ERGONOMI DALAM AKTIVITAS PENANGKAPAN IKAN
DI KAPAL PANCING LAYUR
DI PPN PALABUHANRATU, SUKABUMI
GILANG BAYU REKSA PRATAMA
DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI
DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Ergonomi dalam Aktivitas Penangkapan Ikan di Kapal Pancing Layur di PPN Palabuhanratu, Sukabumi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Juli 2014
Gilang Bayu Reksa Pratama
ABSTRAK
GILANG BAYU REKSA PRATAMA. Ergonomi dalam Aktivitas Penangkapan Ikan di Kapal Pancing Layur di PPN Palabuhanratu, Sukabumi. Dibimbing oleh BUDHI HASCARYO ISKANDAR dan VITA RUMANTI KURNIAWATI.
Kapal pancing layur merupakan salah satu kapal penangkap ikan yang ada di Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu dengan layur sebagai hasil tangkapan utamanya yang memiliki nilai produksi yang tinggi. Banyak anak buah kapal pancing layur yang cukup sering absen melaut dikarenakan merasa lemas dan mengalami pegal atau sakit di beberapa bagian tubuh. Hal ini diduga terjadi karena postur tubuh ABK yang salah saat beraktivitas di atas kapal, luasan area kerja dan fasilitas di atas kapal yang kurang menunjang kenyamanan, ataupun ketidakseimbangan energi ABK. Berangkat dari hal tersebut, penelitian terkait ergonomi berikut ilmu-ilmu turunannya yakni biomekanika, antropometri, dan keseimbangan energi diharapkan mampu merancang sistem kerja pada kapal pancing layur yang lebih baik. Tujuan penelitian ini antara lain adalah untuk menganalisis postur tubuh ABK pancing layur selama operasi penangkapan ikan berlangsung, menganalisis data antropometri ABK pancing layur untuk menentukan luasan area dan ukuran fasilitas di atas kapal yang ideal, menganalisis hubungan antara kebutuhan dengan asupan energi ABK pancing layur. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi kasus dengan analisis data deskriptif. Hasil analisis postur menunjukkan da sekitar 45 % dari 22 postur ABK pancing layur yang masih perlu diperbaiki selama operasi penangkapan ikan berlangsung. Berdasarkan data antropometri tubuh ABK, diperoleh ukuran ideal dari tinggi tempat duduk sebesar 39,42 cm; tinggi meja 59,7 cm; lebar meja minimum 33,14 cm; dan jarak meja dari tempat duduk –11,7 cm. Penilaian terhadap keseimbangan energi menunjukkan bahwa hanya 10 % ABK pancing layur yang tercukupi kebutuhan energinya secara sempurna.
ABSTRACT
GILANG BAYU REKSA PRATAMA. Ergonomics in the Activities of Fishing in Hairtail Fishing Vessel at Palabuhanratu Fishing Ports, Sukabumi. Supervised by
BUDHI HASCARYO ISKANDAR and VITA RUMANTI KURNIAWATI.
Hairtail fishing vessel is one of the fishing vessels in Palabuhanratu fishing port with hairtail as the main catches that have high production values. Many fishermen are often absent because they feel tired and experience aches and pain in several parts of their body. Presumably, it is because incorrect posture when fishermen move on vessel, uncomfortable working area and facilities on vessel, or fishermen’s energy imbanlance. Furthermore this research is related to ergonomics and also its derivatives such as biomechanics, anthropometry, and energy balance are expected to design better system on hairtail fishing vessels. The purpose of this research were to analyze hairtail fishermen’s posture when fishing operations occur, to analyze anthropometric data from hairtail fishermen to determine the ideal size of are and facilities on vessel, and also to analyze the correlation between energy intake and energy needs of hairtail fishermen. The method used in this research was a case study method with descriptive data analysis. Posture analayzis showed that there were still about 45 % of 22 hairtail fishermen’s postures which need to be improved. Based on the fishermen’s body anthropometric data, it was found that the right size of seat height was 39,42 cm; table height was 59,7 cm; the minimum widht of table was 33,14 cm; the distance of table from the set was -11,7 cm. Energy balance assesment showed that only 10 % of fishermen of hairtail fishing vessel who met their energy needs.
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan
pada
Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
ERGONOMI DALAM AKTIVITAS PENANGKAPAN IKAN
DI KAPAL PANCING LAYUR
DI PPN PALABUHANRATU, SUKABUMI
DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
2014
Judul Skripsi : Ergonomi dalam Aktivitas Penangkapan Ikan di Kapal Pancing Layur di PPN Palabuhanratu, Sukabumi
Nama : Gilang Bayu Reksa Pratama NIM : C44090030
Program Studi : Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap
Disetujui oleh
Dr Ir Budhi Hascaryo Iskandar MSi Pembimbing I
Vita Rumanti Kurniawati SPi MT Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr Ir Budy Wiryawan MSc Ketua Departemen
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan November 2013 ini ialah Ergonomi, dengan judul Ergonomi dalam Aktivitas Penangkapan Ikan di Kapal Pancing Layur di PPN Palabuhanratu, Sukabumi..
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Budhi Hascaryo Iskandar MSi dan Vita Rumanti Kurniawati SPi MT selaku pembimbing, serta Prof Dr Ir Mulyono S. Baskoro selaku komisi pendidikan dan Dr Ir Mohammad Imron MSi selaku dosen penguji atas semua saran dan masukannya. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Harun selaku pemilik kapal yang juga telah memberikan penulis kesempatan untuk tinggal di rumahnya selama masa penelitian, serta kepada para ABK-ABK pancing layur PPN Palabuhanratu. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Pak Zulfa, Mbak Fina, Umay, Luhur, Samsul, Fikar, Hari, Kemal, Idham, Jikem, Gema, Adli, Gusti, Salman, Tesa, Dhani, dan Iduy atas segala kesediaannya membantu, menemani dan mendukung selama masa pembuatan skripsi. Tak lupa ungkapan terima kasih paling spesial disampaikan kepada Ayah, Ibu, serta seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juli 2014
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL x
DAFTAR GAMBAR x
DAFTAR LAMPIRAN x
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 1
Manfaat Penelitian 2
METODE 2
Waktu, Tempat, dan Peralatan Penelitian 2
Analisis Data 3
Biomekanika 3
Antropometri 4
Keseimbangan energi 5
Tahapan Penelitian 6
HASIL DAN PEMBAHASAN 6
Kapal Pancing Layur di PPN Palabuhanratu 6
Gambaran kapal pancing layur 6
Aktivitas yang terjadi di atas kapal pancing layur 7 Biomekanika ABK Pancing Layur di PPN Palabuhanratu dalam Bekerja 8 Aktivitas dan postur tubuh ABK pancing layur dalam bekerja 8 Penilaian tabel OWAS terhadap postur tubuh ABK dalam bekerja 12 Antropometri pada Kapal Pancing Layur di PPN Palabuhanratu 13
Area kerja kapal pancing layur 13
Tempat pemasangan umpan yang ideal untuk kapal pancing layur 13 Keseimbangan Energi ABK Pancing Layur di PPN Palabuhanratu 15
Kebutuhan energi ABK pancing layur 15
Kesesuaian energi ABK pancing layur 16
Dampak ketidakseimbangan energi dan upaya pencegahannya 17
KESIMPULAN DAN SARAN 18
Kesimpulan 18
Saran 18
DAFTAR PUSTAKA 18
LAMPIRAN 20
DAFTAR TABEL
1 Metode pengumpulan data 2
