• Tidak ada hasil yang ditemukan

Profilling the Volatil Compounds of Variety of Essential Oils Species From Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Profilling the Volatil Compounds of Variety of Essential Oils Species From Indonesia"

Copied!
112
0
0

Teks penuh

(1)

ERWIN RIYADI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa Tugas Akhir yang berjudul “Profil Senyawa Volatil pada Berbagai Jenis Minyak Atsiri asal Indonesia” adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Tugas Akhir ini.

Bogor, 06 Juni 2012

(3)

Species From Indonesia. Under Supervision of NURI ANDARWULAN and DIDAH NUR FARIDAH

This study was conducted to identify the volatil compounds of essential oils from Indonesia and its comparison with national or international standards. Essential oils for the research were nutmeg oil, patchouli oil, vetiver oil, java citronellal, cananga oil, ylang-ylang oil, terpentin oil, fresh ginger oil, kaffir lime leaf oil and black pepper oil. The samples were analized by Gas Chromatography (GC) and Gas Chromatography Mass Spectromety (GC-MS) for identification of their volatil compounds. The result of the research showed that quantitative data based on area of chromatogram of Sulawesi and Java nutmeg oil fulfilled the specification of flavor and fragrant multi national company standard. Sulawesi, Java and Sumatra patchouli oil fullfilled the specification of International Standard based on the volatil compounds parameters. West Java vetiver oil fulfilled the specification of ISO standard based on the volatil compounds parameters. West Java terpentine oil fulfilled the specification of National standard for Standard Group based on the volatil compounds parameters. Java kaffir lime leaf oil fullfilled the specification of flavor and fragrant multi national company standard based on the volatil compounds parameters. Finally, Java citronelal oil fulfilled the specification of National Standard (SNI) based on the volatil compounds parameters.

(4)

Indonesia. Dibimbing oleh Nuri Andarwulan dan Didah Nur Faridah.

Tujuan penelitian ini adalah melakukan identifikasi senyawa volatil minyak atsiri asal Indonesia dan gap analysis antara senyawa volatil pada minyak atsiri asal Indonesia tersebut dengan standar atau literatur yang ada dan berlaku. Jenis minyak atsiri yang diidentifikasi didasarkan terutama atas minyak atsiri yang memiliki nilai pangsa pasar yang besar terutama ekspor yaitu minyak pala, minyak nilam, minyak akar wangi, minyak sereh wangi, minyak kenanga, minyak ylang-ylang dan minyak terpentin. Selain itu jenis minyak atsiri lainnya yang potensial dikembangkan yaitu minyak jahe segar, minyak daun jeruk purut dan minyak lada hitam. Keseluruhan minyak atsiri yang diteliti sebagian besar berasal dari pengumpul minyak atsiri yang berlokasi di Jawa Barat yang sampelnya diambil dari para penyuling di daerah di Indonesia

Analisis senyawa volatil pada semua minyak atsiri tersebut dilakukan secara kuantitatif menggunakan alat GC (gas chromatography) dan secara kualitatif menggunakan GC-MS (gas chromatograhy-mass spectrophotometry). Selanjutnya dilakukan gap analysis dengan membandingkan antara data hasil penelitian ini dengan standar yang ada baik Standar Nasional Indonesia (SNI), standar industri flavor dan fragran, standar internasional dan literatur.

Dari hasil penelitian ini diperoleh sekitar 35 senyawa volatil pada minyak pala asal Sulawesi dan Jawa. Komponen utama minyak pala diantaranya alpha pinene, sabinene, beta pinene dan myristicin. Berdasarkan pada parameter senyawa volatilnya maka minyak pala asal Jawa dan Sulawesi masuk spesifikasi standar industri multi nasional (flavor dan fragran) namun tidak masuk standar

European Pharmacopoeia (EP).

Minyak nilam asal Jawa, Sumatra dan Sulawesi mengandung komponen utama yaitu patchouli alcohol, alpha guaiene, seychellene, alpha patchouelene

dan alpha bulnesene. Ada 30 komponen senyawa volatil yang teridentifikasi pada minyak nilam tersebut. Minyak nilam asal Jawa, Sumatra dan Sulawesi memenuhi persyaratan standar ISO dan standar industri multi nasional (flavor dan fragran).

Minyak jahe segar asal Jawa terdiri dari 70 senyawa volatil yang teridentifikasi dengan komponen utama yaitu zingiberene, champene, beta phellandrene, alpha curcumene dan beta sesquephellandrene.

Minyak akar wangi asal Jawa barat mengandung senyawa volatil terbanyak yaitu 89 senyawa volatil dengan komponen utama seperti khusimol, beta vetivenene, beta vetivone, alpha vetivone dan alpha gurjune. Minyak ini secara spesifikasi masuk standar ISO 4716 : 2002 terkait persyaratan parameter senyawa khusimol.

Minyak lada hitam asal Jawa mengandung 40 senyawa volatil yang teridentifikasi dengan komponen utama yaitu beta caryophyllene, limonene, delta-3-carene, beta pinene dan alpha pinene. Sekitar 54 senyawa volatil pada minyak kenanga asal Jawa teridentifikasi dengan komponen utama antara lain

beta caryophyllene, alpha humulene, germacrene D, delta cadinene dan alpha farnesene.

(5)

citronellal, beta linalool, beta citronellol, sabinene dan citronellyl acetate. Total senyawa volatil pada minyak daun jeruk purut asal Jawa sekitar 38 senyawa volatil. Minyak ini masuk spesifikasi standar industri multi nasional (flavor dan fragran) berdasarkan pada parameter senyawa volatilnya.

Terakhir, minyak sereh wangi asal Jawa mengandung 38 senyawa volatil yang teridentifikasi dengan komponen utama yaitu beta citronellal, geraniol, beta citronellol, geranyl acetate, limonene dan citronellyl acetate. Minyak ini masuk spesifikasi standar SNI terutama terkait batasan minimum komponen beta citronellal yang menjadi persyaratan pada standar SNI.

Secara keseluruhan rerata total persentase area yang teridentifikasi pada 10 jenis minyak atsiri yang digunakan untuk penelitian ini 97.59% (kisaran 95.00 – 99.00)

(6)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

(7)

ERWIN RIYADI

Tugas Akhir

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesi Teknologi Pangan

Pada Program Studi Magister Profesi Teknologi Pangan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Nuri Andarwulan, MSi Dr. Ir. Didah Nur Faridah, MSi

Ketua Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Magister Profesi Teknologi Pangan

Dr. Ir. Lilis Nuraida, MSc Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc

(9)

Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir berjudul “Profil Senyawa Volatil pada Berbagai Jenis Minyak Atsiri asal Indonesia” sejak Desember 2011.

Selama proses penyelesaian tugas akhir ini tidak terlepas dari dukungan berbagai pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dr. Ir. Nuri Andarwulan, Msi (selaku ketua komisi pembimbing) dan Dr. Ir. Didah Nur Faridah, Msi (selaku anggota komisi pembimbing) atas bimbingan dan arahannya selama proses penyusunan hingga tesis ini selesai.

2. Bapak Nanang Priyatno selaku pimpinan di tempat bekerja penulis atas saran dan masukkannya, ijin penggunaan laboratorium dan data pendukung lainnya.

3. Jajaran manajemen dan seluruh karyawan PT Indesso Aroma

4. Mba Tika, selaku asisten koordinator program studi Magister Profesi Teknologi Pangan yang selalu membantu pelaksanaan sidang, seminar dan ujian.

5. Keluarga tercinta terutama ayah dan ibu yang atas segala doa dan dorongannya.

6. Rekan-rekan mahasiswa seperjuangan MPTP angkatan 2010

7. Bapak dan Ibu Sarijo sekeluarga atas segala doa, nasehat dan dukungannya 8. Almarhum Bapak Harjito, Ibu Harjito, Arena, Lia dan Indah atas doa dan

dukungannya.

(10)
(11)

xi

B. Tujuan Penelitian ... 5

C. Manfaat Penelitian ... 5

TINJAUAN PUSTAKA ... 7

A. Minyak Atsiri ... 7

1. Minyak Pala (Myristica fragrans) ... 9

2. Minyak Nilam (Pogostomon) ... 11

3. Minyak Jahe (Zingiber officinale) ... 12

4. Minyak Akar Wangi (Vetiveria zizanioides) ... 13

5. Minyak Lada Hitam (Piper nigrum) ... 13

6. Minyak Kenanga (Canangium odoratum Baill forma macrophylla) ... 14

7. Minyak Ylang-Ylang (Canangium odoratum Baill forma genuina) ... 15

8. Minyak Terpentin (Pinus merkusii) ... 16

9. Minyak Daun Jeruk Purut (Citrus D.C., Rutaceae)... 17

10. Minyak Sereh Wangi (Cymbopogan winterianus Jowitt) ... 17

B. Adulteran ... 18

2. Identifikasi Senyawa Volatil Minyak Atsiri ... 22

3. Kuantifikasi Senyawa Volatil Minyak Atsiri ... 23

4. Analisis Data (Gap Analysis) ... 25

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 27

1. Minyak Pala (Myristica fragrans) ... 27

2. Minyak Nilam (Pogostomon cablin Benth) ... 32

3. Minyak Jahe Segar (Zingiber officinale) ... 38

4. Minyak Akar Wangi (Vetiveria zizanioides) ... 42

5. Minyak Lada Hitam (Piper nigrum) ... 46

6. Minyak Kenanga (Canangium odoratum Baill forma macrophylla) ... 49

7. Minyak Ylang-Ylang (Canangium odoratum Baill forma genuina) ... 52

8. Minyak Terpentin (Pinus merkusii) ... 55

9. Minyak Daun Jeruk Purut (Citrus D.C., Rutaceae)... 58

(12)

