PETA KUMAN DAN RESISTENSINYA TERHADAP ANTIBIOTIKA
PADA PENDERITA INFEKSI SALURAN KEMIH (ISK)
DI RSUD Dr. MOEWARDI TAHUN 2014
NASKAH PUBLIKASI
Oleh:
BANI AYU IMANIAH
K 100 110 100
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
SURAKARTA
PETA KUMAN DAN RESISTENSINYA TERHADAP ANTIBIOTIKA PADA PENDERITA INFEKSI SALURAN KEMIH (ISK) DI RSUD Dr. MOEWARDI
TAHUN 2014
MICROBIAL MAPS AND ANTIBIOTIC RESISTANCE TO URINARY TRACT INFECTION (UTI) PATIENTS IN Dr.MOEWARDI HOSPITAL PERIOD 2014
Bani Ayu Imaniah* , M. Kuswandi**, EM Sutrisna*
*Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta **Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada
Korespondensi: banistarzz@yahoo.com
ABSTRAK
Resistensi antibiotika merupakan masalah global yang sering terjadi, termasuk di Indonesia. Hal ini yang menyebabkan cepatnya perubahan peta resistensi penyebab ISK. Oleh karena itu perlu dipantau secara berkesinambungan peta kuman dan resistensi pada penderita ISK di RSUD Dr. Moewardi.
Penelitian dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Klinik RSUD Dr. Moewardi dan Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Farmasi UMS. Isolat yang digunakan berupa isolat hasil uji kepekaan pasien yang berkunjung atau dirawat di RSUD Dr. Moewardi periode Januari-Maret serta isolat bakteri periode Agustus 2014. Jumlah isolat 64, isolasi dan identifikasi dilakukan sesuai standard laboratorium. Uji kepekaan menggunakan metode disc diffusion pada media agar Mueller Hinton.
Hasil penelitian menunjukkan persentase isolasi kuman penderita ISK disebabkan oleh Gram negatif dan Gram positif. Bakteri yang paling dominan yaitu Escherichia coli (48,44%) dan telah resisten terhadap beberapa antibiotika, khususnya terhadap ampisilin (86,96%) dan ciprofloxacin (78,26%).
Kata kunci : Antibiotik, Resistensi, ISK, Gram negatif, Gram positif, RSUD Dr.Moewardi Surakarta
ABSTRACT
Resistance of antibiotics is a common problem in the world, include in Indonesia.It can influence the rapid changes in resistance that cause UTI's map. Therefore, we need to monitored continually the basis microbial map and resistance to UTI patients in Dr. Moewardi Hospital.
The study was conducted at the Laboratory of Microbiology at RSUD Dr. Moewardi and Laboratory of Clinical Microbiology in Pharmacy Faculty of UMS. Isolate is original from the results of sensitivity test in patients who visited or were treated at RSUD Dr. Moewardi in January to March and bacterial was isolated from August 2014. The Number of isolate are 64, isolation and identification were done according to standard laboratory identification. Sensitivity test is using disc diffusion method on Mueller Hinton agar medium.
The results showed that the percentage of patients with UTI bacteria isolation caused by Gram negative and Gram positive. Escherichia coli was predominantly found in around (48,44%) and has been resistant to some antibiotics, especially to ampicillin (86.96%) and ciprofloxacin (78.26%).
PENDAHULUAN
Infeksi merupakan penyakit dan masalah kesehatan utama di berbagai negara
termasuk Indonesia. Penularan infeksi dapat terjadi dari satu orang ke orang lain atau dari
hewan ke manusia, disebabkan oleh hama penyakit seperti bakteri, jamur, virus dan parasit
(Jawetz et al., 2005). Infeksi yaitu keadaan masuknya mikroorganisme dalam tubuh yang
akan berkembang biak dan menimbulkan penyakit, mikroorganisme secara umum terdiri
dari bakteri, fungi dan protozoa (Pratiwi, 2008).
Salah satu penyakit infeksi yang sering ditemukan yaitu Infeksi Saluran Kemih
(ISK). Infeksi Saluran Kemih ditandai dengan keadaan tumbuh dan berkembang biaknya
kuman dalam saluran kemih meliputi infeksi di kandung kemih, parenkim, sampai ginjal.
