• Tidak ada hasil yang ditemukan

Potensi Sorgum Numbu, CTY-33, dan bmr Sebagai Pakan pada Beberapa Level Pupuk Kandang di Tanah Sedimentasi Ultisol

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Potensi Sorgum Numbu, CTY-33, dan bmr Sebagai Pakan pada Beberapa Level Pupuk Kandang di Tanah Sedimentasi Ultisol"

Copied!
67
0
0

Teks penuh

(1)

PAKAN PADA BEBERAPA LEVEL PUPUK KANDANG

DI TANAH SEDIMENTASI ULTISOL

WIDHI KURNIAWAN

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Potensi Sorgum Numbu, CTY-33, dan bmr Sebagai Pakan pada Beberapa Level Pupuk Kandang di Tanah

Sedimentasi Ultisol adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2014

Widhi Kurniawan

(4)

RINGKASAN

WIDHI KURNIAWAN. Potensi Sorgum Numbu, CTY-33, dan bmr Sebagai

Pakan pada Beberapa Level Pupuk Kandang di Tanah Sedimentasi Ultisol. Dibimbing oleh LUKI ABDULLAH, PANCA DEWI MANU HARA KARTI dan SUPRIYANTO.

Sorgum (Sorghum bicolor L.) merupakan salah satu jenis tanaman serealia

penting yang mempunyai potensi biomasa besar untuk mendukung produksi hijauan pakan dan dapat beradaptasi dengan mudah di berbagai tipe tanah yang berbeda di Indonesia. Biomasa sorgum utuh (hijauan dan biji) dapat dimanfaatkan untuk industri pakan ruminansia yang berbasis silase. Saat ini pemanfaatan sorgum sebagai pakan masih menggunakan varietas sorgum konvensional yang tidak didesain sebagai pakan ternak sehingga berpotensi menimbulkan konflik pemanfaatannya sebagai sumber pangan dan energi. Pemanfaatan sorgum konvensional sebagai sumber hijauan terkendala dengan tingginya kandungan lignin. Teknik mutasi pada sorgum menghasilkan galur yang menjanjikan sebagai sumber hijauan dengan kandungan lignin lebih rendah dan memiliki kualitas tinggi. Awalnya brown midrib (bmr)

diciptakan untuk tujuan agar beberapa spesies rerumputan yang memiliki kandungan lignin rendah. Sorgum bmr diciptakan dengan radiasi sinar gamma pada 250 Gy

untuk menghasilkan galur mutan yang memiliki kandungan lignin rendah, sehingga memungkinkan untuk digunakan sebagai sumber hijauan untuk pakan ternak.

Tiga varietas/ galur mutan (CTY-33, PATIR3.2 (bmr), PATIR3.5 (bmr)) dan

varietas Numbu, yang telah dilepas secara nasional, ditanam dengan perlakuan empat dosis pupuk kandang (0 ton ha -1, 10 ton ha -1, 20 ton ha-1, dan 40 ton ha-1).

Penelitian dilakukan di tanah sedimentasi ultisol yang berlokasi di Kecamatan Konda, Kabupaten Konawe Selatan, Provinsi Sulawesi Tenggara. Tanah tersebut tergolong lahan marjinal yang didominasi oleh daerah rawa. Sebelum budidaya tanaman terlebih dahulu dilakukan pengeringan lahan. Aplikasi 2 ton ha-1 kapur

dilakukan untuk meningkatkan pH tanah. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi daya adaptasi sorgum di lahan marjinal, dan untuk menganalisa produktivitas dan kualitas sorgum sebagai bahan pakan ternak berbasis silase. Kualitas silase diklasifikasikan berdasarkan nilai Fleigh.

Hasil penelitian ini menunjukkan sorgum varietas Numbu, CTY-33, dan galur

mutan PATIR3.2, PATIR3.5 mampu tumbuh dengan baik pada tanah marjinal sedimentasi ultisol, yang diindikasikan oleh tingginya produksi biomasa (berkisar antara 7.5 sampai 8.2 ton BK ha-1). Penambahan pupuk kandang pada berbagai

dosis tidak berpengaruh terhadap produktivitas hijauan maupun silase. Sorgum galur bmr memiliki rata – rata kandungan lignin (4.97%) lebih rendah

dibandingkan dengan varietas Numbu (7.01%) dan CTY-33 (7.26%). Kualitas silase yang diperoleh dari sorgum varietas Numbu dan CTY-33 diklasifikasikan berkualitas sangat baik, sedangkan galur mutan PATIR3.2 dan PATIR3.5 diklasifikasikan berkualitas baik.

(5)

SUMMARY

WIDHI KURNIAWAN. Potential Values of Numbu, CTY-33 and BMR Sorghum as Feed Grown in Ultisol Sedimentation Soil with Different Levels of Organic Fertilizer. Supervised by LUKI ABDULLAH, PANCA DEWI MANU HARA KARTI and SUPRIYANTO.

Sorghum is one of important cerealia to produce potential biomass for supporting forage production and to adapt easily in different soil types of Indonesia. The whole sorghum biomass (forage and grains) can be utilized for ruminant silage feed-based industry. Nowaday utilization of forage-based sorghum used sorghum conventional varieties which are not designed as livestock feed and have potential conflict with food and energy sources. The use of conventional sorghum varieties are still limited due to high lignin content. Mutation breeding techniques produced promising sorghum mutant line for forage with low lignin content and high nutrition forage quality. Initially brown midrib (bmr) lines was produced in some grasses species containing low lignin. Bmr sorghum was obtained by gamma ray irradiation at 250 Gy for producing sorghum mutant lines containing low lignin, which is possible to be used for forage sources in animal livestock feed.

Three mutant lines (CTY-33, PATIR3.2 (bmr), PATIR3.5(bmr)) and one sorghum variety (Numbu), nationally released, were planted in four levels of organic fertilizer ( 0 ton ha -1, 10 ton ha -1, 20 ton ha-1, and 40 ton ha-1). Research

was conducted in ultisol sedimentation soil located at Konda Subdistric, Konawe Selatan Distric the South East Sulawesi Province. This soil belongs to marginal soil dominated by swampy areas. The experimental site was drain prior to be planted. To improve the soil pH, 2 ton ha -1 limestone were added. The objectives

of this research were to evaluate sorghum adaptability at marginal soil, and to asses the productivity and its quality for silage sorghum based for livestock feed.Silage quality was classified based on Fleigh value.

The result showed that Numbu, CTY-33 varieties and PATIR3.2, PATIR3.5

mutant lines grew well on marginal ultisol sedimentation soil, indicated by high biomass production ranging from 7.5 to 8.2 ton DM ha-1. Organic fertilizer levels

didn’t affect the biomass production and silage quality. The bmr lignin content 4.97% was lower compared to Numbu (7.01%) and CTY-33 (7.26%). Silage quality made of Numbu and CTY-33 varieties is classefied as very good silage quality, while PATIR3.2 and PATIR3.5 mutant lines is classified as good silage quality.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Nutrisi dan Pakan

WIDHI KURNIAWAN

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014

POTENSI SORGUM NUMBU, CTY-33, DAN

BMR

SEBAGAI

(8)
(9)

Judul Tesis : Potensi Sorgum Numbu, CTY-33, dan bmr Sebagai Pakan pada

Beberapa Level Pupuk Kandang di Tanah Sedimentasi Ultisol Nama : Widhi Kurniawan

NIM : D251120051

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Luki Abdullah, MScAgr Ketua

Prof Dr Ir Panca DMH Karti, MS

Anggota Dr Ir Supriyanto Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Ilmu Nutrisi dan Pakan

Dr Ir Dwierra Evvyernie, MS.MSc

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga tesis yang berjudul “Potensi Sorgum Numbu, CTY-33, dan bmr Sebagai Pakan pada Beberapa Level Pupuk Kandang di Tanah

Sedimentasi Ultisol” bisa diselesaikan. Pemanfaatan galur mutan diharapkan mampu meningkatkan daya adaptasi sorgum di lahan marjinal sehingga tanaman tetap produktif dan memiliki kualitas hijauan yang baik. Tesis ini memberikan kajian daya adaptasi beberapa galur mutan tanaman sorgum yang dibudidayakan sebagai hijauan pakan dan silase dengan mengaplikasikan pupuk kandang di lahan marjinal, tanah sedimentasi ultisol.

Hasil penelitian ini telah dipublikasikan pada “The 2nd Asian-Australasian Dairy Goat Conference” yang diselenggarakan di Bogor tanggal 25 - 27 April

2014 oleh AADGN, FAO, dan IPB dengan makalah ilmiah berjudul “Herbage Production of Brown Midrib (bmr) and Conventional Sorghum Fertilized with Different Level of Organic Fertilizer as Forage Source for Goat”, serta

dipresentasikan pada “Second Research Coordination Meeting (RCM) on Integrated Utilization of Cereal Mutant Varieties in Crop/ Livestock Production Systems for Climate Smart Agriculture and Workshop on Application of Nuclear Technique for Increased the Agriculture Production” dengan judul “The Potential Value of Numbu, CTY-33 & bmr Sorghum as Feed Grown in Lateric Sedimentation Soil With Different Levels of Organic Fertilizer” yang

diselenggarakan SEAMEO-BIOTROP, FAO/ IAEA, 19 Agustus 2014 di Bogor. Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Dr Ir Luki Abdullah MScAgr, Prof Dr Panca DMH Karti MS, Dr Ir Supriyanto selaku dosen pembimbing. Ucapan terima kasih disampaikan kepada Gubernur Provinsi Sulawesi Tenggara atas kesempatan tugas belajar yang diberikan. Penghargaan penulis sampaikan kepada SEAMEO-BIOTROP-FAO/IAEA atas penyediaan benih materi penelitian serta Beasiswa Unggulan Mandiri Sekretariat Kemendikbud RI yang membantu membiayai studi. Penghargaan juga penulis sampaikan kepada Lab. Pakan Universitas Haluoleo, dan Stasiun Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika, Pangkalan Udara Wolter Monginsidi, atas fasilitas dan informasinya. Kepada teman – teman seperjuangan Pasca INP 2012 atas segala kebersamaan dan bantuan yang telah diberikan selama studi ini diucapkan terima kasih. Ungkapan terima kasih tak terhingga disampaikan kepada motivator sepanjang hayat, ibunda Rasmi tercinta, bapak Sawali, istri tercinta Dewi Fausia, kedua putri tercinta Humaira Hilmi Kurniawan dan Halima Cendekia Kurniawan, ibu Niar, ayah Rahman atas kesabaran, do’a, dukungan dan kasih sayang yang tak terkiranya.

