• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan dukungan sosial dengan Coping stres homoseksual di Jakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan dukungan sosial dengan Coping stres homoseksual di Jakarta"

Copied!
244
0
0

Teks penuh

(1)

Oleh:

ANDI SUTANDI 106070002213

Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)

ii

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi syarat-syarat memperoleh gelar

Sarjana Psikologi

Oleh :

ANDI SUTANDI

NIM : 106070002213

Di Bawah Bimbingan :

Pembimbing I Pembimbing II

Neneng Tati Sumiati, M.Si, Psi Yufi Adriani, M.Psi

NIP. 19730328 200003 203 NIP. 19820918 200901 2 000

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(3)

iii

HOMOSEKSUAL DI JAKARTA” telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas

Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 7 Februari 2011. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana

psikologi.

Jakarta, 7 Februari 2011

Sidang Munaqasyah

Dekan/ Pembantu Dekan/

Ketua merangkap Anggota Sekretaris merangkap Anggota

Jahja Umar, Ph.D Dra. Fadhilah Suralaga, M.Si

NIP.130 885 522 NIP.19561223 198303 2001

Anggota

Ikhwan Lutfi, M. Psi Neneng Tati Sumiati, M.Si.,Psi

NIP. 19730710 200501 1 006 NIP. 19730328 200003 203

Yufi Adriani, M.Psi

(4)

iv

Saya yang bertanda tangan di bawah ini, Nama : Andi Sutandi

NIM : 106070002213

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul“Hubungan Dukungan Sosial dengan Coping Stres Homoseksual di Jakarta” adalah benar merupakan karya saya dan tidak melakukan tindakan plagiat dalam penyusunan skripsi tersebut. Adapun kutipan-kutipan yang ada dalam penyusunan skripsi ini telah saya cantumkan sumber pengutipannya dalam daftar pustaka.

Saya bersedia untuk melakukan proses yang semestinya sesuai dengan Undang-Undang jika ternyata skripsi ini secara prinsip merupakan plagiat atau jiplakan dari karya orang lain

Demikian pernyataan ini saya buat untuk dipergunakan dengan sebaik-baiknya.

Jakarta, 7 Februari 2011 Yang Menyatakan

Andi Sutandi

(5)

v

My life is meaningful if we

share together…”

PERSEMBAHAN :

Skripsi ini saya persembahkan untuk kedua orang tua saya,

Bapak Endang & Ibu Nani yang menyayangi saya dengan sepenuh

(6)

vi

B) 7 Februari 2011

C) Andi Sutandi

D) Hubungan Dukungan Sosial dengan Coping Stres Homoseksual di Jakarta E) Jumlah halaman i-xvii halaman + 154 Halaman (belum termasuk lampiran)

F) Penelitian ini membahas masalah homoseksualitas yaitu jenis Gay. Homoseksual menurut kamus psikologi adalah daya tarik terhadap individu dari jenis kelamin yang sama. Penelitian ini membahas mengenai hubungan dukungan sosial dengan coping stres yang dikhususkan kepada positif coping homoseksual di Jakarta. Dukungan sosial menjadi faktor penting yang dapat membuat individu khususnya homoseksual dapat mengatasi stres yang timbul karena masalah eksternal maupun internal yang ada sepanjang rentang kehidupan mereka.

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif, kuantitatif, dan metode penelitian korelasional. Teknik sampling yang digunakan adalah non probability sampling yaitu purposive sampling. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah gay berusia sekitar 18-22 tahun, sebanyak 31 orang, berdomisili di Jakarta dan pernah menjalin hubungan sesama jenis. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah kuesioner, yaitu skala dukungan sosial terdapat 30 item valid dan skala coping stress 31 item valid. Hasil penelitian ini memiliki koefisien korelasi 0,00 yang artinya ada hubungan yang signifikan antara dukungan sosial dengan coping stres pada homoseksual di Jakarta.

Hasil penelitian ini adalah terdapat hubungan yang signifikan antara dukungan sosial dengan coping stres pada homoseksual di Jakarta (sig.0.000 KD = 33,3%). Artinya dukungan sosial pada homoseksual di Jakarta berhubungan secara signifikan dengan coping stres homoseksual tersebut dan variabel dukungan sosial mempengaruhi variabel coping stres sebesar 33,3%. Dari hasil penelitian untuk dimensi dukungan emosional (IV1), dukungan

Instrumental (IV2), dukungan penghargaan (IV3), dukungan informatif (IV4) ,

didapat kelas dukungan sosial tertinggi yaitu dukungan instrumental dan dukungan informatif (48,4%), dan kelas dukungan sosial terendah adalah dukungan penghargaan dan dukungan informatif(19,3%), dan untuk dimensi menceritakan dan menuliskan masalah (Y1), menemukan hikmah dari

masalah (Y2), mengambil respon positif ketika kehilangan (Y3), mencari

kebermaknaan hidup (Y4), humor (Y5), meditasi (Y6), kerohanian (Y7) di

(7)

vii

dengan coping humor, antara dukungan emosional dengan coping meditasi, antara dukungan informatif dengan coping meditasi, antara dukungan emosional dengan coping kerohanian, dan antara dukungan penghargaan dengan coping kerohanian pada homoseksual di Jakarta.

Mengingat pentingnya peran dukungan sosial bagi kehidupan homoseksual, sudah sepantasnya kaum heteroseksual mampu memberikan dukungan yang baik dan bijak, dan juga diharapkan melalui dukungan sosial yang diberikan, kaum homoseksual dapat kembali kepada jalan hidup sebagai heteroseksual. Dari hasil penelitian ini juga dapat dilihat semua sampel penelitian adalah homoseksual yang pernah menjalin hubungan dengan sesama jenis dengan mayoritas responden menjalin hubungan sesama homoseksual sebanyak lebih dari tiga kali, dan mayoritas responden pun sudah berada dalam komunitas dalam rentangan lebih dari lima tahun, maka dapat disimpulkan homoseksual yang menjadi responden penelitian ini adalah homoseksual yang sudah terjun ke dalam status homoseksualnya sejak lama dan akan sulit bagi mereka untuk kembali ke jalan heteroseksual jika dibiarkan berlarut-larut. Jika dilihat rendahnya coping menceritakan dan menuliskan masalah, humor serta kerohanian maka diharapkan hendaknya lingkungan terdekat homoseksual itu sendiri memberikan dukungan sosial yang tepat agar ketiga coping terendah tersebut khususnya coping kerohanian dapat lebih dilakukan oleh kaum homoseksual sehingga dengan coping tersebut khususnya coping kerohanian kaum homoseksual itu sendiri dapat lebih mendekatkan diri kepada Tuhan sehingga mereka dapat diharapkan kembali kepada lingkungan sebagai heteroseksual sebagaimana mestinya.

(8)

viii

B) February 7 , 2011

C) Andi Sutandi

D) Relationship between Social Support with Coping Stress on Homosexuals in Jakarta. (Hubungan Dukungan Sosial dengan Coping Stres Homoseksual di Jakarta)

E) Number of pages i-xvii pages + 154 pages (not include attachments)

F) This study discusses the problem of homosexuality that is kind Gay. Gay, according to the dictionary of psychology is the appeal to individuals of the same gender. This study discusses the relationship of social support with stress coping which is devoted to the positive coping homosexuals in Jakarta. Social support is an important factor that can make individuals, especially homosexual can overcome the stress arising from external and internal problems that exist throughout their life span.

This research is descriptive research, quantitative and correlational research methods. The sampling technique used was non-probability sampling, name purposive sampling. The sample used in this study were approximately 18-22 years old gay, as many as 31 peoples, based in Jakarta and had same sex relationships. Data collection techniques used was questionnaires, which scale contained of social support was 30 items valid and stress coping scale was 31 items valid. The result of this study is, there was a significant correlation between social supports with coping stress on homosexuals in Jakarta because a result of correlation coefficient is 0.000.

(9)

ix

relationship between emotional support and taking a positive response when losing’s coping, between emotional support and humor’s coping, between support award and humor’s coping, between informational support and humor’s coping, between emotional support and meditation’s coping, between informational support and meditation’s coping, between emotional support and spirituality’s coping, and between support award and spirituality’s coping on homosexuals in Jakarta.

Given the important role of social support for homosexual life, it is appropriate that the heterosexuals are able to provide good support and wise, and also expected through the social support provided, homosexuals can go back to the way of life as a heterosexuals. From the results of this study also can be seen that all the research sample is a homosexual who had relationship with same-sex with majority of respondents fellow homosexual relationship by more than three times, and already in the community in a span of more than five years, so it can be concluded that a homosexual whose be a homosexual respondents of this research has been plunged into a homosexual status for a long time and it would be difficult for them to return to the right road if they left a heterosexual way. If seen from the lowest coping; share and write the problem, humor, and spirituality, it is expected that the nearest environment homosexual providing appropriate social support, so the third lowest of coping stress particularly spiritually coping, can more be done by homosexuals, so with these coping, homosexuals can get closer to God so they can return to the environment as heterosexuals as they should.

(10)

x

kemudahan, kelancaran, dan kekuatan yang telah diberikan kepada penulis, dan salam kepada Nabi besar junjungan kita Muhammad SAW, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sesuai dengan yang diharapkan.

Skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Skripsi ini diselesaikan dengan judul“Hubungan Dukungan Sosial dengan Coping Stres Homoseksual di Jakarta”. Inti dari skripsi ini adalah untuk memperoleh gambaran akan hubungan dukungan sosial dengan coping stres pada homoseksual di Jakarta.

