• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA. A. Botani Bawang Merah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA. A. Botani Bawang Merah"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Botani Bawang Merah

1. Deskripsi Bawang Merah

Menurut Tjitrosoepomo (1989) di dalam dunia tumbuhan, tanaman bawang merah diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Sub Divisi : Angiospermae Class : Monokotiledonae

Ordo : Liliales

Family : Liliaceae

Genus : Allium

Species : Allium ascalonicum

Bawang merah merupakan tanaman rendah yang tumbuh tegak dengan tinggi dapat mencapai 15 – 50 cm, membentuk rumpun dan termasuk tanaman semusim. Perakarannya berupa akar serabut yang tidak panjang dan tidak terlalu dalam tertanam dalam tanah (Prayitno, 2015).

Bawang merah merupakan tanaman semusim berbentuk rumput yang tumbuh tegak dengan tinggi dapat mencapai 15 – 50 cm dan membentuk rumpun. Akarnya berbentuk akar serabut yang tidak panjang, karena sifat perakaran inilah bawang merah tidak tahan kering. Bentuk daun tanaman bawang merah seperti pipa, yakni

(2)

bulat kecil memanjang antara 50 –70 cm, berlubang, bagian ujungnya meruncing, berwarna hijau muda sampai hijau tua, dan letak daun melekat pada tangkai yang ukurannya relatif pendek (Rukmana, 1995).

Bunga bawang merah merupakan bunga majemuk berbentuk tandan yang bertangkai dengan 50 – 200 kuntum bunga. Pada ujung dan pangkal tangkai mengecil dan dibagian tengah menggembung, bentuknya seperti pipa yang berku- bang di dalamnya. Tangkai tandan bunga ini sangat panjang mencapai 30 – 50 cm. Kuntumnya juga bertangkai tetapi pendek antara 0,2 – 0,6 cm (Wibowo, 2007).

Tajuk dan umbi bawang merah serupa dengan bawang bombay, tetapi ukurannya kecil. Perbedaan yang lainnya adalah umbinya yang berbentuk seperti buah jambu air, berkulit coklat kemerahan, berkembang secara berkelompok di pangkal tanaman. kelompok ini dapat terdiri dari beberapa hingga 15 umbi (Yamaguchi dan Rubatzky, 1998).

Tanaman bawang merah memiliki 2 fase tumbuh, yaitu fase vegetatif dan fase generatif. Tanaman bawang merah mulai memasuki fase vegetatif setelah berumur 11 – 35 hari setelah tanam (HST), dan fase generatif terjadi pada saat tanaman berumur 36 hari setelah tanam (HST). Pada fase generatif, ada yang disebut fase pembentukan umbi (36 - 50 hst) dan fase pematangan umbi (51-56 hst) (Saputra, 2016). Varietas yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu varietas thailan, karena banyak dibididayakan masyarakat dan tahan terhadap curah hujan yang tinggi, dan juga mempunyai umur panen yang singkat 50-65 HST.

(3)

2. Syarat Tumbuh Bawang Merah a. Iklim

Tanaman bawang merah lebih senang tumbuh di daerah beriklim kering. Tanaman bawang merah peka terhadap curah hujan dan intensitas hujan yang tinggi, serta cuaca berkabut. Tanaman ini membutuhkan penyinaran cahaya matahari yang maksimal (minimal 70% penyinaran), suhu udara 25-32°C, dan kelembaban nisbi 50-70% (Sumarni dan Hidayat, 2005)

Tanah yang gembur, subur, dan banyak mengandung bahan organik atau humus sangat baik untuk bawang merah. Tanah yang gembur dan subur akan mendorong perkembangan umbi sehingga hasilnya optimal. Bawang merah menghendaki tanah tanah yang mempunyai keasaman sedikit agak asam sampai normal, pH tanah berkisar antara 6,0-6,8 (Prayitno, 2015).

