PROPOSAL TESIS
KUALITAS VISUM ET REPERTUM PERLUKAAN PADA
KORBAN HIDUP DI KOTA MEDAN
Oleh
AGUSTINUS SITEPU NIM: 0773002
PROGRAM MAGISTER SPESIALIS FORENSIK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ... i
BAB 1 PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Permasalahan... 3
1.3. Tujuan Penelitian ... 3
1.4. Manfaat Penelitian ... 4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 5
2.1. Visum et Repertum ... 5
2.1.1. Pengertian Visum et Repertum ... 5
2.1.2. Struktur dan Isi Visum et Repertum ... 5
2.1.3. Peranan dan Fungsi Visum et Repertum ... 9
2.1.4. Jenis dan Bentuk Visum et Repertum ... 9
2.1.5. Prosedur Permintaan Visum et Repertum ... 10
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 13
3.1. Kerangka Konsep ... 13
3.2. Definisi Operasional... 13
BAB 4 METODE PENELITIAN ... 14
4.1. Jenis Penelitian ... 14
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 14
4.3. Populasi dan Sampel ... 14
4.4. Metode Pengumpulan Data ... 15
4.5. Variabel Penelitian ... 15
4.6. Metode Pengukuran ... 15
4.7. Metode Analisis Data ... 18
BAB I PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Bagian sektor pembangunan untuk kesejahteraan masyarakat salah satunya
adalah sektor kesehatan. Pengertian kesehatan disini sesuai dengan yang ditetapkan
pemerintah adalah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang
Kesehatan, pada undang undang tersebut dikatakan bahwa Kesehatan itu adalah
anggota masyarakat yang bebas dari penyakit baik fisik maupun mental dan secara
sosial dan spiritual dapat hidup produktif. Untuk itu peran daripada tenaga kesehatan
sangat diperlukan. Salah satu tenaga kesehatan yang dimaksud adalah dokter.
Peranan dokter dalam penyelesaian perkara pidana di Pengadilan adalah
membantu penyidik untuk membuat Visum et Repertum sebagai pengganti barang
bukti dan juga sebagai alat bukti dan juga membantu jaksa sebagai penuntut untuk
melengkapi alat bukti dan membantu hakim untuk menentukan keputusan suatu
perkara.
Praktik kedokteran bukanlah suatu pekerjaan yang dapat dilakukan oleh siapa
saja, melainkan hanya boleh dilakukan oleh kelompok profesional kedokteran
tertentu yang memiliki kompetensi yang memenuhi standar tertentu, diberi
kewenangan oleh institusi yang berwenang di bidang itu dan bekerja sesuai dengan
itu selayaknyalah seorang dokter wajib mampu membuat visum et repertum
khususnya untuk korban hidup yang benar dan baik.
Visum et repertum adalah suatu keterangan tertulis yang dibuat oleh dokter
atas sumpah yang diucapkannya pada waktu berakhirnya pelajaran kedokteran,
mempunyai daya bukti yang sah di pengadilan, selama keterangan ini memuat segala
sesuatu yang diamati (terutama yang dilihat dan ditemukan) pada benda yang
diperiksa.
Peranan dan fungsi visum et repertum sangat bermanfaat dalam pembuktian suatu perkara berdasarkan hukum acara. Didalam upaya pembuktian, biasanya
barang-barang bukti akan diperlihatkan di sidang pengadilan untuk memperjelas
masalah. Tetapi pada prakteknya tidak semua benda bukti dapat dibawa ke depan
sidang pengadilan, seperti misalnya tubuh manusia baik hidup maupun mati.
kelengkapan bentuk dan susunan Visum Et Repertum yang berorientasi medikolegal
untuk kepentingan peradilan, bukan klinis yang berorientasi pada penyembuhan
pasien. Yang dimaksud dengan orientasi medikolegal disini adalah proses
pemeriksaan kecederaan dengan pemahaman bahwa hasil pemeriksaan tersebut akan
digunakan oleh para penegak hukum (polisi, jaksa dan hakim) untuk kepentingan
proses peradilan (litigation) dalam rangka pembuktian suatu perkara pidana, bukan untuk menyembuhkan pasien tersebut.
