• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kematangan psikologis mahasiswa Psikologi Universitas Sanata Dharma ditinjau dari pemenuhan tugas-tugas perkembangan - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Kematangan psikologis mahasiswa Psikologi Universitas Sanata Dharma ditinjau dari pemenuhan tugas-tugas perkembangan - USD Repository"

Copied!
194
0
0

Teks penuh

(1)

Kematangan Psikologis Mahasiswa Psikologi Universitas Sanata Dharma

Ditinjau Dari Pemenuhan Tugas-Tugas Perkembangan

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program

Studi Psikologi

Oleh:

Nama : Stephanus Rokhadi Ariawan

NIM : 019114094

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)
(3)

SKRIPSI

Kematangan Psikologis Mahasiswa Psikologi Universitas Sanata Dharma Ditinjau Dari Pemenuhan Tugas- Tugas Perkembangan

Dipersiapkan dan ditulis oleh:

Yogyakarta, 31 Juli 2009 Fakultas Psikologi Universitas Sanata

(4)

MOTTO

´ D u m Sp i r o Sp er oµ

PERSEMBAHAN

-

Kepada merek a y ang mau membuang wak tu membaca tulisan

(5)

PERNYATAAN KEASLIAN DATA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak

tidak memuat karya atau bagian orang lain, kecuali yang sudah disebutkan dalam

kutipan dan daftar pustaka, sebagai mana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 26 Juli 2009

Penulis,

(6)

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBILKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

Nama : Stephanus Rokhadi Ariawan

Nomor Mahasiswa : 019114094

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

“Kematangan Psikologis Mahasiswa Psikologi Universitas Sanata Dharma

Ditinjau Dari Pemenuhan Tugas-Tugas Perkembangan”

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian, saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan alam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk penskalaan data, menditribusikan secara terbatas, dan mempubilkasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan ro yalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan yang saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal 26 Juli 2009 Yang menyatakan,

(7)

ABSTRAK

Stephanus Rokhadi Ariawan (2009). Kematangan Psikologis Mahasiswa Psikologi Universitas Sanata Dharma Ditinjau Dari Pemenuhan Tugas-Tugas Perkembangan. Yogyakarta : Fakultas Psikologi ; Jurusan Psikologi ; Universitas Sanata Dharma.

Mahasiswa adalah individu yang meneruskan jenjang pendidikan ke perguruan tinggi setelah menyelesaikan sekolah tingkat atas. Secara psikologis mereka berada dalam rentang usia remaja akhir menuju dewasa dini. Sementara itu, kematangan psikologis adalah terpenuhinya tugas-tugas perkembangan yang akan membimbing individu ke tingkat usia psikologis berikutnya.

Penelitian ini bertujuan mengukur dan mengkaji lebih lanjut kematangan psikologis mahasiswa psikologi di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma. Penelitia dilakuka dengan menggunakan dua metode penelitian. Yang pertama adalah metode kuantitatif. Metode ini diterapkan dengan cara menyebarkan skala kematangan psikologis kepada 53 mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma. Skala tersebut terdiri dari 80itemvalid dengan r = 0.951.

Data skala dianalisis menggunakan frequencies dengan bantuan SPSS versi 15.0 for windows. Hasil analisa menunjukkan hanya satu mahasiswa (1, 98%) memiliki tingkat kematangan yang rendah. Sisanya 52 mahasiswa (98, 11%) dikategorikan tinggi.

Yang kedua adalah metode kualitatif. Metode ini digunakan untuk mengkaji lebih lanjut hasil analisa penelitian kuantitatif dengan mengambil sampel mahasiswa yang memiliki skor skala paling rendah dan yang paling tinggi, masing-masing satu orang.

Hasil penelitian kualitatif mengindikasikan bahwa kondisi lingkungan sosial berpengaruh terhadap proses pendewasaan individu. CBL tidak mengalami kesulitan yang berarti dibandingkan dengan ND dalam mencapai perkembangan kematangan psikologis. Ia amat terbantu dengan keharmonisan keluarga dan besarnya support yang ia terima dari kedua orang tuanya. Sedangkan ND sangat sulit mencapai kematangan psikologisnya karena tinggal dan hidup di tengah keluarga yang tidak harmonis.

Kata kunci:

1.

Kematangan psikologis: terpenuhinya tugas-tugas perkembangan sesuai dengan usia perkembangan individu.

(8)

ABSTRACT

Stephanus Rokhadi Ariawan (2009). Psychological Maturity of Student of Psychology of Sanata Dharma University Observed From Fulfillment of Developmental Tasks. Yogyakarta: Psychology’s Faculty; Psychology’s Majors; Sanata Dharma University.

University students are individuals who are continuing their education to university after they finished their senior high school. Psychologically, their ages are between late adolescent and early adulthood. This research tries to observe their psychological maturity. Psychological maturity means developmental tasks which are fulfilled so these can lead an individual to the next psychological age.

This research aims to measure and to observe psychological maturity student of Faculty of Psychology of Sanata Dharma University. This research is done by two methods of research. First, it is quantitative method. It did by giving psychological maturity scale to 53 students of Faculty of Psychology of Sanata Dharma University. The psychological maturity scale is contained 80 validit y items with r=0.951. The data of psychological maturity scale is analyzed by SPSS

15.0 version for windows. The result of analysis of psychological maturity shows only one students (1, 98%) are low, and the others, 52 student (98, 11%) are high. The second method is qualitative method. This method is to observe the result of analysis of quantitative method. It is done by sampling for the lowest and the highest psychological maturity.

The result of qualitative method indicates that the condition of social environment affects to the individual’s process to be adult. For example, ND gets more difficulties than CBL to achieve psychological maturity. ND gets difficulties to achieve psychological maturity because he lives in the inharmonic family. It is different with CBL. Two elements that help CBL to achieve psychological maturity are harmonic family and supports which he receive from his parent.

Key words:

1. Psychological maturity: developmental tasks which are fulfilled so these can lead an individual to the next psychological age.

(9)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas terselesainya penulisan

Tugas Akhir Sarjana Strata Satu dengan judul “Kematangan Psikologis

Mahasiswa Psikologi Universitas Sanata Dharma Ditinjau Dari Pemenuhan

Tugas-Tugas Perkembangan”. Tugas akhir ini merupakan salah satu prasyarat

dalam mencapai tingkat Sarjana Satu (S1), pada Program Studi Psikologi Fakultas

Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Banyak sekali bantuan dan dukungan yang diperoleh penulis selama

mengerjakan tugas akhir ini, maka dengan segala kerendahan hati perkenankanlah

penulis menghaturkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:

1. Bapak-ibu dan kakak-kakak terkasih atas dukungan dan doanya.

2. Bapak P. Eddy Suhartanto, S.Psi., M.Si., selaku dekan fakulatas Psikologi

Universitas Sanata Dharma.

3. Ibu Slyvia CMYM. M.Si., selaku pembimbing utama dan teman diskusi.

4. Bapak V. Didik Suryo H. M.Si dan Bapak Y. Heri Widodo. M.Si selaku

penguji yang telah memberikan saran maupun kritikan.

5. Karyawan fakultas Psikologi di Sekertariat Psikologi (Bu Nanik, Mas

Gandung, Pak Gik) dan di Lab Fakultas Psikologi (Mas Muji ‘n Mas

Doni) serta karyawan perpustakaan. Terima kasih atas segala bantuan dan

kerjasamanya selama ini.

6. Kepada segenap mahasiswa Fakultas Psikologi yang menjadi sub yek

(10)

7. Rekan-rekan Kleri 09 dan Laici atas doa dan dorongan morilnya.

8. Bernada Southelia Gupita, Yohana Tri Wida, Vampera Budi Purwanti dan

Redempta Tri Laksmini, atas doa, masukan dan kritiknya.

9. Bernadine atas bantuan dan apresiasinya.

10. Semua pihak yang telah membantu dalam penulisan tugas akhir ini yang

tidak dapat disebutkan satu persatu.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam

penulisan tugas akhir ini. Semoga tugas akhir ini dapat berguna dan dapat

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

LEMBAR PERNYATAAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH...vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9

A. Kematangan Psikologis... 9

1. Definisi Kematangan Psikologis ... 9

B. Tugas-tugas Perkembangan ... 10

1. Definisi Tugas-tugas Perkembangan ... 10

2. Indikator Kematangan Psikologis... 14

C. Mahasiswa ... 17

1. Definisi Mahasiswa sebagai Remaja ... 18

1.a. Definisi Remaja……… ... 18

(12)

