• Tidak ada hasil yang ditemukan

Potensi Penggunaan Rumput Laut Caulerpa Lentillifera Sebagai Bahan Baku Pakan Ikan Nila Oreochromis Niloticus

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Potensi Penggunaan Rumput Laut Caulerpa Lentillifera Sebagai Bahan Baku Pakan Ikan Nila Oreochromis Niloticus"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

POTENSI PENGGUNAAN RUMPUT LAUT

Caulerpa lentillifera

SEBAGAI BAHAN BAKU PAKAN IKAN NILA

Oreochromis niloticus

NADISA THERESIA PUTRI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis berjudul “Potensi Penggunaan Rumput Laut Caulerpa lentillifera sebagai Bahan Baku Pakan Ikan Nila

Oreochromis niloticus” adalah benar karya saya sendiri yang merupakan bagian dari penelitian Kelompok Peneliti Nutrisi dan Teknologi Pakan Ikan Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Tawar (BPPBAT) Bogor tahun anggaran 2016 dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Tesis ini.

Bogor, Januari 2017

Nadisa Theresia Putri

(4)

RINGKASAN

NADISA THERESIA PUTRI. Potensi Penggunaan Rumput Laut Caulerpa lentillifera sebagai Bahan Baku Pakan Ikan Nila Oreochromis niloticus. Dibimbing oleh DEDI JUSADI, MIA SETIAWATI dan MAS TRI DJOKO SUNARNO.

Dalam rangka mengurangi bahan baku impor di Indonesia, maka dicari pemanfaatan bahan baku lokal potensial untuk pakan ikan. Tingginya keanekaragaman rumput laut dan luas lahan perairan Indonesia merupakan daya dukung yang dapat dimanfaatkan. Salah satu jenis rumput laut yang berpotensi sebagai bahan baku pakan ikan adalah Caulerpa lentillifera. Penelitian bertujuan untuk mengkaji penggunaan rumput laut C. lentillifera sebagai bahan baku pakan ikan nila.

Penelitian ini terdiri dari dua tahap yaitu uji kecernaan rumput laut C. lentillifera dan uji pertumbuhan ikan nila. Pengukuran uji kecernaan C. lentillifera

dilakukan dengan menggunakan indikator Cr2O3. Ikan yang digunakan pada uji

kecernaan yaitu ikan nila dengan bobot 7.00±1.00 g dengan kepadatan 16 ekor per akuarium. Pengukuran uji kecernaan menggunakan metode penyifonan feses yang diambil setelah hari keempat pemberian pakan perlakuan. Parameter uji yang diamati antara lain: kecernaan bahan, protein, kalsium, magnesium dan zat besi. Tahap kedua yaitu uji pertumbuhan menggunakan rancangan acak lengkap dengan empat perlakuan dan tiga ulangan. Perlakuannya adalah penggunaan tepung C. lentillifera sebesar 0% (kontrol), 10%, 20%, dan 30%. Ikan nila (3.41±0.10 g) dipelihara dalam akuarium (60x40x45 cm3) dengan kepadatan 20 ekor/akuarium yang diberi pakan secara satiasi sebanyak tiga kali sehari selama 50 hari. Parameter uji yang digunakan yaitu: tingkat kelangsungan hidup, jumlah konsumsi pakan, rasio efisiensi protein, retensi protein, retensi lemak, laju pertumbuhan spesifik, dan efisiensi pakan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kecernaan bahan dan kecernaan protein dari tepung C. lentiliifera sebesar 68.81% dan 86.31%. Nilai kecernaan mineral yang diuji pada tepung C. lentillifera yaitu kalsium sebesar 38.49%, magnesium 32.46% dan zat besi 36.21%. Hasil uji pertumbuhan menunjukkan bahwa penggunaan tepung C. lentillifera sebesar 10% dan 20% terhadap bobot akhir, kelangsungan hidup, jumlah konsumsi pakan, rasio efisiensi protein, retensi protein, laju pertumbuhan spesifik, serta efisiensi pakan ikan nila tidak berbeda nyata dengan kontrol (P>0.05). Penggunaan tepung C. lentillifera sebesar 30% menghasilkan pertumbuhan yang lebih rendah. Komposisi tubuh ikan pada akhir pemeliharaan ditunjukkan hasil yang meningkat dibandingkan awal pemeliharaan untuk komposisi protein dan lemak ikan nila. Sehingga, komposisi sampai 20% tepung C. lentillifera dapat digunakan dalam pakan ikan nila Oreochromis niloticus.

