• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efektivitas Terapi Topikal Terhadap Proses Penyembuhan Luka Kronis di Asri Wound Care Centre Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Efektivitas Terapi Topikal Terhadap Proses Penyembuhan Luka Kronis di Asri Wound Care Centre Medan"

Copied!
75
0
0

Teks penuh

(1)

1

EFEKTIVITAS TERAPI TOPIKAL

TERHADAP PROSES PENYEMBUHAN LUKA KRONIS

di

ASRI WOUND CARE CENTRE

MEDAN

SKRIPSI

Oleh : Muhammad Affan

1212121113

(2)
(3)

HALAMAN PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Muhammad Affan

NIM : 121121113

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Efektivitas Terapi

Topikal Terhadap Proses Penyembuhan Luka Kronis di Asri Wound Care

Centre Medan” adalah benar hasil karya saya sendiri, kecuali jika dalam

pengutipan substansi disebutkan sumbernya dan Saya bertanggung jawab atas

keabsahan dan kebenaran isinya sesuai dengan kaidah ilmiah yang harus

dijunjung tinggi.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya, tanpa adanya

tekanan dan paksaan dari pihak manapun serta bersedia mendapat sanksi

akademik jika ternyata dikemudian hari pernyataan ini tidak benar.

Medan, Februari 2014 Yang membuat pernyataan,

(4)

PRAKATA

Segala puji kepada Allah S.W.T. ata segala Rahmat dan Hidayahnya penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini pada waktunya dengan judul : ‘’Efektivitas Terapi Topikal Terhadap Proses Penyembuhan Luka Kronis di Asri Wound Care Centre Medan’’ Penelitian ini merupakan salah satu syarat yang dugunakan untuk menyelesaikan pendidikan Program S-1 Ilmu Keperawatan serta memperoleh gelar Sarjana Keperawatan di Universitas Sumatera Utara.

Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada pihak-pihak yang telah

memberikan bantuan, bimbingan dan dukungan dalam proses penyelesaian skripsi

ini khususnya kepada Ns. Asrizal, S.Kep,.RN,.WOC(ET)N, CHt.N. Selain itu

penulis juga mengucapkan terima kasih banyak kepada :

1. dr. Dedi Ardinata, M.Kes sebagai Dekan Fakultas Keperawatan

Universitas Sumatera Utara yang telah memfasilitasi terlaksananya

pendidikan sehingga penelitian ini dapat diselesaikan.

2. Erniyati, S.Kp., MNS Selaku Pembantu Dekan I Fakultas Keperawatan

Universitas Sumatera Utara.

3. Ikhsanudin Ahmad Harahap, S.Kp,.MNS,.CWCCA selaku penguji 1 yang

telah memberikan masukan, arahan dan bimbingan dengan penuh

perhatian dan cermat untuk perbaikan penelitian ini.

4. Ns. Nunung Febriany Sitepu, S.Kep,.MNS selaku penguji 2 yang telah

memberikan masukan, arahan dan bimbingan dengan penuh perhatian dan

cermat untuk perbaikan penelitian ini.

5. Seluruh dosen Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara beserta

staf yang telah membantu selama proses pendidikan.

6. Direktur RSUP H. Adam Malik Medan yang telah memberikan izin untuk

melakukan penelitian di RSUP H. Adam Malik Medan.

7. Dan khususnya kepada kedua orang tua saya Nurhalim dan Musiani serta

keluarga yang tiada hentinya memberikan doa, dukungan, berupa moril

dan materil serta pengorbanan selama saya menjalani pendidikan di

(5)

8. Rekan-rekan Mahasiswa Ekstensi Keperawatan angkatan 2012 Fakultas

Keperawatan Universitas Sumatera Utara yang telah banyak memberikan

bantuan, motivasi, partisipasi dan saran-saran kepada penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini.

9. Seluruh pihak yang telah membantu penyelesaian penelitian ini.

Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi

kesempurnaan skripsi ini dimasa yang akan datang dan bermanfaat bagi pembaca

pada umumnya dan penulis khususnya. Semoga segala bantuan, kebaikan dan

dukungan yang telah diberikan kepada penulis mendapat berkah, rahmat dan

hidayah dari ALLAH S.W.T, Amin.

Medan, Februari 2014

(6)

DAFTAR ISI

1. Latar belakang………. 1

2. Perumusan masalah………. 5

3. Hipotesis……….. 5

4. Tujuan Penelitian………. 6

5. Manfaat Penelitian………... 7

BAB 2. Tinjauan Pustaka 1. Defenisi topikal………...………. 8

2. Terapi topikal metcovazin………..…….. 9

3. Kontraindikasi terapi topikal metcovazin……… 11

3.1 Dosis dan cara pemakaian metcovazin……….…… 12

4. Konsep luka………. 14

5. Konsep luka kronis………..… 14

6. Konsep Penyembuhan Luka……… 19

6.1 Fase Inflamasi……….. 21

6.2 Fae Granulasi………...………22

6.3 Fase Maturasi………...23

7. Faktor-faktor yang menghambat proses penyembuhan luka………... 24

8. Bahan yang digunakan dalam perawatan luka……….…28

BAB 3. Kerangka Konseptual 1. Kerangka konsep………. 29

2. Defenisi Operasional………... 30

BAB 4. Metodologi Penelitian 1. Desain penelitian………. 31

2. Populasi dan sampel penelitian………... 31

3. Lokasi dan waktu penelitian………... 32

4. Pertimbangan etik………33

(7)

6. Pengumpulan data………...35

7. Analisa data……….……36

8. Analisis Univariat………37

9. Analisis Bivariat………. 38

BAB 5. Hasil dan Pembahasan 1. Hasil penelitian………39

2. Pembahasan……… 42

BAB 6. Kesimpulan dan saran 1. Kesimpulan……….46

2. Saran………...47

Daftar pustaka Lampiran-Lampiran

1. Lembar persetujuan responden

2. Lembar observasi luka

3. Format Pengambilan data responden

4. Lembar bimbingan

5. Prosedur Perawatan Luka Kronis

6. Skor catatan perkembangan luka kronis

7. Rincian biaya

8. Riwayat hidup

9. Jadwal tentatif peneitian

(8)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.1 : Defenisi Operasional………. 30 Tabel 5.1 : Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin dan umur di Asri

Wound Care Centre dan RSUP H. Adam Malik Medan………... 40

Tabel 5.2 : Analisis perbandingan efektivitas perkembangan skor penyembuhan

luka kronis dengan menggunakan terapi topikal Metcovazin pada

kelompok intervensi dan tidak pada kelompok

kontrol………. 41

Tabel 5.3: Hasil uji statistik non parametrikMann-Whitney (U-Tes), rata-rata dan frekuensi responden kelompok intervensi dan kontrol terhadap

proses penyembuhan luka kronis……….... 41

Tabel 5.4: Hasil Uji statistik data kelompok intervensi dan kontrol terhadap

(9)

DAFTAR SKEMA

Halaman

Skema 3.1 : Kerangka konseptual penelitian efektivitas terapi topikal

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Lembar persetujuan menjadi responden

Lampiran 2. Lembar observasi luka dengan skala Wocare Centre Lampiran 3. Format Pengambilan data demografi responden Lampiran 4. Lembar bukti bimbingan

Lampiran 5. Prosedur melakukan perawatan luka kronis

Lampiran 6. Lembar nilai skor catatan perkembangan luka kronis Lampiran 7. Lampiran biaya proposal, skripsi dan penelitian Lampiran 8. Daftar riwayat hidup

(11)

Judul : Efektivitas Terapi Topikal Terhadap Proses Penyembuhan

Luka Kronis di Asri Wound Care Centre Medan.

Nama Mahasiswa : Muhammad Affan NIM : 121121113

Jurusan : Sarjana Keperawatan ( S.Kep) Tahun : 2014

ABSTRAK

Luka kronis merupakan jenis luka yang mengalami keterlambatan dalam proses penyembuhan luka, sehingga luka menjadi lama sembuh. Penelitian ini

merupakan penelitian Quasy Eksperimental Design dengan pendekatan Case

Control atau penelitian dengan memberikan perlakuan perawatan luka. Peneliti

menggunakan terapi topikal Metcovazin pada kelompok intervensi di Asri Wound

Care Centre Medan dan membandingkannya dengan kelompok kontrol di RSUP.

H. Adam Malik Medan. Penelitian ini dimulai pada bulan Agustus- September untuk kelompok intervensi, dan pada bulan November-Desember 2013 untuk kelompok kontrol. Sample penelitian merupakan semua responden dengan luka

kronis. Uji Statistik menggunakan Uji Mann-Whitney (U-Test ) dengan Frekuensi

responden terdiri dari 20 orang kelompok intervensi dan 20 orang kelompok

kontrol. Hasil uji statistic menunjukan nilai p value 0,000 (0,0001). Hasil tersebut

menjelaskan bahwa terapi topikal Metcovazin menunjukan hasil yang signifikan

dan memiliki pengaruh yang efektif dalam mempercepat proses penyembuhan luka kronis. Hasil tersebut didukung dengan hasil penelitian pada kelompok intervensi yang menyebutkan 18 (80%) responden mengalami proses penyembuhan atau masuk kedalam kategori sembuh (skor 10-25), hasil ini berbanding terbalik dengan kelompok kontrol yang menyebutkan frekuensi responden 19 (95%) tidak sembuh, dengan kategori (skor 26-50). Hasil penelitian ini menunjukan adanya efektivitas terapi topikal terhadap proses penyembuhan luka kronis.

