• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis energi dan eksergi pada produksi biodiesel berbahan baku CPO (Crude palm oil)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis energi dan eksergi pada produksi biodiesel berbahan baku CPO (Crude palm oil)"

Copied!
115
0
0

Teks penuh

(1)

RISWANTI SIGALINGGING

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis “Analisis Energi dan Eksergi pada Produksi Biodiesel Berbahan Baku CPO (crude palm oil)” adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Agustus 2008

(3)

ABSTRACT

RISWANTI SIGALINGGING. Energy and Exergy Analysis of Biodiesel Production from CPO (Crude Palm Oil). Under supervision of ARMANSYAH H.TAMBUNAN and SRI ENDAH AGUSTINA.

Biodiesel production from renewable resources needs a certain amount of energy Input. Accordingly, the effectiveness of biodiesel production depends on the energy ratio, i.e. the ratio of energy contained in the biodiesel to the energy input during production including energy content in the feedstock. This research is aimed to evaluate energy ratio in biodiesel production. The tool used in this experiment is exergy analysis, which incorporates the fisrt and second law of thermodynamic. Materials required in the biodiesel production was evaluated in term of its energy content. The result of analysis showed that the energy ratio and the energy needed to produce per kilogram biodiesel using noncataliytic production method with modified process were 1.00 and 39.63 MJ/kg, while using catalytic method were 0.98 and 41.05 MJ/kg, respectively. Meanwhile, the exergy efficiency and the exergy lost by using noncataliytic production method with modified process were 94.43 % and 3665.08 MJ, while using catalytic method were 98.23 % and 1175.75 MJ, respectively. The research shows that noncatalytic production method with modified process is better than catalytic method in terms of energy ratio and the energy needed to produce per kilogram biodiesel. The research also shows that heat exchanger is the critical one for the performance improvement of the modified non-catalytic process.

(4)

RINGKASAN

RISWANTI SIGALINGGING. Analisis Energi dan Eksergi pada Proses Produksi Biodiesel Berbahan Baku CPO (crude palm oil). Dibimbing oleh ARMANSYAH H. TAMBUNAN dan SRI ENDAH AGUSTINA.

Biodiesel merupakan sumber energi terbarukan yang berasal dari bahan baku nabati, seperti CPO. Biodiesel dapat diproduksi dengan dua cara, yaitu dengan menggunakan katalis (katalitik) dan tanpa katalis (non-katalitik). Untuk mengkonversi CPO menjadi biodiesel dibutuhkan sejumlah energi. Oleh karena itu, analisis rasio energi dan energi yang dibutuhkan untuk memproduksi per kilogram biodiesel perlu dilakukan, sehingga dapat diketahui cara produksi mana yang terbaik. Dalam penelitian ini dilakukan analisis eksergi sebagai alat untuk mengetahui besarnya energi yang tidak termanfaatkan (eksergi yang hilang) setiap proses. Analisis ini merupakan aplikasi dari hukum termodinamika pertama dan hukum termodinamika kedua, sehingga disain sistem proses dapat diperbaiki guna pengembangan teknologi proses produksi biodiesel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rasio energi dan energi yang dibutuhkan per kilogram biodiesel, pada proses produksi biodiesel non-katalitik dengan sistem proses yang sudah dimodifikasi adalah masing-masing sebesar 1,00 dan 39,63 MJ/kg, sedangkan proses katalitik masing-masing adalah sebesar 0,98 dan 41,05 MJ/kg. Sementara itu, efisiensi eksergi dan eksergi yang hilang pada proses produksi biodiesel non-katalitik dengan sistem proses yang sudah dimodifikasi adalah sebesar 94,43 % dan 3665,08 MJ, sedangkan pada proses produksi biodiesel secara katalitik adalah 98,23 % dan 1175,75 MJ. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa proses produksi non-katalitik dengan sistem proses yang sudah dimodifikasi adalah lebih baik dalam hal rasio energi dan energi yang dibutuhkan untuk memproduksi per kilogram biodiesel. Akan tetapi, efisiensi eksergi perlu ditingkatkan dengan melakukan penelitian lebih lanjut khususnya di reaktor dan APK-2, sehingga eksergi yang hilang ke lingkungan dapat diminimalisasi.

(5)

© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2008 Hak cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(6)

ANALISIS ENERGI DAN EKSERGI PADA PRODUKSI

BIODIESEL BERBAHAN BAKU CPO

(Crude Palm oil)

RISWANTI SIGALINGGING

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Keteknikan Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)

Judul Tesis : Analisis Energi dan Eksergi pada Produksi Biodiesel

Berbahan Baku CPO (Crude Palm oil)

Nama : Riswanti Sigalingging

NRP : F151060101

Disetujui,

Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Armansyah H. Tambunan Ir.Sri Endah Agustina, MS

Ketua Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Ilmu Keteknikan Pertanian

Prof. Dr. Armansyah H. Tambunan

Tanggal Ujian : 19 Agustus 2008 Tanggal Ujian:

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan YME yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan tesis yang berjudul “ Analisis Energi dan Eksergi pada Proses Produksi Biodiesel Berbahan Baku CPO (crude palm oil)”.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Prof. Dr. Ir. Armansyah H. Tambunan, M.Agr sebagai pembimbing pertama dan Ketua Program Studi Ilmu Keteknikan Pertanian (Koordinator Mayor), yang telah memberi nasehat dan bimbingan selama ini.

2. Ir. Sri Endah Agustina, M.S sebagai pembimbing kedua, yang telah memberi nasehat dan bimbingan selama ini.

3. Department of Global Agricultural Sciences The University of Tokyo, Jepang yang telah memberikan alat proses produksi biodiesel non-katalitik.

4. BPPT dan seluruh karyawan BPPT khususnya Pak Sonni Sulistiawan, mbak Rani, Adi, Luthfi dan mbak novi, yang bersedia memberikan informasi data proses produksi biodiesel katalitik.

5. Tamaria Panggabean, Farry Aprilliano, Lilik Tri Mulyantara, Diswandi Nurba, Deni Hendarto, I Putu Surya, Susanto Budi, dan Warji yang merupakan teman-teman satu angkatan penulis di Program Magister IPB. 6. Firman, Darma dan Pak Harto yang telah membantu dalam pengambilan data. 7. Pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas peranannya

sehingga penelitian ini dapat terlaksana dengan baik.

Semoga Tuhan YME memberikan balasan dan manfaat atas segala bantuan moril materil, nasehat dan ilmu yang diberikan.

Penulis menyadari bahwa isi dari tesis ini sangat jauh dari sempurna. Oleh karena itu saran dan kritik sangat penulis harapkan agar lebih menambah khazanah pengetahuan penulis. Akhirnya penulis berharap semoga penelitian ini dapat bermanfaat. Amin.

(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Rawang Lama Kisaran pada tanggal 07 Mei 1980 dari ayah R. Sigalingging dan Ibu R. Marbun. Penulis merupakan putri kedua dari lima bersaudara.

Penulis telah menyelesaikan pendidikan program sarjana (S1) pada tahun 2003 di Program Studi Teknik Pertanian, Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Pada tahun 2006 penulis diterima di Sekolah Pascasarjana Program Studi Ilmu Keteknikan Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

DAFTAR SIMBOL ... xvi

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1Latar Belakang ... 1

1.2Tujuan Penelitian ... 4

1.3Manfaat Penelitian ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Proses Produksi Biodiesel ... 5

2.1 Konsep Energi dan Eksergi ... 12

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 17

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 17

3.2 Alat dan Bahan Penelitian ... 17

3.3 Prosedur Penelitian ... 17

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 24

4.1 Analisis Energi Proses Produksi Biodiesel ... 24

4.1.1 Analisis Energi Proses Produksi Biodiesel Secara Non-katalitik . 24 4.1.2 Analisis Energi Proses Produksi Biodiesel Secara Katalitik ... 30

4.2 Analisis Eksergi Proses Produksi Biodiesel ... 36

4.2.1 Analisis Eksergi Proses Produksi Biodiesel Secara Non-katalitik 36 4.2.2 Analisis Eksergi Proses Produksi Biodiesel Secara Katalitik ... 50

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 77

5.1 Kesimpulan ... 77

(11)

DAFTAR PUSTAKA ... 78

(12)

DAFTAR TABEL

Halaman 1 Perkiraan kebutuhan bahan bakar minyak (dalam juta liter) ... 1 2 Target Pemanfaatan bahan bakar bio (dalam juta kilo liter) ... 1 3 Kelebihan dan kelemahan proses produksi biodiesel katalitik dan

non-katalitik ... 11 4 Titik didih tiap komponen bahan ... 14 5 Titik didih normal fatty acid dan FAME ... 14 6 Keseimbangan massa produksi biodiesel secara non-katalitik skala

laboratorium... 25 7 Energi panas yang dibutuhkan pada proses produksi non-katalitik skala

laboratorium... 26 8 Keseimbangan massa pada proses produksi biodiesel secara

non-katalitik skala 1 ton ... 26 9 Energi panas yang dibutuhkan pada proses produksi biodiesel

non-katalitik skala 1 ton/jam ... 27 10 Energi listrik yang dibutuhkan pompa untuk mengalirkan minyak dan

metanol ... 27 11 Efektivitas APK pada proses produksi biodiesel skala scale-up ... 29 12 Energi panas total yang dibutuhkan pada proses produksi biodiesel baik

dengan skala laboratorium, scale-up maupun sistem yang sudah dimodifikasi ... 30 13 Keseimbangan massa pada proses produksi biodiesel secara katalitik ... 31 14 Energi panas yang dibutuhkan pada proses produksi biodiesel secara

katalitik ... 32 15 Energi listrik yang dibutuhkan pompa dan elektromotor pada produksi

biodiesel katalitik ... 32 16 Kandungan energi bahan umpan dan produk pada proses produksi

