• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Semi-cutting dan Pelilinan terhadap Beberapa Parameter Mutu Buah Manggis (Garciana mangostana L.) selama Penyimpanan Dingin

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian Semi-cutting dan Pelilinan terhadap Beberapa Parameter Mutu Buah Manggis (Garciana mangostana L.) selama Penyimpanan Dingin"

Copied!
128
0
0

Teks penuh

(1)

Study on Semi-Cutting and Waxing and Their Effects to Some Parameters of

Mangosteen Fruit (Garciana Mangostana L.) Quality during Cold Storage

Rima Khairani and Usman Ahmad, Dr. Ir. M.Agr

Departement of Mechanical and Biosystem Engineering, Faculty of Agricultural Technology Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO Box 220, Bogor, West Java

Indonesia.

ABSTRACT

Demand of mangosteen fruits (Garciana mangostana L.) is currently increasing both for local and export markets. As a fresh product, the quality of mangosteen fruit must be preserved through the application of post-harvest technology. There are various post-harvest technologies to prevent quality loss such as pre-cooling, cold storage, storage with controlled atmosphere, waxing, packaging and others. The objectives of this research are to knowing the effect of semi-cutting and waxing on shelf-life and quality of fresh mangosteen. Deterioration of quality parameters that observed in this experiment were weight loss, total dissolved solids, and fruit flesh color.

The result showed that combination of semi-cutting and waxing influenced the rate of quality deterioration of mangosteen fruit. If semi-cutting may accelerate the weight loss due to small opening on peel, the combination with waxing prevented that from happening. Quality parameter that influenced during cold storage was weight loss, while it had effect on other quality parameters such as total dissolved solids and fruit flesh color. Semi-cutting treatment 5 mm and waxing 10% concentration could extend shelf life until 33 days when stored at 8oC, while those stored at 27oC

experienced a shorter shelf life, 14 days only. In addition, this treatment makes opening the mangosteen fruit easier while able to maintain quality of the fruit flesh. Combination of semi-cutting treatment 5 mm and waxing 10% stored at 8oC was found the best treatment in this experiment, if with semi-cutting 3 mm and without semi-cutting stored at temperatures of 8oC and 27oC.

(2)

 

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dewasa kini, potensi pengembangan buah-buahan di Indonesia sangat besar. Keanekaragaman varietas dan didukung oleh iklim yang sesuai untuk buah-buahan tropika akan menghasilkan berbagai buah-buahan yang sangat bervariasi dan menarik. Di samping itu areal yang cukup luas dapat menghasilkan buah-buahan dalam jumlah yang besar sehingga memungkinkan untuk di ekspor. Seiring dengan hal tersebut, dalam beberapa tahun terakhir ini ekspor buah-buahan Indonesia naik cukup pesat. Salah satu komoditas buah-buahan yang mendominasi pasar eksport Indonesia adalah buah Manggis.

“The Queen Of Fruit” merupakan istilah yang diberikan oleh pengelana dunia yaitu Fairchild untuk menyebutkan mangosteen (Samson, 1986). Manggis (Garcinia mangostana Linn) sebagai buah eksotic tropika merupakan salah satu komoditas dari buah–buahan yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan digemari masyarakat saat ini. Bentuk buah yang artistik dan cita rasa yang khas menyebabkan buah ini tidak hanya disukai oleh konsumen dalam negeri tapi juga dari luar negeri. Secara tradisional buah manggis dapat digunakan sebagai bahan obat. Kulit buahnya juga bermanfaat karena mengandung bahan/senyawa yang dapat digunakan sebagai antioksidan, anti mikroba (bahan pengawet) serta bahan farmasi lainnya.

Produksi buah manggis mengalami peningkatan yang berfluktuasi dalam kurun waktu 5 tahun terakhir. Seiring dengan hal tersebut, buah yang mempunyai perpaduan rasa manis, asam dan sedikit sepat ini juga mengalami hal yang sama dalam kasus ekspor. Dimana sumbangan ekspor buah manggis sangat besar dalam rangka meningkatkan devisa negara dan pendapatan petani. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 1 yang menampilkan data produksi buah manggis dari tahun 2006-2010 dan data permintaan ekspor tahun 2009-2010.

Tabel 1. Data Produksi dan Ekspor buah manggis Tahun Produksi (ton) Ekspor (ton)

2006 72.634 -

2007 112.722 -

2008 78.764 -

2009 105.558 4.825 2010 84.538 8.225 Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS, 2011)

Manggis yang diekspor umumnya berasal dari daerah penghasil utama di sentra produksi manggis, seperti Tasikmalaya, Purwakarta, Bogor, Sukabumi, Lampung, Purwerejo, Belitung, Lahat, Tapanuli Selatan, Limapuluh Kota, Padang Pariaman, Trenggalek, Blitar, dan Banyuwangi. Adapun beberapa negara yang menjadi tujuan ekspor buah manggis di antaranya Hong Kong, Cina, Saudi Arabia, Kuwait, Uni Emirat Arab, Bahrain, Qatar, Belanda, Perancis, Jerman, Italia, dan Spanyol. Namun hingga saat ini kualitas buah manggis di Indonesia pada umumnya masih di bawah rata-rata.

Kualitas buah manggis selama ini terus dipertahankan, bahkan ditingkatkan dengan upaya-upaya penanganan pascapanen. Keseragaman ukuran dan tingkat kemantangan buah masih sulit dicapai. Tingkat kematangan sangat berpengaruh terhadap mutu dan daya simpan manggis (Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, 2011).

Penanganan pascapanen yang tidak tepat merupakan salah satu penyebab masih timbulnya permasalahan diatas, Menurut Satuhu (1999), faktor penyebab rendahnya mutu buah manggis umumnya disebabkan oleh waktu pemanenan yang tidak tepat, adanya getah kuning pada daging buah, serta lecet dan pengerasan pada kulit buah, sehingga faktor-faktor tersebut dapat mangakibatkan tidak terpenuhinya standar mutu manggis ekspor Indonesia.

(3)

 

sortasi, pemutuan, penggolongan berdasarkan ukuran, pengemasan, penyimpanan dan pengangkutan ke tujuan ekspor. Penyimpanan dingin merupakan salah satu faktor penting dalam penanganan pascapanen buah manggis untuk dapat mempertahankan mutu dan umur simpan yang lebih panjang, karena setelah buah dipanen potensi kerusakan sangat mudah terjadi akibat masih berlangsungnya proses fisiologis seperti respirasi, transpirasi dan produksi etilen. Menurut Pantastico (1989), tujuan utama penyimpanan dingin adalah pengendalian laju trasnspirasi, respirasi, infeksi penyakit, dan mempertahakan produk dalam bentuk yang paling berguna bagi konsumen.

Pada umumnya penyimpanan dingin efektif untuk mengawetkan buah manggis. Adapun beberapa permasalahan yang sering terjadi dalam memepertahankan mutu buah manggis terutama selama penanganan penyimpanan dingin diantaranya adalah kerusakan bagian buah seperti sepal dan tangkai buah menjadi tidak segar dan kulit buah mengeras bila disimpan dalam jangka waktu lama sehingga sulit dikupas untuk memisahkan daging dengan kulitnya (Sjaifullah

et al, 1998). Menurut Kader (2005), benturan mekanis pada buah selama panen dan penanganan manggis sering menyebabkan terjadinya pengerasan kulit buah. Mahendra (2002) juga menambahkan bahwa pengerasan kulit buah tersebut kemungkinan disebabkan oleh dehidrasi yang tinggi di permukaan atau kerusakan jaringan kulit buah, sehingga terjadi desikasi.

Selain itu, menurut Qanytah (2004) pengerasan kulit manggis selama penyimpanan terutama terjadi karena proses transpirasi uap air pada jaringan kulitnya. Buah manggis memiliki jenis kulit yang lebih tebal daripada buah lainnya. Manggis yang memiliki kulit lebih tebal, pada akhir penyimpanan memiliki kulit yang lebih keras dan lebih sulit dibuka. Namun demikian daging buahnya masih layak untuk dikonsumsi. Salah satu upaya untuk memperbaiki permasalahan tersebut adalah dengan pemberian perlakuan semi-cutting, tetapi perlakuan ini memiliki kelemahan yaitu luka goresan pada kulit buah manggis akibat perlakuan tersebut.

Untuk mengatasi kelemahan perlakuan semi-cutting tersebut, kulit buah manggis dapat ditutupi dengan lapisan lilin. Dalal et al (1971) menyebutkan bahwa, pelilinan sangat penting dilakukan, khususnya jika terdapat luka-luka dan goresan-goresan kecil pada kulit buah dan sayuran. Pelilinan dapat menahan proses respirasi dan transpirasi serta dapat mengurangi terjadinya evaporasi yaitu penguapan air bersama gas-gas lain. Rosmani (1975) menjelaskan bahwa, pelapisan dengan lilin mempunyai fungsi utama sebagai pelindung terhadap kehilangan air yang terlalu banyak dari komoditi sebagai akibat penguapan dan mengatur kebutuhan oksigen untuk respirasi seoptimal mungkin, karena lapisan yang terlalu tebal dapat mengakibatkan terjadinya reaksi anaerob sehingga buah menjadi asam dan busuk.

Pada penelitian ini digunakan bahan pelapis lilin lebah yang dikombinasikan dengan aplikasi perlakuan semi-cutting pada permukaan kulit buah manggis dengan kedalaman tertentu, sehingga diperoleh ketahanan simpan yang lebih lama pada penyimpanan dingin buah manggis serta dapat mempermudah pembelahan buah pada proses pemisahan kulit dengan daging buah waktu dikonsumsi.

1.2. Tujuan

Adapun tujuan dari penelitian ini, antara lain :

1. Mengkaji perubahan parameter mutu buah manggis dalam penyimpanan dingin yaitu susut bobot, total padatan terlarut (TPT), dan warna daging buah setelah diberi perlakuan semi-cutting dan pelilinan.

(4)

 

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Manggis (Garciana mangostana L.)

Manggis (Garciana mangostana L.) merupakan salah satu buah eksotik yang mempunyai nilai ekonomis tinggi terutama untuk pasar ekspor serta sangat potensial dikembangkan skala kebun karena masih merupakan hutan manggis. Perkembangan volume ekspor manggis dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2007 tercatat sebesar 9.093 ton dengan nilai 4.951.442 US$ dan meningkat menjadi 9.466 ton dengan 5.832.534 US$ pada tahun 2008. Saat ini meskipun manggis sudah dapat diekspor, tetapi belum didukung dengan ketersediaan buah bermutu baik. Hal ini disebabkan karena pengelolaan kebun masih bersifat tradisional.