2 Tabel OWAS dan cara membacanya 3
3 Kategori status gizi berdasarkan IMT 5
4 Spesifikasi kapal pancing layur di PPN Palabuhanratu pada umumnya 7 5 Penilaian postur tubuh ABK pancing layur dalam bekerja 12 6 Ukuran fasilitas di area pemasangan umpan yang ideal 14
DAFTAR GAMBAR
1 Flowchart tahapan penelitian 6
2 Kapal pancing layur tampak atas (non skala) 8
3 Kapal pancing layur tampak samping (non skala) 8 4 Ilustrasi postur tubuh ABK1 saat pengecekan kapal 10 5 Ilustrasi postur tubuh ABK1 saat pengemudian kapal 10 6 Ilustrasi postur tubuh ABK2 dan ABK3 saat pemasangan umpan 11 7 Ilustrasi postur tubuh ABK2 dan ABK3 saat aktivitas setting 11 8 Ilustrasi postur tubuh ABK2 saat aktivitas hauling 11 9 Ilustrasi postur tubuh dan ukuran area kerja ABK2 dan ABK3 saat
memasang umpan 13
10 Ilustrasi postur tubuh dan ukuran area kerja ABK2 dan ABK3 saat
memasang umpan yang ideal 15
11 Grafik sebaran IMT 30 sampel ABK 16
12 Grafik kebutuhan energi 30 sampel ABK 16
13 Grafik jumlah 30 ABK dengan status kesesuaian energinya 17
DAFTAR LAMPIRAN
1 Salah satu postur tubuh yang dilakukan ABK pancing layur 20 2 Pengukuran tinggi badan salah satu ABK pancing layur 20 3 Kondisi salah satu kapal pancing layur yang dijadikan sampel 20 4 Data antropometri 10 sampel kapal pancing layur 21 5 Ukuran dimensi tubuh, umur, dan berat badan 30 sampel ABK pancing
layur 22
6 Status dan kebutuhan gizi 30 sampel ABK pancing layur 23 7 Kebutuhan protein 30 sampel ABK pancing layur 24
8 Kebutuhan lemak 30 sampel ABK pancing layur 25
9 Kebutuhan karbohidrat 30 sampel ABK pancing layur 26
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ergonomi adalah suatu keilmuan yang sistematis memanfaatkan informasi mengenai sifat, kemampuan, dan keterbatasan manusia untuk merancang suatu sistem kerja sehingga orang dapat hidup dan bekerja dengan efektif, efisien, aman, dan nyaman (Wignjosoebroto, 1995). Ilmu ergonomi bisa ditempatkan dimanapun termasuk di dunia perikanan. Dunia perikanan sendiri memiliki ruang lingkup yang luas mulai dari penangkapan, pembudidayaan, pengolahan sampai dengan pemasaran. Dibandingkan bidang lainnya, aktivitas penangkapan memiliki risiko paling besar, terutama pada aktivitas yang terkonsentrasi di atas kapal. Sejauh ini, penelitian tentang ergonomi di bidang penangkapan ikan belum banyak dilakukan. Penelitian yang sudah ada terkait kenyamanan kerja pun hanya sebatas subjektivitas dari nelayan, seperti yang pernah dilakukan oleh Kurniawati et al
(2013).
Kapal pancing layur merupakan salah satu kapal tradisional penangkap ikan yang ada di PPN Palabuhanratu. Lamatta et al (2012) menerangkan bahwa jumlah rata-rata kapal pancing layur di PPN Palabuhanratu tahun 2012 ada 165 unit, lebih banyak dibandingkan kapal motor tempel lainnya seperti kapal payang (50 unit) dan kapal jaring klitik (44 unit). Sementara itu sasaran tangkapan utamanya pun, yakni layur dinilai sebagai ikan yang memiliki nilai produksi yang tinggi, yakni sebesar Rp. 3.420.044.700,-. Hal ini membuat layur menjadi salah satu ikan dominan di PPN Palabuhanratu bersama tuna, cakalang dan layang.
Menurut Wignjosoebroto (1995), produktivitas merupakan perbandingan output per input kerja yang berkaitan erat dengan sistem produksi. Banyak ABK yang sering absen melaut dikarenakan merasa lemas dan mengalami pegal atau sakit pada tubuhnya. Hal ini diduga terjadi karena postur tubuh ABK yang salah saat beraktivitas di atas kapal, luasan area kerja dan fasilitas di atas kapal yang kurang menunjang kenyamanan, ataupun ketidakseimbangan energi ABK
Ilmu ergonomi memiliki banyak bidang kajian antara lain biomekanika, antropometri, keseimbangan energi, penginderaan, dan display (Sulistyadi, 2003). Penelitian lebih lanjut terkait penginderaan dan display tidak dapat dilakukan mengingat keterbatasan dari kapal yang dijadikan objek penelitian yakni kapal pancing layur. Berangkat dari hal tersebut, penelitian terkait ergonomi berikut ilmu-ilmu turunannya yakni biomekanika (perbaikan gerakan kerja), antropometri (perancangan ulang area kerja), dan keseimbangan energi diharapkan mampu merancang sistem kerja pada kapal pancing layur yang lebih baik sehingga kerja menjadi lebih produktif guna mendapatkan hasil yang lebih memuaskan.
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini antara lain ialah untuk:
1. Menganalisis postur tubuh ABK pancing layur selama operasi penangkapan ikan berlangsung;
2
3. Menganalisis hubungan antara kebutuhan dengan asupan energi ABK pancing layur.
Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini antara lain sebagai berikut:
1. Sebagai bagian dari pengembangan ilmu pengetahuan di bidang perikanan tangkap terkait ergonomi pada aktivitas kerja nelayan;
2. Sebagai bahan masukan bagi pemilik kapal, pembuat kapal, dan nelayan; dan 3. Sebagai dasar untuk penelitian selanjutnya di bidang ergonomi khususnya
dalam lingkup perikanan tangkap.
METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah metode studi kasus dengan analisis data deskriptif. Data primer yang dikumpulkan yakni meliputi konsumsi, umur, ukuran dimensi beberapa anggota tubuh 30 sampel nelayan di PPN Palabuhanratu, ukuran area kerja di atas 10 sampel kapal, dan aktivitas yang terjadi di atas 3 kapal pancing layur yang berbeda. Metode pengumpulan data yang digunakan ialah wawancara, pengukuran, dan observasi (lihat Tabel 1).
Tabel 1 Metode pengumpulan data Metode
pengumpulan data Data yang dikumpulkan Kegunaan
Observasi Aktivitas yang terjadi di atas 3 kapal pancing layur yang berbeda berikut postur-postur tubuh ABK di kapal tersebut
Sebagai bahan analisis bidang kajian biomekanika (postur tubuh ABK)
Pengukuran Ukuran dimensi tubuh 30 sampel nelayan kapal pancing layur meliputi tinggi betis dalam (TBD), panjang paha dalam (PPD), tinggi bahu posisi duduk (TBPD), tebal paha (TP), panjang lengan-siku (PLS), panjang siku (PS), jangkauan tangan (JT), tinggi badan (TB), dan berat badan (BB), juga ukuran area kerja di atas kapal
Sebagai bahan analisis bidang kajian antropometri (ukuran fasilitas di atas kapal)
Wawancara Umur dan konsumsi energi 30 sampel nelayan kapal pancing layur
Sebagai bahan analisis bidang kajian keseimbangan energi (kebutuhan dan asupan energi)
Waktu, Tempat, dan Peralatan Penelitian
3 Analisis Data
Biomekanika
Biomekanika adalah pengukuran terhadap kekuatan manusia pada berbagai kondisi untuk menentukan kondisi optimal dalam bekerja (Sulistyadi et al, 2003). Lebih lanjut ia mengatakan bahwa OVAKO work analysis system merupakan prosedur kualitas postur yang mudah digunakan (lihat Tabel 2). Postur tubuh dianalisis dan dinilai untuk diklasifikasikan. Metode OWAS ini memberikan informasi penilaian postur tubuh pada saat bekerja sehingga dapat dilakukan evaluasi dini atas risiko kecelakaan tubuh. Penilaian diberikan pada beberapa bagian, yaitu punggung, lengan, kaki, beban kerja, dan fasa kerja. Selanjutnya penilaian tersebut digabungkan untuk melakukan perbaikan kondisi bagian postur tubuh yang berisiko terhadap kecelakaan atau kelelahan anggota tubuh.
