MANGGIS (
Garcinia mangostana
L.)
YENNITA SIHOMBING
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Kajian Pengaruh Konsentrasi Pelilinan
dan Suhu Penyimpanan terhadap Mutu Buah Manggis (
Garcinia mangostana
L.)
adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
tesis ini.
Bogor, Maret 2010
Yennita Sihombing
YENNITA SIHOMBING.
Study on the effect of waxing concentration and storage
temperature on the quality of mangosteen
(Garcinia mangostana
L
.
)
. Under the
supervision of
Y. ARIS PURWANTO,and SUTRISNO.
Mangosteen
(Garcinia mangostana
L
.)
is one of the exotic fruits which have
the high commercial value in Indonesia. Due to the high economic value of
mangosteen, nowadays, the attention of good postharvest handling of mangosteen
becomes one of the government programs. Many studies related to the postharvest
technology of mangosteen have been carried out to extend their shelf life. The
problem on postharvest of mangosteen is mainly on storage process. The quality of
mangosteen is affected by the temperature condition during storage period.
Waxing is usually used for fruits to extend their shelf life. In this study,
combination of waxing and low temperature storage were studied to obtain the
optimum storage condition for mangosteen. The objectives of this study were to
investigate the effect of combination of waxing and low temperature storage on the
quality changes of mangosteen. The experiment had been performed using factorial
completely randomized design (CRD) with two factors, i.e. waxing concentration
(A), (A
1= 0%, A
2= 5%, A
3= 10%) and storage temperature (B), (B
1= 8
oC, B
2=
13
oC, B
3= 18
oC). It was shown that storage of mangosteen with waxing treatment of
5% and temperature storage of 8
oC resulted the longest period of storage, i.e., 39
days. At this condition, the firmness was 2.00 kgf, total soluble solid was 16.10
oBrix,
and respiration rate of CO
2was 1.67ml/kg hr. In this study, prediction of storage life
of mangosteen was carried out based on the firmness which accepted by panelist from
organoleptic test. It is shown that waxing concentration 0% and temperature storage
8
oC effectiveness to storage life until 16 days.
YENNITA SIHOMBING. Kajian Pengaruh Konsentrasi Lilin dan Suhu
Penyimpanan Terhadap Mutu Buah Manggis (
Garcinia mangostana
L.). Dibimbing
oleh Y. ARIS PURWANTO dan SUTRISNO.
Manggis (
Garcinia mangostana
L.) merupakan produk hortikultura unggulan
Indonesia yang memiliki peluang ekspor yang cukup menjanjikan. Setelah dipanen
buah manggis terus mengalami proses pematangan yang diikuti dengan proses
penurunan mutu. Proses penurunan mutu terjadi karena buah manggis setelah
dipanen, masih mengalami proses respirasi, transpirasi, dan memproduksi etilen.
Penanganan pascapanen yang belum tepat merupakan salah satu penyebab
masih rendahnya mutu buah manggis sehingga tidak diterima oleh konsumen,
khususnya luar negeri. Untuk mencegah terjadinya kerusakan pascapanen buah
manggis diperlukan cara penanganan yang tepat. Penanganan pasca panen yang baik
dapat memperpanjang masa simpan dan mutu buah segar. Untuk meningkatkan daya
simpan yang lebih panjang dan mengurangi susut bobot selama penyimpanan dapat
dilakukan melalui penyimpanan pada suhu rendah yang dikombinasikan dengan
pengemasan, pelapisan lilin, perlakuan
precooling
dan kombinasinya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh pelilinan, kemasan, dan suhu
penyimpanan yang bertujuan untuk mempertahankan mutu dan memperpanjang masa
simpan buah manggis. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk menentukan
kombinasi yang paling optimum antara pelapisan lilin dengan suhu penyimpanan
yang sesuai untuk mempertahankan mutu buah manggis selama penyimpanan,
mengkaji perubahan mutu buah manggis yang telah diberikan perlakuan pelilinan dan
pengemasan dengan
stretch film
selama penyimpanan, dan melakukan simulasi
pendugaan umur simpan buah manggis berdasarkan parameter organoleptik.
Rancangan percobaan acak lengkap faktorial digunakan dalam penelitian ini
yang terdiri dari 2 faktor, dimana faktor pertama adalah konsentrasi bahan pelapis
(lilin) yang digunakan yang terdiri atas 3 taraf yaitu A
1= tanpa bahan pelapis dan
dikemas dengan
stretch film
,
A
2= konsentrasi 5% dan dikemas dengan
stretch film
,
A
3= konsentrasi 10% dan dikemas dengan
stretch film
. Faktor kedua adalah suhu
penyimpanan dingin yang terdiri atas 3 taraf yaitu B
1= 8
oC, B
2= 13
oC, dan B
3=
18
oC.
Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa susut
bobot tidak berpengaruh nyata antar perlakuan. Namun laju respirasi, kekerasan kulit,
TPT, warna, dan hasil uji organoleptik memperlihatkan adanya pengaruh nyata pada
perlakuan hingga hari penyimpanan ke-39. Dari penelitian ini dketahui bahwa
manggis yang diberi perlakuan pelapisan lilin 5% dan disimpan pada suhu 8
oC
memiliki umur simpan paling lama dengan mempertahankan kondisi terbaik melalui
hasil uji organoleptik dengan umur simpan selama 39 hari, dengan nilai akhir susut
bobot 760.27%, kekerasan 2.00 kgf, TPT 16.10
oBrix, laju respirasi terendah sebesar
1.67 ml CO
2/kg jam, serta dapat mempertahankan warna buah manggis dalam waktu
secara organoleptik sehingga dapat diketahui umur simpan dari buah manggis dengan
memasukkan nilai parameter kekerasan dari setiap perlakuan yang diamati tersebut.
Dari hasil simulasi yang dilakukan diperoleh umur simpan maksimum buah manggis
adalah selama 16 hari pada buah manggis yang diberi perlakuan pelapisan lilin 0%
dan disimpan pada suhu 8
oC (A
1B
1). Rekomendasi perlakuan yang disarankan untuk
memperoleh umur simpan manggis hingga hari ke-39 adalah buah manggis yang
diberi pelapisan lilin 5%, dikemas dengan menggunakan plastik
stretch film
, dan
disimpan pada suhu 8
oC (A
2B
1) dan berdasarkan hasil uji organoleptik masih dapat
Hak cipta milik IPB, tahun 2010
Hak cipta dilindungi Undang-undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB
MANGGIS (
Garcinia mangostana
L.)
YENNITA SIHOMBING
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Teknologi Pascapanen
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
(
Garcinia mangostana
L.)
Nama :
Yennita
Sihombing
NIM :
F153070051
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Y. Aris Purwanto, M. Sc.
Dr. Ir. Sutrisno, M. Agr.
Ketua
Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana
Teknologi Pascapanen
Dr. Ir. I Wayan Budiastra, M.Agr.
Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.
Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala limpahan kasih-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan karya ilmiah yang berjudul Kajian
Pengaruh Konsentrasi Pelilinan dan Suhu Penyimpanan terhadap Mutu Buah
Manggis (
Garcinia mangostana
L.).
Penghargaan yang tulus diberikan kepada Dr. Ir. Y. Aris Purwanto, M. Sc.
dan Dr. Ir. Sutrisno, M. Agr. sebagai ketua dan anggota komisi pembimbing atas
segala arahan, saran, masukan, dan bantuannya dalam penulisan tesis.
Penulis bersyukur dan berterimakasih telah diberikan bantuan dalam
melaksanakan penelitian oleh proyek
Asia Invest
dari Uni Eropa Ucapan terimakasih
penulis sampaikan kepada staf Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil
Pertanian, IPB yang tidak dapat penulis sebutkan yang telah bersedia memberikan
bantuan dan fasilitas selama penelitian.
Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada kedua orangtua tercinta ayah
Drs. Belsasar Sihombing, MPd dan ibu Demak Hutagalung atas dukungan doa dan
kasih sayang serta dukungan materi yang senantiasa mengalir dan beserta adik-adik
terkasih Einstein Sihombing, Christin Sihombing, dan Daniel Sihombing untuk
canda-tawa dan kasihnya yang selalu ada. Terkhusus penulis mengucapkan
terimakasih kepada suami ku Wiwin Setyo Utomo atas perhatian dan dukungannya
kepada penulis selama menyelesaikan tesis ini.
Sahabat-sahabat di program studi Teknologi Pascapanen angkatan 2007 Mba
Verra, Mba ida, Teh eti, Mas Bambang, Kak Elsa Rohani Sihombing yang banyak
membantu penulis selama melaksanakan penelitian dan angkatan 2008 atas semangat
kebersamaan yang membuat kita menjadi saudara dalam menyelesaikan studi.
Doa senantiasa penulis panjaatkan kepada Tuhan Yesus Kristus agar kasih
dan berkat serta damai sejahtera melimpah untuk kita semua AMIN.
Bogor, Februari 2010
Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 26 Februari 1986 dari ayah Drs.
Belsasar Sihombing, MPd dan ibu Demak Hutagalung. Penulis merupakan putri
pertama dari empat bersaudara.
