• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbedaan motif berprestasi antara etnis tionghoa peranakan dengan etnis tionghoa totok - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Perbedaan motif berprestasi antara etnis tionghoa peranakan dengan etnis tionghoa totok - USD Repository"

Copied!
124
0
0

Teks penuh

(1)

PERBEDAAN MOTIF BERPRESTASI ANTARA ETNIS

TIONGHOA PERANAKAN DENGAN ETNIS TIONGHOA

TOTOK

Skripsi

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana psikologi

program studi psikologi

Disusun oleh

Yun Anita Aditya

NIM : 999114073

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)

--

--

--

--

I believe i can fly,

I believe I can touch the sky,

(5)
(6)

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 30 November, 2007 Penulis

(7)

ABSTRAK

PERBEDAAN MOTIF BERPRESTASI ANTARA ETNIS TIONGHUA PERANAKAN DENGAN ETNIS TIONGHUA TOTOK

Yun Anita Aditya Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta 2007

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan tingkat motif berprestasi antar Etnis Tionghua Peranakan dengan Etnis Tionghua Totok. Motif berprestasi (need of achievement) diartikan sebagai motif yang mendorong individu untuk berpacu dengan ukuran keunggulan yang didapat dari dirinya sendiri, yang berkaitan dengan prestasi yang dicapai dimasa lalu dan digunakan sebagai pembanding (self related standard of excellence), prestasi yang dicapai oleh orang lain (other related standard of exlellence), dan dapat pula dari suatu ukuran yang berhubungan dengan kesempurnaan hasil tugas (task related standard of excellence). Empat unsur penyebab motif berprestasi, yaitu kemampuan (kekuatan), usaha, kesukaran tugas, dan keberuntungan (kebetulan).

Subyek dari penelitian ini berjumlah 44 orang yang semuanya Etnis Tionghua dengan perbandingan 21 subyek Etnis Tionghua Totok dan 23 subyek Etnis Tionghua Peranakan. Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah skala untuk mengukur tingkat motif berprestasi pada tiap-tiap subyek.

Uji reliabilitas skala untuk tingkat motif berprestasi ini mendapatkan koefisien reliabilitas sebesar 0.915. ini menunjukan skala yang digunakan mampu mengukur tingkat motif berprestasi pada subyek. Penelitian ini bersifat perbandingan dua variabel bebas, maka tehnik analisis yang digunakan adalah uji-t unuji-tuk sampel bebas (Independent sample t-test) dari SPSS 13.00 for windows.

(8)

ABSTRACT

THE DIFFERENT OF NEED FOR ACHIEVEMENT BETWEEN PERANAKAN TIONGHUA ETNIC AND TOTOK TIONGHUA ETNIC

Yun Anita Aditya Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta 2007

This research have purpose to know the The Different of Need for Achievement Between Peranakan Tionghua Etnic and Totok Tionghua Etnic. Need for Achievement means need that drive people to race with standart of excellence which get by it self, which connected with achievement that reach from the past and use it as comparation (self related standard of excellence), achievement that reach by other people (other related standard of exlellence), and can be by a standart which connected with perfection task result (task related standard of excellence). The four element of need for achievement are ability (power), work, difficulty task, luck (serendepity)

Subject in this research are 44 people which of 21 Totok Tionghua Etnic and 23 Peranakan Tionghua Etnic. The method used scale which containing some statement to measure need for achievement level for each subject.

The result of the test of reliability this scale is 0.915. This result show that the scale good to the test the need for achievement for each subject. Because of this research is comparing beetween two independent variabels the technique use the independent sample t-test. The analyse of the research use program of SPSS 13.0 for windows.

From the result of t-test is equal to 0.417 that indicating this the hipothesis of this research was refused. The hypothesis indicate that there are no difference of need for achievement between Peranakan Tionghua Etnic and Totok Tionghua Etnic.

(9)

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

Nama : Yun Anita Aditya

Nomor Mahasiswa : 999114073

Demi perkembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

PERBEDAAN MOTIF BERPRESTASI ANTARA ETNIS TIONGHOA PERANAKAN DENGAN ETNIS TIONGHOA TOTOK.

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada).Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihakan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet, atau media lain untuk kepantingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya, maupun memberikan royalti kepada saya, selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal: 22 Februari 2008

Yang menyatakan

(10)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yesus kristus karena berkat dan kasih karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Perbedaan Motif Berprestasi antara Etnis Tionghoa Peranakan dengan Etnis Tionghoa Totok”. Penulisan skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan dari Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.

Penulisan skripsi ini tidak akan berhasil tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, baik yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung. Maka dalam kesempatan ini perkenankanlah saya mengucapkan terima kasih sedalam-dalamnya pada :

1. Bapak Eddy Suhartanto, S.Psi., M.Si. Terimakasih atas waktu yang diluangkan untuk saya.

2. Ibu Sylvia Carolina MYM., S.Psi., M.Si. Terimakasih atas perjuangannya. 3. Bapak Dr. A. Supratikya. Terimakasih telah meluangkan waktu

membimbing dan mengkoreksi skripsi saya dengan penuh kesabaran. 4. Ibu A. Tanti Arini, S.Psi., M.Si. Terimakasih telah membimbing saya dan

menjadi motivator dikala saya mulai merasa putus asa.

5. Ibu Kristiana Dewayani, S.Psi., M.Si. Terimakasih telah memberikan masukan-masukan dalam penyusunan skripsi saya.

(11)

7. Seluruh Dosen Fakultas Psikologi. Terimakasih telah membagikan ilmunya pada ku sehingga aku jadi seperti ini.

8. Mba’ Nanik dan Mas Gandung. Terimakasih telah membantu saya selama berada di Sanata Dharma.

9. Dua sejoli Mas Muji “Beckham”dan Mas donny”sssstttt….”Matur nuwun sanget.

10.Pa’ Gi. Makasih buat senyummu, like a sunshine di Sanata Dharma.

11.My Bro and Sist. Thanks udah dukung dan melindungi aku selama ini. Kalian malah terkadang jadi kakak buat aku. Aku tahu ini semua tak mudah juga buat kalian. Ayo kita wujudkan semua yang kita cita-citakan selama ini.

12.Buat teman - teman seperjuanganku para penggemar tempe bosok, Della Pus…makasih buat pinjaman komputer dan printernya sampe jadi nge hang, jadi temen diskusi bikin skripsi dan nonton “heroes” Thanks juga udah jadi a shoulder 2 cry on buat aku. Asti, makasih udah sabar dengerin keluh kesah ku yang rada-rada ajaib.

13.Ooh Tony yang kecil, item, kriting, idup lage. Makasih buat dukungannya. Ayo semangat…….aza aza fighting….

14.Teman angkatan 99: Vincent, Andi, Milli, Rany, Vero”Schumi”, Uni. Akhirnya kita lulus yooooo…….

15.Buat Enny. We still friend kan ??? Enjoy Ur life.

(12)

17.Rino”Pinky”Wijaya, teman ngalong dalam suka dan duka. You like a brother for me. Thanks for everything. Hidup M_ _ _ M lol

18.Evi”Panda”, Irma, Iin. Makasih buat support dan perhatiannya selama ini. 19.Gank kost Ebenhaizer : Jendhol, Shinta, Yuli, Omar, Yorita, Yusan, Choco

Chip, Moelly, Lincex terimakasih telah menyemarakkan hidupku. Buat mba Rofi yang selalu bukain pintu buat aku, makasih ya mba….

20.Mba nya WTC. Makasih uda mau aku repotin dan dengerin kisah ala sinetron dariku.

21. Semua Pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang membantu dalam penyusunan skripsi ini. Terimakasih banyak…..

Yogyakarta, 30 November 2007

(13)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL………..………...…. i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING………...……...……. ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

HALAMAN MOTTO... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... vi

ABSTRAK... vii

ABSTACT... viii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN... ix

KATA PENGANTAR... x

DAFTAR ISI...xiii

DAFTAR TABEL...xvi

BAB I. PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Rumusan Masalah... 9

C. Tujuan Penelitian... 9

D. Manfaat Penelitian... 9

BAB II. LANDASAN TEORI... 10

A. Etnis Tionghoa... 10

B. Motif Berprestasi... 18

(14)

2. Pengertian Motif Breprestasi... 21

3. Ciri –ciri Individu dengan Motif Berprestasi yang Tinggi... 22

4. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Motif Berprestasi... 26

C. Perbedaan Motif Berprestasi antara Etnis Tionghoa Peranakan dengan Etnis Tionghoa Totok... 31

D. Hipotesis... 33

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN... 35

A. Jenis Penelitian... 35

B. Indentifikasi Variabel Penelitian... 35

C. Definisi Operasional Penelitian……...………... 35

D. Subjek Penelitian………...……….. 38

E. Metode dan Alat Pengumpulan Data………...… 38

F. Validitas dan Reliabilitas………..………..…………. 41

1. Validitas………..………..……….………… 41

2. Reliabilitas………...………...…… 42

G. Metode Analisis Data………...………..…….. 43

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 44

A. Pelaksanaan Penelitian………...……….. 44

B. Hasil Penelitian... 44

1. Uji Asumsi... 44

2. Deskripsi Data Penelitian... 46

3. Uji Hipotesis... 48

(15)

BAB V. PENUTUP... 55

A. Kesimpulan... 55

B. Saran – Saran... 56

DAFTAR PUSTAKA... 59

LAMPIRAN – LAMPIRAN... xvii 1. Skala Uji Coba Motif Berprestasi.