Semoga tesis ini bermanfaat sebagai referensi pengembangan budidaya tanaman sorgum sebagai pendukung ketersediaan sumber hijauan untuk pakan ternak di Indonesia.

Bogor, Agustus 2014

(12)
(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xi

DAFTAR GAMBAR xi

DAFTAR LAMPIRAN xi

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Kerangka Pemikiran 2

Tujuan 3

Hipotesis 3

2 METODE 3

Budidaya Sorgum 3

Evaluasi Produktivitas – Kualitas Sorgum 8

Pembuatan Silase dan Evaluasi Kualitas Silase 9

Prosedur Analisis Data 10

3 HASIL DAN PEMBAHASAN 10

Adaptasi Awal 10

Produktivitas Tanaman Sorgum 14

Kualitas Silase 24

Pembahasan Umum 29

4 SIMPULAN DAN SARAN 35

DAFTAR PUSTAKA 35

LAMPIRAN 40

(14)

DAFTAR TABEL

1 Hasil analisis tanah lokasi penelitian 4

2 Kesesuaian lahan lokasi penelitian 4

3 Persentase daya tumbuh tanaman sorgum 11

4 Persentase intensitas serangan hama terhadap tanaman sorgum

umur empat HST 12

5 Pertambahan tinggi tanaman sorgum umur 15 – 30 HST 12 6 Pertambahan diameter batang tanaman sorgum umur 15 – 30 HST 13

7 Tinggi tanaman sorgum saat panen 14

8 Diameter batang sorgum saat panen 15

9 Berat individu tanaman sorgum 17

10 Persentase berat daun dan batang sorgum 18

11 Umur panen saat fase berbunga mencapai 80% 18

12 Kandungan BK dan produksi BK 20

13 Kadar gula batang 21

14 Kandungan protein kasar hijauan 22

15 Kandungan bahan kering dan pH silase 24

16 Nilai Fleigh silase 25

17 Kandungan protein kasar silase 28

DAFTAR GAMBAR

1 Lahan awal dan lahan siap tanam 7

2 Pola pengaruh dosis pupuk kandang terhadap pertambahan tinggi

tanaman umur 15 – 30 HST 13

3 Pola pengaruh dosis pupuk kandang terhadap diameter batang saat

panen 15

4 Perbandingan diameter batang galur bmr dan sweet sorghum 16

5 Pola pengaruh dosis pupuk kandang terhadap umur panen

tanaman 19

6 Fraksi serat hijauan tanaman sorgum 23

7 Kandungan WSC hijauan dan silase 27

8 Fraksi serat silase tanaman sorgum 29

9 Korelasi tinggi tanaman dengann produksi BK 31

10 Korelasi diameter batang dengan produksi BK 32

11 Korelasi antara dosis pupuk kandang dengan nilai Fleigh silase 33

12 Perbandingan warna silase sorgum bmr dan sweet sorghum 34

DAFTAR LAMPIRAN

1 Sidik ragam daya tumbuh 40

(15)

3 Uji DMRT varietas terhadap modus serangan hama 40 4 Sidik ragam pertambahan tinggi tanaman umur 15-30 HST 40 5 Uji DMRT varietas terhadap pertambahan tinggi tanaman umur

15-30 HST 41

6 Uji DMRT dosis pupuk terhadap pertambahan tinggi tanaman

umur 15-30 HST 41

7 Uji kontras polinomial dosis pupuk kandang terhadap

pertambahan tinggi tanaman umur 15-30 HST 41

8 Sidik ragam pertambahan diameter batang tanaman umur 15–30

HST 42

9 Uji DMRT interaksi antara varietas/ galur dengan dosis pupuk kandang terhadap pertambahan diameter batang tanaman umur

15-30 HST 42

10 Sidik ragam tinggi tanaman saat panen 42

11 Uji DMRT interaksi antara varietas/ galur dengan dosis pupuk

kandang terhadap tinggi tanaman saat panen 43

12 Sidik ragam diameter batang tanaman saat panen 43 13 Uji DMRT varietas terhadap diameter batang tanaman saat panen 43 14 Uji DMRT dosis pupuk kandang terhadap diameter batang

tanaman saat panen 44

15 Uji kontras polinomial dosis pupuk kandang terhadap diameter

batang tanaman saat panen 44

16 Sidik ragam berat individu tanaman 44

17 Sidik ragam persentase daun 45

18 Sidik ragam persentase batang 45

19 Sidik ragam umur panen tanaman saat mencapai fase pembungaan

80% 45

20 Uji DMRT varietas terhadap umur panen tanaman saat mencapai

fase pembungaan 80% 45

21 Uji DMRT dosis pupuk kandang terhadap umur panen tanaman

saat mencapai fase pembungaan 80% 46

22 Uji kontras polinomial dosis pupuk kandang terhadap umur panen

tanaman saat mencapai fase pembungaan 80% 46

23 Sidik ragam kandungan BK hijauan 46

24 Sidik ragam produksi BK hijauan per hektar 47

25 Sidik ragam kandungan gula batang 47

26 Uji DMRT varietas terhadap kandungan gula batang 47

27 Sidik ragam kandungan PK hijauan 47

28 Sidik ragam kandungan BK silase 48

29 Uji DMRT varietas terhadap kandungan BK silase 48

30 Sidik ragam nilai pH silase 48

31 Uji DMRT varietas terhadap nilai pH silase 48

32 Sidik ragam nilai Fleigh silase 49

33 Uji DMRT varietas terhadap nilai Fleigh silase 49

34 Sidik ragam kandungan PK silase 49

(16)
(17)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Jumlah penduduk yang terus meningkat menimbulkan masalah di beberapa bidang, antara lain meningkatnya kebutuhan pangan dan berkurangnya lahan pertanian potensial. Munculnya dua masalah tersebut juga akan berdampak pada sektor yang lain. Selain pemenuhan kebutuhan hidup, kompetisi dengan sektor lain juga akan terjadi. Bahan – bahan pakan ternak yang potensial akan berkurang seiring dengan pemanfaatan bahan tersebut sebagai bagian dari diversifikasi pangan untuk menunjang ketahanan pangan manusia. Peternakan juga dituntut mampu menghasilkan produk pangan yang mampu memenuhi kebutuhan manusia. Selain itu, lahan potensial banyak dikonversi untuk pemukiman maupun industri. Hal ini menjadi tantangan untuk mampu menggali dan memanfaatkan sumber pakan lain yang potensial namun tidak berkompetisi dengan manusia. Penelitian yang diarahkan untuk menemukan pakan alternatif yang dapat dikembangkan dengan konsep kesesuaian dengan keadaan lingkungan setempat, diharapkan mampu mendukung konsep pemenuhan kebutuhan pangan sekaligus pakan yang tepat.

Klasifikasi utama tanaman sorgum secara umum dapat dibagi menjadi empat jenis. Jenis pertama adalah sorgum manis/ sweet sorghum, yang digunakan

sebagai hay, silase, maupun sirup. Jenis lainnya, yaitu nonsakarik, biasa digunakan untuk produksi biji. Selanjutnya adalah jenis broomcorn yang

dikembangkan untuk malainya sebagai bahan pembuat sapu, sedangkan sorgum jenis grass sorghum secara khusus dimanfaatkan sebagai hijauan dan pastura.

Jenis sorgum manis sangat palatabel sebagai hijauan pakan karena batangnya yang renyah dan manis (Ahlgren 1956).

Tanaman sorgum mempunyai potensi biomasa yang besar untuk menjadi penyumbang pakan ternak. Sorgum (Sorghum bicolor L.) merupakan salah satu jenis

tanaman serealia yang mempunyai potensi besar untuk dikembangkan di Indonesia karena mempunyai daerah adaptasi yang luas. Tanaman sorgum toleran terhadap kekeringan dan genangan air, dapat berproduksi pada lahan marginal, serta relatif

tahan terhadap gangguan hama atau penyakit (Sirappa 2003). Tanaman sorgum

terdiri atas hijauan pakan dan bijian yang mempunyai potensi untuk dijadikan pakan ternak ruminansia berbasis silase.

Selama ini pengembangan sorgum untuk pakan ternak masih berlangsung pada taraf penggunaan varietas konvensional yang tidak didesain untuk pakan. Penggunaan sorgum konvensional sebagai sumber hijauan pakan terkendala pada tingginya kandungan lignin. Adanya teknologi mutasi maupun persilangan diperoleh beberapa galur sorgum yang didesain untuk pakan, yaitu sorgum dengan kandungan lignin lebih rendah dan kandungan nutrisi lebih tinggi. Sampai saat ini pemuliaan tanaman pakan di Indonesia masih rendah, sehingga diperlukan terobosan baru untuk menyedikan tanaman pakan bermutu. Brown midrib (bmr)

(18)

Peningkatan Produksi Protein Hewani Untuk Meningkatkan Kecerdasan Bangsa dan Mengangkat Ekonomi Masyarakat

Peningkatan Kualitas, Produktivitas dan Kontinuitas Hijauan Pakan Ternak Dengan Sorgum Numbu, CTY-33 bmr

Daging Susu Telur

Genetik Pakan Lingkungan

Budidaya Benih/ Galur Unggul Pengawetan

Teknik Budi

daya Produktif Adaptif Pakan Berkualitas & Tahan Lama

Uji Dosis Pupuk Kandang

Produksi Tinggi & Berkelanjutan

Jenis yang Dapat Tumbuh di

Lahan Kritis

Teknologi Pengawetan Pakan yang Menghasilkan Pakan Berkualitas

Pemeliharaan Berat Segar & Bahan Kering

Uji Daya Adaptasi, Produktivitas dan Kualitas

Hijauan

Pembuatan Silase dan Uji Kualitas

Silase

Diperoleh Teknik Budidaya dan Jenis Sorgum yang Produktif di Lahan Kritis Sebagai Pakan Ternak Berkualitas dan Berkelanjutan Berbasis Silase untuk

Mendukung Peningkatan Produksi Protein Hewani

hijauan sorgum, sudan grass, dan jagung (Miller dan Stroup 2003). Sorgum bmr

merupakan salah satu hasil pemuliaan sorgum yang difokuskan pemanfaatannya untuk pakan ternak. Banyak penelitian melaporkan bahwa sorgum bmr memiliki

kandungan lignin lebih rendah, kandungan nutrisi yang lebih tinggi, dan produksi biomasa 12% lebih rendah dibandingkan dengan sorgum konvensional (Oliver et al. 2004; Mustafa et al. 2004). Pengujian produktivitas sorgum Numbu, CYT-33,

dan bmr sebagai pakan ternak di lahan kritis utamanya di tanah sedimentasi ultisol belum pernah dilakukan.