1.b.2. Aspek Perkembangan Kognitif... 22

1.b.3. Aspek Perkembangan Sosio-emosional ... 24

1.b.3.a. Relasi dan Konflik dengan Orang tua………. 24

1.b.3.b. Relasi dengan Teman Sebaya ... 25

1.b.3.c. Identitas Remaja... 27

2. Definsi Mahasiswa sebagai Dewasa Awal ... 29

2.a. Definisi Dewasa Awal... 29

2.b. Aspek-Aspek Perkembangan Dewasa Awal ... 30

2.b.1. Aspek Perkembangan Fisik... 30

2.b.2. Aspek Perkembangan Kognitif...31

2.b.3. Aspek Perkembangan Sosio-emosional ... 33

2.b.3.a. Relasi dengan Orang tua dan Relasi Intim ... 33

2.b.3.b. Relasi Pertemanan ... 34

D. Kematangan Psikologis Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma ... 34

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 37

A. Jenis Penelitian ... 37

B. Subyek Penelitian... 37

C. Definisi Operasional ...38

D. Metode Pengumpulan Data ... 40

1. Skala Kematangan Psikologis Mahasiswa Fakultas Psikologi Ditinjau dari Pemenuhan Tugas-Tugas Perkembangan ... 41

1.a. Definisi Skala ... 41

2. Wawancara... 45

E. Reliabilitas, Validitas dan Keabsahan Data ... 59

1. Reliabilitas dan Validitas Skala ... 59

1.a. Hasil Uji Coba Skala Penelitian ... 60

2. Keabsahan Data Wawancara... 64

(13)

1. Skala... 65

2. Wawancara ... 65

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 67

I. HASIL PENELITIAN KUANTITATIF ... 67

A. Pelaksanaan Penelitian ... 67

B. Analisa Data Statistik ... 68

1. Uji Normalitas ... 68

2. Deskripsi Data Penelitian... 68

3. Data Deskripsi Skala Kematangan Psikologis ... 70

C. Pembahasan Hasil Penelitian Kuantitatif ... 71

II. HASIL PENELITIAN KUALITATIF ... 76

A. Pelaksanaan Penelitian ... 76

1. Persiapan Wawancara ... 76

2. Waktu dan Tempat Penelitian ... 77

3. Pelaksanaan Penelitian... 78

4. Kancah Penelitian... 78

5. Subyek Penelitian ... 80

5.a. Data Demografi Subyek Penelitian... 80

5.b. Latar Belakang... 80

5.b.1. Latar Belakang Subyek I... 80

5.b.2. Latar Belakang Subyek II... 83

B. Analisa Data Penelitian ... 87

1. Hasil Penelitian Subyek I ... 87

1.a. Latar Belakang Menjadi Mahasiswa... 87

1.b. Definisi Diri ... 89

1.c. Relasi Sosial ... 91

1.c.1. Relasi dengan Masyarakat... 91

1.c.2. Relasi dengan Keluarga ... 92

(14)

1.e. Kemandirian Emosional ... 96

1.f. Perangkat Nilai... 98

2. Hasil Penelitian Subyek II ... 100

2.a. Latar Belakang Menjadi Mahasiswa... 100

2.b. Definisi Diri ... 101

2.c. Hubungan Baru... 102

2.d. Relasi Sosial ... 103

2.d.1. Relasi dengan Masyarakat ... 103

2.d.2. Relasi dengan Keluarga ... 103

2.e. Keadaan Fisik ... 106

2.f. Perilaku Sosial yang Bertanggung Jawab... 106

2.g. Kemandirian Emosional... 107

2.h. Perangkat Nilai ... 108

C. Dinamika Psikologis ...109

1. Dinamika Psikologi CBL ... 109

2. Dinamika Psikologis ND ... 114

D. Koding... 120

1. Koding Subyek CBL ... 120

2. Koding Subyek ND ... 124

E. Pembahasan Hasil Penelitian Kualitatif ... 130

III. PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN KUANTITATIF DAN KUALITATIF ... 142

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 145

A. Kesimpulan ... 145

B. Saran ... 146

DAFTAR PUSTAKA ... 147

(15)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 :Blue PrintPenelitian ... 41

Tabel 2 : ItemPenelitian ... 43

Tabel 3 :Interview Guide... 47

Tabel 4 : NomorItemyang Sahih... 61

Tabel 5 :Blue PrintPenelitian Baru ... 62

Tabel 6 :ItemPenelitian ... 63

Tabel 7 : Demografi Sampel Penelitian ... 67

Tabel 8 : Deskripsi data penelitian ... ... 69

Tabel 9 : Kategorisasi Kematangan Psikologis ... 70

Tabel 10: Demografi Subyek Penelitian ... 80

Tabel 11: Koding Hasil Wawancara CBL ... 120

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Skala Kematangan Psikologis ...149

Lampiran 3 : Uji validitas dan reliabilitas ... 163

Lampiran 4 : Kategorisasi Penelitian ... 169

Lampiran 5: Uji anova ... 171

(17)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Universitas Sanata Dharma (USD) sebagai universitas yang berciri khas

pendidikan Yesuit ikut berpartisipasi mencerdaskan kehidupan bangsa. Hal ini

dilaksanakan dengan menyelenggarakan pendidikan yang memungkinkan peserta

didik memadukan pengembangan dimensi kemanusiaan atau nilai-nilai

humanistik dengan penguasaan dan keunggulan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Pemaduan tersebut akan membentuk peserta didik sebagai pribadi yang matang,

memiliki integritas moral yang tinggi, kemampuan berpikir yang kritis dan

wawasan kebangsaan yang luas (bdk. Statuta Universitas Sanata Dharma paragraf

3).

Idealisme diatas dijabarkan secara lebih tegas dalam nilai inti dan

keyakinan dasar visi Universitas Sanata Dharma no. 2 sub. 3 yang tertulis bahwa

Universitas memiliki ciri khas pendidikan Serikat Yesus yang memuat unsur

pengembangan bakat dan kepribadian manusia secara penuh dan utuh, sehingga

tercapai taraf kedewasaan intelektual, psikologis, moral, artistik demi pelayanan

kepada sesama manusia. Dengan demikian, pendidikan bagi Universitas Sanata

Dharma tidak dipahami sebagai knowledge transfer. Sebaliknya melalui

(18)

Aktualisasi visi dan misi USD di atas secara lebih konkret dirumuskan

dalam bentuk profil lulusan USD yang disesuaikan dengan masing-masing

fakultas yang ada, salah satunya adalah Fakultas Psikologi. Fakultas psikologi

merumuskan profil sarjana psikologi sebagai individu yang memiliki kompentensi

atau keunggulan dalam arti:

a. memiliki kompetensi akademis dan kepribadian yang matang serta

menjunjung tinggi kode etik.

b. Menjunjung tinggi harkat martabat manusia dan humanis.

c. Memiliki semangat dialogis dan terampil berkomunikasi

(disarikan dari misi Fakultas Psikologi USD, dalam Buku Pedoman

Pembinaan Program Studi Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Sanata

Dharma)

Dari rumusan di atas, muncul pertanyaan mendasar, pertama bagaimana

kita mengaktualisasikan profil tersebut dalam kegiatan belajar mengajar dan

kurikulum. Kurikulum yang telah disusun sedemikian rupa dan kegiatan belajar

mengajar yang terjadi baik di dalam maupun di luar kelas diyakini mampu

membantu mahasiswa tidak hanya mengembangkan kompetensi akademisnya

namun juga harus dapat memadukannya dengan nilai-nilai humanistik. Kedua,

bagaimana kita mengukur dan menentukan sejauh mana mahasiswa memenuhi

profil kelulusan tersebut.

Secara akademis, fakultas relatif lebih mudah mengukur tingkat

kompetensi akademis mahasiswa. Indeks prestasi sementara dan kumulatif dapat

(19)

kita mengukur tingkat kematangan psikologis seperti yang dirumuskan dalam

statuta, visi USD dan misi Fakultas Psikologi? Dalam praktiknya, syarat kelulusan

mahasiswa USD yang dipakai Fakultas Psikologi lebih cenderung ke keunggulan

akademis. Syarat kelulusan adalah minimal lulus 144 SKS, termasuk

menyelesaikan skripsi. Hal ini menunjukkan bahwa belum ada alat ukur yang

jelas untuk melihat apakah mahasiswa memiliki kematangan psikologis dan

bagaimana memadukannya dengan keunggulan akademis.

Alat ukur yang jelas belum ada karena terkait dengan rumusan

kematangan psikologis. Menurut peneliti, rumusan kematangan psikologis masih

bersifat abstraks dan secara eksak tidak dapat dilihat sehingga fakultas tidak

mudah untuk melihat dan menentukan kematangan psikologis mahasiswa. Karena

itu, peneliti tertarik untuk melihat sejauh mana tingkat kematangan psikologis

mahasiswa terutama mahasiswa Fakultas Psikologi.

Selain itu, tinjauan kematangan psikologis tersebut mutlak diperlukan

karena adanya arus budaya pop yang beriringan dengan kapitalisme global telah

melahirkan generasi muda yang hedonis dan konsumtif. Akibatnya, hal tersebut

membuat semakin terkikisnya kehidupan religius dan memudarnyasense of crisis

(Sindhunata, 1998). Idealnya, mahasiswa saat ini tidak hanya disiapkan menjadi

manusia industri namun mereka harus menjadi pengawal perdamaian dan

moralitas yang saat ini mulai kehilangan daya imperatifnya (Magnis Suseno,

1998).

Salah satu tolok ukur kedewasaan atau kematangan psikologis adalah

(20)

memenuhi tugas-tugas perkembangan sesuai dengan usia psikologis mereka.

