• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan antara persepsi mahasiswa psikologi Universitas Sanata Dharma terhadap profesi psikolog dengan motif berprestasi - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Hubungan antara persepsi mahasiswa psikologi Universitas Sanata Dharma terhadap profesi psikolog dengan motif berprestasi - USD Repository"

Copied!
184
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI MAHASISWA PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA TERHADAP PROFESI

PSIKOLOG DENGAN MOTIF BERPRESTASI

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)

Program Studi Psikologi

Oleh:

V. Anindita Wedhasmara

NIM : 029114063

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)

Motto

Tariklah napas

Hembuskan

Tariklah napas sekali lagi

Tersenyumlah

Santailah

Sampailah

Dimana engkau berada

Bersikaplah alami

Terbukalah terhadap ketidakberdayaan

Untuk menjadi

Dan bukan melakukan

Tinggalkan segalanya

Biarkan pergi

Nikmati sebentar

Kenikmatan meditasi yang menakjubkan ini

Lama Surya Das

Hal yang paling berbahaya di dunia ini

Adalah mengira bahwa engkau memahami sesuatu

(5)

Skripsi dengan Judul

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI MAHASISWA PSIKOLOGI

TERHADAP PROFESI PSIKOLOG DENGAN MOTIF

BERPRESTASI

Saya persembahkan kepada

:

 

 

 

Bapa di Surga

Bunda Maria

Bapak B. Widjokongko

Ibu Sri Budiastuti

Saudaraku Budi Baskara

Dan Malaikat kecilku Thea Novena

Serta semua nabi, mesias, avatar, budha dan sufi

yang telah menebarkan benih-benih kasih ke seluruh

penjuru dunia ini

 

 

 

(6)

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Dengan ini, saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Hubungan

Antara Persepsi Mahasiswa Psikologi Terhadap Profesi Psikolog Dengan Motif

Berprestasi” ini tidak memuat karya atau sebagian karya orang lain kecuali yang

telah saya sebut dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya

ilmiah

Yogyakarta, 15 November 2007

Penulis,

(7)

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :

Nama : V. Anindita Wedhasmara

Nomor Mahasiswa : 029114063

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan

Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

Hubungan Antara Persepsi Mahasiswa Psikologi Universitas Sanata Dharma Terhadap Profesi Psikolog Dengan Motif Berprestasi beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal : 28 Februari 2008

Yang menyatakan

(8)

ABSTRAK

V. Anindita Wedhasmara (2007). Hubungan Antara Persepsi Mahasiswa Psikologi Terhadap Profesi Psikolog Dengan Motif Berprestasi. Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma

Persepsi adalah cara individu dalam melihat, mengerti dan menafsirkan dunia, berdasarkan kebutuhan dan pengalamannya masing-masing. Penafsiran atau interpretasi yang dilakukan ini, pada akhirnya akan sangat mempengaruhi individu dalam berperilaku dan mengambil keputusan. Berpijak dari kenyataan tersebut, peneliti ingin melihat apakah persepsi mahasiswa psikologi terhadap profesi psikolog akan berhubungan dengan motif mahasiswa tersebut untuk berprestasi dengan lebih baik.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara persepsi mahasiswa psikologi terhadap profesi psikolog dengan motif berprestasinya. Subjek dalam penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Jogjakarta, yang berjumlah 60 orang. Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah dengan menggunakan skala, yaitu skala persepsi terhadap profesi psikolog dan skala motif berprestasi, yang dibuat sendiri oleh peneliti. Uji kesahihan butir dan reliabilitas skala penelitian menghasilkan koefisien reliabilitas sebesar 0,952 untuk skala persepsi terhadap profesi psikolog, dan sebesar 0,914 untuk skala motif berprestasi. Dari hasil tersebut terlihat bahwa kedua skala penelitian ini valid dan reliabel.

Hasil uji asumsi menunjukkan bahwa sebaran data yang ada normal dan mengikuti fungsi linier, sehingga data penelitian dapat dianalisis dengan menggunakan teknik korelasi product moment dari Pearson. Koefisien korelasi yang diperoleh adalah sebesar 0,706 dengan p = 0,000 atau p < 0,01. Dengan demikian hipotesis penelitian ini, yang menyatakan bahwa ada hubungan positif yang signifikan antara persepsi mahasiswa psikologi terhadap profesi psikolog dengan motif berprestasinya, dapat diterima.

(9)

ABSTRACT

V. Anindita Wedhasmara (2007). The Relationship between Psychology Student Perceptions in Psychologist Profession and the Achievement Motive. Yogyakarta: Faculty of Psychology of The Sanata Dharma University

The perception is the human individual way to see, to understand, and to estimate world based on the needs and experience. The human explanation or interpretation is highly influence to the human attitude mainly in decision making. Based on those realities, researcher wants to know, the connection between psychology student perceptions on profession with student’s motivation for better achievement.

The aim of this research was to found the relationship between psychology student perceptions in psychologist profession with achievement motive. The subject of this research were 60 students from the Faculty of Psychology, Sanata Dharma University, Yogyakarta. The collecting data technique used two scales, which were the perception scale for perception in psychology profession and achievement motive scale made by the researcher. The test of validity point and research scale reliability generated reliability coefficient as big as 0,952 for perception scale and 0,914 for achievement motive scale, so both scales were valid and reliable.

The product of assumption test showed normal distribution and linier function. Furthermore, the data can be analyzed by Pearson’s Product moment correlation technique. The coefficient correlation was 0.706 (p = 0.000 or < 0.01). So the hypotheses that highly positive correlation between psychology student perceptions in psychologist profession with the achievement motive was accepted.

(10)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Bapa di surga yang telah melimpahkan berkat

kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Tanpa

bimbingan-Nya, tentulah skripsi ini tidak akan tersusun dengan baik.

Penulisan skripsi ini merupakan pengalaman yang sangat luar biasa bagi

penulis, karena lewat penulisan ini penulis mendapatkan banyak sekali pelajaran

hidup yang sangat berharga. Maka dari itu, penulis ingin mengucapkan terima

kasih kepada pihak-pihak yang telah memberikan waktu, informasi, dan dukungan

hingga selesainya penyusunan skripsi ini, secara khusus kepada:

1. Bapak P. Eddy Suhartanto, S.Psi, M.Si, selaku Dekan Fakultas Psikologi

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah memberi kesempatan

dalam penyusunan skripsi ini

2. Ibu Nimas Eki Suprawati, S.Psi, Psi selaku pembimbing skripsi, yang

dengan teliti memeriksa dan senantiasa memberikan masukan demi

kesempurnaan skripsi ini

3. Ibu Sylvia Carolina MYM., S.Psi, M.Si dan Ibu P. Henrietta PDADS., S.Psi,

M.Si yang telah memberikan masukan saat presentasi dan proses revisi.

4. Ibu Titik S.Psi, Bapak Carolus Adi Nugroho, S. Psi dan Ibu A. Tanti Arini,

S.Psi, M.Si selaku dosen pembimbing akademik

5. Bapak Y Agung Santoso, S. Psi dan Bapak Heri Widodo, S. Psi., M. Psi

(11)

6. Seluruh karyawan Fakultas Psikologi USD Yogyakarta; Ibu MB.

Rohaniwati, Mas Gandung Widiyantoro, Mas P. Mujiono, Mas Doni, dan

Bpk Giyono yang dengan setia senantiasa melayani kami para mahasiswa

7. Bapak B. Widjokongko, Ibu MTH. Sri Budiastuti serta adikku Ch. Budi

Baskara, yang senantiasa memberiku kasih dan semangat untuk

menyelesaikan skripsi ini

8. Lebih dari siapapun, untuk Thea Novena, kekasih sekaligus sahabat

terbaikku, terimakasih untuk semuanya, semoga berkat dan kasih Bapa

selalu membimbing setiap langkah hidupmu

9. Keluarga besar Gamelan Kidul; Bapak Andreas Tuwaji, Ibu Sri Susanti,

Mbak Lia dan Dik Theo terimakasih atas dukungan doa dan kasih yang

besar, sehingga penulis dapat tetap bersemangat untuk menyelesaikan

skripsi ini

10.Keluargaku di Jogja: Om Damar, Tante Ria, Tio dan Mbak Nem,

terimakasih untuk dukungan dan perhatiannya selama ini

11.Semua teman psikologi yang sudah meluangkan waktunya untuk mengisi

skala penelitian ini, terimakasih banyak

12.Ibu Etik, Mba Endah, Mbak Lia dan Mas Andri, terimakasih atas

(12)

13.Mas Uki Sadewa, guru serta pembimbing spiritualku, terimakasih untuk

percikan api kesadarannya

14.Teman-teman satu perjuangan di Asta Mistika: Nope, Ajenk, Asih, Aning,

Wiwin, Usman, Nanok, Budi dan tak ketinggalan Ucil, kalian semua berkat

bagiku, mari bersama berjalan menuju kesadaran!

15.Teman-teman di Alamanda: Gunawan, X-sun, Andimon, Ochin, Agus, Zoe,

Tusta, Mas Anggi, Mas Snuwi dan Pak Kapten, Berkah Dalem

16.Temen-teman di Geng Banyak: Tyas, Elen, Tika, Barjo, Arba, Desta, Lisna,

dan Dedy, kalian teman pertamaku di psikologi, terimakasih ya

17.Temen-temen psikologi ‘02: Lita, Fista, Mitha, Lia, Tanti, Ian, Sani, Dimas,

Roni, Ronald, dll, matur sembah nuwun

18.Galih, Fika, Cahya, Echa, serta semua anak bimbingannya bu Nimas yang

lain, maju terus!