Selesainya skripsi ini juga tidak lepas dari bantuan dan bimbingan orang-orang di sekitar penulis. Maka dari itu penulis ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada :

1. Kedua orang tua penulis yaitu bapak Endang Adi dan mama Nani Parida serta kedua adik penulis Dewi Puspita dan Riki Junaedi yang dengan penuh kasih sayang, perhatian, dan pengorbanannya telah berdoa, membantu, memberi semangat dan membimbing penulis dalam proses menyelesaikan skripsi ini. Tanpa adanya doa, bimbingan dan dukungan dari mereka, penulis tidak akan mampu menyelesaikan semua ini,

2. Jahja Umar, Ph.D, Dekan Fakultas Psikologi, Dra. Fadhilah Suralaga, M.Si, Pembantu Dekan I, beserta seluruh jajaran dekanat lainnya, yang Insya Allah tiada henti berusaha menciptakan lulusan-lulusan Fakultas Psikologi yang semakin baik dan berkualitas.

3. Neneng Tati Sumiati, M.Si.,Psi selaku dosen pembimbing skripsi I dan Yufi Adriani, M.Psi selaku dosen pembimbing II atas bimbingan, dorongan, serta kesediaan meluangkan waktunya kepada penulis sehingga penulis terdorong dan termotivasi untuk dapat menyelesaikan skripsi ini dengan cepat,

4. Ikhwan Luthfi, M.Psi, sebagai penguji I, Liany Luzvinda, M.Si selaku dosen pembimbing akademik, atas kesabarannya dalam membimbing penulis selama kuliah sampai penulis dapat menyelesaikan skripsi ini,

5. Para dosen dan staf UIN Syarif Hidayatullah yang telah banyak membantu sehingga mempermudah jalan bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Khususnya bagi para dosen, terima kasih atas ilmu-ilmu yang telah diberikan selama penulis menjalani perkuliahan di UIN Syarif Hidayatullah, sehingga mempermudah mendapatkan materi yang dibutuhkan untuk menyelesaikan skripsi ini,

6. Eneng Renapatria Apriane, S.Ikom yang telah sabar menemani dan mendengar keluhan, amarah, memberikan dorongan dan motivasi, serta mengajarkan banyak hal kepada penulis, sejak pertama kali skripsi ini dibuat sehingga penulis mendapatkan banyak pengetahuan baru terkait dengan penelitian yang penulis lakukan,

(11)

xi

Sirait S.Psi atas bantuan, nasihat, dan kerjasamanya sehingga penulis dapat mencari data penelitian dengan mudah serta bantuan-bantuan lain yang mempermudah penulis menyelesaikan skripsi ini,

Penulis sadar, terdapat banyak keterbatasan dalam menyelesaikan skripsi ini, antara lain keterbatasan waktu, biaya, dan fisik penulis. Oleh sebab itu, penulis sadar bahwa skripsi ini masih jauh untuk dikatakan sempurna. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat dan digunakan dengan sebagaimana mestinya bagi orang lain, dan khususnya bagi penulis sendiri. Semoga skripsi ini dapat memberikan acuan bagi peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian yang lebih baik. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun, penulis harapkan untuk menambah kesempurnaan dari skripsi ini.

Jakarta, 7 Februari 2011

(12)

xii

Lembar Persetujuan... ii

Lembar Pengesahan Sidang ... iii

Pernyataan ... iv

Motto ... v

Abstrak ... vi

Abstrack ... viii

Kata Pengantar ... x

Daftar Isi... xii

Daftar Tabel ... xv

Daftar Lampiran ... xvii

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang Masalah... 1

1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah... 10

1.2.1 Pembatasan Masalah... 10

1.2.2 Perumusan Masalah ... 11

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 11

1.3.1 Tujuan Penelitian ... 11

1.3.2 Manfaat Penelitian ... 12

1.4 Sistematika Penulisan... 13

BAB II KAJIAN TEORI ... 15

2.1 Stres... 15

2.1.1 Definisi Stres ... 15

2.1.2 Sumber-Sumber Stres ... 16

2.1.3 Reaksi Umum Pada Stres... 17

2.1.3.1 Reaksi Psikologis Pada Stres ... 17

2.1.3.2 Reaksi Fisik Pada Stres dan Kesehatan ... 18

2.1.4 Situasi yang Berpotensi Menyebabkan Stres ... 19

2.1.5 Langkah Penyesuaian Diri Terhadap Stres... 20

2.1.6 Stres dan Dukungan Sosial ... 21

2.2 Coping Stres ... 22

2.2.1 Definisi Coping Stres...22

2.2.2 Jenis Coping... 23

2.2.3 Strategi Coping ... 24

2.3 Coping Stres (Psikologi Positif) ... 25

2.3.1 Menceritakan dan Menuliskan Masalah ... 25

2.3.2 Menemukan Hikmah dari Masalah... 27

2.3.3 Mengambil Respon yang Positif Ketika Kehilangan... 28

2.3.4 Mencari Kebermaknaan Hidup... 29

(13)

xiii

2.4.3 Aspek Dukungan Sosial ... 44

2.5 Homoseksual ... 45

2.5.1 Pengertian Homoseksual ... 45

2.5.2 Jenis Homoseksual ... 47

2.5.3 Penyebab Individu Menjadi Homoseksual... 48

2.5.4 Identitas dan Perilaku Homoseksual ... 49

2.5.5 Ekspresi Homoseksual Laki-Laki (Gay) ... 50

2.5.6 Perilaku Seks Homoseksual Laki-Laki (Gay)... 50

2.6 Pertumbuhan dan Perkembangan Remaja Akhir... 51

2.6.1 Pertumbuhan dan Perkembangan Fisik (Jasmani) pada Remaja Akhir ... 51

2.6.2 Pertumbuhan Kelenjar-Kelenjar Seks dan Perkembangan Seksual pada Remaja Akhir ... 53

2.6.3 Pertumbuhan Otak dan Perkembangan Kemampuan Fikir pada Remaja Akhir... 54

2.6.4 Perkembangan Sikap, Perasaan, Emosi pada Remaja Akhir ... 54

2.6.5 Perkembangan Minat/Cita-Cita pada Remaja Akhir... 55

2.6.6 Perkembangan Pribadi, Sosial, dan Moral pada Remaja Akhir ... 56

2.7 Beberapa Panelitian yang Terkait ... 58

2.8 Kerangka Berikir ... 62

2.9 Hipotesis... 66

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 69

3.1 Jenis Penelitian ... 69

3.1.1 Pendekatan dan Metode Penelitian ... 70

3.1.1.1 Pendekatan Penelitian ... 70

3.1.1.2 Metode Penelitian ... 70

3.1.2 Variabel-Variabel Penelitian... 71

3.1.3 Definisi Konseptual dan Operasional Variabel ... 71

3.1.3.1 Definisi Konseptual... 72

3.1.3.2 Definisi Operasional ... 72

3.2 Subjek Penelitian ... 75

3.2.1 Populasi dan Sampel ... 75

3.2.1.1 Populasi... 75

3.2.1.2 Sampel... 75

3.2.2 Teknik Pengambilan Sampel... 76

3.2.3 Karakteristik Sampel ... 77

3.3 Teknik Pengumpulan Data... 77

(14)

xiv

3.5.1 Tahap Persiapan ... 88

3.5.2 Tahap Pelaksanaan... 89

3.5.3 Tahap Pengolahan Data ... 89

BAB IV HASIL PENELITIAN... 90

4.1 Gambaran Umum Subjek Penelitian... 90

4.2 Analisis Deskriptif ... 92

4.2.1 Kategorisasi Skor Coping Stres... 93

4.2.2 Kategorisasi Skor Dukungan Sosial...95

4.3 Uji Instrumen Penelitian ... 97

4.3.1 Uji Validitas Item ... 97

4.3.2 Uji Reliabilitas Data ... 105

4.4 Hasil Analisis Data Penelitian ... 106

4.4.1 Analisis Hipotesis Mayor ... 107

4.4.2 Analisis Hipotesis Minor... 108

4.4.2.1 Analisis Korelasional ... 108

4.4.2.2 Analisis Regresi... 118

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN... 148

5.1 Kesimpulan ... 148

5.2 Diskusi ... 148

5.3 Saran ... 152

(15)

xv

Tabel 3.2 Blue Print Skala Dukungan Sosial ... 80

Tabel 3.3 Blue Print Skala Coping Stres... 82

Tabel 4.1 Jumlah Sampel Berdasarkan Usia... 90

Tabel 4.2 Jumlah Sampel Berdasarkan Lama Berada dalam Komunitas ... 91

Tabel 4.3 Responden Berdasarkan Pernah atau Tidak Menjalin Hubungan Sesama Pria... 91

Tabel 4.4 Responden Berdasarkan Jumlah Hubungan Sesama Pria ... 92

Tabel 4.5 Descriptive Statistics... 93

Tabel 4.6 Descriptive Statistics... 94

Tabel 4.7 Distribusi Skor Coping Stres ... 94

Tabel 4.8 Distribusi Skor Klasifikasi Coping Stres ... 95

Tabel 4.9 Descriptive Statistics... 96

Tabel 4.10 Distribusi Skor Dukungan Sosial... 96

Tabel 4.11 Distribusi Skor Klasifikasi Dukungan Sosial ... 97

Tabel 4.12 Hasil Uji Instrument yang Valid Skala Dukungan Sosial... 98

Tabel 4.13 Distribusi Penyebaran Item Valid Skala Dukungan Sosial... 99

Tabel 4.14 Hasil Uji Instrument yang Valid Skala Coping Stres ... 101

Tabel 4.15 Distribusi Penyebaran Item Valid Skala Coping Stres ... 103

Tabel 4.16 Correlations... 107

Tabel 4.17 Model Summaryb... 107

Tabel 4.18 Coefficientsa... 107

Tabel 4.19 Matrix Korelasi ... 108

Tabel 4.20 Coefficientsa... 118

Tabel 4.21 Model Summaryb... 118

Tabel 4.22 Model Summaryb... 119

Tabel 4.23 Model Summaryb... 120

Tabel 4.24 Model Summaryb... 120

Tabel 4.25 Model Summaryb... 121

Tabel 4.26 Ringkasan variabel X1,X2,X3,X4mempengaruhi Y1... 121

Tabel 4.27 Coefficientsa... 122

Tabel 4.28 Model Summaryb... 123

Tabel 4.29 Model Summaryb... 124

Tabel 4.30 Model Summaryb... 124

Tabel 4.31 Model Summaryb... 125

Tabel 4.32 Model Summaryb... 125

Tabel 4.33 Ringkasan variabel X1,X2,X3,X4mempengaruhi Y2... 126

Tabel 4.34 Coefficientsa... 127

Tabel 4.35 Model Summaryb... 127

Tabel 4.36 Model Summaryb... 128

Tabel 4.37 Model Summaryb... 129

(16)

