HUBUNGAN KUALITAS TIDUR DAN FUNGSI
KOGNITIF PADA LANJUT USIA DI PANTI SOSIAL
MARGAGUNA JAKARTA SELATAN
SkripsiDiajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)
OLEH:
AZMI HANIFA
NIM: 1111104000054
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
iii
SCHOOL OF NURSING
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE
SYARIF HIDAYATULLAH STATE ISLAMIC UNIVERSITY OF JAKARTA
Undergraduate Thesis, January 2016
Azmi Hanifa, NIM: 1111104000054
Relationship Quality Sleep and Cognitive Function in the Elderly in Social Institutions Margaguna Jakarta Selatan
xviii + 75 pages + 7 tables + 3 charts + 6 Attachments
ABSTRACT
Aging process is a natural process because it is the final stage in a journey of life. The elderly population is increasing, both of developed countries and developing countries, such as Indonesia. There are several requirements that overlooked the elderly, one of which it is the need for sleep. Maintenance of sleep serves as one aspect of improving the health of the elderly, is cognitive function. This study was to determine the relationship between sleep quality and cognitive function in the elderly. The Methode used analytic correlation with cross sectional sample of 37 respondents. The instrument used a questionnaire Mini-Mental State Examination (MMSE) and The Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI). Analysis of the data used the analysis univariate form of frequency distribution and bivariate analysis such as Fisher Exact Test. Result of the analysis showed that there was no relationship between sleep quality and cognitive function in the elderly (P-value= 1,000).
Key word: Sleep Quality, Cognitive Function, Elderly
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Skripsi, Januari 2016
Azmi Hanifa, NIM: 1111104000054
Hubungan Kualitas Tidur dan Fungsi Kognitif pada Lanjut Usia di Panti Sosial Margaguna Jakarta Selatan
xviii + 75 halaman + 7 tabel + 3 bagan + 6 lampiran
ABSTRAK
Proses menjadi tua merupakan suatu kejadian yang alami karena hal ini merupakan tahap akhir dalam sebuah perjalanan hidup. Populasi lanjut usia juga semakin meningkat baik dinegara maju maupun berkembang, seperti Indonesia. Ada beberapa kebutuhan yang terabaikan pada lansia salah satunya yaitu kebutuhan tidur. Pemeliharaan tidur menjadi salah satu aspek dari peningkatan kesehatan lanjut usia. Salah satunya pada fungsi kognitif. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara kualitas tidur dan fungsi kognitif pada lanjut usia. Metode yang digunakan adalah analitik korelasi dengan pendekatan cross sectional dengan sampel 37 responden. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner Mini-Mental State Examination (MMSE) dan The Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI). analisis data yang digunakan adalah anilisis univariat berupa distribusi frekuensi dan analisis bivariat berupa uji Fisher Exact Test. Hasil analisis didapatkan bahwa tidak ada hubungan antara kualitas tidur dengan fungsi kognitif (P-value= 1,000).
Kata Kunci: Kualitas Tidur, Fungsi Kognitif, Lanjut usia
v
PERNYATAAN PERSETUJUAN
LEMBAR PENGESAHAN
Skripsi dengan Judul
HUBUNGAN KUALITAS TIDUR DAN FUNGSI KOGNITIF
PADA LANJUT USIA DI PANTI SOSIAL MARGAGUNA
JAKARTA SELATAN
Telah disusun dan dipertahankan dihadapan tim penguji oleh:
Azmi Hanifa NIM: 1111104000054
Pembimbing I Pembimbing II
Ns. Eni Nuraini Agustini, S.Kep,M.Sc Karyadi, S.Kp,M.Kep,Ph.D
NIP: 1980080 200604 2 001 NIP: 19710903 200501 1 007
Penguji I Penguji II
Yenita Agus, M.Kep,Sp.Mat,Ph.D Karyadi, S.Kp,M.Kep,Ph.D
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama lengkap : Azmi Hanifa Jenis kelamin : Perempuan
Tanggal lahir : Yogyakarta, 22 April 1994 Status : Belum Menikah
Agama : Islam
Alamat : Jl. Jambu I/23 Pisangan, Ciputat, Tangsel, Banten Telepon/HP : 082127777047/ 08996648891 (WA)
Email/Socmed : [email protected]
Motto hidup : “Sebaik baik manusia adalah yang bemanfaat bagi sesama”
Riwayat Pendidikan
1998 – 2003 SD IT Baitusalam Yogyakarta 2003 – 2004 SD Yapis Pemb. V. Jayapura, Papua 2005 – 2008 SMP IT Bina Umat Yogyakarta 2009 – 2011 SMA IT Bina Umat Yogyakarta
ix
LEMBAR PERSEMBAHAN
Alhamdulillahirobbil alamiin. Aku bersyukur atas segala karunia yang Kau beri Atas segala nikmat, Kesehatan, iman, dan rizki
Terima kasih ya Allah, Engkau tetap hadir kala hati ini telah lelah Engkau tetap hadir, kala diri ini kotor
bak lembaran putih dengan noda hitam yang penuh Sebait kalimat teruntuk Ibunda Nur Kumalasari,
Tiada kata yang dapat kuucap untuk mengungkapkan betapa berharganya dirimu dalam setiap langkah kehidupanku,
Mom,,Your’re the great momy, you’re the great woman who important for me, and you’re my
everythink, Thank you so much mom,, Persembahan cinta Ayahanda Mujtahid,
Banyak sekali kata-kata cintaku yang tak bisa kutulis disini, betapa besar aku mencintaimu
You’re my guardian in this world, you’re good man i have, and next, if i wanna get husband, i stilllike u.. and i love u, so much
Dan untuk adik-adikku,
Terimakasih atas doa dan dukungan kalian, Zakia calon Bankir Sholehah, Sarah Miss Hafidzah, dan Ahmad calon pemimpin umat yang Sholih ,,Semoga kita bisa berkumpul di
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Alhamdulillah, segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan nikmat dan karunia yang diberikan kepada hamba-hambaNya. Begitu pula dengan karunia yang telah diberikan kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan penyusunan skripsi. Shalawat serta salam teriring penulis haturkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat, dan pengikutnya.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada segenap pihak yang telah banyak membantu dalam penyusunan skripsi ini. Untaian terima kasih yang dalam penulis tujukan kepada:
1. Bapak Prof. Dr. H. Arif Sumantri, SKM., M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Ibu Maulina Handayani, S.Kp., M.Sc. selaku ketua Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Ns. Eni Nuraini Agustini, S.Kep., M.Sc. selaku pembimbing I dan Bapak Karyadi, Ph.D selaku pembimbing II yang telah membimbing penulis dari awal hingga akhir dengan sabar, mengarahkan, meluangkan tenaga dan waktu yang sangat bernilai dalam penyelesaian skripsi ini.
xi
5. Pihak Kementerian Agama RI yang telah memberikan beasiswa pendidikan (PBSB) secara penuh kepada penulis selama belajar di Program Studi Ilmu Keperawatan ini.
6. Saudara – saudariku dalam naungan rumah CSS MoRA (Community of Santri Scholars of Ministry of Religious Affairs), baik CSS MoRA Nasional maupun
CSS MoRA UIN Syarif Hidayatullah Jakartayang memberikan semangat, inspirasi dan ilmu yang tak henti-hentinya.
7. Teristimewa untuk My Guardian Mujtahid dan My Queen Nur Kumalasari
yang senantiasa mendoakan dan menyemangati penulis, serta ketiga saudara-saudaraku tercinta (Zaza, Sarah, dan Ahmad) yang selalu memotivasi, membantu dan mendo‟akan penulis untuk menyelesaikan tepat waktu.
8. Al ustadz KH. Musthofa Ismail, Lc., MA., LLM., yang menjadi guru besar dan selalu menasehati dan mendukung untuk segala langkah kebaikan yang penulis lakukan sejak di Pondok Pesantren Bina Umat Yogyakarta.
9. Kakanda Didi Mudiono, S.Kom.I., yang tak pernah lelah memberikan semangat serta motivasinya kepada penulis untuk terus menulis skripsi ini dan menyelesaikan tepat waktu.
10. Sahabat-sahabatku, Izzah, Lilis, Hani, Nana, Fiqo, Malik, Maliha, Pretty dan Maria yang telah menemani, menghibur, mengingatkan, dan menasehati penulis selama di perantauan ini.
12. Kawan-kawan seperjuangan PSIK angkatan 2011 yang bersama-sama berjuang, terima kasih untuk kebersamaan, pengalaman dan kenangan yang luar biasa.
Atas bantuan dan segala amal baiknya, semoga Allah SWT membalas pahala yang setimpal. Besar harapan penulis skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.