Tahun 2003 penulis tamat dari Sekolah Menengah Umum Negeri 3 Pematang
Siantar dan pada tahun yang sama diterima di Fakultas Pertanian Universitas
Sumatera Utara melalui jalur penerimaan mahasiswa berprestasi. Penulis memilih
Jurusan Teknologi Pertanian program studi Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas
Pertanian dan lulus pada tahun 2007. Tahun 2007 penulis berkesempatan melanjutkan
studi magister sains program studi Teknologi Pascapanen pada Sekolah Pascasarjana
DAFTAR TABEL
...
xi
DAFTAR GAMBAR
...
xii
DAFTAR LAMPIRAN
... xiv
PENDAHULUAN
Latar Belakang ...
1
Hipotesis Penelitian ... 4
Tujuan Penelitian ...
5
TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman dan Buah Manggis ...
6
Komposisi Kimia dan Standar Mutu Buah Manggis ... 9
Fisiologi Pasca Panen Buah Manggis ...
10
Laju Respirasi ...
14
Pelapisan Lilin ...
20
Pemgemasan Dengan Film Kemasan ...
23
Penyimpanan Dengan Suhu Rendah ...
26
Pendugaan Umur Simpan Buah ... 28
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian ...
31
Bahan dan Alat ...
31
Tahapan Penelitian ...
31
Pengamatan dan Analisis ...
34
Rancangan
Percobaan
...
37
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaruh Perlakuan Terhadap Laju Respirasi ...
39
Susut Bobot ... 45
Kekerasan Kulit Buah ... 49
Total Padatan Terlarut (TPT) ... 52
Pengaruh Perlakuan Terhadap Warna Kulit Buah Manggis ... 56
Derajat Kecerahan (L) ... 57
Derajat Warna Hijau Menuju Merah (a) ... 59
Derajat Warna Biru Menuju Kuning (b) ... 62
Pengaruh Perlakuan Terhadap Uji Organoleptik ... 64
Warna Kulit ... 65
Kesegaran Cupat ... 67
Kekerasan Kulit ... 69
Rasa ... 71
Warna Daging Buah ... 74
Halaman
1.
Volume ekspor buah manggis Indonesia pada tahun 1991-2006 ... 1
2.
Tingkat kematangan buah manggis ... 8
3.
Kandungan gizi buah manggis setiap 100 gr bahan segar ... 9
4.
Indeks kemasakan buah manggis ... 12
5.
Persyaratan mutu buah manggis (SNI 01-3211-2009) ... 14
6.
Klasifikasi dari buah tropis terseleksi menurut pola respirasinya ... 17
7.
Laju respirasi dan produksi ethylene pada 20
oC ... 18
8.
Koefisien permeabilitas film kemasan hasil perhitungan dan penetapan
(mil.mil/m
2.jam.atm) ... 24
9.
Pengaruh pelapisan lilin dan pengemasan terhadap ketahanan simpan
buah manggis pada suhu kamar dan suhu dingin ... 43
Halaman
1.
Buah manggis (
Garcinia mangostana
L.) ... 7
2.
Skema pembagian tahap-tahap klimakterik ... 15
3.
Diagram alir penelitian ... 33
4.
Grafik laju respirasi CO
2buah manggis pada konsentrasi lilin 0%
dan berbagai suhu penyimpanan ... 41
5.
Grafik laju respirasi CO
2buah manggis pada konsentrasi lilin 5%
dan berbagai suhu penyimpanan ... 41
6.
Grafik laju respirasi CO
2buah manggis pada konsentrasi lilin 10%
dan berbagai suhu penyimpanan ... 42
7.
Buah manggis yang terserang cendawan
Botryodiplodia
sp ... 44
8.
Grafik persentase susut bobot buah manggis pada konsentrasi lilin
0% dan berbagai suhu penyimpanan ... 45
9. Grafik persentase susut bobot buah manggis pada konsentrasi lilin
5% dan berbagai suhu penyimpanan ... 46
10. Grafik persentase susut bobot buah manggis pada konsentrasi lilin
10% dan berbagai suhu penyimpanan ... 46
11. Grafik kekerasan kulit buah manggis pada konsentrasi lilin 0% dan
berbagai suhu penyimpanan ... 49
12. Grafik kekerasan kulit buah manggis pada konsentrasi lilin 5% dan
berbagai suhu penyimpanan ... 50
13. Grafik kekerasan kulit buah manggis pada konsentrasi lilin 10% dan
berbagai suhu penyimpanan ... 50
14. Grafik total padatan terlarut buah manggis pada konsentrasi lilin 0%
dan berbagai suhu penyimpanan ... 53
15. Grafik total padatan terlarut buah manggis pada konsentrasi lilin 5%
17.
...
Manggis
dengan berbagai indeks kematangan ... 56
18.
...
Perubaha
n warna cupat buah manggis ... 57
19.
...
Derajat
kecerahan L pada konsentrasi lilin 0% dan berbagai suhu
penyimpanan ... 58
20.
...
Derajat
kecerahan L pada konsentrasi lilin 5% dan berbagai suhu
penyimpanan ... 58
21.
...
Derajat
kecerahan L pada konsentrasi lilin 10% dan berbagai suhu
penyimpanan ... 59
22. Derajat warna hijau menuju merah (a) pada konsentrasi lilin 0%
dan berbagai suhu penyimpanan ... 60
23. Derajat warna hijau menuju merah (a) pada konsentrasi lilin 5%
dan berbagai suhu penyimpanan ... 60
24. Derajat warna hijau menuju merah (a) pada konsentrasi lilin10%
dan berbagai suhu penyimpanan ... 61
25. Derajat warna biru menuju kuning (b) pada konsentrasi lilin 0%
dan berbagai suhu penyimpanan ... 62
26. Derajat warna biru menuju kuning (b) pada konsentrasi lilin 5% dan
berbagai suhu penyimpanan ... 63
27. Derajat warna biru menuju kuning (b) pada konsentrasi lilin 10%
dan berbagai suhu penyimpanan ... 63
28. Grafik perubahan kesukaan warna kulit buah manggis pada
konsentrasi lilin 0% dan berbagai suhu penyimpanan ... 66
konsentrasi lilin 10% dan berbagai suhu penyimpanan ... 67
31. Grafik perubahan kesukaan kesegaran cupat buah manggis pada
konsentrasi lilin 0% dan berbagai suhu penyimpanan ... 68
32. Grafik perubahan kesukaan kesegaran cupat buah manggis pada
konsentrasi lilin 5% dan berbagai suhu penyimpanan ... 68
33. Grafik perubahan kesukaan kesegaran cupat buah manggis pada
konsentrasi lilin 10% dan berbagai suhu penyimpanan ... 68
34. Grafik perubahan kesukaan kekerasan kulit buah manggis pada
konsentrasi lilin 0% dan berbagai suhu penyimpanan ... 70
35. Grafik perubahan kesukaan kekerasan kulit buah manggis pada
konsentrasi lilin 5% dan berbagai suhu penyimpanan ... 70
36. Grafik perubahan kesukaan kekerasan kulit buah manggis pada
konsentrasi lilin 10% dan berbagai suhu penyimpanan ... 71
37. Grafik perubahan kesukaan rasa buah manggis pada konsentrasi
lilin 0% dan berbagai suhu penyimpanan ... 72
38. Grafik perubahan kesukaan rasa buah manggis pada konsentrasi
lilin 5% dan berbagai suhu penyimpanan ... 72
39. Grafik perubahan kesukaan rasa buah manggis pada konsentrasi
lilin 10% dan berbagai suhu penyimpanan ... 73
40. Grafik perubahan kesukaan warna daging buah manggis pada
konsentrasi lilin 0% dan berbagai suhu penyimpanan ... 74
41. Grafik perubahan kesukaan warna daging buah manggis pada
konsentrasi lilin 5% dan berbagai suhu penyimpanan ... 74
42. Grafik perubahan kesukaan warna daging buah manggis pada
konsentrasi lilin 10% dan berbagai suhu penyimpanan ... 75
43. Grafik perubahan kesukaan kekerasan kulit buah manggis pada
konsentrasi lilin 0% dan berbagai suhu penyimpanan ... 77
konsentrasi lilin 10% dan berbagai suhu penyimpanan ... 78
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1.
Hasil analisis ragam laju respirasi CO
2buah manggis selama
Penyimpanan ... 88
2.
Pengaruh interaksi lilin dan suhu penyimpanan terhadap laju respirasi
CO
2buah manggis ... 88
3.
Uji beda rataan pengaruh interaksi lilin dan suhu penyimpanan
terhadap laju respirasi CO
2buah manggis ... 88
4.
Hasil analisis ragam laju respirasi O
2buah manggis selama
Penyimpanan ... 89
5.
Pengaruh interaksi lilin dan suhu penyimpanan terhadap laju respirasi
O
2buah manggis ... 89
6.
Uji beda rataan pengaruh interaksi lilin dan suhu penyimpanan
terhadap laju respirasi O
2buah manggis ... 89
7.
Hasil analisis ragam susut bobot buah manggis selama Penyimpanan ... 90
8.
Hasil analisis ragam kekerasan buah manggis selama Penyimpanan ... 90
9.
