• Tidak ada hasil yang ditemukan

Optimasi Dosis Pemupukan Kalium pada Budi Daya Tomat (Lycopersicon esculentum) di Inceptisol Dramaga

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Optimasi Dosis Pemupukan Kalium pada Budi Daya Tomat (Lycopersicon esculentum) di Inceptisol Dramaga"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

OPTIMASI DOSIS PEMUPUKAN KALIUM PADA BUDI

DAYA TOMAT (

Lycopersicon esculentum

) DI

INCEPTISOL

DRAMAGA

HELENA AYU PERMATA HATI

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Optimasi Dosis Pemupukan Kalium pada Budi Daya Tomat (Lycopersicon esculentum) di

Inceptisol Dramaga adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2015

Helena Ayu Permata Hati

(4)
(5)

ABSTRAK

HELENA AYU PERMATA HATI. Optimasi Dosis Pemupukan Kalium pada Budi Daya Tomat (Lycopersicon esculentum) di Inceptisol Dramaga. Dibimbing oleh ANAS DINURROHMAN SUSILA

Penelitian ini bertujuan memperoleh dosis optimum pupuk kalium pada budi daya tomat spesifik lokasi yaitu di Inceptisol Dramaga dengan status hara K tanah tinggi (231 ppm). Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan IPB Dramaga mulai Juli hingga Oktober 2014. Rancangan lingkungan yang digunakan adalah Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) dengan empat kali pengulangan dan satu faktor yaitu dosis pemupukan K2O yang terdiri dari lima taraf yaitu 0X (0), ¼X (152.2 kg ha-1), ½X (304.3 kg ha-1), ¾X (456.3 kg ha-1), dan X (608.6 kg ha-1). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada status hara K tinggi pupuk K tidak memberikan pengaruh nyata terhadap seluruh parameter pengamatan, sehingga pemupukan K tidak perlu dilakukan.

Kata kunci: inceptisol, kalium, optimasi, status hara

ABSTRACT

HELENA AYU PERMATA HATI. Potassium Fertilizer Rate Optimation In Inceptisol Dramaga for Tomato (Lycopersicon esculentum) Cultivation. Supervised by ANAS DINURROHMAN SUSILA

This research objective was to find the optimum rate of potassium fertilizer for specific location of tomato cultivation in inceptisol Dramaga with high soil potassium content (231 ppm). The experiment was conducted at Cikabayan Teaching Farm IPB from July to October 2014. The experiment was arranged in Randomized Completely Block Design with four replications and single treatment factor which was potassium rate in five levels ie 0X (0), ¼X (152.2 kg ha-1), ½X (304.3 kg ha-1), ¾X (456.3 kg ha-1), and X (608.6 kg ha-1). The results showed that on high soil potassium content potassium fertilizer were not affect all of the measured variables, therefore K fertilization is unnecessary.

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada

Departemen Agronomi dan Hortikultura

OPTIMASI DOSIS PEMUPUKAN KALIUM PADA BUDI

DAYA TOMAT (

Lycopersicon esculentum

) DI

INCEPTISOL

DRAMAGA

HELENA AYU PERMATA HATI

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)
(10)
(11)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala penyertaan dan berkat-Nya sehingga karya tulis ini dapat diselesaikan. Judul dari penelitian ini adalah Optimasi Dosis Pemupukan Kalium pada Budi Daya Tomat

(Lycopersicon esculentum) di Inceptisol Dramaga.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof Dr Ir Anas D. Susila, MSi sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan selama penyusunan karya tulis ini, Ibu Prof Dr Ir Sandra Arifin Aziz, MS dan Ibu Juang Gema Kartika, SP, MSi sebagai dosen penguji, serta Ibu Prof Dr Ir Satriyas Ilyas, MS sebagai dosen pembimbing akademik. Tak lupa penulis juga berterima kasih kepada kedua orang tua, kakak Nathasia, adik Liliani dan Michelle, Keluarga Dr. Winandra, teman-teman AGH 47, PMK, serta GBP Duta Kristus yang selalu memberikan dukungan, bantuan, serta doa bagi penulis.

Semoga karya tulis ini bermanfaat.

Bogor, Maret 2015

(12)
(13)
(14)

DAFTAR TABEL

1 Dosis pupuk pada setiap perlakuan 7

2 Hasil analisis awal kimia dan fisika tanah Inceptisol di kebun 10

percobaan Cikabayan Dramaga 3 Klasifikasi kategori ketersediaan hara K dengan ekstraktan Truog 11