Kritik dan saran sangat diperlukan dalam peningkatan kualitas skripsi ini. Demikianlah paparan kata dari penulis dan penulis mohon maaf apabila terdapat kekurangan dalam penulisan.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Ciputat, Januari 2016
xiii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN ... Error! Bookmark not defined.
ABSTRACT ... iii
C. Pertanyaan Penelitian ... 6
D. Tujuan Penelitian ... 6
1. Tujuan Umum ... 6
2. Tujuan Khusus ... 6
E. Manfaat Penelitian ... 7
1. Bagi Pendidikan Ilmu Keperawatan ... 7
2. Bagi Panti Werdha ... 7
3. Bagi Peneliti ... 7
F. Ruang Lingkup ... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9
A. Lanjut Usia ... 9
1. Definisi Lansia... 9
2. Klasifikasi Lansia ... 9
1. Teori Penuaan ... 10
C. Tidur ... 13
1. Fisiologi Tidur ... 13
2. Kualitas Tidur ... 15
3. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Tidur ... 17
4. Perubahan Tidur pada Lanjut Usia ... 20
D. Fungsi Kognitif ... 22
E. Penelitian Terkait ... 30
F. Kerangka Teori... 32
BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL, DAN HIPOTESIS ... 33
A. Kerangka Konsep Penelitian ... 33
B. Definisi Operasional... 34
C. Hipotesis ... 36
BAB IV METODE PENELITIAN ... 37
A. Desain Penelitian ... 37
B. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 37
1. Lokasi Penelitian ... 37
2. Waktu Penelitian ... 37
C. Populasi dan Sampel Penelitian ... 38
1. Populasi ... 38
2. Sampel ... 38
D. Instrumen Penelitian... 39
E. Uji Validitas dan Reabilitas ... 42
F. Metode Pengumpulan Data ... 43
G. Pengolahan Data... 44
H. Metode Analisis Data ... 46
I. Etika Penelitian ... 47
BAB V HASIL PENELITIAN ... 49
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 49
B. Hasil Analisis Univariat ... 50
xv
2. Variabel Dependen dan Independen ... 52
C. Hasil Analisis Bivariat ... 53
BAB VI PEMBAHASAN ... 55
A. Analisis Data Demografi ... 55
1. Gambaran Usia di PSTW Kategori Lansia Mandiri ... 55
2. Gambaran Jenis Kelamin pada Lansia di PSTW ... 56
3. Gambaran Tingkat Pendidikan pada Lansia di PSTW ... 56
B. Analisis Variabel Kualitas Tidur dan Fungsi Kognitif ... 57
1. Gambaran Kualitas Tidur ... 57
2. Gambaran Fungsi Kognitif ... 59
C. Analisis Korelasi Antara kualitas Tidur dengan Fungsi Kognitif ... 62
D. Keterbatasan Penelitian ... 64
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ... 65
A. Kesimpulan ... 65
B. Saran ... 66
1. Bagi Pendidikan Keperawatan ... 66
2. Bagi PSTW Budi Mulia 4 Margaguna Jakarta Selatan ... 66
3. Bagi Peneliti Selanjutnya ... 67
DAFTAR TABEL
3.1 Definisi operasional ... 34 5.1 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Usia Kategori Lansia Mandiri
diPSTW Budi Mulia 4 Margaguna ... 50 5.2 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Jenis Kelamin kategori Lansia Mandiri diPSTW Budi Mulia 4 Margaguna ... 51 5.3 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Tingkat Pendidikan Kategori
Lansia Mandiri di PSTW Budi Mulia 4 Margaguna ... 51 5.4 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Kualitas Tidur Kategori Lansia
Mandiri di PSTW Budi Mulia 4 Margaguna ... 52 5.5 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Fungsi Kognitif Kategori Lansia
Mandiri di PSTW Budi Mulia 4 Margaguna ... 52 5.6 Korelasi Data Kualitas Tidur dengan Fungsi Kognitif Kategori Lansia
xvii
DAFTAR BAGAN
DAFTAR LAMPIRAN
1. Surat Izin Penelitian 2. Informed Consent
3. Kuesisoner Penelitian
4. Rekapitulasi Jawaban Penelitian 5. Hasil Analisis Univariat
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia adalah negara yang memasuki era penduduk bestruktur tua (Aging Structured Population). Sensus penduduk pada lanjut usia
menunjukkan bahwa Indonesia termasuk lima besar negara dengan jumlah penduduk lansia terbanyak di dunia setelah China, India dan Jepang. Yakni mencapai 18,1 juta jiwa pada tahun 2010 atau 9,6 persen dari jumlah penduduk. Hal ini disimpulkan dari presentase yang telah mencapai lebih dari 7% dari keseluruhan penduduk menurut Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat (KESRA) tahun 2013. Berdasarkan proyeksi kementrian kesehatan, pada tahun 2010-2035, kelompok usia 0-14 tahun dan 15-49 tahun mengalami penurunan, sedangkan kelompok usia 50-64 tahun dan 65 tahun keatas, terus mengalami peningkatan (KEMENKES, 2013).
tahun 2020 penduduk lansia di Indonesia mencapai 28,8 juta atau 11,34 % dengan UHH sekitar 71,1 tahun. Maka dapat disimpulkan bahwa penduduk lanjut usia akan terus meningkat dari jumlah dan harapan hidup seseorang.
Lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun. Pada pencapaian umur lanjut ini, seseorang akan megalami beberapa perubahan (Maryam dkk, 2012). Jumlah lansia yang banyak di Indoneseia ini haruslah ditangani secara keseluruhan dengan memperhatikan kebutuhannya (Silvanasari, 2012). Kebutuhan fisiologis dasar manusia termasuk lansia yang harus dipenuhi adalah higiene, nutrisi, kenyaman, oksisgenasi, cairan elektrolit, eliminasi urin dan fekal, dan tidur (Potter & Perry, 2012).
Kebutuhan tidur termasuk dalam kebutuhan fisiologis. Kebutuhan tidur merupakan kebutuhan primer yang menjadi syarat dasar bagi kelangsungan hidup manusia (Asmadi, 2006 dalam Silvanasari, 2012). Kebutuhan tidur pada manusia bergantung pada tingkat perkembangan. Seorang lanjut usia akan membutuhkan waktu lebih lama untuk memulai tidur dan memiliki waktu lebih sedikit untuk tidur nyenyak. Seiring dengan penurunan fungsi tubuh dalam kaitannya dengan fisiologi tidur, jumlah kebutuhan tidur lansia mengalami penurunan (Heny dkk, 2013).
3
memelihara fungsi jantung juga sebagai pemulihan fungsi kognitif. Seseorang yang mendapatkan kualitas tidur yang baik akan berpengaruh terhadap fungsi kognitifnya, dimana pada tahap tidur dihubungkan dengan aliran darah ke serebral, peningkatan konsumsi oksigen yang dapat membantu penyimpanan memori dan pembelajaran yang berhubungan dengan fungsi kognitifnya. Sehingga pemeliharaan tidur yang baik menunjukkan adanya kualitas tidur yang baik pula.
Kualitas tidur adalah ukuran di mana seseorang mendapatkan kemudahan untuk memulai tidur, mampu mempertahankan tidur, dan merasa rileks setelah bangun dari tidur (Heny, Sutrisna, dan Wira, 2013). Kualitas tidur pada lansia mengalami perubahan yaitu tidur REM mulai memendek. Penurunan progresif pada tahap NREM 3 dan 4 dan hampir tidak memiliki tahap 4. Perubahan pola tidur lansia disebabkan perubahan sistem saraf pusat yang mempengaruhi pengaturan tidur (Saryono & Widianti, 2010). Missildine (2008) juga menambahkan bahwa kekurangan tidur akan memberikan efek pada fungsi kognitif.
Tumewah, & Kembuan, 2013 dan Rohana, 2011). Namun realitanya hampir 80% lansia memiliki sedikitnya satu masalah kesehatan kronis dan menurunnya kognitif serta memori (Handayani dkk, 2013).
Studi terbaru menunjukkan melalui penelitian Haimov dkk (2013), tentang perlakuan pada fungsi kognitif, yang dilakukan pada sejumlah lansia dengan inosmnia, bahwa peran tidur sangat penting untuk penerimaan memori baru sehingga kualitas tidur memiliki pengaruh besar terhadap peran memori.
Auyeung dkk (2013), juga mengungkapkan pada penelitiannya tentang fungsi kognitif yang berhubungan dengan ritme tidur pada lanjut usia di komunitas, mengemukakan bahwa terdapat hubungan antara ritme tidur dengan penurunan kognitif yang signifikan.
5
menunjang supaya dimasa akhir kehidupannya tetap terpenuhi haknya dalam kesejahteraan kehidupan.