19.Temen-temen komunitas KRK: Sinug, Puri, Ajeng, Monik, dll, hidup KRK!

20.Para sahabat di Solo: Somad, Bagus, Mia dan Jacob, kasih yang aku rasakan

lewat kehadiran kalian begitu besar, terimakasih ya, Gusti Mberkahi

21.Pak Joko, Yayank Tika serta Kang Hari, terimakasih atas berbagai suntikan

(13)

22.de Mello, Khrisna, Robbins, Das, Nietzche, Marx, Freud, Rowling, Stroud,

Brown, Dee, Utami, Ellis, Gunawan, Tallis, Goleman, Gardner, serta semua

penulis yang telah membakar dunia ini dengan karyanya, terimakasih!

Yogyakarta, 15 November 2007

Hormat saya,

V. Anindita Wedhasmara

(14)

DAFTAR ISI

JUDUL ...i

MOTTO ... ii

PERSEMBAHAN ... iii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ...iv

ABSTRAK …... v

ABSTRACT ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR BAGAN ... xiv

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 10

C. Tujuan Penelitian ... 10

D. Manfaat Penelitian ... 11

BAB II LANDASAN TEORI ... 12

(15)

1. Pengertian Motif ... 12

2. Pengertian Motif Berprestasi ...14

3. Ciri-Ciri Individu yang Memiliki Motif Berprestasi Tinggi ... 16

4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motif Berprestasi ... 20

B. Persepsi Mahasiswa Psikologi Terhadap Profesi Psikolog ... 23

1. Persepsi ... 23

a. Pengertian Persepsi ... 23

b. Aspek-Aspek yang Membentuk Persepsi ... 26

c. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persepsi ... 29

d. Syarat-Syarat Terbentuknya Persepsi ... 31

2. Profesi Psikolog ... 32

a. Pengertian Profesi ... 32

b. Pengertian Profesi Psikolog ... 35

3. Persepsi Mahasiswa Psikologi Terhadap Profesi Psikolog ...37

a. Mahasiswa Psikologi ...37

b. Persepsi Mahasiswa Psikologi Terhadap Profesi Psikolog ...39

C. Hubungan Antara Persepsi Mahasiswa Psikologi Terhadap Profesi Psikolog Dengan Motif Berprestasi ...46

D. Hipotesis ... 50

BAB III METODE PENELITIAN ... 52

A. Jenis Penelitian... 52

B. Variabel Penelitian ... 52

(16)

1. Persepsi Terhadap Profesi Psikolog ... 53

2. Motif Berprestasi... 53

D. Subyek Penelitian ... 54

E. Metode dan Alat Pengumpul Data ... 55

1. Skala Persepsi Terhadap Profesi Psikolog... 56

2. Skala Motif Berprestasi... 63

F. Pengujian Instrumen Penelitian... 66

1. Uji Coba Alat Ukur ... 66

2. Uji Kesahihan Item Skala ... 67

a. Skala Persepsi Terhadap Profesi Psikolog ... 67

b. Skala Motif Berprestasi ... 69

3. Uji Reliabilitas ... 70

G. Teknik Analisis Data ... 72

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 73

A. Orientasi Kancah Penelitian ... 73

B. Pelaksanaan Penelitian ... 75

C. Hasil Uji Asumsi ... 75

1. Uji Normalitas ... 75

2. Uji Linearitas ... 76

D. Hasil Penelitian ... 77

1. Data Penelitian ... 77

2. Uji Hipotesis ... 80

(17)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 90

A. Kesimpulan ... 90

B. Saran ... 91

DAFTAR PUSTAKA ... 93

(18)

DAFTAR BAGAN

1. Bagan 1: Bagan Hubungan Antara Persepsi Mahasiswa Psikologi Terhadap

(19)

DAFTAR TABEL

1. Tabel 1: Distribusi Item Skala Persepsi Terhadap Profesi Psikolog

Sebelum Uji Coba ... 62

2. Tabel 2: Skor Skala Persepsi Terhadap Profesi Psikolog

Berdasarkan Kategori Jawaban ... 63

3. Tabel 3: Distribusi Item Skala Motif Berprestasi Sebelum Uji Coba ... 65

4. Tabel 4: Skor Skala Motif Berprestasi Berdasarkan Kategori Jawaban... 66

5. Tabel 5: Distribusi Item Skala Persepsi Terhadap Profesi Psikolog

Setelah Uji Coba ... 68

6. Tabel 6: Distribusi Item Skala Motif Berprestasi Setelah Uji Coba ... 70

7. Tabel 7: Data Penelitian ... 77

8. Tabel 8: Norma Kategorisasi Persepsi Terhadap Profesi Psikolog

Dan Motif Berprestasi ... 78

9. Tabel 9: Norma Kategorisasi Persepsi Tehadap Profesi Psikolog ... 79

(20)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN A : SKALA UJI COBA PENELITIAN ...97

A1 : Skala Motif Berprestasi ...97

A2 : Skala Persepsi Terhadap Profesi Psikolog ...103

LAMPIRAN B : SKALA PENELITIAN ...110

B1 : Skala Motif Berperstasi ...110

B2 : Skala Persepsi Terhadap Profesi Psikolog ...115

LAMPIRAN C : DATA UJI COBA PENELITIAN ...121

C1 : Data Motif Berprestasi ...121

C2 : Data Persepsi Terhadap Profesi Psikolog ...126

LAMPIRAN D : HASIL UJI RELIABILITAS ...131

D1 : Reliabilitas Motif Berprestasi ...131

D2 : Reliabilitas Persepsi Terhadap Profesi Psikolog ...138

LAMPIRAN E : DATA PENELITIAN ...146

E1 : Data Motif Berprestasi ...146

E2 : Data Persepsi Terhadap Profesi Psikolog ...154

LAMPIRAN F : HASIL UJI ASUMSI ...162

F1 : Uji Normalitas ...162

F2 : Uji Linearitas ...163

LAMPIRAN G : HASIL UJI HIPOTESIS ...164

LAMPIRAN H : SURAT IJIN PENELITIAN

(21)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ilmu Psikologi mempunyai sejarah perkembangan yang

cukup panjang. Pada mulanya disiplin ini menjadi satu dengan filsafat dan tidak

menjadi sebuah disiplin ilmu tersendiri sampai tahun 1879, ketika Wilhelm

Wundt mendirikan laboratorium psikologi yang pertama. Sebelumnya, setiap

observasi dan wawasan yang diasosiasikan dengan psikologi adalah bagian dari

ilmu filsafat. Pada akhir abad dua puluh kedua bidang ini terpisah, psikologi

keluar dari disiplin humaniora dan lebih memilih pindah ke disiplin ilmu sosial.

Era psikologi behaviorisme membuat garis pemisah yang semakin jelas antara

psikologi dan filsafat. Tokoh psikologi behaviorisme seperti John Watson dan B.

F. Skinner membawa segala pertanyaan mereka tentang kehidupan manusia ke

dalam laboratorium, lalu melakukan percobaan atasnya. Demikianlah akhirnya

psikologi secara resmi benar-benar terpisah dari filsafat, walau sebenarnya kedua

bidang tersebut tidak bisa dipisahkan secara mutlak karena keduanya mempunyai

objek pengamatan yang sama yaitu kodrat manusia (Marinoff, 2003).

Setelah terpisah dari filsafat, psikologi mencoba mencari

jalannya sendiri, untuk menjawab pertanyaan mendasar tentang kodrat manusia.

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat berdampak juga

pada perkembangan ilmu psikologi. Psikologi telah banyak melahirkan teori-teori

(22)

Behaviorisme dan Humanistik, yang masing-masing mempunyai cara pandang

berbeda tentang kodrat manusia (Rakhmat, 2001). Hal ini sebenarnya

menunjukkan kompleksitas manusia sebagai objek kajian psikologi. Terlebih di

era globalisasi seperti sekarang ini, permasalahan manusia menjadi semakin

kompleks. Ilmu pengetahuan bagaikan pisau bermata dua, karena disamping

membawa perubahan yang positif, kehadirannya juga menimbulkan banyak

permasalahan. Situasi seperti inilah yang semakin memicu perkembangan ilmu

psikologi sebagai salah satu alternatif solusi bagi permasalahan hidup manusia.

Di Indonesia, psikologi merupakan salah satu disiplin ilmu yang

masih terus berkembang. Disiplin ini, berdasarkan sistem pendidikan yang

diatur oleh negara (SK Mendikbud no. 18/D/O/1993), terbagi menjadi dua

kelompok profesi. Yang pertama dikenal dengan sebutan ilmuwan psikologi,

yaitu mereka yang berhak memberikan jasa psikologi namun tidak berhak atau

tidak berwenang dalam melakukan praktek psikologi di Indonesia. Sedang

yang kedua dikenal dengan sebutan psikolog, yaitu mereka yang berhak dan

berwenang menjalankan praktek psikologi di wilayah hukum negara Republik

Indonesia (Widyanto dan Suhartanto, 2004). Para profesional dari kedua

kelompok profesi psikologi inilah yang akan menentukan arah perkembangan

ilmu dan penerapan psikologi di Indonesia.

Selain peran dari para profesional psikologi, perkembangan ilmu

dan penerapan psikologi juga menjadi tugas bagi mahasiswa psikologi.