xii

A. Simpulan ... 69

B. Saran ... 70

DAFTAR PUSTAKA ... 71

(13)

xiii

Halaman

1. Ekspor dan impor minyak atsiri Indonesia (tahun 2003 – 2008) ... 1

2. Beberapa jenis minyak atsiri Indonesia yang merupakan komoditi ekspor dan potensial dikembangkan ... 2

3. Standar minyak pala ... 10

4. Standar minyak nilam ... 11

5. Standar minyak jahe ... 12

6. Standar minyak akar wangi ... 13

7. Standar minyak lada hitam ... 14

8. Standar minyak kenanga ... 15

9. Standar minyak ylang-ylang ... 16

10. Standar minyak terpentin ... 16

11. Standar minyak daun jeruk purut ... 17

12. Standar minyak sereh wangi ... 18

13. Kondisi setting alat GC-MS untuk uji semua sampel minyak atsiri ... 22

14. Kondisi GC (gas chromatography) untuk uji sampel minyak pala, minyak akar wangi, minyak sereh wangi, minyak ylang-ylang, minyak kenanga dan minyak terpentin...23

15. Kondisi GC (gas chromatography) untuk uji sampel minyak nilam, minyak daun jeruk purut, minyak lada hitam dan minyak jahe segar ... 24

(Sulawesi dan Jawa) ... 28

17. Profil senyawa volatil minyak pala asal Sulawesi dan Jawa dibandingkan dengan literatur ... 31

18. Jenis senyawa volatil penyusun minyak nilam asal Indonesia (Sulawesi, Jawa dan Sumatra) ... 33

(14)

xiv

22. Jenis senyawa volatil penyusun minyak akar wangi asal Jawa Barat ... 43 23. Profil senyawa volatil minyak akar wangi dibandingkan dengan

literatur ... 45 24. Jenis senyawa volatil penyusun minyak lada hitam asal Jawa ... 47 25. Profil senyawa volatil minyak lada hitam dibandingkan dengan

literatur ... 48 26. Jenis senyawa volatil penyusun minyak kenanga asal Jawa ... 50 27. Komponen utama dari senyawa penyusun minyak kenanga asal Jawa . 50 28. Jenis senyawa volatil penyusun minyak ylang-ylang asal Jawa ... 54 29. Profil senyawa volatil minyak ylang-ylang asal Jawa dibandingkan

dengan literatur ... 55 30. Jenis senyawa volatil penyusun minyak terpentin asal Jawa Barat ... 56 31. Profil senyawa volatil minyak terpentin dibandingkan dengan

literatur ... 58 32. Jenis senyawa volatil penyusun minyak daun jeruk asal Jawa ... 59 33. Profil senyawa volatil minyak daun jeruk purut asal Jawa dibandingkan

dengan literatur ... 60

34. Jenis senyawa volatil penyusun minyak sereh wangi asal Jawa ... 63 35. Profil senyawa volatil minyak sereh wangi asal Jawa dibandingkan

dengan literatur ... 64 36. Data rekapitulasi hasil penelitian 10 jenis minyak atsiri (13 buah

(15)

xv

1. Kromatogram GC minyak pala Indonesia asal Sulawesi dan Jawa ... 27

2. Spektrum massa dan struktur myristicin ((C11H12O3) dengan berat Molekul 192 ... 29

3. Kromatogram GC minyak nilam Indonesia asal Sulawesi, Sumatra dan Jawa ... 33

4. Spektrum massa dan struktur patchouli oil (C15H26O) dengan berat Molekul 222 ... 34

5. Kromatogram GC minyak jahe segar asal Jawa ... 38

6. Spektrum massa dan struktur zingiberene (C15H24) dengan berat Molekul 204 ... 42

7. Kromatogram GC dari minyak akar wangi asal Jawa Barat ... 43

8. Struktur khusimol (C15H24O) dengan berat molekul 220 ... 46

9. Kromatogram GC dari minyak lada hitam asal Jawa ... 46

10. Spektrum massa dan struktur beta caryophyllene (C15H24) dengan berat molekul 204 ... 47

11. Kromatogram GC dari minyak kenanga asal Jawa ... 51

12. Spektrum massa dan struktur beta linalool (C10H18) dengan berat molekul 154 ... 52

13. Kromatogram GC dari minyak ylang-ylang asal Jawa ... 54

14. Kromatogram GC dari minyak terpentin asal Jawa Barat ... 56

15. Spektrum massa dan struktur alpha pinene (C10H16) dengan berat molekul 136 ... 58

16. Kromatogram GC dari minyak daun jeruk purut asal Jawa ... 59

17. Spektrum massa dan struktur beta citronellal(C10H18O) dengan berat molekul 154 ... 60

(16)

xvi

1. Data senyawa volatil minyak pala Indonesia asal Sulawesi dan Jawa .... 76

2. Data senyawa volatil minyak nilam Indonesia asal Sulawesi, Jawa dan Sumatra ... 77

3. Data senyawa volatil minyak jahe asal Jawa ... 80

4. Data senyawa volatil minyak akar wangi asal Jawa Barat ... 82

5. Data senyawa volatil minyak lada hitam asal Jawa ... 85

6. Data senyawa volatil minyak kenanga asal Jawa ... 88

7. Data senyawa volatil minyak ylang-ylang asal Jawa ... 89

8. Data senyawa volatil minyak terpentin asal Jawa Barat ... 91

9. Data senyawa volatil minyak daun jeruk purut asal Jawa... 92

(17)

A. LATAR BELAKANG

Dewasa ini sekitar 200 jenis minyak atsiri diperdagangkan di pasar dunia dan tidak kurang dari 80 jenis diantaranya diproduksi secara kontinyu. Minyak atsiri merupakan salah satu komoditi Indonesia baik untuk pasar lokal maupun pasar ekspor. Lebih dari 40 jenis minyak atsiri yang sudah dikenal dan ada di Indonesia, 15 jenis diantaranya sudah menjadi komoditi ekspor yaitu minyak sereh wangi (java citronellal), minyak nilam (patchouli oil), minyak akar wangi

(vetiver oil), minyak kenanga (cananga oil), minyak ylang ylang (ylang ylang oil), minyak pala (nutmeg oil), dan minyak terpentin. Selain itu, beberapa jenis minyak atsiri lainnya yang potensial dikembangkan adalah minyak jahe (ginger oil),

minyak daun jeruk purut (kaffir lime leaf oil), dan minyak lada hitam (black pepper oil). Minyak atsiri digunakan dalam pembuatan obat-obatan, parfum, kosmetika, sabun, detergen, flavor dalam makanan dan minuman dan aroma terapi.

Negara tujuan ekspor minyak atsiri Indonesia antara lain adalah USA (23%), Inggris (19%), Singapura (18%), India (8%), Spanyol (8%), Perancis (6%), Cina (3%), Swiss (3%), Jepang (2%) dan negara-negara lainnya (8%). Meskipun pangsa pasar beberapa jenis minyak atsiri tertentu relatif tinggi namun total pangsa pasar minyak atsiri Indonesia di pasar dunia hanya 2.6%. Pada tahun 2004, nilai ekspor komoditas atsiri mencapai USD 47.2 juta, namun Indonesia juga mengimpor minyak atsiri serta olahannya sebesar USD 117.2 juta sehingga neraca perdagangan minyak atsiri Indonesia menjadi minus.

Tabel 1 Ekspor dan impor minyak atsiri Indonesia (tahun 2003 – 2008) Tahun Ekspor (USD) Peningkatan

(%)

Impor (USD) Peningkatan (%)

2003 59,766,299 - 193,125,000 -

2004 70,732,539 18.34 289,574,000 49,94

2005 93,320,585 31.93 320,152,000 10,56

2006 67,324,969 27.85 350,758,000 9,56

2007 101,140,080 50.23 381,940,000 8,89

2008 66.250.125 - - -

(18)

Tabel 2 Beberapa jenis minyak atsiri Indonesia yang merupakan komoditi ekspor dan 1 Minyak pala Komoditi ekspor

(350 ton per tahun, 2 Minyak nilam Komoditi ekspor (800

ton per tahun, pangsa 3 Minyak Jahe Potensial dikembangkan

(pangsa pasar 0.4%)

Pangsa pasar 0.9% Sumatra ( Lampung) dan Jawa

FCC (Food Chemical codex)

6 Minyak kenanga Komoditi ekspor (25 ton per tahun, pangsa pasar

Potensial dikembangkan Jawa SNI 06-7224-2006, standar

EOA No.200 8 Minyak terpentin Produksi Indonesia

10000 ton per tahun

(19)

dari kualitas dan kuantitasnya tidak mengalami banyak perubahan. Hal ini disebabkan sebagian besar unit pengolahan minyak atsiri masih menggunakan teknologi sederhana atau tradisional dan umumnya memiliki kapasitas produksi yang terbatas. Mutu yang rendah sangat erat kaitannya dengan beberapa faktor penyebab antara lain rendahnya kapasitas sumber daya manusia sebagai petani maupun penyuling, pengelolaan bisnis yang tradisional dengan segala keterbatasannya dan teknologi serta teknik produksi yang masih tradisional dan berkualitas rendah.