4 Respon rata-rata tinggi tanaman selama 8 MST terhadap penambahan K2O dalam 5 taraf dosis 11

5 Respon rata-rata jumlah daun selama 8 MST terhadap penambahan K2O sebanyak 5 taraf dosis 12

6 Pengaruh 5 taraf penambahan K2O terhadap bobot per buah, bobor buah per tanaman, diameter buah, serta tinggi buah 13

7 Pengaruh penambahan K2O dalam 5 taraf terhadap kandungan Padatan Total Terlarut (PTT) buah 14

8 Respon rata-rata jumlah buah layak pasar dan tidak layak pasar per petak dan per ha pada penambahan K2O 15

9 Respon buah total per petak dan per hektar terhadap dosis K2O 16

DAFTAR GAMBAR

1 Persemaian 1 MST 7

2 Persemaian 3 MST 7

3 Transplanting 8

4 Kondisi pertanaman memasuki minggu panen 13

5 Pengukuran bobot, diameter, dan tinggi buah 14

6 Pengukuran PTT buah 15

DAFTAR LAMPIRAN

1 Denah petakan percobaan 20

2 Penghitungan dosis pupuk KCl 21

(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tomat merupakan salah satu tanaman sayuran yang banyak dikonsumsi di Indonesia. Konsumsi tomat rumah tangga dari tahun 2007-2011 secara berturut-turut adalah 2.091, 2.232, 1.971, 1.935, 2.091 kg kapita-1 tahun-1. Sehingga rata-rata peningkatan konsumsi tomat sayur rumah tangga dari tahun 2007 hingga 2011 adalah sebesar 0.32% (Pusdatin 2012). Namun peningkatan ini tidak diimbangi dengan produksi dan produktivitas tomat yang konstan. Produksi tomat di Indonesia dari tahun 2009-2013 secara berurutan adalah 853.061, 891.616, 954.046, 893.463, dan 992.780 ton. Produktivitas tomat dari tahun 2009-2013 adalah 15.27, 14.58, 16.65, 15.75, dan 16.61 ton ha-1 (Kementan 2013). Angka tersebut menunjukkan bahwa produksi dan produktivitas tomat belum stabil karena teknik pemupukan petani yang belum maksimal.

Pemupukan diberikan untuk mencukupi kebutuhan hara tanaman yang tidak dapat disediakan oleh tanah. Pupuk tidak dapat diberikan dengan dosis rekomendasi umum akan tetapi berbeda untuk setiap jenis tanah, karena pada dasarnya setiap tanah memiliki kandungan hara tertentu yang berbeda. Hal ini terkait kandungan alami tanah dan sejarah penggunaan lahan tersebut. Pemupukan yang diberikan dengan dosis yang optimum sesuai dengan kondisi hara tanah akan menghasilkan produksi tanaman tomat yang maksimum, selain itu juga dapat menghemat penggunaan pupuk, serta mempertahankan kualitas lingkungan. Pemupukan yang berlebih justru menyebabkan polusi lingkungan, tingginya biaya produksi, serta tidak memberikan pengaruh hasil yang nyata pada tanaman.

Kalium merupakan unsur hara esensial makro yang sangat berpengaruh pada pertumbuhan dan produksi tanaman. Kalium berperan dalam proses fotosintesis, efisiensi penggunaan air, mempertahankan turgor, aktivator berbagai enzim, sebagai penyusun protein dan karbohidrat pada tanaman. Selama pertumbuhan tanaman tomat, kalium berperan dalam pengerasan batang, penguatan akar, peningkatan kualitas buah, serta peningkatan ketahanan terhadap beberapa jenis hama, penyakit, dan kekeringan.

Pada penelitian Amisnaipa et al. (2009) telah terbukti bahwa secara signifikan berbagai status K tanah berdasarkan ketersediaan K tanah memengaruhi tinggi dan bobot buah panen tomat, bahkan menjadi faktor pembatas pada tanaman tomat. Berdasarkan status hara tanah tersebut, penambahan K sangat tinggi menghasilkan bobot buah panen terbesar yaitu 27.90 ton ha-1, sedangkan pada penambahan hara sangat rendah hanya menghasilkan bobot buah panen sebesar 17.25 ton ha-1. Pada penelitian tersebut, rekomendasi dosis optimum

pupuk K pada kadar hara “sangat rendah” adalah 281.3 kg ha-1 K2O atau setara

dengan 468.8 kg ha-1 KCl. Sedangkan untuk tanah dengan kandungan hara

“rendah”, dosis optimum pupuk K adalah 178.6 K2O kg ha-1 atau setara dengan

297.7 kg ha-1 KCl. Tanah dengan status hara K tinggi dan sangat tinggi tidak memerlukan penambahan pupuk K karena respon tanaman tidak nyata.

(16)

2

(2008), tanah Inceptisol mempunyai N-total, kadar basa yang dapat dipertukarkan, Ca, Mg, K, dan Na yang sedang, sedangkan ketersediaan P rendah. Rerata status hara K lahan untuk tanaman sayuran pada tanah jenis ini adalah berkisar 7-41 mg K2O 100 g-1 tanah. Menurut penelitianyang diadakan di beberapa lokasi di Bogor ini, sebesar 39 988.52 ha lahan untuk bertanam sayuran, 6 337.79 ha (15.85%) berstatus K sangat rendah, 12 768.03 ha (31.93%) berstatus K rendah, 17 243.78 ha (43.12%) berstatus K sedang, dan 3 638.39 ha (9.10%) berstatus K tinggi. Perbedaan status hara tersebut tentunya harus memiliki rekomendasi pemupukan yang berbeda untuk menghasilkan produksi yang maksimal. Rekomendasi pemupukan dibuat dengan menurunkan nilai erapan tanah menjadi beberapa dosis lebih rendah. Nilai erapan K tanah menurut penelitian Izhar et al. (2013) adalah sebesar 608,6 kg ha-1.

