• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Pengemasan Kelapa Kopyor untuk Mempertahankan Mutu Selama Penyimpanan Dingin

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian Pengemasan Kelapa Kopyor untuk Mempertahankan Mutu Selama Penyimpanan Dingin"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN PENGEMASAN KELAPA KOPYOR UNTUK

MEMPERTAHANKAN MUTU SELAMA

PENYIMPANAN DINGIN

MUHAMMAD YUSUF ANTU

F152120121

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Kajian Pengemasan Kelapa Kopyor untuk Mempertahankan Mutu Selama Penyimpanan Dingin adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2014

Muhammad Yusuf Antu

(4)

RINGKASAN

MUHAMMAD YUSUF ANTU. Kajian Pengemasan Kelapa Kopyor untuk Mempertahankan Mutu Selama Penyimpanan Dingin. Dibimbing oleh ROKHANI HASBULLAH dan USMAN AHMAD.

Kelapa kopyor memiliki kandungan gizi yang penting, seperti karbohidrat, protein, lemak, dan asam lemak. Selama penyimpanan kelapa kopyor mudah mengalami kerusakan karena proses oksidasi dan hidrolisis lemak. Hal ini menyebabkan kelapa kopyor mengalami ketengikan dan perubahan warna dari putih menjadi kuning kecoklatan. Proses hidrolisis lemak disebabkan oleh adanya aktivitas enzim dan mikroba, pada kondisi kelembaban dan suhu yang ekstrim. Sedangkan proses oksidasi disebabkan oleh adanya kontak oksigen dengan lemak. Untuk mencegah kerusakan perlu dilakukan pengemasan dan penyimpanan yang tepat sehingga dapat memperpanjang umur simpan.

Tujuan penelitian adalah (1) untuk mempelajari pengaruh jenis kemasan dan suhu penyimpanan terhadap mutu kelapa kopyor, (2) memprediksi umur simpan, dan (3) menentukan jenis kemasan dan suhu terbaik untuk menyimpan kelapa kopyor. Jenis kemasan yang dicobakan adalah polyamide (PA),

polypropylene (PP), High Density Polyethylene (HDPE), dan penyimpanan suhu

5±2 oC dan 10±2 oC. Parameter mutu yang dianalisis meliputi Thiobarbituric Acid (TBA), Asam Lemak Bebas (ALB), total mikroba, Total Padatan Terlarut (TPT), pH, kadar lemak, dan organoleptik warna, aroma dan rasa. Data dianalisis menggunakan analisis sidik ragam dan uji Duncan pada taraf (α<0.05). Umur umur simpan diduga menggunakan Partially Staggered Design (PSD). Untuk menentukan perlakuan terbaik digunakan Principal Component Analysis

(PCA) dan uji efektivitas indeks atau pembobotan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis kemasan plastik, suhu penyimpanan, dan interaksinya berpengaruh nyata terhadap total mikroba, asam lemak bebas, total padatan terlarut, pH, kadar lemak dan organoleptik warna, aroma, dan rasa. Kemasan jenis PA merupakan yang terbaik dalam mempertahankan mutu organoleptik dan menekan pertumbuhan mikroba. Suhu penyimpanan 5±2 oC lebih dapat mempertahankan mutu kelapa kopyor dibandingkan suhu 10±2 oC. Berdasarkan metode PSD dengan menggunakan mutu kritis total mikroba, umur simpan kelapa kopyor pada suhu 5±2 oC adalah 27, 26, dan 17 hari untuk kemasan plastik PA, HDPE, dan PP.

(5)

SUMMARY

MUHAMMAD YUSUF ANTU. Study Packaging Kopyor Coconut to Maintain Quality Cold Storage. Supervised by ROKHANI HASBULLAH and USMAN AHMAD.

Kopyor coconut contains important nutrients, such as carbohydrates, protein, fat, and fatty acids. During storage kopyor coconut is easily suffered damage, because of oxidizing and fat hydrolysis processes. The processes cause kopyor coconut suffered rancidity and color change from white to brownish-yellow. The fat hydrolysis process is caused by enzyme and microbe activities in an extreme humidity and temperature, whereas the oxidation process is caused by a contact between oxygen and fat. To prevent the damage, appropriate packaging and storage should be designed, so that it can extend the shelf-life at kopyor coconut.

The aims of the research are as follows: (1) to study the effects of packaging type and storage temperature of the kopyor coconut quality, (2) to predict the shelf-life at various conditions, and (3) to determine types of packaging and the best temperature for the kopyor coconut. Type of packaging tested are the Polyamide (PA), Polypropylene (PP), High Density Polyethylene

(HDPE), and storage temperatures are 5±2 oC and 10±2 oC. The parameters of quality analyzed are Thiobarbituric Acid (TBA), Free Fatty Acid (FFA), total microbe, Total Soluble Solid (TSS), pH, fat content, and organoleptics. Data was analyzed using analysis of varians and Duncan test at the level of (α<0.05). Prediction of shelf-life was done using Partially Staggered Design (PSD). To determine the best treatment Principal Component Analysis (PCA) was used, besides the index effectiveness or weighing.

The results showed that the type of plastic packaging, storage temperature, and interaction of both gave an effect on the total microbes, free fatty acid, total soluble solid, pH, fat content and organoleptics of color, flavor, and taste. PA packaging is the best packaging can be maintained the quality of organoleptic and reduce the microbe growth. The storage temperature of 5±2 oC can maintain quality of kopyor coconut better than 10±2 oC temperature. Based on PSD method and total microbe as critical parameters, the shelf-life of kopyor coconut at 5±2 oC is 27, 26, and 17 days for plastic PA, HDPE, and PP packaging, respectively.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Teknologi Pasca Panen

KAJIAN PENGEMASAN KELAPA KOPYOR UNTUK

MEMPERTAHANKAN MUTU SELAMA

PENYIMPANAN DINGIN

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014

(8)
(9)

Judul Tesis : Kajian Pengemasan Kelapa Kopyor untuk Mempertahankan Mutu Selama Penyimpanan Dingin

Nama : Muhammad Yusuf Antu NIM : F152120121

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Ir Rokhani Hasbullah, MSi Ketua

Dr Ir Usman Ahmad, M.Agr Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Teknologi Pascapanen

Prof Dr Ir Sutrisno, M.Agr

Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Dr Ir Dahrul Syah, MSc.Agr

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala

atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari sampai Maret 2014 ini ialah pengemasan dan penyimpanan, dengan judul Kajian Pengemasan Kelapa Kopyor untuk Mempertahankan Mutu Selama Penyimpanan Dingin. Penulis mengucapkan terimakasih pada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian karya ilmiah ini. Ucapan terimakasih disampaikan kepada :

1. Dr Ir Rokhani Hasbullah, MSi dan Dr Ir Usman Ahmad, M.Agr, sebagai komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahannya kepada penulis.

2. Dr Ir Lilik Pujantoro Eko Nugroho, M.Agr, selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan perbaikan kepada penulis.

3. Prof. Dr Ir Sutrisno, M.Agr, selaku ketua program studi Teknologi Pascapanen yang telah memberikan saran dan arahan kepada penulis

4. Badan Litbang Pertanian Kementerian Pertanian yang telah memberikan kesempatan penulis untuk menyelesaikan studi di IPB.

5. Sulyaden dan Bhaskara E. Nugraha, STP, selaku teknisi di Laboratorium TPPHP yang telah membantu dan memberikan masukannya selama penelitian.

6. Bambang Hermawan, selaku teknisi Laboratorium Tanaman Depertemen Agronomi dan Hortikultura, dan Edi selaku Teknisi Laboratorium Mikrobiologi Pangan Departemen Ilmu Pangan yang telah membantu memberikan masukannya selama penelitian.

7. Orang tua penulis Hadidjah Bagulu AMa.Pd dan Udin Antu, SPd dan Isteri tercinta penulis Novita E. Nadjamuddin, SE, putri tercinta penulis Nailah Shifwah Antu, serta seluruh keluarga terima kasih atas doa dan kasih

9. Teman-teman petugas belajar Badan Litbang Pertanian, Ismail Maskromo, Sasongko, Rein Senewe, Ari Abd. Rouf, Jaka Sumarno, Patta Sija, Aisyah Ahmad, Engelbert, Misgiyarta, Sumarni, Kardiono, dan Teman-teman Lab. Biologi Molekuler, Azis Natawijaya, Anneke Pesik, Agus, Atang yang telah kritis dan memberikan saran dan bantuan kepada penulis.

