TINJAUAN ATAS GOOD CORPORATE
GOVERNANCE DI INDONESIA
Pidat o Pengukuhan
Jabat an Guru Besar Tet ap
dalam Bidang Ilmu Akunt ansi Manaj emen pada Fakult as Ekonomi,
diucapkan di hadapan Rapat Terbuka Universit as Sumat era Ut ara
Gelanggang Mahasiswa, Kampus USU, 17 Desember 2005
Oleh:
AZHAR MAKSUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Yang terhormat,
Bapak Ment eri Pendidikan Nasional Republ ik Indonesia, Bapak Ket ua dan Bapak/ Ibu Anggot a Maj el is Wal i Amanat Universit as Sumat era Ut ara,
Bapak Ket ua dan Bapak/ Ibu Anggot a Senat Akademik Universit as Sumat era Ut ara,
Bapak Ket ua dan Anggot a Dewan Guru Besar Universit as Sumat era Ut ara, Bapak Rekt or Universit as Sumat era Ut ara,
Bapak/ Ibu Pembant u Rekt or Universit as Sumat era Ut ara,
Para Dekan, Ket ua Lembaga dan Unit Kerj a, Dosen, dan Karyawan di l ingkungan Universit as Sumat era Ut ara,
Bapak dan Ibu para undangan, kel uarga, t eman sej awat , mahasiswa, dan hadirin yang saya mul iakan.
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Pert ama sekali saya ingin mengaj ak kit a semua unt uk memanj at kan
puj i dan syukur ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, Mahaperkasa,
Mahaadil, Mahabij aksana, Maha Menget ahui, Pencipt a dan Penguasa Seluruh
Alam sert a Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang at as nikmat dan karunia
yang dilimpahkan kepada kit a semua, khususnya saya sekeluarga yang pada
hari ini berkesempat an unt uk dikukuhkan sebagai Guru Besar Tet ap dalam
bidang Ilmu Akunt ansi Manaj emen pada Fakult as Ekonomi Universit as
Sumat era Ut ara. Teriring salawat dan salam kepada j unj ungan Nabi Besar
Muhammad SAW besert a sahabat dan keluarganya.
Kemudian, izinkan saya unt uk menyampaikan rasa t erima kasih dan
penghargaan yang t inggi kepada para hadirin sekalian yang t elah meringankan
langkah menghadiri upacara pengukuhan pada hari ini.
At as izin dan ridho-Nya perkenankan saya membacakan kepada Bapak/ Ibu
hadirin sekalian pidat o ilmiah saya yang berj udul:
1. Pendahuluan
Krisis keuangan yang melanda kawasan Asia di sekit ar t ahun 1997-1998,
di mana Indonesia t ermasuk di dalamnya t elah dirasakan amat memberat kan
kehidupan bagi semua kalangan. Kesulit an it u t idak hanya dirasakan oleh
rakyat miskin yang j umlahnya semakin bert ambah dengan krisis t ersebut ,
kalangan pelaku usaha pun j uga t idak t erkecuali ikut merasakannya. Bagi
negara kit a, krisis ini kemudian diperburuk lagi dengan krisis polit ik dengan
puncaknya berupa kej at uhan pemerint ahan Soehart o di t ahun 1998 sehingga
pada akhirnya merusak perekonomian Indonesia. Pada saat it u negara kit a
bukan lagi hanya sekedar mengalami krisis keuangan, melainkan t elah meluas
menj adi krisis ekonomi. Hal ini dit andai dengan menciut nya produk domest ik
brut o (GDP) pada t ahun 1998 it u menj adi minus 13,68 persen dibandingkan
dengan 4,65 persen di t ahun 1997, begit u j uga dengan laj u inflasi yang naik
menj adi 77,63 persen pada t ahun it u dibandingkan dengan hanya 11,05 persen
di t ahun sebelumnya (Siamat , 2004). Nilai t ukar rupiah t erhadap dolar
Amerika Serikat j uga mengalami penurunan menj adi sekit ar Rp15.000 (Zhuang
dkk. 2001), dan t ingkat pert umbuhan ekonomi yang mencapai t it ik paling
rendah sej ak masa pemerint ahan Soehart o, yakni sebesar minus 13 persen
(Kompas 2002).
Ungkapan Doroj at un Kunt j oro Dj akt i yang berbunyi: “ Tidak ada negara
yang kuat t anpa dunia usaha yang kuat ” kiranya t erbukt i dengan adanya krisis
ekonomi yang t elah disinggung di at as. Sebagaimana dikemukakan oleh Baird
(2000) bahwa salah sat u akar penyebab t imbulnya krisis ekonomi di Indonesia
dan j uga di berbagai negara Asia lainnya adalah buruknya pelaksanaan
corporat e governance (t at a kelola perusahaan) di hampir semua perusahaan
yang ada, baik perusahaan yang dimiliki pemerint ah (BUMN) maupun yang
dimiliki pihak swast a. Dengan buruknya pelaksanaan corporat e governance,
maka t ingkat kepercayaan para pemilik modal menj adi t urun karena invest asi
yang mereka lakukan menj adi t idak aman. Hal ini t ent u akan diikut i dengan
t indakan penarikan at as invest asi yang sudah dit anamkan, sement ara invest or
Pricewat erhouse Coopers, Invest ment Management Associat ion of Singapore
dan Corporat e Governance & Financial Report ing Cent er bulan Mei t ahun 2005
menunj ukkan bahwa 81% inst it ut ional invest ors yang disurvai t ert arik
berinvest asi di Singapura dikarenakan baiknya aplikasi corporat e
governance-nya. Keengganan ini t ent u akan menimbulkan kesulit an keuangan perusahaan,
sehingga akt ivit asnya j adi menurun dan dalam t ahapan selanj ut nya
mengakibat kan lambat nya perput aran roda ekonomi secara keseluruhan. Salah
sat u indikat or keengganan invest or berinvest asi di Indonesia dapat dilihat dari
perkembangan Foreign Direct Invest ment (FDI) index periode 1988-1990 dan
periode 1998-2000 sebagai berikut .
Tabel 1.
FDI Index dari beberapa negara di Asia
Negara FDI Index 1988-1990 FDI Index 1998-2000
Cina Sumber: Worl d Invest ment Report 2001.
Dari t abel di at as t erlihat bahwa t elah t erj adi penurunan angka indeks
yang cukup signifikan selama periode 1998-2000. Meskipun beberapa negara
Asia yang lain j uga ikut mengalami penurunan, sepert i Malaysia dan Filipina,
namun penurunan yang mereka alami t idak separah negara kit a yang sampai
mencapai angka di bawah nol.
Unt uk mengat asi hal ini, salah sat u langkah pent ing yang harus diambil
adalah memperbaiki implement asi corporat e governance. Secara sederhana
mengendalikan perusahaan unt uk mencipt akan nilai t ambah (val ue added)
unt uk semua st akehol ders (Sulist yant o & Wibisono 2003). Beberapa negara
Asia yang j uga ikut dilanda krisis keuangan di t ahun 1997-1998 it u, misalnya
Korea dan Malaysia t elah mengalami pemulihan ekonominya (economy
recovery), sement ara negara kit a belum mengalami pemulihan yang berart i,
bahkan mungkin dapat dikat akan bahwa “ krisis belum berlalu” (Alij oyo dan
Zaini 2004). Hal ini t erut ama disebabkan oleh kondisi pelaksanaan corporat e
governance sebagaimana t elah disinggung di at as di mana negara kit a
t ermasuk dalam kelompok yang t erburuk.
Tulisan ini bermaksud membahas mengenai konsep corporat e
governance, baik yang berkait an dengan t uj uan, manfaat , prinsip dan
elemen-elemennya maupun mengenai kait annya dengan peningkat an kinerj a
perusahaan dan daya saing sert a pengaruhnya t erhadap perekonomian negara.
Tulisan ini j uga akan mencoba menyinggung bagaimana peran akunt an dalam
menyukseskan implement asi corporat e governance sert a bagaimana harapan
pelaksanaannya di Indonesia.
2. Konsep dan Manfaat Good Corporat e Governance
Meskipun konsep corporat e governance it u t elah muncul bersamaan
dengan t imbulnya konsep mengenai korporasi, namun sebahagian besar ahli
(ant ara lain Tj ager dkk. 2003; Alij oyo dan Zaini 2004) berpendapat bahwa
konsep ini belum t ersosialisasi dengan baik sehingga belum t erdapat
pemahaman yang benar dan mendalam dan begit u j uga manf aat nya, maka
dirasa perlu unt uk membahas secara singkat mengenai konsepsi dan
manfaat nya. Selain it u masih banyak perusahaan, yang meskipun sudah
beroperasi di pasar modal, menganggap bahwa good corporat e governance it u
hanya sebagai aksesoris belaka dan bukannya sebagai suat u kebut uhan
mendasarkan guna mencapai sukses dalam menj alankan roda bisnisnya.
2.1. Konsepsi dan Pengertian
Terdapat berbagai definisi yang dikemukakan oleh para ahli maupun
lembaga-lembaga yang sangat concern pada isu ini, sehingga t idak t erdapat
sat u definisi t unggal yang bert erima (Solomon & Solomon 2004). Hasil survai
yang dilakukan Solomon dkk. (2000) menunj ukkan bahwa definisi yang
diberikan oleh Parkinson (1994) yang paling banyak dit erima menyat akan
bahwa corporat e governance adalah proses supervisi dan pengendalian yang
dimaksudkan unt uk meyakinkan bahwa manaj emen perusahaan bert indak
sej alan dengan kepent ingan para pemegang saham (sharehol ders). Cadbury
Commit t ee (1992) mengemukakan bahwa corporat e governance diart ikan
sebagai sist em yang berfungsi unt uk mengarahkan dan mengendalikan
perusahaan. Sement ara Forum of Corporat e Governance f or Indonesia-FCGI
(2001) mengemukakan bahwa corporat e governance adalah seperangkat
perat uran yang mengat ur hubungan (dengan kat a lain sebagai sist em yang
mengendalikan perusahaan) ant ara pemegang saham, pengurus (pengelola)
perusahaan, pihak kredit ur, pemerint ah, karyawan sert a pemegang
kepent ingan int ernal dan ekst ernal lainnya yang berkait an dengan hak-hak
dan kewaj iban mereka.