(12)

Title : The Effectiveness of Topical Therapy on Chronic Wound Healing in Asri Wound Care Centre Medan

Name : Muhammad Affan

Student Number : 121121113

Program : Bachelor of Nursing

Year : 2014

ABSTRACT

Chronic wound is wound that experienced slow healing, so it takes long time to be healed. This research is a Quasy Experimental Design research with the approach of Case Control or research by providing wound care treatment. Researcher used Metcovazin topical therapy in the intervention group at the Asri Wound Care Center Medan and compared with the control group in RSUP H. Adam Malik Medan. This research began in August-September for the intervention group, and in November-December 2013 for the control group. The samples were all respondents with chronic wounds. Statistical tests using the Mann-Whitney Test (U-test) with the frequency of respondents consisted of 20 people in intervention group and 20 people in control group. Statistical test results showed p value of 0.000 (0.0001). These results explain that Metcovazin topical therapy showed significant results and have an effective influence in accelerating chronic wound healing process. These results are supported by the results of the research in the intervention group who mentioned 18 (80%) of respondents experienced healing or in the healed category (score of 10-25), this result is inversely related to the control group that mentioned the respondents frequency 19 (95%) were not healed, by category (score of 26-50). The results of this research indicate that topical therapy is effective in chronic wound healing process.

(13)

Judul : Efektivitas Terapi Topikal Terhadap Proses Penyembuhan

Luka Kronis di Asri Wound Care Centre Medan.

Nama Mahasiswa : Muhammad Affan NIM : 121121113

Jurusan : Sarjana Keperawatan ( S.Kep) Tahun : 2014

ABSTRAK

Luka kronis merupakan jenis luka yang mengalami keterlambatan dalam proses penyembuhan luka, sehingga luka menjadi lama sembuh. Penelitian ini

merupakan penelitian Quasy Eksperimental Design dengan pendekatan Case

Control atau penelitian dengan memberikan perlakuan perawatan luka. Peneliti

menggunakan terapi topikal Metcovazin pada kelompok intervensi di Asri Wound

Care Centre Medan dan membandingkannya dengan kelompok kontrol di RSUP.

H. Adam Malik Medan. Penelitian ini dimulai pada bulan Agustus- September untuk kelompok intervensi, dan pada bulan November-Desember 2013 untuk kelompok kontrol. Sample penelitian merupakan semua responden dengan luka

kronis. Uji Statistik menggunakan Uji Mann-Whitney (U-Test ) dengan Frekuensi

responden terdiri dari 20 orang kelompok intervensi dan 20 orang kelompok

kontrol. Hasil uji statistic menunjukan nilai p value 0,000 (0,0001). Hasil tersebut

menjelaskan bahwa terapi topikal Metcovazin menunjukan hasil yang signifikan

dan memiliki pengaruh yang efektif dalam mempercepat proses penyembuhan luka kronis. Hasil tersebut didukung dengan hasil penelitian pada kelompok intervensi yang menyebutkan 18 (80%) responden mengalami proses penyembuhan atau masuk kedalam kategori sembuh (skor 10-25), hasil ini berbanding terbalik dengan kelompok kontrol yang menyebutkan frekuensi responden 19 (95%) tidak sembuh, dengan kategori (skor 26-50). Hasil penelitian ini menunjukan adanya efektivitas terapi topikal terhadap proses penyembuhan luka kronis.

(14)

Title : The Effectiveness of Topical Therapy on Chronic Wound Healing in Asri Wound Care Centre Medan

Name : Muhammad Affan

Student Number : 121121113

Program : Bachelor of Nursing

Year : 2014

ABSTRACT

Chronic wound is wound that experienced slow healing, so it takes long time to be healed. This research is a Quasy Experimental Design research with the approach of Case Control or research by providing wound care treatment. Researcher used Metcovazin topical therapy in the intervention group at the Asri Wound Care Center Medan and compared with the control group in RSUP H. Adam Malik Medan. This research began in August-September for the intervention group, and in November-December 2013 for the control group. The samples were all respondents with chronic wounds. Statistical tests using the Mann-Whitney Test (U-test) with the frequency of respondents consisted of 20 people in intervention group and 20 people in control group. Statistical test results showed p value of 0.000 (0.0001). These results explain that Metcovazin topical therapy showed significant results and have an effective influence in accelerating chronic wound healing process. These results are supported by the results of the research in the intervention group who mentioned 18 (80%) of respondents experienced healing or in the healed category (score of 10-25), this result is inversely related to the control group that mentioned the respondents frequency 19 (95%) were not healed, by category (score of 26-50). The results of this research indicate that topical therapy is effective in chronic wound healing process.

(15)

BAB 1

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Menurut Winter (1962), melalui penelitian yang dilakukan di Landmark,

menunjukan hasil perawatan luka pada suasana lembab sangat membantu dalam

proses penyembuhan luka. Pada dasarnya luka akan sembuh dengan sendirinya

secara normal melalui tahap-tahap penyembuhan luka. Akan tetapi adanya proses

penyembuhan luka yang memanjang penyebabkan luka yang tadinya bersifat akut,

menjadi luka kronis. Penelitian ini dilakukan untuk membuktikan efektivitas

terapi topikal metcovazin yang dapat mendukung metode perawatan luka modern

pada suasana lembab.

Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Kristianto, (2010) tentang

adanya perbedaan perawatan luka teknik modern dan konvensional menjelaskan

bahwa pada kelompok modern terjadi peningkatan ekspresi TGF �1 dan

penurunan respon nyeri, sedangkan pada kelompok konvensional terjadi

penurunan TGF � dan peningkatan respon nyeri. Hal ini menjelaskan bahwa tidak

ada alasan lagi untuk menggunakan metode perawatan luka modern dengan

konsep lembab khususnya bagi perawat yang sudah mendapatkan sertifikasi

dalam pelatihan perawatan luka modern, sedangkan metode perawatan luka

konvensional harus benar-benar sudah tidak digunakan lagi, umumnya bagi

(16)

2

Fenomena yang terjadi saat ini, masih banyaknya metode perawatan yang

masih menggunakan metode perawatan luka konvensional, sehingga perawatan

yang diberikan cenderung akan membuat fase penyembuhan berjalan lambat atau

bahkan menjadi memanjang.

Dalam hal ini peneliti menggunakan salah satu jenis topical terapi

metcovazin yang sudah diuji coba sebelumnya di Wocare Clinic sebagai terapi topikal jenis salep, serta telah dikembangkan dan digunakan selama 16 tahun

lebih. Metcovazin merupakan nama merk terapi topikal yang terdaftar a.n

Widasari Sri Gitarja, SKp,.RN,.WOC(ET)N sebagai penemu dari formula

metcovazin di lembaga Hak Atas Kekayaan Intelektual Departemen Kehakiman

sebagai nama dari terapi topikal yang digunakan dalam perawatan luka. Terapi

topikal metcovazin masih dalam proses perizinan di BPPOM RI sehingga

penggunaanya hanya untuk kalangan sendiri yang sudah terlatih dan mengikuti

pelatihan perawatan luka yang dilakukan oleh Wocare Center Indonesia. Terapi

topikal ini bersifat mempertahankan kelembaban luka sehingga permukaan luka

tetap pada lingkungan optimal (moist wound healing). Metcovazin merupakan

jenis salep dengan komposisi zincbased diantaranya adalah berisi metronidazole,

vaseline, seng, dan Nistatin (Buku panduan pelatihan perawatan luka, 2012).

Metcovazin sebagai salah satu terapi topikal yang memiliki beberapa keunggulan

yaitu berfungsi untuk support autolysis debridement dalam mempersiapkan dasar

luka berwarna merah, menghindari trauma saat membuka balutan, dan

mengurangi bau tidak sedap. Serta dapat digunakan untuk semua jenis luka dan

(17)

3

topikal metcovazin merupakan salah satu jenis produk berbentuk salep yang

digunakan untuk spesialis perawat luka yang sudah mendapatkan pelatihan

perawatan luka modern dan tidak digunakan untuk bebas. Ini disebabkan karena

penggunaanya diakukakan dengan metode perawatan luka dengan konsep

kelembaban yang seimbang dan semua jenis luka baik akut maupun kronis akan

dilakukan perawatan luka tertutup dengan bantuan wound dreassing.

