentu mendominasi pada tipe penggunaan lahan tertentu (Gambar 7). Di hutan primer, hutan sekunder karet dan perkebunan kelapa sawit, kelompok semut omnivora lebih mendominasi dibandingkan dengan kelompok semut predator, sedangkan di perkebunan karet kelompok semut predator lebih mendominasi. Menurut Kaspari et al. (2003) transformasi habitat sangat berpengaruh pada perilaku semut misalnya interaksi kompetitif, penghindaran predator, dan parasitisme. Dominasi kelompok semut omnivora pada suatu habitat mengindikasikan bahwa habitat tersebut relatif lebih stabil karena berhubungan dengan keberadaan mangsa.

Gambar 7 Peranan dan komposisi semut pada tipe penggunaan lahan (A) hutan primer, (B) hutan sekunder karet, (C) perkebunan karet dan (D) perkebunan kelapa sawit.

A B

(34)

13

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Total spesies semut yang berhasil dikoleksi di TNBD dan Hutan Harapan berjumlah 66 spesies yang termasuk dalam 4 subfamili dan 20 genus. Keanekaragaman semut di lanskap Hutan Harapan lebih banyak dibandingkan dengan keanekaragaman semut di lanskap TNBD. Keanekaragaman semut paling tinggi terdapat pada tipe penggunaan lahan perkebunan kelapa sawit baik di lanskap TNBD maupun Hutan Harapan. Selain itu, pada tipe penggunaan lahan yang berbeda terdapat perbedaan komposisi semut berdasarkan peranannya. Hal ini menunjukkan bahwa perubahan penggunaan lahan mempengaruhi komposisi spesies semut.

Saran

(35)

14

DAFTAR PUSTAKA

Andersen AN. 2000. Global ecology of rainforest ants: functional groups in relation to environmental Stress and Disturbance. Di dalam: Agosti D, Majer JD, Alonso LE, Scultz TR, editor. Ants: Standard Methods for Measuring and Monitoring Biodiversity. Washington (US): Smithsonian Institution Press. hlm 25-34.

Bignell DE, Widodo E, Susilo FX, Suryo H. 2000. Ground dwelling ants, termites, other macroarthropods and earthworms. Di dalam: Gillison AN, editor. Above-ground biodiversity assessment working group summary report. Nairobi (KE): International Centre for Research in Agroforestry. hlm 91-127.

Bolton B. 1997. Identification Guide to the Ant Genera of the World. London (GB): Harvard University Press.

[BPS] Badan Pusat Statistik Provinsi Jambi. 2013. Jambi dalam Angka 2013. http://www.jambi.bps.go.id. [28 Januari 2014].

Featheringill L. 2002. Capitalism threatens agricultural biodiversity. Di dalam: Dudley W, editor. Biodiversity. San Diego (US): Greenhaven Press, Inc. hlm 125-129.

Foley JA. 2005. Global Consequences of Land Use. Science. 309(5734): 570-574. Graham JH et al. 2004. Habitat disturbance and the diversity and abundance of

ants (Formicidae) in the Southeastern Fall-Line Sandhills. J Insect Science

4(30): 1-15. [internet]. Tersedia pada: http://www.insectscience.org/4.30 Gibb H, Hochuli DF. 2003. Colonisation by a dominant ant facilitated by

anthropogenic disturbance: affects on ant assemblage composition, biomass and resourse use. Oikos. 103: 469-478.

Hammond PM. 1992. Species inventory. Di dalam: B Groomnridge, editor.

Global Biodiversity: Status of The Earth’s Living Resources. London (GB): Chapman & Hall. hlm 17-39

Hashimoto Y. 2003. Inventory and collection: total protocol for understanding of biodiversity. Di dalam : Hashimoto Y, Rahman H, editor. Identification Guide to The Ant Genera of Borneo. Kota Kinabalu (MY): Research and Education Component, BBEC Programme (Universiti Malaysia Sabah), hlm 310.

Hölldobler B, Wilson EO. 1990. The Ants. Canada: Harvard University Press. Jones TJ, Eggleton. P. 2000. Sampling Termite Assemblages in Tropical Forests :

Testing a Rapid Biodiversity Assesment Protocol. Journal of Applied Ecology. 37: 191-203.

Kaspari M. Yuan M. Alonso L. 2003. Spatial grain and the causes of regional diversity gradients in ants. American Naturalist. 161: 459–77.

Kremen C, Chaplin-Kramer R. 2005. Insect as providers of ecosystem services: Crop Pollination and control. Di dalam: The Royal Entomological Society. Stewart AJ, New TR, Lewis OT, editor. Insect Conservation Biology. Wallingford (GB) : CABI. Hlm 349-382.

(36)

15

Methods for Measuring and Monitoring Biodiversity. Washington (US): Smithsonian InstitutionPress. hlm 155–171.

Magurran AE. 2004. Ecological Diversity and Its Measurement. New Jersey (US): Princeton University Press.

McGlynn PT. 1999. The worldwide transfer of ants: geographical distribution and ecological invasions. J Biogeography.26: 535-548.