(13)

17 Energi input dan output per kilogram produksi biodiesel ... 33

18 Rasio energi proses produksi biodiesel secara non-katalitik dan katalitik . 33 19 Ringkasan hasil analisis energi proses produksi biodiesel non-katalitik dan proses produksi katalitik ... 35

20 Fluida yang mengalir tiap-tiap alat penukar kalor (APK) ... 41

21 Eksergi fluida yang mengalir tiap-tiap alat penukar kalor (APK) ... 41

22 Eksergi input, output, dan eksergi yang hilang serta efisiensi eksergi ... 42

23 Data massa dan suhu fluida input dan output di reaktor ... 48

24 Efisiensi eksergi yang tertinggi dengan pemberian energi panas pada heater terkecil ... 48

25 Efisiensi eksergi dengan peningkatan pemberian energi panas pada reaktor ... 49

26 Data massa dan suhu fluida input dan output di MMT ... 52

27 Efisiensi eksergi dengan peningkatan pemberian energi panas pada stasiun MMT... 53

28 Efisiensi eksergi yang tertinggi dengan pemberian energi panas pada heater terkecil ... 53

29 Data massa dan suhu fluida input dan output di reaktor ... 58

30 Efisiensi eksergi yang tertinggi dengan pemberian energi panas pada heater terkecil ... 58

31 Efisiensi eksergi dengan peningkatan pemberian energi panas pada reaktor ... 59

32 Data massa dan suhu fluida input dan output di WT ... 65

33 Efisiensi eksergi yang tertinggi dengan pemberian energi panas pada heater terkecil ... 65

34 Efisiensi eksergi dengan peningkatan pemberian energi panas pada stasiun WT ... 66

35 Data massa dan suhu fluida input dan output di VDT... 72

36 Efisiensi eksergi yang tertinggi dengan pemberian energi panas pada heater terkecil ... 72

(14)

38 Eksergi kimia bahan baku proses non-katalitik pada suhu 300 K dan tekanan 1 atm ... 74 39 Eksergi kimia bahan baku proses katalitik pada suhu 300 K dan tekanan

1 atm ... 74 40 Eksergi dan efisiensi total proses produksi biodiesel non-katalitik ... 75 41 Eksergi dan efisiensi total proses produksi biodiesel katalitik ... 75 42 Ringkasan hasil analisis eksergi proses produksi biodiesel non-katalitik

(15)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Persamaan reaksi transesterifikasi ... 6

2 Persamaan reaksi esterifikasi ... 7

3 Persamaan reaksi saponifikasi/pembentukan sabun ... 7

4 Persamaan reaksi proses pembentukan NaOH ... 8

5 Alur pelaksanaan penelitian proses produksi biodiesel katalitik dan non-katalitik ... 18

6 Langkah-langkah proses analisis eksergi ... 22

7 Diagram alir pada proses non-katalitik skala laboratorium... 24

8 Diagram alir proses produksi biodiesel secara non-katalitik termodifikasi ... 29

9 Aliran keseimbangan massa pada proses produksi katalitik ... 30

10 Diagram aliran fluida dalam APK ... 37

11 Diagram aliran fluida dalam reaktor ... 44

12 Diagram aliran fluida dalam MMT ... 50

13 Diagram aliran fluida dalam reaktor ... 54

14 Diagram aliran fluida dalam WT ... 60

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Tabel struktur kimia asam lemak (fatty acids) dan perhitungan berat

molekul ... 83

2 Tabel Berat molekul ... 84

3 Gambar production plant dan diagram alirproses non-katalitik ... 85

4 Prosedur kerjaproses produksi non-katalitik ... 86

5 Gambar production plant proses produksi biodiesel katalitik ... 87

6 Gambar keseimbangan massa produksi biodiesel proses katalitik ... 88

7 Prosedur kerja proses produksi biodiesel katalitik ... 89

8 Keseimbangan massa proses produksi biodiesel katalitik... 90

9 Keseimbangan massa proses produksi biodiesel katalitik... 91

10 Keseimbangan massa proses produksi biodiesel katalitik... 92

11 Keseimbangan massa proses produksi biodiesel katalitik... 93

12 Berat molekul, massa jenis dan panas jenis sebagai data-data pendukung dalam perhitungan analisis energi dan eksergi ... 94

13 Panas penguapan dan pembentukan sebagai data-data pendukung dalam perhitungan analisis energi dan eksergi ... 95

(17)

DAFTAR SIMBOL

Satuan

Cp Panas jenis (kJ/kg

o C)

ech Standar eksergi kimia (kJ/mol)

eph Standar eksergi fisika (kJ/mol)

E Energi total (kJ)

Ec Energi content (kJ/kg)

Eout Energi output (kJ)

Ein Energi input (kJ)

Eproses Energi panas dan energi listrik (kJ) Epanas Energi yang dibutuhkan untuk menaikkan suhu

dan perubahan fase bahan umpan dan produk (kJ) Elistrik Energi yang dibutuhkan pompa dan elektromotor (kJ) EMeOH Kandungan energi metanol yang habis bereaksi

dengan TG (kJ)

EOil Kandungan energi CPO (kJ)

EFAME Kandungan energi biodiesel (kJ)

Ėch Eksergi kimia (kJ)

Ėk Eksergi kinetik (kJ)

Ėp Eksergi potensial (kJ)

Ėph Eksergi fisika (kJ)

ĖD Eksergi destructioan (kJ)

F

g Gibbs free energi (kJ/mol)

hfg Panas laten penguapan (kJ/kg)

H Entalpi (kJ)

m Laju massa (kg/s)

N Fraksi molar (mol)

P Daya listrik (watt)

Pi Tekanan (Pa)

(18)

R Tetapan gas (kJ/kmol K)

RE Rasio energi (-)

s Entropi (kJ/K)

Sgen Entropi generasi (pembentukan) (kJ/K)

T Suhu proses (oC)

To Suhu ambient (oC)

U Energi dalam (kJ)

ν Kecepatan aliran (m/s)

V Volume (m3)

w massa bahan yang berubah fase (kg)

W Kerja (kJ)

y Jumlah mol (mol)

(19)

I.

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Konsumsi bahan bakar diesel baik di sektor transportasi maupun industri semakin meningkat. Hal ini dapat terlihat dari perkiraan kebutuhan bahan bakar minyak yang ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1 Perkiraan kebutuhan bahan bakar minyak (dalam juta liter) Solar

(diesel oil)

Tahun 2007

Tahun 2010

Premium (gasoline)

Tahun 2007

Tahun 2010 Kebutuhan

Subtitusi 5 % Subtitusi 10 %

30,40 1,52 3,04

34,89 1,74 3,48

Kebutuhan Subtitusi 5 % Subtitusi 10 %

33,34 1,67 3,34

38,27 1,91 3,82 Sumber : DJLPE, 2006

Untuk mengatasi krisis energi yang sedang dihadapi negara kita pemerintah telah mengeluarkan berbagai peraturan dan kebijakan antara lain BP-PEN 2005-2025 dan Perpres No.5, 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional. Dalam BP-PEN 2025, dengan skenario konservasi, diperkirakan Indonesia akan membutuhkan sekitar 3 Milyar SBM (Setara Barrel Minyak) untuk mendukung pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan berada pada tingkat 7 %/tahun. Dalam Perpres No.5, 2006, peranan sumber-sumber energi terbarukan (SET) mulai ditingkatkan, dimana bahan bakar bio (bio-fuel) ditargetkan pada tahun 2025 akan mencapai minimal 5% dari total kebutuhan energi nasional, panas bumi minimal 5% dan sumber energi terbarukan lainnya 7 %. Sumber BP-PEN memisahkan batasan energi terbarukan yang diperoleh dari biomassa dengan bahan bakar bio yang diistilahkan dengan bahan bakar nabati (BBN). Target pemanfaatan bahan bakar tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Target Pemanfaatan bahan bakar bio (dalam juta kilo liter)

Target subtitusi Tahun

2010

Tahun 2015

Tahun 2020

Tahun 2025 Biodiesel (pengganti solar)

Bioethanol (pengganti bensin) Biokerosene (pengganti minyak tanah) Minyak bakar (pengganti fuel oil) Total

2,41 1,48 0,96 0,4 5,25

3,18 1,95 1,27 0,53 6,93

4,60 2,83 1,83 0,76 10,02

(20)

Tabel 2 menunjukkan bahwa target yang paling besar adalah biodiesel. Biodiesel merupakan bahan bakar alternatif dari sumber terbarukan (renewable), dengan komposisi ester asam lemak dari minyak nabati seperti: minyak kelapa sawit, minyak kelapa, minyak jarak pagar, minyak biji kapuk, dan masih ada lebih dari 30 macam tumbuhan Indonesia yang potensial untuk dijadikan biodiesel. Khusus untuk produksi biodiesel, di Indosesia bahan baku yang paling berpotensi adalah minyak kelapa sawit CPO (Crude Palm oil), karena Indonesia adalah salah satu negara eksportir terbesar di dunia. Dengan pengelolaan yang baik, pembukaan lahan baru kelapa sawit untuk memhasilkan bahan baku biodiesel tidak perlu dilakukan.