Dalam keadaan normal saluran kemih tidak mengandung bakteri, virus, atau
mikroorganisme lainnya. Menurut insidennya Infeksi Saluran Kemih dapat terjadi pada
segala usia, pada remaja meningkat 3,3% menjadi 5,8% (Purnomo., 2011). Diperkirakan
50-60% perempuan dewasa pernah mengalami Infeksi Saluran Kemih dalam hidupnya
(Annete et al., 2010). Menurut American Urological Association (2012) diperkirakan
terjadi ISK 150 juta setiap tahun diseluruh dunia.
Pengobatan penyakit infeksi umumnya menggunakan antibiotik. Pemakaian
antibiotik secara rasional sudah menjadi keharusan. Ketidakrasionalan dan pemakaian yang
tidak tepat akan menyebabkan munculnya banyak efek samping dan resistensi bakteri
(Sutrisna, 2012). Resistensi disebabkan oleh bakteri kehilangan target spesifik terhadap
obat dan adanya perubahan genetik (Jawetz et al., 2005).
Dari penelitian dilaporkan bahwa penggunaan antibiotik tidak lagi dapat mengatasi
beberapa bakteri patogen karena adanya resistensi bakteri, hal ini menyebabkan hilangnya
kepercayaan terhadap antibiotik (Kuswandi, 2011). Hampir 50% penggunaan antibiotik di
Amerika untuk peternakan dan hanya 10% yang digunakan untuk pengobatan pada
manusia (Kuswandi, 2011). Menurut Sabir (2013) menunjukkan tingginya resistensi E. coli
terhadap amoksisilin dan penisilin. Menurut Nakhjavani (2006) antibiotik golongan
fluroquinolon sudah mengalami resistensi terhadap E. coli. Selain itu penelitian di Italia
yang dilakukan oleh Magliano (2011) di Itali adanya resistensi bakteri penyebab ISK
terhadap fosfomicyn. Dalam penelitian Akram (2007) di India bahwa resistensi bakteri
penyebab ISK terjadi pada antibiotik ampicillin dan cotrimoxazole. Penelitian Endriani
(2010) di Pekanbaru menghasilkan bahwa bakteri Gram negatif penyebab ISK sudah
Resistensi bakteri ISK terhadap antibakteri terjadi semakin banyak. Hal ini yang
menyebabkan cepatnya perubahan pola resistensi penyebab ISK. Saat ini telah banyak
yang meneliti pola resistensi bakteri ISK, namun adanya perbedaan tempat dan waktu
penelitian menyebabkan pola resistensi bakteri penyebab ISK terhadap antibiotik berubah.
Oleh sebab itu penting memantau secara berkesinambungan pola resistensi bakteri
penyebab ISK disetiap institusi kesehatan.
Mempertimbangkan banyaknya fenomena resistensi yang dapat berubah dari waktu
ke waktu dan berbeda-beda di satu tempat dengan tempat lain, resistensinya terhadap
antibiotika tentu juga berbeda. Hal inilah yang mendorong peneliti untuk meneliti peta
kuman penyebab ISK dan resistensi antibiotika di RSUD Dr. Moewardi tahun 2014, agar
dapat memperoleh informasi jenis antibiotik yang tepat dan efektif untuk pengobatan
penyakit ISK serta sebagai penunjang keberhasilan terapi untuk pasien.
METODOLOGI PENELITIAN
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan yaitu : alat-alat gelas (Iwaki-pyrex), inkubator (Memmert),
shaker (New Brunswick Scientific), mikroskop, autoklaf (My Life), oven (Memmert),
Laminar Air Flow (LAF), incubator shaker mikropipet (Socorex) dan mesin vitex (Vitex 2
compact).
Sampel urin diambil dari pasien, dimasukkan ke dalam botol steril lalu ditutup rapat,
kemudian dibiakkan dalam media selektif, diinkubasi pada suhu 37 C selama 24 jam.
