• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pertumbuhan dan Produksi Tomat (Lycopersicon esculantum Mill.) Toleran Naungan pada Pola Tanam Tumpang Sari

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pertumbuhan dan Produksi Tomat (Lycopersicon esculantum Mill.) Toleran Naungan pada Pola Tanam Tumpang Sari"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TOMAT

(

Lycopersicon esculantum

Mill.) TOLERAN NAUNGAN PADA

POLA TANAM TUMPANG SARI

FARIDATUL KHUMAIROT

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pertumbuhan dan Produksi Tomat (Lycopersicon esculantum Mill.) Toleran Naungan pada Pola Tanam Tumpang Sari adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Oktober 2014

(4)

ABSTRAK

FARIDATUL KHUMAIROT. Pertumbuhan dan Produksi Tomat (Lycopersicon esculantum Mill.) Toleran Naungan pada Pola Tanam Tumpang Sari. Dibimbing oleh MA CHOZIN.

Intensitas cahaya rendah menjadi faktor pembatas dalam budidaya secara tumpang sari. Tujuan dari penelitian ini adalah mempelajari pengaruh naungan terhadap pertumbuhan dan produksi tomat toleran naungan pada pola tanam tumpang sari. Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, Dramaga Bogor pada bulan Februari-Juni 2014. Percobaan ini menggunakan rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT) dengan 3 ulangan. Percobaan terdiri atas 6 perlakuan pola tanam tumpang sari, 3 monokultur tomat varietas Rempai, Bogor, dan Palupi, serta 2 monokultur jagung dengan jarak tanam 80 cm x 40 cm dan 100 cm x 40 cm. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola tanam tumpang sari menurunkan pertumbuhan dan produksi tomat, kecuali pada varietas Palupi yang meningkat pada tumpang sari dibandingkan dengan monokulturnya. Pola tanam tumpang sari tidak mempengaruhi pertumbuhan dan produksi jagung. Tumpang sari tomat-jagung dapat meningkatkan produktivitas lahan dengan nisbah kesetaraan lahan (NKL) =1.56-3.60. Hal tersebut mengindikasikan bahwa secara agronomi penanaman tomat secara tumpang sari lebih menguntungkan dibandingkan dengan monokulturnya.

Kata kunci: Intensitas cahaya rendah, NKL, tumpang sari

ABSTRACT

FARIDATUL KHUMAIROT. Growth and Production of Shade Tolerant Tomato (Lycopersicon esculentum Mill.) in Intercropping System. Supervised by MA CHOZIN.

Low light intensity is a limiting factor in the cultivation of intercropping. The purpose of this research was to study the effect of shade on growth and production of shade tolerant tomato in intercropping system. The treatments was conducted in IPB experimental farm in Cikabayan from February to June 2014. The treatments was arranged in randomized complete block design with three replications. The experiment consisted of 6 intercropping treatments, 3 monoculture of tomatoes (Rempai, Bogor, Palupi) and 2 monoculture of corn with 80 cm x 40 cm and 100 cm x 40 cm planting distance. The result showed that intercropping system decreased tomatoes plant growth and production, except Palupi which is increase on intercropping treatment than it’s monoculture. However, intercropping system doesn’t affected growth and production of corn. The intercropped of tomatoes and corn gave the land equivalent ratio (LER) = 1.56-3.60, indicating that agronomically intercropping system were more adventageous than those in the monoculture system.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Agronomi dan Hortikultura

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TOMAT

(

Lycopersicon esculantum

Mill.) TOLERAN NAUNGAN PADA

POLA TANAM TUMPANG SARI

FARIDATUL KHUMAIROT

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)
(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari sampai bulan Juni 2014 ini ialah naungan, dengan judul Pertumbuhan dan Produksi Tomat (Lycopersicon esculantum Mill.) Toleran Naungan pada Pola Tanam Tumpang Sari.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir MA Chozin, MAgr selaku dosen pembimbing atas saran, waktu, dan kesempatan yang telah diberikan dalam membimbing dan mengarahkan penulis selama penelitian dan penyusunan skripsi ini. Penulis sampaikan terima kasih kepada Bapak Prof Dr Ir Anas D Susila, MSi serta Ibu Dr Ir Diny Dinarti, MSi selaku dosen penguji. Ungkapan terima kasih penulis sampaiakan juga kepada Beasiswa BIDIK MISI yang telah mendanai penelitian ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayahanda Ahmad Saiful dan Ibunda tercinta atas segala doa dan kasih sayangnya. Teman-teman Edelweiss 47 atas bantuan, doa dan dukungannya. Sahabat Pondok Iswara atas kekeluargaan, kebersamaan, dan semangatnya. Selain itu, ucapan terima kasih disampaiakan juga kepada staf kebun Cikabayan IPB dan laboran (Pak Milin dan Bu Ismi) atas kerjasamanya selama penelitian.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR viii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Hipotesis 2

METODE 2

Waktu dan Tempat 2

Bahan dan Alat 3

Prosedur Penelitian 3

Analisis Data 6

HASIL DAN PEMBAHASAN 6

Kondisi Umum 6

Pertumbuhan dan Produksi Tomat 9

Pertumbuhan dan Produksi Jagung 13

Produktivitas Lahan 13

SIMPULAN 14

Simpulan 14

DAFTAR PUSTAKA 15

LAMPIRAN 17

(10)