2. Data Uji Coba , Reliabilitas dan Validitas Data Uji Coba.

3. Data Sesudah Uji Coba, Reliabilitas dan Validitas Data Susudah Uji Coba. 4. Skala Penelitian Motif Berprestasi

(16)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Skor Skala Motif Berprestasi... 39

Tabel 2. Blue Print dan Distribusi Item Skala Motif Berprestasi berdasarkan Sikap Favorable dan Unfavorable Sebelum Uji Coba…... 40

Tabel 3. Susunan Nomor Item Skala Motif Berprestasi Setelah Uji Coba... 42

Tabel 4. Ringkasan One Sample Kolmogorov Smirnov Test... 45

Tabel 5. Ringkasan Levene test... 46

Tabel 6. Ringkasan Deskripsi Data Penelitian Tabel 6.1. Ringkasan Deskripsi Data Penelitian Berdasarkan Seluruh Subjek... 46

Tabel 6.2. Ringkasan Deskripsi Data Penelitian Berdasarkan Etnis Tionghoa Peranakan... 46

Tabel 6.3. Ringkasan Deskripsi Data Penelitian Berdasarkan Etnis Tionghoa Totok... 46

(17)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia didiami oleh berbagai macam suku bangsa asli maupun keturunan, misalnya Sunda, Jawa, Batak Minang, China, Arab dan sebagainya. Yang dimaksud suku bangsa asli yang mendiami suatu daerah adalah suku bangsa, penduduk asli yang mendiami suatu daerah, misalnya Sunda, Jawa, Batak, dan Minang. Sedang yang dimaksud suku bangsa keturunan adalah penduduk, suku bangsa dari luar Indonesia yang berdiam di Indonesia dalam jangka waktu yang lama, menikah kemudian menghasilkan keturunan di Indonesia seperti layaknya penduduk Indonesia ( Gondomono, 2002 )

(18)

Salah satu yang mendorong munculnya perilaku pada individu adalah ketika individu memiliki dorongan yang bertujuan memenuhi kebutuhannya. Ketika seseorang membutuhkan sesuatu maka dia akan berusaha memenuhinya dan cara memenuhi kebutuhan itu akan mendorong terjadinya perilaku yang khas. Dorongan yang muncul dari individu untuk memenuhi kebutuhannya disebut motivasi.

Parwitasari 2002:17 menyatakan bahwa motif adalah suatu keadaan yang mengakibatkan individu bertingkah laku untuk memenuhi atau mencapai tujuan. Motif yang menjadi tingkah laku konkrit disebut motivasi. Lebih diperjelas lagi oleh Herdianingrum (2004) bahwa motif adalah suatu kondisi internal atau dorongan, yang bisa saja berasal dari dalam individu atau dari luar individu yang mendorong dan mengarahkan individu untuk melakukan suatu usaha untuk mencapai tujuan tertentu serta memuaskan kebutuhan atau keinginan individu. Sedangkan motivasi adalah proses dari dalam individu yang memberi dorongan kepada motif untuk melakukan usaha (tingkah laku) dalam mencapai tujuannya serta untuk memuaskan kebutuhannya.

Anoraga (1995:44) mengatakan motivasi adalah dorongan, keinginan sehingga individu melakukan suatu kegiatan atau pekerjaan dengan memberikan yang terbaik darinya, baik waktu maupun tenaga, demi tercapainya tujuan yang diinginkan.

(19)

yang ada dalam masyarakat dimana individu itu tinggal walaupun manusia memiliki kriteria sendiri terhadap kualitas perilaku yang dihasilkannya. Kriteria itu dapat berupa prestasi orang lain ataupun prestasi diri sendiri yang pernah dicapai sebelumnya.

Adanya need of achievement menyebabkan manusia memiliki dorongan untuk berbuat lebih baik daripada orang lain guna mencapai sukses, sesuai dengan standar yang ditetapkan sendiri. Walaupun demikian faktor masyarakat atau lingkungan sekitar turut andil dalam terbentuknya need of achievement. Dengan demikian manusia selalu ingin menjadi lebih baik daripada lingkungan dan memenuhi tuntutan yang ada di masyarakat.

McClelland (1985), berpendapat bahwa individu yang mempunyai motif berprestasi yang cukup tinggi juga mempunyai sikap positif terhadap situasi berprestasi dan akan lebih berprestasi dalam situasi dimana dia dapat berpacu dengan ukuran keunggulan yang diinternalisasi, serta prestasinya akan lebih baik jika tujuannya dapat ditentukan sendiri. Motif ini terefleksikan dalam perilaku-perilaku seperti pencapaian tujuan yang sulit, penentuan rekor baru, ingin sukses dalam penyelesaian tugas-tugas sulit, dan mengerjakan sesuatu selesai sebelum batas waktunya.

(20)

karena memiliki tingkat kecemasan yang tinggi.

Tinggi rendahnya motif berprestasi pada individu dipengaruhi oleh banyak hal antara lain lingkungan seperti keluarga, dan masyarakat sekitar berupa nilai-nilai, falsafah hidup yang diajarkan oleh orang tua secara turun temurun pada seseorang. Selain itu motif berprestasi juga dipengaruhi oleh individu itu sendiri seperti perkembangan kognitif dan atribusi diri.

Winterbottom (dalam Jung, 1978) melakukan penelitian dengan mewawancarai wanita-wanita berumur duapuluh sembilan tahun dengan taraf motif berprestasi yang bervariasi. Dia menemukan bahwa ibu yang memiliki anak dengan motif berprestasi yang tinggi melatih kemandirian anak mereka pada usia yang lebih dini dibandingkan dengan ibu yang memiliki anak dengan motif berprestasi yang rendah. Lebih lanjut Winterbottom mengatakan bahwa ibu dari anak dengan motif beprestasi yang tinggi memberikan dorongan lebih banyak dan semangat untuk mencapai kemandirian daripada ibu dari anak dengan motif berprestasi yang rendah. Mereka lebih membatasi anak mereka.

(21)

Nilai-nilai dan falsafah hidup yang diajarkan sejak individu kecil, dalam hal ini need of achievement, biasanya akan tertanam hingga dewasa. Nilai-nilai dan falsafah itu sendiri merupakan hasil dari kebudayaan yang berbeda-beda. Ada kebudayaan yang menekankan pada need of achievement yang tinggi, ada juga yang tidak begitu menekankan perlunya need of achievement.

McClelland menyatakan hipotesis (dalam Herdianingrum, 2004:20) bahwa ada hubungan antara motif berprestasi dengan keberhasilan berwirausaha dan akibatnya bagi petumbuhan ekonomi bangsa. Menurut McClelland guna mempercepat kemajuan di negara berkembang perlu ditingkatkan motif berprestasi rata-rata dalam masyarakat. Hal ini berdasarkan atas hasil-hasil penelitiannya di berbagai negara, bahwa di negara-negara maju ternyata motif berprestasi rata-rata dalam masyarakat lebih tinggi dibandingkan dengan motif berprestasi rata-rata dalam masyarakat yang negaranya sedang berkembang.

(22)

penduduk setempat makin berkurang.

Keturunan dari para pendatang ini masih menyebut dirinya juga Etnis Tionghoa karena tradisi sistem kekerabatan mereka yang menganut patrilineal, yaitu mengikuti garis keturunan pria. Walaupun demikian keturunan pendatang ini lebih dekat dengan ibu mereka sehingga biasanya tidak dapat berbahasa China dan sehari-harinya menggunakan bahasa ibunya atau bahasa daerah, kecuali beberapa istilah yang sehari-hari sering digunakan ayah mereka, seperti istilah kekerabatan, keagamaan, perdagangan, termasuk untuk hitung-menghitung.

Setelah pertengahan abad ke-19 keadaan ekonomi para imigran China umumnya lebih baik daripada imigran abad-abad sebelumnya. Mereka datang membawa istri dan anak-anak mereka, laki-laki maupun perempuan. Akibatnya kemudian terbentuklah kelompok orang Etnis Tionghoa yang ayah dan ibunya orang China. Etnis ini dikenal sebagai “Etnis Tionghoa Totok”. Kebudayaan mereka, termasuk bahasanya berbeda dengan “Etnis Tionghoa Peranakan” (Gondomono, 2002).

Mereka yang di sebut singkeh oleh Etnis Tionghoa Peranakan yang berarti tamu baru ini memiliki budaya yang berbeda dengan Etnis Tionghoa Peranakan. Tradisi dan adat kehidupan China mereka masih terlihat, seperti agama, gaya hidup, kebudayaan dan orientasi hidup. Mereka juga tidak mau terpengaruh budaya dan adat setempat sehingga cederung bergaul dengan sesamanya saja.

(23)

dengan budaya ibunya yaitu budaya setempat sehingga walaupun tidak sepenuhnya berciri pribumi seperti budaya ibunya (Jawa, Bali, Sunda, dan lain-lain.) tapi tidak juga sepenuhnya China (Hokkian, Tiociu, dan sebagainya) ini menyebabkan mereka sedikit banyak mempertahankan falsafah dan mengikuti budaya dan norma lingkungan setempat.