Sebagai remaja yang berkembang ke masa dewasa awal, para mahasiswa

memiliki tugas-tugas perkembangan yang harus dipenuhi. Havighurst (1972)

menyatakan bahwa pemenuhan tugas-tugas perkembangan menjadi indikator

utama untuk melihat kematangan psikologis seseorang. Tugas-tugas

perkembangan ini disesuaikan dengan rentang hidup atau usia individu. Hasil

penelitian Agustiani (2002) menunjukkan bahwa tugas perkembangan dapat

menghasilkan profil pencapaian tugas perkembangan yang dapat menjadi acuan

untuk mengoptimalkan konsep diri dan penyesuaian diri individu. Havighurst

(1972) juga mencatat ada beberapa faktor yang mempengaruhi pemenuhan

tugas perkembangan individu. Pertama, faktor internal, yakni: normal tidaknya

tingkat perkembangan seseorang, besar kecilnya dorongan atau motivasi untuk

matang, dan tingkat kecerdasan individu. Kedua, faktor eksternal, yakni: ada

tidaknya kesempatan untuk mempelajari tugas-tugas perkembangan yang

diberikan oleh lingkungan sosial. Susan Miller (1993) menambahkan ada

tidaknya bimbingan ikut mempengaruhi penguasaan individu dalam memenuhi

tugas-tugas perkembangannya. Penelitian Agustiani

(2002) menunjukkan orang tua amat berperan dalam pemenuhan tugas-tugas

perkembangan terutama berkaitan dengan faktor-faktor tugas perkembangan

yang erat dengan tuntutan dan harapan individu. Sedangkan dosen berperan

sebagai fasilitator pengajaran bagi mahasiswa.

Dengan demikian, para mahasiswa perlu mengolah dinamika

(21)

perkembangan. Namun dalam perkembangannya, pemenuhan tugas

perkembangan menghadapi hambatan yang cukup besar terutama dengan

pengembangan aspek psikologis para mahasiswa. Hal ini terindikasikan melalui

tidak sedikit mahasiswa mengalami kesulitan dalam studi dan adaptasi sosial serta

tidak sedikit yang terjebak pada perilaku anti sosial. Hal ini semakin nampak

dalam penelitian Ekowarni (1993) yang menunjukkan bahwa kenakalan remaja

erat kaitannya dengan gagalnya tugas-tugas perkembangan.

Ada dua faktor penyebab tidak mudahnya mahasiswa menuntaskan tugas

perkembangannya. Pertama, proses belajar mengajar cenderung dipahami dalam

konteks akademis sehingga aspek kemanusiaannya atau aspek psikologisnya

kurang tersentuh. Mangunwijaya (1998) mengkritik hal ini dengan mengatakan

bahwa manusia harus pertama-tama menjadi manusia yang wajar, utuh, baik,

seperti yang diharapkan dari manusia-manusia lain juga. Spiritualitas yang benar

adalah kemanusiaan dan pemanusiaan yang semakin meningkat. Secara eksplisit,

pendapat tersebut menekankan pada perlunya pematangan dan kedewasan

individu dalam proses pendidikan mahasiswa yang tidak melulu dimaknai secara

akademis namun juga perlu dimaknai secara psikologis. Artinya proses

pendidikan harus mampu membawa para mahasiswa kepada kematangan

psikologis, yakni suatu proses di mana individu mampu memenuhi tugas-tugas

perkembangannya sesuai dengan masa perkembangannya.

Kedua, sistem pendidikan masih bersifat klasikal. Pendidikan yang di

selenggarakan, hanya sebatas pengajaran di kelas. Pendampingan secara personal

(22)

terpantau dan kita tidak akan mengetahui dengan pasti dan tepat apa yang sedang

dialami dan yang mengganggu para mahasiswa dalam mencapai kematangan

psikologisnya. Sebenarnya, Fakultas Psikologi memiliki keunggulan, yakni

memiliki banyak dosen yang kompeten di bidang psikologi. Para dosen dapat

membantu para mahasiswa berkembang secara bertahap dan bertingkat di mana

perkembangan itu tidak dapat dilompati sehingga tidak bisa meneruskan

perkembangannya ke tingkat yang lebih tinggi. Ketika satu tahap

perkembangannya tidak dapat dilalui, ia akan tetap berada di tingkat itu hingga

masa remaja dan seluruh sisa hidupnya (Hurlock, 2000). Seseorang harus

menolongnya kembali ke tahap itu dan menguasainya. Ketika bantuan itu berhasil, ia

dapat melanjutkan tugas perkembangan ke tahap selanjutnya secara sehat.

Namun karena sistem pendidikan di USD masih bersifat klasikal,

keunggulan di atas kurang diberdayakan. Susan Miller (1993) mencatat bahwa

lembaga pendidikan yang kurang melakukan pendekatan personal dan psikologis

dipenuhi individu yang mempunyai harga diri rendah dan akan kesulitan untuk

berkembang. Misalnya, individu dari golongan minoritas akan dilingkupi

prasangka buruk; individu yang sering mendapatkan siksaan merasa merekalah

penyebab siksaan itu; individu yang mengalami pelecehan akan merasa diri tidak

berharga; indvidu yang terlalu dilindungi selalu tidak mempunyai peluang

mengembangkan rasa percaya dirinya; individu yang diabaikan akan merasa diri

bodoh, jelek dan tidak dicintai. Sekarang, seperti yang telah kita pahami, harga

(23)

merasa tidak mampu, ia menjadi tidak mampu dalam arti sebenarnya dan biasanya

dia tidak akan mampu selamanya.

Dari tulisan di atas, perlulah sebuah kajian tentang proses kematangan

psikologis mahasiswa sebagai pondasi dasar pembentukan manusia yang utuh,

baik, bertanggung jawab dan seimbang seperti yang tertuang dalam visi dan misi

Universitas Sanata Dharma. Diharapkan dengan dilakukannya penelitian ini, kita

dapat melihat sejauh mana para mahasiswa berkembang menjadi pribadi yang

matang secara psikologis. Selain itu, penelitian ini juga dapat ikut membantu

penyempurnaan pendidikan di Fakultas Psikologi sehingga kelak lahir figur-figur

sarjana psikologi yang memiliki kematangan psikologis dan menjadi pelayan bagi

sesama.

B. Rumusan Masalah

Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah: Apakah para

mahasiswa Fakultas Psikologi telah matang aspek psikologisnya berdasarkan

pemenuhan tugas-tugas perkembangannya?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk melihat sejauh mana para mahasiswa

Fakultas Psikologi mencapai kematangan psikologis berdasarkan pemenuhan

(24)

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis:

Menambah pemahaman dan sumbangan bagi perkembangan ilmu

psikologi terutama kajian mengenai kematangan psikologis sebagai

salah satu basis pendidikan formal.

2. Manfaat Praktis:

Memberi bahan masukan para formator Fakultas Psikologi dalam

usaha membantu para mahasiswa mencapai taraf kematangan

(25)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Mahasiswa

Mahasiswa adalah anak muda yang meneruskan jenjang pendidikan ke

perguruan tinggi setelah menyelesaikan jenjang sekolah menengah. Secara

umum, mahasiswa yang masuk perguruan tinggi berada pada fase remaja akhir

dan dewasa awal. Karena itu, pemahaman tentang mahasiswa menurut kacamata

psikologi, menggunakan dua pendekatan, yakni mahasiswa ditinjau dari fase

remaja dan dewasa awal.

1. Definisi Mahasiswa Sebagai Remaja

1.a. Definisi Remaja

Piaget (dalam Hurlock, 2000) mengatakan remaja adalah usia dimana

individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa. Remaja akan meninggalkan

pola hidup anak-anak dan mulai membangun relasi dengan orang yang lebih tua

darinya sebagai bagian dari identifikasi dan pencarian jati diri. Integrasi ini

didorong oleh kesadaran bahwa dirinya sudah bukan lagi anak-anak dan

perubahan-perubahan yang ia alami mendorongnya untuk membangun relasi

(26)

Segaris dengan Piaget, Monk (dalam Hurlock, 2000) mengatakan

remaja adalah individu yang sedang dan atau telah menyelesaikan

pertumbuhannya dan siap menerima kedudukan dalam masyarakat bersama

dengan orang dewasa lainnya. Monk berpendapat bahwa interaksi dengan

orang dewasa lebih dimotivasi oleh pengakuan kedudukan sosial seorang

remaja.

Hurlock (2000) berpendapat bahwa remaja merupakan individu yang

dalam pencarian kemantapan dan masa reproduksi, yaitu suatu masa yang

penuh dengan masalah dan ketegangan emosional, periode isolasi sosial,

periode komitmen, dan masa ketergantungan, perubahan nilai-nilai, kreativitas

dan penyesuaian diri pada pola hidup yang baru. Hurlock melihat bahwa realitas

yang dihadapi remaja lebih kompleks dari pada sekedar membangun relasi

dengan orang dewasa. Selain dalam kondisi pencarian kemantapan dan masa

reproduksi, remaja juga dalam situasi perubahan nilai, kreativitas dan

penyesuaian diri pada pola hidup baru.

Melanie Rapp (1998) membagi masa remaja menjadi tiga fase:

1. Remaja awal (12-14 th): ciri-ciri remaja pada fase ini adalah membangun

ikatan dengan teman sebaya, mengurangi ketergantungan emosional

dengan orang tua, pertumbuhan fisik yang pesat terutama anak perempuan

dan mulai tertarik dengan seks. Pada fase ini remaja begitu perhatian

terhadap pertumbuhannya, membangun independensi terutama dalam

(27)

penting relasi pertemanan dan fungsi ego begitu dominan dalam

memandang sesuatu.