11. Teman-teman perwira 88 Iwan, Crist, Nupe, Deni, Ina, Ari, Mike, Oky yang telah memberikan semangat kepada penulis.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2014

(11)

DAFTAR ISI

Kerusakan Daging Kelapa Kopyor 10

3 METODOLOGI 12

Tempat dan Waktu Penelitian 12

Bahan dan Alat 13

Metode Penelitian 13

Rancangan Percobaan 15

Analisis Fisik dan Kimia 17

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 19

Perlakuan Blansing 19

Pengaruh Plastik dan Suhu terhadap Asam Lemak Bebas 20 Pengaruh Plastik dan Suhu terhadap Total Mikroba 22

Pengaruh Plastik dan Suhu terhadap pH 24

Pengaruh Plastik dan Suhu terhadap Total Padatan Terlarut 25 Pengaruh Plastik dan Suhu terhadap Kadar Lemak 26 Pengaruh Plastik dan Suhu terhadap Organoleptik Warna 27 Pengaruh Plastik dan Suhu terhadap Organoleptik Aroma 29 Pengaruh Plastik dan Suhu terhadap Organoleptik Rasa 31

Pendugaan Umur Simpan Kelapa Kopyor 32

Uji Indeks Efektivitas terhadap Mutu Organoleptik Kelapa Kopyor 38 Hasil Analisis PCA terhadap Mutu Kelapa Kopyor 39 Rekomendasi SOP dan Estimasi Potensi Ekonomi Pengemasan

Kelapa Kopyor 39

5 SIMPULAN DAN SARAN 42

Simpulan 42

(12)

DAFTARPUSTAKA 43

LAMPIRAN 48

RIWAYAT HIDUP 72

DAFTAR TABEL

1. Komponen buah kelapa genjah kopyor Pati pada beberapa wilayah

pengembangan dan kelapa kopyor daerah Jogjakarta. ... 2 2. Komponen gizi buah kelapa genjah kopyor. 2 3. Permeabilitas O2, CO2, dan H2O pada beberapa film plastik di suhu

32 oC 6

4. Film plastik dengan permeabilitas rendah dan pengaplikasiannya 6 5. Nilai mutu kelapa kopyor dalam kemasan plastik yang disimpan

pada suhu 5±2 oC 19

6. Optimalisasi waktu blansing terhadap mutu kelapa kopyor pada suhu

penyimpanan 10±2 oC 20

7. Umur simpan kelapa kopyor berdasarkan mutu kimia dan

organoleptik 36

8. Hasil uji indeks efektivitas kemasan plastik dan suhu terhadap mutu

(13)

DAFTAR GAMBAR

1. Mekanisme tahapan reaksi oksidasi 12

2. Daging kelapa kopyor yang dikemas dengan plastik PA, PP dan

HDPE dengan berat 60 g dan 170 g 13

3. Proses blansing dan heat shock kelapa kopyor 14

4. Diagram alir prosedur penelitian kelapa kopyor 16 5. Asam lemak bebas selama penyimpanan suhu dingin 21 6. Total mikroba selama penyimpanan suhu dingin 22

7. pH selama penyimpanan suhu dingin 24

8. Total padatan terlarut selama penyimpanan suhu dingin 25 9. Kadar lemak selama penyimpanan suhu dingin 26 10. Hasil evaluasi organoleptik warna kelapa kopyor selama

penyimpanan suhu dingin 27

11. Hasil evaluasi organoleptik aroma kelapa kopyor selama

penyimpanan suhu dingin 29

12. Hasil evaluasi organoleptik rasa kelapa kopyor selama penyimpanan

suhu dingin 30

13. Hubungan linier antara total mikroba dengan lama penyimpanan

kelapa kopyor pada suhu 5±2 oC 32

14. Hubungan linier antara total mikroba dengan lama penyimpanan

kelapa kopyor pada suhu 10±2 oC 33

15. Hubungan linier antara organoleptik aroma dengan lama

penyimpanan kelapa kopyor pada suhu 5±2 oC 34 16. Hubungan linier antara organoleptik aroma dengan lama

penyimpanan kelapa kopyor pada suhu 10±2 oC 34 17. Hubungan linier antara organoleptik rasa dengan lama

penyimpanan kelapa kopyor pada suhu 5±2 oC 35 18. Hubungan linier antara organoleptik rasa dengan lama penyimpanan

kelapa kopyor pada suhu 10±2 oC 35

19. Hubungan linier antara total mikroba hasil pendugaan dengan total

mikroba hasil pengamatan pada penyimpanan suhu 10±2 oC 37 20. Analisis PCA perlakuan dan variabel mutu pada 15 hari setelah

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Jenis film plastik PA, PP, dan HDPE 48

2. Kuesioner penilaian organoleptik daging kelapa kopyor 49 3. Analisis sidik ragam terhadap asam lemak bebas kelapa kopyor 50 4. Analisis sidik ragam terhadap total mikroba kelapa kopyor 51

5. Analisis sidik ragam terhadap pH kelapa kopyor 53

6. Analisis sidik ragam terhadap total padatan terlarut kelapa kopyor 54 7. Analisis sidik ragam terhadap kadar lemak kelapa kopyor 56 8. Analisis sidik ragam terhadap organoleptik warna kelapa kopyor 57 9. Analisis sidik ragam terhadap organoleptik aroma kelapa kopyor 58 10. Analisis sidik ragam terhadap organoleptik rasa kelapa kopyor 60 11. Rataan total mikroba selama penyimpanan suhu 5±2 oC 61 12. Hasil pendugaan umur simpan kelapa kopyor berdasarkan total

mikroba selama penyimpanan suhu 5±2 oC 62

13. Rataan total mikroba selama penyimpanan suhu 10±2 oC 62 14. Hasil pendugaan umur simpan kelapa kopyor berdasarkan total

mikroba selama penyimpanan suhu 10±2 oC 63

15. Rataan organoleptik aroma selama penyimpanan suhu 5±2 oC 63 16. Hasil pendugaan umur simpan kelapa kopyor berdasarkan

organoleptik aroma selama penyimpanan suhu 5±2 oC 64 17. Rataan organoleptik aroma selama penyimpanan suhu 10±2 oC 65 18. Hasil pendugaan umur simpan kelapa kopyor berdasarkan

organoleptik aroma selama penyimpanan suhu 10±2 oC 65 19. Rataan organoleptik rasa selama penyimpanan suhu 5±2 oC 66 20. Hasil pendugaan umur simpan kelapa kopyor berdasarkan

organoleptik rasa selama penyimpanan suhu 5±2 oC 67 21. Rataan organoleptik rasa selama penyimpanan suhu 10±2 oC 68 22. Hasil pendugaan umur simpan kelapa kopyor berdasarkan

organoleptik rasa selama penyimpanan suhu 10±2 oC 68 23. Matriks korelasi hasil dari principal component analysis (PCA) 69 24. Koefisien variabel dalam fungsi linier sumbu utama kemasan plastik

dan suhu penyimpanan kelapa kopyor 69

25. SOP pengemasan dan penyimpanan kelapa kopyor 70

26. Estimasi potensi ekonomi pengemasan dan penyimpanan kelapa

(15)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kelapa kopyor merupakan salah satu jenis kelapa unik hasil mutasi alamiah yang terbatas keberadaannya di Indonesia. Kelapa kopyor dicirikan oleh endosperma yang lunak, remah dan bercampur menjadi satu dengan air kelapanya, daging buah sebagian besar tidak melekat di tempurung serta rasa yang gurih. Menurut Maskromo dan Novarianto (2007), ketidaknormalan daging buah pada kelapa kopyor diduga disebabkan oleh defisiensi enzim α-D-galaktosidase, seperti yang terjadi pada kelapa Makapuno di Filiphina dan Thailand.

Keunikan buah kopyor mendatangkan nilai ekonomi bagi petani, karena harga buahnya lebih mahal dari harga kelapa biasa. Harga kelapa kopyor satu butir berkisar antara Rp 20 000 – Rp 30 000, atau sepuluh kali lipat dari kelapa biasa. Daging buah kelapa kopyor biasa dimanfaatkan untuk es kopyor, es krim kopyor, selai kopyor dan bahan campuran kue serta dikonsumsi dalam bentuk segar.

Kelapa kopyor hanya ditemukan di beberapa daerah di pulau Jawa (Tangerang, Pati, Jember, dan Sumenep) dan Sumatera (Kalianda Lampung Selatan), sehingga buahnya belum dapat dinikmati oleh konsumen di luar sentra produksi. Sifat buah yang hanya mampu bertahan selama kurang lebih seminggu dan ukuran buah yang besar, menyebabkan tidak efisien jika didistribusi ke wilayah yang jauh.

Daging buah kelapa kopyor sifatnya lunak dengan kadar lemak sekitar 12%. Lemak tersebut menjadi penyebab kerusakan dan ketengikan dalam waktu 10 jam pada suhu ruang, dan 48 jam jika disimpan pada suhu 5 – 10 oC (Uswadi 1981). Menurut Muchtadi et al. (2010) bahwa daging buah kelapa terdapat enzim-enzim seperti peroksidase, dehidrogenase, katalase, dan protease. Enzim tersebut pada buah setelah dipetik akan mempercepat proses hidrolisa lemak sehingga terbentuk asam lemak bebas dan mempercepat oksidasi.

Oksidasi lemak bahan pangan dipengaruhi oleh luas permukaan bahan yang kontak dengan oksigen, ketika bahan pangan terbuka tanpa dikemas. Selain itu, oksigen di dalam kemasan juga dapat mempercepat pertumbuhan mikroorganisme aerob, mengubah rasa, warna, dan aroma bahkan penurunan nilai gizi bahan pangan. Keseluruhan perubahan ini menurunkan masa simpan produk (Kery et al. 2006). Oleh sebab itu, pemilihan jenis kemasan perlu memperhatikan karakteristik permeabilitasnya terhadap uap air dan oksigen.

(16)

2

Perumusan Masalah

Kelapa kopyor merupakan buah eksotik yang memiliki berbagai keunggulan, baik dari segi organoleptik (warna, aroma, rasa), gizi, maupun kesehatan. Daging buah kelapa kopyor mempunyai kandungan lemak, protein dan karbohidrat yang cukup baik. Kandungan kimia tersebut menjadi penyebab kerusakan pada kelapa kopyor. Kerusakan yang sering terjadi pada bahan pangan berlemak adalah ketengikan dan perubahan warna daging buah dari putih menjadi coklat. Menurut Ketaren (2012) bahwa proses kerusakan disebabkan oleh peristiwa oksidatif dan hidrolisis lemak. Proses hidrolisis lemak disebabkan enzim dan mikroba dalam kondisi kelembaban dan suhu yang ekstrim. Selain itu kondisi tersebut dapat mempercepat oksidasi lemak, ketika lemak kontak dengan oksigen.

