(Studi Empiris pada Wajib Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan di Daerah Istimewa Yogyakarta)
FACTORS THAT INFLUENCE TAXPAYER COMPLIANCE IN TAX PAYMENT OF LAND AND BUILDING TAX IN RURAL AND URBAN
AREAS
(Empirical Study on Land and Building Tax Payer in Rural and Urban Areas in Daerah Istimewa Yogyakarta)
Oleh
INTAN WINDY HARLINA 20130420221
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
i
Perkotaan di Daerah Istimewa Yogyakarta)
FACTORS THAT INFLUENCE TAXPAYER COMPLIANCE IN TAX PAYMENT OF LAND AND BUILDING TAX IN RURAL AND URBAN
AREAS
(Empirical Study on Land and Building Tax Payer of Rural and Urban Areas in Daerah Istimewa Yogyakarta)
SKRIPSI
Diajukan guna memenuhi Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Program Studi Akuntansi
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Oleh
INTAN WINDY HARLINA 20130420221
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
iv Nama : Intan Windy Harlina
Nomor Mahasiswa : 20130420221
Menyatakan bahwa skripsi ini dengan judul: FAKTOR – FAKTOR
YANG MEMENGARUHI KEPATUHAN WAJIB PAJAK DALAM MELAKUKAN PEMBAYARAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PEDESAAN DAN PERKOTAAN (Studi Empiris pada Wajib Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan di Daerah Istimewa Yogyakarta) tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan
disuatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat
karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali
yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar Pustaka.
Apabila ternyata dalam skripsi ini diketahui terdapat karya atau pendapat yang
pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain maka saya bersedia karya tersebut
dibatalkan.
Yogyakarta, 16 Desember 2016
v Insyirah : 6-8)
vi
memudahkan, melancarkan dan memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga
penulis dapat memperoleh gelar Sarjana. Tak lupa juga saya mengucapkan
terimakasih kepada :
Ibu Peni Nugraheni, SE., M.Sc., Akt yang telah sabar membimbing dan
mengarahkan dalam penyelesaian skripsi ini.
Untuk pemerintah DIY dan masyarakat DIY dari masing-masing
kabupaten, terimakasih sudah memberikan kesempatan untuk melakukan
penelitian di masing-masing kabupaten.
Untuk Bapak Dwi Triyana dan Ibu Suhartini terimakasih atas doa,
dukungan dan segala pengorbanan. Berkat doa dan dukungan dari Bapak Ibuk
saya mampu menyelesaikan skripsi ini.
Persembahan ini juga untuk Kakakku tercinta Lidya Kurniasari,
terimakasih atas doa dan dukungannya mbak.
Buat sahabat-sahabatku SULBI dari awal kuliah kita berjuang
bareng-bareng : Isti Fatimah, Reni Kesuma, Izzatin Nisa, Pungki Monica L, Kartika
Pribadi, terimakasih supportnya dan terimakasih telah berjuang bersama selama 3
tahun 3 bulan ini. Loveyou.
Buat temen-temen yang membantu dalam penyelesaian skripsi ini, udah
mau di repotin dan membantu menyebarkan kuesioner: Alfat Aji Artika, Ridwan
vii
dan di HIMA FE UMY, terimakasih doa dan supportnya.
Skripsi ini juga ku persembahkan untuk almamaterku tercinta, Universitas
x
Alhamdulillahirabbil’alamin. Puji syukur penulis panjatkan kehadirat
Allah SWT yang telah memberikan kemudahan dan petunjuk sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul, “FAKTOR – FAKTOR YANG
MEMENGARUHI KEPATUHAN WAJIB PAJAK DALAM MELAKUKAN PEMBAYARAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PEDESAAN DAN PERKOTAAN (Studi Empiris pada Wajib Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan di Daerah Istimewa Yogyakarta)”.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam
memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta. Dalam penyusunan skripsi ini penulis tidak lepas
dari bimbingan dan dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Allah SWT yang telah memberikan nikmat, karunia-Nya dan kemudahan
kepada peneliti sehingga skripsi ini dapat terselesaikan
2. Ibu dan Bapak yang telah memberikan do’a, dukungan dan motivasi yang
tulus ikhlas.
3. Dr. Nano Prawoto, SE., M.Si., selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis
xi
5. Caesar Marga Putri SE., M.sc., selaku Dosen Pembimbing Akademik
Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta.
6. Peni Nugraheni SE., MSc., Ak selaku dosen pembimbing skripsi yang
telah memberikan bimbingan, saran dan solusi dalam penyusunan skripsi
ini.
7. Bapak/Ibu Dosen Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang telah memberikan ilmu
yang bermanfaat untuk penulis.
8. Kakak terbaik, Lidya Kurnia Sari atas doa, dukungan dan motivasi yang
diberikan kepada penulis.
9. Pihak-pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, dan telah
banyak membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa dalam menyusun skripsi ini masih banyak
kekurangan sehingga kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan
untuk hasil yang lebihbaik ke depannya. Penulis berharap semoga skripsi ini
dapat bermanfaat.
Yogyakarta, Desember 2016
xii
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN... iii
HALAMAN PERNYATAAN... iv
HALAMAN MOTTO ... v
HALAMAN PERSEMBAHAN... vi
INTISARI ... viii
ABSTRACT ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR TABEL ... xv
DAFTAR GAMBAR ... xvi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Penelitian ... 1
B. Batasan Masalah... 8
C. Rumusan Masalah ... 8
D. Tujuan Penelitian ... 9
E. Manfaat Penelitian ... 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 12
xiii
4. Pajak Daerah ... 17
5. Pajak Bumi dan Bangunan ... 18
6. Kepatuhan Wajib Pajak ... 20
7. Surat Pemberitahuan Pajak Terutang ... 21
8. Kualitas Pelayanan ... 22
9. Kesadaran Wajib Pajak ... 24
10.Sanksi Perpajakan ... 25
11.Sosialisasi Pemerintah ... 26
B. Hasil Penelitian Terdahulu Dan Penurunan Hipotesis ... 27
C. Model Penelitian ... 33
BAB III METODE PENELITIAN... 34
A. Obyek/Subyek Penelitian ... 34
B. Jenis Data ... 34
C. Teknik Pengambilan Sampel... 35
D. Teknik Pengumpulan Data ... 36
E. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 36
F. Uji Kualitas Instrumen dan Data ... 42
G. Uji Asumsi Klasik ... 43
H. Uji Hipotesis dan Analisa Data ... 45
xiv
D. Hasil Penelitian dan Uji Hipotesis ... 59
E. Pembahasan ... 67
BAB V SIMPULAN, SARAN DAN KETERBATASAN ... 76
A. Kesimpulan ... 76
B. Saran ... 77
C. Keterbatasan penelitian ... 77
DAFTAR PUSTAKA
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1. Jumlah kuesioner yang disebar dan kueisoner yang kembali .... 49
Tabel 4.2. Jumlah Kuesioner Masing-masing Kabupaten ... 50
Tabel 4.3. Komposisi Responden Berdasarkan Usia ... 51
Tabel 4.4. Komposisi Jenis Pekerjaan Responden ... 51
Tabel 4.5. Komposisi Jenis Kelamin Reponden ... 52
Tabel 4.6. Komposisi Jenis Pendidikan Responden... 53
Tabel 4.7. Uji Validitas ... 54
Tabel 4.8. Uji Reliabilitas ... 55
Tabel 4.9. Hasil Uji Normalitas ... 56
Tabel 4.10. Hasil Uji Multikolinieritas ... 57
Tabel 4.11. Hasil Uji Heteroskedastisitas ... 58
Tabel 4.12. Statistik Deskriptif ... 59
Tabel 4.13. Hasil Uji Koefisien Determinasi ... 61
Tabel 4.14. Hasil Uji F ... 62
Tabel 4.15. Hasil Uji t ... 63
xvi
DAFTAR GAMBAR
viii
kewajiban pajak terutangnya tanpa adanya pengaruh dari siapapun. Faktor-faktor yang memengaruhi kepatuhan wajib pajak yaitu keakuratan SPPT, kualitas pelayanan, kesadaran wajib pajak, sanksi pajak, dan sosialisasi pemerintah.