Bawang merah merupakan tanaman semusim dengan bentuk umbi berlapis, akar serabut dan halus, daun silindris yang memiliki subang (diskus) atau batang sejati tempat perakaran tanaman dan mata tunas atau titik tumbuh. Pangkal daun bersatu membentuk batang semu yang berada dalam tanah dan akar berubah bentuk dan fungsinya menjadi umbi. Apabila dibelah secara membujur maka umbi bawang merah terdiri atas sisik daun, kuncup yang menghasilkan titik tumbuh tanaman, subang yang merupakan batang rudimenter, dan akar adventif sebagai akar serabut yang terdapat di bawah subang (Suwardi, 2014).

(4)

Tanaman bawang merah dapat membentuk umbi di daerah yang suhu udaranya rata-rata 22°C, tetapi hasil umbinya tidak sebaik di daerah yang suhu udara lebih panas. Bawang merah akan membentuk umbi lebih besar bilamana ditanam di daerah dengan penyinaran lebih dari 12 jam. Di bawah suhu udara 22°C tanaman bawang merah tidak akan berumbi. Oleh karena itu, tanaman bawang merah lebih menyukai tumbuh di dataran rendah dengan iklim yang cerah. Di Indonesia bawang merah dapat ditanam di dataran rendah sampai ketinggian 1000 m di atas permukaan laut. Ketinggian tempat yang optimal untuk pertumbuhan dan perkembangan bawang merah adalah 0-450 m di atas permukaan laut. Tanaman bawang merah masih dapat tumbuh dan berumbi di dataran tinggi, tetapi umur tanamnya menjadi lebih panjang 0,5-1 bulan dan hasil umbinya lebih rendah (Rismunandar 1986 cit,. Sumarni dan Hidayat, 2005).

b. Tanah

Tanaman bawang merah memerlukan tanah berstruktur remah, tekstur sedang sampai liat, drainase/aerasi baik, mengandung bahan organik yang cukup, dan reaksi tanah tidak masam (pH tanah: 5,6 – 6,5). Tanah yang paling cocok untuk tanaman bawang merah adalah tanah Aluvial atau kombinasinya dengan tanah Glei-Humus atau Latosol. Tanah yang cukup lembab dan air tidak menggenang disukai oleh tanaman bawang merah (Rismunandar 1986 cit,. Sumarni dan Hidayat, 2005).

(5)

3. Tehnik Budidaya Bawang Merah

a. Pemilihan Varietas dan Penyiapan Bibit

Bibit yang dipilih mempunyai ciri-ciri warna mengkilat, seragam atau tidak kropos, kulit tidak luka dan telah disimpan 2-3 bulan setelah panen, dengan bobot rata-rata 3-4 g/umbi. Untuk mengurangi infestasi pathogen yang dapat terbawa oleh bibit, umbi dapat direndam dalam klorok 1% selama 1-1,5 menit lalu dicuci dengan menggunakan air bersih dan ditiriskan. Ujung umbi dipotong untuk mempercepat dan menyeragamkan pertumbuhan sebelum umbi ditanam. Ada beberapa varietas atau kultivar yang berasal dari daerah- daerah tertentu, seperti Sumenep, Bima, Lampung, Maja dan sebagainya, yang satu sama lain memiliki perbedaan yang jelas. Sementara itu Balai Penelitian Tanaman Sayuran Lembang (BALITSA) telah melepas beberapa varietas bawang merah, yaitu Kuning, Kramat 1 dan Kramat 2. Perbedaan produktivitas dari setiap varietas/kultivar tidak hanya bergantung pada sifatnya, namun juga banyak dipengaruhi oleh situasi dan kondisi daerah. Iklim, pemupukan, pengairan dan tanah merupakan faktor penentu dalam produktivitas maupun kualitas umbi bawang merah. Kualitas umbi bawang merah ditentukan oleh beberapa faktor, seperti warna, kepadatan, rasa, aroma, dan bentuk. (Sumarni dan Hidayat, 2005).