Oksidasi lemak dan reaksi respirasi merupakan penentu penyimpanan produk baik segar maupun kering (Gomes et al. 2010). Kehadiran oksigen tidak hanya menyebabkan peningkatan oksidasi lemak dan nutrisi penting seperti vitamin, akan tetapi menghasilkan dekomposisi protein, perubahan warna, pembentukan peroksida yang berbahaya atau aldehida. Selain itu konsentrasi oksigen juga dapat mempengaruhi pertumbuhan mikrobiologi dan metabolisme (Bree et al. 2010). Oleh karena itu diperlukan suatu cara untuk menghambat proses oksidasi dan hidrolisis, yaitu dengan cara penyimpanan dingin dan mengemas menggunakan film plastik khusus seperti

Polyamide (PA) atau nilon, Polypropylene (PP) dan High Density Polyethylene

(HDPE).

Tujuan Penelitian

1. Mengkaji pengaruh jenis kemasan dan suhu penyimpanan terhadap mutu kelapa kopyor.

2. Menduga umur simpan kelapa kopyor pada berbagai kemasan dan suhu penyimpanan.

3. Menentukan jenis kemasan dan suhu penyimpanan terbaik untuk kelapa kopyor. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan metode penyimpanan yang baik untuk kelapa kopyor. Metode yang dimaksud adalah terpilihnya jenis kemasan dan cara pengemasan yang sesuai terhadap mutu kelapa kopyor serta menduga umur simpannya, dengan memperhitungkan aspek efisiensi dan efektivitas sehingga dapat dimanfaatkan ditingkat produsen pengolah hasil hingga konsumen akhir.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini difokuskan pada :

1. Pendugaan umur simpan daging buah kelapa kopyor dengan metode ESS (extended storage studied)

(17)

3 4. Pengamatan terhadap parameter mutu meliputi : asam lemak bebas (ALB), ketengikan (Thiobarbituric Acid, TBA), kadar lemak, total padatan terlarut (TPT), pH, total mikroba (Total Plate Count, TPC), dan uji organoleptik.

2

TINJAUAN PUSTAKA

Kelapa Kopyor

Indonesia merupakan negara penghasil kelapa terbesar kedua di dunia setelah Filipina menurut data rata-rata FAO 2004-2008. Luas perkebunan kelapa di Indonesia saat ini mencapai 3.8 juta hektar (ha) yang terdiri dari perkebunan rakyat seluas 3.7 juta ha; perkebunan milik pemerintah seluas 4.669 ha; serta milik swasta seluas 66.189 ha. Luas tanaman kelapa meningkat dari 1.66 juta ha pada tahun 1969 menjadi 3.8 juta ha pada tahun 2011 (Anonim 2011). Indonesia memiliki sekitar 100 jenis kelapa, diantaranya terdapat satu jenis yang berdaging buah lunak dan tidak melekat secara sempurna pada tempurungnya. Jenis ini dikenal dengan nama kelapa kopyor. Maskromo dan Novarianto (2007) menyatakan bahwa terdapat dua tipe kelapa kopyor, yaitu tipe dalam dan tipe genjah. Daerah penyebaran kelapa kopyor tipe Dalam antara lain Kab. Bogor Jawa Barat, Kab. Pati Jawa Tengah, dan Kab. Sumenep Jawa Timur, serta Kab. Lampung Selatan. Sedangkan kelapa kopyor tipe genjah menyebar di Kab. Pati, Jawa Tengah. Luas tanam kelapa kopyor di Kabupaten Pati mencapai 378.09 ha. Tiga kecamatan yang memiliki areal per tanaman terluas yaitu Dukuhseti, Tayu, dan Margoyoso, dengan luas berturut-turut 132.60 ha, 131.55 ha, dan 69.50 ha.

Tanaman kelapa mulai berbunga sekitar umur 5 tahun. Panen untuk kelapa muda dilakukan pada umur 7 bulan setelah berbunga, bila akan diambil santannya atau dijadikan benih, buah dipanen setelah tua, yaitu pada umur 11 – 12 bulan. Untuk kelapa kopyor sebaiknya dipanen 9 – 10 bulan atau paling lambat 11 – 12 bulan. Bila terlambat panen dikhawatirkan kelapa kopyor akan mengalami pengurangan volume daging buahnya. Panen perlu dilakukan hati-hati agar tidak menurunkan kualitas, demikian juga dengan penanganan pascapanennya. Komponen fisiologi buah kelapa kopyor genjah Pati pada beberapa daerah pengembangan dan kelapa kopyor daerah Jogjakarta dapat dilihat pada Tabel 1.

(18)

4

Kemasan

Penggunaan kemasan pada produk bahan pangan dilakukan untuk melindungi produk dari kerusakan dan pengaruh eksternal, dalamhal ini daging kelapa kopyor yang mudah mengalami kerusakan karena kaya akan kompisisi gizi, sehingga berpotensi sebagai substrat mikroba dalam pertumbuhannya. Secara teknis pengemasan berfungsi untuk melindungi atau menahan produk dalam bentuk yang baik untuk didistribusikan dan penyimpanan yang lebih lanjut. Selain itu juga berfungsi untuk melindungi bahan pangan dari pengaruh oksigen, kelembaban, organisme besar atau kecil, debu, cahaya, Tabel 1 Karakteristik fisik buah kelapa kopyor genjah Pati pada beberapa daerah

pengembangan dan kelapa kopyor daerah Jogjakarta. Lokasi Tumbuh Ukuran buah

Jogjakarta* 61.00+2.00 2.30+0.40 392+100 416+15 Sumber : Maskromo (2010); *Santoso et al. (1995)

Tabel 2 Komposisi gizi daging buah kelapa kopyor genjah.

(19)

5 suhu terlalu tinggi atau rendah, mencegah kerusakan mekanis selama penyimpanan dan pemasaran, mempermudah pengangkutan dan penyimpanan.

Jenis kemasan yang dapat digunakan untuk produk pangan berlemak adalah wadah gelas, kertas, plastik dan kaleng (Ketaren 2012). Beberapa persyaratan yang perlu dipertimbangkan untuk kemasan produk pangan meliputi permeabilitas terhadap udara, tidak dapat menyebabkan penyimpangan warna produk, tidak bereaksi sehingga tidak merusak bahan maupun cita rasanya, tidak mudah teroksidasi atau bocor, tahan panas, mudah dikerjakan dan harganya murah. Pengemasan sebagai bagian integral dari proses produksi dan pengawetan bahan pangan dapat juga mempengaruhi mutu produk, antara lain perubahan fisik dan kimia karena migrasi zat-zat kimia dari bahan kemasan, selain itu pengemasan menyebabkan perubahan aroma, warna, dan tekstur yang dipengaruhi uap air dan oksigen (Syarief et al. 1989).

Pada pengemasan bahan pangan berlemak, keterlibatan uap air akan menyebabkan proses hidrolisa pada lemak menjadi asam lemak bebas dan gliserol yang akan menimbulkan ketengikan bahan pangan. Sedangkan adanya gas oksigen menyebabkan terjadinya proses oksidasi lemak, sehingga terbentuk peroksida dan hidroperoksida. Terkait dengan karakterisitik bahan pangan yang dikemas, maka penggunaan beberapa plastik sebagai bahan kemasan mempunyai keunggulan dibandingkan dengan bahan kemasan lainnya karena sifatnya yang ringan, transparan, kuat, termoplastik, dan memiliki sifat permeabilitas terhadap uap air, karbondioksida dan oksigen. Permeabilitas uap air dan gas, serta luas permukaan kemasan mempengaruhi produk yang disimpan, dimana jumlah gas sedikit dan luas permukaan yang kecil menyebabkan masa simpan produk lebih lama (Winarno 1987). Beberapa jenis film plastik yang digunakan sebagai pengemas, berdasarkan permeabilitas gas dan pengaplikasiannya dapat dilihat Tabel 3 dan Tabel 4.

Polypropylene

Polypropylene (PP) termasuk jenis plastik olefin dan merupakan polimer dari

(20)

6

Beberapa penelitian terkait penggunaan plastik PP seperti oleh Lee et al. (2008), bahwa melapisi jenis plastik PP dengan whey protein isolat dan corn zein dapat menghambat pertumbuhan bakteri selama penyimpanan. Elsabee et al. (2008),

Tabel 3 Permeabilitas oksigen, karbondioksida dan air pada beberapa film plastik di

Low density polyethylene (LDPE) 15-30 60-160 5-10

High density polyethylene (HDPE) 5-17 150 1.80-3.50

Ethylene vinyl acetat (15 % EVA) 30-40 - 21-25

Ethylene acid copoymer (ionomer) 20-35 - 5-11

Polypropylene (PP) 9-16 30-50 4-10

Polyethylene terephtalate (PET) 0.14 1.20 4-6a

Polystyrene (PS) 18-25 60-90 9-46

Polyvinyl chlorida (PVC plasticized))

1.7-100b 6-180 -

PVC rigid 0.30-1.20b 1.2-3 14

Polyamide (PA6) 0.09-0.11 0.60-0.80 46a

PA66 0.20 - 86

Polyvinyliden chlorida (PVdC) 0.06b - 0.70a

Ethylene vinyl alkohol (EVOH 32

Tabel 4 Film plastik dengan permeabilitas rendah dan pengaplikasiannya

Jenis Kemasan Film Plastik

- Pelarut Organik Baik Sangat Baik Sangat Baik

- Air Baik Sangat Baik Sangat Baik

- Asam Baik Tidak Baik Baik

- Basa Baik Sangat Baik Sangat Baik

Keterangan : * RH 90 %, Suhu 40 oC

(21)

7 penggunaan plastik PP yang dilapisi kitosan dapat memperpanjang umur simpan buah tomat hingga 13 hari pada suhu 4 oC. Plastik PP yang dilapisi nano komposit corn zein secara siginifikan menghalangi uap air dan oksigen, dimana dapat mengurangi permeabilitas oksigen hampir empat kali dan uap air berkurang 30 % (Ozcalik dan Tihminlioglu 2013).