Isolat diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Klinik RSUD Dr. Moewardi Surakarta
sebanyak 10 sampel ditambah data sekunder pasien yang mempunyai hasil uji kuman dan
kepekaan sebanyak 54 sampel. Bahan yang digunakan yaitu : sampel berupa isolat bakteri, BHI, NaCl, alkohol 70, media Mueller Hinton, aquades steril, standar Mc. Farland,disk
antibiotik ampisilin, gentamisin, sulfametoxazol/trimetoprim, cefepim, ceftazidim,
meropenem, ciprofloxacin dan ceftriaxon.
Jalannya penelitian
Data primer berupa isolat tunggal bakteri penderita ISK diperoleh dari
Laboratorium Mikrobiologi Klinik RSUD Dr. Moewardi bulan Agustus 2014 sebanyak 10
sampel yang telah diisolasi, diidentifikasi dan dilakukan pemurnian sehingga kuman yang
akan diteliti adalah merupakan koloni tunggal, ditambah data sekunder hasil uji
menggunakan alat Vitex sebanyak 54 sampel bulan Januari-Maret 2014.
Sepuluh isolat bakteri tunggal dibiakkan pada media NA (Nutrient Agar) miring
Muhammadiyah Surakarta untuk diuji kepekaannya. Pengujian kepekaan kuman dilakukan
menurut difusi cakram dan interpretasi hasil mengacu pada CLSI (Clinical and Laboratory
Standards Institute).
Koloni diambil dengan ose steril disuspensikan ke dalam NaCl dibandingkan
kekeruhan dengan standard Mc Farland, selanjutnya ditanam di atas media penyubur
Mueller-Hinton dan ditempeli disk antibiotika. Diinkubasi pada suhu 370C selama 19-24
jam, dan diukur diameter zona hambatnya.
Analisis data
Interpretasi hasil data primer dengan analisis sensitivitas antibiotik diukur dengan
membandingkan zona hambat tiap-tiap disk lalu dibandingkan dengan standar yang
terdapat dalam CLSI (Clinical and Laboratory Standard Institute) apakah bakteri tersebut
sensitif, intermediet, atau resisten. Hasil uji kepekaan yang diperoleh meliputi kuman
sensitif (S), intermediet (I) dan resisten (R) terhadap antibiotika. Persentase perbandingan
hasil uji resistensi yang didapat dengan hasil uji resistensi total isolat dikali 100%.
HASIL PEMBAHASAN
A. Hasil Isolat Uji
1. Distribusi Hasil Uji Kepekaan Dari Spesimen Urin Pada Penderita ISK Menurut
Usia dan Jenis Kelamin
Data demografis pasien yang mempunyai hasil uji kepekaan kuman dari spesimen
urin pada penderita ISK menurut usia dan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel 1 berikut:
Tabel 1. Distribusi hasil uji kepekaan dari specimen urin pada penderita ISK menurut usia dan jenis kelamin di RSUD Dr. Moewardi tahun 2014
Jenis Kelamin Laki-laki
Perempuan
23 31
42,59 57,41
Hasil analisis deskriptif terhadap karakteristik pasien menunjukkan bahwa
mayoritas pasien penderita ISK berjenis kelamin perempuan sebesar 57,41%, sedangkan
untuk jenis kelamin laki-laki hanya 42,59%. ISK didominasi oleh perempuan dapat
disebabkan beberapa faktor yaitu karena panjang uretra perempuan lebih pendek dibanding
laki-laki yang menyebabkan rentannya bakteri masuk dan hidup di dalam saluran kemih.
Selain itu dapat terjadi karena waktu pengosongan kandung kemih atau sisa kandung
kemih dan dapat terjadi karena masalah anatomi seperti vesicouretral refluks. Dari rentang
usia pasien ISK paling banyak terjadi pada rentang usia lebih dari 60 tahun yaitu usia
akan meningkat 5-10% pada usia 70 tahun hingga mencapai 20% pada usia 80 tahun.