Di Indonesia, penelitian optimasi pemupukan untuk komoditas hortikultura berdasarkan analisis tanah belum banyak dilakukan. Oleh karena itu penelitian lebih lanjut mengenai pembuatan rekomendasi pemupukan berdasarkan uji tanah seperti ini perlu dilakukan. Penelitian yang dilakukan harus terencana, berkesinambungan, dan spesifik lokasi. Semakin sering penelitian ini dilakukan akan memperbaiki keakuratan rekomendasi dosis tersebut (Izhar et al. 2012).

Tujuan Penelitian

Tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah mendapatkan dosis rekomendasi pupuk K untuk penanaman tomat pada kadar hara tinggi di tanah

Inceptisol Dramaga.

Hipotesis

(17)

3

TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman Tomat dan Budi Dayanya

Tanaman tomat (Lycopersicon esculentum) termasuk dalam genus Solanum, dan famili Solanaceae. Famili Solanaceae berasal dari bagian barat Amerika Selatan. Pada awalnya tanaman tomat dianggap beracun di Eropa. Namun pada abad ke-17 tanaman tomat kembali diintroduksi dari Eropa ke Cina, Asia Selatan dan Asia Tenggara dan dikonsumsi sebagai bahan pangan. Kemudian meluas ke Amerika dan Jepang pada abad ke-18.

Tanaman tomat memiliki akar tunggang, akar cabang, serta akar serabut yang menyebar padat ke segala arah. Kedalaman rata-rata akar utamanya 0.5 m . Akar ini berfungsi sebagai penopang tegakan dan menyerap air dan hara dari tanah. Batang tomat berbentuk bulat padat dan membengkak pada buku-buku, serta bercabang banyak. Daun tanaman tomat terdiri dari beberapa anak daun yang berbentuk meruncing dengan pinggiran daun tidak rata, berwarna hijau dan permukaannya berbulu. Tepi daunnya tidak merata, bergerigi dengan sela-sela yang tidak seragam (Opena dan van der Vossen 1994).

Tipe bunga tomat adalah berumah satu, sehingga tomat dapat menyerbuk sendiri. Buah tanaman tomat berbentuk bulat atau oval, dengan warna yang berubah sesuai tingkat kematangan, dari hijau hingga merah tua. Pada umumnya kulit tomat berwarna merah cerah, mengkilat dan lunak. Diameter buah tomat antara 2-15 cm tergantung pada varietas (Harland dan Larrinua-Craxton 2009).

Tomat sangat bermanfaat bagi kesehatan karena buahnya merupakan sumber vitamin dan mineral, juga karbohidrat, protein, lemak, dan kalori. Selain bermanfaat sebagai sayur, bumbu masak, atau buah segar, tomat juga dapat diolah sebagai bahan baku industri makanan seperti sari buah dan saus.

Tomat dapat dibudidayakan pada dataran rendah hingga tinggi, tergantung varietas. Suhu yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tomat adalah subtropik dan tomat membutuhkan suhu malam yang dingin untuk pembungaan (Purwati et al. 2001). Tomat varietas Tymoti F1 merupakan jenis tomat determinate hibrida untuk dataran rendah-menengah pada iklim tropis. Keunggulan dari varietas ini adalah memiliki ketahanan terhadap iklim panas, penyakit Bw, GV, serta BER. Selain itu varietas ini memiliki umur panen yang cukup singkat yaitu 55-60 HST dan potensi hasil 50-60 ton ha-1, bobot per buah 40-50 g, serta bobot per tanaman 3-3.5 kg.

Pupuk K

(18)

4

nitrogen (N) yang diambil dalam bentuk NO3- atau NH4+, fosfor (P) dan Sulfur (S) yang diserap dalam bentuk PO43- dan SO42-, kalium (K) dalam bentuk kation bebas K+, kalsium (Ca) dalam bentuk kation bebas Ca2+, magnesium (Mg) yang juga dalam bentuk kation bebas Mg2+ (Maathuis 2009). Unsur hara mikro dibutuhkan relatif lebih sedikit dibandingkan unsur hara makro namun berfungsi sebagai penstabil protein, aktivasi enzim, kofaktor enzim, dan terlibat dalam segala fungsi selular dan metabolisme, terdiri dari mangan (Mn), seng (Zn), tembaga (Cu), boron (B), dan molibdenum (Mo), klor (Cl), besi (Fe) (Hansch 2009).

Pada umumnya tanaman berproduktivitas tinggi memiliki kandungan kalium melebihi nitrogen. Secara khusus fungsi pupuk kalium bagi tanaman adalah membantu pembentukan protein dan karbohidrat, meningkatkan resistensi tanaman terhadap beberapa jenis hama dan penyakit, serta memperbaiki kualitas hasil tanaman. Selain itu kalium juga berperan dalam metabolisme air dalam tanaman, absorpsi hara, transpirasi, kerja enzim dan translokasi karbohidrat, penguatan batang, pembesaran ukuran dan warna buah, serta berpengaruh pada kuantitas dan kualitas hasil tanaman. Kalium memengaruhi pewarnaan buah, yakni meningkatkan karotenoid, likopen, dan menurunkan klorofil. Defisiensi kalium menyebabkan pertumbuhan kuncup terhenti dan mati, pertumbuan tanaman lemah, daun tua menunjukkan nekrosis, buah muda rontok, ukuran buah kecil, warna buah kehijauan, rasa buah kurang mengandung asam (Uexkull 1979).