Sebuah Visum et Repertum yang telah disusun struktur yang baik perlu
diinterprestasikan dengan baik. Oleh karena itu, perlu dilakukan suatu intervensi agar
kepentingan proses hukum. Pada survei awal yang dilakukan dibeberapa puskesmas
di Kotamadya Medan dan beberapa rumah sakit di Kotamadya Medan untuk Visum
et Repertum orang hidup khususnya perlukaan ditemukan bentuk susunan dan
kandungan Visum et Repertum yang tidak sesuai dengan apa yang diharapkan dan
proses pembuatannya pun tidak sesuai dengan prosedur yang diharapkan.
Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis mencoba untuk melakukan
penelitian dengan judul “Kualitas Visum Et Repertum Perlukaan pada Korban
Hidup di Kota Medan”.
1.2. Permasalahan
Apakah bentuk susunan dan kandungan Visum et Repertum perlukaan pada
orang hidup yang dibuat oleh dokter di beberapa rumah sakit dan puskesmas di Kota
Medan telah sesuai dengan aspek medikolegal pada buku pedoman dari Kolegium
Forensik Indonesia?
1.3. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui sejauhmana peran dokter di beberapa puskesmas dan
rumah sakit di Kota Medan yang membuat Visum et Repertum perlukaan pada orang
hidup yang dengan aspek medikolegal pada buku pedoman dari Kolegium Forensik
1.4. Manfaat Penelitian
1. Agar peran dokter dalam memahami dan membuat Visum Et Repertum
perlukaan pada orang hidup sesuai dengan standar yang dikeluarkan oleh
Kolegium Forensik.
2. Agar dokter-dokter yang membuat Visum et Repertum perlukaan pada orang
hidup lebih seragam sesuai dengan bentuk susunan dan kandungan Visum et
Repertum.
3. Sebagai bahan masukkan bagi puskesmas-puskesmas dan rumah sakit-rumah
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Visum et Repertum
2.1.1. Pengertian Visum et Repertum
Secara harfiah kata Visum et Repertum berasal dari kata visual (melihat) dan
reperta (temukan), sehingga Visum et Repertum berarti laporan mengenai apa yang
dilihat dan ditemukan.
Definisi Visum et Repertum menurut Kolegium Kedokteran Forensik dan
Medikolegal adalah : ”Laporan tertulis yang dibuat oleh dokter atas permintaan
tertulis dari pihak yang berwajib mengenai apa yang dilihat dan ditemukan
berdasarkan keilmuannya, dan untuk kepentingan peradilan.”
Dari definisi di atas dapatlah ditarik beberapa unsur yang penting, yaitu :
1. LAPORAN TERTULIS, sebaiknya diketik dan pada akhir alinea ditutup
dengan garis.
2. DIBUAT OLEH DOKTER, semua jenis keahlian dokter dapat membuatnya.
3. PERMINTAAN TERTULIS DARI PIHAK YANG BERWAJIB, permintaan
dari pihak-pihak lain tidak dapat dilayani (misalnya permintaan keluarga).
4. APA YANG DILIHAT/DIPERIKSA BERDASARKAN KEILMUAN,
merupakan bagian yang obyektif.
6. KEPENTINGAN PERADILAN, berarti bukan untuk
kepentingan-kepentingan lain seperti misalnya asuransi.
2.1.2. Bentuk dan susunan Visum et Repertum
Setiap visum et repertum mempunyai bentuk dan harus dibuat memenuhi
ketentuan-ketentuan umum sebagai berikut :
a. Ditulis di atas kertas berkepala surat instansi pemeriksa.
b. Bernomor dan bertanggal.
a. Mencantumkan kata "Pro justitia" di bagian atas (kiri atau tengah)
c. Menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar
d. Tidak menggunakan singkatan - terutama pada waktu mendeskripsikan temuan
pemeriksaan
e. Tidak menggunakan istilah asing. Bila tak dapat dihindari maka berikan pula
penjelasannya dalam bahasa Indonesia.
f. Ditandatangani dan diberi nama jelas.
g. Berstempel instansi pemeriksa tersebut
Susunan Visum et Repertum adalah :
1. Bagian Projustitia Yang menerangkan bahwa kertas yang berisi Visum Et
Repertum itu mempunyai kekuatan hukum dan digunakan untuk peradilan dan
merupakan pengganti materai 2.
2. Bagian Pendahuluan. Bagian ini sebenarnya tidak diberi judul "Pendahuluan",
instansi dokter pemeriksa tersebut, instansi peminta visum et repertum berikut
nomor dan tanggal suratnya, tempat dan waktu pemeriksaan, serta identitas yang
diperiksa sesuai dengan yang tercantum di dalam surat permintaan visum et
repertum tersebut. Nomor registrasi korban di rumah sakit sebaiknya dicantumkan
pula.
