KEPUTUSAN UNI EROPA TERKAIT PERMOHONAN
KEANGGOTAAN TURKI TAHUN 2005-2016
THE DECISION OF THE EUROPEAN UNION RELATED TO
MEMBERSHIP APPLICATION OF TURKEY IN 2005-2016
SKRIPSI
Disusun oleh:
UNTARI NARULITA MADYAR DEWI 20130510316
ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
ABSTRAK
This undergraduate thesis raised the topic of the process of Turkey's membership in the EU which started with membership negotiations on October 3, 2005. In this thesis takes the point of view of the European Union to explain the decisions of the EU Turkey membership application has not received until 2016. Turkey accession process is very slow, it is affected by the preferences of EU member states are opposed to Turkey's membership in the European Union. In addition, the dominance of French and German preferences (Franco-German) in the intergovernmental level negotiations. So the decision of the EU Turkey membership application-related based on the results of bargaining and strategic negotiations between Governments, in which Member States with a greater capability of structurally like (economic, population, geography and military) would tend to have a greater opportunity to gain political power.
Keywords: EU Institutions, Turkey’s Accession, Pros and Cons of Turkey’s EU
BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Uni Eropa senantiasa dirancang untuk menghubungkan negara-negara
yang jumlahnya lebih besar dari jumlah awal. Pada 18 April 1951, enam negara seperti Prancis, Jerman Barat, Italia, Belgia, Netherlands, dan Luxembourg yang mengadakan persetujuan untuk membentuk European Coal
and Steel Community (ECSC). (European Union, 2016) Dalam tahapan
mencapai integrasi Eropa seperti sekarang melalui proses yang cukup panjang
dimulai dari pembentukan European Coal and Steel Community (ECSC), European Economic Community (EEC), dan European Atomic Community
(Euratom), kemudian berkembang menjadi European Union (Uni Eropa)
seperti saat ini. (Nuraeini S, Regionalisme di Eropa, 2010, hal. 138)
Uni Eropa memiliki lembaga-lembaga yang menjalankan fungsi
supranasional seperti European Commission (Komisi Eropa), Parlemen Eropa, dan Court of Justice. Sementara itu lembaga-lembaga yang menjalankan fungsi intergovernmental adalah The European Council (Dewan Eropa) dan
The Council of European Union atau Council of Ministers (Dewan
Menteri-menteri). (Yulius P. Hermawan, 2007, hal. 161-162)
Prosedur perluasan keanggotaan di Uni Eropa, diawali ketika permohonan aplikasi negara potensial ke Uni Eropa. Langkah pertama untuk Uni Eropa adalah mempertimbangkan apakah aplikasi tersebut bisa diterima
pernyataan resmi terkait aplikasi tersebut. Di dalamnya terdiri dari laporan posisi ekonomi dan politik dari negara pemohon, dan apakah rekomendasi
akan dilanjutkan ke perundingan langsung atau apakah ditunda. Biasanya rekomendasi ditunda untuk memberikan waktu kepada negara pemohon agar
memperkuat klaim bahwa negara tersebut siap untuk menjadi anggota Uni Eropa. (Ian Bache, The Enlargement Procedure, 2006, hal. 536)
Hingga saat ini ada lima negara yang memiliki status ‘negara calon
anggota’ diantaranya adalah Islandia, Republik Makedonia bekas Yugoslavia,
Montenegro, Serbia, dan Turki. Pada tahun 1987 Turki mengajukan
permohonan untuk menjadi anggota penuh European Economic Community (EEC). Pada Helsinki Summit 1999, Uni Eropa meningkatkan status Turki menjadi negara kandidat. Pada 3 Oktober 2005, Uni Eropa dan Turki
memulai negosiasi aksesi (Rahim, 2013, hal. 214-215). Hal itu merupakan hasil dari Brussel Summit 2004 yang memutuskan bahwa Uni Eropa akan
memulai negosiasi dengan Turki. Untuk dapat mencapai keanggotaan penuh, Turki harus memenuhi 35 bab negosiasi yang harus disepakati oleh semua negara anggota Uni Eropa. (European Commission, 2016)
Upaya Turki untuk memenuhi setiap prasyarat yang diberikan oleh Uni Eropa terus dilaksanakan. Hingga untuk pertama kalinya dalam dua tahun ini
Uni Eropa melakukan pembukaan bab baru dalam proses negosiasi Turki. Hal ini disampaikan oleh Jean Asselborn Menteri Luar Negeri Luxembourg dan Urusan Eropa, bahwa pada 14 Desember 2015 Menteri Luar Negeri dari 28
pada kebijakan ekonomi dan moneter. Pembukaan bab 17 ini menjadikan Turki memasuki babak baru menyelesaikan 15 bab dari total 35 bab negosiasi.
(EU-Turkey Intergovernmental Conference, 2015)
Kemudian tanggal 30 Juni 2016, pada pertemuan kedua belas
konferensi aksesi dengan Turki pada tingkat Menteri yang diadakan di Brussels membahas terkait pembukaan negosiasi bab ke-33. Bab ini mencakup aturan mengenai sumber keuangan yang diperlukan untuk pendanaan
anggaran Uni Eropa. Konferensi tersebut dipimpin oleh Bert Koenders selaku Menteri Luar Negeri Netherlands dan Komisi Eropa diwakili oleh Johannes
Hahn, selaku komisaris perluasan dan negosiasi Uni Eropa. (European Council and Council of the European Union, 2016)
Kemampuan Turki dalam memenuhi prasyarat yang diberikan oleh
Uni Eropa mendapat apresiasi dari beberapa negara-negara anggota Uni Eropa. Turki telah setengah jalan dalam menyelesaikan prasyarat tersebut. Beberapa
negara menyampaikan dukungannya kepada Turki agar dapat bergabung di Uni Eropa, antara lain: Portugal, Italia, Swedia, Republik Ceko, Spanyol, dan Inggris. (BBC News, 2010)
Menurut Jean Asselborn Menteri Luar Negeri Luxembourg dan Urusan Eropa, Uni Eropa membutuhkan mitra strategis seperti Turki untuk sejumlah
isu internasional seperti isu migrasi, counter-terrorism, energy security, ekonomi, perdagangan, dan iklim. Selain itu, Jean Asselborn menyambut baik dimulainya kembali konferensi tingkat tinggi antara Uni Eropa dan Turki. Jean
dalam menjaga stabilitas dan keamanan benua Eropa, sangat disayangkan apabila tidak ada pertemuan tingkat tinggi secara teratur dengan Turki. Hal itu
disampaikan oleh Jean Asselborn dalam EU-Turkey Summit pada 29 November 2015. (EU-Turkey Intergovernmental Conference, 2015)
Hingga tahun 2016, Turki telah menyelesaikan 16 bab negosiasi dari total 35 bab yang diberikan Uni Eropa. Turki dianggap telah menyelesaikan setengah dari prasyarat Uni Eropa. Di sisi lain, Turki mendapatkan apresiasi
dari beberapa negara anggota Uni Eropa yang mendukung keanggotaan Turki. Pernyataan Jean Asselborn dalam EU-Turkey Summit memperkuat fakta
bahwa Turki bisa menjadi mitra strategis bagi Uni Eropa. Namun, dengan proses negosiasi keanggotaan Turki yang berjalan hingga sebelas tahun inilah, yang dapat menimbulkan pertanyaan mengenai faktor serta alasan negara
anggota Uni Eropa belum menerima permohonan keanggotaan Turki dari tahun 2005 hingga 2016.
B. Rumusan Masalah
Pokok permasalahan yang penulis ajukan dalam skripsi ini adalah
“Mengapa Uni Eropa belum menerima permohonan keanggotaan Turki dari
tahun 2005-2016?”
C. Kerangka Pemikiran
Teori merupakan alat yang menggabungkan dan merangkai konsep menjadi suatu penjelasan yang menunjukkan bagaimana konsep-konsep tersebut saling berhubungan. Teori adalah suatu bentuk pernyataan yang
upaya memberi makna pada fenomena yang terjadi. (Mas'oed, Mohtar, 1990, hal. 186)
Untuk menjawab pertanyaan dalam rumusan masalah di atas, maka penulis akan menjelaskan pencapaian proses integrasi menurut prinsip
intergovernmentalisme. Kaum Intergovernmentalism melihat dengan cara yang sangat berbeda dengan kaum Supranasionalis. Mereka berpijak pada argumen Realis bahwa negara tetap merupakan aktor utama dan perannya
tidak bisa direduksi menjadi sekunder untuk bidang politik maupun non-politik. Integrasi merupakan proyek intensional yang sia-sia jika
negara-negara tidak menghendakinya. Tanpa komitmen negara-negara, traktat-traktat tidak akan ditandatangani dan dipatuhi. Negara-negara selalu mempertimbangkan apakah proyek integrasi membawa manfaat bagi maksimalisasi kepentingan
nasional. Sebagai aktor rasional, negara-negara sadar dan harus tahu persis konsekuensi dari proses yang sedang berlangsung sebelum mereka
menandatangani traktat-traktat tersebut. Bagi Intergovernmentalism, arah integrasi bersifat intensional yang mengindikasikan pengetahuan negara akan dampaknya bagi negara.