Populasi dalam penelitian ini adalah wajib pajak PBB P-2 yang berada di Provinsi DIY. Teknik pengambilan sampel yaitu dengan metode random sampling, dan diperoleh sampel sebanyak 132 responden, tetapi 4 diantaranya merupakan outlier. Sehingga jumlah sampel yang dapat diolah sebanyak 128 responden. Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah kuesioner. Sedangkan, untuk metode analisis data menggunakan analisis deskriptif, analisis regresi berganda, dan uji asumsi klasik dengan bantuan SPSS versi 22.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa keakuratan SPPT dan kualitas pelayanan berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak dalam melakukan pembayaran PBB P-2, sedangkan kesadaran wajib pajak, sanksi pajak dan sosialisasi pemerintah tidak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak dalam melakukan pembayaran PBB P-2.
ix
Tax compliance is a condition that the taxpayer is willing to understand the laws and rules of taxation to understand tax obligations payable without influence from anyone. This study aims to examine and analyze the influence SPPT accuracy, service quality, taxpayers awareness, tax laws, and government sosialization.
The population in this study are all land and building taxpayers of rural and urban areas in DIY. The sampling technique using random sampling method with 132 samples of taxpayers, but 4 of them are outliers. So,this study just used 128 samples to analyze. This research use primary data directly through a questionnaire. Analysys method of this research are using descriptive analysis, regression analysis, and classical assumption with SPSS version 22.
The results showed that the accuracy SPPT and service quality have positive influence on tax compliance in tax payment on land and buiding tax of rural and urban areas, while taxpayers awareness, tax laws and government sosialization have no influence on tax compliance in tax payment on land and buildings tax of rural and urban areas.
1 A. Latar Belakang Penelitian
Indonesia yang merupakan negara berkembang tentu akan berusaha
untuk meningkatkan pendapatan negara demi pembangunan nasional. Pajak
menjadi sumber penerimaan terbesar bagi pendapatan negara. Target
pendapatan negara yang ditetapkan dalam APBN tahun 2016 yaitu sebesar
Rp1.822,5 triliun, atau Rp25,6 triliun. Target tersebut bersumber dari
Penerimaan Perpajakan sebesar Rp1.546,7 triliun dan Penerimaan Negara
Bukan Pajak sebesar Rp273,8 triliun (rasio penerimaan negara terhadap PDB
atau tax ratio dalam tahun 2016 sebesar 13,11 persen). Dalam hal ini, tentu
pajak masih menjadi penerimaan terbesar bagi pendapatan negara.
(www.kemenkeu.go.id).
Pemerintah berusaha untuk meningkatkan pendapatan negara melalui
penerimaan pajak pusat dan pajak daerah. Asas desentralisasi yang diterapkan
pemerintah memberikan kesempatan dan kebebasan bagi daerah untuk
menyelenggarakan otonomi daerah. Cara yang dapat dilakukan untuk
melaksanakan otonomi daerah yaitu dengan memaksimalkan pajak daerah dan
retribusi daerah. Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang tercantum dalam
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 menjadikan
daerah memiliki wewenang untuk mengelola pajak daerahnya. Berubahnya
adalah Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan (PBB P-2).
Pengelolaan PBB P-2 merupakan bagian dari Dinas Pendapatan Pengelolaan
Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) (Yanuesti, dkk, 2015). Awalnya, PBB
P-2 menjadi pajak pusat tetapi kini dana penerimaan dikembalikan ke daerah
kabupaten/kota sehingga pemerintah daerah langsung menerima dana bagi
hasil dari pemerintah pusat. Dengan munculnya Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, pemerintah daerah
memiliki tambahan sumber penerimaan dalam Pendapatan Asli Daerah yang
berasal dari Pajak Daerah, salah satunya adalah Pajak Bumi dan Bangunan
Pedesaan dan Perkotaan (PBB P-2) (Yusnidar, dkk, 2015).
Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) adalah sebuah provinsi di
Indonesia yang merupakan peleburan Negara Kesultanan Yogyakarta dan
Negara Paku Alaman. Daerah Istimewa Yogyakarta terletak di bagian selatan
Pulau Jawa dan berbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah dan Samudera
Hindia. Daerah Istimewa yang memiliki luas 3.185,80 km2 ini terdiri dari 1
kota madya dan 4 kabupaten, yang terbagi lagi menjadi 78 kecamatan, dan
438 desa/kelurahan (wikipedia.com). Adanya penunggakan Pajak Bumi dan
Bangunan Pedesaan dan Perkotaan di salah satu Kabupaten di Provinsi DIY
yaitu di Kabupaten Kulon Progo menyebabkan turunnya Pendapatan Asli
Daerah. Seperti yang dikatakan di HarianJogja.com, terdapat 4 kecamatan dan
21 desa masih memiliki tunggakan pajak selama tiga tahun berturut-turut yang
nilainya di atas 10%. Tunggakan tersebut terdiri dari 4 kecamatan, yaitu
Samigaluh. Dari hal tersebut, mencerminkan bahwa kepatuhan wajib pajak
masih menjadi hal yang perlu diperhatikan atas tingginya tunggakan
pembayaran PBB P-2 di Kabupaten Kulon Progo.
Dengan adanya kasus di Kulon Progo tersebut, di duga adanya
penunggakan PBB P-2 di kabupaten lain yang meyebabkan kepatuhan wajib
pajak masih menjadi perhatian. Sehingga, peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian di Provinsi DIY tentang Faktor-Faktor yang Memengaruhi
Kepatuhan Wajib Pajak dalam Melakukan Pembayaran Pajak Bumi dan
Bangunan Pedesaan dan Perkotaan agar dapat mengetahui tingkat kepatuhan
wajib pajak PBB P-2 di Provinsi DIY.
Yusnidar, dkk (2015) mengatakan bahwa kepatuhan wajib pajak dalam
melaksanakan pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan
Perkotaan (PBB P-2) dipengaruhi oleh SPPT, pengetahuan wajib pajak,
kualitas pelayanan, kesadaran wajib pajak dan sanksi pajak.
SPPT (Surat Pemberitahuan Pajak Terutang) merupakan surat yang
digunakan untuk memberitahukan kepada wajib pajak terkait jumlah pajak
terutangnya. Biasanya surat tersebut digunakan oleh Dinas Pendapatan
Pengelolaan Keuangan dan Aset. Menurut (Prihartanto, 2014) masalah yang
terjadi dalam SPPT yaitu adanya data dalam SPPT yang kurang update
misalnya, nama dan alamat wajib pajak. Selain itu, pajak terutang masih
dibebankan kepada nama wajib pajak lama padahal telah terjadi pengalihan
Pengetahuan Wajib Pajak, menurut Rachman, dkk (2009) adalah
tingkat pemahaman yang rendah berakibat pada apatisnya masyarakat yang
pada akhirnya mempengaruhi kedisiplinan pembayaran pajak. Yusnidar, dkk
(2015) mengatakan bahwa seberapa jauh wajib pajak mengerti kegunaan PBB
P-2 sebagai salah satu sumber pendapatan daerah. Wajib pajak memang harus
mengerti dan memahami terkait PBB P-2, karena hal tersebut berpengaruh
terhadap pembayarannya. Menurut penelitian Handayani, dkk (2014) tingkat
pengetahuan wajib pajak merupakan pengetahuan terkait PBB P-2, hak dan
kewajiban sebagai wajib pajak, kapan harus membayar, dan dimana harus
membayar. Telah banyak penelitian yang menggunakan variabel pengetahuan
wajib pajak sebagai variabel independen, dan beberapa penelitian mengatakan
bahwa pengetahuan wajib pajak berpengaruh positif signifikan terhadap
kepatuhan wajib pajak. Seperti yang dikemukakan oleh Yanuesti, dkk (2015)
bahwa pengetahuan wajib pajak secara parsial berpengaruh positif signifikan
terhadap keberhasilan penerimaan PBB P-2. Selain itu, Yusnidar, dkk (2015)
juga mengatakan bahwa pengetahuan wajib pajak berpengaruh positif
signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak. Hal ini menyebabkan pengetahuan
wajb pajak tidak perlu di teliti lebih lanjut.
Kualitas pelayanan, merupakan bagaimana dan sejauh mana
kemampuan dalam memberikan kepuasan terhadap pihak lain. Menurut,
Prihartanto (2014) pelayanan merupakan sebuah kegiatan antara seseorang
dengan orang lain, dan menyediakan kepuasan pelanggan. Pelayanan yang
hal perpajakan, pelayanan yang berkualitas akan memberikan semangat dan
motivasi bagi wajib pajak untuk melakukan pembayaran pajak terutangnya
sehingga kepatuhan wajib pajak meningkat. Menurut Yusnidar, dkk (2015)
kualitas pelayanan pajak berpengaruh positif signifikan terhadap kepatuhan
wajib pajak. Hal ini tidak sejalan dengan hasil dari penelitian Novitasari
(2015) yang mengemukakan bahwa kepatuhan wajib pajak secara parsial tidak
dipengaruhi oleh pelayanan yang berkualitas.