(5)

SUMMARY

NADISA THERESIA PUTRI. Potential use of Green Algae Caulerpa lentillifera

as a raw Material Feed for Nile Tilapia Oreochromis niloticus. Supervised by DEDI JUSADI, MIA SETIAWATI and MAS TRI DJOKO SUNARNO.

In order to reduce imports of raw materials in Indonesia, the exploration of potential local raw materials for fish feed is developed. The high diversity of seaweed and a land area of Indonesian waters are advantages that can be utilised.

Caulerpa lentillifera is one of the potential seaweed for fish feed raw material. This study aimed to assess the use of seaweed C. lentillifera as tilapias feed.

This study consisted of two experiments which were C. lentillifera

digestibility test and growth performance test of tilapia. C. lentillifera digestibility test was done by using Cr2O3 as indicators. The fish used in the digestibility test

was tilapia with the weight of 7.00 ± 1.00 g and 16 fish/aquarium in density. The measurement of digestibility tests was using the faecal collection which taken after the fourth day of feeding treatment. The observed parameters are C. lentillifera digestibility, protein, calcium, magnesium and iron. The second experiment is growth performance test using a completely randomised design with four treatments in triplicate. The treatment is the use of C. lentillifera meal with the percentages of 0% (control), 10%, 20% and 30%. Tilapia with the initial weight of 3.41 ± 0.10 g were reared in 60x40x45 cm3 aquarium with the density of 20 fish/aquarium. Fish were fed at satiation three times daily for 50 days. The parameters observed were survival rate, feed intake, protein efficiency ratio, protein retention, fat retention, specific growth rate and feed efficiency.

The results showed that the digestibility of C. lentiliifera and protein digestibility amounted to 68.81% and 86.31%. Mineral digestibility value was tested on C. lentillifera meal which amounted to 38.49% of calcium, 32.46% of magnesium and 36.21% of iron. The use of 10% and 20% C. lentillifera meal to the final weight, survival, total feed consumption, protein efficiency ratio, protein retention, specific growth rate and feed efficiency of tilapia is not significantly different from the control (P>0.05) while 30% C. lentillifera meal resulted in lower growth. However, the body composition (protein and fat) of the fish at the end of the rearing periods were higher compared to the initial. Thus, the composition of 20% C. lentillifera meal can be used in tilapia feed.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2017

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Akuakultur

POTENSI PENGGUNAAN RUMPUT LAUT

Caulerpa lentillifera

SEBAGAI BAHAN BAKU PAKAN IKAN NILA

Oreochromis niloticus

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2017

(8)
(9)

Judul Tesis : Potensi Penggunaan Rumput Laut Caulerpa lentillifera sebagai Bahan Baku Pakan Ikan Nila Oreochromis niloticus

Nama : Nadisa Theresia Putri NIM : C151140051

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Ir Dedi Jusadi, MSc Ketua

Dr Ir Mia Setiawati, MSi Anggota

Dr Ir Mas Tri Djoko Sunarno, MS Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Ilmu Akuakultur

Dr Ir Widanarni Msi

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul “Potensi Penggunaan Rumput Laut Caulerpa lentillifera sebagai Bahan Baku Pakan Ikan Nila Oreochromis niloticus” pada Program Studi Ilmu

Akuakultur, Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Dr Dedi Jusadi, Ibu Dr Mia Setiawati dan Bapak Dr Mas Tri Djoko Sunarno selaku dosen pembimbing atas waktu, tuntunan, masukan, kesabaran, nasehat, serta semangat yang telah diberikan hingga tesis ini dapat diselesaikan. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Bapak Dr Alimuddin sebagai dosen penguji luar komisi dan Ibu Dr Widanarni sebagai komisi program studi yang telah memberikan saran dalam ujian sidang tesis ini.