Penelitian yang dilakukan oleh Effendi (2003) menyatakan ada perbedaan motif berprestasi antara Etnis Tionghoa dan Etnis Jawa. Etnis Tionghoa memiliki

need of achievement yang lebih tinggi dibandingkan dengan Etnis Jawa. Effendi juga menyatakan, hal ini dipengaruhi budaya yang dianut oleh kedua etnis khususnya pola asuh bagi anak-anak mereka.

Dikarenakan peneliti melakukan pengambilan data di Solo, maka Etnis Tionghoa Peranakan di Solo menjadi lebih dekat dengan kebudayaan ibunya yang merupakan Etnis Jawa. Selain itu dikarenakan mereka tinggal ditengah lingkungan Etnis Jawa maka mereka mengikuti kebudayaan, orientasi hidup dan

norma dari lingkungan setempat. Sebaliknya dengan Etnis Tionghoa Totok yang memiliki orang tua yang

masih “orang China”. Etnis ini menganut budaya dan bahasa menurut tuturan masing-masing seperti Hokkian, Hakka, Kanton, dan lain-lain. Etnis Tionghoa Totok sangat memperhatikan keaslian budaya leluhur sehingga tidak mau terpengaruh dengan budaya setempat. Hal itu dianggap akan mempengaruhi sifat keaslian mereka.

(24)

penjajahan Belanda yang memanfaatkan orang Etnis Tionghoa sebagai pedagang perantara, kolektor hasil bumi dan hasil hutan di desa-desa untuk kemudian diserahkan pada pedagang besar atau perusahaan Belanda. Bila mereka telah mapan dan dirasa cukup memiliki modal maka mereka akan membuka usaha sendiri (berwiraswasta) dan merambah pada mata pencaharian lain bukan hanya pedagang hasil bumi.

Penelitian dari Effendi (2003) juga membedakan pola asuh. Pada Etnis Tionghoa dasarnya adalah ajaran Buddhisme, Taoisme, dan Konfusionisme yang menekankan pentingnya kesuksesan dengan ulet, rajin, dan keras dalam berusaha serta memiliki etos kerja selain itu juga mengenalkan anak sejak kecil dengan pekerjaan seperti wiraswasta. Berbeda dengan kebudayaan Etnis Jawa yang mempengaruhi Etnis Tionghoa Peranakan.

Kebudayaan Etnis Jawa diwarnai mistik seperti tiga sikap hidup yang dimiliki oleh masyarakat jawa seperti rila, narima, dan sabar sehingga terlihat pasif dalam mengusahakan suatu hal. Lebih menekankan kepastian dalam mengusahakan sesuatu dan kecenderungan mencari kepastian, dengan mencari penghasilan yang tetap dan mengurangi resiko kegagalan dengan menjadi karyawan.

(25)

B. Rumusan Masalah

Berawal dari latar belakang diatas, maka masalah pokok yang ingin diketahui adalah “apakah secara empirik ada perbedaan motif berprestasi antara Etnis Tionghoa Totok dengan Etnis Tionghoa Peranakan ”

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk melihat ada tidaknya perbedaan motif berprestasi antara Etnis Tionghoa Peranakan dengan Etnis Tionghoa Totok.

D. Manfaat penelitian 1. Manfaat Teoretis

Penelitian ini dapat memberikan informasi bagi kajian ilmiah ilmu psikologi terutama mengenai motif berprestasi terutama pada Etnis Tionghoa Peranakan dengan Etnis Tionghoa Totok dan juga memperkaya bidang penelitian psikologi.

2. Manfaat Praktis

(26)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Etnis Tionghoa

Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk karena terdiri dari berbagai unsur yang berasal dari berbagai macam latar belakang dan budaya. Menurut Gondomono (2002), kemajemukan masyarakat ini terbentuk dari dua macam golongan, yaitu:

1. Suku bangsa asli

Yang digolongkan sebagai suku bangsa asli adalah suku bangsa, penduduk asli, yang mendiami suatu daerah, misal Sunda, Jawa, Batak, dan Minang.

2. Suku bangsa keturunan

Sedang yang dimaksud suku bangsa keturunan adalah penduduk, suku bangsa dari luar Indonesia yang berdiam di Indonesia dalam jangka waktu yang lama, menikah, kemudian menghasilkan keturunan di Indonesia seperti layaknya penduduk Indonesia.

(27)

China, dan Gujarat.

Saat ini diperkirakan menurut sensus pada tahun 2000 jumlah penduduk Tionghoa (WNI dan WNA) kira-kira 3 juta orang, yaitu sekitar 1,5% dari penduduk Indonesia (Suryadinata, Arifin, dan Ananta 2003). Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia menyepakati istilah yang digunakan untuk menyebut orang-orang keturunan China di Indonesia secara khas disebut sebagai Orang Tionghoa.. Istilah ini sesuai dengan pasal 26 UUD 1945 (Tedy Jusuf, 2000).

(28)

Lebih diperjelas oleh Noordjanah (2004) bahwa pada masa pemerintahan VOC yang di maksud Golongan Tionghoa Peranakan adalah pertama, mereka yang dilahirkan dari seorang ibu dan ayah dari China dan lahir di Hindia Belanda. Dalam ketentuan hukum Kolonial Belanda, mereka termasuk Onderdaan Belanda. Kedua, mereka yang lahir dari perkawinan campuran, yaitu laki-laki keturunan China dan wanita pribumi. Sebagai anak yang diakui secara sah oleh ayahnya dan didaftarkan sebagai anak sahnya dengan diberi nama keluarga (She). Ketiga, mereka yang dilahirkan dari perkawinan campuran antara ayah pribumi dan ibu keturunan China, dan karena pengaruh keadaan sosial dan ekonomi, diberi nama keluarga (She) dan mendapat pendidikan di dalam lingkungan Tionghoa. Ada satu lagi tipe dari peranakan yaitu anak yang lahir dari hasil perkawinan antara laki-laki peranakan dan wanita peranakan dan diberi nama Tionghoa.

(29)

Keluarga Tionghoa Totok sangat memperhatikan pendidikan budaya leluhur, sehingga mereka lebih suka memasukkan anak-anak mereka ke sekolah khusus Tionghoa. Diharapkan anak-anak mereka tidak akan terpengaruh adat dan budaya setempat atau para Tionghoa Peranakan. Karena menurut mereka, hal tersebut bisa mempengaruhi perkembangan keturunannya, terutama dalam hal mempertahankan akar budaya dan sifat-sifat keaslian mereka (Noordjanah, 2004).

Berbeda dengan Tionghoa Totok, kehidupan Etnis Peranakan lebih terbuka dan lebih mudah beradaptasi dengan masyarakat setempat. Hal ini disebabkan oleh pola didikan mereka yang diterapkan oleh penguasa Belanda. Mereka lebih terpengaruh budaya barat (Belanda). Mereka tidak lagi dapat berbahasa China karena lebih sering berkomunikasi dengan bahasa Belanda, Inggris, dan Melayu.

Masyarakat Tionghoa di Indonesia sebagian besar menekuni dunia perdagangan dan sektor swasta. Kondisi ini tidak lepas dari faktor sejarah di masa penjajahan Belanda yang memanfaatkan orang Tionghoa sebagai pedagang perantara, menjadi kolektor hasil bumi dan hasil hutan dari desa-desa untuk kemudian diserahkan pada pedagang besar atau perusahaan Belanda (Gondomono, 2002). Kondisi yang sudah berlangsung ratusan tahun ini menyebabkan orang Tionghoa lebih memahami seluk beluk berdagang. Setelah Indonesia merdeka posisi orang Tionghoa sebagai pedagang perantara tetap berlangsung atau bahkan mengambil alih perusahaan besar Belanda serta berwiraswasta.

(30)

pekerjaan yang lebih bervariasi dan tidak terbatas pada bidang perdagangan saja. Mereka cenderung tidak meneruskan usaha dagang orang tuanya, tetapi mereka lebih menyukai bidang-bidang profesi seperti juru tulis, dan pegawai swasta. Golongan Tionghoa Peranakan juga lebih terbuka dalam hal menerima pengaruh kebudayaan, agama, dan kepercayaan setempat. Hal ini terjadi karena mereka tidak terlalu fanatik memegang ajaran leluhur (Noordjanah, 2004).

Setelah tahun 1930, banyak orang Tionghoa terutama dari Etnis Peranakan yang mempunyai pendidikan tinggi menekuni bidang profesi sebagai dokter, insinyur, ahli hukum, ekonom, dan lainnya. Tidak sedikit juga yang telah menguasai perusahaan besar yang dikelola menurut cara-cara Barat.

Etnis tionghoa sangat menjunjung tinggi ajaran leluhurnya sehingga dimanapun mereka tinggal selalu berpatokan pada ajaran-ajaran dari ahli pikir leluhurnya. Tedy Jusuf (2000) berpendapat, pada dasarnya tradisi dan kepercayaan atau agama merupakan dua hal yang berbeda, tetapi apabila kita melihat masyarakat Tionghoa di Indonesia sulit dibedakan dengan jelas manakah yang merupakan ekspresi tradisi, dan mana yang merupakan ekspresi kepercayaan atau agama. Tuhan Allah atau Tian (Langit) diyakini sebagai penguasa tertinggi di dunia dan akherat, sedangkan dewa, dewi, arwah suci, arwah para pahlawan, dan leluhur di bawah kekuasaan Tuhan Allah sehingga kekuasaan mereka terbatas di wilayah atau bidang masing-masing.