(19)

Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah:

a. Mengkaji daya adaptasi sorgum Numbu, CTY-33, dan brown midrib (bmr)

untuk hijauan pakan di tanah sedimentasi ultisol,

b. Mengkaji pengaruh pupuk kandang terhadap produktivitas dan kualitas sorgum Numbu, CTY-33, dan brown midrib (bmr) sebagai hijauan pakan

dan silase.

Hipotesis Hipotesis dari penelitian ini adalah:

a. Sorgum Numbu, CTY-33, dan brown midrib (bmr) dapat beradaptasi di

lahan kritis tanah sedimentasi ultisol,

b. Pemambahan pupuk kandang dapat meningkatkan produktivitas dan kualitas sorgum Numbu, CTY-33, dan brown midrib (bmr) sebagai hijauan

pakan ternak dan silase.

2 METODE

Budidaya Sorgum Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan mulai bulan September 2013 sampai Juni 2014. Budidaya sorgum dilakukan di Desa Lalowiu, Kecamatan Konda, Kabupaten Konawe Selatan, Provinsi Sulawesi Tenggara dengan letak geografi pada 4o

07’366” LS dan 122o 48’104” BT dengan ketinggian tempat + 51.6 m dpl. Secara

geografis, lokasi penelitian berada pada wilayah beriklim tropis dengan curah hujan tahunan 1 816.13 ml th-1, rata- rata kelembaban udara 84 % (minimum 35%

dan maksimum 98%) dan suhu harian berkisar antara 20 oC sampai 38 oC.

Analisis bahan kering dilakukan di Laboratorium Pakan Universitas Halu Oleo, Kendari, analisis kandungan PK hijauan dilakukan di Laboratorium Pengujian Bioteknologi, LIPI, Bogor. Analisis fraksi serat dilakukan di Laboratorium Balai Penelitian Ternak, BPPT Bogor dan analisis kandungan Water Soluble Carbohydrat (WSC) dilakukan di Laboratorium Ternak Perah, Departemen INTP,

Fakultas Peternakan IPB.

Hasil Analisa Tanah

(20)

Tabel 1 Hasil analisis tanah lokasi penelitian*

Ekstrak 1:5 Terhadap contoh kering 105 oC

pH Bahan organik HCl 25% Bray1 Morgan Nilai tukar kation (NH4-acetat 1N, pH7) KCl 1N

H2O KCl

Walkley & Balck

C Kjeidahl N C/N P2O5 K2O P2O5 K2O Ca Mg K Na ∑ KTK KB* Al3+ H+

---%--- -mg/100g- ppm ppm ---cmolc/kg--- % --cmolc/kg--

4.5 3.4 1.34 0.13 10 6 15 8.6 98 2.94 0.38 0.19 0.12 3.63 8.31 44 2.04 0.51

Keterangan: *) Hasil analisis contoh tanah oleh Laboratorium Tanah, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Balai Besar Sumberdaya Lahan Pertanian, Balai Penelitian Tanah, Bogor, 2013.

Tabel 2 Kesesuaian lahan lokasi penelitian**

Persyaratan penggunaan/

karakteristik lahan S1 S2 Kelas kesesuaian lahan S3 N Lokasi Kelas Temperatur (tc)

Temperatur rerata (°C) 25 – 27 27 - 30

18 – 25 30 - 35 15 – 18 > 35 < 15 29 S2 Ketinggian tempat dpl (m) < 200 200 – 1 200 1 200-2 000 > 2 000 51.6 S1 Ketersediaan air (wa)

Curah hujan (mm) 400 – 900 300 - 400

900 – 1 200 130 - 500 1 200 - 1 400 < 150 > 1.400 1 816 N Lamanya masa kering (bln) 4 – 8 8 – 8.5

2.5 – 4 8.5 – 9.5 1.5 – 2.5 > 9.5 < 1.5 2 S3

Kelembaban (%) < 75 75 – 85 > 85 - 84 S2

(21)

Lanjutan

Persyaratan penggunaan/

karakteristik lahan S1 Kelas kesesuaian lahan S2 S3 N Lokasi Kelas

Ketersediaan oksigen (oa)

Drainase baik, agak

terhambat agak cepat, sedang terhambat sangat terhambat, cepat sangat terhambat N Media perakaran (rc)

Tekstur halus, agak halus, sedang - agak kasar kasar sedang S1

Bahan kasar (%) < 15 15 – 35 35 – 55 > 55 10 S1

Kedalaman tanah (cm) > 60 40 – 60 25 – 40 < 25 20 S3

Retensi hara (nr)

KTK liat (cmol) > 16 ≤16 8.31 N

Kejenuhan basa (%) > 50 35 – 50 < 35 44 S2

pH H2O 5.5 – 8.2 5.3 – 5.5 8.2 – 8.5 < 5.3 > 8.5 <5.0 >8.8 4.8 N

C-organik (%) > 0.4 < 0.4 S1

Bahaya erosi (eh)

Lereng (%) < 8 8 – 16 16 - 30 16 – 50 > 30 > 50 datar S1

Bahaya erosi sangat rendah rendah-sedang berat sangat berat sangat rendah S1 Bahaya banjir (fh)

Genangan F0 F1 F2 > F2 >F2 N

Penyiapan lahan (lp)

Batuan di permukaan (%) < 5 5 – 15 15 – 40 > 40 tidak ada S1

Singkapan batuan (%) < 5 5 – 15 15 – 25 > 25 tidak ada S1

Keterangan: **) Sumber http://bbsdlp.litbang.deptan.go.id, S1: sesuai, S2: kurang sesuai, S3: tidak sesuai, N: sangat tidak sesuai

(22)

Lokasi penelitian dikelilingi oleh formasi pegunungan Meluhu dengan batuan induk filit, batu sabak, batu pasir malihan, dan kuarsit.

Hasil analisis sampel tanah menggambarkan bahwa tanah tergolong tanah ultisol yang miskin unsur hara dengan pH yang rendah dan bertekstur silt loam

dengan perbandingan persentase pasir : debu : liat adalah 20% : 54% : 26%. (Tabel 1). Kombinasi data hasil analisis tanah dan informasi iklim lingkungan sekitar lahan penelitian apabila dilakukan perbandingan dengan Lembar Kriteria Kelayakan Lahan untuk Budidaya Sorgum Kementrian Pertanian RI yang bertujuan untuk mengetahui kelas kesesuaian lahan, menghasilkan rekomendasi kesesuaian lahan (Tabel 2).

Tanah di lokasi penelitian terdapat empat komponen dengan kelas lahan yang masuk kategori N, yang berarti sangat tidak sesuai dengan kriteria kelayakan tumbuh sorgum. Keempat komponen tersebut dapat diklasifikasikan pada komponen yang dapat diperbaiki/ diantisipasi. Curah hujan yang terlalu tinggi di lokasi penelitian (mencapai 1 816 mm th-1) dapat diantisipasi dengan penanaman

yang dilakukan pada akhir musim penghujan, sehingga curah hujan tidak terlalu tinggi dan masih cukup untuk pertumbuhan awal tanaman. Drainase yang buruk (sangat terhambat) dan resiko genangan yang dapat menimbulkan banjir di lokasi penelitian telah diatasi dengan normalisasi dan pembuatan saluran air, sehingga genangan/rawa dapat dikeringkan. Sementara itu rendahnya kapasitas tukar kation (KTK) yang hanya bernilai 8.31 dan pH sangat asam (4.8) diatasi dengan penambahan pupuk kandang dan pemberian kapur pada tanah. Hal tersebut menjadi dasar penelitian yang menggunakan dosis pupuk kandang 0, 10, 20, dan 40 ton ha-1 sebagai perlakuannya.

Benih Sorgum

Penelitian ini menggunakan benih sorgum varietas Numbu, varietas CTY-33 M15, galur PATIR 3.2 M7 (bmr), dan galur PATIR 3.5 M7 (bmr) yang diperoleh

dari SEAMEO-BIOTROP. Varietas Numbu (National Standart Conventional Breeding) dan CTY-33 adalah tipe sweet sorghum sedangkan galur PATIR 3.2

dan PATIR 3.5 adalah brown midrib hasil mutasi genetik melalui radiasi sinar

gamma.

Pupuk Kandang dan Kapur

Pupuk kandang yang digunakan diperoleh dari beberapa peternak sapi yang berada di sekitar lokasi penelitian. Selain itu, dilakukan penambahan kapur untuk mengurangi keasaman tanah dengan dosis 2 ton ha-1.

Pupuk Kimia

Pupuk kimia yang digunakan adalah NPK komersial menggunakan dosis 270 kg ha-1 yang dicampur dari pupuk urea, Super Pospat 36, dan KCl dengan

(23)

Pengolahan Lahan dan Budidaya Sorgum

Lahan yang digunakan untuk penelitian diolah dengan traktor dan digemburkan sedalam lapisan olah (±20 cm) sehingga dapat dibentuk dalam plot – plot penelitian yang berukuran 5 m × 5 m. Selanjutnya dilakukan pembuatan guludan sesuai dengan jarak tanam selebar 40 cm sepanjang 5 m mengikuti panjang plot, sehingga diperoleh delapan guludan setiap satu plot penelitian. Jarak antar plot perlakuan penelitian adalah 1 m. Pengolahan lahan dilakukan seminggu sebelum penanaman dengan mengaplikasikan pupuk kandang sesuai dengan dosis perlakuan dan penambahan kapur untuk mengurangi keasaman tanah.