3. Bagian Hasil Pemeriksaan (Pemberitaan). Bagian ini diberi judul "Hasil
Pemeriksaan", memuat semua hasil pemeriksaan terhadap "barang bukti" yang
dituliskan secara sistematik, jelas dan dapat dimengerti oleh orang yang tidak
berlatar belakang pendidikan kedokteran. Untuk itu teknik penggambaran atau
pendeskripsian temuan harus dibuat panjang lebar, dengan memberikan uraian
letak anatomis yang lengkap, tidak melupakan kiri atau kanan bagian anatomis
tersebut, serta bila perlu menggunakan ukuran yang tepat.
Pencatatan tentang perlukaan atau cedera dilakukan dengan sistematis mulai dari
atas ke bawah sehingga tidak ada yang tertinggal.
Deskripsinya juga tertentu, yaitu mulai dari letak anatomisnya, koordinatnya
(absis adalah jarak antara luka dengan garis tengah badan, ordinat adalah jarak
antara luka dengan titik anatomis permanen yang terdekat), jenis luka/cedera,
karakteristiknya serta ukurannya.
Pada pemeriksaan korban hidup, bagian ini terdiri dari :
Hasil Pemeriksaan, yang memuat seluruh hasil pemeriksaan, baik anamnesis yang
penting, pemeriksaan fisik maupun pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan
korban mati, yaitu hanya uraian tentang keadaan umum dan perlukaan atau
cederanya serta hal-hal lain yang berkaitan dengan tindak pidananya (status
lokalis). Korban hidup tidak harus diperiksa pakaiannya lapis demi lapis dan
dideskripsi bagian-bagian tubuhnya satu persatu. Namun demikian anamnesis
yang ketat atau pemeriksaan fisik umum yang lengkap tetap diperlukan untuk
menghindari terlewatkannya suatu kelainan atau perlukaan.
Keadaan akhir korban. Keadaan akhir korban, terutama tentang gejala sisa dan
cacat badan (termasuk indera) merupakan hal penting guna pembuatan
kesimpulan, sehingga harus diuraikan dengan jelas. Pemeriksaan korban
kejahatan seksual juga memuat hal-hal seperti pada korban perlukaan, namun
dengan materi pemeriksaan yang berbeda.
4. Bagian Kesimpulan.
Bagian ini diberi judul "Kesimpulan" dan memuat kesimpulan dokter pemeriksa
atas seluruh hasil pemeriksaan dengan berdasarkan keilmuan atau keahliannya.
Pada visum et repertum korban perlukaan, setidaknya disebutkan jenis perlukaan /
cedera, jenis kekerasan penyebabnya, dan kualifikasi luka (derajat luka)nya.
Kualifikasi luka diformulasikan dengan kata-kata yang sesuai dengan bunyi
ketentuan perundang- undangannya, misalnya :
- tidak menimbulkan sakit dan atau halangan dalam melakukan pekerjaannya.
- mengakibatkan sakit yang membutuhkan perawatan jalan selama beberapa
- mengakibatkan sakit dan halangan dalam melakukan pekerjaannya selama
...hari (atau untuk sementara waktu).
- mengakibatkan ancaman bahaya maut baginya.
- mengakibatkan kehilangan panca indera.
5. Bagian Penutup.
Bagian ini merupakan kalimat penutup yang menyatakan bahwa visum et
repertum tersebut dibuat dengan sebenar-benarnya, berdasarkan keilmuan yang
sebaik-baiknya, mengingat sumpah dan sesuai dengan ketentuan dalam KUHAP.
Visum et repertum diakhiri dengan tandatangan dokter pemeriksa atau pembuat
visum et repertum dan nama jelasnya. Jangan dilupakan pembubuhan stempel
instansi dokter pemeriksa tersebut dan nomor induk pegawai atau nomor
registrasi prajurit atau nomor surat penugasan.
2.1.3. Peranan dan Fungsi Visum et Repertum
Sesuai dengan definisinya, maka Visum et Repertum sangat bermanfaat dalam
pembuktian suatu perkara berdasarkan hukum acara. Di dalam upaya pembuktian,
biasanya barang-barang bukti akan diperlihatkan di sidang pengadilan untuk
memperjelas masalah. Tetapi pada prakteknya tidak semua barang bukti dapat dibawa
ke depan siding pengadilan, seperti misalnya, tubuh manusia baik hidup maupun
mati.