Majer JD. 2006. An improved pitfall trap for sampling ants and other epigaeic invertebrates. Journal of the Australian Entomological Society 17: 261-262. [Pemprov Jambi] Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jambi. Surat Keputusan

Gubernur Kepala Tingkat I Jambi Nomor : 108 Tahnun 1999 tentang Penetapan Luas Kawasan Hutan di Propinsi Jambi berdasarkan Peta Paduserasi Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) dan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Jambi. Jambi (ID): Pemprov Jambi. Peng RK, Christian K, 2004.The weaver ant, Oecophylla smaragdina

(Hymenoptera: Formicidae), an effective biological control agent of the red-banded thrips, Selenothrips rubrocinctus (Thysanoptera: Thripidae) in mango crops in the Northern Territory of Australia. International Journal of Pest Management 50 (2): 107-114. doi: 10.1080/09670870410001658125

Peng RK, Christian K, 2006. Effective control of Jarvis’s fruit fly, Bactrocera jarvisi (Diptera: Tephritidae), by the weaver ant, Oecophylla smaragdina

(Hymenoptera: Formicidae), in mango orchards in the Northern Territory of Australia. International Journal of Pest Management 52: 275-82.

Pfeiffer M, Tuck CH, Lay TC. 2008. Exploring arboreal ant community composition and co-occurrence patterns in plantations of oil palm Elaeis guineensis in Borneo and Peninsular Malaysia. Ecography 31:21-32.

Rizali A, Clough Y, Buchori D, Hosang M, Bos MM, Tscharntke T. 2012. Long-term change of ant community structure in cacao agroforestry landscapes in Indonesia. Insect Conservation and Diversity. doi: 10.1111/j.1752-4598.2012.00219.x

Schoereder JH, Sobrinho TG, Ribas CR, Campos RBF. 2004. Colonization and extinction of ant communities in a fragmented landscape. Austral Ecology

29:391-398.

Suarez AV, Bolger D, Case TJ. 1998. Effect of Fragmentation and Invasion on Native Ant Communities in Coastal Southern California. Ecology. 79(6): 2041-2056.

Watt AD, Zborowski P. 2000. Section 6: Canopy Insect, Canopy arthropods and butterfly survey: Preliminary report, pp 69-90. In A. N. Gillison (ed.). Above-ground Biodiversity Assessment Working Group Summary Report Nairobi (KE): International Centrefor Research in Agroforesty. hlm 69-90 Whittaker RJ. 1998. Island biogeography: ecology, evolution and conservation.

Oxford (GB) : Oxford University Press.

Wielgoss A, Tscharntke T, Buchori D, Fiala B, Clough Y. 2010. Temperature and a dominant dolichoderine ant species affect ant diversity in Indonesian cacao plantations. Agriculture, Ecosystems and Environment. 135: 253–259 Wiktelius S, et al. 1999. Effects of insecticides on non-target organisms in

(37)

16

(38)

17

Lampiran 1 Jenis spesies semut yang ditemukan dan peranannya pada masing masing tipe penggunaan lahan di Harapan dan Bukit Duabelas.

No. Spesies Bukit Dua Belas Harapan Peranan

BHp BHs BKa BKs HHp HHs HKa HKs

Dolichoderinae

1 Dolichoderus sp. 01 0 0 0 0 0 0 3 0 Non Predator

2 Dolichoderus sp. 02 0 0 0 0 0 0 0 46 Predator

3 Dolichoderus sp. 03 0 0 86 0 0 0 0 0 Predator

4 Iridiomyrmex sp. 01 1 0 0 0 0 0 0 0 Predator

5 Iridiomyrmex sp. 02 0 0 0 0 0 14 0 0 PredatorSFC

6 Loweriella sp. 01 0 0 4 0 1 0 0 0 Predator

7 Loweriella sp. 02 0 0 0 4 0 0 0 0 Non Predator

8 Philidris sp. 01 0 0 0 0 2410 0 0 0 Omnivora

9 Philidris sp. 02 0 0 0 0 0 1473 79 0 Predator

10 Tapinoma sp. 01 0 0 108 118 0 73 134 239 Omnivora

11 Tapinoma sp. 02 0 0 30 51 0 0 19 41 Predator

12 Tapinoma sp. 03 0 103 267 0 0 0 43 0 Predator

13 Tapinoma sp. 04 0 0 4 0 0 0 5 0 Predator

14 Technomyrmex sp. 01 0 0 0 0 0 0 0 888 Omnivora

15 Technomyrmex sp. 02 0 0 0 0 0 0 34 0 Predator

16 Technomyrmex sp. 03 0 0 0 0 0 0 2 0 Predator

(39)

