• Tidak ada hasil yang ditemukan

Respon tanaman padi sawah varietas IF8 dan Lentera terhadap aplikasi pupuk organo mineral dan pupuk hayati pada Inceptisol Situgede, Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Respon tanaman padi sawah varietas IF8 dan Lentera terhadap aplikasi pupuk organo mineral dan pupuk hayati pada Inceptisol Situgede, Bogor"

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

RESPON PADI SAWAH VARIETAS IF8 DAN LENTERA

TERHADAP APLIKASI PUPUK ORGANO MINERAL DAN

PUPUK HAYATI PADA INCEPTISOL SITUGEDE, BOGOR

RIFKI FADILA

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Respon Padi Sawah Varietas IF8 dan Lentera terhadap Aplikasi Pupuk Organo Mineral dan Pupuk Hayati pada Inceptisol Situgede, Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2015

Rifki Fadila

(4)

ABSTRAK

RIFKI FADILA. Respon Padi Sawah Varietas IF8 dan Lentera terhadap Aplikasi Pupuk Organo Mineral dan Pupuk Hayati pada Inceptisol Situgede, Bogor. Dibimbing oleh DWI ANDREAS SANTOSA dan UNTUNG SUDADI.

Padi merupakan bahan makanan pokok bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Petani padi umumnya menggunakan pupuk kimia sebagai input produksi utama untuk mencapai produktivitas yang tinggi. Hal tersebut menyebabkan kualitas sifat kimia, biologi, dan fisika tanah menurun. Tujuan penelitian adalah mengetahui pengaruh aplikasi pupuk organo mineral dan pupuk hayati terhadap pertumbuhan dan produktivitas padi sawah varietas IF8 dan Lentera menggunakan pola tanam SRI pada tanah Inceptisol Situgede, Bogor. Tahapan penelitian adalah persiapan lahan, persemaian, penanaman dan pemupukan, panen, pengamatan, serta analisis dan interpretasi data. Rancangan percobaan yang digunakan ialah Petak Terbagi RAL (rancangan acak lengkap), dengan varietas padi sawah (IF8 dan Lentera) dan pupuk hayati (tanpa dan 24 L/ha) sebagai petak utama serta pupuk organo mineral (tanpa dan 600 kg/ha) sebagai anak petak yang diulang tiga kali sehingga terdiri atas 24 satuan percobaan. Perlakuan petak utama berpengaruh nyata meningkatkan panjang malai, jumlah gabah per malai dan produktivitas, namun tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah anakan dan bobot 1000 bulir. Perlakuan anak petak berpengaruh nyata meningkatkan tinggi tanaman, jumlah anakan dan produktivitas, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap panjang malai, jumlah gabah per malai dan bobot 1000 bulir.

(5)

ABSTRACT

RIFKI FADILA. Response of IF8 and Lentera paddy varieties on application of organo-mineral fertilizer and biofertilizer on Inceptisol of Situgede, Bogor, Supervised by DWI ANDREAS SANTOSA and UNTUNG SUDADI

Paddy is a staple food for most of the Indonesian people. Paddy farmers usually use chemical fertilizers as the main production input to achieve high productivity. It causes a diminishing quality of soil chemical, biological, and physical properties. The research objective was to find out the effects of organo-material fertilizer and biofertilizer on the growth and productivity of IF8 and Lentera paddy varieties using SRI planting pattern on an Inceptisol. The research consisted of land preparation, seedling, planting and fertilizers application, harvesting, observation, and data analysis and interpretation. The research used

Split Plot CRD (Completely Randomized Design) experimental design with rice paddy varieties (IF8 and Lentera) and biofertilizer (without and 24 L/ha) as the main plot, and organo-mineral fertilizer (without and 600 kg/ha) as the sub slot, and 3 replications resulted in 24 experimental units. The main plot treatments significantly increased panicle length, numbers of unhulled rice per panicle, and crop productivity, but not significantly affected plant height, numbers of tillers, and weight of 1000 grains. The sub plot treatments significantly increased plant height, numbers of tillers, and crop productivity, but not significantly affected panicle length, numbers of unhulled rice per panicle, and weight of 1000 grains.

Keywords : biofertilizer, organo-mineral fertilizer, IF8 paddy varieties, Lentera paddy

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan

RESPON PADI SAWAH VARIETAS IF8 DAN LENTERA

TERHADAP APLIKASI PUPUK ORGANO MINERAL DAN

PUPUK HAYATI PADA INCEPTISOL SITUGEDE, BOGOR

RIFKI FADILA

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)
(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala kasih dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan perkuliahan, penelitian dan penulisan skripsi ini. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli 2014 hingga Januari 2015 ini ialah Respon Padi Sawah Varietas IF8 dan Lentera terhadap Aplikasi Pupuk Organo Mineral dan Pupuk Hayati pada Inceptisol Situgede, Bogor.

Penulis menyadari dalam menyelesaikan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh sebab itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Prof Dr Ir Dwi Andreas Santosa, MS sebagai dosen pembimbing skripsi I sekaligus pembimbing akademik yang senantiasa membimbing, mengarahkan, dan memotivasi penulis selama penelitian sampai penulisan skripsi.

2. Dr Ir Untung Sudadi, MSc sebagai dosen pembimbing skripsi II yang senantiasa memberikan saran, kritik, arahan, dan motivasi kepada penulis selama menyelesaikan skripsi ini.

3. Dr Ir Syaiful Anwar, MSc sebagai dosen penguji yang telah memberikan masukkan dan arahan untuk menyempurnakan skripsi ini.

4. Orangtua dan seluruh keluarga yang senantiasa mendoakan dan memotivasi penulis.

5. Kawan dalam arti sebenarnya yang selalu berinisiatif yaitu Aulia Hardianti dan Irfan Maulana atas doa dan bantuan yang tiada henti untuk penulis. 6. Sahabat seperjuangan Ilmu Tanah angkatan 45, 46, 47, 48 atas setiap

bantuan yang penulis terima.

7. Para rekan seperjuangan Aang dan Dea yang telah bersama-sama menyelesaikan penelitian.

8. Semua pihak yang telah membantu dalam penelitian ini yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu.

Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pihak yang membacanya.

Bogor, Februari 2015

(12)
(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 1

TINJAUAN PUSTAKA 2

Pupuk Hayati 2

Pupuk Organo mineral 3

Tanah Inceptisol 4

METODE 4

Waktu dan Lokasi Penelitian 4

Alat dan Bahan 4

Pelaksanaan Percobaan 5

HASIL DAN PEMBAHASAN 7

Karakteristik Tanah 7

Kondisi Umum Pertanaman 10

Tinggi Tanaman 11

Jumlah Anakan 12

Panjang Malai dan Jumlah Gabah Kering Panen 13

Produktivitas dan Bobot 1000 Bulir 14

KESIMPULAN DAN SARAN 16

Kesimpulan 16

Saran 16

DAFTAR PUSTAKA 16

LAMPIRAN 19

(14)

DAFTAR TABEL

1. Hasil demonstrasi area Provibio pada komoditas padi sawah,

Kabupaten Mojokerto Provinsi Jawa Timur 2

2. Hasil demonstrasi area Provibio pada padi sawah di Kabupaten

Boyolali Provinsi Jawa Tengah 3

3. Sifat Kimia dan Fisik Tanah Inceptisol Situgede, Bogor 8 4. Deskripsi padi petani lokal varietas IF8 dan Lentera 9 5. Pengaruh perlakuan petak utama dan anak petak terhadap tinggi

tanaman 11

6. Pengaruh petak utama dan anak petak terhadap jumlah anakan padi

umur 13

7. Pengaruh petak utama dan anak petak terhadap panjang malai dan

jumlah 13

8. Pengaruh petak utama dan anak petak terhadap produktivitas dan bobot 15

DAFTAR GAMBAR

1. Denah petak percobaan 6

DAFTAR LAMPIRAN

1. Tinggi tanaman pada 30, 45, dan 60 HST 19

2. Jumlah anakan pada 30, 45, dan 60 HST 20

3. Produktivitas dan bobot 1000 bulir padi 21

4. Panjang malai tanaman padi 22

5. Jumlah gabah isi, gabah hampa, dan gabah total tanaman padi 23 6. Sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap tinggi tanaman 30 HST 24 7. Sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap tinggi tanaman 45 HST 24 8. Sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap tinggi tanaman 60 HST 24 9. Sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap jumlah anakan 30 HST 24 10.Sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap jumlah anakan 45 HST 25 11.Sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap jumlah anakan 60 HST 25 12.Sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap produktivitas 25 13.Sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap bobot 1000 bulir 25 14.Sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap panjang malai 26 15.Sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap jumlah gabah isi per malai 26 16.Sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap jumlah gabah hampa per

malai 26

17.Sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap jumlah gabah total per malai 27

18.Kandungan unsur hara pupuk organo mineral 27

(15)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Padi merupakan komoditas tanaman pangan yang mempunyai fungsi penting dalam pembangunan pertanian sebagai bahan makanan pokok bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Produksi padi nasional tahun 2012 sebesar 69.06 juta ton Gabah Kering Giling (GKG) dan terjadi kenaikan produksi padi tahun 2013 sebesar 2.23 juta ton (3.23%) menjadi 71.29 juta ton GKG. Kenaikan produksi tersebut terjadi karena adanya peningkatan luas panen seluas 391.69 ribu hektar (2.91%) dan produktivitas sebesar 0.16 kuintal ha-1 (0.31%) (BPS 2014).