Tabel 2 Tabel OWAS dan cara membacanya
Pu
Penilaian pada punggung digunakan nilai 1-4 1 = Tegak
2 = Membungkuk ke depan atau ke belakang 3 = Berputar dan bergerak ke samping
4 = Berputar dan bergerak atau membungkuk ke samping dan ke depan Penilaian pada lengan digunakan nilai 1-3 untuk setiap komponen punggung
1 = Kedua tangan berada di bawah level ketinggian bahu 2 = Satu lengan berada di atas level ketinggian bahu 3 = Kedua lengan berada di atas level ketinggian bahu Penilaian pada kaki digunakan nilai 1-7
1 = Duduk
2 = Berdiri dengan keadaan kedua kaki lurus
3 = Berdiri dengan cara beban berada pada salah satu kaki 4 = Berdiri dengan kedua lutut sedikit tertekuk
4
5 = Berdiri dengan satu lutut sedikit tertekuk 6 = Jongkok dengan satu atau dua kaki 7 = Bergerak atau berpindah
Penilaian pada beban digunakan nilai 1-3 untuk setiap elemen penilaian kaki 1 = Beban sekitar 10 kg atau kurang
2 = Beban sekitar 10-20 kg 3 = Beban sekitar 20 kg atau lebih
Untuk analisa atau penilaian kondisi kerja digunakan nilai 1-4 pada setiap penilaian beban 1 = Tidak perlu dilakukan perbaikan
2 = Perlu dilakukan perbaikan
3 = Perbaikan perlu dilakukan secepat mungkin 4 = Perbaikan perlu dilakukan sekarang juga
Pada Tabel 2 diterangkan cara membaca tabel OWAS dimana kondisinya punggung tegak (1), kedua lengan ketinggian bahu (1), kaki berdiri (1), dan tak ada beban (1). Setelah diketahui kondisi postur saat beraktivitas, selanjutnya dinilai sesuai dengan keterangan yang ada lalu disesuaikan dengan nilai indeks yang ada di tabel OWAS. Pertama nilai punggung dan lengan ditarik garis lurus ke samping kanan lalu untuk nilai kaki dan beban kerja ditarik garis lurus ke bawah sampai bertemu di satu titik. Titik pertemuan antara nilai punggung, lengan, kaki, dan beban kerja itulah yang jadi nilai indeks dari keseluruhan postur.
Antropometri
Antropomometri merupakan suatu studi yang berkaitan dengan pengukuran dimensi tubuh manusia yang secara luas akan digunakan sebagai pertimbangan ergonomis dalam interaksi manusia (Wignjosoebroto, 1995). Analisis data antropometri umumnya menggunakan distribusi normal. Distribusi normal dapat diformulasikan berdasarkan harga rata-ratanya (mean) dan simpangan standardnya (standard deviation,
ơ
x) dari data yang ada sehingga didapati persentil yang akan menunjukan prosentase tertentu dari orang yang memiliki ukuran pada atau di bawah nilai tersebut (Wignjosoebroto,1995). Berikut rumus-rumus yang ada: 1. Tinggi tempat untuk duduk (TTD)TTD (5-th ) = Rata-Rata TBD –1,645 (ơ x)------- (1)
TBD: tinggi betis dalam, ơ x: standar deviasi
2. Tinggi meja (TM)
TM = {TTD+[Rata-Rata TP + 1,645 (ơ x)]} + kelonggaran 10% --- (2)
TTD: tinggi tempat untuk duduk, TP: tebal paha, ơ x: standar deviasi
3. Jangkauan tangan normal (JTN)
JTN2 = [PS 50-th]2– [{(TBPD 50-th + TTD) - TM} – PLS 50-th]2 (3)----(3) PS: panjang siku, TBPD: tinggi bahu dalam posisi duduk, TTD: tinggi tempat untuk duduk, TM: tinggi meja, PLS: panjang lengan sampai siku
4. Jangkauan tangan maksimum (JTM)
JTM2 = [(JT 50-th) x 120%]2– [(TBPD 50-th + TTD) – TM]2 (4)---- (4) JT: jangkauan tangan ke depan sejajar bahu, TBPD: tinggi bahu dalam posisi duduk, TTD: tinggi tempat untuk duduk, TM: tinggi meja
5. Lebar meja minimum (LM min)
LM min = (JTM-JTN) + kelonggaran 20% (5)--- (5) JTM: jangkauan tangan maksimum, JTN: jangkauan tangan normal
6. Letak meja
5 Keseimbangan energi
Keseimbangan akan kebutuhan dan asupan energi perlu diperhatikan guna menghindari kelelahan kerja. Kebutuhan energi yang diperlukan setiap orang berbeda, tergantung pada faktor umur, jenis kelamin, berat, dan tinggi badan serta berat ringannya aktivitas (Irianto, 2006). Berikut perhitungan kebutuhan energi: 1. Menghitung Status Gizi.
Cara penilaian status gizi dengan menghitung indeks massa tubuh (IMT).
IMT = berat badan (Kg) / tinggi badan (m)2 --- (7) Sumber: Devenport dalam Irianto (2006)
Selanjutnya, hasil perhitungan IMT dikonsultasikan dengan tabel berikut: Tabel 3 Kategori status gizi berdasarkan IMT
Status gizi Laki-laki Perempuan
Kurus <20.1 <18.7
Normal 20.1-25.0 18.7-23.8
Obese >25.1 >23.8
Rata-rata 22.0 20.8
Sumber: Irianto (2006)
Bila berat badan kurang, maka kebutuhan energinya ditambah sebanyak 500 kkalori, sedangkan bila lebih dikurangi sebanyak 500 kkalori (Almatsier, 2010). 2. Menghitung Energi Aktivitas Fisik Harian (untuk kerja)
Faktor aktivitas fisik merupakan nilai koefisien yang digunakan untuk menentukan energi aktivitas fisik. Faktor aktivitas fisik dari aktivitas ABK pancing layur dikategorikan ke dalam aktivitas sedang yang koefisiennya adalah 1.8 seperti yang dilansir Irianto (2006). Basal metabolic rate (BMR) adalah energi minimal untuk fungsi vital organ tubuh dalam keadaan istirahat. Specific dynamic action (SDA) adalah banyaknya energi yang diperlukan untuk proses metabolisme makanan. Berikut rumusnya:
Energi aktivitas fisik = faktor aktivitas fisik x (BMR+SDA) --- (8) Sumber: Irianto (2006); BMR: basal metabolic rate, SDA: specific dynamic action
BMR = 66 + [13.7 x berat badan(Kg)] + [5 x tinggi badan (m)]
-[6.8 x umur (tahun)] --- (9) Sumber: Benedict dalam Almatsier (2010); BMR: basal metabolic rate
SDA = 10 % BMR --- (10) Sumber: Irianto (2006) : basal metabolic rate, SDA: specific dynamic action
3. Menentukan kebutuhan protein, lemak, dan karbohidrat
Cara menentukan kebutuhan protein, lemak, dan karbohidrat menurut WHO ialah protein: 10 % - 15 % dari kebutuhan energi total, lemak : 10 % - 25 % dari kebutuhan energi total, karbohidrat : 60 % - 75 % dari kebutuhan energi total.