Intergovernmentalisme sebaliknya melihat bahwa Uni Eropa adalah produk-produk tawar-menawar, strukturnya dibentuk oleh traktat-traktat yang
merupakan hasil kesepakatan negara-negara. Karena itulah, Uni Eropa tetap berkarakter utama sebagai institusi intergovernmental daripada supranasional. Efektivitas lembaga ini sangat tergantung pada preferensi negara-negara.
menentukan apakah lembaga-lembaga supranasional bersifat otoritatif atau administratif dan koordinatif semata. Intergovernmentalisme memperlakukan
Uni Eropa sebagai variable dependent. Kajian mereka memusatkan pada bagaimana negara-negara mempengaruhi aktivitas Uni Eropa. Kaum
Intergovernmentalis melihat proses pembuatan keputusan bersama di Eropa dan implementasi dari keputusan bersama tersebut. Misalnya, tentang perdebatan menyangkut peran Uni Eropa dalam penyelesaian konflik di
Macedonia, pencabutan embargo persenjataan terhadap Cina, atau menyangkut proses aksesi Turki ke dalam Uni Eropa. (Yulius P. Hermawan,
2007, hal. 149-150)
Lembaga-lembaga yang menjalankan fungsi intergovernmental di Uni Eropa adalah Dewan Eropa (The European Council) dan Dewan
Menteri-menteri (The Council of European Union atau Council of Ministers). Lembaga-lembaga intergovernmental menjalankan fungsi representatif dari
negara-negara anggota Uni Eropa. Ada dua lembaga utama yang masing-masing memegang kewenangan hirarkis yang berbeda, yaitu Dewa Eropa dan Dewan Menteri-menteri (Council of Ministers). Dalam lembaga-lembaga ini
perwakilan dari negara-negara memainkan peran sentral.
Dewan Eropa terdiri dari kepala-kepala pemerintahan dari
negara-negara anggota (dalam hal Prancis adalah Presiden, kepala negara-negara). Peran utamanya adalah untuk mengarahkan perkembangan Uni Eropa dan kebijakan-kebijakannya, dan untuk menyelesaikan perselisihan yang tidak
mempertimbangkan isu-isu dalam kaitannya dengan suatu atau semua bidang yang menjadi kepedulian Uni Eropa.
Dewan Menteri-menteri menangani bidang yang lebih khusus lagi. Dewan ini merupakan suatu badan yang meskipun secara hukum merupakan
satu institusi tunggal, namun wujudnya bermacam-macam menurut bidang-bidang kementerian yang ditanganinya. Contohnya, isu politik luar negeri ditangani oleh menteri luar negeri. Dewan Menteri-menteri Ekonomi dan
Finansial, dan Dewan Menteri-menteri Luar Negeri yang masing-masing bertemu sedikitnya sekali setiap bulannya.
Isi pembicaraan dalam Dewan Eropa maupun Dewan Menteri-menteri dipersiapkan oleh staff Uni Eropa dan diplomat-diplomat dari negara-negara anggota. Lembaga-lembaga ini menjadi medium di mana pemerintah negara
anggota tetap memegang kontrol secara keseluruhan atas Uni Eropa. Dewan Eropa dan dalam pengaruh yang lebih rendah, Dewan Menteri-menteri,
memiliki kekuasaan penuh dalam Uni Eropa. (Yulius P. Hermawan, 2007, hal. 160-162)
Dari penjelasan di atas maka skripsi ini akan menunjukkan pencapaian
proses integrasi Uni Eropa menurut prinsip intergovernmentalisme. Oleh karena itu, penulis menggunakan teori Liberal Intergovernmentalism yang
Teori Liberal Intergovernmentalism
Pada tingkat yang paling mendasar, Teori Liberal
Intergovernmentalism bersandar pada dua asumsi dasar tentang politik. Pertama, bahwa negara adalah sebagai aktor. Artinya, negara mencapai tujuan
mereka melalui negosiasi dan tawar-menawar antar pemerintah, bukan melalui pembuatan otoritas terpusat dan menegakkan keputusan politik. Asumsi Liberal Intergovernmentalism yang kedua bahwa negara itu rasional.
Rasionalisme adalah asusmi individualis atau instansi. Aktor akan menghitung kebutuhan alternatif dari program tindakan dan memilih salah satu yang dapat
dimaksimalkan (atau dapat memenuhi) kebutuhan mereka dalam suatu situasi. Kesepakatan untuk bekerjasama atau untuk mendirikan lembaga-lembaga internasional dipengaruhi oleh hasil kolektif yang tergantung pada (strategis)
pilihan rasional negara dan negosiasi antar pemerintah. (Andrew Moravcsik, 2009, hal. 68-69)
Sesuai dengan uraian diatas, pemerintah masing-masing negara merupakan aktor penting dalam perwujudan proses integrasi di suatu kawasan. Moravcsik mengistilahkannya sebagai two level games, di mana pemerintah
dari masing-masing negara memiliki peran dalam “dua permainan” sekaligus, yaitu dalam domestic politics dan international negotiations. Fenomena dari
two level games yang diperankan oleh masing-masing negara kemudian akan
memberikan pengaruh dalam pembentukan sifat dan karakter dari integrasi tersebut. Dalam hal pembuatan keputusan atau decision making, kewenangan
organisasi regional antar negara tanpa menghilangkan kedaulatan masing-masing negara anggota. (Ian Bache, Liberal Intergovernmentalism, 2006, hal.
13-15)
(Nur Utami Ningsih, 2014)
Teori ini diterjemahkan ibarat dua anak tangga. Pertama, tahap
“Pembentukan Preferensi”, di mana setiap kepala negara mengumpulkan
preferensi atau kepentingan nasionalnya untuk dibahas dalam integrasi Eropa.
Kedua, preferensi yang telah ada oleh masing-masing delegasi negara anggota dibawa ke meja perundingan tingkat intergovernmental. Jika berakhirnya pada sebuah perundingan, maka itu adalah artikulasi dari kekuatan relatif
masing-masing anggota. (Nur Utami Ningsih, 2014) Untuk teori liberal intergovernmentalism meski ini berbicara tentang kerjasama untuk tujuan
bersama tingkat regional, tetapi status negara masih tetap diakui sebagai anggota institusi yang akan saling berpengaruh dalam proses kerjasama pada tahun-tahun berikutnya. (Nur Utami Ningsih, 2014)
Menurut Andrew Moravcsik (1993), dalam akhir studi kasusnya tentang integrasi Uni Eropa, Moravcsik mengeluarkan kesimpulan sebagai
berikut:
a. Pilihan utama yang mendukung Eropa adalah cerminan dari
kepentingan masing-masing pemerintah negara, bukan dari kepentingan organisasi-organisasi supranasional.
b. Kepentingan nasional tersebut mencerminkan keseimbangan
kepentingan ekonomi, daripada bias politik dari para politisi atau permasalahan-permasalahan keamanan nasional.
c. Hasil dari negosiasi mencerminkan kekuatan negosiasi yang cenderung sama dari masing-masing negara, pelimpahan otoritas dalam pengambilan keputusan kepada institusi supranasional
mencerminkan kepentingan dari pemerintah-pemerintah negara untuk memastikan bahwa komitmen-komitmen dari semua pihak
terhadap kesepakatan yang telah dibuat akan digunakan lebih daripada ideologi federalis atau sebuah keyakinan pada efisiensi daya guna dari organisasi internasional. (Ian Bache, Liberal
Tahap pertama, pembentukan preferensi yang dilakukan oleh beberapa negara anggota Uni Eropa terkait dengan proses keanggotaan Turki di Uni
Eropa, antara lain:
Tabel I.1 Pembentukan Preferensi Beberapa Negara Anggota Uni Eropa
No. Negara Preferensi Sikap
1 Prancis
Pada tanggal 26 September 2007, Sarkozy menyatakan dirinya tidak berpikir bahwa Turki memiliki tempat di Eropa, ia mengklaim bahwa sebaliknya tempat Turki berada di
‘Asia Minor’. (Soner Cagaptay, 2007)
Tidak Setuju
2 Jerman
Pada 3 Juli 2013, Menteri Keuangan Wolfgang Schäuble menyatakan bahwa Turki tidak harus bergabung dengan Uni Eropa karena bukan bagian dari Eropa. (Daily News, 2013)
Tidak Setuju
3 Siprus
Siprus menuntut Turki untuk terlebih dahulu mengakui kedaulatan Siprus. Sampai saat ini, Turki tidak mengakui pemerintahan Siprus.Sebaliknya, Siprus yang merupakan negara anggota Uni Eropa memblokade delapan bab penting terkait negosiasi Turki menjadi anggota Uni Eropa. Delapan bab tersebut tidak akan dibuka dan ditutup untuk sementara waktu. (European Commission, 2016)
Tidak Setuju
4 Austria
Austria menjadi negara dengan persentase oposisi tertinggi yakni mencapai 81 persen yang menyatakan penolakannya terhadap keanggotaan Turki di Uni Eropa. (Eurobarometer 74 Autumn, 2011)
Tahap kedua, preferensi yang telah ada oleh masing-masing delegasi negara anggota dibawa ke meja perundingan tingkat intergovernmental.