Kondisi profesi psikologi di masa yang akan datang akan sangat tergantung

(23)

merupakan calon psikolog atau ilmuwan psikologi itu sendiri. Demi

terwujudnya profesi psikologi yang berkualitas, maka setiap mahasiswa

psikologi harus memiliki motif berprestasi yang tinggi dalam dirinya. Motif

berprestasi merupakan usaha yang dilakukan individu untuk meraih sukses

atau prestasi yang berkualitas (Atkinson, 1957 dalam Jung, 1978). Motif

berprestasi menjadi penting karena tanpa adanya motif berprestasi yang tinggi

maka mahasiswa psikologi akan mengalami kesulitan untuk meraih

kesuksesan, baik itu dalam bidang akademik maupun dalam berbagai bidang

kehidupan yang lain.

Dengan motif berprestasi yang tinggi, mahasiswa akan selalu

terdorong untuk terus belajar demi mencapai hasil yang optimal. Mereka tidak

akan ragu dalam menghadapi tantangan karena setiap tantangan akan

dipandang sebagai kesempatan untuk mengembangkan kualitas pribadi

mereka menjadi lebih baik. Di samping itu mahasiswa yang mempunyai motif

berprestasi tinggi biasanya juga memiliki ketertarikan yang besar terhadap

kompetisi, baik itu kompetisi dengan dirinya sendiri maupun kompetisi

dengan orang lain (McClelland, 1986). Semangat berkompetisi ini akan

mendorong para mahasiswa untuk memunculkan kemampuan terbaiknya,

sehingga prestasi belajar mereka juga akan semakin meningkat.

Berdasarkan uraian di atas terlihat bahwa motif berprestasi

memiliki peran penting dalam meningkatkan prestasi belajar atau kinerja

mahasiswa psikologi. Maka dari itu menjadi sangat penting bagi setiap

(24)

dalam dirinya. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi terbentuknya motif

berprestasi adalah persepsi. Dalam konteks penelitian ini, peneliti ingin

melihat apakah ada hubungan antara persepsi mahasiswa psikologi terhadap

profesi psikolog dengan motif berprestasi mereka. Peneliti memilih untuk

memfokuskan perhatian pada persepsi terhadap profesi psikolog, dan bukan

persepsi terhadap profesi ilmuwan psikologi, karena berdasarkan wawancara

terhadap beberapa mahasiswa dan dosen terlihat bahwa saat ini minat utama

sebagian besar mahasiswa psikologi adalah pada profesi psikolog. Hal ini

disebabkan karena profesi psikolog dapat menyediakan lapangan pekerjaan

yang lebih luas bila dibandingkan dengan profesi ilmuwan psikologi, sehingga

memudahkan anggotanya untuk memperoleh penghasilan finansial yang lebih

besar.

Namun sebelum membahas tentang persepsi mahasiswa psikologi

terhadap profesi psikolog, terlebih dahulu peneliti akan memberikan gambaran

tentang kondisi profesi psikolog di Indonesia. Hal ini penting karena kondisi

tersebut memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap terbentuknya

persepsi mahasiswa psikologi terhadap profesi psikolog. Profesi psikolog

merupakan profesi yang bergerak dalam berbagai bidang kehidupan

masyarakat, seperti industri, pendidkan dan kesehatan (klinis). Walaupun

setiap bidang tersebut memiliki kondisi khusus, yang mungkin berlainan satu

sama lain, namun secara umum kondisi tersebut dapat dibagi menjadi dua,

yaitu kondisi yang mendukung perkembangan profesi psikolog (aspek positif)

(25)

Pada pembahasan kali ini peneliti akan memberikan gambaran umum tentang

berbagai aspek positif dan negatif yang dimiliki oleh masing-masing bidang

profesi psikolog tersebut.

Salah satu aspek positif dari profesi psikolog di bidang industri

adalah sudah semakin diakuinya peran psikolog dalam menangani

masalah-masalah ketenagakerjaan. Pemerintah sudah mulai memberikan kepercayaan

pada psikolog untuk membantu para calon tenaga kerja dalam memahami

potensi dirinya serta untuk memilih bidang pelatihan yang sesuai dengan

potensinya tersebut (www.jatim.co.id). Sedangkan aspek positif yang muncul dalam bidang pendidikan adalah semakin banyaknya orang tua yang

menyadari peran penting psikolog dalam membantu mengatasi berbagai

permasalahan belajar anak. Pemahaman psikolog tentang kepribadian serta

modalitas belajar anak akan sangat membantu anak untuk dapat mencapai

prestasi belajar yang optimal. Sementara dalam bidang kesehatan,

perkembangan profesi psikolog sangat ditunjang oleh kondisi aktual seputar

kehidupan masyarakat Indonesia saat ini. Saat ini masyarakat Indonesia harus

berhadapan dengan berbagai permasalahan hidup yang cukup berat, yang

dapat menjadi faktor pemicu munculnya berbagai gangguan psikologis pada

masyarakat. Disinilah peran psikolog menjadi sangat dibutuhkan untuk

menjaga kesehatan mental masyarakat (Muhdi, dalam Kompas Maret 2007).

Di samping berbagai aspek positif di atas, ada juga berbagai

kondisi yang dapat menghambat perkembangan profesi psikolog di Indonesia.

(26)

psikolog dengan pekerja profesional yang lain, seperti praktisi hukum ataupun

manajemen, yang biasanya menjadi rekanan dalam satu kelompok Human

Research Development (HRD). Demikian juga dalam bidang pendidikan,

persinggungan sering terjadi antara psikolog dengan guru bimbingan

konseling di sekolah-sekolah. Menurut beberapa psikolog yang peneliti

wawancarai, persinggungan terjadi karena memang batasan kewenangan dari

profesi ini masih belum begitu jelas. Sementara dalam bidang kesehatan,

masalah yang muncul adalah masih banyaknya ahli-ahli terapi bukan psikolog

yang memberikan jasa pelayanan psikologi. Jasa pelayanan psikologi tersebut

biasanya terwujud dalam bentuk terapi-terapi psikologi, seperti salah satu

yang paling banyak diminati adalah hipnoterapi. Saat ini hipnoterapi sudah

menjadi sebuah bisnis yang dapat dipelajari maupun dipraktekkan dengan

mudah oleh setiap orang tanpa harus mendalami kajian keilmuan psikologi

secara formal (Kompas, 10 Desember 2006). Kondisi tersebut bila tidak

segera diatasi tentu akan merusak citra psikolog di mata masyarakat.

Berbagai kondisi seputar profesi psikolog di atas sangat berperan

dalam membentuk persepsi mahasiswa psikologi terhadap profesi ini. Persepsi

adalah suatu proses dimana individu mengorganisasikan dan

menginterpretasikan stimulus dan pola-pola yang ada di lingkungan sehingga

menjadi lebih berarti bagi individu yang bersangkutan (Atkinson, 1983).

Dengan kata lain persepsi adalah cara individu dalam memandang

lingkungannya, dimana individu berperan aktif untuk menginterpretasikan

(27)

stimulus tersebut. Maka dapat disimpulkan bahwa persepsi bersifat sangat

subjektif. Stimulus yang sama dapat dipersepsikan secara berbeda oleh

individu yang berbeda. Demikian pula halnya dengan persepsi mahasiswa

terhadap profesi psikolog. Mahasiswa yang memilih untuk memfokuskan

perhatian pada aspek positif atau berbagai potensi yang dimiliki oleh profesi

psikolog untuk berkembang, tentu akan memiliki kecenderungan untuk

mempersepsikan profesi ini secara positif. Sebaliknya mahasiswa yang hanya

memfokuskan perhatian pada aspek negatif atau kelemahan-kelemahan yang

dimiliki oleh profesi psikolog, tentu akan memiliki kecenderungan untuk

mempersepsikan profesi ini secara negatif.

Persepsi mahasiswa psikologi yang berbeda-beda terhadap profesi

psikolog ini akan berdampak pada terbentuknya motif berprestasi mereka

masing-masing. Hubungan antara persepsi dengan motif berprestasi itu sendiri

dijelaskan oleh McClallend dan Atkinson, yang menyatakan bahwa persepsi

individu terhadap suatu hal berperan dalam membentuk motif berprestasi

individu tersebut. McClallend dan Atkinson (1953, dalam Jung 1978)

menjelaskan bahwa persepsi dapat mempengaruhi motif berprestasi individu

karena persepsi sangat berperan dalam menentukan orientasi masa depan

individu tersebut. Dalam konteks penelitian ini persepsi mahasiswa psikologi

terhadap profesi psikolog akan sangat menentukan terbentuknya orientasi

masa depan mahasiswa tersebut, yaitu sebagai psikolog atau justru bukan

sebagai psikolog. Orientasi masa depan mahasiswa inilah yang pada akhirnya

(28)

Berdasarkan uraian di atas terlihat bahwa secara teoritis persepsi

mahasiswa psikologi terhadap profesi psikolog sangat berpengaruh terhadap

terbentuknya motif berprestasi mereka. Berpijak dari logika berpikir ini,

peneliti melakukan wawancara dengan beberapa orang mahasiswa psikologi

untuk melihat gambaran umum persepsi mereka terhadap profesi psikolog dan

pengaruh persepsi tersebut terhadap motif berprestasi mereka. Hasil yang

didapat cukup bervariasi. Sebagian mahasiswa memiliki persepsi yang positif

terhadap profesi psikolog. Menurut mereka seiring dengan semakin

meningkatnya taraf kecerdasan masyarakat, penerimaan dan penghargaan

terhadap profesi psikolog juga akan semakin meningkat. Bahkan dalam jangka

waktu 5 – 10 tahun lagi terapi psikologi dapat menjadi bagian dari gaya hidup

masyarakat Indonesia.