xvi

Tabel 4.44 Model Summary... 133

Tabel 4.45 Model Summary... 134

Tabel 4.46 Model Summary... 134

Tabel 4.47 Ringkasan variabel X1,X2,X3,X4mempengaruhi Y4... 135

Tabel 4.48 Coefficientsa... 136

Tabel 4.49 Model Summaryb... 136

Tabel 4.50 Model Summary... 137

Tabel 4.51 Model Summary... 137

Tabel 4.52 Model Summary... 138

Tabel 4.53 Model Summary... 138

Tabel 4.54 Ringkasan variabel X1,X2,X3,X4mempengaruhi Y5... 139

Tabel 4.55 Coefficientsa... 140

Tabel 4.56 Model Summaryb... 140

Tabel 4.57 Model Summary... 141

Tabel 4.58 Model Summary... 141

Tabel 4.59 Model Summary... 142

Tabel 4.60 Model Summary... 142

Tabel 4.61 Ringkasan variabel X1,X2,X3,X4mempengaruhi Y6... 143

Tabel 4.62 Coefficientsa... 144

Tabel 4.63 Model Summaryb... 144

Tabel 4.64 Model Summary... 145

Tabel 4.65 Model Summary... 145

Tabel 4.66 Model Summary... 146

Tabel 4.67 Model Summary... 146

(17)

xvii

(18)

BAB I

PENDAHULUAN

Bab ini terdiri dari empat subbab. Subbab pertama membahas latar belakang

masalah. Subbab kedua membahas tentang pembatasan dan perumusan masalah.

Subbab ketiga membahas tentang tujuan dan manfaat penelitian. Dan Subbab

Terakhir, subbab keempat membahas mengenai sistematika penulisan.

1.1 Latar Belakang Masalah

Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa berikut dengan kelebihan dan

kekurangannya. Untuk itu manusia membutuhkan manusia lain untuk saling mengisi

masing-masing kekurangannya. Hal ini masih terkait dengan kehidupan sebagai

karunia dari Tuhan bagi manusia yang wajib disyukurinya. Kewajiban bagi manusia

untuk mengisi kehidupan tersebut setiap harinya dengan meningkatkan kualitas diri

agar bertambah baik dari hari ke hari.

Dengan segala kelebihan dan kekurangan yang diberikan Tuhan, sebagai seorang

umat manusia sudah seharusnya dapat menyikapinya dengan bijak sehingga antara

kelebihan dan kekurangan menjadi seimbang. Dalam hal menyikapi ini, kebanyakan

manusia tidak dapat menyeimbangkan keadaan dirinya. Mereka lebih cenderung

menonjolkan kelebihan dan menutupi kekurangan. Padahal kekurangan yang dimiliki

(19)

Pada penelitian ini akan dibahas masalah homoseksualitas. Yang juga secara

tradisional, psikologi cenderung mengabaikan masyarakat lesbian dan gay, atau

menganggap mereka sebagai orang abnormal. Bahkan, sampai tahun 1974,

Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder (sistem untuk menjelaskan

dan mendiagnosa gangguan mental) memasukkan homoseksualitas sebagai gangguan

mental (Matt Jarvis, 2009: 200). Homoseksual menurut kamus psikologi adalah daya

tarik terhadap individu dari jenis kelamin yang sama; psikoanalisis menerapkan

istilah homosexual neuroseskepada sekelompok cacat, yang dipandang oleh mereka

itu sebagai berasal dari kecenderungan-kecenderungan seksual yang ditekan (Henry

Sitanggang, 1994: 184). Sehingga dari fenomena ini sangat dimungkinkan seorang

homoseksual akan menyembunyikan identitas dirinya sebagai homoseksual

dikarenakan opini masyarakat yang masih menganggap mereka sebagai kaum

abnormal yang patut diabaikan.

Seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, pola pikir dari

masyarakat tentang homoseksual pun berubah, sebagian masyarakat tidak lagi

memandang homoseksual sebagai sesuatu yang abnormal, tentu saja perubahan sikap

yang terjadi dewasa ini membangun wacana baru tentang homoseksualitas, sehingga

banyak pula penelitian-penelitian seputar penjelasan mengapa ada orang tertentu

menjadi homoseks. Keadaan ini tetap mengidentifikasikan bahwa homoseksual

masih perlu diperjelas alasannya.

Homoseksual itu sendiri dibagi menjadi dua yaitu gaydanlesbian.Gay diartikan

sebagai laki-laki yang homoseksual dan lesbian adalah wanita yang homoseksual

(20)

homoseksual jenis gay. Mengingat kemudahan peneliti dalam hal pengambilan

sampel penelitian.

Dari berbagai stigma dan dukungan masyarakat tentang homoseksual khususnya

gay baik itu stigma dan dukungan positif maupun stigma dan dukungan negatif

memunculkan berbagai sikap dan perilaku dari kaum homoseksual gay itu sendiri.

Sikap dan perilaku yang dimunculkan oleh kaum gay pun beraneka ragam, seperti

yang diberitakan dalam sebuah website berita kompas. Sabtu, 7 Maret 2009 di

Sydney, Australia, pada saat itu sedikitnya 300.000 orang berikut 130 kendaraan

hias berkeliling memadati jalan Oxford Street, mereka berkumpul, dan melakukan

parade untuk merayakan Mardi Gras, yaitu perayaan tahunan untuk homoseksual dan

lesbian. Karena sudah sejak setahun dari perayaan ini pemerintahaan Australia

melegalisasikan peraturan kesetaraan antara pasangan homoseksual, termasuk

lesbian dan heteroseksual. Tema yang diambil dalam parade ini bertajuk Nation

United yang dimana tema ini diambil untuk menghormati kaum homoseksual

diseluruh dunia. Khususnya bagi kaum homoseksual yang masih tinggal di

negara-negara yang belum memperkenankan kaum homoseksual hidup secara terbuka.

(http://internasional.kompas.com/read/xml/2009/03/07/2124527/australia.peringati.m

ardi.gras).

Dari berita tersebut tergambar bahwa masyarakat homoseksual khususnya di

Australia dapat dengan mudah menunjukkan jati diri mereka sebagai seorang

homoseksual tanpa merasa takut atau malu karena status mereka sebagai seorang

homoseksual, sehingga sikap dan perilaku mereka sebagai seorang homoseksual

(21)

memunculkan sikap dan perilaku terbuka dari homoseksual diantaranya adalah

bahwa kaum homoseks memang lebih liberal, tidak cepat merasa bersalah dalam

perilaku seksual mereka, (Crowden & Koch dalam Sarlito, 2002: 187), mereka pun

lebih berperilaku saling menolong, (Salais & Fischer dalam Sarlito, 2002: 187), dan

dibeberapa kalangan memang makin banyak pendapat yang mengatakan bahwa

homoseksual tidak dapat dinilai melanggar etika atau moral, (Murphy dalam Sarlito,

2002: 187).

Namun, tidak semua stigma dan dukungan yang positif dapat memunculkan sikap

dan perilaku yang diharapkan oleh lingkungan sekitar kaum homoseksual tersebut.

Misalnya keinginan lingkungan sekitar mereka yang menginginkan mereka untuk

kembali hidup sebagai seorang heteroseksual. Dan jika dukungan positif telah

diberikan namun kaum homoseksual tersebut tidak dapat melakukan apa yang

diharapkan lingkungan sekitarnya hal ini mungkin disebabkan karena mereka ingin

kembali tetap wajar, dapat meneruskan keturunan, tapi mereka tidak mampu, karena

sudah terlalu jauh tenggelam dalam komplikasi yang dihadapinya (Zakiah Darajat,

2001: 47).

Selain stigma dan dukungan yang positif, stigma dan dukungan yang negatif pun

memberikan efek yang berbeda, seperti yang terjadi di Indonesia saat ini, berbagai

pertentangan muncul untuk kaum homoseksual. Salah satu bentuk pertentangan

tersebut tergambar dalam sebuah berita yang baru-baru ini terjadi yang diambil dari

akses website berita di Jawa Timur http://m.beritajatim.com. Yaitu, belasan jamaah

Front Pembela Islam berkumpul di loby Hotel Oval, para jemaah ini beniat mengusir

(22)

Biseksual, Transgender and Interseks Association) yang diadakan di Hotel Oval

tersebut. Kongres ILGA ini adalah acara rutin yang dilakukan sejak tahun 2002,

untuk tahun ganjil digelar konfrensi tingkat dunia, dan untuk tahun genap dilakukan

konferensi regional seperti yang digelar di jawa timur tersebut. Dalam kesempatan

itu baik dari pihak ILGA maupu FPI belum menemukan titik temu dan masih

melakukan perundingan.

Dari berita tersebut tergambar jelas secara umum bahwa masyarakat di

Indonesia kurang mendukung atau bahkan menentang keberadaan kaum

homoseksual. Namun akibat dari pertentangan-pertentangan yang terjadi tidak lantas

membuat kaum homoseksual tersebut menjadi sadar akan penyimpangan seksual

yang ada pada diri mereka. Berdasarkan hasil observasi langsung yang di lakukan

oleh peneliti, banyak diantara mereka yang bersikap acuh bahkan dengan sadar

menunjukkan pada masyarakat bahwa mereka adalah seorang homoseks, meskipun

ada pula yang menjadi takut atau bahkan membenci pihak-pihak yang menentang

keberadaan mereka. Keanekaragaman sikap homoseksual dalam menunjukkan jati

dirinya tersebut tidak terlepas dari faktor-faktor yang salah satunya adalah faktor

pengaruh dukungan sosial. Lingkungan sosial dapat membentuk perilaku dan sikap

yang diharapkan dalam suatu lingkungan budaya. Maka dari itu pemberian dukungan

yang tepat dan bermakna diharapkan dapat memberikan efek yang positif dan efek

yang diharapkan dari homoseksual tersebut.