Dalam penelitian ini, fase yang akan dibahas dan diobservasi diantaranya

adalah fase Inflamasi dan Granulasi pada penyembuhan luka. Meskipun pada

dasarnya ada fase-fase penyembuhan luka yang lain seperti : Fasematuration. Hal

ini disebabkan karena adanya pertimbangan dalam lamanya waktu yang

dibutuhkan untuk melakukan penelitian sampai pada fase maturation yang

berlangsung dari hari ke 21 sampai 2 tahun. Dalam fase penyembuhan luka tubuh

memiliki respon (vascular response), ini terjadi beberapa detik setelah terjadinya

luka pada tipe apapun, respon tubuh dengan penyempitan pembuluh darah

(kontriksi) untuk menghambat perdarahan dan mengurangi pajanan terhadap

bakteri. Granulasi merupakan penumpukan deposit kolagen pada luka, serta

angiogenesis (pembentukan pembuluh darah baru). (Baroroh, 2011).

Dalam penelitian ini, luka kronik menjadi salah satu masalah yang biasanya

terjadi jika memanjangnya proses penyembuhan. Akan tetapi dengan pemilihan

terapi topikal tepat guna serta diimbangi dengan metode perawatan luka lembab

(18)

4

Pada fase inflamasi, terapi topikal metcovazin mampu mempertahankan

konsep lembab, sehingga fase inflamasi dalam proses penyembuhan luka (Wound

healing) dapat berjalan sesuai dengan waktunya. Dalam hal ini inflamasi pada penyembuhan luka normal adalah 0-3 hari. Pada dasarnya semua jenis balutan

yang dapat mempertahankan konsep kelembaban yang seimbang (moisture

balance) akan mempercepat proses penyembuhan luka.

Pada fase proliferation atau granulasi metcovazin memiliki peran dalam hal

mempercepat pertumbuhan jaringan tersebut. Hal ini disebabkan karena

Epithelization dan Collagen synthesis akan terjadi jika luka dalam keadaan

lembab. Adapun peran terapi topikal metcovazin dalam fase granulation

diantaranya adalah untuk mempertahankan luka agar tetap pada suasana

kelembaban yang seimbang. Selain itu terapi topikal metcovazin juga berfungsi

untuk mensupport granulasi (membantu membentuk jaringan granulasi),

mengurangi bau tidak sedap, dan karena metcovazin berbahan dasar minyak,

perawat luka dapt menghindari trauma saat membuka balutan (tidak lengket

ketika membuka balutan).

Adanya fenomena diatas, menjadikan alasan dan tujuan penelitian ini

dilakukan, sehingga penulis sangat tertarik untuk meneliti dan menganalisis

efektivitas salah satu terapi topikal yaitu metcovazin yang digunakan untuk

mendukung proses penyembuhan luka kronis tersebut. Tentunya perawatan yang

akan dilakukan menggunakan metode perawatan luka modern dan bukan

perawatan luka konvensional. Penelitian ini menjadi penting untuk diteliti karena

(19)

5

pelayanan kesahatan yang belum menggunakan konsep kelembaban dan terapi

topikal tepat guna, khususnya bagi perawat luka profesional yang bersertifikasi

yang mengetahui konsep perawatan luka modern, apalagi masyarakat umum, yang

hanya mengetahui luka yang baik adalah luka yang dalam keadaan bersih dan

kering.

Pernyataan ini didukung dari beberapa penelitian yang mengatakan bahwa

sebagian besar perawatan luka atau metode yang digunakan cenderung masih

dengan konsep perawatan luka konvensional. Dari fenomena-fenomena

tersebutlah peneliti ingin melakukan penelitian dengan menetapkan judul

penelitian : ’’Efektivitas Terapi Topikal Terhadap Proses Penyembuhan

Luka Kronis di Asri Wound Care Centre Medan’’

2. Perumusan Masalah

Berdasarkan fenomena dari latar belakang tersebut, maka penulis tertarik

untuk mengambil rumusan masalah ‘’Bagaimana efektivitas terapi topikal

Metcovazin terhadap proses penyembuhan luka kronis ?’’

3. Hipotesis

Dari landasan teori dan tinjauan pustaka, maka peneliti dapat menyimpulkan

adanya hipotesis sementara yaitu adanya efektivitas terapi topikal metcovazin

(20)

6

4. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Untuk mengidentifikasi efektivitas terapi topikal metcovazin terhadap

proses penyembuhan luka kronis.

2. Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi fase penyembuhan luka kronis sebelum diberikan

terapi topikal pada kelompok intervensi.

2. Mengidentifikasi fase penyembuhan luka kronis sesudah diberikan

terapi topikal pada kelompok intervensi.

3. Mengidentifikasi fase penyembuhan luka kronis sebelum diberikan

tindakan pada kelompok kontrol

4. Mengidentifikasi fase penyembuhan luka kronis sesudah diberikan

tindakanpada kelompok kontrol

5. Mengidentifikasi fase penyembuhan luka kronis sebelum dan

sesudah diberikan tindakan tanpa terapi topikal pada kelompok

intervensi.

6. Mengidentifikasi fase penyembuhan luka kronis sebelum dan

sesudah diberikan tindakan tanpa terapi topikal pada kelompok

kontrol.

7. Mengidentifikasi perbandingan fase penyembuhan luka kronis

(21)

7

5. Manfaat Penelitian

1. Pendidikan keperawatan

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan banyak manfaat untuk

mengembangkan ilmu pengetahuan serta meningkatkan pengetahuan

mahasiswa keperawatan dan ilmu keperawatan secara khusus dalam

perawatan luka kronis.

2. Pelayanan Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan menjadi masukan khususnya bagi

perawat luka yang bersertifikasi dalam melakukan perawatan luka dengan

konsep lembab dengan terapi topikal tepat guna sehingga dapat digunakan

dan dilakukan di dalam praktik pelayanan kesehatan, seperti klinik-klinik

perawatan luka dan Rumah Sakit Umum.

3. Penelitian Keperawatan

Sebagai bahan masukan peneliti dan penelitian selanjutnya untuk

mengembangkan ilmu pengetahuan dengan konsep-konsep keilmuan

terbaru yang lebih baik sehingga penelitian tersebut dapat bermanfaat bagi

perawat secara khusus dan masyarakat secara umum, terutama

penelitian-penelitian tentang perawatan luka dengan menggunakan terapi topikal

(22)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi Topikal

Obat topikal merupakan salah satu bentuk obat yang sering digunakan

dalam terapi dermatologi. Kata topikal berasal dari bahasa Yunani topikos yang

memiliki arti berkaitan dengan daerah permukaan tertentu. Dalam literatur

lainnya, kata topikal berasal dari kata topos yang berarti lokasi atau tempat. Dan

secara luas obat topikal didefenisikan sebagai obat yang digunakan di tempat lesi.

Obat topikal adalah obat yang mengandung dua komponen dasar yaitu zat

pembawa (vehikulum) dan zat aktif. Zat aktif merupakan komponen bahan topikal

yang memiliki efek teraupetik, sedangkan zat pembawa adalah bagian inaktif dari

sediaan topikal yang dapat berbentuk cair atau padat yang membawa bahan aktif

berkontak dengan kulit. ( Yanhendri & Yenny, 2012).

Ada banyak pilihan terapi topikal dengan berbagai macam jenis dan produk,

akan tetapi tingkat efektivitas dalam proses penyembuhannya akan berbeda.

Kecermatan dalam memilih bentuk sediaan obat topikal sesuai dengan kondisi

kelainan kulit diperlukan, karena merupakan salah satu faktor yang berperan

dalam keberhasilan terapi topikal disamping faktor lain seperti : konsentrasi zat

aktif obat, efek fisika dan kimia, cara pemakaian, lama penggunaan obat agar

diperoleh efikasi maksimal dengan efek samping minimal. (Yanhendri & Yenny,

(23)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi Topikal

Obat topikal merupakan salah satu bentuk obat yang sering digunakan

dalam terapi dermatologi. Kata topikal berasal dari bahasa Yunani topikos yang

memiliki arti berkaitan dengan daerah permukaan tertentu. Dalam literatur

lainnya, kata topikal berasal dari kata topos yang berarti lokasi atau tempat. Dan

secara luas obat topikal didefenisikan sebagai obat yang digunakan di tempat lesi.

Obat topikal adalah obat yang mengandung dua komponen dasar yaitu zat

pembawa (vehikulum) dan zat aktif. Zat aktif merupakan komponen bahan topikal

yang memiliki efek teraupetik, sedangkan zat pembawa adalah bagian inaktif dari

sediaan topikal yang dapat berbentuk cair atau padat yang membawa bahan aktif

berkontak dengan kulit. ( Yanhendri & Yenny, 2012).

Ada banyak pilihan terapi topikal dengan berbagai macam jenis dan produk,

akan tetapi tingkat efektivitas dalam proses penyembuhannya akan berbeda.