Ekspor minyak atsiri Indonesia ke pasar internasional sebagian besar masih berupa produk setengah jadi. Industri pengguna minyak atsiri terbesar adalah industri flavour (50%) dan fragrance (20-25%). Industri pengguna lainnya diantaranya adalah aromaterapi (5-10%), farmasi, insektisida dan bidang lainnya. Menurut United Nations Trade Statistics, perdagangan minyak atsiri dan produk terkait tumbuh sekitar 10% per tahun dimana pasar untuk flavour dan fragrance

antara 4 – 5% per tahun. Pelaku usaha di bidang minyak atsiri sudah banyak di Indonesia biasanya para pelaku usaha di Indonesia berorientasi terutama untuk pasar ekspor walaupun sebagian juga untuk kebutuhan pasar lokal yang permintaan pasar terus meningkat dari tahun ke tahun. Pelaku usaha tersebut ada yang memiliki lahan pertanian, pengolahan ataupun hanya sebagai trader. Minyak atsiri sendiri sudah digunakan untuk berbagai aplikasi baik di bidang pangan, parfum, obat-obatan ataupun bidang yang lain.

Sekarang ini kualitas minyak atsiri jadi sorotan utama terutama yang berasal dari negara berkembang seperti Indonesia dimana tuntutan pasar ekspor seperti Eropa dan Amerika menuntut kualitas yang baik dan konsisten. Banyaknya standar yang berlaku terutama standar internasional pastinya memberikan kendala oleh para eksportir terutama dari Indonesia.

(20)

ketentuan yang ada tidak bisa mengeskpor dan mengimpor produk ke pasar Uni Eropa.

Semakin ketatnya regulasi di Eropa dan Amerika bisa menguntungkan maupun merugikan bagi para pelaku usaha lokal. Pelaku usaha atau industri minyak atsiri yang memiliki finansial, fasilitas dan SDM (sumber daya manusia) yang baik kemungkinan bisa mengatasi permasalahan tersebut terkait regulasi yang semakin ketat dan kompleks tersebut sebaliknya bagi para pelaku usaha tradisional hal ini bisa menyebabkan banyak masalah yang pada akhirnya kerugian jika tidak bisa memenuhi standar yang ada. Salah satu permintaan konsumen yaitu pasar Eropa dan Amerika saat ini adalah terkait kelengkapan data informasi mengenai komposisi senyawa volatil yang ada di minyak atsiri secara lebih detail. Pada umumnya senyawa kimia yang ada di minyak atsiri mayoritas senyawa volatil yang kompleks dan berjumlah banyak.

Dalam rangka memenuhi persyaratan tersebut maka diperlukan analisis senyawa volatil (mudah menguap) pada minyak atsiri baik secara kualitatif maupun kuantitatif menggunakan alat GC (gas chromatography) dan GC-MS

(gas chromatograhy-mass spectrophotometry). Analisis secara kualitatif dengan alat GC-MS berarti bisa menentukan jenis senyawa kimia yang belum diketahui sedangkan analisis kuantitatif ditujukan untuk penentuan konsentrasi atau kadar senyawa volatil.

Jenis minyak atsiri yang diidentifikasi didasarkan atas minyak atsiri yang memiliki nilai pangsa pasar yang besar terutama ekspor, minyak atsiri yang potensial dikembangkan dan juga memperhatikan mengenai ketersediaan bahan minyak atsiri yang ada. Minyak atsiri yang diteliti adalah minyak pala, minyak nilam, minyak jahe segar, minyak akar wangi, minyak lada hitam, minyak kenanga, minyak ylang-ylang, minyak terpentin, minyak daun jeruk purut dan minyak sereh wangi.

Setelah tahap identifikasi dilanjutkan gap analysis dengan membandingkan antara data hasil penelitian ini dengan standar yang ada baik Standar Nasional Indonesia (SNI), standar industri (flavor dan fragran) ataupun standar internasional seperti ISO (International Standard), FCC (Food Chemical Codex)

(21)

B. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan dari penelitian ini adalah melakukan identifikasi senyawa volatil minyak atsiri asal Indonesia dan gap analysis antara senyawa volatil pada minyak atsiri asal Indonesia dengan standar yang ada dan berlaku.

C. MANFAAT PENELITIAN

(22)
(23)

A. Minyak Atsiri

Indonesia termasuk salah satu negara penghasil utama minyak atsiri di dunia. Terdapat kurang lebih 45 jenis tanaman penghasil minyak atsiri tumbuh di Indonesia, namun kira-kira baru 15 jenis yang sudah menjadi komoditi ekspor yaitu minyak sereh wangi (citronella oil), minyak akar wangi (vetiver oil), minyak nilam (patchouli oil), minyak kenanga (cananga oil), minyak cendana

(sandalwood oil), minyak pala dan fuli (nutmeg oil dan mace oil), minyak daun, gagang, dan bunga cengkeh (clove leaf oil, clove steam oil, clove bud oil), minyak lawang (culilawan oil), minyak massoi (massoi bark oil), minyak pangi

(Sasafras oil), minyak jahe (ginger oil), minyak lada (black pepper oil), minyak gaharu (agarwood oil), minyak turpentin (turpentine oil), cajeput oil, kaffir lime oil,

sementara di pasar internasional terdapat 90 jenis minyak atsiri diperdagangkan (Ma’mun 2006)

Minyak atsiri adalah zat berbau yang terkandung dalam tanaman. Tanaman ini disebut juga minyak menguap, minyak eteris, minyak essensial karena pada suhu kamar mudah menguap. Minyak atsiri terkandung dalam berbagai organ seperti di dalam rambut kelenjar (family Labiatae), di dalam sel-sel parenkim (family Piperaceae), di dalam rongga-rongga skizogen dan lisigen

(pada family Pinaceae dan Rutaceae). Minyak atisiri dapat terbentuk oleh protoplasma akibat adanya peruraian lapisan resin dari dinding sel atau hidrolisis dari glikosida tertentu yang mempunyai tiga fungsi yaitu membantu proses penyerbukan dan menarik beberapa jenis serangga atau hewan, mencegah kerusakan tanaman oleh serangga atau hewan dan sebagai cadangan makanan bagi tanaman. Minyak atsiri digunakan sebagai bahan baku dalam berbagai industri, misalnya industri parfum, kosmetika, farmasi, bahan penyedap (flavoring agent) dalam industri makanan dan minuman (Ketaren 1985).

(24)

biosintetis asam asetat mevalonat dan senyawa aromatik yang terbentuk lewat jalur sintetis asam sikimat, fenil propanoid.

Minyak atsiri umumnya terdiri dari berbagai campuran persenyawaan kimia yang terbentuk dari unsur karbon (C), hidrogen (H) dan oksigen (O) serta beberapa persenyawaan kimia yang mengandung unsur nitrogen (N) dan belerang (S). Umumnya komponen kimia dari dalam minyak atsiri terdiri dari campuran hidrogen dan turunannya yang mengandung oksigen yang disebut terpen atau terpenoid. Senyawa terpen mempunyai rangka karbon yang terdiri dari 2 atau lebih satuan isopren. Terpen merupakan persenyawaan hidrogen tidak jenuh dan satuan terkecil dari molekulnya disebut isopren. Klasifikasi dari terpen didasarkan atas jumlah satuan isopren yang terdapat dalam molekulnya yaitu monoterpene, seskuiterpene, diterpene, triterpene, tetraterpene dan

politerpen. Rantai molekul terpen dalam minyak atsiri merupakan rantai terbuka

(alifatis) dan rantai siklis (Ketaren 1985)

Sifat-sifat minyak atsiri diantaranya tersusun oleh bermacam-macam komponen senyawa, memiliki bau khas, mempunyai rasa getir (kadang-kadang berasa tajam, menggigit, memberi kesan hangat sampai panas, atau justru dingin ketika sampai kulit, dalam keadaan murni mudah menguap, bersifat tidak bisa disabunkan dengan alkali dan tidak bisa berubah menjadi tengik adalah salah satu sebab yang membedakannya dengan minyak lemak yang tersusun oleh asam-asam lemak. Bersifat tidak stabil terhadap lingkungan, baik pengaruh oksigen udara, sinar matahari dan panas. Minyak atsiri umumnya memiliki indeks bias yang tinggi, bersifat optis aktif dan memutar bidang polarisasi dengan rotasi spesifik karena banyak komponen penyusun yang memiliki atom C asimetrik. Pada umumnya tidak bercampur dengan air tetapi cukup dapat larut hingga dapat memberikan baunya kepada air walaupun sangat kecil kelarutannya. Minyak atsiri mudah larut dalam pelarut organik.

Parameter yang biasanya dijadikan standar untuk mengenai kualitas minyak atsiri meliputi berat jenis, indeks bias, putaran optik, bilangan asam dan kelarutan dalam alkohol. Selain itu organoleptik dan komponen-komponen kimia penyusunnya juga dijadikan acuan sebagai parameter dalam minyak atsiri.

