• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEBIJAKAN INDONESIA MENJADI MEDIATOR DALAM MENENGAHI KONFLIK ARAB SAUDI-IRAN DALAM KASUS EKSEKUSI MATI NIMR AL-NIMR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KEBIJAKAN INDONESIA MENJADI MEDIATOR DALAM MENENGAHI KONFLIK ARAB SAUDI-IRAN DALAM KASUS EKSEKUSI MATI NIMR AL-NIMR"

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

KEBIJAKAN INDONESIA MENJADI MEDIATOR DALAM MENENGAHI KONFLIK ARAB SAUDI-IRAN DALAM KASUS EKSEKUSI MATI NIMR

AL-NIMR

(INDONESIA’S POLICY ON MEDIATING SAUDI ARABIA-IRAN CONFLICT

(DEATH PENALTY EXECUTION OF NIMR AL-NIMR))

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Program Studi Ilmu Hubungan Internasional

Pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Oleh:

ANNISA KARIMAH 20120510270

PROGRAM STUDI ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

(2)

i

KEBIJAKAN INDONESIA MENJADI MEDIATOR DALAM MENENGAHI KONFLIK ARAB SAUDI-IRAN DALAM KASUS

EKSEKUSI MATI NIMR AL-NIMR

(INDONESIA’S POLICY ON MEDIATING SAUDI ARABIA-IRAN

CONFLICT (DEATH PENALTY EXECUTION OF NIMR AL-NIMR))

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Program Studi Ilmu Hubungan Internasional

Pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Oleh:

ANNISA KARIMAH 20120510270

PROGRAM STUDI ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

(3)

ii

HALAMAN PENGESAHAN

SKRIPSI

KEBIJAKAN INDONESIA MENJADI MEDIATOR DALAM MENENGAHI KONFLIK ARAB SAUDI-IRAN DALAM KASUS EKSEKUSI MATI NIMR

AL-NIMR

(INDONESIA’S POLICY ON MEDIATING SAUDI ARABIA-IRAN CONFLICT (DEATH PENALTY EXECUTION OF NIMR AL-NIMR))

Annisa Karimah 20120510270

Telah di pertahankan, dinyatakan Lulus dan disahkan dihadapan Tim Penguji Skripsi Program Studi Ilmu Hubungan Internasional

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

pada :

Hari/tanggal : Selasa, 30 Agustus 2016

(4)

iii

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Annisa Karimah

NIM : 20120510270

Judul Skripsi :Kebijakan Indonesia Menjadi Mediator Dalam Menengahi Konflik Arab Saudi-Iran Dalam Kasus Eksekusi Mati Nimr Al-Nimr

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa penulisan skripsi ini berdasarkan hasil penelitian dari saya sendiri dan sepanjang sepengetahuan saya pembahasan skripsi ini belum pernah dipublikasikan untuk memperoleh gelar kesarjanaan Strata 1 (S1) baik di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta maupun universitas lainnya. Jika terdapat karya orang lain, saya telaah mencantumkan sumber yang jelas. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila dikemudian hari terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya bersedia menerima sanksi akademik sesuai peraturan yang berlaku dan ditetapkan oleh Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Demikian pernyataan ini saya buat dalam keadaan sadar tanpa paksaan dari pihak manapun.

Yogyakarta, 5 September 2016 Yang membuat peryataan

(5)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah

mengkaruniakan berkah dan kasih sayang-Nya sehingga atas izin-Nya penulis Dapat Menyelesaikan Skripsi Ini Yang Berjudul “Kebijakan Indonesia Menjadi

Mediator Dalam Menengahi Konflik Arab Saudi-Iran Dalam Kasus Eksekusi Mati Nimr Al-Nimr” dengan penuh ketercapaian lainnya.

Penulis menyusun skripsi ini dalam rangka memenuhi salah satu persyaratan untuk mencapai gelar sarjana (S1) pada Program Studi Ilmu Hubungan Internasional, FISIPOL Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Penulis menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini tidak lepas dari peranan, dukungan, dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menghaturkan terima kasih kepada:

1. Bapak Takdir Ali Mukti, S.SOS., M.Si. sebagai pembimbing yang selalu membimbing dan mengarahkan penulis dalam penyusunan skripsi ini. 2. Bapak Sugeng Riyano, S.IP, M.Si sebagai Dosen Pembimbing Akademik. 3. Ibu Dr. Nur Azizah, M.Si. sebagai Ketua Departemen Program Studi Ilmu

Hubungan Internasional, yang mendukung serta mendoakan segala yang terbaik untuk penulis.

(6)

v

5. Kepada Ayuk Soraya Faranisya dan Adik Luthfia Aisyah yang juga senantiasa memberikan semangat, dukungan, doa, dan tidak henti menghibur penulis dalam penyusunan skripsi ini.

6. Terima Kasih untuk Tante Ina, Om Amin, dan Enyek yang telah memberikan dukungan dan doanya kepada penulis.

7. Seluruh staff dan dosen program Ilmu Hubungan Internasional yang telah membantu, memberi ilmu, mendukung serta mendoakan segala yang terbaik untuk penulis.

8. Teman-Teman Keluarga Besar Ilmu Hubungan Internasional Angkatan 2012

9. Terima Kasih untuk sahabatku Ratih Utami yang selalu motivasi terhadap penulis.

10.Terima kasih untuk kawan Retno yang telah membantu penulis menyelesaikan skripsi ini hingga selesai, kawan Nanda yang telah menjadi kawan senasib dalam berburu acc skripsi hahahaha, kawan Rya dan Risa yang bijak dan super baik, dan kawan Dhani dan Tello yang selalu tenang (padahal masalahnya lebih banyak) hahahaha.

11.Terima Kasih untuk Zainuddin Aswad yang telah memberikan motivasinya kepada penulis selama ini.

(7)

vi

13.Terima Kasih untuk Kawan-Kawan Sekber

14.Teman-teman kelas E yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu yang selalu membagikan keseruan, canda dan tawa selama semester 1.

(8)

vii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena hanya dengan

kehendak, berkat, sertakarunia-Nya lah penyusunan skripsi yang berjudul “Kebijakan

Indonesia Menjadi Mediator Dalam Menengahi Konflik Arab Saudi-Iran Dalam Kasus

Eksekusi Mati Nimr Al-Nimr” ini dapat terselesaikan.

Penyusunan skripsi ini ditujukan untuk memenuhi dan melengkapi salah satu

syarat untuk mendapatkan gelar sarjana ilmu politik atas jenjang studi S1 pada Program

Studi Ilmu Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih terdapat banyak

kekurangan dan keterbatasan yang perlu disempurnakan. Oleh karena itu, penulis sangat

mengharapkan saran maupun kritik yang membangun agar tidak terjadi kesalahan yang

sama dikemudian hari dan dapat meningkatkan kualitas ke tahap yang lebih baik.

Yogyakarta, 5 September 2016

Penulis,

(9)

viii DAFTAR ISI

Halaman Judul ... i

Halaman Pengesahan ... ii

Lembar Pernyataan Keaslian ... iii

Halaman Persembahan ... iv

Kata Pengantar ... vii

Daftar Isi ... viii

Daftar Gambar... xi

Daftar Tabel ... xi

Abstrak ... xii

Abstract ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Kerangka Teoritis ... 6

D. Hipotesa ... 9

E. Metode Penelitian ... 9

(10)

ix

A. Keterlibatan Indonesia dalam Perdamaian di Kawasan Timur Tengah .... 10

B. Hubungan Indonesia dan Arab Saudi ... 16

1. Sejarah Hubungan bilateral Indonesia dan Arab Saudi ... 16

2. Bentuk-Bentuk Kerjasama Bilateral Indonesia dan Arab Saudi ... 17

C. Kerjasama Indonesia dan Iran ... 27

1. Sejarah Hubungan bilateral Indonesia dan Iran ... 27

2. Kerjasama Bilang Politik ... 27

3. Kerjasama Bidang Sosial Budaya ... 28

4. Kerjasama Bidang Pendidikan ... 31

BAB III ESKALASI KONFLIK ARAB SAUDI DAN Iran ... 34

A. Konflik Sunni-Syiah ... 34

B. Revolusi Iran, 1979 ... 36

C. Tahun 1980-1988 ... 38

D. Tahun 2000-an ... 39

E. Tahun 2011-Sekarang ... 41

BAB IV MOTIF INDONESIA MENJADI MEDIATOR KONFLIK ARAB SAUDI-IRAN DALAM KASUS EKSEKUSI MATI NIMR AL-NIMR………47

A. Indondesia InginDiakui Sebagai Negara Middle Power ... 47

B. Modalitas Indonesia sebagai Mediator dalam Konflik Arab Saudi-Iran .. 51

1. Indonesia dalam Perdamaian di Timur Tengah ... 51

2. Penduduk Muslim Terbesar di Dunia ... 55

(11)

x

BAB V Kesimpulan ... 66

(12)

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Jumlah Personel Kontigen Garuda ... 15

Gambar 1.2. Pertunjukan Tari Saman oleh PPMI ... 24

Gambar 1.3. Revolusi Iran Tahun 1974 ... 36

Gambar 1.4. Tragedi Mina 2015 ... 42

Gambar 1.5. Nimr Al-NImr ... 44

Gambar 1.6. Unjuk rasa masyarakat Iran didepan Kedutaan Besar Arab Saudi di Teheran Iran ... 45

DAFTAR TABEL Tabel 1.1 Presentase Jumlah Penduduk ... 56

Tabel 1.2 Penempatan TKI dari Tahun 2011s/d 2014 ... 63

(13)

xii Abstrak

Skripsi ini menganalisa tantang konflik yang terjadi antara Arab Saudi dan Iran pasca eksekusi mati Nimr Al-Nimr. Dalam hal ini, Indonesia bersedia menjadi mediator dalam konflik yang terjadi antara Arab Saudi dan Iran. Dengan data sekunder, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui factor-faktor yang melatarbelakangi Indonesia bersedia menjadi mediator dalam konflik Arab Saudi dan Iran. Analisa menggunakan konsep Kepentingan Nasional dan Model Aktor Rasional. Penelitian ini mengungkapkan bahwa Indonesia bersedia untuk menjadi mediator dalam konflik ini karena Indonesia ingin menjadi negara middle power dan Indonesia memiliki modal untuk menjadi mediator dalam konflik ini, seperti keterlibatan Indonesia dalam perdamaian di Timur Tengah, Indonesia merupakan salah satu negara dengan mayoritas muslim terbesar di dunia, serta Perlindungan TKI dan WNI di Timur Tengah.