Persepsi yang positif terhadap profesi psikolog ini ternyata

berpengaruh terhadap meningkatnya motif berprestasi mahasiswa. Hasil

wawancara menunjukkan bahwa mahasiswa yang mempersepsikan profesi

psikolog secara positif menjadi lebih bersemangat dalam belajar maupun

dalam menyelesaikan tugas akhir mereka. Mahasiswa-mahasiswa tersebut

memiliki kemauan yang kuat untuk segera menyumbangkan ilmu yang mereka

miliki secara nyata di dunia kerja. Bahkan beberapa dari mereka sudah mulai

mencoba untuk menerapkan ilmunya dalam berbagai bidang pekerjaan yang

memang terkait dengan dunia psikologi.

Sementara itu beberapa mahasiswa psikologi yang lain ternyata

(29)

profesi psikolog kurang mempunyai nilai jual dalam dunia kerja. Seorang

mahasiswa mengatakan bahwa saat ini psikologi sudah menjadi objek kajian

yang populer, sehingga setiap orang merasa mampu mempelajari dan

menerapkan ilmu ini dengan mudah. Mahasiswa tersebut memberikan contoh

semakin banyaknya buku-buku bertemakan psikologi yang ditulis oleh

orang-orang yang bukan psikolog, seperti motivator, ahli-ahli agama ataupun

pelaku-pelaku bisnis. Hal tersebut sebenarnya positif, namun bila tidak diimbangi

dengan munculnya penulis-penulis dari profesi psikolog itu sendiri, maka

penghargaan masyarakat terhadap profesi ini akan semakin rendah.

Persepsi yang negatif terhadap profesi psikolog ini membuat para

mahasiswa tersebut menjadi kurang berorientasi pada keberhasilan studinya.

Hasil wawancara menunjukkan bahwa mahasiswa yang mempersepsikan

profesi psikolog secara negatif menjadi kurang bersemangat dalam meraih

kesuksesan. Padahal semangat untuk meraih kesuksesan merupakan salah satu

ciri dari individu yang mempunyai motif berprestasi tinggi, sehingga dapat

dikatakan bahwa para mahasiswa tersebut memiliki motif berprestasi yang

rendah (Harditono dalam Harahap, 2002). Beberapa mahasiswa malah dengan

sengaja menunda-nunda proses pengerjaan skripsi karena merasa bingung

dengan masa depan mereka setelah lulus nanti.

Berdasarkan analisis teori maupun wawancara di atas terlihat jelas

bahwa persepsi mahasiswa psikologi terhadap profesi psikolog sangat

berperan dalam menentukan kualitas motif berprestasi mereka. Berpijak dari

(30)

seperti apa yang muncul antara persepsi mahasiswa psikologi terhadap profesi

psikolog dengan motif berprestasi mereka.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas, peneliti tertarik

untuk mengetahui apakah ada hubungan antara persepsi terhadap profesi

psikolog dengan motif berprestasi pada mahasiswa psikologi.

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk melihat ada tidaknya hubungan

antara persepsi terhadap profesi psikolog dengan motif berprestasi pada

(31)

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

a. Menambah pengetahuan atau kepustakaan dalam bidang psikologi,

khususnya yang menyangkut persepsi terhadap profesi psikolog dan

hubungannya dengan motif berprestasi mahasiswa psikologi.

2. Manfaaat Praktis

a. Memberikan informasi atau pengetahuan bagi dosen psikologi akan

pentingnya pembentukan persepsi yang positif terhadap profesi

psikolog, demi meningkatkan motif berprestasi mahasiswa psikologi.

b. Memberikan dorongan bagi dosen psikologi untuk menciptakan suatu

kondisi pembelajaran yang dapat membuat persepsi mahasiswa

(32)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Motif Berprestasi

1. Pengertian Motif

Setiap individu dalam bertingkah laku akan dipengaruhi oleh faktor-faktor

tertentu yang menjadi sebab atau pendorong. Faktor pendorong inilah yang

disebut motif. Beberapa ahli memberikan pengertian yang berbeda antara motif

dan motivasi. Teevan dan Smith (1967, dalam Martaniah, 1984) menyatakan

bahwa motivasi adalah konstruksi yang mengaktifkan perilaku, sedangkan

komponen yang lebih spesifik dari motivasi yang berhubungan dengan tipe

perilaku tertentu disebutnya motif. Sedang Handoko (1992) mengartikan motif

sebagai suatu keadaan yang mengakibatkan individu bertingkah laku untuk

memenuhi kebutuhan atau mencapai tujuan tertentu. Sementara motivasi

merupakan motif yang telah menjadi perilaku konkret

Sementara McClelland (1967, dalam Martaniah, 1984) menggunakan

istilah motif dan motivasi dalam arti yang sama. Menurut pendapatnya semua

motif diperoleh dari hasil belajar. Motif merupakan dorongan untuk berubah

dalam kondisi yang afektif, karena semua motif sebenarnya didasari oleh emosi.

McClelland berpendapat bahwa motif tidak dapat dilihat begitu saja dari perilaku,

karena motif tidak selalu seperti yang tampak, kadang-kadang malah berlawanan

dengan yang tampak.

Menurut Martaniah (1982) motif selalu menjadi penyebab dari setiap

(33)

potensial dan laten yang dibentuk oleh pengalaman-pengalaman yang secara

relatif dapat bertahan meskipun ada kemungkinan berubah, yang berfungsi

menggerakkan dan mengarahkan perilaku pada tujuan tertentu.

Gerungan (1988) bependapat bahwa motif merupakan suatu pengertian

yang meliputi semua penggerak, alasan-alasan, dorongan-dorongan, hasrat,

keinginan dan tenaga penggerak lainnya yang berasal dari dalam diri individu

untuk melakukan sesuatu. Sedang McDonald (dalam Spillane dan Yudianti, 1987)

memberikan definisi tentang motif sebagai suatu perubahan tenaga di dalam diri

individu yang ditandai oleh dorongan afektif dan reaksi-reaksi dalam usaha

mencapai tujuan tertentu.

Motif merupakan suatu alasan atau dorongan yang menyebabkan individu

melakukan tindakan tertentu (Handoko, 1992). Selanjutnya Handoko menjelaskan

bahwa berdasarkan asalnya, motif dapat dibagi dalam dua kategori, yaitu:

a. Motif Biogenetis

Motif biogenetis merupakan motif yang berasal dari kebutuhan-kebutuhan

dasar organisme demi kelangsungan hidupnya secara biologis. Motif ini

bersifat universal, artinya tidak terikat pada umur, jenis kelamin, suku,

daerah dan lain-lain. Motif biogenetis juga tidak terikat pada lingkungan

kebudayaan tempat individu hidup dan berkembang. Motif biogenetis

(34)

b. Motif Sosiogenetis

Motif sosiogenetis berasal dari lingkungan kebudayaan tempat individu

berada dan berkembang. Motif ini tidak tergantung pada keadaan fisiologis

individu melainkan sebagai akibat dari interaksi dengan individu lain atau

hasil kebudayaan. Dengan kata lain motif ini bergantung pada lingkungan.

Salah satu motif yang termasuk motif sosiogenetis adalah motif

berprestasi.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa motif

adalah suatu keadaan atau dorongan yang berasal dari dalam individu yang

mengarahkan dan menggerakkan seseorang untuk bertingkah laku. Ada motif

yang dibawa sejak lahir seperti motif biogenetis dan ada pula motif sosiogenetis

yang adanya karena dipengaruhi oleh lingkungan yang dipelajari dan timbul

sebagai akibat dari interaksi individu dengan orang lain atau hasil kebudayaan

dimana individu tersebut berada dan berkembang.

2. Pengertian Motif Berprestasi

McClelland (1953 dalam Martaniah, 1984) menggunakan istilah need for

achievement bagi motif berprestasi. McClelland mendefinisikan motif berprestasi

sebagai suatu usaha untuk mencapai sukses, yang bertujuan untuk berhasil dalam

kompetisi dengan suatu ukuran keunggulan. Ukuran keunggulan ini dapat berupa

prestasi yang diraihnya sendiri sebelumnya atau prestasi orang lain. Individu yang

(35)

situasi berprestasi. Kesenangan yang didapatnya bukan berasal dari penghargaan

masyarakat melainkan dari kesuksesan yang berhasil ia raih.

Sementara Heckhausen (1968 dalam Martaniah 1984) berpendapat bahwa

motif berprestasi merupakan usaha untuk meningkatkan atau mempertahankan

kecakapan pribadi setinggi mungkin dalam segala aktivitas dengan berpedoman

pada ukuran keunggulan atau patokan kualitas tertentu. Ukuran keunggulan

tersebut adalah kesempurnaan dalam mengerjakan tugas dan memperoleh hasil

(task oriented standard of excellend), prestasi yang pernah dicapai di masa lalu

(self related standard of excellend) dan prestasi yang pernah dicapai orang lain

(other related standard of excellend).