18

Lampiran 2 Lanjutan

No Spesies Bukit Duabelas Harapan Peranan

BHp BHs BKa BKs HHp HHs HKa HKs

Formicinae

17 Anoplolepis gracilipes 0 953 8 3021 0 170 710 1709 Omnivora

18 Camponotus sp. 01 0 0 0 0 8 0 0 0 Predator

19 Camponotus sp. 02 0 0 1 0 0 0 0 0 Predator

20 Camponotus sp. 03 0 0 23 0 0 0 0 0 Predator

21 Camponotus sp. 04 0 0 0 0 18 0 0 0 Predator

22 Camponotus sp. 05 0 0 1 0 0 0 0 0 Predator

23 Camponotus sp. 06 0 0 2 0 0 0 0 0 Predator

24 Camponotus sp. 07 0 0 16 0 0 0 0 0 Predator

25 Camponotus sp. 08 0 0 0 0 0 24 0 0 Predator

26 Camponotus sp. 09 0 0 3 0 0 0 0 0 Predator

27

Camponotus sp. 10 0 0 0 1 0 0 0 0

Tidak diketahui

28 Nylanderia sp. 01 0 0 19 34 0 0 7 7 Omnivora

29 Nylanderia sp. 02 0 0 0 0 0 0 0 241 Omnivora

30 Nylanderia sp. 03 0 0 42 0 0 0 20 357 Omnivora

31 Nylanderia sp. 04 16 0 0 0 0 0 0 0 Predator

32 Oechophylla smaragdina 0 0 192 0 0 0 0 1 Omnivora

33 Polyrhachis sp. 02 0 0 0 1 0 0 0 0 Omnivora

34 Polyrhachis sp. 05 0 0 0 0 0 13 0 0 Predator

35 Polyrhachis sp. 08 0 0 0 0 0 0 2 3 Predator

(40)

19

Lampiran 3 Lanjutan

No Spesies Bukit Duabelas Harapan Peranan

(41)

20

Lampiran 4 Lanjutan

No Spesies Bukit Duabelas Harapan Peranan

BHp BHs BKa BKs HHp HHs HKa HKs

55 Pheidole sp. 01 0 0 0 259 0 0 0 587 Omnivora

56 Pheidole sp. 02 0 0 0 0 0 0 0 229 Omnivora

57 Pheidole sp. 03 0 0 0 0 0 0 0 155 Predator

58 Pheidole sp. 05 0 0 0 0 0 0 0 485 Predator

59 Pheidole sp. 06 0 71 0 0 0 0 0 231 Omnivora

60 Pheidole sp. 07 0 0 0 0 0 45 0 5 Predator

61 Pheidole sp. 08 0 75 0 0 0 0 0 366 Omnivora

62 Pheidole sp. 09 12 0 0 0 0 0 0 0 Omnivora

63 Pheidole sp. 10 3 0 0 0 0 0 0 0 Non predator

64 Proatta sp. 01 0 0 0 2 0 0 0 3 Predator

65 Tetramorium sp. 01 0 0 0 0 7 0 0 0 Omnivora

Pseudomyrmicinae

66 Tetraponera sp 03 0 0 0 0 0 0 0 15 Predator

(42)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Jakarta pada tanggal 14 Februari 1991, anak bungsu dari pasangan Bapak Wendy Djohan dan Ibu Yusrida Nasution. Tahun 2009 penulis menamatkan SMA Negeri 90 Jakarta dan pada tahun yang sama diterima di Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Ujian Talenta Masuk IPB (UTMI).

Gambar

Gambar 1  Area penelitian (dalam kotak) yang terletak di lanskap Taman Nasional Bukit Duabelas dan Hutan Harapan di Provinsi Jambi
Tabel 1  Daftar plot penelitian pada masing-masing lanskap di Jambi
Gambar 2  Plot penelitian di lanskap Taman Nasional Bukit Duabelas (TNBD).
Gambar 3  Plot penelitian di lanskap Hutan Harapan. Plot diberikan kode dengan
+5

Referensi

Dokumen terkait

Selari dengan dapatan kajian Dawkins (1995), dapatan kajian ini juga menunjukkan bahawa mengejek pelajar lain dengan panggilan nama yang buruk merupakan kategori perlakuan buli

Suatu perusahaan menghasilkan produk yang dapat diselesaikan dalam x jam, dengan biaya per jamx. (4x -

Pemanfaatan gom xantan dalam pembuatan matriks nanopartikel untuk penghantaran insulin oral dilakukan oleh penelitian sebelumnya (Reddy, et al ., 2012) dengan konsentrasi 0,05

Apakah terdapat perbedaan kualitas pelaporan keuangan meliputi ketelitian, ketepatan, dan kecepatan dengan menggunakan Sistem Informasi Manajemen Daerah secara

Keadaan tersebut mendorong penulis untuk membuat penelitian tentang efek tempo musik dalam sebuah coffee shop, dengan judul Efek Tempo Pada Background Musik Terhadap

19/Permentan/OT.140/3/2011 tentang Pedoman Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia ( Indonesian Sustainable Palm Oil – ISPO) yang mewajibkan sertifikasi ISPO

Pada kajian ini, ikatan kekerabatan Bidayuh Sontas Indonesia dengan Bidayuh Sontas Entubuh Malaysia dapat menjadi modal sosial dalam pembangunan Kecamatan Entikong

Variabel kualitas lingkungan fisik digunakan sebagai variabel pengukur untuk mengetahui sampai sejauh mana faktor lingkungan fisik berpengaruh terhadap kualitas