Selain itu dukungan dari lingkungan sosial juga dapat mengurangi

hambatan-hambatan yang berasal dari kebutuhan-kebutuhan hidup yang ada dalam rentang

(23)

dengan lancar. Sehingga seringkali terjadi hambatan dalam pemuasan suatu

kebutuhan, motif dan keinginan. Keadaan terhambat dalam mencapai tujuan

dinamakan frustrasi. Keadaan frustrasi yang berlangsung terlalu lama dan tidak dapat

diatasi oleh seseorang akan menimbulkan stres. Stres adalah suatu keadaan di mana

beban yang dirasakan seseorang tidak sepadan dengan kemampuan untuk mengatasi

beban itu. Seseorang melakukan bermacam-macam cara penyesuaian diri (Coping)

untuk mengatasi berbagai macam stres. Setiap manusia mempunyai cara-cara

penyesuaian diri yang khusus, tergantung dari kemampuan-kemampuan yang

dimiliki, pengaruh-pengaruh lingkungan, pendidikan, dan bagaimana ia dapat

mengembangkan dirinya (Suprapti, 2003: 35-36).

Pentingnya perlakuan lingkungan sosial bagi daya tahan manusia terhadap

stress juga tergambar dalam eksperimen yang dilakukan oleh Bernstein (Suprapti,

2003: 42) pada sekelompok tikus yang diperlakukan secara berbeda. Ada

sekelompok tikus yang sering dibelai (extra handling group/ EH), ada kelompok

tikus yang tidak dibelai sama sekali (non-handling/NH), dan ada yang jarang dibelai

(IH). Dalam maze learning, ternyata tikus pada kelompok EH persentase

keberhasilannya lebih tinggi dan daya tahan tikus EH lebih besar daripada kelompok

lainnya. Dari eksperimen tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa cara lingkungan

sosial memperlakukan individu dapat berpengaruh besar terhadap perkembangan dan

daya tahan individu terhadap masalah-masalah yang dihadapi. Dalam penelitian ini

perlakuan dan dukungan yang baik dari lingkungan sosial diharapkan dapat

mengurangi stres yang terjadi sepanjang rentang kehidupan individu homoseksual,

(24)

berperilaku sesuai dengan harapan lingkungannya. Salah satunya adalah kembali ke

dalam status heteroseksual yang sudah dikodratkan kepada mereka sejak mereka

diciptakan, sebagaimana yang tertulis dalam firman Allah dalam Al-Qur’an surat

(25)
(26)

Artinya:

“Barangsiapa kamu temui melakukan perbuatan kaum Luth (Homoseksual),

maka bunuhlah al-fail dan al-maf’ul bi (kedua-duanya)”.

Dari sabda rasulullah di atas ancaman hukuman terhadap pelaku homoseksual

jauh lebih berat dibandingkan dengan hukuman bagi pelaku pezina. Di dalam

perzinahan, hukuman dibagi menjadi dua yaitu bagi yang sudah menikah dihukum

rajam, sedangkan bagi yang belum menikah dicambuk 100 kali dan diasingkan

selama satu tahun. Adapun dalam praktek homoseksual tidak ada pembagian

tersebut. Asalkan sudah dewasa dan berakal (bukan gila) maka hukumannya sama

saja atau tidak ada perbedaan hukuman bagi yang sudah menikah atau yang belum

menikah (http://kozam.wordpress.com/).

Karena hal di atas, sebagai masyarakat yang baik sudah seharusnya kita

merangkul kaum homoseksual agar tidak terjerumus dalam dosa besar, memberikan

dukungan yang sesuai agar mereka kembali ke jalan yang sudah dikodratkan kepada

mereka, bukan dengan cara menghujat namun dengan cara bersahabat agar terjalin

kesadaran tanpa rasa takut ataupun cemas.

Namun apakah setiap dukungan yang positif akan menimbulkan cara

penyesuaian diri terhadap stres (Coping) yang baik, mengingat seperti yang

disebutkan sebelumnya berdasarkan fakta yang terdapat dikehidupan sehari-hari di

Indonesia khususnya bahwa tidak semua dukungan yang positif akan menimbulkan

sikap dan perilaku yang baik serta tidak semua dukungan negatif dapat menimbulkan

sikap dan perilaku yang negatif pula. Sikap dan perilaku di sini termasuk pula sikap

(27)

Maka dari itu dalam penelitian ini peneliti tertarik untuk melihat sejauh mana

hubungan antara dukungan sosial terhadap coping stres (usaha individu untuk

menghadapi sumber-sumber stres dan dikhususkan kepada problem focus coping

yaitu positif coping) pada homoseksual. Di mana penelitian ini juga dibuat

mengingat banyaknya fenomena-fenomena khususnya fenomena kriminalitas yang

dilakukan oleh kaum homoseksual di Indonesia yang mungkin disebabkan oleh

tingkat stres yang tinggi dan dukungan sosial yang tidak tepat sasaran. Dan juga dari

observasi awal yang dilakukan peneliti, sebagian homoseksual yang ditemui banyak

diantaranya yang tidak percaya diri, rendah diri, bahkan ada yang sering melakukan

percobaan bunuh diri dikarenakan tuntutan lingkungan dalam hidup mereka yang

tidak dapat terpenuhi dan pada akhirnya mempengaruhi sikap dan perbuatan mereka

di tengah-tengah masyarakat. Dan melalui fenomena–fenomena tersebut penelitian

ini diberi judul “HUBUNGAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN COPING

STRES HOMOSEKSUAL DI JAKARTA”

1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah

1.2.1 Pembatasan Masalah

Agar penelitian ini lebih terarah, maka peneliti memberikan batasan-batasan

dalam membahas masalah penelitian, pembatasan masalah itu adalah sebagai berikut:

1. Pria homoseksual yang dimaksud di sini adalah pria homoseksual yang

berdomisili di Jakarta, dalam rentang usia remaja akhir yaitu berusia sekitar 18-22

(28)

2. Coping stres yang dimaksud adalah usaha individu antara aksi reaksi dengan intra

fisik untuk menghadapi sumber-sumber stres dan atau reaksi kontrol individu

terhadap sumber stres. Coping stres disini coping stress dalam psikologi positif

yang kemudian dibagi menjadi tujuh bagian yaitu menceritakan dan menuliskan

masalah, menemukan hikmah dari masalah, mengambil respon yang positif ketika

kehilangan, mencari kebermaknaan hidup, humor, melakukan meditasi, dan

mendekatkan diri kepada tuhan (kerohanian).

3. Dukung sosial yang dimaksud adalah informasi atau nasehat verbal dan non

verbal yang diberikan oleh suatu jaringan sosial tersebut dan mempunyai manfaat

perilaku bagi penerima. Yang kemudian dukungan sosial tersebut dibagi menjadi

empat yaitu, dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan

instrumental, dan dukungan informatif.

1.2.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas maka perumusan

masalah dalam penelitian ini adalah:

Apakah ada hubungan yang signifikan antara dukungan sosial yang terdiri

dari dukungan emosional, dukungan instrumental, dukungan penghargaan, dan

dukungan informatif dengan coping stres yang terdiri dari menceritakan dan

menuliskan masalah, menemukan hikmah dari masalah, mengambil respon positif

ketika kehilangan, mencari kebermaknaan hidup, humor, meditasi, dan kerohanian

(29)

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran tentang hubungan

antara dukungan sosial yang terdiri dari dukungan emosional, dukungan

instrumental, dukungan penghargaan, dan dukungan informatif dengan coping stres

yang terdiri dari menceritakan dan menuliskan masalah, menemukan hikmah dari

masalah, mengambil respon positif ketika kehilangan, mencari kebermaknaan hidup,

humor, meditasi, dan kerohanian pada homoseksual di Jakarta.

1.3.2 Manfaat Penelitian

Ada beberapa yang dapat diperoleh dari penelitian ini antara lain meliputi :

A. Manfaat Teoritis

Dapat memberikan kontribusi untuk berkembangnya ilmu pengetahuan,

khususnya bidang ilmu psikologi klinis dan psikologi sosial.

B. Manfaat Praktis

1. Bagi kaum homoseksual, sebagai bahan informasi agar dapat memotivasi diri

mereka sehingga dapat mengubah jalan hidupnya menjadi lebih baik dan

menjadi seseorang yang dapat diandalkan bagi lingkungan sosial dan diri sendiri.

2. Bagi orang tua, mengingat pentingnya dukungan sosial dan arahan yang positif,

maka diharapkan pihak keluarga khususnya orang tua dapat memilih jenis-jenis

dukungan yang paling dibutuhkan oleh anaknya serta tetap mendukung anaknya

sehingga dapat mengembangkan potensinya secara optimal dan ke arah yang

(30)

3. Bagi para pembaca, diharapkan dapat dijadikan sebagai masukan tentang

pentingnya dukungan sosial bagi para homoseksual untuk mengembangkan

potensi mereka secara maksimal.

4. Manfaat lainnya, untuk memberikan sumbangan yang bermanfaat di dalam

dunia psikologi terutama sebagai bahan referensi penelitian-penelitian

selanjutnya dan mendorong minat teman-teman lainnya yang berkecimpung di

bidang psikologi untuk melakukan penelitian yang berkaitan dengan

homoseksual, sehingga masih banyak hal yang dapat digali mengenai

faktor-faktor yang dapat mempengaruhi homoseksual.

1.4 Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab pendahuluan ini memuat latar belakang masalah, pembatasan

masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, sistematika

penulisan.