(14)

xiii Abstract

This thesis analiyzes the about the conflict between Saudi Arabia and Iran after death penalty execution of Nimr Al-Nimr. In this regard, Indonesia was willing to be a mediator in the conflict between Saudi Arabia and Iran are. By using the secondary data, this study aims to determine the factors behind it. Analysis using the concept of National Interest and Rational Actor Model. The Study reveals that Indonesia is willing to be a mediator in this conflict because Indonesia wanted to be a country of middle power and Indonesia have the asset to become a mediator in this conflict, such as Indonesia’s involvement in peace in the Middle East, Indonesia in one of the country with the biggest Muslim population in the world and have protection to migrant workers and citizens in the Middle East.

(15)
(16)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kawasan Timur Tengah memang selalu menarik perhatian masyarakat Indonesia.Pergolakan yang terus terjadi semakin menjadi perhatian dan keprihatinan bangasa Indonesia.Salah satu factor penyebab tingginya perhatian pada kawasan Timur Tengah karena adanya kedekatan emosional berupa keagamaan antar bangasa Indonesia dan negara-negara di Timur Tengah.1

Politik luar negeri Indonesia dengan negara-negara Timur Tengah terjalin begitu lama, semenjak kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, Indonesia sudah melakukan berbagai bentuk kerja sama. Untuk melakukan kerja sama dengan Negara-negara Arab secara makro telah terjalin lama dimana masuknya Islam ke Indonesia, kemudian banyaknya umat muslim ketanah suci untuk menunaikan ibadah haji yang merupakan salah satu bentuk peribadatan umat Islam, dan bahkan banyak pelajar Indonesia yang menuntut ilmu di sana dan masih banyak lagi.

Hubungan Indonesia dengan Arab Saudi berjalan sangat mesra mengingat Indonesia adalah negara dengan mayoritas penduduknya beragama Islam, maka setiap tahun akan banyak jemah haji yang akan berkunjung ke tanah suci untuk menunaikan ibadah haji, tercatat pada tahun 2006 Indonesia memberangkatkan sekitar 205.000 jama’ah haji, jika biaya haji sekitar

2577,00 dolar AS, maka dana yang terkumpul adalah sekitar 528.285.000.00 dolar AS, atau

1

(17)

sekitar 4.860.222.000.000,00, dari jumlah tersebut menjadi devisa Arab Saudi.2Dapat dipastikan juga bahwa setiap tahun terjadi peningkatan. Tentu dengan demikian maka Negara Indonesia akan menjalin hubungan yang lebih baik lagi dengan Arab Saudi.

Peluang yang terjalin lama tentunya adalah jemaah haji setiap tahun, akan tetapi guna memperluas kerja sama kedua Negara maka peluang yang tersedia juga ada di sector pariwisata atau kunjungan wisata Arab Saudi ke Indonesia juga tercatat telah mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Tercatat sampai dengan Oktober 2014, jumlah wisatawan asal Arab Saudi yang berjunjung ke Indonesia sebanyak 131 ribu orang, sementara total wisatawan asal Arab Saudi yang berwisata ke luar negeri mencapai sekitar 1,5 juta. Hampir 2/3 dari jumlah tersebut berkunjung ke Malaysia dan Dubai.3

Berbeda dengan Arab Saudi, hubungan bilateral Indonesia dan Iran dimulai semenjak 1950, namun kunjungan kerja oleh kepala Negara masing-masing tercatat di era presiden Soeharto pada tahun 1993, presiden Abdulrahman Wahid pada tahun 2000, Megawati pada tahun 2004 dan SBY pada tahun 2008. Sedangkan kunjunag kepala Negara oleh Iran dilakukan di era Ali Akbar Hasemi Rafsanjani 1994 dan Presiden Mahmoud Ahmadinejad pada tahun 2006 dan 2012. Kunjungan kepala Negara tersebut telah menyetujui berbagai kerja sama di berbagai bidang. Pertahanan; Hukum dan Kekonsuleran; Counter Terrrorism, Narcotics and Drugs, People Smuggling; antar Parlemen.4

Pada awal tahun 2016, dunia dikejutkan dengan konflik yang terjadi antara Arab Saudi dan Iran.Kejadian berawal pada tanggal 2 Januari 2016, pemerintah Riyadh mengumumkan telah mengeksekusi 47 orang dan salah satunya Ulama Besar Syi’ah Nimr al Nimr. Selang beberapa

2

Dr. Sidik Jatmika, (2014), Pengantar Studi Kawasan TImur Tengah, Yogyakarta: Maharsah, Hal. 159

3

Soenarko, 2015, Tabloid Diplomasi, RI – Arab Saudi Akan Mendorong Kerjasama Ekonomi Yang Lebih Luas

4

(18)

jam dari pengumuman tersebut, rakyat Iran melakukan protes didepan kedutaan besar Arab Saudi untuk Iran di Teheran, meskipun saat demonstrasi berlangsung duta besar Arab Saudi untuk Iran sedang tidak berada ditempat, akan tetapi massa melakukan pembakaran di gedung kedutaan Arab Saudi tersebut. Akibat dari insiden tersebut, pada tanggal 3 Januari 2016 pemerintah Arab Saudi memutuskan hubungan diplomatic dengan Iran dan memberikan waktu 48 jam kepada duta besar Iran untuk meninggalkan Riyadh, Arab Saudi.

Nimr al Nimr (54 tahun) adalah seorang Ulama Syiah yang aktif dalam membela hak-hak minoritas Syiah serta menentang keras aksi represif dan diskriminasi pemerintah Arab Saudi terhadap kaum minoitas Syiah di Arab Saudi dan selama pergolakan Arab Spring 2011, Nimr mendukung kemerdekaan Katif dan Al-Ihsaa, dua wilayah di Arab Saudi yang mayoritas penduduknya adalah kaum Syiah. Nimr dicap “radikal” oleh pemerintah Arab Saudi dan ia

kerap kali ditangkap dan dipenjarakan. Akan tetapi, meskipun ia dicap “radikal” oleh pemerintah Arab Saudi, ia tetap menyerukan perlawanan terhadap kekerasan terhadap pengikutnya (kaum Syiah). Pada tahun 2014, Arab Saudi menjatuhkan hukuman mati terhadap Ulama Syiah tersebut dengan dakwaan membangkang pemerintah Negara dan dituduh merencanakan pembunuhan terhadap aparat keamanan.5

Memanasnya hubungan kedua Negara ini tidak hanya mengakibatkan pemutusan hubungan diplomasi Arab Saudi dan Iran, tetapi juga Negara-negara teluk sekutu Arab Saudi juga ikut berbondong-bondong memutuskan hubungan diplomasi dengan Iran, diantaranya Bahrein, Sudan, Yordania, Kuwait, Qatar, Djibouti, dan Somalia. Sedangkan Uni Emirat Arab memilih untuk menurunkan status hubungannya dengan Iran.Negara-negara memilih untuk

5

(19)

memutuskan hubungan diplomatic karena menganggap bahwa Iran telah melanggar kesepakatan Internasional dengan tidak menjaga keamanan diplomat.

Banyak Negara yang ambil bagian dalam memutuskan hubungan bilateral dengan Iran membuat Indonesia yang merupakan Negara dengan penduduk Islam terbesar juga diajak dalam salah satu aliansi untuk memutuskan hubungan diplomatic, tetapi Jokowi dengan tegas menolak ajakan aliansi yang datang dari Arab Saudi untuk mendukung Arab Saudi dalam konfliknya dengan Iran. Jalan yang ditempuh Indonesia dalam konflik tersebut adalah posisi netral.6

Keseriusan Indonesia untuk menengahi konflik Arab Saudi dan Iran ini ditunjukkan oleh pemerintah Indonesia dengan mengirim Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi ke Arab Saudi dan Iran. Pada tanggal 13 Januari 2016, Menlu Retno telah bertemu dengan Menlu Iran Mohammad Javad Zarif dan Presiden Hassan Rouhani untuk menyerahkan surat dari Presiden RI Joko Widodo yang berisi tentang pandangan dan keprihatinan Indonesia soal hubungan Iran dan Arab Saudi. Didalam surat tersebut Presiden Joko Widodo juga menyampaikan kesiapan Indonesia untuk membantu membenahi kedua Negara. Pada 18 Januari 2016, Menteri Retno juga menyampaikan pesan perdamaian dari Presiden Joko Widodo kepada Raja Salman bin Abdulaziz Al Saud di Istana Al-Yammah, Riyadh. Dalam surat tersebut menekankan pada pentingnya stabilitas dan perdamaian kawasan, dan pentingnya hubungan baik antara Arab Saudi dan Iran, serta kesediaan Indonesia untuk membantu memperbaiki situasi hubungan Arab Saudi dan Iran.7

Dengan latar belakang diatas, penulis tertarik untuk mengangkat permasalahan tersebut dalam pembahasan skripsi dengan judul “Kebijakan Indonesia menjadi mediator dalam menengahi konflik Arab Saudi – Iran dalam kasus eksekusi Nimr Al- Nimr”

(20)

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang diatas maka penulis merumuskan masalah yang akan dijawab sebagai berikut “Mengapa Indonesia menawarkan diri menjadi mediator dalam menengahi konflik Arab Saudi – Iran dalam kasus eksekusi Nimr Al-Nimr?”

C. Kerangka Teoritis

Untuk menjawab rumusan masalah yang diajukan dalam studi kasus konflik Arab Saudi-Iran, penulis menggunakan konsep dan model (konsep kepentingan nasional dan Aktor Rasional) yang digunakan sebagai alat analisa.Berikut adalah penjelasan mengenai Konsep Kepentingan Nasional dan Model Aktor Rasional.