Kegiatan penelitian untuk memenuhi penyusunan karya ilmiah ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, melalui kesempatan ini penulis juga mengucapkan banyak terimakasih kepada pihak-pihak yang terlibat, salah satunya Kepala Balai dan Kelompok Peneliti Nutrisi dan Teknologi Pakan Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Tawar (BPPBAT) Bogor.

Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada kedua orangtua tercinta Bapak Djunaidi, BA dan Ibu Rohaina yang telah tulus mendoakan, memberi kasih sayang serta semangat dalam menyelesaikan studi ini. Terimakasih kepada Kakak-kakak dan adik tersayang Dara Agnesia, S.ST, Amarullah Faisal, S.IP, Ayu Nadia Pramazuly, S.IP, M.IP, Akbar Rahmatullah serta keluarga besar atas semangat yang diberikan. Tidak luput dari ucapan terimakasih juga kepada rekan-rekan Ilmu Akuakultur 2014 atas kebersamaan dan motivasinya selama menempuh studi.

Akhir kata, semoga karya ilmiah ini bermanfaat untuk kemajuan ilmu pengetahuan umumnya dan perikanan khususnya.

Bogor, Januari 2017

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

2 METODE PENELITIAN 3

Rancangan Penelitian 3

Pakan Uji 3

Pemeliharaan Ikan 4

Parameter Uji 5

Analisis Kimia 8

Analisis Data 8

3 HASIL DAN PEMBAHASAN 8

Hasil 8

Pembahasan 10

4 SIMPULAN DAN SARAN 14

Simpulan 14

Saran 14

DAFTAR PUSTAKA 15

LAMPIRAN 19

(12)

DAFTAR TABEL

1 Komposisi pakan uji kecernaan tepung C. lentillifera 3 2 Komposisi dan proksimat pakan uji pertumbuhan ikan nila dengan

penambahan rumput laut C. lentillifera 4

3 Kecernaan nutrien bahan C. lentillifera pada ikan nila 8 4 Performa pertumbuhan ikan nila pada penggunaan C. lentillifera dalam

pakan dengan komposisi yang berbeda selama 50 hari masa

pemeliharaan 9

5 Komposisi tubuh ikan nila awal dan akhir penelitian pada penggunaan

C. lentillifera dalam pakan dengan komposisi yang berbeda (% bobot

kering) 10

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil analisis proksimat bahan baku yang pakan ikan nila 20 2 Formulasi pakan uji kecernaan ikan nila tepung C. lentillifera 20 3 Pola asam amino esensial kebutuhan ikan nila dan komposisi asam

amino pada pakan perlakuan (referensi) 20

4 Prosedur analisis Cr2O3 dalam pakan uji kecernaan dan feses ikan nila

(Takeuchi 1988) 21

5 Prosedur analisis proksimat pakan kecernaan dan pakan uji pertumbuhan, serta feses ikan nila (AOAC 1999) 21 6 Prosedur analisis mineral (Ca, Mg dan Fe) pada pakan dan feses ikan

