• Tidak ada hasil yang ditemukan

Protein Cacing Tanah Sebagai Sumber Protein Alternatif dari Pengolahan Limbah Ruminansia Besar.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Protein Cacing Tanah Sebagai Sumber Protein Alternatif dari Pengolahan Limbah Ruminansia Besar."

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

PROTEIN CACING TANAH SEBAGAI SUMBER PROTEIN

ALTERNATIF DARI PENGOLAHAN LIMBAH

RUMINANSIA BESAR

RINA TRI ASTUTI

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Protein Cacing Tanah Sebagai Sumber Protein Alternatif dari Pengolahan Limbah Ruminansia Besar adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2015

Rina Tri Astuti

(4)
(5)

ABSTRAK

RINA TRI ASTUTI. Protein Cacing Tanah Sebagai Sumber Protein Alternatif dari Pengolahan Limbah Ruminansia Besar. Dibimbing oleh HOTNIDA CH. SIREGAR dan SALUNDIK.

Pertambahan penduduk di Indonesia yang sangat pesat menyebabkan meningkatnya kebutuhan akan protein hewani. Oleh karena itu perlu adanya sumber protein alternatif untuk memenuhi kebutuhan protein manusia. Cacing tanah mengandung protein yang tinggi sehingga dapat dijadikan sebagai sumber protein alternatif. Peternakan menghasilkan limbah yang jika tidak ditangani dengan tepat dapat merusak lingkungan. Limbah dari Peternakan dapat dimanfaatkan sebagai pakan cacing. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis potensi cacing tanah sebagai sumber porotein alternatif melalui pemanfaatan feses ternak ruminansia besar sebagai pakan cacing. Penelitian dilaksanakan di Jalan Raya Dramaga km 7, Kelurahan Marga Jaya, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang mencakup data statistik populasi ternak di Indonesia, sensus penduduk, produksi dan konsumsi produk peternakan. Peubah yang diamati adalah populasi cacing, kecukupan pakan cacing, produksi protein produk peternakan, dan konsumsi protein produk peternakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa cacing dapat dijadikan sebagai alternatif sumber protein dan limbah peternakan dapat mencukupi kebutuhan pakan cacing.

Kata kunci: cacing tanah, limbah ruminansia besar, protein.

ABSTRACT

RINA TRI ASTUTI. Earthworm Protein As Alternative Sources Protein of Treatment Ruminant Waste. Adviced by HOTNIDA C.H. SIREGAR and SALUNDIK.

Population growth in Indonesia is very rapidly led to increased demand for animal protein. Hence the need for alternative protein sources to meet the needs of the human protein. Earthworms contain high protein so it can be used as an alternative protein source. Livestock waste which if not handled properly can damage the environment. Therefore, the waste from livestock can be used as feed worms. The purpose of this study was to determine the potential of earthworms as a source of alternative porotein by utilizing the processing of livestock waste as feed worms. This study was done in Raya Dramaga street Km 7, Village Marga Jaya, District Dramaga, Bogor regency. The data used in this research is secondary data which include statistical data of the number of cattle in Indonesian, census, production and consumption of livestock products. Variables measured is the population of worms, the worms feed sufficiency, protein production livestock products, and protein consumption of livestock products. The results showed that the worms can be used as an alternative source of protein and livestock waste can meet the needs of feed worm.

(6)
(7)

PROTEIN CACING TANAH SEBAGAI SUMBER PROTEIN

ALTERNATIF DARI PENGOLAHAN LIMBAH

RUMINANSIA BESAR

RINA TRI ASTUTI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan

Pada

Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)
(10)
(11)

PRAKATA

Segala puji serta syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT dan junjungan kita nabi besar Muhammad SAW, karena atas rahmat dan karunianya penulis dapat menyelesaikan karya ilmiahnya. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2015 sampai Juni 2015 adalah Protein Cacing Tanah Sebagai Sumber Protein Alternatif dari Pengolahan Limbah Ruminansia Besar.