Kadar kalium tertinggi pada tanaman terdapat pada bagian daun. Kalium berperan pada proses pembukaan dan penutupan stomata, yaitu pada proses pengambilan air. Gejala awal defisiensi kalium terlihat pada bagian daun. Bagian tepi daun akan menguning dan mengering, sedangkan bagian tulang daunnya masih hijau. Gejala ini akan muncul pada daun tua terlebih dahulu. Dalam tanah kalium terdapat dalam bentuk mineral, bentuk ini sukar diserap oleh tanaman. Kalium dapat diserap tanaman dengan bentuk kalium karbonat (Subhan et al.

2009).

Optimasi Pemupukan K Berdasarkan Kandungan Hara Tanah

Pemupukan yang efisien adalah pemupukan yang dilakukan dengan filosofi

Nutrient Sufficiency Level, yaitu penambahan hara pada tanah sejumlah kebutuhan tanaman yang tidak mampu disediakan oleh tanah (Amisnaipa et al. 2009). Metode pemupukan Nutrient Sufficiency Level dapat dilakukan dengan cara pembuatan dosis pupuk optimum spesifik status hara tanah. Pemupukan dengan cara ini memiliki nilai ekonomis yang tinggi dibandingkan dengan metode lain, karena pemupukan diberikan dengan dosis yang sesuai dengan status hara dan kebutuhan tanaman. Metode ini tidak menggunakan analisis jaringan tanaman. Dalam metode ini, status hara dibagi menjadi empat kategori, yaitu sangat rendah, rendah, sedang, tinggi, dan sangat tinggi (Izhar et al., 2012).

(19)

5 hubungan hasil relatif tanaman dengan jumlah unsur hara yang tersedia di dalam tanah (Izhar dan Susila 2010). Metode ekstraksi harus didapat dari uji tanah yang

reliable (murah, sederhana, cepat, dan reproducible). Hasil penelitian dari Izhar et al. (2013) yang dilakukan pada tanaman tomat di University Farm IPB, Cikabayan, Dramaga, Bogor, menyatakan bahwa metode ekstraksi hara K tanah yang terbaik untuk tanaman tomat di Inceptisol adalah Truog dengan nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0.7. Truog merupakan pengekstrak yang menggunakan asam ganda, yaitu H2SO4 dan (NH4)SO4, sehingga memiliki kemampuan lebih baik dalam mengetahui kandungan hara K tanah dibandingkan dengan pengekstrak asam tunggal. Senyawa (NH4)SO4 dapat mengikat ion K+ yang dapat dipertukarkan dengan mengantikan dengan ion NH4+. Senyawa H

2SO4 dapat menukar ikatan K+ dengan H+.

Penetapan dosis perlakuan KCl adalah berdasarkan hasil uji erapan K, yaitu 608.6 kg ha-1. Uji ini berdasarkan perhitungan analisis metode Fox dan Kamprath dengan menggunakan larutan CaCl2 0.01 M menggunakan kurva Langmuir. Nilai erapan (X) ini diturunkan menjadi ¾X, ½X, ¼X, dan 0X untuk dianalisis hubungannya dengan pertumbuhan dan hasil tanaman tomat.

(20)

6

METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Kegiatan penelitian dilaksanakan mulai Juli hingga Oktober 2014 di Kebun Percobaan Institut Pertanian Bogor Cikabayan, Dramaga, Bogor. Analisis tanah dilakukan di Laboratorium Penelitian Kimia dan Uji Tanah, Balai Penelitian Tanah, Balai Besar Sumber Daya Lahan Pertanian, Cimanggu, Bogor.

Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu benih tomat varietas Tymoti F1. Pupuk organik dan anorganik diberikan mengacu pada penelitian Izhar dan Susila (2010). pupuk KCl (60% K2O) dalam beberapa dosis, pupuk Urea (45% N) 200 kg ha-1 , pupuk SP-36 (36% P2O5) 150 kg ha-1, pupuk kandang 20 ton ha-1, kapur dolomit 3 ton ha-1, pupuk daun (6% Ntot, 20% P2O5, 30% K2O, 1% MgSO4) Insektisida dengan bahan aktif endosulfan 350 g l-1. Media yang digunakan untuk penyemaian adalah pupuk kompos.

Alat

Peralatan yang digunakan dalam kegiatan penelitian ini adalah tray, peralatan pertanian, timbangan analitik, jangka sorong, cutter serta hand refractometer.

Rancangan Percobaan

(21)

7 pupuk Urea dan SP-36 mengacu pada penelitian Amisnaipa et al. (2009), sedangkan dosis pupuk KCl merupakan nilai erapan yang kemudian diturunkan sebanyak empat taraf, sehingga didapatkan lima taraf pupuk KCl untuk masing-masing perlakuan (Lampiran 2).

.