DAFTAR TABEL

1. Perlakuan pola tanam monokultur dan tumpang sari tomat-jagung 3 2. Rekapitulasi sidik ragam pengaruh pola tanam monokultur dan

tumpang sari terhadap pertumbuhan dan produksi tomat dan

jagung 8

3. Rata-rata tinggi tanaman dan jumlah daun tomat dalam pola tanam monokultur dan tumpang sari tomat-jagung 9 4. Rata-rata jumlah bunga per tanaman, jumlah buah per tanaman,

bobot per buah, dan diameter buah dalam pola tanam monokultur

dan tumpang sari tomat-jagung 10

5. Rata-rata nilai PTT, kekerasan buah, dan warna buah tomat pada pola monokultur dan tumpang sari tomat-jagung 12 6. Rata-rata tinggi, jumlah daun, bobot tongkol dengan kelobot,

bobot tongkol tanpa kelobot, panjang tongkol, diameter tongkol, dan produksi jagung per hektar dalam pola tanam monokultur dan

tumpang sari tomat-jagung 13

7. Rata-rata produksi per hektar tomat dan jagung, serta nisbah kesetaraan lahan (NKL) dalam pola tanam tumpang sari

tomat-jagung 14

DAFTAR GAMBAR

1. Rata-rata intensitas cahaya di atas kanopi tanaman tomat pada 8

MST 7

2. Perlakuan pola tanam 8

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tomat merupakan salah satu komoditas pertanian yang bernilai ekonomi tinggi dan banyak peminatnya. Produksi tomat di Indonesia tergolong masih rendah dan belum cukup memenuhi permintaan pasar. Produksi tomat di Indonesia tahun 2012 mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun 2011 yaitu dari 954.05 ton menjadi 887.56 ton (BPS 2012). Data dari Dirjen Hortikultura (2013) menyatakan bahwa pada tahun 2012 Indonesia masih mengimpor tomat sebesar 9 857 ton. Rendahnya produksi tomat tersebut antara lain disebabkan oleh konversi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian yang cukup tinggi.

Upaya peningkatan produksi tomat dapat dilakukan dengan intensifikasi dan ekstensifkasi. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan produktivitas lahan melalui sistem pertanaman berganda seperti tumpang sari. Tujuan dari pola tanam tumpang sari adalah memanfaatkan faktor produksi yang dimiliki petani secara optimal. Pada umumnya pola tanam tumpang sari lebih menguntungkan dibandingkan dengan monokultur karena produktivitas lahan menjadi tinggi, jenis komoditas yang dihasilkan beragam, hemat dalam pemakaian sarana produksi dan resiko kegagalan dapat diperkecil (Beets 1982). Disamping keuntungan tersebut, pola tanam tumpang sari juga dapat memperkecil erosi, bahkan cara ini berhasil mempertahankan kesuburan tanah (Francis 1986). Meskipun demikian, keberhasilan tumpang sari ditentukan oleh kesesuaian jenis tanaman. Penanaman secara tumpang sari antar tanaman yang kurang sesuai dapat menyebabkan terjadinya kompetisi. Unsur-unsur yang dipersaingkan meliputi unsur hara, cahaya, air, dan ruang (Tsubo et al. 2003). Persaingan terjadi apabila masing-masing dua atau lebih spesies tanaman memerlukan kebutuhan hidup yang sama (Harjadi 1996). Oleh sebab itu, dalam penanaman tumpang sari harus dipilih dua atau lebih tanaman yang sesuai sehingga mampu memanfaatkan ruang dan waktu secara efisien dan dapat memperkecil terjadinya kompetisi (Safuan et al. 2008).

(12)

2

Penelitian Baharuddin et al. (2013), menyatakan bahwa berdasarkan produksi relatif pada tingkat naungan 50% dari genotipe tomat yang diuji, terdapat 4 kelompok varietas tomat yaitu, peka, moderat, toleran, dan senang terhadap naungan. Varietas tomat tersebut perlu diuji pada kondisi naungan alami seperti pada pola tumpang sari untuk mengetahui sejauh mana tanaman tomat dapat digunakan dalam pola penanaman berganda yang ditanam diantara tanaman semusim maupun di bawah tegakan pohon sebagai penyusun komponen agroforestri.

Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian ini adalah mempelajari pengaruh naungan terhadap pertumbuhan dan produksi tomat toleran naungan pada pola tanam tumpang sari.

Tujuan khusus penelitian ini antara lain:

1. Mempelajari pertumbuhan dan produksi tomat berbeda varietas pada pola tanam tumpang sari

2. Mempelajari pertumbuhan dan produksi jagung manis dengan populasi berbeda pada pola tanam tumpang sari

3. Menghitung produktivitas lahan pada pola tanam tumpang sari antara tomat dan jagung manis.

Hipotesis

Penelitian ini disusun dengan hipotesis bahwa:

1. Pertumbuhan dan produksi tomat akan berbeda antar perlakuan pada pola tanam tumpang sari

2. Pertumbuhan dan produksi jagung manis akan berbeda antar perlakuan pada pola tanam tumpang sari

3. Pola tanam tumpang sari antara tomat dan jagung manis akan menghasilkan nisbah kesetaraan lahan (NKL) yang lebih tinggi.

METODE

Waktu dan Tempat

(13)

3 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan terdiri atas benih tomat varietas Rempai, Bogor, dan Palupi, serta benih jagung manis varietas Laksmi. Pupuk yang digunakan adalah, pupuk daun, pupuk kandang dengan dosis 20 ton ha-1, Za 200 kg ha-1, Urea 200 kg ha-1, SP36 270 kg ha-1, dan KCl 220 kg ha-1. Bahan lain yang diperlukan adalah kompos dan furadan.

Peralatan yang digunakan antara lain: bak persemaian, alat budi daya, lux meter, jangka sorong, penetrometer, hand refraktometer, timbangan analitik, indeks skala warna buah tomat, dan alat-alat penunjang penelitian lainnya.