Skema liberal intergovernmentalism Moravcsik pada bagian international bargaining, besar kemungkinan bisa terjadi perundingan antar negara anggota
untuk sebuah persetujuan atau kesepakatan dan tawar-menawar antar pemerintah. Menurut pendukung teori ini, menyatakan bahwa banyak pengaturan kelembagaan pada tingkat perundingan intergovernmental yang
telah disepakati sejalan dengan preferensi Prancis dan Jerman, yang disebut
‘Franco-German’. (Moravcsik, December, 1993, hal. 474-519)Fakta
menunjukkan banyak negara Uni Eropa khususnya Jerman, bersikap dingin dengan bergabungnya Turki ke Uni Eropa. Pada tahun 2013, Uni Eropa menunda pembicaraan keanggotaan Turki setelah mendapat tekanan dari
Jerman. (BBC News, 2013) Sementara itu pada tahun 2007, Prancis menyatakan secara sepihak untuk memblokade atau tidak mengizinkan
pembukaan lima bab negosiasi. (William Chislett, 2015)
D. Hipotesa
Berdasarkan uraian di atas maka dapat ditarik hipotesa bahwa
keputusan Uni Eropa belum menerima permohonan keanggotaan Turki dari tahun 2005-2016 di karenakan dua faktor, yakni:
1. Preferensi empat negara anggota Uni Eropa yang menentang keanggotaan Turki di Uni Eropa.
2. Dominasi preferensi Prancis-Jerman (Franco-German) dalam
E. Jangkauan Penelitian
Batasan penulisan dalam sebuah penelitian sangat diperlukan. Hal ini
untuk menghindari adanya penyimpangan pembahasan dan pembuktian terhadap hipotesa dan rumusan masalah yang telah diajukan. Pembatasan
ruang lingkup diperlukan untuk obyek penelitian menjadi spesifik dan jelas, agar permasalahan dan kajian tidak melebar dari wacana yang telah ditetapkan. Dalam penulisan skripsi ini, penulis akan membatasi pengumpulan data dari
Oktober tahun 2005 ketika awal pembukaan negosiasi antara Uni Eropa-Turki hingga Juni 2016 ketika pembicaraan terkait pembukaan bab baru yakni bab
ke 33 tentang ketentuan keuangan dan anggaran. Pembatasan penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan analisis kajian mengenai permohonan Turki menjadi negara anggota Uni Eropa serta keputusan Uni Eropa belum
menerima permohonan keanggotaan Turki dari tahun 2005-2016.
F. Metode Penelitian
Dalam penulisan penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif didefinisikan sebagai teknik penelitian yang intuitif dan sistematis untuk membantu seorang peneliti
menghasilkan pengetahuan dengan cara yang efisien dan koheren. Tujuan penelitian kualitatif bertujuan untuk meningkatkan pemahaman tentang
fenomena, aktivitas-aktivitas, proses-proses sosial. (Bakry, Metode Kualitatif dalam Penelitian HI, 2016, hal. 62)
Untuk membantu mendiskripsikan penelitian ini diperlukan strategi
digunakan dalam penelitian ini adalah studi pustaka, dengan penelitian berbasis data sekunder seperti buku teks, jurnal, dokumen, surat kabar,
makalah, dan bahan-bahan lain. Penggunaan dokumen sekunder adalah dokumen yang mengacu kepada dokumen primer atau menganalisis dokumen
primer. Tidak menutup kemungkinan untuk menggunakan penelitian berbasis internet (internet-based research). Pemanfaatan internet selain untuk mengakses materi ilmiah tradisional (seperti artikel jurnal ilmiah dan buku),
serta dapat dioptimalkan untuk mengumpulkan informasi yang berkaitan dengan topik penelitian yang diajukan. (Bakry, Metode Kualitatif Dalam
Penelitian HI, 2016, hal. 69-70)
G. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini guna mengetahui preferensi negara anggota
H. Sistematika Penulisan
BAB I Dalam bab ini dijelaskan tentang latar belakang, rumusan masalah, kerangka pemikiran, hipotesa, jangkauan penelitian, metode penelitian, tujuan penelitian, dan sistematika penulisan
BAB II Dalam bab ini akan dijelaskan tentang institusi Uni Eropa dan pembuatan keputusan di Uni Eropa yang ditandai dengan penjelasan mengenai institusi Uni Eropa, pembuatan keputusan di Uni Eropa dan prosedur perluasan keanggotaan Uni Eropa (Enlargement Procedure)
BAB III Dalam bab ini akan dijelaskan tentang sikap Uni Eropa terkait permohonan keanggotaan Turki tahun 2005-2016 yang ditandai dengan permohonan Turki menjadi anggota Uni Eropa, prasyarat bagi Turki untuk bergabung di Uni Eropa, negara Uni Eropa pendukung integrasi Turki di Uni Eropa, posisi strategis Turki bagi Uni Eropa dan keputusan Uni Eropa terkait permohonan keanggotaan Turki tahun 2005-2016
BAB IV Dalam bab ini dimaksudkan untuk membuktikan hipotesa, penulis akan menjelaskan mengenai analisis keputusan Uni Eropa terkait permohonan keanggotaan Turki tahun 2005-2016 yang ditandai dengan preferensi empat negara anggota Uni Eropa yang menentang keanggotaan Turki dan dominasi preferensi Prancis dan Jerman (Franco-German) dalam perundingan tingkat intergovernmental
BAB II
INSTITUSI UNI EROPA DAN PEMBUATAN KEPUTUSAN DI UNI EROPA
Dalam bab II ini akan menjelaskan mengenai institusi Uni Eropa yang
ditandai dengan pembentukan awal integrasi Uni Eropa, pembuatan keputusan ditingkat Uni Eropa dan siapa yang mengambil keputusan-keputusan tersebut. Inti dari proses pengambilan keputusan ini merupakan institusi Uni Eropa
seperti Komisi Eropa, Dewan Uni Eropa, dan Parlemen Eropa. (European Commission Directorate-General for Communication Citizens Information,
2014) Pembahasan selanjutnya berkaitan dengan prosedur perluasan keanggotaan atau disebut juga Enlargement Procedure. (European Commission- Enlargement Policy, 2015)
A. Institusi Uni Eropa
Pada 18 April 1951, enam negara seperti Prancis, Jerman Barat, Italia,
Belgia, Netherlands, dan Luxembourg yang mengadakan persetujuan untuk membentuk European Coal and Steel Community (ECSC). Dalam tahapan mencapai integrasi Eropa seperti sekarang melalui proses yang cukup panjang
dimulai dari pembentukan European Coal and Steel Community (ECSC), European Economic Community (EEC), dan European Atomic Community
(Euratom), kemudian berkembang menjadi European Union (Uni Eropa). (Nuraeini S, Regionalisme di Eropa, 2010, hal. 138) Berikut ini adalah uraian singkat mengenai perjanjian-perjanjian dalam pembentukan integrasi Uni
1. The Treaty of Paris, mendirikan European Coal and Steel Community yang ditandatangani di Paris, 18 April 1951 dan mulai
berlaku pada tahun 1952 serta berakhir pada tahun 2002.
2. The Treaty of Rome, mendirikan European Economic Community
(EEC) dan European Atomic Community (Euratom), yang ditandatangani di Roma pada 25 Maret 1957 dan diberlakukan pada tahun 1958.
3. The Single European Act (SEA) ditandatangani pada bulan Februari 1986 dan mulai berlaku pada tahun 1987. Perjanjian ini
telah di amandemen dalam perjanjian EEC Treaty dan membuka jalan untuk penyelesaian pasar tunggal. (European Commission Directorate-General for Communication Citizens Information,
2014)
4. The Treaty on European Union (TEU) atau perjanjian Maastricht
yang ditandatangani di Maastricht pada 7 Februari 1992 dan mulai berlaku pada tahun 1993. Didirikan oleh European Union untuk memberikan wewenang lebih besar kepada Parlemen dalam
pengambilan keputusan dan menambahkan bidang kerjasama baru. 5. The Treaty of Amsterdam, ditandatangani pada 2 Oktober 1997 dan
diberlakukan pada tahun 1999 yang telah diamandemen dari perjanjian sebelumnya.