Tabe1 1 Dosis pupuk pada masing-masing perlakuana Perlakuan

aDosis Urea dan SP-36 mengacu pada penelitian Amisnaipa et al. (2009)

Prosedur Percobaan

Percobaan dimulai dengan pengambilan sampel tanah untuk uji lengkap analisis kimia dan fisika tanah, yaitu tekstur tanah, pH tanah, bahan organik, P-tersedia, K-P-tersedia, dan kemasaman dapat tukar. Pengukuran K tanah menggunakan pengekstrak Truog sesuai hasil penelitian Izhar et al. (2013), sedangkan pengujian lainnya menggunakan metode umum yang dilakukan di laboratorium. Sampel tanah diambil dari 10 titik di lahan percobaan secara acak. Selanjutnya hasil pengukuran tingkat kesuburan tanah pada lahan percobaan ini akan menentukan kelas kategori kesuburan tanah. Kelas kategori kesuburan tanah, khususnya kandungan hara K tanah yang mengacu pada hasil penelitian Izhar et al. (2013), digunakan untuk menentukan dosis optimum K untuk kelas kategori tanah tersebut.

Selanjutnya dilakukan pengolahan tanah, pembuatan petakan berukuran 1.5 x 5 m, aplikasi pupuk kandang dan kapur dolomit untuk meningkatkan kesuburan dan pH tanah. Tanah diinkubasi selama 2 minggu. Benih tomat disemai selama 28 hari di bawah sinar matahari yang tidak intensif, kemudian pindah tanam ke lahan.

(22)

8

Bibit tanaman tomat ditanam dalam petakan dengan jarak tanam 50 cm dalam baris dan 60 cm antar baris dengan pola double row. Terdapat 20 tanaman dalam satu petak dan secara keseluruhan terdapat 400 tanaman dari 5 petak dan 4 kelompok ulangan.

Gambar 3 Transplanting

Pemeliharaan yang dilakukan adalah penyiraman, pemupukan, penyiangan gulma, dan perompesan

Penyiraman dilakukan setiap hari pada sore hari. Pupuk SP-36 diberikan 100% pada saat tanam, pupuk urea diberikan 50% saat tanam, 25% saat 3 MST dan 25% saat 6 MST, sedangkan 5 taraf pupuk KCl untuk masing-masing perlakuan, yaitu 0, ¼ X, ½ X, ¾ X, dan X diberikan masing-masing 1/3 dosis pada saat tanam, 3, dan 6 MST. Penyiangan gulma dilakukan hanya saat sebelum pemupukan pada 3 dan 6 MST. Perompesan dilakukan pada 4, 6, dan 8 MST.

Panen dilakukan mulai 60 hingga 90 MST. Pemanenan dilakukan setiap 3 hari 1 kali, pada pagi atau sore hari. Buah yang layak panen adalah yang kemerahannya mencapai 80% dari tubuh buah.

Percobaan ini menggunakan rancangan lingkungan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT), dengan model aditif linier sebagai berikut (Gomez dan Gomez 2007):

(23)

9 pasar dan tidak layak pasar. Diameter dan tinggi buah diukur menggunakan jangka sorong.

Pembuatan dosis rekomendasi pada setiap kelas hara K dilakukan berdasarkan kurva respon hasil relatif dengan menggunakan analisis regresi. Persamaan garis regresi diplot dengan model kuadratik:

Y= a + bK + cK2 Keterangan:

Y : Hasil relatif K : Dosis pupuk K a, b, c : Koefisien regresi.

Dari persamaan regresi tersebut dibuat kurva untuk setiap kelas ketersediaan K tanah. Penentuan dosis P dan K menunjukkan hasil relatif maksimum dengan rumus dari persamaan regresinya:

dRY / dK = b + 2 cK = 0 K = -b/2c

Keterangan: RY : Hasil relatif K : Dosis pupuk K b, c : Konstanta

Analisis Data

Data dianalisis statistik menggunakan uji F pada taraf 5%, apabila berpengaruh nyata dilakukan uji lanjut ortogonal polinomial untuk melihat responnya.

(24)

10

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum

Pada saat dilakukan penelitian ini, Curah hujan pada bulan Agustus hingga Oktober adalah 538, 73.0 dan 180.3 mm. Temperatur rata-rata bulanan di daerah lokasi percobaan selama Agustus hingg Oktober adalah 25.7, 26.3, 26.8 ◌C, namun temperatur malam hari berkisar 25.1-28.5 ◌C, sedangkan pada siang hari mencapai 32.3 ◌C. Kelembaban udara berkisar 73-80% (BMKG 2014).

Tanah Inceptisol Dramaga di Cikabayan tempat penelitian dilakukan bertekstur lempung liat berdebu, berbahan organik rendah (rasio C/N 10) dan

Karakteristik Nilai Status Metode Ekstraksi

Tekstur Pipet

Nilai Tukar Kation NH4-Acetat 1N, pH 7

Ca (cmolc/kg) 5.80 Sedang

(25)

11

Lokasi penelitian memiliki kesuburan yang cukup rendah karena rendahnya pH, ketersediaan Mg, K, Na, dan KTK. Hal ini menyebabkan rendahnya penyerapan unsur hara lain seperti kalium dan fosfor.