Kesadaran wajib pajak adalah kondisi merasa, dan mengetahui
tanggung jawab perpajakan yang dimiliki wajib pajak (Santoso, dkk, 2015).
Prihartanto (2015) mengemukakan bahwa kesadaran membayar pajak
merupakan sebuah sikap moral yang memberikan kontribusinya kepada
negara untuk pembangunan negara dan bersedia mematuhi semua peraturan
yang telah ditetapkan. Hasil dari penelitian tersebut mengatakan bahwa
kesadaran wajib pajak secara simultan maupun secara parsial berpengaruh
terhadap kepatuhan wajib pajak. Sedangkan, menurut Yulsiati (2015)
mengemukakan bahwa kesadaran tidak berpengaruh signifikan terhadap
kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajaknya.
Peraturan perpajakan yang telah ditetapkan dalam undang-undang
tentu harus ditaati dan dipatuhi oleh setiap wajib pajak. Karena jika wajib
pajak melanggar peraturan maka wajib pajak tersebut akan mendapatkan
sanksi. Seperti yang dikatakan oleh Susilawati (2013) bahwa peran sanksi
pajak sangatlah penting dalam memberikan peringatan bagi yang melakukan
kesimpulan bahwa, sanksi pajak merupakan tindakan yang menyebabkan
wajib pajak memiliki efek jera kepada wajib pajak. Dengan adanya sanksi
pajak diharapkan wajib pajak akan menjadi lebih patuh dalam melakukan
pembayaran pajak terutangnya. Hal ini seperti yang dikatakan pada penelitian
dari Adinata (2015) yang mengatakan bahwa sanksi pajak mempengaruhi
kepatuhan wajib pajak. Tetapi hasil penelitian tersebut tidak sejalan dengan
hasil penelitian dari Samudra (2015) yang mengatakan bahwa kepatuhan wajib
pajak secara parsial tidak dipengaruhi oleh sanksi pajak.
Untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak diperlukan sosialisasi dari
pemerintah. Karena sosialisasi dapat menambah pengetahuan khususnya
terkait PBB P-2 agar wajib pajak menjadi lebih paham dan memenuhi
kewajibannya. Binambuni (2013) mengatakan sosialisasi adalah salah satu
instrumen untuk memberikan pengetahuan terkait peraturan, tata cara
perpajakan, prosedur, serta waktu pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan
Pedesaan dan Perkotaan kepada para wajib pajak. Sosialisasi perlu dilakukan
untuk meningkatkan kepatuhan dan kesadaran wajib pajak agar memenuhi
kewajibannya dalam membayar pajak. Hasil penelitian dari Gusar (2015)
mengatakan bahwa sosialisasi tidak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib
pajak PBB, sedangkan menurut (Binambuni, 2013) mengatakan bahwa
sosialisasi memiliki hubungan yang erat dan positif terhadap kepatuhan wajib
Pajak Bumi dan Bangunan.
Dari uraian tersebut, maka peneliti ingin mengembangkan penelitian
Kepatuhan Wajib Pajak dalam Melakukan Pembayaran Pajak Bumi dan
Bangunan Pedesaan dan Perkotaan (Studi pada Wajib Pajak PBB P-2
Kecamatan Jombang Kabupaten Jombang). Perbedaan penelitian ini terletak
pada adanya perubahan variabel independen yaitu mengganti variabel
pengetahuan perpajakan dengan variabel independen yang lain yaitu
sosialisasi pemerintah. Perubahan variabel pengetahuan perpajakan ke
variabel sosialisasi pemerintah dikarenakan, dari hasil penelitian sebelumnya
variabel pengetahuan perpajakan selalu menunjukkan hasil yang sama yaitu
pengetahuan perpajakan berpengaruh positif signifikan terhadap kepatuhan
wajib pajak sehingga tidak perlu dilakukan penelitian kembali. Penelitian ini
juga mengubah lokasi penelitian yaitu di Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta.
Dengan demikian penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan
B. BATASAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas penelitian ini memiliki batasan
masalah yang diharapkan tidak memberikan hasil yang bias. Batasan masalah
di dalam penelitian ini yaitu variabel yang digunakan diantaranya adalah
variabel keakuratan SPPT, kualitas pelayanan, kesadaran wajib pajak, sanksi
pajak dan sosialisasi pemerintah. Sampel yang diambil juga hanya dalam satu
provinsi yaitu Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
C. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini yaitu :
1. Apakah keakuratan SPPT berpengaruh positif terhadap kepatuhan
wajib pajak dalam melakukan pembayaran Pajak Bumi dan
Bangunan Pedesaan dan Perkotaan di Provinsi DIY?
2. Apakah kualitas pelayanan berpengaruh positif terhadap kepatuhan
wajib pajak dalam melakukan pembayaran Pajak Bumi dan
Bangunan Pedesaan dan Perkotaan di Provinsi DIY?
3. Apakah kesadaran wajib pajak berpengaruh positif terhadap
kepatuhan wajib pajak dalam melakukan pembayaran Pajak Bumi
dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan di Provinsi DIY?
4. Apakah sanksi pajak berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib
pajak dalam melakukan pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan
5. Apakah sosialisasi pemerintah berpengaruh positif terhadap
kepatuhan wajib pajak dalam melakukan pembayaran Pajak Bumi
dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan di Provinsi DIY?
D. TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan rumusan masalah diatas, berikut beberapa tujuan yang
ingin dicapai dari penelitian ini adalah:
1. Untuk memberikan bukti empiris tentang pengaruh keakuratan SPPT
terhadap kepatuhan wajib pajak dalam melakukan pembayaran Pajak
Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan di Provinsi DIY.
2. Untuk memberikan bukti empiris tentang pengaruh kualitas
pelayanan terhadap kepatuhan wajib pajak dalam melakukan
pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan di
Provinsi DIY.
3. Untuk memberikan bukti empiris tentang pengaruh kesadaran wajib
pajak terhadap kepatuhan wajib pajak dalam melakukan pembayaran
Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan di Provinsi DIY.
4. Untuk memberikan bukti empiris tentang pengaruh sanksi pajak
terhadap kepatuhan wajib pajak dalam melakukan pembayaran Pajak
Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan di Provinsi DIY.
5. Untuk memberikan bukti empiris tentang pengaruh sosialisasi
pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan di
Provinsi DIY.
E. MANFAAT PENELITIAN
Berdasarkan tujuan diatas, diharapkan penelitian ini dapat memberikan
manfaat diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Manfaat di Bidang Teoritis
a. Bagi Akademis
Manfaat penelitian ini bagi akademis yaitu sebagai
tambahan untuk memperluas wawasan, pengetahuan dan informasi
terkait faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan wajib pajak
dalam melakukan pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan
Pedesaan dan Perkotaan.
b. Bagi Peneliti Selanjutnya
Manfaat penelitian ini bagi peneliti selanjutnya yaitu
sebagai sarana untuk referensi maupun dijadikan acuan penelitian
bagi peneliti selanjutnya yang tertarik dengan topik kepatuhan
wajib pajak dalam melakukan pembayaran Pajak Bumi dan
Bangunan Pedesaan dan Perkotaan.
2. Manfaat di Bidang Praktis
a. Bagi Masyarakat
Penelitian ini dapat memberikan pengetahuan kepada
mempengaruhi kepatuhan wajib pajak dalam melakukan
pembayaran PBB P-2. Karena dalam PBB P-2, masyarakatlah
yang menjadi wajib pajak sehingga diharapkan masyarakat
menjadi patuh dalam melakukan pembayaran pajak terutangnya
dan tidak mengalami penunggakan.
b. Bagi Pemerintah
Penelitian ini dapat digunakan oleh pemerintah sebagai
instrumen untuk mengevaluasi terkait kebijakan baru yang akan
diambil agar tunggakan PBB P-2 berkurang serta dapat digunakan
12 A. LANDASAN TEORI
1. Teori Atribusi
Teori atribusi yaitu ketika perilaku seseorang diamati oleh
individu-individu dan mencoba untuk menilai apakah perilaku tersebut
disebabkan secara internal atau eksternal (Robbins, 1996 dalam Nurfauzi,
2016).