(31)

memberikan pengaruh pada perkembangan dasar pikir, pandangan hidup, dan filsafat orang Tionghoa adalah Buddhisme, Taoisme, dan Konfusionisme atau di Indonesia dikenal dengan Khong Hu Cu (Effendi, 2003). Dalam rumah orang Tionghoa tradisional yang menganut Khong Hu Cu biasanya ada altar dalam ruang utama rumah yang disebut meja abu. Di meja abu terdapat foto leluhur yang sudah meninggal, disediakan tempat pemasangan hio dan pelita lampu merah. Terkadang ada yang menempatkan Kwan Im, Kwan Kong, Toa Pek Kong dan lainnya untuk dipuja dalam rumah. Tamu yang mempunyai kepercayaan sama biasanya sebelum masuk ke rumah dan memulai pembicaraan, terlebih dahulu mengambil hio untuk memberi hormat pada meja pemujaan tersebut.

Menurut ajaran Khong Hu Cu ada lima kebajikan yang disebut “Ngo Siang” yaitu cinta kasih, adil dan bijaksana, susila dan sopan santun, cerdas dan waspada, jujur dan ikhlas. Selain Khong Hu Cu juga mengajarkan hendaknya manusia memanusiakan dirinya dengan cara mengembangkan Xing (watak sejati) yang ada dalam dirinya antara lain adalah Ren (cinta kasih), Yi (menjunjung tinggi kebenaran), Li (bekesusilaan), Zhi (kebijaksanaan), dan Xin (dapat dipercaya) serta persaudaraan ( Tedy Jusuf, 2000).

Tempat beribadah umat Khong Hu Cu adalah Klenteng atau disebut juga

(32)

terdapat patung Buddha dan stupa. Umat Buddhaberibadah dipimpin oleh pendeta Buddha yang biasanya berpakaian kuning (Tedy Jusuf, 2000).

Ajaran Buddhisme adalah bagaimana menghindarkan penderitaan umat manusia dan beranggapan roda kehidupan itu ada di tangan “mara”yang merupakan akar kejahatan. Untuk membebaskan diri manusia harus melakukan tindakan yang benar yaitu mencari pengetahuan, kehendak yang benar, perkataan yang benar, perilaku yang baik, ucapan yang benar, pikiran yang benar dan renungan yang benar (Hariyono 1993:20).

(33)

Maka dapat disimpulkan perbedaan karakteristik antara Etnis Tionghoa Peranakan dengan Etnis Tionghoa Totok adalah sebagai berikut

(34)

B. Motif Berprestasi

1. Pengertian Motif dan Motivasi

Motif adalah suatu dorongan yang berasal dari dalam atau luar individu untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu guna mencapai suatu tujuan. Atkinson (1960), menyebutkan bahwa motif merupakan suatu dorongan yang ada dalam diri seseorang untuk melakukan perbuatan atau tingkah laku dan untuk mencapai tujuan tertentu.

Walau motif merupakan sumber internal pada individu tetapi peranannya juga tidak lepas dari apa yang ada diluar individu, seperti lingkungan, atau hal lain yang terkait. Menurut Monks, Knoers dan Haditono (1987:162) motif pada dasarnya punya tiga macam unsur, yaitu unsur pendorong tingkah laku, unsur pemilih tingkah laku, dan unsur pengatur tingkah laku. Dengan memiliki unsur pendorong tingkah laku, seseorang memiliki kesiapan pada suatu tingkah laku. Dengan unsur pemilih, individu dapat menentukan tingkah laku yang akan dan tidak akan dilakukan. Sedangkan dengan unsur pengatur, seseorang dapat memperhatikan tingkah laku yang sudah dipilihnya.

(35)

motif, jika suatu motif dihubungkan dengan suatu pengharapan yang sesuai. Dijelaskan lagi oleh Martaniah (1984:19) mengatakan bahwa motivasi terjadi jika suatu motif telah dihubungkan dengan suatu tujuan atau penghargaan tertentu.

Motivasi berasal dari kata Latin movere, yang berarti dorongan atau menggerakkan. Motivasi adalah suatu proses dimana seseorang bertingkah laku untuk mencapai tujuan tertentu, dan memuaskan kebutuhan atau keinginan.. Panji Anoroga (1995:44) mengatakan pengertian motivasi adalah dorongan, keinginan sehingga individu melakukan suatu kegiatan atau pekerjaan dengan memberikan yang terbaik darinya, baik waktu maupun tenaga demi tercapainya tujuan yang diinginkan.

Definisi motivasi menurut Beck (1978:22) tidak dapat terlepas dari dua konsep, yaitu belajar dan motivasi itu sendiri. Konsep belajar yang merujuk pada pandangan Cognitive-Incentive menyatakan bahwa hal yang dipelajari individu merupakan hubungan antara peristiwa-peristiwa di lingkungan dengan hasil perilaku atau respon-respon dengan hasil perilaku. Individu dapat dikatakan belajar apabila ia berusaha memperoleh informasi tentang hubungan respon-respon sesuatu dan tempat dimana belajar hanya pada respon-respon spesifik dan stimulus spesifik

(36)

adalah Process theory yang menekankan bagaimana, dan tujuan apa setiap individu dimotivasi. Dasar dari teori ini adalah teori yang dikembangkan oleh Victor H. Vroom, dan dikutip oleh Davis dalam Honorus, (2003:14) yang disebut dengan “Expectancy Theory”. Teori ini mengasumsikan bahwa motivasi adalah produk dari keinginan seseorang akan sesuatu dan persepsinya tentang seberapa besar kemungkinan akan hasil yang dicapai melalui perilaku tersebut. Dalam hal ini untuk memotivasi individu , hanya ada dua hal yang perlu dikerjakan, yaitu meningkatkan hasil positif dari hadiah kerja dan memperkuat hubungan antara perilaku kerja dan hasil yang dicapai. Teori yang ketiga adalah Reinforcement Theory yang menjelaskan bagaimana konsekuensi perilaku dimana yang lalu mempengaruhi tindakan dimasa yang akan datang dalam siklus proses belajar. Menurut teori ini individu bertingkah laku tertentu dan cenderung mengulangi tingkah laku yang akan mengakibatkan konsekuensi yang menyenangkan.

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa motif adalah suatu dorongan yang berasal dari dalam atau luar individu untuk melakukan suatu aktivitas-aktivitas tertentu guna mencapai suatu tujuan dengan latar belakang tidak dapat dipelajari atau melalui proses kimiawi dalam tubuh

(37)

2. Pengertian Motif Berprestasi

David McClelland (1987) berpendapat bahwa motivasi erat kaitannya dengan tiga kebutuhan (needs) yang mendorong tingkah laku, yaitu need of achievement (kebutuhan berprestasi), need of affiliation (kebutuhan berhubungan dengan orang lain), dan need of power (kebutuhan untuk berkuasa). Oleh McClelland ketiganya disebut dengan kebutuhan dasar.

McClelland menggunakan istilah n. ach kependekan dari need of achievement atau motif berprestasi. Motif berprestasi mempunyai peranan yang penting didalam prestasi seseorang. Oleh McClelland, motif berprestasi diartikan sebagai kebutuhan yang mendorong manusia untuk berbuat lebih baik dari orang lain guna mancapai sukses, sesuai dengan standar keunggulan yang telah ditetapkan sendiri. Penetapan standar dapat berupa mengungguli prestasi yang telah dicapai oleh orang lain, bisa juga prestasi yang pernah dicapai individu itu sebelumnya. Ukuran keunggulan prestasi diri sendiri dimasa lalu menjadi standar keunggulan bila seseorang ingin berbuat melebihi prestasi yang diraihnya dimasa lalu.

(38)

kemampuan diri sendiri melalui penerapan bakat secara berhasil.

Heckhausen (dalam Martaniah, 1982:31) mengatakan bahwa motif berprestasi adalah motif yang mendorong individu untuk berpacu dengan ukuran keunggulan yang didapat dari dirinya sendiri, yang berkaitan dengan prestasi yang dicapai dimasa lalu dan digunakan sebagai pembanding (self related standard of exellence), prestasi yang dicapai oleh orang lain (other related standard of exellence), dan dapat pula dari suatu ukuran yang berhubungan dengan kesempurnaan hasil tugas (task related standard of exellence).

Tokoh lain yang meneliti tentang motif berprestasi adalah Weiner (1972), yang meninjau motif berprestasi dari segi kognitif. Ia menyebut empat unsur penyebab motif berprestasi, yaitu kemampuan (kekuatan), usaha, kesukaran tugas, dan keberuntungan (kebetulan). Ia mengklasifikasi kemampuan dan kesukaran sebagai faktor yang stabil, sedangkan usaha dan keberuntungan sebagai faktor yang tidak stabil. Dapat dikatakan motif berprestasi juga merupakan suatu usaha yang belum pasti, masih perlu perjuangan, selalu ada resiko gagal walaupun kecil.