(25)

minyak atsiri alkohol (menta oil), minyak atsiri eter fenol (minyak adas), minyak atsiri oksida (minyak kayu putih) dan minyak atsiri ester (contoh : minyak gondopuro)

Isolasi minyak atsiri dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu : 1) penyulingan (distillation), 2) pengepresan (pressing), 3) ekstraksi dengan pelarut menguap (solvent extraction), 4) ekstraksi dengan lemak (Ketaren 1985). Penyulingan dibagi dengan dua cara yaitu penyulingan langsung dimana bahan tanaman yang akan disuling mengalami kontak langsung dengan air mendidih dan penyulingan tidak langsung menggunakan sistem uap dimana bahan tanaman tidak kontak langsung dengan air tetapi kontak dengan uap air.

1. Minyak Pala (Myristica fragrans)

Minyak pala (Myristica fragrans) adalah salah satu jenis spicy essential oil

yang banyak dipakai dalam industri flavor dan fragran. Pala (Myristica fragrans)

yang banyak dibudidayakan adalah Myristica fragrans Houtt, Myristica succedanea Warb dan Myristica arargentea Reinw. Jenis minyak pala yang banyak dikembangkan adalah Myristica fragrans Houtt karena lebih ekonomis dibanding jenis yang lain. Daerah penyebaran di Indonesia untuk tanaman

Myristica fragrans Houtt adalah Sulawesi (Manado dan Makasar), Jawa (Bogor), Aceh dan Papua. Minyak pala diperoleh dari biji pala dengan kandungan volatil oil sekitar 6-17%. Biji pala mengandung lignin, stearin, minyak atsiri, starch, gum

dan senyawa asam. Pala merupakan tanaman asli Indonesia yang berasal dari Banda dan Maluku.

Sentra perkebunan pala terbesar adalah Maluku, Aceh, Sangihe Talaud, Papua, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Karakter odor dari nutmeg oil

adalah warm, spicy, fresh, light, heavy dan camphoraceous (Reineccius 1992) Komponen-komponen minyak pala diantaranya alpha pinene, beta pinene, sabinene, limonene, delta-3-carene, terpinolene, safrol, eugenol, methyl eugenol, isoeugenol, myristicin dan elemicin. Safrol bersifat genotoksik dan karsinogenik. SCF (Scientific Commitee for Food) merekomendasikan batas penggunaan safrol untuk makanan dan minuman adalah 1 mg/kg sedangkan pala yang mengandung safrol dibatasi 15 mg/kg dalam makanan atau pangan. CEFS

(26)

bersifat karsinogenik dengan batasan penggunaan untuk aplikasi fragran adalah 0.02% (IFRA 2009).

Tabel 3 Standar minyak pala

Parameter Standar FCC IV (Food Chemical Codex)

Odor Standar Standar Standar

Sumber : PT Indesso Aroma (2011), Food Chemical Codex (FCC 1996),

(27)

2. Minyak Nilam (Pogostemon)

Berdasarkan penelitian Nuryani (2006), tanaman nilam di Indonesia dibedakan menjadi tiga jenis berdasarkan karakter morfologi, kandungan dan kualitas minyak dan ketahanan terhadap biotik dan abiotik yaitu Pogostemon cablin Benth (nilam Aceh), Pogostemon hortensis (nilam sabun) dan Pogostemon heuneanus (nilam Jawa).

Tabel 4 Standar minyak nilam (patchouli oil)

Parameter Standar industri multi nasional flavor dan

Bentuk Cairan Cairan Cairan

Komponen % (GC)

Limonene : 0.00 – 0.04%, linalool : 0.00 – 0.03%, cinnamic alcohol : 0.00 – 0.001%, eugenol : 0.00 – 0.08%, a-copaene : 0.00 – 1.00%, beta patchoulene : 2.00 – 3.00%, beta

caryophyllene: 3.00 –5.00%, alpha guaiene : 13.00 – 17.00%, Seychellene : 3.00 – 8.00% , alpha

Kelarutan 10% dalam ethanol 90% 10% dalam ethanol

90%

Maksimal 8 Maksimal 5 Maksimal 8

Bilangan ester

Maksimal 10 Maksimal 20

Kadar Fe Maksimal 25 ppm

(28)

Nilam yang paling banyak ditanam dan luas penyebarannya adalah nilam Aceh karena kadar dan kualitas minyak yang dihasilkan lebih tinggi dibandingkan dengan jenis yang lain. Minyak nilam digunakan sebagai fiksatif dalam industri parfum, sabun, kosmetik dan tonik rambut. Kandungan utama minyak nilam terdiri dari persenyawaan terpene dengan alkohol, aldehid dan ester.

Salah satu komponen minyak nilam adalah patchouli alcohol yang merupakan ciri khas dari minyak nilam dan merupakan komponen utama dari minyak jenis ini. Karakter odor dari minyak nilam yaitu adalah woody dan

balsamic. Daerah penghasil minyak nilam adalah Aceh, Jawa dan Sumatra. Namun sekarang, minyak nilam dari Sulawesi mulai berkembang.

3. Minyak Jahe (Zingiber officinale)

Ginger oil atau minyak jahe kebanyakan berasal dari jenis rizoma Zingiber officinale Roscoe yang memiliki kandungan minyak sekitar 1 – 2% dengan wilayah penyebarannya hampir di semua negara tropis yang berlahan basah. Minyak jahe terdiri lebih dari 24 komponen diantaranya monoterpene (phellandrene, champene, cineol, citral dan borneol), zingiberene dan bisabolene. Kegunaan dari minyak ini sebagai bumbu, bahan minuman, industri farmasi dan lain-lain (Young et al. 2002).

Tabel 5 Standar minyak jahe

Parameter SNI 06-4374-1996 FCC IV (Food Chemical

Codex)

Warna Kuning muda – kuning Kuning muda – kuning Berat jenis 0.8720 – 0.8890 (d25/25) 0.870 – 0.882 (d25/25) Indeks bias (d20/20) 1.4850 – 1.4920 1.488 – 1.494 Putaran optik ( d25/25) (-14) – (-33)0 (-28) – (-47)0 Bilangan asam Maksimal 2

Bilangan penyabunan Maksimal 15 Maksimal 20

Bilangan penyabunan setelah asetilasi

Maksimal 90 Bilangan asam maksimal 4

Sumber : Badan Standardisasi Nasional (BSN, 2011) dan Food Chemical Codex

(FCC, 1996)

(29)

pada minyak jahe kering ada proses pengeringan sehingga beberapa senyawa volatil menguap sebelum disuling (Weiss, diacu dalam Toure dan Xiaoming 2007). Karakteristik organoleptik dari minyak jahe adalah warm, spicy dan woody note dengan slight lemony note. Minyak jahe asal Madagaskar mengandung komponen utama camphene, zingiberene, ar-curcumen dan geranial (Koroch et al. 2007). Kandungan zingiberene pada minyak jahe segar (fresh ginger oil)

adalah 28.6% sedangkan zingiberene pada minyak jahe kering (dry ginger oil)

adalah 30.0% (Sasidharan dan Menon 2010)

4. Minyak Akar Wangi (Vetiveria zizanioides)

Minyak akar wangi diekstrak dari akar kering Vetiveria zizanioides. Kandungan minyak dari akarnya sekitar 0.5% disuling dengan steam distillation. Komponen penyusun minyak akar wangi diantaranya asam benzoat, vetiverol, alpha vetivenone, beta vetivone, vetivene, vetivenyl vetivenate dan furfural

(Reineccius 1992). Karakteristik khas odor dari minyak akar wangi adalah woody

dan balsamic. Sentra budidaya tanaman akar wangi di Indonesia di Jawa Barat (Garut). Minyak akar wangi Garut dalam dunia perdagangan lebih dikenal dengan sebutan “Java Vetiver Oil”.

Tabel 6 Standar minyak akar wangi

Parameter ISO 4716 : 2002(E)

Warna Coklat kekuningan – coklat kemerahan

Berat jenis 0.9765 – 1.0345 (d25/25)

Indeks bias (d20/20) 1.5180 – 1.5280

Putaran optik ( d25/25) (-17) – (32)0

Kelarutan Dalam ethanol 95%, 1 : 1 jernih dan seterusnya jernih

Bilangan penyabunan 5 - 25

Bilangan asam 10 – 35

Bilangan ester setelah asetilasi 100 - 150

Kadar khusimol 6 – 11%

(30)

5. Minyak Lada Hitam (Piper nigrum)

Minyal lada hitam diekstraksi dari buah tanaman Piper nigrum keluarga dari

piperaceae. Tanaman ini biasanya digunakan untuk bumbu, analgesik, antiseptik, antispasmodik, antitoksik, aphrodisiak, diaphoretik, digestif, diuretik dan laksatif. Komposisi kimia dari minyak ini diantaranya alpha thujone, alpha pinene, champene, sabinene, beta phinene, alpha phelandrene, myrcene, limonene, caryophyllene, beta farnesene, beta bisabolene, linalool dan terpinen-4-ol. Kandungan minyak dari buahnya sekitar 2% menggunakan distilasi uap (Reineccius 1992).