Perilaku yang ditimbulkan secara internal yaitu perilaku yang
berada dalam kendali seseorang tersebut, misalnya kepribadian,
kemampuan, dan kesadaran. Sedangkan, perilaku yang ditimbulkan secara
eksternal yaitu disebabkan karena pengaruh dari luar.
Dalam hal ini, teori atribusi relevan dengan kepatuhan wajib pajak.
Karena kesediaan wajib pajak untuk melakukan kewajibannya dipengaruhi
oleh perilaku dari wajib pajak itu sendiri. Selain itu, juga bisa dipengaruhi
oleh faktor eksternal dari lingkungan wajib pajak tersebut. Faktor internal
bisa berupa kesadaran wajib pajak. Sedangkan untuk faktor eksternal
2. Teori-Teori yang Mendukung Pemungutan Pajak
Menurut Mardiasmo (2011) ada beberapa teori yang menjelaskan
pemberian hak kepada negara untuk memungut pajak. Teori-teori tersebut
adalah sebagai berikut :
a. Teori Asuransi
Rakyat memperoleh perlindungan dan keselamatan jiwa, harta
benda dan hak-hak rakyatnya. Dari perlindungan tersebut hendaknya
rakyat harus membayar pajak sebagai premi asuransi.
b. Teori Kepentingan
Beban pajak dibagikan kepada rakyat sesuai dengan
kepentingan dari masing-masing individu. Semakin besar
kepentingan seseorang terhadap negara maka akan semakin tinggi
pajak yang harus dibayarkan.
c. Teori Daya Pikul
Beban pajak untuk semua orang harus sama beratnya,
maksudnya adalah pajak harus dibayarkan sesuai dengan daya pikul
masing-masing individu. Untuk mengukur daya pikul dapat
menggunakan 2 pendekatan, yaitu :
1) Unsur objektif, dengan melihat besarnya penghasilan atau
kekayaan yang dimiliki oleh seseorang
2) Unsur subjektif, dengan memperhatikan besarnya kebutuhan
d. Teori Bakti
Keadilan pemungutan pajak terletak pada hubungan rakyat
dengan negaranya. Sebagai warga negara yang berbakti, rakyat harus
selalu menyadari bahwa pembayaran pajak adalah sebuah kewajiban.
e. Teori Asas Daya Beli
Dasar keadilan terletak pada akibat pemungutan pajak.
Memungut pajak, berarti menarik daya beli dari rumah tangga
masyarakat untuk rumah tangga negara. Kemudian, negara akan
menyalurkan kembali ke masyarakat dalam bentuk pemeliharaan
masyarakat. Karena kepentingan masyarakat lebih diutamakan.
3. Pajak
Pajak merupakan iuran wajib yang diberikan atau dibayarkan
kepada negara tanpa ada timbal balik secara langsung dan digunakan
untuk membiayai kegiatan negara. Yusnidar, dkk (2015) mengatakan
bahwa pajak merupakan salah satu dari sekian banyak sumber penerimaan
negara yang diperoleh dari rakyat dan digunakan untuk memenuhi seluruh
kegiatan pemerintahan maupun untuk kepentingan pembangunan.
Menurut Mardiasmo (2011) ada beberapa fungsi pajak, diantaranya
adalah sebagai berikut :
a. Fungsi Budgetair
Pajak yang merupakan bagian dari sumber dana pemerintah
fungsi budgetair ini segala bentuk pengeluaran yang dilakukan oleh
pemerintah menggunakan dana dari sektor pajak. Karena pajak
merupakan sumber dana terbesar dalam suatu negara.
b. Fungsi Regulator
Pajak merupakan instrumen untuk mengatur, mengelola
ataupun melakukan kebijaksanaan pemerintah dalam hal sosial dan
ekonomi. Dalam hal tersebut, misalnya minuman keras dikenakan
pajak tinggi agar konsumsi minuman keras berkurang, dan
barang-barang mewah juga dikenakan pajak yang tinggi agar mengurangi
gaya konsumtif dari masyarakat.
Selain fungsi pajak, Mardiasmo (2011) juga menjelaskan
terkait pengelompokan pajak, diantaranya adalah sebagai berikut :
1) Menurut golongannya
a) Pajak langsung, yaitu pajak yang tidak dapat dilimpahkan
atau dibebankan kepada orang lain sehingga wajib pajak
harus memikulnya sendiri. Contohnya, Pajak Penghasilan.
b) Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang kemudian dapat
dilimpahkan kepada orang lain. Contohnya, Pajak
Pertambahan Nilai.
2) Menurut sifatnya
a) Pajak subjektif, yaitu pajak atas dasar subjeknya, dan lebih
memperhatikan kondisi dari wajib pajak itu sendiri.
b) Pajak objektif, yaitu pajak yang didasarkan atas objeknya,
tanpa memperhatikan kondisi dari wajib pajak itu sendiri.
Contohnya, Pajak Pertambahan Nilai, dan Pajak Penjualan
atas Barang Mewah.
3) Menurut lembaga pemungutnya
a) Pajak Pusat, yaitu pajak yang pemungutannya dilakukan
oleh pemerintah dan digunakan untuk membiayai rumah
tangga negara. Contohnya, Pajak Penghasilan, Pajak
Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah,
dan Bea Materai.
b) Pajak Daerah, yaitu pajak yang pemungutannya dilakukan
oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai
rumah tangga daerah. Contohnya, dalam pajak provinsi
diantaranya adalah pajak kendaraan bermotor, dan pajak
bahan kendaraan bermotor. Sedangkan untuk pajak daerah
misalnya, pajak hotel, pajak restoran dan pajak hiburan.
Sedangkan Wajib Pajak menurut UU No.16 Tahun 2009
merupakan orang pribadi atau badan yang melakukan pembayaran pajak,
pemotongan pajak, pemungutan pajak, dan mempunyai hak dan kewajiban
perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
4. Pajak Daerah
Yusnidar, dkk (2015) mengatakan pajak daerah merupakan pajak
yang telah ditetapkan oleh pemerintah daerah berdasarkan peraturan
daerah, yang memiliki wewenang bahwa untuk pemungutan dilakukan
oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk pembiayaan pemerintah
daerah dalam kegiatan operasional pemerintah dan pembangunan daerah.
Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak
Daerah dan Restribusi Daerah, Pajak daerah digolongkan ke dalam 2
kelompok, antara lain :
a. Pajak Provinsi, terdiri dari :
1) Pajak Kendaraan Bermotor
2) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor
3) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor
4) Pajak Air Permukaan
5) Pajak Rokok
b. Pajak Kabupaten/Kota, terdiri dari :
1) Pajak Hotel
2) Pajak Restoran
3) Pajak Hiburan
4) Pajak Reklame
5) Pajak Penerangan Jalan
6) Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan
8) Pajak Air Tanah
9) Pajak Sarang Burung Walet
10)Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan
11)Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
5. Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan
Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan (PBB P-2)
merupakan bumi atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, serta
dimanfaatkan, selain kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha
perkebunan, perhutanan, dan pertambangan. Mardiasmo (2011)
menjabarkan pengertian dari masing-masing bumi dan bangunan tersebut,
yaitu :
a. Bumi, merupakan permukaan bumi dan tubuh bumi yang terdapat
dibawahnya. Permukaan bumi tersebut diantaranya berupa tanah dan
perairan pedalaman (termasuk rawa-rawa, tambak, perairan) serta laut
wilayah Republik Indonesia.
b. Bangunan, merupakan konstruksi teknik yang ditanam atau
dilekatkan secara tetap pada tanah dan atau perairan. Yang termasuk
dalam pengertian bangunan adalah :
1) Jalan lingkungan dalam satu kesatuan dengan kompleks
bangunan
2) Jalan tol
4) Pagar mewah
5) Tempat olahraga
6) Galangan kapal, dermaga
7) Taman mewah
8) Tempat penampungan/kilang minyak, air dan gas, pipa minyak
9) Fasilitas lain yang memberikan manfaat
Sedangkan yang tidak termasuk objek PBB P-2 diantaranya adalah
sebagai berikut :
a. Digunakan oleh Pemerintah Pusat dan Daerah untuk
penyelenggaraan pemerintahan
b. Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum dan
tidak untuk mencari keuntungan, misalnya dibidang ibadah, sosial,
kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional
c. Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala
d. Merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman
nasional
Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan (PBB P-2)
merupakan pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah. Berdasarkan UU
No. 28 Tahun 2009 PBB P-2 telah ditetapkan menjadi pajak daerah. PBB
P-2 memiliki sifat kebendaan, maksudnya adalah besarnya jumlah pajak
6. Kepatuhan Wajib Pajak
Kepatuhan dalam perpajakan merupakan sebuah tindakan disiplin
dari wajib pajak yang mematuhi perundang-undangan perpajakan.