3. Ciri Individu dengan Tingkat Motif Berprestasi yang Tinggi

Atkinson (dalam London dan Exner, 1978:11-12) menyatakan bahwa motif berprestasi didasarkan pada dua hal yaitu:

(39)

Individu dengan motif berprestasi yang tinggi akan memperlihatkan perilaku yang cenderung mengejar atau mendekati kesuksesan dan berkaitan dengan emosi kebanggaan serta kegembiraan, yaitu perasaan ketika usaha itu berhasil dan meraih kesuksesan. Sedangkan individu yang motif berprestasinya rendah akan menonjolkan usaha untuk menghindari kegagalan atau ketakutan akan kegagalan dan berkaitan dengan rasa malu jika menemui kegagalan dalam usaha. Sebagai implikasi dari konflik atau kecenderungan tersebut adalah:

a. Makin tinggi nilai insentif (penghargaan atau kebanggaan akan keberhasilan), makin sulit tugasnya

b. Makin sulit tugas, makin rendah harapan untuk berhasil.

c. Kecenderungan berprestasi tampak kuat pada tugas yang tingkat kesukarannya sedang.

McClelland (1987) memberikan karakteristik orang yang mempunyai motif berprestasi tinggi yaitu:

a. Mempunyai keinginan bekerja dengan baik.

b. Mempunyai keinginan untuk bersaing secara sehat dengan dirinya maupun orang lain.

c. Berpikir realistis, tahu kemampuan serta kelemahannya. d. Mampu dan mau membuat terobosan dalam berpikir e. Berpikir strategis untuk jangka panjang.

(40)

Heckhausen (dalam Martaniah 1984:24) mengemukakan bahwa seseorang yang mempunyai motif berprestasi yang tinggi memiliki sifat sebagai berikut:

a. Kepercayaan dalam menghadapi tugas-tugas yang berhubungan dengan prestasi.

b. Selalu berorientasi kedepan.

c. Memilih tugas dengan tingkat kesukaran sedang. d. Penghargaan terhadap waktu.

e. Lebih suka mencari pasangan yang mempunyai kemampuan daripada hanya sekedar simpatik.

f. Lebih tangguh dalam mengerjakan tugas.

Lebih dijelaskan lagi oleh Mc. Clelland dengan menyatakan bahwa pribadi dengan kebutuhan berprestasi yang tinggi memiliki lima karakteristik pribadi (Mc. Clelland, 1985:246), yaitu:

a. Tanggung jawab pribadi. Orang lebih menyukai tugas-tugas yang menguji kemampuan dirinya baik dari segi keterampilan maupun kognitif dan mengambil tanggung jawab terhadap hasil yang didapat. Tugas merupakan tantangan baginya dan bertanggung jawab terhadap apa yang telah dipilihnya, selain itu individu tidak takut gagal dan berani megambil resiko, sehingga tugas akan diselesaikannya secara tuntas dan memuaskan.

(41)

c. Keinovatifan. Orang berkreasi mencari cara baru yang lebih efektif dan efisien dalam mengerjakan tugas-tugasnya, dan biasanya orang akan mencari cara untuk mencoba mengungguli prestasi orang lain, maupun prestasinya sendiri yang pernah dicapai sebelumnya sehingga menciptakan persaingan yang sehat dengan standar keunggulan yang ditentukan oleh individu itu sendiri.

d. Ketekunan. Orang tekun dan selalu berusaha dengan keras untuk menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya dan mencapai hasil maksimal. e. Resiko dan kesulitan yang moderat. Orang lebih realistis dalam memilih

tugas yang dianggap memiliki tingkat kesulitan yang tinggi dengan cara mencari informasi sebanyak-banyaknya dalam hal itu sehingga dapat mengantisipasi dan meminimalkan kegagalan. Dengan tugas yang bertingkat kesulitan moderat, individu cenderung memiliki perasaan yang kuat, kepercayaan diri yang lebih tinggi untuk bekerja keras sehingga tugas selesai sesuai dengan tujuan yang ingin dicapainya.

Adapun Atkinson (dalam Weiner, 1972) menjabarkan karakteristik perilaku yang memiliki motif berprestasi yang tinggi, yaitu:

(42)

b. Persistence behaviour, ialah suatu anggapan individu bahwa kegagalan adalah sebagai akibat kurangnya usaha, sehingga individu memilki harapan dan usaha yang selalu tinggi untuk berhasil.

c. Intensity of performance, ialah suatu intensitas dalam penampilan kerja. Artinya individu berpenampilan suka bekerja keras dibandingkan individu yang memiliki motif berprestasi yang rendah.

d. Risk performance, ialah suatu pertimbangan untuk memilih resiko yang sedang, artiya tidak mudah dan tidak sukar.

Dengan demikian orang dengan motif berprestasi yang tinggi bersikap lebih realistis terhadap dirinya sendiri dan prestasi yang ingin dicapainya. Mereka menyadari bahwa prestasi yang besar tidak dapat dicapai secara instan yaitu dalam waktu cepat dan mudah, sehingga secara mental mereka lebih giat bekerja daripada mengharapkan nasib baik, memiliki pemikiran yang lebih terarah tentang masa depan, berpikir logis dibanding rata-rata orang. selain itu orang dengan motif berprestasi yang tinggi bila menghadapi masalah akan memikirkan pemecahannya daripada membiarkannya berlarut-larut sehingga menjadi rintangan dan belenggu ide yang dimilikinya.

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Motif Berprestasi Motif berprestasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: a. Lingkungan Keluarga

(43)

interaksi yang baik dengan anak menyebabkan anak memiliki motif berprestasi rendah. Sifat otoriter dari orang tua, pembatasan atau larangan serta penolakan berakibat anak tidak mampu membuat keputusan bagi dirinya sendiri, tidak mempunyai kepercayaan diri dan selalu bergantung pada orang lain, sehingga pada akhirnya anak memiliki motif berprestasi yang rendah.

b. Perkembangan Kognitif dan Atribusi Diri

Penelitian Veroff dan Nicholls (dalam London and Exner 1978:26), menemukan bahwa perkembangan kognitif dan atribusi diri menyebabkan tumbuhnya motif berprestasi. Dilengkapi dengan penelitian yang dilakukan oleh Weiner dan Kulka (dalam Martaniah, 1982:36) menemukan bahwa individu yang mengatribusi kesuksesan terletak pada kemampuan dan usaha dari dirinya. Maka ia akan memiliki motif berprestasi yang tinggi. Individu yang mempunyai motif berprestasi rendah lebih banyak mengatribusikan pada faktor eksternal dan pada situasi gagal daripada individu yang mempunyai motif berprestasi yang tinggi.

c. Latihan-latihan

(44)

d. Pola Asuh

McClelland (1987) menyatakan bahwa pola asuh orang tua merupakan faktor yang penting dalam mempengaruhi perkembangan motif berprestasi. Steinberg (1983:142) membagi pola asuh anak dalam beberapa kategori, yaitu:

1. Pola Asuh Autoritative

Yang bercirikan orang tua yang berperilaku hangat tapi tegas. Mereka mengenakan seperangkat standar untuk mengatur anaknya yang sesuai dengan perkembangan kemampuan dan kebutuhan anaknya. Orang tua tipe ini tidak menuntut anak diluar batas kemampuannya dan menempatkan nilai yang tinggi pada perkembangan kemandirian dan pengaturan diri, menanamkan kebiasaan-kebiasaan rasional, berorientasi pada permasalahan-permasalahan, sering melibatkan diri dalam perbincangan dan penjelasan dengan anak mereka mengenai persoalan-persoalan disiplin.

(45)

membuat keputusan dan mendorong anak untuk melepaskan dirinya secara berangsur-angsur dari pihak keluarga. Mereka menghargai anak sebagai pribadi yang membutuhkan bimbingan orang tua di satu pihak, tetapi dipihak lain sebagai pribadi yang ingin mandiri.

2. Pola Asuh Autoritarian

Orang tua dengan pola asuh seperti ini menuntut konformitas dan kepatuhan yang tinggi, lebih suka menghukum, diktator, dan kaku dalam menerapkan disiplin terhadap anak. Mereka tidak mengenal prinsip memberi dan menerima karena mereka beranggapan bahwa anak-anak harus menerima aturan-aturan dan standar-standar yang diterapkan orang tua tanpa mempersoalkannya. Mereka cenderung tidak mendukung perilaku bebas dan melarang otonomi anak. Mereka membuat pembatasan-pembatasan dan peraturan-peraturan untuk mengontrol perilaku anak.

3. Pola Asuh Indulgent

(46)

anak dan menghindari konflik.

4. Pola asuh indifferent

Terkenal dengan sikap acuh tak acuh. Mereka mencoba melakukan apa saja dengan tujuan meminimalkan waktu dan tenaga untuk mempedulikan anak-anak mereka, artinya mereka mempunyai kepedulian yang sangat rendah terhadap proses perkembangan anak. Mereka tidak peduli terhadap kebutuhan, kegiatan-kegiatan maupun pergaulan anak-anak dengan teman sebayanya. Mereka cenderung menjauhi anak baik secara fisik maupun psikis.