Kecermatan dalam memilih bentuk sediaan obat topikal sesuai dengan kondisi

kelainan kulit diperlukan, karena merupakan salah satu faktor yang berperan

dalam keberhasilan terapi topikal disamping faktor lain seperti : konsentrasi zat

aktif obat, efek fisika dan kimia, cara pemakaian, lama penggunaan obat agar

(24)

9

2. Terapi Topikal Metcovazin

Metcovazin merupakan terapi topikal yang terbuat dari zinc, nistatin, dan

metronidazole berupa racikan yang telah diuji coba sebelumnya di rumah sakit

kanker ‘’Dharmais’’ dan home nursing Wocare Center ( Buku panduan pelatihan

perawatan luka, 2012). Kandungan yang terdapat dalam metcovazin ini adalah

metronidazole, nyistatin, zink dan bahan pencampur lainya, sehingga terapi

topikal ini dikontraindikasikan pada pasien yang alergi dengan zink, nyistatin,

metronidazole dan radio terapi (Gitarja dalam Handayani, 2010).

Terapi topikal metcovazin merupakan nama merk terdaftar a.n Widasari Sri

Gitarja, SKp,.RN,. WOC(ET)N sebagai penemu dari formula metcovazin yang

sudah didaftarkan di Lembaga Hak Atas Kekayaan Intelektual, Departemen

Kehakiman sebagai nama dari terapi topikal yang digunakan dalam melakukan

perawatan luka. Sediaan terapi topikal dibuat dalam bentuk ointment jenis creams

atau salep, dengan warna putih, oranye sampai kekuningan dan memiliki bahan

aktif yaitu metronidazole. Terapi topikal metcovazin memiliki sifat

mempertahankan kelembaban luka sehingga permukaan luka tetap pada

lingkungan optimal (moist wound healing). Sehingga terapi topikal ini mampu

mengatasi infeksi bakteri dan jamur.(Tim perawatan luka di Wocare Clinic, 2013).

Sejak Wocare Clinic berdiri, metcovazin langsung digunakan dalam praktik

perawatan luka. Dan sudah 16 tahun lebih atau sejak tahun 1998 terapi topikal

metcovazin sudah digunakan oleh perawat luka bersertifikasi dan sudah

mendapatkan pelatihan perawatan luka. Terapi topikal ini digunakan untuk

(25)

10

luka diabetes, luka bakar, dan luka akut maupun kronis. Terapi topikal ini secara

selektif mampu membunuh bakteri anaerob, jamur, dan protozoa. Selain itu dapat

mengurangi bau tidak sedap pada perawatan luka kanker serta dapat mencegah

perdarahan terutama pada saat mengganti balutan karena tidak menyebabkan

balutan menjadi kering, mempertahankan kelembaban pada luka, dan

mempersiapkan dasar luka kuning, hitam menjadi merah dalam proses peluruhan

jaringan oleh tubuh.(Tim perawatan luka di Wocare Clinic, 2013).

Ada banyak alasan mengapa metcovazin mampu mempercepat proses

penyembuhan luka, salah satunya karena dapat mempertahankan kelembaban

pada perawatan luka. Adanya kelembaban pada luka, secara otomatis tubuh akan

mempercepat terjadinya proses fibrinolisis oleh sel netrofil dan sel endotel akan

mengilangkan benang-benang fibrin secara cepat. Selanjutnya akan mempercepat

proses angiogenesis atau pembentukan pembuluh darah baru di dalam luka kronis

tersebut. Pada suasana lembab, tubuh akan mempercepat pembentukan sel aktif

dan akan mempengaruhi adanya invasi netrofil yang diikuti oleh makrofagh,

monosit dan limfosit langsung menuju luka tersebut. Dan yang terakhir adalah

pembentukan growth factor akan lebih cepat terjadi juga dalam moisture balance

luka yang seimbang kelembabanya. EGF, FGF dan interleukin akan dikeluarkan

oleh makrofagh untuk proses angiogenesis dan pembentukan struktur Korneum.

Sedangkan Platelet Drived Growth Factor (PDGF) dan Transforming Growth

Factor-Beta (TGF-Beta) akan dibentuk oleh platelet untuk proliferation

(26)

11

Ada beberapa fungsi dan jenis terapi topikal metcovazin menurut (Buku

panduan pelatihan perawatan luka, 2012)

a. Berfungsi untuk support autolysis debridement (melunakan jaringan

nekrosis/mempersiapkan dasar luka)

b. Menghindari trauma saat membuka balutan.

c. Mengurangi bau tidak sedap.

d. Mempertahankan suasana lembab.

e. Support granulasi (membantu membentuk jaringan granulasi)

Adapun jenis terapi topikal metcovazin terdiri dari tiga jenis :

1. Metcovazin Reguler : digunakan untuk semua warna dasar luka yang tidak terdapat infeksi.

2. Metcovazin Gold : digunakan untuk warna dasar luka kuning yang

menandakan adanya infeksi.

3. Metcovazin Red : digunakan untuk warna dasar merah support granulasi.

3. Kontraindikasi Terapi Topikal Metcovazin

Terapi ini memiliki respon hipersensitifitas terhadap zink oxide,

metronidazole, dan nistatin dan pada kasus perawatan luka dengan terapi radiasi

tidak diizinkan, karena salep ini mengandung zinc yang dapat mengganggu

aktivitas pengobatan yang mengganggu aktifitas pengobatan yang menggunakan

(27)

12

3.1. Dosis dan Cara Pemakaian Metcovazin

Penggunaan salep ini tergantung dari stadium luka (derajat luka) dan

besarnya luka. Cara pemakaianya sangat mudah karena hanya mengoleskan salep

pada luka sesuai stadium luka. .(Tim perawatan luka di Wocare Clinic, 2013).

1. Stadium 1 adalah suatu kondisi dimana permukaan kulit masih utuh, tetapi

mulai terlihat kemerahan dan rasa tidak nyaman. Salep dapat dioleskan ke

permukaan kulit secara merata seluas area yang terluka.

2. Stadium 2 adalah suatu kondisi dimana terdapat lecet atau perlukaan.

Setelah luka dibersihkan dan dikeringkan, salep dapat dioleskan ke

permukaan kulit yang terluka dan kemudian di tutup dengan balutan. Atau

jika menghitam pada permukaan kulit juga di oleskan pada permukaannya.

3. Stadium 3 adalah suatu kondisi dimana kulit mendapat perlukaan yang

dalam sehingga terlihat lebih cekung dan berongga tetapi belum terlihat

otot atau tulang. Setelah luka dibersihkan, salep dapat dimasukan ke dalam

untuk mengisi cekungan atau rongga dan kemudian ditutup dengan balutan

untuk menjaga kelembaban luka dan mempercepat proses penyembuhan

luka.

4. Stadium 4 adalah suatu kondisi dimana kulit mengalami perlukaan yang

lebih cekung dan berongga hingga terlihat otot dan tulang. Setelah luka

dibersihkan, salep dapat dimasukan ke dalam cekungan atau rongga

kemudian ditutup dengan balutan untuk tetap menjaga kelembaban luka

(28)

13

Metcovazin sebagai salah satu terapi topikal yang memiliki beberapa

keunggulan yaitu berfungsi untuk support autolysis debridement dalam

mempersiapkan dasar luka berwarna merah, menghindari trauma saat membuka

balutan, dan mengurangi bau tidak sedap. Serta dapat digunakan untuk semua

jenis luka dan semua derajat (tingkat kedalaman) luka.(Gitarja dalam Handayani,

2010). Dari studi literatur tersebut, dijelaskan bahwa terapi topikal metcovazin

memiliki kegunaan dan manfaat yang besar terhadap proses penyembuhan luka

kronik khususnya luka dengan adanya infeksi.

Infeksi merupakan salah satu faktor yang dapat menghambat proses

penyembuhan luka kronis tersebut. Sehingga luka yang bersifat akut dapat

berubah menjadi luka kronik atau luka yang lama proses penyembuhannya.

Adapun perbandingan infeksi yang terjadi antara perawatan luka dengan suasana

lembab (moisture balance) hasilnya akan lebih baik dari pada perawatan luka

dengan suasana kering yaitu (2,6 % - 7,2 %). Untuk mendukung agar luka tetap

dalam keadaan lembab, maka dibutuhkanlah terapi topikal tepat guna dan dengan

balutan (wound dreassing) yang mampu mempertahankan konsep lembab.

Fenomena ini disebabkan karena terapi topikal metcovazin memiliki kemampuan

dalam menjaga kelembaban luka yang seimbang (moisture balance).Dan konsep

lembab merupakan salah satu metode yang digunakan untuk mempercepat proses

penyembuhan luka yaitu metode perawatan luka dengan metode perawatan luka

(29)

14

4. Konsep luka

Luka dilihat dari waktu penyembuhanya dibagi atas dua jenis yaitu luka

akut (luka yang sesuai dengan proses penyembuhan) dan luka kronis (luka yang

mengalami kegagalan dalam proses penyembuhan).(Buku panduan perawatan

luka, 2012).

Luka merupakan suatu kerusakan yang abnormal pada kulit yang

menghasilkan kematian dan kerusakan sel-sel kulit (Wijaya, 2011). Luka adalah

kerusakan jaringan kulit atau gangguan integritas kulit yang disebabkan karena

banyak hal, diantaranya gesekan, suhu, infeksi dan lain-lain.(Arisanty, 2012).