Studi pendahuluan oleh peneliti pada lanjut usia yang tinggal di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 4 Margaguna Jakarta Selatan terdapat sebanyak 205 lanjut usia. Salah satu pengelola panti tersebut mengatakan, bahwa jumlah lanjut usia terus berganti – ganti sehingga terkadang penuhnya panti menandakan bahwa lanjut usia saat ini memerlukan tempat yang layak ketika keluarga tidak dapat memenuhi hasrat kebutuhan lansia tersebut. Sehingga peneliti juga melakukan sebuah pengkajian tentang kualitas tidur kepada 6 lanjut usia, menggunakan kuesioner baku Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI). Didapatkan hasil dari 6 lanjut usia tersebut memilki kualitas tidur yang buruk.
B. Rumusan Masalah
hubungan kualitas tidur dan fungsi kognitif lanjut usia yang tinggal di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 4 Margaguna Jakarta Selatan?
C. Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana demografi lanjut usia (usia, jenis kelamin, dan pendidikan terakhir) di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 4?
2. Bagaimana gambaran kualitas tidur pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 4?
3. Bagaimana gambaran fungsi kognitif pada lansia di panti sosial Tresna Werdha Budi Mulia 4?
4. Bagaimana hubungan kualitas tidur dan fungi kognitif pada lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 4?
D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui hubungan kulitas tidur dan fungi kognitif di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 4 Margaguna Jakarta Selatan.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui demografi lanjut usia (usia, jenis kelamin, dan pendidikan terkahir) pada lanjut usia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 4 Margaguna.
b. Mengetahui gambaran kualitas tidur pada lanjut usia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 4 Margaguna.
7
d. Mengetahui hubungan kualitas tidur dan fungsi kognitif pada lanjut usia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 4 Margaguna.
E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Pendidikan Ilmu Keperawatan
a. Hasil penelitian ini dapat menambah literature study mengenai hubungan kualitas tidur dan fungsi kognitif lanjut usia yang tinggal di Panti Werdha.
b. Memberikan informasi kesehatan lanjut usia mengenai kualitas tidurnya.
2. Bagi Panti Werdha
Aspek ini dapat memberikan informasi mengenai gambaran status kesehatan pada lanjut usia kepada pengelola panti werdha untuk tetap membantu dalam meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan lansia terutama dalam hal kecil seperti masalah tidur.
3. Bagi Peneliti
Menambah keilmuan bagi peneliti khususnya dalam bidang keperawatan lanjut usia. Sehingga dapat diaplikasikan setiap saat dan ketika mendapatkan klien lanjut usia dengan cara khusus sesuai keilmuan yang telah didapat.
F. Ruang Lingkup
dengan desain analitik kuantitatif corelation study dengan pendekatan cross sectional study. Pengumpulan data primer menggunakan instrumen
kuesioner kualitas tidur yaitu The Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) dan kuesioner fungsi kognitif yang menggunakan Mini-Mental State Examination (MMSE), serta data demografi yang meliputi, usia, jenis
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Lanjut Usia
1. Definisi Lansia
Menua (menjadi tua= aging) adalah suatu proses meghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Darmojo, 2009).
Menurut Setianto (2004) dalam Efendi dan Makhfudli (2009), seseorang dikatakan lanjut usia apabila usianya 65 tahun keatas. Lanjut usia bukanlah penyakit, namun suatu kelanjutan dari proses kehidupan dengan ditandai penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan kebutuhan lingkungan (Pudjiastuti, 2003 dalam Efendi dan Makhfudli, 2009). Usia lanjut dapat dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada kehidupan manusia (Keliat, 1999 dalam Maryam dkk, 2008). Sedangkan menurut pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No. 13 Tahun 1998 tentang kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai lebih dari 60 tahun.
2. Klasifikasi Lansia
45-59 tahun, elderly usia antara 60-74 tahun, old usia 75-90 tahun dan dikatakan very old berusia diatas 90 tahun. Sedangkan menurut Notoatmojo (2007), lanjut usia dibagi menjadi empat kelompok, kelompok dalam masa virilitas yaitu masa persiapan usia lanjut yang menampakkan keperkasaan fisik dan kematangan jiwa (45-54 tahun), kelompok lanjut usia dini yaitu kelompok yang baru memasuki lanjut usia (55-64 tahun), kelompok lanjut usia (65 tahun keatas), dan kelompok lanjut usia risiko tinggi yaitu lansia yang berusia lebih dari 70 tahun.
B. Perubahan – Perubahan Pada Lanjut Usia
1. Teori Penuaan
Penuaan adalah normal, dengan perubahan fisik dan tingkah laku yang dapat diramalkan yang terjadi pada semua orang pada saat mereka mencapai usia tahap perkembangan kronologis tertentu. Teori-teori ini menjelaskan bagaimana dan mengapa penuan terjadi. Biasanya dikelompokkan menjadi dua kelompok besar yaitu teori biologis dan teori psikososial (Stanley dan Beare, 2007).
a. Teori Biologis
Teori biologis ini menjelaskan proses fisik penuaan, termasuk perubahan fungsi dan struktur, pengembangan, panjang usia dan kematian.
1) Teori Genetika
11
pada pembentukan kode genetik. Menurut teori genetika, penuaan adalah suatu proses yang secara tidak sadar diwariskan yang berjalan dari waktu ke waktu untuk mengubah sel atau struktur jaringan.
2) Teori Wear-And-Tear
Teori Wear-And-Tear (Dipakai dan Rusak) mengusulkan bahwa akumulasi sampah metabolik atau zat nutrisi dapat merusak sintesis DNA, sehingga mendorong malfungsi molekular dan akhirnya malfungsi organ tubuh.
3) Teori Imunitas
Teori ini menggambarkan tentang kemunduran dalam sistem imun yang berhubungan dengan sistem penuaan. Ketika seseorang bertambah tua, pertahanan mereka terhadap organisme asing mengalami penurunan, sehingga mereka lebih rentan untuk menderita berbagai penyakit seperti kanker dan infeksi.
4) Teori Neuroendokrin
5) Riwayat Lingkungan
Menurut terori ini, fator-faktor didalam lingkungan (misalnya karsinogen dari industri, cahaya matahari, trauma dan infeksi) dapat membawa perubahan dalam proses penuaan. Walaupun faktor ini diketahui memepercepat proses penuaan namun, ini adalah dampak sekunder dan bukan merupakan faktor utama dalam penuaan.
b. Teori Psikososiologis
1) Teori kepribadian
Teori kepribadian menyebutkan aspek-aspek pertumbuhan psikologis tanpa menggambarkan harapan atau tugas spesifik lanjut usia.
2) Teori Tugas Perkembangan
Tugas perkembangan lanjut usia menurut Erickson mampu melihat kehidupan sesorang sebagai kehidupan yang dijalani dengan integritas. Pada kondisi tidak adanya pencapaian kehidupan yang baik, maka lansia akan disibukkan dengan rasa penyesalan dan putus asa.
3) Teori Disengagement
13
C. Tidur
Menurut Potter dan Perry (2012), tidur merupakan suatu keadaan yang berulang – ulang, perubahan status kesadaran yang terjadi selama periode tertentu. Jika orang memperoleh tidur yang cukup, mereka merasa tenaganya pulih. Beberapa penelitian menyatakan bahwa pulihnya tenaga setelah tidur menunjukkan bahwa tidur memberikan waktu untuk perbaikan dan penyembuhan sistem tubuh untuk periode keterjagaan yang berikutnya.
1. Fisiologi Tidur
Tidur adalah proses fisiologis yang bersiklus yang bergantian dengan periode yang lebih lama dari keterjagaan. Siklus tidur-terjaga mempengaruhi dan mengatur fungsi fisiologis dan respon perilaku (Potter dan Perry, 2012).
a. Siklus tidur
Menurut Potter dan Perry (2012) tidur yang normal memiliki dua fase: yaitu pergerakan mata yang tidak cepat (tidur nonrapid eye movement, NREM) dan pergerakan mata yang cepat (tidur
rapid eye movement, REM).
Tidur NREM dibagi menjadi empat stadium:
ketika terbangun, seseorang akan merasa seperti telah melamun.
2) Stadium 2 ditetapkan melalui kejadian kompleks K dan kumparan tidur yang betumpang tindih pada aktivitas latar belakang yang serupa dengan stadium 1. Untuk terbangun masih relatif mudah, namun sudah memiliki peningkatan dalam relaksasi. Dan fungsi tubuh seseorang menjadi sangat lamban.
3) Stadium 3 adalah delta tidur dengan sekitar 20% tetapi kurang dari 50% aktivitas delta amplitudo tinggi(375 µV) delta (0,5 sampai 2 Hz). Kumparan tidur tetap ada, aktivitas gerakan mata tidak ada, dan aktivitas EMG (Elektromyografi) menetap pada kadar yang rendah, sehingga otot-otot mulai kendur. Tahap ini berakhir 15-30 menit.