Dari beberapa definisi yang dikemukakan di at as dapat disimpulkan
bahwa corporat e governance it u adalah suat u sist em yang dibangun unt uk
mengarahkan dan mengendalikan perusahaan sehingga t ercipt a t at a hubungan
yang baik, adil dan t ransparan di ant ara berbagai pihak yang t erkait dan
memiliki kepent ingan (st akehol der) dalam perusahaan. Pihak-pihak t erkait
dimaksud t erdiri at as pihak int ernal yang bert ugas mengelola perusahaan dan
pihak ekst ernal yang meliput i pemegang saham, kredit ur dan lain-lain.
Idealnya pihak int ernal yang mungkin t erdiri dari direkt ur, para pekerj a dan
manaj emen akan menerima gaj i dan imbalan lainnya dalam j umlah yang
waj ar; sement ara para pemegang saham seharusnya menerima pengembalian
(ret urn) at as modal yang mereka invest asikan. Kredit ur akan memperoleh
pelunasan at as pinj aman yang mereka berikan besert a bunganya; begit u j uga
halnya dengan pelanggan, mereka akan dapat memperoleh barang at aupun
dengan uang yang mereka korbankan saat membeli; pemasok akan menerima
pembayaran at as barang at au j asa yang mereka serahkan kepada perusahaan
dan bahkan masyarakat sekit arnya pun diharapkan akan memperoleh
kont ribusi sosial at au bent uk-bent uk manf aat yang lainnya. Tat a hubungan
yang sedemikian it ulah yang ingin diwuj udkan oleh corporat e governance.
Sebenarnya konsep corporat e governance bukanlah sesuat u yang baru,
karena konsep ini t elah ada dan berkembang sej ak konsep korporasi mulai
diperkenalkan di Inggeris di sekit ar pert engahan abad XIX (Solomon &
Solomon, 2004). Teori korporasi pert ama yang dikat akan sebagai t eori induk
dari berbagai t eori mengenai korporasi adalah Equit y Theory. Teori ini
kemudian menurunkan berbagai t eori lainnya, ant ara Ent it y Theory yang
kemudian menurunkan pula Agency Theory yang menj elaskan bagaimana
hubungan kont rakt ual ant ara pihak pemilik perusahaan (principal ) yang
mendelegasikan pengambilan keput usan t ert ent u guna meningkat kan
kesej aht eraannya dengan pihak manaj emen/ pengelola (agent ) yang menerima
pendelegasian t ersebut . Agency Theory inilah yang kemudian memberikan
landasan model t eorit is yang sangat berpengaruh t erhadap konsep good
corporat e governance di berbagai perusahaan di seluruh dunia. Kemudian
konsep ini menj adi sangat populer dan bahkan dapat dikat akan t elah menj adi
isu sent ral bagi kalangan pelaku usaha, pemerint ah dan j uga pihak-pihak
lainnya.
2.2. Corporate Governance Code
Konsep ini dirasakan menj adi sangat pent ing t erut ama dengan semakin
berkembang dan mengglobalnya bursa efek di sekit ar t ahun 1990-an.
Kemudian konsep ini berkembang menj adi masalah yang sangat hangat dan
menarik unt uk dibicarakan sej ak t erj adinya perist iwa pent ing dalam dunia
ekonomi dan bisnis, ant ara lain perist iwa krisis keuangan di Asia di t ahun
1997-1998. Khusus bagi kalangan negara maj u t erut ama Amerika Serikat dan
negara-negara Eropa, konsep corporat e governance kembali menj adi isu
hangat t erut ama dengan t erj adinya perist iwa bangkrut nya Enron Corporat ion
konsep corporat e governance ini di seluruh dunia didorong pula oleh banyak
dan kuat nya desakan dari berbagai pihak agar menerapkan konsep t ersebut .
Pihak-pihak t ersebut t erut ama t erdiri at as media massa, inst it ut ional
invest ors, dan NGOs (Non-Government al Organizat ions).
Desakan-desakan t ersebut kemudian diwuj udkan dengan berbagai bent uk
pert emuan dan diskusi (roundt abl e discussions) di ant ara pihak-pihak t ersebut
di at as dengan para pelaku bisnis. Akt ivit as-akt ivit as sepert i ini yang t elah
dimulai sej ak awal t ahun 1990-an akhirnya t elah berhasil merumuskan konsep
dan pedoman-pedoman pelaksanaan corporat e governance (dikenal sebagai
corporat e governance code), baik pedoman yang berlaku secara nasional
maupun yang dirumuskan oleh organisasi int ernasional. Perkembangan
pedoman-pedoman ini sampai dengan t erbent uknya pedoman di Indonesia
dapat dilihat dalam gambar di bawah ini.
UK USA S. Africa Asia
Sumber: Alij oyo & Zaini (2004).
1992
2.2. Manfaat Good Corporate Governance
Kasus bangkrut nya perusahaan Enron Corporat ion di Amerika Serikat
t elah memberikan pelaj aran pent ing t erut ama bagi para pelaku bisnis unt uk
lebih berhat i-hat i dalam melakukan invest asi. Bent uk kehat i-hat ian yang
dimaksud digambarkan dengan dimasukkannya syarat -syarat pelaksanaan
corporat e governance pada perusahaan-perusahaan yang didanai oleh
lembaga-lembaga keuangan berskala besar, sepert i CaIPERS. Begit u j uga,
dana-dana int ernasional t idak diizinkan unt uk diinvest asikan ke negara-negara
yang st andar corporat e governance nya rendah. Dengan penerapan corporat e
governance, t idak hanya kepent ingan para invest or saj a yang dilindungi,
melainkan j uga akan dapat mendat angkan banyak manf aat dan keunt ungan
bagi perusahaan t erkait dan j uga pihak-pihak lain yang mempunyai hubungan
langsung maupun t idak langsung dengan perusahaan.
Berbagai keunt ungan yang diperoleh dengan penerapan corporat e
governance dapat disebut ant ara lain:
1) Dengan good corporat e governance proses pengambilan keput usan akan
berlangsung secara lebih baik sehingga akan menghasilkan keput usan yang
opt imal, dapat meningkat kan efisiensi sert a t ercipt anya budaya kerj a yang
lebih sehat . Ket iga hal ini j elas akan sangat berpengaruh posit if t erhadap
kinerj a perusahaan, sehingga kinerj a perusahaan akan mengalami
peningkat an. Berbagai penelit ian t elah membukt ikan secara empiris bahwa
penerapan good corporat e governance akan mempengaruhi kinerj a
perusahaan secara posit if (Sakai dan Asaoka 2003; Jang Black dan Kim
2003).
2) Good corporat e governance akan memungkinkan dihindarinya at au
sekurang-kurangnya dapat diminimalkannya t indakan penyalahgunaan
wewenang oleh pihak direksi dalam pengelolaan perusahaan. Hal ini t ent u
akan menekan kemungkinan kerugian bagi perusahaan maupun pihak
berkepent ingan lainnya sebagai akibat t indakan t ersebut . Cht ourou dkk
(2001) menyat akan bahwa penerapan prinsip-prinsip corporat e governance
kinerj a (earnings management ) yang mengakibat kan nilai f undament al
perusahaan t idak t ergambar dalam laporan keuangannya.
3) Nilai perusahaan di mat a invest or akan meningkat sebagai akibat dari
meningkat nya kepercayaan mereka kepada pengelolaan perusahaan
t empat mereka berinvest asi. Peningkat an kepercayaan invest or kepada
perusahaan akan dapat memudahkan perusahaan mengakses t ambahan
dana yang diperlukan unt uk berbagai keperluan perusahaan, t erut ama
unt uk t uj uan ekspansi. Hasil penelit ian yang dilakukan oleh McKinsey &
Company (2002) membukt ikan bahwa lebih dari 70% invest or inst it usional
bersedia membayar lebih (mencapai 26 – 30% lebih mahal) saham
perusahaan yang menerapkan corporat e governance dengan baik
dibandingkan dengan perusahaan yang penerapannya meragukan.
4) Bagi para pemegang saham, dengan peningkat an kinerj a sebagaimana
disebut pada poin 1, dengan sendirinya j uga akan menaikkan nilai saham
mereka dan j uga nilai dividen yang akan mereka t erima. Bagi negara, hal
ini j uga akan menaikkan j umlah paj ak yang akan dibayarkan oleh
perusahaan yang berart i akan t erj adi peningkat an penerimaan negara dari
sekt or paj ak. Apalagi bila perusahaan yang bersangkut an berbent uk
perusahaan BUMN, maka peningkat an kinerj a t adi j uga akan dapat
meningkat kan penerimaan negara dari pembagian laba BUMN.
5) Karena dalam prakt ik good corporat e governance karyawan dit empat kan
sebagai salah sat u st akehol der yang seharusnya dikelola dengan baik oleh
perusahaan, maka mot ivasi dan kepuasan kerj a karyawan j uga diperkirakan
akan meningkat . Peningkat an ini dalam t ahapan selanj ut nya t ent u akan
dapat pula meningkat kan produkt ivit as dan rasa memiliki (sense of
bel onging) t erhadap perusahaan.