Sumber komersial dari lada hitam dan minyak lada putih adalah India, Malaysia, Singapura, Indonesia, Kamboja, Vietnam, Srilanka, Brazil dan Afrika barat. Lada dari India secara sensori lebih aromatis sedangkan lada dari Malaysia dan Indonesia kurang aromatis namun lebih pungent. Minyak lada hitam banyak dihasilkan oleh India dan Srilanka. Di Indonesia umumnya berasal dari Lampung (Sumatra) namun beberapa daerah seperti di Jawa juga diproduksi minyak tersebut.

Tabel 7 Standar minyak lada hitam

Parameter Standar FCC IV (Food Chemical

Codex)

Warna Tidak berwarna – agak kehijauan

(slightly green)

Rotasi optik (+1) – (-33.5)0 pada suhu 20 0C

Indeks bias 1.479 – 1.488 (nD/20)

Kelarutan di alkohol (ethanol) 1 mL dalam 3 mL 95 % alkohol Sumber : Food Chemical Codex (FCC, 1996)

6. Minyak Kenanga (Canangium odoratum Baill forma macrophylla)

(31)

odorata banyak ditemukan di daerah Jawa. Komponen minyak ini salah satunya adalah kelompok sesquiterpene alcohol (Reineccius 1992).

Tabel 8 Standar minyak kenanga

Parameter FCC IV (Food Chemical

Codex)

SNI 06-3949-1995

Warna Kuning muda – kuning tua Kuning muda – kuning tua Berat jenis 0.904 – 0.920 0.903 – 0.905 Indeks bias (d20/20) 1.493 – 1.503 1.493 – 1.503 Putaran optik ( d25/25) (-15) – (-30)0 (-15) – (-30) Kelarutan Dalam ethanol 95%, 1 : 0.5

jernih dan seterusnya jernih

Dalam ethanol 95%, 1 : 0.5 jernih dan seterusnya jernih

Bilangan penyabunan 10 -40 15 - 35

Sisa penyulingan uap (v/v)

Maksimal 5 Zat asing : lemak,

minyak pelikan, alkohol tambahan

negatif

Sumber : Badan Standardisasi Nasional (BSN, 2011) dan Food Chemical Codex

(FCC, 1996)

7. Minyak Ylang-Ylang (Canangium odoratum Baill forma genuina)

Ylang-ylang oil diperoleh dengan ekstraksi dari bunga Canangium odoratum Baill forma genuina. Komposisi utama dari minyak ylang-ylang adalah

(32)

Tabel 9 Standar minyak ylang-ylang

kuning kuning kuning Berat jenis 0.906 – 0.976

8. Minyak Terpentin (Pinus merkusii)

Minyak terpentin berasal dari pohon pinus (Pinus merkusii) yang memiliki kandungan minyak sekitar 10–15 %. Komposisi dari minyak terpentin diantaranya

alpha pinene, beta pinene, limonene, terpene alcohol dan komponen terpene

lainnya (Masten 2002). Di Indonesia, pohon pinus sekitar 300000 hektar dan kapasitas produksi dari gum resin pinus lebih dari 500000 ton per tahun. Pohon ini tumbuh alami di Aceh, Sumatra Utara dan Jambi sedangkan sentra perkebunan (plantation) di Sumatra Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Utara.

Tabel 10 Standar minyak terpentin

Parameter Standar SNI 01-5009.3-2001

Mutu Utama Mutu Standar

Sisa penguapan < 2% > 2%

Kadar sulingan > 90% < 90%

Bilangan asam < 2 > 2

Warna Sama/lebih jernih dari

standar

Tidak dipersyaratkan

Kadar alpha pinene > 80% < 80%

Putaran optik > + 320 < + 32 0

(33)

Indonesia penghasil damar terbesar ketiga di dunia setelah China dan Portugal. Produksi damar Indonesia adalah 40000 ton per tahun sedangkan produksi minyak terpentin adalah 10000 ton per tahun. Minyak terpentin asal Jawa dan Sumatra memiliki kandungan alpha pinene > 82% dan kandungan delta-3-carene

sekitar 8-11% ( Wiyono et al. 2006).

9. Minyak Daun Jeruk Purut (Citrus D.C., Rutaceae)

Minyak daun jeruk purut merupakan tanaman citrus (Citrus D.C., Rutaceae)

dengan kekuatan fragran yang sangat kuat. Kaffir lime leaf mempunyai kegunaan sebagai pembersih alami, deodorizer, stimulan, antibakteri, antihistamin,

antispasmodic, anti tumor dan disinfektan (Tinjan dan Jirapakkul 2007). Tabel 11 Standar minyak daun jeruk

Parameter Standard industri multi nasional (flavor dan fragran)

Bentuk liquid

Kadar Beta carrophyllene 0.0 – 2.5%

Kadar Citronellyl acetate 1.0 – 3.0%

Warna Tidak berwarna – kuning

Kadar Citronellal 65 – 75%

Kadar Citronellol 1.9 – 6.0%

Fingerprint Fingerprint GC

Kadar Linalool 3.5 – 5.5%

Rotasi optik (-25) – (-1) 0

Organoleptik standar

Indeks bias 1.445 – 1.465

Kadar sabinene 1.0 – 3.5

Berat jenis (d25/25) 0.830 – 0.910

Sumber : (PT Indesso Aroma, 2011)

Komposisi utama dari minyak ini adalah citronellal. Komponen lainnya adalah alpha pinene, champene, beta pinene, sabinene, myrcene, limonene, trans-ocimene, gamma terpinene, p-chimene, terpinolene, copaene, linalool dan lain-lain.

10. Minyak Sereh Wangi (Cymbopogan winterianus Jowitt)

Minyak ini diperoleh dari citronellal grass (Cymbopogan winterianus jowitt).

(34)

citronellal (sereh wangi) terdiri dari geraniol, citronellal dan citronellol (Agustian et al 2005). Negara penghasil minyak sereh wangi adalah Srilanka, Indonesia (Jawa), Amerika Tengah, Guatemala, Kongo, India dan lain-lain (Skaria 2007) Tabel 12 Standar minyak sereh wangi

Parameter SNI 06-3953-1995

Warna Kuning pucat – kuning kecoklatan

Berat jenis 0.880 – 0.922 (d20/20)

Indeks bias 1.466 – 1.475 (nD/20)

Kelarutan di alkohol 1 : 2 jernih dan seterusnya (alkohol 95%)

Total geraniol (%) Min. 85%

Citronellal (%) Min. 35%

Minyak lemak Negatif

Minyak kruing negatif

Sumber : Badan Standardisasi Nasional (BSN, 2011)

B. Adulteran (Pemalsu)

Beberapa kategori pemalsu (adulteran) yang sering ada dalam minyak atsiri diantaranya 1) bahan pemalsu dari satu komponen bahan baik yang bisa dideteksi oleh alat gas chromatography (visible adulterants) maupun yang tidak bisa dideteksi oleh gas chromatography (invisible adulterants). Bahan pemalsu yang sulit dideteksi oleh GC adalah vegetable oil, rapeseed oil dan mineral oil. Adulteran tersebut bisa dideteksi dengan cara dilarutkan dalam alkohol kemudian didinginkan. Pada suhu dingin, lemak dari adulteran tersebut akan terlihat jelas seperti padatan dan keruh sedangkan minyak atsiri tidak membentuk padatan. Sedangkan bahan pemalsu yang bisa dideteksi dengan GC adalah abitol, benzyl alcohol, benzyl benzoat, carbitol, dipropylene glycol, phtalat ester, triacetin, polyethylene glycol. 2) penambahan pemalsu minyak atsiri yang lebih murah contohnya cinnamon bark oil yang ditambah cinnamon leaf oil ; cinnamon leaf oil

oleh fraksi clove, eugenol, cinnamic aldehyde ; minyak pala oleh terpene (a-pinene, limonene, fraksi terpentin), minyak nilam oleh gurjun balsam dan

(35)

lebih murah yang mempunyai kemiripan atau identik secara alami. Diantaranya

anise yang ditambah technical grade anethol, basil oil exotic yang ditambah

methyl chavicol dan linalool, cinnamon bark oil yang ditambah benzldehyde, eugenol dan cinnamic aldehyde, citrus oil yang ditambah fatty aldehyde dan

monoterpene alcohol, lemon grass oil oleh citral, vetiver oil terasetilasi oleh

cedrenyl acetate, minyak ylang-ylang oleh benzyl acetate, methyl benzoate, para-cresyl methyl eter, geranyl acetate, benzyl benzoate, benzyl cinnamate dan

cedarwood oil. 4) penambahan isolat atau komponen natural ke minyak atsiri seperti penambahan eucalyptol alami murni dari eucalyptus globulus ke

rosemary oil. 5) penambahan minyak atsiri yang terkonstitusi ulang ke minyak dan absolut. 6) penambahan komponen tunggal non natural ke minyak atsiri dan kimia aromatik seperti gardenia absolut yang ditambah styrallyl acetate (Burfield 2003).

C. Regulasi

Lembaga di dunia yang mengatur minyak atsiri diantaranya : 1) The Pharmaceutical Trade; British Pharmacopeia (BP) 2002 diterbitkan atas rekomendasi The Medicines Comission UK, European Pharmacopoeia 4th editions 2002, United State Pharmacopoeia (USP), British Pharmacopeia Codex

(BPC) dan lain-lain. 2) Essential Oil Trade; Monograf masing-masing minyak atsiri (EOA Standards) diproduksi oleh Scientific Committe of the Essential Oil Association Inc. 3) Food Chemical Codex IV (1996, US) yang dibuat atas permintaan FDA (1992) yang dipakai secara luas sebagai acuan bagi industri

flavoring. 4) banyak industri besar flavor dan fragran yang sudah stabil memiliki internal standar sendiri. 5) Independent Certifying Bodies ; ISO Standards TC 54

dan (AFNOR)Association Francaise de Normalisation (Burfield 2003).