6. The Treaty of Nice, ditandatangani pada 26 Februari 2001 dan
merampingkan sistem kelembagaan Uni Eropa sehingga bisa bekerja dengan efektif setelah gelombang masuknya negara
anggota baru Uni Eropa pada tahun 2004.
7. The Treaty of Lisbon, ditandatangani pada 13 Desember 2007 dan
mulai berlaku pada 2009. Dalam perjanjian ini metode dan aturan voting disederhanakan dan menambahkan Presiden Dewan Eropa
serta memperkenalkan struktur baru untuk membuat Uni Eropa
menjadi aktor kuat di panggung global. (European Commission Directorate-General for Communication Citizens Information,
2014)
Uni Eropa mengalami tujuh kali perluasan di antara tahun 1973 hingga 2013, sehingga jumlah negara anggota Uni Eropa menjadi 28 negara.
Pada tahun 1973, Denmark, Irlandia, dan Inggris masuk menjadi negara anggota Uni Eropa. Tahun 1981, Yunani dan tahun 1986 Portugal dan
Spanyol. Sedangkan pada tahun 1995 Austria, Finlandia, dan Swedia. Era tahun 2004, Republik Ceko, Siprus, Estonia, Hungaria, Latvia, Lithuania, Malta, Polandia, Slowakia, dan Slovenia menjadi bagian dari Uni Eropa.
Berlanjut pada tahun 2007, Bulgaria dan Rumania. Pada tahun 2013 Kroasia masuk dalam integrasi Uni Eropa. (Delegasi Uni Eropa untuk Indonesia dan
Eropa. Sehingga keanggotaan dalam integrasi Uni Eropa menjadi 27 negara anggota. (Brexit Akan Pengaruhi Pola Hubungan Inggris-UE, 2016)
Di dalam integrasi Uni Eropa memiliki lembaga-lembaga yang menjalankan fungsi supranasional dan fungsi intergovernmental. Pada
dasarnya sistem kelembagaan yang ada di Uni Eropa bertujuan untuk melindungi kepentingan dan tanggung jawab bersama, yang tercermin dalam mekanisme pengambilan keputusan di Uni Eropa melalui lima lembaga utama,
yaitu Komisi Eropa, Dewan Uni Eropa, Parlemen Eropa, Mahkamah Eropa, dan Dewan Eropa. (Mission of the Republic of Indonesia to the European
Union in Brussels, 2003) 1. Komisi Eropa
The European Commission (biasanya hanya disebut the Commission)
atau Komisi Eropa adalah the driving force dalam membangun Eropa. Komisi Eropa didirikan pada 1958. Saat ini berlokasi di Brussels (Belgium). TEC
(Treaties establishing European Community) menyatakan bahwa hanya Komisi yang memiliki hak inisiatif untuk mengajukan proposal (RUU). Tidak ada badan Uni Eropa lain maupun negara anggota yang berhak untuk
mengajukan prososal selain Komisi. Bahkan jika proposal yang diajukan ditolak oleh Dewan Uni Eropa (dan Parlemen Eropa melalui co-decision
procedure), maka hanya Komisi pula yang berhak merubahnya (kecuali
ditolak secara unanimity).
Komisi juga mempunyai peran sebagai the guardian of treaties of the
Salah satu tugas utama Komisi adalah memastikan negara anggota mematuhi semua hukum Uni Eropa, karena itulah Komisi memiliki wewenang
investigasi. Komisi juga merupakan badan eksekutif dan memiliki peran administratif untuk memastikan tercapainya semua tujuan yang telah
dirumuskan dalam berbagai traktat Uni Eropa. Komisi juga memainkan peran representasi, yang mewakili Uni Eropa di berbagai organisasi internasional maupun dalam hubungan dengan berbagai negara.
Komisi Eropa saat ini terdiri dari 28 Komisioner yang ditunjuk setiap lima tahun. Dari 28 Komisioner tersebut terdiri atas 1 Presiden, 7 Wakil
Presiden, dan 20 Komisioner. Kemudian 20 Komisioner terdiri dari (dua orang untuk lima negara besar, yaitu Inggris, Prancis, Italia, Spanyol, dan Jerman, sedangkan sepuluh negara lainnya hanya diwakili oleh satu orang Komisioner).
(Mission of the Republic of Indonesia to the European Union in Brussels, 2003) Jabatan Komisioner saat ini berjalan hingga 31 Oktober 2019. Presiden
Komisi Eropa saat ini adalah Jean-Claude Juncker. (European Commission, 2016)
Gambar II-1 Presiden Komisi Eropa Jean-Claude Juncker (2014-2019)
Sesuai Traktat Maastricht 1992, masa jabatan para Komisioner adalah lima tahun kecuali ada upaya untuk mengubahnya (censure motion) dari
Parlemen Eropa. Melalui proses konsultasi dengan Parlemen Eropa, pemerintah masing-masing negara anggota dengan suara bulat mengajukan
calon Presiden Komisi Eropa beserta calon-calon Komisioner yang akan ditunjuk. Presiden Komisi diangkat dengan kesepakatan bersama Parlemen Eropa dan Dewan Uni Eropa. Berdasarkan Artikel 55 Traktat Roma 1957
(Treaty of Rome - Europäische Kommission, 1957), Komisi Eropa mempunyai wewenang untuk:
a. Mengawasi pelaksanaan seluruh ketentuan dan keputusan lembaga-lembaga Uni Eropa secara tepat. Komisi membuat pertimbangan dan keputusan berdasarkan permintaan negara
anggota yang hendak memanfaatkan klausula-klausula pengaman dalam Traktat, yang dalam kasus-kasus tertentu
diizinkan untuk tidak memberlakukan atau membebaskan sementara ketentuan Uni Eropa. Menurut Artikel 169 Traktat Roma (Treaty of Rome - Europäische Kommission, 1957),
Komisi berwenang mengajukan negara-negara anggota yang dianggap tidak memenuhi kewajiban ke Mahkamah Eropa.
b. Membuat usulan kebijakan kepada Dewan Menteri mengenai berbagai kebijakan Uni Eropa di bidang pertanian, industri dan pasar internal, riset, energi, lingkungan, masalah sosial,
c. Menerapkan berbagai kebijakan yang didasarkan pada keputusan Dewan atau penerapan langsung sebuah traktat.
Pada perkembangan selanjutnya, wewenang Komisi Eropa semakin besar antara lain yang diberikan oleh Mahkamah Eropa melalui berbagai
keputusannya. Jika dalam suatu kasus yang diperiksa Mahkamah Eropa menemukan bahwa ada kewenangan Komisi maka sebaiknya diserahkan kepada Komisi (misalnya untuk menjamin berjalannya pasar internal dengan
baik). Kewenangan Komisi tersebut antara lain:
a. Melakukan investigasi dan menjatuhkan sanksi, baik kepada
perorangan ataupun perusahaan yang menyalahi ketentuan kompetisi di dalam Uni Eropa
b. Komisi juga mengelola dana struktural dan langkah-langkah
bagi kemajuan riset, pertukaran pemuda, perbaikan lingkungan, transportasi dan sebagainya
c. Komisi juga terlibat dalam pengelolaan bidang ekonomi dan pengawasan anggaran serta kebijakan luar negeri
Dana untuk program-program Uni Eropa dikelola oleh Komisi Eropa
dan sumbernya berasal dari setoran iuran para anggota yang besarnya ditentukan oleh pendapatan per kapita masing-masing negara dan dari pajak
bea masuk yang dikenakan terhadap barang-barang dari negara ketiga (import duties). (Mission of the Republic of Indonesia to the European Union in
Gambar II-2 College The Commissioners (2014-2019)
(The Commissioners, 2014)
Gambar II-3 The Faces of the Juncker Commission
2. Dewan Uni Eropa
The Council of the European Union (biasanya disebut dengan the
Council of Ministers atau cukup the Council) atau Dewan Uni Eropa. Dewan
Uni Eropa adalah forum pertemuan para Menteri Negara-negara anggota Uni
Eropa dan merupakan badan pengambil keputusan utama di Uni Eropa. Dewan Uni Eropa berlokasi di Brussels dan Luxembourg.