Seminggu setelah pengolahan, dilakukan penanaman benih sorgum dengan cara tugal pada lubang dengan jarak tanam antar lubang 20 cm. Setiap lubang ditanam tiga benih sorgum dengan kedalaman 5 cm sehingga terdapat 200 lubang untuk tiap plot penelitian.

Pemeliharaan dilakukan untuk memastikan bahwa tanaman percobaan tumbuh dengan baik selama penelitian dilakukan. Selama budidaya sorgum, penyiangan dilakukan pada minggu kedua untuk membantu mengurangi gangguan gulma yang dapat menjadi kompetitor tanaman sorgum. Selain itu akan dilakukan pula pendangiran untuk meningkatkan kegemburan dan aerasi tanah. Pemberantasan hama dilakukan apabila selama budi daya ditemukan hama penggangu.

Gambar 1 Lahan awal (kiri) dan lahan siap tanam (kanan)

Penyulaman dilakukan pada hari ke 15 dengan memindahkan sorgum yang tumbuh ganda atau tiga dalam satu lubang ke lubang lain yang tidak tumbuh. Pemberian pupuk dasar berupa NPK dilakukan saat tanaman berumur 15 dan 30 hari dengan dosis 270 kg ha-1 dan perbandingan N:P:K setara 4:3:2 (g/g/g).

Pemanenan dilakukan saat sorgum berbunga 80%, di mana fase tersebut tanaman berada pada kondisi milk to the soft-dough stage yang sesuai untuk hijauan bahan

(24)

Evaluasi Produktivitas – Kualitas Sorgum Materi

Materi yang digunakan sebagai bahan evaluasi produktivitas – kualitas sorgum adalah: sampel hijauan, sampel silase, mistar ukur, jangka sorong/

calipper, refraktometer, timbangan lapangan dan neraca analitik, oven, dan bahan

kimia

Metode

Pengamatan mulai dilakukan pada empat hari setelah tanam (HST), yaitu ketika tanaman sorgum mulai berkecambah. Jumlah kecambah tiap plot dihitung dan dibandingkan dengan jumlah lubang tiap plot (200 lubang) untuk diperoleh persentase daya kecambah tanaman sorgum. Pada lima HST karena terjadi serangan hama jangkrik dan belalang, maka dilakukan penghitungan jumlah individu yang terserang dan dibandingkan dengan jumlah individu yang tumbuh tiap plot untuk mengetahui persentase serangan hama.

Pada 15 HST, 30 HST, dan saat panen dilakukan pengukuran tinggi dan diameter batang tanaman. Tinggi tanaman diukur dari permukaan tanah hingga ujung terpanjang tanaman dengan menggunakan mistar. Diameter batang tanaman diukur dengan jangka sorong pada ruas tanaman yang ditandai. Pengukuran tinggi dan diameter batang ini dilakukan pada 10 individu dalam satu plot saat panen (mencapai fase 80% berbunga).

Individu yang diukur tersebut digunakan sebagai objek pengukuran berat individu tanaman, rasio batang daun, dan kadar gula tanaman sorgum. Berat individu diperoleh dengan menimbang keseluruhan tanaman sorgum yang dipotong, sedangkan rasio batang daun diperoleh dengan memisahkan bagian batang, daun dan malai tanaman sorgum. Kadar gula (%brix) batang sorgum diukur pada tiga bagian batang yang dirata ratakan, yaitu ruas atas, tengah dan bawah dengan memeras airnya dan diukur menggunakan refraktometer.

Pemanenan dilakukan saat populasi berbunga mencapai 80% yang diketahui dengan menghitung tanaman yang telah berbunga dibandingkan dengan jumlah tanaman dalam plot tersebut. Umur panen dicatat setiap dilakukan pemanen plot. Selanjutnya diambil sampel secara acak dari biomasa lengkap sorgum hasil panen untuk analisis laboratorium, dan sebanyak 20 sampai 25 kg untuk bahan silase.

Sampel yang diambil dilakukan uji kualitas hijauan sorgum yang meliputi: 1. Nilai brix batang tanaman sorgum. Diuji menggunakan refraktometer merek

The Atago 2311 MASTER ± (alpha) sebanyak 10 batang tiap plot dengan mengambil nira batang sorgum pada ujung, tengah, dan pangkal batang. 2. Kandungan bahan kering. Diuji melalui pengeringan dengan oven pada suhu

60 oC, dan dilanjutkan dengan oven bersuhu 105 oC.

3. Kandungan protein kasar hijauan utuh (PK). Diuji dengan metode Kjedahl (1883) menggunakan destruktor: Tecator Auto Digestor, dan destilator: Kjeltec 8400 Analyzer Unit merk FOSS buatan Swedia.

4. Kandungan karbohidrat larut air (WSC). Komposit tiap kombinasi perlakuan sampel diuji dengan metode preparasi fenol (Jiang dan Huang 2001) dan diukur dengan colorimetri (Dubois et al. 1956) menggunakan Spektrofotometer

(25)

5. Fraksi serat. Komposit tiap kombinasi perlakuan sampel diuji dengan metode Van Soest (1991) menggunakan Fibertec 2010 series merk FOSS, buatan Swedia.

Pembuatan Silase dan Evaluasi Kualitas Silase Materi

Sorgum utuh (batang, daun, biji muda) yang dicacah kemudian dibuat silase tanpa menggunakan starter maupun substrat. Alat yang digunakan meliputi: parang (untuk mencacah), karung plastik, plastik tebal, trash bag, tali rafia,

timbangan lapangan dan neraca analitik, pH meter, aquades, blender, oven, dan bahan kimia.

Metode

Silase dibuat dengan memotong (±5cm) tanaman sorgum utuh yang telah dipanen sesuai syarat kondisi berbunga. Selanjutnya dilakukan proses pelayuan selama kurang lebih 24 jam untuk menurunkan kadar air sehingga dapat dilakukan proses ensilasi. Proses ensilasi dilakukan dengan memasukkan cacahan sorgum ke dalam karung plastik, kemudian dilakukan pemadatan untuk meminimalisasi udara di dalamnya. Cacahan sorgum yang telah dipadatkan dimasukkan dalam dua lapis plastik tebal dan trash bag dengan tujuan untuk menjadikan lingkungan

anaerob dan terbebas dari sinar matahari. Lapisan plastik pembungkus kemudian diikat erat dengan tali rafia dan disimpan dalam gudang hingga masa panen silase 21 hari, ketika secara umum pH silase terendah telah terrcapai/ fase V (Schroeder 2004).

Saat pemanenan silase dilakukan pengukuran pH silase dengan cara menghancurkan 10 gr silase dengan 100 ml aquades dengan menggunakan

blender kemudian disaring dan diukur pH nya dengan pH meter secara duplo.

Selain itu diambil sampel silase untuk analisa laboratorium yang meliputi:

1. Kandungan bahan kering. Diuji melalui pengeringan dengan oven pada suhu 60 oC, dan dilanjutkan dengan oven bersuhu 105 oC.

2. Kandungan protein kasar silase (PK). Diuji dengan metode Kjedahl (1883) menggunakan destruktor: Tecator Auto Digestor, dan destilator: Kjeltec 8400 Analyzer Unit merk FOSS buatan Swedia.

3. Kandungan karbohidrat larut air (WSC). Komposit tiap kombinasi perlakuan sampel diuji dengan metode preparasi fenol (Jiang dan Huang 2001) dan diukur dengan colorimetri (Dubois et al. 1956) menggunakan Spektrofotometer

(Model LW-200 Series, λ 200 – 1000 nm).

(26)

Prosedur Analisis Data

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak kelompok pola faktorial dengan menggunakan empat varietas/ galur sorgum dan empat perlakuan dosis pupuk kandang (kotoran sapi) dengan tiga ulangan, sehingga total satuan penelitian adalah 4 × 4 × 3, atau 48 satuan penelitian.

Varietas/ galur yang digunakan adalah:

Verietas Numbu, varietas CTY-33, galur PATIR3.2, dan galur PATIR3.5 Perlakuan pupuk kandang yang digunakan adalah :

0 : tanpa pemberian pupuk kandang (kontrol) 10 : pemberian pupuk kandang 10 ton ha-1

20 : pemberian pupuk kandang 20 ton ha-1

40 : pemberian pupuk kandang 40 ton ha-1,

dengan menggunakan model matematika seperti berikut: Yijk = µ + αi + ßj + δij + γk + (βγ)jk + εijk

Keterangan:

Yijk : nilai hasil pengamatan satuan percobaan pada ulangan ke i, level pupuk

organik ke j dan varietas sorgum ke k µ : rataan umum

αi : pengaruh ulangan/ blok ke i (1, 2, 3)

ßj : pengaruh dosis pupuk organik ke j (1, 2, 3, 4)

δij : pengaruh galat yang muncul pada perlakuan ke j, ulangan ke i

γk : pengaruh varietas ke k (1, 2, 3, 4)

(βγ)jk : nilai interaksi antara faktor dosis pupuk organik ke j dan varietas sorgum

ke k

εijk : galat percobaan

Selanjutnya jika terdapat perbedaan yang nyata untuk faktor varietas/ galur akan dilakukan uji Duncan Mean Range Test (DMRT), dan uji kontras polinomial untuk dosis pupuk kandang, sedangkan parameter fraksi serat hijauan, fraksi serat silase, kandungan WSC hijauan, dan kandungan WSC silase dilakukan interpretasi data secara deskriptif.

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

Adaptasi Awal

Daya Tumbuh Sorgum

(27)

penanaman penting untuk diketahui sebagai langkah awal mengevaluasi kemampuan benih tanaman beradaptasi dengan lingkungan sekitar.