Terimakasih penulis ucapkan kepada Ir Hotnida CH Siregar, MSi dan Dr Ir Salundik, MSi selaku dosen pembimbing yang telah membimbing dan memberi saran hingga karya ilmiah selesai. Penulis mengucapkan terimakasih kepada Prof Dr Ir Muladno, MSA sebagai dosen pembimbing akademik atas waktu, tenaga dan saran selama menjalani kuliah. Penulis mengucapkan terimakasih kepada dosen penguji Dr Tuti Suryati, SPt MSi yang telah bersedia menguji hasil karya ilmiah ini. Penulis mengucapkan terimakasih kepada kedua orang tua, Bapak Drs S Mulyono dan Ibu Amriati serta kedua Kakak tercinta Ria Eka Sari Putri SS dan Rika Dwi Utami SP yang telah memberi dukungan moril dan semangat. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Pemerintah Provinsi Riau atas Beasisawa Utusan Daerah (BUD) yang telah diberikan dan kepada rekan sepenelitian Hesti Dinni Oktaviati. Firda Sabrina, Fanny Aria Gusri, Mustika Delistarika, Sofia Kemalasari serta teman-teman IPTP 48.

Bogor, Agustus 2015

(12)
(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL v

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 2

Tujuan Penelitian 2

Ruang Lingkup Penelitian 2

METODE 2

Lokasi dan Waktu Penelitian 2

Alat 2

Bahan 2

Prosedur 2

Pengumpulan Data Sekunder 2

Peubah 3

HASIL DAN PEMBAHASAN 4

Populasi Cacing Tanah Lumbricus rubellus 4

Populasi dan Feses Ternak Ruminansia Besar 5

Daya Tampung Feses 7

Produksi dan Konsumsi Protein Hewani Penduduk Indonesia 8

SIMPULAN DAN SARAN 10

DAFTAR PUSTAKA 10

(14)
(15)

DAFTAR TABEL

1 Pertambahan populasi cacing dalam satu tahun

2 Potensi feses peternakan ruminansi besar tahun 2009-2013 3 Komposisi unsur hara pupuk kandang (feses sapi) dan vermikompos 4 Daya tampung feses dan produksi cacing tanah tahun 2009-2013 5 Komposisi asam amino pada tepung cacing, daging, dan ikan

6 Kecukupan protein cacing untuk menutupi defisit protein penduduk Indonesia

5 5 6 7 8 9

(16)
(17)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Permintaan produk hasil ternak semakin hari makin bertambah terkait dengan kebutuhan masyarakat terhadap protein hewani. Hal tersebut memicu pemerintah untuk melakukan kegiatan impor karena ketidak seimbangan antara permintaan dengan ketersediaan produk peternakan yang ada. Tahun 2012 tercatat Indonesia mengimpor produk ternak berupa daging sebanyak 50 223 428 ton, susu 386 116 371 ton dan telur 1 416 964 ton (Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan 2013). Faktor pemicu rendahnya produksi ternak antara lain konversi lahan pertanian menjadi perumahan dan kawasan industri, serta harga pakan yang mahal. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut adalah mencari sumber protein alternatif dari hewan yang tidak membutuhkan lahan luas dan pakan yang mahal. Cacing tanah merupakan salah satu hewan yang dapat dijadikan ternak non konvensional karena mengandung protein yang tinggi sekitar 61%-78% (Rukmana 2000). Selain itu cacing tanah juga tidak membutuhkan lahan yang luas, cepat berproduksi, serta makanannya berupa limbah sehingga tidak bersaing dengan bahan makanan bagi manusia. Sifat ini membuat cacing tanah cukup unggul untuk dijadikan ternak karena modal yang rendah dengan waktu pengembalian modal yang cepat yaitu sekitar 1 bulan (Maulida 2015). Keunggulan lainnya dari cacing tanah adalah mampu memanfaatkan limbah dari berbagai sektor namun cacing itu sendiri tidak menghasilkan limbah karena kotorannya dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik. Pemanfaatan cacing tanah diharapkan dapat memecahkan masalah kekurangan pangan dan mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan. Hanya empat spesies cacing tanah yang dibudidayakan dan dikonsumsi secara komersial yaitu Lumbricus rubellus, Eisenia foetida, Pheretima asiatica, dan Eudrilus eugeuniae. Di Indonesia baru jenis L. rubellus saja yang dibudidayakan karena dianggap memiliki potensi yang baik. Ditinjau dari segi produktivitasnya, cacing