Tabel II.1 Council Presidencies
(European Commission Directorate-General for Communication Citizens Information, 2014)
Dewan dapat mengambil keputusan melalui prosedur unanimity, dan dalam sektor-sektor di mana keputusan Parlemen dibutuhkan Dewan
mengambil keputusan melalui qualified majority. Ada tiga pilihan voting, di antaranya (John McCormick, 1999, hal. 100):
Simple Majority, dapat dicapai jika setidaknya 15 anggota Dewan dari 28 negara anggota menyatakan mendukung. Dewan akan mengambil keputusan dengan simple majority dalam hal-hal prosedural, seperti penerapan
aturan dan organisasi umum sekretariatan, serta meminta Komisi untuk Year January–June July–December
2014 Greece Italy
2015 Latvia Luxembourg
2016 Netherlands Slovakia
2017 Malta United Kingdom
2018 Estonia Bulgaria
2019 Austria Romania
melakukan studi atau mengajukan proposal. (Council of the European Union, 2014)
Unanimity, Dewan harus memilih dengan suara bulat (unanimity) pada sejumlah hal-hal yang dianggap oleh negara-negara anggota bersifat sensitif,
sebagai contoh:
a. Kebijakan luar negeri dan kebijakan keamanan (dengan pengecualian dari kasus tertentu yang jelas memerlukan
qualified majority, misalnya penunjukkan perwakilan khusus
b. Kewarganegaraan (pemberian hak-hak yang baru bagi warga
negara Uni Eropa) c. Keanggotaan Uni Eropa
d. Keselarasan perundang-undangan nasional tentang perpajakkan
tidak langsung
e. Keuangan Uni Eropa (sumber daya dan kerangka keuangan)
f. Ketentuan-ketentuan di bidang keadilan dan home affairs (Jaksa Eropa, hukum keluarga, kerjasama operasional polisi) g. Keselarasan perundang-undangan nasional di bidang jaminan
sosial dan perlindungan sosial
Selain itu, Dewan memilih dengan unanimity ketika Komisi tidak
menyetujui amandemen dalam sebuah proposal. Aturan ini tidak berlaku untuk tindakan yang perlu diadopsi oleh Dewan misalnya, bertindak di bidang koordinasi ekonomi. Di dalam unanimous voting, abstain tidak mencegah
Qualified Majority, adalah metode standar voting dan merupakan metode voting yang paling banyak digunakan oleh Dewan. Qualified Majority
digunakan ketika Dewan mengambil keputusan dalam prosedur legislatif biasa, atau dikenal sebagai co-decision. Sekitar 80% dari semua undang-undang Uni
Eropa diadopsi dari prosedur ini.
Pada tanggal 1 November 2014, terdapat prosedur baru dalam Qualified Majority yang berlaku di Dewan Uni Eropa. Dalam prosedur ini,
apabila Dewan memberikan suara pada proposal dari Komisi atau the High Representative of the Union for Foreign Affairs and Security Policy, Qualified
Majority dapat dicapai jika memenuhi hal berikut:
a. 55 % suara mendukung dari negara-negara anggota dalam praktiknya berarti 16 dari 28 negara anggota
b. Proposal didukung oleh negara-negara anggota yang mewakili sekurang-kurangnya 65% dari total populasi Uni Eropa.
Tabel II.2 Population Used For Votes In The Council (2014)
Member State Population (× 1 000)
Percentage of the
Meskipun pada umumnya disebut hanya dengan “Dewan/ Council”,
pada praktiknya terdapat 16 formasi Dewan, antara lain: general affairs, pertanian, lingkungan, ekonomi, keuangan, dan sosial. Perangkat hukum yang ditetapkan atas usulan Komisi, dapat berbentuk Regulation, Directive, dan
Decision. Selain ketiga hal tersebut yang sifatnya mengikat secara hukum,
Dewan dan Komisi juga dapat mengeluarkan Recommendation dan Opinions
yang tidak bersifat mengikat secara hukum. Di samping itu, Dewan dan Parlemen Eropa juga dapat mengeluarkan Resolutions yang sifatnya juga tidak mengikat. (Mission of the Republic of Indonesia to the European Union in
Brussels, 2003)
3. Parlemen Eropa
The European Parliament atau Parlemen Eropa (PE) adalah lembaga
legislatif yang mewakili warga Eropa dan mempunyai fungsi legislatif, budget, dan pengawasan eksekutif. Anggota Parlemen Eropa (Members of the
European Parliament/ MEPs) dipilih langsung oleh warga negara Uni Eropa.
Pemilihan diadakan setiap 5 tahun dan semua warga negara Uni Eropa di atas
18 tahun (16 tahun di Austria) sekitar 380 juta berhak untuk memilih wakil mereka di Parlemen. Saat ini Parlemen Eropa memiliki 751 anggota Parlemen dari 28 negara anggota. (European Commission Directorate-General for
Tabel II.3 Number of MEPs Per Member State In 2014
Member State Number of MEPs
Austria 18
(European Commission Directorate-General for Communication Citizens
Secara resmi, Parlemen Eropa berada di Strasbourg (Prancis), meskipun lembaga ini memiliki tiga tempat yakni Strasbourg, Brussels
(Belgium) dan Luxembourg. Pertemuaan utama Parlemen Eropa disebut
sebagai ‘sidang pleno’, yang berlangsung 12 kali setiap tahun diadakan di
Strasbourg, Prancis. Sementara itu, sidang pleno tambahan dan rapat komite diadakan Brussel. (European Commission Directorate-General for Communication Citizens Information, 2014) Presiden Parlemen Eropa saat ini
Martin Schulz, setelah terpilih pada 17 Januari 2012. (European Parliament, 2012)
Gambar II-4 Plenary Session
Gambar II-5 Martin Schulz - The President of the European Parliament
(European Parliament, 2012) Parlemen Eropa memiliki tiga peran utama, yakni:
1) Berbagi kekuatan dengan Dewan untuk membuat undang-undang dan meloloskannya. Hal itu bukti bahwa badan yang
dipilih secara langsung akan menjamin legitimasi demokratis hukum Eropa (The Power to Legislate).
2) Pengawasan yang demokratis terhadap lembaga-lembaga Uni
Eropa, khususnya Komisi Eropa. Parlemen memiliki wewenang untuk menyetujui atau menolak calon Presiden
Komisi dan Komisioner, serta memiliki hak untuk memeriksa Komisi secara keseluruhan (The Power of Supervision).
3) Berbagi otoritas dengan Dewan atas anggaran Uni Eropa dan
karena itu dapat mempengaruhi pengeluaran Uni Eropa. Di akhir prosedur anggaran, dapat mengadopsi atau menolak
Commission Directorate-General for Communication Citizens Information, 2014)
Kelompok-kelompok politik di Parlemen Eropa, sebagai berikut: a) Group of the Alliance of Liberals and Democrats for Europe
(ALDE),
b) Group of the Greens–European Free Alliance (Greens/EFA), c) Group of the Progressive Alliance of Socialists and Democrats
in the EP (S&D),
d) Confederal Group of the European United Left–Nordic Green
Left (GUE/NGL),
e) Group of the European People’s Party (Christian Democrats) (EPP),
f) European Conservatives and Reformists Group (ECR), g) Europe of Freedom and Direct Democracy (EFDD),
h) Europe of Nations and Freedom Group (ENF), and i) Non-attached (Non-inscrits – NI)
Gambar II-6 The European Parliament
(European Union, 2014)
4. Mahkamah Eropa
Court of Justice of the European Union (CJEU) atau Mahkamah Eropa
adalah lembaga yudikatif yang berwenang menyelesaikan berbagai konflik kepentingan internal Uni Eropa dan memberikan opini mengenai berbagai persetujuan internasional yang dilakukan oleh Uni Eropa. CJEU berdiri pada
tahun 1952 yang berlokasi di Luxembourg. Secara umum, tugas CJEU adalah memastikan adanya pemahaman, interpretasi dan aplikasi yang sama dari
of Indonesia to the European Union in Brussels, 2003) Mahkamah memberikan putusan atas kasus yang paling umum terjadi, antara lain:
a. Menafsirkan hukum (Preliminary Rulings), pengadilan nasional negara anggota Uni Eropa memerlukan kepastian akan
hukum Uni Eropa yang diterapkan, hal ini karena pengadilan di setiap negara menafsirkan hukum secara berbeda. Jika pengadilan nasional merasa ragu tentang penafsiran atau
keabsahan hukum Uni Eropa, dapat meminta Mahkamah Eropa untuk mengklarifikasi penafsiran hukum tersebut.
b. Menegakkan hukum (Infringement Proceedings), jenis kasus yang diambil misalnya pemerintah nasional dianggap gagal mematuhi hukum Uni Eropa. Pengaduan dapat dimulai dari
Komisi Eropa atau negara Uni Eropa lainnya. Jika negara ini ditemukan bermasalah, maka negara tersebut harus mematuhi
hukum Uni Eropa, atau risiko jika terjadi kasus kedua kalinya dapat dikenakan denda.
c. Membatalkan tindakan-tindakan hukum Uni Eropa (Actions for
Annulment), jika tindakan Uni Eropa diyakini melanggar
perjanjian Uni Eropa, Mahkamah Eropa dapat diminta untuk
membatalkan tindakan itu melalui Pemerintah Uni Eropa, The Council of European Union, The European Commission untuk
d. Memastikan Uni Eropa mengambil sebuah tindakan (Actions for Failure to Act), Parlemen, Dewan dan Komisi harus
membuat keputusan tertentu dalam keadaan tertentu. Jika tidak, maka Pemerintah Uni Eropa dan lembaga Uni Eropa lainnya,
dalam kondisi tertentu (individu atau perusahaan) bisa mengadu ke Mahkamah Eropa.
