• Tidak ada hasil yang ditemukan

SELF FORGIVENESS PADA WANITA YANG TELAH MELAKUKAN ABORSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "SELF FORGIVENESS PADA WANITA YANG TELAH MELAKUKAN ABORSI"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

1

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Banyak pasangan yang menginginkan memiliki seorang anak, tetapi setelah beberapa tahun pernikahan masih juga belum dikaruniai anak. Tidak hanya beban finansial yang besar dan psikologis yang berat untuk memiliki anak sendiri. Mereka bersedia melakukan apapun untuk mempunyai anak. Ada yang melakukan bayi tabung untuk memiliki anak mereka sendiri, namun tentunya dengan biaya yang tidak sedikit pula. Tapi ada juga yang dengan berat hati akhirnya melakukan adopsi sebagi jalan keluarnya. Hal ini sangat berbeda dengan beberapa pasangan yang menggugurkan janinnya disebabkan karena tidak menginginkannya.

Sebagian wanita tetap melakukan aborsi sebagai solusi masalah kehamilannya yang tidak diinginkan, meskipun mereka banyak yang mengerti bahwa aborsi adalah tindakan ilegal. Wanita yang dengan sengaja melakukan aborsi, perbuatannya bisa dikenai tindak pidana. Namun tidak hanya wanita tersebut saja, orang-orang lain yang terlibat dalam proses aborsi itu juga bisa terkena tindak pidana pula. Serupa dengan berita di Kompas.com pada Kamis 22 Januari 2009, polisi menahan 3 tersangka pelaku aborsi yang dilakukan di Jakarta Utara, dua orang yang menjalankan praktik aborsi akan dijerat pasal 346 KUHP dengan hukuman maksimal 5 tahun dan pasal 348 KUHP dengan tuntutan hukuman maksimal 5 tahun 6 bulan. Sementara itu, wanita yang melakukan aborsi dijerat pasal 346 KUHP dengan maksimal 5 tahun penjara. Namun aborsi juga tidak selamanya dilarang, aborsi diijinkan bila dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil dan atau janinnya, seperti dalam pasal 15 (1) UU Kesehatan Nomor 23/1992.

Umumnya aborsi dilakukan oleh seorang wanita hamil baik yang telah menikah maupun yang belum menikah dengan berbagai alasan. Ada alasan yang bersifat medis dan non medis. Namun alasan yang paling sering digunakan adalah alasan-alasan yang bersifat non medis (termasuk jenis aborsi buatan/sengaja).

(2)

2

2

bahaya. Daripada ibu maupun janin akan mati atau salah satu saja dari mereka mati, maka terjadilah aborsi. Secara umum, hal ini tidak hanya dilakukan bila nyawa ibu terancam, namun juga bila kesehatan ibu terancam serius, biarpun tidak sampai mengancam hidupnya. Sedangkan yang bersifat non medis, misalnya karena si perempuan tidak menginginkan kehamilannya. Entah itu karena gagal dalam keluarga berencana ataupun karena malu memiliki banyak anak.

Hasil penelitian dari Perdana (2009), latar belakang seseorang melakukan aborsi dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu faktor internal (adanya perilaku egosentrisme mementingkan diri sendiri, ketidaksiapan individu dalam mempunyai anak dan membina rumah tangga serta belum siap untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri, munculnya kecemasan merusak image diri sendiri dan orang tua dan kecemasan mendapatkan hukuman dari orang tua). Adapun faktor eksternal (adanya dukungan melakukan aborsi dan tekanan dari keluarga karena tidak merestui hubungan individu dengan pasangannya serta penolakan orang tua terhadap janin yang ada di perutnya, faktor ekonomi keluarga, serta lingkungan pergaulannya yang memberi petunjuk kepada individu untuk melakukan aborsi.

Sedangkan alasan wanita melakukan aborsi yang ditemukan oleh peneliti pada subyek adalah ketidaksiapan subyek dengan pacarnya untuk menikah dan memiliki seorang anak. Selain itu juga, karena perasaan malu dan takut bila keluarga dan lingkungan sekitarnya mengetahui kehamilannya. Setelah mengetahui hal itu, maka kemudian subyek dan pasangannya memutuskan untuk mengaborsi janin tersebut.