Salah satu contoh kebijakan pemerintah untuk meningkatkan produksi padi ialah dengan menghasilkan varietas unggul berdaya hasil tinggi yang responsif terhadap pemupukan, selanjutnya pupuk kimia menjadi komponen utama sarana produksi untuk mencapai produktivitas yang tinggi tanpa mengaplikasikan bahan organik. Hal ini mendorong tingginya tingkat ketergantungan petani terhadap pupuk kimia, bahkan seringkali digunakan dalam jumlah yang berlebihan. Selain pemberian pupuk kimia yang berlebihan tidak lagi meningkatkan hasil, hal tersebut juga dapat mengurangi keuntungan yang diperoleh dari usahatani. Permentan No. 40/2007 merekomendasikan pengembalian bahan organik atau pemberian pupuk organik yang dikombinasikan dengan pupuk kimia dengan tujuan untuk memperbaiki kondisi dan kesuburan tanah, sekaligus meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk kimia. Bahan organik mampu menjadi sumber energi bagi mikroorganisme dapat merangsang kegiatan biokimia dalam tanah (Djuniwati el al. 2007).

Kini masyarakat semakin menyadari dampak negatif dari pertanian kimiawi, sehingga upaya alternatif dalam melakukan praktek pertanian yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan mulai dikembangkan. Sistem usaha tani yang dikembangkan berdasar pada interaksi yang selaras dan serasi antara tanah, tanaman, ternak, manusia dan lingkungan. Sistem ini dititik beratkan pada upaya peningkatan daur ulang secara alami dengan tujuan memaksimalkan input berupa bahan organik, sehingga kesehatan dan kesuburan tanah akan tetap terjaga.

Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pupuk organo mineral dan aplikasi pupuk hayati terhadap pertumbuhan dan produktivitas padi sawah varietas IF8 dan Lentera menggunakan pola tanam SRI pada tanah Inceptisol Situgede, Bogor. Pupuk organo mineral yang digunakan dalam penelitian adalah kompos yang dilengkapi dengan mikrob bermanfaat dan pupuk hayati yang digunakan mengandung bakteri-bakteri yang bermanfaat bagi tanaman.

Tujuan Penelitian

(16)

2

TINJAUAN PUSTAKA

Pupuk Hayati

Pupuk hayati merupakan mikrob hidup yang diberikan ke dalam tanah sebagai inokulan untuk membantu tanaman memfasilitasi atau menyediakan unsur hara tertentu bagi tanaman (Vessey 2003). Pupuk hayati juga dapat membantu tanaman dalam mengendalikan organisme patogen atau sebagai biokontrol. Pupuk hayati mengandung mikrob, oleh karena itu sering disebut pupuk mikrob (Simanungkalit 2001).

Tiga faktor yang mendorong meningkatnya perhatian terhadap aplikasi pupuk hayati di Indonesia akhir-akhir ini yaitu krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997, pencabutan subsidi pupuk oleh pemerintah pada tahun 1998, dan tumbuhnya kesadaran terhadap potensi pencemaran lingkungan melalui penggunaan pupuk kimia yang berlebihan dan tidak efisien (Simanungkalit 2001). Pupuk hayati berperan dalam mempengaruhi ketersediaan unsur hara makro dan mikro, efisiensi hara, kinerja sistem enzim, meningkatkan metabolisme, pertumbuhan dan hasil tanaman. Goenadi dan Isroi (2003) melaporkan bahwa aplikasi pupuk hayati ke dalam tanah selain dapat meningkatkan aktivitas mikrob di dalam tanah sehingga ketersediaan hara berlangsung optimum, juga dapat mengurangi dosis pupuk konvensional tanpa menimbulkan penurunan produksi tanaman dan tanah.

Pupuk hayati dapat berfungsi ganda (multipurpose) yaitu meningkatkan ketersediaan hara, menghasilkan pemicu tumbuh, dan agen hayati yang dapat menekan pertumbuhan mikrob patogen, jika dibandingkan dengan pupuk kimia (chemical fertilizers) (Simarmata 2011).

Tabel 1 Hasil demonstrasi area Provibio pada komoditas padi sawah, Kabupaten Mojokerto Provinsi Jawa Timur

No Jenis pupuk/ perlakuan Luas area (ha)

Keterangan; PH : pupuk hayati, , GKP : gabah kering panen, dosis rekomendasi : 245 kg/ha urea +175 kg/ha Phonska + 175/ha kg ZA, dosis Provibio : 7 liter/ha

aSumber: Kementerian Pertanian (2014)

(17)

3 Tabel 2 Hasil demonstrasi area Provibio pada padi sawah di Kabupaten Boyolali

Provinsi Jawa Tengaha

No Jenis pupuk/ perlakuan Luas area (ha) Hasil panen GKP (ton/ha)

1 100% rekomendasi (kontrol) 25 5.4

2 50% rekomendasi + Provibio 25 7.86

3 50% rekomendasi + PH 1 25 6.02

Keterangan; PH : pupuk hayati, GKP : gabah kering panen, dosis rekomendasi : 300 kg/ha urea +150 kg/ha SP 36 + 150 kg/ha KCl, dosis Provibio : 7 liter/ha

aSumber: Kementerian Pertanian (2014)

Pada luasan yang sama, dengan lokasi yang berbeda dan dosis rekomendasi yang berbeda juga menyebabkan perbedaan yang signifikan terhadap hasil panen. Hasil panen tertinggi pada rekomendasi 125 kg/ha Phonska juga rekomendasi 300 kg/ha urea, 150 kg/ha SP 36, dan 150 kg/ha KCl adalah 50% rekomendasi + Provibio (Tabel 2).

Pupuk hayati Provibio mengandung sembilan mikrob bermanfaat, yakni: bakteri penambat N2 (Azospirillum lipoferum ICBB 6088 dan Azobacter

vinelandii ICBB 9098), bakteri bintil akar (Bradyrhizobium japonicum ICBB 9251), produsen hormon tumbuh (Lactobacillus sp ICBB 8808), mikrob anti bau (Saccharomyces cereviseae ICBB 8808), perombak selulosa (Microbacterium lacticum ICBB 7125), perombak lignin (Phanerochaete sp. ICBB 9182), dekomposer (Paenibacillus macerans, ICBB 8810) dan bakteri antihama (Bacillus thuringiensis ICBB 6095).

Bakteri pemicu tumbuh tanaman (BPTT) adalah kelompok bakteri menguntungkan yang agresif mengkolonisasi baik rizosfir (lapisan tanah tipis antara 1-2 mm di sekitar zona perakaran) maupun filosfir. Aktivitas BPTT memberi keuntungan bagi pertumbuhan tanaman, baik secara langsung maupun secara tidak langsung (Husen et al. 2006). BPTT merangsang pertumbuhan tanaman secara langsung dengan mensintesis hormon seperti asam indolasetat atau dengan menyuplai hara, misalnya dengan melarutkan fosfat yang terikat atau dengan mempercepat proses mineralisasi (Verma et al. 2010; Verma et al. 2013; Kannahi dan Kowsalya 2013; Baniaghil et al. 2013). BPTT juga dapat merangsang pertumbuhan secara tidak langsung dengan bertindak sebagai biokontrol untuk menekan pertumbuhan bakteri patogen tular tanah (Abbasi et al. 2011; Bhattacharyya dan Jha 2011).

Efektivitas BPTT dalam merangsang pertumbuhan tanaman dipengaruhi kemampuan bakteri untuk membentuk kolonisasi di daerah perakaran. Kepadatan PGPB yang tinggi dapat menunjang peranannya untuk menghasilkan suatu produk yang menguntungkan bagi tanaman (Ashrafuzzaman et al. 2009).

Pupuk Organo mineral

(18)

4

tersebut juga ditambahkan bakteri bermanfaat antara lain antara lain Azotobacter vinelandii ICBB9098 sebagai bakteri penambat N2, Azospirillum lipoferum ICBB6088, Bradyrhizobium japonicum ICBB9098 sebagai bakteri pembentuk bintil akar, Lactobacillus sp. ICBB6099 sebagai bakteri penghasil hormon tumbuh,

Saccharomyces cerevisiae ICBB8808, dan anti hama Bacillus thuringiensis

ICBB6095.

Tanah Inceptisol

Jenis tanah yang memiliki potensi sangat baik untuk lahan sawah yaitu Tanah Inceptisol. Menurut Supraptohardjo dan Suhardjo (1978), jenis tanah yang banyak digunanakan untuk persawahan adalah Aluvial dan Gleisol. Hal ini disebabkan faktor air dan fisiografinya yang paling memungkinkan.