BAB II KAJIAN TEORI

Dalam bab kajian teori ini memuat tentang stres yang meliputi definisi stres,

sumber-sumber stres, reaksi umum pada stres, reaksi psikologis terhadap stres, reaksi

fisik pada stres dan kesehatan, situasi yang berpotensi menyebabkan stres, langkah

penyesuaian diri terhadap stres, stres dan dukungan sosial. Perilaku coping yang

meliputi definisi coping, jenis coping, strategi coping. Coping dalam psikologi positif

meliputi menceritakan dan menuliskan masalah,menemukan hikmah dari masalah,

(31)

(kerohanian). Dukungan sosial meliputi pengertian dukungan sosial, jenis-jenis

dukungan sosial, sumber dukungan sosial. Homoseksual meliputi pengertian

homoseksual, jenis homoseksual, penyebab individu menjadi homoseksual, identitas

dan perilaku homoseksual, ekspresi homoseksual laki-laki (gay), perilaku

homoseksual laki-laki (gay), pertumbuhan dan perkembangan remaja akhir yang

meliputi pertumbuhan dan perkembangan fisik pada remaja akhir, pertumbuhan

kelenjar-kelanjar seks dan perkembangan seksual pada remaja akhir, pertumbuhan

otak dan perkembangan kemampuan pikir pada remaja akhir, perkembangan sikap,

perasaan, emosi pada remaja akhir, perkembangan minat/cita-cita remaja akhir,

perkembangan pribadi, sosial, dan moral remaja akhir, beberapa penelitian terkait,

kerangka berfikir, dan hipotesis.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Dalam bab metodologi penelitian ini memuat jenis penelitian, pendekatan

penelitian, metode penelitian, variable-variable penelitian, definisi konseptual

variable, definisi operasional variable, subjek penelitian yang meliputi populasi dan

sample, tehnik pengambilan sample, karakteristik sample, tehnik pengumpulan data,

instrument data kuantitatif, tehnik analisis data statistik, tehnik uji instrument, tehnik

uji validitas, tehnik uji reliabilitas, prosedur penelitian yang meliputi tahap persiapan,

tahap pelaksanaan, tahap pengolahan data.

BAB IV HASIL PENELITIAN

Dalam bab hasil penelitian ini memuat gambaran umum subyek penelitian,

analisis deskriptif yang meliputi kategori skor dukungan sosial dan kategori skor

(32)

analisa data penelitian yang meliputi analisis hipotesis mayor dan analisis hipotesis

minor.

BAB V PENUTUP

Dalam bab penutup ini memuat kesimpulan, diskusi, dan saran.

BAB II

KAJIAN TEORI

Bab ini terdiri dari sembilan subbab. Subbab pertama membahas tentang

stres. Subbab kedua membahas tentang coping stres. Subbab ketiga membahas

tentang coping stress dalam psikologi positif. Subbab keempat membahas tentang

dukungan sosial. Subbab kelima membahas tentang homoseksual. Subbab keenam

membahas tentang pertumbuhan dan perkembangan remaja akhir. Subbab tujuh

membahas tentang penelitian-penelitian yang terkait. Subbab delapan membahas

tentang kerangka berfikir. Terakhir, subbab sembilan adalah hipotesis.

2.1 Stres

2.1.1 Definisi Stres

Menurut Baum, stres adalah pengalaman emosional yang negatif yang

(33)

dapat dilihat secara langsung diantara perubahan keadaan stres atau penyesuaian diri

terhadap stres ke efek dari stres tersebut (Baum, dalam Taylor, 2003: 179).

Cannon yang dikutip oleh Bart Smet (1994: 107) mendeskripsikan stres

dengan suatu keadaan ketika organisme merasakan adanya ancaman, maka secara

cepat tubuh akan terangsang dan termotivasi melalui sistem saraf simpatetik dan

endokrin. Respon fisiologis ini mendorong organisme untuk menyerang ancaman

tadi atau melarikan diri.

Sementara itu menurut Sarafino (dalam Bart Smet 1994: 112) stres adalah

suatu kondisi disebabkan oleh interaksi antara individu dengan lingkungan yang

menimbulkan persepsi jarak antara tuntutan-tuntutan yang beraal dari situasi dengan

sumber-sumber daya sistem biologis, psikologis, dan sosial dari seseorang.

Jadi, dari beberapa pengertian tentang stres tersebut dapat disimpulkan bahwa

stres adalah pengalaman emosional yang dirasakan individu saat adanya ancaman, di

mana ancaman tersebut disebabkan oleh interaksi antara individu dengan lingkungan

sekitarnya.

2.1.2 Sumber-Sumber Stres

Menurut Sarafino (dalam Smet, 1994: 115-116) membedakan sumber-sumber

stres menjadi tiga sumber stres yaitu,

1) Sumber stres dalam diri seseorang

Terkadang sumber stres ada di dalam diri seseorang, salah satunya melalui

kesakitan. Tingkatan stres yang muncul tergantung pada keadaan rasa sakit dan

(34)

diri seseorang melalui penilaian dari kekuatan motivasional yang melawan, bila

seseorang mengalami konflik. Konflik merupakan sumber stres yang utama.

Menurut teori Kurt Lewin (dalam Smet, 1994: 115) kekuatan motivasional yang

melawan menyebabkan dua hal yaitu, pertama, kecenderungan yang melawan

dan yang kedua perdekatan dan penghindaran.

2) Sumber-sumber stres di dalam keluarga

Stres di sini dapat bersumber dari interaksi diantara para anggota keluarga

seperti: perselisihan dalam masalah keuangan, perasaan saling acuh tak acuh,

tujuan yang saling berbeda, dll.

3) Sumber-sumber stres di dalam komunitas dan lingkungan

Interaksi subjek di luar lingkungan keluarga melengkapi sumber-sumber stres.

Contohnya, pengalaman stres anak di sekolah dan di beberapa kejadian

kompetitif seperti olah raga. Sedangkan beberapa pengalaman stres orang tua

bersumber dari pekerjaan dan lingkungan yang stressful sifatnya.

2.1.3 Reaksi Umum Pada Stres

Ketika kita dalam keadaan stres, kita akan merasakan dan beraksi terhadap

stres itu. Untuk mendapat keuntungan dari stres, kita harus mengerti dua hal penting

(35)

1. Pertama, bereaksi terhadap stres seperti selayaknya. Reaksi pada stres ini

biasanya disebabkan oleh reaksi psikologis dan reaksi fisiologis – bukan salah

satu, namun keduanya.

2. Kedua, reaksi psikologis dan reaksi tubuh kita terhadap stres sangatlah biasa,

baik itu stres fisik ataupun stres psikologis.

2.1.3.1

Reaksi Psikologis Terhadap Stres

Stres diawali dari banyaknya perubahan pada aspek psikologis dan proses

perubahan ini termasuk perubahan emosi, motifasi, dan kognisi. Dalam keadaan stres

kita merasakan gabungan dari emosi yang buruk, depresi, kemarahan, iritabilatas

(Cano & O’Leary, 2000, dalam Lahey, 2007: 444).

2.1.3.2

Reaksi Fisik Pada Stres dan Kesehatan

Meskipun semua orang mengetahui keadaan stres didapat dari emosi

mereka, namun mereka masih saja terkejut dalam mempelajari penyebab stres yang

dapat mempengaruhi fungsi fisik di dalam tubuh mereka. Untuk memahami

akibat-akibat stres pada tubuh kita, pertama-tama kita mempelajari aspek umum pada tubuh

ketika merespon keadaan stres.

The General Adaptation Syndrome. Hans Selye yang pertama kali

memberikan pemahaman kepada kita mengenai reaksi tubuh terhadap stres

psikologis memiliki cara yang sama terhadap reaksi tubuh ketika terserang infeksi

atau demam. Tubuh melakukan general adaptation syndrome (GAS) untuk

(36)

1. Alarm Reaction(Reaksi Alarm).

Tubuh pertama kali merespon dengan reaksi ini terhadap beberapa gejala,

termasuk gejala stres psikologis, yang kemudian dilanjutkan untuk dicari

penyebabnya.

2. Resistence Stage(Tahap Resistensi)

Selama tahap kedua pada GAS ini, tubuh telah benar-benar bekerja, dan tingkat

resistensi terhadap stres telah tinggi (Segerstrom & Miller, 2004, dalam Lahey,

2007: 445).

3. Exhaustion Stage

Jika stres berlanjut, reaksi pada individu dapat berupa kelelahan, resistensi, dan

infeksi menurun (Ray, 2004, dalam Lahey 2007: 445).

2.1.4 Situasi Yang Berpotensi Menyebabkan Stres

Berikut ini beberapa situasi yang berpotensi menyebabkan stres dalam diri

individu (Taylor, 2003: 187-189):

a. Situasi yang negatif.

Situasi negatif banyak memengaruhi produksi stres daripada situasi yang positif.

Banyak situasi yang berpotensi untuk mengakibatkan stres karena situasi

tersebut membuat seseorang bekerja dan berfikir lebih keras.

b. Situasi yang tidak terkontrol

Situasi yang tidak dapat dikontrol atau tidak dapat diprediksi lebih banyak

(37)

negatif seperti gangguan, keramaian, atau ketidaknyamanan membuat keadaan

menjadi lebih stres, tapi penelitian mengenai stres tetap konsisten menunjukkan

bahwa keadaan yang tidak terkontrol lebih membuat keadaan menjadi stres

daripada keadaan yang terkontrol.

c. Situasi yang ambigu

Situasi ambigu lebih mengakibatkan keadaan stres daripada keadaan yang sudah

jelas. Ketika keadaan menjadi ambigu, seseorang akan mengambil tindakan. Dia

harus lebih mengeluarkan energinya untuk memahami penyebab stres yang ada

di sekitarnya, di mana akan memakan waktu lebih banyak untuk melihat

penyebabnya.

d. Situasi yang melebihi batas

Seseorang memiliki batas dalam hidupnya. Ketika keadaan melebihi batas, akan

menybabkan stres bagi seseorang. Contohnya, salah satu penyebab dari stres

dalam pekerjaan adalah pekerjaan yang terlalu menumpuk.