Kepatuhan wajib pajak merupakan ketersediaan diri dari seorang wajib
pajak untuk memahami aturan perundang-undangan perpajakan dan
beriktikad untuk memenuhi kewajiban pajak terutangnya tanpa adanya
pengaruh dari siapapun.
Nurmantu (2010) dalam penelitian Yusnidar, dkk (2015)
menjelaskan bahwa terdapat 2 macam kepatuhan wajib pajak, yaitu :
a. Kepatuhan Formal
Kepatuhan formal adalah pemenuhan kewajiban dari wajib
pajak dengan formal sesuai Undang-Undang Perpajakan yang telah
ditetapkan. Kepatuhan formal tersebut diantaranya adalah :
1) Dalam melakukan pembayaran pajak, wajib pajak selalu
membayarkan tepat waktu
2) Dalam melakukan pembayaran pajak, wajib pajak selalu
membayarkan dengan jumlah yang benar
3) Wajib pajak memiliki tanggungan pajak bumi dan bangunan
b. Kepatuhan Material
Rahayu (2010) dalam penelitian Yusnidar, dkk (2015)
mengatakan bahwa kepatuhan material merupakan kondisi ketika
wajib pajak secara hakikatnya bersedia untuk memenuhi seluruh
undang-undang. Maksud dari kepatuhan material tersebut diantaranya
adalah sebagai berikut :
1) Wajib pajak selalu memberikan informasi kepada petugas
2) Wajib pajak bersedia bekerjasama dengan petugas ketika
melaksanakan proses administrasi
3) Wajib pajak yakin bahwa memenuhi kewajiban perpajakan
merupakan tindakan sebagai warga negara yang baik
7. Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT)
SPPT merupakan surat yang digunakan untuk memberitahukan
wajib pajak terkait jumlah pajak terutangnya. Biasanya surat tersebut
digunakan oleh Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset.
Prihartanto (2015) mengatakan besarnya jumlah PBB P-2 di informasikan
melalui SPPT dan disalurkan dari kecamatan, kelurahan, ketua RW/RT
kemudian diterima oleh wajib pajak, dalam kenyataannya terdapat
beberapa hambatan salah satunya yaitu ketika penerimaan SPPT oleh
wajib pajak, yang seharusnya ingin membayarkan pajak pada awal tahun
tetapi ia belum memperoleh SPPT sehingga harus menundanya bahkan
ada wajib pajak yang tidak mendapatkan SPPT seperti yang seharusnya.
8. Kualitas Pelayanan
Kualitas merupakan sebuah standar dan kriteria barang atau jasa
merupakan kegiatan melayani pihak lain yang berkaitan dengan barang
maupun jasa. Kualitas pelayanan merupakan kemampuan melayani
pelanggan atau pihak lain sehingga memberikan kepuasan (Murdliatin,
dkk, 2015).
Dalam penelitian Yusnidar, dkk (2015) mengemukakan bahwa
berdasarkan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara
63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan
Publik, setiap penyelenggaraan pelayanan publik harus memiliki standar
pelayanan yang dapat dipublikasikan atas jaminan dari adanya kepastian
bagi penerima pelayanan termasuk pelayanan perpajakan.
Pelayanan dari aparat pemerintah memang dibutuhkan oleh wajib
pajak yang kurang mengerti terkait mekanisme yang harus dilakukan
dalam pemenuhan kewajiban sebagai wajib pajak PBB P-2. Maka dari itu,
aparat pemerintah harus memberikan pelayanan yang berkualitas bagi
wajib pajaknya. Kualitas pelayanan dalam Pajak Bumi dan Bangunan
Perdesaan dan Perkotaan dapat disimpulkan menjadi dua bagian, yaitu:
a. Metode Penyampaian SPPT
Tata cara dalam menyerahkan SPPT dari Dinas Pendapatan
dan Pengelolaan Aset Daerah yang disalurkan kepada kantor
kelurahan sesuai dengan domisili wajib pajak, dari kantor kelurahan
SPPT diserahkan kepada ketua RW, kemudian oleh ketua RW
menyampaikan kepada ketua RT untuk disampaikan kembali kepada
b. Pelayanan Pembayaran PBB P-2
Pelayanan pembayaran PBB P-2 merupakan tata cara
pembayaran yang dirancang sesederhana mungkin, wajib pajak hanya
membawa sejumlah nominal pajak terutangnya beserta SPPT PBB
P-2 jika melakukan pembayaran di kelurahan, sedangkan jika
melakukan pembayaran di bank wajib pajak akan dibantu oleh
petugas bank. Selain itu fasilitas-fasilitas untuk proses pembayaran
didukung untuk meningkatkan kenyamanan wajib pajak dalam
membayar PBB P-2 serta lokasi pembayaran yang cukup mudah di
jangkau oleh wajib pajak yang ingin membayar juga merupakan
bagian dari pelayanan.
9. Kesadaran Wajib Pajak
Kesadaran wajib pajak menurut Adinata (2015) adalah suatu
keadaan wajib pajak yang mengerti, mengakui, mematuhi peraturan
perpajakan yang telah berlaku serta berniat untuk memenuhi kewajiban
pajaknya. Wajib pajak yang memiliki kesadaran dan merasa memiliki
kewajiban moral tentu akan mematuhi kewajiban pajaknya. Kewajiban
moral yang akan mampu meningkatkan tingkat kepatuhannya (Ho, 2009).
Wajib pajak PBB P-2 dikatakan memiliki kesadaran ketika mereka
bersedia untuk membayarkan pajak terutangnya tanpa adanya pengaruh
pajak terkait Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan
diantaranya adalah :
a. Wajib pajak yang mendapatkan manfaat atas bumi dan bangunan
wajib untuk melakukan pembayaran atas pajak dari objek yang di
miliki ataupun dimanfaatkan tersebut.
b. Wajib pajak menyadari bahwa pajak merupakan bagian dari sumber
pendapatan daerah, jadi sebagai warga negara yang berada dalam
suatu daerah tersebut memiliki kesadaran untuk ikut serta
membangun daerahnya sendiri.
10. Sanksi Perpajakan
Adanya sanksi pajak ditujukan agar wajib pajak memiliki rasa
takut untuk melakukan pelanggaran dari undang-undang perpajakan yang
telah ditetapkan (Puspitasari, 2015). Menurut Mardiasmo (2011)
menyatakan bahwa undang-undang perpajakan mengenal dua macam
sanksi, yaitu Sanksi Administrasi dan Sanksi Pidana.
Sanksi administrasi dan sanksi pidana memiliki perbedaan yaitu :
a. Sanksi Administrasi
Merupakan pembayaran bunga dan kenaikan atas kerugian
yang diberikan kepada negara. Sanksi administrasi yang dikenakan
bagi wajib pajak jika:
1) Wajib pajak yang tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan
sebesar 25% dari pokok pajak bagi wajib pajak meskipun
sudah ditegur secara tertulis.
2) Wajib pajak yang melaporkan data objek pajak dengan tidak
sebenarnya akan dikenakan denda administrasi sebesar 25%
dari selisih pajak yang terhutang
3) Wajib pajak yang tidak melakukan pembayaran pada saat
jatuh tempo, maka dikenakan denda administrasi sebesar 2%
sebulan
b. Sanksi Pidana
Merupakan sebuah tindakan hukum agar norma perpajakan
ditaati. Sanksi pidana dalam PBB P-2 dijalankan jika wajib pajak
melakukan beberapa kealpaan, yaitu :
1) Surat Pemberitahuan Objek Pajak tidak
dikembalikan/disampaikan kepada Direktorat Jenderal Pajak
2) Surat Pemberitahuan Objek Pajak yang disampaikan tidak
sesuai dengan isinya dan/atau keterangan yang dilampirkan
tidak benar.
Hal tersebut menyebabkan negara mengalami kerugian, dan
dipidana dengan pidana kurungan selama-lamanya 6 bulan atau
Dengan adanya sanksi-sanksi tersebut diharapkan wajib pajak
dapat mematuhi segala peraturan yang telah dtetapkan dan bersedia untuk
membayarkan pajak terutangnya terutama dalam pembayaran PBB P-2.
11. Sosialisasi Pemerintah
Sosialisasi menurut wikipedia.com adalah proses penanaman nilai
dan aturan dari satu generasi ke generasi lainnya dalam kelompok atau
masyarakat. Sejumlah sosiolog menyebut sosialisasi sebagai teori
mengenai peranan (role theory). Karena dalam proses sosialisasi diajarkan
peran-peran yang harus dijalankan oleh individu.