1. Konsep Kepentingan Nasional

Kepentingan Nasional merupakan salah satu konsep yang paling popular yang digunakan dalam analisa hubungan internasional.Analisa menggunakan konsep kepentingan nasional merupakan dasar untuk menganalisa politik luar negeri suatu negara. Menurut Hans J. Morghentau, Kepentingan Nasional adalah mengejar kekuasaan, yaitu apa saja yang bisa membentuk dan mempertahankan pengendalian negara atas negara lain. Hubungan kekuasaan atau pengendalian ini dapat bisa diciptakan melalui teknik-teknik paksaan maupun kerjasama.8Dari definisi tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa kepentingan nasional bertujuan untuk mendapatkan kekuasaan.

8

(21)

Kepentingan nasional suatu negara-bangsa timbul akibat terbatasnya sumber daya nasional, atau kekuatan nasional, sehingga negara bangsa yang bersangkutan merasa perlu untuk mencari pemenuhan kepentingan nasional keluar batas-batas negaranya.9

2. Model aktor rasional

Dalam model aktor rasional, politik luar negeri dillihat sebagai tindakan dari aktor-aktor rasional.Unit analisa model pembuatan keputusan dalam rational actor adalah pilihan-pilihan yang diambil oleh pemerintah.Dengan demikian, analisis politik luar negeri harus memusatkan perhatian pada penelaahan kepentingannasional dan tujuan dari suatu bangsa, alternative-alternatif haluan kebikjasanaan yang bisa diambil oleh pemerintahnya, dan diperhitungkan untung-rugi atas masing-masing alternative tersebut.10

Dalam model aktor rasional, para pembuat keputusan dalam melakkukan pilihan atas alternative-alternasif menggunakan kriteria “optimalisasi hasil”.Para pembuat keputusan itu digambarkan selalu siap untuk melakukan perubahan atau penyesuaian dalam kebijaksanaannya.Mereka juga diasumsikan bisa memperoleh informasi yang cukup banyak sehingga bisa melakukan penelusuran tuntas terhadap semua alternative kebijaksaan yang mungkin dilakukan dan semua sumber-sumber digunakan untuk mencapai tujuan yang mereka tetapkan.11

Dalam upaya penyelesaian konflik antara Arab Saudi dan Iran, sikap Indonesia yang menawarkan diri untuk menjadi mediator menunjukkan bahwa Indonesia memiliki kepentingan nasional.Kepentingan nasional Indonesia dalam momentum ini adalah agar Indonesia diakui

9 Tulus Warsito, Teori-Teori Politik Luar Negeri, Relevansi dan Keterbataasannya, Bigraf Publishing, Yogyakarta,

1998, hal. 29.

10Mo htar Mas’oed, Il u Hu u ga I ter asio al: Disipli da Metodologi, LP ES, Jakarta, 99 , hal.2 11

(22)

sebagai negara middle power.Dengan diakuinya sebagai negara middle power, menempatkan Indonesia sebagai kekuatan regional dengan keterlibatan global.hal ini sesuai dengan pertimbangan Presiden Joko Widodo sebagai aktor pengambil keputusan. Presiden Joko Widodo sendiri mempertimbangkan untung rugi Indonesia menjadi negara middle power. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, keuntungan Indonesia diakui sebagai negara middle power adalah menempatkan Indonesia sebagai kekuatan regional dalam keterlibatan global

D. Hipotesa

Berdasarkan permasalahan dan kerangka teori yang digunakan, maka penulis menarik hipotesa yaitu motif Indonesia bersedia menjadi mediator dalam konflik Arab Saudi-Iran dalam kasus eksekusi Nimr Al-Nimr:

1. Indonesia ingin diakui sebagai negaramiddle power

2. Modalitas Indonesia sebagai mediator dalam konflik Arab Saudi-Iran

E. Metode Penelitian

(23)

BAB II

POLITIK LUAR NEGERI INDONESIA

A. Keterlibatan Indonesia dalam Perdamaian di Kawasan Timur Tengah

Kebijakan Politik Luar Negeri Indonesia dalam perdamaian internasional terdapat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yang berbunyi : “Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintahan negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan social, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar negara Indonesia”. Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 tersebut, menunjukkan bahwa Politik Luar Negeri Indonesia bersifat bebas aktif serta turut serta dalam menciptakan perdamaian dunia.

Eksistensi Indonesia dalam mewujudkan perdamaian internasional dapat dilihat dalam keterlibatan Indonesia dalam Konferensi Asia-Afrika (KAA) tahun 1955, dan Indonesia menjadi tuan rumah pertemuan pertama KAA di Bandung. KAA tersebut kemudian menghasilkan Dasasila Bandung, yang antara lain menegaskan sikap penolakan pada penjajahan dan intervensi asing terhadap persoalan dalam negeri.1Konferensi Bandung ini yang menjadi cikal bakal terbentuk Gerakan Non Blok (GNB) pada tahun 1961.Indonesia juga tergabung dalam Gerakan Non Blok (GNB) yang diprakarsai oleh Afganistan, India, Indonesia, Mesir, dan Yugoslavia. Dalam bidang politik, Indonesia selalu berperan dalam upaya peningkatan peran GNB untuk

1

(24)

menyerukan perdamaian dan keamanan internasional, proses dialog dan kerjasama dalam upaya penyelesaian damai konflik-konflik intra dan antar negara, dan upaya penanganan isu-isu dan ancaman keamanan global baru.2

Sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, Indonesia juga aktif dalam Organisasi Konferensi Islam (OKI). Indonesia bahkan ikut mendirikan OKI bersama 22 negara lainnya pada tahun 1970.Keterlibatan Indonesia dalam OKI saat itu bertujuan untuk memajukan kerjasama internasional dengan negara-negara Islam.Namun demikian, kerjasama tersebut lebih berdasarkan pada piagam PBB daripada prinsip-prinsip Islam.3 Menurut Michael Leifer, keikutsertaan Indonesia dalam OKI bukan karena Indonesia merupakan negara Islam, tetapi sebagai negara yang menghargai prinsip-prinsip Gerakan Non Blok dan Konferensi Bandung. Piagam OKI menyatakan bahwa negara anggota OKI merupakan negara Islam, oleh karena Indonesia bukan merupakan negara Islam, maka Indonesia menolak untuk menandatangani piagam OKI tersebut. Meskipun begitu, OKI tetap mengizinkan Indonesia untuk berpartisipasi dalam setiap kegiatannya. Dengan demikian , posisi Indonesia dalam OKI bisa dibilang cukup unik. Indonesia tidak hanya diterima sebagai satu-satunya negara bukan Islam, tetapi juga bertindak sebagai penengah dalam perseteruan diantara anggota OKI.4

Kebijakan Luar Negeri Indonesia pada era Presiden Soekarno telah memberikan landasan kebijakan luar negeri Indonesia untuk Palestina.Indonesia terlibat aktif dalam forum KAA (Konferensi Asia Afrika) dan OKI (Organisasi Konferensi Islam). Menurut Duta Besar Palestina dan Berkuasa Penuh, Farid N. Mehdawi, pada masa pemerintahan Preseden Soekarno, dukungan

2

http://www.kemlu.go.id/id/kebijakan/kerjasama-multilateral/Pages/Gerakan-Non-Blok.aspx diakses pada 9 Agustus 2016

3

Muhammad Faris Alfadh, 2012. Persepsi Gerakan Mahasiswa Islam Terhadap Politik Luar Negeri Indonesia di Timur Tengah. Yogyakarta: Prudent Media. hal. 99.

4

(25)

yang diberikan kepada Palestina hanya sebatas retorika semata. Karena Indonesia pada saat itu baru melakukan pembangunan pasca perang sehingga tidak dapat memberikan bantuan nyata kepada Palestina.

Pada era Presiden Soeharto, pada tahun 1987, Presiden Soeharto ketua PLO (Palestine

Liberation Organization), Yasser Arafat.Pada pertemuan tersebut, Yasser menjelaskan mengenai

persiapan kemerdekaan negara Palestina dan meminta dukungan Indonesia untuk mendukung pendirian negara Palestina.Dalam pertemuan tersebut, Presiden Soeharto pun memberikan dukungan terhadap kemerdekaan Palestina.5

Pada tahun 2008, di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Indonesia menyelenggarakan NASSP (New Asia Africa Strategic Partnership).Dalam pertemuan tersebut, Indonesia dan negara-negara Asia dan Afrika membahas mengenai dukungan kepada Palestina sebagai negara yang merdeka dan berdaulat.Indonesia juga memberikan bantuan untuk pendirian Bank berbasis Syariah dan pembangunan rumah sakit di jalur Gaza.Bantuan kemanusiaan untuk rakyat Palestina di Jalur Gaza merupakan bantuan dari berbagai organisasi dan masyarakat Indonesia.6Indonesia juga terlibat aktif dalam penyelesaian konflik Israel-Palestina. Pada tanggal 8-10 Juni 2009, Indonesia menjadi tuan rumah penyelenggaraan United Nations Asian and

Pacific on the Question of Palestine yang bertemakan Strengthening International Consensus on

The Urgency of Achieving a Two-State Solution. Pertemuan tersebut lalu dilanjutkan pada

pertemuan United Nations Forum of Civil Society in Support of the Palestinian People pada tanggal 10 Juni 2009.Kedua pertemuan tersebut merupakan program dari Committee on the

5 Anak Agung Banyu Perwita, Indonesia and The Muslim World, Islam and Securalism in The Foreign Policy of

Soeharto and Beyond, hal. 75 6

(26)

Exercise of the Inalienable Rights of the Palestinian People (Komite Palestina) PBB dalam menjalankan mandatnya menggalang dukungan masyarakat internasional terhadap penyelesaian konflik Israel-Palestina.7

Dalam rangka mewujudkan perdamaian di kawasan Timur Tengah yang berdasarkan falsafah negara Republik Indonesia, Indonesia berupaya untuk mendorong upaya perdamaian antara Israel dan Palestina.Dalam sidang Majelis Umum PBB di New York tanggal 29 November 2012, Indonesia menjadi salah satu negara yang mendukung Peningkatan status Palestina sebagai negara non anggota PBB dari status entitas pemantau yang diwakili PLO (Palestine Liberation Organization) melalui voting.8 Sebanyak 138 anggota Majelis Umum PBB mendukung, 9 anggota menolak, dan sebanyak 41 anggota abstain.