Bibit bawang merah yang digunakan pada penelitian ini yaitu menggunakan varietas Thailand. bawang merah varietas Thailand juga banyak ditanam di Indonesia. Bawang merah ini cocok ditanam di dataran

(6)

rendah maupun medium. Bawang merah varietas ini tidak tahan terhadap air, sehingga cocok ditanam pada awal musim kemarau dan pada tanah yang pH-nya berkisar antara 5,5-7,0. Bawang merah jenis ini dapat dipanen pada umur 60-70 hari sejak ditanam dengan produksi dapat mencapai 10 ton/ha umbi kering. Umbi bawang merah. Varietas Thailand memiliki anakan ± 2 – 12 anakan, varietas Thailand berwarna merah muda sampai merah tua dan berbentuk agak bulat ( Anonim,2008).

b. Persiapan Lahan dan Pemupukan

Tanah dibajak atau dicangkul sedalam 20 cm, kemudian dibuat bedengan-bedengan dengan lebar 1,2 meter, tinggi 25 cm, sedangkan panjangnya tergantung pada kondisi lahan. Pada tanah yang masam dengan pH kurang dari 5,6, disarankan pemberian kaptan atau dolomit minimal 2 minggu sebelum tanam dengan dosis 1 – 1,5 ton/ha/tahun. Pupuk dasar diberikan 1 minggu sebelum tanam dengan dosis 15-20 ton/ha ditambah 200 kg/ha TSP. Pupuk disebar dan diaduk rata sedalam lapisan olah. Pemupukan susulan dilakukan pada umur 10-15 hari dan 30-35 hari setelah tanam. Jenis dan dosis yang diberikan adalah urea 75-100 kg/ha, ZA 150-250 kg/ha dan KCl 75-100 kg/ha. Pupuk diaduk rata dan diberikan disepanjang garitan tanaman(Hidayat et al., 1991 cit. Sumarni dan Hidayat, 2005).

c. Penanaman

Umbi bibit ditanam dengan jarak tanam 20 cm x 15 cm atau 15 cm x 15 cm (anjuran Balitsa). Dengan alat penugal, lubang tanaman dibuat

(7)

sedalam rata-rata setinggi umbi. Umbi bawang merah dimasukkan ke dalam lubang tanaman dengan gerakan seperti memutar sekerup, sehingga ujung umbi tampak rata dengan permukaan tanah. Tidak dianjurkan untuk menanam terlalu dalam, karena umbi mudah mengalami pembusukan. Setelah tanam sebainya lakukan penyiraman (Sumarni dan Hidayat, 2005). d. Perawatan

Meskipun tidak menghendaki banyak hujan, tetapi tanaman bawang merah memerlukan air yang cukup selama pertumbuhannya, Penyiraman dilakukan biasanya satu kali dalam sehari pada pagi atau sore hari, sejak tanam sampai menjelang panen. Pemeliharaan tanaman bawang merah lainnya yaitu pengendalian gulma. Pertumbuhan gulma pada pertanaman bawang merah yang masih muda sampai umur 2 minggu sangat cepat. Oleh karena itu penyiangan merupakan keharusan dan sangat efektif untuk luasan yang terbatas (Sumarni dan Hidayat, 2005).

e. Pemanenan

Bawang merah dapat dipanen setelah umurnya cukup tua, biasanya pada umur 60 – 70 hari. Tanaman bawang merah dipanen setelah terlihat tanda-tanda 60% leher batang lunak, tanaman rebah, dan daun menguning. Pemanenan sebaiknya dilaksanakan pada keadaan tanah kering dan cuaca yang cerah untuk mencegah serangan penyakit busuk umbi di gudang. Bawang merah yang telah dipanen kemudian diikat pada batangnya untuk mempermudah penanganan. Selanjutnya umbi dijemur sampai cukup

(8)

kering (1-2 minggu) dengan dibawah sinar matahari langsung, kemudian biasanya diikuti dengan pengelompokan berdasarkan kualitas umbi. Pengeringan juga dapat dilakukan dengan alat pengering khusus sampai mencapai kadar air kurang lebih 80%. Apabila tidak langsung dijual, umbi bawang merah disimpan dengan cara menggantungkan ikatan-ikatan bawang merah di gudang khusus, pada suhu 25-30 ºC dan kelembaban yang cukup rendah (± 60-80%) (Sutarya dan Grubben 1995 cit Sumarni dan Hidayat, 2005).