e. Sanksi terhadap Lembaga Uni Eropa (Actions for Damages),
setiap orang atau perusahaan yang telah merasa dirugikan sebagai akibat dari tindakan dari Uni Eropa atau staf Uni Eropa
dapat mengambil tindakan melalui Mahkamah Eropa. (European Union, 1952)
5. Dewan Eropa
The European Council atau Dewan Eropa adalah forum pertemuan
para Kepala Negara dan Pemerintah negara-negara anggota Uni Eropa dan
Presiden Komisi Eropa. Dewan Eropa berdiri secara forum informal pada tahun 1947, kemudian mendapatkan status formal pada tahun 1992 dan menjadi salah satu institusi Uni Eropa pada tahun 2009. Dewan Eropa
Gambar II-7 Donald Tusk, President of the European Council
(European Council, 2014)
Pasal 4 TEU (The Treaty on European Union) mensyarakatkan Dewan utnuk bersidang paling tidak 2 kali dalam setahun dibawah kepemimpinan
Kepala Negara atau Pemerintah negara anggota yang sedang menjabat sebagai Presidensi Uni Eropa (berganti setiap 6 bulan). Pada praktiknya setiap Presidensi biasanya mengadakan 1 sidang formal dna 1 sidang informal
Dewan Eropa. Dewan Eropa sebagian besar mengambil keputusan berdasarkan konsensus. Namun sejumlah kasus, Dewan Eropa mengambil
keputusan melalui qualified majority dan unanimity, tetapi hanya Kepala Negara yang dapat memilih. (European Union, 2009)
Dewan Eropa merupakan sebuah forum bagi pertukaran pendapat yang
bebas dan informal di antara pada pemimpin negara anggota. Informal dalam artian Dewan Eropa yakni tidak mengadopsi keputusan apapun yang secara
hukum formal mengikat negara anggota. Setiap deklarasi yang dihasilkan mempunyai validitas politis, namun tidak mempunyai legal validity. Mereka
masalah-masalah yang menemui jalan buntu ditingkat Dewan Uni Eropa. (Mission of the Republic of Indonesia to the European Union in Brussels,
2003)
Gambar II-8 Kelembagaan Uni Eropa
Legislatif Eksekutif Yudikatif
Dewan Eropa
Komisi Eropa Mahkamah Eropa Dewan Uni
Eropa
Parlemen Eropa
(Wikipedia, 2016)
B. Pembuatan Keputusan di Uni Eropa
Pengambilan keputusan ditingkat Uni Eropa melibatkan berbagai
lembaga-lembaga Eropa, khususnya: Parlemen Eropa, Dewan Eropa, Dewan Uni Eropa, dan Komisi Eropa. (European Commission Directorate-General for Communication Citizens Information, 2014)Uni Eropa memiliki beberapa
jenis undang-undang, setiap jenis perbuatan hukum diterapkan dengan cara yang berbeda:
1. Regulation, adalah hukum yang berlaku dan mengikat di semua negara anggota secara langsung. Tidak perlu menjadi hukum nasional oleh Negara anggota meskipun hukum nasional mungkin
perlu diubah untuk menghindari peraturan yang bertentangan 2. Directive, adalah hukum yang mengikat negara-negara anggota,
mana hal itu dikembalikan kembali kepada negara-negara anggota secara individual untuk memutuskan bagaimana hukum tersebut
dilakukan;
3. Decision, sebuah keputusan dapat ditujukan kepada negara-negara anggota, kelompok orang, atau bahkan individu. Hal ini mengikat secara keseluruhan. Keputusan yang digunakan misalnya, untuk memutuskan penyatuan beberapa perusahaan;
4. Recommendations and Opinions, tidak memiliki kekuatan yang mengikat. (European Commission Directorate-General for
Communication Citizens Information, 2014)
Mekanisme undang-undang yang disahkan di dalam Uni Eropa, yakni setiap hukum Eropa didasarkan pada sebuah artikel perjanjian khusus, disebut
sebagai ‘legal basis’. Hal itu menentukan prosedur legislatif yang harus diikuti. Perjanjian tersebut menetapkan proses pengambilan keputusan,
termasuk usulan dari Komisi Eropa, successive readings oleh Dewan dan Parlemen, dan pendapat dari badan penasehat. Hal itu ditetapkan saat unanimity diperlukan, dan ketika qualified majority dirasa cukup untuk
Dewan mengadopsi undang tersebut. Sebagian besar dari undang-undang Uni Eropa diadopsi menggunakan ‘ordinary legislative procedure’.
(European Commission Directorate-General for Communication Citizens Information, 2014)
Dalam prosedur ini, Parlemen dan Dewan berbagi kekuasaan legislatif.
Komisi sering meminta pendapat terkait topik yang diajukan kepada pemerintah, pebisnis, organisasi masyarakat sipil dan individu. Pendapat
dikumpulkan sebagai daya tawar untuk diajukan ke dalam usulan Komisi yang akan disampaikan kepada Dewan dan Parlemen. (European Commission
Directorate-General for Communication Citizens Information, 2014)
Kemudian tugas Dewan dan Parlemen adalah membaca usulan dari Komisi dan mendiskusikan proposal tersebut. Jika tidak ada kesepakatan
yang tercapai di kedua lembaga penting tersebut dilakukan pembacaan kedua. Dalam second reading, proposal diletakkan sebelum ‘conciliation committee’
yang terdiri dari jumlah yang sama dari wakil-wakil Dewan dan Parlemen. Perwakilan Komisi juga menghadiri pertemuan Komite dan berkontribusi dalam diskusi tersebut.
Setelah Komite mencapai kesepakatan, teks yang telah disepakati dikirim ke Parlemen dan Dewan untuk third reading, sehingga akhirnya dapat
diadopsi sebagai hukum. Dalam kebanyakan kasus, suara Parlemen pada proposal yang diajukan adalah simple majority. Sedangkan Dewan memiliki suara yang qualified majority, di mana setidaknya ada setengah dari jumlah
anggota Uni Eropa, mempresentasikan sekitar dua pertiga dari penduduk, dan suara yang mendukung. Dalam beberapa kasus, pemungutan suara bulat
konsultasi ketika ada undang-undang yang diusulkan melibatkan bidang badan penasehat tersebut. Badan-badan ini adalah sebagai berikut:
a. Komite Ekonomi dan Sosial Eropa (the European Economic and Social Committee), yang mewakili kelompok-kelompok masyarakat
sipil seperti pengusaha, serikat pekerja, dan kelompok kepentingan sosial;
b. Komite Daerah (the Committee of the Regions), yang menjamin bahwa suara pemerintah lokal dan regional terdengar. Selain itu, lembaga dan badan-badan lainnya dapat dikonsultasikan ketika
FIRST READING
SECOND READING
3. Opinions from the European Economic and Social Committee and/or the Committee of the Regions (when this is required)
1. Proposal from the Commission
2. Opinions from national
4. First reading by the European Parliament: Parliament adopts a position (amendments)
5. Commission can amend its proposal
6.First reading by the Council
7. Council approves Parliament’s position.
The act is adopted
8. Council and Parliament disagree on amendments. Council adopts position at first reading
9. Second reading by the Parliament: Parliament approves the Council’s position at first
reading — the act is adopted in ‘early second reading’ — or proposes amendments
10. Commission opinion on Parliament’s amendments
11. Second reading by the Council
12. Council approves all Parliament’s amendments to the Council’s position at first
reading. The act is adopted
13. Council and Parliament disagree on
amendments to the Council’s position at first
reading
14. Conciliation Committee is convened
15. Conciliation Committee agrees on a joint text
16. Parliament and Council agree with the proposal from the Conciliation Committee, and
the act is adopted
17. Parliament and/or Council disagree with the proposal from the Conciliation Committee, and
C. Prosedur Perluasan Keanggotaan Uni Eropa (Enlargement Procedure) Uni Eropa memberlakukan prosedur persetujuan yang komprehensif
untuk memastikan anggota baru dapat menunjukkan hal-hal berikut: 1. mematuhi semua standar dan aturan di dalam Uni Eropa
2. memiliki persetujuan dari lembaga Uni Eropa dan negara-negara anggota Uni Eropa
3. memiliki persetujuan dari warga negara mereka baik berupa
persetujuan parlemen nasional atau melalui referendum. (European Commission- Enlargement Policy, 2015)
Integrasi Uni Eropa inilah yang sering disebut dengan istilah perluasan Uni Eropa. Perjanjian Uni Eropa menyatakan bahwa setiap negara Eropa dapat mengajukan permohonan untuk bergabung dengan Uni Eropa apabila negara
tersebut menghormati nilai-nilai demokratis Uni Eropa dan berkomitmen untuk memajukannya. Kriteria yang lebih spesifik dikenal sebagai Kriteria
Copenhagen. Kriteria keanggotaan ini ditetapkan pada pertemuan Dewan Eropa Juni 1993 di Kopenhagen, Denmark. (Kriteria Kopenhagen, 2010). Kriteria tersebut menyatakan bahwa suatu negara hanya dapat bergabung
dengan Uni Eropa apabila secara politik, ekonomi, dan hukum memenuhi persyaratan yang diberikan oleh Uni Eropa.