Dari hasil penelitian Suratno (2010) yang berjudul pengambilan keputusan untuk melakukan aborsi pada mahasiswa, aborsi dilatarbelakangi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internalnya adalah intensitas dan komitmen kedua pasangan untuk menikah, serta belum siap secara psikologis dan ekonomi untuk hidup berumah tangga. Sedangkan faktor eksternal terdiri dari sikap dan penerimaan orang tua, penilaian masyarakat serta pandangan agama tentang kehamilan diluar nikah.

(3)

3

3

jalan mengkonsumsi jamu atau ramuan tertentu. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian dari Guttmacher Institute (2008), bahwa hampir setengah dari semua wanita yang mencari pelayanan aborsi di Indonesia lari pada dukun bersalin, dukun tradisional atau ahli pijat yang menggunakan cara pemijatan untuk menggugurkan kandungan.

Setiap tahunnya di Indonesia, ada berjuta-juta wanita yang mengalami kehamilan yang tidak diinginkan, dan sebagian besar wanita tersebut lebih memilih aborsi guna mengakhiri kehamilan mereka. Hal ini tidak hanya terjadi di Indonesia saja, tapi banyak nagara lainnya. Umumnya di negara-negara berkembang terdapat stigma dan pembatasan yang ketat terhadap aborsi, sehingga sangat sulit untuk mengetahui data secara pasti jumlah statistik dari tindak aborsi ini, karena pada umumnya aborsi dilakukan secara sembunyi-sembunyi oleh oknum-oknum tertentu. Seperti diberitakan okezone.com pada Kamis, 3 Februari 2011, bahwa Polres Sidoarjo berhasil membongkar sebuah klinik yang diduga sebagai tempat aborsi. Kemudian polisi menangkap dokter yang bernama Edward Armando sebagai pelakunya. Menurut dokter tersebut, dalam seminggu pasien yang menggugurkan kandungannya antara 20 hingga 25 orang, sehingga dalam dua tahun dia berhasil menggugurkan 1500 pasien.

(4)

4

4

kehamilan tanpa alat kontrasepsi, sehingga risiko kematian pada kehamilan remaja dua kali lebih tinggi.

Aborsi yang tidak aman dapat membahayakan nyawa pelakunya. Tidak sedikit wanita yang mengalami dampak negatif setelah melakukan aborsi, yang berupa gangguan baik itu fisik maupun psikis. Gangguan ini biasa disebut dengan

post abortion syndrome atau sindrom pasca aborsi (PAS). PAS merupakan gangguan stres dan traumatik yang biasanya terjadi ketika seorang perempuan post-abortus

tidak dapat menghadapi respon emosional yang muncul akibat trauma aborsi. Tetapi tidak semua wanita yang aborsi mengalami PAS. Ada beberapa faktor yang memicu aborsi menjadi traumatis yaitu aborsi yang menyakitkan, melakukan aborsi karena paksaan, adanya infeksi akibat aborsi, dan menentang sistem nilainya. Seorang wanita pasca aborsi dikatakan mengalami PAS berat ketika kondisi yang dialaminya mengarah pada gejala-gejala yang mengganggu kelangsungan hidup atau keselamatan dirinya. (Hudaya, 2009)

Terdapat berbagai macam gangguan fisik yang biasanya timbul setelah aborsi. Efek jangka pendeknya adalah rasa sakit yang intens, terjadi kebocoran uterus, perdarahan hebat, infeksi, bagian bayi yang tertinggal di dalam, syok/koma, merusak organ tubuh lain, kematian. Sedangkan efek jangka panjangnya adalah tidak dapat hamil kembali, keguguran kandungan, kehamilan tuba, kelahiran prematur, gejala peradangan di bagian panggul (pelvis), histerektomi (pengangkatan rahim). Selain itu, gangguan psikis yang timbul akibat aborsi adalah adanya perasaan bersalah, rasa malu, kesedihan yang berlarut-larut, kehilangan rasa percaya diri, dan merasa tidak berharga. (Hudaya, 2009)

(5)

5

5

dilakukannya. Terakhir pengaruh terhadap emosi individu yaitu dia sering menangis sendiri tanpa sebab yang jelas jika mengingat peristiwa aborsi tersebut.