Luka adalah rusaknya struktur dan fungsi anatomis kulit normal akibat

proses patologis yang berasal dari internal dan eksternal dan mengenai organ

tertentu (Potter & Perry, 2006). Luka adalah gangguan integritas kulit yang

disebabkan karena banyak hal, diantaranya gesekan, tekanan suhu, dan infeksi.

Dalam bahasa inggris luka dikenal dengan banyak kata diantaranya wound, ulcer,

lesion, skin tears, sore, dan dalam bahasa Indonesia dikenal dengan kata luka, borok, koreng, dekubitus. Semua kata yang digunakan memiliki satu arti yaitu

kerusakan jaringan kulit atau gangguan integritas kulit.

5. Konsep Luka Kronis

Berdasarkan waktu atau lamanya proses penyembuhan luka, luka

diklasifikasikan menjadi luka akut dan luka kronis. Luka kronis adalah luka yang

(30)

15

hingga menahun. Hal ini disebabkan karena adanya faktor penyulit yang

menghambat proses penyembuhan luka sehingga luka sulit sembuh. Dan

seringnya luka kronis disebabkan karena adanya penyakit penyerta (penyakit gula,

penyumbatan pembuluh darah arteri, permasalahan pembuluh darah vena, dan

imobilisasi ). (Arisanty, 2012).

Menurut Arisanty, (2012) jenis luka akut (luka baru) diantaranya luka

operasi, luka kecelakaan, dan luka bakar, jika penanganan dilakukan dengan baik

maka luka kronis tidak akan jatuh menjadi luka kronis (luka yang sulit sembuh).

Contoh luka akut adalah luka operasi yang akan sembuh sesuai dengan fase

penyembuhan normal adalah kurang dari 21 hari luka akan menutup, atau luka

bakar yang sembuh selama perawatan 21 hari. Luka dikatakan luka kronis jika

proses penyembuhannya memanjang dan tidak sesuai dengan fisiologis waktu

penyembuhan luka, misalnya luka baru yang mengalami proses inflamasi hingga

5 hari, jika ditemukan tanda-tanda inflamasi pada hari ke-7 kemungkinan bukan

lagi inflamasi namun infeksi, dan ini sudah dapat dikatakan dengan luka kronis.

Sedangkan luka yang sudah pasti dikatakan luka kronis diantaranya adalah luka

tekan (dekubitus), luka karena diabetes, luka karena pembuluh darah vena

maupun arteri, luka kanker, luka dehiscence, dan abses. Luka yang lama sembuh

disertai dengan penurunan daya tahan tubuh pasien membuat luka semakin rentan

untuk terpajan mikroorganisme yang menyebabkan infeksi.

Berdasarkan WHO-depkes Indikator Standar Rawat Inap tergolong dengan

kejadian infeksi tinggi sebagai indikator kejadian infeksi paska operasi memiliki

(31)

16

Salah satu yang menjadi ciri khas dari luka kronis adalah jaringan nekrosis

(jaringan mati) baik yang berwarna kuning maupun yang berwarna hitam. Ciri

khas lainya dari luka kronis adalah adanya infeksi dan adanya penyulit sistemik

yang menghambat penyembuhan luka. Sehingga manajemen luka kronis menjadi

sedikit berbeda dengan manajemen luka akut. Pada dasarnya luka akut yang

fisiologis dapat sembuh dengan sendirinya, selama tidak ada faktor penyulit yang

sering ditemukan pada luka kronis. Salah satu metode yang dikembangkan adalah

metode ‘’TIME’’.(Arisanty, 2012).

Menurut Meidina & Rosina, (2012) Luka akut dan kronik berisiko terkena

infeksi. Luka akut adalah luka jahit karena pembedahan, luka trauma, dan luka

lecet. Di Indonesia angka infeksi untuk luka bedah mencapai 2.30 sampai dengan

18.30% (Depkes RI, 2001). Pada luka kronik, waktu penyembuhannya tidak dapat

diprediksi dan dikatakan sembuh jika fungsi dan struktur kulit telah utuh. Jenis

luka kronik yang paling banyak adalah luka dekubitus, luka diabetes, luka kanker.

Menurut (Ismail dalam subekti, 2011).

Luka dapat ditimbulkan oleh beberapa faktor, Menurut (Baroroh, 2011)

diantaranya adalah :

a. Imobilitas : rendahnya aktifitas (duduk dan berbaring terlalu lama,

paralisis)

b. Nutrisi tidak adekuat (kurus, ketidakcukupan protein)

c. Tingkat hidrasi (kelebihan dan kekurangan volume cairan)

(32)

17

f. Penambahan usia

g. Kerusakan imun

h. Cancer atau neoplasma

Berdasarkan tingkat kontaminasi, menurut (Baroroh, 2010) luka dibedakan

menjadi :

a. Clean Wounds (Luka bersih), yitu luka bedah tidak terinfeksi yang mana tidak terjadi proses peradangan (inflamasi) dan infeksi pada system

pernafasan, pencernaan, genital, dan urinary tidak terjadi. Kemungkinan

terjadinya infeksi luka sekitar 1%-5%.

b. Clean-contamined Wounds (Luka bersih terkontaminasi), merupakan luka

pembedahan dimana saluran respirasi, pencernaan, genital atau

perkemihan dalam kondisi terkontrol, kontaminasi tidak selalu terjadi,

kemungkinan timbulnya infeksi luka adalah 3%-11%.

c. Contamined Wounds (Luka terkontaminasi), termasuk luka terbuka, fresh,

luka akibat kecelakaan dan operasi dengan kerusakan besar dengan tehnik

aseptic atau kontaminasi dari saluran cerna ; pada kategori ini juga

termasuk insisi akut, inflamasi nonpurulen. Kemungkinan infeksi luka

10%-17%

Berdasarkan kedalaman dan luasnya luka dapat dibagi menjadi beberapa

bagian diantaranya :

a. Stadium I : Luka Superfisial (‘’Non-Blanching Erithema) : yaitu luka yang

(33)

18

b. Stadium II : Luka Partial Thickness’’: yaitu hilangnya lapisan kulit pada

lapisan epidermis dan bagian atas dari dermis. Merupakan luka superficial

dan adanya tanda klinis seperti abrasi, blister atau lubang yang dangkal.

c. Stadium III : Luka’’Full Thickness’’ yaitu hilangnya kulit keseluruhan

meliputi kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas

sampai bawah tetapi tidak melewati jaringan ysng mendasarinya. Lukanya

sampai pada lapisan epidermis, dermis dan fasia tetapi tidak mengenai otot.

Luka timbul secara klinis sebagai sebagai suatu lubang yang dalam dengan

atau tanpa merusak jaringan sekitarnya.

d. Stadium IV : Luka ‘’Full Thickness’’ yang telah mencapai lapisan otot,

tendon dan tulang dengan adanya destruksi atau kerusakan yang luas.

(34)

19

6. Konsep Penyembuhan Luka

Secara fisiologis luka akan sembuh dengan sendirinya karena tubuh dapat

melakukan penyembuhan sendiri yang dikenal dengan istilah wound healing

process atau proses penyembuhan luka. Penyembuha luka merupakan suatu

proses yang kompleks karena berbagai kegiatan bio-seluler, bio-kimia terjadi

berkesinambungan. Penggabungan respon vaskuler, aktivitas seluler dan

terbentuknya bahan kimia sebagai substansi mediator di daerah luka merupakan

komponen yang saling terkait pada proses penyembuhan luka. Besarnya

perbedaan mengenai penelitian dasar mekanisme penyembuhan luka dan aplikasi

klinik saat ini dapat diperkecil dengan pemahaman dan penelitian yang

berhubungan dengan proses penyembuhan luka dan pemakaian bahan pengobatan

yang telah berhasil memberikan kesembuhan. (Tim perawatan luka di Wocare

Clinic, 2013)

Menurut Baroroh, (2011) fase penyembuhan luka dimulai dari vascular

response atau respon yang terjadi beberapa detik setelah terjadinya luka, respon tubuh dengan penyempitan pembuluh darah (kontriksi) untuk menghambat

perdarahan dan mengurangi pajanan terhadap bakteri. Pada saat yang sama,

protein membentuk jaringan fibrosa untuk menutup luka. Ketika trombosit

bersama protein menutup luka, luka menjadi lengket dan lembab membentuk

fibrin. Setelah 10-30 menit setelahnya terjadi luka, pembuluh darah melebar

karena serotonin yang dihasilkan trombosit. Plasma darah mengaliri luka dan

melawan toxin yang dihasilkan mikroorganisme, membawa oksigen dan nutrisi

(35)

20

melawan bakteri maupun jaringan yang rusak. Inflamasi merupakan bagian luka

yang akan menjadi hangat dan merah karena aprose fagositosis. Fase inflamasi

terjadi 4-6 hari setelah injury. Tujuan inflamasi untuk membatasi efek bakteri

dengan menetralkan toksin dan penyebaran bakteri. Proliferasi/resolusi

merupakan penumpukan deposit kolagen pada luka, angiogenesis (pembentukan

pembuluh darah baru), proliferasi dan pengecilan lebar luka. Fase ini berhenti dua

minggu setelah terjadinya luka, tetapi proses ini tetap berlangsung lambat 1-2

tahun. Fibroblast mensintesis kolagen dan menumbuhkan sel baru. Miofibroblast

menyebabkan luka menyempit, bila tidak terjadi penyempitan akan terjadi

kematian sel. Contohnya jika terjadi secar atau kontraktur. Epitelisasi adalah

perpindahan sel dari area sekitar folikel rambut ke area luka. Dan epitelisasi akan

lebih cepat terjadi jika luka dalam keadaan lembab. Maturasi atau rekontruksi

merupakan fase terakhir dalam proses penyembuhan luka dengan remodeling.