Indonesia pernah menjadi salah satu Anggota Tidak Tetap Dewan Keamanan PBB periode 2007-2008.Dalam berbagai kesempatan, Indonesia menyuarakan hak-hak rakyat Palestina, termasuk berdirinya negara Palestina. Pada tanggal 16 Desember 2008, atas dorongan Indonesia, untuk pertama kalinya sejak tahun 2004, Dewan Keamanan PBB mengesahkan Resolusi No. 1950 mengenai proses perdamaian di Timur Tengah, khususnya konflik Israel dan Palestina.9

Konsistensi dukungan Indonesia terhadap kemerdekaan Palestina terlihat dari kesediaan Indonesia untuk menjadi tuan rumah KTT Luar Biasa OKI pada taggal 6-7 Maret 2016. Dalam pidatonya, Presiden Jokowi siap untuk membantu rekonsiliasi antara Hamas dan Fatah demi

7 Ibid

8

Ica Wulansari, Komunikasi Internasional Indonesia untuk Palestina, diakses dari http://ic-mes.org/politics/jurnal-komunikasi-internasional-indonesia-untuk-palestina/ pada 1 Agustus 2016

(27)

terwujudnya perdamaian di Palestina, dan Indonesia siap melakukan langkah konkret untuk menghentikan penjajahan dan kesewenangan Israel di Al-Quds.10

Hal yang paling mencolok dari kontribusi Indonesia terhadap perdamaian di Timur Tengah adalah dengan adanya pasukan Indonesia di Lebanon, Sudan Selatan, dan Darfur.11 Peran Indonesia dalam konflik di Timur Tengah yang lainnya adalah Indonesia ikut mendorong Dewan Keamanan PBB untuk menangani krisis di Lebanon Selatan pada akhir tahun 2006, sekaligus menawarkan partisipasi Indonesia dalam operasi pemeliharaan perdamaian PBB melalui pengiriman tentara perdamaian di bawah Kontigen Garuda XXIII-A untuk bergabung dengan United Nations Interim Force in Lebanon (UNIFIL)12, dan telah menempatkan sejumlah personel Kontigen Garuda di berbagai penempatan maupun unit kerja di Lebanon. Sampaisaat ini, Indonesia tercatat sebagai negara penyumbang pasukan terbanyak diantara negara angora PBB lain di UNIFIL. Selain itu, Indonesia juga mendapatkan apresiasi dari UNIFIL karena keberhasilannya mencegah kontak senjata antara Angkatan Bersenjata Lebanon dengan Angkatan Bersenjata Israel pada tahun 2010.

Sidik Jatmika. (2016, Agustus 9), Indonesia dalam Penyelesaian Konflik di Timur Tengah. (Annisa, pewawancara) 12

Muhammad Faris Alfadh, 2012. Persepsi Gerakan Mahasiswa Islam Terhadap Politik Luar Negeri Indonesia di Timur Tengah. Yogyakarta: Prudent Media. Hal. 101

13

(28)

Sampai saat ini, Indonesia masih aktif mengirimkan pasukan perdamaian ke negara-negara konflik di Timur Tengah, terutama Lebanon, Sudan Salatan, dan Darfur, dan Indonesia terus berupaya untuk menambah personel dalam pasukan perdamaian demi terwujudnya perdamaian dunia. Bahkan pada 20 Marret 2012, usaha Indonesia dalam mengirimkan Kontigen Garuda ini mendapatkan apresiasi khusus dari Sekjen PBB, Ban Ki Moon dalam peninjauan langsung ke Pusat Misi Pemeliharaan Perdamaian di Sentul.

B. Hubungan Indonesia Dan Arab Saudi

1. Sejarah Hubungan bilateral Indonesia dan Arab Saudi

(29)

kemerdekaan Republik Indonesia.Raja Abdul Aziz Al-Saud telah memberikan Surat Pengakuan Kerajaan Arab Saudi kepada pemerintah Republik Indonesia pada 21 November 1947.14

Indonesia membuka Kantor Perwakilan di Timur Tengah, tepatnya di Kairo, Mesir, pada 7 Agustus 1949.Pada tahun 1950, Kantor Perwakilan RI ini ditingkatkan statusnya menjadi Kedutaan Besar yang terakreditasi untuk Arab Saudi, Iran, dan Pakistan.Kemudian Indonesia mendirikan Kedutaan Besar untuk Arab Saudi di Jeddah pada 1964.Kedutaan Besar Republik Indonesia untuk Arab Saudi tersebut kemudian dipindahkan ke Riyadh pada tanggal 29 September 1985.Kantor Kedutaan Besar Republik Indonesia di Jeddah kemudian diubah statusnya menjadi Konsulat Jenderal Republik Indonesia.15Hubungan Indonesia dan Arab Saudi mengalami perkembangan yang semakin membesar karena Indonesia dan Arab Saudi sendiri memiliki kesamaan yang bertujuan untuk memperoleh kesejahteraan bersama sampai dengan saat ini.

2. Bentuk-Bentuk Kerjasama Bilateral Indonesia dan Arab Saudi

Seperti yang telah dijelaskan diatas, bahwasannya Indonesia dan arab sauidi telah bekerjasama sejak tahun 1950 hingga saat ini. bentuk-bentuk kerjasama Indonesia- Arab Saudi salah satunya meliputi Kerjasama bidang politik, kerjasama bidang sosial budaya, kerjasama bidang pendidikan dan kerjasama haji.

14Suranta Abd. Rahman, Diplomasi RI di Mesir dan Negara-Negara Arab pada Tahun 1947, diakses dari

https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=4&cad=rja&uact=8&ved=0ahUKEwjUqOXI 95zNAhVn2qYKHenXAJEQFggsMAM&url=http%3A%2F%2Fwacana.ui.ac.id%2Findex.php%2Fwjhi%2Farticle%2Fdo

wnload%2F210%2F200&usg=AFQjCNGshTnS3LiXpjWRq-1Xmct_4mHAzA&sig2=4jmnEbSuVdzxnLsSK5-Lsg&bvm=bv.124088155,d.dGY pada tanggal 10 Juni 2016, Jam 15.00 WIB 15

(30)

a. Kerjasama bidang politik

Pengakuan Kemerdekaan Republik Indonesia oleh negara-negara Arab telah memberikan dampak yang baik bagi kedua negara dalam bidang politik.Arab Saudi memberikan pengakuan terhadap kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 21 November 1947.Hubungan bilateral Indonesia dan Arab Saudi terjalin sejak tanggal 1 Mei 1950.Indonesia membuka Kantor Perwakilan di Timur Tengah, tepatnya di Kairo, Mesir, pada tanggal 7 Agustus 1949.Kantor Perwakilan Republik Indonesia ini ditingkatkan statusnya menjadi Kedutaan Besar Republik Indonesia yang juga terakreditasi untuk Arab Saudi, Iran, dan Pakistan pada tahun 1950.

Pada tahun 1964, Indonesia baru membuka kantor Kedutaan Besar Republik Indonesia untuk Arab Saudi di Jeddah. Kedutaan Besar Republik Indonesia ini selanjutnya dipindahkan ke Riyadh pad tanggal 1985.Perwakilan Republik Indonesia di Jeddah kemudian diubah statusnya menjadi Konsulat Jendral Republik Indonesia. Sedangkan Arab Saudi membuka kantor Perwakilannnya pada tahun 1950 dan kemudian secara resmi mendirikan Kedutaan Besar di Jakarta pada tahun 1955.16

Hingga saat ini, Indonesia dan Arab Saudi telah menjalin kerjasama bilateral dan juga mengembangkan kerjasama di berbagai forum, baik forum regional maupun internasional, seperti PPB, Badan-Badan PPB, GNB (Gerakan Non Blok), OKI, dan juga G20.

1. Mekanisme Bilateral

Keinginan Indonesia dan Arab Saudi untuk meningkatkan kerjasama bilateral terlihat saat Sidang Komisi Bersama ke-9 antara Indonesia dan Arab Saudi pada tanggal 26-27 April 2012 di Bali. Sidang Komisi Bersama tersebut menghasilkan Agreed Minutes yang ditandatangani oleh

16

(31)

ketua delegasi Indonesia, Dirjen Asia Pasifik Kemlu, Duta Besar Yuri O. Thamrin, dan Deputi Urusan Ketenagakerjaan Arab Saudi, Ahmad Bin Saleh Al Humaidan. Pertemuan tersebut membahas berbagai peningkatan kerjasama bilateral melalui dua komisi kerja, yaitu Komisi Kerja 1 untuk isu-isu bidang ekonomi, dan Komisi Kerja 2 untuk isu-isu spesifik lainnya.