Dari hasil wawancara awal dengan subyek, didapatkan informasi bahwa setelah melakukan aborsi, subyek merasa kehilangan anaknya dan menyesal telah melakukan aborsi. Selama beberapa bulan kemudian, dia merasa bersalah, sering menangis, mengalami insomnia, mimpi buruk, dan merasa sering didatangi atau melihat bayinya yang telah diaborsi. Hingga saat ini, subyek terkadang masih menangis ketika mengingat bayinya, meski sekarang dia sudah lebih stabil dan telah menerima kesalahan yang pernah dia perbuat. Hal ini dikarenakan subyek telah memaafkan dirinya.

Saat wanita telah melakukan aborsi, maka akan timbul perasaan malu, rasa bersalah, dan menyesal atas perbuatannya. Rasa bersalah pada bayi yang telah diaborsi, serta perasaan malu pada diri sendiri, keluarga dan lingkungannya. Atribusi yang ia miliki bahwa aborsi merupakan perbuatan yang salah dan tidak sesuai dengan nilai-nilai moralnya akan bertanggung jawab dalam meningkatkan perasaan malu dan bersalah terhadap perbuatannya tersebut.

Baumiester (dalam Wohl,DeShea dan Wahkinney, 2008) mengatakan ketika seseorang melakukan kesalahan dalam hubungan dengan orang yang signifikan, akan berakibat menyesalinya. Sehingga, kepercayaan terhadap diri sendiri untuk melakukan perilaku yang salah menghasilkan pemikiran yang destruktif, perasaan, dan perilaku terhadap dirinya sendiri. Misalnya seseorang tidak menyukai dirinya sendiri atau mempercayai dirinya tidak berharga, hal tersebut merupakan orang yang gagal untuk memaafkan dirinya (self forgiveness).

(6)

6

6

traumatis tersebut dan menumbuhkan pikiran optimis mengenai masa depan, dan bisa menghormati dirinya sendiri.

Menurut Simonellli (2007), self forgiveness adalah melepaskan diri dari perasaan bersalah atau situasi yang menyalahkan. Self forgiveness bukan menghukum atau menghakimi apa yang telah ia lakukan buruk melainkan sikap mental mencintai dirinya setelah melakukan kesalahan. Self forgiveness dipengaruhi oleh adanya perubahan emosi (rasa bersalah dan malu), perubahan perilaku dan sosial kognitifnya.

Wohl, DeShea, dan Wahkinney (2008) mengatakan bahwa self forgiveness

berhubungan dengan psychological well being dalam konteks hubungan yang signifikan.

Sama halnya menurut Enright (dalam Wohl, DeShea, dan Wahkinney, 2008)

self forgiveness bertanggung jawab menghadapi sesuatu yang salah ketika menunda pemikiran negatif, perasaan dan perilaku yang berhubungan langsung dengan diri sendiri ( self ) menggantinya dengan perasaan kasihan, kemurahan hati, dan cinta. Enright berpendapat bahwa self forgiveness bersinonim dengan self reconciliation

(berdamai pada diri sendiri).

Menurut penelitian Pamintaningtyas (2009), mengenai perilaku forgiveness pada istri-istri yang mengalami kekerasan rumah tangga (KDRT), faktor yang menyebabkan istri memaafkan suaminya dikarenakan masih mencintai suami, komitmen, faktor usia, keraguan untuk menikah lagi, faktor orang tua, dan yang utama demi masa depan anak. Proses memaafkannya melalui introspeksi diri, lebih bersabar, menyadari, dan akhirnya memaafkan si suami. Sedangkan manfaat yang didapat dari memaafkan adalah merasa lebih tenang, pikiran lebih lepas, dan penyakit yang ada jarang kambuh karena terhindar dari stress sehingga subyeknya merasa bahagia.

(7)

7

7

Oleh karena itu dalam penelitian ini peneliti menggunakan subyek wanita yang telah melakukan aborsi.

Diperlukan waktu yang tidak sedikit bagi wanita yang telah melakukan aborsi untuk menerima kesalahannya dan memaafkan dirinya. Bahkan ada yang perlu bertahun-tahun untuk dapat memaafkan kesalahannya. Namun bila individu berhasil melakukannya, maka dia akan bisa melanjutkan kehidupannya kembali. Dampak negatif dari ketidakmampuan untuk memaafkan diri sendiri berhubungan dengan neuritik, depresi, kecemasan, dan permusuhan (Hall & Fincham, 2005).