Setelah diketahui kebutuhan energinya, lalu dicari jumlah energi yang dikonsumsinya untuk selanjutnya diketahui kesesuaian energinya. Menurut Irianto (2006), untuk menghitung kalori makanan, diperlukan hal-hal sebagai berikut: 1. Menghitung nilai kalori makanan, setiap 1 gram karbohidrat= 4 kalori, setiap 1
gram lemak= 9 kalori, dan setiap 1 gram protein= 4 kalori;
2. Menyesuaikan bahan makanan dengan ukuran rumah tangga (URT); dan 3. Menyesuaikan bahan makanan dengan daftar komposisi bahan makanan
6
Tahapan Penelitian
Gambar 1 Flowchart tahapan penelitian Penetapan tema
Pembahasan
Kesimpulan
Ergonomi dalam aktivitas penangkapan ikan di kapal pancing layur
1.Menganalisis postur tubuh ABK pancing layur selama operasi penangkapan ikan berlangsung
2.Menganalisis data antropometri ABK pancing layur untuk menentukan luasan area dan ukuran fasilitas di atas kapal yang ideal 3.Menganalisis hubungan antara kebutuhan dengan asupan energi
ABK pancing layur
Observasi Pengukuran Wawancara
Menghitung yang terjadi di atas 3
7
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kapal Pancing Layur di PPN Palabuhanratu
Gambaran kapal pancing layur
Kapal pancing layur merupakan salah satu kapal tradisional dengan mesin tempel yang ada di PPN Palabuhanratu. Berikut spesifikasi kapal pancing layur pada umumnya yang ditunjukkan pada Tabel 4:
Tabel 4 Spesifikasi kapal pancing penangkap ikan layur pada umumnya
Objek Ukuran/jenis Keterangan
Ukuran kapal
Aktivitas yang terjadi di atas kapal pancing layur
Aktivitas penangkapan biasanya dilakukan oleh 3 ABK dengan salah satunya menjadi juru mudi (ABK1), dan 2 lainnya sebagai penawur (ABK2 dan ABK3). Secara umum, aktivitas penangkapan ikan di kapal pancing layur terbagi menjadi 4 proses yakni persiapan, setting, soaking, dan hauling.
Pada proses persiapan, ABK1 dan ABK2 memasang umpan sekaligus mengecek kesiapan alat tangkap di bagian tengah kapal. Sementara itu ABK1 mengecek kesiapan kapal secara keseluruhan seperti memeriksa mesin, genset, dan lampu. Proses persiapan ini berlangsung sekitar 3-4 jam. Saat persiapan selesai, kapal mulai berangkat menuju fishing ground. Proses penentuan fishing ground dilakukan secara manual berdasarkan insting seorang juru mudi. Perjalanan menuju fishing ground biasanya memakan waktu sekitar 2-3 jam.
8
Selanjutnya adalah proses soaking yang mengharuskan ABK untuk menunggu sekitar 2 jam untuk memastikan ikan sasaran tangkapannya memakan umpan yang telah dipasang di alat tangkap. Pada proses ini, ABK biasanya beristirahat sekaligus meregangkan otot-otot mereka.
Setelah 2 jam menunggu, dilanjutkan proses hauling. Saat proses hauling, ABK2 menarik alat tangkap beserta hasil tangkapannya, ABK3 melepaskan hasil tangkapan sekaligus kembali memasang umpan yang telah dimakan, dan ABK1 tetap mengemudikan kapalnya menuju tempat pertama dimana diletakannya buoy. Setelah proses hauling selesai, ABK1 kembali mengemudikan kapalnya menuju
fishing ground baru. Proses yang sama berlangsung sampai sekitar 2 – 3 kali. Gambar kapal pancing layur (non skala) dapat dilihat pada Gambar 2 dan 3.
Gambar 2 Kapal pancing layur tampak atas (non skala)
Gambar 3 Kapal pancing layur tampak samping (non skala)
Biomekanika ABK Pancing Layur di PPN Palabuhanratu dalam Bekerja
9 Aktivitas dan postur tubuh ABK saat bekerja
1. Aktivitas pengecekan kapal
Aktivitas pengecekan kapal dilakukan oleh ABK1. Aktivitas pengecekan kapal memang mengharuskan kaki untuk bergerak atau berpindah, kedua tangan berada di bawah level ketinggian bahu, dan biasanya tak ada beban yang dibawa. Pada aktivitas tersebut, dari 3 sampel ABK1, kesemuanya terbiasa untuk membungkuk (lihat Gambar 4). Kecenderungan nelayan untuk membungkuk dikarenakan memang kebiasaan nelayan bergerak seperti itu. Ketiga ABK1 ini perlu memperbaiki kebiasaannya saat aktivitas pengecekan kapal, dari yang awalnya membungkuk menjadi tegak.
2. Aktivitas pengemudian kapal
Aktivitas pengemudian kapal dilakukan oleh ABK1. Berdasarkan observasi, diketahui ABK1-K2 dan ABK1-K3 selalu duduk saat mengemudikan kapalnya. Sementara itu, ABK1-K1 duduk dan berdiri secara bergantian (lihat gambar 5). Hal ini berguna agar pinggang, paha, dan pantat tidak cepat mengalami kelelahan saat bekerja. Hal ini didukung Sulistyadi et al (2003) yang menyatakan bahwa sebaiknya pekerja diberikan kelonggaran untuk mengganti posisi kerjanya antara duduk dan berdiri secara bergantian. Selain itu kaki ABK1-K1 yang sejajar lurus dengan tulang pinggul dinilai ideal karena berguna menjaga tubuh dari tergelincir. 3. Aktivitas pemasangan umpan
Aktivitas pemasangan umpan dilakukan oleh ABK2 dan ABK3. Posisi meja yang sejajar dengan tempat duduk memaksa K1, ABK2-K2, dan ABK3-K2 duduk membungkuk saat memasang umpan dan bahkan ABABK3-K2-K1 jongkok. Berbeda dengan ABK2-K3 dan ABK3-K3 yang punggungnya cukup tegak karena meja berada lebih tinggi dibanding tempat duduk. Namun beberapa kali harus sedikit membungkuk karena meja yang agak jauh dari tempat duduk (lihat
Gambar 6). Astuti (2007) menjelaskan bahwa, postur tubuh membungkuk tidak menjaga kestabilan tubuh ketika bekerja. Pekerja mengalami nyeri pada bagian punggung bagian bawah bila dilakukan secara berulang dan periode yang lama. Berdasarkan hasil observasi, untuk mendapatkan postur tubuh optimal, keempat ABK ini bukan hanya perlu merubah kebiasaan mereka, akan tetapi juga perlu adanya perancangan ulang area kerja khususnya letak dan ukuran tempat duduk dan meja agar bisa memenuhi kenyamanan ABK.
4. Aktivitas saat proses setting
Aktivitas setting alat dilakukan oleh ABK2 dan ABK3. Didapati bahwa posisi tubuh ABK saat proses setting yakni duduk dengan membawa beban kurang dari 10 kg, dan kedua lengan berada di bawah level ketinggian bahu. Pembedanya hanyalah posisi punggung. Posisi punggung ABK3-K1 dan ABK2-K2 saat aktivitas setting berada dalam keadaan membungkuk, sedangkan pada ABK2-K1 keadaan punggung berputar dan bergerak ke samping. Berbeda halnya dengan ABK3-K2, ABK2-K3, dan ABK3-K3 yang posisi punggungya tegak (lihat Gambar 7). Kecenderungan ABK3-K1 dan ABK2-K2 membungkukan punggung karena faktor kebiasaan yang membuatnya mengalami nyeri punggung sehingga ABK tersebut perlu memperbaiki kebiasaannya.