Inceptisol adalah tanah yang belum matang (immature) yang perkembangan profil yang lebih lemah dibanding dengan tanah matang dan masih banyak menyerupai sifat bahan induknya (Hardjowigeno,1993). Sifat fisik dan kimia tanah tergantung dari bahan induknya (aluvium, bahan sedimen atau bahan volkan) dan potensi untuk sawah irigasi sangat baik. Sifat fisik tanah Inceptisol hampir sama dengan Entisol. Typic Tropaquept mempunyai muka air tanah yang dangkal dan Aeric Tropaquept mempunyai muka air tanah di atas lapisan kedap air (perched water table). Entisols merupakan jenis tanah muda, dimana secara alami pembentuan tanahnya belum berlangsung. Entisols yang terbentuk dari endapan sungai berpotensi untuk pertanian lahan basah (padi).

Menurut Hardjowigeno (1992) terdapat 10 ordo tanah dalam sistem Taksonomi Tanah USDA 1975 Inceptisol Tanah yang termasuk ordo Inceptisol merupakan tanah muda, tetapi lebih berkembang daripada Entisol. Kata Inceptisol berasal dari kata Inceptum yang berarti permulaan. Umumnya mempunyai horison kambik. Tanah ini belum berkembang lanjut, sehingga kebanyakan dari tanah ini cukup subur. Padanan dengan sistem klasifikasi lama adalah termasuk tanah Aluvial, Andosol, Regosol, dan Gleihumus.

METODE

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2014-Januari 2015. Penanaman padi dilaksanakan di sawah milik The Indonesian Center for Biodiversity and Biotechnology (ICBB) yang berlokasi di Situgede, Bogor. Analisis sifat fisik dan kimia tanah dilakukan di Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Institut Pertanian Bogor.

Alat dan Bahan

(19)

5 Pelaksanaan Percobaan

Penelitian ini terbagi dalam beberapa tahap yaitu tahap persiapan lahan, persemaian, penanaman dan pemupukan, panen, pengamatan, dan analisis data. Persiapan Lahan

Pengolahan tanah dilakukan melalui dua tahap. Pengolahan pertama dilakukan 5 minggu sebelum tanam, tanah kemudian diratakan dan dibiarkan tergenang selama 1 minggu dan dibiarkan kering selama 1 minggu. Proses tersebut dilakukan 3 minggu berturut-turut agar lumpur mengendap. Selanjutnya pengolahan kedua dilakukan 2 minggu sebelum tanam. Satu hari sebelum tanam, petak yang sudah digaru, diratakan dan selanjutnya siap untuk ditanami.

Luas lahan percobaan sebesar 250 m2, lahan tersebut dibagi menjadi 6 petak besar dengan 3 petak sebagai perlakuan tanpa pupuk organo mineral (P0) dan 3 petak sebagai perlakuan dengan pupuk organo mineral (P1), dengan ukuran 7.1 m x 5.8 m. Masing – masing petakan dibagi lagi menjadi 4 petak kecil sebagai perlakuan varitas IF8 tanpa pupuk hayati (R1), varietas IF8 dengan pupuk hayati (R2), varietas Lentera tanpa pupuk hayati (R3), dan varietas Lentera dengan pupuk hayati (R4). Saluran irigasi dan drainase diatur untuk mencegah kontaminasi perlakuan. Setelah itu dilakukan pemberian kode perlakuan pada setiap petak percobaan secara acak. Denah petak lahan dapat dilihat pada Gambar 1.

Persemaian

(20)

6

Keterangan gambar : P0=tanpa pupuk organo mineral, P1=dengan pupuk organo mineral, R1=IF8 tanpa pupuk hayati, R2=IF8 dengan pupuk hayati, R3=Lentera tanpa pupuk hayati, dan R4=Lentera dengan pupuk hayati.

Gambar 1 Denah petak percobaan Penanaman dan Pemupukan

Penanaman padi pada penelitian ini menggunakan pola tanam SRI (System of Rice Intensification). Polanya adalah bujur sangkar dengan jarak tanam 25 cm x 25 cm. Garis-garis bujur sangkar dibuat dengan cetakan yang dibuat dari bilah bambu yang sudah diberi tanda. Bibit ditanam pada umur 12 hari setelah semai, dengan jumlah benih per lubang satu (tanam tunggal) dan dangkal dengan kedalaman 1-1.5 cm, serta posisi perakaran seperti huruf L. Lahan persemaian digenangi air terlebih dahulu sebelum bibit dicabut untuk menghindari kerusakan akar pada waktu pencabutan. Bibit dicabut secara hati-hati dengan mengangkat bagian bawah dari akarnya.

Penelitian ini dilakukan tanpa pemupukan dasar NPK. Pemupukan organo mineral dilakukan satu hari sebelum tanam dengan takaran 600kg/ha. Pemupukan pupuk hayati dengan takaran 24 liter/ha, dibagi menjadi tiga kali pumupukan. Pemupukan pertama dilakukan pada umur tanam 2 MST dengan dosis 8 liter/ha, pemupukan kedua dilakukan pada umur tanam 6 MST dengan dosis 8 liter/ha, dan pemupukan ketiga pada umur tanam 8 MST dengan dosis 8 liter/ha.

Panen

(21)

7 Pengamatan

Pengamatan pertumbuhan tanaman (vegetatif) dilakukan pada tiga tanaman contoh yang ditentukan secara acak pada saat tanaman berumur 30, 45, dan 60 HST. Pengamatan meliputi :

Pengamatan vegetatif

1. Tinggi tanaman diamati setiap 15 hari sekali dari 30 HST sampai 60 HST. Tinggi tanaman padi diukur mulai dari pangkal batang di atas permukaan tanah hingga ujung daun tertinggi

2. Jumlah anakan/ rumpun diamati setiap 15 hari sekali dari 30 HST sampai 60 HST.

Pengamatan komponen hasil

1. Panjang malai diukur dari pangkal malai sampai ujung malai.

2. Jumlah gabah isi per malai dihitung dari jumlah gabah isi pada satu malai. 3. Jumlah gabah hampa per malai dihitung dari jumlah gabah hampa pada

satu malai.

4. Jumlah total gabah per malai yang dihitung dengan menjumlahkan jumlah malai isi dan malai hampa.

5. Bobot 1000 bulir 6. Hasil per tanaman

7. Dugaan hasil per hektar dengan menghitung produktivitas per tanaman yang dikonversikan ke hektar sehingga diperoleh hasil gabah kering panen dalam ton per ha.

Analisis Data

Penelitian ini menggunakan rancangan percobaan split plot rancangan acak lengkap. Varietas padi dan pupuk hayati sebagai petak utama (main plot), perlakuan pupuk organo mineral sebagai anak petak (sub plot).

 Petak Utama

1. R1 (varietas IF8 tanpa pupuk hayati) 2. R2 (varietas IF8 dengan pupuk hayati) 3. R3 (varietas Lentera tanpa pupuk hayati) 4. R4 (varietas Lentera dengan pupuk hayati)

 Anak Petak

1. P0 (tanpa pupuk organo mineral) 2. P1 (dengan pupuk organo mineral)

Terdapat 8 kombinasi percobaan, dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali sehingga terdapat 24 satuan percobaan. Data hasil pengamatan diolah menggunakan software SAS 9.1.3 Portable dan dilakukan analisis sidik ragam pada taraf 5% untuk melihat pengaruh nyata perlakuan terhadap variabel yang diamati. Perlakuan yang berpengaruh nyata selanjutnya dilakukan analisis lanjut Duncan’s Multiple Range Test (DMRT).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Tanah

(22)

8

Inceptisol. Tekstur lapisan atas (0-20 cm) adalah lempung berklei. Tanah mempunyai pH (H2O) sebesar 6, sehingga tergolong agak masam. Kadar bahan organik sebesar 1.27%, tergolong memiliki kandungan C-organik yang rendah. Kadar nitrogen dalam tanah tergolong rendah yaitu 0.18%. Kadar nitrogen umumnya mengikuti kecenderungan kadar bahan organiknya, bila kadar bahan organik rendah umumnya kadar nitrogen dalam tanah juga rendah. Kandungan P tersedia sebesar 8.5 ppm dan tergolong sedang (Tabel 3).

Kapasitas tukar kation adalah kemampuan tanah untuk menukarkan kation, jika KTK tanah tinggi maka kemampuan tanah untuk menukarkan kation juga tinggi. Tanah yang subur biasanya dicirikan dengan KTK tinggi, jika sebaliknya dapat dikatakan tanah kurang subur. Tanah di lokasi penelitian mempunyai KTK tanah yang tergolong sedang yaitu 17.02 cmol(+)/kg. Berdasarkan Tabel 3, meskipun kadar bahan organik rendah tetapi KTK dan kandungan P tersedia tergolong sedang, tanah dapat digolongkan pada tingkat kesuburan sedang.