Pengaruh interaksi lilin dan suhu penyimpanan terhadap kekerasan
buah manggis ... 90
10.
Uji beda rataan pengaruh interaksi lilin dan suhu penyimpanan
terhadap kekerasan buah manggis ... 91
11.
Hasil analisis ragam TPT buah manggis selama Penyimpanan ... 91
12.
Hasil analisis ragam warna (L, a, b) buah manggis selama
Penyimpanan ... 92
terhadap warna (L, a, b) buah manggis ... 93
15.
Hasil analisis ragam organoleptik warna kulit buah manggis selama
Penyimpanan ... 94
16.
Pengaruh interaksi lilin dan suhu penyimpanan terhadap organoleptik
warna kulit buah manggis ... 94
17.
Uji beda rataan pengaruh interaksi lilin dan suhu penyimpanan
terhadap organoleptik warna kulit buah manggis ... 94
18.
Hasil analisis ragam organoleptik kesegaran cupat buah manggis selama
Penyimpanan ... 95
19.
Pengaruh interaksi lilin dan suhu penyimpanan terhadap organoleptik
Kesegaran cupat buah manggis ... 95
20.
Uji beda rataan pengaruh interaksi lilin dan suhu penyimpanan
terhadap organoleptik kesegaran cupat buah manggis ... 95
21.
Hasil analisis ragam organoleptik kekerasan kulit buah manggis selama
Penyimpanan ... 96
22.
Pengaruh interaksi lilin dan suhu penyimpanan terhadap organoleptik
kekerasan kulit buah manggis... 96
23.
Uji beda rataan pengaruh interaksi lilin dan suhu penyimpanan
terhadap organoleptik kekerasan kulit buah manggis... 96
24.
Hasil analisis ragam organoleptik rasa buah manggis selama
Penyimpanan ... 97
25.
Pengaruh interaksi lilin dan suhu penyimpanan terhadap organoleptik
rasa buah manggis ... 97
26.
Uji beda rataan pengaruh interaksi lilin dan suhu penyimpanan
terhadap organoleptik rasa buah manggis ... 97
27.
Hasil analisis ragam organoleptik warna daging buah manggis selama
Penyimpanan ... 98
terhadap organoleptik warna daging buah manggis ... 98
30.
Grafik perhitungan pendugaan umur simpan buah manggis tanpa
Perlakuan (kontrol) ... 99
31.
Grafik perhitungan pendugaan umur simpan buah manggis konsentrasi
lilin 0% suhu 8
oC (A
1B
1) ... 100
32.
Grafik perhitungan pendugaan umur simpan buah manggis konsentrasi
lilin 0% suhu 13
oC (A
1B
2) ... 101
33.
Grafik perhitungan pendugaan umur simpan buah manggis konsentrasi
lilin 0% suhu 18
oC (A
1B
3) ... 102
34.
Grafik perhitungan pendugaan umur simpan buah manggis konsentrasi
lilin 5% suhu 8
oC (A
2B
1) ... 103
35.
Grafik perhitungan pendugaan umur simpan buah manggis konsentrasi
lilin 5% suhu 13
oC (A
2B
2) ... 104
36.
Grafik perhitungan pendugaan umur simpan buah manggis konsentrasi
lilin 5% suhu 18
oC (A
2B
3) ... 105
37.
Grafik perhitungan pendugaan umur simpan buah manggis konsentrasi
lilin 10% suhu 8
oC (A
3B
1) ... 106
38.
Grafik perhitungan pendugaan umur simpan buah manggis konsentrasi
lilin 10% suhu 13
oC (A
3B
2) ... 107
39.
Grafik perhitungan pendugaan umur simpan buah manggis konsentrasi
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Manggis (Garcinia mangostana L.) merupakan salah satu buah unggulan
Indonesia yang memiliki peluang ekspor cukup menjanjikan. Dari tahun ke tahun
permintaan manggis meningkat seiring dengan kebutuhan konsumen terhadap
buah yang mendapat julukan “Queen of Fruits”. Ekspor manggis menempati
urutan pertama ekspor buah segar ke mancanegara yang kemudian diikuti oleh
buah nanas dan jeruk. Permintaan pasar ekspor buah manggis dari luar negeri dari
tahun ke tahun meningkat terus, kecuali pada tahun 1998 mengalami penurunan
karena krisis moneter. Volume ekspor buah manggis meningkat sebesar 42.8%
pada tahun 2003. Data volume ekspor buah manggis pada tahun 1991-2006 dari
Biro Pusat statistik dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Volume ekspor buah manggis Indonesia pada tahun 1991-2006
Tahun Ekspor buah manggis
Volume (kg) Nilai (US $) 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2002 2003 2004 2005 2006 452 030 1 905 052 1 047 040 2 687 408 3 283 847 1 981 421 1 808 221 147 231 4 743 493 7 282 098 6 512 528 9 304 511 6 211 700 8 472 970 5 698 000
530 614 2 143 969 1 120 433 2 484 246 2 688 666 1 523 770 2 286 016 147 896 3 887 816 5 885 038 6 956 915 9 306 042 1 200 000 6 386 891 3 600 000 Sumber: Biro Pusat statistik (2007)
Potensi ekspor buah manggis Indonesia ke Eropa sangat besar dan masih
terbuka lebar, mengingat negara Indonesia memiliki potensi buah eksotik yang
sangat besar. Namun untuk menuju ke sana memerlukan manajemen khusus dan
budidaya yang baik. Kelemahan-kelemahan tersebut membuat ekspor manggis
saat ini baru sebatas ke Hongkong dan China, karena peraturannya tidak seketat
negara Eropa. Berdasarkan data dari tahun 2002-2006 ekspor manggis ke
Hongkong sebesar 51.2% dan ke China sebesar 28.5%, sisanya ke USA, Middle
East, EU, dan negara Asia lainnya (www.ipb.ac.id). Produksi manggis di
Indonesia berdasarkan data tahun 2006 berasal dari Kalimantan (2.149 ton),
Sulawesi (2.894 ton), Sumatera (26.265 ton), Jawa (39.671 ton) Bali-NT (1.009
ton) dan Maluku-Papua (646 ton). Produksi terbesar masih berasal dari Jawa,
yang meliputi dari Bogor (1.189 ton), Purwakarta (2.290 ton) dan Tasikmalaya
(13.244 ton) (Anonim 2009).
Dari data rekapitulasi Dinas Pertanian (Distan) Propinsi Jatim, hasil
produksi manggis di Jatim pada tahun 2005 yang hanya sekitar 3.295 ton dengan
produktivitas 51.06 kg/pohon sedangkan pada tahun 2006 diprediksi mencapai
71.353 ton, dengan tingkat produktivitas sekitar 44.29 kg/pohon. Perkiraan hasil
produksi manggis pada tahun 2006 didasarkan pada areal tanaman baru seluas
33.194 hektare dan dengan areal lahan yang siap panen sekitar 161.118 hektare.
Dari data perkembangan produktivitas manggis di beberapa daerah sentra di Jatim
pada tahun 2000 produksi manggis mencapai (47.98 ton), 2001 (97.56 ton),
sedangkan pada tahun 2002 (51.68 ton), 2003 (48.14 ton), dan 2004 (34.96 ton)
(Dinas Informasi & Komunikasi 2009).
Penanganan pasca panen yang belum tepat merupakan salah satu penyebab
sebagian buah manggis Indonesia mempunyai mutu rendah dan tidak diterima
oleh konsumen khususnya luar negeri. Menurut Poerwanto (2002) dari
keseluruhan produksi buah manggis di Indonesia, diperkirakan hanya 20-30%
yang dapat diekspor. Setelah dipanen buah manggis terus mengalami pematangan
yang diikuti dengan proses kerusakan. Proses kerusakan terjadi karena setelah
dipanen, buah tetap melangsungkan proses respirasi dan metabolisme. Selama
proses ini O2 dikonsumsi dan CO2 dihasilkan bersama-sama dengan air.
Faktor penyebab rendahnya mutu manggis Indonesia antara lain pemanenan
saat buah masih muda, pemanenan lewat matang, getah kuning yang mengotori
kulit terutama bila dipanen terlalu muda, lecet pada kulit buah serta adanya getah
manggis adalah produk yang mudah mengalami kerusakan akibat masih
berlangsungnya proses fisiologis seperti respirasi, transpirasi, dan produksi etilen.
Untuk mencegah terjadinya kerusakan pasca panen buah manggis
diperlukan cara penanganan pasca panen yang tepat, sehingga kehilangan dapat
ditekan serendah mungkin. Penanganan pasca panen yang baik dapat
memperpanjang masa simpan dan mutu buah segar dalam waktu yang cukup
lama. Untuk memperoleh ketahanan simpan yang lebih panjang dan mengurangi
susut bobot selama penyimpanan dan transportasi dilakukan beberapa teknik
penyimpanan dengan suhu rendah yang dikombinasikan dengan teknik
penanganan pasca panen lain.
Menurut Pantastico et al. (1986)buah merupakan struktur hidup yang akan
mengalami perubahan fisik dan kimia setelah dipanen. Proses pemasakan
buah-buahan akan terus berlangsung karena jaringan dan sel di dalam buah masih hidup
dan mengalami respirasi. Proses respirasi akan menyebabkan penurunan mutu dan
masa simpan buah-buahan.