Polyamide

Plastik polyamide (PA) atau plastik nilon pertama kali diperkenalkan oleh Du Pont pada tahun 1983. Polyamide diperoleh dengan cara kondensasi polimer (poli kondensasi) dari asam amino atau diamina dengan asam dua karboksilat (di-acid). Menurut Syarief et al. (1989) polyamide memiliki beberapa keunggulan yaitu bersifat inert, tahan panas, mempunyai sifat mekanis yang baik, tahan terhadap asam encer dan basa, tidak tahan asam kuat, tidak berbau, tidak beracun. Memiliki ketahanan yang baik terhadap sebagian besar bahan kimia, permeabilitas gas yang rendah, penghambat gas yang baik untuk mengemas minyak dan lemak (Marsh dan Bugusu 2007). Sebagai penghalang oksigen, rasa dan aroma (Massey 2003).

Pengaplikasian plastik polyamide untuk bahan pangan seperti yang dilakukan oleh Smulders et al. (2013), penggunaan plastik PA dengan ketebalan 15 μm yang dikombinasikan dengan senyawa antimikroba pada penyimpanan dingin daging, dapat mengurangi pertumbuhan mikroba. Aplikasi polyamide dengan silver zinc dapat mengawetkan dan menjaga keamanan pangan khususnya sosis, dan dapat menurunkan oksigen serta permeabilitas uap air pada umumnya (Pattino et al. 2014). Plastik

polyamide dapat bersifat sebagai penghalang oksida yang baik, sebagai kemasan

makanan untuk memperpanjang umur simpan, karena dapat membuat makanan steril jika dipanaskan secara bersamaan dengan bahan makanan sampai suhu tinggi 110 oC selama 5 menit dengan tekanan 600 Mpa (Bull et al. 2010).

High Density Polyethylene

Berdasarkan sifat penggunaannya kemasan plastik berbahan dasar polyethylene

adalah dikategorikan baik untuk produk bahan pangan yang berlemak yang sensitif terhadap oksigen. Polyethylene merupakan plastik tipis berlapis tunggal (single film) yang digunakan dalam industri pengemasan fleksibel. PE diklasifikasikan menjadi tiga tipe, yaitu High Density Polyethylene (HDPE), Low Density Polyethylene (LDPE) dan

Linear Low Density Poliethylene (LLDPE) (Buckle et al. 1987). Akan tetapi dalam

fenomena ini lebih spesifik untuk memilih polyethylene dengan kepadatan tinggi yaitu HDPE, karena plastik jenis ini memiliki lebih banyak rantai antar molekulnya, sehingga mempunyai densitas yang lebih tinggi dan lebih kaku. HDPE dapat bersifat linear dan terstruktur dengan beberapa cabang rantai pendek, dan memiliki konfigurasi rantai paralel, tingkat kristalinitas lebih tinggi yaitu 90 % serta memiliki zona amorf sedikit (Colın et al. 2013).

(22)

8

sifat-sifat daya tembus oksigen dipengaruhi oleh suhu lingkungan, ketebalan plastik, orientasi dan komposisi plastik kondisi atmosfer (RH) dan faktor lainnya. Selain itu Fellows (2000), HDPE dengan ketebalan 0.03 - 0.15 mm memiliki kekuatan sobek yang tinggi, kekuatan tarik, ketahanan penetrasi dan kekuatan segel. HDPE tahan air, tahan bahan kimia dan digunakan untuk mengemas bahan berlemak. Untuk pengaplikasian kemasan botol HDPE yang berpigmen (TiO2) tebal 550 - 600 µm dan transimisi oksigen

1.9 - 2.0 ml package-1 day-1 atm-1 memberikan cukup perlindungan terhadap pertumbuhan mikroba, derajat oksidasi lipid, lipolisis dan proteolisis serta efektif melindungi degradasi vitamin A pada pasteruisasi susu yang disimpan selama tujuh hari pada suhu 4 oC (Zygoura et al. 2004).

Blansing

Blansing merupakan suatu cara untuk menginaktivasi enzim dalam sayuran dan buah-buahan sebelum diproses lebih lanjut (Fellow 2000). Selain itu blansing dapat mengurangi jumlah kontaminasi mikroorganisme pada permukaan bahan pangan dan menghilangkan udara yang berada dalam rongga-rongga antar sel jaringan bahan pangan (Asgar dan Musaddad 2006). Sedangkan menurut Muchtadi et al. (2010) bahwa blansing dapat menginaktifkan enzim baik oksidasi maupun hidrolisis, serta menurunkan jumlah mikroba yang hidup pada bahan. Blansing juga dapat menghambat perubahan warna, aroma, dan rasa yang tidak dikehendaki serta memperbaikinya. Selain itu blansing dapat melunakkan jaringan dan melayukan jaringan bahan pangan dan menghilangkan getah. wortel sebelum dikeringkan (Asgar dan Musaddad 2006). Untuk mencapai optimalisasi inaktivasi enzim, dan mengurangi pertumbuhan mikroba maka bahan pangan dipanaskan pada kondisi suhu tertentu dalam waktu tertentu, dan didinginkan secara cepat. Pendinginan secara cepat dimaksudkan untuk menghentikan pemasakan saat pemanasan, menghentikan proses pelayuan secara berlebihan, dan mencegah timbulnya bau amonia pada bahan pangan berlemak yang dapat menyebabkan aroma yang tidak diinginkan.

Penyimpanan

Metode-metode untuk pengawetan pangan adalah penggunaan suhu rendah (pendinginan dan pembekuan), pengawetan kimia dan pemanasan. Khusus untuk pengawetan dengan suhu rendah, cara tersebut dapat dilakukan untuk menghambat atau mencegah kerusakan biokimia, fisik dan mikrobiologi (Syarief et al. 1989). Menurut Winarno dan Jenie (1983), penyimpanan bahan pangan pada suhu rendah dapat memperpanjang masa hidup jaringan di dalam bahan pangan.

(23)

9 pada suhu sedikit di bawah suhu kamar dan tidak lebih dari 15 oC. Pendinginan refrigerasi adalah penyimpanan produk pangan pada suhu 0 oC sampai dengan 10 oC (Syarief et al. 1989). Selain itu proses pendinginan refrigerasi merupakan produksi pengusahaan dan pemeliharaan tingkat suhu dari suatu bahan atau ruangan pada tingkat yang lebih rendah daripada suhu lingkungan atau atmosfer sekitarnya dengan cara penarikan atau penyerapan panas dari bahan atau ruangan di atas suhu pembekuan yaitu 2 – 10 oC.

Penyimpanan dingin mempunyai pengaruh terhadap cita rasa, warna, tekstur, nilai gizi, serta bentuk dan penampakan bahan pangan, namun perlu mengikuti prosedur standar dengan lama penyimpanan tertentu. Pendinginan dan pembekuan tidak dapat meningkatkan mutu bahan pangan, namun dapat mempertahankan mutu. Semakin rendah suhu yang digunakan, laju respirasi dan transpirasi berjalan semakin lambat, sehingga umur simpan dapat diperpanjang. Penggunaan suhu rendah dapat menghambat pertumbuhan mikroba, tetapi beberapa kelompok mikroba seperti kelompok mikroba psikotrofik dan psikrofilik masih dapat tumbuh yang pada akhirnya merusak pangan. Penggunaan suhu rendah dapat memperpanjang fase lag dari fase pertumbuhan bakteri, sehingga kecepatan pertumbuhannya akan menurun (Syaiful 2010). Menurut Winarno (2002), pada setiap kenaikan suhu 10 oC, laju pernafasan meningkat dua (double) atau tiga kali, hal itu mengikuti hukum Van Hoffs. Secara cermat, hukum tersebut menyatakan bahwa laju dari seluruh reaksi kimia dan biokimia meningkat dua atau tiga kali dengan setiap peningkatan suhu 10 oC.

Beberapa penelitian mengenai penggunaan suhu dingin maupun suhu pembekuan, seperti yang dilakukan oleh Nugraha (2007) terhadap penyimpanan tempe dan sayur menggunakan kemasan plastik, pada suhu dingin 4 oC selama 15 hari dengan pertumbuhan mikroba 5.7 x 104 CFU g-1 dan suhu beku -18 oC selama 20 minggu, didapatkan pertumbuhan mikroba 5.1 x 104 CFU g-1. Nilai tersebut masih sesuai dengan standar yang diharapkan, jika didasarkan pada SNI 01-6683-2002 chicken nuget dengan nilai 5 x 104 CFU g-1. Penelitian sosis yang disimpan pada suhu 4 oC dan -10 oC dapat bertahan selama 14 hari dan 56 hari, dengan angka peroksida, TBA, dan jumlah pertumbuhan mikroba masih dibawah batas normal sesuai dengan SNI (Syaiful 2010).

Pendugaan Umur Simpan

Menurut Fu dan Labuza (1993), umur simpan adalah periode waktu untuk produk makanan menjadi tidak dapat diterima secara sensorik, gizi atau tidak aman lagi untuk dikonsumsi. Umur simpan mengacu pada periode waktu bahwa makanan akan mempertahankan tingkat kualitas yang dapat diterima berdasarkan keamanan dan perspektif organoleptik. Secara bersamaan dalam periode waktu reaksi fisikokimia, mikrobiologi dan enzimatik merupakan titik utama yang mempengaruhi umur simpan (Gustavo et al. 2007). Selain itu Hough (2010) mengemukakan bahwa umur simpan adalah perbedaan dari tanggal kadaluwarsa, terkait kualitas makanan dan untuk keamanan pangan, dimana produk yang telah melewati masa penyimpanannya masih mungkin aman, akan tetapi kualitas tidak lagi dijamin.