5. Aktivitas saat proses hauling
10
keadaan duduk dan kedua lengan berada di bawah level ketinggian bahu. Pada aktivitas ini punggung dipaksa menanggung beban karena beban yang ditarik sekitar 10-20 kg. Hal ini membuat punggung ABK2-K2 berputar, bergerak, dan membungkuk ke samping dan ke depan, sedangkan ABK2-K1 dan ABK2-K3 menggerakan punggungnya berputar dan bergerak ke samping sembari kedua tangan tetap menarik alat tangkap (lihat Gambar 8).
Pada aktivitas hauling, diketahui bahwa terdapat 1 ABK yang perlu memperbaiki postur tubuhnya, yakni ABK2-K2. Kebiasaan punggungnya berputar, bergerak, dan membungkuk ke samping dan ke depan bisa menyebabkan punggung terasa sakit. Saat aktivitas ini, ABK2 membawa beban sekitar 10-20 kg, sehingga memang memaksa punggungnya untuk menanggung beban yang lebih berat dari biasanya. Jadi postur tubuh yang paling optimal dalam aktivitas ini yang perlu diikuti oleh ABK2-K2 ialah menggerakan punggungnya berputar dan bergerak ke samping sembari kedua tangan tetap menarik alat tangkap seperti yang dilakukan oleh ABK2-K1 dan ABK2-K3.
Gambar 4 Ilustrasi postur tubuh ABK1 saat pengecekan kapal
ABK1-K1, ABK1-K2,ABK1-K3
ABK1-K1
11
ABK2-K1, ABK3-K1, ABK2-K2 ABK2-K1 ABK2-K3, ABK3-K3
Gambar 6 Ilustrasi postur tubuh ABK2 dan ABK3 saat memasang umpan
ABK3-K1 dan ABK2-K2 ABK2-K1 ABK3-K2, ABK2-K3, ABK3-K3
Gambar 7 Ilustrasi postur tubuh ABK2 dan ABK3 saat aktivitas setting
ABK2-K2 ABK2-K1, ABK2-K3
12
Penilaian tabel OWAS terhadap postur tubuh ABK saat bekerja
Penilaian diberikan pada postur tubuh ABK mengacu pada tabel OWAS (lihat Tabel 2). Selanjutnya digabungkan untuk melakukan perbaikan postur tubuh. Berdasarkan Tabel 3, dapat diketahui bahwa aktivitas di kapal 1 dan 2 masih perlu diperbaiki. Postur yang perlu diperbaiki adalah saat aktivitas pengecekan alat, pemasangan umpan, setting, dan hauling. Pada umumnya hampir sebagian besar perbaikan saat beraktivitas difokuskan pada mengubah kebiasaan posisi tubuh dari yang membungkuk menjadi tegak. Hal ini dapat dilakukan dengan cara membiasakan diri. Sementara itu, khusus saat aktivitas pemasangan umpan, yang membuat ABK membungkuk bukan hanya karena faktor kebiasaan, tetapi juga karena faktor area kerja yang kurang menunjang, seperti tinggi tempat untuk duduk (TTD), tinggi meja (TM), lebar meja minimum (LM min), dan letak meja (LM).
Di sisi lain, aktivitas di kapal 3 tidak perlu banyak yang diperbaiki karena posisi tubuh saat bekerja sudah cukup ideal. Akan tetapi tetap sedikit perlu ada perbaikan, dalam hal ini perancangan ulang area kerja saat aktivitas pemasangan umpan guna memenuhi kenyamanan dalam bekerja. Berikut hasil penilaiannya:
Tabel 5 Penilaian postur tubuh ABK pancing layur dalam bekerja
Kapal ABK Aktivitas Posisi Anggota Tubuh Keterangan
P L K B N
K1 ABK1 Pengecekan kapal 2 1 7 1 2 Perlu perbaikan
Pengemudian kapal 1 1 1 1 1 Tak perlu perbaikan
1 1 2 1 1 Tak perlu perbaikan
ABK2 Pemasangan umpan 2 1 6 1 2 Perlu perbaikan
Setting alat 3 1 1 1 1 Tak perlu perbaikan
Hauling alat 3 1 1 2 1 Tak perlu perbaikan
ABK3 Pemasangan umpan 2 1 1 1 2 Perlu perbaikan
Setting alat 2 1 1 1 2 Perlu perbaikan
K2 ABK1 Pengecekan alat 2 1 7 1 2 Perlu perbaikan
Pengemudian kapal 1 1 1 1 1 Tak perlu perbaikan
ABK2 Pemasangan umpan 2 1 1 1 2 Perlu perbaikan
Setting alat 2 1 1 1 2 Perlu perbaikan
Hauling alat 4 1 1 2 3 Perlu perbaikan
ABK3 Pemasangan umpan 2 1 1 1 2 Perlu perbaikan
Setting alat 1 1 1 1 1 Tak perlu perbaikan
K3 ABK1 Pengecekan alat 2 1 7 1 2 Perlu perbaikan
Pengemudian kapal 1 1 1 1 1 Tak perlu perbaikan
ABK2 Pemasangan umpan 1 1 1 1 1 Tak perlu perbaikan
Setting alat 1 1 1 1 1 Tak perlu perbaikan
Hauling alat 3 1 1 2 1 Tak perlu perbaikan
ABK3 Pemasangan umpan 1 1 1 1 1 Tak perlu perbaikan
Setting alat 1 1 1 1 1 Tak perlu perbaikan
13
Antropometri pada Kapal Pancing Layur di PPN Palabuhanratu
Kenyamanan menggunakan alat bergantung pada kesesuaian ukuran alat dengan manusianya. Jika tidak sesuai, maka dalam jangka waktu tertentu akan lelah, nyeri, pusing (Liliana, 2007). Data antropometri diperlukan agar rancangan fasilitas kerja sesuai dengan orang yang akan menggunakannya.
Area kerja kapal pancing layur
Berdasarkan hasil pengukuran fasilitas kerja di tempat pemasangan umpan pada 10 sampel kapal pancing layur, diketahui ada 3 tipe area kerja (lihat
Lampiran 4). Pada 3 tipe area seperti yang ditunjukkan Gambar 9, ketiganya memiliki kesamaan yakni, posisi meja yang terlalu jauh dari tempat duduk ABK yang membuat posisi duduk ABK menjadi agak jauh dari meja tempat memasang umpan dengan rata-rata jarak 14,6 cm (tipe 1); 16 cm (tipe 2); dan 10 cm (tipe 3) . Posisi seperti ini dikeluhkan ABK karena bisa membuat pantat dan paha terasa lelah lebih cepat. Selain itu, lebar meja pendek dengan rata-rata 32,4 cm (tipe 1); 32 cm (tipe 2); 33 cm (tipe 3) sehingga usaha ABK saat memasang umpan kurang maksimal.
Gambar 9 Ilustrasi postur tubuh dan ukuran area kerja ABK2 dan ABK3 saat memasang umpan
Tipe 1 menunjukkan bahwa tempat duduk dan meja berada sejajar dengan rata-rata tinggi 41,9 cm sehingga memaksa punggung membungkuk. Sama halnya dengan tipe 2, tambahan kekurangannya hanya tempat duduknya yang terlalu tinggi (rata rata 49 cm) sehingga kaki tidak bisa berpijak. Hal ini menyebabkan kaki terasa tidak nyaman. Berbeda halnya tipe 3, posisi meja yang lebih tinggi (53 cm) daripada tempat duduk (41 cm) membuat ABK tidak perlu terlalu membungkuk bahkan cenderung tegak. Hanya sewaktu-waktu saja ABK pada tipe 3 ini membungkuk, yakni saat jangkauan maksimum tangan tidak cukup menjangkau umpan di daerah meja yang terjauh. Bagaimanapun tetap perlu ada perancangan ulang area kerja. Berangkat dari hasil pertimbangan tersebut, maka perlu dicari ukuran yang ideal
14
Berdasarkan hasil pengamatan serta pengukuran ukuran dimensi tubuh ABK dan fasilitas kerja tempat pemasangan umpan pada 10 sampel kapal pancing layur di PPN Palabuhanratu (lihat Lampiran 5), secara garis besar perlu dicari tinggi tempat duduk, tinggi meja, lebar meja, dan letak meja yang sesuai.