Selain itu perempuan manula lebih mudah mengalami bakteriemia daripada perempuan
muda (Purnomo, 2011)
2. Distribusi Kuman Patogen Yang Diisolasi Dari Penderita ISK
Hasil isolasi kuman dari penderita ISK di Laboratorium Mikrobiologi Klinik
RSUD Dr. Moewardi 2014 menunjukkan bahwa dari 64 isolat ditemukan dua jenis kuman
yaitu kuman Gram positif dan Gram negatif. Distribusi kuman Gram negatif berjumlah 59
isolat dan Gram positif sebanyak 5 isolat. Dari hasil tersebut didapatkan rasio antara
kuman Gram negatif dan Gram positif adalah 59:5 atau 92% : 8%.
Gambar 1. Persentase kuman Gram Positif dan Gram Negatif
Kuman Gram positif yang dapat diisolasi selama penelitian ini adalah
Staphylococcus haemolyticus, dan Enterococcus faecalis, sedangkan kuman Gram negatif
yang dapat diisolasi antara lain: Acinetobacter baumanni, Escherichia coli, Klebsiella
pneumonia, Pseudomonas aeruginosa, Proteus mirabilis, Strenotrophomonas maltophilia.
Hasil isolasi terbanyak ditunjukkan oleh Escherichia coli (48,44%), Klebsiella pneumonia
(17,19%), Acinetobacter baumanni (14,07%) dan diikuti kuman Gram positif
Enterococcus faecalis (4,69%).
Tabel 2 dapat terlihat bahwa Escherichia coli merupakan patogen yang paling
banyak menyebabkan ISK. Kuman penyebab ISK pada umumnya yaitu berasal dari flora
normal usus yang hidup secara komensal di dalam introitus vagina dan sekitar anus karena
adanya gangguan keseimbangan antara mikroorganisme penyebab infeksi dengan host atau
gen epitel. Mikroorganisme masuk dengan cara ascending ke dalam saluran kemih, lalu
mengkolonisasi yang kemudian masuk uretra ke buli-buli dan menempel, hingga dapat
permukaan sel polisakarida, perlekatan mukosa oleh bakteri, dan faktor virulensi
(Sukandar, 2007)
Tabel 2. Distribusi kuman patogen yang diisolasi pada penderita ISK di RSUD Dr. Moewardi tahun 2014
Nama bakteri Jumlah Persentase (%)
Escherichia coli 31 48,44
Klebsiella pneumonia 11 17,19
Acinetobacter baumanni 9 14,07
Proteus mirabilis 4 6,25
Enterococcus faecalis 3 4,69
Pseudomonas aeruginosa 2 3,125
Strenotrophomonas maltophilia 2 3,125
Staphylococcus haemolyticus 2 3,125
Jumlah 64 100
Menurut Samirah, et al (2006) menghasilkan bahwa kuman yang terbanyak
ditemukan sebagai penyebab ISK ialah Escherichia coli yaitu 39,4% dan di urutan kedua
adalah Klebsiella pneumonia 26,3%. Penelitian yang dilakukan Chitraningtyas pada tahun
2014 di Surabaya menunjukkan jenis bakteri penyebab ISK yaitu bakteri Gram-negatif
78,7%, sebagian besar adalah bakteri Escherichia coli 44%. Penelitian lain juga dilakukan
oleh Getachew (2010) di Ethiopia, bakteri Gram negatif yang menyebabkan ISK sebesar
80,2% dan paling banyak bakteri Escherichia coli 55,11%. Di Afrika, 45% kasus ISK
disebabkan oleh Escherichia coli (Tansarli, 2013), di Islamabad Escherichia coli menjadi
penyebab ISK 46,98% (Bano, 2012), di Irak juga penyebab utama ISK yaitu Escherichia
coli 31% (Al-Jebouri, 2013), dan di India 34,42% penyakit ISK disebabkan oleh
Escherichia coli (Rakesh, 2014). Dari data dapat disimpulkan bahwa penyakit ISK di dunia
sebagian besar disebabkan oleh bakteri Gram negatif dan paling banyak oleh Escherichia
coli.