Sehubungan dengan pentingnya pengembangan biodiesel di Indonesia, pada tanggal 25 Januari 2006 pemerintah telah mengeluarkan Inpres No.1 tahun 2006 tentang penyediaan dan pemanfaatan bahan bakar nabati sebagai bahan bakar lain dan Badan Standardisasi Nasional (BSN) juga telah menetapkan standar biodiesel Indonesia yaitu SNI 04-7182-2006.

(21)

Pada proses produksi biodiesel efisiensi energi merupakan faktor penting dalam pemilihan teknologi peralatan maupun pemilihan proses yang akan diterapkan. Hal ini dapat dilakukan dengan melihat rasio energi dan efisiensi eksergi dari masing-masing proses produksi (non-katalitik atau katalitik). Rasio energi merupakan perbandingan antara nilai kalor (kandungan energi) biodiesel dengan kandungan energi bahan umpan dengan energi yang dibutuhkan pada saat proses seperti energi panas dan energi listrik. Untuk memproduksi biodiesel tersebut diperlukan sejumlah energi, untuk itu perlu diketahui berapa jumlah energi yang dibutuhkan dan berapa besar energi yang termanfaatkan (eksergi) selama proses produksi, sehingga dapat dikembangkan proses produksi biodiesel yang lebih hemat energi. Hal ini bisa tercapai jika diterapkan suatu proses produksi biodiesel yang menggunakan energi seefisien mungkin. Ketika energi yang diberikan untuk menghasilkan per kilogram biodiesel dimanfaatkan sedemikian rupa, maka energi yang hilang dapat diminimalisasi.

Energi yang terbentuk dari proses reaksi kimia pada saat pencampuran antara trigliseriga (TG) dengan metanol (MeOH) perlu diperhitungkan sebagai energi input. Besarnya energi yang dibutuhkan akan mempengaruhi rasio energi dan efisiensi eksergi pada produksi biodiesel tersebut, dimana pada setiap proses produksi diharapkan energi yang terkandung di dalam biodiesel harus lebih besar dibanding dengan energi yang dibutuhkan.

(22)

Analisis eksergi sangat tepat dilakukan untuk mengetahui setiap stasiun yang memungkinkan energi yang hilang dapat diperkecil, karena tujuan dari analisis eksergi adalah untuk mengetahui besar energi yang dimanfaatkan dalam suatu proses produksi. Analisis ini merupakan aplikasi dari hukum termodinamika pertama dan hukum termodinamika kedua yang memperhitungkan ireversibilitas yang terjadi pada sistem. Dengan analisis eksergi diharapkan dapat diketahui di lokasi atau bagian mana yang memiliki efisiensi eksergi yang rendah yang mungkin masih bisa ditingkatkan efisiensi ekserginya dengan memperhatikan disain proses produksi setiap stasiun. Wall, (2003) mengungkapkan, dengan mengetahui energi maksimal yang dapat dihasilkan oleh suatu sistem termodinamika, dapat ditentukan energi minimal yang perlu disuplai pada sistem tersebut.

Pada penelitian ini dilakukan analisis energi dan eksergi terhadap setiap stasiun pada proses produksi biodiesel dengan katalitik dan non-katalitik, sehingga dapat dikembangkan proses produksi yang lebih hemat energi.

1.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengetahui rasio energi pada proses produksi biodiesel dengan cara katalitik dan non-katalitik

2. Mengetahui efisiensi eksergi dan eksergi yang hilang (exergy loss) setiap mata rantai proses produksi biodiesel

1.3Manfaat Penelitian

(23)

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Proses Produksi Biodiesel

Biodiesel dapat diproduksi dengan bantuan katalis atau secara katalitik dan tanpa bantuan katalis atau secara non-katalik. Katalis yang bisa digunakan dalam reaksi dapat digolongkan kedalam tiga jenis yaitu katalis enzim, katalis asam, dan katalis basa. Contoh dari katalis basa yang biasa digunakan adalah natrium hidroksida (NaOH) atau kalium hidroksida (KOH), contoh katalis asam adalah asam sulfat (H2SO4) atau asam fosfat (H3PO4), contoh katalis enzim adalah lipase. Jenis katalis yang digunakan tergantung dari kandungan FFA (Free Fatty Acid)

dalam minyak/lemak. Katalis basa biasa digunakan untuk minyak/lemak dengan kandungan FFA 5 %, sedangkan katalis asam untuk minyak/lemak dengan kandungan FFA lebih dari 5 % (Joelianingsih et al., 2007).

Dalam pembuatan biodiesel dengan katalis, alkohol dengan jumlah atom karbon lebih banyak membutuhkan suhu yang lebih tinggi agar dapat dicapai konversi optimum (Freedman et al., 1984 di dalam Knothe, 2004). Molar rasio antara minyak dengan metanol tergantung dari katalis yang digunakan. Stokiometri reaksi menunjukkan jumlah metanol yang dibutuhkan adalah tiga mol per satu mol trigliserida (TG). Agar reaksi dapat bergeser ke kanan maka digunakan metanol yang berlebih, karena proses reaksi antara TG dengan metanol berlangsung secara bolak-balik.

Proses pembuatan biodiesel dengan katalis dimulai dengan reaksi transesterifikasi, pengembalian metanol yang tidak bereaksi, pemurnian metil ester dari katalis, pemisahan gliserol yang merupakan produk sampingan. Pemurnian menggunakan air dengan cara pencucian berulang, sehingga proses ini lebih boros air. Reaksi pembuatan biodiesel dengan katalis mempunyai kelebihan reaksi dapat berjalan lebih cepat sedangkan kekurangannya adalah diperlukannya proses yang panjang untuk memurnikan produk dan perlu pengadukan yang kuat dalam dalam reaksi karena metanol susah larut dalam minyak (Kusdiana dan Saka, 2001).

(24)

mereaksikan trigliserida dalam minyak dengan alkohol (metanol) dan menghasilkan fatty acid metil ester (FAME) yang sering disebut dengan istilah biodiesel dan gliserol. Pers. reaksi transesterifikasi diperlihatkan secara keseluruhan dapat dilihat pada Gambar 1, dimana R1 , R2, R3 : hidrokarbon rantai panjang dari asam lemak. Ada tiga tahapan yang terjadi pada reaksi transesterifikasi sebelum terbentuknya GL. Tahapan pertama adalah TG bereaksi dengan metanol akan membentuk digliserida (DG) dan FAME seperti yang ditunjukan pada Pers. (1.2), kemudian DG bereaksi kembali dengan metanol menghasilkan monogliserida dan FAME seperti yang ditunjukkan Pers. (1.3), dan selanjutnya MG bereaksi dengan metanol menghasilkan GL dan FAME, sehingga Persamaan reaksi keseluruhan ditunjukkan pada Pers. (1.1). Sedangkan esterifikasi adalah proses yang mereaksikan asam lemak bebas (FFA) dengan alkohol rantai pendek (metanol atau etanol) menghasilkan FAME dan air. Persamaan reaksi esterifikasi diperlihatkan pada Gambar 2, dimana R merupakan hidrokarbon rantai panjang asam lemak.

O O

║ ║

CH2 -O- C-R1 CH3 -O- C-R1

| O O CH2-OH

| ║ ║ |

CH-O - C-R2 + 3 CH3OH CH3-O-C-R2 + CH-OH

| O O |

| ║ ║ CH2-OH

CH2 - O-C-R3 CH3 –O-C-R3

TG 3 MeOH 3FAME GL ...(1.1) Gambar 1 Persamaan reaksi transesterifikasi

TG + CH3OH ↔ DG + CH3COOR1 …..………. …(1.2)

(25)

MG + CH3OH ↔ GL + CH3COOR3 ………(1.4)

Proses esterifikasi dengan katalis asam diperlukan jika nabati mengandung FFA di atas 5 %. Jika minyak berkadar FFA tinggi (> 5 %) langsung ditransesterifikasi dengan katalis basa maka FFA akan bereaksi dengan katalis membentuk sabun, seperti yang diperlihatkan Persamaan reaksi pada Gambar 3.

O O ║ ║

R-C-O-H + CH3OH R-C-O-CH3 + H2O FFA Metanol Metil Ester air

Gambar 2 Persamaan reaksi esterifikasi

O O ║ ║

R-C-O-H + NaOH R - C-O- Na+ + H2O FFA Natrium Hidroksida Sabun air

Gambar 3 Persamaan reaksi saponifikasi/pembentukan sabun

(26)

Gambar 4 Persamaan reaksi proses pembentukan NaOH

Dalam reaksinya, metanol akan menggantikan asam lemak dari trigliserida untuk membentuk FAME. Pertukaran ester dapat terjadi dengan atau tanpa katalis, tergantung suhu. Pada suhu 250 ºC atau lebih reaksi dapat terjadi tanpa katalis. Transesterifikasi membutuhkan kondisi yang bebas air karena adanya air dapat menyebabkan reaksi berubah menjadi hidrolisis (Joelianingsih et al., 2007).