1. Tinggi tempat duduk
Sulistyadi et al (2003) menjelaskan bahwa dalam merancang tinggi tempat duduk digunakan persentil terkecil agar orang dengan kaki terpendek dapat duduk dengan nyaman. Berdasarkan data antropometri, tinggi betis dalam dengan rata-rata 44,63 cm dan standar deviasi sebesar 3,17 serta menggunakan presentil 5-th diperoleh maksimal tinggi tempat duduk sebesar 39,42 cm.
2. Tinggi meja
Tinggi meja, tempat dimana ABK pancing layur menyusun umpan, perlu diperhatikan untuk menghindari postur kerja yang salah saat memasang umpan. Sebagai contoh jika meja terlalu pendek, maka punggung akan membungkuk. Sebaliknya jika meja terlalu tinggi maka siku saat bekerja akan berada lebih tinggi dari yang seharusnya sehingga tangan akan lebih cepat mengalami kelelahan padahal sebagian besar aktivitas penangkapan ikan layur berpusat pada kegiatan tangan. Berdasarkan data antropometri, tebal paha dengan rata-rata 12,3 cm dan standar deviasi sebesar 1,56 serta menggunakan presentil 95-th ditambah tinggi tempat duduk sebesar 39,41 cm dan kelonggaran 10 % diperoleh maksimal tinggi meja sebesar 59,7 cm.
3. Lebar meja minimum
Ketika menentukan lebar meja, secara otomatis juga menentukan jangkauan tangan normal dan jangkauan tangan maksimum. Jangkauan tangan normal adalah daerah yang dapat dijangkau oleh tangan bagian bawah, dengan tangan bagian atas menggantung pada posisi normal di samping badan, sedangkan jangkauan tangan maksimum adalah daerah maksimum yang dapat dijangkau pada posisi tangan memanjang dari bahu. Berdasarkan data antropometri, dengan rata-rata panjang siku, tinggi bahu, panjang bahu sampai siku berturut-turut sebesar 38,47 cm; 64,1 cm; 34,53 cm dan tinggi tempat duduk sebesar 39,42 cm, serta tinggi meja sebesar 59,7 cm diperoleh jangkauan tangan normal sebesar 37,33 cm.
Selanjutnya dicari jangkauan tangan maksimum dengan pengukuran dimensi fungsional tubuh. Hal pokok dalam pengukuran dimensi fungsional tubuh adalah untuk mendapatkan ukuran tubuh yang nantinya berkaitan erat dengan gerakan nyata yang diperlukan tubuh untuk melaksanakan kegiatan tertentu. Terdapat prinsip estimasi dalam memperoleh data dimensi dinamik. Diketahui bahwa jangkauan dinamik sama dengan 120% panjang tangan statik. Berdasarkan data antropometri, dengan rata-rata panjang lengan, tinggi bahu, berturut-turut sebesar 65,3 cm; 64,1 cm dan tinggi tempat duduk sebesar 39,42 cm, serta tinggi meja sebesar 59,7 cm diperoleh jangkauan tangan maksimum sebesar 64,95 cm.
Setelah diketahui jangkauan tangan normal, jangkauan tangan maksimum, dan penambahan 20 % untuk mempertimbangkan area tambahan, selanjutnya akan didapati 33,14 cm sebagai lebar meja minimum.
4. Letak meja
15 dengan rata-rata 49,1 cm dan standar deviasi sebesar 2,47 dikurangi jangkauan tangan normal sebesar 37,33 cm diperoleh maksimum letak meja sebesar 11,7 cm. Setelah melalui proses proses pengamatan, pengukuran fasilitas, penyesuaian dengan dimensi tubuh ABK, dan perhitungan dengan rumus yang ada, akan diketahui ukuran ideal fasilitas kerja di area tempat pemasangan umpan (lihat Tabel 6), selanjutnya bisa dilakukan perancangan ulang area dengan ukuran fasilitas kerja yang ideal (lihat Gambar 10).
Tabel 6 Ukuran fasilitas di area pemasangan umpan yang ideal
Fasilitas Ukuran rata-rata
Ukuran ideal hasil perhitungan dengan rumus-rumus terkait antropometri dimensi tubuh ABK dinilai bisa diimplementasikan di kapal pancing layur yang ada di PPN Palabuhanratu. Seperti tinggi meja ideal yakni 59,47 cm sekaligus sebagai tinggi dek bisa diimplementasikan mengingat tinggi kapal pada umumnya sekitar 1,5 – 2 m yang berarti masih menyisakan ruang sekitar 90,53 – 140,53 cm.
33.14 cm
Gambar 10 Ilustrasi postur tubuh dan ukuran area kerja ABK2 dan ABK3 saat memasang umpan yang ideal
Keseimbangan Energi ABK Pancing Layur di PPN Palabuhanratu
Keadaan gizi kurang dapat menghambat aktivitas kerja yang menyebabkan kelelahan kerja. Evaluasi keseimbangan energi dilakukan berdasarkan pengukuran energi untuk kebutuhan fisik dan energi yang dikonsumsi selama beraktivitas untuk selanjutnya bisa diketahui kesesuaian energinya (Irianto, 2006).
Kebutuhan energi ABK pancing layur
16
(lihat Lampiran 6), diperoleh sebaran IMT sampel tersebut (lihat Gambar 11). Gambar 11 menunjukkan bahwa terdapat 1 ABK yang kurus dengan IMT sebesar 19,72 kkal; 1 ABK terklasifikasi obesitas dengan IMT sebesar 27,85; dan 28 lainnya terklasifikasi normal.
Setelah mendapatkan IMT ditambah dengan data tinggi dan berat badan serta umur dari 30 sampel, maka bisa diketahui kebutuhan energi dari masing-masing sampel (lihat Gambar 12). Berdasarkan Gambar 12, diketahui bahwa kebutuhan energi dari 30 sampel tidak jauh berbeda. Kebutuhan kalori terendah adalah Didik, ABK3 dari kapal Cumi-cumi 3 dengan 2672,75 kkal, sedangkan kebutuhan kalori tertinggi adalah Ayong, ABK3 dari kapal Naga Sari 4 dengan 3504,8 kkal.
Gambar 11 Grafik sebaran IMT 30 sampel ABK
Gambar 12 Grafik kebutuhan energi 30 sampel ABK Kesesuaian energi ABK pancing layur
Setelah mengetahui kebutuhan kalori, lalu dicari kebutuhan protein, lemak, dan karbohidrat (lihat Lampiran 7, 8, dan 9), untuk selanjutnya disesuaikan dengan energi yang dikonsumsinya. Berdasarkan hasil pengolahan dengan menggunakkan data konsumsi sampel selama 2 hari (lihat Lampiran 10), didapati jumlah sampel dengan status kesesuaian energinya. Secara rata-rata terdapat 6,67% nelayan yang sama sekali tak tercukupi kebutuhan energinya; 26,67% yang hanya tercukupi kebutuhan lemaknya; 6,67% yang hanya tercukupi kebutuhan
17 karbohidratnya; 50% yang tercukupi kebutuhan lemak dan karbohidratnya; serta 10% yang tercukupi kebutuhan protein, lemak, dan karbohidatnya (lihat Gambar 13). Gambar 13 memberikan informasi bahwa masih banyak sampel yang kekurangan protein, lemak dan karbohidrat. Padahal dalam prosesnya untuk kesehatan tubuh, manfaat dari 3 zat tersebut bagi tubuh sangat penting
Gambar 13 Grafik jumlah sampel ABK dengan status kesesuaian energinya Dampak ketidakseimbangan energi dan upaya pencegahannya
Kelelahan terjadi karena terkumpulnya produk sisa pembakaran dalam otot dan peredaran darah. Produk sisa tersebut akan menghambat aktivitas sistem saraf yang kekurangan oksigen sehingga mengakibatkan kelambatan kerja otot (Sulistyadi et al, 2003). Lebih lanjut ia menyatakan bahwa faal kerja berhubungan dengan pemakaian energi sebagai akibat aktivitas kerja. Energi diperoleh manusia dari makanan melalui berbagai tahap metabolisme pada sistem pencenaan. Zat yang mengandung energi disimpan dalam bentuk lemak dan glikogen.