Salah satu alternatif untuk menahan laju penurunan mutu dalam penanganan
pasca panen buah-buahan adalah dengan pelilinan. Pelilinan dapat menahan
proses respirasi dan transpirasi serta mengurangi terjadinya proses evaporasi yaitu
penguapan air bersama dengan gas-gas yang lain. Buah-buahan dan sayuran
mempunyai selaput lilin alami di permukaan luar yang sebagian hilang oleh
pencucian. Pemberian lapisan lilin ini penting sekali, khususnya bila terdapat
luka-luka dan goresan-goresan kecil pada permukaan buah dan sayuran. Di
tempat-tempat yang tidak terdapat fasilitas pendingin, perlindungan dengan
pemberian lapisan lilin merupakan salah satu cara yang dikembangkan untuk
memperpanjang umur simpan buah-buahan dan sayuran segar (Dalal et al. 1971).
Secara alami buah-buahan dan sayuran telah memiliki selaput lilin di
permukaan luar, dimana pada sel-sel kulit luar buah terjadi pengendapan kutikula
dan lilin secara terus menerus (Pantastico 1986). Namun sebagian besar hilang
karena pencucian atau penanganan. Dengan demikian diperlukan suatu lapisan
lilin yang diharapkan dapat menggantikan selaput lilin alamiah tersebut.
Alternatif untuk menahan laju penuaan dalam penanganan pasca panen
sangat erat kaitannya dengan penyimpanan. Penggunaan film kemasan sebagai
bahan film kemasan buah-buahan dan sayuran akan memperpanjang masa
simpannya. Film kemasan akan memberikan lingkungan yang berbeda sehingga
dengan berkurangnya konsentrasi O2 dan bertambahnya konsentrasi CO2 dalam
udara lingkungan buah, akan memperlambat perubahan fisiologis yang
berhubungan dengan proses kematangan buah (Kader & Morris 1977).
Pengemasan dengan menggunakan film kemasan merupakan salah satu cara
untuk mempertahankan RH udara agar tetap tinggi (Pantastico et al. 1986).
Pengemasan dengan atmosfer termodifikasi yang dikombinasikan dengan
peyimpanan pada suhu rendah dapat menghambat laju respirasi, menunda
pelunakan, serta penurunan mutunya.
Disamping pengemasan dan pelapisan, pendinginan juga berperan untuk
memperpanjang daya simpan buah dan sayuran. Penyimpanan dingin merupakan
cara yang paling umum dan ekonomis untuk penyimpanan jangka panjang bagi
produk hortikultura (Pantastico et al. 1986). Penyimpanan pada suhu dingin
bertujuan untuk menekan kecepatan respirasi dan transpirasi sehingga proses ini
berjalan lambat dan sebagai akibatnya daya simpan dari buah manggis cukup
panjang dengan susut bobot minimal, mutu masih baik dan harga jual di pasaran
tetap tinggi. Buah manggis yang telah dipetik tetap segar hingga 49 hari jika
disimpan dalam ruangan dengan suhu 40-60C dan dalam suasana yang lembab.
Buah manggis juga akan tahan disimpan selama 33 hari jika disimpan pada suhu
90-120C (Rukmana 1995).
Pada penelitian ini dilakukan percobaan dengan menggunakan lilin lebah
dengan berbagai konsentrasi lilin lebah yang dikombinasikan dengan penggunaan
kemasan plastik Stretch Film dan penggunaan suhu rendah sehingga diharapkan
dapat mempertahankan mutu dan diperoleh umur simpan yang panjang dari buah
manggis.
Hipotesis
1. Perlakuan dengan pelilinan dapat mempertahankan mutu dan
kehilangan air, memperlambat proses fisiologis (laju respirasi) buah, dan
mengurangi keaktifan enzim-enzim pernafasan.
2. Perlakuan kemasan plastik Stretch Film dapat mempertahankan kekerasan
dan mengakibatkan susut bobot rendah selama penyimpanan.
3. Perlakuan dengan menggunakan suhu rendah dapat memperpanjang masa
simpan buah manggis.
Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh pelilinan
dan suhu penyimpanan yang bertujuan untuk mempertahankan mutu dan
memperpanjang masa simpan buah manggis. Sedangkan tujuan khusus penelitian
ini adalah untuk:
1. Menentukan kombinasi yang paling optimum antara pelapisan lilin
dengan suhu penyimpanan yang sesuai untuk mempertahankan mutu
buah manggis selama penyimpanan.
2. Mengkaji perubahan mutu buah manggis yang telah diberikan
perlakuan pelilinan dan pengemasan dengan stretch film selama
penyimpanan.
3. Melakukan simulasi pendugaan umur simpan buah manggis
TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman dan Buah Manggis
Tanaman manggis atau Garcinia mangostana L. sudah terkenal di beberapa
negara dengan nama yang beragam antara lain: mangosteen (Inggris),
mangoustainer (Perancis), mangistan (Belanda), dan mangostane (Jerman). Nama
aslinya sendiri adalah manggis (Melayu dan Jawa), manggus (Lampung),
Manggusto (Sulawesi Utara) dan manggu (Sunda) (Reza et al. 1998).
Berdasarkan taksonominya, tanaman manggis dapat diklasifikasikan sebagai
berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Guttiferanales
Keluarga : Guttifernae
Genus : Garcinia
Spesies : Garcinia mangostana L.
(Rukmana 1993).
Di dalam bagian dalam terdapat daging buah manggis sebanyak 4-7 juring
dengan ukuran yang berbeda-beda (Martin 1980). Daging buah tebalnya kira-kira
0.9 cm. Setiap juring memiliki bakal biji, namun tidak semua bakal biji dalam
juring akan menjadi biji. Umumnya biji yang terdapat dalam juring sebanyak 1-2
buah (Martin 1980). Juring dicirikan terdiri dari daging buah berwarna putih susu,
lunak, manis, dan segar. Kadang-kadang warna daging buah tidak putih susu
Gambar 1. Buah Manggis (Garcinia mangostana L.)
Sosrodiharjo dalam Hidayat (1989) mengatakan bahwa buah akan matang di
pohon setelah berumur lebih dari 103 hari, ditunjukkan dengan adanya penurunan
nilai keasaman, dan kulit buah telah menjadi merah ungu. Kandungan asam buah
akan semakin bertambah sejalan dengan pertambahan umur dan mencapai angka
maksimum pada umur buah 103 hari, kemudian menurun dengan semakin tuanya
buah. Perubahan keasaman selama penyimpanan dapat berbeda-beda sesuai
dengan tingkat kematangan buah dan suhu penyimpanan.
Direktorat Tanaman Buah (2002) menyebutkan bahwa standar warna dari
berbagai tingkat kematangan buah manggis dinyatakan dengan indeks
kematangan, dengan warna kulit buah pada indeks 0 kuning kehijauan, indeks 1
hijau kekuningan, indeks 2 kuning kemerahan dengan bercak merah, indeks 3
merah kecokelatan, indeks 4 merah keunguan, indeks 5 ungu kemerahan, dan
indeks 6 ungu kehitaman. Buah yang dipanen terlalu muda mengandung banyak
getah berwarna kuning yang menempel pada permukaan kulit sehingga
penampakan buah menjadi kurang menarik. Luka pada kulit dan tangkai buah
akibat pemanenan akan mengakibatkan turunnya mutu buah.
Tingkat kematangan sangat berpengaruh terhadap mutu dan daya simpan
manggis. Menurut Satuhu (1997) buah manggis dipanen setelah berumur 104 hari
sejak bunga mekar (SBM). Umur panen dan ciri fisik manggis siap panen dapat
dilihat pada Tabel 2. Untuk konsumsi lokal, buah dipetik pada umur 114 SBM
sedangkan untuk ekspor pada umur 104-108 SBM. Pulp
Tabel 2. Tingkat Kematangan Buah Manggis
Umur Panen Ciri Fisik Manggis
Warna Kulit Berat Diameter
104 hari
106 hari
108 hari
110 hari
114 hari
Hijau bintik ungu
Ungu kemerahan 10-25 %
Ungu kemerahan 25-50 %
Ungu kemerahan 50-75 %
Ungu Merah 80-130 g 80-130 g 80-130 g 80-130 g 80-130 g 55-60 mm 55-60 mm 55-60 mm 55-60 mm 55-65 mm
Sumber : Satuhu (1997)
Manggis (Garcinia mangostana L) sangat bermanfaat untuk kesehatan
tubuh karena diketahui mengandung Xanthone sebagai antioksidan,
antiproliferativ, antiinflamasi dan antimikrobial. Sifat antioksidannya melebihi
vitamin E dan vitamin C. Xanthone merupakan subtansi kimia alami yang
tergolong senyawa polyhenolic. Peneliti dari Universitas Taichung di Taiwan
telah mengisolasi xanthone dan deviratnya dari kulit buah manggis (pericarp) di
antaranya diketahui adalah 3-isomangoestein, alpha mangostin,
Gamma-mangostin, Garcinone A, Garcinone B, C, D dan garcinone E, maclurin,
mangostenol. Sebuah penelitian di Singapura menunjukan bahwa sifat antioksidan
pada buah manggis jauh lebih efektif bila dibandingkan dengan antioksidan pada
rambutan dan durian. Xanthone tidak ditemui pada buah-buahan lainnya kecuali
pada buah manggis, karena itu manggis di dunia diberikan julukan ”Queen of
Fruit” atau si ratu buah. Kulit buahnya dapat digunakan sebagai bahan penyamak
kulit dan bahan pewarna (Ashari 1995). Buah manggis dapat digunakan sebagai
obat tradisional yaitu untuk mengobati sariawan, wasir dan luka.