4) Stadium 4, yaitu pola EEG (Elektro-Encephalogram) stadium 3 lambat, voltase tinggi terganggu pada sekitar 50% rekaman. NREM stadium 3 dan 4 disebut sebagai (secara kolektif) tidur “dalam”, “delta”, atau “gelombang lambat.”sangat sulit untuk
membangunkan sesorang dalam tahap tidur ini. Tanda-tanda vital mulai menurun secara bermakna. Waktu ini berlangsung selama 15-30 menit.
15
bergerak bolak-balik), gerakan otot tidak teratur, pernafasan tidak teratur cenderung lebih cepat, dan suhu serta metabolisme meningkat (Aspiani, 2014).
Bagan 2.1 Tahap-tahap siklus tidur orang dewasa
b. Irama Sirkadian
Orang mengalami irama siklus sebagai bagian dari kehidupan mereka setiap hari. Irama yang paling dikenal adalah siklus 24-jam, siang-malam yang dikenal dengan irama diurnal atau sirkadian. Irama sirkadian mempengaruhi pola fungsi biologis utama dan fungsi perilaku. Irama sirkadian termasuk siklus tidur-bangun harian, dipengaruhi oleh cahaya dan suhu serta juga faktor-faktor eksternal seperti aktivitas sosial dan rutinitas pekerjaan. Semua orang mempunyai aktivitas yang sinkron dengan siklus tidur mereka (Potter dan Perry, 2012).
2. Kualitas Tidur
Kualitas tidur adalah suatu keadaan tidur yang dijalani seorang individu menghasilkan kesegaran dan kebugaran saat terbangun.
Tahap pratidur
NREM tahap 1 NREM tahap 2 NREM tahap 4
NREM tahap 3 NREM tahap 3
Tidur REM
Kualitas tidur mencakup aspek kuantitatif dari tidur, seperti durasi tidur, latensi tidur serta aspek subjektif dari tidur. Kualitas tidur adalah kemampuan setiap orang untuk mempertahankan keadaan tidur dan untuk mendapatkan tahap tidur REM dan NREM yang pantas (Kozier dkk, 2004 dalam Agustin, 2012).
Menurunnya kualitas tidur pada lansia disebabkan oleh meningkatnya latensi tidur, berkurangnya efisiensi tidur, terbangun lebih awal dan kesulitan untuk kembali tidur. Hal ini berhubungan dengan proses degeneratif sistem dan fungsi dari organ tubuh pada lansia. Penurunan fungsi neurontransmiter menyebabkan menurunnya produksi hormon melatonin yang berpengaruh terhadap perubahan irama sirkadian, sehingga lansia akan mengalami penurunan tahap 3 dan 4 dari waktu tidur NREM, bahkan hampir tidak memiliki fase 4 atau tidur dalam (Stanley, 2006 dan Stockslager, 2003).
17
3. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Tidur
Sejumlah faktor yang mempengaruhi kuantitas dan kualitas tidur. Seringkali faktor tunggal tiak hanya menjadi penyebab masalah tidur. Faktor fisiologis, psikologis, dan lingkungan dapat mengubah kualitas dan kuantitas tidur. Adapun menurut Potter dan Perry (2012), berikut penjabaran nya:
a) Penyakit Fisik
Setiap penyakit yang menyebabkan nyeri, ketidaknyamanan fisik, atau masalah suasana hati, seperti kecemasan atau depresi, dapat menyebabkan masalah tidur. Seseorang dengan perubahan seperti itu mempunyai masalah kesulitan tertidur atau tetap tidur. Nokturia atau berkemih dimalam hari juga menjadi salah satu penyebab gangguan tidur dan siklus tidur. Dan ini sering terjadi pada lansia dengan penurunan tonus kandung kemih atau orang yang berpenyakit jantung, diabetes, uretritis, atau penyakit prostat. Lansia seringkali mengalami “sindrom kaki tak berdaya.” Dan ini
akan sering mengalami kekambuhan dimalam hari, seperti merasakan sensasi gatal pada otot, sehingga akan menimbulkan terganggunya tidur pada lansia khususnya dimalam hari (Potter dan Perry, 2012).
b) Obat-obatan dan Substansi
L-triptofan, suatu protein alami ditemukan dalam makanan seperti susu, keju dan daging, dapat membantu seseorang mudah tidur (Potter dan Perry, 2012).
c) Gaya hidup
Rutinitas harian seseorang mempengaruhi perubahan pola tidur. Individu yang bekerja bergantian berputar (mis. 2 minggu siang, kemudian diikuti oleh 1 minggu malam) seringkali mempunyai kesulitan menyesuaikan perubahan jadwal tidur. Setelah beberapa minggu bekerja pada waktu malam hari, maka jam biologis seseorang dapat mmenyesuaikan. Perubahan lain dalam rutinitas yang menggangu pola tidur meliputi bekerja berat yang tidak biasa, mengikuti aktivitas sosial pada waktu malam, dan perubahan waktu makan malam (Potter dan Perry, 2012).
d) Stres emosional
19
e) Lingkungan
Lingkungan fisik tempat seseorang tidur berpengaruh penting pada kemampuan untuk tertidur dan tetap tidur. Ukuran, kekerasan, dan posisi tempat tidur mempengauhi kualitas tidur. Seseorang lebih nyaman tidur sendiri atau bersama orang lain, teman tidur dapat mengganggu tidur jika ia mendengkur. Suara juga mempengaruhi tidur (Potter dan Perry, 2012).
f) Latihan fisik dan kelelahan
Seseorang yang kelelahan biasanya memperoleh tidur yang mengistirahatkan, khususnya kelelahan ini dikarenakan dari kerja atau latihan yang menyenangkan. Latihan dua jam atau lebih sebelum waktu tidur membuat tubuh mendingin dan mempertahankan suatu keadaan kelelahan yang meningkatakan relaksasi. Akan tetapi, kelalahan yang berlebihan yang dihailkan dari kerja yang meletihkan atau penuh stres membuat sulit tidur. Hal ini juga dapat menjadikan masalah dalam kualitas dan pola tidur, dan biasanya terjadi pada anak sekolah dan remaja (Potter dan Perry, 2012).
g) Asupan makanan dan kalori
digunakan untuk meningkatkan tidur. Kehilangan atau kelebihan berat badan juga dapat mempengaruhi pola tidur(Potter dan Perry, 2012).
4. Perubahan Tidur pada Lanjut Usia
Lansia tidur 6 jam setiap malamnya dan 20-25% adalah tidur REM. Terdapat penurunan yang progresif pada tahap tidur NREM 3 dan 4, dan beberapa lansia hampir tidak memiliki tahap 4, atau tidur yang dalam. Total waktu tidur rata-rata pada lanjut usia meningkat, namun membutuhkan waktu yang banyak untuk bisa jatuh tidur (Carney, Barrey, & Geyer, 2012). Seorang lanjut usia memiliki waktu pendek pada tidur yang dalam (delta sleep), dan lebih panjang waktunya didalam tidur stadium 1 dan 2. Hasil tes Polysomnographic ditemukan bahwa adanya penurunan dalam slow wave sleep dan REM (Darmojo, 2009).
Pada lanjut usia, irama sirkadian menjadi lebih lemah, tidak dapat menyesuaikan dan kehilangan tinggi rendahnya irama sirkadian. Salah satu hipotesis menyatakan suprachiasmatic nuclei mengalami kemunduran dan mengalami kelemahan fungsi sehingga membuat irama sirkadian lanjut usia menjadi terganggu. Penurunan tinggi rendahnya irama sirkadian dapat meningkatkan frekuensi terbangun dimalam hari dan mengantuk yang amat di siang hari (Neikrug & Israel, 2010).
21
Crowley (2011) juga melaporkan tentang kemunduran irama sirkadian seperti suhu tubuh, kortisol, dan melatonin. Penurunan kadar melatonin dimalam hari dapat menyebabkan gangguan irama sirkadian, khususnya menjadi lebih maju. Hal ini menyebabkan banyak lanjut usia merasa mengantuk dan tertidur lebih awal di malam hari dan lebih awal di pagi hari (Crowley, 2011 & Wold, 2008).