Hasil uji K2O dengan pengekstrak Truog menunjukkan nilai K2O sebesar 231 ppm. Dengan mengacu pada hasil uji kalibrasi yang dilakukan Izhar et al. (2013), lahan penelitian memiliki status hara K tinggi (Tabel 3)

Tabel 3. Klasifikasi kategori ketersediaan hara K dengan ekstraktan Truog

Kategori Kandungan K2O (ppm) mewakili keseluruhan tanaman. Namun perompesan dan kondisi lingkungan yang kurang sesuai menyebabkan hasil yang didapat lebih kecil dari deskripsi varietas.

Pengamatan Vegetatif

Tinggi Tanaman

Hasil uji statistik (Tabel 4) menunjukkan bahwa K2O tidak memberikan pengaruh yang nyata pada tinggi tanaman mulai 1 hingga 8 MST.

Tabel 4. Respon rata-rata tinggi tanaman selama 8 MST terhadap penambahan K2O dalam 5 taraf dosis

Penambahan K2O (kg ha

-1)

Tinggi tanaman (cm) pada minggu ke-

1 2 3 4 5 6 7 8

aUji F menunjukkan respon tinggi tanaman terhadap penambahan K

(26)

12

Tanah tempat percobaan ini dilakukan telah memiliki kandungan kalium yang tinggi, sehingga penambahan kalium tidak akan memberikan pengaruh yang signifikan bagi pertumbuhan tanaman.

Selain itu, kalium tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pertumbuhan vegetatif tanaman. Hal ini sesuai dengan penelitian Melton et al

(1991) yang mencari dosis optimum N,P,dan K bagi persemaian tanaman tomat. Dalam penelitian tersebut digunakan kultivar Sunny, pupuk K dengan dosis 25, 75, dan 225 mg l-1. Hasilnya penambahan kalium tidak memberikan pengaruh yang signifikan pada parameter tinggi tanaman, diameter batang, maupun jumlah dan panjang akar.

Jumlah daun

Secara umum jumlah daun terus bertambah hingga 5 MST, kemudian sempat menurun pada 6 MST kemudian bertambah pada 8 MST karena tidak stabilnya curah hujan yang memengaruhi ketersediaan air untuk memberikan irigasi pada tanaman (Tabel 5).

Tabel 5. Respon rata-rata jumlah daun selama 8 MST terhadap penambahan K2O sebanyak 5 taraf dosis

Uji F menunjukkan respon jumlah daun terhadap penambahan K2O; tn= tidak berbeda nyata

Apabila kalium cukup bagi tanaman, maka tanaman dapat mengatur penggunaan air yaitu pada aktivitas stomata daun. Dalam penelitian ini, tingkat hara kalium yang tinggi membantu tanaman untuk relatif tetap mempertahankan daun walaupun dalam kondisi kurang air. Kondisi tanah penelitian memiliki kandungan kalium yang tinggi, sehingga penambahan dosis K2O pada berbagai taraf tidak menghasilkan pengaruh yang nyata pada jumlah daun.

Pengamatan Panen

(27)

13 terbentuk sempurna baik secara fisik maupun kandungan kimianya mulai dari tangkai buah ketiga, yang kurang lebih dipanen saat panenan ketiga dan keempat .

Gambar 4 Kondisi pertanaman memasuki minggu panen

Bobot Buah, Diameter Buah, serta Tinggi Buah

Perlakuan dosis K2O yang diberikan tidak menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata pada bobot per buah, bobot buah per tanaman, serta diameter dan tinggi buah (Tabel 6).

Tabel 6. Pengaruh 5 taraf penambahan K2O terhadap bobot per buah, bobot buah per tanaman, diameter buah, serta tinggi buah

Penambahan K2O (kg ha-1) Bobot per

aUji F menunjukkan respon bobot per buah, bobot buah per tanaman, diameter buah, serta tinggi

buah terhadap penambahan K2O; tn= tidak berbeda nyata

(28)

14

September, yaitu pada saat fase kritis tanaman untuk pembesaran buah. Selain itu KTK dan % bahan organik yang rendah juga menyebabkan kurang tersedianya unsur hara yang dibutuhkan tanaman, seperti kalium dan fosfor.

Dapat dilihat pada juga bahwa tidak ada pengaruh dosis K2O terhadap diameter buah dan tinggi buah pada setiap taraf pupuk K2O (Tabel 6). Hasil ini sesuai dengan penelitian Luthfyrakhman dan Susila (2013) yang menyebutkan diameter buah tomat tidak dipengaruhi oleh perlakuan dosis pupuk anorganik maupun pupuk kandang ayam.

Gambar 7 Pengukuran bobot, diameter, dan tinggi buah

PTT Buah

Hasil uji PTT buah pada setiap perlakuan tidak berbeda nyata dan berkisar antara 7.00-7.30 ◌Brix (Tabel 7).