Tabel 3 Sifat Kimia dan Fisik Tanah Inceptisol Situgede, Bogor

Sifat Tanah Nilai Kelas

pH H2O (1 : 2.5) 6.00 Agak masam

C-organik (%) 1.27 Rendah

N-total (%) 0.18 Rendah

P-tersedia (ppm) 8.5 Sedang

KTK (cmol(+)/kg) 17.02 Sedang

Basa-basa (cmol(+)/kg) :

- Kdd 0.39 Sedang

- Nadd 0.72 Sedang

- Cadd 10.37 Sedang

- Mgdd 3.05 Tinggi

KB (%) 85.37 Sangat tinggi

Tekstur (%) :

- Pasir 28.26

Lom berklei

- Debu 35.25

- Klei 36.49

Keterangan : Kelas didasarkan pada kriteria penilaian hasil analisis tanah (Balittanah 2005) (Lampiran 19)

Perbandingan dari kapasitas tukar kation yang ditempati basa-basa dapat dipertukarkan disebut persentase kejenuhan basa. Antara persentase kejenuhan dan pH terdapat korelasi yang nyata. Menurunnya persentase kejenuhan basa karena hilangnya kalsium atau kation basa lain, maka pH tanah tersebut akan menurun. Ini sejalan dengan kenyataan bahwa pencucian cenderung menaikan kemasaman tanah (Soepardi 1983).

(23)

9 Nurdin (2012) menyimpulkan tanah Inceptisol dicirikan oleh teksturnya yang berlempung, reaksi tanah agak masam hingga agak alkali, kandungan dan cadangan hara relatif sedang, kejenuhan basa ≥ 60%. dan kapasitas tukar kation tanah sedang sampai tinggi. Sifat-sifat tersebut mencirikan bahwa tanah ini cukup potensial untuk pengembangan tanaman pertanian terutama tanaman pangan.

Tanah Inceptisol memiliki tingkat kesuburan tanah yang bervariasi mulai dari rendah hingga tinggi. Sifat tanahnya bereaksi masam sampai agak netral, dengan kadar bahan organik rendah dan kejenuhan basa tinggi. Kandungan hara P rendah disebabkan difiksasi oleh liat, Al, Fe dan Ca (Subagyo et al. 2000).

Karakteristik Varietas Padi Sawah IF8 dan Lentera

Setiap varietas padi memiliki daya adaptasi tersendiri terhadap kondisi biofisik lingkungan. Qamara dan Setiawan (1995) menyatakan bahwa kultivar padi dapat dikelompokkan atas dasar (1) kepekaan terhadap fotoperiodik, (2) jenis pengelolaan airnya, (3) tipe tanaman dan (4) kandungan pati endospermnya, dimana perbedaan variasi sifat akan menyebabkan perbedaan tingkat adaptasi terhadap kondisi lingkungan tertentu. Adapun pembeda sifat-sifat kultivar yang utama antara lain waktu mencapai 50 % muncul malai (cepat atau lambat) dan panjang batang sampai malai (pendek atau panjang). Selain itu, adanya perbedaan karakter fenotipe yang tampak dari masing-masing varietas disebabkan oleh adanya perbedaan gen yang mengatur karakter tersebut. Setiap gen memiliki pekerjaan sendiri-sendiri untuk menumbuhkan dan mengatur berbagai jenis karakter dalam tubuh organisme. Selain itu, keragaman tersebut dipengaruhi oleh variasi genetik yang terdapat pada varietas tersebut, sebab masing-masing varietas memiliki karakter yang khas.

Tabel 4 Deskripsi padi petani lokal varietas IF8 dan Lentera

No Kriteria Varietas IF8a Varietas Lenterab

1 Asal seleksi Karanganyar Malang

2 Umur tanaman 100-110 hari setelah semai

6 Kerontokan Sedang Cukup tinggi

7 Kerebahan Tahan Tahan

8 Tekstur nasi Lengket Lengket

9 Rata-rata hasil skala lapang 13-14 ton/ha GKP 10-15 ton/ha GKP 10 Potensi hasil Belum diketahui 16 ton/ha GKP

11 Hama Tidak disukai tikus

dan burung pipit

Tidak ada data

12 Penyakit Tidak ada data Rentan terkena

penyakit blas

13 Pemulia Petani lokal

Karanganyar

Petani lokal Batu-Malang

(Sumber: aBambang dan bParno, komunikasi pribadi)

(24)

10

terkena penyakit blas, menyebabkan bulir padi bagian pangkal menjadi hampa, busuk, dan kecil sehingga sedikitnya 30% hasil panen padi menjadi tidak berkualitas (Aris, komunikasi pribadi). Penerapan pertanian organik absolut pada tanaman padi sulit untuk mendorong produktivitas yang tinggi, bahkan cenderung turun. Hal ini terkait dengan lambatnya penyediaan hara makro bagi tanaman dalam waktu yang cepat dan dalam jumlah yang cukup, terutama bagi varietas unggul baru yang berpotensi hasil tinggi, yang akan tercukupi dari pemberian pupuk kimia seperti urea, SP36, dan KCl (Fagi dan Las 2007).

Kondisi Umum Pertanaman

Hama yang menyerang tanaman padi pada percobaan ini adalah keong mas (Pomacea canaliculata L.). Keong mas memakan tanaman padi yang masih berumur muda yaitu 1-3 MST. Pengendalian hama keong mas dilakukan secara manual dengan cara mengambil keong dan telurnya. Menurut Badan Litbang Pertanian (2007) keong mas bersifat aktif pada air yang tergenang, pada saat tanah sawah mengering kebanyakan keong akan mengubur dirinya sendiri ke dalam tanah.

Hama lain yang menyerang tanaman padi yaitu walang sangit (Leptocorisa oratorius). Walang sangit menyerang aktif pada pagi dan sore hari sedangkan pada siang hari berlindung di bawah pohon yang lembab dan dingin. Serangan hama ini sebelum tanaman fase matang susu menyebabkan gabah hampa, sedangkan serangan pada padi yang telah berisi menjelang masak menyebabkan gabah berwarna cokelat kehitaman. Selain kedua hama tersebut, terdapat juga hama burung yang menyerang bulir padi saat bulir sedang masak susu sampai pemasakan biji, burung merusak dengan memakan bulir padi secara langsung. Pengendalian burung yaitu dengan memasang jaring perangkap burung menutupi setiap petakan sawah.

Terdapat perlakuan IF8 tanpa pupuk hayati + dengan pupuk organo mineral yang mengalami penurunan tinggi tanaman yaitu 120 cm pada 45 HST menjadi 113 cm pada 60 HST dan perlakuan IF8 dengan pupuk hayati + dengan pupuk organo mineral yaitu 115 cm pada 45 HST menjadi 112 cm pada 60 HST (Lampiran 1), sementara berdasarkan Tabel 5 varietas IF8 tinggi tanamannya mencapai ±120 cm. Penurunan tinggi tanaman diduga karena serangan hama belalang. Belalang menyerang tanaman padi pada bagian daun yang masih muda berumur 45 hari pada fase vegetatif. Alat mulut pada belalang menggigit dan mengunyah dicirikan dengan adanya mandibular yang berfungsi untuk memotong bahan makanan dan bersama bagian lain digunakan untuk mengunyah makanan. Pada bagian tanaman padi yang diserang hama belalang akan ditandai bekas gigitan dan petumbuhan menjadi terhambat (Borror, 1992).

(25)

11 padi yang dimakan semakin banyak. Walang sangit menyerang bulir padi dari mulai berbunga sampai bulir padi menguning dan siap panen. Serangan yang terjadi saat bulir belum mencapai matang susu dapat menyebabkan biji padi (gabah) menjadi hampa. Wereng adalah serangan penghisap cairan tumbuhan yang menyebabkan daun dan batang tumbuhan berlubang-lubang, kemudian kering, dan pada akhirnya mati.

Jumlah gabah hampa per malai pada setiap perlakuan cukup banyak (Lampiran 5). Jumlah paling banyak dihasilkan oleh perlakuan varietas Lentera tanpa pupuk hayati + dengan pupuk organo mineral. Hal tersebut diduga karena serangan penyakit blas pada padi varietas Lentera (Tabel 4), selain itu terdapat pula serangan hama walang sangit dan wereng yang menyebabkan gabah menjadi hampa.

Tinggi Tanaman

Berdasarkan pengamatan dan hasil analisis (Tabel 5), varietas Lentera tanpa pupuk hayati menghasilkan tinggi tanaman paling tinggi dibandingkan varietas IF8 tanpa pupuk hayati, IF8 dengan pupuk hayati, dan Lentera dengan pupuk hayati.

Tabel 5 Pengaruh perlakuan petak utama dan anak petak terhadap tinggi tanaman padi umur 30, 45, 60 HST

Perlakuan Tinggi Tanaman (cm)

30 HST 45 HST 60 HST

Petak Utama

IF8 tanpa pupuk hayati 94.00 ab 110.17 a 109.00 a IF8 dengan pupuk hayati 95.50 ab 111.00 a 114.83 a Lentera tanpa pupuk hayati 98.00 a 113.67 a 116.00 a Lentera dengan pupuk hayati 91.00 b 107.83 a 113.17 a Anak Petak

Tanpa pupuk organo mineral 88.17 b 100.83 b 103.08 b Dengan pupuk organo mineral 101.08 a 120.50 a 123.42 a

Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada α = 5%

Perlakuan petak utama tidak berpengaruh nyata pada 45 dan 60 HST diduga karena semua perlakuan menggunakan pola tanam SRI dan jarak tanam yang lebar pada metode SRI memungkinkan akar untuk tumbuh intensif menyerap lebih banyak sinar matahari, CO2 dan nutrisi sehingga pada semua perlakuan akar dan batangnya tumbuh dengan seragam dan tidak berbeda nyata.