(24)

10

untuk memprediksi umur simpan produk adalah proposisi yang kompleks, tergantung pada sifat produk, berbagai sifat atau indeks kualitas percobaan yang harus diikuti sebagai fungsi waktu dalam rangka untuk mengevaluasi degradasi kualitas produk (Achour 2006). Memprediksi umur simpan suatu produk didasarkan pada kedua jenis reaksi yang memburuk yaitu, penyerapan air dan oksidasi lipid selama penyimpanan (Del Nobile 2001; Achour 2006). Menurut Arpah (2001), penentuan umur simpan dari produk pangan dilakukan dengan salah satu cara diantara tiga kategori, yaitu :

1. Percobaan dirancang dengan cara menentukan umur simpan produk yang ada. 2. Percobaan dirancang dengan cara mempelajari pengaruh faktor spesifik dan

kombinasi dari berbagai faktor seperti suhu penyimpanan, bahan pengemas, atau bahan tambahan makanan.

3. Percobaan dilakukan untuk menentukan umur simpan dari produk yang sedang dikembangkan

Secara garis besar umur simpan dapat ditentukan dengan menggunakan metode konvensional (Extended Storage Studies, ESS) dan metode akselerasi kondisi penyimpanan (Accelerated Storage Studied, ASS). Menurut Syarief et al. (1989), umur simpan suatu produk pangan dapat diduga dan ditetapkan waktu kadaluwarsanya dengan menggunakan konsep studi penyimpanan produk pangan, yaitu ESS dan ASS (Floros dan Gnanasekharan 1993).

Penentuan umur simpan dengan ESS disebut juga dengan metode konvensional, yaitu penentuan tanggal kadaluwarsa dengan cara menyimpan suatu seri produk pada kondisi normal sehari-hari, sambil dilakukan pengamatan terhadap penurunan mutunya

(usable quality) hingga mencapai tingkat mutu kadaluwarsa. Metode ini akurat dan

tepat, tapi memerlukan waktu yang panjang serta analisa parameter mutu yang relatif banyak. Berbeda halnya dengan metode ASS yang membutuhkan waktu pengujian relatif singkat, tetapi memiliki ketepatan dan akurasi yang tinggi. Hal ini dikarenakan, metode ASS menggunakan suatu kondisi lingkungan yang dapat mempercepat

(accelerated) reaksi deteriorasi (penurunan mutu) produk pangan. Oleh karena itu,

kerusakan yang berlangsung dapat diamati dengan cermat dan diukur. Hal ini dapat dilakukan dengan mengontrol semua lingkungan produk dan mengamati parameter perubahan yang berlangsung.

Menurut Herawaty (2008), metode konvensional biasanya digunakan untuk mengukur umur simpan produk pangan yang telah siap edar, atau produk yang masih dalam tahap penelitian. Disisi lain, metode ESS sering digunakan untuk produk yang mempunyai masa kadaluwarsa kurang dari tiga bulan. Pengukuran umur simpan dengan metode konvensional dilakukan dengan cara menyimpan beberapa kemasan produk yang memiliki berat serta tanggal produksi yang sama pada beberapa ruangan yang telah dikondisikan dengan kondisi kelembaban yang seragam.

Kerusakan Daging Kelapa Kopyor

(25)

11 seperti oksidasi lemak, kerusakan vitamin, kerusakan protein, perubahan bau, reaksi pencoklatan, perubahan unsur organoleptik, dan kemungkinan terbentuknya racun.

Kerusakan yang sering terjadi pada bahan pangan berlemak, khususnya kelapa kopyor adalah ketengikan. Menurut Ketaren (2012), ketengikan disebabkan oleh 3 faktor yaitu 1). Ketengikan oleh oksidasi (oxydation rencidity), 2). Ketengikan oleh enzim (enzymatic rencidity), 3). Ketengikan oleh proses hidrolisis (hydrolitic rencidity). Ketengikan oleh oksidasi terjadi karena proses oksidasi oleh oksigen diudara terhadap asam lemak tidak jenuh dalam lemak. Sumber utama oksigen adalah terdekomposisi uap air oleh radiasi sinar ultraviolet pada lapisan atas atmosfer. Pada udara kering, sekitar 20.9 % volume udara merupakan oksigen. Bahan pangan yang sensitif terhadap oksigen harus disimpan dalam kemasan yang mengandung oksigen kurang dari 2 %.

Proses ini dapat terjadi pada suhu kamar dan bahan pangan yang mengalami pengolahan dengan pemanasan pada suhu tinggi.

Kecepatan oksidasi lemak yang dibiarkan di udara akan bertambah dengan kenaikan suhu dan berkurang dengan penurunan suhu (Ketaren 2012). Sehingga bahan pangan berlemak perlu dikemas untuk menghindari kontak dengan oksigen di udara, dan sebaiknya memperhatikan kualitas kemasan. Menurut Pascall et al. (2008), faktor utama yang mempengaruhi jumlah oksigen dari produk yang dikemas (umur simpannya) adalah permeabilitas kemasan (material), kebocoran dalam wadah, reaksi kimia dan mikroba produk, dan volume awal oksigen dalam kemasan. Banyaknya oksigen yang bereaksi dapat mempengaruhi umur simpan produk makanan yang dikemas.

Ketengikan oleh enzim disebabkan bahan pangan berlemak dengan kadar air dan kelembaban tertentu, merupakan medium yang baik bagi pertumbuhan cendawan. Dimana cendawan tersebut mengeluarkan enzim, misalnya enzim lipo elastic dapat menguraikan trigliserida menjadi asam lemak bebas dan gliserol (Ketaren 2012). Selain itu ketengikan disebabkan oleh hasil hidrolisa lemak yang mengandung asam lemak jenuh berantai pendek. Menurut Lopulalan (2008), reaksi hidrolisis terjadi karena terdapatnya sejumlah air pada bahan pangan.

Menurut Berger dan Hamilton (1992), potensi suatu bahan menjadi tengik ditentukan dengan bilangan peroksida, di mana terjadi reaksi iodisasi pada ikatan rangkap asam lemak. Selain itu menurut Pokorny et al. (2001), tingkat oksidasi lemak pada produk pangan dapat diukur dengan menganalisa material lipid misalnya asam lemak atau trigliserida, dapat juga dilakukan dengan mengukur produk oksidasi lemak baik primer maupun sekunder. Beberapa metode pengukuran oksidasi lemak antara lain adalah bilangan peroksida, diena terkonjugasi, bilangan oktanal, Thiobarbituric Acid

Reactive Substances (TBARS), angka anisidin serta produk berfloresen.

(26)

12

kualitasnya memiliki nilai TBA kurang dari 3 mg malonaldehid kg-1 sampel masih baik menurut SNI 01-2352-1991.

Reaksi oksidasi merupakan suatu rantai reaksi radikal bebas. Mekanisme dari reaksi tersebut terdiri dari tiga tahap yaitu inisiasi, propagasi, dan terminasi. Pada fase inisiasi, molekul oksigen bereaksi dengan asam lemak tidak jenuh menghasilkan hidroperoksida dan radikal bebas yang bersifat sangat reaktif. Adanya inisiator seperti logam transisi (besi atau tembaga), enzim lipoksigenase, panas ataupun cahaya dapat meningkatkan laju reaksi pada fase insiasi. Oksidasi kemudian berlanjut pada fase propagasi dimana tejadi autooksidasi. Pada fase terminasi akan terbentuk produk yang tidak reaktif seperti hidrokarbon, aldehida dan keton. Inisiasi merupakan reaksi pembentukan radikal bebas, propagasi merupakan reaksi perubahan radikal bebas menjadi radikal yang lain. Terminasi merupakan reaksi yang melibatkan kombinasi dua radikal untuk membentuk produk yang lebih stabil. Mekanisme dari tahapan reaksi oksidasi dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Mekanisme tahapan reaksi oksidasi

3

METODOLOGI

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan Februari 2014 di Laboratorium Teknik dan Pengolahan Hasil Pertanian (TPHP) Departemen Teknik Mesin dan Biosistem. Analisis mutu kimia dilakukan di Laboratorium Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB, dan uji mikroba dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Pangan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB.

Bahan dan Alat

(27)

13 merk Butchi Switzerland, spektrofotometer Shimadzu UV-1800, pH meter dan refraktometer.

Metode Penelitian

a. Persiapan bahan

Panen buah kelapa kopyor dengan cara umum yang dilakukan panen petani, yaitu pada umur 9 - 10 bulan. Kelapa kopyor dikupas dari sabutnya, kemudian dibelah dan air buahnya dipisahkan. Proses pembelahan dan pemisahan daging kelapa kopyor dilakukan dengan aseptik, pembelahan menggunakan alat yang bersih. Setiap pekerja menggunakan masker dan sarung tangan untuk menghindari kontaminasi silang serta menjaga lingkungan sekitar pengolahan agar tetap aseptik. Daging buahnya dipisahkan dengan menggunakan sendok stainless steel. Daging buah ditiriskan dan diusahakan homogen, kemudian dikemas dengan berat kemasan masing-masing sebesar 60 g untuk analisis kimia, dan 170 g untuk uji organoleptik seperti pada Gambar 2. Jumlah kemasan untuk analisis kimia sebanyak 84 buah, dan untuk analisis organoleptik sebanyak 42 buah.

Gambar 2. Daging kelapa kopyor yang dikemas dengan plastik PA, PP dan HDPE dengan berat 60 g dan 170 g

b. Tahapan Pengemasan dan Penyimpanan

(28)

14

Blansing Heat shock

Gambar 3. Proses blansing dan heat shock kelapa kopyor c. Analisis fisikokimia dan organoleptik

Pada penelitian dilakukan analisis karakteristik fisik dan kimia kelapa kopyor yang meliputi : ketengikan (Thiobarbituric Acid, TBA), asam lemak bebas (ALB), total mikroba. kadar lemak, pH, total padatan terlarut, dan uji organoleptik warna, aroma dan rasa.

d. Uji pembobotan terhadap organoleptik

Penentuan kemasan yang paling berpotensi dilakukan dengan menggunakan metode indeks efektivitas (effectiveness index), di mana langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut. Pertama, variabel-variabel yang diamati dalam pemilihan alternatif diurut dan diberikan bobot (weight) berdasarkan tingkat prioritas penentu, kemudian bobot yang diberikan dinormalisasi dengan cara membagi masing-masing bobot dengan jumlah nilai bobot yang diberikan. Selanjutnya, dihitung nilai efektivitas dari masing-masing alternatif dengan mengikuti persamaan berikut.