Guna memenuhi kebutuhan bawang merah yang terus meningkat maka perlu adanya terobosan teknologi budidaya yang mampu meningkatkan produksi bawang merah yaitu melalui pendekatan teknologi organik. Pertanian organik mampu meningkatkan produktifitas bawang merah. Oleh karena itu, salah satu alternatif untuk meningkatkan produktifitas bawang merah yaitu dengan menggunkan pupuk organik cair biofid multiguna dan pupuk organik cair (MO) mikroorganisme. Kedua pupuk ini merupakan pupuk cair yang ramah lingkungan yang berperan meningkatkan kualitas dan kuantitas serta mempercepat pertumbuhan, perkembangan dan masa panen (Samad, 2012).

(9)

B. Tanah Vertisol

Tanah vertisol merupakan salah satu ordo dalam taksonomi tanah yang mengembang apabila dikenai air, mengkerut dan keras apabila kering. Sifat kembang kerut tanah vertisol yang menjadikan permukaan tanah bergelombang, retak, pecah, dan terbelah, merupakan fenomena pedologis yang khas. Tanah vertisol yang dimanfaatkan sebagai lahan pertanian, maka faktor pembatas terletak pada ketersediaan air. Walaupun ketersediaan air yang cukup menjadikan tanah mengembang, tetapi mudah diolah, dibajak atau dipacul. Pada kondisi kering, tanah vertisol padat, keras, dan retak-retak, sulit diolah. Tanaman pada kondisi kering, akan layu dan mati, karena tanah mengambil cairan dalam tubuh tanaman (Utomo, 2016)

Di Indonesia, luas lahan vertisol mencapai 1,8 juta hektar dan dari luas tersebut hanya sekitar 30% yang dimanfaatkan untuk kegiatan budidaya tanaman dan sebagian besar merupakan tanaman pangan. Artinya masih ada sekitar satu juta hektar lahan vertisol yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan tanaman bawang merah (Purnawanto, 2008).

lahan yang cukup luas tersebut bisa betul-betul berpotensi untuk penanaman bawang merah maka perlu dilakukan suatu tindakan sehingga dapat mengatasi permasalahan sifat fisik tanah. Tindakan yang secara ekologis, dapat dan layak untuk dilaksanakan adalah dengan penambahan pupuk organik. Pemberian pupuk organik ditinjau dari aspek fisika tanah dapat memperbaiki struktur dan aerasi tanah dan dari aspek biologi dapat menjadi penyangga terhadap kelangsungan hidup

(10)

mikroorganisme tanah, sehingga tanah dapat menyediakan unsur hara dalam jumlah berimbang untuk tanaman. Tanah yang miskin bahan organik akan berkurang kemampuannya dalam menyangga pupuk, akibatnya efisiensi pupuk buatan berkurang (Purnawanto, 2008).

Menurut Aryunis (1997) cit. Purnawanto (2008) bahwa sifat fisik tanah vertisol dengan kandungan liatnya yang tinggi, sering menjadi kendala dalam usaha pertanian karena tanah ini akan mengembang jika basah dan mengkerut apabila kering. Dengan kondisi demikian akan dapat mengakibatkan putusnya perakaran tanaman sehingga pertumbuhan tanaman akan terganggu.

C. Limbah Blotong Tebu

Blotong atau “filter press mud” sebagai salah satu sampingan limbah pabrik gula mempunyai komposisi yang dapat dijadikan bahan pupuk organik bagi tanaman. kandungan hara-hara tertentu dan dalam blotong ternyata cukup tinggi dan menempatkan blotong lebih unggul daripada organik lainnya, sebab selain dapat memperbaiki sifat fisik tanah juga sebagai sumber hara yang dapat menguntungkan tanaman (Fanny et al., 2013).