2. Remaja madya (14-17 th): remaja pada fase ini mulai mencari jati dirinya,

amat mengutamakan penampilan, dan menganggap hubungan atau relasi

sebagai sesuatu yang penting sehingga tidak begitu memusatkan diri pada

dirinya sendiri. Pada fase ini, remaja juga mulai mengambil keputusan

sendiri, mengembangkan nilai-nilai moral dan membangun kesadaran akan

seksualitas. Kemampuan-kemampuan yang dimiliki juga semakin matang.

Selain itu, mereka cenderung mencari tantangan dan membangun relasi

yang lebih intim dengan orang lain.

3. Remaja akhir (17-19 th): fase ini ditandai dengan mulai terfokusnya

remaja akan masa depan mereka terutama karir, menghilangkan

ketergantungan dengan orang tua, dan berusaha memenuhi kebutuhannya

sendiri. Mereka juga memiliki idealisme tertentu, mengembangkan diri

diluar sekolah dan rumah, membangun relasi yang relatif stabil, menjadi

pribadi yang independen dan sederajat dengan orang lain.

1.b. Aspek-aspek perkembangan remaja

Remaja memiliki tiga aspek perkembangan. Tiga aspek tersebut

adalah:

1.b.1 Aspek perkembangan fisik

Aspek perkembangan ini didasari oleh pandangan biologis

(28)

Biogenetik inilah yang memicu kematangan fisio-seksual yang terjadi

dalam tubuh remaja (Hall, dalam Fenwick, 1994).

Perkembangan fisio-seksual remaja biasa disebut sebagai

masa pubertas. Masa diawali dengan munculnya menarche atau haid

pertama pada anak perempuan. Perkembangan anak laki-laki biasanya

ditandai dengan mimpi basah dan tumbuhnya kumis. Walaupun

demikian hal tersebut bukanlah satu-satunya ciri yang muncul.

Pubertas adalah fase perkembangan yang ditandai dengan

matangnya kerangka fisiologis dan seksual yang terjadi secara pesat

terutama pada awal masa remaja dan terjadi secara gradual atau

berangsur-angsur. Karena terjadi secara gradual, kita tidak dapat

secara tepat menentukan kapan awal dan akhir pubertas (Santrock,

2002).

Santrock (2002) mencatat bahwa faktor dibalik pesatnya

perkembangan fisik dan seksual pada remaja adalah keluarnya

hormon-hormon seksual dalam jumlah besar. Pada anak laki-laki, hormon-hormon

seksual yang amat berperan adalahtestosteron. Hormon ini ini memicu

pertumbuhan dan perkembangan alat kelamin, pertambahan tinggi dan

perubahan suara. Sedangkan pada anak perempuan, hormon yang

berperan adalah hormon estrodiol. Hormon ini memicu

berkembangnya buah dada, rahim dan kerangka pada anak-anak

(29)

menyatakan pada masa pubertas, kedua hormon tersebut berkembang

pada anak laki-laki dan perempuan, namun intensitas dan kuantitasnya

berbeda. Hormon testosteron meningkat delapan kali lipat pada anak

laki-laki dan hanya dua kali lipat pada anak perempuan. Demikian juga

hormon estrodiol. Hormon ini berkembang delapan kali lipat pada

anak perempuan sedangkan pada anak laki-laki perkembangannya

hanya dua kali lipat.

Hurlock (2000) juga berpendapat bahwa masa pubertas terjadi

karena terjadi persenyawaan kimiawi pada diri remaja. Menurut

Hurlock tubuh mengeluarkan kelenjar pituitary, yakni kelenjar yang

mengeluarkan dua hormon: growth hormon yang memacu

pertumbuhan individu dan hormon gonadotrofik yang merangsang

gonad - bibit atau sperma pada laki-laki dan sel telur pada perempuan

– tumbuh berkembang. Dengan berkembangnya gonad, alat seks

primer bertambah besar dan mencapai kematangannya. Demikian

juga alat seks sekunder seperti, tumbuhnya rambut kemaluan,

menonjolnya jakun pada laki-laki, membesarnya pinggul pada

perempuan mulai berkembang. Hurlock juga mencatat, interaksi

antara hormon gonadotrofik dan gonad berlangsung terus dan mulai

menurun ketika perempuan mendekati menopause dan laki-laki

(30)

1.b.2. Aspek perkembangan kognitif

Setelah memasuki usia remaja, anak memiliki kemampuan

mengembangkan cakrawala kognitif yang baru dan lebih luas. Mereka

secara berlahan-lahan mengembangkan pola berpikir abstrak, logis dan

idealis. Mereka mulai memahami pemikiran orang lain dan menyadari

bahwa tidak semua orang memiliki pemikiran yang sama dengannya;

mulai mengintepretasikan dan memantau lingkungan sosial.

Ada beberapa beberapa teori tentang perkembangan kognitif

remaja. Pertama, teori operasional formal Piaget. Piaget (dalam

Santrock, 2002) mengatakan bahwa remaja mulai mengembangkan

penalaran-penalaran abstrak juga diikuti pola pikir remaja yang mulai

logis. Remaja mulai berpikir tentang perencanaan, pemecahan masalah,

mulai menguji perencanaan dan pemecahan masalah yang ia ambil

secara sistematis dan mulai mengambil kesimpulan dan keputusan

berdasarkan suatu pertimbangan tertentu. Piaget (ibid.) menamakan

pola pikir tersebut sebagai penalaran deduktif hipotesis, yakni suatu

penalaran kognitif yang mengembangkan hipotesis untuk mencari cara

pemecahan masalah.

Pemikiran remaja juga memiliki pemikiran yang idealis.

Mereka mulai mengembangkan gambaran ideal tentang dirinya dan

orang lain. Juga mulai membandingkan dirinya dengan orang lain.

Gambaran ideal itu sering berupa fantasi atau kayalan tentang masa

(31)

Kedua, Vigotsky (Ratner, 1991) berpendapat bahwa remaja

mulai berkembang dari proses psikobiologis menuju pemenuhan

fungsi-fungsi psikologis. Proses psikobiologis mulai berkembang saat

anak- anak dan ditandai gerakan refleks dan spontan, temperamental

traits, dan proses kesadaran yang belum sempurna. Setelah

menginjak masa remaja, individu mulai mengambangkan

fungsi-fungsi psikologisnya, yakni membentuk kesadaran, mengembangkan

fungsi mental dan mulai menemukan karakteristik personal dengan

cara membangun interaksi sosial atau belajar sosial.

Ketiga, Robert Selvan berpendapat bahwa perkembangan

kognitif bertitik pada pengambilan peran sosial atau kognisi sosial,

yakni kemampuan untuk memahami diri sendiri dan orang lain sebagai

subjek, untuk bereaksi terhadap orang lain sebagamana terhadap diri

sendiri dan untuk bereaksi terhadap perilaku diri sendiri dari sudut

pandang orang lain. Dalam tahap perkembangan kognitifnya, Selvan

mencatat bahwa remaja mulai memahami perspektif orang ketiga dan

mampu memahami suatu pandangan secara lebih mendalam dan dalam

(32)

1.b.3. Aspek Perkembangan Sosio-emosional

1.b.3.a. Relasi dan konflik dengan orang tua

Perkembangan sosio-emosional remaja diawali dengan adanya

perubahan pola relasi remaja dengan orang tuanya. Pada masa remaja,

individu mulai mencoba melepaskan keterikatan emosional dengan

orang tua. Ia ingin menjadi pribadi yang otonom. Namun disisi lain,

orang tua tidak akan begitu saja melepaskan remaja. Hal inilah yang

sering kali menjadi sumber konflik antara orang tua dan remaja

(Santrock, 2002).

Walaupun ingin terlepas dengan orang tua, remaja tetap

membangun kelekatan atauattachmentdengan orang tua. Fromm

(2001) beropini bahwa kebebasan menuntut banyak tanggung jawab

dan resiko. Berdasarkan opini ini remaja tetap berusaha membangun

kelekatan dengan orang tua. Papini dkk. (dalam Santrock, 2002)

menemukan bahwa kelekatan yang kokoh dengan orang tua dapat

membantu remaja dalam menghadapi perasaan cemas dan depresi

akibat transisi masa anak-anak ke masa dewasa.

Selain masalah otonomi, konflik dengan orang tua juga

disebabkan karena perubahan fisiologis, perkembangan kognitif,

perubahan peran dan harapan sosial (Santrock, 2002). Walaupun

(33)

batin, konflik dengan orang tua sebenarnya dapat membantu remaja

dalam menjalani masa transisi dari ketergantungan pada masa

anak-anak menuju masa kedewasaan (ibid.). Secara konkret, konflik dengan

(34)

solving, menyadari peran dan harapan sosial, memahami perubahan

fisio-psikologisnya dan mulai mencari jati dirinya. Namun demikian,

konflik dengan orang tua tetap memiliki potensi menimbulkan

ketidaksehatan psikologis pada remaja apabila konflik tersebut

berlangsung lama dan berulang-ulang. Konflik yang berkepanjangan

ini sering memunculkan masalah pada remaja seperti lari dari rumah,

putus sekolah, perilaku seks pra nikah dan kenakalan remaja.