6) Dengan baiknya pelaksanaan corporat e governance, maka t ingkat
kepercayaan para st akehol ders kepada perusahaan akan meningkat
sehingga cit ra posit if perusahaan akan naik. Hal ini t ent u saj a akan dapat
menekan biaya (cost ) yang t imbul sebagai akibat t unt ut an para
7) Penerapan corporat e governance yang konsist en j uga akan meningkat kan
kualit as laporan keuangan perusahaan. Manaj emen akan cenderung unt uk
t idak melakukan rekayasa t erhadap laporan keuangan, karena adanya
kewaj iban unt uk memat uhi berbagai at uran dan prinsip akunt ansi yang
berlaku dan penyaj ian informasi secara t ransparan. Hasil penelit ian
Beasley dkk. (1996) dan Abbot t dkk. (2000) menunj ukkan bahwa penerapan
corporat e governance dapat meningkat kan kualit as laporan keuangan.
Dengan berbagai manfaat dan keunt ungan yang dapat diberikan oleh
penerapan good corporat e governance sebagaimana disebut kan di at as, waj ar
kiranya semua st akehol ders t erut ama para pelaku usaha di Indonesia
menyadari bet apa pent ingnya konsep ini bagi pemulihan kondisi usaha dan
sekaligus t ent unya pemulihan kondisi ekonomi kit a secara nasional. Meskipun
t elah banyak upaya ke arah it u yang dilakukan, baik oleh pihak pemerint ah
sendiri, organisasi-organisasi NGOs sert a para pelaku usaha, namun amat
disayangkan hingga saat ini penerapan konsep corporat e governance it u masih
hanya sebat as mengikut i t rend yang berkembang dan guna menunj ukkan
kepat uhan (conf ormance) at as ket ent uan yang dit et apkan oleh berbagai
inst it usi pemberi dana dan pemerint ah. Seharusnya para pelaku usaha
memandang dan menyadari bahwa good corporat e governance merupakan
suat u kebut uhan yang harus dipenuhi agar mereka dapat mencapai
pert umbuhan yang berkualit as dan berkesinambungan.
3. Prinsip-Prinsip Corporat e Governance
Meskipun konsep corporat e governance t elah muncul bersamaan
dengan konsep korporasi, namun kesadaran t erhadap pent ingnya konsep ini
baru berkembang secara cepat dalam t ahun-t ahun yang belakangan ini. Di
awal t ahun 1990an di Amerika Serikat mulai muncul berbagai inisiat if guna
merealisasikan dan mengembangkan konsep ini yang dit andai dengan
dipublikasikannya berbagai prinsip good corporat e governance oleh
Organizat ion f or Economic Cooperat ion and Devel opment (OECD) dan diikut i
Prinsip-prinsip dimaksud t erdiri dari: Fairness, Transparency,
Account abil it y, dan Responsibil it y. Alinea-alinea berikut ini akan membahas
prinsip-prinsip dimaksud, apa t uj uan dan sasarannya dan langkah-langkah yang
harus diambil guna mengaplikasikannya.
3.1. Fairness (Kewajaran/ Keadilan)
Prinsip ‘ Keadilan at au Kewaj aran’ ini dapat diart ikan sebagai upaya dan
t indakan yang t idak membeda-bedakan semua pihak yang berkepent ingan
(st akehol ders) t erhadap organisasi at au perusahaan t erkait . Dengan konsep
korporasi, maka t erdapat pemisahan ant ara pemegang saham at au pemilik
dan manaj emen yang bert indak sebagai pengelola perusahaan (dalam Agency
Theory, pihak pert ama disebut sebagai Principal , sedang pihak kedua disebut Agent ). Manaj emen bert ugas unt uk mengelola perusahaan guna meningkat kan
kesej aht eraan para pemilik perusahaan. Namun sej alan dengan sifat -sif at
manusia, manaj emen mungkin saj a bert indak ke arah yang lebih
mengut amakan kepent ingannya dibandingkan dengan kepent ingan para
pemegang saham. Selanj ut nya dengan berkembangnya pasar modal di dunia,
akhirnya muncul para pemegang saham yang hanya memiliki sej umlah kecil
saham di dalam perusahaan (disebut pemegang saham minorit as) dan
pemegang saham asing yang secara ot omat is memiliki akses dan kekuat an
yang lebih kecil dibandingkan dengan kelompok yang mayorit as. Prinsip
f airness ini harus menj amin adanya perlakuan yang set ara (adil) t erhadap
semua pihak t erkait , t erut ama para pemegang saham minorit as maupun asing.
Unt uk dapat t erlaksananya prinsip ini diperlukan ket ersediaan perat uran
yang melindungi kepent ingan para pemegang saham minorit as dan asing,
membuat pedoman perilaku perusahaan dan at au kebij akan-kebij akan yang
melindungi korporasi t erhadap perlakuan buruk orang dalam (Tj ager dkk.
2003). Penet apan t anggung j awab dewan komisaris, direksi, kehadiran
komisaris independen dan komit e audit , sert a penyaj ian informasi (t erut ama
laporan keuangan) dengan pengungkapan penuh merupakan perwuj udan dari
3.2. Transparency (Transparansi)
Keput usan Ment eri Negara BUMN t ahun 2002 mengart ikan t ransparansi
sebagai ket erbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keput usan dan
ket erbukaan dalam mengemukakan informasi mat eriil dan relevan mengenai
perusahaan. Jadi dalam prinsip ini, para pemegang saham haruslah diberi
kesempat an unt uk berperan dalam pengambilan keput usan at as
perubahan-perubahan mendasar dalam perusahaan dan dapat memperoleh informasi yang
benar, akurat , dan t epat wakt u mengenai perusahaan. Secara sederhana
dapat dikat akan bahwa prinsip ini t idak menghendaki berbagai pihak yang
berkepent ingan menj adi t ersesat kan at au t idak akan membuat kesimpulan
at au keput usan yang salah mengenai perusahaan.
Dalam prakt ik, perusahaan seharusnya berkewaj iban mengungkapkan
berbagai t ransaksi pent ing yang berkait an dengan perusahaan, sepert i kont rak
kerj a yang bernilai t inggi dengan perusahaan lain, risiko-risiko yang dihadapi
dan rencana/ kebij akan perusahaan yang akan dij alankan. Selain it u,
perusahaan seharusnya j uga berkepent ingan unt uk menyampaikan kepada
semua pihak t erkait informasi mengenai st rukt ur kepemilikan perusahaan
sert a perubahan-perubahan yang t erj adi. Para pemain pasar modal t ent u akan
bereaksi secara negat if bila mereka menilai bahwa t ingkat t ransparansi ini
rendah dan begit u pula sebaliknya. Oleh sebab it u konsep good corporat e
governance harus menj amin pengungkapan yang cukup, akurat dan t epat
wakt u t erhadap seluruh kej adian pent ing yang berhubungan dengan
perusahaan t ermasuk di dalamnya mengenai kondisi keuangan, kinerj a,
st rukt ur kepemilikan dan pengat uran perusahaan.
3.3. Account abilit y (Akuntabilitas)
Akunt abilit as dapat diart ikan sebagai kej elasan fungsi, pelaksanaan,
dan pert anggungj awaban organ sehingga pengelolaan perusahaan t erlaksana
secara efekt if. OECD menyat akan bahwa prinsip ini berhubungan dengan
t ersedianya sist em yang mengendalikan hubungan ant ara organ-organ yang
ada dalam perusahaan. Selanj ut nya prinsip akunt abilit as ini dapat dit erapkan
wewenang, hak, dan kewaj iban mereka masing-masing. Corporat e governance
harus menj amin perlindungan kepada pemegang saham khususnya pemegang
saham minorit as dan asing sert a pembat asan kekuasaan yang j elas di j aj aran
direksi.
Realisasi dari prinsip ini dapat berupa pendirian dan pengembangan
komit e audit yang dapat mendukung t erlaksananya f ungsi pengawasan dewan
komisaris, j uga perumusan yang j elas t erhadap fungsi audit int ernal. Khusus
unt uk bidang akunt ansi, penyiapan laporan keuangan yang sesuai dengan
st andar akunt ansi yang berlaku sert a dit erbit kan t epat wakt u j uga j elas
merupakan perwuj udan dari prinsip akunt abilit as ini.
3.4. Responsibilit y (Pertanggungjawaban)
OECD menyat akan bahwa prinsip t anggung j awab ini menekankan pada
adanya sist em yang j elas unt uk mengat ur mekanisme pert anggungj awaban
perusahaan kepada sharehol der dan st akehol der. Hal ini dimaksudkan agar
t uj uan yang hendak dicapai dalam good corporat e governance dapat
direalisasikan, yait u unt uk mengakomodasikan kepent ingan dari berbagai
pihak yang berkait an dengan perusahaan sepert i masyarakat , pemerint ah,
asosiasi bisnis, dan sebagainya.
Prinsip t anggung j awab ini j uga berhubungan dengan kewaj iban
perusahaan unt uk memat uhi semua perat uran dan hukum yang berlaku,
t ermasuk j uga prinsip-prinsip yang mengat ur t ent ang penyusunan dan
penyampaian laporan keuangan perusahaan. Set iap perat uran dan ket ent uan
hukum yang berlaku t ent u akan diikut i dengan sangsi yang j elas dan t egas.