Buah manggis memiliki sebutan yang berbeda–beda diberbagai Negara, antara lain mangosteen sebutan manggis di Inggris, mangostin di Spanyol, mangostan di Prancis, mangkhut di Thailand, mongkhut di Kamboja, dan cai mang cut di Vietnam. Sementara itu, di Malaysia dan Filipina mempunyai sebutan yang sama dengan orang Indonesia, yaitu manggis (Raffi Paramawatti, 2010). Manggis merupakan tanaman tahunan dari hutan tropis teduh di kawasan Asia Tenggara, seperti Malaysia dan Indonesia. Tanaman itu menyebar ke Amerika Tengah dan daerah tropis lainnya, seperti Srilanka, Malagasi, Karibia, Hawai, Brazil, Honduras, Panama, dan Australia Utara. Adapun klasifikasi botani tanaman manggis adalah sebagai berikut:

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae

Keluarga : Guttiferae

Genus : Garcinia

Spesies : Garciana mangostana L.

Di Indonesia, buah yang dijuluki “si hitam manis” ini, keberadaannya tergolong langka. Di daerah Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan pohon manggis didapati tumbuh di hutan dan belum dimanfaatkan secara ekonomis. Padahal, masyarakat banyak menyukai buah eksotis yang mempunyai rasa enak, yaitu campuran antara rasa manis, asam, dan agak sepat. Rasa buahnya inilah yang menjerat lidah warga asing sehingga menggemari buah tropis ini. Tinggi pohon manggis dapat mencapai 15 m dengan tajuk rimbun. Pertumbuhan pohon ini termasuk lamban. Batangnya berkulit cokelat dan bergetah. Daunnya berukuran relatif besar (antara 25×10 cm), berbentuk oval, liat, dan berwarna hijau.

Tanaman ini berumah dua, bunga jantan dan betinanya dihasilkan oleh tanaman yang berbeda. Akan tetapi, bunga jantannya tidak berfungsi sebab mengalami rudimenter, yaitu mengecil dan mengering. Oleh karenaitu, buah manggis selalu dihasilkan dari bunga betina yang berwarna merah muda secara apomiksis (tanpa proses penyerbukan). Hal ini pulalah yang menjadi salah satu kendala dalam usaha perbaikan varietas melalui penyilangan. Pada Gambar 1 dapat dilihat visualisasi buah manggis yang berbentuk bulat dengan kulit tebal, lunak.

(5)

 

Pada waktu masih muda kulit buahnya berwarna hijau, setelah tua berubah menjadi merah tua sampai ungu kehitaman. Daging buahnya tersusun dalam beberapa segmen atau juring, berwarna putih bersih, dan rasanya manis segar sedikit asam. Jumlah juringnya biasaqya dapat diperkirakan dari jumlah “celah” yang terdapat pnda ujung buah. Biasanya dalam sebutir buah terdiri dari 7 juring. Bijinya berukuran kecil, berwarna kecokelatan, dan biasanya berjumlah I-2 dalam setiap buah. Dibandingkan jenis tanaman buah lainnya, tanaman manggis relatif lebih membutuhkan kondisi yang spesifik.

Tingkat kematangan sangat berpengaruh terhadap mutu dan daya simpan manggis. Menurut Satuhu (1997) buah manggis dipanen setelah berumur 104 hari sejak bunga mekar (SBM). Tabel 2 dibawah ini menjelaskan umur panen dan ciri fisik manggis yang siap panen. Untuk konsumsi lokal, buah dipetik pada umur 114 SBM, sedangkan untuk ekspor pada umur 104-108 SBM. Buah manggis di Indonesia dipanen pada bulan November sampai Maret tahun berikutnya.

Tabel 2. Tingkat Kematangan Buah Manggis Umur

Panen

Ciri Fisik Manggis

Warna Kulit Berat Diameter 104 Hari Hijau bintik ungu 80-130 g 55-60 mm 106 Hari Ungu kemerahan 10-25 % 80-130 g 55-60 mm 108 Hari Ungu kemerahan 25-50 % 80-130 g 55-60 mm 110 Hari Ungu kemerahan 50-75 % 80-130 g 55-60 mm 114 Hari Ungu Merahan 80-130 g 55-65 mm Sumber : Satuhu (1997)

2.2. Komposisi Kimia Dan Nilai Gizi Serta Standar Mutu Buah Manggis

Berbeda dengan buah-buah pada umumnya, manfaat terbesar buah Manggis (Garcinia mangostana L.) bagi kesehatan bukan terletak pada daging buahnya, melainkan pada kulit buahnya. Didalam kulit buah manggis (pericarp) terdapat komponen yang bersifat antioksidan. Zat inilah yang disebut dengan xanthones. Manggis sangat bermanfaat untuk kesehatan tubuh karena selain mengandung antioksidan, xanthones juga mengandung antiproliferativ, antiinflamasi dan antimikrobial. Sifat antioksidannya melebihi vitamin E dan vitamin C.

Xanthone merupakan subtansi kimia alami yang tergolong senyawa polyfenolic (www.wikipedia.com).

Peneliti dari Universitas Taichung di Taiwan telah mengisolasi xanthone dan derivatnya dari kulit buah manggis (pericarp) di antaranya diketahui adanya 3-isomangoestein, alpha mangostin, Gamma-mangostin, Garcinone A, Garcinone B, C, D dan garcinone E, maclurin dan mangostenol. Sebuah penelitian di Singapura menunjukkan bahwa sifat antioksidan pada buah manggis jauh lebih efektif bila dibandingkan dengan antioksidan pada rambutan dan durian. Xanthone tidak ditemui pada buah-buahan lainnya kecuali pada buah manggis, karena itu manggis di dunia diberikan julukan “Queen of Fruit” atau si ratu buah.

Kulit manggis mempunya tanin, resin, dan crystallizable mangostine (C20H22O5), membentuk sisik kuning keemasan, tanpa rasa, cair pada 190° C (374°F), mudah larut dalam alkohol atau ether, tidak larut dalam air. Produk utama dari tanaman manggis adalah buahnya, yang berbentuk bulat dan berjuring (Reza et al., 1994). Pada bagian bawah buah terdapat juring berbentuk bintang berkisar 5-8 buah, sekaligus menunjukkan jumlah segmen daging buahnya (Rukmana, 1995).

(6)

 

Tabel 3. Kandungan nilai gizi per 100 gram buah manggis

Kandungan Zat Gizi Jumlah

Energi 34 kalori

Protein 0.6 gram

Lemak 1 gram

Karbohidrat 5.6 g

Kalsium 7 mg

Fosfor 4 mg

Zat Besi 1 mg

Natrium 7 mg

Kalium 19 mg

Vitamin B1 0.03 mg

Vitamin B2 0.03 mg

Niasin 0.3 mg

Vitamin C 4.2 mg

Kadar Abu 0.1 gram

Kadar Air 87.6 gram

Sumber : http://agrolink.moa.my

Pada Tabel 4 disajikan persyaratan-persyaratan standar mutu buah manggis yaitu berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) SNI 01-3211-2009, dimana buah manggis dapat dikelompokkan ke dalam 3 jenis mutu yaitu Mutu Super, Mutu A, dan Mutu.

Tabel 4. Standar mutu manggis menurut SNI 01-3211-2009

Persyaratan

Jenis Uji satuan Mutu super Mutu A Mutu B Diameter mm >62 59 – 62 53 - 58 Keutuhan Utuh Utuh Utuh Kelopak buah dan tangkai Lengkap Lengkap Lengkap Tingkat kesegaran Segar Segar Segar Layak dikonsumsi Layak Layak Layak Kadar kotoran % 0 0 0 Benda – benda asing % 0 0 0 Hama dan penyakit Tidak ada Tidak ada Tidak ada Kelembaban eksternal abnormal % 0

Aroma dan rasa asing Tidak ada Tidak ada Tidak ada Bentuk, warna dan rasa Sesuai Sesuai Sesuai Buah cacat atau busuk (area % 0 <10 <10 Cacat/ total permukaan)

Daging buah bening atau <5 <10 <10 Getah kuning % 0 0 0 Kememaran Tidak ada Tidak ada Tidak ada Kemudahan dibuka Mudah Mudah Mudah Sumber : Badan Standarisasi Nasional (BSN) 2009

2.3. Panen dan Pascapanen Buah Manggis

Mutu buah manggis segar sangat ditentukan oleh panen dan penanganan pascapanennya, mulai dari pemilihan tingkat ketuaan buah, pengemasan sampai penyimpanannya. Buah manggis merupakan buah klimakterik sehingga buah dapat matang selama masa penyimpanan. Puncak klimakterik dicapai setelah penyimpanan 10 hari pada suhu ruang (Martin, 1980).

(7)

 

Tabel 5. Indeks kematangan buah manggis

Indeks Ciri Keterangan

Tahap 0 Warna buah kuning kehijauan, Buah belum siap petik. kulit buah masih banyak

mengandung getah.

Tahap 1 Warna kulit buah hijau kekuningan, Buah belum siap panen. buah belum tua dan getah masih

banyak. Isi buah masih sulit dipisahkan dari daging.

Tahap 2

Warna kulit buah kuning kemerah- Buah siap panen. an dengan bercak merah hampir

merata. Buah hampir tua dan getah mulai berkurang. Isi buah masih sulit dipisahkan dari daging.

Tahap 3

Warna kulit buah merah kecoklatan. Buah disarankan dapat Kulit buah masih bergetah. Isi buah dipetik untuk tujuan ekspor. sudah dapat dipisahkan dari daging

kulit.

Tahap 4

Warna kulit buah merah keunguan. Buah dapat dipetik untuk Kulit buah masih sedikit bergetah. untuk tujuan ekspor. Isi buah sudah dapat dipisahkan dari

daging kulit dan buah dapat di-

konsumsi.

Tahap 5

Warna kulit buah ungu kemerahan. Buah lebih sesuai untuk Buah mulai masak dan siap di- pasar domestik. konsumsi. Getah telah hilang dan isi

buah mudah dilepaskan.

Tahap 6

Warna kulit buah ungu kehitaman. Buah sesuai untuk pasar Buah sudah masak. Buah sesuai domestik dan siap saji. untuk pasar domestik dan siap saji.