Penelitian mengenai aborsi, umumnya berkisar mengenai latar belakang melakukan aborsi, proses pengambilan keputusan untuk aborsi, dampak psikologisnya, dan stres yang dialami wanita yang melakukan aborsi. Padahal penelitian mengenai cara mereka memaafkan dirinya sangat penting, agar mereka dapat kembali melangsungkan hidupnya dan bangkit kembali dari keterpurukannya. Oleh karena itu, penelitian self forgiveness penting untuk dilakukan karena bila tidak mampu memaafkan dirinya, maka besar kemungkinan dapat membahayakan dirinya. Hal ini disebabkan tidak sedikit wanita post abortus yang memiliki keinginan untuk bunuh diri akibat terlalu menyalahkan dirinya yang kemudian menjadi depresi.

Dari uraian di atas maka peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana gambaran

self forgiveness pada wanita yang telah melakukan aborsi. Sehingga wanita post abortus bisa mengatasi permasalahan psikologis yang dialaminya, dan berusaha tidak menyalahkan dirinya sendiri atas kesalahan yang dia perbuat.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana gambaran self forgiveness pada wanita yang telah melakukan aborsi?

2. Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi self forgiveness pada wanita yang telah melakukan aborsi?

C. Tujuan Penelitian

(8)

8

8

1. Untuk mengetahui gambaran self forgiveness pada wanita yang telah melakukan aborsi.

2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi self forgiveness pada wanita yang telah melakukan aborsi.

D. Manfaat Penelitian

1. Secara Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipergunakan sebagai bahan masukan dalam mengembangkan ilmu psikologi, khususnya psikologi klinis, perkembangan, dan sosial.

2. Secara Praktis

(9)

iii

SELF FORGIVENESS

PADA WANITA YANG TELAH

MELAKUKAN ABORSI

SKRIPSI

Oleh:

Ervina Mayasari

07810182

FAKULTAS PSIKOLOGI

(10)

ii

SELF FORGIVENESS PADA WANITA YANG TELAH

MELAKUKAN ABORSI

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Muhammadiyah Malang Sebagai Salah Satu Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Psikologi

Oleh : Ervina Mayasari

07810182

FAKULTAS PSIKOLOGI

(11)
(12)

ii

LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi ini telah diuji oleh dewan penguji Pada tanggal: 5 November 2011

Dewan Penguji Ketua Penguji Anggota Penguji

: :

Dra. Cahyaning Suryaningrum, M.Si 1. Ni’matuzahroh, S.Psi, M.Psi

2. Yudi Suharsono, S.Psi, M.Si 3. Dra. Diantini, M.Si

(………) (………) (………) (………)

Mengesahkan, Dekan Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang

(13)

iii

SURAT PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini : Nama

NIM

Fakultas / Jurusan Perguruan Tinggi

: : : :

Ervina Mayasari 07810182 Psikologi

Universitas Muhammadiyah Malang

Menyatakan bahwa skripsi / karya ilmiah yang berjudul :

Self Forgiveness Pada Wanita yang Telah Melakukan Aborsi.

1. Adalah bukan karya orang lain baik sebagian maupun keseluruhan kecuali dalam bentuk kutipan yang digunakan dalam naskah ini dan telah disebutkan sumbernya.

2. Hasil tulisan karya ilmiah / skripsi dari penelitian yang saya lakukan merupakan Hak bebas Royalti non eksklusif, apabila digunakan sebagai sumber pustaka.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan apabila pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia mendapat sanksi sesuai dengan undang-undang yang berlaku.

Mengetahui Malang, 22 November 2011 Ketua Program Studi Yang menyatakan

(14)

ii

KATA PENGANTAR

Tiada kata yang paling indah untuk diucapkan, kecuali ucapan alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Self Forgiveness Pada Wanita yang Telah Melakukan Aborsi”

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana psikologi di Universitas Muhammadiyah Malang.

Sebagai pribadi yang memiliki keterbatasan, penulis menyadari bahwa kelancaran penyusunan skripsi ini tidak lepas dari adanya dorongan, bantuan, dan dukungan dari semua pihak. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Drs. Tulus Winarsunu M.Si, selaku dekan Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang.

2. Dra. Cahyaning Suryaningrum, M.Si dan Ni’matuzahroh, S.Psi, M.Psi selaku pembimbing I dan pembimbing II yang sudah banyak meluangkan waktunya serta selalu memberikan kritik, saran, bimbingan serta motivasinya sehingga tugas ini dapat terselesaikan.