(36)

Menurut standar IFRA, methyl eugenol dalam nutmeg oil harus kurang dari 1%, safrol ditetapkan 0.01% (aplikasi fragran) dan eugenol tergantung dari kategori penggunaan. Lembaga baru independen ECHA (European Chemical Agency) yang berbasis di Helsinki membuat peraturan baru yang dinamakan REACH Regulation (Registration, Evaluation, Authorisation and Restrictions of Chemicals). Tujuan utama dari peraturan ini adalah melindungi kesehatan manusia dan lingkungan. Perusahaan yang memproduksi atau mengimpor satu ton atau lebih zat kimia per tahun akan diminta untuk mendaftar di badan ECHA terkait regulasi REACH. Pendaftaran dimulai dari 1 Juni 2008 - Desember 2008 sebaga pra-registrasi. Produsen yang memproduksi dan mengimpor lebih dari 1000 ton per tahun harus sudah terdaftar pada 1 Desember 2010. Pada 1 Juni 2013 semua zat kimia yang diproduksi atau diimpor dalam jumlah sama atau lebih besar dari 100 ton pertahun diharuskan mendaftar begitupun untuk kapasitas sama atau lebih besar 1 ton per tahun mendaftar sebelum 1 Juni 2018 (ECHA 2007)

(37)

A. Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Uji dan Laboratorium Riset dan Development PT Indesso Aroma, Cibubur, Bogor. Penelitian ini dimulai bulan Desember 2011 sampai Maret 2012.

B. Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah minyak pala (Myristica fragrans Houtt) asal Jawa dan Sulawesi; minyak nilam (Pogostomon cablin Benth) asal Jawa, Sumatra dan Sulawesi; minyak jahe segar (Zingiber officinale Roscoe) asal Jawa; minyak akar wangi (Vetiveria zizanioides) asal Jawa barat; minyak lada hitam (Piper nigrum) asal Jawa; minyak kenanga (Canangium odoratum Baill forma macrophylla) asal Jawa; minyak ylang-ylang (Canangium odoratum Baill forma genuina) asal Jawa; minyak terpentin (Pinus merkusii) asal Jawa Barat, minyak daun jeruk purut (Citrus D.C., Rutaceae) asal Jawa dan minyak sereh wangi (Cymbopogan winterianus Jowitt) asal Jawa. Keseluruhan minyak atsiri yang diteliti sebagian besar berasal dari pengumpul minyak atsiri yang berlokasi di Jawa Barat yang sampelnya diambil dari para penyuling di daerah di Indonesia

Alat instrumentasi yang digunakan dalam analisis adalah GC merk Agilent type 7890 dengan menggunakan column non polar yaitu HP-1 (methyl siloxane) dengan spesifikasi 30 m (panjang) x 25 µm ( diameter luar) x 0.25 µm ( diameter dalam) dan GC-MS merk Agilent type MSD 5975 dengan triple axial detector.

Column yang digunakan di GC-MS adalah HP-1 MS dengan spesifikasi 30 m x 25 µm x 0.25 µm. Limit deteksi alat GC dan GC-MS tersebut adalah 0.1 ppm

sedangkan limit kuantifikasi 10 ppm.

C. Metode Penelitian

Penelitian dilakukan dengan beberapa tahapan yaitu : 1. Persiapan Sampel

(38)

2. Identifikasi Senyawa Volatil Minyak Atsiri

Analisis minyak atsiri dilakukan dengan alat GC (gas chromatography)

untuk penentuan kadarnya dalam bentuk persentase area dan alat GC-MS untuk penentuan jenis senyawa volatil dalam minyak atsiri. Konsentrasi minimum senyawa volatil yang dideteksi > 0.1% ( persentase area) baik itu untuk analisa GC atau GC-MS kecuali untuk senyawa volatil yang dipersyaratkan dalam standar yang memiliki konsentrasi < 0.1%. Persentase area komponen senyawa dihitung dari area komponen per area totalx 100% tanpa faktor koreksi.

Metode untuk setting GC-MS sama dengan metode setting alat GC untuk semua jenis minyak atsiri hanya ada setting tambahan untuk MS (Mass Spectrometry) dimana energy yang dipakai 70 eV, emission 35 µA, suhu ion source : 250 0C, suhu quadoprole : 200 0C, EMV : < 2000 V, scan mass (amu) : 10 – 550, carrier gas yang dipakai adalah helium.

Tabel 13 Kondisi setting alat GC-MS untuk uji semua sampel minyak atsiri

Parameter Setting

Suhu ion source 250 0C

Suhu quadoprole 200 0C

Scan mass (amu) 10 - 250

Emission 35 µA

Energy 70 eV

WMV < 2000 V

Setting column, program suhu, injektor dan detektor

Sama dengan setting GC (Sumber : PT Indesso Aroma 2011)

Analisis senyawa volatil dilakukan dengan menggunakan alat GC-MS terlebih dahulu dengan metode analisis disesuaikan karakteristik minyak atsirinya. Identifikasi senyawa volatil dilakukan dengan software MSD Data Analysis

dimana prinsip kerjanya spektra massa suatu senyawa volatil dibandingkan dengan library standar yang digunakan yaitu Wiley, NIST dan Adam. Probability

(39)

dihitung dari area senyawa per area total x 100% tanpa faktor koreksi. Analisa setiap sampel dilakukan 3 kali dan data yang disajikan merupakan rerata.

3. Kuantifikasi Senyawa Volatil Minyak Atsiri

Kuantifikasi senyawa volatil minyak atsiri menggunakan alat GC (gas chromatograpy) dengan kondisi setting GC sama atau berbeda untuk beberapa jenis minyak atsiri tertentu. Tabel 14 dan Tabel 15 adalah kondisi setting GC untuk minyak atsiri yang diteliti.

Tabel 14 Kondisi GC (gas chromatography) untuk uji sampel minyak pala, minyak akar wangi, minyak sereh wangi, minyak ylang-ylang, minyak kenanga dan minyak terpentin.

Jenis Sampel Parameter uji dengan GC (gas chromatography)

Jenis column Injektor Progam suhu Detektor Minyak pala,

Minyak terpentin Column non polar HP-1

(40)

Tabel 15 Kondisi GC (gas chromatography) untuk uji sampel minyak nilam, minyak daun jeruk purut, minyak lada hitam dan minyak jahe segar

(Sumber : PT Indesso Aroma 2011)

Jenis Sampel Parameter uji dengan GC (gas chromatography)

Jenis

column

Injektor Progam suhu Detektor

(41)

4. Analisis Data (Gap Analysis)

(42)
(43)

1. Minyak Pala (Myristica fragrans)

Dari hasil analisis sampel minyak pala (Myristica fragrans Houtt) asal Sulawesi dan Jawa yang diambil secara random dari tempat penyulingan menggunakan GC-MS diperoleh sekitar 35 buah senyawa kimia volatil penyusun minyak pala yang teridentifikasi sesuai pada Tabel 16. 35 buah senyawa volatil tersebut merupakan jumlah senyawa dengan persentase area > 0.1%. Total persentase senyawa volatil pada minyak pala asal Sulawesi sekitar 98.56% dan minyak pala asal Jawa sekitar 98.76% sesuai pada Lampiran 1. Dari pola peak

pada Gambar 1 terlihat bahwa pemisahan peak antara senyawa yang satu dengan yang lain cukup baik sehingga penentuan senyawa secara kualitatif dan kuantitatif memberikan data yang lebih akurat dan valid.

Gambar 1 Kromatogram GC minyak pala Indonesia asal Sulawesi dan Jawa

Dikarenakan ke-2 analisis baik GC dan GC-MS tersebut menggunakan kolom HP-1 dan HP-1MS yang bersifat non polar maka senyawa yang titik didih rendah atau memiliki tingkat kepolaran yang tinggi akan dideteksi oleh detektor lebih dahulu sehingga akan keluar lebih awal begitupun sebaliknya hal ini karena senyawa yang titik didih rendah atau kepolaran tinggi cenderung berinteraksi kurang kuat dengan fase diam dari kolom tersebut. Senyawa yang keluar lebih awal ditunjukkan dengan RT (Retention Time) yang lebih pendek. Senyawa

(44)

dahulu dibandingkan dengan senyawa aromatik seperti safrol, eugenol, methyl eugenol, myristicin, methoxy eugenol dan elemicin karena faktor tersebut.

Pada Tabel 16 terlihat senyawa volatil yang termasuk kelompok

monoterpene diantaranya alpha thujene, alpha pinene, sabinene, beta pinene, limonene dan terpinolen. Kelompok sesquiterpene diantaranya alpha cubebene

dan alpha bergamotene. Kelompok monoterpene alcohol seperti 4-terpineol,4-isopropyl-1-methyl-2-cyclohexen-1-ol,1-methyl-4-isopropyl-3-cyclohexen-1-ol dan cis/trans sabinene hydrat. Kelompok senyawa aromatik diantaranya safrol, eugenol, isoeugenol, methyl eugenol, methoxy eugenol, elemicin dan myristicin. Kelompok senyawa ester diantaranya alpha bornyl acetate, citronellyl acetate, alpha terpenyil acetate dan neryl acetate.