Dari pendapat Stanberg (1983), pola pengasuhan yang autoritative

yaitu pola asuh dengan orang tua yang responsif atau tanggap dengan kebutuhan anak, dan sangat menuntut anak untuk mengembangkan motif berprestasinya, karena selain menyediakan kebutuhan yang diperlukan anak, mereka juga meminta balasan dari penyediaan kebutuhan dengan menuntut anak sesuai kewajibannya

e. Etnis

(47)

pada nilai kebudayaan yang dimilikinya seperti yang diutarakan oleh McClelland (dalam Honorus, 2003) bahwa kebudayaan yang kurang berorientasi pada masa depan, nilai aktifisme yang rendah penilaian atas sesuatu seperti pekerjaan dan mobilitas fisik rendah, memperlihatkan kebudayaan dengan motif berprestasi yang rendah.

C. Perbedaan Motif Berprestasi antara Tionghoa Totok dengan Tionghoa Peranakan

Dalam kehidupan setiap manusia memiliki motif dimana motif itu merupakan suatu dorongan yang berasal dari dalam atau luar individu untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu guna mencapai suatu tujuan. Motif ini berbeda satu dengan yang lain tergantung berbagai hal seperti lingkungan, pola asuh, budaya dan lain sebagainya.

(48)

Berdasarkan pemaparan di atas maka Penulis tertarik untuk meneliti perbedaan motif berprestasi antara Etnis Tionghoa Totok dengan Etnis Tionghoa Peranakan. Dapat ditarik kesimpulan bahwa orang Tionghoa Totok lebih menempatkan didikan leluhur sebagai sarana penting dalam kehidupan dimana didikan itu menyebabkan mereka mempunyai kemauan yang keras untuk mencapai tujuan hidup dan kebutuhan hidupnya, memiliki keyakinan yang kuat akan potensi yang ada pada diri sendiri, mempunyai ketekunan dan keuletan dalam bekerja atau berusaha demi mencapai sukses. Ini merupakan ciri-ciri orang dengan motif berprestasi yang tinggi. Ini sangat mendukung keseharian mereka. Bila menginginkan sukses maka salah satu aspeknya adalah memiliki motif berprestasi yang tinggi. Berbeda dengan Etnis Tionghoa Peranakan yang telah terpengaruh oleh kebudayaan setempat dan barat (Belanda) yang belum tentu mengutamakan motif berprestasi yang tinggi dalam falsafahnya.

(49)

Etnis Tionghoa Totok memiliki lingkungan, pola asuh, dan kebudayaan yang berbeda dengan Etnis Tionghoa Peranakan. Hal ini berpengaruh pada penetapan standar keunggulan yang diperlukan guna meraih sukses. Apabila lingkungan mereka memiliki standar motif berprestasi yang rendah, maka individu itu akan menggunakan standar itu sebagai patokan dalam menentukan tujuannya. Demikian juga dengan pola asuh. Pola asuh yang cenderung aktif, menghormati otonomi anak asal bertanggung jawab, berani mengambil resiko dan menuntut seorang untuk mencapai batas kemampuannya akan berpengaruh dalam standar yang dimilikinya.

Kebudayaan yang menjunjung motif berprestasi yang tinggi dengan menggunakan pepatah, syair, dan lagu yang menasehatkan manusia untuk ulet, pantang menyerah, rajin, dan bertanggung jawab terhadap hasil yang dicapai memperngaruhi standar yang digunakan dalam hidup mereka.

D. Hipotesis

(50)
(51)

BAB III

METEDOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kausal komparatif yang membandingkan motif berprestasi yang dimiliki oleh Etnis Tionghoa Totok dengan Etnis Tionghoa Peranakan.

B. Identifikasi Variabel Penelitian

Variabel-variabel penelitian dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Variabel tergantung : Motif Berprestasi

Variabel bebas : Etnis Tionghoa yang berdasarkan garis keturunannya di bagi menjadi dua yaitu Etnis Tionghoa Totok dengan Etnis Tionghoa Peranakan.

C. Definisi Operasional Penelitian

Dalam penelitian ini, variabel-variabel yang digunakan diartikan sebagai berikut:

1. Motif Berprestasi

(52)

orang lain (other related standard of exlellence), dan dapat pula dari suatu ukuran yang berhubungan dengan kesempurnaan hasil tugas (task related standard of excellence).

Motif berprestasi disini diukur dengan skala motif berprestasi yang disusun oleh peneliti berdasarkan karakteristik pribadi dari McClelland, (1985:246). Jika skor total yang diperoleh pada skala motif berprestasi tersebut tinggi, maka hal ini menunjukan bahwa taraf motif berprestasi tersebut tinggi, sebaliknya apabila skor total yang diperoleh pada skala motif berprestasi rendah maka hal ini menunjukan bahwa motif berprestasi individu tersebut rendah.

2. Etnis Tionghoa

Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia menyepakati istilah yang di gunakan untuk menyebut orang-orang keturunan China Di Indonesia secara khas disebut sebagai Orang Tionghoa. Istilah ini sesuai dengan pasal 26 UUD 45 (Tedy Yusuf, 2000).

(53)

mereka yang dilahirkan dari perkawinan campuran antara ayah pribumi dan ibu Tionghoa, dan karena pengaruh keadaan sosial dan ekonomi, diberi nama keluarga (She) dan mendapat pendidikan di dalam lingkungan Tionghoa. Ada satu lagi tipe dari Etnis Tionghoa Peranakan yaitu anak yang lahir dari hasil perkawinan antara laki-laki Etnis Tionghoa Peranakan dan wanita Etnis Tionghoa Peranakan dan diberi nama Tionghoa.

Etnis Tionghoa Totok adalah kelompok orang Tionghoa yang ayah dan ibunya orang Tionghoa yang walau dalam pergaulan sehari-hari menggunakan budaya setempat namun dalam lingkungan keluarga dan sesama orang Tionghoa yang satu suku masih menggunakan bahasa dan budaya asli (Language Group), seperti Hakka, Hokkian, Teociu, dan lainnya (Gondomono, 2002). Ditambahkan oleh Noordjanah, (2004) mereka lebih cenderung mementingkan akar budaya dan sifat-sifat keaslian mereka seperti dalam hal pendidikan dan budaya leluhur.

(54)

Sebelum diminta mengisi skala motif berprestasi peneliti terlebih dahulu bertanya pada subyek penelitian berdasarkan karakteristik atau penggolongan di atas. Kemudian dibedakan ketika melakukan analisis data penelitian

D. Subjek Penelitian

Subjek penelitian yang digunakan memiliki karakteristik Etnis Tionghoa Peranakan atau Totok yang berusia 18-40 tahun ( masa dewasa dini). Subjek penelitian sebanyak 20 orang Etnis Tionghoa Peranakan dan 20 orang Etnis Tionghoa Totok, sehingga jumlah keseluruhan subjek adalah 40 orang.

Alasan pemilihan subjek pada masa dewasa dini adalah pada masa ini subjek mulai dihadapkan pada situasi dimana mulai lepas dari orang tua baik secara fisik maupun psikis dan mulai mandiri dengan bekerja. Dengan demikian mereka mulai belajar mengambil keputusan untuk dirinya untuk masa depan yang melibatkan motif berprestasi mereka

E. Metode dan Alat Pengumpulan Data

(55)

Skala motif berprestasi disusun sendiri oleh penulis berdasarkan komponen motif berprestasi dari McClelland yaitu tanggung jawab pribadi, inovatif, ketekunan, membutuhkan umpan balik, dan memilih tugas dengan kesulitan yang moderat.

Untuk setiap pernyataan diberikan 4 kategori jawaban, yaitu : Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), dan Sangat Tidak Sesuai (STS).

Skala Motif Berprestasi terdiri dari dua rumusan pernyataan yaitu,

Favorable dan Unfavorable. Pernyataan Favorable terdiri dari pernyataan yang isinya mendukung, memihak atau menunjukkan ciri adanya atribut yang hendak diukur. Sedangkan Unfavorable adalah pernyataan yang isinya tidak mendukung, tidak memihak, atau tidak menunjukan ciri adanya atribut yang hendak diukur.

Berikut ini adalah penskoran Skala Motif Berprestasi untuk setiap pernyataan yang Favorable dan Unfavorable :

Tabel 1. Skor Skala Motif Berprestasi Pernyataan

Jawaban

Favorable Unfavorable

SS 4 1

S 3 2

TS 2 3

STS 1 4

(56)

Berikut ini adalah blueprint dan distribusi item uji coba Skala Motif Berprestasi :

Tabel 2. Blue Print dan Distribusi Item Skala Motif Berprestasi Berdasarkan Sikap Favorable dan Unfavorable Sebelum Uji Coba

Komponen Favorable Unfavorable Total

Tanggung Jawab Pribadi

Yaitu lebih menyukai tugas-tugas yang menguji kemampuan dirinya baik dari segi keterampilan maupun kognitif dan

Yaitu tekun dan selalu berusaha dengan keras untuk menyelesaikan tugas dengan

Yaitu berkreasi mencari cara baru yang lebih efektif dan efisien dalam mengerjakan tugas-tugasnya, dan biasanya orang akan

(57)

F. Validitas dan Reliabilitas 1. Validitas

Validitas didefinisikan sebagai ukuran seberapa cermat suatu tes melakukan fungsi alat ukurnya (Azwar, 2000). Suatu alat ukur memiliki validitas yang tinggi apabila tes tersebut memberikan hasil sesuai dengan tujuan pengukuran. Kecermatan suatu alat tes berarti pengukuran oleh tes mampu memberikan gambaran mengenai perbedaan sekecil-kecilnya antar subjek yang satu dengan lainnya. Hadi (2000) mengatakan suatu alat ukur dapat dikatakan valid jika memiliki ciri-ciri :

a. Seberapa jauh suatu alat ukur mampu mengungkap dengan jitu gejala atau bagian yang akan diukur.

b. Seberapa jauh alat ukur dapat membaca suatu yang diteliti dan dapat menunjukan dengan sebenarnya gejala atau bagian gejala yang diukur.