Komisi Kerja 1 di bidang ekonomi, dibahas berbagai hal seperti peningkatan kerjasama di bidang perdagangan, industry dan ekonomi, khususnya di bidang usaha kecil dan menengah, investasi, bea cukai, serta kerjasama financial. Potensi kerjasama di berbagai sector juga dibahas dalam pertemuan ini, seperti pertambangan, energy, dan kelistrikan, kelautan dan perikanan, pertanian, kerjasama standarisasi, pariwisata, kerjasama bidang pos, informasi, serta komunikasi dan telekomunikasi.Komisi ini juga membahas kerjasama air yang meliputi menejemen air, pengawasan polusi air, teknologi pemurnian air, dan pendaurulangannya.Sedangkan Komisi Kerja 2 yang membahas isu-isu spesifik membahas kerjasama dibidang pendidikan dan pelatihan, keislaman, kesehatan pengawasan makanan dan obat-obatan.Komisi ini juga membahas kerjasama dalam bidang keimigrasian dan kekonsuleran, lingkungan dan meteriologi, masalah ketenagakerjaan sector formal dan kepemudaan serta olahraga.17

2. Kunjungan Kenegaraan

Pada 11-12 September 2015, Presiden Joko Widodo melakukan kunjungan kenegaraan ke Arab Saudi. Dalam kunjungan tersebut, telah menghasilkan hubungan bilateral Indonesia dan Arab Saudi ke jenjang yang lebih tinggi, yakni dengan adanya komitmen kuat dari kedua pemimpin negara untuk meningkatkan hubungan bilateral terutama dibidang investasi energy dan perminyakan serta pengembangan sector pariwisata di Indonesia. selain itu, KBRI juga telah

17

RI-Arab Saudi Sepakat Tingkatkan dan Perluas Kerjasama Bilateral, diakses dari

(32)

berhasil memfasilitasi penandatanganan deklarasi Dialog Strategis Indonesia - Gulf Cooperation Council (GCC) oleh menteri luar negeri RI dan Sekjen GCC pada 12 September 2015, disela-sela kunjungan Presiden RI. Lalu Pada 22 Oktober 2015, Menteri Luar Negeri Arab Saudi, Adel Al-Jubeir berkunjung ke Indonesia yang sekaligus menjadi kunjungan pertama kali Menteri Luar Negeri Arab Saudi sejak 45 tahun terakhir.18

Pada 18 Januari 2016, Menteri Luar Negeri Republik Indonesia mengunjungi Arab Saudi untuk menyampaikan pesan damai dari Presiden Joko Widodo. Pada 7 Maret 2016, disela-sela KTT OKI, Presiden Joko Widodo menerima kunjungan kenegaraan dari menteri luar negeri Arab Saudi, Adel Al Jubeir, guna membahas kesepakatan kuota haji. Pada 22 Mei 2016, Presiden Joko Widodo menerima kunjungan kemormatan Pangeran Alwaleed Bin Talal Bin Abdulaziz Alsaud. Kunjungan tersebut membahas mengenai kerjasama ekonomi antar Indonesia dan Arab Saudi.19

3. Perjanjian Kesepakatan Dalam Bidang Politik

Perjanjian Kesepakatan dalam bidang politik antara Indonesia dan Arab Saudi dilakukan di Jeddah, pada tanggal 24 November 1970.Perjanjian politik tersebut lalu diratifikasi melalui UU No.9 tanggal 18 September 1971 LN No.77 tambahan LN No.2972. Perjanjian tersebut berbentuk Treaty of Friendship Between the Republic of Indonesia and the Kingdom of Saudi

Arabia (Perjanjian Persahabatan Antara Republik Indonesia dan Kerajaan Arab Saudi).20Dalam

kesepakatan ini, Indonesia dan Arab Saudi sepakat untuk tidak saling mengintervensi atas

18

INI PENCAPAIAN KINERJA KBRI RIYADH 2015, diakses dari http://kemlu.go.id/riyadh/id/berita-agenda/berita-perwakilan/Pages/INI_CAPAIAN_KINERJA_KBRI_RIYADH_TAHUN_2015.aspx, pada 8 Juni 2016

19Pangeran Arab Saudi Ingin Tingkatkan Investasi di Indonesia, diakses dari

http://www.suara.com/news/2016/05/23/013100/pangeran-arab-saudi-ingin-tingkat-investasi-di-indonesia, pada 6 Juni 2016

20

(33)

kehendak politik dari masing-masing negara.Kerjasama politik antara Indonesia dan Arab Saudi pada umumnya untuk mempererat hubungan antar kedua negara berdasarkan pada system politik luar negeri dari kedua negara.

b. Kerjasama Bidang Sosial Budaya

Hubungan Antara Indonesia dan Arab Saudi di bidang social dan budaya sudah terjalin sejak lama, bahkan sebelum kemerdekaan Indonenesia.

1) Kerjasama di Bidang Sosial

Belum adanya MoU dalam bidang kerjasama social antara Indonesia dan Arab Saudi, membuat kedua negara mengupayakan pengingkatan hubungan bilateral Indonesia dan Arab Saudi di bidang social. Salah satunya adalah melalui kunjungan Menteri Sosial RI yang telah berkunjung ke Riyadh, Arab Saudi pada tanggal 23-31 Desember 2012 dan bertemu dengan Menteri Sosial Arab Saudi.21 Pertemuan Menteri Sosial RI dan Menteri Sosial Arab Saudi membahas beberapa peluang kerjasama antar kedua kementrian, diantaranya saling kunjung antar pejabat kedua kementrian guna berbagi pengalaman serta melihat langsung berbagai program kegiatan layanan social di masing-masing negara, kerjasama dibidang bantuan social baik secara bilateral maupun melibatkan pihak ketiga seperti IDB, Saudi Fund for Development, Rabithoh Alam Islami, dan lain sebagainya.22

Bantuan social dari Arab Saudi diantaranya pembangunan 850 masjid dibeberapa wilayah di Indonesia pada tahun 2003-2015 atau dalam kurun waktu 15 tahun oleh Raja Arab Saudi

21

Faiz Resha Majid, DINAMIKA PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI INDONESIA DI ARAB SAUDI, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, tahun 2015.

(34)

melalui Yayasan Makkah Al-Mukaramah perwakilan Indonesia. Selain membangun masjid, bantuan social lainnya, seperti hewan kurban, buka puasa bersama dan juga pembinaan 20 ribu anak yatim diseluruh Indonesia.23 Dalam kurun waktu 2004-2014, Pemerintah Arab Saudi memberikan bantuan social kepada korban tsunami Aceh berupa pembangunan 1.500 rumah, pengeboran sumur, pembangunan rumah sakit, klinik kesehatan, panti yatim piatu serta renovasi Masjid Raya Baiturrahman.24 Pada 2013, kerajaan Arab Saudi melalui Duta Besar Kerajaan Arab Saudi di Jakarta, Mustofa Ibrohim Almubarok menyerahkan bantuan kurma sebanyak 10 ton untuk korban gempa bumi di Aceh Tengah dan Bener Meriah serta masyarakat Aceh melalui kantor penghubung Aceh di Jakarta.25

Pada Juni 2016, Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) menerima hibah dari Kedutaan Besar Arab Saudi dan dermawan Arab Saudi. Bantuan tersebut berupa buku sebanyak 245 paket yang setiap paketnya terdiri dari 15 buku keagamaan, 4 buku berbahasa Indonesia dan 1 Al-Qur’an, kurma sebanyak 1,5 ton, dan juga paket buka puasa sebanyak 2.267 paket yang

akan dibagikan kepada masyarakat luas.26

2) Kerjasama Indonesia dan Arab Saudi di Bidang Kebudayaan

Dalam bidang kebudayaan, Indonesia dan Arab Saudi belum memiliki perjanjian kerjasama (MoU).Meskipun belum memiliki perjanjian di bidang kebudayaan, kerjasama dalam

23Raja Salman Bangun 850 Masjid di Indonesia, diakses dari

http://fokusjabar.com/2015/03/23/raja-salman-bangun-850-masjid-di-indonesia/, tanggal 8 Juni 2016 24

Program Bantuan Kemanusian oleh Kerajaan Arab Saudi, diakses dari

https://id.wikipedia.org/wiki/Program_bantuan_kemanusiaan_oleh_Kerajaan_Arab_Saudi, pada tanggal 6 Juni 2016

25

Relawan Gayo Minta Bantuan 10 Tin Kurma Arab Saudi Disalurkan Tepat Sasaran, diakses dari

http://atjehpost.co/artikel1/read/Relawan-Gayo-minta-bantuan-10-ton-kurma-Arab-Saudi-disalurkan-tepat-sasaran-58751, tanggal 6 Juni 2016

26

(35)

bidang budaya antar kedua negara mulai terlaksana, seperti melalui undangan untuk hadir ataupun menampilkan kebudayaan Indonesia di berbagai acara atau festival budaya yang diselenggarakan oleh Arab Saudi.

Melalui acara seperti Festival Budaya Nasional Tahunan Al-Janadiriyah, yang menyuguhkan berbagai pertunjukan budaya atau karya seni Arab Saudi dan negara-negara Arab lainnya, secara rutin, pihak penyelenggara mengundang tokoh-tokoh budaya Indonesia untuk hadir dalam festival tersebut. Indonesia bahkan pernah mendapat kehormatan untuk menampilkan kelompok penari pria yang membawakan tarian tradisional Aceh dan Padang. Di antara para tokoh atau cendekiawan Indonesia yang pernah diundang dan hadir dalam acara tersebut, antara lain: Dr. Amien Rais, Prof. Zuhal, mantan Menristek RI, dan Prof. Dr. Azhar Arsyad, MA, Rektor Universitas Ujung Pandang dan lain sebagainya.27

Selain di festival budaya Al- Janadiriyah, Indonesia juga pernah ikut acara Global Food

Festival yang diwakili oleh siswa/siswi Sekolah Indonesia Riyadh (SIR) pada 18 Januari 2014,

dan acara International Children’s Day Festival di King Fahad Culture Center Riyadh pada tanggal 17-21 November 2013.28

Mahasiswa Indonesia di Universitas King Saud yang tergabung dalam Persatuan Pelajar dan Mahasiswa Indonesia (PPMI) mengikuti pameran budaya dua tahunan yang diadakan Universitas King Saud yang dilaksanakan pada 16-19 Maret 2015.