Cara panen memiliki pengaruh terhadap mutu buah pasca panen khususnya
dalam kseragaman cupat buah. Pemetikan buah langsung dengan
mengikutsertakan tangkai buah dapat menigkatkan daya tahan buah manggis
selama 2-3 minggu setelah panen. Berdasarkan penelitian Suyanti et al. (1997)
menyatakan bahwa cara panen buah manggis langsung petik dengan tangan dapat
memberikan hasil kesegaran kelopak buah terbaik dibandingkan dengan cara
Komposisi Kimia dan Standar Mutu Buah Manggis
Buah manggis akan dapat tetap segar bila disimpan dalam ruangan atau
tempat yang dingin. Pada kondisi ruangan 4-6oC dapat tetap segar sampai 49 hari,
sedangkan pada suhu 9-12oC hanya tahan sampai 33 hari (Rukmana 1995). Buah
manggis yang disimpan dalam ruang penyimpanan bersuhu 5oC selama satu
minggu, masih dapat mempertahankan mutunya dengan baik. Hal ini tercermin
dengan masih normalnya penampilan buah, tingginya kandungan gula, rasio gula-
asam, dan vitamin C pada daging buah (Sarwono 1996).
Komponen kimia buah manggis yang menonjol adalah air yaitu 83.0% dan
karbohidrat 15%. Kalori yang dihasilkan oleh 100 gram daging buah manggis
yang dapat dimakan adalah 63 kilo kalori, kandungan protein dan lemaknya
sangat rendah, demikian pula dengan kandungan vitamin-vitaminnya. Karena
komposisi buah manggis yang miskin akan vitamin, maka buah ini dapat
dijadikan sebagai sumber vitamin yang potensial. Komposisi kimia dan nilai gizi
[image:30.612.132.505.420.680.2]buah manggis dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Kandungan gizi buah manggis setiap 100 g bahan segar
Kandungan gizi Komposisi
Kalori (kkal) Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g) Kalsium (mg) Fosfor (mg)
Zat besi (mg)
Vitamin A (S.I)
Vitamin B1 (mg)
Vitamin C (mg)
Air (g)
Bagian yang dapat dimakan (%)
63.00 0.60 0.60 15.60 8.00 12.00 0.80 14 0.03 2.00 83.00 29.00
Fisiologi Pasca Panen Buah Manggis
Buah-buahan melakukan proses pernafasan (respirasi) selama masih di
pohon maupun setelah pemanenan. Setelah dipanen buah-buahan masih
mengalami proses metabolisme, yaitu proses respirasi sebagai sarana penyediaan
energi yang sangat penting untuk mempertahankan struktur sel dan jalannya
proses-proses biokimia. Selain itu, juga terjadi transpirasi yaitu lepasnya air dalam
bentuk uap. Kehilangan karena respirasi dan transpirasi diisi kembali dari air,
fotosintat (sukrosa dan asam amino), dan mineral dari aliran air pada sel
tumbuhan selama sayur dan buah masih terletak pada tanaman. Akibat
pemanenan, sumber air, dan mineral terputus, buah-buahan dan sayuran
memasuki fase kerusakan. Beberapa perubahan terjadi pada komposisi dinding sel
dan strukturnya sehingga menghasilkan pelunakan buah dan sayuran. Secara
umum, warna secara berangsur-angsur akan berubah karena klorofil terdegradasi
dan pigmen kuning pada kulit dan daging akan naik kandungannya. (Ryall &
Lipton dalam Salunkhe & Reddy 2000)
Selama proses pematangan, buah mengalami beberapa perubahan nyata
secara fisik maupun kimia yang umumnya terdiri dari perubahan warna, tekstur,
bau, tekanan turgor sel, zat pati, protein, senyawa turunan fenol, dan asam-asam
organik. Setiap sel hidup bernafas terus menerus selama kehidupannya.
Kehilangan substrat dan air tersebut tidak dapat digantikan sehingga kerusakan
mulai terjadi (Wills et al. 1989).
Fisiologi pascapanen dipengaruhi oleh faktor sebelum pemanenan buah
manggis pada kebun. Fisiologi buah dan sayuran bermula dari saat pemekaran
bunga atau pembentukan kuncup dan hal ini dipengaruhi oleh praktik-praktik
pengolahan pertanian (pemupukan, varietas, dan irigasi) dan faktor lingkungan
(durasi dan kualitas penyinaran matahari, suhu, kelembaban, dll). Genetika buah
dan sayuran menentukan umur simpan setelah panen (Ryall & Lipton dalam
Salunkhe & Reddy 2000).
Menurut Pantastico et al. (1986) perubahan kekerasan tergolong perubahan
fisik pada buah-buahan. Tekstur kulit buah tergantung pada ketegangan, ukuran,
bentuk dan keterikatan sel-sel, adanya jaringan penunjang dan susunan
bergantung pada konsentrasi zat-zat osmotik aktif dalam vakuola, permeabilitas
protoplasma dan elatisitas dinding sel. Terjadinya difusi yang terus menerus
meningkatkan jenjang energi sel dan mengakibatkan tekanan yang mendorong
sitoplasma ke dinding sel, dan menyebabkan sel menjadi tegang.
Air merupakan bagian terbesar dari daging buah manggis. Semakin tua buah
manggis, semakin tinggi kandungan airnya. Kandungan air pada buah juga
meningkat selama penyimpanan (Suyanti et al. 1999). Selama penyimpanan
terjadi pula perubahan kadar air pada kulit buah manggis. Kadar air kulit buah
manggis secara umum mengalami penurunan seiring dengan lamanya umur
penyimpanan (Sjaifullah et al. 1998).
Kehilangan air pada buah manggis disebabkan oleh terjadinya proses
respirasi dan transpirasi pada buah mangis yang dapat menjadi penyebab utama
pengerutan buah karena tidak saja berpengaruh langsung pada kehilangan
kuantitatif (susut bobot) tetapi juga dapat menyebabkan kehilangan kualitas dalam
penampilan dan tekstur seperti pelunakan pada buah manggis, hilangnya
kerenyahan, dan kandungan juice (Kader 1992).
Padatan terlarut total menunjukkan kandungan gula yang terdapat pada
suatu produk (Winarno & Aman 1981). Peningkatan kandungan TPT hanya
terjadi pada buah manggis yang dipanen pada tingkat ketuaan berwarna hijau
dengan bercak ungu. Buah manggis yang dipanen pada tingkat ketuaan lainnya,
kandungan TPT cenderung menurun. Meningkatnya kandungan TPT pada buah
manggis dengan tingkat ketuaan buah dengan kulit hijau dan bercak ungu
disebabkan terjadinya degradasi pati menjadi glukosa.
Kader (2003) menyatakan setelah panen dan selama penyimpanan, buah
manggis akan mengalami perubahan warna kulit buah yang merupakan salah satu
parameter kematangan buah manggis. Hasil penelitian Suyanti et al. (1999)
menunjukkan buah manggis yang dipanen dengan warna kulit buah hijau dengan
setitik warna ungu (104 HSBM), warna kulit buahnya berubah dengan cepat
menjadi 10-25% ungu kemerahan dalam satu hari pada penyimpanan 25oC, RH
60-70% dan menjadi 100% ungu kemerahan setelah 6 hari penyimpanan. Tabel 4
Tabel 4. Indeks Kemasakan Buah Manggis
Indeks Warna Deskripsi
0 Warna kulit kuning kehijauan, kulit buah masih banyak mengandung getah dan buah belum siap petik. Buah belum siap dipetik.
1 Warna kulit buah hijau kekuningan. Buah belum tua dan getah masih banyak. Isi buah masih sulit dipisahkan dari daging. Buah belum siap dipanen.
2 Warna kulit buah kuning kemerahan dan bercak merah hampir merata buah hampir tua dan getah mulai berkurang. Isi daging buah masih sulit dipisahkan dari daging buah. Buah dapat dipetik untuk tujuan ekspor.
3 Warna kulit buah merah kecokelatan pada seluruh permukaan kulit. Masih bergetah isi daging buah dan sudah dapat dipisahkan dari kulit. Buah tepat dipetik untuk tujuan ekspor.
4 Warna kulit merah keunguan pada seluruh permukaan, siap dikonsumsi dan isi mudah lepas dari kulit, tidak ada getah pada kulit. Isi buah sudah dapat dipisahkan dari daging kulit dan buah dapat dikonsumsi. Buah tepat dipetik untuk tujuan ekspor.
5 Warna kulit buah ungu kemerahan pada seluruh permukaan kulit. Buah masak dan siap dikonsumsi. Buah sudah masak sesuai untuk pasar domestik.