(13)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tahun 2014, produksi pakan ikan dan udang di Indonesia mencapai 1.411 juta ton (GPMT 2015). Dalam memproduksi pakan dengan jumlah tersebut dibutuhkan bahan baku pakan, tetapi saat ini sekitar 70% bahan baku pakan masih mengandalkan impor (GPMT 2015). Beberapa penelitian telah dilakukan untuk menurunkan jumlah impor bahan baku pakan, yaitu dengan memanfaatkan bahan baku lokal. Bahan baku pakan lokal yang telah diteliti peluang penggunaannya, serta rekayasa untuk meningkatkan nilai nutrisi bahan baku lokal antara lain adalah daun lamtoro, onggok singkong, kulit buah kakao, biji kapuk, kulit singkong, kopra, biji karet serta bungkil kelapa sawit (Fitriliyani 2010; Afebrata et al. 2014; Jusadi et al. 2013; Suprayudi et al. 2012). Namun ketersediaan bahan baku tersebut relatif terbatas, masih jauh dari kebutuhan untuk menutupi jumlah bahan baku impor. Oleh karena itu masih perlu dicari sumber daya alam Indonesia lainnya yang potensial untuk dijadikan sebagai bahan baku pakan ikan. Salah satu sumber daya alam yang potensial dikembangkan adalah rumput laut, mengingat luas wilayah pesisir yang dapat dimanfaatkan untuk budidaya rumput laut sangat luas, yakni mencapai 769.452 ha (Sahat 2013).

Kandungan karaginan atau agar menjadi faktor pembatas dalam memanfaatkan rumput laut sebagai bahan baku pakan ikan, karena sifat fisik karaginan yang dapat membentuk gel dan kaku (Widyastuti 2010). Salah satu spesies rumput laut yang tidak mengandung karaginan adalah alga hijau Caulerpa lentillifera (Widyastuti 2008). Selain itu, Murugaiyan et al. (2012) menyatakan bahwa alga hijau memiliki kandungan protein tertinggi jika dibandingkan alga merah dan alga cokelat. C. lentillifera merupakan jenis rumput laut yang memiliki jumlah kandungan asam amino lebih tinggi dibandingkan Sargassum polycystum

dan Eucheuma cottonii (Matanjun et al. 2009). Komposisi proksimat dalam bobot kering dari C. lentillifera yang diperoleh dari perairaan Binuangeun, Pandeglang adalah sebagai berikut, kadar protein 11.11%, abu 44.58%, lemak 0.23%, serat kasar 18.16% dan BETN 25.92%. Sedangkan yang diperoleh dari saluran buangan tambak udang di Takalar, mengandung protein 29.16%, abu 16.56%, lemak 0.76%, serat kasar 7.07% dan BETN 46.45%. Rumput laut C. lentiliifera juga potensial dikembangkan budidayanya karena bisa berperan sebagai biofilter untuk mempertahankan mutu air pada kegiatan budidaya (Chaitanawisuti et al. 2011; Liu et al. 2016). Seperti terlihat pada data di atas, C. lentiliifera memiliki kandungan mineral yang tinggi, sebagaimana jenis rumput laut lainnya (Kut-Guroy 2007; Matanjun et al. 2009; Natify et al. 2015; Mahasu 2016). Hasil analisis kandungan mineral makro yang tinggi dalam C. lentillifera adalah kalsium dan magnesium, serta kandungan mineral mikro yang tinggi ditunjukkan oleh zat besi (Matanjun et al. 2009). Mineral merupakan trace element yang sangat dibutuhkan walaupun dalam jumlah sedikit. Namun, konsumsi kadar abu tinggi dalam pakan akan menyebabkan penurunan penyerapan nutrien yang akhirnya dapat berakibat pada penurunan pertumbuhan (Sugiura et al. 1998).

(14)

2

karbohidrat, maupun sebagai sumber mineral. Namun, kualitas bahan baku pakan juga ditentukan oleh kecernaan bahan tersebut. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi kecernaan C. lentillifera serta jumlah yang optimum didalam formulasi pakan untuk ikan nila Oreochromis niloticus.