Tabel 3 Persentase daya tumbuh tanaman sorgum (%) Varietas/

galur Dosis pupuk kandang (ton ha

-1)

Rataan

0 10 20 40

Numbu 94.67±2.36 95.67±2.25 93.67±2.36 94.83±3.06 94.71±2.28 CTY-33 92.33±2.52 91.17±6.11 90.83±3.82 93.17±1.53 91.88±3.46 PATIR3.2 94.00±2.65 91.17±5.01 93.00±3.04 90.83±4.16 92.25±3.54 PATIR3.5 90.33±7.97 91.17±5.35 91.67±1.26 93.00±2.29 91.54±4.36 Rataan 92.83±8.50 92.29±9.30 92.29±5.28 92.96±5.81

Tabel 3 menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan daya tumbuh sebagai akibat pengaruh dosis pupuk kandang terhadap daya tumbuh sorgum Numbu, CTY-33, PATIR3.2 dan PATIR3.5 di berbagai dosis pupuk kandang (p>0.05), demikian juga tidak terdapat interaksi antara dosis pupuk kandang dan varietas/ galur sorgum terhadap daya tumbuh (p>0.05). Daya tumbuh sorgum dalam penelitian ini rata – rata ini mencapai 92% (Tabel 3). Tingginya daya tumbuh benih – benih sorgum tersebut mengindikasikan bahwa vigor benih yang digunakan untuk percobaan termasuk bagus, sehingga mampu beradaptasi dengan lingkungan perkecambahan yang baru. Suhu lingkungan lokasi penelitian berkisar antara 20 oC hingga 38 oC. Sorgum mempunyai daya tumbuh benih tinggi pada

kisaran suhu 32-40oC untuk ukuran biji sedang, dan suhu 32-42oC untuk ukuran

biji besar (Mortlock dan Vanderlip 1989).

Faktor – faktor yang mempengaruhi proses perkecambahan benih sorgum adalah kandungan air, oksigen, temperatur dan faktor internal benih. Benih harus memenuhi persyaratan genetik, fisik, dan fisiologis. Dengan demikian benih sorgum yang ditanam memenuhi persyaratan genetik, fisik, dan fisiologis yang baik. Oksigen terlarut dalam air yang ditambahkan atau yang berada antara kernel dapat menyebabkan pertumbuhan vegetatif yang signifikan selama tahap awal perkecambahan sorgum (Pflugfelder dan Rooney 1986).

Serangan Hama

Selama pemeliharaan tanaman, terjadi beberapa kali gangguan hama. Jumlah serangan hama yang dapat diidentifikasi dan dihitung terjadi pada hari ke empat setelah tanam. Hama yang menyerang pada waktu tersebut mayoritas adalah serangga seperti belalang dan jangkrik.

(28)

Tabel 4 Persentase intensitas serangan hama terhadap tanaman sorgum umur empat HST (%)

Varietas/

galur Dosis pupuk kandang (ton ha

-1)

Rataan 0 10 20 40

Numbu 32.00±07.21 21.67±09.50 34.00±03.61 31.67±08.33 29.83±8.12b

CTY-33 34.00±12.17 29.67±04.62 29.33±07.09 38.33±07.57 32.83±8.07b

PATIR3.2 13.00±01.73 13.67±02.08 15.33±06.51 17.67±12.50 14.92±6.40a

PATIR3.5 15.00±03.46 12.33±04.93 07.00±04.57 16.67±08.50 12.75±6.18a

Rataan 23.50±11.77 19.33±08.85 21.42±12.25 26.08±12.55

Keterangan: angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (p<0.05)

Jumlah intensitas serangan hama nyata dipengaruhi (p<0.05) oleh varietas/ galur sorgum (Tabel 4). Tabel 4 menunjukkan bahwa sorgum varietas Numbu dan CTY-33 lebih mudah diserang hama dibandingkan galur PATIR3.2 dan PATIR3.5. intensitas serangan pada Numbu dan CTY-33 mencapai 29.83 dan 32.83%, sedangkan pada PATIR3.2 dan PATIR3.5 mencapai 14.92 dan 12.75%. Dengan demikian PATIR3.2 dan PATIR3.5 kurang disukai oleh hama tanaman sorgum seperti belalang, jangkrik, dan ulat di lokasi penelitian, tanah sedimentasi ultisol. Secara alami tanaman memiliki mekanisme pertahanan terhadap serangan serangga. Tumbuhan muda yang masih rentan terhadap seragan dan bahaya dari lingkungan memiliki beberapa mekanisme pertahanan. Fraksinasi beberapa ekstrak daun sorgum berumur 15 hari menunjukkan terdapat beberapa fraksi asam fenolik, diduga merupakan senyawa yang mampu menghambat serangan belalang (Locusta) (Woodhead dan Driver 1979). Dengan demikian diduga senyawa

fenolik pada galur bmr lebih efektif menekan jumlah serangan serangga pada awal

usia penanaman, walaupun masih memerlukan penelitian lebih lanjut.

Pertambahan Tinggi dan Diameter Batang Tanaman Umur 15 - 30 HST Pertambahan tinggi dan diameter tanaman diukur untuk mengetahui laju pertumbuhan awal tanaman sorgum pada satuan waktu tertentu. Secara karakteristik, terdapat perbedaan antara ukuran tinggi dan diameter batang varietas sweet sorghum dengan galur bmr. Pengamatan di lapangan menunjukkan

bahwa ukuran tinggi batang sweet sorghum pada umur 30 HST lebih tinggi,

namun diameter batang bmr lebih besar dibandingkan dengan sweet sorghum.

Tabel 5 Pertambahan tinggi tanaman sorgum umur 15 - 30 HST (cm) Varietas/

galur Dosis pupuk kandang (ton ha -1)

Rataan

0 10 20 40

Numbu 52.01±09.56 53.88±11.63 53.50±08.63 57.99±10.08 54.35±10.16b CTY33 51.84±12.13 60.74±08.49 59.45±10.50 65.28±10.27 59.33±11.39a PATIR3.2 42.31±07.81 42.38±06.88 41.00±07.86 49.00±05.52 43.67±07.66c PATIR3.5 39.97±06.25 42.06±09.09 38.70±09.92 43.24±06.54 40.99±08.20d Rataan* 46.53±10.61c 49.77±12.07b 48.16±12.61bc 53.88±11.83a

(29)

Tabel 5 menunjukkan bahwa interaksi dosis pupuk kandang dan varietas/ galur sorgum tidak mempengaruhi pertambahan tinggi tanaman antara umur 15-30 HST (p>0.05). Hal ini berarti faktor genetis sorgum lebih berperan dalam menentukan pertumbuhan tinggi tanaman. Sementara itu dosis pupuk kandang ternyata memberikan pengaruh yang nyata (p<0.05) terhadap pertambahan tinggi tanaman pada umur tersebut dengan pola linier. Pertambahan tinggi tanaman dipengaruhi secara nyata (p<0.05) oleh varietas/ galur sorgum. Varietas CTY-33 memiliki pertambahan tinggi tanaman tertinggi (59.33 cm), diikuti oleh Numbu (54.35 cm), PATIR3.2 (43.67 cm) dan PATIR3.5 (40.99 cm).

Penambahan dosis pupuk kandang direspon dengan baik oleh pertambahan tinggi tanaman dari umur 15-30 HST (Gambar 2). Ketersediaan nutrisi dalam tanah berpengaruh pada ukuran tanaman, luas daun total, dan warna daun (Havlin

et al. 2005). Aplikasi pertama pupuk NPK yang dilakukan pada 15 HST dapat

berkontribusi memberikan pengaruh pada pertambahan tinggi tanaman tersebut. Tabel 6 Pertambahan diameter batang tanaman sorgum umur 15 - 30 HST (cm)

Varietas/

galur Dosis pupuk kandang (ton ha

-1)

Rataan 0 10 20 40

Numbu 0.92±0.17f 0.93±0.21ef 1.05±0.20cde 1.02±0.21def 0.98±0.21 CTY33 0.91±0.22f 1.17±0.19bc 1.07±0.22cd 1.26±0.28ab 1.10±0.26 PATIR3.2 1.01±0.21def 1.11±0.19cd 1.02±0.22def 1.30±0.24a 1.11±0.24 PATIR3.5 0.98±0.19def 1.00±0.25def 1.01±0.28def 1.16±0.25bc 1.04±0.25 Rataan 0.95±0.20 1.05±0.23 1.04±0.23 1.18±0.26

Keterangan: angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom dan baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (p<0.05)

Pertambahan diameter batang sorgum pada umur 15-30 HST dipengaruhi oleh interaksi antara dosis pupuk kandang dan varietas galur sorgum secara nyata (p<0.05) (Tabel 6). Kombinasi yang menghasilkan pertambahan diameter batang tanaman terbaik terdapat pada galur PATIR3.2 (1.30 cm) dan CTY-33 (1.26 cm) dengan pemberian pupuk kandang 40 ton ha-1.

(30)

Secara umum, varietas CTY-33 memiliki respon yang paling bagus dengan kombinasi pemberian pupuk kandang terhadap pertambahan tinggi tanaman dan pertambahan diameter batang. CTY-33 merupakan varietas nasional Indonesia (advanced mutant line M15) yang telah stabil produktivitasnya, sehingga varietas

ini memiliki respon lebih adaptif terhadap lingkungan. Galur bmr tercatat

memiliki respon terbaik pada kombinasi dengan dosis pupuk kandang 40 ton ha-1.

Pada galur PATIR3.5 terdapat pola linier dimana penambahan dosis pupuk kandang meningkatkan pertambahan diameter batang hingga umur 30 HST. Hal tersebut mengindikasikan galur PATIR3.5 memiliki respon yang terus meningkat, dan perlu diketahui hingga level maksimalnya. Pertambahan diameter batang yang tinggi pada galur bmr lebih disebabkan oleh faktor genetis. Secara umum dalam

penelitian ini terlihat bahwa karakter ukuran diameter batang galur bmr lebih

besar dibandingkan kedua varietas sweet sorghum, namun kedua varietas sweet sorghum memiliki sifat tinggi tanaman yang lebih tinggi dibandingkan dengan

galur bmr. Varietas tersebut diciptakan untuk produksi biji, bioetanol, dan pakan.