L. rubellus lebih unggul daripada jenis lainnya. Seekor cacing L. rubellus mampu menghasilkan sekitar 180 kokon per tahun setiap kokon dapat menghasilkan 1 juvenil (anak cacing). Sementara jenis lainnya berkisar 20-40 kokon per tahun. (Samosir 2000).

(18)

2

oleh peternak belum maksimal. Pemanfaatan limbah peternakan ruminansia dapat menjadi peluang besar untuk pengembangan cacing sebagai ternak penghasil protein alternatif.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis potensi cacing tanah sebagai sumber protein alternatif melalui pemanfaatan feses ternak ruminansia besar sebagai pakan cacing.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah mencakup pendugaan laju pertambahan penduduk dan konsumsi protein, dinamika populasi cacing tanah dan kemampuannya dalam menguraikan feses sapi, dan populasi tenak ruminansia besar.

METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Jalan Raya Dramaga km 7, Kelurahan Marga Jaya, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. Waktu pelaksanaan dari bulan April hingga Juni 2015.

Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah laptop, alat tulis dan modem.

Bahan

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diambil dari beberapa sumber yaitu Badan Pusat Statistika, artikel ilmiah dan internet. Data yang dianalisis adalah data statistik populasi ternak, sensus penduduk, konsumsi, dan produksi protein di Indonesia.

Prosedur

Pengumpulan Data

(19)

3

Peubah

Populasi Cacing Tanah

Populasi cacing tanah adalah jumlah cacing yang dihasilkan tahun-1 dengan asumsi satu butir kokon dihasilkan oleh seekor cacing tanah ekor-1 bulan-1. 6 juvenil (anak cacing) dihasilkan dari satu kokon, mortalitas cacing tanah berdasarkan hasil pengamatan yaitu 2% bulan-1 dan dewasa kelamin dicapai umur 3 bulan-1 (Samosir 2000). Populasi cacing dihitung dengan rumus :

Mortalitas = 2% x ∑ cacing bulan ke-i

∑ juvenil bulan ke ( i +1) =( ∑ cacing bulan ke-i – 2% ∑ cacing bulan ke-i ) x 6 juvenil

Keterangan :

∑ cacing bulan ke-i : jumlah cacing pada bulan ke-i (Januari, Februari,...dst)

Produksi Feses Ruminansia Besar Dewasa

Produksi feses ruminansia besar dewasa adalah jumlah feses yang dihasilkan ternak ruminansia besar (sapi dan kerbau) dewasa per tahun. Produksi feses dihitung dengan rumus:

Produksi feses Ruminansia Besar i (ton) = proporsi ternak ruminansia dewasa i x populasi ternak i x 30.9/kg/ekor/hari x 365 hari

Keterangan :

i : jenis ruminansia yaitu sapi potong,sapi perah,dan kerbau

Proporsi ternak ruminansia dewasa (Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan Hewan 2013): Sapi potong 84.3%

Sapi perah 81.8% Kerbau 86.1 %

30.9 : feses yang di eksresi ruminansia besar dewasa/ kg/ ekor/ hari (Munadi et al. 2011)