Prosedur Penelitian

Percobaan ini menggunakan rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT) dengan 3 ulangan. Denah percobaan disajikan dalam Lampiran 1. Perlakuan terdiri atas pola tanam monokultur dan tumpang sari seperti yang disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Perlakuan pola tanam monokultur dan tumpang sari tomat-jagung Kode perlakuan Keterangan

T1 Monokultur tomat varietas Rempai T2 Monokultur tomat varietas Bogor T3 Monokultur tomat varietas Palupi J1 Monokultur jagung populasi rendah J2 Monokultur jagung populasi tinggi

T1J1 Tumpang sari tomat Rempai dan jagung populasi rendah T2J1 Tumpang sari tomat Bogor dan jagung populasi rendah T3J1 Tumpang sari tomat Palupi dan jagung populasi rendah T1J2 Tumpang sari tomat Rempai dan jagung populasi tinggi T2J2 Tumpang sari tomat Bogor dan jagung populasi tinggi T3J2 Tumpang sari tomat Palupi dan jagung populasi tinggi

Ketiga varietas tomat yang diuji adalah varietas tomat yang mempunyai tingkat toleransi yang berbeda terhadap intensitas cahaya rendah (naungan), yaitu Rempai (peka), Bogor (toleran), dan Palupi (senang) (Baharuddin et al. 2013). Jagung populasi tinggi (31 250 tan/ha) diperoleh dengan jarak tanam 80 cm x 40 cm, sedangkan jagung populasi rendah (25 000 tan/ha) diperoleh dengan jarak tanam 100 cm x 40 cm.

Model matematika percobaan ini mengikuti model Gomez dan Gomez (1995) sebagai berikut:

(14)

4

Pelaksanaan Penelitian 1. Pengolahan Lahan

Sebelum penanaman, tanah diolah sedalam 30 cm, selanjutnya digaru dan diratakan dengan cangkul. Lahan percobaan dibagi menjadi 33 petak percobaan dengan ukuran 4 m x 3 m dengan jarak antar petak 30 cm. Pemberian pupuk kandang dan kapur dilakukan setelah pembuatan petakan, kemudian ditunggu selama 2 minggu sebelum penanaman.

2. Penyemaian Tomat

Benih tomat disemai terlebih dahulu di bak semai. Media persemaian yang digunakan berupa kompos. Bibit yang telah disemai ditempatkan pada tempat yang tidak secara langsung terkena sinar matahari dan air hujan. Penyiraman dilakukan sehari 2 kali, yaitu pagi dan sore hari. Pemberian pupuk daun (Gandasil D) dilakukan setiap hari dengan konsentrasi 1 g l-1. Bibit dipindahkan ke lapang setelah 4 minggu.

3. Penanaman

Penanaman benih jagung dan penanaman bibit tomat dilakukan dalam waktu yang bersamaan. Bibit tomat yang ditanam dipilih yang seragam pertumbuhannya, tidak terserang hama dan penyakit dan warna daun hijau segar. Bibit tomat ditanam di antara 2 baris tanaman jagung dengan jarak dalam baris 40 cm untuk pola tanam tumpang sari, sedangkan penanaman monokultur menggunakan jarak tanam 50 cm x 70 cm. Benih jagung manis ditanam sebanyak 2 benih per lubang dengan jarak tanam sesuai dengan perlakuan J1 dan J2. Setelah penanaman, dilakukan pemberian furadan untuk menghindari serangan hama. 4. Pemeliharaan

Kegiatan pemeliharaan yang dilakukan meliputi penyulaman, pengajiran pada tanaman tomat, penyiangan gulma, pembubunan, dan pemupukan. Penyulaman dilakukan 1 minggu setelah tanam (MST) dengan mengganti tanaman yang mati atau pertumbuhannya tidak normal. Pengajiran dilakukan pada 1 MST agar tanaman tidak mudah rebah dan memudahkan pemeliharaan. Penyiangan dan pembumbunan dilakukan secara bersamaan ketika berumur 2 MST.

Tanaman tomat baik monokultur maupun tumpang sari dipupuk sebanyak 200 kg Za, 170 kg SP36, dan 120 kg KCl per hektar, sedangkan tanaman jagung manis dipupuk sebanyak 200 kg Urea, 100 kg SP36, dan 100 kg KCl per hektar. Sepertiga dosis pupuk Za dan KCl serta seluruh pupuk SP36 diberikan pada saat tanam, kemudian setengah sisa pupuk Za dan KCl diberikan pada saat tanaman tomat berumur 10 hari setelah tanam (HST), kemudian sisanya diberikan saat 30 HST. Pemupukan jagung dilakukan sebanyak 2 kali, yaitu dua per tiga dosis Urea, seluruh dosis SP36 dan KCl diberikan pada saat tanam, kemudian sisa Urea diberikan pada saat 40 HST.

5. Pemanenan

(15)

5 6. Pengamatan

Parameter yang diamati pada percobaan ini meliputi komponen pertumbuhan dan produki tomat, komponen pertumbuhan dan produksi jagung, dan produktivitas lahan. Tanaman contoh yang diamati masing-masing berjumlah 5 tanaman tomat dan 5 tanaman jagung manis per petak. Pengamatan terhadap intensitas cahaya dilakukan di atas kanopi tanaman tomat menggunakan lux meter, dilakukan pada saat tanaman berumur 4 MST dan 8 MST.

A.Komponen Pertumbuhan dan Produksi Tomat:

1) Tinggi tanaman (cm). Pengukuran tinggi tanaman dilakukan setiap minggu sejak 3-6 MST dengan cara mengukur tinggi tanaman dari permukaan tanah hingga titik tumbuh tanaman.