Proses pembuatan biodiesel secara non-katalitik mempunyai beberapa kelebihan diantaranya adalah tidak memerlukan penghilangan FFA dengan cara

(27)

katalitik pada suhu moderat (120-180o C) namun yield metil ester yang dihasilkan sangat kecil yaitu 12,41% pada 180o C dengan waktu reaksi 32 jam.

Kusdiana dan Saka, (2001) melakukan pembuatan biodiesel dengan bahan baku minyak rapeseed dimana metanol berada dalam kondisi superkritik, hasil terbaik diperoleh dalam kondisi produksi biodiesel pada suhu 350 oC dan molar ratio metanol terhadap minyak 42. Penelitian lain tentang pembuatan biodiesel secara non-katalitik dengan metanol superkritis juga dilakukan oleh Diasakou et al., (1998), Demirbas (2001), Dasari et al., (2003), Warabi et al., (2004), Han et al., (2005).

Penggunaan reaktor bertekanan tinggi selain memerlukan investasi (harga reaktor) dan biaya produksi tinggi juga beresiko membahayakan keamanan dan keselamatan karena menjadi lebih mudah meledak (eksplosif), sehingga untuk diterapkan pada skala komersial masih perlu dipertimbangkan. Untuk itu perlu dikembangkan proses non-katalitik yang lebih murah dan aman, sehingga dibutuhkan alternatif lain dalam proses biodiesel yaitu dengan menggunakan reaktor kolom gelembung (bubble column reactor). Reaktor ini digunakan untuk reaksi antara gas-liquid. Kelebihan dari reaktor tipe ini adalah konstruksi sederhana, biaya operasi murah, efisiensi energi tinggi, pindah panas dan pindah massa terjadi dengan baik (Mouza et al., 2004).

Yamazaki, et al., (2007) mempelajari proses pembuatan biodiesl non– katalitik dari minyak bunga matahari menggunakan reaktor kolom gelembung (bubble column reactor) yang dilengkapi pengaduk. Reaktor ini beroperasi secara

(28)

gelembung metanol dan cairan (minyak) di sekitarnya sangat berpengaruh terhadap hasil reaksi. Hal ini menunjukkan bahwa makin besar interfacearea dan semakin lama waktu tinggal gelembung metanol dalam fase cair (minyak) akan memperbesar laju reaksi. Joelianingsih, et al., (2006), melaporkan tentang kinetika reaksi transesterifikasi non-katalitik dari minyak sawit pada tekanan atmosferik secara semi-batch. Pengaruh suhu reaksi ( 250, 270 dan 290o C) terhadap konstanta laju dan konversi reaksi transeseterifikasi diamati pada laju alir umpan metanol 4 gr/menit dengan massa minyak mula-mula 200 gram. Reaksi kimia berlangsung di bidang antar permukaan antara gelembung metanol dan minyak nabati. Produk reaksi dalam fase uap dikeluarkan dari atas dan dikondensasikan. Selanjutnya metanol yang tidak bereaksi diuapkan sehingga diperoleh biodiesel dan gliserol sebagai produk samping.

Waktu yang diperlukan untuk mencapai konversi sempurna (semua minyak bereaksi menjadi metil ester) adalah 7,25 jam pada suhu 290o C. Waktu reaksi ini 7 kali lebih besar dibandingkan dengan proses katalitik dengan katalis basa (1 jam pada suhu reaksi 60o C) dan sekitar 100 kali lebih besar dari proses non-katalitik pada kondisi superkritik metanol (Saka dan Kusdiana melaporkan waktu reaksi sempurna 4 menit pada 350 oC dan 43 Mpa). Lamanya waktu reaksi ini disebabkan karena nilai faktor frekuensi yang menunjukkan banyaknya tumbukan antara molekul minyak dan metanol masih kecil. Laju reaksi dikendalikan oleh perpindahan massa di bidang antar permukaan. Hal ini dapat diperbaiki dengan memperbesar luas antar permukaan minyak dan metanol dengan cara memperbanyak jumlah gelembung dan memperkecil diameter gelembung. Semakin luas bidang antar permukaan maka perpindahan massa semakin baik sehingga waktu reaksinya menjadi lebih pendek (Joelianingsih et al., 2007).

(29)

Tabel 3 Kelebihan dan kelemahan proses produksi biodiesel katalitik dan non-katalitik

Reaksi Kelebihan Kelemahan

Katalitik  Reaksi lebih cepat berjalan  Proses lebih panjang

 Diperlukan pengadukan yang kuat

 Lebih boros air

Non-katalitik  FFA tidak perlu di hilangkan

 Proses pemurnian lebih sederhana

 Ramah lingkungan

 Penggunaan metanol lebihbanyak

 suhu dan tekanan lebih tinggi

Saat ini proses produksi biodiesel secara non-katalitik menggunakan bubble column reactor merupakan proses yang paling murah. Harga biodiesel berbahan baku minyak goreng bekas (waste frying oil)dengan menggunakan proses non-katalitik pada suhu 290o C dan tekanan 1 atm diperkirakan 39,9 Yen/L, sedangkan dengan katalis basa harga biodiesel diperkirakan 80,2 Yen/L. (Sagara, 2006). Namun demikian proses ini masih mempunyai beberapa masalah diantaranya kemurnian produk yang dihasilkan sekitar 90% m/m FAME dengan kandungan gliserol terikat (monogliserida, digliserida dan trigliserida) sekitar 10% m/m. Menurut standar di Indonesia maupun di Eropa, kandungan FAME dalam biodiesel minimun adalah 96,5% m/m, sehingga masih perlu dikembangkan dan disempurnakan.

Sedangkan penggunaan energi yang dibutuhkan untuk masing-masing proses produksi biodiesel baik secara katalitik ataupun non-katalitik berbeda. Hal ini disebabkan sistem proses yang berbeda dan suhu proses juga berbeda. Suhu proses produksi biodiesel secara non-katalitik 27 oC – 290 oC dengan suhu reaktor 290 oC. Sedangkan untuk sistem proses produksi biodiesel secara katalitik 27 oC – 120 oC dengan suhu reaktor 65 oC. Pada proses produksi biodiesel secara katalitik menghasilkan produk sampingan sabun selain GL, hal ini disebabkan katalis yang digunakan bereaksi dengan FFA yang terkandung di dalam minyak seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.

(30)

menjadi biodiesel, sehingga perbandingan energi Output dengan energi Input

adalah sebesar 0,8055 (≈ 0,81), sedangkan energi yang dibutuhkan untuk menghasilkan 1 MJ petroleum diesel adalah sebesar 1,1995 MJ, sehingga rasio energi adalah sebesar 0,8337 (≈ 0,83).

2.1 Konsep Energi dan Eksergi

Keseimbangan energi adalah konsep penting untuk analisis kinerja, yang didasarkan pada hukum pertama termodinamika. Hukum pertama termodinamikaa sering disebut hukum kekekalan energi, yang menyatakan bahwa energi tidak dapat diciptakan atau dimusnahkan. Oleh sebab itu, keseimbangan energi dalam suatu sistem harus dipertahankan. Saat sistem berubah dari keadaan awal ke keadaan seimbang (keadaan akhir), sistem tersebut dapat menyerap atau melepas energi ke lingkungannya. Keadaan seimbang adalah keadaan dimana tidak terjadi lagi perubahan dalam sistem, atau antara sistem dengan lingkungannya. Pada keadaan setimbang suhu dan tekanan adalah seragam di seluruh sistem dan tidak ada lagi gaya-gaya tak seimbang yang bekerja (Kamarudin et al., 1998).

Pada prakteknya, total kandungan energi pada suatu keadaan (awal atau akhir) sangat sulit ditentukan, sehingga pendekatan termodinamika sering dilakukan dengan mengukur beda kandungan energi antara keadaan awal dan akhir, yaitu jumlah energi yang dipertukarkan antara sistem dengan lingkungannya selama proses berlangsung (Burghardt M. D and Harbach J. A., 1993). Hukum pertama Termodinamika dinyatakan dalam bentuk Pers. (1.5),

dimana Q adalah energi yang diberikan atau dilepaskan sistem (kJ), ΔU adalah

peubahan energi dalam sistem (kJ) dan W adalah kerja yang terjadi selama proses (kJ).

Q= ΔU + W ...(1.5) Pada sistem terbuka dapat ditulis sebagai berikut:

VdP dH

Q 

...(1.6)

(31)

energi panas, tidak melanggar hukum pertama karena panas adalah bentuk energi yang paling dikenal dan mudah diukur, ekivalensi bentuk-bentuk energi yang berbeda dan pertukaran energi yang terjadi pada proses fisika maupun kimia sering ditelaah berdasarkan perubahan panasnya.