(8)

 

Kader (2005) menyatakan setelah panen dan selama penyimpanan, buah manggis akan mengalami perubahan warna kulit buah yang merupakan salah satu parameter kematangan buah manggis. Direktorat Tanaman Buah (2003) menambahkan, standar warna dari berbagai tingkat kematangan buah manggis dinyatakan dengan indeks kematangan, dengan warna kulit buah pada indeks 0 kuning, kehijauan, indeks 1 hijau kekuningan, indeks 2 kuning kemerahan dengan bercak merah, indeks 3 merah kecoklatan, indeks 4 merah keunguan, indeks 5 ungu kemerahan dan indeks 6 ungu kehitaman. Buah dengan indeks kematangan 2 dan 3 dipanen untuk tujuan ekspor, sedangkan untuk indeks kematangan 4, 5, dan 6 ditujukan untuk pasar lokal. Buah manggis yang dipanen terlalu muda mengandung banyak getah berwarna kuning yang menempel pada permukaan kulit sehingga penampakan buah menjadi kurang menarik, sedangkan buah yang telah dipanen perlu penanganan lebih lanjut agar dapat bertahan lebih lama.

Pemanenan buah manggis dilakukan dengan memperhatikan langkah-langkah tertentu untuk mendapatkan penampakan buah yang seragam, mulus dan bersih sesuai permintaan pasar. Pemanenan dilakukan dengan cara memetik/memotong pangkal tangkai buah dengan alat bantu pisau tajam. Untuk mencapai buah di tempat yang tinggi dapat digunakan tangga bertingkat dari kayu/galah yang dilengkapi pisau dan keranjang di ujungnya (Prihatman, 2000).

Tingkat kematangan sangat berpengaruh terhadap mutu dan daya simpan manggis. Menurut Pantastico (1989), dalam proses kematangannya buah manggis memerlukan waktu lebih kurang 13-14 minggu, yang ditandai dengan terjadinya perubahan warna kulit buah. Tanda kematangan yaitu apabila ada perubahan pada warna kulit buah. Kulit buah yang belum matang berwarna hijau kekuningan dan akan berubah menjadi hijau dengan bintik-bintik ungu atau kemerahan ketika memasuki masa matang penuh. Panen buah manggis dilakukan pada beberapa tingkat ketuaan sesuai dengan kebutuhan. Untuk menentukan waktu panen dapat dilakukan dengan cara, antara lain:

a) Secara visual, dengan melihat warna kulit dan ukuran buah, adanya sisa tangkaiputik, mengeringnya tepi daun tua dan mengeringnya tubuh tanaman.

b) Secara fisik, dilihat dari mudah tidaknya buah terlepas dari tangkai dan berat jenisnya. c) Secara analisis kimia, kandungan zat padat, zat asam, perbandingan zat padat dengan asam

dan kandungan zat pati.

d) Secara perhitungan, jumlah hari setelah bunga mekar dalam hubungannya dengan tanggal berbunga dan unit panas.

e) Secara fisiologi, dengan melihat respirasi.

Setelah pemanenan dilakukan beberapa tahapan penanganan pascapanen yaitu pengumpulan buah, sortasi, pencucian, grading, pemberian label, pengemasan dan penyimpanan. Pengumpulan buah dilakukan pada suhu kamar 28-30oC ditempat yang bersih dengan aerasi udara yang baik dan lancar serta kelembapan maksimum 90%. Pemilihan mutu didasarkan kepada berat/ukuran buah, kemulusan kulit buah dan keutuhan sepal buah sehingga akan diperoleh nilai tambah karena harga buah manggis dapat ditentukan berdasarkan mutu buah melalui proses sortasi dan grading.

Proses sortasi buah setelah panen dapat memisahkan buah yang mulus dan tidak cacat. Selanjutnya buah dikelompokan berdasarkan ukuran buah dan bergetah tidaknya. Cara menghilangkan getah yang menempel pada permukaan buah dengan cara dibersihkan dengan kain atau disikat dengan sikat yang halus. Ukuran berat dan diameter buah dipilah pilah sesuai dengan kriteria menurut standar mutu perdagangan, baik untuk pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri (Suyanti dan Setyadjit, 2007).

2.4. Fisiologi Pascapanen Buah Manggis

Buah manggis seperti buah dan bahan pertanian lain akan tetap melakukan proses metabolisme yang menyebabkan terjadinya perubahan fisik dan kimia. Aktivitas hidup ini berlangsung menggunakan persediaan cadangan makanan yang ada, yaitu substrat yang terakumulasi selama pertumbuhan dan pemasakan buah. Proses metabolisme ini terus berlangsung dan selalu mengakibatkan perubahan-perubahan yang pada akhirnya menyebabkan kerusakan.

(9)

 

digunakan untuk mempertahankan organisasi seluler, transportasi metabolit ke seluruh jaringan, dan mempertahankan permeabilitas membran. Sebagian besar energi yang diperlukan buah segar disuplai dari hasil respirasi aerob. Kehilangan substrat dan air tersebut tidak dapat digantikan sehingga kerusakan mulai terjadi. Substrat yang digunakan pada respirasi ini adalah glukosa (heksosa) dengan reaksi kimia sebagai berikut :

C6H12O6 + 6O2 6CO2 + 6H2O + energy

Winarno (2002) menambahkan, respirasi adalah suatu proses metabolisme yang menggunakan oksigen (O2) untuk perombakan senyawa kompleks seperti pati, gula, protein, lemak dan asam organik yang meghasilkan molekul-molekul yang lebih sederhana yaitu karbondioksida (CO2), air (H2O) dan energi panas yang dapat digunakan untuk reaksi sintesa. Hal yang serupa dinyatakan oleh Muchtadi (1992) bahwa terdapat 3 fase dalam proses respirasi, yaitu :

1) Perombakan polisakarida menjadi gula-gula sederhana,

2) Oksidasi gula-gula sederhana tersebut menjadi asam piruvat, dan

3) Transformasi aerobik asam piruvat dan asam-asam organik lainnya menjadi karbondioksida, air, dan energi.

Kecepatan respirasi dapat dijadikan sebagai suatu indikasi yang baik untuk menentukan masa simpan buah. Proses respirasi dengan kecepatan tinggi biasanya dihubungkan dengan masa simpan yang pendek sehingga dapat menunjukkan kecepatan penurunan mutu buah dan nilai jual buah.

Berdasarkan pola respirasinya, secara umum buah dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu buah golongan klimakterik dan non klimakterik. Buah manggis termasuk dalam golongan buah klimakterik seperti juga alpukat, apel, durian, mangga, melon, pisang, semangka, dan sirsak, dimana buah golongan klimakterik dipanen pada saat mencapai pertumbuhan maksimum (mature) tetapi belum matang (unripe) sehingga proses pematangannya akan tetap berlanjut setelah dipetik dari pohon (Sjaifullah et al., 1998). Berdasarkan hasil penelitian Suyanti

et al. (1999) yang menunjukkan bahwa buah manggis yang dipanen dengan warna kulit buah hijau dengan setitik warna ungu (104 HSBM), warna kulit buahnya berubah dengan cepat menjadi 10-25% ungu kemerahan dalam satu hari pada penyimpanan 25C, RH 60-70% dan menjadi 100% ungu kemerahan setelah 6 hari penyimpanan.

Suyanti et al. (1999) menyatakan bahwa, kandungan air pada daging buah akan meningkat selama proses penyimpanan. Daging buah manggis yang bagian terbesar yang dikandungnya adalah air, sehingga semakin tua daging buah manggis maka semakin tinggi pula kandungan airnya. Selain itu Sjaifullah et al. (1998) menambahkan, selama penyimpanan terjadi pula perubahan kadar air pada kulit buah manggis. Kadar air kulit buah manggis secara umum mengalami penurunan seiring dengan lamanya umur penyimpanan. Akibatnya, pengerasan akan terjadi pada kulit buah manggis sehingga sulit dibuka yang kemungkinan disebabkan oleh dehidrasi yang tinggi di permukaan kulit atau terjadi kerusakan jaringan kulit buah, sehingga terjadi desikasi.

Menurut Pantastico (1989) perubahan kekerasan tergolong perubahan fisik pada buah-buahan. Tekstur kulit buah tergantung pada ketegangan, ukuran, bentuk dan keterikatan sel-sel, adanya jaringan penunjang dan susunan tanamannya. Ketegangan disebabkan oleh tekanan isi sel pada dinding sel, dan bergantung pada konsentrasi zat-zat osmotik aktif dalam vakuola, permeabilitas protoplasma dan elatisitas dinding sel. Terjadinya difusi yang terus menerus meningkatkan jenjang energi sel dan mengakibatkan tekanan yang mendorong sitoplasma ke dinding sel, dan menyebabkan sel menjadi tegang.

Perubahan keasaman buah selama penyimpanan akan berbeda-beda sesuai dengan tingkat kematangan buah dan tingginya suhu penyimpanan. Menurut Suyanti et al. (1999) pola perubahan kandungan asam pada buah manggis sama dengan pola perubahan kandungan asam pada pisang tanduk, Raja Sere, Barangan, Mangga Gedong, dan Nenas Subang. Hal ini berarti bahwa mutu yang baik dari suatu produk hortikultura yang telah dipanen hanya dapat dicapai apabila produk tersebut dipanen pada kondisi yang tepat mencapai kemasakan fisiologis sesuai dengan yang dibutuhkan oleh penggunanya.

(10)

 

rendah bahkan tidak bernilai sama sekali. Pada dasarnya mutu suatu produk hortikultura setelah panen tidak dapat diperbaiki, tetapi yang dapat dilakukan hanya usaha untuk mencegah kemundurannya atau mencegah proses kerusakan tersebut.

2.5. Penyimpanan Dingin

Penyimpanan di bawah suhu 15oC (di atas titik beku) dikenal dengan penyimpanan dingin, yang akan mengurangi kelayuan serta kehilangan air, menurunkan laju reaksi kimia dan laju pertumbuhan mikroba pada bahan yang akan disimpan (Watkins, 1971). Penyimpanan dingin merupakan salah satu cara menghambat turunnya mutu buah-buahan, dengan cara pengaturan kelembaban dan kondisi udara serta penambahan zat pengawet kimia. Kegunaaan pendinginan secara umum adalah untuk pengawetan, penyimpanan dan distribusi bahan pangan yang rentan rusak. Pendinginan maupun pembekuan tidak dapat meningkatkan mutu bahan pangan, hasil terbaik yang dapat diharapkan hanyalah mempertahankan mutu tersebut pada kondisi terdekat dengan saat akan memulai proses pendinginan (Purwanto, 2007 dalam

Mahmudah, 2008).