3. Bapak Ari Firmanto, S.Psi selaku Dosen Wali Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang angkatan 2007 kelas D yang telah banyak membantu dan mengarahkan kegiatan akademis penulis

4. Kedua subyek saya Mbak DY dan MA yang udah bersedia meluangkan waktunya untuk saya korek ceritanya dan merelakan rahasia pribadinya untuk saya jadikan bahan skripsi. Begitu juga dengan teman-teman subyek yang juga mau bersedia meluangkan waktu dan membantuku mengetahui cerita subyek. Saya benar-benar berterima kasih dan minta maaf kalau ada salah.

5. Kedua orang tuaku tercinta yang selalu perhatian, kasih sayangnya, dan mengorbankan segalanya untuk pendidikan ketiga putri tercintanya, serta tidak lupa selalu menanyakan perkembangan skripsiku tanpa henti-henti. Begitu juga dengan kedua adekku yg selalu cerewet si Epi and Gigis yg tak henti-hentinya menggangguku dengan telponnya.

(15)

iii

6. Mr.cueksku yang ngarep banget aku cepet lulus. makasih untuk kesabaranmu, kuharap kamu tetap sabar menungguku. Moga harapan kita terwujud.

7. Untuk anak-anak kos gg.15c 11c lt.2 yang gokil-gokil. lu’lu, thesa, tia, ika, tika, cita, ndah, dan ulphe, terima kasih untuk semua kenangan indahnya dan dukungan kalian guys.

8. Semua teman-temanku di Fakulatas Psikologi angkatan 2007 khususnya kelas D ijuk (yang ngenalin aku ke someone), novi, mbah, mbek dan semuanya terima kasih atas dukungan dan kebersamaan kita selama ini.

9. Untuk genk Nak Nik Nuk keseluruhan, cho2, ndah, pika, paini, ophiek yg nganterin kemana-mana, iyip yang cerewet nyuruh skripsiku cepet selesai and mb.ana terimakasih atas dukungan dan kebersamaan kalian selama ini. Si dede juga, makasih selalu ikut aku bimbingan, dan kamu sudah menjadi teman depresi yang baik

10.Buat teman seperjuangan bimbingan bu zahroh dan bu naning Si ririn, fitri (yang udah ngasih ide dan selalu membantuku), dll.

11.Untuk teman-teman part timeku ber-20 orang, yang selalu cerewet n perhatian ke skripsiku. Juga pak ros dan bu.dian, mas hendrik, sisi, dan outsourcing lain, juga para kepala BKMA. Terima kasih untuk 6 bulan yang menyenangkan itu. 12.Serta semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang telah

banyak membantu dalam menyelesaikan penelitian ini.

Akhir kata tiada satupun karya manusia yang sempurna, oleh karenanya saran dan kritik demi perbaikan sangat penulis hargai dan harapkan. Semoga Allah SWT selalu memberikan rahmat dan ridhonya kepada kita semua amien.

Malang, 22 November 2011 Penulis

Ervina Mayasari

(16)

ii

INTISARI

Mayasari, Ervina.(2011). Self Forgiveness Pada Wanita Yang Telah Melakukan Aborsi.

Skripsi.Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang. Pembimbing : (1) Cahyaning Suryaningrum, (2) Ni’matuzahroh Kata Kunci : Self forgiveness, aborsi

Rasa bersalah merupakan reaksi normal yang biasanya muncul setelah wanita menyadari bahwa tindakan aborsi itu salah dan bahwa ia bertanggung jawab penuh atas pilihannya. Rasa bersalah yang terus menerus dapat berakibat negative pada dirinya, seperti neuritik, depresi, kecemasan, dan permusuhan terhadap dirinya. Namun rasa bersalah ini dapat diatasi dengan jalan memaafkan dirinya atas kesalahan yang telah diperbuat (self forgiveness). Dengan memaafkan dirinya maka ia mampu untuk kembali mencintai dirinya dan tidak menyalahkan dirinya atas kesalahan yang pernah diperbuat, melepaskan kenangan dan kejadian traumatis tersebut dan menumbuhkan pikiran optimis mengenai masa depan, dan bisa menghormati dirinya sendiri. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran self forgiveness pada wanita yang melakukan aborsi dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi self forgiveness pada wanita yang telah melakukan aborsi.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Subyek dalam penelitian ini adalah 2 wanita yang telah melakukan aborsi dan telah memaafkan dirinya di Malang dan Kediri. Untuk penggalian data digunakan wawancara semi terstruktur. Sedangkan sebagai uji keabsahan untuk mengecek kebenaran data, digunakan metode triangulasi data yang dilakukan pada teman kerja dan teman dekat subyek.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa gambaran proses self forgiveness