Dalam penelitian ini menunjukkan bahwa minyak pala asal Jawa dan Sulawesi memiliki banyak kesamaan dari komposisi komponen senyawa volatilnya sesuai Tabel 17 hal ini dikarenakan kedua minyak pala tersebut Tabel 16 Jenis senyawa volatil penyusun minyak pala asal Indonesia

(Sulawesi dan Jawa)

No Nama Komponen No Nama Komponen

1 Alpha thujene 19 4-Terpineol

2 Alpha pinene 20 Beta fhencol

3 Camphene 21 Safrol

4 Sabinene 22 Alpha bornyl acetate

5 Beta pinene 23 p-Penylanisole

6 Beta myrcene 24 Eugenol

7 Alpha phelandrene 25 Citronelyl acetate

8 Delta-3-carene 26 Alpha terpenyl acetate

9 Alpha terpinene 27 Alpha cubebene

10 Beta-o-chimene 28 Neryl acetate

11 Limonene 29 Methyl eugenol

12 Gamma terpinene 30 Isoeugenol

13 Cis sabinene hydrat 31 Alpha bergamotene

14 Cymenene 32 Methyl Isoeugenol

15 Alpha terpinolen 33 Myristicin

16 Trans sabinene hydrat 34 Elemicin

17 4-Isopropyl-1-methyl-2-cyclohexen-1-ol

35 Methoxy eugenol

(45)

berasal dari jenis tanaman pala yang sama yaitu Myristica fragrans Houtt yang penyebarannya banyak di Jawa dan Sulawesi. Perbedaan antara minyak pala asal Sulawesi dengan asal Jawa diantaranya komponen sabinene dan methyl eugenol terlihat pada Tabel 17 dan Lampiran 1. Adanya perbedaan tersebut kemungkinan terkait dengan umur biji pala, proses pengeringan biji pala dan proses penyulingan. Proses pengeringan yang terlalu lama bisa menguapkan komponen senyawa volatil dalam biji pala lebih banyak terutama kelompok senyawa monoterpene seperti sabinene.

Methyl eugenol dan safrol merupakan senyawa karsinogenik sehingga ke dua senyawa ini menjadi salah satu parameter penting pada minyak pala. Methyl eugenol dibatasi konsentrasi maksimum 0.02% untuk aplikasi di fragran. Standar EP (European Pharmacopoeia) memiliki batasan methyl eugenol lebih ketat pada minyak pala yaitu maksimum 0.5% sedangkan menurut standar industri multi nasional flavor dan fragran membatasi methyl eugenol maksimum 2.5%. Pada standar EP dan standar industri multi nasional flavor dan fragran memberikan batasan safrol maksimum 2.5% dan 2% pada minyak pala. Myristicin merupakan senyawa penanda mutu dari minyak pala jika kandungan myristicin di minyak pala tinggi umumnya menunjukkan minyak pala tersebut bermutu baik. Senyawa

myristicin dan elemicin menentukan sifat halusinogenik. Aroma dari minyak pala dipengaruhi oleh adanya senyawa aromatis seperti myristicin, safrol dan elemicin (Pino et al 1995). Di minyak pala asal Jawa dan Sumatra juga terdapat senyawa

limonene yang berperan dalam karakter odor lemon like. Senyawa 4-terpineol

berperan pada karakter odor spicy nutmeg like, woody-earthy dan Lilac like

(Surburg dan Panten 2006).

Gambar 2 Spektrum massa dan struktur myristicin (C11H12O3) dengan berat

(46)

Jika dibandingkan dengan minyak pala yang diteliti oleh Schenk dan Lamparsky (1981) juga menunjukkan banyak kesamaan dari jenis dan persentase senyawa volatil penyusunnya. Perbedaan yang mendasar adalah persentase myristicin dari minyak pala yang diteliti oleh Schenk dan Lamparsky (1981) lebih tinggi dibandingkan kedua minyak pala asal Indonesia tersebut. Jika dilakukan gap analysis dengan membandingkan antara data hasil penelitian ini dengan standar yang ada yaitu standar EP (European Pharmacopoeia) dan standar industri multi nasional flavor dan fragran maka bisa dilihat pada Tabel 17. Secara umum standar EP memiliki persyaratan yang lebih ketat dibandingkan dengan standar industri multi nasional flavor dan fragran. Minyak pala asal Sulawesi memenuhi syarat standar industri multi nasional flavor dan fragran dan tidak memenuhi standar EP (European Pharmacopoeia) karena methyl eugenol

dan elemicin diluar spesifikasi. Sedangkan minyak pala asal Jawa memiliki kualitas yang lebih baik dibanding dengan minyak pala asal Sulawesi karena secara keseluruhan memenuhi syarat spesifikasi standar industri multi nasional flavor dan fragran sedangkan untuk standar EP mayoritas memenuhi syarat kecuali senyawa elemicin yang kadarnya 0.49% (maksimum standar EP adalah 0.2%). Data di Tabel 17 menunjukkan bahwa minyak pala yang diteliti oleh Schenk dan Lamparsky (1981) memenuhi standar industri multi nasional flavor dan fragran dan tidak memenuhi standar EP karena komponen 4-terpineol lebih tinggi dibanding standar EP.

Jika dikaji dari sisi organoleptik pada minyak pala asal Jawa dan Sumatra menunjukkan keduanya memiliki karakter terutama warmly, spicy, sweet, light, heavy dan camphoraceous juga lemon like. Karakter sweet dan camphoraceous

pada kedua minyak pala tersebut cukup kuat.

Pengalaman penulis dalam bidang sensori untuk minyak pala khususnya terkait minyak pala fresh (minyak pala yang baru selesai disuling) dan minyak pala yang sudah lama disimpan menunjukkan bahwa umumnya minyak pala

fresh memiliki karakter warmly, spicy dan pungency yang kuat sedangkan karakter sweet dan camphoraceous cenderung masih lemah terkadang karakter

(47)

sedangkan karakter pungency, spicy, atau burnt like cenderung lemah. Umumnya karakter odor tersebut yang dianggap sebagai minyak pala bermutu baik dari sisi odornya.

Perbedaan organoleptik antara minyak pala fresh dengan minyak pala yang disimpan diantaranya minyak pala fresh dipengaruhi oleh proses penyulingan yang tidak sempurna yang menimbulkan karakter burnt like yang cenderung tidak enak untuk dicium odornya. Sedangkan minyak pala yang sudah lama disimpan kemungkinan mengalami oksidasi terutama untuk senyawa-senyawa terpene yang mudah teroksidasi dan proses penguapan karena minyak pala mudah menguap terutama bagian top note (burnt like) pada suhu ruang sehingga terjadi perubahan komposisi senyawa volatil pada minyak pala yang kemungkinan mengubah karakter odornya yang cenderung lebih sweet dan

camphoraceous dengan intensitas lebih lemah untuk burnt like. Dengan demikian minyak pala yang digunakan dalam penelitian ini kemungkinan minyak pala bukan fresh namun sudah mengalami proses aging atau penyimpanan selama waktu tertentu.

Tabel 17 Profil senyawa volatil minyak pala asal Sulawesi dan Jawa dibandingkan dengan literatur

(48)

Jika dikaji dari jenis senyawa kimia volatil yang bersifat allergen maka senyawa pada minyak pala asal Sulawesi dan Jawa yang tergolong allergen

adalah eugenol, limonene dan isoeugenol sesuai pada Tabel 16.

Senyawa alpha pinene, delta-3-carene dan eugenol sebagai penanda terjadinya pemalsuan (adulteration) pada minyak pala. Data pada Tabel 17 menunjukkan bahwa senyawa eugenol pada minyak pala dapat diidentifikasi sebagai senyawa penanda adulteration oleh adulteran atau kontaminan seperti minyak cengkeh (clove oil). Komponen eugenol banyak ditemukan dalam minyak cengkeh yang memiliki kadar > 70% (Reineccius 1992). Standar EP (European Pharmacopoeia) dan standar industri multi nasional flavor dan fragran membatasi kadar eugenol maksimum pada level 0.5% dan 1% dengan demikian peluang terjadi pemalsuan oleh minyak cengkeh bisa diminimalisir.

Menurut Burfield (2003) tentang adulteration of essential oils, minyak pala mudah untuk dipalsukan dengan fraksi terpentin seperti turpentine oil (minyak terpentin) hal ini dikarenakan komponen utama dalam minyak terpentin ada dalam minyak pala yaitu alpha pinene dan delta-3-carene. Minyak terpentin mengandung alpha pinene minimal 80% dan delta-3-carene diantara 8-11% (Wiyono et al. 2006). Standard EP (European Parmaque) membatasi kadar delta-3-carene (0.5-2%) dan alpha pinene (15-28%). Jika ada minyak pala memiliki kadar delta-3-carene lebih dari 2% kemungkinan lebih besar terjadinya

adulteration (pemalsuan) oleh adulteran (pemalsu) seperti minyak terpentin.