Masalah utama yang dihadapi pada penyimpanan buah setelah panen pada kondisi tanpa pendinginan adalah penurunan bobot serta nilai gizi, seperti vitamin C dan kadar air. Hal ini disebabkan oleh transpirasi dan respirasi yang berlangsung secara cepat dan terus menerus tanpa hambatan (Roosmani, 1990).

Buah manggis mempunyai daya simpan yang singkat. Kerusakan buah seperti sepal dan tangkai buah menjadi tidak segar, buah mengeras dan jaringan daging buah yang matang bergetah sehingga sukar dibelah dan sulit untuk memisahkan daging dengan kulitnya. Kerusakan tersebut sering kali dijumpai setelah pengangkutan dan penyimpanan (Sjaifullah et al, 1998). Penyimpanan buah dengan suhu dingin merupakan hal yang paling umum dilakukan untuk memperpanjang umur simpannya. Pada suhu dingin respirasi menjadi terhambat sehingga proses kematangannya dapat diperlambat. Dengan dihambatnya proses tersebut maka proses pembusukan juga menjadi lambat. Tujuan penyimpanan suhu dingin adalah untuk memperpanjang masa kesegaran sayuran dan buah-buahan guna menjaga kesinambungan pasokan, menciptakan stabilitas harga dan mempertahankan mutu.

Penanganan dengan cara ini diperlukan untuk buah-buahan yang mudah rusak. Menurut Muchtadi et al. (2010), cara ini dapat mengurangi :

a. Kegiatan respirasi dan kegiatan metabolik lainnya. b. Kehilangan air dan pelayuan.

c. Proses penuaan karena adanya proses pematangan, pelunakan, dan perubahan-perubahan warna serta struktur.

d. Kerusakan karena aktivitas mikroba (bakteri, kapang, dan khamir). e. Proses pertumbuhan yang tidak dikehendaki.

Salah satu faktor yang harus diperhatikan dalam proses penyimpanan suhu dingin yaitu penggunaan suhu yang tepat. Suhu penyimpanan yang digunakan tidak boleh terlalu rendah karena dapat menyebabkan terjadinya kerusakan pada buah yang diakibatkan oleh suhu dingin. Kerusakan ini dapat dilihat secara visual melalui penampakannya. Tiap jenis buah-buahan mempunyai sifat karakteristik penyimpanan tersendiri. Sifat-sifatnya selama penyimpanan dipegaruhi oleh varietas, iklim tempat tumbuh, kondisi tanah dan cara budidaya tanaman, derajat kematangan dan cara penanganan sebelum disimpan (Muchtadi et al., 2010).

Penyimpanan dingin mempunyai pengaruh terhadap bahan yang didinginkan tersebut, seperti:

1.Kehilangan berat

2.Kerusakan dingin (chilling injury) pada suhu 0-10oC 3.Kegagalan untuk matang

4.Kebusukan

(11)

10 

 

mikroba. Sedangkan jika RH rendah akan menyababkan pengeriputan pada kulit buah (Pantastico, 1989).

Penyimpanan manggis pada suhu 4-6°C dapat mempertahankan kesegaran buah hingga 40 hari sedangkan pada suhu 9-12°C buah dapat bertahan selama 33 hari (Anonim 2004). Sedangkan menurut Kader (2005), suhu optimum penyimpanan manggis adalah 13C. Masalah utama penyimpanan manggis pada suhu rendah adalah pengerasan di kulit yang dapat menurunkan mutu secara keseluruhan dalam penerimaan buah. Kekerasan pada kulit (hardening)

dan timbulnya bintik-bintik coklat pada kulit (darkening) merupakan gejala chilling injury pada manggis yang disimpan pada suhu 5-10°C. Pengerasan kulit buah tidak berkaitan dengan peningkatan sintesis lignin pada awal tahap namun keduanya berkaitan pada tahap yang lebih lanjut.

Berdasarkan hasil penelitian Dangcham et al. (2008) dalam Qanytah (2004), mengenai

chilling injury buah manggis yang disimpan pada suhu dingin, gejala yang dapat diamati yaitu peningkatan kekerasan kulit buah. Penelitian tersebut menggunakan buah manggis dengan indeks kematangan merah kecoklatan dan merah keunguan yang disimpan pada suhu 6C dengan RH 87% dan suhu 12C dengan RH 83.5% selama 15 hari. Hasilnya, buah yang disimpan pada suhu 6C memiliki kulit yang lebih keras dibandingkan dengan suhu 12C dan indeks kematangan merah keunguan pada kulit buahnya lebih keras dibandingkan dengan merah kecoklatan. Maka buah manggis yang lebih matang akan lebih sensitif terhadap chilling injury.

Salah satu bentuk lain dari penyimpanan pada suhu dingin yaitu perlakuan prapendinginan (pre-cooling). Prapendinginan (pre-cooling) bertujuan untuk menghilangkan panas lapang akibat dari pemanenan. Ramadhan (2003) dalam penelitiannya mengenai pre-cooling mengemukakan bahwa perlakuan terbaik adalah buah manggis dengan perlakuan prapendinginan hingga suhu buah 20C dan disimpan pada suhu 5C, memiliki persentase susut bobot terendah, persentase kadar air daging dan kulit tertinggi, mempertahankan TPT (Total Padatan Terlarut) terlama, dan mempunyai umur simpan paling lama yaitu masih dapat dikonsumsi hingga hari ke 47.

2.6. Parameter Penurunan Mutu

2.6.1. Susut Bobot

Susut bobot merupakan salah satu faktor yang mengindikasikan penurunan mutu buah yang sebagian besar terjadi karena proses respirasi dan transpirasi. Transpirasi merupakan faktor dominan penyebab sosot bobot, yaitu terjadi perubahan fisikokimia berupa penyerapan dan pelepasan air ke lingkungan. Kehilangan air ini berpengaruh langsung terhadap kerusakan tekstur, kandungan gizi, kelayuan dan pengerutan.

Story (1991) dalam Qanytah (2004) mengemukakan bahwa jika produk segar kehilangan airnya 10% dari bobot buah tersebut, maka buah tersebut tidak dapat dipasarkan lagi. Pelapisan lilin dan pengemasan sangat efektif dalam mempertahankan bobot buah karena proses transpirasi dan respirasi pada buah dapat dihambat dengan penutupan stomata melalui pelapisan lilin (Sri, 2005 dalam Mahmudah I, 2008).

2.6.2. Perubahan Total Padatan Terlarut (TPT)

Total padatan terlarut (TPT) merupakan indikator kandungan gula. Menurut hasil penelitian Suyanti et al. (1999) peningkatan kandungan TPT hanya terjadi pada buah manggis yang dipanen pada indeks kematangan berwarna hijau dengan bercak ungu. Buah manggis yang dipanen pada indeks kematangan lainnya cenderung menunjukkan penurunan kandungan TPT. Meningkatnya kandungan TPT pada buah manggis tingkat kematangan dengan warna kulit hijau dengan bercak ungu disebabkan oleh adanya degradasi pati menjadi gula. Proses pematangan akan menyebabkan kandungan karbohidrat dan gula berubah dimana ketika buah-buahan menjadi matang, maka kandungan asam akan mengalami perubahan yang drastis. Ketika fase pematangan dimulai maka menunjukkan dimulainya proses degradasi gula pada fase pelayuan.

(12)

11 

 

cepat, dan begitu pula sebaliknya. Hubungan antara total padatan terlarut (TPT) dan total kandungan gula adalah bahwa hampir semua kandungan total padatan terlarut dalam sari buah manggis terbentuk dari gula-gula utama yaitu fruktosa, glukosa dan sukrosa (Augustin dan Azudin, 1986). Mahmudah (2008) menyatakan bahwa perlakuan pelilinan dan pengemasan berfungsi menahan laju respirasi sehingga menurunkan aktivitas metabolisme. Menurut hasil penelitiannya, perlakuan pre-cooling yang dilanjutkan dengan pelilinan dan pengemasan dengan

stretch film adalah perlakuan terbaik untuk mempertahankan nilai TPT.

2.6.3. Perubahan Warna Daging Buah

Perubahan warna, tekstur, aroma, dan rasa menunjukkan terjadinya perubahan-perubahan buah dalam susunannya. Perubahan buah secara maksimal baru akan terjadi setelah terselesaikannya perubahan kimia. Umumnya perubahan warna kulit buah terjadi dari warna hijau ke arah warna kuning meski tidak semua buah mengalami demikian. Perubahan aroma setiap buah mempunyai intensitas yang berbeda, ada yang menyengat namun ada pula yang tidak mengeluarkan aroma. Sehingga secara umum tingkat kematangan buah biasanya ditandai dengan perubahan warna kulit buah dan keluarnya aroma buah.

Menurut Kader (2005), Setelah panen dan selama penyimpanan buah manggis akan mengalami perubahan warna pada kulit buah. Perubahan tersebut merupakan salah satu parameter kematangan buah manggis. Kulit buah manggis mengandung Xanthonin, gartanin, 8-disoxygartanin dan normangostin. Berdasarkan hasil penelitian Suyanti et al. (1999), buah manggis yang dipanen dengan warna kulit buah hijau dengan sedikit noda ungu (104 HSBM), warna kulit buahnya akan berubah cepat menjadi ungu kemerahan (10-25%) dalam satu hari pada penyimpanan dengan suhu 25C, RH 60-70% dan menjadi ungu kemerahan (100%) setelah 6 hari penyimpanan.

2.7. Pelilinan (Waxing)

Pelapisan lilin (waxing) merupakan salah satu cara untuk mempertahankan mutu buah dan sayuran segar karena dapat mengurangi laju respirasi dan transpirasi. Pelilinan termasuk ke dalam perlakuan pra-pengangkutan yang bertujuan untuk mengurangi susut mutu dan kerusakan komoditas pertanian sampai ke tingkat serendah-rendahnya.

Muchtadi et al. (2010) mengemukakan bahwa, umumnya buah-buahan mempunyai lapisan lilin alami pada permukaan kulitnya yang dapat hilang karena proses pencucian. Pemakaian lilin buatan pada buah-buahan adalah untuk meningkatkan kilap sehingga kenampakannya menjadi lebih baik. Disamping itu luka atau goresan pada permukaan kulit buah dapat ditutupi oleh lilin.