pada wanita yang telah melakukan aborsi adalah diawali dengan adanya atribusi bahwa aborsi salah, kemudian timbul perasaan bersalah, muncul perilaku berdamai ke pihak yang disakiti, adanya ampunan dari korban atau keyakinan telah dimaafkan meskipun sebenarnya belum tentu dimaafkan, dan self forgiveness. Untuk dapat memaafkan dirinya ada beberapa faktor yang mempengaruhinya yaitu faktor yang berasal dari dalam diri (intern) dan luar (ekstern). Faktor yang berasal dari dalam diri meliputi faktor atribusi, rasa bersalah, menyesal, perilaku berdamai, dan keyakinan telah dimaafkan. Sedangkan faktor yang berasal dari luar dipengaruhi oleh adanya dukungan sosial yang berasal dari orang-orang terdekatnya. ditemukan Ditemukan pula tingkatan

self forgiveness yang berbeda dari setiap subyek. Hal ini dikarenakan tidak adanya keinginan subyek untuk menceritakan perbuatannya kepada orang tuanya sehingga tidak timbul perilaku berdamai ke orang tua dan belum mendapatkan maaf darinya. Tingkatan self forgivenessnya hanya pada limited forgiveness.

Sedangkan pada subyek yang satu lagi, self forgivenessnya berada pada tingkatan

full forgiveness dikarenakan adanya ampunan dari orang tuanya.

(17)
(18)

ii

4. Gejala-gejala sindrom pasca-aborsi ... 19

5. Proses self forgiveness pada wanita yang telah melakukan aborsi ... 23

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 26

B. Batasan Istilah ... 26

C. Subyek Penelitian ... 27

D. Metode Pengumpulan Data ... 27

E. Jenis Data Dan Instrument Penelitian ... 28

F. Prosedur Penelitian ... 28

G. Teknik Analisis Data ... 29

H. Metode Keabsahan Data ... 30

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 31

1. Identitas Subjek Penelitian ... 31

2. Deskripsi Data ... 31

B. Analisa Data ... 39

C. Self Forgiveness Pada Wanita Yang Telah Melakukan Aborsi ... 45

D. Pembahasan ... 48

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 54

B. Saran ... 54

DAFTAR PUSTAKA ... 56

LAMPIRAN ... 58

(19)

iii

DAFTAR GAMBAR

Nomor Gambar

Halaman

Gambar 2.1 : Model self forgiveness oleh Hall&Fincham2005………....12 Gambar 2.2 : Model alternatif self forgiveness oleh Mc. Connell………..13

(20)

ii

DAFTAR TABEL

Nomor Tabel

Halaman

Tabel 4.1 : Identitas subyek penelitian………31

(21)

iii

DAFTAR SKEMA

Nomor Skema Halaman

Skema 4.1 : Self forgiveness pada subyek DY………40 Skema 4.2 : Self forgiveness pada subyek MA………..43 Skema 4.3 : Self forgiveness pada kedua subyek………...46

(22)

ii

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Lampiran

Halaman

Lampiran 1 : Guide interview ……….….59

Lampiran 2 : Instrumen penentuan subyek penelitian ……….63

Lampiran 3 : Verbatim ……….67

Lampiran 4 : Informed Consent ………...……90

(23)

iii

DAFTAR PUSTAKA

Bertens, K. (2002). Aborsi: sebagai masalah etika. Jakarta: Grasindo.

Fakultas Psikologi UMM. (2010). Pedoman penyusunan skripsi. Malang: UMM Press.

Flanigan, B. ( 2000, 10 Januari). Degrees of forgiveness. Christianity today. Hall, J., & Fincham, F., (2005). Self–forgiveness: The stepchild of forgiveness

research. Journal of Social and Clinical Psychology, Vol. 24, No. 5, 2005, pp. 621-637.

. (2008). The temporal course of Self–forgiveness.

Journal of Social and Clinical Psychology, Vol. 27, No. 2, 2008, pp. 174–202.

Hudaya, I. (2008). Diary of loss: samsara seorang pelaku aborsi. Jakarta: Spasi & VHR Book.

Kurniawati, F.N. (2011). Self forgiveness pada wanita yang membunuh suaminya.