Perumusan Masalah

Keanekaragaman rumput laut di Indonesia mendorong upaya pemanfaatannya sebagai produk ekonomis untuk menggantikan bahan baku pakan ikan yang masih impor. Rumput laut C. lentillifera merupakan alga hijau yang umum ditemukan di wilayah tropis dan subtropis. C. lentillifera memiliki laju pertumbuhan yang tinggi, serta didukung oleh potensi sumber daya alam Indonesia yang dapat memenuhi ketersediaannya. C. lentillifera memiliki nilai nutrisi yang tinggi berdasarkan kandungan protein, karbohidratnya maupun mineral untuk dijadikan bahan baku pakan ikan nila. Selain itu, rumput laut C. lentillifera yang termasuk dalam golongan alga hijau tidak berpotensi menghasilkan karagenan atau bahan pembentuk gel. Sehingga penggunaan tepung

C. lentillifera diharapkan dapat digunakan untuk menurunkan permintaan bahan baku impor yang selama ini menyebabkan tingginya harga pakan ikan. Tepung C. lentillifera digunakan pada penelitian ini untuk mengurangi komposisi tepung bungkil kedelai dan tepung pollard sebagai sumber nutrisi dalam pakan ikan nila.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji penggunaan rumput laut C. lentillifera dalam pakan untuk ikan nila Oreochromis niloticus.

Manfaat Penelitian

(15)

3

2

METODE PENELITIAN

Rancangan Penelitian

Penelitian terdiri dari dua tahap percobaan. Percobaan tahap pertama adalah uji kecernaan bahan rumput laut C. lentillifera, melalui metode tak langsung menggunakan indikator Cr2O3 dan percobaan tahap kedua yaitu uji performa

pertumbuhan ikan nila yang menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan empat perlakuan dan tiga kali ulangan. Perlakuan meliputi penggunaan tepung C. lentillifera dalam pakan dengan kandungan sebesar 0%, 10%, 20%, dan 30%.

Pakan Uji Pengadaan Bahan uji

Rumput laut C. lentillifera didapat dari tambak polikultur C. lentillifera

dengan udang di Teluk Laikang perairan Takalar, Sulawesi Selatan, pada bulan Januari 2016. Rumput laut C. lentillifera direndam dalam air tawar selama 30 menit dan dicuci bersih. Selanjutnya C. lentillifera dikeringkan dalam oven dengan suhu 40oC selama 18 jam sampai kadar air menjadi 7%, kemudian ditepung menggunakan mesin penepung. Berdasarkan hasil analisis proksimat, tepung rumput laut C. lentillifera mengandung protein sebesar 29.16%, lemak 0.76%, karbohidrat 53.52% dan abu 16.56%. Hasil analisis proksimat bahan baku pakan yang digunakan dalam penelitian ini terlampir pada Lampiran 1.

Uji kecernaan

Komposisi pakan uji kecernaan tepung C. lentillifera disajikan pada Tabel 1. Formulasi pakan acuan dan pakan uji untuk tahap kecernaan terlampir pada Lampiran 2. Pakan yang digunakan untuk uji kecernaan tepung C. lentillifera

sesuai dengan Watanabe (1988).

Tebel 1. Komposisi pakan uji kecernaan tepung C. lentillifera

Bahan (%) Pakan Acuan Pakan Uji

Komposisi pakan 99.5 69.5

Tepung Caulerpa lentillifera - 30

Cr2O3 0.5 0.5

Total 100 100

Uji pertumbuhan

(16)

4

di bawah 10%. Komposisi dan proksimat pakan disajikan pada Tabel 2. Penggunaan tepung C. lentillifera dalam pakan sebagai sumber nutrisi pada perlakuan, dengan mengurangi komposisi tepung bungkil kedelai dan tepung pollard.