2.1.5 Langkah Penyesuaian Diri Terhadap Stres

Secara berturut turut, langkah yang dilakukan utuk penyesuaian diri terhadap

stres adalah (Suprapti, 2008: 37):

a) Menilai situasi stres, yaitu menggolongkan jenis stres (kategorisasi), dan

memperkirakan bahaya yang berkaitan dengan stres itu.

b) Merumuskan alternatif tindakan yang dapat dilakukan dan menentukan tindakan

yang paling mungkin untuk dilakukan.

(38)

d) Melihat feedback.

Jika langkah-langkah pertama berhasil maka diteruskan, kalau tidak segera

lakukan alternatif lain. Tindakan yang diambil orang yang mengalami stres

kemungkinan hanya berfungsi untuk melindungi diri terhadap kemungkinan

disorganisasi. Tindakan-tindakan ini merupakan tingkah laku yang sifatnya defensif.

Reaksi defensi tidak diarahkan pada sumber stres sehingga menghabiskan energi

secara tidak efisien. Reaksi defensif juga tidak objektif tetapi subjektif dan emosional

(tidak rasional). Reaksi defensif terjadi secara otomatis atau tidak disadari (Suprapti,

2008: 38).

2.1.6 Stres dan Dukungan Sosial

Banyak penelitian yang menunjukkan manfaat dukungan sosial, diantaranya

penelitian (Cohen & Hebert, dalam Aliyah, 2008: 84) yang mengadakan riset tentang

sistem kekebalan, riset ini menunjukkan bahwa hubungan pernikahan yang buruk

dan dukungan sosial yang rendah memiliki akibat terhadap kesehatan seseorang.

Penelitian lain dilakukan oleh Kiecolt – Glaser (dalam Aliyah, 2008: 84)

menunjukkan bahwa pasangan pernikahan muda (rata-rata 25 tahun) yang memiliki

interaksi negatif atau permusuhan memiliki hubungan dengan bertambahnya tingkat

norepinephrine, epinephrine, hormone pertumbuhan, dan ACTH yang kesemuanya

berfungsi pada sistem kekebalan tubuh, 24 jam setelah interaksi negatif.

Menurut Thomas, (dalam Aliyah, 2008: 84), individu yang merasa mereka

(39)

perasaan akan memiliki fungsi kekebalan yang lebih baik daripada yang tidak

memiliki.

Dari hal di atas, tidak ada keraguan bahwa dukungan sosial mempengaruhi

kesehatan. Banyak penelitian memusatkan pengaruh dukungan sosial pada stres

sebagai variable penengah dalam perilaku kesehatan dan hasil kesehatan. Ada dua

teori pokok yang diusulkan (Gottlieb, dalam Bart Smet, 1994: 137-139):

a. Hipotesis Penyangga(Buffer Hypothesis)

Menurut hipotesis ini, dukungan sosial mempengaruhi kesehatan dengan

melindungi orang itu dari efek negatif dari stres yang berat. Fungsi yang bersifat

melindungi ini hanya atau terutama efektif kalau orang itu menjumpai stres yang

kuat.

b. Hipotesis Efek Langsung (Direct Effect Hypothesis)

Hipotesis ini berpendapat bahwa dukungan sosial itu bermanfaat bagi kesehatan

dan kesejahteraan, tidak perduli banyaknya stres yang dialami orang-orang.

Menurut hipotesis ini, efek dukungan sosial yang positif sebanding di bawah

intensitas-intensitas stres tinggi dan rendah. Contohnya, orang-orang dalam

dukungan sosial yang tinggi dapat memiliki penghargaan diri yang lebih tinggi,

yang membuat mereka tidak begitu mudah diserang stres.

2.2 Coping Stres

(40)

Menurut Lazarus dan Olkman, dalam Taylor (2003: 219) mendefinisikan

coping stres dengan:

“the process of managing demands (eksternal or internal) that resources of the person.”

Atau dapat diartikan sebagai suatu proses dimana individu mencoba untuk

mengelola jarak yang ada antara tuntutan-tuntutan (baik tuntutan yang berasal dari

individu maupun dari lingkungan) dengan sumber daya yang mereka gunakan dalam

menghadapi situasistressful.

Menurut Lazarus dan Launier, 1978 (dalam Taylor, 2003: 219)

mendefinisikan coping stres sebagai:

“coping consists off efforts, both action-oriented and intrapsychic, to manage (master, tolerate, reduce, minimize) environmental and internal demands and conflicts among them”

Yaitu bahwa coping mengacu kepada usaha antara aksi reaksi dengan intra

fisik untuk memanage (konflik utama, toleransi terhadap konflik, melubur konflik,

meminimalisir konflik) lingkungan dan tuntutan internal serta konflik diantara

keduanya.

Selain itu menurut (Lahey, 2007: 456) coping stres merupakan :

attempts by individual to deal with the source of stress and/or control their reaction to it”.

Yaitu bahwa coping merupakan usaha individu untuk menghadapi

sumber-sumber stres dan atau reaksi kontrol diri individu tersebut terhadap sumber-sumber stres.

Jadi dapat disimpulkan coping stres adalah usaha individu antara aksi reaksi

dengan intra fisik untuk menghadapi sumber-sumber stres dan atau reaksi kontrol

(41)

2.2.2 Jenis Coping

Menurut Lazarus dkk (dalam Taylor 2003: 229) strategi coping dibagi

menjadi dua tipe umum yaitu:

1. Emotional-focused coping, yaitu digunakan untuk mengatur respon emotional

terhadap stres. Pengaturan ini melalui perilaku individu bagaimana meniadakan

fakta-fakta yang tidak menyenangkan melalui strategi kognitif. Dan bila individu

tidak mampu mengubah kondisi yang stressful, individu akan cenderung untuk

mengatur emosinya.

2. Problem-solving coping, yaitu untuk mengurangi stresor, individu akan

mengatasi dengan mempelajari cara-cara atau keterampilan yang baru. Individu

akan cenderung menggunakan strategi ini, bila dirinya yakin akan dapat

mengubah situasi.

2.2.3 Strategi Coping

Berdasarkan penelitian-penelitian lanjutan yang dilakukan Lazarus dkk

(1986), kedua jenis coping yaitu emotion – focused coping dan problem - solving

coping,dibagi lagi menjadi delapan bagian strategi coping (Lazarus dkk, 1986 dalam

Taylor, 2003: 230).

Kedelapan strategi coping tersebut yaitu:

(42)

Individu menganalisa situasi yang dihadapi hingga memperoleh cara-cara yang

diperlukan untuk mengatasi masalah kemanusiaan melakukan tindakan nyata

untuk mengatasi masalah yang dihadapi.

2. Controntatif coping (problem focused coping)

Ciri dari tindakan ini adalah adanya tindakan asertif, yang pada akhitnya

seringkali berubah menjadi tindakan agresif untuk merubah situasinya.

3. Seeking social support (emotion or problem coping)

Individu akan berusaha memperoleh informasi atau dukungan emosional dari

orang lain.

4. Distancing (emotion focused coping)

Usaha individu untuk menghindar atau menjauhkan diri dari situasi stresful atau

usaha dari sudut pandang yang positif.

5. Escape-avoindance (emotion focused coping)

Individu berharap agar permasalahan yang ada segera berakhir atau bertindak

secara nyata atau melarikan diri dari permasalahannya tersebut.

6. Possitive repraisal (Emotion focused coping)

Usaha individu untuk mencari sisi positif dari situasi, yang bertujuan untuk

mencapai pertumbuhan pribadi yang terkadang dikaitkan dengan hal-hal yang

bersifat rohani (religi).

7. Self control (emotion focused coping)

Usaha seseorang untuk mengatur tindakan dan emosi yang berkaitan dengan

situasi yang dihadapi.

(43)

Pengakuan masalah yang dibuat individu sehingga masalah-masalah itu terjadi.

2.3 Coping Stres

Ada beberapa bagian yang termasuk ke dalam coping stres dalam psikologi

positif (C. R. Snyder & Shane J. Lopez, 2005: 573-659).

2.3.1 Menceritakan dan Menuliskan Masalah

Peristiwa traumatik sering mengisolasi kehidupan sosial. Tetapi dengan

berbicara dengan orang lain (lisan atau tulisan) tentang pengalaman traumatis, secara

otomatis akan membangun hubungan sosial yang lebih luas antara individu. Maka

dari itu komunikasi menjadi hal yang penting di bidang kesehatan mental. Dukungan

sosial telah dikaitkan dengan kesehatan mental dan fisik, sebagai bentuk pemulihan

lebih cepat dari penyakit, walaupun dengan kemungkinan stres yang masih akan

terjadi (Cf. Holahan et al, dalam C. R. Snyder & Shane J. Lopez, 2005: 573-659).

Pentingnya hubungan sosial karena dalam kelompok-kelompok sosial itu sendiri

menawarkan tempat untuk tumbuh, melakukan eksperimen sosial, dan perubahan.

Dalam studi ditemukan bahwa dukungan sosial adalah cara yang signifikan

yang diberikan masyarakat untuk mengubah perilaku mereka ke arah yang lebih

sehat (Davison, Pennebaker, & Dickerson, dalam C. R. Snyder & Shane J. Lopez,

2005: 573-659). Pengalaman traumatis, kegelisahan dan ketidakpastian individu

dapat dikurangi melalui pertukaran interpersonal. Di sisi lain memiliki kepedulian

yang sama memberikan suatu kekuatan agar dapat menjadi cermin bagi diri mereka

(44)

Selain itu dengan komunikasi yang baik dapat memfasilitasi hubungan dan

ikatan sosial antara individu, sehingga memudahkan integrasi sosial. Seperti sisi

mata uang, individu satu dengan yang lain harus saling memahami, harus ada yang

menjadi pendengar dalam sebuah pembicaraan. Maka dari itu interaksi harus

disinkronkan, namun meskipun demikian masih sering terdapat hambatan dalam

berkomunikasi, ketidakmampuan untuk mengungkapkan masalah dengan orang lain

menimbulkan masalah dalam berkomunikasi, mungkin karena takut tidak dipahami

atau diterima oleh orang lain. Maka dari itu disinilah peran menuliskan masalah

dapat dilihat (C. R. Snyder & Shane J. Lopez, 2005: 573-659).