Secara politik, negara yang akan bergabung ke Uni Eropa seharusnya memiliki lembaga-lembaga yang stabil dan dapat menjamin berjalanannya sistem demokrasi, menjalankan supremasi hukum dan hak asasi manusia.
berfungsi dan dapat mengatasi tekanan persaingan dan kekuatan pasar di dalam wilayah Uni Eropa. Secara hukum, negara tersebut menerima
undang-undang dan praktik yang telah ditetapkan oleh Uni Eropa, khususnya tujuan-tujuan utama tentang persatuan politik, ekonomi, dan moneter (Delegasi Uni
Eropa untuk Indonesia dan Brunei Darussalam, 2009).
Proses pemenuhan kriteria standar Uni Eropa (Copenhagen Criteria) terdiri atas sejumlah tahapan, pada setiap tahapan harus disetujui oleh semua
negara anggota Uni Eropa yang ada. Awal mulanya sebuah negara diberikan prospek keanggotaan. Kemudian negara tersebut menjadi calon resmi negara
anggota, berlanjut dengan negosiasi keanggotaan secara resmi. Dan ketika negosiasi dan reformasi yang terkait telah selesai dilakukan, maka negara tersebut dapat bergabung dengan Uni Eropa (Kriteria Copenhagen, 2009).
Dalam negosiasi keanggotaan, negara kandidat tidak dapat memulai negosiasi keanggotaan sebelum pemerintah Uni Eropa setuju. Hal itu dapat
berupa unanimity dari Dewan Uni Eropa tentang kerangka kerja negosiasi dengan negara kandidat. Negosiasi berlangsung antara Menteri dan Duta Besar dari pemerintah Uni Eropa dan negara kandidat yang dilaksanakan
dalam bentuk intergovernmental conference. Unsur-unsur yang terdapat di dalam setiap negosiasi, antara lain: (European Commission- Enlargement
Policy, 2015)
a. Screening, Komisi melakukan pemeriksaan secara rinci bersama dengan negara kandidat dalam setiap bab negosiasi
Hasil pemeriksaan dalam setiap bab negosiasi yang dilakukan oleh Komisi akan diberikan kepada negara anggota Uni Eropa
dalam bentuk laporan pemeriksaan. Kesimpulan dari laporan ini adalah rekomendasi dari Komisi apakah negosiasi dapat
berlangsung atau harus memenuhi kondisi tertentu sebagai tolok ukur pertama yang harus dipenuhi.
b. Negotiating Positions, setelah negara-negara anggota Uni Eropa memutuskan atas dasar penilaian dari Komisi, bahwa tolok ukur pembukaan negosiasi terpenuhi maka negara
kandidat harus mengajukan negotiating positions. Dewan kemudian mengadopsi sikap bersama Uni Eropa berdasar pada proposal Komisi yang memungkinkan pembukaan bab
negosiasi.
c. Reporting and Monitoring, Komisi akan terus bersama Parlemen dan Dewan mengetahui informasi perkembangan kemajuan negara-negara kandidat melalui annual strategy paper dan laporan perkembangan individu negara kandidat.
Selain itu, akan memonitor komitmen negara kandidat selama negosiasi berlangsung.
Kecepatan negosiasi tergantung pada kecepatan reformasi dan penyelarasan hukum Uni Eropa. Durasi negosiasi setiap negara kandidat sangat bervariasi. Dalam kasusnya beberapa negara kandidat mengajukan
akan menyelesaikan pada waktu yang sama. (European Commission- Enlargement Policy, 2015)
Gambar II-10 How negotiations proceed
BAB III
SIKAP UNI EROPA TERKAIT PERMOHONAN KEANGGOTAAN TURKI TAHUN 2005-2016
Dalam bab III ini akan menjelaskan mengenai sikap Uni Eropa terkait
permohonan keanggotaan Turki. Ditandai dengan permohonan Turki menjadi anggota pada tahun 1987 saat European Economic Community (EEC) (Rahim, 2013, hal. 214-215), kemudian Uni Eropa meningkatkan status Turki menjadi
‘negara calon anggota’ pada tahun 2005 sekaligus membuka perjanjian
negosiasi keanggotaan. Dalam negosiasi tersebut Uni Eropa memberikan 35
prasyarat kepada Turki. Saat ini Turki baru menyelesaikan 16 bab dari total 35 bab yang diajukan Uni Eropa. Ketika proses negosiasi yang cukup alot antara Uni Eropa dan Turki, ada beberapa negara anggota Uni Eropa yang
memberikan dukungannya agar Turki dapat bergabung dalam integrasi Uni Eropa. (EU-Turkey Intergovernmental Conference, 2015)
A. Permohonan Turki Menjadi Anggota Uni Eropa
Pada tahun 1959, Turki adalah salah satu negara pertama yang bekerjasama dengan European Economic Community (EEC). Kerjasama ini
diwujudkan dalam ‘association agreement’ atau disebut sebagai Ankara Agreement, yang ditandatangani pada 12 September 1963. Salah satu unsur
Berikut ini adalah tahapan permohonan keanggotaan Turki menjadi anggota Uni Eropa:
Waktu Peristiwa
14 April 1987 Turki mengajukan permohonan keanggotaan penuh European Economic Community.
Tahun 1993
Uni Eropa dan Turki memulai negosiasi ‘customs
union’. Pengaturan integrasi yang lebih kuat terkait ekonomi Turki dengan Eropa.
1 Januari 1996 Perjanjian ‘customs union’ antara Turki dan Uni Eropa mulai berlaku.
Desember 1999
Dalam Helsinki Summit, Dewan Eropa memberikan Turki status negara calon anggota Uni Eropa. Hal itu mengikuti rekomendasi Komisi Eropa dalam laporan reguler kedua Turki.
8 Maret 2001
Dewan Eropa mengadopsi Accession Partnership antara Uni Eropa dan Turki, untuk memberikan jalan dalam proses aksesi Turki ke Uni Eropa.
19 Maret 2001
Pemerintah Turki mengadopsi NPAA (the National Programme for the Adoption of the Acquis), an acquis berarti hukum yang berlaku di Uni Eropa. Hal ini mencerminkan pelaksanaan Accession Partnership.
September 2001
Dalam Copenhagen Summit, Dewan Eropa
memutuskan untuk meningkatkan secara signifikan dukungan finansial Uni Eropa melalui Pre-Accession Instrument (IPA).
17 Desember 2004 Dewan Eropa memutuskan untuk membuka pembicaraan terkait keanggotaan dengan Turki. 3 Oktober 2005 Negosiasi aksesi Turki ke Uni Eropa telah dibuka.
Pada 3 Oktober 2005, Turki dan Uni Eropa mencapai kesepakatam dan memulai pembicaraan penerimaan anggota. Pertemuan tersebut
berlangsung di Luxembourg, yang dihadiri oleh para pemimpin dari 25 negara anggota Uni Eropa dan Menteri Luar Negeri Turki Abdullah Gul.
(Harian Kompas- Internasional, 2005) Dalam pertemuan tersebut menghasilkan resolusi tak terbatas yang mensyaratkan Turki untuk menandatangani Adoption Protocol yang memperluas keberadaan Association
Agreement dengan Uni Eropa terhadap seluruh negara anggota Uni Eropa.
(Sumantri, 2012, hal. 98)
Tahap pertama dari hasil perundingan 3 Oktober 2005 yakni segera dimulainya proses screening. Pertemuan yang membahas terkait screening tersebut selesai pada Oktober 2006. Dari screening itulah Komisi Eropa akan
mempersiapkan laporan pemeriksaan (screening reports) untuk tiap bab negosiasi. (Delegation of the European Union to Turkey, 2006)
B. Prasyarat bagi Turki untuk Bergabung di Uni Eropa
Dalam kebijakan perluasan keanggotaan Uni Eropa dengan negara-negara yang saat ini mengajukan permohonan ke Uni Eropa. Ada conditions
for membership yang ketat untuk memastikan bahwa negara calon anggota
nantinya mampu memenuhi kewajiban sebagai negara anggota Uni Eropa.