1.b.3.b. Relasi dengan teman sebaya

Remaja juga mulai membangun relasi sosio-emosional

dengan teman sebaya. Ada dua model besar relasi remaja. Pertama,

remaja akan mengembangkan relasi yang bersifat komunal, yakni

membangun kedekatan dengan beberapa teman sebayanya. Model ini

mewujud dalam dua bentuk, yaitu kelompok (crowd) dan Klik

(cliques). Kelompok adalah kumpulan remaja dengan teman-teman

sebayanya dalam jumlah yang besar dan tidak memiliki kedekatan

emosional antar anggotanya. Biasanya kelompok terbentuk karena ada

kesamaan hobi, minat atau kepentingan yang sama. Klik adalah

kelompok yang lebih kecil jumlahnya dibandingkan crowd namun

memiliki kedekatan emosional yang mendalam. Klik terbentuk lebih

disebabkan adanya kesamaan persepsi, pengalaman atau perasaan

(Santrock, 2002). Secara umum, relasi bersifat komunal ini membantu

remaja menumbuhkan harga dirinya dan mengembangkan

(35)

Kedua, relasi yang bersifat individual dan personal. Relasi

ini sering disebut sebagai pacaran atau kencan. Relasi ini tidak lepas

dari pengaruh berkembangnya fungsi seksual remaja. Hormon seksual

yang berkembang akan menimbulkan pengaruh psikologis berupa rasa

cinta dan tertarik dengan lawan jenis. Santrock (ibid.) mencatat

bahwa remaja meluangkan banyak waktu untuk berkencan dan mulai

menggeser fungsi kencan atau pacaran sebagai fase awal pertunangan

menjadi sebuah pola relasi yang bersifat rekreatif, sumber status dan

prestasi, serta tempat untuk belajar tentang relasi yang akrab.

Selain membantu remaja dalam membangun relasi yang

bersifat personal dan intim, pacaran juga bermanfaat

mengembangkan pengetahuan berkaitan dengan peran gender dan

harapan masyarakat berkaitan dengan gender. Selain itu, Susana

(2001) berpendapat bahwa masa pacaran membantu individu

mengelola perasaan-perasaan suka, cinta, cemburu dan lain

sebagainya. Masa remaja juga membantu remaja untuk tidak mudah

hanyut dalam perasaan tersebut pada lawan jenisnya yang tak jarang

sulit dibedakan dari dorongan seksual belaka.

1.b.3.c. Identitas Remaja

Erikson (dalam Hall, 1998) mengatakan bahwa masa remaja

adalah masa terjadinya kebingungan atau kekacauan identitas dan

(36)

perubahan persepsi lingkungan sosial terhadap remaja yang sudah

tidak lagi anak-anak namun belum pantas disebut orang remaja. Hal

ini menimbulkan rasa tidak aman dan menimbulkan krisis identitas.

James Marcia (dalam Santrock, 2002) berpendapat

terbentuknya identitas remaja ditentukan oleh dua hal yakni krisis dan

komitmen. Krisis adalah masa dimana remaja memilih pilihan-pilihan

yang bermakna, sedangkan komitmen adalah pengambilan tanggung

jawab terhadap apa yang mereka lakukan. Interaksi kedua inilah yang

nantinya membantu remaja dalam menemukan dan membentuk

identitas dirinya. Ada empat status atau fase perkembangan indentitas

remaja, yaitu:

1. Penyebaran identitas (identity diffusion), yaitu fase dimana

remaja belum mengalami krisis atau mengambil komitmen.

2. Pencabutan identitas (identity foreclosure), yaitu fase

dimana remaja sudah membuat komitmen namun belum

mengalami krisis.

3. Penundaan identitas (identity moratorium), yaitu fase

dimana remaja sedang mengalami krisis namun belum

membuat komitmen.

4. Pencapaian identitas (identity achievement), yaitu fase

dimana remaja sudah mengalami krisis dan sudah membuat

(37)

Marcia juga mengatakan ada tiga aspek yang penting dalam

pembentukan identitas diri, yaitu perlunya membangun kepercayaan

dan dukungan orang tua, mengembangkan ketekunan dan memiliki

perspektif tentang masa depan. Secara khusus, kepercayaan dan

dukungan orang tua memiliki peran yang amat vital. Hal ini nampak

dalam adanya pengaruh pola asuh orang tua terhadap pembentukan

identitas diri remaja. Pola asuh yang otokratik dimana remaja terlalu

dikendalikan oleh orang tua dan tidak memiliki peluang untuk memilih

justru akan menghambat pembentukan identitas diri. Begitu juga pola

asuh yang permisif justru akan menimbulkan kebingungan identitas.

Marcia berpendapat pola asuh demokratis dinilai paling sesuai bagi

pembentukan identitas diri karena mendorong remaja ikut terlibat aktif

dalam keluarga sehingga ia memiliki pengetahuan dan pengalaman

dalam memilih dan mengambil suatu keputusan yang amat bermanfaat

bagi pembentukan identitas dirinya.

2. Definisi Mahasiswa Sebagai Dewasa Awal

2.a. Definisi Dewasa Awal

Roditti (2001) menetapkan batasan dewasa awal pada rentang usia

antara 22 sampai 35 th. Pada usia, individu berusaha menemukan peran dan

tempat dalam kehidupan. Erikson (dalam Hall, 1998) mengistilahkan masa ini

(38)

mandiri tersebut ditandai dengan membangun relasi intim dengan orang lain

dan membentuk keluarga. Pekerjaan dan karier menjadi hal yang sangat vital

bagi mereka sebagai bentuk aktualisasi diri dan sarana mengembangkan diri

untuk mendapatkan peran dan tempat dalam kehidupan nyata.

Dobbs (2002) bependapat masa dewasa awal diawali pada usia 20

sampai 40an th. Masa ini ditandai dengan memuncaknya perkembangan

fisiologis dan seksual, semakin berkembangnya kemampuan kognitif, penuh

semangat dan energik. Sedangkan Kenniston (dalam Santrock, 2002) masa

dewasa awal merupakan masa bagi anak muda untuk keluar dari dirinya

sendiri. Dewasa awal adalah saat untuk berjuang membangun pribadi yang

mandiri dan mulai terlibat secara sosial. Segaris dengan Kenniston, Santrock

(2002) berpendapat masa dewasa awal menjadi moment penting bagi anak muda

karena mereka berusaha menjadi pribadi yang tidak tergantung lagi pada orang

tua, dan secara aktif mulai bertangung jawab atas dirinya sendiri dan membuat

keputusan sendiri. Kemandirian yang ingin dibangun pada masa ini difokuskan

pada kemandirian ekonomi dan kemandirian membuat keputusan.

2.b. Aspek-aspek perkembangan dewasa awal

Dewasa awal memiliki tiga aspek perkembangan:

2.b.1 Aspek perkembangan fisik

Masa dewasa awal merupakan masa puncak dan penurunan

kemampuan fisik. Santrock (2002) mencatat pada masa ini individu

(39)

muda sudah memiliki pengetahuan bagaimana mencegah penyakit

dan menjaga kesehatan dengan baik sehingga jarang terjadi anak

muda mengalami gangguan kesehatan kronis. Dobbs (2002)

menambahkan pada masa ini anak muda mencapai puncak

pertumbuhan tinggi dan berat badan serta semakin optimalnya

kemampuan sensoris. Volume dan berat otakpun terus bertambah

walaupun tidak ada neuron baru yang terbentuk.

Roditti (2001) memiliki pendapat yang berbeda. Pada masa ini,

bagi kebanyakan perempuan, perkembangan fisiologis mengalami

perlambatan secara dramatis bahkan terasa berhenti. Sedangkan pria

akan terus berkembang sampai usia 30 dan secara gradual mengalami

penurunan setelah usia 30. Masa ini merupakan puncak pertumbuhan

sistem otot dan kemampuan fisik.

Masa puncak kemampuan fisiologis dan kesehatan menyimpan

bahaya tersendiri. Santrock (2002) mengingatkan kondisi yang amat

sehat dapat mendorong anak muda memaksakan tubuh mereka secara

berlebihan sehingga dapat berakibat buruk pada diri mereka. Selain itu,

anak muda cenderung berpikir bahwa mereka

akan sehat-sehat saja walaupun memaksakan tubuh mereka. Dobbs

(2002) menyatakan sikap tersebut dapat memicu perilaku hidup tidak

sehat seperti mengkonsumsi minuman beralkohol, merokok dan

ketergantungan pada narkoba. Hal inilah yang menyebabkan akan

(40)

mereka rasakan pada akhir dewasa awal atau saat dewasa madya.

Penurunan kualitas fisik juga disebabkan berhentinya pertumbuhan

fisiologis setelah usia 30 th.

Selain aspek pertumbuhan fisik, pada masa ini individu

mencapai puncak kematangan seksualitas. Fungsi seks primer dan

sekunder telah mencapai pucak kematangan. Hal ini akan mendorong

perilaku seksual aktif pada anak muda. Roditti (2001) mengatakan

bahwa selain kematangan seksual, kondisi fisiologis dan dorongan

membangun relasi intim menjadi pemicu perilaku seksual anak muda.