(Skripsi, Jurusan Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang) Kusmaryanto, CB. (2002). Kontroversi aborsi. Jakarta: Grasindo.

Lubis, Petti, & Lutfi D.P.A. 2,3 juta aborsi setahun terjadi di Indonesia (Online). Diakses 23 Maret 2011 dari http://kosmo.vivanews.com/news/ read/139051-23_juta_aborsi_setahun_terjadi_di_Indenesia

Mcconnell, J., (2009). Confirming a model of self-forgiveness ( Tesis, Ball State University Muncie, Indiana).

Moleong, J., (2007). Metode penelitian kualitatif edisi revisi. Bandung: Rosda. Murphy, P., ( t.t ). Forgiving oneself. Diperoleh dari www.osun.org

Pamintaningtyas, I. (2009). Perilaku forgiveness pada istri-istri yang mengalami kekerasan rumah tangga(KDRT). Abstrak dari: http://digilib.umm.ac.id Perdana, N. (2009). Latar belakang dan dampak psikologis pelaku aborsi.

Abstrak dari: http://digilib.umm.ac.id

Rouf, A. Dua tahun operasi Edward aborsi 1500 pasien (Online). Diakses 23 Maret 2011 dari

(24)

ii

http://news.okezone.com/read/2011/02/03/340/421110/dua-tahun-operasi-edward-aborsi-1-500-pasien

Samil, R.S. (2001). Etika kedokteran Indonesia. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Setiawan, D. “Polisi tetapkan 3 tersangka kasus aborsi” (Online)

http://travel.kompas.com/read/2009/01/22/20504327/polisi.tetapkan.3.t ersangka.kasus.aborsi

Simonelli, R., (t.t). A forgiveness trilogy. Diperoleh dari www.osun.org Smet, B. (1994). Psikologi kesehatan. Jakarta: Grasindo.

Sugiyono. (2008). Memahami penelitian kualitatif. Bandung: CV. Alfabeta. Suratno, N.K.S. (2010). Pengambilan keputusan untuk melakukan aborsi pada

mahasiswi (Studi Kasus Pada Mahasiswi Di Salah Satu Perguruan

Tinggi Di Yogyakarta). Abstrak dari: http://digilib.uin-suka.ac.id Taylor, S.E. (2003).Health psychology (ed.Fifth). Boston: Mc. Graw Hill. Taylor, S.E., Peplu, L.A., Sears, D.O. (2009). Psikologi sosial (ed.Keduabelas).

Jakarta:Kencana Perdana Media Group.

Wohl, M., DeShea, L., & Wahkinney, R., ( 2008 ). Looking Within: Measuring State Self-Forgiveness and Its Relationship to: Psychological

Well-Being. Canadian Journal of Behavioural Science 2008, Vol. 40, No. 1, 1-10.

30 persen pelaku aborsi di Indonesia adalah remaja (Online) Diakses 23 Maret 2011 dari http://www.surya.co.id/2009/02/16/30-persen-pelaku-aborsi-di-Indonesia-adalah-remaja

Referensi

Dokumen terkait

Huruf Balok yang berupa tulisan tangan manusia dengan. menggunakan Jaringan Saraf Tiruan, untuk mengenali

Aplikasi pengenalan huruf balok tulisan tangan menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan (JST) dengan metode Backpropagation menghasilkan akurasi mencapai 100% jika tulisan

Tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan metode isolasi plasmid yang mempunyai konsentrasi dan kemurnian tinggi, metode isolasi yang mudah, aman (tidak

Untuk itu pada Penulisan Ilmiah ini, penulis akan menguraikan tentang perancangan aplikasi penjualan pada Toko WANTI Bakery dengan menggunakan dasar-dasar teori Microsoft Visual

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, penulis ucapkan karena atas berkat dan rahmat karunia-Nya skripsi dengan judul “Pengaruh Kecerdasan Emosional,

Those problems are racial discrimination, shame, and failure in educating family members, while Stephen Kumalo’s struggles to solve his family problems are rebuilding

B DENGAN GANGGUAN SENSORI PERSEPSI: HALUSINASI PENGLIHATAN DAN PENDENGARAN DI RUANG BIMA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BANYUMAS..

Berbagai masalah saat kehamilan, persalinan dan nifas dapat menyebabkan Kematian maternal menurut batasan dari The Tenth Revision of The International Classification of