Meskipun menulis bukanlah suatu obat mujarab, dan memiliki potensi untuk

mengganggu kehidupan. Sebagai contoh, seorang peserta baru-baru ini mengatakan

kepada kita bahwa, setelah menulis, dia revaluasi hidupnya dan pernikahannya. Dia

kemudian bercerai dengan suaminya dalam 8 tahun usia pernikahan mereka dan

dipaksa untuk pindah bersama anak-anaknya ke sebuah apartemen yang jauh lebih

kecil. Meskipun dia melaporkan yang lebih bahagia dan sehat karena tulisan,

beberapa mungkin berpendapat bahwa menulis memiliki beberapa efek samping

yang sangat negatif (C. R. Snyder & Shane J. Lopez, 2005: 573-659).

Walaupun demikian menulis tentang pengalaman traumatis dapat memiliki

manfaat bagi kesehatan secara signifikan, dalam arti individu tersebut didorong

untuk memikirkan kesengsaraan dalam hidup mereka, dan bertanggung jawab atas

hidup mereka sendiri (C. R. Snyder & Shane J. Lopez, 2005: 573-659).

(45)

Menemukan manfaat memiliki hubungan erat dengan kesehatan fisik dan

psikologis, dan hal itu berhubungan dengan teori adaptasi kognitif yang bekerja

ketika ada bahaya dilingkungan sekitar (Janoff Bulman, 1992 & Taylor, dalam C. R.

Snyder & Shane J. Lopez, 2005: 573-659), pertumbuhan setelah traumatik (Tedeschi

& Calhoun, dalam C. R. Snyder & Shane J. Lopez, 2005: 573-659), pertumbuhan

psikologis (Epel, McEwen & Ickovics, dalam C. R. Snyder & Shane J. Lopez, 2005:

573-659). Menurut Snyder dan McCullough (2000) menemukan manfaat dari

masalah tergantung pada kekuatan manusia itu sendiri, dan dorongan itu sampai

memunculkan apa yang ada dalam paradigm psikologi positif (C. R. Snyder & Shane

J. Lopez, 2005: 573-659).

Menurut Lazarus dan Folkman (dalam C. R. Snyder & Shane J. Lopez, 2005:

573-659) menemukan hikmah dalam setiap masalah termasuk ke dalam emotion

focused coping. Sebagai contoh perubahan atau pertumbuhan adalah sebuah jalan

kehidupan yang baik, pengalaman yang datang dan pergi menjadikan manusia lebih

baik dari hari ke hari, memiliki suatu keyakinan yang baru, dan pengetahuan adalah

sesuatu yang penting dalam hidup. Teori coping ini membedakan antara perilaku

adaptif yang alami, kepercayaan, dan strategi coping. Meskipun tidak semua peneliti

dan teori menyetejui bahwa “segala sesuatu mengenai coping adalah pilihan yang

disengaja” (Haan, dalam C. R. Snyder & Shane J. Lopez, 2005: 573-659). Dari

perspektif ini ditemukan bukti bahwa pencarian hikmah dari suatu masalah adalah

sebuah coping individu (C. R. Snyder & Shane J. Lopez, 2005: 573-659).

(46)

Mengambil respon positif ketika kehilangan berarti, menemukan makna

dalam setiap masalah dan kembali bangkit diatas pengalaman yang pahit. Yang juga

berarti merasionalkan segala bentuk kehilangan dan mencari manfaat sebagai

pengalaman dari sebuah peristiwa kehilangan serta mendorong dan memudahkan

terjadinya proses atau pertumbuhan atau perubahan kearah yang positif. Jadi

menemukan manfaat dari sebuah peristiwa kehilangan dengan menemukan makna

dari sebuah peristiwa kehilangan memerlukan proses yang nyata, pertama, mereka

tidak berhubungan satu dengan yang lainnya, kedua, dua hal itu datang dalam waktu

yang berlainan atau tidak datang dalam waktu yang bersamaan. Individu yang

menemukan makna dengan cepat dari sebuah peristiwa setelah dia kehilangan dan

setelah itu menemukan makna yang positif dari peristiwa kehilangan tersebut akan

memiliki emosi yang lebih baik dibandingkan dengan individu yang menemukan

manfaat dari peristiwa kehilangan yang lebih lama. Pada kesimpulannya penemuan

manfaat ini berkaitan dengan penyesuaian diri yang lebih positif terhadap lingkungan

ketika manfaat itu telah ditemukan (C. R. Snyder & Shane J. Lopez, 2005: 573-659).

2.3.4 Mencari Kebermaknaan Dalam Hidup

Makna berarti menghubungkan. Makna akan menghubungkan dua pemikiran

yang terpisah meskipun terdapat perbedaan. Seperti misalnya pemikiran tersebut

dalam kategori yang sama, dimiliki oleh individu yang sama, atau keduanya

digunakan untuk menuju satu tujuan. Hubungan keduanya bukan bagian dari

perubahan fisik dan jadi hal tersebut hanya bisa dihasilkan dari pemikiran seseorang

(47)

sebuah realitas yang berbentuk non fisik. Hal tersebut nyata dan bersifat alami yang

memiliki hubungan sebab-akibat, dan tidak dapat dilepaskan dari prinsip-prinsip

yang ada (C. R. Snyder & Shane J. Lopez, 2005: 573-659).

Baumeister (dalam C. R. Snyder & Shane J. Lopez, 2005: 573-659) memasukkan

penelitian tentang kebermaknaan hidup agar lebih memahami apa yang dimaksud

dengan kebermaknaan hidup. Terdapat empat kebutuhan utama dalam menemukan

kebermaknaan hidup dan berhubungan dengan motivasi yang mendorong individu

untuk membuat hidup mereka lebih bermakna. Seseorang merasa puas dengan empat

kebutuhan tersebut seperti menemukan hidup mereka menjadi lebih bermakna. Yang

membedakannya, seseorang yang tidak puas dengan satu atau lebih dari kebutuhan

tersebut merasa seperti tidak memilki makna dalam hidup mereka. Kebutuhan

tersebut adalah:

1. Kebutuhan untuk mencapai suatu tujuan

Maksud dari kebutuhan ini adalah seseorang dapat menggambarkan hubungan

saat ini dengan masa depan mereka. Tujuan dapat dibagi menjadi dua jenis.

Pertama adalah tujuan sederhana, hasil masih objektif atau bagian-bagiannya

masih berupa keinginan, dan belum tentu menjadi nyata, dan dengan begitu

individu akan melakukan aktifitas yang lebih bermakna sebagai jalan untuk

memahami situasi yana diinginkan dimasa yang akan datang. Kedua, tujuan yang

lebih kompleks, di mana lebih bersifat subjektif daripada objektif. Hidup

berorientasi kepada tindakan antisipasi masa depan, seperti hidup bahagia

selamanya, dicintai atau masuk surga.

(48)

Di mana dapat mengambil kebaikan atau hidup yang positif dan dapat mengambil

tindakan yang benar. Nilai membuat indivuidu dapat menentukan mana yang baik

dan mana yang buruk, nilai akan menjaga kita dalam konteks kepercayaan yang

akan membuat kita untuk berfikir dengan baik, dan akan meminimalisir rasa

bersalah, kegelisahan, penyesalan dan beberapa hal lain yang menyangkut moral

yang dapat mengakibatkan stres.

3. Kebutuhan untuk dipercaya

Kebutuhan ini mempercayai bahwa setiap orang dapat membuat perubahan.

Hidup mempunyai tujuan tapi tanpa adanya kepercayaan sangatlah menyedihkan.

Setiap orang mengetahui apa yang mereka butuhkan tetapi tidak selalu dapat

diperoleh dari pengetahuan tersebut. Hal ini cukup sering terjadi pada seseorang

yang mengontrol lingkungan mereka (dan pastinya diri merka sendiri: dalam

Baumeister, 1998), dan kontrol yang buruk dapat membuat masalah seseorang

menjadi serius yang akan berdampak pada kesehatan fisik dan mental mereka.

4. Kebutuhan akan harga diri

Hampir sebagian besar individu mencari alasan agar mereka dipercaya sebagai

individu yang baik, dan menjadi orang yang berguna. Harga diri dapat membuat

individu meraih makna dalam hidupnya (dalam Wood, 1989). Hal ini dapat diraih

dengan mengumpulkan seperti ketika seseorang menggambarkan penghargaan

diri yang bermakna dari beberapa kelompok mereka atau orang-orang lain yang

(49)

2.3.5 Humor

Dalam tulisan awal yang dibuat Plato dalamPhilebus(dalam C. R. Snyder &

Shane J. Lopez, 2005: 573-659), Aristoteles dalam Poetics (dalam C. R. Snyder &

Shane J. Lopez, 2005: 573-659), Hobbes dalam Leviathan (dalam C. R. Snyder &

Shane J. Lopez, 2005: 573-659), dan Rousseau dalamLettre a. M. D'alembert(dalam

C. R. Snyder & Shane J. Lopez, 2005: 573-659), humor ditandai sebagai bentuk dari

permusuhan. Bagi para filsuf tersebut, kualitas tertawa mengejek, paling sering

diarahkan untuk keburukan dan kekurangan orang lain. Hal ini membuat humor

menjadi sesuatu tidak diinginkan dan kejam. Tertawa dikatakan mencerminkan sifat

agresif yang lebih besar dari manusia yang mengakibatkan korban untuk orang lain.