Ritcher Jr, (1987) dalam penelitian Gusar (2015) mengatakan
bahwa sosialisasi merupakan sebuah proses untuk memperoleh wawasan,
pengetahuan, keterampilan dan sikap agar dapat mengambil peran aktif
dalam sebuah kedudukan atau peran tertentu di masyarakat. Pada
penelitian tersebut juga mengatakan bahwa pemberian penyuluhan dan
sosialisasi pajak menjadi strategi yang penting dalam mempublikasikan
wawasan, pengetahuan serta peran penting pajak. Karena dengan adanya
sosialisasi, seseorang yang pada mulanya belum tahu terkait sebuah
wawasan maupun ilmu, kemudian akan menjadi tahu dan bahkan akan
B. Hasil Penelitian Terdahulu dan Hipotesis
1. Pengaruh Keakuratan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) terhadap Kepatuhan Wajib Pajak dalam Melakukan Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan
Pemerintah daerah dalam mendistribusikan Surat Pemberitahuan
Pajak Terutang (SPPT) dibantu oleh kelurahan hingga sampai ke tangan
wajib pajak. Yusnidar, dkk (2015) mengatakan bahwa data dalam SPPT
dapat membantu wajib pajak untuk memenuhi kewajiban perpajakannya.
Menurut Prihartanto (2014) sering terjadi kesalahan dalam pencatatan di
SPPT. Misalnya, dalam melakukan penilaian NJOP sering tidak
memperhatikan keadaan tanah dan bangunan sesuai dengan milik
masing-masing wajib pajak. Penilaian tersebut dilakukan dengan pukul rata
sehingga hal ini memberatkan wajib pajak dan wajib pajak menjadi tidak
patuh karena merasa tidak terpuaskan dengan SPPT yang diterimanya.
Semakin akurat data dalam SPPT maka tingkat kepatuhan seorang wajib
pajak akan meningkat.
Dalam penelitian Yusnidar, dkk (2015) memberikan hasil bahwa
SPPT secara serentak maupun secara parsial mempengaruhi kepatuhan
wajib pajak dalam membayar Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan
Perkotaan (PBB P-2). Hasil tersebut sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Prihartanto (2014) yang mengatakan bahwa SPPT memiliki
korelasi yang positif terhadap kepatuhan wajib pajak dalam membayar
H1 : Keakuratan SPPT berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak
dalam melakukan pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan
dan Perkotaan
2. Pengaruh Kualitas Pelayanan Pajak terhadap Kepatuhan Wajib Pajak dalam Melakukan Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan
Pelayanan yang berkualitas akan memberikan kepuasan tersendiri
bagi pelanggan. Dalam hal perpajakan, pelayanan yang berkualitas dari
aparatur pajak akan memberikan kepuasan bagi wajib pajak. Wajib pajak
PBB P-2 akan patuh dalam membayarkan pajaknya jika pihak kelurahan
memberikan pelayanan yang maksimal.
Seftiawan (2009) dalam Prihartanto (2014) mengatakan bahwa
pemberian pelayanan perpajakan yang baik kepada wajib pajak, maka
akan memudahkan wajib pajak dalam melakukan pemenuhan kewajiban
perpajakannya, hal ini juga berlaku untuk PBB P-2. Karena wajib pajak
akan merasa terpuaskan dengan pemberian pelayanan yang baik. Semakin
berkualitas sebuah pelayanan yang diberikan kepada wajib pajak maka
akan semakin meningkat kepatuhan dari wajib pajak tersebut.
Dalam penelitian Yusnidar, dkk (2015) menunjukkan bahwa secara
parsial maupun secara serentak kepatuhan wajib pajak PBB P-2
dipengaruhi oleh kualitas pelayanan pajak. Selain itu, Prihartanto (2014)
juga menyatakan bahwa secara simultan kualitas pelyanan pajak
tersebut tidak sejalan dengan hasil dari penelitian Novitasari (2015) yang
mengemukakan bahwa kepatuhan wajib pajak secara parsial tidak
dipengaruhi oleh pelayanan yang berkualitas. Dari penjelasan diatas dapat
diturunkan hipotesis :
H2 : Kualitas pelayanan pajak berpengaruh positif terhadap kepatuhan
wajib pajak dalam melakukan pembayaran Pajak Bumi dan
Bangunan Pedesaan dan Perkotaan.
3. Pengaruh Kesadaran Wajib pajak terhadap Kepatuhan Wajib Pajak dalam Melakukan Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan
Wajib pajak PBB P-2 dikatakan memiliki kesadaran yaitu ketika
wajib pajak memiliki niat yang berasal dari dalam diri untuk membayar
PBB P-2 karena merasa memiliki kewajiban yang harus dipenuhi sebagai
wujud kepatuhannya terhadap perundang-undangan. Semakin tinggi
kesadaran wajib pajak untuk melakukan pembayaran pajak terutangnya
maka semakin meningkat kepatuhan wajib pajak tersebut karena telah
memenuhi dan melaksanakan kewajiban tanpa ada pengaruh dari
siapapun.
Prihartanto (2015) menjelaskan bahwa kepatuhan wajib pajak PBB
P-2 dipengaruhi oleh adanya kesadaran dalam wajib pajak. Hal tersebut
karena wajib pajak mempunyai asumsi bahwa melakukan pembayaran
melalui sektor pajak sehingga dapat berkontribusi dalam kebijakan
pemerintah terkait perpajakan tetapi wajib pajak juga mempunyai harapan
bahwa pajak yang telah dibayarkan dapat dikelola dengan baik serta dapat
dipertanggungjawabkan.
Penelitian yang dilakukan oleh Suryaningtyas (2015)
mengemukakan bahwa kepatuhan wajib pajak dalam melakukan
pembayaran pajak dipengaruhi oleh kesadaran wajib pajak dan hal tersebut
menunjukkan hubungan yang positif signifikan. Hal ini ini juga didukung
oleh hasil dari penelitian Gusar (2015) juga menunjukkan hasil yang sama
bahwa kesadaran wajib pajak positif mempengaruhi kepatuhan wajib pajak
dalam melakukan pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan. Sedangkan,
menurut Yulsiati (2015) mengemukakan bahwa kesadaran wajib pajak
tidak berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak dalam
membayar pajaknya. Maka dari itu, berdasarkan uraian diatas dapat
diturunkan hipotesis:
H3 : Kesadaran wajib pajak berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib
pajak dalam melakukan pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan
Pedesaan dan Perkotaan
4. Pengaruh Sanksi Perpajakan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak dalam Melakukan Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan
Menurut Suryaningtyas (2015) sanksi pajak berkaitan dengan
wajib pajak. Peraturan perpajakan yang telah ditetapkan dalam
undang-undang tentu harus ditaati dan dipatuhi oleh setiap wajib pajak. Karena
jika wajib pajak melanggar peraturan maka wajib pajak tersebut akan
mendapatkan sanksi. Seperti yang dikatakan oleh Susilawati (2013) bahwa
peran sanksi pajak sangatlah penting dalam memberikan peringatan bagi
yang melakukan pelanggaran peraturan perpajakan.
Dari uraian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa, sanksi pajak
merupakan tindakan yang menyebabkan wajib pajak memiliki efek jera
kepada wajib pajak yang melakukan pelanggaran sehingga wajib pajak
tersebut mematuhi peraturan yang telah telah ditetapkan. Dengan adanya
sanksi pajak diharapkan wajib pajak akan menjadi lebih patuh dalam
melakukan pembayaran pajak terutangnya terutama terkait pembayaran
PBB P-2. Semakin tinggi sanksi pajak yang diberikan kepada wajib pajak
maka akan semakin meningkat kepatuhan dari wajib pajak tersebut.