Selain it u j uga harus diingat bahwa ket ent uan yang dibuat t ent u ant ara lain
bert uj uan agar kepent ingan pihak t ert ent u t erut ama masyarakat t idak
dirugikan. Oleh karena it u kepat uhan t erhadap ket ent uan yang berlaku akan
dapat menghindarkan perusahaan dari sangsi hukum sebagaimana diat ur
dalam perat uran t erkait , dan j uga sangsi moral dari masyarakat .
Keempat prinsip sebagaimana diuraikan di at as, kemudian dij abarkan ke
dalam lima aspek ut ama yang t erdiri dari: 1) Hak-hak pemegang saham; 2)
pemegang saham yang harus diakui; 4) Pengungkapan yang akurat dan t epat
wakt u; dan 5) Tanggung j awab dewan. Secara keseluruhan t erdapat berbagai
pihak yang t erkait dalam pelaksanaan good corporat e governance yang t erdiri
dari pemegang saham, invest or, karyawan, dan manaj er, pemasok dan
rekanan bisnisnya, masyarakat set empat , pemerint ah, inst it usi bisnis, media,
akademisi, dan pesaingnya. Masing-masing pihak ini t ent u memainkan
peran-peran t ert ent u dalam aplikasi corporat e governance. Dalam hal ini perusahaan
harus mampu mengakomodasikan kepent ingan para pihak (st akehol der )
t ersebut . Dengan t wo t iers syst em yang dianut oleh sist em korporasi di
Indonesia, maka peranan para pemegang saham akan dilaksanakan oleh dewan
komisaris yang menj alankan fungsi pengendalian.
Menurut Keput usan Ment eri Badan Usaha Milik Negara Nomor:
KEP-117/ M-MBU/ 2002 bahwa di samping keempat prinsip di at as, masih ada sat u
prinsip t ambahan lagi, yait u prinsip Kemandirian (Independence). Prinsip ini
diart ikan sebagai suat u keadaan di mana perusahaan dikelola secara
profesional t anpa bent uran kepent ingan dan pengaruh/ t ekanan dari pihak
manapun yang t idak sesuai dengan perat uran perundang-undangan yang
berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat . Penulis berpendapat bahwa
prinsip ini sebenarnya sudah t ercakup dalam prinsip pert ama dan keempat di
at as. Barangkali prinsip t ersebut lebih t erarah kepada perusahaan yang
dimiliki oleh pemerint ah (BUMN).
4. Aplikasi Good Corporat e Governance di Indonesia
Sebagaimana t elah disinggung sebelumnya bahwa kondisi aplikasi
corporat e governance di Indonesia adalah buruk, bahkan disebut sebagai
kelompok negara yang t erburuk di Asia. Hasil survai t erakhir yang
dipublikasikan oleh Asian Wal l St reet Journal t anggal 6 Mei t ahun 2003
(Alij oyo dan Zaini 2004) menunj ukkan bahwa dari 10 negara Asia yang ikut
disurvai, Indonesia masih berada pada urut an yang ke 8. Rangking ini
kelihat annya masih belum berbeda dari rangking yang dicapai dalam survai
di Indonesia dan berbagai kendala yang mungkin t imbul dalam
mengaplikasikan konsep t ersebut secara efekt if sert a alt ernat if solusi unt uk
mengat asinya.
4.1. Kondisi Pra-Indonesian Code
Indonesia t elah dilanda krisis ekonomi di sekit ar t ahun 1997/ 1998,
sement ara gerakan ke arah pembenahan kondisi corporat e governance baru
dimulai di t ahun 1999 dengan t erbent uknya Komit e Nasional Kebij akan
Corporat e Governance (KNKCG at au NCCG). Namun momen pent ing yang amat
menent ukan perj alanan konsep corporat e governance di Indonesia lebih lanj ut
baru t erj adi di t ahun 2001, yait u dengan t ersusunnya sebuah pedoman good
corporat e governance (Indonesian Code) oleh NCCG bersama para pelaku
bisnis. Kondisi prakt ik corporat e governance di Indonesia sebelum dan sesudah
krisis ekonomi berlangsung sampai dengan pedoman t adi t erbent uk (April
2001) dapat dikat akan t idak j auh berbeda sama sekali.
Para pelaku bisnis di Indonesia dapat dikat egorikan ke dalam t iga
kelompok, yait u BUMN, Swast a, dan Koperasi. BUMN merupakan kelompok
pelaku bisnis yang pemilik modalnya adalah pemerint ah. Meskipun pemerint ah
seharusnya hanya berperan sebagai regul at or, namun t erdapat berbagai
alasan logis pembent ukan BUMN di Indonesia. Alasan-alasan t ersebut t erdiri
dari: 1) unt uk wadah aset asing yang dinasionalisasi; 2) unt uk membangun
indust ri yang dibut uhkan masyarakat t et api masyarakat sendiri (at au swast a)
t idak mampu melaksanakannya; 3) unt uk membangun indust ri yang sangat
st rat egis yang berkait an dengan keamanan negara (Nugroho dan Siahaan
2005). Menurut sej arahnya asal mula pembent ukan BUMN ini adalah ket ika
diberlakukannya kebij akan nasionalisasi perusahaan-perusahaan milik Belanda
yang beroperasi di Indonesia. BUMN ini bergerak di berbagai bidang usaha
yang ada, sepert i perdagangan, perkebunan, pert ambangan, berbagai sekt or
j asa (misalnya perbankan, t ransport asi laut , darat , dan udara sert a
t elekomunikasi) dan usaha manufakt ur (misalnya perkapalan, pupuk, semen,
swast a, yait u perusahaan-perusahaan yang pemilik modalnya adalah pihak
swast a dan j uga pelaku usaha yang berbent uk koperasi.
Di kelompok pelaku bisnis swast a sebagian besar perusahaan kit a
adalah perusahaan keluarga (Solomon dan Solomon 2004) yang dengan
demikian t ent u j uga dikendalikan oleh para anggot a keluarga. Meskipun
dengan dibukanya pasar modal sebagian dari perusahaan-perusahaan t ersebut
t elah menj ual sahamnya ke masyarakat umum, namun dominasi keluarga
dalam kepemilikan saham ini masih t et ap bert ahan. Dengan demikian
berbagai prinsip good corporat e governance sebagaimana disebut di at as
menj adi sulit unt uk diaplikasikan secara efekt if. Misalnya perlindungan
t erhadap pemegang saham minorit as dan asing menj adi kurang, dit unj uknya
kalangan keluarga sebagai anggot a direksi yang selalu mengabaikan unsur
profesionalisme, informasi menj adi t idak t ransparan dan sebagainya.
Lebih lanj ut para pelaku bisnis (pemilik perusahaan-perusahaan swast a
besar, sering disebut konglomerat ) ini memiliki hubungan sangat erat dengan
para pej abat pent ing di negara ini (Tj ager dkk. 2003) sehingga
perusahaan-perusahaan t ersebut selalu mendapat perlakuan ist imewa dan perlindungan
dari pemerint ah. Hal ini mengakibat kan t idak dipergunakannya konsep-konsep
korporasi yang benar dalam menj alankan roda bisnisnya. Akibat nya pelaku
usaha menj adi kurang profesional dan memiliki daya saing yang rendah. Hal
ini t elah dibukt ikan dengan ambruknya para konglomerat ket ika t erj adinya
krisis keuangan t ahun 1997-1998 yang berlanj ut menj adi krisis ekonomi yang
berkepanj angan. Tanri Abeng menyat akan: “ Kedigj ayaan perekonomian yang
dimot ori dan dipilari oleh para pengusaha swast araksasa alias konglomerat
-yang kit a banggakan t iga t ahun silam-t idak ada art inya dalam menghadapi
krisis” (Nugroho dan Siahaan 2005).
BUMN merupakan salah sat u pelaku bisnis yang mendominasi
perekonomian kit a sej ak dilaksanakannya kebij akan nasionalisasi perusahaan
milik Belanda oleh pemerint ah. Namun dominasi t ersebut kelihat annya hanya
berlaku unt uk j umlah dan bidang usaha yang dimasuki, dan t idak dalam
peranan dan fungsinya sebagai mot or penggerak ekonomi. Dalam t eori
pengert ian yang j elas sehingga BUMN sepert inya t idak memiliki pemilik sama
sekali, maka BUMN dalam banyak hal beroperasi secara t idak efisien.
Beberapa st udi t elah membukt ikan dan mendukung kesimpulan ini, sepert i
st udi Hanke (1987), Mardj ana (1995). Begit u j uga halnya dengan t eori
monopoli yang menyat akan bahwa BUMN dalam banyak kasus sering menerima
privel ege monopoli yang mengakibat kan sering t erj erumus menj adi t idak
efisien. Dengan t erperangkap dalam j ebakan inefisiensi ini, maka j elas bukan
hanya daya saing yang lemah saj a yang melekat pada t ubuh BUMN, melainkan
j uga rendahnya kinerj a yang dicapai.
Selain beroperasi secara inefisiensi, sudah menj adi rahasia umum pula
bahwa BUMN kit a merupakan lembaga bisnis milik negara yang sudah lama
t erj angkit virus KKN. Apalagi berbagai kepent ingan polit ik j uga ikut
mengint ervensi perj alanan BUMN sehingga akhirnya mengganggu ruang gerak
manaj emennya dalam menuj u efisiensi yang j elas merupakan unsur yang
sangat pent ing dalam menghasilkan kinerj a yang t inggi dan daya saing yang
kuat . Hal yang t idak j auh berbeda j uga t erj adi dengan koperasi yang sudah
memiliki sej arah panj ang yang kurang enak unt uk didengar.