6 Warna kulit buah ungu gelap atau kehitaman pada seluruh permukaan kulit. Buah sudah masak sesuai untuk pasar domestik dan siap saji.
Kesegaran sepal buah manggis sangat berpengaruh terhadap penilaian mutu
manggis selama penyimpanan. Buah manggis segar sepalnya berwarna hijau segar
kemudian berubah menjadi cokelat setelah buah manggis tersebut tidak segar.
Suyanti et al. (1999) mengemukakan bahwa buah manggis yang dipanen dengan
warna kulit buah hijau dengan setitik warna ungu (104 HSBM) kesegaran sepal
buah manggis dapat bertahan sampai 6 hari penyimpanan. Pengerasan yang terjadi
pada kulit buah manggis sehingga sulit dibuka kemungkinan disebabkan oleh
dehidrasi yang tinggi di permukaan kulit atau terjadi kerusakan jaringan kulit
buah, sehingga terjadi desikasi.
Perubahan keasaman buah selama penyimpanan dapat berbeda-beda sesuai
dengan tingkat kematangan buah dan tingginya suhu penyimpanan. Menurut
Suyanti et al. (1999) pola perubahan kandungan asam pada buah manggis sama
dengan pola perubahan kandungan asam pada pisang tanduk, Raja Sere,
Barangan, Mangga Gedong, dan Nenas Subang.
Hal ini berarti bahwa mutu yang baik dari suatu produk hortikultura yang
telah dipanen hanya dapat dicapai apabila produk tersebut dipanen pada kondisi
yang tepat mencapai kemasakan fisiologis sesuai dengan yang dibutuhkan oleh
penggunanya.
Kemunduran kualitas dari suatu produk hortikultura yang telah dipanen
biasanya diikuti dengan meningkatnya kepekaan produk tersebut terhadap infeksi
mikroorganisme sehingga akan semakin mempercepat kerusakan atau menjadi
busuk, sehingga mutu serta nilai jualnya menjadi rendah bahkan tidak bernilai
sama sekali. Pada dasarnya mutu suatu produk hortikultura setelah panen tidak
dapat diperbaiki, tetapi yang dapat dilakukan hanya usaha untuk mencegah
kemundurannya atau mencegah proses kerusakan tersebut.
Kader et al. (1985) menyatakan bahwa kehilangan cadangan makanan
selama respirasi berarti: (1) mempercepat senessence karena cadangan makanan
telah habis terpakai, (2) kehilangan nilai dari komoditas, (3) berkurangnya
kualitas rasa terutama tingkat kemanisannya, dan (4) daya jual menurun.
Produk yang dipanen sebelum atau lewat tingkat kemasakannya maka
produk tersebut akan mempunyai nilai atau mutu yang tidak sesuai dengan
Buah manggis segar dapat digolongkan ke dalam tiga jenis mutu yaitu Mutu
[image:35.612.128.514.149.486.2]Super, Mutu I, dan Mutu II yang dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Persyaratan mutu buah manggis (SNI 01-3211-2009)
Jenis Uji Satuan Persyaratan
Mutu Super Kelas A Kelas B
Keseragaman - Seragam Seragam Seragam
Diameter mm > 62 59-62 < 58
Tingkat kesegaran - Segar Segar Segar
Warna Kulit Hijau Hijau Hijau
Kemerahan s/d Kemerahan s/d Kemerahan
merah muda merah muda
mengkilat mengkilat
Buah Cacat/Busuk
(jumlah/jumlah) % 0 10 10
Tangkai / Kelopak Utuh Utuh Utuh
Kadar Kotoran (b/b) - 0 0 0
Serangga hidup/mati % Tidak ada Tidak ada Tidak ada
Warna daging buah - Bening Bening Bening
(translucent) (translucent) (translucent)
Getah bening - > 5 10 20
Sumber: SNI (Standar Nasional Indonesia) (2009)
Laju Respirasi
Menurut Winarno (2002) respirasi merupakan suatu proses metabolisme
dengan cara menggunakan oksigen dalam pembakaran senyawa-senyawa yang
lebih kompleks, seperti gula, pati, protein, lemak, dan asam organik sehingga
menghasilkan molekul-molekul yang sederhana seperti CO2, air dan energi, serta
molekul lainnya yang dapat digunakan oleh sel untuk reaksi kimia.
Respirasi dari buah dan sayuran adalah indeks dari aktivitas fisiologi dan
kemampuan lama simpan. Respirasi menjadi salah satu dari dasar proses hidup
simpan. Bahan lain seperti asam organik, lemak, dan protein juga memegang
peran penting selama proses respirasi. Energi yang diproduksi proses respirasi
dirubah menjadi ATP (adenosine triphosphate) sebagai pembawa energi.
Respirasi dikelompokkan dalam tiga tingkatan yaitu: (1) pemecahan
polisakarida menjadi gula sederhana, (2) oksidasi gula menjadi asam piruvat, (3)
transformasi piruvat dan asam-asam organik secara aerobik menjadi CO2, air, dan
energi. Protein dan lemak dapat pula berperan sebagai substrat dalam proses
pemecahan polisakarida (Pantastico et al. 1986). Besar kecilnya laju respirasi
dapat diukur dengan menentukan jumlah substrat yang hilang, O2 yang digunakan,
CO2 yang dikeluarkan, dan panas yang dihasilkan serta energi yang timbul dalam
praktek. Respirasi biasanya ditentukan dengan pengukuran laju penggunaan O2
dan pengeluaran CO2. Reaksi kimia sederhana untuk respirasi sebagai berikut:
C6H12O6 + O2 6CO2 + 6H2O + 675 kal
Ditinjau dari pola respirasinya, buah dan sayuran dapat dibedakan menjadi
dua, yaitu klimakterik dan non klimakterik (Kader et al. 1985). Respirasi
klimakterik dicirikan dengan laju produksi CO2 dan konsumsi O2 sangat rendah
saat praklimakterik, diikuti dengan peningkatan mendadak saat klimakterik dan
penurunan laju produksi CO2 dan konsumsi O2 pada fase senessence (Gambar 2).
Menurut Winarno (2002), klimakterik adalah suatu fase kritis dalam kehidupan
[image:36.612.128.505.480.683.2]buah dan dalam fase ini banyak perubahan yang berlangsung.
Respirasi pada buah-buahan dan sayuran dapat berlangsung secara aerob
dan anaerob. Respirasi aerob adalah respirasi yang berlangsung dengan adanya O2
yang cukup. Dengan adanya O2, karbohidrat dioksidasi sepenuhnya menjadi air
dan CO2 dengan produksi ATP dimana energi disimpan dalam sel. Sedangkan
respirasi anaerob terjadi apabila O2 yang tersedia sangat sedikit atau tidak ada
sama sekali (Dwidjoseputro 1992).
Wills et al. (1989) menyatakan bahwa laju respirasi produk buah-buahan
dan sayuran dapat menjadi indikator yang baik bagi penentuan kegiatan
metabolisme jaringan dan umur simpan produk tersebut. Laju respirasi yang
tinggi biasanya disertai dengan umur simpan yang pendek. Dwidjoseputro (1992)
mengemukakan beberapa faktor yang berpengaruh terhadap laju respirasi antara
lain jumlah substrat, temperatur, kadar O2 di udara, kadar CO2 di udara,
persediaan air, cahaya, luka, dan adanya pengaruh bahan kimia.
Selama proses respirasi berlangsung beberapa perubahan fisik, kimia,
biologis terjadi, yaitu proses pematangan, pembentukan aroma dan kemanisan,
berkurangnya keasaman, melunaknya buah akibat terjadinya degradasi pektin
pada kulit buah, serta berkurangnya bobot karena kehilangan air. Kelayuan dan
kebusukan pada buah terjadi bila proses respirasi berlanjut terus, sehingga
mengakibatkan mutu buah dan nilai gizi berkurang.
Cara yang umum digunakan untuk mengukur laju respirasi dari
buah-buahan dan sayuran adalah dengan cara mengukur jumlah gas karbondioksida
yang dihasilkan atau jumlah gas oksigen yang digunakan oleh buah dan sayuran.
Jumlah oksigen yang digunakan dalam proses respirasi sangat sedikit, sehingga
sulit untuk dilaksanakan karena memerlukan intruksimen yang sangat peka
terhadap oksigen (Muchtadi 1992).
Buah tropis dapat dibedakan menjadi klimakterik dan non-klimakterik
berdasarkan pola respirasi setelah buah tersebut dipanen. Pada buah klimakterik,
secara umum terjadi perubahan secara dramatis dan cepat pada respirasi selama
pematangan berlangsung. Dalam penanganan komersial, etilen bisa mendorong
percepatan pematangan pada buah klimakterik tetapi tidak pada buah
non-klimakterik. Klasifikasi dan laju respirasi buah tropis tersebut dapat dilihat pada
Tabel 6. Klasifikasi dari buah tropis terseleksi menurut pola respirasinya
Climacteric Non-climacteric
Avocado (Persea americana, Mill) Banana/pisang raja (Musa spp.) Breadfruit (Artocarpus altilis,
Parkins, Fosb.)