Dan biasanya terjadi selama setahun atau lebih setelah luka tertutup. Selama fase

ini fibrin dibentuk ulang, pembuluh darah menghilang dan jaringan memperkuat

susunanya. Remodelling ini mencakup sintesis dan pemecahan kolagen.

Menurut Wijaya, (2010) proses penyembuhan luka merupakan proses yang

dinamis. Proses penyembuhan tidak hanya terbatas pada proses regenerasi yang

bersifat lokal, tetapi juga sangat dipengaruhi oleh faktor endogen seperti : umur,

nutrisi, imunologi, pemakaian obat-obatan, dan kondisi metabolik. Proses

penyembuhan luka terdiri dari beberapa fase, fase pertama luka akan mengalami

(36)

21

granulasi dan epitelisasi) dan fase terakhir adalah maturasi atau remodeling

(penguatan jaringan kulit).

Gambar 2.2 Proses penyembuhan luka.

6.1. Fase Inflamasi

Menurut (Kristianto 2010) pada fase inflamasi luka akan tampak eritema,

bengkak, hangat, dan nyeri, berlangsung 4 hari setelah injuri. Pada fase ini terjadi

destruksi dan penghancuran debris yang dilakukan oleh neutrofil atau PMN

(polimorfonukleosit) yang akan berdampak pembuluh darah melepaskan plasma

dan PMN ke sekitar jaringan. Neutrofil memfagosit debris dan mikrooganisme

sebagai pertahanan primer terhadap terjadinya infeksi. Fibrin dihancurkan dan

didegradasi. Proses selular yang berperan adalah makrofag yang mempunyai

kemampuan untuk untuk memfagosit bakteri sebagai pertahanan skunder.

Berbagai jenis growth factor dan kemotaksis disekresi, yaitu fibroblast growt

(37)

22

berikutnya. Respon vaskuler yang terjadi adalah dilatasi, angiogenesis dan

vasculogenesis. 6.2. Fase Granulasi

Fase ini dimulai dari hari ke-2 sampai 24 hari (6 minggu). Fase ini menjadi

fase destruktif dan fase proliferasi atau fibroblastic fase. Ini merupakan fase

dengan aktivitas yang tinggi yaitu suatu metode pembersihan dan penggantian

jaringan sementara. PMN akan membunuh bakteri pathogen dan makrofag

memfagosit bakteri yang mati dan debris dalam usaha membersihkan luka. Selain itu, makrofag juga sangat penting dalam proses penyembuhan luka karena dapat

menstimulasi fibroblastic sel untuk membuat kolagen.(Wijaya, 2010). Proses

granulasi terjadi dalam durasi waktu 4-21 hari, yang ditunjukan dengan

terbentuknya jaringan yang berwarna kemerahan dan adanya kontraksi pada luka.

Secara selular, fibroblast akan mensekresikan kolagen untuk proses regenerasi

jaringan. Dan pada fase ini terjadilah proses angiogenesis untuk membentuk

sel-sel endotel sebagai cikal bakal terbentuknya kapiler-kapiler darah. Sel-sel-sel

keratinosit juga diproduksi yang bertanggung jawab dalam proses epitelisasi.

Sitokin utama yang berperan dalam proses ini adalah TGF � dengan respon

vascular dilatasi. Ekstraselular matriks yang berperan adalah kolagen dan

proteoglikan.(Kristianto, 2010).

Angiogenesis akan terjadi untuk membangun jaringan pembuluh darah baru.

Kapiler baru yang terbentuk akan terlihat pada kemerahan (ruddy), jaringan

(38)

23

dari folikel rambut, kelenjar keringat atau kelenjar sebasea dalam luka terlihat

tipis, (translucent film) melewati luka. Sel tersebut sangat rapuh dan mudah

dihilangkan dan pembersihan dilakukan dengan hati-hati. Migrasi akan berhenti

ketika luka menutup dan mitosis epithelium menebal.(Wijaya, 2010)

6.3. Fase Maturasi atau Remodeling

Menurut Kristianto, (2010) fase ini dimulai pada hari ke 21 dengan tahun.

Pada fase remodeling dan maturasi melibatkan peran fibroblast dan miofibroblas

untuk membentuk struktur jaringan yang lebih kuat. Sedangkan menurut (Wijaya,

2010) fase remodeling merupakan fase dimana fungsi utamanya adalah

meningkatkan kekuatan regangan pada luka. Kolagen asli akan diproduksi selama

fase rekonstruksi yang diorganisir dengan kekuatan regangan yang minimal.

Selama masa maturasi, kolagen akan perlahan-lahan digantikan dengan bentuk

yang lebih terorganisasi, menghasilkan peningkatan regangan. Ini bertepatan

dengan penurunan dalam vaskularisasi dan ukuran skar.

Berikut adalah proses yang dapat dilihat proses penyembuhan luka dari

fase inflamasi, fase proliferative, dan fase maturasi.

Gambar 2.3 Fisiologi penyembuhan luka.( Wijaya, 2010)

(39)

24

7. Faktor-Faktor yang Menghambat Proses Penyembuhan Luka Kronis Ada beberapa faktor-faktor yang dapat menghambar proses penyembuhan

luka kronis menurut buku panduan pelatihan luka, (2012) diantaranya :

1. Penyakit penyerta

2. Pengobatan seperti

a. Chemotherapy dan Radiasi b. Corticosteroid

3. Berkurangnya perfusi jaringan dan suplai oksigen (O2)

4. Malnutrisi

5. Infeksi

5. Stres Psikososial

a. Family faktor, dan financial (keuangan)

7.1. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka

Ada 2 kelompok faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka, yaitu

faktor general dan faktor lokal ( Carville, 2007). Adapun faktor general yang

mempengaruhi penyembuhan luka yaitu :

1. Usia

Pada saat lanjut usia, secara alamiah kulit akan mengalami kemunduran

fungsi sistemik. Epidermis menjadi lebih tipis, dermis menjadi atropi dan

terjadi penurunan vaskularisasi. Turgor kulit menurun karena kolagen dan

(40)

25

diikuti dengan pnurunan kemampuan respon hormone dan faktor-faktor

pertumbuhan. (Handayani, 2010 dan Norman, 2004)

2. Penyakit Penyerta

Pada dasarnya suplai darah merupakan hal yang penting untuk

mempertahankan kehidupan jaringan. Faktor intrinsik dan ekstrinsik dapat

menurunkan suplai darah sehingga membuat jaringan mati yang termasuk dalam

faktor intrinsik adalah arteriosklerosis, syok dan hemorargi yang menyertai

trauma. Sedangkan yang termasuk dalam faktor ekstrinsik berhubungan dengan

efek tekanan, penggeseran dan merokok (Carvile, 2007 dan Handayani, 2010).

4. Nutrisi

Malnutrisi menyebabkan terhambatnya proses penyembuhan luka dan

meningkatkan resiko infeksi. Malnutrisi dapat terjadi karena insufisiensi intake

nutrisi, syndrome malabsorbsi, atau banyaknya cairan yang keluar dari fistula

(41)

26

Malnutrisi juga dapat terjadi karena gangguan atau intoleransi terhadap

obat-obatan yang mempengaruhi absorbsi dan metabolisme nutrient (Carvile, 2007 dan

Handayani, 2010)

1. Obesitas

Vaskularisasi jaringan adipose sangat sedikit. Jaringan adipose yang berlebihan akan mempersulit proses penyembuhan luka karena menimbulkan

regangan pada jahitan luka. Hal ini dapat menyebabkan dehisense tepi luka

(Carvile, 2007 dan Handayani, 2010)

2. Gangguan sensasi atau pergerakan

Adanya oklusi pada aliran darah menyebabkan tekanan atau gesekan

sehingga kapiler menjadi rapuh. Pergerakan dapat membantu sirkulasi sistemik,

terutama aliran darah balik dari ekstremitas bawah (Carvile, 2007 dan Handayani,

2010)

3. Penggunaan terapi

Adapun golongan obat-obatan yang mempengaruhi proses penyembuhan

luka (Carvile, 2007 dan Handayani, 2010) diantaranya :

a. Non steroid anti inflamasi drugs (NSAID) dapat menekan fase

inflamasi dengan menghambat sintesis prostaglandin padahal

prostaglandin merupakan mediator.