Gambar 1.2. Pertunjukan Tari Saman oleh PPMI sat pembukaan Pameran Kebudayaan di Universitas King Saud

27

Faiz Resha Majid, DINAMIKA PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI INDONESIA DI ARAB SAUDI, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, tahun 2015, Op.cit

(36)

Sumber : http://manhajuna.com/partisipasi-mahasiswa-indonesia-dalam-pameran-budaya-2015-di-ksu/

Dalam acara pembukaan yang dihadiri Rektor Universitas King Saud Prof. DR. Badron bin Abdurrahman Al-Umar, mahasiswa Indonesia mendapatkan kehormatan untuk menampilkan tari Saman dari Aceh. Selain tarian, dua mahasiswa Indonesia memeragakan bela diri pencak silat.Rektor Universitas King Saud juga didaulat untuk melakukan seremoni pemotongan nasi tumpeng dan membubuhkan tandatangannya di buku tamu.29

c. Hubungan Bilateral Indonesia dan Arab Saudi di Bidang Pendidikan

Dasar dari kerjasama di bidang pendidikan adalah perjanjian kerjasama di bidang Ilmu Pengetahuan dan Pengajaran Islam yang telah ditandatangani Indonesia dan Arab Saudi, pada 19 Mei 1981 di Riyadh, yang Diratifikasi melalui Keppres No.31 tanggal 14 Juli 1981 LN No.33. Tujuan dari perjanjian ini adalah untuk memperkuat hubungan persaudaraan juga kerjasama dalam bidang ilmu pengetahuan, kesenian dan pengajaran Islam.30

29

http://www.kemlu.go.id/id/berita/berita-perwakilan/Pages/Di-Tengah-Ujian-Mahasiswa-Indonesia-Tetap-Berpromosi-di-Arab-Saudi.aspx diakses pada 8 Juni 2016

30

(37)

Bentuk kerjasama yang telah dilakukan oleh kedua negara, antara lain adalah penyelenggaraan berbagai kegiatan bersama antar lembaga keislaman di kedua negara, pengiriman ulama-ulama atau dosen dari Arab Saudi ke Indonesia dalam rangka dakwah dan pelatihan bahasa Arab, serta saling undang untuk menghadiri suatu kegiatan yang diadakan oleh salah satu negara, dan juga pemberian beasiswa bagi pelajar maupun mahasiswa kedua negara di berbagai universitas Islam yang ada di kedua negara dan lain sebagainya.31

Dalam Sidang Komisi Bersama ke-9, Indonesia menyampaikan penghargaan atas beasiswa yang telah diberikan oleh Pemerintah Arab Saudi kepada mahasiswa Indonesia untuk belajar di Arab Saudi.Indonesia juga menawarkan adanya pertukaran kunjungan antar universitas kedua negara dan memberi usulan agar Indonesia dapat mendirikan Pusat Studi Indonesia pada universitas di Arab Saudi.Selain itu, Indonesia juga telah mengusulkan adanya kesepakatan saling pengakuan sertifikat perguruan tinggi yang dikeluarkan oleh kedua negara.

Kedutaan Besar Republik Indonesia di Riyadh bersama empat universitas di Indonesia mengikuti pameran The 3rb International Exhibition and Conference for Higher Education

(IECHE) pada 2012. Keempat universitas tersebut adalah Universitas Indonesia, Institut

Teknologi Bandung, Universitas Gajah Mada, dan Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang. Keikutsertaan Indonesia dalam pameran yang diselenggarakan pada 17-20 April 2012 bertujuan untuk meningkatkan jumlah mahasiswa Arab Saudi yang belajar di Indonesia, dan sebaliknya, untuk meningkatkan jumlah mahasiswa Indonesia yang belajar di

31

(38)

Arab Saudi, yang hingga 2012 telah berjumlah 507 mahasiswa melalui program beasiswa dari Arab Saudi.32

C. Kerjasama Indonesia Dan Iran

Indonesia dan Iran merupakan negara dengan mayoritas penduduk beragama Islam dan telah menjalin hubungan baik sejak lama.Dalam hal kerjasama, Indonesia dan Iran merupakan mitra diberbagai bidang kerjasama seperti bidang politik, social budaya, dan pendidikan.

1. Sejarah Hubungan Bilateral Indonesia dan Iran

Hubungan diplomatic antara Indonesia dan Iran dimulai pada tahun 1950. Pada saat itu, Kedutaan Republik Indonesia masih terletak di Kairo, Mesir. Pada akhir 1960, Kedutaan Republik Indonesia dinaikkan statusnya menjadi Kedutaan Besar Republik Indonesia.Pemerintah Republik Indonesia kemudian menunjuk M. Bachmid sebagai Duta Besar LBBP RI yang pertama. Hubungan Indonesia dan Iran sampai dengan saat ini telah berjalan dengan baik, karena Indonesia dan Iran memiliki kesamaan dan ketertarikan akan sesuatu yang bertujuan untuk memperoleh kesejahteraan bersama. Seiring berjalannya waktu, hubungan Indonesia dan Iran telah berjalan dengan baik, baik dibidang Politik, social budaya, maupun pendidikan.

2. Kerjasama Bidang Politik a. Mekanisme Bilateral

32

(39)

Keinginan Indonesia dan Iran dalam meningkatkan kerjasama bilateral terlihat dari Nota Kesepahaman antara Departemen Luar Negeri Republik Indonesia dan kementerian Luar Negeri Republik Islam Iran tentang Pementukan Komite Konsultasi Bilateral.Nota kesepahaman tersebut ditandatangani pada 10 Mei 2003.33Nota tersebut bertujuan untuk memperkuat hubungan bilateral dan juga mengembangkan kerjasama antar ke dua negara, serta untuk meningkatkan konsultasi dan pertukaran pandangan terhadap berbagai isu yang menyangkut kepentingan bersama.

Sebagai tindak lanjut dari perjanjian tersebut, Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Iran telah melakukan Pertemuan Komite Konsultasi Bilateral (KKB) keempat RI – Iran ke-4 di Jakarta pada 23 November 2010.Dalam pertemuan tersebut, Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Iran membahas kerjasama bilateral di berbagai bidang.Pertemuan Komite Konsultasi Bilateral Indonesia – Iran yang ke-5 berlangsung di Teheran, tanggal 28-29 Mei 2013.Pertemuan tersebut dipimpin bersama oleh Direktur Jenderal Asia Pasifik dan Afrika Kemlu RI, Yuri O. Thamrin dan Deputi Menteri Luar Negeri Iran urusan Asia dan Oseania, Seyed Abbas Araghchi.Pertemuan ini bertujuan untuk melakukan peninjauan atas perkembangan hubungan bilateral antar kedua negara, serta mengidentifikasi peluang kerjasama dan juga menyepakati langkah-langkah kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan hubungan kedua negara.

3. Kerjasama Bidang Sosial Budaya a. Kerjasama di Bidang Sosial

Hubungan Indonesia dan Iran dalam bidang social berjalan dengan baik. Dalam bidang social, pemerintah Indonesia dan Iran telah membuat Nota Kesepahaman antara Kementerian

33

(40)

Sosial Republik Indonesia dan Imam Khomeini Relief Foundation (IKRF) Republik Islam Iran tentang Kesejahteraan Sosial dan Kemanusiaan. Nota Kesepemahaman yang di tandatangani pada 26 Desember 2011 ini bertujuan untuk memperkuat dan mengembangkan kerjasama dalam bidang kesejahteraan social dan kemanusiaan, menekankan pada dukungan dan pemberdayaan masyarakat yang membutuhkan dan kelompok marjinal khususnya anak yatim piatu dan perempuan kepala keluarga.34

Hubungan social antara Indonesia dan Iran dapat dilihat dari kunjungan para isteri Duta Besar dan Diplomat yang berada di iran termasuk Indonesia ke kota Tabriz, Provinsi Azrbaijan, Iran, pada 12 Maret 2013. Kunjunangan ini bertujuan untuk menyerahkan sumbangan kepada isteri Menteri Luar Negeri Iran, Madam Zahra Rad Salehi bagi korban gempa bumi yang terjadi di kota tersebut. Selain menyerahkan sumbangan, para isteri Duta Besar dan Diplomat asing tersebut juga menyaksikan dari dekat pembangunan kembali pemukiman penduduk serta memberikan motivasi kepada korban gempa bumi. Tak hanya itu, pemerintah Indonesia juga telah mengirimkan dua tim relawan ke lokasi kejadian gempa, yaitu Dompet Duafa dan Aksi Capat Tanggap (ACT).

Setelah mengunjungi korban gempa bumi, ibu-ibu Isteri Duta Besar dan Diplomat Indonesia yang tergabung dalam Darma Wanita Persatuan (DWP) mengunjungi panti asuhan yang mengasuh 100 anak yatim dan membiayai pengobatan berjalan bagi sekitar 1.500 anak cacar di Teheran, pada 11 November 2011. Dalam kunjungan tersebut, DWP mempromosikan Indonesia dan juga membagikan bingkisan berupa tas sekolah, buku dan alat tulis, lemari es, dan juga bantuan financial sebagai tanda kepedulian dan berbagi dari KBRI Teheran kepada warga panti.

34

(41)

b. Kerjasama di Bidang Budaya

Kerjasama Indonesia dan Iran tertuang dalam Persetujuan Kebudayaan antara Indonesia dan Iran pada 27 April 1971 dan disahkan melalui Keppres No.46 Tahun 1971 tanggal 20 Juli 1971 Lembaran Negara No.49.35 Nota persetujuan ini membahas mengenai keingina kedua negara untuk memajukan dan saling memahami serta menghormati sejarah budaya masing-masing negara. Sebagai tindak lanjut dari persetujuan tersebut, Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Iran telah membuat Pengaturan antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Islam Iran tentang Program Pertukaran Budaya Tahun 2012-2014, yang ditandatangani pada tanggal 7 Maret 2012 di Jakarta.36Pengaturan tersebut dibuat untuk memperkuat hubungan persahabatan yang telah ada antara Indonesia dan Iran serta memperkuat dan mengembangkan hubungan bilateral di bidang budaya.

Beberapa bentuk kerjasama di bidang budaya antara Indonesia dan Iran terlihat dari keikutsertaan Kedutaan Besar Republik Indonesia dalam memeriahkan festival tahunan Ramadhan di Teheran. Festival yang berlangsung pada tanggal 16 Juli 2013 tersebut Kedutaan Besar Republik Indonesia dan Dharma Wanita Persatuan (DWP) melakukan buka bersama dengan anak-anak yatim piatu dan pengurus panti asuhan dan memberikan souvenir kepada mereka. Indonesia juga membuka stan yang menyediakan kue-kue khas Indonesia secara gratis dan menjual berbagai kerajianan tangan khas Indonesia.