Cherimoya (Annona cherimola, Mill.) Durian (Durio zibethinus, J. Murr.) Guava (Psidium guajava, L.) Mango (Mangifera indica, L.) Papaya (Carica papaya, L.)
Passion-fruit (Passiflora edulis, Sims) Sapote (Casimiroa edulis, Llave.) Soursop (Annona muricata, L.) Chiku (Achras sapota, L)
Carambola (Averrhoa carambola,
L.)
Litchi (Litchi chinensis, Sonn.) Mangosteen (Garcinia
mangostana, L.)
Mountain apple (Syzygium malaconse (L.) Merril&Perry) Pineapple (Ananas comosus (L.),
Merrill)
Rambutan (Nephelium lappacaerum, L.)
Rose apple (Syzyglium jambos
(L.), Alston)
Star apple (Chrysophyllum cainito, L.)
Surinam cherry (Eugenia uniflora, L.)
Sumber : Nakasone & Paull (1998)
Faktor-faktor yang mempengaruhi respirasi dapat dibedakan atas faktor
internal dan eksternal. Faktor internal meliputi tingkat perkembangan organ,
komposisi kimia jaringan, ukuran produk, adanya pelapis alami pada permukaan
kulit dan jenis jaringan. Sedangkan faktor eksternal meliputi suhu, penggunaan
etilen, ketersediaan oksigen, karbondioksida, terdapatnya senyawa pengatur
pertumbuhan dan adanya luka pada buah (Winarno & Wirakartakusumah 1981).
Menurut Muchtadi (1992) luka pada buah akibat benturan atau karena buah jatuh
dapat menyebabkan terjadinya peningkatan kecepatan respirasi.
Etilen merupakan suatu senyawa karbon sederhana tidak jenuh dalam
bentuk gas yang memiliki sifat-sifat fisiologis yang luas pada aspek pertumbuhan,
perkembangan, dan senessence tumbuhan. Etilen dianggap sebagai hormon
tumbuhan karena merupakan hasil metabolisme tumbuhan, bekerja pada jumlah
yang kecil, bekerjasama atau antagonis dengan hormon-hormon tumbuhan
lainnya, bersifat mobil (mudah bergerak) dalam jaringan tanaman dan merupakan
senyawa organik (Wattimena 1988; Muchtadi 1992).
Tucker et al. (1993) menyatakan bahwa pemberian gas etilen pada buah non
berkaitan erat dengan konsentrasi gas yang diberikan dan tidak berpengaruh
terhadap waktu terjadinya puncak klimakterik. Sedangkan pada buah klimakterik,
pemberian gas etilen berpengaruh untuk mempercepat tercapainya puncak
[image:39.612.128.507.184.459.2]klimakterik, tidak berpengaruh terhadap tingginya laju respirasi (Tabel 7).
Tabel 7. Laju respirasi dan produksi ethylene pada 20oC
Respirasi Ethylene
Kelas Range
(mg kg-1 h-1) Komoditas
Range
(µl kg-1h-1) Komoditas Sangat
Rendah
<35 nanas, carambola
Rendah 35 – 70 pisang hijau, litchi, pepaya, jackfruit, passion-fruit, manggis
0.1 – 1.0 nanas, carambola
Sedang 70 – 150 mangga,
rambutan, chiku, jambu biji, durian, lanzone
1.0 – 10.0 pisang, jambu biji, mangga, pisang raja, manggis, litchi, sukun, sugar apple, durian, rambutan Tinggi 150 – 300 alpukat, pisang
matang, sugar apple, atemoya
10 – 100 alpukat, pepaya, atemoya, chiku
Sangat Tinggi
> 300 soursop > 100 cherimoya, passion-fruit, sapote, soursop Sumber : Nakasone & Paull (1998)
Menurut Salunkhe et al. (2000), respirasi dari sayur dan buah melibatkan
aspek-aspek berikut :
1. Substrat : jumlah substrat (terutama gula) tersedia untuk respirasi adalah
faktor penentu untuk lama simpan pada suhu tertentu (Paez & Hultin 1972).
Susut bobot karena menaiknya suhu dan respirasi biasanya lebih dari 2 – 5%
tergantung dari struktur buah dan sayur (Ryall & Lipton 1982).
2. Oksigen : ketersediaan oksigen untuk respirasi normal secara umum cukup
kecuali jika secara sengaja ketersediaannya dibatasi seperti dalam
penyimpanan dengan atmosfir termodifikasi (Kader et al. 1985).
3. Karbon dioksida : pemindahan CO2 hasil pernapasan memerlukan perhatian
cukup. Pengurangan 3 – 5% konsentrasi O2 tidak berefek merugikan pada
produk, tetapi kenaikan CO2 pada konsentrasi yang sama akan merusak dan
membuat mati lemas pada beberapa jenis buah dan sayur (Kader et al. 1985;
Duckworth 1966).
4. Energi : pelepasan panas dari respirasi sangat penting, jika tidak dilakukan,
umur simpan dari sayur dan buah akan berkurang dan suhu lingkungan akan
naik. Naiknya laju respirasi menyebabkan kenaikan penggunaan substrat
(Ryall & Lipton 1979).
5. Laju respirasi : tingkat respirasi menentukan jumlah O2 yang harus tersedia
per unit waktu. CO2 dan panas dalam waktu yang bersamaan harus
dihilangkan. Laju respirasi adalah fungsi dari suhu dan konsentrasi O2 yang
terdapat disekitar buah dan sayur. Semakin tinggi laju respirasi maka akan
mengurangi umur simpan produk buah dan sayur. Laju respirasi juga bisa
didefinisikan sebagai berat CO2 yang diproduksi per unit berat segar dan
waktu (mg CO2/kg/h) (Kader et al. 1985).
6. Laju respirasi awal : laju respirasi yang terjadi segera setelah panen atau
antara beberapa jam tergantung jenis panen dan suhu (Ryall & Lipton 1979).
7. Laju respirasi rata-rata : ditentukan dengan respirasi pada selang waktu
tertentu kemudian dirata-ratakan (Ryall & Lipton 1979).
8. Efek suhu dan hari dalam penyimpanan terhadap laju respirasi : laju respirasi
secara umum akan meningkat seiring dengan peningkatan suhu dan waktu
penyimpanan buah dan sayur. Walaupun demikian, pada suhu yang tinggi dan
waktu penyimpanan yang lama, laju respirasi akan menurun sampai matinya
produk (Duckworth 1966).
9. Efek komoditas pada laju respirasi : laju respirasi bervariasi tergantung dari
komoditas dan varietasnya. Varietas yang berbeda dalam satu komoditas akan
bervariasi dalam laju respirasinya (Ryall & Lipton 1979).
10.Kematangan buah dan sayuran terhadap laju respirasi : buah dan sayur yang
dipanen muda untuk pasar jarak jauh akan berespirasi lebih cepat daripada
yang dipanen pada kematangan yang tepat (Ryall & Lipton 1979).
11.Hukum Van’t Hoff’s : hukum ini menunjukkan bahwa laju reaksi kimia
kenaikan suhu 10oC akan menyebabkan laju reaksi naik dua kali lipat.
Walaupun demikian, Q10 untuk respirasi tidak selalu dua kali lipat,
kadang-kadang lebih dari dua kali lipat tergantung dari kematangan dan struktur
anatomi buah dan sayur (Ryall & Lipton 1979).
Pelapisan Lilin
Pelapisan merupakan salah satu cara yang dikembangkan untuk
memperpanjang masa simpan dan melindungi produk segar dari kerusakan dan
pengaruh lingkungan yang tidak menguntungkan seperti serangan mikroba.
Pelapisan juga dapat menutupi luka-luka atau goresan-goresan kecil pada
permukaan buah dan sayuran, sehingga dapat menekan laju respirasi yang terjadi
pada buah dan sayuran. Selain itu, pelapisan mampu memberikan penampakan
yang lebih menarik dan lebih diterima konsumen (Akamine et al. 1986).
Pelapisan dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya adalah
pembusaan, penyemprotan, pencelupan, dan pengolesan. Pembusaan dilakukan
dengan cara membuat lilin dalam bentuk busa, kemudian dilapisi pada produk
segar dengan menggunakan sikat. Peyemprotan dilakukan dengan cara
menyemprotkan pelapis langsung ke produk segar. Penyemprotan cenderung
boros dibandingkan dengan cara lain. Pencelupan dilakukan pada produk segar
dengan mencelupkan buah atau sayuran ke dalam bahan pelapis. Sedangkan
pengolesan dilakukan dengan cara mengoleskan bahan pelapis dengan
menggunakan kuas ke buah atau sayuran (Akamine et al. 1986).
Pelilinan termasuk ke dalam perlakuan pra pengangkutan yang bertujuan
untuk mengurangi susut mutu dan kerusakan komoditas pertanian sampai ke
tingkat serendah-rendahnya. Keberhasilan pelapisan lilin untuk buah-buahan dan
sayuran tergantung dari ketebalan lapisan. Pelilinan yang terlalu tipis tidak
berpengaruh nyata pada pengurangan uap air sedangkan yang terlalu tebal dapat
menyebabkan kerusakan, bau dan rasa yang menyimpang akibat udara di dalam
sayuran dan buah-buahan terlalu banyak mengandung CO2 dan mengandung
sedikit O2 (Park et al. 1994 dalam Nugroho 2002).