Emulsi lilin untuk komoditas segar seperti buah-buahan harus memenuhi beberapa persyaratan yaitu tidak mempengaruhi bau dan rasa komoditi yang akan dilapisi, mudah kering dan tidak lengket, tidak mudah pecah, mengkilap dan licin, tidak menghasilkan permukaan yang tebal, mudah diperoleh, harganya murah dan tidak bersifat racun. Disamping itu, buah yang dilapisi harus tua, sehat, segar, utuh dan mulus. Tebal lapisan lilin yang dihasilkan harus seoptimal mungkin dengan pengertian bahwa lapisan lilin yang terlalu tebal dapat mengakibatkan respirasi anaerob yang menyebabkan buah akan membusuk (Muchtadi et al., 2010). Keberhasilan pelapisan lilin untuk buah-buahan dan sayuran tergantung dari ketebalan lapisan. Pelilinan yang terlalu tipis tidak berpengaruh nyata pada pengurangan uap air sedangkan yang terlalu tebal dapat menyebabkan kerusakan, bau dan rasa yang menyimpang akibat udara di dalam sayuran dan buah-buahan terlalu banyak mengandung CO2dan mengandung sedikit O2.

(13)

12 

 

Menurut Setiasih (1999), mekanisme pelapisan lilin adalah menutupi pori-pori buahan dan sayuran yang sangat banyak. Dengan pelapisan lilin, diharapkan pori-pori dari buah-buahan dan sayuran dapat ditutup sebanyak lebih kurang 50%, sehingga dapat mengurangi kehilangan air, memperlambat proses fisiologis, dan mengurangi keaktifan enzim-enzim pernafasan.

Emulsi lilin dapat dibuat dari bahan lilin dengan bahan pengemulsi. Lilin yang biasa digunakan adalah lilin tebal, lilin carnauba (tumbuhan), maupun lilin lebah. Emulsifier yang digunakan yaitu trietanol amein dan asam oleat (Muchtadi et al., 2010). Lilin lebah banyak digunakan untuk pelilinan produk hortikultura karena mudah didapat dan juga harganya murah. Lilin lebah berwarna putih, kuning, sampai cokelat, dengan titik cair 62.8- 70oC, bobot jenis sebesar 0.952-0.975. Lapisan lilin untuk produk hortikultura biasanya digunakan lilin lebah yang dibuat dalam bentuk emulsi lilin dengan konsentrasi 4 sampai 12% (Setyowati & Budiarti 1992).

Winarno (2002) mengemukakan, lilin lebah merupakan hasil sekresi dari lebah madu (Apis mellifica). Madu dapat diekstrak dengan menggunakan dua cara, yaitu sistem sentrifugal dan pengepresan. Madu yang diekstrak dengan sentrifugal sisir madu akan tetap utuh sehingga dapat digunakan lagi, sedangkan ekstrasi madu menggunakan sisir madu yang ditekan atau dipres, sisir akan hancur. Sisir yang hancur dapat dibuat lilin atau bibit bahan sarang baru. Hasil sisa pengepresan ini, kemudian dicuci dan dikeringkan, lalu dipanaskan sehingga menjadi lilin atau malam.

Pembuatan emulsi lilin tidak boleh menggunakan air sadah karena garam-garam yang terkandung di dalam air sadah tersebut dapat merusak emulsi lilin (Pantastico, 1989). Emulsi-emulsi lilin dalam air lebih aman digunakan daripada pelarut-pelarut lilin yang mudah terbakar. Untuk membuat 1 liter larutan stok 12% dibutuhkan 120 gram lilin carnauba yang dicairkan dalam wadah pada suhu 90-95C lalu ditambahkan 20 ml asam oleat dan trietanolamin 40 ml sedikit demi sedikit sambil diaduk. Selanjutnya ditambahkan air sebanyak 820 ml yang telah dididihkan dahulu (90-95C) secara perlahan sambil diaduk dengan mixer sampai merata. Emulsi lilin siap dipakai apabila suhunya telah dingin (+25C) (Muchtadi 1992).

Sebelum aplikasi pelilinan, buah dicuci bersih dengan busa lembut untuk menghilangkan kotoran-kotoran pada permukaan kulit, kemudian ditiriskan hingga kering. Buah harus dalam keadaan kering saat akan diberi lilin. Aplikasi pelilinan pada buah dapat dilakukan dengan cara penyemprotan, pencelupan, pengolesan, dan pembusaan. Teknik yang paling popular atau komersil adalah penyemprotan dengan tekanan rendah. Pada skala besar digunakan mesin yang dirancang khusus dan dioperasikan dengan komputer, sehingga pelilinan lebih efektif dan efisien. Untuk satu ton buah hanya dibutuhkan 1.5 liter lilin. Setelah pelilinan, buah ditiriskan terlebih dahulu sebelum disimpan atau dipasarkan. Cara melapisi buah dengan lilin ialah sebagai berikut; Buah yang dipilih tidak cacat atau busuk. Kotoran yang melekat di permukaan kulit buah dibersihkan melalui pencucian dengan air bersih diutamakan dengan menggunakan air mengalir. Setelah bersih, kemudian buah dicelup ke dalam emulsi lilin selama beberapa lama (misalnya 30 detik). Kemudian ditiriskan dengan blower (Suyanti 1993).

Berdasarkan laju konsumsi O2 dan produksi CO2, kadar pelilinan 6% merupakan kadar pelilinan yang optimum bagi buah manggis. Buah manggis dengan pelapisan lilin 6% yang disimpan pada suhu 5C mempunyai umur simpan 37 hari, sedangkan kontrolnya hanya mencapai 33 hari (Riza, 2004). Pada penyimpanan suhu 13C, buah manggis dengan pelapisan lilin memiliki umur simpan 29 hari, sedangkan yang tanpa pelapisan lilin hanya mencapai 21 hari. Widiastuti (2006) menambahkan bahwa buah manggis yang diberi lapisan lilin carnauba

(14)

13 

 

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat

Penelitian mengenai kajian semi-cutting dan pelilinan terhadap beberapa parameter mutu buah manggis (Garciana mangostana L.) selama penyimpanan dingin dilaksanakan dari bulan Januari 2012 sampai dengan bulan April 2012. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor.

3.2. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah lemari pendingin untuk penyimpanan,

Chromameter Minolta CR-310 untuk pengukuran warna daging buah manggis, Refraktometer

Atago PR-210 untuk pengukuran total padatan terlarut daging buah manggis, timbangan digital, termometer, keranjang buah dan alat-alat penunjang penelitian lainnya. Dapat dilihat pada Gambar 2, Gambar 3, Gambar 4, Gambar 5 dan Gambar 6 yang menampilkan alat-alat yang digunakan selama penelitian.

Gambar 2. Timbangan digital Gambar 3. Chromameter

Gambar 4. Refractometer Gambar 5. Thermohygrometer

(15)

14 

 

Bahan utama yang digunakan adalah buah manggis yang dipanen pada indeks kematangan 2 dengan visualisasi kulit buah kuning kemerahan dan bercak merah yang merata. Buah manggis diperoleh dari petani di kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Bahan lain yang juga digunakan antara lain emulsi lilin lebah, larutan kimia thiabendazole

(TBZ), air destilat, dan bahan-bahan kimia untuk keperluan analisis.

3.3. Prosedur Penelitian

Buah manggis dipanen dari kebun petani di desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang. Buah manggis yang dipanen adalah buah manggis pada indeks kematangan 2 sebanyak 600 buah pada saat visualisasi kulit buah berwarna kuning kemerahan dengan bercak merah yang merata, buah yang dipanen disortasi dan dipilih yang sehat yaitu tidak memiliki cacat/luka dan terbebas dari penyakit dengan diameter 5.5-6.0 cm dengan berat 80-100 gram.

Buah manggis yang telah dipanen dari kebun, dibersihkan dari semut dan kotoran yang menempel dengan tangan kemudian dilakukan sortasi kematangan dan ukuran. Setelah disortasi dari kebun, buah manggis dibersihkan dengan menggunakan kain basah untuk menghilangkan kotoran dan getah yang masih tersisa pada kulit buah, kemudian dilanjutkan dengan melakukan perendaman larutan kimia thiabendazole untuk membersihkan manggis dari kotoran dan getah pada kulit buah manggis. Setelah kering buah manggis diaplikasikan perlakuan semi-cutting

yaitu dengan menyayat sekeliling diameter buah secara horizontal pada bagian kulit dengan 2 perlakuan kedalaman tertentu berdasarkan hasil penelitian pendahuluan. Kemudian semua sampel buah manggis dilapisi dengan lilin lebah melalui pencelupan kedalam emulsi lilin selama ± 60 detik dengan perlakuan konsentrasi lilin sebesar 10%, untuk selanjutnya dikeringkan dengan cara diangin-anginkan.

(16)

15 

 

Gambar 7. Diagram alir penelitian MULAI

Buah manggis

Sortasi berdasarkan indeks kematangan 2 dengan diameter 5.5-6.0 cm dan berat 80-100 gram

Pembersihan

Perlakuan I aplikasi semi-cutting

dengan kedalaman 3 mm

Perlakuan II aplikasi semi-cutting

dengan kedalaman 5 mm

Pencelupan emulsi lilin lebah 10% selama ± 60 detik

Penyimpanan dingin (suhu 8ºC) dan suhu ruang (27oC)

Pengamatan : 1. Susut bobot 2. TPT 3. Warna

SELESAI Perendaman dalam Larutan

(17)

16 

 

Panen

Sortasi

Perendaman dalam Pembersihan Larutan Thiabendazole (TBZ)

Perlakuan semi-cutting Pencelupan emulsi lilin 10%

(18)

17 

 

3.4. Pengamatan Perubahan Mutu

3.4.1. Susut Bobot

Pengukuran susut bobot dilakukan menggunakan timbangan digital. Pengukuran susut bobot dilakukan sebelum buah manggis disimpan pada lemari. Pengukuran tersebut berdasarkan pada persentase penurunan bobot bahan sejak awal hingga akhir penyimpanan dingin. Selanjutnya besar susut bobot didapatkan dengan membandingkan selisih bobot awal dan bobot akhir pengamatan dengan bobot awal pengamatan dan dinyatakan dalam persen (%). Susut bobot dapat diukur melalui persamaan berikut :

W – WA

Susut Bobot = X 100% W

Dimana : W = Bobot awal bahan penyimpanan (gram) Wa = Bobot akhir bahan penyimpanan (gram)

3.4.2. Total Padatan Terlarut (TPT)

Total padatan terlarut diukur dengan menggunakan Refraktometer Atago PR-210 yang telah diset pada suhu ruang. Daging buah diambil sarinya, lalu hasilnya diletakkan pada prisma refractrometer. Total padatan terlarut dalam sari daging buah manggis yang diperas sebagian besar tersusun atas gula. Besarnya nilai padatan terlarut dinyatakan dengan derajat gula skala oBrix. Setiap sesudah pembacaan prisma tersebut dibersihkan dengan aquadest secukupnya.