Dari gambaran t ent ang kondisi pelaku bisnis ini dapat disimpulkan bahwa
kondisi aplikasi corporat e governance di era sebelum krisis ekonomi
berlangsung adalah buruk. Hal ini j uga dapat diukur dari keberadaan
elemen-elemen ut amanya yang sekurang-kurangnya t erdiri dari: ket ersediaan
pedoman resmi (nat ional code) prakt ik good corporat e governance, eksist ensi
komisaris independen (independent direct ors) dan eksist ensi komit e audit
dalam perusahaan di sej umlah negara Asia (t ermasuk Indonesia). Kondisi
Tabel 2.
Kondisi Corporat e Governance per Januari 1997
Country
Sumber: Alij oyo dan Zaini (2004).
Dari t abel di at as t erlihat bahwa pada Januari 1997 (pada saat krisis
mulai dan t ent unya j uga menggambarkan kondisi sebelum krisis t erj adi),
Indonesia sama sekali belum memiliki pedoman at au st andar best pract ices of
good corporat e governance dan hal ini t ent u merupakan indikat or yang kuat
bahwa kondisi corporat e governance kit a buruk. Hal ini didukung pula dengan
kenyat aan bahwa pada masa it u keberadaan komisaris independen dan j uga
komit e audit belum menj adi suat u keharusan. Kondisi ini berlaku unt uk ket iga
pelaku bisnis kit a yang ada.
Dengan kondisi sebagaimana t ergambar di at as, j elaslah bahwa para
invest or yang profesional akan merasa enggan unt uk berinvest asi di Indonesia
karena keamanan invest asinya t idak t erj amin. Berbagai survai t elah dilakukan
unt uk melihat bagaimana kondisi implement asi corporat e governance pada
ket ika it u. Salah sat u di ant aranya adalah survai yang dilakukan oleh
Pricewat erhouse Coopers di t ahun 1999 t erhadap invest or-invest or di Asia
yang dapat menggambarkan bagaimana implement asi corporat e governance di
berbagai negara Asia. Dalam hasil survai it u t erlihat j elas bahwa negara kit a
berada pada t ingkat an yang paling bawah.
Baik Buruk
Gambar 2.
Hasil Penelitian Penerapan Standar Corporat e Governance di
Beberapa Negara Asia dan Australia.
Selain buruknya kondisi prakt ik corporat e governance yang j elas
memberikan kont ribusi t erbesar bagi t erj adi dan berlarut -larut nya krisis
ekonomi kit a, berbagai kondisi dan fakt or lainnya j uga ikut memberikan
kont ribusi yang cukup berart i. Fakt or-f akt or t ersebut ant ara lain dapat
disebut kan, sepert i bank-bank yang dibebani dengan hut ang luar negeri yang
t idak dihedge dalam j umlah yang cukup besar; pengalokasian kredit oleh
bank-bank kepada perusahaan-perusahaan yang hanya memberikan perhat ian
yang kecil kepada penyelesaian hut ang di masa depan; t ingkat keberlabaan
usaha yang rendah; dan sebagainya.
4.2. Kondisi Pasca-Indonesian Code
Berbagai upaya dan langkah t elah dilakukan guna mengat asi krisis yang
berlangsung. Sej umlah organisasi bisnis swast a dan LSM, sepert i The Indonesia
Net herl ands Associat ion and Transparency Int ernat ional t elah memulai inisit if
yang mendukung perbaikan t ransparansi dan corporat e governance. Begit u
j uga halnya pada t ingkat birokrat , pemerint ah bersama-sama dengan berbagai
inst it usi donor int ernasional, sepert i Int ernat ional Monet ary Fund (IMF),
Worl d Bank dan Asian Devel opment Bank (ADB) t elah mencoba merumuskan
berbagai upaya unt uk mereformasi good corporat e governance. Pada t anggal
Corporat e Governance (KNKCG) at au Nat ional Commit t ee on Corporat e Governance (NCCG) yang bert ugas unt uk menggalakkan dan memant au
perkembangan reformasi good corporat e governance. NCCG ini memiliki 22
anggot a yang berasal dari kalangan profesi, sekt or publik dan sekt or swast a
yang mewakili profesi hukum dan akunt an, bank, BUMN, perusahaan swast a,
Bapepam, dan wakil pemerint ah.
Set elah melakukan beberapa kali pert emuan dan diskusi, akhirnya
komit e ini berhasil merumuskan konsep (draf t ) t ent ang pedoman prakt ik good
corporat e governance (Code of Good Corporat e Governance). Pedoman yang
dit erbit kan dalam bulan Maret t ahun 2001 ini menunj uk secara j elas t iga belas
bidang pent ing yang perlu diperbaharui (Tj ager dkk. 2003), yait u:
1) Hak dan t anggung j awab pemegang saham;
2) Fungsi, t ugas, dan kewaj iban dewan komisaris;
3) Fungsi, t ugas, dan kewaj iban dewan direksi;
4) Sist em audit , t ermasuk peran audit or ekst ernal dan komit e audit ;
5) Fungsi, t ugas, dan kewaj iban sekret aris perusahaan;
6) Hak st akehol ders dan akses kepada informasi yang relevan;
7) Ket erbukaan yang t epat wakt u dan akurat ;
8) Kewaj iban para komisaris dan direksi unt uk menj aga kerahasiaan;
9) Larangan penyalahgunaan informasi oleh orang dalam;
10) Et ika berusaha;
11) Ket idakpat ut an pemberian donasi polit ik;
12) Kepat uhan pada perat uran perundang-undangan t ent ang prot eksi
kesehat an, keselamat an kerj a, dan pelest arian lingkungan;
13) Kesempat an kerj a yang sama bagi para karyawan.
Bukan hanya pada lingkungan birokrat saj a, di kalangan swast a pun j uga
muncul berbagai inisiat if unt uk membant u upaya sosialiasi corporat e
governance ini. Hal ini dit andai dengan t erbent uknya beberapa organisasi
non-pemerint ah (NGO), sepert i Forum f or Corporat e Governance f or Indonesia
dapat dikat akan bahwa t elah t imbul kemauan dari berbagai pihak unt uk
mengaplikasikan corporat e governance sebagai salah sat u solusi ut ama unt uk
mengat asi krisis ekonomi yang t erj adi. Namun, amat lah disayangkan bahwa
t ernyat a kemauan it u belum merupakan suat u kesadaran mendasar yang
sepenuhnya benar. Sebagian besar kalangan pelaku bisnis (t ermasuk j uga
kalangan birokrat ) masih menganggap bahwa corporat e governance
merupakan sesuat u yang harus diikut i dan dij alankan sebagai wuj ud
“ kepat uhan” kepada at uran yang ada, dan bukannya merupakan sesuat u yang
memang diperlukan agar perusahaan dapat menghasilkan kinerj a yang opt imal
secara berkelanj ut an sehingga roda kehidupan perusahaan dapat t erus
berput ar (sust ainabl e).
Bila digunakan ukuran yang menunj ukkan eksist ensi aplikasi good
corporat e governance yang sekurang-kurangnya t erdiri dari ket ersediaan
pedoman resmi (nat ional code) prakt ik good corporat e governance, eksist ensi
komisaris independen (independent direct ors), dan eksist ensi komit e audit ,
maka t elah t erj adi kemaj uan yang cukup berart i dalam pelaksanaan good
corporat e governance di Indonesia set elah t erbent uknya berbagai lembaga
dan pedoman pelaksanaan sebagaimana disebut di at as. Perkembangan
t ersebut dapat dilihat dalam t abel berikut .
Tabel 3: Kondisi Corporat e Governance
per Januari 2003
Dari t abel di at as t erlihat bahwa kondisi corporat e governance di
Indonesia sudah sej aj ar dengan negara-negara Asia yang lain, baik negara
yang kondisi corporat e governance-nya memang sudah baik sebelumnya,
sepert i Hongkong, Malaysia, dan Singapura (lihat Tabel 2) maupun
negara-negara yang kondisi sebelumnya masih buruk, sepert i Cina dan Thailand. Jadi,
apabila dinilai dari sudut hal-hal yang bersifat mandat ory, t elah t erj adi
kemaj uan yang cukup cepat dan berart i dalam reformasi corporat e
governance di Indonesia. Pemenuhan t erhadap hal-hal yang bersifat mandat ory secara fundament al belumlah menj amin adanya prakt ik yang
memuaskan. Kondisi inilah yang menggiring pada kesimpulan bahwa kesadaran
akan pent ingnya prakt ik good corporat e governance bagi peningkat an kinerj a
dan kesinambungan usaha yang berkualit as di Indonesia belum t ercapai.
Posisi perusahaan-perusahaan t erbaik Indonesia di kalangan negara Asia
dalam penerapan good corporat e governance secara keseluruhan masih belum
memuaskan dan masih t et ap di posisi yang rendah. Berdasarkan rangking yang
diberikan oleh Finance Asia com Lt d. t ahun 2004, dari 100 perusahaan t erbaik
di Asia dalam penerapan good corporat e governance, j umlah paling sedikit
berasal dari Indonesia. Perbandingannya dapat dilihat dalam t abel di bawah
ini.
Tabel 4.
Distribusi 100 perusahaan terbaik Asia dalam Penerapan
Good Corporat e Governance Tahun 2004
Bila dibandingkan dengan Cina dan India yang dalam survai sebelumnya
(lihat Gambar 2) j uga berada dalam posisi yang sama (posisi paling buruk),
dalam survai ini t elah mengalami peningkat an yang j auh lebih baik. Dari 100
perusahaan t erbaik t ersebut , 12 perusahaan berasal dari Cina, 11 perusahaan
dari India, sement ara Indonesia hanya menyumbangkan 5 perusahaan saj a
(5%). Perusahaan-perusahaan t ersebut : PT Telkom Indonesia Tbk., PT Bank
Mandiri Tbk., PT Ast ra Int ernasional Tbk., PT Gudang Garam Tbk. dan PT Bank
Cent ral Asia Tbk.