Tabel 7. Pengaruh penambahan K2O dalam 5 taraf terhadap kandungan Padatan Total Terlarut (PTT) buah

Penambahan K2O (kg ha-1) PTT (Brix◌)

0 (0X) 7.30

152.2 (1/4X) 7.03

304.3 (1/2X) 7.20

456.5(3/4X) 7.43

608.6 (X) 6.90

F testa tn

aUji F menunjukkan respon PTT(Brix)terhadap penambahan K

2O; tn= tidak berbeda nyata

(29)

15

Gambar 6 Pengukuran PTT buah

Bobot Layak Pasar dan Tidak Layak Pasar

Penambahan K2O tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap bobot buah layak pasar dan tidak layak pasar (Tabel 8) (Lampiran 3). Pengkategorian dilakukan berdasarkan bobot dan kondisi buah. Buah yang termasuk pada kategori layak pasar adalah yang memiliki bobot buah >17 g, yaitu yang memiliki diameter buah >30mm, serta kondisi buah segar dan tidak ada serangan hama (Codex 2008).

(30)

16

Tabel 9. Respon bobot buah total per petak dan per hektar terhadap dosis K2O Penambahan K2O

Hasil yang tidak berbeda nyata antar perlakuan menunjukkan bahwa tanah yang sudah mengandung hara K dengan status tinggi (231 ppm) tidak memerlukan tambahan pupuk K lagi. Perkiraan hasil dalam satuan hektar menunjukkan angka yang sangat kecil dibandingan dengan deskripsi varietas yaitu sebesar 50 ton ha-1. Interaksi pertumbuhan tanaman dengan lingkungan tumbuh yang kurang menguntungkan akan menyebabkan rendahnya produksi tanaman. Suhu lapang pada malam hari mencapai 28◌C, kondisi ini tidak sesuai untuk penanaman tomat. Peet dan Bartholomew (1996) menyatakan bahwa tinggi tanaman, produksi bunga, dan buah rendah pada suhu malam hari 26◌C. Kebutuhan air terbesar tanaman tomat adalah saat fase pembungaan, yaitu 185 mm, serta pembuahan yaitu 93 mm. Fase tersebut adalah saat tanaman berumur sekitar 4-8 MST (Kurnia 2004). Pada penelitian ini, fase tersebut terjadi saat memasuki musim kering. Akibatnya produksi buah sedikit dan ukuran buah kecil.

Kesalahan teknis budi daya dalam percobaan ini adalah dilakukannya perompesan yang tidak seharusnya dilakukan pada jenis tanaman tomat

(31)

17

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Dalam percobaan ini dapat dilihat bahwa aplikasi K2O dalam berbagai dosis tidak memberikan pengaruh yang nyata pada Inceptisol Dramaga dengan kandungan K2O tinggi yaitu 231 ppm, sehingga pada status hara ini pemupukan tidak perlu dilakukan.

Saran

(32)

18

DAFTAR PUSTAKA

Amisnaipa, Susila AD, Situmorang R, Purnomo DW. 2009. Penentuan kebutuhan pupuk kalium untuk budi daya tomat menggunakan irigasi tetes dan mulsa polyethylene. J.Agron. Indonesia 37(2):115-122.

[BMKG] Badan Meteorologi dan Geofisika. 2014. Data Iklim. Bogor (ID): Stasiun Klimatologi Darmaga.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Produksi Sayuran dan Buah-Buahan Semusim di Indonesia, 1997-2012. [Internet]. Diunduh pada: 2013 Des 23. Tersedia pada: http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=3&tabel=1&daftar=1& pendamping. Jakarta (ID): UI Press. Terjemahan dari: Statistical Procedures for Agricultural Research.

Hansch R, Mendel RR. 2009. Physiological function of mineral micronutrients (Cu, Zn, Mn, Fe, Ni, Mo, B, Cl). Elsevier Science. 12(3):259-266.doi: 10.1016/j.pbi.2009.05.006.

Harland G, Larrinua-Craxton S. 2009. A Guide to The Pleasures of Choosing, Growing, and Cooking. New York (US): DK Publishing.

Hartz TK, Johnstone PR, Francis DM, Miyao EM. 2005. Processing tomato yield and fruit quality improved with potassium fertigation. HortScience 40(6): 1862-1867.

Hilman Y, Sutapradja, R Rosliani, Y Suryono. 2008, Status hara fosfat dan kalium di sentra sayuran dataran rendah. J.Hort. 18(1):27-37.

Izhar L, Susila AD. 2010. Rekomendasi pemupukan fosfor dan potasium berdasarkan analisis hara tanah pada tanaman sayuran. J.Hort. Indonesia

1(2):81-88. Greenhouse, and Home Garden. Boca Raton (FL): CRC Press.

Kurnia U. 2004. Prospek pengairan pertanian tanaman semusim lahan kering.

Jurnal Litbang Pertanian 23(4).130-138.

Luthfyrakhman H, Susila AD. 2013. Optimasi dosis pupuk anorganik dan pupuk kandang ayam pada budi daya tomat hibrida (Lycopersicon esculentum

Mill. L.). Bul. Agrohorti 1 (1): 119-126.

(33)

19 Melton RR, Dufault RJ. 1991. Nitrogen, posphorus, and potassium fertility

regimes affect tomato transplant growth. HortScience 26(2): 141-142. Opena RT dan van der Vossen HAM. 1994. Lycopersicon esculentum Miller. Di

dalam: Siemonsma JS dan Piluek K, editor. Plant Resources of South-East Asia No.8 Vegetables. Prosea Foundation, Bogor. Bogor (ID): PROSEA. Hlm 199-204.