Perlakuan anak petak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman padi pada 30, 45, dan 60 HST. Penambahan pupuk organo mineral menghasilkan tinggi tanaman yang lebih tinggi dibandingkan tanpa pupuk organo mineral. Hal tersebut terjadi karena pupuk organo mineral adalah kompos yang dilengkapi mineral dan mikrob bermanfaat, salah satunya yaitu bakteri penghasil hormon tumbuh yakni

(26)

12

asam amino, amida, nukleotida, dan nukleoprotein, serta esensial untuk pembelahan sel, pembesaran sel, dan untuk pertumbuhan.

Pada petak utama perlakuan IF8 tanpa pupuk hayati menunjukkan bahwa terjadi penurunan tinggi tanaman pada 45 HST sebesar 110.17 cm menjadi 109 cm pada 60 HST (Tabel 5). Hal tersebut karena adanya serangan hama pada padi yang tidak diaplikasikan pupuk hayati sehingga batang tanaman mudah patah dan saat dilakukan pengamatan pengukuran tinggi tanaman menunjukkan penurunan.

Menurut Mengel dan Kirby (1979) tanaman memerlukan unsur hara yang seimbang untuk proses pertumbuhan. Pada tanah Inceptisol yang digunakan pada penelitian mengandung unsur N total yang tergolong rendah. Kekurangan N menyebabkan terganggunya penyerapan P dan K. Unsur hara N dibutuhkan dalam jumlah yang lebih banyak dibandingkan P dan K untuk fase pertumbuhan tanaman (Taslim et al. 1993). Kekurangan P menyebabkan terganggunya pertumbuhan akar mengakibatkan tanaman menjadi kerdil. Menurut Sufardi (2012) unsur hara P dibutuhkan dalam jumlah yang banyak setelah unsur hara N, karena unsur P berperan untuk pertumbuhan tanaman dari fase vegetatif sampai ke fase generatif. Pupuk hayati dan Organo mineral sebagai bahan yang ditambahkan guna meningkatlkan kesuburan tanah dan membantu menyediakan unsur hara yang dibutuhkan tanaman, mampu menjalankan fungsinya dengan baik. Berdasarkan pengamatan yang dilihat dari pertumbuhan padi yang normal.

Jumlah Anakan

(27)

13 Tabel 6 Pengaruh petak utama dan anak petak terhadap jumlah anakan padi umur

30, 45, 60 HST nyata berdasarkan uji Duncan pada α = 5%

Panjang Malai dan Jumlah Gabah Kering Panen

Perlakuan varietas dan pupuk hayati berpengaruh nyata terhadap panjang malai, dimana Varietas IF8 dengan Pupuk Hayati menghasilkan panjang malai tanaman paling panjang dibandingkan perlakuan lainnya. Sedangkan perlakuan pupuk tidak berpengaruh nyata terhadap panjang malai, meskipun pupuk organo mineral lebih panjang malainya dibanding tanpa pupuk organo mineral (Tabel 7).

Tabel 7 Pengaruh petak utama dan anak petak terhadap panjang malai dan jumlah gabah/malai nyata berdasarkan uji Duncan pada α = 5%

(28)

14

Pupuk Hayati. Perlakuan pupuk tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah gabah isi, gabah hampa, dan gabah total. Pupuk Organo mineral menghasilkan jumlah gabah isi dan gabah total yang lebih banyak dibanding tanpa pupuk organo mineral, sedangkan untuk gabah hampa sama banyak antara tanpa pupuk organo mineral dan dengan pupuk organo mineral.

Bakteri pemicu tumbuh dapat menstimulasi pertumbuhan tanaman (tinggi tanaman, panjang akar, bobot basah, dan bobot kering tanaman). Secara umum keempat strain bakteri pemicu tumbuh ini berpotensi dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman. Peningkatan pertumbuhan ini berkaitan dengan kemampuan bakteri pemicu tumbuh tanaman (BPTT) dalam meningkatkan ketersediaan hara dan menghasilkan hormon-hormon pertumbuhan. Suplai air, hara serta hormon dapat merangsang aktivitas pembelahan dan perkembangan sel tanaman (Sari 2014).

Tanaman padi memerlukan hara untuk pertumbuhan dan perkembangannya, kebutuhan tersebut harus terpenuhi agar tanaman bisa menghasilkan buah. Terdapat beberapa tanaman pada perlakuan tertentu membentuk anakan baru dan bermalai yang sering disebut turiang, namun tidak menghasilkan gabah bernas pada saat dipanen.

Unsur kalium berfungsi untuk tanaman yaitu untuk (a). mempercepat pembentukan zat karbohidrat dalam tanaman; (b). memperkokoh tubuh tanaman; (c). mempertinggi resistensi terhadap serangan hama dan penyakit dan kekeringan; (d). meningkatkan kualitas biji. Pupuk Hayati dan Organo mineral diduga mampu menyediakan unsur hara yang dibutuhkan tanaman terutama Kalium.

Wereng adalah sebutan umum untuk serangga penghisap cairan tumbuhan. Wereng Coklat (Nephotettix sp.) binatang kecil berwana cokelat yang menyerang dan memusnahkan buah padi yang baru mulai muncul, berdaya biak tinggi, daur hidupnya pendek, daya sebarnya cepat, dan daya serangnya ganas. Wereng coklat banyak terdapat di Asia Selatan, Asian Tenggara, Asia Timur. Biasanya menyerang tanaman padi dan menjadi vektor virus kerdil rumput dan kerdil hampa. Hama wereng coklat menghisap cairan sel tanaman dari pembuluh tapis pada batang padi muda atau bulir bulir biji muda yang lunak. Dampak Wereng coklat apabila menyerang tanaman padi, maka tanaman tersebut akan mengering pada satu lokasi secara melingkar di sebut juga hopper burn, bisa menyebabkan gagal panen (puso). Pada penelitian ini, banyaknya jumlah gabah hampa diduga karena terjadi serangan hama wereng coklat secara merata pada percobaan di lapang. Sehingga rata-rata jumlah gabah hampa setiap perlakuan tidak berbeda nyata.

Produktivitas dan Bobot 1000 Bulir

(29)

15 Tabel 8 Pengaruh petak utama dan anak petak terhadap produktivitas dan bobot

1000 bulir Lentera dengan pupuk hayati 3.59 b 24.36 a Anak Petak

Tanpa pupuk organo mineral 4.11 b 22.61 a

Dengan pupuk organo mineral 5.26 a 23.54 a

Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada α = 5%

Padi varietas Lentera tanpa pupuk hayati menghasilkan produktivitas lebih besar 0.37 ton/ha dibandingkan varietas Lentera dengan pupuk hayati (Tabel 8). Hal tersebut dikarenakan padi varietas Lentera tanpa pupuk hayati menghasilkan tinggi tanaman dan panjang malai yang lebih tinggi sehingga jumlah gabah yang dihasilkan lebih banyak dibanding Lentera dengan pupuk hayati. Dapat diduga bahwa varietas Lentera cenderung tidak responsif terhadap aplikasi pupuk hayati.

Pupuk Organo mineral berpengaruh nyata meningkatkan produktivitas tanaman padi. Peningkatan sebesar 1.15 ton/ha dibandingkan tanpa pupuk organo mineral diduga karena pupuk Organo mineral mampu memenuhi kebutuhan hara sehingga tanaman bisa menghasilkan bulir padi. Selain itu, semua variabel pengamatan yakni tinggi tanaman, jumlah anakan, panjang malai, jumlah gabah isi, gabah total, dan bobot 1000 bulir menunjukkan hasil yang lebih tinggi sehingga mendukung produktivitas padi yang lebih tinggi dibandingkan tanpa pupuk organo mineral.

Perbedaan yang tidak nyata terhadap bobot 1000 bulir diduga karena tanah Inceptisol di lahan percobaan tidak mampu menyediakan kebutuhan unsur hara kalium yang kandungannya dalam tanah tidak terlalu tinggi, sehingga tidak memenuhi kebutuhan tanaman padi. Pupuk hayati dan Organo mineral yang ditambahkan juga belum membantu mensuplai kebutuhan unsur hara tersebut sehingga pengisian gabah menjadi tidak sempurna. Dobermann dan Fairhurst (2000) mengatakan bahwa pemberian pupuk K pada tanaman padi dapat meningkatkan jumlah gabah per malai, persentase gabah isi, dan bobot 1000 bulir. Selain itu, diduga serangan hama walang sangit (Leptocorixa acuta) juga menyebabkan bulir padi menjadi tidak berkualitas.