Kapasitas Tampung Feses

Kapasitas tampung feses adalah jumlah biomasa cacing tanah yang dapat diperoleh dari budidaya cacing tanah Lumbricus rubellus pada feses ruminansia dewasa, kapasitas tampung feses dihitung dengan rumus:

Kapasitas tampung feses =

Produksi Tepung Cacing

Produksi tepung cacing adalah berat tepung cacing yang dihasilkan dari biomassa cacing tanah. Produksi tepung cacing diperoleh dengan rumus :

produksi biomasa cacing tanah x 25%

Keterangan :

(20)

4

Produksi Protein Cacing Tanah

Produksi protein cacing tanah adalah jumlah protein yang dihasilkan dari biomasa cacing tanah yang dibudidaya per tahun. Produksi protein cacing diperoleh dengan rumus :

Produksi protein cacing tanah = biomasa cacing tanah x 61 %

Keterangan : 61% = kadar protein cacing tanah ( Rukmana 2000).

Produksi Protein Produk Peternakan

Produksi protein produk peternakan yaitu jumlah produk peternakan yang diproduksi meliputi daging segar, telur dan susu. Produksi protein produk peternakan didapatkan dengan rumus :

Produksi protein produk peternakan (ton) = ( ∑ produksi daging segar x 19.8%) + ( ∑ produksi telur x 12.8%) + ( ∑ produksi susu x 3.2%)

Keterangan :

19.8 % = Protein daging 12.8% = Protein telur 3.2% = Protein susu Sumber: Sediaoetama (2000).

Konsumsi Protein Produk Peternakan

Konsumsi protein produk peternakan yaitu jumlah konsumsi protein asal ternak yang dikonsumsi oleh manusia meliputi daging segar, telur dan susu. Konsumsi protein produk peternakan didapatkan dengan rumus :

Konsumsi protein produk peternakan (ton) = ( ∑ konsumsi daging segar x 19.8%) + ( ∑ konsumsi telur x 12.8%) + ( ∑ konsumsi susu x 3.2%)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Populasi Cacing Tanah Lumbricus rubellus

(21)

5

Perkembangan populasi satu kilogram cacing tanah Lumbricus rubellus disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Pertambahan populasi cacing dalam satu tahun

Biomasa Januari Desember

Jumlah individu cacing tanah (ekor) 3 000 1 260 088.29

Jumlah berat cacing tanah (kg) 1 420.03 Keterangan: asumsi 1 kilogram cacing tanah diasumsikan berjumlah 3000 ekor

Tabel 1 menunjukkan bahwa dalam satu tahun satu kg cacing berkembang menjadi 4 generasi dengan tingkat perkembangan 420.03%. Tingkat perkembangan yang pesat ini menunjukkan pertambahan populasi cacing tanah mengikuti deret ukur. Cacing tanah bersifat hermaprodit, namun tiap individu akan bertelur setelah melakukan perkawinan (Rukmana 1999). Tingkat perkembangan ini dipengaruhi oleh kondisi lingkungan antara lain suhu, kelembaban dan ketersediaan pakan (Brata 2009). Tingkat perkembangan juga dipengaruhi oleh jenis pakan, menurut Maulida (2015) feses ruminansia merupakan pakan yang paling cocok bagi cacing tanah karena feses ruminansia mengandung mikroba pengurai serat kasar yang dapat membantu cacing tanah menguraikan limbah organik.