Peet MM, Bartholomew M. 1996. Effect of night temperature on pollen characteristics, growth, and fruit set in tomato. J.Amer.Soc.Hort.Sci.

121(3):514-519.

Purwati E, Jaya B, Anggoro HP, Sahat S. 2001. Tiga varietas unggul baru tomat dataran rendah. J. Hort. 11(1):71-75.

[PUSDATIN] Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian. 2012. Statistik Konsumsi Pangan Tahun 2012. [Internet]. Diunduh pada: 2013 Des 23. Tersedia pada: http://eksim.pertanian.go.id/tinymcpuk/gambar/file/ Statistik_Konsumsi_2012.pdf.

Subhan, Nurtika N, Gunadi N. 2009. Penggunaan pupuk majemuk n-p-k 15-15-15 pada tanah latosol pada musim kemarau. J.Hort. 19(1):40-48.

(34)

20

Lampiran 1 Denah petakan percobaan

U1K5 U2K1 U3K2 U4K3

U1K4 U2K5 U3K1 U4K2

U1K3 U2K4 U3K5 U4K1

U1K2 U2K3 U3K4 U4K5

(35)

21 Lampiran 2 Penghitungan dosis pupuk KCl

Diketahui :

X untuk mencapai kadar K2O tertinggi tanah = 1 014.33 kg KCl per hektar

Luas bedeng = 1.5 m x 5 m = 7.5 m2

Ditanya : dosis pupuk per bedeng

Perhitungan :

= Luas bedeng x X untuk mencapai kadar K2O tertinggi tanah Luas 1 hektar

= 7.5 x 1 014.33 kg KCl per hektar 10 000

= 0.76 kg KCl per bedeng

Jumlah pupuk KCl yang digunakan

a. Perlakuan X = 4 x 0.76 kg KCl per bedeng = 3.04 kg KCl b. Perlakuan ¾ X = 4 x 0.57 kg KCl per bedeng = 2.28 kg KCl c. Perlakuan ½ X = 4 x 0.38 kg KCl per bedeng = 1.52 kg KCl d. Perlakuan ¼ X = 4 x 0.19 kg KCl per bedeng = 0.76 kg KCl e. Perlakuan 0 X = 4 x 0 kg KCl per bedeng = 0 kg KCl Total pupuk yang digunakan

= a + b+ c + d + e

= 3.04 + 2.28 + 1.52 + 0.76 + 0 = 7.6 kg KCl

(36)

22

Lampiran 3 Contoh perhitungan bobot panen Bobot per bedeng

Diketahui :

Jumlah total tanaman = 20 Jumlah tanaman hidup = 11 Bobot tanaman hidup = 458 g

Ditanya : Bobot per bedeng

Perhitungan :

= Jumlah tanaman per bedeng x bobot per bedeng Jumlah tanaman hidup

= 20 x 458 g 11

= 832.73 g (*Data yang terdapat pada tabel merupakan data rata-rata 4 ulangan)

Bobot per hektar

Diketahui :

Bobot per bedeng = 832.73 g

Luas bedeng = 1.5 m x 5 m = 7.5 m2

Ditanya : Bobot per hektar

Perhitungan :

= Luas 1 hektarx bobot per bedeng Luas bedeng

= 10 000 x 832.73 g 7.5

(37)

23

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bojonegoro, 8 September 1992. Penulis merupakan putri kedua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Theofilus Tiang Poo Guan dan Ibu Emy Hanjoyo Prayogo. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Katolik Santo Paulus Bojonegoro, kemudian pendidikan menengah di SMPN 1 Bojonegoro dan SMAN 4 Bojonegoro. Pada tahun 2010 penulis diterima sebagai mahasiswa di Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI.

Gambar

Gambar 3 Transplanting
Tabel 2  Hasil analisis awal kimia dan fisika tanah Inceptisol di kebun percobaan Cikabayan Dramagaa
Tabel 3. Klasifikasi kategori ketersediaan hara K dengan ekstraktan Truog
Gambar 4 Kondisi pertanaman memasuki minggu panen
+3

Referensi

Dokumen terkait

Ikastola batean (berdin dio zein eredutakoa edo zein adinetako haurrek) ikasle gehienak horren adibide bat dira, izan ere haien modak publizidadea eta orokorrean kultura

Berdasarkan blok diagram pada Gambar 1 pertama kali yang dilakukan oleh sistem tersebut adalah mendapatkan data dari sensor ultrasonik HC-SR04 dan di proses, sehingga ketika

Untuk mengkaji hal tersebut, artikel ini disandingkan dengan artikel lain yang ditulis oleh sejarawan misalnya Baha’uddin (dosen di Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah

Hamid Habbe dalam penelitiannya yang berjudul Pengaruh rasio kesehatan bank terhadap kinerja keuangan bank umum syariah dan bank konvensional di Indonesia, penelitian yang

Berdasarkan hasil tersebut bahwa status gizi tidak hanya dipengaruhi adanya pola asuh orang tua saja, namun ada beberapa faktor yang dapat berpengaruh terhadap staus

Oh iya, urutan nomor soal tersebut nanti saat Ujian Nasional yang akan adik-adik kelas XII IPA hadapi nanti itu nomor soalnya akan diacak sesuai dengan paket soal