B. Peta Resistensi Kuman
1. Peta Resistensi Kuman 10 Isolat Terhadap Beberapa Antibotika
Bakteri yang didapatkan dari 10 isolat yaitu Escherichia coli, Klebsiella pneumonia
dan Proteus mirabilis. Bakteri ini merupakan bakteri Gram negatif yang menjadi penyebab
Tabel 3. Hasil persentase resistensi 10 isolat bakteri pada penderita ISK di RSUD Dr Moewardi tahun 2014
ANTIBAKTERI
Keterangan: AMP: ampisilin; FEP: cefepim; CAZ: ceftazidim; CRO: ceftriaxon; CIP: ciprofloxacin; CN: gentamisin; SXT: trimetoprim sulfametoxazole; MEM: meropenem
Pada tabel 3 di atas dapat terlihat bahwa dari keseluruhan resistensi tertinggi
sebesar 100% terjadi pada bakteri Escerichia coli, Klebsiella pneumonia, dan Proteus
mirabilis terhadap ampicilin, untuk yang masih sensitif yaitu meropenem. Bakteri E. coli
sudahmengalami resistensi diatas 50% terhadap antibiotik cefepim, ceftazidim, ceftriaxon,
ciprofloxacin, gentamisin dan trimetoprim/sulfametoxazole. Bakteri Klebsiella pneumonia
sudah mengalami resistensi 100% terhadap antibiotik ceftazidim, ceftriaxon, gentamisin
dan trimetoprim/sulfametoxazole. Untuk bakteri Proteus mirabilis sudah mengalami
resistensi 100% terhadap antibiotik ceftazidim, ceftriaxon, ciprofloxacin, gentamisin dan
trimetoprim/sulfametoxazole.
Gambar 2. Persentase resistensi bakteri terhadap beberapa antibiotika
2. Peta Resistensi Kuman Gram Positif Terhadap Beberapa Antibotika
Bakteri Gram positif yang dapat diisolasi dari penderita Infeksi Saluran Kemih
yaitu Enterococcus faecalis dan Staphylococcus haemolyticus, keduanya mengalami
ciprofloxacin, dan levofloxacin. Pemilihan antibiotik untuk bakteri Gram positif
berdasarkan buku pedoman penggunaan antibiotika di RSUD Dr. Moewardi untuk
pengobatan Infeksi Saluran Kemih yaitu ciprofloxacin, levofloxacin dan berdasarkan hasil
uji kepekaan kuman penderita ISK melalui vitek.
Tabel 4. Peta resistensi kuman Gram positif penderita ISK di RSUD Dr. Moewardi tahun 2014
ANTIBAKTERI
Persentase Resistensi Bakteri %
Enterococcus faecalis Staphylococcus haemolyticus
Benzil penicilin 100 100
Ampicilin 100 100
Ciprofloxacin 100 100
Gentamisin 100 0
Levofloxacin 100 100
Trimetoprim/Sulfa - 0
Vancomicin 0 0
Amoxicillin 100 100
Nitrofurantoin 0 -
Linezolid 0 -
Keterangan : (-) : tidak diuji
Mekanisme resistensi bakteri Gram positif terhadap penisilin yaitu dengan
menghambat protein pengikat penisilin (penicillin binding protein) dengan mencegah
ikatan silang peptidoglikan pada tahap akhir sintesis dinding sel. Secara normal protein ini
adalah enzim yang terdapat dalam membran plasma sel bakteri dan terlibat dalam
penambahan asam amino untuk berikatan dengan dinding peptidoglikan yang
menyebabkan dinding sel bakteri menjadi lisis dan rapuh dengan mengeblok aktivitas
enzim transpeptidase (Pratiwi, 2008).
3. Peta Resistensi Kuman Gram Negatif Terhadap Beberapa Antibotika
Bakteri Gram negatif yang dapat diisolasi dari penderita Infeksi Saluran Kemih yaitu
Acinetobacter baumanni, Escherichia coli, Klebsiella pneumonia, Pseudomonas
aeruginosa, Proteus mirabilis, Strenotrophomonas maltophilia dan mengalami resistensi
tertinggi terhadap ampisilin, sedangkan yang masih sensitif yaitu meropenem. Pemilihan
antibiotik untuk bakteri Gram negatif berdasarkan antibiotik yang paling sering diresepkan
yaitu ceftriaxon, dan berdasarkan buku pedoman penggunaan antibiotika di RSUD Dr.