Populasi dan Feses Ternak Ruminansia Besar

Permintaan pangan khususnya pangan hasil ternak selalu bertambah sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk. Peningkatan permintaan hasil ternak mendorong peningkatan populasi ternak dan produktivitasnya. Peningkatan usaha peternakan ini selain memberikan dampak positif yaitu menghasilkan produk seperti daging, susu, dan telur, juga memberikan dampak negatif berupa limbah yang dapat mengakibatkan polusi lingkungan. Limbah ternak merupakan sisa buangan dari suatu kegiatan usaha meliputi limbah padat dan cair seperti feses, urine dan sisa pakan. Semakin besar skala usaha, limbah yang dihasilkan semakin banyak. Dalam sehari, ternak ruminansia besar mampu menghasilkan feses sebanyak 30.9 kg (Munadi et al. 2011). Limbah yang dihasilkan ternak ruminansia selama tahun 2009 sampai 2013 disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Potensi feses peternakan ruminansia besar tahun 2009-2013

(22)

6

Tabel 2 Potensi feses peternakan ruminansia besar tahun 2009-2013 Lanjutan

Tahun Keterangan : aSumber: Diolah dari Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan (2013)

Sebagian peternak memanfaatkan feses sapi untuk pupuk kandang dan budidaya cacing yang menghasilkan vermikompos, namun banyak juga yang tidak memanfaatkannya. Budidaya cacing dapat dilakukan pada feses sapi karena feses sapi mengandung protein 5%-10%. Kandungan protein yang baik bagi cacing tanah berkisar antara 9%-15% (Sihombing 2002). Kandungan protein pakan cacing terlalu tinggi akan menyebabkan bobot badan cacing menurun karena keracunan protein dan akhirnya menyebabkan kematian pada cacing (Astuti 2001). Budidaya cacing dapat menambah nilai (value added) feses sapi karena menghasilkan cacing yang berprotein tinggi (61%) dan meningkatkan kualitas kompos yang dihasilkan seperti yang terlihat pada Tabel 3.

(23)

7

Tabel 3 menunjukkan bahwa unsur hara pada vermikompos lebih tinggi dibanding pupuk kandang (feses sapi). Penggunaan vermikompos dengan dosis 300 g/pot-1 mampu menghasilkan produksi selada yang sama dengan penggunaan

pupuk kandang (feses sapi) dengan dosis 700 g/pot-1

(Nurmawati dan Suhardianto 2000). Berdasarkan Tabel 3 maka kotoran ternak lebih baik digunakan terlebih dahulu sebagai pakan cacing tanah, dari pada langsung digunakan sebagai pupuk kandang karena proses penguraian feses oleh cacing tanah meningkatkan unsur hara pada kascing (Tabel 3).

Daya Tampung Feses

Selain menghasilkan cacing tanah yang mengandung protein tinggi, keuntungan lain dari pemeliharaan cacing tanah adalah biaya pakannya yang rendah bahkan dianggap tidak ada karena memanfaatkan limbah sebagai bahan pakan sekaligus media tempat hidup cacing. Berdasarkan populasi cacing pada Tabel 1 dan ketersediaaan feses yang tercantum pada Tabel 2 maka dapat diperkirakan daya tampung feses dari ternak ruminansia besar seperti yang disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Daya tampung feses dan produksi cacing tanah tahun 2009-2013

Sumber limbah Tahun

Sumber: Diolah dari Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan (2013)

(24)

8

Sistem pemasaran seperti ini sudah dijalankan pada sistem pemasaran susu oleh Koperasi Peternak Susu Indonesia (KPSI) dan tidak tertutup kemungkinan untuk melakukan hal yang sama pada komoditi cacing tanah, misalnya dengan membentuk Koperasi Peternak Cacing Indonesia (KPCI) agar dapat mengumpulkan cacing tanah dalam jumlah banyak dan menjembatani para peternak cacing dari satu lokasi dengan lokasi lain untuk memenuhi permintaan pasar yang sangat banyak.

Penyusutan biomasa cacing tanah menjadi tepung cacing tanah yaitu sebesar 75% (Palungkun 2010), karena kadar air cacing tanah mencapai 85% dari berat tubuhnya. kadar protein yang dimiliki cacing tanah sangat tinggi, yakni mencapai 61%-78% dari bobot kering dihitung dari jumlah nitrogen yang terkandung di dalamnya. Persentase ini lebih tinggi daripada protein yang terdapat dalam daging ternak ruminansia (seperti sapi, kerbau, dan kambing) yang hanya sebesar 65%, atau telur, dan ikan hanya sebesar 45%. Protein cacing tanah memiliki kandungan asam amino yang lebih tinggi dengan susunan yang lebih seimbang dibandingkan daging dan ikan seperti yang ditunjukkan pada Tabel 5.