Glikogen berasal dari asupan karbohidrat. Zat makanan diproses menjadi glikogen yang mengalir melalui peredaran darah dalam sistem pencernaan memakan waktu yang tidak sebentar, sehingga satu beban kerja tertentu dapat habis sebelum metabolisme tubuh dapat memasoknya kembali. Inilah salah satu sumber kelelahan fisik yaitu karena kehabisan tenaga. Hal ini dapat diatasi dengan makan dan memberikan kesempatan untuk proses pembentukan energi baru guna menggantikan glikogen yang habis pada otot tubuh (Sulistyadi et al, 2003)
Selain itu, menurut Soehardi (2004), kekurangan protein untuk jangka waktu yang panjang pada orang dewasa bisa menyebabkan penyakit busung lapar, sedangkan untuk jangka pendeknya adalah kurang efisiensi dalam bekerja, daya konsentrasi berkurang, daya tahan terhadap penyakit berkurang, mudah merasa lelah, dan anemia (kurang darah). Hal ini diperkuat dengan pendapat Lestari (1999) dalam penelitiannya yang menyatakan bahwa hubungan yang terjadi antara konsumsi energi dengan kelelahan merupakan hubungan negatif, artinya defisit energi akan meningkatkan peluang untuk terjadinya kelelahan.
Hampir semua sampel ABK pancing layur di PPN Palabuhanratu mengalami ketidakseimbangan energi, artinya asupan energi yang ada dinilai kurang atau tak mencukupi kebutuhan energi yang seharusnya. Keterbatasan akan dana untuk membeli bahan makanan dan ketidaktahuan nelayan akan keseimbangan energi menjadi beberapa penyebab hal ini. Pencegahan terhadap kelelahan ditujukan kepada upaya menekan faktor negatif pada kelelahan kerja dan meningkatkan faktor positif (Maurits, 2010). Salah satu faktor negatif yang perlu ditekan tersebut adalah defisit konsumsi energi yang perlu diupayakan
18
melalui usaha perbaikan gizi. Pemilik kapal sebaiknya lebih memperhatikan kondisi para ABK, dengan memberikan lebih banyak uang makan sehingga ABK dapat memenuhi konsumsi energi sesuai dengan kebutuhan energinya. Selain itu perlu adanya sosialisasi akan hubungan antara konsumsi energi dengan kelelahan dan dampaknya terhadap produktivitas kerja agar para ABK bisa lebih peduli dengan asupan konsumsinya.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Berdasarkan hasil analisis biomekanika dengan tabel OWAS, diketahui ada sekitar 45 % dari 22 postur ABK pancing layur yang masih perlu diperbaiki selama operasi penangkapan ikan berlangsung;
2. Semua sampel kapal belum memiliki area pemasangan umpan yang memenuhi kenyamanan kerja ABK. Berdasarkan data antropometri tubuh ABK, diperoleh ukuran ideal tinggi tempat duduk sebesar 39,42 cm; tinggi meja 59,7 cm; lebar meja minimum 33,14 cm; dan jarak meja dari tempat duduk –11,7 cm; dan 3. Hanya 10 % ABK pancing layur yang tercukupi kebutuhan energinya secara
sempurna sedangkan 90 % lainnya mengalami ketidakseimbangan energi karena asupan energi yang dikonsumsi yakni lemak, karbohidrat, dan protein dinilai belum cukup memenuhi kebutuhan energi yang seharusnya.
Saran
1. ABK pancing layur di PPN Palabuhanratu seharusnya lebih peduli terhadap kesehatan fisiknya sendiri dengan mengetahui postur tubuh yang benar dalam menunjang aktivitasnya di atas kapal;
2. Pemilik kapal perlu lebih peduli terhadap kesehatan fisik para ABK. Setidaknya perlu ada perancangan ulang area kerja yang kurang mendukung aktivitas kerja ABK di atas kapal. Selain itu perlu ada sosialisasi terkait ukuran fasilitas kerja di atas kapal yang ideal kepada pihak pembuat kapal dan pemilik kapal; dan
3. Perlu ada sosialisasi terkait pentingnya keseimbangan energi dalam bekerja. Selain itu, pihak pemilik kapal sebaiknya juga lebih memperhatikan kondisi para ABK, dengan memberikan lebih banyak uang makan sehingga para ABK dapat memenuhi konsumsi energi sesuai dengan angka kebutuhan energinya.
DAFTAR PUSTAKA
19 Kurniawati VR, BH Iskandar, MP Widhyasari. 2013. Aspek Ergonomi Aktivitas Penangkapan Ikan Tuna pada Kapal Longline KM Satelit, di Muara Baru, Jakarta Utara. Buletin PSP. ISSN 0251-286x. 21 (3): 321 - 334
Lamatta AR, ARE Putra, T Suherman, M Raphita. 2012. Buku Laporan Tahunan Statistik Perikanan Tangkap Tahun 2012. Sukabumi (ID): Pelabuhan Perikanan NusantaraPalabuhanratu.
Lestari, RD. Hubungan antara Konsumsi Kalori dengan Kelelahan pada Tenaga Kerja Wanita Konfeksi Pakaian di Desa Loram Wetan Kecamatan Jati
Kabupaten Kudus.
http://www.fkm.undip.ac.id/data/index.php/action=4&idx=1024. Diakses 23 Februari 2014
Liliana Y, S Widagdo, A Abtokhi. 2007. Pertimbangan antropometri pada pendisainan. Seminar Nasional III SDM Teknologi Nuklir
Maurits, LS. 2011. Selintas tentang Kelelahan Kerja. Yogyakarta (ID): Amara Books
Soehardi. 2004. Memelihara Kesehatan Jasmani Melalui Makanan. Bandung (ID): ITB.
Sulistyadi K, SL Susanti. 2003. Perancangan Sistem Kerja dan Ergonomi. Jakarta (ID): Departemen Pendidikan Nasional.
Wignjoesobroto S. 1995. Ergonomi: Studi Gerak dan Waktu. Surabaya (ID): Penerbit Guna Widya.