b. Agen sitotoksik tidak menggaggu secara spesifik sel-sel yang tumbuh

pada proses penyembuhan luka, namun obat ini menngurangi daya

(42)

27

c. Corticosteroid dapat mensupresi makrofag dan produksi kolagen,

mengganggu proses angiogenesis dan epitelisasi. Obat ini juga

menghambat kontraksi luka dan mengurangi daya regang luka,

menekan respon imun sehingga dapat lebih rentan terinfeksi.

d. Obat-obatan imunosupresi dapat mengurangi aktivitas sel darah putih

sehingga mengganggu membersihkan febris dan berakibat pada

peningkatan resiko terinfeksi.

e. Nikotin menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah, meningkatkan

agregasi platelet, menurunkan sintesis kolagen, dan menghambat

epitelisasi. Merokok juga dapat mengurangi oksigenisasi jaringan

dengan meningkatkan perfusi karbondioksida dan menurunkan

oksihemoglobin (Clarke, 1988 dalam Carvile, 2007).

f. Antibiotik dilaporkan mempunyaai efek negative dan positif pada

penyembuhan luka. Contoh penisiline yang melepaskan penisilamine

dapat mengurangi kekuatan luka dengan mencegah persilangan

kolagen (Carvile, 2007 dan David, 1986)

g. Terapi Radiasi pada dasarnya digunakan untuk merusak sel-sel yang

mengalami keganasan, akan tetapi sel-sel yang sehat dalm jaringan

juga ikut rusak.

4. Status psikologis yang buruk

Stres, ansietas, dan depresi menunjukan penurunan efisiensi system imun

(43)

28

5. Lama mengalami luka

Lamanya proses penyembuhan luka kronik, akan menyebabkan jaringan

akan mati (nekrotik) dan menutupi luka, sehingga proses pertumbuhann

jaringan akan terhambat dan proses penyembuha luka menjadi tertunda

(Harding & Moriris dalam Handayani, 2010)

8. Bahan dan alat yang digunakan dalam perawatan luka Bahan dan alat pengukuran yang digunakan meliputi :

1. Lembar Pengkajian Luka skala Betes-Jensen

2. Lembar Observasi

3. Lembar Catatan Perkembangan

4. Pulpen

5. Perlak

6. Baskom

7. Gunting dan Pinset Anatomis Steril

8. Kamera Digital

9. Alat Pengecek Kadar Gula Darah

10.Air hangat

11.Sabun pencuci luka

12.Nacl 0,9%

13.Kassa lipat

14.Sarung tangan steril dan beersih

15.Plaster

16.Elastomul halft, elastis verband

17.Balutan luka atau Dressing (Hydroaktif gel, Calsium alginate, Silver

(44)

BAB 3

KERANGKA KONSEPTUAL

1. Kerangka Konsep

Adanya Fase-fase penyembuhan luka yang memanjang memberikan

pemikiran tersendiri kepada peneliti bagaimana efektivitas terapi topikal

metcovazin dapat mempercepat proses penyembuhan luka kronik, sehingga

menjadi variabel dalam penelitian ini. Adapun hubungan antara variabel-variabel

dalam penelitian ini dapat dilihat pada skema 3.1.

Skema 3.1 Kerangka konseptual penelitian efektivitas terapi topikal Metcovazin terhadap proses penyembuhan luka kronis.

Kerangka konsep dalam penelitian ini bertujuan untuk membuktikan

efektivitas terapi topikal metcovazin terhadap proses penyembuhan luka kronis.

Langkah pertama yang akan dilakukan peneliti adalah mengidentifikasi skor pree

dan post pada lembar observasi luka dengan skala Betes-Jensen yang dikutip dari

Handayani, (2010), serta mengidentifikasi masalah-masalah yang dapat

menghambat fase-fase penyembuhan luka. Kemudian melakukan tindakan atau

intervensi keperawatan dengan menggunakan metode perawatan luka modern

Terapi topikal Metcovazin pada

proses penyembuhan luka kronis

Fase-fase penyembuhan luka

1. Inflamasi(0-3 hari)

2. Rekonstruksi/Proliferasi/ Granulasi (hari ke 2-24)

Sembuh

(45)

30

dengan konsep kelembaban pada kelompok intervensi, dan Setelah itu

dibandingkan dengan skor post pada kelopok Kontrol. Hasil yang diharapkan

adalah adanya efektivitas terapi topikal metcovazin setiap proses penyembuhan

luka kronis.

2. Definisi Operasional

(46)

31

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

Pada bab ini penulis menguraikan tentang desain penelitian, populasi, dan

sampel, lokasi penelitian, waktu penelitian, etika penelitian, instrument

pengumpulan data, dan analisa data.

1. Desain Penelitian.

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian quasy

eksperimental design (eksperimen semu) dengan pendekatan Case control atau penelitian yang dilakukan dengan memberikan intervensi (perlakuan) kepada

objek untuk kemudian dilihat dampaknya atau pengaruhnya setelah perawatan

luka kronis dengan menggunakan terapi topikal metcovazin dan kelompok kontrol

yang tidak menggunakan terapi topikal tersebut.

2. Populasi dan Sampel Penelitian

2.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan dari objek penelitian (Arikunto, 2010).

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien yang mengalami jenis luka

kronis. Data populasi ini diambil dari Balai Asuhan Keperawatan Asri Wound

Care Centre dan Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik yang berjumlah 40

(47)

32

2.2 Sampel

Adapun pengambilan sampel dalam penelitian adalah dengan menggunakan

Tehnik Total Sampling yaitu : seluruh sampel pasien dengan luka kronis yang di

ambil untuk penelitian yang berjumlah 40 orang pasien dengan 20 orang

menggunakan metcovazin dan 20 oarng sampel kontrol tanpa menmggunakan

terapi topikal metcovazin.

3. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.1. Lokasi

Lokasi penelitian dilakukan di Asri Wound Care Centre Medan, untuk

kelompok intervensi, alasanya karena pasien di klinik tersebut banyak pasien

dengan luka kronis yang di rawat dengan menggunakan terapi topikal

metcovazin, serta mendukung dilakukannya perawatan luka modern dengan

konsep lembab. Dan Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan sebagai

lokasi penelitian untuk kelompok kontrol. Peneliti telah mendapatkan izin tertulis

yang dapat dilihat pada lampiran penelitian untuk dijadikan pasien kelompok

kontrol sebagai pembanding dengan kelompok intervensi.

3.2. Waktu Penelitian

Proses penelitian dilakukan masing-masing selama lebih kurang ±1 bulan,

pada bulan Agustus sampai dengan September 2013 untuk kelompok intervensi,

(48)

33

4. Pertimbangan Etik Penelitian

Adapun hal-hal yang menjadi bahan pertimbangan etik dalam penulisan

penelitian ini diantaranya : self determination, privacy, anonymity, confidentially,

dan protection from discomfort. (Handayani, 2010). Penelitian ini telah

mendapatkan persetujuan etik dari Komisi Etik Fakultas Kedokteran bahwa

penelitian ini tidak melanggar kode etik dan dapat dilaksanakan sesuai dengan

prosedur penelitian yang dapat dilihat pada lampiran penelitian.

4.1. Menghormati harkat dan martabat manusia (respect for human dignity)

Pada prinsip ini peneliti memperkenalkan diri pada responden, memberikan

informasi tentang judul penelitian, tujuan, bentuk intervensi yang diberikan serta

meminta kesediaaan responden untuk menjadi subjek penelitian serta

menyampaikan manfaat dan ketidaknyamanan yang dapat dirasakan dalam

penelitian ini.

4.2. Menghormati privasi dan kerahasiaan subjek penelitian (respect for privacy and confidentiality)

Peneliti menjaga privacy responden terhadap informasi yang dapat

merugikan, seperti menceritakanya luka kronis responden kepada orang lain

(49)

34

4.3. Keadilan dan inklusivitas (respect for justice and inclusiveness)

Dalam penelitian ini peneliti tidak melakukan diskriminasi saat memilih

responden penelitian dengan mengambil semua responden dengan jenis luka

kronis.

4.4. Memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan (blanching harms and benefit)

Peneliti melaksanakan penelitian sesuai dengan prosedur penelitian agar

mendapatkan hasil yang bermanfaat semaksimal mungkin bagi subjek penelitian

(beneficience)

5. Instrumen Penelitian dan Pengukuran

Adapun pengumpulan data yang dilakukan oleh peneliti adalah dengan

menggunakan lembar observasi luka mengadopsi skala ukur Betes-Jensen dari

Handayani, (2010) dan melakukan perawatan luka, serta mengobservasi

perkembangan fase-fase penyembuhan luka, terutama fase inflamasi dan granulasi

dengan melihat nilai skor pada lembar observasi luka. Selain itu, metode yang

digunakan adalah metode perawatan luka dengan menejemen TIME yang

dikembangkan oleh Flanga, (2003). TIME management merupakan metode yang

dilakukan dengan manajemen jaringan (tissue management), mengontrol

inflamasi dan infeksi (inflammation and infection control), kelembaban yang

(50)

35

6. Pengumpulan Data

Sebelum penelitian ini dilakukan, peneliti meminta izin penelitian dari

Fakultas Keperawatan USU. Surat pengambilan data tersebut diberikan ke Asri

Wound Care Centre dan Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan,

setelah itu mengajukan izin tertulis kepada pimpinan Balai Asuhan Keperawatan

Asri Wound Care Centre untuk mengumpulkan data penelitian serta menjadikan pasien klinik tersebut sebagai responden maupun objek penelitian atau kelompok

intervensi sebanyak 20 responden. Setelah mendapatkan izin pimpinan Asri

Wound Care Centre, peneliti membicarakan kontrak kerja selama penelitian

dengan syarat-syarat yang ada atau di berlakukan di Asri Wound Care Centre.