Menurut Murray (dalam Martaniah, 1984), motif berprestasi adalah

dorongan untuk berprestasi, yaitu dorongan untuk mengatasi rintangan-rintangan

dan memelihara kualitas kerja yang tinggi, juga dalam bersaing melalui

usaha-usaha untuk melebihi prestasi yang dicapai sebelumnya dan untuk mengungguli

prestasi orang lain.

Atkinson (1957, dalam Jung 1978) juga berpendapat bahwa motif

berprestasi merupakan salah satu aspek dari tingkah laku manusia yang berupa

usaha untuk mencapai sukses atau prestasi yang berkualitas. Motif berprestasi

adalah suatu disposisi usaha untuk sukses, dan merupakan motif dengan tendensi

untuk mendekat. Tendensi untuk mendekat tersebut disebut juga harapan akan

sukses. Individu dengan motif berprestasi tinggi, jika mempunyai tujuan, lebih

(36)

Sementara menurut Usman S. Madina (1998), motif berprestasi adalah

usaha yang dilakukan individu untuk mencapai tujuan yang berupa prestasi atau

hasil yang optimal dengan patokan ukuran keunggulan tertentu, yang meliputi

kesempurnaan dalam menyelesaikan tugas, peningkatan dari prestasi yang pernah

dicapai sebelumnya dan pelampauan terhadap prestasi yang dicapai oleh orang

lain.

Dari berbagai uraian diatas dapat disimpulkan bahwa motif berprestasi

adalah suatu dorongan yang menggerakkan individu untuk mengembangkan

kualitas pribadinya setinggi mungkin, dengan cara melakukan usaha-usaha untuk

meraih kesuksesan, mengatasi rintangan, memelihara kualitas kerja yang tinggi

dan berkompetisi dengan suatu ukuran keunggulan tertentu.

3. Ciri-ciri Individu yang memiliki Motif Berprestasi Tinggi

Bagi individu yang memiliki motif berprestasi, ada kemungkinan bahwa

individu tersebut akan lebih realistis terhadap dirinya sendiri dan terhadap prestasi

yang ingin diraihnya. Motif berprestasi tersebut membuat individu dapat

menyadari bahwa prestasi yang baik tidak dapat dicapai dalam waktu yang singkat

dan dengan cara yang mudah. Oleh karena itu secara mental individu harus lebih

berusaha dengan giat daripada mengharapkan nasib baik saja. Individu yang lebih

suka berusaha akan memiliki pikiran-pikiran yang mengarah ke masa depan dan

berpikir secara logis dibandingkan dengan individu yang kurang memiliki motif

(37)

Harditono (1979, dalam Madina 1998) menyatakan bahwa individu yang

memiliki motif berprestasi tinggi mempunyai ciri-ciri :

a. Berorientasi pada kesuksesan

b. Lebih percaya diri dalam menghadapi tugas

c. Perbuatannya selalu terarah pada tujuan dan selalu berorientasi pada masa

yang akan datang

d. Lebih menyukai tugas-tugas dengan tingkat kesulitannya sedang

e. Tidak suka membuang-buang waktu

f. Memiliki kemampuan yang lebih dari orang lain

Sementara McClelland (1986), setelah menarik kesimpulan dari beberapa

teori tentang motif berprestasi, menyatakan bahwa ciri-ciri orang yang

mempunyai motif berprestasi tinggi adalah :

a. Menjadi bersemangat sekali apabila unggul

b. Menentukan tujuan secara realistis dan berani mengambil resiko

c. Bertanggung jawab terhadap hasil dari pekerjaannya

d. Lebih memilih tugas yang menantang dan menunjukkan perilaku yang

berinisiatif

e. Menghendaki umpan balik yang konkrit dan cepat terhadap prestasi yang

telah dicapainya

(38)

g. Motivasi yang penting bagi mereka :

1. Melakukan pekerjaan yang membuat mereka puas

2. Mau menerima umpan balik terhadap kesuksesan maupun kegagalan

3. Mempunyai peluang untuk tumbuh

4. Melakukan sesuatu yang mempunyai tantangan tersendiri

h. Dapat diandalkan dan sangat diperlukan dalam organisasi

McClelland sendiri (1986), memberikan ciri-ciri individu yang memiliki

motif berprestasi tinggi, yaitu :

a. Memiliki tanggung jawab pribadi

b. Inovatif

c. Membutuhkan umpan balik terhadap hasil kerja

d. Cenderung memilih tugas dengan tingkat kesulitan moderat

McClelland juga berpendapat bahwa individu yang memiliki motif

berprestasi tinggi selalu penuh semangat dan penuh dengan kreatifitas. Mereka

selalu mencari cara untuk menyelesaikan tugas-tugas yang dihadapinya dengan

lebih baik. Hal ini membuat individu yang memiliki motif berprestasi tinggi

cenderung dapat melakukan tugas-tugas yang memiliki tingkat kesulitan tinggi

dengan baik.

Usman S. Madina (1998) mengemukakan bahwa individu dengan motif

berprestasi tinggi akan mempunyai ciri-ciri, yaitu :

a. Selalu berusaha mencapai sukses

b. Memiliki pemikiran realistis

(39)

d. Selalu berusaha untuk melakukan dan menyelesaikan tugas sebaik-baiknya

e. Selalu berusaha untuk mengungguli prestasi yang diperoleh sendiri

sebelumnya maupun prestasi orang lain

Dari berbagai pemaparan di atas dapat dilihat bahwa individu yang

memiliki motif berprestasi tinggi cenderung aktif, berani memperbaiki kesalahan

serta mengetahui kelebihan dan kekurangan dalam dirinya. Untuk kepentingan

penelitian ini peneliti menggunakan kesimpulan yang dibuat Usman S. Madina,

karena dipandang mampu menggambarkan secara lebih jelas ciri-ciri individu

yang mempunyai motif berprestasi tinggi. Usman S. Madina menarik kesimpulan

berdasarkan beberapa teori tentang ciri-ciri individu dengan motif berprestasi

tinggi. Ciri-ciri individu yang memiliki motif berprestasi tinggi adalah :

a. Selalu berusaha untuk mencapai sukses, yaitu memiliki kemauan dan usaha

keras untuk mencapai kesuksesan atau menyelesaikan suatu pekerjaan dengan

baik

b. Memiliki kepercayaan terhadap diri sendiri, yaitu perasaan berharga dan

percaya dari dalam diri individu atas kemampuannya untuk memperoleh

keberhasilan

c. Memiliki antisipasi terhadap kegagalan, yaitu keinginan dan usaha untuk

mengatasi kegagalan dengan cara merencanakan tindakan dan mencari tahu

tentang segala permasalahan yang akan dihadapi

d. Selalu berusaha untuk meningkatkan prestasi yang pernah dicapai

sebelumnya, yaitu keinginan dan usaha untuk selalu mencoba memperbaiki

(40)

e. Selalu berusaha untuk mengungguli prestasi orang lain, yaitu kemauan dan

usaha untuk berkompetisi secara sehat demi mengungguli prestasi orang lain

f. Mengusahakan kesempurnaan dalam penyelesaian tugas, yaitu kemauan dan

usaha untuk mengerjakan suatu tugas secara tuntas dan memuaskan

4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motif Berprestasi

McClelland dan Atkinson (1953, dalam Jung 1978) menyebutkan

beberapa faktor yang mempengaruhi terbentuknya motif berprestasi, seperti :

a. Budaya

Motif berprestasi yang dikembangkan individu tergantung pada

kebudayaan tempat ia dilatih, dan pola tersebut serasi dengan nilai dan

harapan perilaku yang akan dihadapinya sebagai anggota di dalam komunitas

masyarakat tempat ia hidup.

b. Reward dan Punishment

Motif berprestasi individu dipengaruhi oleh besarnya penghargaan yang

akan ia terima jika berhasil mencapai suatu standar prestasi tertentu, juga

konsekuensi yang akan ia terima jika gagal dalam mencapai standar prestasi

tersebut.

c. Persepsi dan Orientasi masa depan

Motif berprestasi dipengaruhi oleh gambaran masa depan atau cita-cita

yang ingin diwujudkan individu di masa yang akan datang. Di mana dalam hal

ini persepsi memegang peranan penting dalam mempengaruhi terbentuknya

(41)

Sementara Heckhausen (1977, dalam Martaniah 1984) berpendapat bahwa

motif berprestasi dipengaruhi oleh harapan akan sukses atau yang sering disebut

sebagai tendensi untuk mendekat. Individu dengan motif berprestasi tinggi akan

digerakkan oleh pengharapan mereka untuk mencapai kesuksesan tertentu.

Sementara itu individu dengan motif berprestasi yang rendah cenderung

digerakkan oleh ketakutan mereka akan kegagalan. Mereka disebut individu

dengan tendensi untuk menjauh karena sebisa mungkin selalu berusaha untuk

menghindari kegagalan.

McClelland (1986) juga berpendapat bahwa motif berprestasi seorang

individu dipengaruhi oleh :

a. Kemampuan Intelektual

Semakin tinggi intelektualitas individu, akan semakin mudah bagi dirinya

untuk menganalisa permasalahan, memberikan penilaian dan mencari

pemecahan yang tepat dan efektif. Hal tersebut menyebabkan individu

mempunyai keinginan untuk meraih kesuksesan, karena percaya bahwa

dirinya mempunyai potensi yang besar untuk mencapainya.

b. Pengalaman

Pengalaman yang berhubungan dengan keberhasilan akan menimbulkan

perasaan positif dalam diri individu, yang sangat berperan dalam membentuk

kepercayaan dirinya untuk meraih keberhasilan. Sebaliknya pengalaman

kegagalan akan menghambat pembentukan kepercayaan diri individu karena

(42)

c. Lingkungan

Lingkungan, terutama keluarga, yang memberi kesempatan individu untuk

mengembangkan dirinya akan sangat berperan dalam membentuk motif

berprestasi individu.

d. Situasi

Latihan yang dirancang secara tepat terbukti dapat meningkatkan motif

berprestasi individu yang mengikuti latihan tersebut.