Pada perkara-perkara yang menyangkut kejahatan terhadap tubuh manusia,
jarang dapat dicari pembuktian tentang tempus delicti dan locus delicti. Untuk itu
tentu yang seharusnya diketengahkan di siding pengadilan adalah luka/kelainan pada
saat (atau paling tidak mendekati saat) peristiwa pidana terjadi. Hal ini boleh
dikatakan sangat sulit dikerjakan karena tubuh manusia senantiasa mengalami
perubahan, baik berupa penyembuhan luka (pada korban hidup) atau proses
pembusukan (pada korban mati), sehingga gambaran mengenai benda bukti tersebut
(luka, kelainan, jenazah) tidak sesuai lagi dengan yang semula.
Semua hal-hal yang terdapat pada tubuh manusia (benda bukti) harus direkam
atau diabadikan oleh seorang dokter dan dituangkan ke dalam sebuah Visum et
Repertum yagn berfungsi sebagai pengganti barang bukti (tubuh manusia). Kemudian
guna memudahkan para paraktisi hukum dalam memanfaatkan Visum et Repertum
tersebut, perlu dibuat suatu kesimpulan dari hasil pemeriksaan. Bagian kesimpulan ini
akan menjembatani ilmu kedokteran dengan ilmu hukum, sehingga para praktisi
hukum dapat menerapkan norma-norma hukum pada benda bukti tersebut.
2.1.4.Jenis Visum et Repertum
Ada beberapa jenis visum et repertum, yaitu visum et repertum orang hidup
dan visum et repertum orang mati. Visum et repertum orang hidup terdiri dari visum
perlukaan, visum et repertum keracunan, visum et repertum kejahatan susila dan
visum et repertum psikiatrik. Sedangkan visum et repertum orang mati terdiri dari
visum luar dan visum dalam.
a. Visum Seketika
b. Visum Sementara
c. Visum Lanjutan
2.1.5. Prosedur Pembuatan Visum et Repertum
Seperti tercantum dalam KUHAP Pasal 133 ayat 1, dimana dalam hal
penyidik atau kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan
ataupun mati, yang diduga karena peristiwa tindak pidana, ia berwenang mengajukan
permintaan keterangan ahli kepada ahli Kedokteran Kehakiman atau Dokter dan atau
Dokter lainnya, adapun tata cara permintaannya sabagai berikut :
a. Surat permintaan Visum et Repertum kepada Dokter, Dokter ahli Kedokteran
Kehakiman atau Dokter dan atau ahli lainnya, harus diajukan secara tertulis
dengan menggunakan formulir sesuai dengan kasusnya dan ditanda tangani
oleh penyidik yang berwenang.
b. Syarat kepangkatan Penyidik seperti ditentukan oleh Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 27 tahun 1983, tentang pelaksanaan KUHAP
Pasal 2 yang berbunyi : Penyidik adalah Pejabat Polri yang sekurang-kurang
berpangkat Pelda Polisi, Penyidik Pembantu adalah Pejabat Polri yang
sekurang-kurangnya berpangkat Serda Polisi. Kapolsek yang berpangkat
Kapolsek yang dijabat oleh Bintara berpangkat Serda Polisi, sesuai dengan
ketentuan Peraturan Pemerintah No 27 tahun 1983 Pasal 2 ayat (2), maka
Kapolsek yang berpangkat Serda tersebut karena Jabatannya adalah Penyidik.
c. Permintaan Visum et Repertum ini diajukan kepada Dokter ahli Kedokteran
Kehakiman atau Dokter dan atau ahli lainnya.
Dokter ahli Kedokteran Kehakiman biasanya hanya ada di Ibu Kota Propinsi
yang terdapat Fakultas Kedokterannya. Ditempat-tempat dimana tidak ada
Dokter ahli Kedokteran Kehakiman maka biasanya surat permintaan Visum et
Repertum ini ditujukan kepada Dokter.
d. Dokter yang telah mempunyai surat kompetensi yang dapat membuat Visum
BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1. Kerangka Konsep Penelitian
3.2. Definisi Operasional
1. Kualitas adalah suatu ukuran untuk melihat benar tidaknya suatu Visum
berdasarkan bentuk dan susunannya.