D. Fungsi Kognitif
a. Struktur dan Fungsi Saraf Lanjut Usia
23
b. Definisi Kognitif
Kognisi meliputi kemampuan otak untuk memproses, mempertahankan, dan menggunakan informasi. Kemampuan kognitif mencakup pemikiran, penilaian, persepsi, perhatian pemahaman, dan memori. Kemampuan kognitif ini penting pada kemampuan individu dalam membuat keputusan, menyelesaikan masalah, menginterpetasikan lingkungan dan mempelajari informasi yang baru untuk memberikan nama pada beberapa hal (Videbeck, 2008). Kata kognisi (cognition) merujuk kepada tindakan atau proses “mengetahui”, termasuk kesadaran dan
penilaian (Sherwood, 2012).
c. Neurosains Kognitif
1). Otak Depan
kelompok-kelompok neuron yang disalurkan ke wilayah korteks yang tepat. Ia bertempat kira-kira dipusat otak, kurang lebih sejajar dengan mata. Untuk mengakomodasi semua tipe inormasi yang berbeda yang perlu dipilah-pilah.ketika talamuss mengalami malfungsi, hasilnya adalah rasa sakit, gemetaran, amnesia, kekacauan, dan perasaan tegang ketika terjaga dan tidur. Sedangkan hipotalamus berfungsi mengatur perilaku mempertahankan kelangsungan hidup, seperti bekelahi, makan, melarikan diri, dan seksualitas. Meskipun ukuran hipotalamus ini kecil (dai bahasa yunani:Hipo- atau „dibawah‟: lokaisnya berada didasar otak depan dibawah
talamus) namun, ia justru penting untuk mengontrol banyak fungsi tubuh (Sternberg, 2008).
2). Otak Tengah
Pada otak tengah terdapat sebuah sistem pengaktif retikularis (RAS, Reticular Activating System; disebut juga
„formasi retikularis‟), sebuah serabut neutron yang esensial
bagi pengaturan kesadaran, seperti pada tidur, keterjagaan, bangun dari tidur dan bahkan perhatian dalam segala hal dan fungsi vital seperti detak jantung dan pernafasan. Selain terdapat RAS, terdapat batang otak yang menghubungkan otak depan dengan saraf tulang belakang. Struktur yang disebut periadequeductal gray (PAG) terdapat didalam batang otak ini.
25
berdasarkan fungsi-fungsi batang otak tersebut (Sternberg, 2008).
3). Otak Belakang
Otak belakang terdiri atas medula oblongata, pons, dan serebelum. Medula oblongata mengontrol aktivitas jantung dan banyak mengontrol pernafasan, menelan an mencerna. Medula juga menjadi tempat saluran saraf yang berasal dari bagian tubuh sisi kana yang bergerak menyilang menuju sisi otak bagian kiri, dan sebaliknya. Medula oblongata adalah sebuah struktur interior memanjang yang terletak persis dititik sara tulang belakang yang memasuki tengkorak dan menempel ke otak. Medula oblongata yang mengandung RAS, membantu kita bertahan hidup. Selain medula oblongata adapula pons yang berfungsi sebagai sejenis stasiun pemancar karena ia mengandung serabut-serabut neuron yang menyalurkan sinyal dari satu bagian otak ke bagian otak lainnya. Serbelum yang berarti otak keil ini memiliki fungsi yaitu mengontrol koordinasi tubuh, keseimbangan dan penyesuaian otot dan beberapa aspek memori yang melibatkan gerakan-gerakan terkait prosedur (Sternberg, 2008).
4). Lobus-Lobus Hemisfer Otak
a. Lobus Frontalis
penalaran abstrak (Sternberg, 2008). Lobus ini juga
bertanggung jawab atas fungsi kognitif tertinggi, seperti pemecahan masalah, spontanitas, memori, bahasa, motivasi, penilaian, dan kontrol impuls (Hernanta, 2013). b. Lobus Parietalis
Lobus ini juga diasosiasikan dengan pemrosesan somatosensoris. Ia menerima input-input dari neuron terkait sentuhan, rasa sakit, rasa temperatur, dan posisi tungkai-tungkai tubuh (Sternberg, 2008).
c. Lobus Temporalis
Lobus temporal adalah area asosiasi primer untuk informasi auditorik dan mencakup area Wernick tempat intepretasi bahasa. Lobus ini juga terlibat dalam intepretasi bau, penyimpanan ingatan, musik, agresif dan perrilaku seksual (Muttaqin, 2008 dan Hernanta, 2013).
d. Lobus Okipitalis
27
d. Kognitif pada Lansia
Pada umumnya seseorang yang memasuki masa lanjut usia mengalami penurunan. Terutama pada fungsi kognitif yang akan mempengaruhi aspek psikososial yang berkaitan dengan keadaan kepribadian dalam diri lanjut usia tersebut (Sutarto, 2008). Penurunan menyeluruh pada fungsi sistem saraf pusat dipercaya sebagai kontributor utama perubahan dalam kemampuan kognitif dan efisiensi dalam pemrosesan informasi (Papilia dkk, 2008). Penurunan terkait penuaan ditunjukan dalam kecepatan, memori jangka pendek, memori kerja dan memori jangka panjang. Perubahan ini telah dihubungkan dengan perubahan pada struktur dan fungsi otak (Agronin dan Maletta, 2011).
e. Aspek Fungsi Kognitif
1). Atensi
Atensi adalah cara-cara kita secara aktif memproses inforrmasi yang terbatas dari sejumlah besar informasi yang disediakan oleh indra, memori yang tersimpan, dan oleh proses-proses kognitif lainnya. Atensi juga mencakup baik proses-proses sadar dan proses tidak sadar (Reed, 2007).
2). Intelegensi
Pada umumnya intelegensi diukur dengan menjumlahkan nilai pada berbagai subyek verbal dan kinerja. Kemampuan verbal tetap stabil dengan preoses penuaan normal. Sebaliknya, subyek yang membutuhkan pemikiran kreatif nonverbal dan strategi pemecahan masalah baru menunjukkan penurunan yang lambat karena penuaan (Helter, Ouslander dkk, 2009).
3). Perhatian
Perhatian melibatkan kemampuan untuk fokus pada satu atau lebih potongan-potongan informasi baik melalui auditori dan visual yang cukup lama untuk memasukkan dan mengolah data (Helter, Ouslander dkk, 2009). Dua karakteristik perhatian adalah elektivitas dan usaha mental. Selektivitas perlu untuk menjaga kita dari kelebihan dengan banyaknya informasi (Reed, 2007).
4). Fungsi eksekutif
29
area yang penting untuk fungsi eksekutif normal (Ginsberg, 2008).
5). Memori
Memori adalah proses bertingkat dimana informasi pertama kali harus dicatat dalam area korteks sensorik kemudian diporses melalui sistem limbik untuk terrjadinya pembelajaran baru. Secara klinik memori dibagi tiga tipe dasar, yaitu:
a. Immediate memory, merupakan kemampuan untuk merecall stimulus dalam interval waktu beberapa detik. b. Recent memory, merupakan kemampuan untuk mengingat
kejadian sehari-hari, seperti tanggal, apa yang dimakan saat sarapan, atau kejadian-kejadian baru.
c. Remote memory, merupakan rekoleksi atau mengintai kembali kejadian yang terjadi bertahun-tahun yang lalu (tanggal lahir, sejarah, nama kerabat, dan lain-lain).
6). Bahasa
a. Kelancaran
Suatu metode yang dapat membantu menilai kelancaran yaitu dengan meminta pasien menulis atau berbicara spontan.
b. Pemahaman
Pemahaman merujuk pada kemampuan untuk memahami dalam suatu perintah atau perkataan, dibuktikan dengan seseorang untuk melakukan perintah tersebut.
c. Pengulangan
Kemampuan sesorang untuk dapat mengklarifikasi penyataan sebelumnya.
d. Penanaman
Penanaman merujuk pada kemampuan seseorang untuk menamai sebuah objek dan bagian-bagiannya.
7). Visuospasial
Kemampuan persepsi visual memerlukan pengertian lambang tentang ruang. Hubungan bentuk posisi ukuran relatif, latar depan dan latar belakang, dan ketetapan bentuk (dengan mempertahankan ciri khasnya bagaimanapun posisinya dalam ruang) adalah diantara unsur pokok pengurutan visuospaial (Behrman, Kliegman, & Arvin, 2000).
E. Penelitian Terkait
31
darah pada Lansia di desa pasuruhan kecamatan mertoyudan kabupaten
magelang” dengan menggunakan pendekatan cross setional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan kualitas tidur dengan fungsi kognitif (sig: 0,012 < 0,05) dan ada hubungan antara kualitas tidur dengan tekanan darah (0,009 < 0,05) pada lansia. Uji regresi logistik menunjukkan kualitas tidur lebih mempengaruhi tekanan darah dengan nilai (sig: 0,0113 < 0,05).