Atkinson (1964, dalam Parwitasari 2002) menyebutkan beberapa faktor

yang mempengaruhi motif berprestasi, yaitu :

a. Situasional

b. Resiko yang ditimbulkan sebagai akibat dari prestasi yang diperoleh

c. Cita-cita yang mendasar

d. Sikap terhadap kehidupan dan lingkungan

e. Harga diri yang tinggi

f. Adanya rasa takut untuk sukses atau kecenderungan untuk menghindari

sukses

g. Pengalaman yang dimiliki

h. Kedisiplinan seseorang

i. Potensi yang dimiliki

Jadi sesuai dengan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa secara garis

besar motif berprestasi dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berasal dari dalam

(43)

kedisiplinan, dsb, serta faktor-faktor yang berasal dari luar individu tersebut,

seperti budaya, resiko, penghargaan serta latihan, dsb.

B. Persepsi Mahasiswa Psikologi Terhadap Profesi Psikolog

1. Persepsi

a. Pengertian Persepsi

Ada berbagai macam kajian tentang persepsi dalam psikologi. Menurut

Walgito (1994), persepsi merupakan suatu proses diterimanya stimulus oleh

individu melalui alat reseptor dimana stimulus yang diterima tersebut

diteruskan ke otak sehingga individu menyadari apa yang diperolehnya

melalui penginderaan tersebut. Persepsi penginderaan ini terjadi setiap saat,

yaitu pada waktu individu menerima stimulus yang mengenai dirinya melalui

alat indera. Alat indera ini merupakan penghubung antara individu dengan

dunia luarnya. Dengan persepsi individu dapat menyadari tentang keadaan

lingkungan yang ada di sekitarnya dan keadaan diri individu yang

bersangkutan (Davidoff dalam Walgito, 1999).

Rakhmat (2001) menyatakan persepsi sebagai suatu pengalaman

tentang objek, peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan cara

menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Penafsiran atau interpretasi

yang dilakukan selalu melibatkan faktor personal, seperti kebutuhan,

pengalaman masa lalu maupun karakteristik individu yang memberikan

respon. Pendapat tersebut sesuai dengan pernyataan Atkinson (1983) yang

(44)

dan menginterpretasikan stimulus atau pola-pola dari lingkungan sekitarnya

sehingga menjadi lebih bermakna bagi individu tersebut. Dengan kata lain

persepsi adalah cara individu dalam memandang lingkungannya, dimana

individu berperan aktif untuk menginterpretasikan stimulus berdasarkan

pengalaman dan sikap-sikap yang relevan dengan stimulus tersebut. Hal ini

menjelaskan mengapa suatu stimulus yang sama dapat direspon secara

berbeda oleh masing-masing individu.

Psikologi gestalt menjelaskan sifat subjektifitas persepsi melalui

sebuah konsep yang dikenal dengan sebutan DMZ (demilitarized zone), yaitu

suatu area kesadaran yang berisi prasangka atau prapenilaian terhadap dunia

dan orang lain. Konsep ini menjelaskan kecenderungan manusia untuk melihat

realitas bukan sebagaimana adanya tetapi hanya sebagaimana kelihatannya

(Schultz, 1991). Persepsi adalah apa yang dilihat manusia dengan mata

pikirannya, sehingga dengan mengubah persepsi maka realitas juga akan ikut

berubah, karena persepsi sebenarnya adalah realitas itu sendiri (Gunawan dan

Setyono, 2006).

Gibson (1994) berpendapat bahwa persepsi merupakan suatu proses

kognitif yang membantu seseorang untuk menyeleksi, mengolah dan

menginterpretasikan stimulus menjadi gambaran yang bermakna dan koheren.

Dalam persepsi, stimulus dapat berasal dari luar maupun dari dalam diri

individu, dan sekalipun stimulusnya sama, jika kerangka acuannya berbeda,

(45)

lain akan berbeda. Setiap orang akan mengartikan sendiri stimulus yang

diperolehnya.

Sementara itu, Covey (1997) menggunakan istilah paradigma dalam

menjelaskan persepsi manusia. Paradigma adalah cara manusia dalam melihat,

mengerti dan menafsirkan dunia, yang secara sederhana dapat dianalogikan

sebagai peta. Peta ini sebenarnya adalah suatu mekanisme yang terletak pada

pikiran bawah sadar manusia, yang terbentuk dari pengalaman masa kecil dan

dipengaruhi oleh orang tua serta lingkungannya. Pada akhirnya peta tersebut,

dikenal juga dengan sebutan peta internal, akan mempengaruhi dan

menentukan kualitas hidup manusia, termasuk pikiran, perasaan serta

perilakunya (Covey, 1997, Gunawan dan Setyono, 2006).

Fenomena persepsi ini menjadi daya tarik tersendiri bagi para ilmuwan

psikologi maupun bagi para pemerhati ilmu pengembangan diri sebagai objek

kajian dalam memahami perilaku manusia. Berbagai buku tentang

pengembangan diri atau yang lebih dikenal dengan sebutan self-help selalu

menempatkan persepsi sebagai kajian utama. Alasannya karena persepsi

merupakan kunci yang dapat digunakan untuk membuka gerbang perubahan

(Gunawan dan Setyono, 2006). Sebab salah satu cara yang paling cepat dan

efektif untuk mengubah perilaku individu adalah dengan mengubah persepsi

individu tersebut menjadi lebih positif terhadap diri maupun lingkungan

sekitarnya (Sobur, 2003).

Berdasarkan pengertian mengenai persepsi di atas, maka dapat ditarik

(46)

pengindraan dimana stimulus yang diterima diorganisasikan, diinterpretasikan,

dan dinilai berdasarkan pengalaman subjektif individu sehingga menjadi

bermakna bagi individu yang mempersepsikannya. Penafsiran atau interpretasi

yang dilakukan itu selalu melibatkan faktor personal, seperti kebutuhan,

pengalaman masa lalu maupun karakteristik individu yang memberikan

respon. Persepsi ini pada akhirnya dapat mempengaruhi terbentuknya sikap

dan perilaku seseorang.

b. Aspek-Aspek yang Membentuk Persepsi

Menurut Moskowitz dan Orgel (dalam Walgito, 1994), persepsi

merupakan proses yang integrated dari individu terhadap stimulus yang

diterimanya. Proses yang integrated adalah suatu proses dimana seluruh hal

yang ada dalam diri individu seperti perasaan, pengalaman, kemampuan

berfikir, kerangka acuan dan aspek-aspek lain yang ada dalam diri individu

akan ikut berpengaruh saat seseorang mempersepsi orang lain (Walgito,

1994). Jadi, dalam mempersepsi suatu stimulus, seluruh hal yang ada dalam

diri individu merupakan suatu kesatuan yang saling mempengaruhi.

Filley, House dan Kerr (1976, dalam Spillane dan Yudianti 1987)

mengidentifikasikan tiga aspek utama dalam proses persepsi, yaitu :

1. Seleksi (screening)

Seleksi adalah proses psikologis yang sangat erat

hubungannya dengan pengamatan atas stimulus yang diterima dari

(47)

intensitasnya tetapi hanya sebagian kecil yang mencapai kesadaran

individu. Hal ini disebabkan adanya proses penyaringan oleh

indera.

2. Interpretasi

Interpretasi adalah proses pengorganisasian informasi

sehingga mempunyai arti bagi individu

3. Tingkah laku

Tingkah laku adalah reaksi interpretasi dari persepsi

Menurut Peter dan Olson (1999), aspek persepsi terdiri dari :

1. Cipta (Kognitif)

Aspek kognitif mengacu pada tanggapan mental atau

pemikiran. Fungsi utama dari kognitif adalah menginterpretasikan,

memberi makna dan memahami aspek utama pengalaman pribadi

individu sehingga terbentuklah persepsi. Aspek kognitif ini

meliputi :

a. Pengertian

Berfungsi untuk menginterpretasikan atau menetapkan arti

aspek khusus dari lingkungan individu.

b. Penilaian

Berfungsi untuk menetapkan apakah suatu aspek

lingkungan atau perilaku pribadi individu adalah baik atau

(48)

c. Perencanaan

Berfungsi untuk menetapkan bagaimana memecahkan suatu

permasalahan atau tujuan.

d. Penetapan

Berfungsi untuk membandingkan alternatif pemecahan

suatu masalah dari sudut pandang sifat yang relevan dan

mencari alternatif yang terbaik.

e. Berpikir

Aktivitas kognitif yang muncul di sepanjang proses di atas.

2. Rasa (Afektif)

Afektif mengacu pada tanggapan perasaan. Perasaan

merupakan salah satu unsur persepsi. Hal ini dikarenakan perasaan

yang ada dalam diri individu akan menentukan persepsi yang

terbentuk. Jika individu memiliki perasaan yang positif terhadap

suatu objek maka kemungkinan dia akan memiliki persepsi yang

positif juga. Sebaliknya, jika individu memiliki perasaan yang

negatif terhadap suatu objek maka kemungkinan dia akan memiliki

persepsi yang negatif. Ada empat jenis tanggapan yang afektif,

yaitu :

a. Emosi, misalnya cinta, gembira, marah.

b. Perasaan tertentu, misalnya kehangatan, penghargaan,

kepuasan.