2.b.1 Aspek perkembangan kognitif

Santrock (2002) mencatat ada beberapa pendekatan tentang

perkembangan kognitif. Pertama, pendekatan subjektivitas yang

dikembangkan oleh Giesela Labouvie. Labouvie berpendapat bahwa

dalam kehidupan nyata terdapat banyak sekali kemungkinan dan

paradoks sosial. Realitas ini mendorong anak muda untuk

memecahkan masalahnya tidak hanya bergantung pada pemikiran

logis (formal operasional) namun berdasarkan pada pengalaman dan

persepsi individu. Selain itu, tidak jarang mereka memecahkan

masalah yang dihadapi dengan membangun kembali konstruk

pemahaman subjektif mereka.

Kedua, pendekatan pragmatisme Warner Shaie. Pendekatan

(41)

telah mencapai tahap formal operasional (berpikir logis) yang ditandai

dengan berkembangnya pengetahuan dan keterampilan. Shaie

berpendapat bahwa kemampuan formal operasional secara pragmatis

digunakan untuk mencapai kebutuhan atau harapan individu seperti

karier, relasi atau tujuan pribadi. Selain itu, untuk mencapai tujuannya,

anak muda perlu berpikir konstektual dan sadar dalam mengambil

keputusan.

Ketiga, pendekatan relativitas Perry. Pendekatan ini

menekankan konteks dalam proses berpikir dan mengambil keputusan.

Konteks memiliki sifat relativitas sehingga sesuatu yang dikatakan

benar atau baik sangat bergantung pada konteksnya. Dengan demikian,

proses berpikir pada masa dewasa awal tidak lagi didasarkan pada

penilaian benar-salah atau baik-tidak baik seperti pada masa remaja

namun harus didasarkan pada pengalaman individu dan relativitas

kontekstual.

2.b.3. Aspek Perkembangan Sosio-emosional

2.b.3.a. Relasi dengan orang tua dan relasi intim

Perkembangan sosio-emosional masa dewasa awal merupakan

kelanjutan dari perkembangan sosio-emosional remaja. Roditti (2001)

mengatakan bahwa pada masa ini, individu meneruskan pencarian jati

diri mereka dan menemukan peran dan tempat mereka dalam

(42)

Santrock (2002) mencatat pada masa ini, anak muda benar-benar

ingin hidup mandiri dan terlepas dari orang tua. Mereka akan

membangun hidup mereka dan sepenuhnya mengambil keputusan

sendiri.

Selain itu, masa dewasa dini adalah masa bagi anak muda

membangun relasi intim dengan orang lain yang diikat oleh suatu

komitmen. Pada umumnya, relasi ini dibangun berdasarkan kedekatan

emosional, ketertarikan, visi akan masa depan dan keintiman secara

seksual (Roditti, 2001). Kebanyakan anak muda membawa relasi

diatas menuju pada pengambilan komitmen membangun hidup

berkeluarga namun tidak sedikit yang memilih hidup bersama tanpa

adanya ikatan pernikahan. Walaupun demikian, kebanyakan anak

muda mulai merencanakan memiliki anak.

Roditti (2001) menambahkan hadirnya keluarga baru, akan

mengubah pola relasi anak muda dengan orang tuanya. Hal ini

disebabkan berubahnya peran sosial mereka. Dengan hadirnya anak,

anak muda akan disebut orang tua dan orang tua mereka akan menjadi

kakek-nenek. Perubahan ini menuntut anak muda dan orang tuanya

mendefinisikan kembali peran sosial dan pola relasi mereka yang

(43)

2.b.3.b. Relasi pertemanan

Dobbs (2002) mencatat relasi pertemanan pada masa ini amat

dipengaruhi oleh identitas gender. Secara umum, perempuan

cenderung mengedepankan emosi dalam membangun relasi

pertemanan. Mereka lebih suka menunjukan ketergantungan dan

kerentanan. Sedangkan pria lebih suka berbagi pengalaman tentang

kegiatan, minat dan hobinya. Bagi pria, keberhasilan dan prestasi

menjadi kunci dalam membangun relasi pertemanan.

B. Kematangan Psikologi

1. Definisi Kematangan Psikologi

Dalam konteks perkembangan individu, kematangan psikologi adalah

berkembangnya individu berdasarkan prinsip Life-span perspective. Life-span

perspective merupakan prinsip di mana perkembangan adalah suatu proses yang

terus-menerus, tahap demi tahap seperti spiral atau mata rantai yang saling

mengait (Kail & Nelson, dalam Endang Ekowarni, 1993). Proses perubahan yang

terjadi dalam diri manusia sepanjang rentang waktu hidupnya dan perubahan

manusia tersebut terjadi dalam interaksinya dengan lingkungan. Perubahan ini

bertujuan untuk memungkinkan individu berinteraksi dan menyesuaikan diri

dengan lingkungannya (Hurlock, 2000).

(44)

individu-individu yang matang dan kompleks. Artinya, individu harus memiliki

kemandirian intelektual, toleran terhadap ambiguitas dan tidak dikendalikan oleh

rasa takut dan tidak kaku. Individu yang matang adalah pribadi yang memiliki

kemampuan problem solving, bersifat altruistik dan memahami tuntutan sosial

(Freudianslip, 2005).

C. Tugas-Tugas Perkembangan

1. Definisi Tugas-Tugas Perkembangan

Pembahasan tentang tugas-tugas perkembangan tidak dapat terlepas dari

konsep psikologi perkembangan karena tugas-tugas perkembangan merupakan

unsur penting dalam psikologi perkembangan. Setiap tahap perkembangan selalu

memiliki spesifikasi mengenai aspek-aspek perkembangan yang harus dicapai

oleh masing-masing individu. Di dalamnya termuat apa, bagaimana dan sejauh

mana aspek tersebut seharusnya dikuasai. Spesifikasi aspek pekembangan ini oleh

Havighurst dinamakan sebagai tugas perkembangan atau developmental task.

Dengan demikian, tugas perkembangan adalah aspek-aspek perkembangan yang

harus dicapai oleh individu di setiap tahap perkembangannya. Semakin tinggi

tahap perkembangannya, aspek perkembangan yang harus dikuasai semakin

banyak dan meningkat pula tuntutan lingkungan (Stroufe, dalam Ekowarni, 1993).

Lebih lanjut Havighurst (dalam Unhlendorff, 2004) menulis tugas

perkembangan adalah polarisasi antara perkembangan biologis,

kebutuhan-kebutuhan individu dan tuntutan sosial. Individu diharuskan mampu

menyelesaikan masalah-masalah yang ia hadapi selama proses perkembangannya.

Di sini nampak jelas terjadinya interaksi antara individu dengan lingkungan

(45)

memberi pengaruh yang cukup signifikan, namun faktor harga diri individu

merupakan kunci utama untuk mengindentifikasi tugas-tugas perkembangan yang

harus diselesaikan.

Van den Daele (dalam Hurlock, 2000) mengatakan bahwa tolok ukur

kesuksesan pemenuhan tugas perkembangan terletak pada terjadinya perubahan

dan perkembangan secara kualitatif. Pemahaman ini berarti bahwaa tercipta suatu

proses integrasi dari banyak struktur dan fungsi yang sedemikian kompleks.

Dengan kata lain, individu yang matang selalu mengalami perubahan yang

progresif dan perubahan tersebut mengakibatkan jaringan interaksi yang

majemuk.

Hurlock (2000) berpendapat bahwa pemenuhan tugas-tugas

perkembangan individu bergantung pada kemampuan bawaan dan latihan yang

mereka peroleh dalam kehidupan mereka. Selain itu kematangan psikologis akan

mudah tercapai apabila individu memperoleh bantuan atau bimbingan dari orang

lain dan adanya motivasi yang kuat dari individu itu sendiri untuk mencapai

kematangan.

Secara faktual, mahasiswa psikologi memiliki dosen yang berkompeten

di bidangnya. Hal ini merupakan bank reinforcement yang sangat berguna.

Kehadiran para dosen ini dapat dijadikan sebagai sumber bantuan dan bimbingan

bagi para mahasiswa. Mereka dapat meminta bantuan kepada para dosen bila

mengalami kesulitan di luar studi, terutama berkaitan dengan pemenuhan tugas

perkembangan. Namun sayangnya, sampai saat ini, bank reinforcement ini kurang

diolah dengan baik. Relasi dosen dan mahasiswa hanya sebatas di ruang kelas atau

(46)

personal belumlah tampak. Para mahasiswapun juga kurang mampu

memanfaatkan kelebihan ini (Hasil wawancara dengan Kaprodi Fakultas

Psikologi Universitas Sanata Dharma).

Harlock juga menambahkan ada tiga tujuan kematangan psikologis.

Pertama, sebagai petunjuk bagi individu akan harapan masyarakat terhadap

mereka. Kedua, kematangan psikologis memampukan individu mengetahui

identitas diri, mengaktualisasikan diri dan memenuhi harapan pribadi. Yang

terakhir, memberi petunjuk bagaimana individu memecahkan masalah yang

mereka hadapi secara adekuat.