(30)

16

yang dapat mengakibatkan biji berubah warna dan rapuh. Kerusakan dalam fase ini lebih bersifat kualitatif. Pada proses penggilingan, bulir-bulir padi akan rapuh dan mudah patah. Walang sangit juga bisa menjadi vektor patogen

Helminthosporium oryzae (Rismunandar, 2003).

Produktivitas tertinggi dihasilkan oleh perlakuan pupuk Organo mineral varietas IF8 dan dengan penambahan pupuk hayati. Hal ini diduga karena varietas IF8 responsif terhadap pemupukan Organo mineral dan penambahan pupuk hayati. Produktivitas padi varietas Lentera pada semua perlakuan cenderung lebih rendah dibandingkan dengan varietas IF8.

Organo mineral menghasilkan produktivitas yang lebih besar dibandingkan perlakuan tanpa pupuk organo mineral, hal tersebut membuktikan bahwa mikrob yang terkandung didalamnya mampu menyediakan unsur hara yang dibutuhkan selama masa vegetatif dan generatif tanaman.

Bahan organik yang tinggi dalam tanah mendorong pertumbuhan mikrob secara cepat sehingga dapat memperbaiki aerasi tanah, menyediakan energi bagi kehidupan mikrob tanah, meningkatkan aktivitas jasad renik (mikrob tanah), dan meningkatkan kesehatan biologis tanah (Tisdale et al.1993; Dobermann dan Fairhurst 2000; Zaini et al. 2004).

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Perlakuan varietas padi dan pupuk hayati sebagai petak utama tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah anakan, dan bobot 1000 bulir, namun berpengaruh nyata meningkatkan panjang malai, jumlah gabah, dan produktivitas. Perlakuan pupuk organo mineral sebagai anak petak berpengaruh nyata meningkatkan tinggi tanaman, jumlah anakan, dan produktivitas dan tidak nyata terhadap panjang malai, jumlah gabah per malai, dan bobot 1000 bulir.

Saran

Perlu dilakukan penelitian untuk menentukan dosis optimum pupuk hayati dan pupuk organo mineral dalam rangka pengembangan varietas padi IF8 dan Lentera karena kedua varietas tersebut merupakan benih petani lokal yang berpotensi menjadi benih unggul.

DAFTAR PUSTAKA

Abbasi MK, Sharif S, Kazmi M, Sultan T, Aslam M. 2011. Isolation of plant growth promoting rhizobacteria from wheat rhizosphere and their effect on improving growth, yield and nutrient uptake of plants. Plant Biosyst. 159– 168.

(31)

17 (PGPR) for the enhancement of rice growth. Afr J Biotechnol. 8 : 1247-1252.

Badan Pusat Statistik. 2014. Produksi padi sawah nasional. http: //bps .go.id/tnmn_pgn.php?=3&id_subyek=53&notab=0 diakses 16 Januari 2015

[Badan Litbang] Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2007.

Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Padi Sawah. Jakarta (ID): Departemen Pertanian.

Balai Penelitian Tanah. 2005. Analisis Kimia Tanah, Tanaman, Air, dan Pupuk.

Jakarta (ID): Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian.

Baniaghil N, Arzanesh MH, Ghorbanli M, Shahbazi M. 2013. The effect of plant growth promoting rhizobacteria on growth parameters, antioxidant enzymes and microelements of canola under salt stress. J Appl Environ Biol Sci.

3(1): 17-27.

Bhattacharyya P, Jha D. 2011. Plant growth promoting rhizobacteria (PGPR): emergence in agriculture. World J Microb Biotechnol. 28: 1327-1350. Djuniwati S, Pulunggono HB, Suwarno. 2007. Pengaruh pemberian bahan organik

(Centrosema pubescens) dan fosfat alam terhadap aktivitas fosfatase dan fraksi P tanah latosol di Dramaga Bogor. Institut Pertanian Bogor.Jurnal Tanah dan Lingkungan Vol.9, No. 1. ISSN 1410-7333

Dobermann A, Fairhurst T. 2000. Rice Nutrient Disorders and Nutrient Management. Potash & Phosphate Institute (PPI), Potash & Phosphate Institute of Canada (PPIC) and IRRI. p. 2-37.

Fagi AM, Las I. 2007. Membekali petani dengan teknologi maju berbasis kearifan lokal pada era revolusi hijau lestari. hlm. 222-249. Dalam Kasryno F, Pasandaran E, dan Fagi AM (Ed.). Membalik Arus Menuai Kemandirian Petani. Yayasan Padi Indonesia, Jakarta.

Gardner FP, Pearce RB, Mitchel RL. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Herawati Susilo, penerjemah. Jakarta: Universitas Indonesia Press.

Goenadi DH, Isroi. 2003. Aplikasi Bioteknologi dalam Upaya Peningkatan Efisiensi Agribisnis yang Berkelanjutan. Lembaga Riset Perkebunan Indonesia.

Hardjowigeno S. 1992. Ilmu Tanah. Mediyatama Sarana Perkasa, Jakarta. Hardjowigeno S. 1993. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Edisi ke-1 Cetakan

ke-1. Akademika Pressindo, Jakarta.

Husen E, Saraswati R, Hastuti RD. 2006. Rhizobacteri pemacu tumbuh tanaman. Dalam: Simanungkalit RDM, Suriadikarta DA, Saraswati R, Setyorini D, dan Hartatik W, editor. Pupuk Organik dan Pupuk Hayati. Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan. Bogor. hlm 191-210.

Kannahi M, Kowsalya M. 2013. Efficiency of plant growth promoting rhizobacteria for the enhancement of Vigna mungo growth. J Chem Pharm Res. 5(5): 46-52.

Mengel K, Kirkby EA. 1979. Principle of Plant Nutrition. 593p. International Potash Institute, Werblanfen Bern. Switzerland.

Nurdin. 2012. Morfologi, sifat fisik dan kimia tanah inceptisols dari bahan Lakustrin Paguyaman Gorontalo kaitannya dengan pengelolaan tanah.

(32)

18

Peraturan Menteri Pertanian Nomor 70/Permentan/SR.140/10/2011 tentang Pupuk Organik, Pupuk Hayati, dan Pembenah Tanah. Jakarta.

Qamara W, Setiawan A. 1995. Pengantar Produksi Benih. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Saraswati R, Sumarno. 2008. Pemanfaatan mikrob penyubur tanah sebagai komponen teknologi pertanian. Iptek Tanaman Pangan Vol.3.No.1.

Sari NK. 2014. Uji efektivitas bakteri pemicu tumbuh tanaman penyusun pupuk hayati provibio [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor

Simanungkalit RDM. 2001. Aplikasi pupuk hayati dan pupuk kimia: suatu pendekatan terpadu. Buletin AgroBio. 4(2): 56-61.

Simarmata T. 2011. Biofertilizers for Sustainable Agriculture Practices In Indonesia. Paper and Handout for Visiting Lecturer; 2011 October 17-21; Department for Crop Science - Crop Production Systems in the Tropics – Georg – August – University Göttingen – Germany.

Soepardi G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Soepraptohardjo M, Suhardjo H. 1978. Rice soils in Indonesia. P. 99-144 In IRRI,

Soils and Rice. Los Banos, Philippines.

Sisworo WH. 2006. Swasembada pangan dan pertanian berkelanjutan tantangan abad dua satu: Pendekatan ilmu tanah, tanaman dan pemanfaatan iptek nuklir. Dalam Hanafiah A, Mugiono WS, Sisworo EL. Badan Tenaga Nuklir Nasional, Jakarta. 207 hlm.

Subagyo H, Suharta, Siswanto AB. 2000. Tanah-tanah Pertanian di Indonesia,

dalam Sumberdaya Lahan di Indonesia dan Pengelolaannya. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Jakarta.

Sufardi. 2012. Pengantar Nutrisi Tanaman. Bina Nanggroe. Universitas Syiah Kuala. Banda Aceh.

Taslim H, Soetjipto P, Subandi. 1993. Pemupukan Padi Sawah. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor.

Tisdale SL, Nelson WL, Beaton JD, Halvlin JL. 1993. Soil Fertility and Fertilizer. Fifth Edition. Macmillan Pub. Co. New York, Canada, Toronto, Singapore, Sidney. p. 462-607.

Verma JP, Yadav J, Tiwari KN, Lavakush SV. 2010. Impact of plant growth promoting rhizobacteria on crop production. Int J Agric Res. 5(11): 954-983.

Verma JP, Yadav J, Tiwari KN, Kumar A. 2013. Effect of indigenous

Mesorhizobium spp. and plant growth promoting rhizobacteria on yields and nutrients uptake of chickpea (Cicer arietinum L.) under sustainable agriculture. Ecol Eng. 51: 282–286.

Vessey JK. 2003. Plant growth promoting rhizobacteria as biofertilizers. Plant Soil. 255: 571-586.