Produktivitas Tanaman Sorgum Agronomi

Tinggi Tanaman dan Diameter Batang. Tinggi tanaman dan umur berbunga dapat digunakan sebagai karakter seleksi genotipe sorgum manis dengan potensi produksi biomasa segar yang tinggi (Efendi et al. 2013). Tinggi tanaman

merupakan salah satu indikasi untuk mengetahui kuantitas biomasa tanaman. Dalam penelitian Silungwe (2011) diperoleh indikasi hubungan positif yang sangat kuat antara tinggi tanaman dan hasil biomasa tanaman sorgum.

Tabel 7 Tinggi tanaman sorgum saat panen (cm) Varietas/

galur Dosis pupuk kandang (ton ha

-1)

Rataan

0 10 20 40

Numbu 267.95±28.03bc 262.33±38.30c 279.46±19.28ab 264.98±18.15c 268.60±27.47 CTY-33 265.23±24.97c 284.78±13.60a 277.89±17.39ab 281.40±19.71a 277.26±20.55 PATIR3.2 220.72±16.66efg 228.01±10.35de 215.14±35.03fg 236.63±10.81d 225.16±22.09 PATIR3.5 223.65±13.70ef 226.21±14.95def 209.29±24.84e 225.26±23.36def 221.01±20.90

Rataan 245.34±31.08 250.44±32.99 245.43±41.60 252.43±28.93

Keterangan: angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom dan baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (p<0.05)

Hasil penelitian mengindikasikan terjadi interaksi antara level pupuk kandang dan varietas/ galur terhadap tinggi tanaman (p<0.05) namun tidak demikian pada diameter batang (p>0.05). Varietas CTY-33 memiliki kekonsistenan tinggi batang tertinggi pada setiap level pupuk kandang (Tabel 7), sedangkan varietas Numbu pada dosis 10 dan 40 ton h-1 memiliki tinggi yang

terendah dibandingkan dengan dosis lain dalam varietas tersebut.

Apabila dibandingkan dengan dua galur bmr terdapat kekonsistenan varietas sweet sorghum dengan hasil tinggi batang yang lebih tinggi. Galur PATIR3.2

memiliki tinggi terbaik pada dosis pupuk kandang 40 ton h-1 dan PATIR3.5 pada

(31)

Dosis pupuk kandang (ton ha-1)

lebih dipengaruhi oleh sifat genetis, galur bmr memiliki tinggi batang yang lebih

pendek dibandingkan dengan varietas sweet sorghum. Karakter umum galur bmr

adalah penurunan produksi BK, daya ratun setelah panen, berat biomasa, tillering,

dan masa pembungaan yang lebih lama (Pedersen 2005).

Tabel 8 Diameter batang sorgum saat panen (cm) Varietas/

galur Dosis pupuk kandang (ton ha

-1)

Rataan

0 10 20 40

Numbu 1.40±0.24 1.43±0.28 1.52±0.22 1.55±0.28 1.48±0.26c CTY-33 1.44±0.23 1.64±0.25 1.49±0.27 1.73±0.31 1.58±0.29b PATIR3.2 1.74±0.24 1.83±0.23 1.79±0.30 1.99±0.29 1.84±0.28a PATIR3.5 1.79±0.22 1.83±0.32 1.75±0.31 1.99±0.28 1.84±0.30a Rataan* 1.59±0.29c 1.69±0.31b 1.64±0.30bc 1.81±0.34a

Keterangan: angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom atau baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (p<0.05), *pengaruh nyata (p<0.05) dengan pola linier

Data penelitian menunjukkan tidak terdapat interaksi yang nyata (p>0.05) antara dosis pupuk kandang dengan varietas/ galur sorgum terhadap diameter batang. Diameter batang sorgum dipengaruhi oleh dosis pupuk kandang (p<0.05) dengan pola linier dan kubik, selain itu varietas/ galur berpengaruh secara nyata (p<0.05). Secara genetis galur bmr memiliki diameter batang lebih tinggi (Tabel

8) dibandingkan dengan kedua varietas sweet sorghum.

Gambar 3 Pola pengaruh dosis pupuk kandang terhadap diameter batang saat panen.

Varietas CTY-33 dan Numbu merupakan varietas nasional Indonesia yang telah dilepas untuk pemasaran. Hal ini membuktikan varietas tersebut telah stabil dan teruji di bermacam lokasi dan jenis lahan. Pada berbagai level pupuk kandang, kedua varietas sweet sorghum tersebut mempunyai pertambahan tinggi

(32)

Sementara itu, rendahnya pertambahan tinggi tanaman pada galur bmr

diduga karena akselerasi pertumbuhan galur ini lebih lambat dibandingkan varietas sweet sorghum. Pada akhir penelitian diketahui pada tingkat panen

(berbunga 80%), dengan produksi dan kualitas yang sama, dicapai pada umur yang berbeda, yaitu bmr cenderung lebih lambat. Galur bmr secara genetis

memiliki biomasa yang lebih rendah dibandingkan dengan varietas sweet sorghum. Secara rata – rata produksi selama tiga tahun, sorgum hibrida bmr

memiliki hasil 12% lebih rendah dibandingkan dengan sorgum non-bmr (Sattler et al. 2010). Hal ini diduga yang menyebabkan tinggi batang sorgum bmr secara

umum lebih rendah dibandingkan dengan sweet sorghum.

Gambar 4 Perbandingan diameter batang galur bmr (kiri) dan sweet

sorghum (kanan).

Perbedaan secara agronomi, pada varietas sorgum dapat dibagi dalam tiga kategori besar. Varietas penghasil biji tumbuh dengan tinggi kira – kira satu hingga 1.8 meter dan menghasilkan malai yang besar, sedangkan sweet sorghum

biasanya lebih tinggi, yaitu sekitar dua meter lebih dengan batang yang lebih tebal dibanding penghasil biji. Varietas terakhir adalah peruntukan sebagai hijauan pakan, yang mirip dengan varietas sweet sorgum, namun mempunyai kadar air

dan gula yang lebih rendah (Whitfield et al. 2012). Telah banyak laporan yang

menyatakan bahwa terdapat hubungan positif antara tinggi tanaman dan hasil bijian sorgum. Pengembangan sorgum jenis “stay-green” dan penghubungan

dengan penurunan produksi biji, telah membuka kemungkinan untuk mempelajari hubungan positif tersebut. Secara umum tanaman yang tinggi menghasilkan bijian lebih banyak, bahkan hingga 20% (George-Jaeggli et al. 2011).

Berat Individu. Berat individu tanaman mencerminkan produktivitas tanaman sorgum pada satuan luas tanam. Dengan asumsi demikian semakin tinggi berat biomasa individu sorgum, maka berat segar yang diperoleh per satuan luas tanam akan semakin tinggi. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh data bahwa tidak terdapat interaksi (p>0.05) antara dosis pupuk kandang yang diberikan dengan varietas/ galur sorgum yang mempengaruhi berat individu, dan tidak ada pengaruh dosis pupuk kandang yang signifikan (p>0.05) terhadap berat individu tanaman (Tabel 9). Penggunaan pupuk kandang belum dapat meningkatkan

(33)

produktivitas tanaman sorgum dalam jangka pendek, karena pelepasan unsur hara yang terdapat dalam pupuk kandang bersifat lambat. Kecepatan dekomposisi bahan organik tanah sangat beragam tergantung dari komposisi kimianya. Bahan akan terdekomposisi dengan cepat apabila terdiri atas karbohidrat sederhana dan akan lambat apabila terdiri atas lemak dan lignin (McMahon et al. 2007). Selain

itu, kemampuan sorgum tumbuh baik di lahan marjinal sangat berperan, karena dengan keadaan awal tanah (kontrol), sorgum mampu berproduksi dengan baik. Pengaruh bahan organik yang terdapat pada pupuk kandang diduga akan tampak apabila dilakukan penelitian terhadap tumbuhan ratun tanaman sorgum.

Sementara itu perbedaan varietas/ galur sorgum tidak berpengaruh secara nyaa terhadap berat individu sorgum (p>0.05). Potensi tanaman sorgum varietas Numbu dan CTY-33 yang ditanam pada tanah latosol berlokasi di Bogor, dengan umur panen 70 hari setelah tanam (HST) adalah 0.58 dan 0.75 kg/ individu (Supriyanto 2011). Berat biomasa individu varietas sweet sorghum mengalami

penurunan apabila dibandingkan dengan potensi awal, terutama varietas CTY-33 (Tabel 9), sedangkan berat individu bmr yang diperoleh tidak menunjukkan

perbedaan dengan varietas sweet sorghum.

Tabel 9 Berat individu tanaman sorgum (kg) Varietas/

galur Dosis pupuk kandang (ton ha

-1)

Rataan

0 10 20 40

Numbu 0.51±0.06 0.44±0.13 0.55±0.06 0.50±0.03 0.50±0.08 CTY-33 0.49±0.11 0.57±0.13 0.49±0.10 0.59±0.11 0.54±0.11 PATIR3.2 0.48±0.05 0.53±0.06 0.47±0.09 0.64±0.09 0.53±0.09 PATIR3.5 0.49±0.04 0.54±0.09 0.43±0.17 0.58±0.12 0.51±0.11 Rataan 0.50±0.06 0.52±0.11 0.49±0.11 0.58±0.10

Secara rata – rata produksi selama tiga tahun, sorgum hibrida bmr

memiliki hasil 12% lebih rendah dibandingkan dengan sorgum non-bmr (Sattler et al. 2010). Dengan demikian apabila mengacu pada berat individu sebagai penduga

ukuran produktivitas, galur bmr lebih toleran terhadap kondisi tanah marjinal,

walaupun memiliki berat yang relatif sama dengan varietas Numbu dan CTY-33 (sweet sorghum) yang diekspresikan dengan pencapaian berat individu yang lebih

besar dibandingkan dengan potensi seharusnya.