Penelitian yang dilakukan oleh Orhan, dkk (2011), dalam judul “Relationship between sleep quality and depression among elderly nursing
home residents in Turkey” menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kualitas tidur (r=0,380 ; p=0,01) dengan depresi. Dengan prevalensi 60,3% pada kualitas tidur dari 73 lansia yang juga disertai depresi.
Penelitian yang dilakukan oleh Molly dkk, 2011, yang berjudul “Sleep Onset/Maintenance Difficulties and CognitiveFunction in
Nondemented Older Adults: The Role ofCognitive Reserve”, menguji
F. Kerangka Teori
Bagan 2.2Kerangka konsep menurut Teori Perubahan Kurt Lewin (1951)
Lanjut Usia
Penurunan/ perubahan fungsi lanjut usia
Kebutuhan fisiologi dasar
Aspek – aspek fungsi kognitif: 1. Atensi (Konsentrasi)
33
BAB III
KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL, DAN HIPOTESIS
A. Kerangka Konsep Penelitian
Konsep merupakan bahan dasar sebuah teori, yang dengan sendirinya terdiri dari pernyataan. Sehingga kerangka konsep adalah penggunakan satu atau beberapa konsep terkait yang mendasari masalah studi dan mendukung rasional (alasan) pelaksanaan studi tersebut (Dempsey & Arthur, 2002). Dibawah ini digambarkan mengenai kerangka konsep yang akan dilakukan peneliti di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 4, yaitu mengetahui hubungan kualitas tidur dan fungsi kognitif lanjut usia.
Bagan 3.1 Kerangka Konsep Penelitian
Fungsi kognitif lanjut usia :
1. Intelektual 2. Perhatian 3. Bahasa 4. Memori 5. Visuospasial 6. Eksekutif
3.2 Tabel Definisi Operasional
No. Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala
Ukur dilahirkan hingga ulang tahun terakhir.
Kuesioner Wawancara 1=60-74 tahun 2= 75-90 tahun 3= >90 tahun
Ordinal
3. Tingkat pendidikan
Jenjang ilmu pengetahuan yang didapat dari lembaga pendidikan formal terakhir.
Kuesioner Wawancara 1 = SD
35
kognitif aspek intelektual, perhatian, bahasa, memori, visuospasial, dan eksekutif.
MMSE (Mini Mental Status Exaimantion).
pertanyaan melalui kuesioner.
pertanyaan, dengan nilai:
Tertinggi: 30 Terendah : 0 Dibagi menjadi 2 kategori:
C. Hipotesis
Hipotesis adalah pernyataan awal peneliti mengenai hubungan antar variabel yang merupakan jawaban peneliti tentang kemungkinan hasil penelitian. Hipotesis berdasarkan pernyataannya dibagi menjadi 2 yaitu, hipotesis alternatif (H1) dan hipotesis null (H0) (Dharma, 2011). Sehingga hipotesis peneliti menurut Dharma, adalah:
37
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Ditinjau dari pendekatannya, peneliti menggunakan pendekatan cross sectional, yaitu untuk mengetahui hubungan antara variabel
dependen dan variabel independen yang diidentifikasikan dalam satu waktu (Dharma, 2011). Dalam hal ini adalah untuk mengetahui hubungan antara kualitas tidur dan fungsi kognitif pada lanjut usia yang tinggal di Panti Werdha Budi Mulia 4 Margaguna Jakarta Selatan.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Penelitian akan dilaksanakan di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 4 Margaguna Jakarta Selatan. Terdapat satu komunitas dimana para dewasa tua atau lanjut usia berkumpul disuatu tempat dan melakukan sebuah aktifitasnya.
2. Waktu Penelitian
C. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi
Populasi adalah kumpulan dari seluruh elemen sejenis tetapi dapat dibedakan satu sama lain. Perbedaan - perbedaan itu disebabkan karena adanya nilai karakteristik yang berlainan (Supranto, 2000). Populasi penelitian ini adalah lanjut usia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 4 Margaguna Jakarta Selatan.
2. Sampel
Sampel adalah sebagian dari populasi. Jika n adalah jumlah elemen sampel dan N adalah jumlah elemen populasi, maka n < N (n lebih kecil dari pada N) (Supranto, 2000). Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah purposive sampling. Purposive sampel adalah suattu teknik pengambilan sampel dengan cara memilih sampel diantara populasi sesuai dengan yang dikehendaki peneliti, sehingga sampel tersebut dapat mewakili karakteristik populasi tersebut (Nursalam, 2008). Sehingga sampel penelitian yang berdasarkan dengan kriteria inklusi berjumlah 31 responden.
Kriteria Inklusi:
a. Usia mulai dari 60 tahun keatas.
39
c. Lanjut usia yang bersedia menjadi responden tanpa paksaan. d. Lanjut usia yang tinggal di bagian mandiri di Panti Sosial
Tresna WerdhaJakarta Selatan.
e. Lanjut usia yang tidak memiliki gangguan kejiwaan.
D. Instrumen Penelitian
Dalam sebuah penelitian dibutuhkan suatu alat pengumpul data. Salah satu diantara alat pengumpul data tersebut adalah kuesioner. Kuesioner ini merupakan daftar pertanyaan dalam rangka wawancara terstruktur oleh peneliti dengan responden (Imron & Munif, 2010). Instrumen dalam penelitian ini merupakan data primer yang diambil melalui dua kuesioner, yaitu:
1. Instrumen pertama berupa pertanyaan mengenai data demografi responden yang terdiri dari usia, jenis kelamin dan pendidikan terakhir.
2. Mini Mental State Examination (MMSE)
MMSE adalah alat pengukuran fungsi kognitif yang baik dan tepat untuk populasi lanjut usia baik yang tinggal di panti werdha, di rumah sakit maupun di komunitas (Hartford institut).
MMSE sangat reliabel untuk menilai gangguan fungsi kognitif dan dapat digunakan secara luas sebagai pemeriksaan yang sangat sederhana untuk mendiagnosis adanya gangguan kognitif. MMSE terdiri dari 30 pertanyaan, terbagi menjadi 11 item pertanyaan dan perintah, yang meliputi rincian intelegensi, perhatian, fungsi eksekutif, memori, bahasa, dan visuospasial (Folstein, 1993). Penilaian baik buruknya fungsi kognitif didasarkan atas nilai potong yang disesuaikan dengan tingkat pendidikan terakhir responden. Dinilai baik jika nilainya ≥ 23 untuk sekolah dasar(SD), ≥ 25 untuk sekolah menengah pertama
(SMP), dan ≥ 26 untuk sekolah menengah atas (SMA) ke atas,
sedangkan dinilai buruk jika < 23 untuk sekolah dasar(SD), < 25 untuk sekolah menengah pertama (SMP), dan < 26 untuk sekolah menengah atas (SMA) ke atas (Turana, 2004 dalam Rianto, 2013).
3. The Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI)
41
kemampuan mempertahankan tidur, durasi tidur, kebiasaan tidur, hal-hal yang mengganggu tidur,penggunaan obat tidur, dan tidak bersemangat menjalani aktivitas harian selama satu bulan terakhir.
Keuntungan menggunakan PSQI karena memiliki validitas dan reabilitas yang tinggi. Namun metode ini juga memilki memiliki kekurangan yaitu pengisian kuesioner PSQI dapat memperoleh hasil yang kurang akurat dikarenakan batasan dan kesulitan klien memahami pertanyaan sehingga perlu dipandu dalam pengisiannya. Pada penelitian ini, dengan populasi lanjut usia, PSQI adalah alat yang tepat yang sering digunakan dalam pengukuran kualitas tidur.
Kuesioner ini terdiri dari 19 pertanyaan dengan tujuh komponen atau domain dengan skala likert 0-3. Jawaban 0 untuk tidak pernah sama sekali / baik sekali, 1 untuk satu kali dalam seminggu / baik, 2 untuk dua kali dalam seminggu / buruk, dan tiga untuk tiga kali atau lebih dalam seminggu / sangat buruk (Orhan, 2011).
6=3. Domain 3 adalah skor no.4 (>7=0 ; 6-7=1 ; 5-6=2 ; <5=3). Domain 4 adalah total waktu tidur dibagi lamanya diatas tempat tidur sebelum jatuh tidur dan dikalikan 100%. Dengan hasil jika, >85%=0; 75-84%=1; 65-74%=2; <65%=3. Domain 5 adalah penjumlahan skor dari no. 5b-5j. Jika hasilnya, 0=0; 1-9=1; 10-18=2; 19-27=3. Domain 6 adalah skor no. 6. Dan domain 7 adalah penjumlahan dari no. 7 & 8 (0=0; 1-2=1; 3-4=2; 5-6=3) (Boltz, 2012).