Moewardi untuk pengobatan Infeksi Saluran Kemih yaitu ciprofloxacin, levofloxacin,
ampisilin sulbactam dan golongan sefalosporin. Untuk antibiotik amikacin, ampisilin,
gentamisin, meropenem, trimetoprim/sulfametoxazole berdasarkan hasil uji kepekaan
Tabel 5. Peta resistensi kuman Gram negatif penderita ISK di RSUD Dr. Moewardi tahun 2014
Keterangan : AMK: amikacin; AMP: ampisilin; AMP/SUL: ampicilin sulbactam; FAZ: cefazolin; FEP: cefepim; CAZ: ceftazidim; CRO: ceftriaxon; CIP: ciprofloxacin; CN: gentamisin; MEM: meropenem; SXT: trimetoprim sulfametoxazole; LVN: levofloxacin; (-) : tidak diuji
Dari hasil resistensi pada tabel 5, dapat dilihat bahwa resistensi bakteri Gram
negatif paling tinggi terhadap ampicilin, sedangkan yang masih sensitif yaitu meropenem.
Hasil penelitian ini sama dengan hasil penelitian Endriani (2010) di Pekanbaru
menunjukkan resistensi bakteri Gram negatif terjadi pada golongan penisilin. Sedangkan
penelitian ini berbeda dengan Samirah tahun 2006 yang menghasilkan bahwa Escherichia
coli, antimikroba yang paling sensitif adalah fosfomycin (85,7%), diikuti cefepim,
ceftriaxon, aztreonam, dan amikacin. Sedangkan untuk yang paling resisten yaitu
amoxycillin (96,0%), diikuti oleh trimetoprim, ampicillin, cefoperazone, dan
tetracycline. Untuk Klebsiella pneumoniae, antimikroba yang paling sensitif ialah
ceftriaxon (87,5%), ciprofloxacin dan cefotaxime, sedangkan yang resisten yaitu
amoxycillin dan ampicillin (100%) dan diikuti trimetoprim. Hasil penelitian yang serupa
juga dilakukan Christyaningsih (2014) di Surabaya menghasilkan bahwa E. coli resisten
terhadap sulfametoxazole trimetoprim sebesar 81,3% dan ciprofloxacin 76,5%, sedangkan
yang sensitif meropenem dan fosfomicyn sebesar 100%, Amikacin (92,6%). Penelitian
serupa juga di India bahwa E. coli sensitif terhadap meropenem sebesar 95,45% (Prakash,
2013). Meropenem yaitu antibiotik spektrum luas dengan cara menghambat dinding sel
bakteri (Guillou, 2010).
ANTIBAKTERI Persentase Resistensi Bakteri
%
Gambar 3 dan 4 merupakan hasil uji kepekaan kuman secara konvensional dengan
menggunakan metode disk diffusion (Kirby-Bauer). MH diisikan pada cawan petri lalu
ditanami organisme uji hingga rata, kertas samir/disk antibiotika kemudian diletakkan di
atas media lalu diinkubasi pada suhu 37 C selama 19-24 jam. Metode ini merupakan
metode yang paling sering digunakan karena lebih mudah, murah, sederhana, dan hasil
yang didapatkan cepat.