Hal ini di dukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Yunawati
(2015) bahwa kepatuhan wajib Pajak Bumi dan Bangunan dipengaruhi
secara positif oleh sanksi pajak. Selain itu, Gusar (2015) juga mengatakan
hal yang sama bahwa sanksi pajak secara positif mempengaruhi kepatuhan
wajib pajak PBB P-2. Tetapi hasil penelitian tersebut tidak sejalan dengan
hasil penelitian dari Samudra (2015) yang mengatakan bahwa kepatuhan
wajib pajak secara parsial tidak dipengaruhi oleh sanksi pajak. Dari
H4 : Sanksi pajak berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak
dalam melakukan pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan
dan Perkotaan
5. Pengaruh Sosialisasi Pemerintah terhadap Kepatuhan Wajib Pajak dalam Melakukan Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan
Binambuni (2013) mengatakan sosialisasi adalah salah satu
instrumen untuk memberikan pengetahuan terkait peraturan, tata cara
perpajakan, prosedur, serta waktu pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan
Perdesaan dan Perkotaan (PBB P-2) kepada para wajib pajak. Sosialisasi
perlu dilakukan untuk meningkatkan kepatuhan dan kesadaran wajib
pajak agar memenuhi kewajibannya dalam membayar pajak. Dengan
adanya sosialisasi kepada wajib pajak, wajib pajak menjadi lebih paham
terkait PBB P-2, sehingga akan lenih patuh terhadap kewajibannya.
Hasil dari penelitian dari (Binambuni, 2013) mengatakan bahwa
sosialisasi memiliki hubungan yang erat dan positif terhadap kepatuhan
wajib pajak PBB P-2, sedangkan menurut Gusar (2015) mengatakan
bahwa sosialisasi tidak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak PBB
P-2. Dari penjelasan diatas dapat diturunkan hipotesis :
H5 : Sosialisasi pemerintah berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib
pajak dalam melakukan pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan
C. MODEL PENELITIAN
Penelitian ini meneliti tentang faktor-faktor yang mempengaruhi
kepatuhan wajib pajak dalam melakukan pembayaran Pajak Bumi dan
Bangunan Pedesaan dan Perkotaan (PBB P-2). Model penelitian ini
menjelaskan hubungan antara variabel independen dengan hipotesis yang
dirumuskan. Model penelitian dari penelelitian ini dapat digambarkan sebagai
34 A. Obyek/Subyek Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
(DIY) yang meliputi 4 kabupaten dan 1 kota madya yaitu Kulon Progo,
Bantul, Sleman, Gunung Kidul, dan Kota Yogyakarta. Subyek dari
penelitian ini adalah wajib pajak PBB P-2 yang berada di wilayah DIY.
Populasi menurut (Sugiyono, 2013) merupakan obyek/subyek yang
memiliki kriteria tertentu dari peneliti untuk dikaji lebih lanjut dan dapat
ditarik kesimpulannya. Populasi dalam penelitian ini yaitu wajib pajak
PBB P-2 yang berada di wilayah Provinsi DIY.
B. Jenis Data
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif. Penelitian ini
menggunakan jenis data primer yang diperoleh secara langsung dari
responden. Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung
dari respondennya. Sumber data diperoleh dari wajib pajak PBB P-2 yang
C. Teknik Pengambilan Sampel
Sampel merupakan sebagian dari populasi yang akan diteliti
(Sugiyono, 2013). Sampel dalam penelitian ini menggunakan random
sampling. Random sampling merupakan teknik penentuan sampel atau
cara pengambilan sampel secara acak tanpa memperhatikan strata yang
ada dalam anggota populasi itu (Sugiyono, 2013). Dalam penelitian ini
menggunakan 150 sampel wajib pajak PBB P-2 yang berada di wilayah
DIY.
D. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan studi
lapangan yaitu mengumpulkan data melalui pendekatan kepada responden
secara langsung dengan memberikan kuesioner. Kuesioner adalah cara
untuk mengumpulkan data dengan memberi seperangkat pertanyaan
maupun pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawab (Sugiyono,
2013). Kuesioner yang berisi sejumlah pertanyaan diajukan ke responden
untuk dijawab sesuai dengan pendapat mereka. Untuk mengetahui
pendapat responden tersebut diukur dengan skala likert angka 5 untuk
sangat setuju (SS) dan angka 1 untuk sangat tidak setuju (STS). Rincian
dari skala likert tersebut adalah sebagai berikut:
Angka 1 = Sangat Tidak Setuju (STS)
Angka 2 = Tidak Setuju (TS)
Angka 4 = Setuju (S)
Angka 5 = Sangat Setuju (SS)
E. Definisi Operasional Variabel Penelitian
Variabel dependen dalam penelitian ini yaitu kepatuhan wajib
pajak dalam melakukan pembayaran Pajak Bumi Dan Bangunan Pedesaan
dan Perkotaan. Sedangkan variabel independennya adalah keakuratan
Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT), kualitas pelayanan pajak,
kesadaran wajib pajak, sanksi pajak, dan sosialisasi pemerintah.
Definisi operasional dari masing masing variabel tersebut adalah :
1. Variabel Dependen
a. Kepatuhan Wajib Pajak
Kepatuhan wajib pajak disebabkan dengan adanya
kesadaran wajib pajak yang tinggi, kualitas pelayanan yang
baik, dan adanya sanksi pajak sebagai hukuman bagi wajib
pajak yang melanggar (Putria, dkk, 2015). Kepatuhan wajib
pajak diukur melalui 5 pertanyaan dengan 5 indikator. Pendapat
responden diukur dengan skala likert 1 sampai 5. Semakin
tinggi skor maka semakin tinggi tingkat kepatuhan wajib pajak.
Indikator kepatuhan wajib pajak PBB P-2 ini
merupakan modifikasi dari penelitian (Yusnidar, dkk, 2015):
1) Wajib pajak selalu melakukan pembayaran pajak
2) Wajib pajak selalu melakukan pembayaran pajak
dengan jumlah yang tepat
3) Wajib pajak tidak memiliki tunggakan
4) Wajib pajak selalu memberikan informasi terkait pajak
ketika informasi tersebut dibutuhkan oleh petugas
5) Wajib pajak yakin bahwa sebagai warga negara yang
baik maka perlu tindakan melaksanakan kewajiban
perpajakan
2. Variabel Independen
a. Keakuratan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) Yusnidar, dkk (2015) mengatakan Surat Pemberitahuan
Pajak Terutang (SPPT) merupakan surat yang digunakan untuk
memberitahuan jumlah pajak terutang yang harus dibayarkan.
Surat ini biasanya digunakan oleh Dinas Pendapatan
Pengelolaan dan Aset (DPPKA). SPPT dapat diperoleh di
kelurahan atau kantor kepala desa setempat yang diamanahi
sebagai tempat penyedia SPPT. Pelaksanaan pembayaran PBB
P-2 yang tercantum dalam SPPT dapat dilakukan di Bank yang
telah resmi ditunjuk oleh Dinas Pendapatan Pengelolaan dan
Aset.
Surat Pemberitahuan Pajak Terutang diukur melalui 6
dengan skala likert 1 sampai 5. Semakin tinggi skor maka
semakin tinggi keakuratan dari SPPT tersebut sehingga
kepatuhan wajib pajak akan meningkat.
Indikator keakuratan Surat Pemberiahuan Pajak
Terutang (SPPT) ini merupakan modifikasi dari penelitian
Kessi Ronia (2012) dalam Nurfauzi (2016):
1) Data dalam SPPT sesuai dengan kepemilikan bumi dan
bangunan
2) Penetapan luas tanah dan bangunan sudah sesuai dengan
luas yang sesungguhnya
3) Penetapan NJOP tanah sudah sesuai dengan keadaan
objek pajak yang sesungguhnya
4) Penetapan tempat pembayaran dan tanggal jatuh tempo
tidak memberatkan wajib pajak
b. Kualitas Pelayanan
Kualitas pelayanan merupakan anggapan dalam diri
wajib pajak terhadap jasa otoritas pajak dalam memenuhi
kewajiban pajak. Kualitas sumber daya manusia menentukan
pelayanan pajak, peraturan pajak yang adil dan berlakunya
sistem perpajakan yang sederhana (Septarini, 2015).
Kualitas pelayanan pajak dalam PBB P-2 tergantung
kewajibannya, wajib pajak PBB P-2 dilayani oleh pemerintah
daerah. Kualitas pelayanan diukur melalui 5 pertanyaan dengan
5 indikator. Pendapat responden diukur dengan skala likert 1
sampai 5. Semakin tinggi skor maka semakin tinggi kualitas
pelayanannya. Dengan semakin tingginya kualitas pelayanan
berarti semakin tinggi pula tingkat kepatuhan wajib pajaknya.