2) Jumlah daun (helai). Penghitungan jumlah daun dilakukan setiap minggu dari 3-6 MST dengan cara menghitung semua daun majemuk.

3) Jumlah bunga per tanaman. Perhitungan jumlah bunga dilakukan setelah bunga muncul.

4) Jumlah buah per tanaman. Perhitungan jumlah buah yang diperoleh dari panen pertama hingga panen terakhir dari tiap tanaman.

5) Bobot per buah per tanaman (g).Pengukuran bobot per buah menggunakan timbangan analitik.

6) Diameter buah (cm). Pengukuran panjang buah dilakukan pada bagian terpanjang buah dan diameter diukur bagian tengah buah yang paling lebar dengan menggunakan jangka sorong.

7) Kekerasan buah (mm 50 g-1 5 s-1). Pengukuran kekerasan buah menggunakan penetrometer, dilakukan pada 3 titik yang berbeda yaitu bagian pangkal, tengah, dan ujung buah.

8) Padatan Terlarut Total (ºBrix). Kandungan padatan terlarut total diukur dengan mnggunakan hand refraktrometer.

9) Perubahan warna buah. Perubahan warna ditentukan berdasarkan indeks skala warna tomat.

B.Komponen Pertumbuhan dan Produksi Jagung Manis:

1) Tinggi tanaman (cm). Pengamatan tinggi tanaman jagung dimulai dari pangkal batang sampai keujung daun tertinggi dengan meluruskan daun. Pengamatan dilakukan setiap minggu, mulai pada umur 3 MST sampai tanaman mengeluarkan bunga jantan.

2) Jumlah daun (helai). Daun yang dihitung yaitu daun yang telah membuka penuh serta minimal 30% masih berwarna hijau.

3) Berat tongkol dengan kelobot (g). Pengamatan terhadap berat tongkol dengan kelobot (ada tangkai, rambut jagung dan kelobot) pada setiap tanaman sampel dihitung pada saat panen.

4) Berat tongkol tanpa kelobot (g). Pengamatan terhadap berat tongkol tanpa

(16)

6

produksi tumpang sari. Tanaman yang saling menguntungkan maka nilai NKL > 1. Apabila salah satu spesies tanaman tertekan maka nilai NKL < 1. Nilai NKL dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:

Keterangan:

NKL = Nisbah kesetaraan lahan

Yab = Produktivitas tomat pola tanam tumpang sari Yaa = Produktivitas tomat pola tanam monokultur

Yba = Produktivitas jagung manis pola tanam tumpang sari Ybb = Produktivitas jagung manis pola tanam monokultur

Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam (Uji F). Apabila menunjukkan pengaruh nyata dilakukan uji lanjut Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum

Data dari BMKG Dramaga (2014) menunjukkan bahwa rata-rata suhu udara di lokasi percobaan sebesar 26 oC, rata-rata kelembaban udara sebesar 85.67%, dan rata-rata curah hujan dari bulan Maret-Juni 2014 adalah 363 mm bulan-1. Naika et al. (2005) menyatakan bahwa suhu optimum untuk pertumbuhan tomat di lapang 20-24 ºC. Maskar dan Gafur (2006) juga menambahkan bahwa curah hujan yang baik untuk tomat 100-200 mm bulan-1. Berdasarkan kesesuaian data iklim tersebut, terlihat bahwa tomat yang ditanam di dataran rendah Bogor pertumbuhannya kurang optimal karena syarat kondisi iklim tidak terpenuhi dengan baik.

(17)

7 Penyakit yang teridentifikasi menyerang tanaman tomat selama percobaan antara lain, penyakit gemini virus yang disebabkan oleh virus TMV (Tobacco Mosaic Virus C Chen), penyakit layu bakteri yang disebabkan oleh bakteri Pseudomunas solanacearum EF Smith, dan penyakit bercak daun yang disebabkan oleh cendawan Alternaria solani T Cooke. Tidak hanya tanaman tomat yang terserang penyakit, beberapa tanaman jagung pun terkena penyakit bulai yang disebabkan oleh serangan jamur Peronosclerospora maydis Rac Shaw. Gejala yang umum dari infeksi gemini virus adalah daun berkerut dan keriting, daun menjadi kecil, daun menguning, daun mengecil dan cupping (daun melengkung ke atas), penebalan tulang dan anak tulang daun, penguningan lamina daun, dan tanaman menjadi kerdil (Aidawati 2006). Gejala yang terlihat seperti klorosis pada anak tulang daun dari daun muda menyebar kesuluruh bagian tanaman, hingga tampak tanaman menguning. Infeksi lanjut dari gemini virus dapat menyebabkan daun-daun mengecil, tanaman menjadi kerdil, sehingga menghambat pertumbuhan yang akan mengakibatkan menurunnya hasil dan kematian tanaman. Penyakit ini banyak menyerang pada pola tanam monokultur. Varietas tomat yang paling banyak terserang adalah varietas Palupi.

Gambar1 Rata-rata intensitas cahaya di atas kanopi tanaman tomat pada 8 MST M = monokultur; T1 = Tumpang sari tomat dan jagung populasi rendah; T2 = tumpang sari tomat dan jagung populasi tinggi

(18)

8

Gambar 2 Perlakuan pola tanam (a) monokultur tomat, (b) monokultur jagung populasi rendah, (c) monokultur jagung populasi tinggi, (d) tumpang sari tomat dan jagung populasi rendah, (e) tumpang sari tomat dan jagung populasi tinggi

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan pola tanam berpengaruh nyata terhadap parameter yang diamati pada tomat, kecuali Padatan Terlarut Total (PTT). Berbeda dengan tomat, pengamatan pada jagung menunjukkan bahwa perlakuan pola tanam tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan produksi jagung manis. Rekapitulasi sidik ragam pengaruh pola tanam tumpang sari dan monokultur terhadap pertumbuhan dan produksi tomat dan jagung manis disajikan dalam Tabel 2.