Rasio daun/ batang. Rasio daun dan batang pada tanaman sorgum dapat mencerminkan edibilitas tanaman. Selain itu, persentase daun diindikasikan berpengaruh terhadap kandungan PK tanaman. Komponen utama penyusun zat hijau daun (klorofil) adalah Nitrogen, dimana N tersebut merupakan sumber utama PK tanaman. Daun merupakan kontributor utama kadar protein pada tanaman sorgum (Hanna et al. 1981; Snyman dan Joubert 1996). Penurunan rasio

daun/ batang dan peningkatan persentase batang kemungkinan akan menurunkan kualitas hijauan karena kandungan PK daun lebih besar dan daun merupakan bagian yang lebih mudah dicerna dibandingkan dengan batang (Silungwe 2011).

(34)

sorgum yang dihasilkan (Tabel 10). Persentase daun berkisar antara 10% sampai 30% dari berat kering keseluruhan tanaman tergantung pada varietas dan meningkat seiring dengan kematangan tanaman (Yosef et al. 2009). Tidak

berbedanya persentase daun dan batang, maka dapat diketahui bahwa sorgum bmr

mempunyai potensi hijauan yang sama apabila dibandingkan dengan sweet sorghum sebagai bahan pakan hijauan ternak.

Tabel 10 Persentase berat daun dan batang sorgum (%) Varietas/

galur Dosis pupuk kandang (ton ha -1) Keterangan: Pd : persentase daun, Pb : persentase batang

Umur Panen. Tinggi tanaman dan umur berbunga dapat digunakan sebagai karakter seleksi genotipe sorgum manis dengan potensi produksi biomasa segar yang tinggi (Efendi et al. 2013). Asumsi kualitas nutrisi dan produksi bahan

kering yang optimal adalah saat tanaman berada pada fase berbunga 80%, di mana fase tersebut tanaman berada pada kondisi milk to the soft-dough stage yang

sesuai untuk hijauan bahan silase (Doggett 1970). Waktu terbaik untuk pemanenan sorgum sebagai hijauan ketika tanaman cukup dewasa. Hal ini untuk mendapatkan biomasa tertinggi, dan kandungan gulanya maksimal (Ahlgren 1956).

Tabel 11 Umur panen saat fase berbunga mencapai 80% (HST)

Varietas/

galur Dosis pupuk kandang (ton ha

-1)

Rataan 0 10 20 40

Numbu 70.67±2.08 69.00±4.36 70.00±1.00 69.00±1.00 69.67±2.27a CTY-33 72.00±5.20 68.67±3.79 69.00±1.00 66.67±0.58 69.08±3.42a PATIR3.2 82.67±2.89 79.33±3.51 80.67±4.62 77.33±1.15 80.00±3.46b PATIR3.5 83.67±0.58 81.33±3.51 82.67±5.86 80.00±5.20 81.92±3.94b Rataan* 77.25±6.77b 74.58±6.87ab 75.59±7.18ab 73.25±6.25a

Keterangan: HST : Hari setelah tanam, angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom atau baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (p<0.05),*pengaruh nyata (p<0.05) dengan pola linier

Interaksi antara dosis pupuk kandang dan varietas/ galur sorgum tidak mempengaruhi umur panen tanaman sorgum (p>0.05). Level pupuk kandang berpengaruh (p<0.05) terhadap umur panen dengan pola linier, selain itu umur panen dipengaruhi oleh perbedaan varietas/ galur sorgum secara nyata. Sorgum

bmr memiliki umur panen yang secara nyata(p<0.05) lebih panjang dibandingkan

dengan sweet sorghum (Tabel 11).

(35)

y = -0.0752x + 76.576

sebuah sistem yang kompleks (autonomous pathway), panjang hari, temperatur,

hormon, naungan, dan beberapa faktor lainnya (Imaizumi dan Kay 2006; Andres dan Coupland 2012; Higgins et al. 2010; Tsuji et al. 2011). Waktu pembungaan

yang optimal adalah bagian terpenting dari kesuksesan reproduksi tanaman. Pembungaan yang lebih cepat berguna untuk produksi biji di daerah yang memiliki daya dukung untuk pertumbuhan terbatas (Murphy et al. 2014).

Gambar 5 Pola pengaruh dosis pupuk kandang terhadap umur panen Tanaman, : Numbu, : CTY-33, : PATIR3.2, :PATIR3.5

Sweet sorghum dikenal dengan jenis sorgum yang mempunyai umur

kematangan benih yang lebih lambat dibandingkan dengan tipe lainnya. Namun apabila dibandingkan dengan pembungaan bmr, ternyata galur bmr lebih lambat

sekitar 10 hari dibandingkan dengan sweet sorghum. Sifat umum galur bmr adalah

masa pembungaan yang lebih lama (Pedersen 2005). Waktu vegetatif yang lama (pembungaan terlambat) pada tanaman pakan dapat meningkatkan produksi biomasa daun dan batang (Rooney et al. 2007). Hal ini menjadikan keuntungan

budidaya bmr sebagai hijauan pakan karena memiliki waktu yang relatif panjang,

sehingga mampu meningkatkan produksi biomasanya, yang semula lebih rendah dibandingkan dengan varietas sweet sorghum tanpa kehilangan kualitas

hijauannya.

Kualitas Kimia

Kandungan dan Produksi Bahan Kering. Produksi bahan kering menjadi acuan kita untuk melihat kemampuan tanaman menghasilkan biomasa sebagai bahan pakan. Banyak faktor yang mempengaruhi produksi bahan kering tanaman, namun secara sekilas faktor genetis dan lingkungan merupakan faktor utama yang mempengaruhinya.

(36)

persentase bahan kering (BK) (p>0.05). Kandungan dan produksi BK per hektar tanaman sorgum (Tabel 12) antara dua varietas sweet sorghum dan dua galur

sorgum bmr tidak berbeda secara nyata (p>0.05). Hal ini menunjukkan bahwa

sorgum bmr memiliki jumlah produksi BK sama dengan varietas sweet sorghum

dilahan penelitian. Dengan demikian daya produksi galur bmr lebih tinggi apabila

ditanam di lahan marjinal dibandingkan dengan sweet sorghum karena berdasar

penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa potensi bmr berada di bawah

produksi sweet sorghum. Karakter umum galur bmr adalah penurunan produksi

BK, daya ratun setelah panen, berat biomasa, tillering, dan masa pembungaan

yang lebih lama (Pedersen 2005).

Tabel 12 Kandungan BK (%) dan produksi BK (ton ha-1)

Varietas/

galur Dosis pupuk kandang (ton ha -1)

PATIR3.2 BK 20.26±1.36 17.71±0.93 20.35±0.36 18.64±1.03 19.24±1.44

Prod. BK 7.64±1.11 7.69±1.07 7.74±1.69 9.67±1.80 8.19±1.53

PATIR3.5 BK 21.02±2.50 19.34±1.97 19.32±1.60 19.60±2.61 19.82±2.02

Prod. BK 7.57±0.24 8.31±0.48 7.19±1.75 8.42±0.69 7.87±0.99

Rataan BK 21.01±1.70 19.48±2.60 20.69±2.26 19.65±1.72 Rataan Prod. BK 7.41±0.74 7.91±1.17 8.10±1.72 8.28±1.48

Lebih rendahnya produksi biomasa pada sorgum bmr hasil mutasi oleh

Degenhart et al. (1995) dihipotesakan akibat terjadinya pemblokan beberapa gen

yang terkait dengan produktivitas tanaman. Pemberian pupuk kandang pada berbagai dosis ternyata tidak memberikan pengaruh yang nyata (p>0.05) terhadap kandungan BK tanaman sorgum. Hal ini mengindikasikan kemampuan sorgum untuk tetap produktif di lahan marjinal, di mana nutrisi dasar tanah dan pupuk dasar yang diberikan telah mencukupi kebutuhan nutrisinya.

Kemampuan berproduksi yang tetap tinggi pada sorgum bmr walau ditanam

pada tanah marjinal ini disebabkan oleh pengaruh mutasi beberapa gen akibat radiasi sinar gamma. Adanya galur mutan harapan yang memiliki produktivitas biomasa tinggi, hal ini diduga bahwa perlakuan radiasi sinar gamma dapat memperbaiki pada sifat batang tanaman sorgum (Sihono 2013). Hal senada dilaporkan oleh Sobrizal (2008) bahwa pemuliaan mutasi induksi menggunakan sinar radiasi gamma terhadap padi, telah diperoleh tanaman pendek, genjah, dan produktivitas biji tinggi.

Kadar Gula Batang. Kadar gula dalam batang sorgum biasa dinyatakan dalam nilai persentase brix. Brix menjadi sebuah parameter yang penting untuk menyeleksi genotip sorgum yang banyak mengakumulasi sukrosa (Kawahigashi et al. 2013). Tingkat kemanisan sorgum menjadi salah satu tujuan penting

pengembangan sorgum sebagai bahan pakan selain keempukan dan proporsi daun (Bian 2006).

(37)

dosis tidak memberikan pengaruh yang signifikan (p>0.05) pada nilai brix batang sorgum. Sementara itu, varietas memberikan pengaruh yang berbeda secara nyata (p<0.05) pada nilai brix. Galur PATIR3.5 mempunyai nilai brix tertinggi (13.05) dibandingkan dengan ketiga varietas maupun galur lainnya. Brix pada jus batang sorgum mempunyai nilai yang proporsional terhadap kandungan gula total konsentrasi sukrosa, yaitu mencapai kira – kira 75% dari kandungan gula total pada varietas dengan nilai brix lebih dari 15 (Kawahigashi et al. 2013).

Nilai brix yang lebih tinggi pada fase matang fisiologis mengindikasikan tingginya akumulasi kandungan gula total pada batang tanaman sorgum. Nilai brix meningkat pada fase pembungaan hingga fase matang fisiologis yang diduga terjadi karena penurunan kandungan air di batang (Gadakh et al. 2013). Sangat

penting untuk diketahui bahwa kandungan gula pada tanaman sorgum dan milet terkonsentrasi pada batang. Dengan ekstrapolasi, perbedaan kandungan gula pada tanaman disebabkan oleh: (a) perbedaan kandungan gula pada batang, dan (b) perbedaan proporsi batang:daun. Dapat dikatakan bahwa genotip dengan kandungan gula tanaman yang tinggi memiliki proporsi kandungan gula batang yang tinggi pula (Blummel et al. 2003).