Pada 24-26 Mei 2014, Ikatan Pelajar Indonesia (IPI) berpartisipasi dalam Festival Budaya di Universitas Tehran. Pelajar Indonesia membuka stan yang berisikan buku-buku yang

35

http://treaty.kemlu.go.id/uploads-pub/3276_IRN-1971-0003.pdf diakses pada 13 Juni 2016 36

(42)

menggambarkan potret keindahan alam Indonesia dan tujuan wisata Indonesia. Selain itu, mahasiswa Indonesia juga menggunakan pakaian adat khas Indonesia dan juga tersedia berbagai produk kerajian tangan seperti ukiran kayu, kain tenun, wayang kulit dan alat music angklung, serta ada juga makanan khas Indonesia. Pada 26 Februari – 2Maret 2016, Institute 24 Qesm dan AIPRO Training Center Indonesia mengadakan kursus masakan Asia. Bondan Pambudi, seorang Chef asal Indonesia berkesempatan menjadi pengajar masakan khas Indonesia di kursus tersebut. Selama mengajar, Chef Bondan menyisipkan informasi mengenai adat istiadat dan budaya asal Indonesia.

4. Kerjasama bidang Pendidikan

Dasar kerjasama di bidang pendidikan antara Indonesia dan Iran terdapat dalam Perjanjian Persahabatan antara Republik Indonesia dan Kerajaan Iran pada 29 Desember 1958.Pemerintah Indonesia dan Iran juga menandatangani Momorandum Saling Pengertian Antara Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia dan Kementerian Luar Negeri Republik Islam Iran mengenai Kerjasama Pendidikan dan Pelatihan Diplomatik.37 Dalam memorandum saling pengertian yang ditandatangani pada tahun 2015 ini membahas mengenai keinginan Indonesia dan Iran untuk memperkuat hubungan persahabatan bilateral dengan kerjasama yang lebih erat dalam bidang pendidikan dan pelatihan di antara Indonesia dan Iran.

Kerjasama Indonesia dan Iran di bidang pendidikan diantranya terlihat dari diadakannya kuliah umum oleh KBRI yang bekerjasama dengan Universitas Teheran pada 22 September 2013 yang dihadiri oleh sekitar 200 orang yang dari mahasiswa lokal maupun Indonesia yang sedang

37

(43)

menempuh studi di kampus lain. Pada 19 Mei 2014, Universitas Teheran mewisuda 3 mahasiswa Indonesia, yakni Siti Fatimah Mochaamad program S.3 bidang studi Ilmu Politik, Nurmin program S.2 bidang studi Kurikulum Pendidikan, dan Halimatussa’diyah program S.1 bidang

studi Arsitektur. Mahasiswi Indonesia yang berkuliah di beberapa universitas di Iran berjumlah 200 orang yang terdiri dari 148 orang di kota Qom, 10 orang di Teheran, 8 orang di Esfahan, 7 orang di Gorgan, 14 orang di Mashhad dan 13 orang di Qeshm.

(44)

BAB III

ESKALASI KONFLIK ARAB SAUDI DAN IRAN

Arab Saudi dan Iran erat kaitannya dengan konflik yang dimulai sejak lama.Arab Saudi dan Iran adalah dua negara yang sangat berpengaruh di kawasan Timur Tengah.Arab Saudi dengan Paham Sunni-nya, dan Iran dengan Paham Syi’ah-nya.Konflik yang terjadi antara Arab Saudi dan Iran saat ini bukan hanya sebatas lingkup sekterian, tetapi sudah merambah ke lingkup politik.

A. Konflik Sunni-Syiah

Konflik Sunni-Syiah adalah konflik mulai tumbuh pasca wafatnya Nabi Muhammad SAW.Konflik ini dimulai dari suksesi kepemimpinan pasca meninggalnya Nabi Muhammad SAW dimana Abu Bakar diangkat menjadi pengganti Nabi Muhammad SAW. Pergantian kepemimpian ini melahirkan kelompok yang menjadi pengikut setia Ali bin Abi Thalib dan kelompok yang melegitimasi kepemimpinan Abu Bakar. Pengikut Ali bin Abi Thalib dikenal sebagai kelompok Syi’ah, dan pengikut Abu Bakar dikenal sebagai kelompok Sunni.

Sunni, Ahl al-Sunnah wal Jama’ah atau Ahlul Sun adalah senantiasa tegak di atas Islam berdasarkan Al-Qur’an dan hadist yang sah berdasarkan pemahaman para sahabat, tabi’in, dan tabi’ut tabi’in. Setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW, kaum Sunni mengangkat Abu Bakar

untuk menjadi khalifah pertama setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW, lalu dilanjutkan Umar bin Khattab, dan Ustman bin Affan.

Syi’ah merupakan salah satu mahzab dalam Islam. Muslim Syi’ah berpendapat bahwa Ali

(45)

Thalib dipilih melalui perintah langsung Nabi Muhammad SAW, dan perintah Nabi berarti wahyu dari Allah. Muslim Syi’ah percaya bahwa keluarga Nabi Muhammad merupakan sumber pengetahuan terbaik tentang Al-Qur’an dan Islam, guru terbaik tentang Islam setelah Nabi Muhammad SAW. Kaum Syi’ah menolak kepemimpinan dari tiga Khalifah Sunni pertama (Abu

Bakar, Umar bin Khattab dan Utsman bin Affan).1

Perbedaan antara pengikut Ahlul Bait dan Abu Bakar menjadikan perbedaan pandangan yang tajam antara Syi’ah dan Sunni dalam penafsiran Al-Qur’an, Hadist, mengenai sahabat, dan hal-hal lainnya.2 Al-Musawi, dalam jurnal Ahmad Sahide, Konflik Sunni-Syi’ah Pasca The Arab Spring, menjelaskan bahwa hal-hal yang mengganggu perasaan kaum Syi’ah sehingga sulit untuk ikut campur, atau bersatu-padu dengan saudaranya yang Sunni karena adanya kebiasaan dari kaum Sunni mengkafirkan, menghina, mencerca, dan melakukan kebohongan kepada kaum Syi’ah. Sementara hal yang mengganggu kaum Sunni yang membuatnya sulit bersatu-padu dengan Syi’ah adalah karena Syi’ah membenci seluruh Sahabat dan mencerca

semua kalangan salaf (tokoh-tokoh Muslim terdahulu).3

B. Revolusi Iran, 1979

Pada era Mohammad Reza Shah Pahlevi, wajah negara Iran menjadi negara yang lebih modern. Beberapa program modernisasi besar-besaran dari Barat di bidang pendidikan , militer, dan industry pertanian dilakukan. Percepatan modernisasi yang dilakukan oleh Reza Shah Pahlevi ini menjadi bumerang dan menyebabkan keruntuhan kekuasaannya pada

1

DR. Sidik Jatmika, M.Si, Pengantar Studi Kawasan Timur Tengah, Hal. 44-45 2

Ibid, hal. 45. 3

(46)

1979.4Kejatuhan kekuasaan Reza Shah Pahlevi karena kebijakan yang dijalankan olehnya bertentangan dengan kebudayaan Islam, adat istiadat dan juga menimbulkan ketidakpuasan dikalangan rakyat baik di bidang politik, ekonomi, maupun social budaya. Puncak dari ketidakpuasan rakyat terhadap kepemimpinan Reza Shah Pahlevi adalah ketika meledaknya revolusi Iran yang dimotori oleh Imam Khomeini pada 1979 dan sekaligus yang menandai kebangkitan Syi’ah di kawasan Timur Tengah.

Gambar 1.3. Revolusi Iran 1974

Sumber :http://www.rangkumanmakalah.com/gerakan-politik-syiah-dalam-revolusi-iran/

Revolusi di Iran ini telah berhasil menggulingkan pemerintahan yang sekuler, dan menggantinya menjadi pemerintahan yang teokrasi. Pada awalnya, Pemerintah Arab Saudi mengakui pemerintahan baru dan Raja Khalid mengirim surat kepada Ayaatollah Khomeini yang berisikan ucapan selamat atas keberhasilan akan republik baru dan menyatakan kesediaan Arab Saudi untuk melanjutkan hubungan baik mereka dan membangun kerjasama yang menekankan pada “solidaritas Islam” sebagai dasar dari kedekatan hubungan antara Arab Saudi dan Iran. Pada

4

(47)

pertengahan 1979, Iran mulai menyatakan dukungannya terhadap isu-isu Syiah di kawasan Timur Tengah dan Khomeini juga menegaskan bahwa peran Iran adalah sebagai pengekspor revolusi.5Akan tetapi, Transformasi Iran menjadi negara Syiah membuat Arab Saudi (Sunni) harus meningkatkan pengaruh Wahabi di kawasan Timur Tengah.

Revolusi Iran menciptakan pertempuran sekterian yang besar antara Sunni dan Syi’ah.Arab Saudi dan Iran terus berusaha mengembangkan pengaruh mereka di Kawasan Timur

Tengah melalui penyebaran budaya dan politik mereka, terutama melalui inti religiunitas penduduk di Timur Tengah.Arab Saudi, melalui startegi penguatan Islam berusaha untuk menggagalkan Khomeini dan membatasi kebangkitan Syi’ah. Kekayaan minyak yang dimiliki

oleh Arab Saudi memberikan Arab Saudi kemampuan tidak hanya menolak tantangan Khomeini, tetapi juga kemampuan untuk memengaruhi muslim dunia untuk merebut pesan Iran.6Arab Saudi mulai mendorong sekterianisme, menyebabkan identitas Sunni untuk melawan Syi’ah dan

mendukung pemerintah Sunni untuk menundukkan aktivisme Islam serta setiap upaya untuk reformasi politik.