Dalam penelitian ini validitas yang digunakan adalah content validity (validitas isi). Validitas isi adalah validitas yang diestimasi melalui pengujian terhadap isi tes dengan analisis rasional. Validitas isi ini bertujuan melihat sejauh mana isi tes mencerminkan ciri atribut yang hendak diukur. Validitas dilakukan dengan adanya professional judgement

dari dosen pembimbing skripsi. a. Seleksi item

(58)

total yaitu item yang sahih memiliki korelasi > 0,3 sedangkan item yang bernilai < 0,3 digugurkan (Azwar, 2000). Pengujian kesahihan menghasilkan Rit Terendah –0,009 sampai dengan tertinggi 0,587. dari 60 item skala motif berprestasi diperoleh 12 item gugur yaitu nomor 19, 26, 29, 30, 33, 36, 39, 40, 49, 55, 57, 58 dan sisanya sebanyak 48 item yang layak digunakan sebagai instrument penelitian. Hasil item yang layak digunakan dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 3. Susunan Nomor Item Skala Motif Berprestasi Setelah Uji-Coba

Komponen Favorable Unfavorable Total

Tanggung Jawab Pribadi 1, 11, 21, 31, 41, 51

Membutuhkan umpan balik 5, 15, 25, 35, 45

(59)

Uji reliabilitas dalam uji-coba ini dilakukan dengan melalui prosedur koefisien alpha (α) dari cronbach terhadap bentuk skala (48 item)

dengan menggunakan bantuan program SPSS 13.0 for Windows. Dari perhitungan tersebut diperoleh koefisien reliabilitas sebesar 0,915. Nilai reliabilitas ini termasuk kategori tingkat reliabilitas baik karena mendekati nilai 1 (satu) berarti skala tersebut telah memenuhi persyaratan alat ukur yang akan digunakan salam penelitian selanjutnya.

G. Metode Analisis Data

Data yang terkumpul kemudian dianalisis secara statistik dengan menggunakan metode uji-t (t-score) yaitu mencari perbedaan motif berprestasi antara Etnis Tionghoa Peranakan dengan Etnis Tionghoa Totok. Uji – t dilakukan menggunakan Program Independent sample Test dari SPSS 13.0 for windows. Uji-t adalah cara untuk membandingkan dua kelompok subjek dengan mencari perbedaan mean dari dua kelompok tersebut (Hadi, 1996). Test yang diujikan adalah independent sample t-test, yaitu dengan membandingkan rata-rata dari dua sampel apakah dua sampel itu mempunyai rata-rata yang sama atau tidak secara signifikan (Santoso, 2000).

(60)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Penelitian

Penelitian berlangsung selama 4 hari dimulai pada Jumat, 21 September 2007 sampai dengan Senin 24 September 2007. dalam penelitian tersebut peneliti mendapatkan data sebanyak 44 subjek yang semuanya Etnis Tionghoa dengan perbandingan 21 subjek Etnis Tionghoa Totok dan 23 subjek Etnis Tionghoa Peranakan.

B. Hasil Penelitian 1. Uji Asumsi

Terdapat dua asumsi yang harus dipenuhi dalam mengerjakan studi perbedaan. Yaitu uji normalitas sebaran dan uji homogenitas varian. a. Uji Normalitas Sebaran

Uji normalitas sebaran dilakukan untuk mengetahui apakah sebaran skor pada kedua kelompok sampel mengikuti distribusi normal. Metode yang digunakan dalam uji normalitas adalah One sample kolmogorov- smirnov test.

(61)

probilitas skor pada kasus ini adalah 0,867 (p=0,867) sehingga p >0,05 atau p =0,867>0,05. dengan demikian sebaran skor dinyatakan normal. Dibawah ini disertakan tabel ringkasan One sample kolmogorov- smirnov test. Data selengkapnya dapat di lihat pada lampiran.

Tabel 4. Ringkasan One Sample Kolmogorov- Smirnov Test N Mean Std Deviasi Asymp Sig(2tailed)

44 146,25 12,734 0,867

b. Uji Homogenitas Varian

Uji homogenitas varian ini dilakukan untuk mengetahui apakah varian dari sampel yang akan diujikan tersebut sama atau tidak (Santoso, 2001) caranya adalah dengan melihat nilai probabilitas melalui Levene test. Apabila nilai probabilitasnya lebih besar dari 0,05 (p > 0,05)maka kedua kelompok sampel mempunyai varian yang sama dan jika nilai probabilitasnya lebih kecil dari 0,05 (p < 0,05) maka kedua kelompok mempunyai varian yang berbeda.

(62)

Tabel 5. Ringkasan Levene Test

F signifikansi Equal variances assumed 0,216 0,644

2. Deskripsi Data Penelitian

Berikut ini tabel ringkasan deskripsi data penelitian

Tabel 8.1. Ringkasan Deskripsi Data Penelitian Berdasarkan Seluruh Subjek

Min Max Mean SD Variabel

H E H E H E H E

Motif Berprestasi 48 110 192 180 120 146,25 24,17 12,734

Tabel 8.2. Ringkasan Deskripsi Data Penelitian Berdasarkan Etnis Tionghoa Peranakan

Min Max Mean SD Variabel

H E H E H E H E

Motif Berprestasi 48 110 192 180 120 145,48 24,17 14,20

Tabel 8.3. Ringkasan Deskripsi Data Penelitian Berdasarkan Etnis Tionghoa Totok

Min Max Mean SD Variabel

H E H E H E H E

Motif Berprestasi 48 129 192 171 120 147,09 24,17 11,19 H = Hipotetik

(63)

Berdasarkan tabel 8.1 dapat dilihat bahwa skor hipotetik terendah adalah 48 dan skor tertinggi hipotetik adalah 192, dan selanjutnya skor empiris terendah adalah 110 dan tertinggi empiris adalah 180. dengan standar deviasi sebesar dari 12,734 deskripsi data tersebut diperoleh bahwa mean hipotetik lebih kecil daripada mean empiris (120<146,45) sehingga dapat disimpulkan bahwa tingkat motif berprestasi subjek secara keseluruhan termasuk pada kategori tinggi.

Berdasarkan tabel 8.2 dapat dilihat bahwa skor hipotetik hipotetik terendah adalah 48 dan skor tertinggi hipotetik adalah 192, dan selanjutnya skor empiris terendah adalah 110 dan tertinggi empiris adalah 180. dengan standar deviasi sebesar 14,20 dari deskripsi data tersebut diperoleh bahwa

mean hipotetik lebih kecil daripada mean empiris (120<145,48) sehingga dapat disimpulkan bahwa tingkat motif berprestasi Etnis Tionghoa Peranakan termasuk pada kategori tinggi.

(64)

3. Uji Hipotesis

Setelah dilakukan uji normalitas dan homogenitas maka dilakukan uji hipotesis menggunakan Independent Sample t – test dengan program

SPSS For Windows versi 13.00. hipotesis dalam penelitian ini adalah “Etnis Tionghoa Totok mempunyai motif berprestasi yang lebih tinggi dibandingkan Etnis Tionghoa Peranakan”. Rangkuman hasil uji hipotesis dapat dilihat pada tabel berikut ini

Tabel 9. Rangkuman hasil uji hipotesis

Etnis N Mean SD Std

(65)

kelompok Etnis Tionghoa Totok adalah 147,09. mean adalah jumlah skor total dibagi dengan jumlah subjek (Hadi, 1997). Nilai standar deviasi dari kelompok Etnis Tionghoa Peranakan adalah 11,193 sedangkan nilai standar deviasi dari Etnis Tionghoa Totok adalah 14,20. Nilai standar deviasi adalah pengukuran statistik yang digunakan untuk melihat variabilitas (penyebaran nilai-nilai) dalam suatu distribusi skor (Hadi, 1997) dalam tabel juga tampak besar nilai standard error dari kelompok subjek Etnis Tionghoa Peranakan adalah 2,443 sedangkan standar error dari subjek Etnis Tionghoa Totok adalah 2,961. standar error adalah deviasi standar error yang menunjukan variasi error pengukuran pada sekelompok subjek (Azwar, 1999). Nilai standar error dari 2 kelompok subjek ini akan mempengaruhi penghitungan standar error perbedaan mean antar dua kelompok subjek yang nantinya turut menentukan harga uji-t. harga uji-t adalah harga yang digunakan sebagai patokan dalam menilai atau menerima suatu hipotesis.

Hipotesis untuk kasus ini

Ho : Tidak ada perbedaan motif berprestasi antara Etnis Tionghoa Peranakan dan Etnis Tionghoa Totok.