2. Visum et Repertum adalah laporan tertulis yang dibuat oleh dokter atas
permintaan penyidik pada beberapa puskesmas dan rumah sakit di Kota
Medan. Dengan cara melihat Hasil Visum et Repertum yang dibuat oleh
dokter di Puskesmas dan Rumah Sakit di Kota Medan.
3. Perlukaan adalah suatu keadaan terjadinya incontinuitas dari jaringan pada tubuh yang dituangkan dalam Visum.
4. Bentuk dan susunan Visum et Repertum adalah bagian-bagian Visum et
Repertum yang terdapat pada laporan hasil visum yang dibuat oleh dokter di
puskesmas dan rumah sakit di Kota Medan.
5. Puskesmas adalah tempat dimana dokter bekerja yang membuat visum.
6. Rumah sakit adalah tempat dimana dokter bekerja yang membuat visum.
Kualitas Visum et Repertum Perlukaan pada Orang Hidup
Bentuk Susunan dan Kandungan Visum et
Repertum
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian analitik yang bertujuan untuk mengetahui
sejauhmana dokter-dokter yang berada dibeberapa rumah sakit dan puskesmas di
Kota Medan membuat Visum et Repertum.
4.2. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian
a. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di 5 puskesmas dan 5 rumah sakit di Kota Medan.
b. Waktu Penelitian
Penelitian ini dimulai bulan November sampai bulan Januari 2014.
4.3. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh dokter-dokter yang ada di UGD
rumah sakit dan dokter-dokter yang ada dibeberapa puskesmas di Kota Medan.
Sampel adalah bagian dari populasi yang dipilih dengan metode sampling
tertentu untuk bisa memenuhi atau mewakili populasi. Sampel penelitian merupakan
4.4. Metode Pengumpulan Data
4.4.1. Kriteria Inklusi
1. Semua dokter yang ada di UGD rumah sakit dan dokter yang berada di
puskesmas di Kota Medan.
4.4.2. Kriteria Eksklusi
1. Tenaga para medis yang bekerja di UGD rumah sakit dan beberapa
puskesmas di Kota Medan.
4.5. Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini yaitu dokter-dokter yang berada di UGD rumah
sakit dan beberapa puskesmas yang membuat Visum et Repertum perlukaan pada
orang hidup di Kota Medan.
4.6. Metode Pengukuran
Skoring dilakukan pada setiap variabel dengan ketentuan sebagai berikut:
sama sekali pemeriksaan salah satu unsur saja (nama saja, jenis kelamin saja, umur saja, alamat saja)
Mencantumkan dua unsur (nama penyidik, dan unit atau satuan kerja penyidik) salah satu unsur saja (nama penyidik, atau unit atau satuan kerja penyidik)
Mencantumkan dua unsur (nama penyidik, dan unit atau satuan kerja penyidik) dua unsur (nama dokter, kualifikasi salah satu unsur saja (informasi (informasi tentang
biomekanika salah satu unsur pada vital saja (tingkat
kesadaran pernafasan,
Mencantumkan dua atau lebih unsur tanda vital (tingkat
kesadaran, pernafasan,
sirkulasi tubuh, regio luka saja.
Mencantumkan regio luka dan sisi
luka atau koordinat
9. Karakteristik Luka dua atau lebih karakteristik luka jenis luka sama sekali jenis luka secara lengkap, yang meliputi seluruh luka yang terdapat pada bagian pemberitaan
12. Jenis kekerasan Tidak
mencantumkan benar dan lengkap untuk semua jenis luka yang terdapat dalam bagian pemberitaan.
13. Kualifikasi Luka Tidak
sama sekali menggunakan rumusan dalam Pasal 351, 352, dan 90 KUHP
menggunakan
rumusan dalam Pasal 351, 352 dan 90 KUHP.
Pembobotan dilakukan dengan cara mengalikan nilai variabel rata-rata
setiap bagian dengan suatu faktor perkalian sebagai berikut : 1. Kelompok variabel 1 (bagian pendahuluan) dikalikan 1
2. Kelompok variabel 2 (bagian pemberitaan) dikalikan 3.
3. Kelompok variabel 3 (bagian kesimpulan) dikalikan 5.
Nilai kualitas VeR merupakan jumlah nilai dari kelompok variabel 1, 2 dan 3
dibagi bobot total dikalikan dengan 100%.