Nilai efektivitas = .

terburuk Nilai

terbaik Nilai

terburuk Nilai

perlak uan Nilai

Kemudian, nilai efektivitas yang diperoleh dikalikan dengan nilai normalisasi dari bobot yang diberikan untuk masing-masing parameter. Langkah terakhir adalah menjumlahkan hasil kali nilai efektivitas dengan nilai normalisasi dari masing-masing alternatif. Nilai jumlah yang terbesar adalah merupakan alternatif pilihan terbaik.

e. Uji Principal Component Analysis (PCA)

(29)

15 maka diperoleh sumbu-sumbu baru yang mempresentasikan secara optimal sebagian besar variabilitas dari data matriks dimensional, sehingga didapatkan ditemukan hubungan antara variabel dan hubungan antar objek. Analisis ini membagi matrik korelasi parameter menjadi beberapa komponen, kemudian menyusun keragaman komponen yang bersangkutan dari yang terbesar pada sumbu komponen utama sehingga didapatkan distribusi spasial parameter fisik dan kimia suatu amatan.

f. Pendugaan umur simpan

Pendugaan umur simpan dilakukan dengan metode Extended Storage Studied

(ESS). Pada metode ESS digunakan rancangan yang sesuai yaitu Partially Staggered

Design (PSD) dengan menggunakan regresi sederhana, dengan persamaan sebagai

berikut :

ŷ

=

b

0 +

b

1χ Dimana : ŷ = Nilai prediksi (umur simpan)

b0 = Intersep (variable respons)

b1 = Parameter model regresi

Racangan PSD untuk menduga umur simpan kelapa kopyor dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut : (1) memplotkan rataan parameter mutu hasil pengamatan (y), dengan lama penyimpanan (χ) pada regresi linier sederhana menggunakan perangkat lunak Excel, (2) hasil regresi linier berupa persamaan sloope ŷ = b0 + b1χ diplotkan kembali kedalam regresi linier sederhana untuk mendapatkan

waktu pendugaan umur simpan kelapa kopyor, (3) menguji model pendugaan simpan dengan meregresikan parameter mutu kritis hasil pendugaan dengan parameter mutu hasil pengamatan.

Rancangan Percobaan

Penelitian menggunakan Rancangan Faktorial RAL (Rancangan Acak Lengkap) dengan dua faktor. Faktor pertama adalah plastik dengan 3 taraf percobaan (PA, PP, dan HDPE) dan faktor kedua adalah suhu dengan dua taraf (5±2 oC dan 10±2 oC). Penelitian dilakukan dengan 2 kali ulangan. Untuk melihat pengaruh perlakuan dilakukan analisis sidik ragam. Jika terjadi pengaruh antar perlakuan, maka dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan pada taraf (α<0.05). Model Linearnya adalah sebagai berikut :

Y i j k = µ + αi + βj + (αβ)ij +

є

ijk Dimana :

(30)

16

Gambar 4 Diagram alir prosedur penelitian kelapa kopyor Buah Kelapa Kopyor

Pembelahan dan Penirisan

Blansing suhu 75±2 oC selama 10 menit (waterbath)

Analisis Mutu:

1. Kimia : ALB, Kadar lemak, Total padatan terlarut, pH, Total mikroba

2. Uji organoleptik : warna, aroma dan rasa Pengemasan dengan berat 60 g dan 170 g

Heat shock suhu 2 oC selama 10 menit (cool box)

Penyimpanan Dingin (refrigerator) PA

150 µm

PP 80 µm

HDPE 40 µm

Suhu 5±2 oC

Suhu 10±2 oC

Pendugaan Umur Simpan

(31)

17 Analisis Kimia dan Organoleptik

1. TBA metode dari Tarladgis (Andarwulan et al. 2011)

Prinsip pengukuran angka TBA adalah pengukuran terhadap produk sekunder dari oksidasi lipid yaitu malonaldehida, dimana reaksi TBA dengan malonaldehida menghasilkan senyawa berwarna yang menyerap pada panjang gelombang 528 nm, sehingga bisa diukur secara spektrofotometri. Sebanyak 10 g sampel ditimbang dengan teliti dan dimasukkan ke dalam waring blender, ditambahkan 50 ml aquadest dan dihancurkan selama 2 menit. Dipindahkan secara kuantitatif ke dalam labu distilasi sambil dicuci dengan 47.5 ml aquadest. Ditambahkan ±2.5 ml HCl 4 M sampai pH menjadi 1.5. Tambahkan batu didih dan pencegah buih (anti foaming egent) secukupnya dan pasanglah labu distilasi pada alat distilasi. Distilasi dijalankan dengan pemanasan tinggi sehingga diperoleh 50 ml destilat selama 10 menit pemanasan. Aduk merata distilat yang diperoleh, pipet 5 ml distilat ke dalam tabung reaksi bertutup. Tambahkan 5 ml pereaksi TBA (0.02 M), tutup dan campur merata lalu panaskan selama 35 menit dalam air mendidih. Buat blanko dengan menggunakan 5 ml aquadest dan 5 ml pereaksi, lakukan seperti penetapan sampel. Dinginkan tabung reaksi dengan air pendingin selama 10 menit kemudian diukur absorbansinya (D) pada panjang gelombang 528 nm dengan larutan blanko sebagai titik nol. Bilangan TBA dinyatakan dalam mg malonaldehid per kg sampel. Bilangan TBA = 7.8 x D.

2. Asam Lemak Bebas (Andarwulan et al. 2011)

Prinsip dari metode penetapan bilangan asam lemak bebas adalah palarutan contoh lemak dalam pelarut organik yang dilanjutkan dengan titrasi KOH. Hal pertama yang harus dilakukan dalam menimbang sampel yang telah dihancurkan dengan menggunakan blender seberat 5 - 10 g. Sampel kemudian dilarutkan dalam 50 ml alkohol 96 % netral selama 1 jam sambil diaduk. Langkah selanjutnya dengan menyaring sampel dengan menggunakan kertas saring. Hasil saringan tersebut kemudian diberi beberapa tetes indikator PP (Phenolpthalein). Langkah terakhir adalah titrasi sampel dengan larutan KOH 0.1 N hingga timbul warna merah yang tidak berubah selama 15 detik. Kadar asam lemak bebas contoh dihitung dengan rumus :

Kadar asam lemak bebas

(32)

18

dimasukkan kedalam alat soxhlet yang telah dihubungkan dengan labu lemak. Setelah itu lemak diekstrak dengan kloroform selama lebih kurang 6 jam. Kemudian kertas saring dikeringkan pada oven bersuhu 105 oC. Setelah itu didinginkan dan ditimbang. Ulangi pengeringan ini hingga tercapai bobot tetap.

Perhitungan: 4. Total Padatan Terlarut (Andarwulan et al. 2011)

Total padatan terlarut diukur menggunakan refraktometer. Cara pengukurannya adalah dengan memeras cairan daging buah kelapa kopyor kemudian disaring dan diteteskan pada bagian sensor alat. Hasil pengukuran dalam satuan % brix atau obrix.

5. pH (AOAC 1995)

Pengukuran pH dilakukan dengan alat pH meter. Alat pH meter mula-mula dikalibrasi dengan larutan buffer pada pH 4 dan 7. Elektroda dibilas menggunakan akuades dan dikeringkan. Sebanyak 10 g bahan dihaluskan dengan menggunakan cooper dengan menambahkan akuades sebanyak 100 ml sampai homogen selama satu menit. Kemudian dituang ke dalam gelas ukur. Setelah itu, elektroda dicelupkan ke dalam sampel dan nilai pH dapat dibaca pada layar pH meter.

6. Uji Total Plate Count (AOAC 1995)

Uji mikrobiologis dilakukan dengan perhitungan jumlah bakteri yang ada dalam sampel dengan pengenceran sesuai keperluan dan dilakukan secara duplo. Pembuatan larutan contoh dilakukan secara duplo. Pembuatan larutan contoh dengan cara mencampurkan 34 g KH2PO4 sebagai larutan stock buffer phospate dengan 500 ml

(33)

19 digoyang sedemikian rupa hingga suspensi tersebar merata dan padat. Setelah padat semua cawan petri diinkubasi pada suhu 35 oC selama 48 jam dengan posisi terbalik, setelah itu dilakukan penghitungan jumlah koloni, dengan satuan CFU g-1 (coloni forming unit per gram).

7. Uji Organoleptik

Uji organoleptik melibatkan 20 orang panelis yang dipilih dari mahasiswa IPB, yang terlebih dahulu dilatih untuk memperkenalkan karakteristik kelapa kopyor seperti pada Lampiran 1. Penilaian organoleptik oleh panelis meliputi warna, aroma dan rasa dengan menggunakan tujuh skala hedonik yaitu 7 (sangat suka), 6 (suka), 5 (agak suka), 4 (netral), 3 (agak tidak suka), 2 (tidak suka), dan 1 (sangat tidak suka).

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Perlakuan Blansing

Kelapa kopyor yang digunakan pada penelitian ini mempunyai berat rata-rata 2.76 kg per butir, berat tempurung dan daging buah serta air 1.20 kg, dan berat daging buah 0.27 kg. Penyimpanan kelapa kopyor dengan menggunakan plastik PA pada suhu 5±2 oC tanpa blansing, hanya dapat dipertahankan umur simpannya hingga 6 hari berdasarkan mutu TBA, ALB dan total mikroba, sedangkan penggunaan plastik PP dan HDPE tidak dapat dipertahankan. Hal ini dibuktikan dengan naiknya total mikroba pada kelapa kopyor yang dikemas dengan plastik PP, yaitu sebesar 6.17 log CFU g-1, dan plastik HDPE sebesar 7.16 log CFU g-1. Total mikroba sudah melewati ambang batas yaitu 6 log CFU g-1, sedangkan parameter mutu lainnya masih dibawah ambang batas seperti asam lemak bebas dan TBA seperti pada Tabel 5.