E. Uji Validitas dan Reabilitas
Validitas menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur itu mengukur apa yang ingin diukur (Ancok, 2006). Menurut Lapau (2013) dalam penelitian kuantitatif, untuk mendapatkan data yang valid, uji validitas ditujukan pada instrumen penelitiannya. Instrumen penelitian yang digunakan peneliti adalah intsrumen baku. Sehingga uji validitas pada kuesioner MMSE dan PSQI ini tidak dilakukan. Pada kuesioner MMSE skor 23 pertama kali diajukan sebagai ambang skor yang mengindikasikan disfungsi kognitif. Dalam 13 studi berurutan yang menilai keefektifan ambang skor MMSE ≤ 23 untuk
mendeteksi demensia, sensivitas berkisar antara 63%-100% dan spesifitas berkisar antara 52% - 99% (n=23-74 orang dengan demensia dan 24-2663 orang tanpa demensia).
43
pengukuran diulangi dua kali atau lebih (Ancok, 2006). Setiap alat pengukur seharusnya memiliki kemampuan untuk menghasilkan pengukuran yang konsisten.
Terdapat dua studi yang menilai konsistensi internal MMSE mendapatkan nilai alfa cronbach sebesar 0,82 dan 0,84 pada penelitian lanjut usia yang dirawat dilayanan medis dan lansia panti werdha. Kuesioner PSQI juga memiliki konsistensi internal dan koefisian reliabilitas (cronbah‟s alpha) 0,83 untuk ke tujuh komponen (Agustin,
2012).
F. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan pada bulan April hingga Mei 2015. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh dengan menggunakan kuesioner. Ada beberapa tahap yang dilakukan dalam pengambilan data dalam peneltian ini, yaitu:
1. Peneliti menentukan permasalahan, subjek penelitian, tempat penelitian, tujuan dan manfaat penelitian serta menentukan judul penelitian. Peneliti kemudian mengajukan surat dari fakultas untuk diberikan kepada pihak Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Budia Mulia 4 Margaguna Jakarta Selatan.
3. Selanjutnya peneliti menyusun proposal skripsi dan melakukan ujian seminar proposal skripsi.
4. Setelah melakukan ujian seminar, peneliti segera mencari calon responden yang sesuai dengan kriteria inklusi, kemudian peneliti melakukan informed consent terhadap calon responden.
5. Setelah di tanda tanganinya informed consent tersebut, peneliti memberikan penjelasan cara pengisian kuesioner dan dianjurkan bertanya apabila ada pertanyaan atau pernyataan yang kurang jelas.
6. Kuesioner yang telah diisi kemudian diolah dan dianalisis oleh peneliti.
G. Pengolahan Data
Analisis data merupakan bagian yang amat penting dalam metode ilmiah, karena setelah data teranalisis barulah dapat memberikan arti dan makna yang berguna dalam memecahkan penelitian. Setelah data terkumpul, lalu dilakukan pengolahan data sebagai berikut:
1. Memeriksa data (Editing)
Editing yaitu penyuntingan dilakukan secara langsung oleh
45
inklusi. Tujuan dari editing ini adalah memastikan data yang diperoleh yaitu kuesionernya semua telah diisi, relevan dan dapat dibaca dengan baik.
2. Memberi Kode (Coding)
Yakni mengubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi data angka atau bilangan. Pemberian kode dilakukan untuk menyederhanakan data yang diperoleh (Notoatmodjo, 2010) dan (Rianto, 2011). Pemberian kode menggunakan angka yang sederhana.
3. Memproses Data (Processing)
Setelah pemberian kode selesai, maka data yang sudah diberi kode dipindahkan ke dalam suatu media untuk pengolahan data selanjutnya. Proses dilakukan dengan cara meng-entry data hasil kuesioner kekomputer.
4. Cleaning Data
H. Metode Analisis Data
1. Analisis Univariat
Analisis Univariat ini bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian. Bentuk analisis univariat tergantung dari jenis datanya. Pada umumnya dalam analisis ini hanya menghasilkan distribusi frekuensi dan presentase dari tiap variabel (Notoatmodjo, 2010). Dari penelitian ini, peneliti akan melihat gambaran dari data demografi lanjut usia (usia, pendidikan terakhir dan jenis kelamin) dan masing masing variabel yaitu, kualitas tidur dan fungi kognitif.
2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat berguna untuk menghubungkan dua variabel (Umar, 2003) yaitu untuk melihat hubungan variabel kualitas tidur dan variabel fungsi kognitif lansia. Analisis yang digunakan untuk penelitian ini, yaitu uji Fisher Exact Test. Fisher probabaility exact test merupakan salah satu uji nonparametrik
47
Peneliti menggunakan derajat keperayaan 95% sehingga jika nilai p ≤ 0,05 berarti hasil perhitungan statistik bermakna
(signifikan) atau menunjukkan ada hubungan antara variabel dependen dengan independen dan apabila p > 0,05 berarti hasil perhitungan statistik tidak bermakna atau tidak ada hubungan antara variabel dependen dengan variabel independen.
I. Etika Penelitian
Seorang peniliti yang melakukan sebuah penelitian hendaknya berpegang teguh pada sikap ilmiah (scientific attitude) serta berpegang teguh pada etika penelitian, meskipun penelitian tidak membahayakan bagi subyek. Secara garis besar terdapat 4 prinsip yang harus dipegang teguh, (Notoatmodjo, 2010) yakni:
1. Human Dignity
2. Privacy and Confidentiality (Privasi dan Kerahasiaan)
Peneliti menjaga kerahasiaan atas informasi yang diberikan responden untuk kepentingan penelitian.
3. Justice and Inclusiveness (Jujur dan Keterbukaan)
Prinsip ini perlu dijaga oleh peneliti dengan kejujuran, keterbukaan, dan kehati-hatian. Prinsip ini menjamin agar semua subjek penelitian memperoleh perlakuan dan keuntungan yang sama. Sehingga peneliti melakukan wawancara dengan lansia perorangan.
4. Balancing and Benefits
49
BAB V
HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 4 Margaguna merupalan Unit Pelakana Teknis (UPT) bidang kesejahteraan sosial lanjut usia Dinas Bintal dan Kesos Provinsi DKI Jakarta. Sebagai lembaga pelayanan masyarakat PSTW Budi Mulia 4 Margaguna adalah lembaga pemerintah yang memberikan pelayanan kepada masyarakat, khususnya lanjut usia yang tidak mampu atau kurang beruntung dengan sumber dana APBD Provinsi DKI Jakarta.
Saat ini lansia yang berada pada PSTW Budi Mulia 4 berasal dari berbagai macam daerah. Dan berbagai cara masuknya. kebanyakan lansia tersebut adalah hasil penangkapan dari petugas Satuan Polisi Pramong Praja (Satpol PP) yang meraup para gelandangan dan pengemis yang ada dijalanan. Sehingga tidak sedikit para lansia yang berada di PSTW ini memiliki gangguan dalam kejiwaannya. Sehingga petugas panti memiliki banyak kegiatan untuk mengembalikan kesejahteraan kehidupan bagi lansia tersebut.
semua ditawarkan didalam panti tersebut guna untuk memberikan layanan dan kesejahteraan menikmati kehidupan terakhirnya.
PSTW Budi Mulia 4 ini juga memiliki tiga kategori untuk para lansia. Yaitu lansia mandiri, lansia setengah renta dan lansia renta. Pengkategorian ini didasarkan pada kemampuan lansia dalam kemandiriannya memenuhi kebutuhan sehari-hari. Responden yang dijadikan penelitian oleh peneiliti adalah lansia yang berkategorikan mandiri dimana jumlah total keseluruhan nya adalah 76. Dari keseluruhan itu yang sesuai dengan kriteria inklusi adalah 31.
B. Hasil Analisis Univariat
Analisis univariat ini digunakan untuk menganilisis variabel-variabel karakteristik individu yang ada secara deskriptif dengan menggunakan distribusi frekuensi dan proporsi. Analisis univariat dalam penelitian ini meliputi: data demografi lanjut usia yang terdiri dari usia, jenis kelamin dan tingkat pendidikan, kualtias tidur, dan fungsi kognitif.