(49)

d. Evaluasi, misalnya suka, tidak suka, menikmati, jelek.

Dari teori-teori yang diuraikan di atas dapat disimpulkan bahwa

terdapat beberapa aspek yang membentuk persepsi yaitu aspek seleksi,

interpretasi dan tingkah laku, dimana dalam proses terbentuknya ketiga aspek

tersebut dipengaruhi oleh komponen kognitif maupun afektif dalam diri

individu.

c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi

Persepsi individu dipengaruhi oleh beberapa faktor. Rakhmat (2001)

mengatakan bahwa persepsi ditentukan oleh dua faktor yaitu faktor fungsional

dan faktor situasional. Faktor fungsional adalah kebutuhan, pengalaman masa

lalu dan hal-hal lain yang bersifat personal, seperti kepercayaan, nilai dan

kebiasaan individu. Faktor situasional adalah segala hal yang menyangkut

objek persepsi atau informasi-informasi mengenai stimulus yang meliputi

penampilan fisik, perilaku verbal maupun perilaku non verbal.

Dua hal penting dari faktor fungsional yang mempengaruhi persepsi

individu adalah nilai dan kepercayaan. Nilai adalah sesuatu yang dipandang

individu sebagai hal yang penting atau berharga. Nilai merupakan dasar

terbentuknya suatu kepercayaan. Sedang kepercayaan itu sendiri adalah

komponen kognitif dari faktor sosiopsikologis yang dapat bersifat rasional

atau irrasional (Hohler, 1978, dalam Rakhmat, 2001). Dengan kata lain

kepercayaan merupakan penerimaan akan kebenaran sesuatu atau penerimaan

(50)

oleh perasaan pasti yang bersifat emosional atau spiritual (Ensiklopedia

Encarta, dalam Gunawan dan Setyono, 2006). Kepercayaan memberikan

perspektif pada manusia dalam mempersepsi kenyataan, memberikan dasar

bagi pengambilan keputusan dan menentukan sikap terhadap objek sikap

(Rakhmat, 2001).

Sementara Walgito (1994) menjelaskan bahwa ada dua faktor yang

mempengaruhi persepsi seorang individu, yaitu:

1. Keadaan individu sebagai perseptor

Keadaan individu sebagai perseptor adalah faktor-faktor yang ada di

dalam diri perseptor itu sendiri, seperti pikiran, perasaan, sudut pandang,

pengalaman masa lalu, daya tangkap, taraf kecerdasan, serta harapan dan

dugaan perseptor.

2. Keadaan objek yang dipersepsi

Keadaan objek yang dipersepsi adalah karakteristik-karakteristik yang

ditampilkan oleh objek baik yang bersifat fisik, psikis maupun suasana.

Seorang ahli yang lain, Siagiar (1989), berpendapat bahwa secara

umum ada tiga faktor yang mempengaruhi persepsi individu, yaitu :

1. Diri individu yang bersangkutan itu sendiri

Apabila individu melihat sesuatu dan berusaha memberikan

interpretasi tentang apa yang dilihatnya, ia dipengaruhi oleh karakteristik

individual yang turut berpengaruh seperti sikap, kepentingan, minat,

(51)

2. Sasaran persepsi tersebut

Sasaran bisa berupa orang, benda atau peristiwa. Sifat-sifat sasaran itu

biasanya berpengaruh terhadap persepsi orang yang melihatnya.

3. Faktor situasi

Persepsi harus dilihat secara kontekstual yang berarti dalam situasi di

mana persepsi itu timbul perlu mendapatkan perhatian. Situasi merupakan

faktor yang turut berperan dalam penumbuhan persepsi individu.

Dari beberapa penjelasan di atas dapat dilihat bahwa terdapat beberapa

faktor yang mempengaruhi terbentuknya persepsi individu. Berbagai

penjelasan tersebut pada intinya menyebutkan bahwa persepsi dipengaruhi

oleh dua faktor, yaitu faktor internal atau segala hal yang berasal dari dalam

diri individu itu sendiri, dan faktor eksternal atau segala hal yang berasal dari

luar diri individu tersebut.

d. Syarat-Syarat Terbentuknya Persepsi

Agar individu dapat menyadari dan mengadakan persepsi, ada

beberapa syarat yang perlu untuk dipenuhi (Walgito, 1994) yaitu :

1. Ada objek yang dipersepsi

Objek akan menimbulkan terbentuknya stimulus yang kemudian

diterima oleh alat indera. Stimulus yang datang dari luar langsung

mengenai alat indera. Sementara stimulus yang datang dari dalam

(52)

2. Alat indera atau reseptor

Reseptor merupakan alat untuk menerima stimulus, di samping itu

harus ada syaraf sensoris sebagai alat untuk meneruskan stimulus yang

diterima reseptor ke pusat susunan syaraf yaitu otak sebagai pusat

kesadaran, dan sebagai alat respon diperlukan syaraf motoris.

3. Perhatian

Untuk menyadari atau mengadakan persepsi diperlukan adanya

perhatian yang merupakan langkah pertama yang harus dilakukan individu

sebagai suatu persiapan dalam mengadakan persepsi.

2. Profesi Psikolog

a. Pengertian Profesi

Kata “profesional” berasal dari kata sifat yang berarti pencaharian dan

kata benda yang berarti orang yang mempunyai keahlian, seperti guru, dokter,

hakim dan lain sebagainya. Pekerjaan yang bersifat profesional adalah

pekerjaan yang hanya dapat dilakukan oleh mereka yang khusus dipersiapkan

untuk itu dan bukan pekerjaan yang dilakukan oleh mereka karena tidak dapat

memperoleh pekerjaan lain (Sudjana, 1988).

Seorang profesional mempunyai loyalitas terhadap profesinya melebihi

loyalitas terhadap individu lain, seperti rekan kerja ataupun pimpinan

(Robbins, 1997). Mereka mempunyai kekuatan dan komitmen jangka panjang

(53)

meningkatkan pengetahuan dengan mengikuti perkembangan pengetahuan

terbaru yang sesuai dengan keahliannya.

Brandeis (1933, dalam Koehn 2000) memberi ciri-ciri profesi sebagai :

pekerjaan yang pada awalnya memerlukan pelatihan, sifatnya harus

intelektual, yang menyangkut pengetahuan dan sampai tahap tertentu

kesarjanaan, yang berbeda dari sekedar keahlian, sebagaimana terbedakan dari

kecakapan semata; pekerjaan itu dikerjakan sebagian besar untuk orang lain

dan bukan hanya demi diri sendiri saja; dan imbalan uang tidak diterima

sebagai ukuran keberhasilan.

Menurut Samana (1994) ciri-ciri jabatan profesional adalah :

1. Bagi para pelakunya secara nyata (de facto) dituntut berkecakapan kerja

(berkeahlian) sesuai dengan tugas-tugas khusus serta tuntutan dari jenis

jabatannya.

2. Kecakapan atau keahlian seorang pekerja professional bukan sekedar

hasil pembiasaan atau latihan rutin yang terkondisi, tetapi perlu didasari

oleh wawasan keilmuan yang mantap.

3. Pekerja professional dituntut berwawasan sosial yang luas, sehingga

pilihan jabatan serta kerjanya didasari oleh kerangka nilai tertentu

(bukan ikut-ikutan), bersikap positif terhadap jabatan dan perannya dan

bermotivasi serta berusaha untuk berkarya sebaik-baiknya.

4. Jabatan profesional perlu mendapatkan pengesahan dari masyarakat

(54)

dikembangkan oleh organisasi profesi sepantasnyalah dijadikan

acuannya.

Suatu profesi selalu terkait dengan pekerjaan atau aktivitas kerja

tertentu. Kerja merupakan suatu usaha yang dilakukan manusia untuk

memenuhi kebutuhan hidupnya. Sedang profesi dapat diartikan sebagai suatu

jenis pekerjaan yang memiliki karakteristik dan keahlian tertentu yang

membedakannya dengan jenis pekerjaan lain (Noviyanti, 2004).

Dalam setiap profesi terkandung 4 aspek khusus dari pekerjaan

(Samana, 1994). Aspek-aspek ini akan sangat berpengaruh pada cara pandang

atau persepsi individu terhadap suatu profesi tertentu. Aspek-aspek tersebut

adalah:

1. Aspek Sosial

Merupakan aspek yang menggambarkan hubungan suatu profesi

dengan masyarakat luas, serta nilai atau kedudukannya dalam

masyarakat

2. Aspek Ekonomi

Merupakan aspek yang menggambarkan tingkat kesejahteraan suatu

profesi dalam bentuk uang atau pendapatan materiil

3. Aspek Profesional

Merupakan aspek yang menggambarkan kualitas suatu profesi dari

(55)

4. Aspek Kondisi Kerja

Merupakan aspek yang menggambarkan keadaan atau situasi dalam

pekerjaan yang dialami oleh suatu profesi

Secara khusus Spillane dan Yudianti (1987) menjelaskan bahwa ada

beberapa hal yang dimiliki oleh setiap profesi, yang pada akhirnya akan

mempengaruhi persepsi individu terhadap profesi tersebut. Beberapa hal

tersebut adalah: pengabdian suatu profesi pada masyarakat, pandangan

masyarakat terhadap suatu profesi, relasi sosial atau interpersonal dari suatu

profesi, tingkat penghasilan finansial dari suatu profesi, tanggung jawab suatu

profesi, tantangan kerja, pengembangan kemampuan profesional dan

kreatifitas suatu profesi, serta waktu luang yang dimiliki oleh suatu profesi

tertentu (Spillane dan Yudianti, 1987).