Tabel 2 Rekapitulasi sidik ragam pengaruh pola tanam tumpang sari dan monokultur terhadap pertumbuhan dan produksi tomat dan jagung

Parameter F-hit KK (%) Parameter F-hit KK (%)

---Tomat--- ---Jagung manis--- Tinggi tanaman (cm) ** 9.37 Tinggi tanaman (cm) tn 8.88 Jumlah daun (helai) ** 5.08 Jumlah daun (helai) tn 10.21 Jumlah bunga per

tanaman ** 11.97 Diameter tongkol (mm) tn 16.07

Jumlah buah per

tanaman ** 14.46

Bobot dengan kelobot

(g) tn 22.82

Produksi per tanaman (g) ** 16.08 Bobot tanpa kelobot (g) tn 26.21 Bobot per buah (g) ** 17.43 Panjang tongkol (cm) tn 7.66 Kekerasan buah

(mm 50 g-1 5 s-1) ** 7.70

Produksi per hektar

(ton) tn 15.42

Diameter buah (mm) ** 8.80

Warna buah ** 6.80

PTT (ºBrix) tn 13.61

** = berbeda nyata pada taraf 1%; * = berbeda nyata pada taraf 5%; tn = tidak berbeda nyata; KK = Koefisien keragaman

e d

c b

(19)

9 Pertumbuhan dan Produksi Tomat

Pertumbuhan Tanaman

Kompetisi dalam memperoleh cahaya matahari pada pola tanam tumpang sari tomat-jagung menjadi salah satu faktor penting yang berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman tomat. Kondisi ini disebabkan oleh pertumbuhan tanaman jagung yang relatif lebih cepat dibandingkan dengan tomat sehingga menghambat penetrasi cahaya ke kanopi tanaman tomat.

Tinggi tanaman tomat varietas Rempai pada tumpang sari tomat dan jagung populasi tinggi (T1J2) adalah 57.99 cm dan jagung populasi rendah (T1J1) adalah 53.67 cm, keduanya lebih tinggi dan berbeda nyata dengan monokultur (T1) adalah 47.59 cm. Pola yang sama juga terjadi pada dua varietas lainnya, Bogor dan Palupi (Tabel 4). Banyak penelitian pada beberapa tanaman, Zulkarnain (2002) pada selada, Sasmita et al.(2006) dan Supijatno (2012) pada padi gogo, Permanasari (2012) pada kedelai, serta Azmi (2013) dan Sanura (2013) pada tomat, yang menunjukkan terjadinya peningkatan tinggi tanaman pada cekaman intensitas cahaya rendah. Kondisi cahaya rendah berakibat pada berkurangnya laju fotosintesis serta mundurnya reaksi metabolisme di dalam tanaman (Lakitan 1993). Tanaman yang ternaungi akan mengalami pemanjangan sel, khususnya pada batang. Hal ini terjadi karena produksi auksin pada pucuk meningkat dan ditranslokasikan secara basipetal yang akan mendorong pemanjangan sel (Salisbury dan Ross 1995). Peningkatan tinggi tanaman pada kondisi ternaungi digunakan tanaman untuk meningkatkan efisiensi penyerapan cahaya, sehingga laju fotosintesis dapat dipertahankan.

Tabel 3 Rata-rata tinggi tanaman dan jumlah daun tomat dalam pola tanam monokultur dan tumpang sari tomat-jagung

Perlakuana Tinggi tanaman (cm) Jumlah daun (helai)

T1 47.59 de 18.67 b

Kode perlakuan dapat di lihat dalam Tabel 1

(20)

10

rendah dibandingkan dengan monokultur, hal tersebut menyebabkan energi foton yang dibutuhkan untuk proses fotosintesis menjadi berkurang dan mengakibatkan fotosintat yang dihasilkan berkurang sehingga pertumbuhan vegetatif terutama daun menjadi terhambat (Musyarofah et al. 2007; Tripatmasari et al. 2010). Pemberian naungan mengakibatkan penurunan suhu udara. Suhu udara menentukan laju difusi zat cair dalam tanaman, apabila suhu udara turun maka kekentalan air naik, sehingga kegiatan fotosintesis turun dan mengakibatkan fofosintat yang dihasilkan rendah (Sudaryono 2004).

Komponen Produksi dan Produksi

Hasil pengamatan terhadap komponen produksi menunjukkan bahwa ketiga varietas tomat yang diuji memiliki respon yang berbeda terhadap kondisi cahaya rendah dalam pola tanam tumpang sari. Pola tanam tumpang sari nyata menurunkan jumlah bunga dan jumlah buah per tanaman pada varietas yang diuji, kecuali varietas senang naungan (Palupi). Hasil yang sama telah dilaporkan oleh Baharuddin (2013) yang menyatakan bahwa pada tingkat naungan 50% terjadi penurunan jumlah buah pada semua genotipe yang diuji kecuali genotipe senang naungan.

Rata-rata bobot per buah varietas Rempai dan Bogor pada pola tanam monokultur berturur-turut sebesar 14.91 g dan 17.31 g, keduanya tidak berbeda nyata pada pola tanam tumpang sari dengan jagung populasi rendah maupun jagung populasi tinggi (Tabel 4). Berbeda dengan Rempai dan Bogor, varietas Palupi (senang naungan) mampu menghasilkan bobot per buah yang lebih tinggi dibandingkan dengan varietas peka (Rempai) maupun toleran (Bogor) pada pola tanam tumpang sari. Hal ini diduga karena kemampuan varietas tersebut untuk membentuk buah yang lebih besar dan mampu mengefisienkan cahaya yang diterima.