Tabel 5 Komposisi asam amino pada tepung cacing, daging, dan ikan

Asam amino Cacing Daging Ikan

Selain mengandung protein tinggi, tepung cacing tanah juga mengandung energi 900-1 400 kal, abu 8%-10%, lemak tidak jenuh, kalsium, fosfor, dan serat. Kadar lemaknya juga terbilang rendah, yakni hanya 3%-10% dari bobot keringnya. Artinya, selain bergizi tinggi, mengkonsumsi cacing tanah juga dapat terbebas dari resiko ancaman kolesterol.

Produksi dan Konsumsi Protein Hewani Penduduk Indonesia

(25)

9

mengandung semua jenis asam amino esensial yang berjumlah sembilan jenis. Asam amino esensial adalah asam amino yang tidak dapat diproduksi sendiri oleh tubuh, sehingga pemenuhan asupannya berasal dari konsumsi makanan atau minuman. Protein nabati merupakan protein yang tidak lengkap karena hanya mengandung beberapa asam amino esensial, sehingga untuk memenuhi kebutuhan asam amino esensial dilakukan dengan cara konsumsi beberapa jenis sumber makanan nabati dan hewani secara bersamaan. Sebagian besar protein hewani merupakan ikatan asam amino dengan rantai panjang, sedangkan protein nabati sebagian besar merupakan ikatan asam amino dengan rantai pendek, sehingga protein hewani akan lebih mudah dicerna oleh tubuh dibandingkan dengan protein nabati ( Faizal 2014). Rata-Rata konsumsi protein per kapita per hari penduduk Indonesia pada tahun 2013 yaitu 53.08 gram.Pada kenyataannya, sampai saat ini Indonesia masih mengandalkan pemenuhan protein hewani dari impor. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Kecukupan protein cacing untuk menutupi defisit protein penduduk Indonesia

Tahun

2009 2010 2011 2012 2013

(000 ton)

Produksi protein hewani 167,63 175.35 186.90 208.94 220.50 Konsumsi protein hewani 205.28 237.30 243.17 237.47 243.59 Defisit -37.65 -61.95 -56.27 -28.52 -23.10 Protein cacing tanah 79.70 84.83 87.78 94.63 74.74

Surplus 42.05 22.88 31.51 66.11 51.64

a

Sumber: Diolah dari Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan (2013)

Tabel 6 menunjukkan defisit produksi protein hewani terhadap konsumsi protein hewani yang terjadi pada tahun 2009 hingga tahun 2013. Defisit ini dikompensasi melalui impor daging, susu, dan telur pada tahun 2012 tercatat Indonesia impor produk ternak berupa daging sebanyak 50 223 428 ton, susu 386 116 371 ton dan telur 1 416 964 ton (Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan 2013). Hasil perhitungan menunjukkan defisit protein ini seyogyanya dapat dipenuhi melalui budidaya cacing tanah yang dapat dijadikan sumber protein alternatif, bahkan dapat menghasilkan surplus protein.