Tabel 5 menunjukkan bahwa peningkatan total mikroba telah melewati ambang batas pada penggunaan plastik PP dan HDPE. Peningkatan total mikroba disebabkan proses penanganan yang belum optimal, dalam hal ini daging buah kelapa kopyor yang lama kontak dengan oksigen dan udara di tempat pengemasan, sehingga mempercepat oksidasi dan kontaminasi mikroba.

Berdasarkan permasalahan diatas, maka perlu perlakuan awal yaitu pemberian panas yang disebut blansing. Blansing merupakan suatu cara untuk menginaktivasi enzim dalam sayuran dan buah-buahan, sebelum diproses lebih lanjut (Fellow 2000). Tabel 5 Nilai mutu kelapa kopyor kemasan plastik yang disimpan pada suhu

(34)

20

Selain itu blansing dapat mengurangi jumlah kontaminasi mikroorganisme pada permukaan bahan pangan, dan menghilangkan udara yang berada dalam rongga-rongga antar sel jaringan bahan pangan (Asgar dan Musaddad 2006). Adapun hasil optimalisasi suhu dan waktu blansing yang terpilih terhadap mutu seperti pada Tabel 6.

Pada Tabel 6 untuk aplikasi blansing, didapatkan bahwa dengan pemanasan 75

o

C selama 10 menit mampu mengurangi total mikroba pada penyimpanan suhu 10±2 oC, dimana total mikroba masih dibawah ambang batas. Berdasarkan aplikasi blansing tersebut, maka dilanjutkan dengan penelitian lanjutan untuk mengetahui pengaruh kemasan plastik dan suhu terhadap mutu kelapa kopyor.

Pengaruh Plastik dan Suhu terhadap Asam Lemak Bebas

Keberadaan asam lemak bebas dalam lemak biasanya dijadikan sebagai indikator awal terjadinya kerusakan lemak, karena proses hidrolisis dan oksidasi. Pembentukan asam lemak bebas akan mempercepat kerusakan oksidatif lemak, karena asam lemak bebas mudah teroksidasi jika dibandingkan dalam bentuk ester. Berdasarkan Gambar 5, bahwa nilai ALB masih dibawah ambang batas 2 %, dimana nilai ALB dari ketiga kemasan hanya berada pada level 0.7 – 1.7 %. Hal yang sama oleh Samarakone dan Yalegama (2014), bahwa nilai ALB kelapa masih dibawah 1 % selama penyimpanan. Hal ini menunjukkan bahwa kemasan plastik PA, plastik PP dan HDPE mampu menghambat laju peningkatan ALB selama penyimpanan suhu dingin, meskipun selama penyimpanan terjadi peningkatan ALB.

Peningkatan ALB pada Gambar 5, diduga disebabkan oleh tingginya kandungan air daging kelapa kopyor. Hal serupa pada peningkatan ALB susu kelapa selama penyimpanan, yang disebabkan oleh enzim yang diproduksi oleh mikroba (Waisundara

et al. 2007). Peningkatan nilai ALB seiring dengan tingginya pertumbuhan mikroba,

karena selama penyimpanan terjadi hidrolisis yang diakibatkan oleh enzim lipase, sehingga terjadi hidrolisis trigliserida menjadi ALB (Samarakone dan Yalegama 2014). Sedangkan menurut Ketaren (2012), bahwa kandungan air yang tinggi pada produk pangan yang berlemak akan menyebabkan hidrolisis, dimana hidrolisis akan menghasilkan ALB. Selain itu kelapa kopyor mengandung asam lemak jenuh yang

Tabel 6 Optimalisasi waktu blansing terhadap mutu kelapa kopyor pada suhu penyimpanan 10±2 oC

Parameter Mutu Waktu Blansing Lama Penyimpanan (Hari)

0 2 4 7 10

(35)

21 tinggi seperti asam laurat sebesar 46.92 % (Santoso et al. 1995). Asam laurat tersebut diduga akan berpotensi untuk teroksidasi. Menurut Sahidi (2005) bahwa asam laurat dalam minyak kelapa memiliki resistensi tinggi terhadap ketengikan oksidatif yang disebabkan oleh udara, cahaya, kelembaban dan prooksidan. Peningkatan ALB dipengaruhi juga oleh suhu penyimpanan, karena suhu berpengaruh terhadap proses autooksidasi, terutama dekomposisi alkil peroksida. Semakin tinggi suhu penyimpanan maka proses autooksidasi akan semakin cepat.

Nilai ALB yang dihasilkan selama penyimpanan belum mempengaruhi citarasa. Hal ini dibuktikan dengan panelis yang masih menyukai kelapa kopyor. Menurut Ketaren (2012) bahwa ALB yang dihasilkan oleh proses hidrolisis dan oksidasi biasanya bergabung dengan lemak netral, dan pada konsentrasi sampai dengan 15% belum menghasilkan aroma yang tidak disenangi. Hal yang sama dalam penelitian Samarakone dan Yalegama (2014), bahwa aroma dan rasa kelapa tidak berubah karena asam lemak bebas masih rendah, sehingga memungkinkan panelis masih menyukainya.

Hasil analisis sidik ragam ALB pada Lampiran 3, didapatkan bahwa perlakuan plastik tidak memberikan pengaruh yang nyata, namun perlakuan suhu pada hari ke-4 memberikan pengaruh yang nyata, begitu pula dengan interaksi antar kedua perlakuan memberikan pengaruh yang nyata pada hari ke-6. Hasil uji lanjut DMRT Lampiran 3 (b) pada taraf (α<0.05) didapatkan bahwa setiap perlakuan suhu memberikan perbedaan hasil secara signifikan, dimana nilai ALB pada suhu 5±2 oC sebesar 1.01 % dan suhu 10±2 oC sebesar 1.19 %. Sedangkan interaksi antar perlakuan baik plastik maupun suhu memberikan hasil yang berbeda (Lampiran 3c). Berbedanya nilai ALB pada setiap perlakuan suhu dan interaksinya, diduga karena selama penyimpanan dingin proses

oksidasi berjalan lambat, yang ditandai dengan rendahnya nilai ALB. Selain itu karena rendahnya permeabilitas plastik yang digunakan. Perubahan ALB berhubungan dengan seberapa besar nilai permeabilitas, suhu dan kelembaban selama penyimpanan. Menurut Jena dan Das (2012), bahwa jenis film plastik dengan nilai permeabilitas gas oksigen

(36)

22

yang rendah dapat mengurangi tingkat oksidasi atau ketengikan. Sedangkan pada suhu lebih rendah permeabilitas gas O2 lebih rendah berdasarkan permeabilitas film,

dibanding pada suhu yang lebih tinggi (Hasbullah 2000).

Pengaruh Plastik dan Suhu terhadap Total Mikroba

Gambar 6 menunjukkan bahwa total mikroba kelapa kopyor awal penyimpanan, sampai dengan hari ke-15 cukup rendah pada penyimpanan suhu 5±2 oC. Namun total mikroba kelapa kopyor yang dikemas dengan plastik PP pada hari ke-15 telah melewati ambang batas yaitu sebesar 6.33 log CFU g-1. Menurut Agar et al. (1999) bahwa batas mikroba bahan pangan segar adalah sebesar 6 log CFU g-1. Pada penyimpanan suhu 10±2 oC total mikroba kelapa kopyor mengalami peningkatan pada hari ke-9 yaitu sebesar 8.43 log CFU g-1, yang dikemas dengan plastik PP. Peningkatan total mikroba pada suhu 10±2 oC, terkait dengan penurunan total padatan terlarut yang diasumsikan sebagai gula dan pH. Penurunan tersebut akibat dari fermentasi gula yang disebabkan oleh mikroba, seperti yang terjadi pada buah leci (Shah dan Nath 2008).

Tingginya pertumbuhan mikroba pada plastik PP (Gambar 6), disebabkan plastik tersebut mempunyai permeabilitas gas lebih tinggi dibanding plastik lainnya, sehingga dapat memberikan peluang mikroba aerob untuk tumbuh dengan memanfaatkan oksigen. Hal yang sama seperti mikroba yang terdapat dalam lemak susu, dimana mikroba tersebut biasanya mengkonsumsi oksigen selama pertumbuhan dan perkembangannya. Tinggi rendahnya oksigen akan mempengaruhi pertumbuhan mikroba, karena oksigen yang sedikit akan memperlambat pertumbuhan atau membutuhkan waktu yang lama bagi mikroba untuk tumbuh (Cavallo et al. 2014). Selain itu penggunaan suhu 10±2 oC diduga semakin memperbesar permeabilitas gas pada film plastik, dibanding dengan suhu penyimpanan 5±2 oC, karena suhu berpengaruh positif terhadap peningkatan permeabilitas gas film plastik, dimana semakin tinggi suhu yang digunakan maka keberlangsungan gas untuk keluar masuk melalui film plastik semakin besar. Menurut Hasbullah et al. (2000), semakin meningkatnya suhu maka semakin meningkat pula nilai permeabilitas gas suatu film plastik. Oleh karena itu pada Gambar 6 terlihat bahwa penggunaan suhu penyimpanan 5±2 oC lebih dapat mempertahankan mutu total mikroba dibanding dengan suhu penyimpanan 10±2 oC.