Tabel 4 Rata-rata jumlah bunga pe tanaman, jumlah buah per tanaman, bobot per buah, dan diameter buah dalam pola tanam monokultur dan tumpang sari tomat-jagung

Kode perlakuan dapat di lihat dalam Tabel 1

(21)

11 terbesar pada kondisi tumpang sari dengan jagung populasi rendah (T2J1) sebesar 28.89 mm, sedangkan tomat senang naungan (Palupi) diameter buah terbesar terdapat pada pola tanam tumpang sari dengan jagung populasi tinggi (T3J2) sebesar 34.41 mm.

Gambar 3 Rata-rata produksi per tanaman tomat.

M = monokultur; T1 = tumpang sari tomat dan jagung populasi rendah; T2 = tumpang sari tomat dan jagung populasi tinggi

Ketiga varietas tomat yang diuji memiliki respon yang berbeda terhadap perlakuan pola tanam. Produksi per tanaman dipengaruhi oleh jumlah buah (Muhsanati et al. 2009) dan ukuran buah (Sandra et al. 2003) yang dihasilkan. Rata-rata produksi buah per tanaman varietas Rempai (peka) pada pola tanam monokultur adalah 466.50 g, sedangkan pada pola tanam tumpang sari dengan jagung populasi rendah (T1J1) adalah 336.91 g dan jagung populasi tinggi (T1J2) adalah 264.36 g, masing-masing turun 27.78% dan 56.67% (Gambar 3). Pola yang sama juga terjadi pada varietas Bogor (toleran) yang ditunjukkan dengan penurunan sebesar 19.52% pada tumpang sari dengan jagung populasi rendah (T2J1) dan 43.89% pada jagung populasi tinggi (T2J2). Penurunan produksi pada pola tanam tumpang sari disebabkan oleh intensitas cahaya yang diterima oleh tanaman tomat rendah. Intensitas cahaya rendah mengakibatkan terganggunya laju fotosintesis dan sintesis karbohidrat, sehingga fotosintat yang dihasilkan rendah (Vijayalaksmi et al. 1991).

Pola tanam tumpang sari jagung populasi rendah dan jagung populasi tinggi meningkatkan produksi per tanaman varietas Palupi sebesar 25.64% dan 73.99%. Hasil penelitian ini memperkuat hasil penelitian Baharuddin et al. (2013) yang menyatakan bahwa tomat Palupi termasuk tomat senang naungan. Peningkatan produksi pada varietas senang naungan diduga pemberian naungan dapat menurunkan suhu sampai pada titik yang mungkin dapat mengurangi tingkat respirasi. Penurunan tingkat respirasi akan menurunkan proses pembakaran karbohidrat, sehingga akan lebih banyak terakumulasi pada buah.

(22)

12

Kualitas Buah

Pengukuran nilai PTT buah dapat digunakan untuk mengukur kadar gula dalam buah, karena gula merupakan komponen utama dari bahan terlarut yang menentukan rasa dan aroma buah (Kader 2008). Pada percobaan ini, pola tanam tidak berpengaruh nyata terhadap nilai PTT, demikian juga untuk setiap varietas, nilai PTT buah tomat pada pola tanam monokultur tidak berbeda nyata dengan pola tanam tumpang sari. Rata-rata nilai PTT buah tomat varietas Rempai pada pola tanam monokultur (T1), tumpang sari dengan jagung populasi rendah (T1J1), dan jagung populasi tinggi (T1J2) berturut-turut adalah 5.17 oBrix, 4.82 oBrix, dan 4.75 oBrix (Tabel 5).

Kode perlakuan dapat di lihat dalam Tabel 1

(23)

13 Secara umum warna buah tomat bertambah merah seiring dengan tingkat kematangan buah. Dalam percobaan ini, pola tanam tidak berpengaruh nyata terhadap warna buah tomat, demikian juga untuk setiap varietas, warna buah tomat pada pola tanam monokultur tidak berbeda nyata dengan pola tanam tumpang sari. Rata-rata nilai warna buah tomat varietas Rempai pada pola tanam monokultur (T1), tumpang sari dengan jagung populasi rendah (T1J1), dan jagung populasi tinggi (T1J2) berturut-turut adalah 5.23, 5.53, dan 5.67.

Pertumbuhan dan Produksi Jagung

Hasil pengamatan terhadap pertumbuhan, komponen produksi, produksi, dan kualitas jagung disajikan dalam Tabel 6. Pola tanam tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman jagung manis. Rata-rata produksi jagung populasi rendah (J1) dan populasi tinggi (J2) adalah 7.73 ton ha-1 dan 8.84 ton ha-1, tidak berbeda nyata dengan produksi jagung pada tumpang sari jagung populasi tinggi dengan tomat varietas Rempai (7.19 ton ha-1), Bogor (8.17 ton ha

-1

), dan Palupi (8.27 ton ha-1). Penanaman tomat varietas Rempai, Bogor, dan Palupi tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman jagung manis.