Aristoteles mengatakan bahwa, "komedi bertujuan untuk mewakili manusia yang

lebih buruk lagi, tragedi seperti yang lebih baik daripada di kehidupan nyata" dan

“yang menggelikan hanyalah bagian yang jeleknya” (Piddington, 1963). Hal tersebut

menjadi pelajaran untuk mengingat kembali bahwa hingga akhir abad ke-19,

misalnya, hal rutin yang dilakukan dan menjadi kebiasaan dengan mengunjungi

rumah sakit jiwa untuk menikmati sambil tertawa melihat para narapidana

menyedihkan dan berantakan yang terikat dengan penjara mereka masing-masing (C.

R. Snyder & Shane J. Lopez, 2005: 573-659).

Pada abad ke-16, Joubert (dalam C. R. Snyder & Shane J. Lopez, 2005:

573-659) menyatakan bahwa tertawa dapat melancarkan aliran darah yang dapat

(50)

itu, tertawa dikatakan tepat untuk kekuatan proses penyembuhan yang memberikan

kontribusi yang baik untuk kesehatan pasien.

Tokoh psikologi yang memberikan kontribusi awal yang menggambarkan

efek positif dari humor adalah William McDougal (dalam C. R. Snyder & Shane J.

Lopez, 2005: 573-659), yang menyarankan bahwa dengan tertawa dapat mengurangi

dampak dari serangan sosial yang dapat digunakan sebagai perangkat untuk

mencegah simpati yang berlebihan dan untuk menahan diri kita dari depresi,

kesedihan, dan berpotensi merusak emosi lainnya. Posisi ini sejajar dengan

tulisan-tulisan baru-baru ini mengenai humor sebagai cara untuk mengurangi tekanan

(rangsangan emosional).

Freud (dalam C. R. Snyder & Shane J. Lopez, 2005: 573-659), dalam

bukunya Jokes and Their Relation to the Unconscious (1905), dijelaskan bahwa

tertawa dapat digunakan sebagai pelepasan ketegangan defensif yang telah

terangsang oleh keadaan awal untuk tertawa. Ketegangan dikatakan menimbulkan

oleh sesuatu yang bisa menimbulkan perasaan atau pikiran terkait dengan kemarahan

dan seksualitas dalam situasi di mana ekspresi mereka akan disesuaikan. Ketika ego

pertahanan yang menghambat ekspresi emosional tersebut terbukti tidak diperlukan,

seperti ketika seorang melakukan lelucon dalam ceritanya dan dengan demikian

dapat meringankan emosi pendengarnya, energi dari emosional tersebut dapat

ditahan dengan tertawa. Dalam tulisan-tulisan Freud, sesuai dengan McDougall, dia

mengisyaratkan pada efek yang menguntungkan dari humor dalam membantu

(51)

Freud juga menulis sebuah makalah singkat berjudul "Humor" (dalam C. R.

Snyder & Shane J. Lopez, 2005: 573-659), di mana ia menyajikan pandangan dari

"humor" yang membedakan dari "kecerdasan" dan "komik". Humor dikatakan dapat

mewakili internalisasi pengampunan orangtua yang memungkinkan seorang individu

untuk memperoleh perspektif dan bantuan dari emosi atas kekecewaan dan

kegagalan. Humor melibatkan interpretasi kegagalan sebagai sesuatu yang kurang

penting atau keseriusan dari kepercayaan yang sudah ada sebelumnya, sehingga

mengubah kegagalan tersebut menjadi seperti "permainan anak kecil". Dengan cara

ini, humor menjadi alat untuk bersahabat dengan kekecewaan dan menghindari

kecemasan episodic dan depresi. Ini adalah bentuk humor, yang dijelaskan oleh

Freud dan dijelaskan oleh McDougall, yang mencirikan banyak penelitian

kontemporer tentang humor sebagai pengurangan gangguan emosi.

Perilaku Coping Terkait Dengan Humor

Investigasi yang terkait dengan efek dari stres mengarahkan perhatian mereka

pada perilaku coping yang memfasilitasi atau menghambat fungsi optimal pada

kondisi yang membahayakan. Sering ditegaskan bahwa metode coping yang

melibatkan penghindaran atau penolakan dari pengalaman stres selanjutnya,

membuat seseorang menjadi lebih rentan dalam menghadapi stres yang melibatkan

kesadaran dan penyesuaian mereka terhadap stres (Lazarus; Janis dalam C. R. Snyder

& Shane J. Lopez, 2005: 573-659). Dalam serangkaian studi yang telah dilakukan,

humor ditemukan terkait dengan perilaku coping yang lebih aktif dan konfrontatif,

(52)

Humor juga telah ditemukan terkait dengan “pendekatan” perilaku coping

oleh Kuiper, Martin, dan Olinger (dalam C. R. Snyder & Shane J. Lopez, 2005:

573-659) dalam studi mereka tentang respon siswa terhadap ujian akademik. Para penulis

tersebut menemukan CHS yang secara positif terkait dengan sejauh mana siswa

berhasil melakukan ujian sebagai tantangan daripada ancaman. Selain itu, CHS

tersebut ditemukan secara positif berkaitan dengan jarak dan serangan terhadap

coping, bagian dalam Ways of Coping Scale (Lazarus & Folkman, dalam C. R.

Snyder & Shane J. Lopez, 2005: 573-659). Temuan terakhir ini menunjukkan bahwa

orang-orang yang menggunakan humor sebagai mekanisme coping cenderung

terlibat dalam problem-focus coping dengan emosi sekecil mungkin selama mereka

berhubungan dengan stres. Untuk mendukung pendapat tersebut, penulis juga

menemukan bahwa CHS berhubungan negatif dengan ukuran dari Persepsi Tegangan

(Cohen, Kamarck, & Mermelstein, dalam C. R. Snyder & Shane J. Lopez, 2005:

573-659) dan Sikap Disfungsional (Cane, Olinger, Gotlib, & Kuiper, dalam C. R.

Snyder & Shane J. Lopez, 2005: 573-659), yang menilai bahwa disfungsi

kemampuan evaluatif diri berhubungan dengan kerentanan terhadapdysphoria.

Pembelajaran yang meneliti hubungan antara humor dengan perilaku coping

memberikan dukungan bagi penyelidikan penelitian sebelumnya yang menunjukkan

humor dapat berperan sebagai moderator stres. Perilaku coping yang berhubungan

dengan humor tampaknya merupakan jenis yang aktif menandakan konfrontasi

dengan pengalaman stres, membantu mengurangi stres, jika tidak segera dilakukan

maka ada cukup waktu yang memungkinkan untuk melakukan perubahan pada

(53)

2.3.6 Melakukan Meditasi

Hasil meditasi yang ditemukan oleh positif psikologi adalah sebagai berikut:

1. Ingatan dan Kecerdasan

Meditasi tampaknya menghasilkan peningkatan kecerdasan, nilai di sekolah,

kemampuan belajar, dan ingatan jangka pendek dan ingatan jangka panjang (Cranson

et al., 1991; Dillbeck, Assimakis, & Raimondi, 1986; Lewis, 1078 dalam C. R.

Snyder & Shane J. Lopez, 2005: 573-659). Penelitian pertama yang memeriksa efek

TM pada Culture Fair Intelligence Test (CFIT) atau tes kecerdasan budaya, dan

waktu reaksi (Reaction Time/RT) yang dihubungkan dengan kontrol kelompok.

Bahkan ketika kontrol dilakukan pada tingkat usia, tingkat pendidikan, kepentingan

pada meditasi, tingkat pendidikan orang tua, dan pendapatan tahunan, kelompok TM

meningkat secara signifikan pada kedua tindakan tersebut dibandingkan pada kontrol

kelompok. Para penulis menunjukkan bahwa meditasi TM nampaknya menjadi alat

"pendidikan yang menjanjikan untuk meningkatkan kemampuan pembelajaran untuk

belajar" (Cranson et al., dalam C. R. Snyder & Shane J. Lopez, 2005: 573-659).

2. Kreativitas

Kreativitas adalah sesuatu yang bersifat kompleks, yang terdiri dari berbagai

sifat dan kemampuan, termasuk keterampilan untuk menilai/mempersepsi,

kelancaran ideasional, keterbukaan untuk melakukan, dan fleksibilitas emosional.

Dalam beberapa penelitian meditasi, sat

Gambar

Tabel 4.1Jumlah Sampel Berdasarkan Usia
Tabel 4.3Responden Berdasarkan Pernah Atau Tidak Menjalin
Tabel 4.4
Tabel 4.5Descriptive Statistics
+7

Referensi

Dokumen terkait

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Muhammadiyah Surakarta Hak Bebas Royalti Noneksklusif ( Non-exclusive Royalti-Free Right )

Hasil penelitian ini menunjukkan: (1) peran PMO pada pasien TB paru di di wilayah kerja Puskesmas Baki Sukoharjo sebagian besar adalah berperan, (2) keberhasilan pengobatan TB

Syarat-syarat konstruksi ialah syarat-syarat yang berkenaan dengan penggunaan bahasa, susunan kalimat, kosakata, tingkat kesukaran, dan kejelasan, yang pada hakekatnya harus tepat

Suatu cara pengiraan yang sederhana, tetapi sangat berguna dan sering dipakai adalah perhitungan komposisi persen dari suatu senyawa yaitu persentase dari massa total (disebut juga

Strategi guru pembimbing ekstrakurikuler robotik dalam menanamkan Kecerdasan Spiritual pada Nilai Kejujuran di MTs Al- Ma’arif pondok pesantren Salafiyah As- Syafi’iyah

Keterbatasan dalam penelitian ini yaitu penelitian ini mengukur transaksi pihak-pihak istimewa hanya menggunakan penjualan kepada pihak-pihak istimewa dan pembelian

Demokrasi merupakan salah satu topik yang mendapat tempat dalam ilmu hubungan internasional karena proses demokratisasi sangat memakan waktu panjang, dan ini

Tahap – tahap tersebut meliputi akusisi citra, deteksi objek, deteksi tepi menggunakan operator Canny edge , deteksi garis menggunakan metode Hough line transform