Kemudian peneliti mengidentifikasi pasien dan mengkaji luka kronik tersebut

dengan lembar observasi luka skala Betes-Jensen dan mencatat skor

perkembangan luka yang dikumpulkan dalam bentuk data penelitian pree dan post

keseluruhan responden. Setelah semuanya telah selesai dikaji, maka untuk

selanjutnya peneliti melakukan tindakan intervensi sesuai dengan prosedur

perawatan luka. Dalam hal ini peneliti menggunakan metode perawatan luka

modern dengan konsep lembab dan managemen ‘’TIME’’. Setelah itu peneliti

mencatat skor perkembangan luka dalam bentuk persentase serta

mendokumentasikanya hasil perawatan luka tersebut ke dalam catatan

perkembangan luka yang dikumpulkan menjadi satu tabel kelompok intervensi

dan satu tabel untuk kelompok kontrol. Kemudian peneliti mengidentifikasi

kembali, apakah terapi topikal metcovazin efektif dalam proses penyembuhan luka

(51)

36

antara sembuh dan tidak sembuh. Setelah mendapatkan izin penelitian dari Rumah

Sakit, peneliti mengambil data responden sebanyak 20 orang dengan luka kronis

untuk dijadikan kelompok kontrol. Kemudian diobservasi dengan skala

Betes-Jensen, dan dicatat skor perkembangan lukanya, setelah itu dibandingkan dengan

kelompok intervensi. Peneliti juga menganjurkan pasien untuk mengontrol kadar

gula darah bagi pasien diabetes mellitus serta menjaga pola hidup sehat dengan

pola nutrisi yang seimbang, menjaga luka agar tetap tertutup atau tidak

terkontaminasi, tidak basah, dan tidak dibuka sebelum waktunya (sebelum balutan

luka kronis tersebut jenuh/ basah mengeluarkan cairan).

7. Analisa Data

7.1. Pengolahan Data

Pengolahan data merupakan salah satu bagian rangkaian dari kegiatan

penelitian setelah pengumpulan data. Menurut Hastono dalam Handayani, (2010)

proses pengolahan data terdiri dari 4 (empat) tahapan, yaitu :

a. Editing

Pada tahapan ini peneliti melakukan pengecekan terhadap isian lembar

observasi dan catatn perkembangan luka. Pengecekan yang dilakukan

meliputi apakah data yang diisi sudah lengkap, jelas, relevan dan konsisten.

b. Coding

(52)

37

c. Processing

Setelah semua lembar observasi dan catatan perkembangan sudah terisi

penuh dan benar, serta sudah melewati pengkodean maka data tersebut

di-entry ke paket program komputer.

d. Cleaning

Cleaning (pembersihan data) merupakan kegiatan pengecekan kembali ada

tidaknya kesalahan data yang sudah di-entry. Pengecekan meliputi

mengetahui missing data, data yang bervariasi dan konsistensi data. Setelah

dipastikan tidak ada kesalahan dilanjutkan ke tahap analisis data.

7.2. Analisis Data

Analisa data yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis univariat

dan bivariat. Data perkembangan penyembuhan luka pada fase inflamasi dan

granulasi akan diperoleh melalui perangkat lunak komputer dengan menggunakan

uji statistik Mann-Whitney untuk kelompok tidak berpasangan.

8. Analisa Univariat

Analisis univariat dilakukan untuk mendapatkan deskripsi karakteristik

setiap responden seperti data demografi berupa karakteristik responden

berdasarkan umur dan karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin. Hasil

(53)

38

(median), dan simpangan baku (standart deviasi) pada kelompok intervensi

dengan terapi topikal metcovazin dan kelompok kontrol dengan tidak

menggunakan terapi topikal tersebut.

9. Analisa Bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk menguji hipotesis penelitian. kemudian

hubungan (korelasi) antar variabel dicari dan dibandingkan antar kelompok

intervensi dan kelompok kontrol. (Hastono dalam Handayani, 2010).

Uji hipotesis dalam penelitian ini dilakukan dengan dengan menggunakan

uji non parametrik yaitu uji Man-Whitney (U-Test). Uji hipotesis dilakukan untuk

mengetahui efektivitas perbandingan skor penyembuhan post kelompok intervensi

dan kontrol pada fase penyembuhan luka kronis. Uji hipotesis yang digunakan

dalam penelitian ini adalah jenis uji 2 kelompok tidak berpasangan dengan skala

(54)

BAB 5

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini peneliti menguraikan hasil penelitian efektivitas terapi topikal

Metcovazin terhadap proses penyembuhan luka kronik di Asri Wound Care Centre

dan di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan tepatnya di ruangan

Rindu B 2 dan 3. Berdasarkan data yang didapatkan selama masa penelitian bulan

Agustus-september dan November-desember 2013 adalah 40 responden. Dari 40

responden penelitian, 20 orang responden menjadi kelompok intervensi, yaitu

kelompok yang diberikan tindakan perawatan luka modern dengan terapi topikal

metcovazin dan 20 orang responden kelompok kontrol hanya diobservasi dengan

lembar observasi luka tanpa tindakan perawatan luka dari peneliti. Kedua

kelompok dilakukan pengkajian lembar observasi luka dan dicatat skor

perkembanganya serta di lihat hasil perbandingan kedua kelompok tersebut,

Berikut ini akan ditampilkan data-data hasil penelitian.

1. Hasil Penelitian

1.1. Analisis Univariat

Pada penelitian ini hasil analisis univariat menjelaskan karakteristik

demografi responden penelitian yang digambarkan dalam distribusi frekuensi

responden berdasarkan Umur, Jenis kelamin. Adapun hasil pengumpulan data

(55)

40

Tabel 5.1 : Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin dan umur di Asri Wound Care Centre dan RSUP H. Adam Malik Medan

Jenis Kelamin Frekuensi Persentase (%)

Pada tabel dapat dilihat data frekuensi jumlah responden perempuan lebih

banyak dari pada jumlah responden laki-laki, risiko terjadinya luka kronis

memiliki kecenderungan perempuan lebih berisiko dari pada laki-laki. Hasil ini

dilihat dari keseluruhan jumlah responden. Yang berjumlah 40 responden, 24

(60%) diantaranya adalah perempuan

Kategori umur pada tabel diambil dari kategori umur menurut Sigmund

freud. Pada tabel diatas didapatkan hasil dari seluruh jumlah responden, distribusi

frekuensi terbanyak berdasarkan umur 41-60 tahun berjumlah 33 (82,5%)

responden.

1.2. Analisis bivariat.

Pada analisis ini peneliti menguraikan frekuensi dan persentase

Gambar

Gambar 2.1 Stadium Kedalaman Luka
Gambar 2.2 Proses penyembuhan luka.
Gambar 2.3  Fisiologi penyembuhan luka.( Wijaya, 2010)
Tabel 3.1 Defenisi Operasional
+3

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pengetahuan dan peran keluarga dalam perawatan luka kaki diabetes di Asri Wound Care Centre Medan.. Penelitian ini

Skripsi dengan judul “ Uji Efektivitas Ekstrak Rimpang Kunyit (Curcuma Domestica Val) dalam Mempercepat Proses Penyembuhan Luka SayatpadaMencit (Mus Musculus) Jantan ” ini

ilmiah saya, dengan judul: Uji Efektivitas Ekstrak Daun Binahong (Anredera cordifolia (TEN) Steenis) Terhadap Waktu Penyembuhan dan Jumlah Neutrofil pada Luka

karunia- Nya laporan hasil penelitian karya tulis ilmiah yang berjudul “ Pengaruh Pemberian Chlorhexidine Terhadap Kejadian Komplikasi Pada Proses Penyembuhan Luka Pasca

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pengetahuan dan peran keluarga dalam perawatan luka kaki diabetes di Asri Wound Care Centre Medan1. Penelitian ini

Segala puji bagi Allah SWT, atas rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi saya yang berjudul “Efektivitas Ekstrak Buah Belimbing Wuluh terhadap Angiogenesis Penyembuhan Luka

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pengetahuan dan peran keluarga dalam perawatan luka kaki diabetes di Asri Wound Care Centre Medan1. Penelitian ini

Puji syukur kepada Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nyalah penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “ Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Mekanisme Koping Pasien Luka