Indikator kualitas pelayanan ini merupakan modifikasi
dari penelitian (Prihartanto, 2015) :
1) Mekanisme penyampaian SPPT
2) Mekanisme pembayaran PPB-P2
3) Pelayanan petugas saat wajib pajak membayar
4) Fasilitas pendukung dalam pelayanan
5) Kecepatan dan ketanggapan petugas pajak dalam
menghadapi keluhan wajib pajak
c. Kesadaran Wajib Pajak
Kesadaran wajib pajak merupakan niat dalam diri wajib
pajak untuk bersedia membayar pajak terutangnya karena
merasa memiliki kewajiban yang harus dipenuhi sebagai
wujud kepatuhannya terhadap perundang undangan.
Kesadaran wajib pajak diukur melalui 6 pertanyaan dengan 5
indikator. Pendapat responden diukur dengan skala likert 1
kesadaran wajib pajak. Dengan semakin tingginya kesadaran
wajib pajak berarti semakin tinggi pula tingkat kepatuhan
wajib pajak.
Indikator kesadaran wajib pajak ini merupakan
modifikasi dari penelitian (Suryaningtyas, 2014, Prihartanto,
2015 dan Yusnidar dkk, 2015):
1) Sadar bahwa pemungutan pajak akan kembali ke
masyarakat untuk pembiayaan fasilitas umum, dan
lain-lain
2) Sadar bahwa tunggakan pajak bumi dan bangunan akan
merugikan daerah
3) Sadar bahwa wajib pajak yang memperoleh manfaat
atas bumi dan bangunan mempunyai kewajiban untuk
membayar pajak dari objek yang mereka miliki
4) Membayar pajak merupakan bentuk partisipasi dalam
membangun negara
5) Sadar jika tidak melakukan kewajiban perpajakan maka
akan dikenakan sanksi administrasi
d. Sanksi Pajak
Sanksi pajak dikenakan kepada wajib pajak supaya
kepatuhan wajib pajak meningkat. Sanksi pajak juga dijadikan
merasa jera sehingga wajib pajak selalu memenuhi kewajiban
terutangnya.
Sanksi pajak diukur melalui 6 pertanyaan dengan 4
indikator. Pendapat responden diukur dengan skala likert 1
sampai 5. Semakin tinggi skor maka semakin tinggi sanksi
pajak yang diberikan wajib pajak. Dengan semakin tingginya
sanksi pajak berarti semakin tinggi pula tingkat kepatuhan
wajib pajaknya.
Indikator sanksi pajak ini merupakan modifikasi dari
penelitian (Gusar, 2015) :
1) Mengabaikan kewajiban pajak
2) Menyembunyikan objek pajak
3) Tidak membayar pajak yang sudah jatuh tempo,
4) Kurang membayar pajak yang sudah jatuh tempo.
e. Sosialisasi Pemerintah
Sosialiasi adalah sebuah instrumen yang dapat
memberikan ilmu dan pemahaman yang lebih kepada para
wajib pajak tentang peraturan, tata cara perpajakan, prosedur,
dan terkait waktu pembayaran PBB P-2. Sosialisasi pemerintah
diukur melalui 5 pertanyaan dengan 5 indikator. Pendapat
responden diukur dengan skala likert 1 sampai 5. Semakin
dilakukan oleh pemerintah. Dengan semakin tingginya
sosialisasi pemerintah berarti semakin tinggi pula tingkat
kepatuhan wajib pajak.
Indikator dari sosialisasi pemerintah menurut Gusar
(2015) adalah sebagai berikut:
1) Pemerintah selalu mengadakan sosialisasi Pajak Bumi
dan Bangunan
2) Pemerintah mengadakan sosialisasi dengan cara
penyuluhan,
3) Pemerintah mengadakan sosialisasi melalui media, baik
cetak maupun elektronik
4) Pemerintah mengadakan sosialisasi dengan memberikan
surat edaran kepada masyarakat
5) Pemerintah mengingatkan batas waktu pembayaran
Pajak Bumi dan Bangunan.
F. Uji Kualitas Instrumen dan Data 1. Uji Validitas
Uji Validitas digunakan untuk mengukur tingkat keandalan
alat ukur yang akan digunakan untuk penelitian. Uji vaiditas
menunjukkan pengujian atau pengukuran terhadap instrumen yang
Pengujian validitas dilakukan dengan menggunakan uji
Pearson Correlation. Instrumen dapat dikatakan valid jika instrumen
tersebut tepat untuk mengukur apa yang seharusnya diukur dan jika
nilai seluruh instrumen pembentuk variabel memiliki korelasi dengan
skor masing-masing variabel > 0,25.
2. Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas merupakan uji yang digunakan untuk menilai
konsistensi jawaban dari penilai-penilai yang berbeda untuk situasi
yang sama. (Jogiyanto, 2014). Dalan hal ini, misalnya kuesioner dapat
digunakan lebih dari satu kali, dan menghasilkan data yang konsisten
meskipun dengan responden yang sama.
Pengujian reliabilitas dilakukan dengan menggunakan uji
Cronbach’s Alpha. Instrumen dapat dikatakan reliabel jika nilai dalam
Cronbach’s Alpha memiliki koefisien > 0,7.
G. Uji Asumsi Klasik 1. Uji Normalitas
Uji normalitas dapat digunakan untuk menentukan apakah data
yang digunakan telah bersitribusi normal atau diambil dari populasi
normal. Data yang telah berdistribusi normal menunjukkan bahwa data
tersebut baik. Salah satu cara untuk mengetahui pendistribusian data
apakah berdistribusi normal atau tidak adalah dengan melakukan One
adalah jika nilai Asymp Sig (2-tailed) > alpha 0,05 berarti data tersebut
berdistribusi normal.
2. Uji Multikolinieritas
Uji multikolinieritas digunakan untuk mengetahui dari
beberapa variabel bebas yang terdapat dalam model penelitian apakah
terdapat inter korelasi. Model regresi yang baik adalah model regresi
yang tidak terdapat multikolinieritas. Multikolinieritas dibuat dengan
nilai tolerance atau VIF, jika VIF < 10 dan nilai tolerance > 1 maka
tidak terdapat multikolinieritas dalam data tersebut.
3. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas digunakan untuk mengetahui apakah
terdapat ketidaksamaan dari varian antar pengamatan. Di dalam
penelitian ini, uji heteroskedastisitas dilakukan dengan Uji Gletser.
Uji Gletser memiliki ketentuan yaitu jika nilai signifikan (sig) > α
0,05 maka tidak terjadi heteroskedastisitas. Ketika data tersebut tidak
terjadi heteroskedastisitas, maka data tersebut homogen dan sudah
H. Uji Hipotesis dan Analisa Data 1. Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif yaitu menganalisis data dengan
menguraikan data yang dikumpulkan tanpa adanya pembuat
kesimpulan yang umum. (Sugiyono, 2013). Statistik deskriptif
menunjukkan nilai mean, minimum, maksimum, dan standar deviasi.
Termasuk tabel dan grafik.
2. Analisis Regresi Berganda
Metode analisis dalam penelitian ini adalah analisis regresi
berganda. Karena analisis regresi berganda dapat secara langsung
menyimpulkan pengaruh dari masing-masing variabel. Menurut
Adinata (2015) metode analisis berganda digunakan untuk mengetahui
apakah terdapat hubungan sebab akibat antara kedua variabel untuk
mengetahui seberapa besar pengaruh antara variabel independen.
Rumus yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
Y = α + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 + β5X5 + e Keterangan :
Y : Kepatuhan Wajib Pajak
α : Konstanta
Β1, β2, β3, β4, β5 : Koefisien Regresi
X2 : Kualitas Pelayanan
X3 : Kesadaran Wajib Pajak
X4 : Sanksi Pajak
X5 : Sosialisasi Pemerintah
e : Error
3. Uji Koefisien Determinasi (Uji Adjusted R2)
Uji Adjusted R2 agar dapat diketahui seberapa besar variabel
independent menjelaskan variabel dependent (Nazarudin dan Basuki,
2015). Nilai Adjusted R2 yang menggambarkan besarnya nilai
koefisien determinasi harus diubah dalam bentuk persentase. Setelah
itu sisanya (100% - persentase koefisien determinasi) dijelaskan oleh
variabel lain yang tidak masuk dalam model. Nilai koefisien
determinasi terletak diantara 0 dan 1. Nilai Adjusted R2 yang kecil
berarti kemampuan variabel independen sangat terbatas dalam
menjelaskan variabel dependen. Sedangkan, jika nilai Adjusted R2
mendekati 1 maka variabel independen dapat menjelaskan semua
informasi untuk memprediksi variabel dependen.
4. Uji Simultan (Uji F)
Uji F agar dapat melihat pengaruh variabel independent secara
simultan, dalam tabel ANNOVA (Nazarudin dan Basuki, 2015). Uji F