Dalam teori hukum rekapitulasi, Hackel berpendapat bahwa pemenuhan

tugas-tugas perkembangan baru akan tercapai apabila dua fungsi psikologis, yakni

fungsi phylogenetik dan fungsi ontogenetik dapat diwujudkan. Fungsi

phylogenetik adalah sifat bawaan sejak lahir yang melekat dalam diri individu

yang merupakan warisan dari generasi sebelumnya (Zulkifli, 2001). Dalam bahasa

Hurlock, fungsi phylogenetik adalah sifat bawaan yang secara naluriah akan

membimbing individu mengembangkan suatu kompetensi dasar yang penting bagi

hidupnya, seperti: merangkak, duduk dan berjalan. Sedangkan, fungsi ontogenetik

merupakan usaha individu menggunakan sifat-sifat bawaannya untuk menguasai

kompetensi-kompetensi yang lebih sulit dan kompleks melalui proses belajar.

Contoh kompetensi yang lebih sulit dan kompleks adalah kemampuan menulis,

mengemudi atau berenang (Hurlock, 2000).

Berkaitan dengan teori rekapitulasi, Stanley Hall mengatakan bahwa

(47)

kehidupan suatu bangsa yang berlangsung dengan lambat selama berabad-abad”

(Zhulkifli, 2001). Dalam teori ini fungsi ontogenetik merupakan rekapitulasi dari

fungsi phylogenetik. Dari sini dapat dilihat bahwa faktor budaya ikut menentukan

atau mempengaruhi proses kematangan psikologis seseorang. Hurlock (2000)

mengatakan bahwa “karena perkembangan individu dibentuk untuk menyesuaikan

diri dengan standar-standar budaya, maka perubahan-perubahan dalam standar

tersebut akan mempengaruhi pola perkembangan.”

Havighurst (1972) menyatakan seseorang dikatakan matang apabila ia

mampu menyelesaikan tugas-tugas perkembangan sesuai dengan usianya.

Keberhasilan ini akan menimbulkan perasaan bahagia dan individu akan

menyadari bahwa hidup yang ia jalani berarti bagi dirinya. Dengan perasaan

seperti itu, ia siap untuk melaksanakan tugas-tugas berikutnya.

Dari beberapa definisi tentang kematangan psikologis di atas dapat

disimpulkan bahwa kematangan psikologis adalah terpenuhinya tugas-tugas

perkembangan sesuai dengan masa perkembangannya dan tercipta suatu

proses integrasi dari banyak struktur dan fungsi yang sedemikian kompleks.

Kematangan ini dipengaruhi oleh faktor sifat bawaan, pengalaman, proses

belajar dan faktor budaya. Dengan tercapainya fase kematangan psikologis,

seseorang dapat menyesuaikan dan memenuhi harapan sosial, mampu

mengenali diri, beraktualisasi diri dan mampu menghadapi masalah secara

(48)

2. Indikator Kematangan Psikologis

Konsep kematangan psikologis memuat tiga hal. Pertama,

kematangan psikologis selalu berkorelasi dengan pemenuhan tugas-tugas

perkembangan. Kedua, ada beberapa faktor yang mempengaruhi kematangan

psikologis seseorang. Ketiga, kematangan psikologis memiliki beberapa tujuan.

Havighurst (dalam Perkins,2001) telah menyatakan bahwa

pemenuhan tugas-tugas perkembangan menjadi indikator utama untuk melihat

kematangan psikologis seseorang. Tugas-tugas perkembangan ini disesuaikan

dengan rentang hidup atau usia individu. Rentang hidup tersebut dibagi

menjadi: masa bayi dan awal masa kanak-kanak, akhir masa kanak-kanak, masa

remaja, awal masa dewasa, masa usia pertengahan, dan masa tua.

Havighurst (dalam Gary Ingersoll, 1997) mencatat ada beberapa tugas

perkembangan yang harus dipenuhi remaja agar dapat mencapai kematangan dan

berkembang menuju dewasa awal. Tugas-tugas perkembangan tersebut adalah:

a. Mencapai hubungan baru dan yang lebih matang dengan teman sebaya

baik pria maupun wanita. Relasi yang lebih matang tampak dalam

terlibatnya individu dalam relasi yang bersifat komunal dan personal,

seperti terlibat dalam anggota kelompok, klik atau menjalin relasi

personal dengan lawan jenis. Hubungan ini bermanfaat untuk

meningkatkan harga diri, melatih keterampilan sosial dan membantu

(49)

b. Mencapai peran sosial. Peran sosial adalah harapan lingkungan terhadap

remaja dan diperoleh dengan cara membangun interaksi sosial dengan

lingkungan, seperti keluarga dan masyarakat.

c. Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya dengan efektif.

Perubahan fisiologis menyebabkan remaja mengalami kebingungan

identitas akibat perubahan dramatis dalam tubuhnya. Selain itu, sering

memunculkan perasaan tidak nyaman dan cemas, membuat remaja

menjadi lebih perhatian terhadap tubuhnya dibandingkan saat

anak-anak. Karena itu, ia harus mampu menerima perubahan tersebut dan

dapat menggunakan tubuhnya dengan efektif karena perubahan tersebut

menimbulkan dorongan energi yang besar, terutama berkaitan dengan

dorongan seksual akibat matangnya fungsi seksualitasnya.

d. Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab.

Tugas perkembangan ini berkaitan erat dengan pencapaian peran sosial.

Karena menjadi pribadi yang idealis dan memiliki pandangan tersendiri,

ada kecenderungan remaja untuk menjadi pribadi yang anti sosial dan

sering mengkritik orang tua dan masyarakat. Di sini remaja dituntut

mampu memahami harapan dan realitas sosial sehingga dapat

memberikan respon positif berupa perilaku sosial yang bertanggung

jawab.

e. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang dewasa

lainnya. Pada masa anak-anak, individu memiliki ketergantungan yang

(50)

tergantung dengan orang tua. Disi lain ia juga belajar tentang

independensi, otonomi dan menjadi pribadi yang mandiri setelah masuk

masa remaja namun kadang ia tidak siap dengan resiko yang harus

ditanggung. Dengan demikian, remaja dapat mencapai kemandirian

emosional dengan cara membangun kelekatan yang positif dengan

orang tua.

f. Mulai memikirkan tentang masa depannya berkaitan dengan pilihan

hidup yang hendak dipilih. Masa depan tersebut dapat berupa gambaran

ideal tentang masa depan, seperti karir, cita-cita atau kehidupan di masa

dewasa. Remaja harus mengidentifikasi tujuan-tujuan hidupnya paling

tidak dalam level yang paling mendasar seperti apa yang ingin ia capai

saat ini dan bagaimana ia mencapai tujuan tersebut.

g. memperoleh perangkat nilai dan sistem etis sebagai pegangan untuk

berperilaku dan mengembangkan ideologinya. Selama masa remaja,

individu mulai mengembangkan sistem pengetahuan yang relatif

kompleks dan mulai mengintegrasikan perangkat nilai dan moral. Selain

itu, dalam tahap perkembangan moralnya, remaja juga telah diajari

orang tuanya mana yang baik dan yang buruk, mana yang boleh dan

yang tidak boleh. Dengan demikian, remaja dituntut membangun

konstruk nilai dan sistem berdasarkan pengetahuan yang telah

dimilikinya dengan cara mendialekkan pemahamannya dengan

pandangan yang dimiliki orang tuanya dan pandangan atau sistem yang

(51)

Havighurst juga menyatakan bahwa ada beberapa faktor yang dapat

mempengaruhi terpenuhinya kematangan psikologis seseorang, yakni:

b. Normal tidaknya tingkat perkembangan seseorang. Apabila seseorang

dapat berkembang secara normal, akan lebih mudah baginya mencapai

tahap perkembangan selanjutnya.

c. Ada tidaknya kesempatan untuk mempelajari tugas-tugas perkembangan

atau ada tidaknya bimbingan untuk dapat menguasainya. Di sini

kesempatan dan kehadiran orang lain memegang peran kunci

kematangan psikologis seseorang.

d. Besar kecilnya dorongan atau motivasi untuk matang. Individu yang

memiliki motivasi yang lebih besar akan semakin mudah mencapai

kematangan psikologis.

e. Tingkat kecerdasan individu. Tingkat kecerdasan ikut mempengaruhi

karena di dalamnya termuat kreativitas yang dapat membantu individu

mencapai kematangan psikologis.

D. Kematangan Psikologis Mahasiswa Fakultas Psikologi Sanata Dharma

Mahasiswa dituntut menjadi pribadi yang sehat atau berfungsi penuh

seluruh aspek psikologisnya dalam pendidikannya di Fakultasi Psikologi Sanata

Dharma. Diharapkan, mahasiswa menjadi pribadi yang matang, memiliki

integritas moral yang tinggi, kemampuan berpikir yang kritis dan wawasan

(52)

paragraf 3). Kematangan ini menuntut pemenuhan tugas-tugas perkembangan

sebagai seorang dewasa awal yang baru saja melewati masa remajanya.