Unt uk memperoleh gambaran lebih lengkap berikut ini akan dibahas
bagaimana kondisi t erbaru aplikasi good corporat e governance negara kit a
dengan mengacu kepada prinsip-prinsip yang dij abarkan ke dalam lima aspek
ut ama sebagaimana disinggung di bagian sebelumnya. Pembahasan didasarkan
pada hasil evaluasi yang disiapkan oleh Worl d Bank bulan Maret t ahun 2005.
1) Aspek Hak-hak Pemegang Saham
Menyangkut t ent ang hak-hak dasar pemegang saham (basic sharehol der
right s) yang berkait an dengan hak pendaft aran kepemilikan, hak
ment ransfer saham, hak memperoleh informasi perusahaan secara rut in dan
t epat wakt u, dan hak dalam pembagian dalam laba perusahaan dapat
dinilai sudah memuaskan. Namun berkait an dengan hak berpart isipasi
dalam RUPS dan hak unt uk ikut memilih anggot a dewan (dewan komisaris
dan dewan direksi) t erdapat beberapa kondisi yang memerlukan perhat ian
dan perbaikan di masa mendat ang. Meskipun sudah dit ent ukan bahwa
semua pemegang saham berhak hadir dalam RUPS, namun dalam prakt ik
para pemegang saham minorit as j arang sekali menghadirinya. Hal ini
mungkin t erkait dengan UUPT yang belum ada mengat ur t ent ang kewaj iban
perlakuan yang adil t erhadap pemegang saham minorit as. Dalam hal
pemilihan anggot a dewan, hanya sej umlah kecil perusahaan t erdaft ar yang
memiliki komit e nominasi unt uk pemilihan anggot a dewan komisaris dan
dewan direksi dan dalam prakt iknya nominasi j ust ru dilakukan oleh
manaj emen (at au pemegang saham pengendali, khususnya pada BUMN).
Tidak ada mekanisme yang j elas bagi pemegang saham unt uk
memungkinkan bagi pemegang saham minorit as menyalurkan suaranya
unt uk menominasi anggot a dewan meskipun t idak dinyat akan dilarang
t et api j uga t idak dinyat akan diizinkan. Hal ini menunj ukkan bahwa hak-hak
pemegang saham minorit as masih belum diperhat ikan.
Berkait an dengan hak pemegang saham unt uk ikut sert a dalam
keput usan-keput usan pent ing, misalnya dalam penambahan saham beredar
at au t ransaksi yang dapat mengarah pada pengalihan kepemilikan
perusahaan, kondisinya sudah cukup memuaskan. Keput usan unt uk hal-hal
di at as diambil melalui RUPS (UUPT Pasal 103) dan secara rinci j uga diat ur
oleh Bapepam.
Dalam pelaksanaan RUPS, pemegang saham selalu kurang memiliki
akses t erhadap isi agenda rapat . Akibat nya, meskipun mereka memiliki hak
unt uk mengaj ukan sesuat u usulan dalam rapat , namun hak ini j arang
dipergunakannya. Begit u j uga halnya, bila ada pesert a rapat yang
keberat an dengan sesuat u usulan dari kelompok mayorit as, pihak yang
berkeberat an ini selalu dimint a unt uk menj elaskan alasannya sehingga
cenderung menggiring mereka unt uk t idak berada dalam posisi berlawanan
dengan suara mayorit as. Informasi mengenai st rukt ur kepemilikan dapat
dinilai masih belum cukup, t erut ama dalam laporan t ahunan. Informasi
lengkap t ersimpan dalam Daft ar Pemegang Saham (DPS) di mana secara
hukum dewan komisaris harus mengizinkan pemegang saham
memeriksanya, namun dengan alasan kerahasiaan dan persaingan, dewan
dapat menolak pemberian izin ini.
2) Aspek Perlakuan yang Set ara/ Sama t erhadap Pemegang Saham
Menurut perat uran yang berlaku (UUPT), pemegang saham individu
memiliki hak unt uk menunt ut kompensasi at as kerugian perusahaan yang
t imbul dari t indakan-t indakan yang t idak sesuai dan t idak beralasan at au
akibat kelalaian dewan komisaris at au dewan direksi, t et api hal ini hanya
berlaku bagi para pemegang saham yang memiliki hak suara minimal 10%
at au mewakili minimal 10% dari t ot al suara. Ket ent uan 10% ini dapat
pada negara-negara Asia yang lain. Di Korea misalnya, ket ent uan ini hanya
sebesar 5% at au 1% bagi perusahaan t ak t erdaft ar (perseroan bukan Tbk.),
dan hanya 0,01% bagi perusahaan t erdaft ar (perseroan Tbk.).
Berkait an dengan t ransaksi dengan pihak dalam (insider t rading),
adalah t erlarang menurut hukum yang berlaku dan Bapepam berkewaj iban
memonit or kej adian ini. Begit u j uga halnya dengan t ransaksi dalam
hubungan khusus (rel at ed part y t ransact ions) secara rinci t elah diat ur oleh
Bapepam, namun ket ent uan t ersebut belum sepenuhnya dipahami dan
dalam prakt ik dij umpai j uga ket idakpast ian hukum mengenai hal ini. Selain
it u, dalam perat uran j uga t idak ada dipersyarat kan unt uk mengemukakan
(discl ose) mengenai konflik kepent ingan, baik di pihak direkt ur maupun
manaj er. Namun hal ini sebenarnya sudah cukup j elas diat ur dalam st andar
akunt ansi Indonesia (SAK).
3) Aspek Peranan Pemilik Kepent ingan (St akehol der) dalam Corporat e
Governance
Terdapat berbagai pihak yang j uga memiliki kepent ingan dalam
perusahaan yang disebut dengan st akehol der, misalnya karyawan, kredit ur,
pelanggan dan masyarakat yang berada di sekit arnya. Kerangka good
corporat e governance seharusnya memperhat ikan hak-hak mereka ini baik
secara hukum maupun melalui kerj asama dengan perusahaan. Secara
hukum, hak-hak karyawan adalah dilindungi di Indonesia, baik dalam UUPT
maupun dalam perat uran ket enagakerj aan. Khusus unt uk hak-hak para
kredit ur, meskipun j uga secara hukum t erlindungi, namun inf ormasi yang
akurat at as hart a yang dij aminkan t idak t ersedia, sehingga dianggap bahwa
hak-hak para kredit ur t ak t erlindungi secara baik. Meskipun demikian,
secara hukum kredit ur berhak menj ualkan sesuat u j aminan sebagai gant i
rugi. Selain it u, para st akehol der yang lain j uga sulit unt uk dapat
berpart isipasi dalam corporat e governance karena inf ormasi yang
diperlukan j uga t idak t ersedia dengan baik, misalnya laporan t ahunan at au
informasi lainnya mengenai perusahaan t idak dengan mudah diperoleh oleh
4) Aspek Pengungkapan dan Transparansi
Corporat e governance harus menj amin adanya pengungkapan yang
benar dan t epat wakt u at as semua hal yang mat eriil yang berkait an dengan
perusahaan, t ermasuk sit uasi keuangan, kinerj a, kepemilikan, dan
pengelolaan perusahaan. Pengungkapan it u hendaknya meliput i, t api t idak
t erbat as hanya pada informasi yang mat eriil at as keuangan dan hasil
operasional, t uj uan perusahaan, pemegang saham mayorit as dan hak suara,
anggot a dewan dan eksekut if kunci sert a renumerasinya, fakt or-fakt or
risiko yang secara mat eriil t erlihat , isu-isu pent ing yang berkait an dengan
karyawan dan pemegang saham sert a st rukt ur dan kebij akan pengelolaan.
Meskipun berbagai ket ent uan mengenai pengungkapan ini t elah diat ur,
sepert i dalam UUPT, perat uran Bapepam, namun pemegang saham
minorit as selalu t idak memperoleh akses t erhadap minut rapat direksi.
Begit u j uga halnya t idak ada keharusan bagi perusahaan t erdaf t ar unt uk
mengungkapkan t ent ang kondisi int ernal cont rol nya t ermasuk opini audit or
at as hal it u, penj elasan mengenai st rukt ur corporat e governance khususnya
yang berkait an dengan t anggung j awab dan independensi dewan komisaris
dan dewan direksi sert a hak-hak pemegang saham minorit as.
Berkait an dengan st andar akunt ansi, meskipun sej ak t ahun 1994 IAI
t elah mengadopsi Int ernat ional Account ing St andards (IAS) menj adi
Pernyat aan St andar Akunt ansi Keuangan (PSAK), namun unt uk berbagai
aspek di mana diperlukan penyesuaian dengan kondisi lokal, t erdapat
berbagai ket idak konsist enan ant ara PSAK dan IAS. Khusus unt uk kegiat an
pemeriksaan t elah dit erbit kan St andar Pemeriksaan Akunt an Profesional
(SPAP) yang diadopsi dari st andar profesional AICPA. Namun dengan adanya
perubahan pada st andar pemeriksaan int ernasional, maka t imbul ket idak-
sesuaiannya dengan SPAP yang berdampak pada bervariasinya kualit as
pemeriksaan. Penunj ukan ekst ernal audit or berada di t angan RUPS yang
mungkin didelegasikan kepada komit e audit , namun unt uk sebagian kasus
peranannya masih belum cukup kuat . Laporan keuangan perusahaan
(t ermasuk opini audit or) harus dipublikasikan di media lokal paling lambat
diserahkan kepada RUPS paling lambat lima bulan set elah berakhir t ahun
fiskal. Jangka wakt u lima bulan ini dipandang t erlalu lama, seharusnya
paling lama t iga bulan set elah t ahun fiskal berakhir.