Ha : Ada perbedaan motif berprestasi antara Etnis Tionghoa Peranakan dan Etnis Tionghoa Totok.

Dasar pengambilan keputusan adalah:

(66)

Dari penghitungan uji-t didapatkan nilai t hitung sebesar 0,417. dengan t tabel sebesar 2,021. Karena t hitung < t tabel ( 0,417< 2,021) maka hipotesis nol diterima, dan hipotesis alternatif ditolak. Dengan demikian dapat di tarik kesimpulan tidak ada perbedaan motif berprestasi antara Etnis Tionghoa Peranakan dan Etnis Tionghoa Totok secara signifikan.

C. Pembahasan

Hasil pengujian hipotesis menunjukan bahwa hipotesis penelitian ditolak. Dengan kata lain tidak ada perbedaan tingkat motif berprestasi antara Etnis Tionghoa Peranakan dengan Etnis Tionghoa Totok secara signifikan. Selain itu baik kelompok Etnis Tionghoa Peranakan maupun Totok memiliki tingkat motif berprestasi yang tinggi.

Pada penelitian ini mean hipotetik keseluruhan subjek lebih kecil daripada

mean empiris (120<146,45) sehingga dapat ditarik kesimpulan tingkat motif berprestasi subjek secara keseluruhan termasuk pada kategori tinggi. Tingginya motif berprestasi pada Etnis Tionghoa ini disebabkan oleh lingkungan, pola asuh, dan kebudayaan mereka yang menekankan individu untuk memiliki motif berprestasi yang tinggi.

(67)

dewa, dewi. Agama yang sebagian besar mereka anut adalah ajaran-ajaran yang banyak memberikan pengaruh pada perkembangan dasar pikir, pandangan hidup, dan filsafat orang tionghoa adalah Buddhisme, Taoisme, dan Konfusionisme atau di Indonesia dikenal dengan Khong Hu Cu (Husodo 1985:80 dalam Rendra Effendi, 2003).

Ajaran-ajaran di atas menyumbangkan kultur budaya pada Etnis Tionghoa. Mereka menekankan pentingnya pendidikan dan kecerdasan bagi para penganutnya. Kultur ini juga menyebabkan mereka mempunyai alam pikir praktis-fungsionalis dan runtut. Ini membantu memunculkan motivasi mereka dalam memecahkan masalah. Alam pikir inilah yang membentuk Etnis Tionghoa menjadi lebih ulet, rajin, keras dalam berusaha yang merupakan ciri-ciri dari orang dengan motif berprestasi yang tinggi.

Faktor pertama yang mempengaruhi motif berprestasi adalah lingkungan keluarga. Rosen dan D' Andrade (dalam London dan Exner, 1978:24) menemukan bahwa orang tua yang memberikan hukuman tidak disertai interaksi yang baik dengan anak menyebabkan anak memiliki motif berprestasi rendah. Sifat otoriter dari orang tua, pembatasan atau larangan serta penolakan berakibat anak tidak mampu membuat keputusan bagi dirinya sendiri, tidak mempunyai kepercayaan diri dan selalu bergantung pada orang lain, sehingga pada akhirnya anak memiliki motif berprestasi yang rendah.

(68)

baktinya pada orang tua dan leluhurnya.

Faktor yang kedua adalah Perkembangan kognitif dan atribusi diri. Penelitian yang dilakukan oleh Weiner dan Kulka (dalam Martaniah, 1982:36) menemukan bahwa individu yang mengatribusi kesuksesan terletak pada kemampuan dan usaha dari dirinya maka ia akan memiliki motif berprestasi yang tinggi. Pada Etnis Tionghoa mereka mengandalkan diri sendiri dalam berusaha dan beranggapan sukses yang didapat merupakan hasil dari usaha yang keras, ulet, dan tidak takut dengan kegagalan.

Faktor yang ketiga adalah latihan-latihan. McClelland dan Winterbuttom (dalam Martaniah 1982:28) berpendapat bahwa motif berprestasi dapat ditingkatkan melalui latihan-latihan. Penelitian dilakukan dengan melatih pengusaha-pengusaha dari India untuk meningkatkan motif berprestasi dan berhasil. Hasilnya separuh dari pengusaha tersebut meningkat dalam hal kewirausahaan dan prestasinya. Pada Etnis Tionghoa, anak sedini mungkin diperkenalkan dengan pekerjaan dan dilatih untuk membantu orang tuanya dalam bekerja sehingga mereka secara tidak langsung berlatih untuk memiliki motif berprestasi yang tinggi baik dalam hal etos kerja, pemikiran maupun cara memecahkan masalah.

(69)

dengan menuntut anak sesuai kewajibannya

Pada keluarga Etnis Tionghoa, anak didorong untuk mengambil keputusan bagi dirinya sendiri dan diajarkan untuk tidak takut dengan kegagalan serta ulet berusaha hingga mencapai keberhasilan karena keberhasilan merupakan tanda bakti mereka pada orang tua dan leluhur mereka. Mereka mendorong seorang anak untuk berusaha semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuannya dalam mencapai keberhasilan.

Hasil hipotesis menyatakan bahwa hipotesis penelitian ini ditolak dengan kata lain bahwa tidak ada perbedaan tingkat motif berprestasi antara Etnis Tionghoa Peranakan dan Etnis Tionghoa Totok secara signifikan. Ini dilihat dari nilai t hitung sebesar 0,417. dengan t tabel sebesar 2,018. Karena t hitung < t tabel ( 0,417< 2,021) maka hipotesis nol diterima, dan hipotesis alternatif ditolak. Dengan demikian dapat di tarik kesimpulan tidak ada perbedaan motif berprestasi antara Etnis Tionghoa Peranakan dan Etnis Tionghoa Totok secara signifikan.

Hal ini mengindikasikan bahwa Etnis Tionghoa Peranakan walaupun sudah berakulturasi dengan budaya setempat maupun budaya barat (Belanda) tetapi masih menekankan motif berprestasi yang tinggi dalam kehidupan sehari-harinya. Walaupun memilih untuk tidak meneruskan usaha berdagang orang tuanya tetapi mereka menerapkan motif berprestasi yang tinggi juga pada kinerja mereka.

(70)
(71)

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis penelitian, hipotesis penelitian menujukkan bahwa hipotesis nol diterima, dan hipotesis alternatif ditolak. Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan tidak ada perbedaan motif berprestasi antara Etnis Tionghoa Peranakan dengan Etnis Tionghoa Totok secara signifikan. Selain itu tingkat motif berprestasi subjek secara keseluruhan termasuk pada kategori tinggi.

Walaupun Etnis Tionghoa Peranakan Tidak sefanatik, dan sekukuh Etnis Tionghoa Totok dalam mempertahankan akar budaya dan adat istiadat leluhurnya serta sudah berakulturasi dengan budaya setempat ataupun budaya barat (Belanda) tetapi mereka masih menekankan pentingnya motif berprestasi yang tinggi dalam kehidupan seharí-harinya. Walaupun memilih untuk tidak meneruskan usaha berdagang seperti leluhurnya tetapi mereka menerapkan motif berprestasi yang tinggi juga pada kinerja mereka. Keleluasaan beradaptasi dan pendidikan barat tidak menyebabkan lunturnya motif berprestasi mereka. Dari sini dapat dikatakan bahwa ajaran leluhur hanyalah salah satu yang mendorong tingginya motif berprestasi.

Ini ditunjukan dengan tipisnya selisih mean antara 2 kelompok subjek.

Gambar

Tabel 1. Skor Skala Motif Berprestasi
Tabel 2. Blue Print dan Distribusi Item Skala Motif Berprestasi
Tabel 3. Susunan Nomor Item Skala Motif Berprestasi Setelah Uji-Coba
Tabel 5. Ringkasan Levene Test

Referensi

Dokumen terkait

Clelland (1987) berpendapat bahwa individu dengan motif berprestasi akan bekerja lebih baik dalam bidang usaha karena dunia usaha mensyaratkan setiap orang yang terlibat di

PERBEDAAN MINAT MEMBELI MOTIF BATIK TRADISIONAL ANTARA ETNIS JAWA DENGAN ETNIS CHINA.. DI PUSAT GROSIR

Maka dari itu, dengan adanya arahan yang jelas mengenai keharusan untuk cerdas dan berprestasi, maka mahasiswa etnis Cina yang masih mengikuti budayanya lebih dapat mengatur

Agnee Indriani Liman (1997) &#34;Perbedaan Motif Berprestasi Ditinjau Dari Kesesuaian Minat Terhadap Penentuan Jurusan Pada Remaja dt SMUK Frateran di

berbuat sesuai dengan minatnya. Minat ini akan memperbesar motif yang ada pada individu. c) Konsentrasi dan perhatian, seluruh perhatian harus dicurahkan kepada apa yang

Emosi yang bersifat positif, diharapkan dapat memberikan pengaruh yang baik bagi sikap dan perilaku individu, dalam hal ini motif berprestasi individu, tentu saja sifat emosi

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa laki-laki yang menikah dengan sesama etnis menunjukkan penyesuaian pernikahannya lebih tinggi dari laki-laki yang menikah dengan

Hipotesis ketiga yang diajukan dalam penelitian adalah ada hubungan antara kecerdasan emosi dan motif berprestasi dengan prestasi belajar siswa pada pelajaran Pendidikan