Sebagai pribadi yang baru memasuki fase dewasa dini, idealnya

mahasiswa telah menyelesaikan tugas-tugas perkembangan remaja sebagai

prasyarat untuk melanjutkan perkembangan usia psikologisnya. Hal ini mutlak

diperlukan mengingat tanpa menyelesaikan tugas tersebut, mahasiswa tidak akan

dapat berkembang menuju pribadi dewasa. Disinilah letak nilai penting

penelitian ini, yakni melihat sejauh mana kematangan atau kedewasaan

psikologis mahasiswa psikologi Sanata Dharma. Tugas-tugas tersebut adalah

mencapai hubungan baru dan lebih matang dengan teman sebaya baik pria

maupun perempuan, mencapai peran sosial, mencapai perilaku sosial yang

bertanggung jawab, menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya

secara efektif, mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang

dewasa lainnya, mulai memikirkan tentang masa depannya berkaitan dengan

pilihan hidup yang hendak dipilih, memperoleh perangkat nilai dan sistem etis

sebagai pegangan dalam berperilaku dan mengembangkan ideologinya.

Ada tiga hal yang membantu mahasiswa Fakultas Psikologi Sanata

Dharma memenuhi tugas perkembangannya. Pertama, mereka memiliki

kesempatan dan pengetahuan untuk mempelajari tugas-tugas perkembangan.

Materi perkuliahan dapat membantu mereka membangun konstrak

pengetahuan tentang tugas-tugas perkembangan sehingga membuka peluang

atau kesempatan untuk menyelesaikannya. Kedua, adanya pembimbing yang

(53)

dosen, entah dosen pembimbing akademis atau dosen pengajar sangat berarti

bagi mahasiswa. Dosen dapat berperan sebagai helper saat mahasiswa

menghadapi hambatan dalam menuntaskan tugas-tugas perkembangannya.

Ketiga, mahasiswa memiliki tingkat kecerdasan yang cukup di mana dapat

mempengaruhi percepatan pemenuhan tugas perkembangan karena di

dalamnya termuat kreativitas yang dapat membantu individu mencapai

kematangan psikologis.

Dalam pendidikan di Fakultas Psikologi Sanata Dharma, pemenuhan

tugas-tugas perkembangan tersebut hendaknya sudah tercapai mengingat bahwa

mahasiswa baru saja menyelesaikan masa remaja dan masuk ke masa dewasa

dini. Diharapkan sistem dan model pendidikan Fakultas Psikologi Sanata

Dharma dapat menciptakan suatu kondisi yang sedemikian rupa sehingga secara

efektif mahasiswa dapat mengolah kepribadiannya dan mencapai kematangan

(54)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang akan digunakan adalah penelitian deskriptif

dengan menggunakan dua pendekatan yakni pendekatan kuantitatif dan

kualitatif. Pendekatan kuantitatif memungkinkan peneliti melakukan

pengukuran dengan angka-angka untuk melihat sejauh mana tingkat

kematangan psikologis mahasiswa ditinjau dari pemenuhan tugas-tugas

perkembangannya. Pendekatan kuantitatif juga digunakan untuk menentukan

subyek penelitian secara kualitatif.

Pendekatan kualitatif memungkinkan peneliti mempelajari isu atau tema

tertentu secara mendalam dan komprehensif. Penelitian ini dapat melihat suatu

gejala sebagai sesuatu yang dinamis dan berkembang, dengan mendeskripsikan

dan memahami proses dinamis yang terjadi berkenaan dengan gejala yang

diteliti (Poerwandari, 2001). Melalui pendekatan ini,

dapat dilihat kedalaman proses kematangan psikologis mahasiswa ditinjau

dari pemenuhan tugas-tugas perkembangannya.

B. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Psikologi

(55)

1. Berusia lebih dari 19 tahun, dengan alasan bahwa secara psikologis pada

usia tersebut individu telah melewati masa remaja. Dengan demikian

dapat dilihat sejauh mana individu tersebut menyelesaikan tugas-tugas

perkembangannya.

2. Tercatat sebagai mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sanata

Dharma minimal semester 4.

C. Definisi Operasional

Kematangan psikologis adalah tercapainya atau terpenuhinya

tugas-tugas perkembangan sesuai dengan masa perkembangan individu yang

bersangkutan. Pemenuhan tersebut dipengaruhi oleh sifat bawaan, proses

belajar dan faktor budaya.

Indikator-indikator kematangan psikologis adalah:

1. Memiliki relasi atau hubungan baru dan stabil dengan teman sebaya baik

pria maupun wanita.

2. Membangun interaksi sosial yang erat dengan lingkungan sekitar, seperti:

keluarga dan masyarakat.

3. Menerima keadaan fisiknyadan menggunakannya secara efektif.

4. Mampu memahami dan mengakomodasi harapan dan tuntutan sosial

dengan idealisme yang ia bangun sehingga tercipta perilaku sosial yang

bertanggung jawab.

5. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dengan cara membangun

(56)

kehidupan di masa depan.

7. Mempunyai perangkat nilai dan sistem etis sebagai pegangan berperilaku

dan mengembangkan hidupnya.

D. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data menggunakan 2 (dua) teknik, yaitu: skala

dan wawancara. Penggunaan 2 (dua) teknik pengumpulan data

dilatarbelakangi oleh pertimbangan bahwa metode skala digunakan untuk

menyeleksi subjek penelitian yang akan diwawancara. Subjek dengan jumlah

skor total skala tertinggi dan terendah akan dijadikan subjek wawancara.

1. Skala kematangan psikologis mahasiswa Fakultas Psikologi ditinjau

dari pemenuhan tugas perkembangannya

1.a. Definisi Skala

Skala ini bertujuan mengukur sejauh mana tingkat kematangan

psikologis mahasiswa ditinjau dari pemenuhan tugas perkembangannya.

Skala ini disusun berdasarkan teori tugas perkembangan Havighurst, seperti

yang tertuang dalamblue print, yaitu:

Tabel 01

Tabel Blue Print Penelitian

No. Indikator Persentase

01 Membangun Hubungan baru 10 %

02 Mencapai Peran Sosial 10 %

03 Menerima Perubahan Fisiologis 10 %

(57)

05 Mencapai Kemandirian Emosional 20 %

06 Memiliki Gambaran Masa Depan 10 %

07 memiliki Perangkat Nilai 20 %

Total 100 %

Perilaku sosial yang bertanggung jawab, kemandirian emosional

dan perangkat nilai diberi prosentase lebih besar (20%). Prosentase 20%

didasarkan pada pertimbangan kompleksitas indikator tersebut. Perilaku

sosial yang bertanggung jawab tidak mudah dicapai karena idealisme dan

ideologi yang dikembangkan remaja tidak jarang berbenturan dengan

sistem nilai yang ada pada orang tua dan masyarakat. Dengan demikian,

ada kecenderungan remaja menjadi pribadi yang anti sosial dan sering

mengkritik orang tua dan masyarakat.

Secara faktual, ketergantungan emosional remaja masih sangat

kuat. Bahkan, ketergantungan tersebut masih terasa sampai usia dewasa

awal. Hal ini nampak dalam ketergantungan finansial individu terhadap

orang tua. Hal inilah yang dapat menghambat kemandirian emosional

individu.

Perangkat nilai dan sistem etis tidak mudah dicapai karena selama

masa remaja, individu dituntut mengembangkan sistem pengetahuan yang

relatif kompleks dan mengintegrasikan perangkat nilai dan moral. Selain

(58)

telah dibangun dengan perangkat nilai dan sistem etis yang ada dalam

masyarakat.

Berdasarkan pemetaan blue print di atas, peneliti merancang item

penelitian sebagai berikut:

Tabel 02

Tabel ItemPenelitian

Indikator Penelitian Item Favorable Item Unfavorable

Membangun

Memiliki Masa Depan 26,27,28,29,30,132,133, 134,154,155

Gambar

Tabel Blue Print Penelitian
Tabel Item Penelitian
TabelTabel 03 Interview Guide
Tabel Nomor Item yang Sahih
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada bulan Juni 2013 kelompok-kelompok komoditas yang memberikan andil/sumbangan inflasi adalah kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau 0,0342 persen; kelompok

Suradinata (1999) menyatakan bahwa bahwa tuntutan desentralisasi dilandasi untuk: a) mencegah tertumpuknya kekuasaan di satu tangan, b) mengikut sertakan masyarakat

PELAYANAN PENGADUAN BERBASIS E-GOVERNMENT ( Studi Deskriptif Di Unit Pelayanan Informasi Dan Keluhan (UPIK) Kota Yogyakarta Tahun 2014) adalah hasil penelitian

Dari analisis yang dilakukan diketahui bahwa tidak ada perbedaan nyata penilaian responden terhadap dua belas aspek kualitas halte, baik untuk tingkat kepentingan maupun

Penelitian ini menganalisis pengaruh harga dan kualitas pelayanan terhadap kepuasan pelanggan serta dampaknya pada loyalitas pelanggan. Objek penelitian ini adalah Restoran Sop

Pakerin harus lebih memperhatikan tidak hanya kualitas layanan namun juga mencari strategi yang tepat untuk memenangkan persaingan, antara lain dengan melakukan inovasi terus

Hal ini disebabkan indeks harga yang diterima petani mengalami peningkatan, sebesar 2,18 persen, dimana indeks ini lebih besar dibandingkan dengan indeks harga

Return On Equity (ROE) merupakan rasio dari laporan keuangan yang mengukur kemampuan perusahaan dalam memperoleh return bagi investasi yang dilakukan investor