21 Lampiran 1 Salah satu postur tubuh yang dilakukan ABK saat aktivitas
pemasangan umpan
Lampiran 2 Pengukuran tinggi badan salah satu ABK
22
Lampiran 4 Data antropometri 10 sampel kapal pancing layur
Kapal TTD (cm) TM (cm) LM (cm) JTD-M (cm)
Surya Jaya 1 43 43 30 +15
Surya Jaya 2 42 42 29 +14
Surya Jaya 9 41 41 35 +14
Cumi-cumi 1 43 43 35 +17
Cumi-cumi 2 40 40 36 +13
Cumi-cumi 3 42 42 32 +14
Sugih 42 42 30 +15
Bintang Bola 51 51 31 +15
BPTKP 47 47 33 +17
Naga Sari 4 41 53 33 +10
23 Lampiran 5 Ukuran dimensi tubuh, umur, dan berat badan 30 sampel ABK
ABK TBD
24
Lampiran 6 Status dan kebutuhan gizi ABK
Kapal ABK IMT Status Gizi BMR
25
Lampiran 7 Kebutuhan protein 30 sampel ABK pancing layur
26
Lampiran 8 Kebutuhan lemak 30 sampel ABK pancing layur
Kapal ABK
Rendi 340,303 850,757 418,0725 658,53 538,3013 sesuai
Fadli 342,585 856,462 209,2725 194,49 201,8813 kurang
Ujang 319,077 797,693 662,085 437,76 549,9225 sesuai
Surja Jaya 2
Dede 316,958 792,396 724,185 336,735 530,46 sesuai
Topik 305,89 764,726 564,4575 261,855 413,1563 sesuai
Andri 292,763 731,907 567,3375 343,755 455,5463 sesuai
Surya Jaya 9
Nanda 299,554 748,886 332,6265 394,0875 363,357 sesuai
Dadan 289,793 724,482 389,3915 302,4875 345,9395 sesuai
Agan 303,158 757,895 666,3915 266,2875 466,3395 sesuai
Cumi cumi 1
Metal 352,48 881,199 570,3975 426,555 498,4763 sesuai
Suryana 301,475 753,687 529,1325 297,4725 413,3025 sesuai
Erwin 292,07 730,175 614,2725 303,0525 458,6625 sesuai
Cumi cumi 2
Ade 288,011 720,027 222,6915 336,6225 279,657 kurang
Nannda 290,11 725,274 600,5115 494,775 547,6433 sesuai
Sandi 305,059 762,647 251,6265 246,69 249,1583 kurang
Cumi cumi 3
Nadi 282,685 706,712 351,6375 489,717 420,6773 sesuai
Ahyar 312,642 781,605 333,5375 237,4265 285,482 kurang
Didik 267,275 668,188 437,9375 516,6765 477,307 sesuai
Sugih
Nunung 313,018 782,546 390,105 542,4975 466,3013 sesuai
Aka 281,992 704,979 167,94 680,445 424,1925 sesuai
Ujang 287,318 718,295 453,609 346,2975 399,9533 sesuai
Bintang
Rahmat 318,344 795,861 524,5425 338,4225 431,4825 sesuai
Leo 307,296 768,24 427,185 367,9875 397,5863 sesuai
Naga Sari 4
Asep 300,861 752,153 295,9334 549,6075 422,7705 sesuai
Ayong 350,48 876,2 529,5884 580,6125 555,1005 sesuai
27 Lampiran 9 Kebutuhan karbohidrat 30 sampel ABK pancing layur
Kapal ABK
Fadli 2055,51 2569,385 1809,25 1803,25 1806,25 kurang
Ujang 1914,46 2393,078 1333,82 1279,1 1306,46 kurang
Surja Jaya 2
Dede 1901,75 2377,188 1775,58 2044,29 1909,935 sesuai
Topik 1835,34 2294,177 1856,49 1783,25 1819,87 kurang
Andri 1756,58 2195,721 1948,45 1891,25 1919,85 sesuai
Surya Jaya 9
Nanda 1797,33 2246,657 1827,826 1802,45 1815,138 sesuai
Dadan 1738,76 2173,446 1879,826 1847,25 1863,538 sesuai
Agan 1818,95 2273,684 1903,026 1793,65 1848,338 sesuai
Cumi cumi 1
Metal 2114,88 2643,597 1942,77 1958,05 1950,41 kurang
Suryana 1808,85 2261,061 1871,97 1828,85 1850,41 sesuai
Erwin 1752,42 2190,524 876,47 2054,29 1465,38 kurang
Cumi cumi 2
Ade 1728,06 2160,081 1940,626 1611,34 1775,983 sesuai
Nannda 1740,66 2175,822 1868,866 1830,29 1849,578 sesuai
Sandi 1830,35 2287,94 1849,826 1816,05 1832,938 sesuai
Cumi cumi 3
Nadi 1696,11 2120,135 1803,65 1909,778 1856,714 sesuai
Ahyar 1875,85 2344,815 1837,25 1851,826 1844,538 kurang
Didik 1603,65 2004,564 1862,85 1892,026 1877,438 sesuai
Sugih
Nunung 1878,11 2347,637 1925,65 1914,37 1920,01 sesuai
Aka 1691,95 2114,937 1832,05 1950,65 1891,35 sesuai
Ujang 1723,91 2154,884 1971,626 1820,77 1896,198 sesuai
Bintang Bola
Udin 1653,7 2067,12 1861,72 1800,85 1831,285 sesuai
Roy 1773,68 2217,105 1936,12 1840,69 1888,405 sesuai
Pepen 1708,23 2135,282 1850,36 1800,85 1825,605 sesuai
BPTKP
Ilham 1734,48 2168,1 1269,9 1783,65 1526,775 kurang
Rahmat 1910,07 2387,583 2109,59 1829,25 1969,42 sesuai
Leo 1843,78 2304,72 1407,42 1841,25 1624,335 kurang
Naga Sari 4
Asep 1805,17 2256,458 1846,9015 1843,09 1844,996 sesuai
Ayong 2102,88 2628,599 1886,7415 1878,95 1882,846 kurang
28
Lampiran 10 konsumsi 30 sampel ABK pancing layur
ABK Konsumsi hari ke-1 Konsumsi hari ke-2
Pagi Siang Malam Pagi Siang Malam
1 gorengan tempe 1 gorengan tempe kangkung sayur toge tahu sayur toge tahu 1 tahu
sayur toge tahu sayur toge tahu 1 tahu 1 ikan asin
sayur kacang sayur kacang 1 tahu sayur kacang sayur kacang 1 tempe
Agan 1,5 nasi 1,5 nasi 1,5 nasi 1,5 nasi 1,5 nasi 1,5 nasi
3 tempe 3 tempe kentang balado 1 telor dadar 1 telor dadar ikan teri
telor dadar telor dadar 1 tahu 1 tempe
Metal 1,5 nasi 1,5 nasi 1,5 nasi 1,5 nasi 1,5 nasi 1,5 nasi
semur jengkol semur jengkol 1 telor ceplok semur jengkol semur jengkol 1 tempe
1 telor dadar 1 telor dadar tempe orek 2 tempe 2 tempe 1 tahu
29 Lampiran 10 lanjutan
ABK Konsumsi hari ke-1 Konsumsi hari ke-2
Pagi Siang Malam Pagi Siang Malam
1 telor ceplok 1 telor ceplok kentang balado telor ceplok telor ceplok 1 tempe
1 tahu 1 tahu kangkung 1 tahu
sayur kacang sayur kacang 1 telor dadar sayur kacang sayur kacang 1 ikan asin
1 tempe 1 tempe tempe orek 2 tempe 1 ikan asin kentang balado
Dikdik 1,5 nasi 1,5 nasi 1,5 nasi 1,5 nasi 1,5 nasi 1,5 nasi
sayur kacang sayur kacang 1 telor dadar 1 telor dadar 1 telor dadar 1 ikan asin
2 tempe 2 tempe tempe orek daun singkong daun singkong kentang balado
30
Lampiran 10 lanjutan
ABK Konsumsi hari ke-1 Konsumsi hari ke-2
Pagi Siang Malam Pagi Siang Malam
sayur toge tahu sayur toge tahu 1 telor dadar 1 telor ceplok 1 telor ceplok orek tempe
3 tahu 2 tahu 1 perkedel 1 ikan asin 1 telor ceplok 1 telor ceplok sayur toge tahu daun singkong 3 tempe ikan teri
2 tempe
Ujang 1,5 nasi 1,5 nasi 1,5 nasi 1,5 nasi 1,5 nasi 1,5 nasi
2 tahu 2 tahu 1 ati ayam 2 tahu 2 tahu orek tempe
31