Gambar 3. Uji kepekaan kuman Klebsiella pneumonia terhadap beberapa antibiotik
Keterangan: 1. Cefepim; 2. Trimetoprim/sulfametoxazole; 3. Meropenem; 4. Ciprofloxacin; 5. Ceftazidim; 6.Ampisilin; 7. Gentamisin; 8. Ceftriaxon
Gambar 4. Uji kepekaan kuman Escerichia coli terhadap beberapa antibiotik
Keterangan: 1. Trimetoprim/sulfametoxazole; 2. Cefepim; 3. Ciprofloxacin; 4. Meropenem; 5. Ampisilin; 6. Gentamisin; 7. Ceftazidim; 8. Ceftriaxon
3
6
7
8 1
5 5 2
4 3
1
2
4
5 7
Tabel 6. Data zona hambat minimum E. coli terhadap beberapa antibiotika
Bakteri Uji Kode
Bakeri
Diameter zona hambat (mm)
CIP FEP CAZ AMP MEM SXT CRO CN
K. pneumonia 497 U 21 22 17 - 26 - - 17
E. coli 524 U 22 21 21 - 28 - 18 17
Keterangan : CIP: ciprofloxacin; FEP: cefepim; CAZ: ceftazidim; AMP: ampisilin; MEM: meropenem; SXT: trimetoprim sulfametoxazole; CRO: ceftriaxon; CN: gentamisin; (-): tidak ada zona hambat
Hasil uji kepekaan (Tabel 6) menunjukkan bahwa Klebsiella pneumonia (497 U)
resisten terhadap ceftazidim dengan diameter zona hambat (17 mm), ampisilin (-),
trimetoprim sulfametoxazole (-), ceftriaxon (-), sedangkan yang sensitif yaitu cefepim (22
mm), ciprofloxacin (21 mm), meropenem (26 mm) dan gentamisin (17 mm). E. coli (524
U) resisten terhadap ampisilin (-), trimetoprim sulfametoxazole (-), ceftriaxon (18 mm),
sedangkan yang sensitif yaitu ciprofloxacin (22 mm), cefepim (21 mm), ceftazidim (21
mm), meropenem (28 mm) dan gentamisin (17 mm).
Resistensi bakteri Gram negatif yang tinggi ini dapat terjadi karena populasi kuman
Gram negatif lebih banyak dibanding Gram positif, selain itu disebabkan oleh sifat
endogen dan faktor endemik kuman itu sendiri. Antibiotika yang sering digunakan oleh
masyarakat secara bebas seperti amoksisilin dan ampisilin menunjukkan resistensi
terhadap kuman Gram negatif sudah lebih dari 75% (Rizal, 2010).
Dalam buku pedoman penggunaan antibiotika di RSUD Dr.Moewardi, terapi
antibiotika untuk pengobatan Infeksi Saluran Kemih dapat digunakan ciprofloxacin,
ceftriaxon, cefepim, ceftazidim, ampisilin sulbactam dan amoksisilin clavulanat. Melihat
tingginya resistensi bakteri penyebab Infeksi Saluran Kemih terhadap beberapa antibiotika
perlu adanya pengkajian ulang antibiotika yang tepat untuk pengobatan Infeksi Saluran
Kemih di RSUD Dr.Moewardi.
KESIMPULAN
Peta kuman yang diisolasi dari pnderita ISK di RSUD Dr. Moewardi Surakarta
paling banyak yaitu Escherichia coli (42,59%) dan telah resisten terhadap beberapa
antibiotika, khususnya terhadap ampisilin (86,96%), ciprofloxacin (78,26%), diikuti
golongan sefalosporin seperti cefepim (65,22%), ceftazidim (60,87%), cefazolin (65,22%)
SARAN
Evaluasi yang kontinyu dan periodik untuk memantau perkembangan peta kuman
penyebab ISK terhadap antibiotik diperlukan untuk mengetahui sejauh mana resistensi
maupun sensitifitas bakteri penyebab infeksi tersebut terhadap antibiotik yang digunakan
dalam pengobatan. Perlu dibuat semacam panduan antibiotik (antibiotik guideline) yang
selalu diperbarui setiap tahunnya. Hal ini berguna untuk meminimalisir terjadinya
resistensi akibat ketidaktepatan penggunaan antibiotik.
DAFTAR PUSTAKA
Akram, M., Shahid, M., Khan, A.U., 2007, Etiology and Antibiotic Resistance Patterns of Community-acquired Urinary Tract Infections in JNMC Hospital Aligarh, India,
BioMed Central, 6(4), 1-7.
Al-Jebouri, M.M., Salih, A., Mdish, 2013, Antibiotic Resistance Pattern of Bacteria Isolated from Patients of Urinary Tract Infections in Iraq, Open Journal of Urology, 3(2), 124-131.
American Urological Association, 2012, Adult UTI, National Medical Student Curriculum, 1-9.