5) Aspek Tanggung Jawab Dewan
UUPT mengat ur bahwa semua perseroan harus memiliki dewan yang
t erdiri dari dewan direksi yang bert ugas unt uk mengelola perusahaan
sehari-hari, dan dewan komisaris yang bert ugas memonit or dan memberi
nasihat kepada dewan direksi. Tet api di dalamnya masih belum ada diat ur
mengenai keberadaan anggot a dewan komisaris yang independen walaupun
Jakart a St ock Exchange t elah ada mengat urnya, yait u dengan menet apkan
bahwa 30% dari anggot a dewan komisaris haruslah independen.
Selanj ut nya di dalam prakt ik belum ada mekanisme t ent ang bagaimana
pemegang saham memilih komisaris independen ini, sehingga meskipun
dalam beberapa kasus komisaris independen ini t elah ada, namun t idak
diket ahui bagaimana penunj ukannya. Menyangkut t ent ang renumerasi
unt uk anggot a dewan, meskipun nilainya diungkapkan dalam laporan
t ahunan, namun mekanisme penent uan dan peninj auannya j uga belum
ada. Mungkin perlu dipert imbangkan unt uk mendirikan komit e renumerasi
dan nominasi.
Dalam hal perlakuan yang adil t erhadap semua pemegang saham, UUPT
belum ada mengat urnya secara t egas. Dengan demikian t idak ada
kewaj iban bagi dewan direksi unt uk melakukannya. Hal ini t ent u dapat
mengakibat kan kurang t erlindunginya hak-hak dan kepent ingan para
pemegang saham, t erut ama pemegang saham minorit as dan asing dan
sekaligus t ent u dapat dinilai sebagai unsur yang melemahkan aplikasi good
corporat e governance. Selain it u j uga t idak ada secara j elas diat ur agar
dewan direksi dan dewan komisaris perusahaan t erdaft ar memasukkan
dalam laporan t ahunan t ent ang t anggung j awab mereka unt uk
mencipt akan dan memelihara int ernal cont rol yang memuaskan dan
kepat uhan t erhadap hukum dan perat uran yang berlaku. Karena sist em
dalam meningkat kan keamanan hart a milik perusahaan dan semakin
t erj aminnya reliabilit as dan kualit as informasi sert a kepat uhan t erhadap
ket ent uan, maka prakt ik sist em int ernal cont rol yang baik j uga seharusnya
menj adi perhat ian bagi dewan direksi maupun dewan komisaris.
4.3. Kendala-Kendala Penerapan Good Corporat e Governance di Indonesia
Akt ivit as bisnis t idak akan t erlepas dari kondisi lingkungan yang
melandasinya. Begit u pula halnya dengan penerapan good corporat e
governance yang sudah t ent u akan dipengaruhi oleh berbagai komponen yang
ada di sekelilingnya. Komponen-komponen dimaksud, sepert i hukum, budaya
dan sebagainya ada yang bersifat mendukung, namun ada j uga yang akhirnya
menj adi kendala dalam aplikasinya. Alinea berikut ini akan menyinggung serba
ringkas berbagai kendala yang dihadapi dalam penerapan good corporat e
governance di Indonesia.
1) Kendala Hukum
Corporat e governance haruslah menj amin perlakuan yang sama dan
perlindungan at as hak-hak semua pemegang saham dari berbagai kemungkinan
penyalahgunaan (abuses) oleh pihak-pihak t ert ent u. Di Indonesia, pemegang
saham minorit as dan st akehol ders lainnya hanya mempunyai sedikit celah
unt uk melindungi diri mereka t erhadap t indakan penyalahgunaan yang
dilakukan oleh pemegang saham mayorit as. Dalam sist em hukum kit a
mekanisme t erhadap t indakan sepert i it u memang ada diat ur, t et api karena
masih lemahnya penegakan hukum dan prakt ik pengadilan (j udiciary) maka
efekt ivit asnya menj adi t erbat as. Begit u j uga halnya dengan sist em kepailit an
dan pengadilan yang memiliki kelemahan t elah membuat para kredit ur hanya
memiliki pengaruh yang kecil t erhadap para debit ur mereka.
2) Kendala Budaya
Sebagaimana disinggung sebelumnya bahwa t erdapat suat u pandangan
bahwa prakt ik corporat e governance it u hanyalah merupakan suat u bent uk
sebagai suat u sist em diperlukan oleh perusahaan unt uk meningkat kan kinerj a.
Hal ini mengakibat kan aplikasi good corporat e governance t idak sepenuh hat i
dilaksanakan, sehingga efekt ivit asnya menj adi berkurang.
Begit u j uga halnya dengan adanya dan t elah membudayanya anggapan
bahwa t indakan penyelewengan (f raud) maupun t ransaksi dengan orang dalam
(insider t ransact ions) hanyalah merupakan hal yang biasa dan lumrah
dilakukan dan bahkan t indakan korupsi pun dipandang sebagai sesuat u
t indakan yang t idak salah. Anggapan yang sepert i ini j elas bert ent angan
dengan j iwa corporat e governance, sehingga akan mengganggu dan bahkan
menghambat berj alannya aplikasi t ersebut . Kondisi ini dit ambah lagi dengan
masih lemahnya prakt ik pengungkapan dan ket erbukaan sert a t idak efekt ifnya
mekanisme pengungkapan dan kedisiplinan di pasar modal. Dalam beberapa
kasus j uga dij umpai f enomena bahwa para manaj er dan direkt ur sangat kebal
(immune) t erhadap pert anggungj awaban kepada para st akehol der.
3) Kendala Polit ik
Kendala ini t erut ama t erkait dengan perusahaan-perusahaan BUMN, yait u
perusahaan yang dimiliki negara. Sebagaimana dikat akan di at as bahwa
pengert ian negara selalu menj adi kabur, t erkadang diart ikan sebagai
pemerint ah, t et api j uga ada yang mengart ikannya sebagai lembaga negara
yang lain. Hal ini dit ambah lagi dengan dikaburkannya pemisahan ant ara
kepent ingan bisnis dan kepent ingan pemerint ah maupun lembaga negara yang
lain. Akibat nya berbagai keput usan bisnis di BUMN sangat diint ervensi oleh
pemerint ah dan dalam kasus yang lain BUMN j ust ru dieksploit asi oleh para
polit isi (Praset iant ono dalam Nugroho dan Siahaan 2005). Dalam beberapa
kasus, hal ini j uga t erj adi pada perusahaan-perusahaan swast a. Kondisi lain
yang mungkin dapat menj adi perhat ian adalah bahwa peranan lembaga pasar
modal (Bapepam begit u j uga JSX) sebagai lembaga pengat ur masih belum
4) Kendala Lingkungan Bisnis
Sebagaimana kondisi yang umum berlaku di berbagai negara Asia lainnya,
bahwa perusahaan-perusahaan (meskipun berbent uk perseroan) Indonesia
t erut ama dimiliki oleh keluarga (f amil y-owned). Dengan kondisi ini, maka
prakt ik corporat e governance dapat saj a melenceng dari prakt ik yang
seharusnya karena pert imbangan dan kepent ingan keluarga, misalnya dalam
penunj ukan anggot a komisaris independen. Keadaan ini dalam berbagai kasus
j uga t et ap berlaku meskipun perusahaan-perusahaan t ersebut sudah masuk
dan memperdagangkan sahamnya di pasar modal (publ icl y l ist ed).
5) Kendala Lainnya
Bank-bank di Indonesia t elah diakui keberadaannya sebagai salah sat u
lembaga int ermediary keuangan yang amat berperan dalam penyediaan (j uga
membant u dalam menyediakan) dana yang dibut uhkan oleh para pelaku
bisnis. Sebagai penyedia dana (pinj aman) bank-bank t ersebut semest inya
berperan besar dalam memonit or akt ivit as perusahaan, t ermasuk akt ivit as
manaj ernya dalam penggunaan dana. Dalam berbagai kasus t erlihat bahwa
fungsi monit oring ini t idak berj alan secara efekt if, bahkan hal it u sudah
t erj adi selama proses penilaian t erhadap proposal pinj aman yang diaj ukan.
Hal ini dapat dilihat dari kasus-kasus diset uj uinya proposal kredit yang
t idak/ kurang f easibl e sehingga pada akhirnya menimbulkan masalah dalam
pengembaliannya kemudian (kredit macet ).
5. Peran Akuntansi dalam Menyukseskan Penerapan Good Corporat e Governance
Berikut ini akan dibahas bagaimana peran akunt ansi dalam mendukung
aplikasi good corporat e governance. Pemakai informasi yang dihasilkan oleh
akunt ansi dapat dikat egorikan ke dalam dua kelompok: pemakai ekst ernal dan
pemakai int ernal. Sej alan dengan it u, maka dalam berbagai lit erat ur
akunt ansi (misalnya: Garrison dan Noreen 2003; Sundem Horngren dan
(Financial Account ing) dan Akunt ansi Manaj emen (Management Account ing).
Para pemakai ekst ernal akan menggunakan informasi yang dihasilkan oleh
bidang akunt ansi keuangan, sement ara pemakai int ernal akan menggunakan
t erut ama informasi yang dihasilkan dari bidang akunt ansi manaj emen.
Pembahasan mengenai peranan akunt ansi dalam corporat e governance di
bawah ini didasarkan kepada pengelompokan t ersebut .