(37)

23 Hasil analisis sidik ragam total mikroba kelapa kopyor pada hari ke-4 dan 6 untuk setiap perlakuan dan kombinasinya tidak memberikan pengaruh secara nyata, namun setelah penyimpanan hari ke-2, 9, 12 dan 15 setiap perlakuan dan kombinasinya memberikan pengaruh yang sangat nyata (Lampiran 4). Uji lanjut DMRT pada taraf (α<0.05), didapatkan bahwa perlakuan plastik memberikan hasil yang berbeda (Lampiran 3a). Pada hari ke-15 penyimpanan total mikroba menggunakan plastik PA sebesar 3.86 log CFU g-1, plastik PP sebesar 7.83 log CFU g-1 dan plastik HDPE sebesar 4.28 log CFU g-1. Sedangkan perlakuan suhu memberikan pengaruh yang sangat nyata dengan nilai total mikroba sebesar 2.88 log CFU g-1 pada penyimpanan suhu 5±2 oC, dan sebesar 7.47 log CFU g-1 pada penyimpanan suhu 10±2 oC.

Berpengaruhnya kemasan plastik yang digunakan untuk mengemas kelapa kopyor disebabkan oleh permeabilitas masing-masing plastic. Plastik HDPE dan PP memiliki nilai ketebalan dan densitas yang cukup rendah sehingga menyebabkan gas lebih mudah masuk, sehingga proses metabolisme berlangsung lebih cepat. Kemasan PAmempunyai ketebalan dan densitas tinggi yang menyebabkan jumlah gas yang masuk menjadi lebih sedikit, sehingga aktivitas pemecahan polisakarida menjadi molekul sederhana yang menjadi nutrisi bagi mikroba berjalan lebih lambat. Selain itu kondisi gas yang rendah menyebabkan sebagian besar mikroorganisme tidak dapat tumbuh dengan baik. Permeabilitas gas yang tinggi dapat mempercepat pemecahan nutrien didalamnya seperti pemecahan karbohidrat dan senyawa lainnya untuk dimanfaatkan mikroba sebagai nutrisi pertumbuhannya.

Pertumbuhan mikroba dalam hubungannya dengan kenaikan asam lemak bebas, dikarenakan mikroba dapat memproduksi enzim lipase yang dapat mempercepat proses oksidasi utamanya asam lemak jenuh dan tak jenuh (Waisundara et al. 2007). Mikroba yang memproduksi enzim yang tumbuh dalam bahan pangan berlemak adalah sejenis

Staphylococcus dan Bacillus. Mikroba tersebut bersifat nonpathologi yang umumnya

(38)

24

dapat merusak lemak dengan menghasilkan cita rasa tidak enak, dan menimbulkan perubahan warna (Ketaren 2012). Selain itu pengaruh suhu terhadap total mikroba adalah untuk memperlambat proses metabolisme, karena semakin rendah suhu penyimpanan maka dapat memperpanjang umur simpan produk pangan.

Beberapa penelitian terkait penggunaan suhu rendah seperti yang dilakukan oleh Nugraha (2007) bahwa penyimpanan tempe dan sayur pada suhu 4 oC, menggunakan kemasan plastik dapat dipertahankan umur simpannya hingga 15 hari dengan pertumbuhan mikroba 5.7 x 104 CFU g-1. Penelitian oleh Syaiful (2010) terhadap sosis yang disimpan pada suhu 4 oC dapat bertahan selama 14 hari dengan total mikroba masih dibawah batas normal. Penelitian oleh Utama et al. (2011) pada penyimpanan buah manga arumanis bahwa penyimpanan suhu dingin merupakan cara terbaik untuk mengendalikan laju metabolisme dan memperpanjang masa simpan buah. Penggunaan suhu rendah 5 oC dan oksigen cukup rendah dapat mengurangi ketengikan, menekan pertumbuhan mikroba seperti pada kelapa Makapuno (Luengwilai et al. 2014).

Pengaruh Plastik dan Suhu terhadap pH

Pada Gambar 7, menunjukkan bahwa pH selama penyimpanan nilainya stabil yaitu 7.12 - 7.76, hal ini serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh Jangchud et al.

(2007), bahwa pada daging buah kelapa selama penyimpanan menunjukkan angka pH 7.33 - 7.58. Khusus untuk plastik PA hari ke-12 pada suhu penyimpanan 5±2 oC mengalami penurunan, dan hari ke-15 naik menjadi 7.55. Penurunan pH diduga disebabkan mulai terdegradasinya gula atau karbohidrat yang ada dalam daging buah kelapa kopyor menjadi asam. Menurut Ratih (2010) penurunan nilai pH seiring dengan terurainya pati menjadi gula, yang dilanjutkan dengan terbentuknya asam-asam organik melalui siklus Krebs, sehingga akhirnya terjadi peningkatan asam pada produk pangan. Sedangkan Sukasih et al. (2009) menyatakan bahwa penurunan pH disebabkan adanya aktivitas mikroba dalam membentuk asam yang terdapat dalam produk pangan berlemak seperti santan. Selain itu jika dihubungkan dengan nilai asam lemak bebas, nilai tersebut sangat sedikit sehingga tidak memberikan perubahan secara signifikan terhadap pH. Penurunan pH masih dalam kisaran netral mendekati pH 7, sehingga dikaitkan dengan pertumbuhan mikroba maka semakin meningkat pula.

Derajat keasaman atau pH selama penyimpanan merupakan pH optimum untuk aktivitas enzim lipase yang diproduksi oleh mikroba selama penyimpanan yaitu pH 7 – 9, meskipun lipase dapat aktif melalui berbagai pH asam dan basa yaitu pH 4 – 10 (Akoh dan Min 2002). Nilai pH terkait dengan umur simpan kelapa kopyor karena mempengaruhi penilaian organoleptik dan kandungan mikroba. Hal ini dibuktikan bahwa seiring lamanya penyimpanan nilai organoleptik semakin menurun.

Berdasarkan analisis sidik ragam pH kelapa kopyor selama peyimpanan (Lampiran 5), didapatkan bahwa tidak ada pengaruh perlakuan kemasan plastik dan suhu pada penyimpanan hari ke-2, 9, 12 dan 15. Namun pada hari ke-4 dan 6 terjadi pengaruh yang nyata ditaraf (α<0.05) untuk perlakuan kemasan plastik, sedangkan interaksi keduanya tidak memberikan pengaruh yang nyata. Uji DMRT pada taraf

(39)

25 pH berbeda dengan yang lainnya yaitu sebesar 7.73, plastik PA yaitu sebesar 7.46 dan plastik PP sebesar 7.59.

Pengaruh Plastik dan Suhu terhadap Total Padatan Terlarut

Total padatan terlarut diuji untuk mengetahui kandungan gula di dalam kelapa kopyor. Total padatan terlarut diasumsikan sebagai kandungan gula fruktosa dan glukosa. Pada Gambar 8, menunjukkan bahwa terjadi peningkatan total padatan terlarut pada awal penyimpanan hingga hari ke-4. Peningkatan TPT karena adanya perubahan senyawa kompleks menjadi senyawa-senyawa sederhana, atau senyawa yang awalnya tidak larut menjadi senyawa-senyawa sederhana yang larut dalam air (Surhaini dan Idriani 2009). Menurut Olsen (1995), gula merupakan komponen padatan terlarut yang dominan disamping pigmen, asam organik, vitamin dan protein. Oleh karena itu, peningkatan konsentasi gula akan diikuti pula dengan peningkatan nilai total padatan terlarut. Komponen-komponen yang terukur sebagai total padatan terlarut pada buah yaitu sukrosa, gula reduksi, asam-asam organik dan protein (Muchtadi et al. 2010).

Hasil pengamatan terhadap nilai TPT kelapa kopyor yang dikemas dengan plastik, dan disimpan pada suhu dingin semakin lama semakin berkurang nilainya, meskipun penurunan nilai tersebut tidak secara drastis. Penurunan TPT selama penyimpanan, diduga karena adanya mikroba yang memanfaatkan gula di dalam kelapa kopyor untuk perkembangannya. Selain itu masuknya gas oksigen melalui pori kemasan disertai suhu yang kurang sesuai, diduga memberikan peluang mikroba aerob untuk bertumbuh dan mempercepat degradasi gula yang ada di dalam kelapa kopyor.

Gambar

Tabel 1  Karakteristik fisik buah kelapa kopyor genjah Pati pada beberapa daerah   pengembangan dan kelapa kopyor daerah Jogjakarta
Tabel 3   Permeabilitas oksigen, karbondioksida dan air pada beberapa film plastik di
Gambar 1 Mekanisme tahapan reaksi oksidasi
Gambar 2.  Daging kelapa kopyor yang dikemas dengan plastik PA, PP dan HDPE
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari komposisi atmosfer, suhu penyimpanan dan jenis film kemasan, dan masa simpan untuk sayuran campuran terolah minimal (kubis,

Penilaian warna, tekstur dan mutu fisik keseluruhan sayur pak-choy selama penyimpanan dingin pada hari ke-3 bernilai 3 artinya kurang dari 10% sayur pak-choy mengalami

dari gambir terhadap sifat kimia air kelapa selama penyimpanan suhu dingin.

Titik kritis pada penanganan pascapanen produk hortikultura adalah usaha untuk memperpanjang umur simpan produk, salah satu upaya dalam memperpanjang umur simpan yaitu

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mempelajari komposisi atmosfer, suhu penyimpanan dan jenis film kemasan, dan masa simpan untuk sayuran campuran terolah minimal (kubis,

mengetahui umur simpan suatu produk dan laju perubahan nilai gizi atau mutu pangan selama penyimpanan pada suhu tertentu , dapat digunakan model kinetika reaksi

Sjafrina (2008) selama penyimpanan pada suhu kamar sampai hari ke 20 jeruk mengalami perubahan mutu yaitu penurunan laju respirasi, kekerasan buah dan vitamin C

Tujuan umum dari penelitian ini adalah mengembangkan metode aplikasi ozon untuk mempertahankan mutu jagung (Zea mays L.) selama penyimpanan, sedangkan tujuan