Annette, Saskatoon, Larochelle, A., Lambert, St., 2000, Recurrent Urinary Tract Infection, SOGC.
Bano, K., Jafar, K., Hasina, B., Shahzad, M., Jamil A.S., Muhammad, A., 2012, Patterns of antibiotic sensitivity of bacterial pathogens among urinary tract infections (UTI) patients in a Pakistani population, African journal of microbiology research, 2 (6), 414-420.
Chitraningtyas, D., Juliana, C., Retno, S., 2014, Profil Bakteri Penyebab Infeksi Saluran Kemih Di Balai Besar Laboratorium Kesehatan Daerah Surabaya, Media Pharmaceutica Indosiana, 9 (4).
Endriani, R., Andrini, F., Alfina, D., 2010, Pola Resistensi Bakteri Penyebab Infeksi Saluran Kemih (ISK) Terhadap Antibakteri di Pekanbaru, Jurnal Natur Indonesia, 12(2), 130-135.
Firizki, F., 2014, Pattern sensitivity of Escherichia coli and Klebsiella Sp. To antibiotic sefalosporin period of year 2008-2013 di Bandar Lampung, Medical Journal of Lampung University.
Getachew, T., 2010, Bacterial Pathogens Implicated In Causing Urinary Tract Infection (UTI) And Their Antimicrobial Susceptibility Pattern In Ethiopia, Revista CENIC,
Ciencias Biológicas, 41.
Jawetz, E., Melnick, J. L. & Adelberg, E. A., 2005, Mikrobiologi Kedokteran Edisi I, diterjemahkan oleh bagian mikrobiologi Fakultas Kedokteran UNAIR, 224-227, 233-235, Surabaya, Salemba Medika.
Kuswandi, M., 2011, Strategi Mengatasi Bakteri yang Resisten terhadap Antibiotika , 10-12. Yogyakarta, Pidato pengukuhan jabatan guru besar pada fakultas farmasi Universitas Gadjah Mada.
Nakhjavani, F.A., Mirsalehian, A., Hamidian, M., Kazemi, B., Mirafshar, M., Jabalameli, F., 2007, Antimicrobial Susceptibility Testing for Escherichia coli Strains to Fluoroquinolones in Urinary Tract Infection, Iranian J Publ Health, 36(1), 89-92.
Prakash, D., & Ramchandra, S.S., 2013, Distribution and Antimicrobial Susceptibility Pattern of Bacterial Pathogens Causing Urinary Tract Infection in Urban Community of Meerut City, India, ISRN Microbiology.
Pratiwi, S.T., 2008, Mikrobiologi Farmasi, 154, 158, Jakarta, Erlangga Medikal Series.
Purnomo, B.B., 2011, Dasar-dasar Urologi, Malang, Sagung Setyo.
Rakesh, K., Dahiya, S.S., Hemwani Kirti and Srivastava Preeti, 2014, Isolation Of Human Pathogenic Bacteria Causing Urinary Tract Infection And Their Antimicrobial Susceptibility Pattern In A Tertiary Care Hospital, Jaipur, India, International Research Journal of Medical Sciences, 2(6), 6-10.
Sabir, S., Anjum, A.A., Ijaz, T., Ali, M.A., Khan, M.R., Nawaz, M., 2014, Isolation and Antibiotic Susceptibility of E. coli from Urinary Tract Infections in a Tertiary Care Hospital, Pak J Med Sci, 30(2), 389-392.
Samirah, Darwati, Windarwati, 2006, Pola dan sensitivitas kuman di penderita infeksi saluran kemih, Indonesian Journal of Clinical Pathology and Medical Laboratory, 12(3),110-113.
Sukandar, E., 2007, Infeksi saluran kemih pada pasien dewasa dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I, Edisi IV, Jakarta, Balai Penerbit FKUI.
Sutrisna, EM., 2012, Penggunaan Antibiotik Secara Rasional, Purwodadi, Seminar IDI Grobogan.
Tansarli, G.S., Athanasiou, S., Falagas, M.E., 2013, Evaluation of Antimicrobial Susceptibility of Enterobacteriaceae Causing Urinary Tract Infections in Africa,