3.4.3. Warna

Perubahan warna buah manggis selama percobaan diukur setiap kali pengamatan. Pengambilan warna diambil pada 3 titik. Pengukuran warna dari daging buah manggis ini dilakukan dengan menggunakan Chromameter Minolta CR-310. Melalui alat ini akan diperoleh tingkat intensitas cahaya dengan sistem notasi warna Hunter dalam bentuk 3 parameter yaitu L, a dan b yang dapat dilihat pada Gambar 4 di bawah ini.

Gambar 9. Sistem notasi warna Hunter.

(19)

18 

 

3.5. Rancangan Percobaan

Penelitian dilakukan di laboratorium dimana kondisi lingkungan cukup terkendali maka rancangan percobaan yang dipergunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) (Gomez, 1995

dalam Mahmudah, 2008). Rancangan percobaan yang dilakukan pada penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) yang disusun secara faktorial dengan dua faktor dan enam ulangan. Faktor pertama yang digunakan adalah perlakuan semi-cutting yang terdiri atas 3 taraf yaitu :

A1 : Aplikasi semi-cutting dengan kedalaman x mm A2 : Aplikasi semi-cutting dengan kedalaman y mm A3 : Aplikasi tanpa semi-cutting

Faktor kedua yang digunakan adalah perlakuan konsentrasi emulsi lilin lebah yang terdiri atas 2 taraf yaitu :

B1 : 8oC

B2 : Suhu Ruang (27oC)

Sehingga dapat diperoleh model matematis dari rancangan percobaan tersebut, yaitu :

Keterangan :

Yijkl = Respon setiap parameter yang diamati. µ = Nilai rata-rata umum.

= Pengaruh utama faktor semi-cutting.

β

j = Pengaruh utama faktor suhu penyimpanan.

(

αβ

)ij

= Pengaruh interaksi perlakuan semi-cutting dan suhu penyimpanan. ijk = Pengaruh acak yang menyebar normal.
(20)

19 

 

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Susut Bobot

Susut bobot merupakan salah satu faktor yang mengindikasikan penurunan mutu buah. Muchtadi (1992) mengemukakan bahwa kehilangan bobot pada buah-buahan yang disimpan terutama disebabkan oleh kehilangan air sebagai akibat dari proses penguapan dan kehilangan karbon selama respirasi. Air dibebaskan dalam bentuk uap air pada proses transpirasi dan respirasi melalui stomata, lentisel, dan bagian jaringan tumbuhan lain yang berhubungan dengan sel epidermis.

Selama proses penyimpanan buah manggis yang diberi perlakuan semi-cutting dan pelilinan ini mengalami susut bobot. Penurunan diakibatkan buah manggis ini melakukan respirasi dengan mengubah gula menjadi CO2 dan H2O disertai dengan proses penguapan uap air. Hal tersebut mengakibatkan persentase laju susut bobot meningkat. Pengukuran susut bobot dilakukan setiap hari pengamatan, dan hasil yang didapat kemudian dirata-ratakan dan di plotkan pada grafik perubahan susut bobot. Kehilangan bobot komoditi hortikultura bukan saja diakibatkan oleh terjadinya kehilangan air tetapi juga oleh hilangnya gas CO2 hasil respirasi (Winarno, 2002). Menurut Wills et al. (1981), pada proses respirasi senyawa-senyawa kompleks yang biasa terdapat dalam sel seperti karbohidrat akan dipecah menjadi molekul-molekul yang sederhana seperti karbondioksida dan uap air yang mudah menguap, sehingga komoditas akan kehilangan bobotnya. Kehilangan air pada komoditas tergantung dari defisit tekanan uap air antara komoditas dengan udara sekitar. Pada kelembaban nisbi udara (RH) dan laju pergerakan udara tertentu, kehilangan air komoditas akan meningkat sejalan meningkatnya temperatur.

Dari hasil pengamatan didapatkan persentasi susut bobot yang dapat dilihat pada Gambar 10 yang menunjukkan bahwa pada semua perlakuan memperlihatkan terjadinya peningkatan persentase susut bobot selama penyimpanan, baik di suhu dingin (8oC) maupun di suhu ruang (27oC). Peningkatan susut bobot terjadi berbeda-beda dari setiap perlakuan. Nilai persentasenya peningkatan susut bobot dan dari setiap perlakuan dan data gabungan persentasi susut bobot dapat dilihat pada Lampiran 1 dan 2. Dari Gambar 10 terlihat bahwa peningkatan susut bobot tertinggi terjadi pada buah manggis dengan perlakuan semi-cutting 5mm dan disimpan pada suhu ruang 27oC yakni sebesar 74.06%. Susut bobot yang besar tersebut disebabkan oleh kehilangan air yang tinggi akibat suhu yang relatif tinggi yaitu suhu ruang 27oC dan disebabkan pula karena terbukanya bagian luar permukaan buah manggis sedalam 5mm.

Sedangkan untuk peningkatan susut bobot terendah terjadi pada perlakuan buah manggis tanpa semi-cutting, yang diberi lapisan lilin 10% dan disimpan pada suhu 8oC, yaitu sebesar 13.89%. Lalu diikuti oleh perlakuan buah manggis dengan semi-cutting 3 mm yang diberi lapisan lilin 10% dan disimpan pada suhu dingin yaitu 8oC sebesar 14.84%. Kemudian buah manggis dengan semi-cutting 5 mm yang diberi lapisan lilin 10% dan disimpan pada suhu 8oC sebesar 21.46%. Itu disebabkan karena penyimpanan dilakukan pada suhu dingin 8oC lebih baik dari pada di suhu ruang 27oC.

Mahmudah (2008) menyatakan bahwa pelilinan dan penyimpanan dalam suhu rendah mampu menghambat proses respirasi dan transpirasi yang mana merupakan faktor penyebab susut bobot. Dari Gambar 10 dapat dilihat bahwa kecenderungan susut bobot buah manggis yang disimpan pada suhu 27oC (dengan semi-cutting 3mm, 5mm dan tanpa cutting) lebih tinggi dari susut bobot buah manggis yang disimpan pada suhu 8oC (dengan semi-cutting 3mm, 5mm dan tanpa semi-cutting). Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi suhu penyimpanan yang digunakan maka susut bobot yang terjadi akan semakin tinggi karena laju respirasi juga semakin tinggi. Respirasi menyebabkan kehilangan air pada bahan (Kader, 1986). Kehilangan ini merupakan penyebab langsung kehilangan secara kuantitatif (susut bobot), kerusakan tekstur (kelunakan), kerusakan kandungan gizi dan kerusakan lain (kelayuan dan pengerutan).

(21)

20 

 

proses kemudahan membuka buah manggis. Karena buah manggis yang memiliki teksture kulit yang keras, sehingga dapat memberikan kemudahan kepada konsumen buah manggis.

Gambar 10. Persentase susut bobot buah manggis selama penyimpanan dingin

Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan untuk susut bobot menunjukkan bahwa perlakuan semi-cutting 3mm, 5mm, dan tanpa cuting tidak berpengaruh nyata pada persentase susut bobot, artinya perbedaan perlakuan semi-cutting yang diberikan tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan susut bobot (Lampiran 3). Sedangkan untuk suhu penyimpanan yang digunakan (suhu 8oC dan 27oC) memberi pengaruh nyata pada persentase susut bobot buah manggis. Namun dari hasil pengamatan selama penelitian, perlakuan semi-cutting 3mm, 5mm, dan tanpa cutting memberikan pengaruh tehadap persentasi susut bobot. Hal ini diduga karena manggis dengan perlakuan pelilinan konsentrasi 10% menutup sel epidermis buah manggis akibat dampak perlakuan semi-cutting. Pada Lampiran 3 dapat dilihat juga interaksi antara suhu penyimpanan dan perlakuan semi-cutting yang digunakan tidak berpengaruh nyata terhadap susut bobot manggis.

4.2. Total Padatan Terlarut (TPT)

Daryono dan Sosrodiharjo (1986) dalam Lesmana (1996) mengemukakan bahwa berdasarkan hasil penelitian Kawamata (1977) ditemukan kandungan gula utama buah manggis adalah dalam bentuk fruktosa, glukosa, dan sukrosa. Dikemukakan pula bahwa hampir seluruh total padatan terlarut yang dikandung cairan daging buah manggis adalah dalam bentuk fruktosa, glukosa, dan sukrosa.

Pada Gambar 11 menunjukkan bahwa nilai kandungan TPT pada semua perlakuan mengalami perubahan yang fluktuatif pada setiap waktu pengamatan karena sampel yang diukur tidak berasal dari manggis yang sama. Nilai TPT buah manggisdari setiap perlakuan untuk setiap hari pengamatan dan data gabungan nilai rataan TPT dapat dilihat pada Lampiran 4 dan 5.

(22)

21 

 

intrinsik buah karena perbedaan klon dan lokasi penanaman manggis juga dapat mempengaruhi komposisi kandungan TPT buah manggis.

Dari awal penyimpanan sampai hari ke-12 penyimpanan terjadi sedikit peningkatan nilai TPT pada perlakuan semi-cutting 5 mm di suhu 8oC serta perlakuan tanpa cutting di suhu 8oC dan 27oC (Gambar 11). Hal ini disebabkan karena buah manggis mengalami pemasakan yang artinya terjadi perombakan oksidatif dari bahan-bahan yang kompleks seperti karbohidrat, protein, dan lemak serta terbentuknya gula sederhana berupa sukrosa, fruktosa dan glukosa. Hal ini sesuai dengan pernyataan Matto et. al (1984) dalam Pantastico (1986) yang menyatakan bahwa pemasakan dapat meningkatkan jumlah gula sederhana yang memberi rasa manis, penurunan asam-asam organik dan senyawa-senyawa fenolik yang dapat mengurangi rasa sepat dan masam.

Akan tetapi hal tersebut tidak demikian untuk perlakuan semi-cutting 3mm di suhu 8oC,

semi-cutting 5mm di suhu 27oC, dan tanpa cutting di suhu 27oC. Hal ini diperkirakan karena buah manggis yang telah menurun tingkat kematangannya. Dimana jarak waktu pengamatan yang begitu jauh dari hari ke 0 sampai pengamatan hari ke-12. Sehingga, dimana seharusnya buah manggis yang diperkirakan mengalami tingkat kematangan, tetapi tidak dilakukan pengamatan. Bahkan untuk buah manggis yang disimpan di suhu ruang yaitu 27oC hanya dilakukan pengamatan sampai hari pengamatan ke-33. Karena kondisi buah manggis yang sudah membusuk serta bagian buah yang kering dan menghitam.