(33)

19

LAMPIRAN

Lampiran 1 Tinggi tanaman pada 30, 45, dan 60 HST

NO 1 IF8 tanpa pupuk hayati Tanpa organo

mineral 1 91 103 96

2 IF8 tanpa pupuk hayati Tanpa organo

mineral 2 90 100 100

3 IF8 tanpa pupuk hayati Tanpa organo

mineral 3 95 105 106

4 IF8 tanpa pupuk hayati Dengan organo

mineral 1 89 120 113

5 IF8 tanpa pupuk hayati Dengan organo

mineral 2 101 118 122

6 IF8 tanpa pupuk hayati Dengan organo

mineral 3 98 115 117

7 IF8 dengan pupuk hayati Tanpa organo

mineral 1 98 105 112

8 IF8 dengan pupuk hayati Tanpa organo

mineral 2 89 100 106

9 IF8 dengan pupuk hayati Tanpa organo

mineral 3 98 108 109

10 IF8 dengan pupuk hayati Dengan organo

mineral 1 98 115 112

11 IF8 dengan pupuk hayati Dengan organo

mineral 2 90 118 124

12 IF8 dengan pupuk hayati Dengan organo

mineral 3 100 120 126

13 Lentera tanpa pupuk hayati Tanpa organo

mineral 1 90 103 104

14 Lentera tanpa pupuk hayati Tanpa organo

mineral 2 85 98 100

15 Lentera tanpa pupuk hayati Tanpa organo

mineral 3 87 101 103

16 Lentera tanpa pupuk hayati Dengan organo

mineral 1 111 132 135

17 Lentera tanpa pupuk hayati Dengan organo

mineral 2 101 120 123

18 Lentera tanpa pupuk hayati Dengan organo

mineral 3 114 128 131

19 Lentera dengan pupuk hayati Tanpa organo

mineral 1 68 84 90

20 Lentera dengan pupuk hayati Tanpa organo

mineral 2 88 103 107

21 Lentera dengan pupuk hayati Tanpa organo

mineral 3 79 100 104

22 Lentera dengan pupuk hayati Dengan organo

mineral 1 100 122 128

23 Lentera dengan pupuk hayati Dengan organo

mineral 2 105 120 127

24 Lentera dengan pupuk hayati Dengan organo

mineral 3 106 118 123

(34)

20

Lampiran 2 Jumlah anakan pada 30, 45, dan 60 HST

NO 1 IF8 tanpa pupuk hayati Tanpa organo

mineral

1 10 11 11

2 IF8 tanpa pupuk hayati Tanpa organo mineral

2 11 13 13

3 IF8 tanpa pupuk hayati Tanpa organo mineral

3 10 12 12

4 IF8 tanpa pupuk hayati Dengan organo mineral

1 11 14 15

5 IF8 tanpa pupuk hayati Dengan organo mineral

2 9 14 17

6 IF8 tanpa pupuk hayati Dengan organo mineral

3 10 13 17

7 IF8 dengan pupuk hayati Tanpa organo mineral

1 8 10 13

8 IF8 dengan pupuk hayati Tanpa organo mineral

2 9 11 12

9 IF8 dengan pupuk hayati Tanpa organo mineral

3 10 12 13

10 IF8 dengan pupuk hayati Dengan organo mineral

1 9 15 21

11 IF8 dengan pupuk hayati Dengan organo mineral

2 9 14 14

12 IF8 dengan pupuk hayati Dengan organo mineral

3 11 16 19

13 Lentera tanpa pupuk hayati Tanpa organo mineral

1 7 8 8

14 Lentera tanpa pupuk hayati Tanpa organo mineral

2 5 7 7

15 Lentera tanpa pupuk hayati Tanpa organo mineral

3 10 11 12

16 Lentera tanpa pupuk hayati Dengan organo mineral

1 12 14 15

17 Lentera tanpa pupuk hayati Dengan organo mineral

2 11 16 20

18 Lentera tanpa pupuk hayati Dengan organo mineral

3 12 16 18

19 Lentera dengan pupuk hayati Tanpa organo mineral

1 8 10 15

20 Lentera dengan pupuk hayati Tanpa organo mineral

2 11 13 14

21 Lentera dengan pupuk hayati Tanpa organo mineral

3 8 9 10

22 Lentera dengan pupuk hayati Dengan organo mineral

1 16 21 30

23 Lentera dengan pupuk hayati Dengan organo mineral

2 14 18 27

24 Lentera dengan pupuk hayati Dengan organo mineral

3 15 20 26

(35)

21 Lampiran 3 Produktivitas dan bobot 1000 bulir padi

NO

Petak Utama Anak Petak

1 IF8 tanpa pupuk hayati Tanpa organo mineral

1 4.74 20.06

2 IF8 tanpa pupuk hayati Tanpa organo mineral

2 4.40 20.53

3 IF8 tanpa pupuk hayati Tanpa organo mineral

3 3.88 21.93

4 IF8 tanpa pupuk hayati Dengan organo mineral

1 5.22 21.75

5 IF8 tanpa pupuk hayati Dengan organo mineral

2 3.51 28.11

6 IF8 tanpa pupuk hayati Dengan organo mineral

3 5.00 22.31

7 IF8 dengan pupuk hayati Tanpa organo mineral

1 5.24 20.19

8 IF8 dengan pupuk hayati Tanpa organo mineral

2 8.47 23.37

9 IF8 dengan pupuk hayati Tanpa organo mineral

3 3.58 21.74

10 IF8 dengan pupuk hayati Dengan organo mineral

1 7.31 21.69

11 IF8 dengan pupuk hayati Dengan organo mineral

2 8.07 22.06

12 IF8 dengan pupuk hayati Dengan organo mineral

3 7.68 22.22

13 Lentera tanpa pupuk hayati Tanpa organo mineral

1 2.02 24.81

14 Lentera tanpa pupuk hayati Tanpa organo mineral

2 4.15 23.01

15 Lentera tanpa pupuk hayati Tanpa organo mineral

3 3.77 21.90

16 Lentera tanpa pupuk hayati Dengan organo mineral

1 3.39 24.40

17 Lentera tanpa pupuk hayati Dengan organo mineral

2 4.13 24.05

18 Lentera tanpa pupuk hayati Dengan organo mineral

3 6.27 23.45

19 Lentera dengan pupuk hayati Tanpa organo mineral

1 2.52 24.96

20 Lentera dengan pupuk hayati Tanpa organo mineral

2 3.27 23.99

21 Lentera dengan pupuk hayati Tanpa organo mineral

3 3.24 24.82

22 Lentera dengan pupuk hayati Dengan organo mineral

1 3.48 21.58

23 Lentera dengan pupuk hayati Dengan organo mineral

2 4.46 26.67

24 Lentera dengan pupuk hayati Dengan organo mineral

3 4.58 24.14

(36)

22

Lampiran 4 Panjang malai tanaman padi

NO PERLAKUAN U* PANJANG MALAI

(cm)

Petak Utama Anak Petak

1 IF8 tanpa pupuk hayati Tanpa organo mineral 1 27.7 2 IF8 tanpa pupuk hayati Tanpa organo mineral 2 30.9 3 IF8 tanpa pupuk hayati Tanpa organo mineral 3 30.7 4 IF8 tanpa pupuk hayati Dengan organo

mineral 1 32.1

5 IF8 tanpa pupuk hayati Dengan organo

mineral 2 28.6

6 IF8 tanpa pupuk hayati Dengan organo

mineral 3 29.1

7 IF8 dengan pupuk hayati Tanpa organo mineral 1 29.2 8 IF8 dengan pupuk hayati Tanpa organo mineral 2 32.1 9 IF8 dengan pupuk hayati Tanpa organo mineral 3 31.6 10 IF8 dengan pupuk hayati Dengan organo

mineral 1 31.7

11 IF8 dengan pupuk hayati Dengan organo

mineral 2 32.0

12 IF8 dengan pupuk hayati Dengan organo

mineral 3 30.7

13 Lentera tanpa pupuk hayati Tanpa organo mineral 1 27.8 14 Lentera tanpa pupuk hayati Tanpa organo mineral 2 32.2 15 Lentera tanpa pupuk hayati Tanpa organo mineral 3 29.7 16 Lentera tanpa pupuk hayati Dengan organo

mineral 1 32.2

17 Lentera tanpa pupuk hayati Dengan organo

mineral 2 31.7

18 Lentera tanpa pupuk hayati Dengan organo

mineral 3 29.6

19 Lentera dengan pupuk

hayati Tanpa organo mineral 1 28.3

20 Lentera dengan pupuk

hayati Tanpa organo mineral 2 28.3

21 Lentera dengan pupuk

hayati Tanpa organo mineral 3 24.1

22 Lentera dengan pupuk hayati

Dengan organo

mineral 1 28.0

23 Lentera dengan pupuk hayati

Dengan organo

mineral 2 30.3

24 Lentera dengan pupuk hayati

Dengan organo

mineral 3 27.9

(37)