Sementara ini pemanfaatan blotong sebagai pupuk organik masih belum maksimal dan penggunanya pun terbatas, hal ini disebabkan karena pengolahan limbah blotong menjadi pupuk organik masih bisa dikatakan hanya asal-asalan, masih belum ditangani dengan menggunakan satu proses yang baik dan benar sehingga pupuk organik yang dihasilkannya pun masih belum sempurna, dan minimnya

(11)

pengetahuan petani akan manfaat penggunaan pupuk organik dari bahan blotong (Fanny et al., 2013).

Blotong memiliki potensi untuk dijadikan pupuk organik, karena disamping sebagai sumber hara yang cukup lengkap juga dapat membantu memperbaiki sifat-sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Blotong merupakan limbah padat produk stasiun pemurnian nira, diproduksi sekitar 3,8 % tebu atau sekitar 1,3 juta ton. Komposisi blotong terdiri dari sabut, wax dan fat kasar, protein kasar,gula, total abu, CaO, P2O5 dan MgO. Komposisi ini berbeda presentasenya dari satu Pabrik Gula dengan Pabrik Gula lainnya, bergantung pada pola produkasi dan asal tebu. Blotong dapat meningkatkan jumlah ruang pori tanah, berat isi tanah dan memperbesar jumlah air tersedia dalam tanah (Muhsin, 2011).

Blotong merupakan limbah yang paling tinggi tingkat pencemarannya dan menjadi masalah bagi pabrik gula dan masyarakat. Limbah ini biasanya dibuang ke sungai dan menimbulkan pencemaran, karena di dalam air bahan organik yang ada pada blotong akan mengalami penguraian secara alamiah, sehingga mengurangi kadar oksigen dalam air dan menyebabkan air berwarna gelap dan berbau busuk (Purwaningsih, 2011).

Blotong memiliki sifat yang mendukung perbaikan sifat tanah antara lain daya menahan air tinggi, berat volume rendah, porous dan KTK tinggi. Blotong menunjukkan potensi yang besar untuk dimanfaatkan sebagai sumber bahan organik tanpa mengganggu pertumbuhan tanaman (Rajiman, 2008).

(12)

Blotong adalah limbah pabrik gula yang berbentuk lumpur berwarna gelap yang sering dibuang dan belum sepenuhnya dimanfatkan secara optimal sehingga menimbulkan polusi udara, blotong yang telah dikeringkan dapat digunakan untuk pemupukan tanaman karna mengandung unsur hara. Blotong kering dapat digunakan langsung sebagai pupuk, karena mengandung unsur hara yang dibutuhkan tanah. Analisis kimia blotong yang penah dilakukan menunjukkan pH 7.53, Karbon C 26.51%, Nitrogen 1.04 %, Nisbah C/N 25.62, Fosfat 6.142 %, Kalium 0.485 %, Natrium 0.082 %, 5.785 %, Magnesium 0.419 %, Besi 0.191 %, Mangan 0.115 % (Fadjari, 2009 cit. Fachdarisman, 2013).

Hasil penelitian Sagala (2009) menunjukkan bahwa pemberian kompos blotong tebu berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman tomat 1- 8 minggu setelah pindah tanam (MSPT), jumlah tandan bunga, umur berbunga, produksi per plot, produksi per sampel dan jumlah buah per sampel, dimana dengan pemberian blotong mempengaruhi tinggi tanaman sebesar 26.9%, mempercepat umur berbunga sebesar 13.9%, meningkatkan jumlah tandan bunga sebesar 53.4%, produksi per plot sebesar 54.8%, produksi per sampel sebesar 63.3% dan jumlah buah per tanaman sebesar 62.5% bila dibandingkan dengan tanpa pemberian blotong tebu.