Dari Gambar 11 untuk buah manggis dengan perlakuan semi-cutting 3mm di suhu 8oC ,

semi-cutting 5mm di suhu 8oC, dan tanpa cutting di suhu 8oC dapat dilihat bahwa sampai pengamatan terakhir hari ke-60 penyimpanan nilai kandungan TPT cenderung konstan. Akan tetapi untuk buah manggis dengan perlakuan semi-cutting 3mm di suhu 27oC, semi-cutting 5mm di suhu 27oC, dan tanpa cutting di suhu 27oC dapat dilihat bahwa sampai hari ke-12 sangat konstan, hingga pada akhir pengamatan yaitu dihari pengamatan ke-33, nilai TPT mengalami penurunan yang sangat siknifikan. Dan terjadinya penurunan nilai TPT tersebut diduga disebabkan oleh 38 perubahan gula-gula sederhana menjadi alkohol, aldehid dan asam.Pada saat buah mengalami perlakuan dan penyimpanan, buah akan mengalami penurunan kandungan gula yang disebabkan oleh proses metabolisme buah itu sendiri yang membutuhkan gula sebagai energi.

(23)

22 

 

Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan untuk total padatan terlarut (TPT) menunjukkan bahwa perlakuan semi-cutting 3mm, 5mm, dan tanpa cuting tidak berpengaruh nyata pada nilai kandungan TPT, artinya perbedaan perlakuan semi-cutting yang diberikan tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap nilai kandungan TPT yang dapat dilihat pada Lampiran 6. Sedangkan untuk suhu penyimpanan yang digunakan (suhu 8oC dan 27oC) memberi pengaruh nyata pada nilai kandungan TPT buah manggis. Pada Lampiran 6 dapat dilihat juga interaksi antara suhu penyimpanan dan perlakuan semi-cutting yang digunakan tidak berpengaruh nyata terhadap susut bobot manggis.

4.3. Laju Perubahan Warna Daging Buah

Warna merupakan salah satu indeks mutu bahan pangan yang memiliki peran dan perlu diperhatikan karena pada umumnya konsumen sebelum mempertimbangkan parameter lain (rasa, nilai gizi dan lain-lain) pertama-tama akan tertarik pada warna bahan (Muchtadi, 1992). Untuk pengukuran indeks perubahan warna dapat dilakukan dengan alat chromameter. Data yang diambil pada saat hari pengamatan untuk masing-masing komposisi dilakukan sebanyak tiga kali yang nantinya akan dirata-ratakan. Adapun nilai indeks warna yang diamati akan keluar dalam data L, a dan b. Perubahan warna pada buah-buahan merupakan akibat dari terjadinya perubahan kimia selama penyimpanan dan masing-masing perlakuan. Pada Lampiran 7 dapat dilihat data warna daging buah manggis dari setiap perlakuan dan pengamatan. Sedangkan untuk nilai rataan notasi warna dari setiap perlakuan dapat dilihat pada Lampiran 8.

4.3.1. Kecerahan Warna (L*)

Pada awal penyimpanan, nilai rataan L (Lightness) buah manggis diketahui antara 68.1-79.8. Nilai L menunjukkan tingkat kecerahan dari buah manggis. Dimana tingkat kecerahan warna dapat dilihat pada Gambar 12. Pada Gambar 12 menunjukkan bahwa sampai pengamatan terakhir hari ke-60 penyimpanan, nilai kecerahan (L*) untuk perlakuan semi-cutting 3mm di suhu 8oC , semi-cutting 5mm di suhu 8oC, dan tanpa cutting di suhu 8oC cenderung mengalami penurunan secara konstan.

(24)

23 

 

Begitu pula untuk buah manggis dengan perlakuan semi-cutting 3mm di suhu 27oC,

semi-cutting 5mm di suhu 27oC, dan tanpa cutting di suhu 27oC yang terus mengalami penurunan nilai kecerahan warna sampai hari terakhir pengamatan, yaitu hari ke-33. Buah manggis dengan perlakuan semi-cutting 3mm di suhu 27oC , semi-cutting 5mm di suhu 27oC, dan tanpa cutting di suhu 27oC pada hari ke-12 sampai hari ke-33 telah mengalami penurunan tingkat kecerahan yang cukup drastis. Hal ini disebabkan karena warna buah semakin kusam, tidak cerah, bercendawan dan bahkan membusuk menghitam. Pengamatan parameter mutu laju perubahan warna daging buah manggis pada suhu 27oC untuk semua perlakuan yaitu

semi-cutting 3mm, 5mm, dan tanpa cutting selanjutnya tidak dilakukan pengamatan. Pengamatan hanya dilakukan sampai hari ke-33. Hal ini dikarenakan daging buah manggis dianggap sudah tidak layak, dan tidak dapat diamati.

Kemudian pengamatan laju perubahan warna daging buah tetap dilanjutkan untuk buah manggis dengan perlakuan semi-cutting 3mm di suhu 8oC , semi-cutting 5mm di suhu 8oC, dan tanpa cutting di suhu 8oC. Buah manggis dengan perlakuan tersebut pada lama penyimpanan hari ke-23 sampai lama penyimpanan hari ke-60 mengalami penurunan secara konstan. Hal tersebut dikarenakan daging buah manggis yang sudah mengalami fase pembusukan sehingga warna daging buah menjadi kusam. Dapat dilihat pada Gambar 12 di atas yang menggambarkan grafik nilai kecerahan (L*) selama penyimpanan dingin.

Hasil analisis ragam dan uji Duncan menunjukkan bahwa faktor suhu penyimpanan, faktor semi-cutting 3mm, 5mm, dan tanpa cutting serta interaksi antara kedua faktor tersebut tidak berpengaruh nyata dalam menghambat penurunan nilai kecerahan (L*) kulit manggis yang dapat dilihat pada Lampiran 9. Konsentrasi lilin 10% juga tidak berpengaruh nyata dalam menghambat penurunan nilai L, artinya perbedaan konsentrasi lilin yang diberikan tidak memberikan pengaruh yang signifikan pada perubahan nilai L. Penurunan nilai L pada suhu penyimpanan 8oC lebih rendah dibandingkan suhu 27oC. Suhu penyimpanan yang semakin tinggi akan menyebabkan perubahan pada warna daging buah manggis semakin cepat.

4.3.2. Komponen Warna Merah-Hijau (a*)

Komponen warna a* menandakan kriteria warna merah bahan yang diamati, semakin tinggi nilainya maka semakin merah warnanya (Juanasari, 2004). Perubahan nilai kemerahan warna (a*) yang terjadi pada setiap perlakuan mengalami cenderung meningkat. Hal ini dikarenakan buah manggis merupakan buah klimakterik yang mengalami proses pematangan setelah dipetik dari pohonnya, selama penyimpanan akan terjadi perubahan warna kuning buah berubah menjadi semakin merah dan agak gelap. Sehingga terdapatnya peningkatan nilai derajat kemerahan warna selama masa penyimpanan.

Konsentrasi anthosianin yang cukup menyebabkan warna menjadi merah. Akan tetapi apabila konsentrasi anthosianin terlalu tinggi maka warnanya akan menjadi ungu pekat. Hal ini sesuai dengan Winarno (2002) dalam Ramadhan (2003) yang menyatakan warna merah, biru, ungu dalam buah disebabkan oleh pigmen anthosianin. Sintesa anthosianin pada umumnya lebih baik pada suhu rendah.

(25)

24 

 

Gambar 13. Perubahan nilai komponen warna merah-hijau (a*) selama penyimpanan dingin Berdasarkan hasil analisis ragam dan uji Duncan diketahui bahwa faktor suhu penyimpanan memberikan pengaruh nyata pada perubahan nilai (a*). Sedangkan untuk faktor

semi-cutting 3mm, 5mm, dan tanpa cutting serta interaksi antara kedua faktor tersebut tidak memberikan pengaruh nyata pada perubahan nilai a yang dapat dilihat pada Lampiran 10.

4.3.3. Komponen Warna Kuning-Biru (b*)

Gambar 14 memperlihatkan perubahan nilai komponen warna kuning-biru (b*) buah manggis selama penyimpanan dingin. Dapat dilihat bahwa pada semua perlakuan nilai b cenderung mengalami peningkatan. Derajat warna kuning (b*) pada awal penyimpanan berkisar antara 9.95-11.64. Dapat dilihat pada Gambar 14, pada awal pengamatan hari ke-0 menuju hari ke-12 mengalami penurunan nilai komponen warna kuning-biru (b*) untuk semua perlakuan. Hal tersebut dikarenakan pada awal pengamatan hari ke-0 daging buah manggis terkontaminasi oleh getah kuning yg terdapat pada kulit buah saat dibuka. Nilai b terendah terjadi pada buah manggis dengan perlakuan tanpa cutting yang disimpan pada suhu ruang (27oC). Nilai b yang sangat rendah menandakan warna daging buah manggis berwarna kuning pekat sampai menghitam.

(26)

25 

 

Pada Lampiran 11 didapatkan hasil analisis ragam dan uji Duncan yang menunjukkan bahwa faktor suhu penyimpanan dengan faktor semi-cutting 3mm, 5mm, dan tanpa cutting tidak berpengaruh nyata pada penurunan nilai b. Perbedaan konsentrasi lilin juga tidak berpengaruh nyata untuk menekan laju penurunan nilai b.

4.4. Umur Simpan

Umur simpan merupakan periode waktu dimana suatu produk diharapkan dapat mempertahankan tingkat mutu yang telah ditetapkan sebelumnya pada kondisi penyimpanan tertentu (Shewfelt, 1987 dalam Ramadhan, 2003). Pada penelitian yang dilakukan Mahmudah (2008) diketahui buah manggis yang diberi lapisan lilin 6% dilanjutkan penyimpanan dingin pada suhu 5oC memiliki umur simpan 30 hari. Rukmana (1995) menyatakan buah manggis dapat tetap segar bila disimpan dalam ruangan yang dingin. Pada kondisi ruangan bersuhu 4-6oC dapat tetap segar sampai 49 hari, sedangkan pada suhu 9-12oC hanya tahan sampai 33 hari.