23 Lampiran 5 Jumlah gabah isi, gabah hampa, dan gabah total tanaman padi

NO PERLAKUAN U* 4 IF8 tanpa pupuk hayati Dengan organo

mineral 1 248 84 332

5 IF8 tanpa pupuk hayati Dengan organo

mineral 2 152 67 219

6 IF8 tanpa pupuk hayati Dengan organo

mineral 3 208 78 286

7 IF8 dengan pupuk hayati Tanpa organo mineral 1 180 145 325 8 IF8 dengan pupuk hayati Tanpa organo mineral 2 303 78 381 9 IF8 dengan pupuk hayati Tanpa organo mineral 3 199 112 311 10 IF8 dengan pupuk hayati Dengan organo

mineral 1 278 104 382

11 IF8 dengan pupuk hayati Dengan organo

mineral 2 233 76 309

12 IF8 dengan pupuk hayati Dengan organo

mineral 3 265 124 389

13 Lentera tanpa pupuk hayati Tanpa organo mineral 1 120 87 207 14 Lentera tanpa pupuk hayati Tanpa organo mineral 2 200 91 291 15 Lentera tanpa pupuk hayati Tanpa organo mineral 3 198 128 326 16 Lentera tanpa pupuk hayati Dengan organo

mineral 1 158 170 328

17 Lentera tanpa pupuk hayati Dengan organo

mineral 2 131 99 230

18 Lentera tanpa pupuk hayati Dengan organo

mineral 3 222 154 376

19 Lentera dengan pupuk

hayati Tanpa organo mineral 1 83 143 226 20 Lentera dengan pupuk

hayati Tanpa organo mineral 2 100 96 196 21 Lentera dengan pupuk

hayati Tanpa organo mineral 3 90 70 160 22 Lentera dengan pupuk

hayati

Dengan organo

mineral 1 95 151 246

23 Lentera dengan pupuk hayati

Dengan organo

mineral 2 138 86 224

24 Lentera dengan pupuk hayati

Dengan organo

mineral 3 109 97 206

(38)

24

Lampiran 6 Sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap tinggi tanaman 30 HST Sumber Keragaman Derajat

Pupuk Organo mineral 1 1001.042 1001.042 60.36 **<.0001 Varietas dan Pupuk

Keterangan : * = interaksi, ** = berpengaruh nyata pada taraf 5%

Lampiran 7 Sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap tinggi tanaman 45 HST Sumber Keragaman Derajat

Pupuk Organo mineral 1 2320.667 2320.667 97.88 **<.0001 Varietas dan Pupuk

Keterangan : * = interaksi, ** = berpengaruh nyata pada taraf 5%

Lampiran 8 Sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap tinggi tanaman 60 HST Sumber Keragaman Derajat

Pupuk Organo mineral 1 2480.667 2480.667 75.36 **<.0001 Varietas dan Pupuk

Keterangan : * = interaksi, ** = berpengaruh nyata pada taraf 5%

Lampiran 9 Sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap jumlah anakan 30 HST Sumber Keragaman Derajat

(39)

25 Lampiran 10 Sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap jumlah anakan 45 HST

Sumber Keragaman Derajat

Keterangan : * = interaksi, ** = berpengaruh nyata pada taraf 5%

Lampiran 11 Sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap jumlah anakan 60 HST Sumber Keragaman Derajat

Pupuk Organo mineral 1 408.375 408.375 124.06 **<.0001 Varietas dan Pupuk

Keterangan : * = interaksi, ** = berpengaruh nyata pada taraf 5%

Lampiran 12 Sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap produktivitas Sumber Keragaman Derajat

Keterangan : * = interaksi, ** = berpengaruh nyata pada taraf 5%

Lampiran 13 Sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap bobot 1000 bulir Sumber Keragaman Derajat

(40)

26

Lampiran 14 Sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap panjang malai Sumber Keragaman Derajat

Keterangan : * = interaksi

Lampiran 15 Sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap jumlah gabah isi per malai Sumber Keragaman Derajat

Keterangan : * = interaksi, ** = berpengaruh nyata pada taraf 5%

Lampiran 16 Sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap jumlah gabah hampa per malai

(41)

27 Lampiran 17 Sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap jumlah gabah total per

malai

Sumber Keragaman Derajat bebas

Jumlah Kuadrat

Kuadrat terkecil

F hitung Pr > F Hitung Varietas dan Pupuk Hayati 3 59767.458 19922.486 4.62 **0.0371

Galat (a) 8 13813.667 1726.708

Pupuk Organo mineral 1 1365.042 1365.042 0.32 0.5890 Varietas dan Pupuk

Hayati*Pupuk Organo mineral

3 4018.458 1339.486 0.31 0.8173

Galat (b) 8 34485.000 4310.625

Total 23 113449.625

Keterangan : * = interaksi, ** = berpengaruh nyata pada taraf 5%

Lampiran 18 Kandungan unsur hara pupuk organo mineral

No Parameter Kandungan Unsur Hara Metode

1 C-organik 44.61 % CNS Analyzer

2 C/N rasio 4.78 Calculation

3 Nitrogen (N) 9.34 % CNS Analyzer

4 Kalium (K2O) 8.88 % Flamephotometer

5 Fosfor (P2O5) 9 % Spectrophotometer

6 Kadar air 22.69 % Gravimetric

7 Zink (Zn) 143.1 ppm AAS

8 Cuprum (Cu) 46.7 ppm AAS

9 Mangan (Mn) 75.1 ppm AAS

10 Fe-total 153.6 ppm AAS

11 Cobalt (Co) tr ppm AAS

12 Molibdat (Mo) 0.2 ppm AAS

13 Boron (B) 31.6 ppm AAS

(42)

28

Lampiran 19 Kriteria penilaian hasil analisis tanah (Balittanah 2005) Parameter tanah

Nilai Sangat

rendah Rendah Sedang Tinggi

Sangat tinggi

C (%) <1 1-2 2-3 3-5 >5

N (%) <0.1 0.1-0.2 0.21-0.5 0.51-0.75 >0.75

C/N <5 5-10 11-15 16-25 >25

P2O5 HCl 25% (mg/100 g) <15 15-20 21-40 41-60 >60 P2O5 Bray (ppm P) <4 5-7 8-10 11-15 >15 P2O5 Olsen (ppm P) <5 5-10 11-15 16-20 >20 K2O HCl 25 % (mg/100 g) <10 10-20 21-40 41-60 >60 KTK/CEC (me/100 g tanah) <5 5-16 17-24 25-40 >40 Susunan kation

Ca (me/100 g tanah) <2 2-5 6-10 11-20 >20 Mg (me/100 g tanah) <0.3 0.4-1 1.1-2.0 2.1-8.0 >8 K (me/100 g tanah) <0.1 0.1-0.3 0.4-0.5 0.6-1.0 >1 Na (me/100 g tanah) <0.1 0.1-0.3 0.4-0.7 0.8-1.0 >1 Kejenuhan basa (%) <20 20-40 41-60 61-80 >80 Kejenuhan alumunium (%) <5 5-10 11-20 20-40 >40 Cadangan mineral (%) <5 5-10 11-20 20-40 >40 Salinitas/DHL (dS/m) <1 1-2 2-3 3-4 >4 Persentase natrium dapat

ditukar/ESP (%) <2 2-3 5-10 10-15 >15

Sangat

masam Masam

Agak

masam Netral

Agak

(43)

29

RIWAYAT HIDUP

Gambar

Tabel 1 Hasil demonstrasi area Provibio pada komoditas padi sawah, Kabupaten
Gambar 1 Denah petak percobaan
Tabel 3 Sifat Kimia dan Fisik Tanah Inceptisol Situgede, Bogor
Tabel 4 Deskripsi padi petani lokal varietas IF8 dan Lentera
+4

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan massa minyak plastik pada plastik PP diketahui semakin tinggi suhu pirolisis maka perolehan massa minyak akan semakin tinggi. Namun pada plastik HDPE nilai

pembelajaran supaya guru tidak menyimpang dari tema yang akan disampaikan kepada anak pada saat pembelajaran berlangsung. sudah dapat memenuhi segala kebutuhan yang

Heckhausen (dalam Martaniah, 1982:31) mengatakan bahwa motif berprestasi adalah motif yang mendorong individu untuk berpacu dengan ukuran keunggulan yang didapat

kemudian dimasukkan ke GDWD LQSXW ¿OH 3URVHV VLPXODVL PRGHO 6:$7 GLODNXNDQ PHODOXL WDKDSDQ \DLWX GHOLQLDVL '$6 SHPEHQWXNDQ hydrological response unit +58 SHQJRODKDQ GDWD GDQ

Total hasil skoring pada Tabel 7 menje- laskan bahwa hasil penilaian terhadap keselu- ruhan aspek menghasilkan bahwa teknologi pe- nangkapan yang paling tepat (prioritas

Alat pemindah barang menggunakan aplikasi android berbasis Bluetooth merupakan sebuah alat yang dapat memudahkan pekerjaan manusia dalam mengangkat dan memindahkan barang

bahwasanya saat ini beredar sms di kalangan mahasiswa dengan mengatasnamakan Direktur Poltekkes Surakarta (Satino,SKM,MSc.N) yang menginformasikan adanya dana beasiswa

UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 2014 DAN 2013 PEMERINTAH KABUPATEN KERINCI.. Urusan Pemerintahan : 1