Hasil penelitian Pujiani (2000) menunjukkan bahwa pemberian blotong 75 g/polybag nyata meningkatkan C/N tanah dibandingkan dengan perlakuan tanpa blotong. Pemberian blotong 50 g/polybag berpengaruh nyata meningkatkan tinggi tanaman jagung yaitu 198,49 cm dan yang terendah pada perlakuan tanpa blotong yaitu 111,55 cm. Pemberian blotong pada 25 g/polybag, 50 g/polybag dan 75

(13)

g/polybag nyata dapat meningkatkan berat biji dibandingkan dengan perlakuan tanpa blotong yaitu secara berturut-turut 9,12 g, 21,47 g, 29,82 g dan 36,52 g.

Hasil penelitian Fachdarisman (2013) menunjukkan bahwa pemberian blotong tebu dengan takaran 0, 5, 10, 15 dan 20 ton/ha pada tanaman jagung manis menunjukkan pertumbuhan yang relatif seragam pada setiap parameter yang diamati. Pemberian blotong tebu dengan dosis 20 ton per hektar mampu menghasilkan jagung manis sebesar 18,58 ton /ha sedangkan yang tanpa blotong hanya 13,99 ton/ha.

Pemberian pupuk organik blotong sangat cocok pada pertumbuhan dan hasil bawang merah, karena pupuk tersebut dapat menambah pasokan hara dalam tanah, sehingga dapat memperbaiki sifat fisik tanah antara lain struktur tanah menjadi remah, porositas air dan daya mengikat air semakin kuat sehingga pertumbuhan tanaman tumbuh subur mengakibatkan produksi yang dhasilkan meningkat. Sedangkan peranan pupuk organik bokashi blotong pada sifat kimia adalah bersifat berubah-ubah tergantung pada nilai pH larutan tanah. (Tisdale, 1975 cit. Halifah et al., 2014).

Dari uraian di atas, semakin tinggi dosis blotong yang diberikan, tanaman dapat tumbuh lebih baik dibandingkan dengan perlakuan tanpa pemberian blotong. penulis akan melakukan penelitian dengan takaran 5, 10 15 dan 20 ton/ha. Dimana takaran dengan 20 ton/ha diharapkan mampu meningkatkan pertumbuhan dan hasil bawang merah.

(14)

D. Hipotesis

Diduga pada perlakuan takaran limbah blotong tebu 20 ton/ha akan meningkatkan pertumbuhan dan hasil bawang merah dibanding dengan perlakuan dengan dosis lain.

Referensi

Dokumen terkait

Pengaruh Varietas Tanah, Status K-Tanah Dan Dosis Pupuk Kalium Terhadap Pertumbuhan Hasil Umbi, Dan Serapan Hara K Tanaman Bawang Merah. Jakarta: Pusat Penelitian

Hal ini disebabkan karena dengan pemberian dosis pupuk 400 kg ZA/ha banyak unsur hara yang tersedia dalam tanah sehingga kebutuhan tanaman bawang merah akan

Pemberian pupuk bokashi jerami padi berpengaruh meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman bawang merah, hal ini diduga karena bahan organik yang terkandung di dalam pupuk

Bawang merah merupakan tanaman yang memerlukan berbagai macam unsur hara untuk pertumbuhannya, baik yang berasal dari dalam tanah, pupuk organik, maupun pupuk

Pertumbuhan dan Produksi Tiga Varietas Bawang Merah Pada Pemberian Beberapa Dosis Pupuk Organik di Tanah Terkena Abu Vulkanik Sinabung.. Jurnal

Secara umum tanah yang baik untuk di tanami bawang merah ialah tanah yang subur, gembur, banyak mengandung bahan organik atau humus, mempunyai sirkulasi udara yang baik, dapat

Judul Skripsi : Efektivitas Pemberian Beberapa Jenis dan Dosis Pupuk Cair Organik Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Bawang Merah ( Allium ascalonicum L.).. Nama :

Pemberian pupuk bokashi jerami padi berpengaruh meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman bawang merah, hal ini diduga karena bahan organik yang terkandung di dalam pupuk