Termasuk untuk memenuhi semua standar dan peraturan di dalam Uni Eropa. Hal itu untuk tujuan proses aksesi negosiasi yang terdiri dari 130.000 halaman yang dikelompokkan dalam 35 bidang kebijakan yang berbeda. (European
Prasyarat 35 bab tersebut antara lain sebagai berikut:
Chapter 1 Free movement of goods
Chapter 2 Freedom of movement for workers
Chapter 3 Right of establishment and freedom to provide services Chapter 4 Free movement of capital
Chapter 5 Public procurement
Chapter 6 Company law
Chapter 7 Intellectual property law Chapter 8 Competition policy Chapter 9 Financial services
Chapter 10 Information society and media Chapter 11 Agriculture and rural development
Chapter 12 Food safety, veterinary and phytosanitary policy
Chapter 13 Fisheries
Chapter 14 Transport policy
Chapter 15 Energy
Chapter 16 Taxation
Chapter 17 Economic and monetary policy Chapter 18 Statistics
Chapter 19 Social policy and employment Chapter 20 Enterprise and industrial policy Chapter 21 Trans-European networks
Chapter 22 Regional policy and coordination of structural instruments Chapter 23 Judiciary and fundamental rights
Chapter 24 Justice, freedom and security Chapter 25 Science and research
Chapter 26 Education and culture
Chapter 27 Environment
Chapter 28 Consumer and health protection
Chapter 29 Customs union
Chapter 30 External relations
Chapter 31 Foreign, security and defence policy Chapter 32 Financial control
Chapter 33 Financial and budgetary provisions Chapter 34 Institutions
Chapter 35 Other issues
Pasca dimulainya negosiasi keanggotaan pada Oktober 2005, bab pertama yang dinegosiasikan yakni bab ke 25 terkait ilmu pengetahuan dan
penelitian. Bab ke 25 dibuka dan ditutup sementara waktu pada tanggal 12 Juni 2006. Pada bulan November 2006, Uni Eropa menyatakan keprihatinan
atas kebijakan Turki dalam pembatasan pergerakan barang, termasuk pembatasan sarana transportasi. Kekecewaan Uni Eropa tersebut dikarenakan Turki telah melakukan penandatanganan Additional Protocol dalam Ankara
Agreement. (Delegation of the European Union to Turkey, 2006)
Perkembangan dalam pemenuhan setiap bab negosiasi Turki ke Uni
Eropa adalah ketika Dewan Eropa memutuskan untuk menunda negosiasi delapan bab pada 14-15 Desember 2006, delapan bab tersebut antara lain:
1. Chapter 1 (Free movement of goods)
2. Chapter 3 (Right of establishment and freedom to provide services)
3. Chapter 9 (Financial services)
4. Chapter 11 (Agriculture and rural development) 5. Chapter 13 (Fisheries)
6. Chapter 14 (Transport policy) 7. Chapter 29 (Customs union)
8. Chapter 30 (External relations)
Dewan Eropa memutuskan bahwa delapan bab di atas akan ditutup sementara waktu sampai Turki dapat memenuhi komitmen berdasarkan
Association Agreement). Akan tetapi, hal itu tidak berarti bahwa proses
negosiasi diblokir. Karena pada Januari 2007, negosiasi kembali berjalan
pada bab-bab yang tidak ditangguhkan. (Delegation of the European Union to Turkey, 2006) Pada tahun 2007 setidaknya ada lima bab negosiasi yang
dibuka, antara lain:
1. Chapter 20 (Enterprise and industrial policy) dibuka pada 29 Maret 2007
2. Chapter 18 (Statistic) dibuka pada 26 Juni 2007
3. Chapter 32 (Financial control) dibuka pada 26 Juni 2007
4. Chapter 21 (Trans-European networks) dibuka pada 19 Desember 2007
5. Chapter 28 (Consumer and health protection) dibuka pada 19
Desember 2007
(European Commission- Enlargement Policy, 2015)
Pada tahun 2008, ada empat bab negosiasi yang dibuka antara lain: 1. Chapter 6 (Company law) dibuka pada 17 Juni 2008
2. Chapter 7 (Intellectual property rights) dibuka pada 17 Juni
2008
3. Chapter 4 (Free movement of capital) dibuka pada 19
Desember 2008
4. Chapter 10 (Information society and media) dibuka pada 19 Desember 2008
Pada tahun 2009, ada dua bab negosiasi yang dibuka antara lain Chapter 16 (Taxation) dibuka pada 30 Juni 2009 dan Chapter 27
(Environment) dibuka pada 21 Desember 2009. (European Commission-
Enlargement Policy, 2015)
Pada tahun 2010, ada satu bab negosiasi yang dibuka yakni Chapter 12
(Food safety, veterinary and phytosanitary policy) yang dibuka pada 30 Juni
2010. (European Commission- Enlargement Policy, 2015)
Pada tahun 2013, ada satu bab negosiasi yang dibuka yakni Chapter 22 (Regional policy and coordination of structural instruments) yang dibuka
pada 5 November 2013. (European Commission- Enlargement Policy, 2015) Upaya Turki untuk memenuhi setiap prasyarat yang diberikan oleh Uni Eropa terus dilaksanakan. Hingga untuk pertama kalinya dalam dua tahun
tersebut Uni Eropa melakukan pembukaan bab baru dalam proses negosiasi Turki. Hal ini disampaikan oleh Jean Asselborn Menteri Luar Negeri
Luxembourg dan Urusan Eropa, bahwa pada 14 Desember 2015 Menteri Luar Negeri dari 28 negara anggota Uni Eropa menyetujui pembukaan bab baru yang berfokus pada kebijakan ekonomi dan moneter. Pembukaan bab 17 ini
menjadikan Turki memasuki babak baru menyelesaikan 15 bab dari total 35 bab negosiasi. (EU-Turkey Intergovernmental Conference, 2015)
Kemudian pada tanggal 30 Juni 2016, pertemuan kedua belas konferensi aksesi dengan Turki pada tingkat Menteri yang diadakan di Brussels. Konferensi tersebut membahas terkait pembukaan negosiasi bab 33
mengenai sumber keuangan yang diperlukan untuk pendanaan anggaran Uni Eropa. Konferensi tersebut dipimpin oleh Bert Koenders selaku Menteri Luar
Negeri Netherlands dan Komisi Eropa diwakili oleh Johannes Hahn, selaku komisaris perluasan dan negosiasi Uni Eropa. (European Council and Council
TURKEY 15 1
State of play: 08 January 2016 Negotiations opened Negotiations closed 1 - Free movement of goods
2 - Freedom of movement for workers 3 - Right of establishment and freedom to provide services
4 - Free movement of capital 19 December 2008
5 - Public procurement
6 - Company law 17 June 2008
7 - Intellectual property law 17 June 2008
8 - Competition policy 9 - Financial services
10 - Information society and media 19 December 2008 11 - Agriculture and rural development
12 - Food safety, veterinary and phytosanitary policy
17 - Economic and monetary policy 14 December 2015
18 – Statistics 26 June 2007
19 - Social policy and employment
20 - Enterprise and industrial policy 29 March 2007
21 - Trans-European networks 19 December 2007
22 - Regional policy and coordination of structural instruments
5 November 2013
23 - Judiciary and fundamental rights 24 - Justice, freedom and security
25 - Science and research 12 June 2006 12 June 2006
26 - Education and culture
27 – Environment 21 December 2009
28 - Consumer and health protection 19 December 2007 29 - Customs union
30 - External relations
31 - Foreign, security and defence policy
32 - Financial control 26 June 2007
33 - Financial and budgetary provisions 34 – Institutions
35 - Other issues
C. Negara Uni Eropa Pendukung Integrasi Turki di Uni Eropa
Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Eurobarometer menyatakan
bahwa dukungan keanggotaan Turki masih dominan tetapi telah menurun, 42% responden masih menganggap bahwa keanggotaan negara mereka akan
menjadi hal yang baik. Keyakinan bahwa keanggotaan di Uni Eropa akan menjadi keuntungan bagi Turki masih 48% berbanding 36%, tetapi dukungan ini telah menurun 4% sejak 2010. Meskipun sedikit menurun, mayoritas
sebanyak 59% responden di Turki masih mendukung negara mereka dalam keanggotaan di Uni Eropa. Sedangkan mayoritas di lima negara anggota Uni
Eropa juga mendukung keanggotaan Turki seperti Rumania (61%), Hungaria (52%), Swedia (52%), Slovenia (48%), dan Lithuania (41%). (Eurobarometer 74 Autumn, 2011)Dari survei di atas, penulis akan menguraikan beberapa
negara anggota Uni Eropa yang mendukung keanggotaan Turki di Uni Eropa.
1. Portugal
Pada 28 Juni 2007, Portugal masih menjadi presiden Uni Eropa yang menyatakan menolak atas permintaan Prancis untuk mengadakan perdebatan besar di tahun 2007 terkait Uni Eropa dan masa depan keanggotaan Turki.
Sekretaris Negara Portugal dan Urusan Eropa Manuel Lobo Antunes menyatakan bahwa Prancis memiliki hak untuk meminta hal tersebut, akan
tetapi Portugal sebagai presiden Uni Eropa saat itu juga mempunyai hak memberikan pendapatnya.
Sekretaris Negara Portugal dan Urusan Eropa Manuel Lobo Antunes