5.1. Bidang Akuntansi Keuangan
Prinsip t ransparansi menginginkan agar para pemegang saham
memperoleh informasi yang cukup, benar, akurat , dan t epat wakt u sehingga
para pemegang saham t idak t ersesat dalam pengambilan keput usan. Laporan
keuangan sebagaimana diat ur oleh st andar akunt ansi haruslah menyaj ikan
informasi sesuai dengan apa adanya, t anpa ada upaya unt uk menut up-nut upi
segala sesuat u yang seharusnya diungkapkan. Hal ini diat ur dalam SAK yang
secara j elas menet apkan berbagai karakt erist ik kualit at if yang harus dipenuhi
oleh laporan keuangan. Karakt erist ik it u t erdiri dari dapat dipahami, relevan,
andal, dan dapat dibandingkan. Pemenuhan t erhadap keempat karakt erist ik di
at as akan menj adikan laporan keuangan it u mengandung informasi yang t idak
menyesat kan bagi pemakainya. Selain it u, pengert ian dasar laporan keuangan
it u t idaklah hanya sebat as laporan keuangan saj a, melainkan meliput i pula
cat at an at as laporan keuangan yang secara keseluruhan akan menggambarkan
secara lengkap kondisi keuangan, hasil usaha dan segala sesuat u yang
berkait an dengan keuangan perusahaan.
Meskipun di dalam st andar akunt ansi t erdapat kemungkinan perusahaan
menggant i met ode akunt ansi yang digunakan (misalnya met ode dalam
penilaian persediaan, penyusut an hart a t et ap), t et api st andar akunt ansi
mewaj ibkan adanya penggunaan sesuat u met ode at au t eknik sert a prinsip
secara konsist en. Kalaupun dilakukan pergant ian, pengaruhnya waj ib unt uk
dij elaskan. Ket ent uan ini j elas akan membuat laporan keuangan menj adi lebih
bermut u dan bermanfaat karena para pemakainya dapat mengukur dan
memperbandingkan kondisi dan perkembangan keuangan sert a kinerj a
sebelumnya j elas mendukung t erpenuhinya prinsip t ransparansi dari good
corporat e governance.
Prinsip “ Adil” dalam good corporat e governance menunt ut adanya
perlakuan yang adil kepada semua pihak t erkait , t erut ama pemegang saham
minorit as. Penegakan at as prinsip ini t ent u lebih banyak dit ent ukan oleh
perat uran dan norma yang t ersedia sert a perilaku berbagai pihak, t erut ama
manaj emen. Sedikit yang dapat disumbangkan oleh akunt ansi dalam hal ini,
adalah bahwa akunt ansi it u bersifat net ral dan independen. Sikap net ral dan
independen ini berlaku secara keseluruhan, t idak hanya secara t eori t et api
j uga harus t ercermin dalam sikap dan perilaku para akunt an dalam
kehidupannya. Hal ini diat ur dalam kode et ik akunt an. Dengan demikian
informasi yang disiapkan melalui proses akunt ansi keuangan t idak akan
dit uj ukan unt uk lebih mengunt ungkan bagi golongan pemakai t ert ent u karena
ia t idak dirancang unt uk memenuhi kebut uhan salah sat u at au beberapa
pemakai saj a, melainkan dipersiapkan unt uk memenuhi kebut uhan umum
semua j enis pemakainya. Jadi sikap net ral dan independennya akunt ansi dan
para akunt an akan mendukung t erealisasinya good corporat e governance.
Salah sat u prinsip dasar yang dianut dalam akunt ansi adalah prinsip
konservat isme (conservat ism) yang menunj ukkan sikap kehat i-hat ian. Prinsip
ini mengat ur bahwa dalam hal perusahaan berhadapan dengan kej
adian-kej adian yang t idak past i (uncert aint y), maka laporan keuangan harus memilih
angka dan posisi yang kurang mengunt ungkan. Perusahaan sudah dapat
mencat at sesuat u kerugian yang belum direalisasi t api sudah ada dasarnya,
sement ara laba yang sudah ada indikasinya belum boleh dicat at sebelum laba
it u direalisasi. Dengan menganut prinsip ini j elas bahwa pelaporan akt iva
maupun laba yang dit inggikan (overst at ed) at au sebaliknya pelaporan
kewaj iban dan biaya at au rugi yang direndahkan (underst at ed) akan
t erhindarkan. Para akunt an percaya bahwa dengan menganut prinsip ini para
pemakai laporan keuangan kemungkinan kecil akan disesat kan (Schroeder dkk.
2001). Dengan demikian menganut prinsip konservat isme akan mendukung
5.2. Bidang Akuntansi Manajemen
Oleh karena akunt ansi manaj emen hanya dit uj ukan unt uk melayani
keperluan informasi para pemakai int ernal, yait u pihak manaj emen
perusahaan, maka dukungan bidang akunt ansi ini t erhadap t ercipt anya good
corporat e governance t idaklah t erlihat secara langsung. Uraian-uraian berikut
ini akan mencoba menggambarkan bagaimana bidang akunt ansi manaj emen
dapat memberikan kont ribusinya bagi keberhasilan dan peningkat an aplikasi
good corporat e governance. Topik-t opik t erkait meliput i ant ara lain masalah
efisiensi, dukungan dalam proses pengambilan keput usan yang opt imal,
pengukuran kinerj a, perhit ungan dan penet apan renumerasi yang waj ar, sert a
penyiapan st rat egi yang dapat meningkat kan posisi saing dan t ent unya j uga
kinerj a perusahaan.
Dalam akunt ansi manaj emen dikenal sist em pengendalian biaya (cost
cont rol syst ems) yang t erdiri dari akunt ansi biaya dan manaj emen biaya.
Akunt ansi biaya bert uj uan unt uk menghit ung dan mengalokasikan biaya
kepada produk sehingga harga pokok produk dapat dit et apkan secara benar,
akurat dan dalam j umlah yang waj ar. Meskipun aspek efisiensi j uga ikut
menj adi perhat ian, namun fokus ut ama akunt ansi biaya ini adalah kepada
kandungan biaya (cost cont ainment ). Sebaliknya manaj emen biaya t erarah
t erut ama kepada t uj uan unt uk menurunkan biaya dan perbaikan yang
berkelanj ut an. Dengan demikian dapat dipahami bahwa keduanya bert uj uan
agar perusahaan dapat menghasilkan produk yang efisien dan harga pokoknya
t elah dihit ung secara benar dan akurat sesuai dengan t at a cara perhit ungan
akunt ansi biaya. Hal ini j elas akan sangat membant u manaj emen dalam
mengelola perusahaan secara benar, baik, dan efisien, yang t ent unya akan
memberikan kont ribusi yang berart i j uga bagi aplikasi good corporat e
governance.
Dengan t ersedianya informasi akunt ansi manaj emen (t erut ama informasi
biaya) pihak manaj emen akan lebih mudah dalam proses pengambilan
keput usan. Semakin baik informasi yang dipersiapkan oleh akunt ansi
manaj emen, maka akan semakin baik pula kualit as keput usan yang dibuat
opt imal bagi perusahaan. Prof it yang opt imal t ent u akan meningkat kan
kesej aht eraan pemegang saham, manaj emen, dan karyawan perusahaan dan
j elas sej alan dengan t uj uan dari aplikasi good corporat e governance.
Pengukuran kinerj a sebuah perusahaan secara keseluruhan dan j uga
kinerj a bagian at aupun unit -unit perusahaan (t ermasuk manaj ernya)
merupakan salah sat u fungsi pent ing dalam perusahaan. Pengukuran kinerj a
ini bert uj uan unt uk memot ivasi manaj emen dan karyawan unt uk mencapai
t uj uan perusahaan sert a mencegah mereka berperilaku menyimpang dari yang
diinginkan guna dapat t ercapainya t uj uan t adi. Dengan demikian j elas bahwa
pengukuran kinerj a diharapkan akan memberikan pengaruh posit if bagi
peningkat an kinerj a perusahaan. Hal ini t ent u secara t idak langsung akan
membant u berhasilnya aplikasi good corporat e governance dalam perusahaan.
Begit u pula halnya akunt ansi manaj emen j uga berperan dalam analisis dan
penent uan besarnya j umlah renumerasi yang waj ar bagi manaj emen maupun
anggot a dewan direksi dan dewan komisaris. Akhir-akhir ini dalam akunt ansi
manaj emen berkembang sist em pengukuran kinerj a yang t idak hanya t erfokus
kepada aspek keuangan. Sist em ini dikenal sebagai Bal anced Scorecard yang
meskipun masih menganggap kinerj a keuangan sebagai salah sat u krit eria
pent ing, t et api sudah mengikut sert akan aspek nonkeuangan sebagai krit eria
pengukuran, sepert i aspek pelanggan, int ernal proses, dan aspek
pembelaj aran dan pert umbuhan.
Keberhasilan sebuah perusahaan dalam memenangkan persaingan dan
sekaligus mencapai kinerj a yang t inggi sangat dit ent ukan oleh apa dan
bagaimana st rat egi yang digunakannya. St rat egi merupakan langkah-langkah
t indakan guna mewuj udkan t uj uan dan misi perusahaan. Dua st rat egi yang
ut ama t erdiri at as product dif f erent iat ion dan cost l eadership.
Dif f erent iat ion adalah st rat egi berupa pencipt aan dan pemeliharaan produk
yang unik menurut persepsi konsumen, sement ara cost l eadership adalah
st rat egi unt uk menghasilkan produk berkualit as dengan biaya yang t ermurah.
Unt uk dapat menj alankan st rat egi-st rat egi ini, akunt ansi manaj emen amat
berperan dalam penyediaan informasi yang diperlukan. Jadi, dapat