Setiap kejadian fisika ataupun kimia umumnya disertai dengan penyerapan atau pelepasan panas ke lingkungannya. Karena itu, panas adalah bentuk atau media universal dan sederhana dengan mana energi dapat ditunda. Jika suatu proses berlangsung dengan melepaskan panas ke lingkungan, disebut proses

eksotermik. Sedangkan sebaliknya, proses yang berlansung dengan pengambilan panas dari lingkungan, disebut proses endotermik. Tidak melalui semua zat dapat terjadi perpindahan panas, meskipun terdapat perbedaan suhu antara sistem dan lingkungannya. Zat yang melalui, yang mana dapat terjadi perpindahan panas disebut adiathermic sedangkan yang tidak dapat disebut adiabatic. Pada ilmu pindah panas dan massa kemampuan suatu zat dalam memindahkan panas dinyatakan dalam terminologi konduktivitas panas. (Kamarudin et al., 1998).

Kapasitas panas jenis menyatakan jumlah panas yang diserap atau yang dilepas oleh suatu satuan massa benda, jika suhunya berubah sebesar satu derajat celcius. Satu joule merupakan jumlah energi yang dihasilkan oleh gaya satu Newton sepanjang jarak satu meter. Penyerapan atau pelepasan akibat perubahan suhu menyebabkan perubahan kandungan panas sensible benda tersebut. Jika m adalah massa benda (kg), panas jenis Cp (J/kg C), dan terjadi perubahan suhu sebesar ΔT (C), maka terjadi kandungan panas sensibel sebesar. (Kamarudin et al., 1998).

(32)
[image:32.612.132.508.99.316.2]

Tabel 4 Titik didih tiap komponen bahan

Komponen Titik didih (oC) Tekanan penguapan (Pa)

Methanol 64.9 a 101300

Glycerol 290 a 101300

Methyl palmitate 338 b 101300

Methyl stearate 352 b 101300

Methyl oleate 349 b 101300 Methyl linoleate 366 b 101300

Tripalmitin 298 c 6.66

Tristearin 313 c 6.66

Triolein 235-240 d 2399

Trilinolein - -

a

Perry’s, 1997 c Swern, 1979

b

Yuan et al, 2005 d Weast and Astle, 1981

[image:32.612.215.428.419.565.2]

Tabel 5 menunjukkan titik didih normal pada tekanan atmosfer asam lemak dan FAME dari myristic, palmitic, stearic, oleic dan linoleic.

Tabel 5 Titik didih normal fatty acid dan FAME Komponen Titik didih normal (oC)

Acids [e] FAME [f] Myristic

Palmitic Stearic Oleic Linoleic

318.0 353.8 370.0 360.0 202.01.4 mmHg

295.0 338.0 352.0 349.0 366.0

e

Yuan W, et al., 2005

fGunstone FD, et al., 1994

(33)

secara spontan ke keadaan awal. Secara sederhana entropi didefinisikan sebagai keacakan atau ketidakteraturan. Hukum kedua termodinamika menyatakan suatu proses tidak mungkin akan berlangsung ke arah sebaliknya (total entropi menurun). Sehingga, proses yang berlangsung dengan peningkatan entropi adalah proses yang tidak mampu balik (irreversible) (Burghardt M. D and Harbach J. A., 1993).

Jika total entropi sistem dan lingkungannya tetap selama proses berlangsung, maka disebut proses mampu balik (reversible), meskipun proses yang mampu balik secara sempurna hanya hipotesa dan tidak mungkin terjadi di alam nyata. Proses nyata selalu tak mampu balik karena perubahan suatu energi ke bentuk lainnya secara kuantitatif tidak dapat terjadi tanpa adanya kehilangan energi. Misalnya, perubahan energi mekanik ke energi listrik selalu diikuti dengan kehilangan energi dalam bentuk panas karena gesekan, yang ditebarkan ke lingkungan dan mengalami pengacakan sehingga tidak mampu menghasilkan kerja. Seluruh materi dan energi di dalam alam mengalami pengacakan tetap, dan menuju suatu keadaan acak sempurna yang disebut sebagai kubah entropi (entropic doom) (Kamaruddin et al., 1998).

Dari keadaan acak tersebut dapat diambil suatu hubungan ( sering disebut sebagai hukum ketiga termodinamika) yang menyatakan bahwa entropic suatu kristal sempurna dari suatu benda pada suhu nol mutlak adalah nol. Pada suhu nol mutlak, tidak terjadi gerakan panas dan atom suatu kristal sempurna akan berada pada keteraturan sempurna. Pada sembarang suhu, entropi benda padat adalah yang paling rendah, entropi cairan adalah menengah dan entropi gas adalah yang paling tinggi. Selanjutnya gas pada suhu tinggi mempunyai entropi yang paling tinggi daripada gas pada suhu yang paling rendah dengan demikian entropi juga merupakan fungsi suhu (Kamaruddin et al., 1998). Dalam buku Burghardt, M.D. dan Harbach, J.A., (1999), secara matematis dapat dirumuskan hubungan antara entropi dengan fungsi suhu dengan Pers. (1.4).

... (1.4) Oleh karena itu, muncullah suatu istilah yang disebut dengan eksergi, dimana eksergi adalah energi yang dimanfaatkan pada saat proses. Analisis eksergi diperoleh dari hukum termodinamika pertama dan hukum termodinamika

q Tds

(34)

kedua. Ferreira (2003), berdasarkan hasil studinya, menyimpulkan bahwa metoda analisis eksergi dapat digunakan untuk membandingkan konfigurasi produksi pertanian (misal, apakah akan mempertahankan pertanian tradisional atau modern), dan bahkan sebagai kriteria seleksi untuk pemilihan jenis maupun teknik budidaya yang akan diterapkan. Analisis ini dapat juga diterapkan untuk melihat setiap stasiun proses produksi biodiesel yang kurang efisien, sehingga pasokan energi yang akan diinput dapat diminimalisasi dengan cara memperbaiki disain sistem proses.

Russel dan Adebiyi (1993) mendefinisikan eksergi sebagai kerja maksimal (berguna) yang dapat dihasilkan oleh sistem bila sistem tersebut berinteraksi dengan suatu lingkungan referensi tertentu. Lingkungan referensi yang dimaksudkan di sini biasanya adalah lingkungan luar (atmosfir) yang mempunyai suhu To dan tekanan konstan Po, untuk sistem terbuka (control volume).

Suatu keseimbangan eksergi dapat dinyatakan dalam berbagai format yang bisa disesuaikan dengan kondisi. Secara matematis dapat dinyatakan dengan Pers. (1.5) (Burghardt, M.D. dan Harbach, J.A., 1999).

... (1.5)

Pada kondisi steady state maka = 0 dan = 0

Menurut Talens, L. et. al., (2006), untuk memproduksi 1 ton biodiesel dengan bahan baku UCO (Used Cooking Oil) eksergi yang hilang adalah sebesar 492 MJ yaitu yang hilang pada saat proses sebesar 228 MJ dan pada limbah 264 MJ. Pada penelitiannya efisiensi eksergi biodiesel untuk 1 ton biodiesel berbahan baku UCO (used cooking oil) dengan proses produksi secara katalitik adalah sebesar 98,54 % dan besarnya eksergi yang hilang adalah sebesar 1,46 % dari total eksergi.

.

. . . .

1 o

D

i e

j o i e

j j i e

T

dE dV

Q W P m e m e

dt T dt

 

 

      

 

dE dt

(35)

III.

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada minggu ke III April 2007 sampai dengan minggu ke IV Juni 2007 untuk proses produksi non-katalitik, bertempat di Laboratorium Energi dan Elektrifikasi Pertanian, FATETA IPB, Leuwikoppo.

3.2 Alat dan Bahan Penelitian 3.2.1 Alat

Alat yang diteliti untuk mendapatkan data proses produksi biodiesel non-katalitik adalah prototipe reaktor kolom gelembung (bubble column reactor) yang dirancang oleh Department of Global Agricultural Sciences The University of Tokyo, Jepang (Lampiran 2). Data prototipe tersebut telah dilengkapi dengan peralatan ukur dan kendali yang diperlukan. Data proses produksi biodiesel secara katalitik diperoleh dari Balai Rekayasa Desain dan Sistem Teknologi BPPT Serpong sesuai dengan rancangan peralatan yang dimiliki oleh institusi tersebut (Lampiran 4).

3.2.2 Bahan

Bahan yang digunakan adalah:

a. Bahan baku utama pembuatan biodiesel, yaitu minyak sawit (Crude Palm oil) b. Bahan baku pembantu, yaitu metanol

3.3 Prosedur Penelitian

3.3.1 Alur Pelaksanaan Penelitian

(36)

Gambar 5 Alur pelaksanaan penelitian proses produksi biodiesel katalitik dan non-katalitik

[image:36.612.135.505.74.584.2]
(37)

laboratorium, sedangkan data sekunder diperoleh dari Balai Rekayasa Desain dan Sistem Teknologi BPPT Serpong pada produksi biodiesel katalitik dengan skala produksi 1 ton biodiesel per bacth.

Perbesaran skala dan modifikasi pada proses produksi biodiesel non-katalitik dilakukan dari skala laborium menjadi skala 1 ton/jam produksi biodesel dengan menggunakan konsep stokionometri. Berat molekul dari TG terlebih dahulu dihitung berdasar komposisi asam yang terkandung dalam minyak dapat dilihat pada Lampiran 1.