Pada penelitian yang dilakukan, buah manggis yang memiliki umur simpan paling cepat adalah manggis yang disimpan pada suhu ruang dengan perlakuan semi-cutting 3mm, 5mm dan tanpa semi-cutting yaitu hanya bertahan selama 12 hari. Dan jika dibandingkan dari ketiga perlakuan semi-cutting 3mm, 5mm, dan tanpa semi-cutting yang disimpan di suhu ruang tersebut, buah manggis yang mengalami rusak lebih cepat adalah buah manggis dengan perlakuan semi-cutting 5mm. Hal ini dapat dilihat dari hasil analisis pengamatan mutu yangg dilakukan, dimana perlakuan semi-cutting 5mm memiliki persentasi susut bobot yang paling tinggi, nilai TPT yang sangat rendah, dan nilai pengujian warna yang semakin buruk dari pengamatan hari ke-12 sampai hari ke-33. Dimana dapat dilihat pada Gambar 15, Gambar 16, Gambar 17, Gambar 18, Gambar 19 dan Gambar 20 yang menampilkan proses dari semi-cutting.

Serta dapat dilihat pula perbandingan hasil buah manggis setelah di buka dengan pengujian dengan perlakuan dan tanpa semi-cutting.

Gambar 15. Proses semi-cutting Gambar 16. Hasil perlakuan semi-cutting

Gambar 17. Pengujian kekerasan dan kemudahan membuka buah

(27)

26 

 

Gambar 19. Hasil pengujian kemudahan membuka pada buah manggis tanpa semi-cutting

Gambar 20. Hasil pembukaan pada buah tanpa perlakuan semi-cutting

Pengamatan mutu yang dilakukan untuk buah manggis yang disimpan di suhu ruang hanya sampai hari pengamatan ke-33.Hal tersebut dikarenakan sudah tidak memungkinkan lagi dilakukan pengamatan, karena buah manggis yang disimpan di suhu ruang sudah busuk, berlendir, bahkan mengering dan daging buah menghitam. Dapat dilihat pada Gambar 21, Gambar 22, Gambar 23, dan Gambar 24 yang menunjukkan bahwa mutu buah manggis sudah tidak layak dan tidak memungkinkan lagi untuk dilanjutkan pengamatan.

Gambar 21. Buah manggis busuk, berlendir Gambar 22. Buah manggis kering dan dan mengitam menghitam

(28)

27 

 

(29)

28 

 

V. PENUTUP

5.1. Kesimpulan

1. Kombinasi semi-cutting dan pelilinan berpengaruh nyata terhadap parameter mutu susut bobot buah manggis, dan tidak berpengaruh nyata terhadap parameter mutu TPT dan warna. Kombinasi perlakuan tersebut dapat diaplikasikan pada buah manggis karena memberikan kemudahan dalam membuka kulit buah manggis yang keras namun mutu tetap baik setelah disimpan.

2. Umur simpan buah manggis yang diberi perlakuan semi-cutting 3mm, 5mm dan tanpa semi-cutting dengan pelilinan 10% adalah 33 hari dengan kombinasi perlakuan di simpan pada suhu 8oC, sedangkan pada perlakuan tersebut yang di simpan pada suhu 27oC lebih pendek yaitu 12 hari. Namun demikian, perlakuan tersebut dapat memberikan kemudahan dalam membuka buah manggis. Kombinasi perlakuan semi-cutting 5mm dengan pelilinan 10% pada suhu 8oC dapat meningkatkan ketahanan umur simpan dibandingkan dengan perlakuan lain yang disimpan di suhu 8oC maupun suhu 27oC.

5.2. Saran

1. Perlu dilakukan pengamatan Uji Organoleptik pada buah manggis dengan aplikasi semi-cutting sehingga diketahui tingkat kesukaan dan berpengaruh nyatanya pemberian perlakuan tersebut bagi konsumen.

(30)

KAJIAN

SEMI-CUTTING

DAN PELILINAN TERHADAP

BEBERAPA PARAMETER MUTU BUAH MANGGIS

(

Garciana mangostana

L.) SELAMA PENYIMPANAN DINGIN

SKRIPSI

RIMA KHAIRANI

F14080044

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(31)

29 

 

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2004. Meningkatkan Mutu Manggis. J.Hortikultura. Vol 3 (3): 287-302

Dalal, V. B., Eipson, W. E and Singh, N. S. 1971. Wax Emultion For Fresh Fruits and Vegetablesnto

Extend Their Storage Life. Ind. Fd. Packer 25 (5), p. In Pantastico, Er. B. 1986. Fisiologi Pasca Panen. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Juanasari. 2004. Pengaruh Umur Petik, Pemberian Giberelin dan Spermidin Terhadap Kualitas Buah Manggis (Garcinia mangostana L.). Tesis. Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Kader.A.A.2005. Mangosteen recommendation for maintaining postharvest quality. Departemen of

Pomology , University of California, Davis.CA 95616.

Lesmana, S.N. 1996. Memperpanjang Masa Simpan Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Hasil Teknologi Olah Minimal (Minimal Processing) dan Mempelajari Mutunya Selama Penyimpanan. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Mahedra MS. 2002. Penanganan Pascapanen Manggis untuk Ekspor. Makalah dalam Seminar Agribisnis Manggis. Bogor, 24 Juni 2002.

Mahmudah, Ida. 2008. Memperpanjang Umur Simpan Buah Manggis Segar (Garcinia Mangostana L.) Dengan Kombinasi Proses Pre-Cooling, Pelilinan, Stretch Film Single Wrapping Pada Penyimpanan Dingin 5oC. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Muchtadi, T.R. dan Sugiono. 1992. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan

dan Gizi. IPB. Bogor.

Muchtadi, T.R, Sugiono, Ayustaningwarno F. 2010. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Alfabeta. Bandung.

Pantastico, Er. B. 1989. Fisiologi Pasca Panen, Penanganan dan Pemanfaatan Buah-buahan dan Sayuran Tropika dan Subtropika. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Paramwati, Raffi. 2010. Dahsyatnya Manggis Untuk Menumpas Penyakit. PT. Agromedia Pustaka. Jakarta Selatan

Qanytah. 2004. Kajian Perubahan Mutu Manggis (Garcinia mongostana L.) dengan perlakuan pre-cooling dan Penggunaan Giberelin selama penyimpanan. Tesis. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Ramadhan, W. 2003. Pengaruh Pra-Pendinginan dan Suhu Penyimpanan Terhadap Mutu Buah Manggis (Garcinia mangostana L.). Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Riza, I. D. 2004. Kajian Pelilinan Dalam Penyimpanan Buah Manggis Segar (Garcinia mangostana L.). Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Rosmani, A. B. 1975. Percobaan Pendahuluan Pelapisan Lilin Terhadap Buah-buahan dan Sayuran. Buletin Penelitian Hortikultura Vol. III No. 2. Lembaga Penelitian Hortikultura Pasar Minggu. Jakarta.

Rukmana, R. 1995. Budidaya Manggis. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Samson, JA. 1986. Tropical Friut 2thedition. Longman Group. UK.

Satuhu S. 1999. Penanganan Manggis Segar Untuk Ekspor. Penebar Swadaya. Jakarta.

Shewfelt RL. 1987. Quality of minimally processed fruits and vegetable. Journal of Food Quality 10(3): 143-156.

Sihombing, Yenita. 2010. Kjian Pengaruh Konsentrasi Pelilinan dan Suhu Penyimpanan terhadap Mutu Buah Manggis (Garciana mangostana L.). Tesis. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Sjaifullah, Setyadjit, Donny ABS, Rusdiyanto U. 1998. Penyimpanan Buah Manggis Segar dalam Atmosfer Termodifikasi pada Berbagai Suhu Dingin. J. Hort. 8(3): 1191-1200.

Suyanti S, Roosmani ABST, Sjaifullah.1999. Pengaruh tingkat ketuaan terhadap mutu pascapanen buah manggis selama penyimpanan. J.Hort. 1 (9): 51-58.

Wills R. HH, Lee TH, WB. Glasson MC, Graham D, EG. Hal 1. 1989. Postharvest: An Introduction to The Physiology and Handling of Fruit and Vegetebles. New South Wales University Press. Australia. 163p.

(32)

KAJIAN

SEMI-CUTTING

DAN PELILINAN TERHADAP

BEBERAPA PARAMETER MUTU BUAH MANGGIS

(

Garciana mangostana

L.) SELAMA PENYIMPANAN DINGIN

SKRIPSI

RIMA KHAIRANI

F14080044

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(33)

KAJIAN

SEMI-CUTTING

DAN PELILINAN TERHADAP

BEBERAPA PARAMETER MUTU BUAH MANGGIS

(

Garciana mangostana

L.) SELAMA PENYIMPANAN DINGIN

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

pada Departemen Teknik Mesin dan Biosistem

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh

RIMA KHAIRANI

F14080044

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(34)

Judul Skripsi : Kajian Semi-cutting dan Pelilinan terhadap Beberapa

Gambar

Tabel 3. Kandungan nilai gizi per 100 gram buah manggis
Tabel 5. Indeks kematangan buah manggis
Gambar 5. Thermohygrometer
Gambar 7. Diagram alir penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan metode PSD dengan menggunakan mutu kritis total mikroba, pendugaan umur simpan kelapa kopyor pada suhu penyimpanan 5±2 o C adalah 27, 26, dan 17 hari

dipertahankan; (3) penyimpanan suhu dingin (20,58 o C) tidak meningkatkan masa simpan buah, sementara mutu buah sama dengan kontrol; (4) kombinasi perlakuan menggunakan AVG 1,25

Data reflektan NIR kulit buah manggis yang berasal dari 10 buah sampel monitoring pada setiap tingkat suhu penyimpanan dinormalisasi 0-1 lalu digunakan untuk

Selain itu perlakuan semi-cutting tetap dapat memberikan kemudahan membuka buah manggis karena adanya alur cutting pada permukaan kulit buah dibandingkan

Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengembangkan model kalibrasi NIR untuk memprediksi kadar air kulit buah manggis selama penyimpanan dengan metode PLS dan JST dan (2)

dan tidak berpengaruh terhadap mutu buah manggis, perlakuan tunggal paket perlakuan memperpanjang masa simpan 10,83 (KD-112 + plastic wrapping) dan 10,78 (kitosan +

Ternyata dari sekitar 100 buah manggis dengan tingkat ketuaan buah berwarna merah yang dipanen menggunakan galah berkait yang dilengkapi dengan hamparan kain sebagai penampung

Penyimpanan pada suhu dingin mampu memperlambat proses kerusakan mutu fisik dan memperpanjang umur simpan buah manggis varietas saburai selama 4 minggu.. Kata