Lilin adalah bahan pelapis yang digunakan untuk menggantikan lilin alami
mengurangi kehilangan air, untuk menutupi luka (Kader 1992). Pelilinan juga
bertujuan untuk memperpanjang daya simpan, mencegah susut bobot buah,
mencegah timbulnya jamur, mencegah busuk dan mempertahankan warna kulit
buah (www.citrus Indonesia.com).
Mekanisme pelapisan lilin adalah menutupi pori-pori buah-buahan dan
sayuran yang sangat banyak. Dengan pelapisan lilin, diharapkan pori-pori dari
buah-buahan dan sayuran dapat ditutup sebanyak lebih kurang 50%, sehingga
dapat mengurangi kehilangan air, memperlambat proses fisiologis, dan
mengurangi keaktifan enzim-enzim pernafasan (Setiasih 1999). Untuk membuat
emulsi lilin 12% diperlukan bahan-bahan dasar antara lain lilin lebah sebagai
komponen utama sebanyak 120 gr, trietanolamin 40 gr, asam oleat 20 gr, dan air
panas 820 gr (Balai Hortikultura 2002).
Selain lilin juga terdapat pelapis yang terbuat dari kulit udang yaitu
chitosan. Chitosan ini banyak dikaji, baik di dalam maupun di luar negeri.
Chitosan merupakan limbah kulit udang yang mudah didapat dan tersedia dalam
jumlah yang banyak, yang selama ini belum termanfaatkan secara optimal.
Chitosan tidak hanya terdapat pada bagian kulit dan kerangka udang saja, tetapi
juga terdapat pada insang, dinding usus, dan pada bagian dalam kulit pada
cumi-cumi (Marganof 2003). Chitosan merupakan suatu produk dari proses deasetilasi
kitin yang memiliki sifat unik. Unit penyusun dari chitosan merupakan disakarida
(1-4)-2-amino-2-deoksi-α-D-glukosa yang saling berkaitan dengan beta.
Penampilan fungsional chitosan ditentukan oleh sifat fisik dan kimiawinya.
Seperti halnya dengan polisakarida lain, chitosan memiliki kerangka gula, tetapi
dengan sifat yang unik karena polimer ini memiliki gugus amin bermuatan positif
(Lestari & Suhartono 2000).
Menurut Winarno (1981) lilin lebah merupakan hasil sekresi dari lebah
madu (Apis mellifica). Madu dapat diekstrak dengan menggunakan dua cara, yaitu
sistem sentrifugal dan pengepresan. Madu yang diekstrak dengan sentrifugal sisir
madu akan tetap utuh sehingga dapat digunakan lagi, sedangkan untuk ekstraksi
madu menggunakan sisir madu yang ditekan atau dipress, sisir akan hancur. Sisir
pengepresan ini, kemudian dicuci dan dikeringkan, lalu dipanaskan sehingga
menjadi lilin atau malam.
Lilin carnauba adalah berasal dari pohon palem (Copernica cerifer) dengan
bentuk fisik keras dan kedap air tetapi memiliki daya kilap yang rendah
(www.citrus Indonesia.com). menurut Baldwin et al. (1997) lilin carnauba
merupakan pelapis makanan yang aman bagi manusia.
Lilin lebah berwarna putih, kuning, sampai cokelat, dengan titik cair
62.8-70oC, bobot jenis sebesar 0.952-0.975. Lilin lebah ini banyak digunakan untuk
pelilinan produk hortikultura karena mudah didapat dan juga harganya murah
(Bennet 1964). Lapisan lilin untuk produk hortikultura biasanya digunakan lilin
lebah yang dibuat dalam bentuk emulsi lilin dengan konsentrasi 4 sampai 12 %
(Setyowati & Budiarti 1992). Hasil penelitian Riza (2004) laju konsumsi O2 dan
laju produksi CO2 diperoleh bahwa kadar pelilinan 6% merupakan kadar pelilinan
optimum untuk buah manggis.
Lapisan lilin untuk komoditi hortikultura segar harus memenuhi beberapa
persyaratan, yaitu:
1. Tidak berpengaruh terhadap bau dan rasa komoditi
2. Tidak beracun
3. Mudah kering dan tidak lengket
4. Tidak mudah pecah, mengkilap, dan licin
5. Mudah diperoleh dan harganya murah
(Muchtadi & Sugiyono 1992).
Pembuatan emulsi lilin tidak boleh menggunakan air sadah karena
garam-garam yang terkandung di dalam air sadah tersebut dapat merusak emulsi lilin
(Pantastico et al. 1986). Emulsi-emulsi lilin dalam air lebih aman digunakan
daripada pelarut-pelarut lilin yang mudah terbakar. Untuk membuat 1 liter larutan
stok 12% dibutuhkan 120 gram lilin carnauba yang dicairkan dalam wadah pada
suhu 90-95oC lalu ditambahkan 20 ml asam oleat dan trietanolamin 40 ml sedikit
demi sedikit sambil diaduk. Selanjutnya ditambahkan air sebanyak 820 ml yang
telah dididihkan dahulu (90-95oC) secara perlahan sambil diaduk dengan mixer
sampai merata. Emulsi lilin siap dipakai apabila suhunya telah dingin ( + 25oC)
Pelilinan biasanya dikombinasikan dengan bahan kimia pemberantas
bakteri dan cendawan. Fungisida digunakan untuk menghindari kerusakan oleh
kapang pada bahan organik. Fungisida dapat diberikan bersama dengan pelapisan
lilin yaitu dengan mencelupkan buah-buahan atau sayuran ke dalam larutan
fungisida kemudian baru dicelupkan dalam emulsi lilin atau jika fungisida yang
digunakan tidak merusak emulsi lilin dapat mencelupkan komoditas langsung ke
dalam emulsi lilin yang telah dicampur dengan fungisida (Roosmani 1975).
Sebelum aplikasi pelilinan, buah dicuci bersih dengan busa lembut untuk
menghilangkan kotoran-kotoran pada permukaan kulit, kemudian ditiriskan
hingga kering. Buah harus dalam keadaan kering saat akan diberi lilin. Aplikasi
pelilinan pada buah dapat dilakukan dengan cara penyemprotan, pencelupan,
pengolesan, dan pembusaan. Teknik yang paling popular atau komersil adalah
penyemprotan dengan tekanan rendah. Pada skala besar digunakan mesin yang
dirancang khusus dan dioperasikan dengan komputer, sehingga pelilinan lebih
efektif dan efisien. Untuk satu ton buah hanya dibutuhkan 1.5 liter lilin. Setelah
pelilinan, buah ditiriskan terlebih dahulu sebelum disimpan atau dipasarkan
(www.citrus Indonesia.com).
Cara melapisi buah dengan lilin ialah sebagai berikut. Buah yang dipilih
tidak cacat atau busuk. Kotoran yang melekat di permukaan kulit buah
dibersihkan melalui pencucian dengan air bersih diutamakan dengan
menggunakan air mengalir. Setelah bersih, kemudian buah dicelup ke dalam
emulsi lilin selama beberapa lama (misalnya 30 detik). Kemudian ditiriskan
dengan blower (Suyanti 1993). Keberhasilan pelapisan lilin untuk buah-buahan
dan sayuran tergantung dari ketebalan lapisan lilin.
Pengemasan dengan Film Kemasan
Pengemasan merupakan salah satu cara dalam memberikan kondisi yang
tepat bagi bahan pangan (terutama buah-buahan dan sayuran), untuk menunda
proses kimia dalam jangka waktu yang diinginkan (Buckle et al. 1987). Film
kemasan sebagai bahan pengemas memungkinkan banyak ragam kegunaan yang
dapat melindungi dan mengawetkan buah-buahan yang mudah rusak, disamping
(1988) menyatakan bahwa film kemasan yang utama dipakai untuk pengemasan
produk segar adalah jenis LDPE (Low Density Polyetilen), PVC (Poliyvinil
Chloride), dan PP (Polypropilen). Pada Tabel 8 dapat dilihat koefisien
permeabilitas berbagai film kemasan berdasarkan hasil perhitungan dan penetapan
(ml.mil/m2.jam.atm).
Tabel 8. Koefisien permeabilitas film kemasan hasil perhitungan dan penetapan (ml.mil/m2.jam.atm)
Jenis Film Kemasan Tebal
(mil)
10oC a) 15oC a) 25oC a)
O2 CO2 O2 CO2 O2 CO2
LDPE 0.99 - - - - 1002 3600 Polipropilen 0.61 265 364 294 430 229 656
Stretch film 0.57 342 888 473 748 4143 6226
white stretch film 0.58 226 422 291 412 1464 1470
Sumber: Gunadnya (1993).
a) Hasil Perhitungan
b) Hasil Penetapan Metode AST 1413
Hall et al. (1986) menyatakan bahwa beberapa jenis bahan kemasan yang
berupa plastik lentur antara lain:
1. Polietilen
Film ini paling banyak digunakan untuk pembuatan kantung-kantung bagi
konsumen. Bahan ini kuat, kedap air, tahan terhadap zat-zat kimia d