Tabel 6 Rata-rata tinggi, jumlah daun, bobot tongkol dengan kelobot, bobot tongkol tanpa kelobot, panjang tongkol, diameter tongkol, dan produksi jagung per hektar dalam pola tanam monokultur dan tumpang sari

Perlakuana

Kode perlakuan dapat di lihat dalam Tabel 1

b

Produksi per hektar diperoleh dari konversi panen ubinan dengan luasan berkisar 3.2–5.6 m2

Produktivitas Lahan

Nisbah kesetaraan lahan (NKL) merupakan cara perhitungan yang biasa digunakan untuk menghitung produktivitas lahan. Semua pola tanam tumpang sari dalam penelitian ini menghasilkan NKL berkisar 1.56-3.60. Hal ini menunjukkan bahwa pola tanam tumpang sari dapat meningkatkan produktivitas lahan sebesar 56-260% dibandingkan dengan pola tanam monokultur (Tabel 7).

(24)

14

Pada populasi tinggi, intensitas cahaya yang diterima oleh tanaman tomat rendah, nilai NKL dari tomat Rempai (T1J2) dan Bogor (T2J2) adalah 1.56 dan 1.66, jauh lebih rendah dibandingkan dengan varietas Palupi yang menghasilkan nilai NKL sebesar 3.60. Hal ini menguatkan penelitian Baharuddin et al. (2013) yang menyatakan bahwa varietas Palupi adalah varietas yang menyenangi naungan, sedangkan varietas Rempai adalah varietas yang peka naungan, dan Bogor termasuk varietas yang toleran naungan.

Tabel 7 Rata-rata produksi per hektar tomat dan jagung, serta nisbah kesetaraan lahan (NKL) dalam pola tanam tumpang sari tomat-jagung

Perlakuana (Produksi (ton ha

-1

)b

NKL

Tomat Jagung

T1 13.33 - -

T2 12.58 - -

T3 6.12 - -

J1 - 7.73 -

J2 - 8.84 -

T1J1 11.22 7.16 1.77

T2J1 11.82 7.12 1.86

T3J1 8.97 7.24 2.40

T1J2 9.91 7.19 1.56

T2J2 9.27 8.17 1.66

T3J2 16.30 8.27 3.60

a

Kode perlakuan dapat di lihat dalam Tabel 1

b

Produksi per hektar diperoleh dari konversi panen ubinan dengan luasan berkisar 3.2–5.6 m2

SIMPULAN

Simpulan

(25)

15

DAFTAR PUSTAKA

Aidawati N. 2006. Keanekaragaman begomovirus pada tomat dan serangga vektornya, B. tabaci Gennadinus (Hemiptera: aleyrodidae) serta pengujian ketahanan genotipe tomat terhadap strain begomovirus [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Azmi N. 2013. Pengaruh naungan terhadap pertumbuhan dan produksi enam varietas tomat (Lycopersicon esculantum Mill.). [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Baharuddin R, Chozin MA, Syukur M. 2013. Toleransi 20 genotipe tomat terhadap naungan. J Agron Indonesia. 42(2):132-137.

Bahrun AH. 2012. Kajian ekofisiologi tanamn semusim penyusun agroforestri pada beberapa zona agroklimat di DAS Ciliwung Hulu [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Beets WC. 1982. Multiple Cropping And Tropical Farming System. Inggris (GB): Gower Publ Co. 156 p.

[BMKG] Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika. 2014. Data curah hujan, kembaban udara, dan suhu udara bulan Maret-Juni 2014 Dramaga Bogor. Bogor (ID).

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Luas Panen Tomat Menurut Provinsi, 2008-2012. [internet]. [diunduh 2013 Mei 03]. Tersedia pada:

http://www.bps.go.id.

[Dirjen Horti] Direktorat Jendral Hortikultura. 2013. Volume produksi, impor dan ekspor sayuran [internet]. [diunduh 2013 September 26]. Tersedia dari: http:// hortikultura.deptan.go.id/?q=node/391.

Francis CA. 1986. Multiple Cropping Systems. New York (US): Macmillan Publishing Company. p 161-182.

Gomez KA, Gomez AA. 1995. Prosedur Statistika untuk Penelitian Pertanian. Terjemahan dari: Stastitical Prosedur for Agricultural Research. Penerjemah: E Sjamsudin dan JS Baharsjah. Jakarta (ID):UI Pr.

Harjadi SS. 1996. Pengantar Agronomi. Jakarta (ID): PT Gramedia Pustaka. 197 hlm.

Kader AA. 2008. Flavor quality of fruits and vegetables. J Sci food Agric. 88:1863-1868.

Lakitan B. 1993. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta (ID): Rajawali Grafindo.

Maskar, Gafur S. 2006. Budidaya Tomat. [internet]. [diunduh 2 September 2014]. Tersedia pada:http: // pfi3pdata. litbang. deptan. go. id/ dokumen/ one/34/ file/ 06-budidaya-tomat.pdf.

Muhsanati, Mayerni R, Sari TGP. 2009. Pengaruh pemberian naungan terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman stroberi (Fragaria x annasa). Jerami. 2(1): 31-34.

Musyarofah M, Susanto S, Aziz SA, Kartosoewarno S. 2007. Respon tanaman pegagan (Cantella asiatica L. Urban) terhadap pemberian pupuk alami di bawah naungan. Bul Agron. 35(3):217-224.

(26)

16

Permanasari I, Kastano D. 2012. Pertumbuhan tumpang sari jagung dan kedelai pada perbedaan waktu tanam dan pemangkasan jagung. J Agrotek. 3(1):13-20.

Pranoto H. 2011. Kajian agroekologi sistem agroforestri di Daerah Aliran Sungai Cianjur [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Pratiwi GC. 2012. Kajian penggunaan kemasan karton dan peti kayu terhadap mutu buah tomat dalam transportasi darat. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Safuan LO, Warsono IU, Ayu G, Prihastuti L, Wahyuni S, Hestin, Hernewa E, Rudi, Desyanti, Elis, Suwena M. 2008. Pertanian terpadu suatu strategi untuk mewujudkan pertanian berkelanjutan. Walhi Jawa Barat, Bandung (ID).