Standar industri multi nasional flavor dan fragran tidak mempersyaratkan parameter delta-3-carene sehingga peluang terjadi pemalsuan jauh lebih tinggi walaupun sudah dibatasi dengan parameter alpha pinene.

2. Minyak Nilam (Pogostomon cablin Benth)

(49)

teridentifikasi dari minyak nilam asal Jawa 98.02%, Sumatra 97.66% dan Sulawesi 98.26% dengan rerata ketiganya 97.98% seperti pada Lampiran 2.

Gambar 3 Kromatogram GC minyak nilam Indonesia asal Sulawesi, Sumatra dan Jawa

Tabel 18Jenis senyawa volatil penyusun minyak nilam asal Indonesia (Sulawesi, Jawa dan Sumatra)

No Nama Komponen No Nama Komponen

1 Alpha pinene 21 Caryophyllene oxide

2 Beta pinene 22 Nor patchoulenol

3 Delta elemene 23 Viridiflorol

4 Beta elemene 24 2-(3-isopropenyl-4-methyl-4-

5 Beta patchoulene vinylcyclohexyl)-2-propanol

6 Beta caryophyllene 25 Neo-intermedeol

7 Alpha guaiene 26 Alloaromadendrene oxide

8 Calamenene 27 Pogostol

9 Seychellene 28 Patchouli alcohol

10 4,4-imethyl-3-(3-3-buten-1-yliden)-2- 29 Senyawa yang tidak diketahui

methylidenbicyclo(4.1.0)heptane 30 Aristol-9-en-8-one

11 Alpha patchoulene 31 (Z,E)-7-methyl-4-(1-

12 Germacrene D methylethylidene)-1,7-

13 Beta selinene cyclodecadienemethanol

14 Alpha selinene 32 D-ledol

15 Alpha bulnesene 33 Alpha costol

16 7-Epi-alpha-selinene 34 Valerenol

17 (3E)-2,6-dimethyl-5-isopropyliden- - Eugenol 1,3,6,9-decatetraene - Limonene

18 1-(Propen-2-yl)-4methylspiro(4.5)decan- - Linalool

7-one (Isomer B) - Cinnamic alcohol

19 Caryophylla-3,8(13)-dien-5,beta-ol - Alpha copaene

(50)

Komposisi dari minyak nilam sesuai Tabel 18 diantaranya yang termasuk golongan senyawa monoterpene seperti alpha pinene dan beta pinene. Kelompok senyawa sesqueterpene seperti beta caryophyllene, selinene, guaiene

dan bulnesene. Kelompok senyawa oksida seperti caryophyllene oxide dan

alloaromadendrene oxide. Kelompok senyawa sesqueterpene alcohol seperti

patchouli alcohol, viridiflorol dan pogostol.

Komponen utama yang memiliki persentase tertinggi dari minyak nilam asal Sulawesi, Sumatra dan Jawa adalah patchouli alcohol. Komponen ini yang umumnya menjadi salah satu ciri khas dari minyak nilam dan menentukan kualitas dari patchouli oil (minyak nilam). Menurut Sell (2003), komponen senyawa volatil nor patchoulenol dan nor-tetrapatchoulol yang berperan penting dalam karakter odor dari minyak nilam. Dalam penelitian ini diperoleh kadar nor patchoulenol pada minyak nilam asal Jawa (0.57%), Sumatra (0.61%) dan Sulawesi (0.54%) seperti pada Tabel 19. Tabel 19 menunjukkan bahwa minyak nilam asal Sulawesi memiliki kadar patchouli alcohol paling rendah dibandingkan dengan patchouli oil asal Jawa dan Sumatra. Minyak nilam asal Sumatra memiliki kandungan patchouli alcohol paling tinggi.

Gambar 4 Spektrum massa dan struktur dari patchouli alcohol (C15H26O)

dengan berat molekul 222 (NIST 2008)

Jika hasil penelitian ini dibandingkan hasil penelitian oleh Sundaresan et al.

(2009) tentang minyak nilam asal India dari jenis Pogostemon cablin Benth maka terdapat beberapa perbedaan yang nyata. Kadar patchouli alcohol asal India hanya 23.2 % sedangkan dari Sulawesi, Jawa dan Sumatra memiliki kadar

(51)

India kecenderungan minyak tersebut memiliki karakter yang berbeda atau menyimpang terutama dari sisi odornya (karakter woody dan patchouli like

lemah). Menurut pengalaman penulis dalam bidang sensori khususnya minyak nilam menunjukkan bahwa umumnya minyak nilam asal Sumatra memiliki karakter woody yang lebih kuat namun intensitas karakter odor green, herbaceous dan terpenic like yang lebih lemah dibanding minyak nilam asal Jawa yang cenderung karakter odornya lebih green dan herbaceous sedangkan karakter woody lebih lemah. Karakter odor dari minyak nilam asal Sulawesi mempunyai kemiripan dengan karakter odor dari minyak nilam asal Jawa. Terkait dengan karakter odor balsamic, kecenderungan karakter ini muncul lebih kuat selama aging atau penyimpanan.

Perbedaan kadar dan odor dari keempat minyak nilam tersebut kemungkinan disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya dari umur tanaman, asal geografis tanaman dan proses penyulingan yang tidak optimal. Minyak nilam asal Sumatra, Jawa dan Sumatra berasal dari jenis tanaman yang sama yaitu

Pogostomon cablin Benth (nilam Aceh) yang paling banyak penyebarannya dan memiliki kualitas minyak yang lebih baik. Iklim dan karakter tanah menentukan karakter mutu tanaman nilam. Faktor penyulingan yang tidak optimal bisa menurunkan kadar patchouli alcohol.

Dalam penelitian ini senyawa yang termasuk senyawa allergen yang ada pada minyak nilam asal Sumatra, Sulawesi dan Jawa adalah linalool, limonene

(52)

allergen. Minyak nilam asal India (Sundaresan et al. 2009) menunjukkan bahwa minyak ini tidak masuk spesifikasi standar SNI, standar industri multi nasional flavor dan fragran maupun Standar Internasional (ISO) terutama kadar patchouli alcohol yang terlalu rendah.

Senyawa alpha copaene menjadi penanda adulteration (pemalsuan) oleh gurjun balsam (gurjun oil) yang memiliki kandungan alpha copaene tinggi > 40% (Indesso 2011). Menurut Burfield (2003) tentang adulteration of essential oils, minyak nilam bisa ditambahkan minyak pemalsu dengan harga yang lebih murah yaitu gurjun balsam. Pada ketiga standar minyak nilam yang ada pada Tabel 19 menunjukkan ada batasan maksimum untuk parameter alpha copaene

dimana SNI membatasi maksimum 0.5% lebih ketat sedangkan standar industri multi nasional flavor dan fragran dan standar ISO (3757 : 2002) membatasi maksimum 1%. Jika kadar alpha copaene pada minyak nilam lebih tinggi dari standar-standar tersebut membuka peluang terjadinya adulteration.

Senyawa eugenol menjadi salah satu parameter penting di dalam standar standar industri multi nasional flavor dan fragran dikarenakan senyawa ini sebagai senyawa penanda adanya adulteration (pemalsuan) oleh minyak yang memiliki kandungan eugenol tinggi seperti minyak cengkeh. Jika kadar eugenol > 0.08 % (800 ppm) memungkinkan terjadinya adulteration. Proses adulteration

(53)

Gambar

Tabel 14 Kondisi GC (gas chromatography) untuk uji sampel minyak pala,
Tabel 15 Kondisi GC (gas chromatography) untuk uji sampel minyak nilam,
Tabel 16 Jenis senyawa volatil penyusun minyak pala asal Indonesia                   (Sulawesi dan Jawa)
Tabel 17 Profil senyawa volatil minyak pala asal Sulawesi dan Jawa dibandingkan dengan literatur
+7

Referensi

Dokumen terkait

• Apabila pada tanggal tersebut belum masuk, maka dianggap idak mengikui cabang olahraga

Cara kerja dari alat ini adalah dengan mengubah tegangan yang masuk rangkaian menjadi gelombang ultrasonic yang terlebih dulu dikuatkan oleh IC bertype LM 380. IC tersebut

Berdasarkan Surat Keputusan DirJen Pendidikan Islam Nomor … (dikosongkan) … tentang penetapan Penerima Bantuan Operasional Pesantren Tahfizh tahun Anggaran 2016 bahwa

10 Pemeriksaan MRI pada pasien ini ditemukan lokasi tumor pada daerah retroorbita dengan perluasan ke ruang masticator dan ruang parapharyngeal kanan serta

(1) Bupati melaksanakan pengawasan dalam penyelenggaraan pelayanan bidang sosial, Ketenagakerjaan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Lingkungan Hidup, Keluarga

Jika ada dua jenis tanaman yang sama ditanam pada lingkungan yang berbeda, dan timbul variasi yang sama dari kedua tanaman tersebut maka hal ini dapat disebabkan oleh genetik

PHP Code Sniffer dapat digunakan untuk melakukan analisis terhadap kode program PHP, Javascript, dan CSS dan membantu pengembang menjaga kode tetap konsisten dari bersih

Penelitian verba berobjek ganda bahasa Jepang (BJ) ini merupakan bentuk penelitian deskriptif yang bersifat kualitatif, eksplanatoris, dan sinkronis karena