Tabel 13 Kadar gula batang (obrix)

Varietas/

galur Dosis pupuk kandang (ton ha

-1)

Rataan

0 10 20 40

Numbu 11.78±1.98 12.31±2.59 12.48±1.80 13.03±1.88 12.40±2.12b CTY-33 12.53±2.26 11.89±2.00 12.23±1.77 12.10±1.61 12.19±1.93b PATIR3.2 13.00±2.12 11.71±1.93 13.00±2.18 12.25±1.65 12.49±2.05b PATIR3.5 13.14±2.06 12.71±1.53 13.08±2.09 13.25±2.87 13.05±2.20a Rataan 12.61±2.17 12.16±2.08 12.70±1.99 12.66±2.11

Keterangan: angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (p<0.05)

Kandungan sukrosa yang terlihat dari nilai brix galur bmr dapat diketahui

potensi pemanfaatannya sebagai bahan pakan awetan hijauan yang berkualitas, karena sukrosa merupakan substrat yang baik dalam proses fermentasi (silase). Penyusun utama WSC di dalam rerumputan adalah glukosa, fruktosa, sukrosa, dan fruktosan (Whittenbury 1967). Zhao et al. (2013) mengemukakan adanya

peningkatan kecernaan semu dari pakan tinggi NDF (neutral detergent fiber) yang

dinteraksikan dengan sukrosa pada percobaan menggunakan RUSITEC.

Protein Kasar (PK) Hijauan. Kandungan PK sorgum berbagai varietas di penelitian lapangan lain oleh Bean et al. (2013) selama beberapa tahun tercatat

antara 5.4% sampai 7.8% dengan kekonsistenan bmr memiliki kandungan PK

terendah. Dalam penelitian ini kandungan PK berkisar antara 5.79% sampai 8.77%. Tabel 14 menunjukkan bahwa interaksi antara dosis pupuk kandang dan varietas/ galur sorgum tidak berpengaruh terhadap kadar PK tanaman. Pemberian pupuk kandang berbagai dosis maupun varietas/ galur sorgum tidak memberikan perbedaan yang signifikan (p>0.05) terhadap kandungan PK.

(38)

fotosintesis. Bentuk dasar klorofil adalah cincin porphyrin yang disusun oleh

empat cincin pyrrole, masing – masing terdiri atas satu atom N dan empat atom C

di mana sebuah atom Mg terikat ditengah – tengah cincin porphyrin tersebut.

Kecukupan suplai N diasosiakan dengan aktivitas fotosintesis yang tinggi, pertumbuhan vegetatif yang bagus, dan warna daun hijau tua. Ketercukupan suplai N mempengaruhi penggunaan karbohidrat. Ketika suplai kurang, karbohidrat akan dideposit pada sel vegetatif yang dapat menyebabkan penebalan. Namun ketika suplai N cukup dan kondisi mendukung untuk pertumbuhan, maka protein akan terbentuk dari proses produksi karbohidrat. Sedikitnya karbohidrat yang disimpan pada bagian vegetatif, maka semakin banyak protoplasma yang terbentuk, menghasilkan tanaman yang lebih sukulen (Havlin et al. 2005).

Tabel 14 Kandungan protein kasar (%BK) hijauan Varietas/

galur Dosis pupuk kandang (ton ha

-1)

Rataan

0 10 20 40

Numbu 8.77±2.93 5.79±0.47 8.14±1.05 7.43±1.67 7.53±1.91 CTY-33 7.04±2.43 8.09±1.63 6.97±1.17 7.38±0.86 7.37±1.05 PATIR3.2 7.47±1.87 8.09±0.56 7.29±2.04 8.32±0.36 7.79±1.29 PATIR3.5 7.36±1.17 8.22±0.95 6.67±1.34 6.45±2.15 7.18±1.45 Rataan 7.66±1.85 7.55±1.18 7.27±1.37 7.39±1.41

Fraksi Serat Hijauan. Lignin adalah faktor paling kritis dalam menentukan kualitas pakan utamanya hijauan, tetapi sering tidak ditentukan dengan jelasbatasannya. Lignin adalah senyawa polifenolik yang sama sekali tidak tercerna maupun terfermentasi. Lignin berlaku seperti semen diantara lapisan dinding sel luar dan dalam. Semakin tua tanaman, lignifikasi dinding akan semakin meningkat. Peningkatan lignifikasi dinding sel menurunkan ketersediaan karbohidrat serat yang berhubungan dengan fraksi dinding sel/ neutral detergent fiber (NDF). Efek ini dapat diukur secara langsung dengan prosedur

fermentabilitas NDF (Saun dan Heinrich 2008).

Secara rata – rata, galur bmr memiliki kandungan liginin lebih rendah

(Gambar 6) dibandingkan dengan varietas sweet sorghum. Pada awalnya brown midrib adalah sebuah hasil mutasi genetik dari beberapa spesies rerumputan, yang

mempunyai total kandungan lignin lebih rendah pada bagian tanaman tersebut. lignin kebanyakan tidak tercerna, namun mempunyai peranan penting dalam menjaga struktur sel tanaman (Miller dan Stroup 2003). Namun kandungan lignin rata – rata pada tanaman sorgum di penelitian ini (6.05%) masih dalam taraf rendah sebagai pakan ruminansia dan lebih rendah dibandingkan Amaducci et al.

(2000). Kandungan lignin hijauan bisa berkisar antara 2- 24% berat BK, namun akibat dari kandungan tersebut mampu menurunkan kecernaan hijauan yang sangat tinggi (NRC 2007). Kecernaan potensial NDF bisa menurun dari 90 menjadi 20% akibat peningkatan kandungan lignin pada dinding sel dari 5 hingga 15% (Schwartz dan Renecker 1998).

Pembentukan dan akumulasi lignin biasanya terjadi pada fase pendewasaan tanaman, seperti layaknya membangun dinding sel kedua, banyak terdapat selulosa, pada jaringan batang dan daun dewasa (Carmi et al. 2006). Apabila

(39)

66.39

4.065.41 4.97 5.43 5.684.22 4.49 6.05

0.00

NB0 NB1 NB2 NB4 CT0 CT1 CT2 CT4 P20 P21 P22 P24 P50 P51 P52 P54 XTO NDF

Kombinasi dosis pupuk dengan varietas/ galur

nonstruktural (selulosa, hemiselulosa) dan komponen serat sorgum manis (Amaducci et al. 2004). Dengan demikian faktor genetik lebih banyak

mempengaruhi kandungan lignin dan selulosa daripada faktor input agroteknik.

Gambar 6 Fraksi serat hijauan tanaman sorgum (%BK), NB: Numbu, CT: CTY-33, P2: PATIR3.1, P5: PATIR3.5, XTO ; rataan total,

0: kontrol, 1: pupuk kandang 10 ton ha-1,

2: pupuk kandang 20 ton ha-1, 4: pupuk kandang 40 ton ha-1,

NDF: Neutral Detergent Fiber, ADF: Acid Detergent Fiber.

Pada dasarnya beberapa isi sel seperti karbohidrat terlarut, pati (dalam beberapa hijauan), protein, asam organik, lipid, dan mineral – mineral terlarut tersebut dapat tercerna secara utuh, sedangkan penyusun dinding sel (seperti selulosa, hemiselulosa, dan lignin) mempunyai kecernaan yang beragam tergantung pada konfigurasi polimerik, tingkat kristalitas, dan tingkat lignifikasinya. Lignin sendiri secara umum tidak tercerna pada kondisi anaerob dan hal tersebut yang mempengaruhi kecernaan penyusun dinding sel yang berasosiasi dengannya. Kecernaan selulosa dan hemiselulosa beragam ketika tidak berasosiasi dengan lignin, dan tidak tercerna ketika terikat kuat dengan lignin (Jones dan Theodorou 2000).

Gambar

Tabel 2  Kesesuaian lahan lokasi penelitian**
Gambar 1 Lahan awal (kiri) dan lahan siap tanam (kanan)
Tabel 3 Persentase daya tumbuh tanaman sorgum (%)
Tabel 5 Pertambahan tinggi tanaman sorgum umur 15 - 30 HST (cm)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kembali seperti siklus I, bahwa tahapan pertama dalam penelitian tindakan kelasa adalah perencanaan dan dilanjutkan dengan pelaksanaan dengan menjelaskan materi pelajaran sebelum

Kecelakaan kerja banyak menimpa para perajin batu marmer yang sudah memakai APD pada saat bekerja, hal ini terjadi karena pemakaian APD yang tidak sesuai dengan

Berdasarkan hasil uji diperoleh bahwa variabel yang berhubungan dengan dukungan instrumen adalah pendidikan, sedangkan tingkat HDR, lama gejala HDR, usia,

'LPXODL GHQJDQ SHPDSDUDQ NRQGLVL ULLO SHUHPSXDQ GDODP NRQWHNV PDV\DUDNDW %DWDN 6HODQMXWQ\D WHODDK NULWLV NRQVWUXNWLI GLODNXNDQ GHQJDQ PHQFHUPDWL VDVWUD - VDVWUD NHDJDPDDQ VHSHUWL

Selain itu alunan musik menciptakan ketenangan dan kenyamanan, sebagai pendidikan moral, mengubah dan mengendalikan emosi, mengembangkan spiritual serta dipercaya dapat

Untuk dimasa yang akan datang dalam pengangkutan kayu rakyat akan diberlakukan dokumen angkutan lain selain SKSHH yang di cap KR, yaitu Surat Keterangan Asal Usul (SKAU)

Penelitian yang berjudul “AnalisisVisual kreatif iklan Televisi (TVC) Sampoerna A Mild Serial Kampanye Go Ahead” ini berusaha untuk mengetahui esensi pesan yang tersirat dari

pemilik home industri adalah beberapa warga yang mendirikan usaha home industri kerajinan akar jati dirumah mereka, sementara pekerja adalah warga atau masyarakat