Salisbury FB, Ross CW. 1995. Plant Physiology. 4th Edition. California (US): Wadsworth Pub.

Sandra MA, Andriolo JL, Witter M, Ross TD. 2003. Effect of shading on tomato plants grown under greenhouse. Hort Brasilias. 21:642–645.

Sanura CPE. 2013. Pengaruh naungan terhadap produksi dan kualitas buah enam varietas tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Sasmita P, Purwoko BS, Sujiprihati S, Hanarida I, Dewi IS, Chozin MA. 2006. Evaluasi pertumbuhan dan produksi padi gogo haploid ganda toleran naungan dalam sistem tumpang sari. Bul Agron. 34(2):79-86.

Setiawan AN. 2007. Pertumbuhan dan hasil tumpang sari kacang hijau+jagung pada saat panen jagung berbeda. Agrovigor. 15(1):1-8.

Sudaryono. 2004. Pengaruh naungan terhadap iklim mikro pada budidaya tanaman tembakau rakyat. J Tek Ling. 5(1):56-60.

Supijatno. 2012. Adaptasi padi gogo terhadap cekaman ganda lahan kering [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Suwarto, Yahya S, Handoko, Chozin MA. 2005. Kompetisi tanaman jagung dan ubikayu dalam sistem tumpang sari. Bul Agron. 33(2):1-7.

Suwarto, Setiawan A, Septariasari D. 2006. Pertumbuhan dan hasil dua klon Ubijalar dalam tumpang sari dengan jagung. Bul Agron. 34(2):87-92.

Tsubo M, Mukhala E, Ogindo HO, Walker S. 2003. Productivity of maize-bean intercropping in a semi-arid region of South Africa. Water SA 29:381-388. Tripatmasari M, Wasonowati C, Alianti VR. 2010. Pemanfaatan naungan dan

pupuk kotoran sapi terhadap pertumbuhan dan kandungan triterpenoid pegagan (Centella asiatica L.). Agrovigor. 3(2):137-145.

Vijayalaksmi C, Radhakhrisman R, Nagaran M, Rajendran. 1991. Effect of solar irradiation deficit on rice productivity. J Crop Sci. 167:184-187

Wijayani A, Widodo W. 2005. Usaha meningkatkan beberapa varietas tomat dengan sistem budidaya hidroponik. JIPI 12(1):77-83.

(27)

Lampiran 1 Denah

=HGL

Keterangan:

T1 = monokultur tomat varietas Rempai T2 = monokultur tomat varietas Bogor T3 = monokultur tomat varietas Palupi J1 = monokultur jagung populasi rendah J2 = monokultur jagung populasi tinggi

T1J1 = tumpang sari tomat rempai dan jagung populasi rendah T2J1 = tumpang sari tomat Bogor dan jagung populasi rendah T3J1 = tumpang sari tomat Palupi dan jagung populasi rendah T1J2 = tumpang sari tomat Rempai dan jagung populasi tinggi T2J2 = tumang sari omat Bogor dan jagung populasi tinggi T3J2 = tumpang sari tomat palupi dan jagung populasi tinggi

U1 U2 U3

T3J1 T1J2 T1

J2 T1 T1J1

J1 T3J2 T3J1 T1 T2J1 J1

T2J1 T2 T3

T3 J1 T3J2

T2 T3 T1J1

(28)
(29)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kediri pada tanggal 8 Maret 1992 dari Ayah Ahmad Saiful dan Ibu Lamini. Penulis adalah anak pertama dari 3 bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan akademik di SDN Jongbiru, SMPN 1 Kediri, SMAN 1 Kediri dan diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun 2010 melalui Undangan Seleksi Masuk IPB dan diterima di Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian.

Gambar

Tabel 2 Rekapitulasi sidik ragam pengaruh pola tanam tumpang sari dan
Tabel 4 Rata-rata jumlah bunga pe tanaman, jumlah buah per tanaman, bobot per
Gambar 3 Rata-rata produksi per tanaman tomat.
Tabel 6 Rata-rata tinggi, jumlah daun, bobot tongkol dengan kelobot, bobot
+2

Referensi

Dokumen terkait

Hendaknya perusahaan dalam meningkatkan produktivitas kerja karyawan lebih menitik beratkan pada lingkungan kerja, dilihat dari kuesioner yang telah diisi oleh

Implementasi dari pengembangan aplikasi perpusatakaan digital ini didapatkan hasil sebuah aplikasi berbasis web dinamis yang dapat membantu pengguna pada saat

Dua metode ini merupakan solusi awal dalam pemecahan masalah rute, nearest neighbor memecahkan masalah dengan cara memilih tetangga terdekat dalam meminimasi jarak

5elain perbesaran uterus yang lebih menon!ol, pada MH# ditemukan pula dua hal lain yang berbeda dengan kehamilan normal, yaitu kadar hCG dan kista lutein. #adar hCG pada

Rekomendasi akan menampilkan sejumlah film yang dirating oleh 3 orang yang memiliki tingkat kedekatan paling tinggi dengan pengguna.Pengguna hanya dapat memberikan nilai

Menurut hasil wawancara kunjungan diperlukan dalam penanganan klien atau korban yang dilaporkan oleh orang lain sehingga pihak Lembaga Perlindungan Anak Jawa

Pada use case diagram yang digunakan pada penelitian ini memberikan penjelasan bahwa dalam sistem ini memiliki dua actor yaitu admin yang mempunyai tugas untuk