4.7. Metode Analisis Data
Metode analisa data dimulai dari :
a. Editing
Langkah ini digunakan untuk memeriksa kembali data yang diperoleh mencakup
kelengkapan/ kesempurnaan data dan kekeliruan pengisian untuk menghindari bias.
b. Koding
Data yang telah diperoleh dengan tepat dan benar, diberikan kode tertentu untuk
mempermudah pembacaan data di komputer.
c. Cleaning data
Pemeriksaan kembali, semua data yang telah dimasukkan ke dalam komputer
d. Saving
Penyimpanan data untuk siap dianalisa.
Kemudian dinilai dengan Analisa deskriptif dengan menilai mean, median,
standart deviasi, min, max dari kualitas Visum et Repertum setelah menentukan
distribusi kualitas Visum et Repertum. Bentuk penyajian data dalam bentuk tabel dan
REFERENSI
1. Mulyo, R Cahyono Adi, Perananan Dokter dalam Proses Penegakan Hukum Kesehatan,
2. Aji, Jati Pulung,
Universitas Negeri Semarang, 2006, hal. 211 - 230.
Peranan Dokter Forensik dalam Praktek Peradilan Perkara Pidana,
3. Amir, Amri,
Purworejo, 2008, hal. 85 - 92.
Ilmu Kedokteran Forensik.
4. Sampurna, Budi,
Medan: Bagian Ilmu Kedokteran
Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran USU, . 2007, hal. 204 - 215.
Kedokteran Forensik Ilmu dan Profesi.
5. Kolegium Ilmu Kedokteran Forensik Indonesia, Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Kedokteran Forensik Modul I, 2011
Universitas Indonesia,
2009, hal. 1 - 12.
6. Hamdani, Nyowito, Ilmu Kedokteran Kehakiman, edisi kedua, Jakarta, 1992, hal. 12 - 30.
7. Herkutanto, Pemberlakuan Pedoman Pembuatan Visum Et Repertum Korban Hidup dan Trauma-Related Injury Severity Score (TRISS) untuk Meningkatkan Kualitas Visum et Repertum: Upaya Menanggulangi Kelemahan Visum et Repertum dengan Meningkatkan Kualitas Bagian Pemberitaan dan Kesimpulan, Jakarta, 2005, hal. 1 - 20
9. Idries, AM, Pedoman Praktis Ilmu Kedokteran Forensik. Sagung Seto, Jakarta, 2009, hal. 19 - 34.
10. Dahlan, Sofwan, Hukum Kesehatan, Rambu-rambu Bagi Profesi Kedokteran. Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 2000, hal. 2 - 35.
11. Muasyaroh, Tentang Peranan Dokter Forensik dalam Membantu Proses Peradilan (Studi di RSUD Dr. Saiful Anwar Malang dan Pengadilan Negeri Malang), 2003, hal. 10 -24.
12. Moeljatno, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Jakarta : Sinar Grafika, 2001 13. Nugroho, Tinjauan Hukum terhadap Pembuktian dengan Visum Et Repertum,
2009
14. Oemar Seno Adjie, Etika Profesional dan Hukum Pertanggung Jawaban Pidana Dokter. Jakarta : Grafitti Press, 2000.
15. Perhimpunan Dokter Spesialis Forensik Indonesia, Buku Panduan Pelaksanaan Program P2KB untuk Dokter Spesialis Forensik,
16. Soerjabrata, Sumadi, Metodologi Analisis Data. Bandung : Sinar Grafika, . 1983, hal. 15 – 25
Jakarta, 2008
17. Sudjarwo.M.S, Metodologi Penelitian Sosial. Bandung : Mandar Maju, 2001. 18. Tasrief, Suardi, Pengertian Hukum Kesehatan dan Perbedaan Komperatif Dengan
Ilmu Kedokteran Kehakiman. Bandung : Sinar Grafika, 1992. hal. 83 - 92.
20. Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan. 1992. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.
21. Buku Pedoman Kolegium yang dikeluarkan oleh Persatuan Dokter Forensik
Indonesia
22. Hadiati, Harmien, Hukum Kedokteran ( Studi Tentang Hubungan Hukum Dalam Mana Dokter Sebagai Salah Satu Pihak ). Bandung : Citra Aditya Bakti, 1998.
23. Kansil, Pengantar Hukum Kesehatan Indonesia. Jakarta : Sinar Grafika, 1991. 24. Konsil Kedokteran Indonesia, Standar Kompetensi Dokter,
25. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran, Bandung : Fokus Media, 2004.
Jakarta, 2006.
26. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Bandung : Fokus Media, 2004.