(26)

10

ternak, oleh karena itu alternatif dalam pemanfaatan cacing tanah yaitu dapat diekspor ke daerah yang tidak mengharamkan konsumsi cacing tanah atau diolah menjadi pakan ternak unggas dan non ruminansia serta pakan ikan (pellet). Kebutuhan pakan sumber protein dari peternak unggas dan pembudidaya ikan di Indonesia yang cukup banyak merupakan peluang bagi usaha pengolahan cacing tanah menjadi bahan pakan ternak. Di samping kaya protein (61%-78%), cacing tanah juga mengandung beberapa asam amino yang sangat penting bagi unggas seperti arginin (4.1 %), dan tyrosin (1.4 %). Kedua asam amino ini jarang ditemui pada bahan pakan lainnya. Oleh karena itu, cacing tanah memiliki potensi baik untuk mengganti tepung ikan dalam ransum unggas dan dapat menghemat pemakaian bahan dari biji-bijian sampai 70 persen. Meski demikian, penggunaan cacing tanah dalam ransum unggas disarankan tidak lebih dari 20 % total ransum (Faizal 2014).

Pemanfaatan cacing tanah untuk ransum unggas relatif mudah karena diberikan dalam bentuk segar, atau dijadikan tepung cacing untuk dicampurkan bersama bahan-bahan penyusun ransum unggas lainnya seperti jagung, dedak, konsentrat, dan sebagainya.Selama ini sumber protein dalam penyusunan ransum unggas dan ikan masih berasal dari tepung ikan yang diimpor. Pada tahun 2013 tercatat Indonesia mengimpor tepung ikan sebanyak 34 578.41 ton ( Data Statistik Kelautan dan Perikanan 2013). Seiring dengan kenaikan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat maka harga tepung ikan pun semakin tidak terjangkau. Ditinjau dari kandungan proteinnya ternyata tepung cacing tanah masih lebih baik dibanding tepung ikan (Tabel 4).

SIMPULAN

Jika seluruh feses ruminansia besar (sapi,kerbau) di Indonesia pada tahun 2013 digunakan sebagai media dan pakan cacing tanah akan menghasilkan 490. 110 ton biomassa cacing tanah yang akan menghasilkan 122. 530 ton tepung cacing tanah atau 74.740 ton protein.

SARAN

Cacing tanah yang dihasilkan dari pemanfaatan limbah ruminansia besar sebaiknya dikembangkan lagi sebagai bahan baku pangan atau pakan karena mampu menghemat devisa dari impor sumber protein.

Sistem pemasaran cacing dapat dikembangkan seperti sistem pemasaran susu melalui Koperasi Peternak Cacing Indonesia (KPSI).

DAFTAR PUSTAKA

(27)

11

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Penduduk Indonesia menurut provinsi 1971, 1980, 1990, 1995, 2000 dan 2010 [internet]. [diunduh 27 Mei 2015]. Tersedia pada http://bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/1267

[SIDATIK] Sistem Informasi Diseminasi Data Statistik Kelautan dan Perikanan. Volume impor menurut komoditi per provinsi 2012, 2013, dan2014. [internet]. [diunduh 10 Juni 2015]. Tersedia pada http://mui.or.id/wp-content/uploads/2014/11/14.-Makanan-dan-Budidaya-Cacing-dan jangkrik. pdf

Brata B. 2009. Cacing Tanah: Faktor Mempengaruhi Pertumbuhan dan Perkembangbiakan. Bogor (ID) : IPB Pr.

Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2013. Buku Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan Livestock and Animal Healt Statistics 2013. Jakarta (ID). Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan dan Kementerian Pertanian RI

Faizal A. 2014. Protein hewani dan protein nabati [internet]. [ diunduh 28 Juni 2015]. Tersedia pada http://elearning.unsri.ac.id/mod/forum/discuss.php Khairuman, Khairul A. 2009. Mengeruk Untung dari Beternak Cacing. Jakarta

(ID) : AgroMedia Pustaka.

Maulida AAA. 2015. Budidaya Cacing Tanah Unggul ala Adam Cacing. Jakarta (ID): AgroMedia Pustaka.