Dari beberapa penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa profesi

merupakan suatu jabatan atau pekerjaan yang menuntut keahlian yang khas

dari para anggotanya. Keahlian yang khas tersebut tentunya tidak dimiliki oleh

para anggota profesi lain, sebab keahlian dan ketrampilan yang dimilliki oleh

suatu profesi merupakan hasil pendidikan dan pelatihan yang terencana.

b. Pengertian Profesi Psikolog

Menurut Kode Etik Psikologi Indonesia, psikolog adalah Sarjana

Psikologi yang telah mengikuti pendidikan tinggi psikologi strata 1 (S1)

dengan kurikulum lama (Sistem Paket Murni) Perguruan Tinggi Negeri

(56)

(SK Mendikbud No. 18/D/O/1993) yang meliputi pendidikan program

akademik (Sarjana Psikologi) dan program pendidikan profesi (Psikolog); atau

kurikulum lama Perguruan Tinggi Swasta (PTS) yang sudah mengikuti ujian

negara sarjana psikologi; atau pendidikan tinggi psikologi di luar negeri yang

sudah mendapat akreditasi dan disetarakan dengan psikolog Indonesia oleh

Direktorat Pendidikan Tinggi (Dikti) Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

(Depdikbud RI). Sarjana Psikologi dengan kriteria tersebut dikenal dengan

sebutan psikolog, serta mempunyai hak dan wewenang untuk melakukan

praktek psikologi di wilayah hukum Negara Republik Indonesia (Widyanto

dan Suhartanto, 2004).

Praktek psikologi adalah kegiatan yang dilakukan oleh psikolog dalam

memberikan jasa atau praktek kepada masyarakat dalam pemecahan masalah

psikologis yang bersifat individual maupun kelompok dengan menerapkan

prinsip psikodiagnostik. Dalam memberikan jasa atau praktek psikologi

psikolog berkewajiban mengutamakan dasar-dasar ilmiah dan profesional.

Sikap profesional dapat diwujudkan dengan senantiasa berpijak pada

pengetahuan yang diperoleh secara ilmiah dan profesional ketika melakukan

kegiatan pendidikan dan kegiatan profesional lainnya.

Sikap profesional seorang psikolog juga ditandai dengan perilaku

mempertahankan dan meningkatkan keahlian dan kompetensi kerjanya.

Psikolog yang terlibat dalam asesmen, terapi, pengajaran, penelitian,

konsultasi organisasi maupun kegiatan professional lainnya harus

(57)

bertujuan untuk memperbaharui segala informasi ilmiah dan profesional

mereka agar sesuai dengan perkembangan ilmu psikologi itu sendiri

(Widyanto dan Suhartanto, 2004). Kesediaan psikolog untuk mempertahankan

keahliannya secara bertanggung jawab ini mencerminkan sikap profesional

mereka terhadap profesinya. Hal ini sesuai dengan pendapat Robbins (1997,

dalam Noviyanti 2004) yang menyatakan bahwa seorang profesional

mempunyai komitmen jangka panjang terhadap profesinya, sehingga sudah

menjadi kewajiban mereka untuk meningkatkan pengetahuan dengan cara

mengikuti perkembangan keilmuan terbaru sesuai dengan bidang keahlian

mereka.

Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa profesi

psikolog adalah suatu jabatan atau pekerjaan dengan keahlian yang khas

dalam bidang psikologi, dimana keahlian tersebut diperoleh melalui proses

pendidikan yang berlandaskan pada wawasan keilmuan psikologi, selama

jenjang periode tertentu. Seseorang yang telah memenuhi kriteria tersebut

dikenal dengan sebutan psikolog, dan yang bersangkutan berhak serta

berwenang untuk melakukan praktek psikologi di wilayah hukum Negara

Republik Indonesia.

3. Persepsi Mahasiswa Psikologi Terhadap Profesi Psikolog

a. Mahasiswa Psikologi

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, mahasiswa adalah orang

(58)

perhatian terbatas pada mahasiswa psikologi Strata 1 (S1), yang biasanya

mempunyai rentang usia antara 18-25 tahun. Usia tersebut termasuk dalam

tahap perkembangan dewasa dini, dimulai pada umur 18 tahun sampai

kira-kira umur 40 tahun. Masa dewasa dini merupakan periode penyesuaian diri

terhadap pola-pola kehidupan baru dan harapan-harapan sosial baru.

Penyesuaian diri menjadikan periode ini suatu periode yang khusus dan sulit

dalam rentang kehidupan seseorang (Hurlock, 1980). Terlebih bagi

mahasiswa, penyesuaian diri terhadap harapan-harapan sosial membuat

pandangan mereka terhadap suatu hal menjadi tidak stabil. Mereka masih

sangat terbuka terhadap ide-ide atau pemikiran-pemikiran baru, yang mungkin

bertentangan dengan berbagai pandangan yang sudah baku. Kondisi ini

membuat penelitian tentang mahasiswa menjadi menarik karena pandangan

maupun perilaku mereka akan sulit untuk diprediksi.

Secara umum pengertian dari psikologi adalah ilmu yang mempelajari

tingkah laku manusia, atau ilmu yang mempelajari gejala-gejala jiwa manusia.

Kata psikologi pertama kali digunakan dalam bahasa Inggris pada tahun

1600-an untuk mengacu pada pembicara1600-an tent1600-ang jiwa. Psikologi pada awalnya

merupakan sebuah cabang metafisika yang berhubungan dengan konsep

tentang jiwa. Karena para ahli jiwa mempunyai penekanan yang berbeda,

maka definisi yang dikemukakan juga berbeda-beda (Wilcox, 2001).

Ahmadi (1998) mendefinisikan psikologi sebagai ilmu pengetahuan

yang mempelajari semua tingkah laku dan perbuatan individu, dalam mana

(59)

Wilcox (2001) mendefinisikan psikologi sebagai sebuah cabang ilmu

pengetahuan yang mempelajari tingkah laku, pikiran dan proses-proses mental

dalam diri manusia.

Maka dapat disimpulkan bahwa mahasiswa psikologi adalah orang

yang belajar di perguruan tinggi, yang secara khusus mempelajari tingkah

laku, pikiran dan proses-proses mental manusia dalam interaksinya dengan

lingkungan sekitarnya. Mahasiswa psikologi adalah calon psikolog ataupun

ilmuwan psikologi yang nantinya diharapkan dapat mengembangkan wawasan

keilmuan maupun penerapan psikologi di Indonesia.

b. Persepsi Mahasiswa Psikologi Terhadap Profesi Psikolog

Persepsi adalah proses menyeleksi, mengolah, menyimpan dan

menginterpretasikan stimulus sehingga menjadi suatu gambaran yang

bermakna bagi individu. Penafsiran atau interpretasi yang dilakukan ini selalu

melibatkan dua faktor, yaitu faktor personal dan faktor situasional (Rakhmat,

2001). Faktor personal merupakan berbagai bentuk kebutuhan, pengalaman

masa lalu dan karakteristik pribadi dari individu. Sedang faktor situasional

adalah karakteristik yang dimiliki oleh suatu stimulus atau objek persepsi itu

sendiri, yang mungkin tidak dimiliki oleh objek persepsi yang lain.

Perls, dalam kajian psikologi gestalt, mengemukakan bahwa persepsi

terkait erat dengan konsep DMZ (demilitarized zone). DMZ merupakan suatu

area kesadaran yang berisi prasangka atau prapenilaian terhadap dunia dan

Gambar

Tabel 1
Tabel 2
Tabel 3
Tabel 4
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan antara sikap proaktif dengan kecenderungan pembelian impulsif pada mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma

The Exercise Types in Basic Reading I of academic year 2011/2012 in English Language Education Study Program of Sanata Dharma University?. beserta perangkat yang diperlukan

PENGARUH MOTIVASI BERPRESTASI DAN JENIS PEKERJAAN YANG DIMINATI TERHADAP PRESTASI AKADEMIK MAHASISWA Studi Kasus : Mahasiswa Pendidikan Ekonomi Universitas Sanata Dharma..

macam sumber stres ( stressor ) dalam bidang akademis pada mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma yang dianggap sebagai beban perkuliahan.. Pada

The Exercise Types in Basic Reading I of academic year 2011/2012 in English Language Education Study Program of Sanata Dharma University.. beserta perangkat yang diperlukan

HUBUNGAN ANTARA SIKAP PROAKTIF DENGAN KECENDERUNGAN PEMBELIAN IMPULSIF PADA MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA YANG TELAH MENGIKUTI PELATIHAN

Berdasarkan hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa ada hubungan positif yang sangat signifikan antara persepsi anak terhadap harapan orangtua dan motif berprestasi, artinya

xiii ABSTRAK PERSEPSI MAHASISWA AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SANATA DHARMA TERHADAP PROFESI AKUNTAN PUBLIK Susana Ari Ristawati NIM: 032114117 Universitas Sanata