1. Data Demografi Lanjut Usia
a. Usia
51
Tabel 5.1
Distribusi Frekuensi Responden Menurut Usia Kategori Lansia Mandiri di PSTW Budi Mulia 4 Margaguna
Usia N %
60-74 tahun 24 77.4
75-90 tahun 7 22.6
Total 31 100.0
b. Jenis Kelamin
Pengelompokan responden berdasarkan jenis kelamin lansia dengan kategori mandiri terdapat pada tabel 5.2 berikut:
Tabel 5.2
Distribusi Frekuensi Responden Menurut Jenis Kelamin Kategori Lansia Mandiri di PSTW Budi Mulia 4
Margaguna
Jenis Kelamin N %
Laki-laki 16 51.6
Perempuan 15 48.4
Total 31 100.0
Pada tabel diatas menunjukkan bahwa sebagian besar responden terdapat pada jenis kelamin laki-laki yaitu 16 orang (51,6%).
c. Tingkat Pendidikan
Tabel 5.3
Distribusi Frekuensi Responden Menurut Tingkat Pendidikan Kategori Lansia Mandiri di PSTW Budi
Mulia 4 Margaguna
Tingkat Penidikan N %
Sekolah Dasar (SD) 16 51.6
Sekolah Menengah Pertama (SMP) 8 25.8 Sekolah Menengah Atas (SMA) 5 16.1
Perguruan Tinggi (PT) 2 6.5
Total 31 100.0
2. Variabel Dependen dan Independen
a. Kualitas Tidur Lanjut Usia
Data dibawah ini menunjukkan bahwa kualitas tidur lansia kategori mandiri yang tinggal di PSTW Budi Mulia 4 Margaguna ini memiliki kualitas yang buruk yaitu sebanyak 96,8% atau 30 orang. Seperti yang terlihat pada tabeel dibawah ini:
Tabel 5.4
Distribusi Frekuensi Responden Menurut Kualitas Tidur Kategori Lansia Mandiri di PSTW Budi Mulia 4
Margaguna
b. Fungsi Kognitif Lanjut Usia
Pengelompokan responden berdasarkan kategori fungsi kognitif dapat dilihat pada tabel 5.5 berikut ini.
Kualitas Tidur N %
Baik 1 3.2
Buruk 30 96.8
53
Tabel 5.5
Distribusi Frekuensi Responden Menurut Fungsi Kognitif Kategori Lansia Mandiri di PSTW Budi Mulia 4
Margaguna
Fungsi Kognitif N %
Baik 25 80.6
Buruk 6 19.4
Total 37 100.0
Pada tabel diatas mengatakan bahwa dari keseluruhan responden yang bersedia mengikuti penelitian ini terdapat 80,6 % (25 lansia) memiliki fungsi kognitif yang baik dan 19,4 % (6 lansia) memiliki fungsi kognitif yang buruk.
C. Hasil Analisis Bivariat
Analisis bivariat yang akan menunjukkan hubungan antara dua variabel bisa dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 5.6
Korelasi Data Kualitas Tidur dengan Fungsi Kognitif Kategori Lansia Mandiri di PSTW Budi Mulia 4
Margaguna
Berdasarkan tabel diatas menyatakan bahwa dari p-value yang di dapatkan yaitu sebesar 1,000 yang melebihi dari batas nilai derajat kepercayaan 95% (α=0,05), dinyatakan bahwa tidak terdapat
55
BAB VI
PEMBAHASAN
A. Analisis Data Demografi
1. Gambaran Usia di PSTW Kategori Lansia Mandiri
Usia merupakan faktor yang sangat independen karena tidak dapat diubah oleh manusia. Usia akan bertambah hari demi hari secara otomatis. Oleh karena itu, usia merupakan faktor biologis sebagai pembeda dalam hubungannya dengan dimensi kelompok (Soeroso, 2008). Responden penelitan ini adalah lanjut usia yang berada pada PSTW Budi Mulia 4 Margaguna yang merupakan kelompok usia lanjut. Dengan batasan usia minimal 60 tahun seperti definisi yang tertera di Undang-undang no.13 Tahun1998.
sehari-hari dengan baik, sehingga setiap kegiatan yang ditawarkan oleh pihak panti mereka dapat ikut serta.
2. Gambaran Jenis Kelamin pada Lansia di PSTW
Jenis kelamin pada penelitian ini didominasi oleh laki-laki. Total seluruh responden lansia mandiri ialah 31 orang, 16 orang (51,6%) diantaranya adalah laki-laki.
Green (1980) dalam Notoatmojo (2007) menyatakan bahwa jenis kelamin termasuk predisposing factor terjadinya perubahan perilaku seseorang. Dapat disimpulkan bahwa perbedaan jenis kelamin akan mempengaruhi seseorang dalam melakukan aktivitas atau pekerjaan sehingga perlu diukur.
Perbedaan jumlah jenis kelamin lanjut usia PSTW Budi Mulia 4 Margaguna ini dipengaruhi oleh ketersediaan lansia mengikuti penelitian ini. karena saat dilakukan penelitian, bersamaan dengan adanya acara dari Gubernur untuk lansia se-DKI, sehingga PSTW Budi Mulia menampilkan grup angklungnya yang mana grup tersebut terdiri dari 80% perempuan dari lansia kategori mandiri. Sehingga keputusan untuk masuk panti tidak dipengaruhi oleh gender, kemungkinan keputusan untuk tinggal dipanti dipengaruhi oleh faktor usia.
3. Gambaran Tingkat Pendidikan pada Lansia di PSTW
57
tingkat pendidikan akhir Sekolah Dasar (SD) lebih banyak di bandingkan dengan tingkatan atasnya, yaitu 16 lansia. Dan terdapat dua lansia dengan pendidikan tertinggi yaitu perguruan tinggi. Penelitian yang dilakukan oleh Agustini dkk (2014), menyatakan bahwa dari 97 responden, sebagian besar responden berada pada status pendidikan dasar, yaitu sebanyak 64 orang (66 %).
Faktor pendidikan sangat berpengaruh terhadap fungsi kognitif pada lansia (Rosita, 2012). Ini dapat disebabkan karena pada saat itu mereka kesulitan untuk melanjutkan pendidikan dikarenakan masalah ekonomi yang rendah. Sehingga kebanyakan lansia berhenti pada pendidikan dasar atau bahkan tidak sekolah sama sekali. Hal ini sama seperti penelitian Ramadian (2012), menyatakan bahwa pendidikan dengan tamatan SD lebih banyak yaitu sebesar 72,1% dan mengalami fungsi kognitif yang buruk. Rendahnya tingkat pendidikan menjadi salah satu indikator masih rendahnya kualitas hidup lansia saat itu.
B. Analisis Variabel Kualitas Tidur dan Fungsi Kognitif
1. Gambaran Kualitas Tidur
semakin lanjut atau tua ini mempengaruhi kualitas tidur yang semakin buruk.
Hal ini juga didukung oleh pernyataan Umami (2013), bahwa secara umum gangguan tidur menjadi lebih sering dialami dan sangat menganggu seiring dengan bertambahnya usia. Setelah berusia diatas 40 tahun tubuh menjadi lebih nyata, jadi orang tua sering mengalami tidur yang tidak berkualitas.
59
Menurut Silvanasari (2012), juga mengatakan bahwa penurunan kualitas tidur lansia secara normal seiring dengan proses penuaan terfokus pada peningkatan waktu yang mengganggu tidur (efisiensi tidur). Dalam penelitiannya juga menunjukkan bahwa 56,6% lansia memiliki efisiensi tidur <85%. Sehingga pada dasarnya peningkatan usia menjadikan nilai kualitas tidur yang buruk akan meningkat walaupun tidak mengalami perbedaan yang signifikan.
Gambaran yang terjadi pada PSTW dari kualitas tidur yang buruk selain dari hasil kuesioner adalah keluhan yang muncul pada lansia tersebut. Mereka mengeluhkan bahwa setiap malam mereka tidak dapat tidur dengan baik, dikarenakan suasana lingkungan yang kurang mendukung, tidak dapat tidur dengan cepat, lebih banyak mengantuk pada siang hari, dan sering merasa panas pada malam hari. Setiap kamar tidur beriisikan lansia sebanyak 10-15 kasur atau individu lansia. Sehingga dengan berbagai macam karakteristik individu, dapat mempengaruhi lingkungan tidurnya.
2. Gambaran Fungsi Kognitif
kognitif yang baik. Penelitian Wreksoatmodjo (2013) menyatakan bahwa aktivitas kognitif yang buruk akan memperbesar risiko fungsi kognitif yang buruk dikalangan lanjut usia (p= 0,045). Menurut Yaffe dkk (2001), juga mengatakan bahwa usia lanjut yang mengalami kesulitan melakukan pergerakan fisik atau tidak aktif, akan terjadi perbedaan dalam jumlah skor fungsi kognitifnya.
Mekanisme yang menjelaskan hubungan antara aktivitas fisik dengan fungsi kognitif yaitu aktifitas fisik menjaga dan mengatur vaskularisasi ke otak dengan menurunkan tekanan darah, meningkatkan kadar lipoprotein, meningkatkan produksi endhotelial nitric oxide dan menjamin perfusi jaringan otak yang
kuat, efek langsung terhadap otak yaitu memelihara struktur saraf dan meningkatkan perluasan serabut saraf, sinap-sinap dan kapilaris (Weuve dkk, 2004).