Selanjutnya, energi dan eksergi dihitung untuk menentukan besar rasio energi dan energi yang butuhkan untuk memproduksi per kilogram biodiesel, serta efisiensi eksergi dan eksergi yang hilang dari kedua proses ini. Berdasarkan hasil perhitungan energi dan eksergi tersebut dilakukan analisis dan pembahasan pada kedua proses produksi biodiesel tersebut, dan disimpulkan proses mana yang terbaik.

3.3.2 Parameter Penelitian

Parameter utama yang digunakan dalam penelitian adalah :

1. Rasio energi proses produksi biodiesel, semakin besar rasio energi maka akan semakin baik proses produksinya.

2. Efisiensi eksergi, semakin besar efisiensi eksergi suatu stasiun semakin baik sistem disain proses tersebut.

3.3.3 Data Penelitian

Data yang diperlukan dalam penelitian adalah :

1. Suhu minyak, metanol dan produk pada setiap stasiun : T (oC) 2. Tekanan pada setiap stasiun : Pi (Pa)

3. Laju massa minyak, metanol dan produk :

m(kg/jam atau kg/batch) 4. Daya putar pompa dan elektromotor untuk minyak, metanol dan produk :

P (Watt)

(38)

3.3.4 Analisis Data 3.3.4.1 Analisis Energi

Energi yang dianalisis pada proses produksi biodiesel secara katalitik maupun non-katalitik terdiri dari energi panas dan energi listrik. Energi panas merupakan energi yang digunakan untuk memanaskan bahan umpan dan produk yang dihasilkan. Energi yang terbentuk pada proses reaksi eksoterm di reaktor diperhitungkan sebagai energi input. Energi listrik pada penelitian ini adalah energi yang dipakai pompa, dan elektromotor lainnya. Pada proses produksi skala laboratorium non-katalitik energi pemanasan yang dibutuhkan berasal dari energi listrik, tetapi dalam penelitian ini energi yang dibutuhkan baik pemanasan bahan umpan maupun produk dihitung berdasarkan teori bukan pengukuran langsung, demikian juga untuk skala 1 ton. Pada penelitian ini kandungan energi NaOH (katalis) tidak diperhitungkan dengan asumsi dapat didaur ulang.

Pers. yang digunakan untuk menghitung energi pemanasan metanol, TG, ME,

dan GL serta katalis adalah seperti Pers. (3.1), dimana 

m merupakan laju aliran massa (kg/s), cp adalah panas jenis bahan (kJ/kg oC) dan dT adalah perubahan suhu (oC).

  2

1

T

T

pdT c m Q

... (3.1)

Selama metanol berubah fase dari cair ke gas, besarnya energi dapat dihitung berdasarkan Pers. (3.2), dimana hfg adalah panas penguapan (kJ/kg), dw adalah massa

bahan yang berubah fase (kg), sedangkan dt adalah perubahan waktu selama proses produksi (s).

 2

1

t t

fg

dt dw h Q

... (3.2)

Perubahan fase metanol dari liquid ke gas terjadi jika suhu dalam sistem di atas 65 oC. Perubahan fase metanol, ME dan GL terjadi dengan memperhitungkan nilai panas laten metanol, sehingga total energi yang dibutuhkan dapat dihitung dengan Pers. (3.3).

   

2

1 2

1 2

1

g

g

T

T p t

t fg T

T

p mc dT

dt dw h dT c m Q

(39)

Jumlah minyak, metanol yang bereaksi dan gliserol (GL) serta biodiesel yang dihasilkan dapat dihitung secara stokionometri berdasarkan Pers. (3.4).

TG + 3 CH3OH → 3 ME + GL

... (3.4) Energi listrik yang dikonsumsi pada saat pengolahan biodiesel dapat dinyatakan dengan Pers. (3.5), dimana P adalah daya listrik yang digunakan baik pompa maupun elektromotor selama proses produksi biodiesel.

 2

1

t t

dt P Q

... (3.5)

Rasio energi (RE) dapat dihitung dengan Pers. (3.6), dimana RE adalah rasio

energi, Eout adalah energi output (kJ), Ec adalah kandungan energi (energy content)

bahan baku yang digunakan (MeOH dan minyak) dalam kJ/kg, sedangkan Eproses

adalah energi panas yang digunakan untuk menaikkan suhu proses (kJ).

proses c

out E

E E

E R

 

... (3.6)

Ein = Ec+ Eproses ... (3.7)

Ec = EMeOH + Eoil

... (3.8) Eproses = Elistrik + Epanas ... (3.9)

Eout =EFAME ... (3.10)

Energi output (Eout) merupakan kandungan energi biodiesel tanpa

memperhitungkan energi gliserol dan sabun sebagai produk sampingan.

3.3.4.2 Analisis Eksergi

Analisis eksergi hanya dilakukan pada proses produksi non-katalitik yang sudah dimodifikasi dan proses produksi secara katalitik.

(40)
[image:40.612.215.420.105.370.2]

Gambar 6 Langkah-langkah proses analisis eksergi

Langkah kedua adalah membagi sistem menjadi satuan-satuan operasi. Kondisi setiap unit operasi didefinisikan sebagai unit dari proses dengan penetapan kondisi spesifik kerja untuk reaksi seperti evaporation dan separation. Kondisi kerja didefinisikan pada setiap unit operasi yang meliputi waktu, tekanan, dan suhu.

Langkah ketiga adalah menghitung dan membuat keseimbangan massa dan menormalkan proses terhadap kapasitas produksi 1 ton untuk perbandingan fasilitas yang digunakan.

Langkah terakhir adalah menghitung eksergi setiap bahan, eksergi proses dan eksergi utilities.

Standar eksergi kimia dari tiap elemen yang ikut berperan dalam reaksi dapat dihitung dengan Pers. (3.11) (Bejan et al., 1996).

Penetapan batas sistem melalui gambar diagram alir proses produksi biodiesel katalitik dan non-katalitik yang sudah

dimodifikasi

Pembagian sistem proses menjadi satuan-satuan operasi

perhitungan keseimbangan massa dan menormalkan proses terhadap kapasitas 1

ton/jam produksi biodiesel

Perhitungan eksergi setiap proses produksi katalitik dan non-katalitik yang sudah

(41)

 

  

  

 

        

   

        

 

 

2 2

2

2 2

2

4 2

, 2

4

O ch l

O H ch CO

ch

o o l O H CO

O F

F ch

e b a e

b ae

P T g

b g a g b a g e

... (3.11)

Energi bebas Gibbs bahan (gF) pembentukan dapat dihitung dengan Pers.

Van Krevelen dan Chermin (1951) dalam Dragon Technology., Inc 2002 seperti yang ditunjukkan pada Pers. (3.12). Perhitungan dilakukan dengan cara menjumlahkan semua nilai energi bebas Gibbs tiap grup komponen penyusun TG, FFA dan biodiesel (gFKC). Unsur penyusun CPO diasumsikan sebagai metil

karbon dari rantainya. Hasil pengukuran tiap komponen memiliki deviasi rata-rata lebih kecil dari 0.5 kkal/mole.

F

g = ΣgFKC ... (3.12)

Utilities pada penelitian ini didefinisikan sebagai energi listrik dan elektromotor yang digunakan pada proses produksi secara katalitik saat dilakukan pengadukan. Biasanya, jumlah energi dalam unit eksergi (kJ), didefinisikan dari koefisien konversi eksergi. Eksergi dari listrik diasumsikan 1.00, sehingga 1 kJ energi listrik setara dengan 1 kJ eksergi (Talens et al., 2006). eksergi proses penguapan (air menjadi steam) dihitung berdasarkan Pers. (3.13). Eksergi kimia dari steam (528 kJ/kg) (Szargut et al., 1988 dalam Talens et al., 2006). Pada umumnya, eksergi fisika dapat dirumuskan dengan Pers. (3.14). Pada penelitian ini eksergi steam tidak dihitung, karena energi yang dianalisis adalah energi langsung.

ph ch steam e e

e   ... (3.13)

o

o

o

ph h h T s s

e     ... (3.14)

Eksergi setiap stasiun dapat ditulis seperti Pers. (3.15), dimana ech adalah standar eksergi kimia (kJ/ kg) dan eph adalah standar fisika kimia (kJ/ kg).

ch

ph me

e m E

 

 

(42)

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Analisis Energi Proses Produksi Biodiesel

4.1.1 Analisis Energi Proses Produksi Biodiesel Secara Non-katalitik

Analisis energi pada produksi biodiesel secara non-katalitik dilakukan dengan tiga tahapan yaitu skala laboratorium, scale-up proses produksi biodiesel menjadi 1 ton per jam dan memodifikasi proses produksi biodiesel skala 1 ton per jam.

4.1.1.1 Skala Laboratorium

Analisis energi pada proses produksi biodiesel secara non-katalitik dilakukan pada skala laboratorium dengan volume reaktor 200 mL. Proses ini berlangsung secara kontinu. Metanol dialirkan dengan menggunakan pompa yang memliki daya sebesar 30 watt ke evaporator dan superheater sebelum masuk ke reaktor dengan laju 3 ml/min (Gambar 7). Suhu evaporator dan superheater sesuai dengan suhu reaksi di reaktor. Minyak yang sudah diisikan ke dalam reaktor juga dipanaskan sesuai suhu reaksi (290 oC).