C. Tahun 1980-1988

Hubungan Arab Saudi dan Iran kembali memanas menyusul perang Iran-Irak.Saat berkobar perang Iran-Iran.Pertempuran tersebut didasari oleh peran Ideologi Iran dan geopolitik wilayah Irak. Salah satu isu yang muncul adalah persaingan budaya lama antara Arab Saudi dan peradaban Persia. Meskipun Arab Saudi memiliki masalah tersendiri dengan Irak, Arab Saudi tetap menyatakan dukungannya terhadap rezim Saddam Hussein di Baghdad. Riyadh bahkan

5Tali Ra hel Gru et, Ne Middle East Cold War: Saudi Ara ia a d Ira ’s Ri alry. Hal. 55 6

(48)

memberikan sumbangan dana sebesar 25 milyar US Dollar dan mendesak negara-negara teluk untuk menyumbangkan dana perang untuk Irak. Untuk menutupi biaya tersebut, Arab Saudi meningkatkan produksi minyak mentah di negaranya, yang mengakibatkan runtuhnya harga minyak mentah dunia.7

Pada tahun 1987, Arab Saudi dan Iran kembali memanas.Sejak tahun 1981, jemaah haji Iran setiap tahun selalu berdemonstrasi di Mekkah dan Madinah untuk menentang Israel.Akan tetapi, pada 1987, polisi anti huru hara Arab Saudi memblokade jalan menuju Masjidil Haram.Akibatnya, terjadi bentrokan antara polisi anti huru hara Arab Saudi dan demonstran Iran. Sekitar 402 orang tewas (sebagian besar umat Syiah Iran) dan 649 luka-luka. Tak hanya itu, bentrokan tersebut juga membuat massa Iran semarin marah dan membalasnya dengan cara menduduki kedutaan besar Arab Saudi dan Kuwait. Seorang diplomat Arab Saudi tewas karena terjatuh dari jendela kedutaan. Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ruhollah Khomeini, kemudian mendeklarasikan bahwa monarki Saudi bidah.Hubungan diplomatic kedua negara pun terputus selama empat tahun.8

D. Tahun 2000-an

Hubungan Arab Saudi dan Iran membaik pasca pemilihan umum presiden Iran 1997 dan kunjugan resmi pertama Presiden Iran ke Arab Saudi sejak revolusi Iran 1979. Pada April 2001, Iran dan Arab Saudi menandatangani perjanjian keamanan.Raja Fahd memberikan selamat setelah Mohammad Khatami terpilih menjadi presiden Iran pada 2001. Fahd menilai Khatami

7

http://www.dw.com/id/pertalian-racun-iran-dan-arab-saudi/g-18956857 diakses pada 1 Agustus 2016 8

(49)

akan memberlikan kebijakan reformis. Khatami berupaya untuk memulihkan hubungan dengan Riyadh setelah sebelumnya menang pada pemilihan 1997.Khatami pun mengunjungi Saudi.9

Hubungan Iran dan Arab Saudi kembali terpuruk, tepatnya ketika invasi Amerika Serikat di Irak berhasil menggulingkan Saddam Hussein pada 2003.Selama 82 tahun, Irak saat itu didominasi oleh Sunni dan Syiah sebagai minoritas yang tertekan dan terpinggirkan.Penindasan terhadap kaum Syi’ah terlihat sangat jelas di bawah kekuasaan Saddam Hussein dan partai Ba’ath.10Pada saat Rezim Saddam Hussein, masyarakat Syi’ah sengaja di abaikan dan juga

dibatasinya kebutuhan manusia yang mendasar, termasuk kesejahteraan psikologis.

Keinginan Amerika Serikat untuk memerangi terorisme pasca tragedy 11 September 2001, membuat Amerika Serikat melakukan invasi ke Irak pada 2003. Invasi ini bertujuan untuk menggulingkan Saddam Hussein dan membangun sebuah model demokrasi di kawasan Timur Tengah. Namun invasi ini gagal menjadikan Irak menjadi lebih demokrasi modern, dan juga menyebabkan kejatuhan Baghdad serta menyebabkan tidak bersatunya identitas Irak.Kekuatan Syiah di Irak yang sebelumnya tertekan mulai berani unjuk gigi sehingga membuat hubungan Iran dan Irak semakin kuat.Dan dengan kejatuhan Saddam Hussein, Iran menjadi sangat terlibat dalam politik Irak.

Pada 2004, kelompok Syiah Zaidiyah di Yaman melakukan pemberontakan. Arab Saudi menuding Iran telah menghasut dan mencampuri urusan dalam negeri Yaman dengan cara

9

http://internasional.republika.co.id/berita/internasional/timur-tengah/16/01/05/o0eqy0377-ini-jalan-panjang-konflik-saudiiran-dari-revolusi-hingga-insiden-makkah-part5 diakses pada 1 Agustus 2016

10

(50)

memasok senjata ke Yaman. Sedangkan Iran menuding Arab Saudi telah mengkhianati perannya sebagai mediator konflik dengan membombardir minoritas Hauthi di utara Yaman.11

Pada 2006, terjadi Perang Israel dan Milisi Libanon, Hizbullah.Dukungan Iran terhadap Hizbullah di tunjukkan dengan menyuplai senjata ke Hizbullah.Saudi curiga Iran mencoba membangun aliansi baru untuk mengancam kepentingan Saudi.12

E. Tahun 2011 - Sekarang

Pada 2011, gerakan pro-demokrasi dan anti-rezim telah menjatuhkan rezim di negara—

negara Arab, mulai dari Mesir, Tunisia, Libya, dan Yaman, serta telah memicu protes massa dan pemberontakan di banyak negara di seluruh Arab mulai dari Maroko, Aljazair ke wilayah Palestina, Yordania, Lebanon, Suriah, Bahrain, Qatar, Kuwait, Uni Emirat Arab, dan Arab Saudi.

Pada 14 Februari 2011, gerakan oposisi di Bahrain mulai menyerukan reformasi konstitusi, pemilu, dan pembebasan tahanan dari khalifa kerajaan. Gerakan ini berhasil melibatkan sebagian besar populasi Syi’ah disana. Pemberontakan Bahrain membuat Arab Saudi takut akan bertambahnya populasi Syi’ah yang memberontak. Kericuhan di Bahrain telah

membuat Arab Saudi takut sekutunya akan jatuh dan beralih ke Iran. Arab Saudi mengirim 1000 tentara untuk membantu pemerintah Bahrain untuk menghadang para demonstran yang mayoritas adalah Syiah yang syarat akan kepentingan Iran dan menekan tindakan brutal yang dilakukan oleh demonstran.

11

http://www.dw.com/id/pertalian-racun-iran-dan-arab-saudi/g-18956857 diakses pada 1 Agustus 2016 12

(51)

Pada saat yang sama, Arab Saudi juga mengambil sikap terhadap proglam nuklir Iran. Program nuklir Iran sendiri dimulai pada tahun 1970 di era Shah Reza Pahlevi.Isu nuklir menjadi menonjol diera Ahmadinejad.Awalnya, Tujuan program nuklir Iran adalah untuk membangun reactor nuklir, dengan penelitian dan pengembangan yang berfokus pada konduksi fisil dan material produksi.

Ketakutan Arab Saudi terlihat dari kecurigaan Arab Saudi akan program energy nuklir Iran pada era Presiden Mahmoud Ahmadinejad. Arab Saudi yakin bahwa Iran bertekat untuk mendominasi kawasan Teluk dan meningkatkan pengaruh politik serta penyebaran syiah di kawasan.Keresahan Arab Saudi diperparah menyusul adanya laporan dari intelejen yang mengungkapkan ambisi nuklir Iran.13Akan tetapi, Iran menegaskan bahwa program nuklir yang mereka rancang hanya untuk tujuan damai.

Sebagai saingan utama dalam ideology Iran, Arab Saudi telah mengumumkan rencana untuk membangun program nuklirnya sendiri dengan minimal 16 reaktor nuklir.Arab Saudi memiliki sejarah bertindak secara sembunyi-sembunyi di arena nuklir, memungkinkan produksi bom Sunni untuk melawan bom Syi’ah.14

Arab Saudi menganggap bahwa nuklir Iran mengancam stabilitas dunia dan membawa proliferasi nuklir ke Timur Tengah.

Gambar 1.4. Tragedi Mina 2015

13

http://www.dw.com/id/pertalian-racun-iran-dan-arab-saudi/g-18956857 diakses pada 1 Agustus 2016 14

Gambar

Gambar 1.3. Revolusi Iran 1974
Gambar 1.5.Nimr Al-Nimr
Gambar 1.6.Unjuk rasa masyarakat Iran didepan Kedutaan Besar Arab Saudi di Teheran,
Tabel 1.1 Presentase Jumlah Penduduk 201013
+3

Referensi

Dokumen terkait

Instrumen keuangan yang diterbitkan atau komponen dari instrumen keuangan tersebut, yang tidak diklasifikasikan sebagai liabilitas keuangan yang diukur pada nilai wajar melalui

Pemberian angket ini dilakukan untuk mengetahui persepsi siswa terhadap pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe

hukum. Dalam kasus tindak pidana Kepabeanan dalam hal ini tindak pidana penyelundupan barang elektronik tanpa izin paling sering terjadi karena tertangkap

Penyusunan buku ajar ini bertujuan untuk meningkatkan kompetensi akademik mahasiswa yang memadai dalam bidang linguistik umum sebagai bekal dalam melaksanakan tugas

sehingga hasil pengukuran kinerja tradisional semacam ini kurang tepat jika diterapkan dalam tepat jika diterapkan dalam sebuah rumah sakit karena tujuan utama rumah sakit

Hal ini ditunjukkan dengan harga koefisien atenuitas yang diperoleh pada penggunaan penahan beton barit dengan ketebalan yang sam a menghasilkan harga koefisien atenuasi

Demikian pula, seorang yang ikut dalam transaksi bursa berjangka komoditi tan- pa didukung adanya penyerahan fisik atas barangnya juga telah melakukan praktek-praktek

Causes and consequences of audit shopping: An analysis of audit opinion, earning management, and auditor changes... Departemen Keuangan