Munadi, Santoso D. 2011. Potensi ternak sapi sebagai penghasil pupuk kandang di Kecamatan Jatilawang Kabupaten Banyumas. Di dalam: Rahayu S, Abdul RA, Susanto A, Sodiq A, Indrasanti D, Haryoko I, Ismoyowati, Sumarmono Juni, Muatip K, Iriyanti N, Yuwono P, Samadi, Setya AS, Suhubdy, Widyastuti T, Zainal AMJ, editor. Prospek dan Potensi Sumber Daya Ternak Lokal Dalam Menunjang Ketahanan Pangan Hewani; 2011 Okt 15; Purwokerto, Indonesia. Purwokerto (ID): Unsoed Press. Hlm 239-244. Nurmawati S, Suhardianto A. 2000.Studi Perbandingan penggunaan pupuk

kotoran sapi dengan pupuk kascing terhadap produksi tanaman selada (Latca Sativa var.crisva). [Laporan Penelitian].Jurusan Biologi. Jakarta (ID). Universitas Terbuka

Palungkun R. 2010. Usaha Ternak Cacing Tanah Lumbricus rubellus. Jakarta (ID) : Penebar Swadaya.

Samosir CMF. 2000. Studi performans produksi cacing tanah dari tiga spesies yang berbeda (Eisenia foetida, Lumbricus rubellus, dan Perionyx exavatus).

[skripsi]. Jurusan Peternakan. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.

Sediaoetama, AD. 2000. Ilmu Gizi Untuk Mahasiswa dan Profesi jilid 1. Jakarta (ID) Dian Rakyat.

(28)

12

(29)

13

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 14 Juli 1993 di Pekanbaru. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara dari pasangan Drs. S. Mulyono dan Amriati. Penulis mengikuti pendidikan Taman Kanak-Kanak (TK) pada tahun 1998 di TK Raudhah Pekanbaru. Pada tahun 1999, penulis melanjutkan pendidikan sekolah dasar di SD Negeri 005 Bukit Raya, dan lulus pada tahun 2004. Penulis melanjutkan pendidikan Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 1 Pekanbaru, dan lulus pada tahun 2008. Penulis melanjutkan pendidikan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 10 Pekanbaru dan lulus pada tahun 2011.

Gambar

Tabel 2  Potensi feses peternakan ruminansia besar tahun 2009-2013
Tabel 2  Potensi feses peternakan ruminansia besar tahun 2009-2013 Lanjutan
Tabel 4  Daya tampung feses dan produksi cacing tanah tahun 2009-2013
Tabel 5 Komposisi asam amino pada tepung cacing, daging, dan ikan
+2

Referensi

Dokumen terkait

Sementara itu, faktor – faktor yang mendukung Pemanfaan Media Komunikasi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DKI Jakarta dalam meningkatkan citra yaitu faktor Sumber

countries and the developing world, human security, and the merging of development and.. security therein, represents a form of domination and control by the developed

Dengan ini diberitahukan bahwa setelah diadakan Penelitian oleh PANITIA PENGADAAN BARANG/JASA menurut ketentuan-ketentuan yang berlaku dan berdasarkan Surat Penetapan

Sumber Kurnia Mandiri telah melalui beberapa tahapan, mulai dari melakukan penilaian terhadap kinerja karyawan untuk masing-masing bagian sebanyak 1 kali setiap bulannya hingga

Esta cultura milenaria asentada entre Ecuador y Perú está perdiendo muchos elementos de su identidad, cumple con las condiciones de cultura, pero de esas

Diagram sebar korelasi antara indeks arcus pedis menunjukkan bahwa data subjek terlihat banyak berkumpul pada satu area saja, hal ini mengakibatkan pada uji korelasi yang

Berdasarkan hasil penelitian dan penarikan kesimpulan yang telah diuraikan, maka dapat disarankan bahwa pemberian dana PUAP memiliki pengaruh terhadap pendapatan

Tabel Tabel 4.1Hasil Penilaian Pengelolaan Limbah B3 RSUD Ungaran Berdasarkan Peringkat PROPER No Aspek Penilaian Hasil Penilaian Peringkat PROPER Merah 1 Pendataan