(43)

Hasil pengukuran pada penelitian menunjukkan bahwa produksi biodisel adalah sebesar 25,59 g/jam dengan laju umpan minyak (asumsi 100 % TG) sebesar 25,69 g/jam atau setara dengan 0,03 gmol/jam. Kemurnian ME yang dihasilkan adalah 95,1 % w/w yaitu setara 24,34 g/jam. Hal ini menunjukkan bahwa ada bagian minyak yang belum bereaksi tetapi terikut pada produk sebesar 1,25 g/jam. Bagian dari produk yang tidak mengalami reaksi metanolisis dinyatakan sebagai un-methyl-esterified (uME). Jumlah metanol yang dibutuhkan adalah 142,2 g/jam atau setara dengan 4,44 gmol/jam dan metanol yang bereaksi hanya sebesar 2,72 gr/jam. Hal ini menunjukkan ada metanol yang tidak bereaksi sebesar 139,48 g/jam. Dengan demikian, rasio mol metanol terhadap minyak adalah sebesar 148 (mol/mol). Pada umumnya rasio metanol terhadap minyak yang dibutuhkan pada proses non-katalitik jauh lebih besar daripada proses katalitik.

Gliserol (GL) yang dihasilkan pada penelitian ini adalah sebesar 2,736 g/jam, sedangkan GL yang terbentuk berdasarkan persamaan stokionometri (Pers. 3.4) adalah 2,607 g/jam. Hal ini berarti bahwa ada GL yang terdapat dalam minyak yang tidak bereaksi (uME) sebesar 0,129 g/jam. Keseimbangan massa ditunjukkan pada Tabel 6. Berdasarkan keseimbangan massa tersebut, terdapat 0,03 gr minyak yang tersisa direaktor dan tidak bereaksi dengan metanol.

Tabel 6 Keseimbangan massa produksi biodiesel secara non-katalitik skala laboratorium

Komponen Laju massa Input Laju massa Output

(g/jam) (g/jam)

Oil (TG) 25,64

MeOH 142,2 139,49

Produk Biodiesel : 25,59

Pure ME 24,34

uME 1,25

Produk Gliserol: 2,736

Pure GL 2,607

uME 0,129

Oil (TG) yang tidak

bereaksi 0,03

Total 167,84 167,84

Energi panas yang dibutuhkan untuk menguapkan metanol di evaporator

(44)

(3.2), dan (3.3). Pada perhitungan tersebut diasumsikan bahwa efisiensi pemanasan adalah sebesar 70 %.

Tabel 7 Energi panas yang dibutuhkan pada proses produksi non-katalitik skala laboratorium

Stasiun Energi panas Energi spesifik (kJ) (MJ) (kJ/kg ME) (MJ/kg ME)

Evaporator -1 140,48 0,14 5489,64 5,49

Evaporator -2 17,47 0,02 682,69 0,68

Superheater -1 19,70 0,02 760,84 0,76

Superheater -2 15,76 0,02 615,86 0,62

Reaktor 6,75 0,01 263,78 0,26

Total 200,17 0,20 7822,20 7,82

4.1.1.2 Scale-up Proses Produksi Biodiesel

Keseimbangan massa untuk skala produksi 1 ton/jam diperoleh melalui pembesaran skala (scale-up) laboratorium dengan volume reactor 200 mL seperti yang dijelaskan di atas. Pembesaran skala dilakukan secara teoritis berdasarkan konsep stoikiometri dengan asumsi proses dan efisiensi alat 100 %. Hasil yang diperoleh ditunjukkan pada Tabel 8.

Tabel 8 Keseimbangan massa pada proses produksi biodiesel secara non-katalitik skala 1 ton

Komponen Laju massa Input (kg/jam)

Laju massa Output

(kg/jam)

Oil (TG) 1001,71

MeOH 5550,73 5444,69

Produk Biodiesel : 1000

Pure ME 951

uME 49

Produk Gliserol: 106,64

Pure GL 101,62

uME 5,02

Oil (TG) yang tidak

bereaksi 1,1

Total 6552,43 6552,43

(45)

sebesar 7,8 m3 (dibulatkan menjadi 8 m3), laju aliran metanol 5550,73 kg/jam (massa jenis metanol 790 kg/m3), dan volume metanol adalah sebesar 7,03 m3.

Berdasarkan keseimbangan massa pada Tabel 8 diperoleh besarnya energi panas untuk menguapkan metanol di evaporator dan superheater serta untuk memanaskan minyak pada produksi biodiesel skala produksi per jam seperti ditunjukkan pada Tabel 9. Kebutuhan energi panas yang paling besar adalah untuk menguapkan MeOH terdapat di evaporator-1, karena perbedaan suhu metanol yang cukup besar. Pada perhitungan tersebut diasumsikan bahwa efisiensi pemanasan adalah sebesar 70 %.

Tabel 9 Energi panas yang dibutuhkan pada proses produksi biodiesel non-katalitik skala 1 ton/jam

Stasiun Energi panas Energi spesifik (kJ) (MJ) (kJ/kg ME) (MJ/kg ME) Evaporator-1 5483442,8 5483,4 5483,44 5,48 Evaporator-2 681946,3 681,9 681,95 0,68 Superheater-1 769172,0 769,2 769,17 0,77 Superheater-3 615337,6 615,3 615,34 0,62

Reaktor 1476835,5 1476,8 1476,84 1,50

Total 9164576,9 9164,6 9164,58 9,16

Energi listrik yang dibutuhkan pompa untuk mengalirkan minyak dan metanol berdasarkan laju aliran cairan diperoleh dari Nevers (2005) seperti ditunjukkan pada Tabel 10.

Tabel 10 Energi listrik yang dibutuhkan pompa untuk mengalirkan minyak dan metanol

Komponen Daya Waktu Energi

(kW) (Jam) (kJ) (MJ)

Pompa methanol 4,50 1,00 16200,00 16,20

Pompa minyak 0,72 1,00 2592,00 2,59

Total 5,22 18792,00 18,79

4.1.1.3 Modifikasi Proses Produksi Biodiesel

(46)

didaur-ulang dan dimanfaatkan kembali untuk memanaskan dan menguapkan metanol. Pendauran-ulangan tersebut memerlukan 4 buah alat penukar kalor (APK) seperti ditunjukkan pada Gambar 8. Dalam perhitungan APK yang digunakan diasumsikan mempunyai efektivitas sebesar 0,7 (Tabel 11).

Pada diagram alir yang ditunjukkan pada Gambar 8, minyak yang bersuhu 30 oC dialirkan melalui APK-1 dengan memanfaatkan panas produk yang keluar dari APK-4 yang memiliki suhu 117 oC, sehingga suhu minyak mengalami peningkatan menjadi 108 oC. Selanjutnya, minyak tersebut dialirkan melalui APK-2 untuk saling bertukar panas dengan aliran produk bersuhu 290 oC yang keluar dari reaktor, sehigga minyak mengalami peningkatan suhu dari 108 oC menjadi 280 oC.

Metanol yang bersuhu 27 oC dipanaskan terlebih dahulu dengan memanfaatkan panas dari produk yang melewati APK-3 dan APK-4. Metanol yang melewati APK-3 akan mengalami peningkatan suhu dari 27 oC dan berubah fase menjadi uap hingga mencapai suhu 112 oC. Selanjutnya, uap metanol tersebut dialirkan ke APK-4 dengan memanfaatkan panas produk yang masih memiliki suhu 223 oC, sehingga suhu metanol kembali meningkat menjadi 213 o

C dan selanjutnya baru dialirkan ke dalam reaktor yang bersuhu 290 oC.

(47)
[image:47.612.137.502.105.330.2]

Gambar 8 Diagram alir proses produksi biodiesel secara non-katalitik termodifikasi

Tabel 11 Efektivitas APK pada proses produksi biodiesel skala scale-up

keterangan

Kalor EFEKTIVITAS

(kJ) (MJ)

APK-2

APK-3

APK-4

APK-1 QR (5-7) panas 742958.83 742.96

0.70

Q1 (3-6) dingin 518604.85 518.60

Q2 (7-9) panas 179483.63 179.48

0.71 Q3 (8-10) dingin 127520.78 127.52

Q4 (9-4) panas 1358947.48 1358.95

0.70 Q5 (10,12-11) dingin 953059.57 953.06

Q6 (4-2) panas 336973.74 336.97

0.70 Q7 (1-3) dingin 235181.27 235.18

Perbandingan energi panas yang dibutuhkan antara skala laboratorium,

(48)
[image:48.612.138.497.383.630.2]

Tabel 12 Energi panas total yang dibutuhkan pada proses produksi biodiesel baik dengan

skala laboratorium, scale-up maupun sistem yang sudah dimodifikasi Skala

produksi

Evaporator -1

Evaporator -2

Superheater -1

Superheater

-2 Reaktor Total

Energi spesifik

(MJ) (MJ) (MJ) (MJ) (MJ) (MJ)

(MJ/kg ME) Laboratorium 0,14 0,02 0,02 0,02 0,01 0,20 7,82 Scale-up 1

ton biodiesel 5483,44 681,95 769,17 615,34 1476,84 9026,74 9,03 Modifikasi

scale-up

proses 0,00 0,00 0,00 0,00 1476,84 1476,84 1,5

4.1.2 Analisis Energi Proses Produksi Biodiesel Secara Katalitik

Keseimbangan massa pada proses produksi biodiesel secara katalitik dengan kapasitas 1 ton biodiesel per batch ditunjukkan pada Tabel 13, dan diagram alir ditunjukkan pada Gambar 9. Keseimbangan massa ini diperoleh dari data sekunder proses katalitik Balai Rekayasa Desain dan Sistem Teknologi, Serpong 2007 (Lampiran 7).

(49)
[image:49.612.135.501.121.667.2]

Tabel 13 Keseimbangan massa pada proses produksi biodiesel secara katalitik

Komponen Massa Input

(kg/batch)

Massa Output

(kg/batch) Minyak

TG

dalam biodiesel dalam crude glycerol

dalam waste water

FA

dalam biodiesel dalam crude glycerol

dalam waste water

MeOH

dalam biodiesel dalam waste water

dalam crude glycerol

dalam drying tank

dalam distilation column

dalam refluk tank losses dalam refluk tank

NaOH

dalam crude glycerol

H2O

dalam waste water

dalam crude glycerol

dalam distilation column dalam methanol vapour

dalam vacuum dryer

Produksi biodiesel: Pure ME

dalam crude glycerol

dalam waste water

Produksi Gliserol: Pure GL dalam biodiesel dalam waste water

dalam drying tank

dalam distilation column

dalam refluk tank losses dalam pure GL Sabun

dalam biodiesel dalam waste water

dalam crude glycerol

dalam vacuum dryer losses dalam evaporator

Kotoran (Impurities)

dalam biodiesel dalam waste water

dalam crude glycerol

1045,66

1039.2

5,42

523,96

11,04

1770,9

11,8

7,16 1,56 3,08 5,42

3,78 0,02 1,62 412,504

0,12 11,04 0,72 1,10 0,84 397,601 1,083 1,64

1,64 1770,9

1045,60 3,46 706,9 14,86 0,08 1007,3

999,72 2,56 5,02 110,49

19,35 0,82 4,98 0,82 15,72 0,043 68,757 31,146

0,64 3,00 8,32 0,64 18,546 0,2

0,02 0,08 0,10

Total 3351,56 3351,56

(50)

menunjukkan bahwa energi yang dihasilkan pada proses reaksi sebagai akibat dari reaksi eksotermik, berdasarkan keseimbangan energi lebih besar dibandingkan untuk pemanasan produk.

Tabel 14 Energi panas yang dibutuhkan pada proses produksi biodiesel secara katalitik

Komponen Energi panas Energi spesifik

(kJ) (MJ) (MJ/kg ME)

Mixing Methanol Tank 10217,80 10,22 0,0102

Reaktor -25407,41 -25,41 -0,0254

Washing Tank 93054,63 93,05 0,0935

Vacuum Dryer 220037,16 220,04 0,2200

Evaporator Tank 29287,80 29,29 0,0293

Distilation Tank 802583,69 802,58 0,8026

Total 1129773,67 1129,77 1,13

Energi listrik yang dibutuhkan pompa dan elektromotor untuk mengalirkan bahan dan produk serta untuk mengaduk campuran ditunjukkan pada Tabel 15.

Tabel 15 Energi listrik yang dibutuhkan pompa dan elektromotor pada produksi biodiesel katalitik

Komponen Daya Waktu Energi

(kW) (Jam) (kJ) (MJ)

Mixed Methanol Pump 0,37 0,50 666,0 0,67

Reaktor 1 Circulation Pump 1,10 1,00 3960,0 3,96

Reaktor 2 Circulation Pump 1,10 1,00 3960,0 3,96

Drying Circulation Pump 1,10 2,00 7920,0 7,92

Vacuum Pump 2,20 1,00 7920,0 7,92

Evaporator Pump 0,20 3,33 2397,6 2,40

Distilation Feed Pump 0,20 3,33 2397,6 2,40

Reflux Pump 0,37 3,33 4435,6 4,44

Cooling Tower Pump 0,75 3,33 8991,0 8,99

Hot Water Pump 0,75 0,33 891,0 0,89

Mixer 2 Mixing Catalyst 1,10 0,50 1980,0 1,98

Mixer 3 Reactor 1 1,50 1,00 5400,0 5,40

Mixer 4Reactor 2 1,50 1,00 5400,0 5,40

(51)

4.1.3 Perbandingan Rasio Energi Proses Produksi Biodiesel Secara Non-katalitik dan Katalitik

Kandungan energi pada proses produksi biodiesel secara non-katalitik skala laboratorium maupun skala 1 ton/jam serta pada produksi biodiesel secara katalitik dapat ditunjukkan pada Tabel 16.

Tabel 16 Kandungan energi bahan umpan dan produk pada proses produksi biodiesel secara non-katalitik dan katalitik

Nama

massa (kg) Unit Energi (MJ)

Non-katalitik

Katalitik

(MJ/kg)

Non-katalitik

katalitik skala

laboratorium

skala 1 ton/jam

skala laboratorium

skala 1 ton/jam

CPO 0,02564 1001,71 1045,66 36,00 0,923 36061,53 37643,76 Metanol 0,00271 106,03 111,46 19,90 0,054 2110,09 2217,97 Biodiesel 0,02559 1000,00 999,72 39,70 1,016 39700,00 39688,88 CPO sisa 0,00003 1,10 11,80 36,00 0,001 39,60 424,80

Energi total yang dibutuhkan untuk memproduksi tiap kilogram biodiesel dapat ditunjukkan pada Tabel 17. Energi input per kg biodiesel yang terkecil dan energi output terbesar adalah pada proses produksi secara non-katalitik hasil modifikasi yaitu sebesar 39,63 MJ/kg dan 39,74 MJ/kg.

Tabel 17 Energi input dan output per kilogram produksi biodiesel

Proses produksi

energi (MJ/ton biodiesel)

energi (MJ/kg biodiesel)

Input Output Input Output

Katalitik 41047,83 40113,68 41,05 40,12

scale-up 1 ton proses

non-katalitik 47315,41 39739,60 47,32 39,74

Modifikasi scale-up proses

non-katalitik 39627,65 39739,60 39,63 39,74

Tabel 18 Rasio energi proses produksi biodiesel secara non-katalitik dan katalitik

Proses produksi

energi panas (MJ)

energi listrik (MJ)

Kandungan energi (MJ)

Rasio energi

Input Output Input Output Input Output Katalitik 1129,77 56,32 39861,73 40113,68 0,98

scale-up 1 ton proses

non-katalitik 9164,57 18,79 38171,62 39739,60 0,84 Modifikasi scale-up

(52)

Berdasarkan energi panas dan energi listrik yang diperlukan pada dua proses tersebut serta kandungan energi bahan umpan dan produk, maka diperoleh rasio dan efisiensi energi seperti yang ditunjukkan pada Tabel 18. Dari tabel tersebut, rasio terbesar adalah pada proses non-katalitik yang telah dimodifikasi. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan Alat Penukar Kalor (APK) yang memiliki efektivitas 0,7 pada proses non-katalitik yang dimodifikasi dapat meningkatkan rasio energi.

Dari Tabel 16, kandungan energi CPO adalah 36,00 MJ/kg sedangkan kandungan

Gambar

Tabel 5 Titik didih normal  fatty acid dan FAME
Gambar 5 Alur pelaksanaan penelitian proses produksi biodiesel katalitik dan
Gambar 6 Langkah-langkah proses analisis eksergi
Tabel 11 Efektivitas APK pada proses produksi biodiesel skala scale-up
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari segi sosial budaya ini merupakan salah satu tantangan untuk kami khususnya saya yang harus bisa beradaptasi dengan kehidupan dan cara bersosialisasi di

Tuturan yang disampaikan oleh P pada meme di atas termasuk ke dalam jenis TTE menyindir dengan satuan penanda lingual adalah semua tuturan witing PHP jalaran saka

aat 2enulis mendapat(an (esempatan untu( liputan (e 'alai ?ota ?/ 3a(arta, 2enulis melewati tempat par(ir ubernur yang saat itu masih 3o(owi dan (osong (arena 3o(owi sedang 

Berdasarkan analisis daya dukung lingkungan kelerengan lahan kondisi datar (0-8% s/d 15%) terutama di wilayah tengah dan timur layak untuk pemanfaatan kawasan wisata alam

Dalam penelitian ini digunakan analisis regresi, gunanya adalah untuk mengetahui adakah pengaruh yang signifikan pada pengaruh training Islamic Excellent Service

Menurut salah satu karyawan, pemimpin merupakan sesuatu yang akan menjadi tolak ukur para karyawan dalam bekerja, ketika pemimpin mereka tidak ramah dan tidak berbaur kepada

Alhamdulillahirabbil’alamin segala puji Allah SWT yang telah melimpahkan berkah, rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah yang

Dengan begitu mungkin psikolog akan berpikir saya adalah orang yang teliti (menggambar detil dari ujung akar sampai ujung daun) dan orang yang suka dengan hasil