Tabel 2. Komposisi dan proksimat pakan uji pertumbuhan ikan nila dengan pemanfaatan rumput laut C. lentillifera

Bahan baku Jumlah Caulerpa lentillifera dalam pakan

0% 10% 20% 30%

Tepung ikan 10.00 10.00 10.00 10.00

Tepung bungkil kedelai 45.00 39.70 34.40 29.20 Tepung Caulerpa lentillifera 0.00 10.00 20.00 30.00

Tepung pollard 35.04 30.34 25.51 20.60

Di-Calsium-Phosphate 1.00 1.00 1.00 1.00

Vitamin C 0.06 0.06 0.06 0.06

Keterangan : BETN = Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen. Perhitungan Energi (Watanabe 1988): 1 g protein = 5.6 kkal GE; 1 g karbohidrat/BETN = 4.1 kkal GE; 1 g lemak = 9.4 kkal GE

Pemeliharaan Ikan Uji kecernaan

(17)

5 pakan acuan, pakan bahan uji dan feses yang telah dikumpulkan dianalisis kandungan kromium dan proksimatnya.

Selama pemeliharaan, kualitas air dijaga dalam kisaran optimum untuk kelangsungan hidup ikan nila. Pergantian air sebanyak 30% dilakukan setiap pagi hari. Setiap akuarium dilengkapi dengan aerasi. Kisaran nilai suhu air adalah 26.1oC sampai 28oC, oksigen terlarut (DO) 3.75 mg L-1 sampai 7.46 mg L-1 dan pH 6.5 sampai 7.5. Pengukuran suhu, DO dan pH dilakukan pada pagi hari sebelum dilakukan pergantian air dan setelah pergantian air, siang hari, serta sore hari.

Uji pertumbuhan

Akuarium berukuran 60x40x45 cm3 yang telah dibersihkan, diisi 95 L air. Ikan nila yang digunakan memiliki bobot awal 3.41±0.10 g, berasal dari BPPBAT Bogor ditebar sebanyak 20 ekor/akuarium. Sebelum diberi pakan perlakuan, ikan uji nila sebanyak 12 ekor diambil sebagai sampel untuk analisis kandungan nutrisi awal. Ikan uji diadaptasikan dalam akuarium selama 2 minggu. Pada awal masa pemeliharaan, sebelum ikan diberi pakan perlakuan, ikan ditimbang bobot rata-rata individu.

Ikan uji dipelihara selama 50 hari. Pemberian pakan perlakuan dilakukan tiga kali dalam sehari yaitu pukul 08.00, 12.00 dan 16.00 secara satiasi. Setiap akuarium dilengkapi dengan aerator. Pergantian air sebanyak 30% dilakukan setiap pagi hari sebelum pemberian pakan selama masa pemeliharaan. Kualitas air dijaga dalam kisaran optimum untuk kelangsungan hidup ikan nila. Kisaran nilai suhu adalah 26oC sampai 28.3oC, DO 3.54 mg L-1 sampai 8.07 mg L-1 dan pH 6.7 sampai 7.5. Pengukuran suhu, DO dan pH dilakukan pagi sebelum pergantian air dan setelah pergantian air, siang, serta sore hari selama masa pemeliharaan.

Pada akhir masa pemeliharaan, ikan ditimbang bobot idividu dengan cara dibius menggunakan Ocean free special arowana stabilizer sebanyak 0.67 mL L-1 air. Kemudian ikan uji diambil sampel untuk dianalisis kandungan proksimatnya.

(18)

6

Keterangan: a = Cr2O3 dalam pakan (%)

a’ = Cr2O3 dalam feses (%)

b = protein dalam pakan (%) b’ = protein dalam feses (%) c = mineral dalam pakan (%) c’ = mineral dalam feses (%)

Kecernaan Bahan C. lentillifera

Kecernaan tepung C. lentillifera dihitung menggunakan persamaan yang dikemukakan oleh Watanabe (1988), yaitu :

Kecernaan Bahan (%) = (ADT – 0.7 AD) x 100

0.3

Keterangan : ADT = nilai kecernaan pakan bahan uji (%) AD = nilai kecernaan pakan rujukan (%)

Jumlah Konsumsi Pakan (JKP) Individu

Rumus yang digunakan untuk menghitung jumlah konsumsi pakan adalah : P (g ) umla pakan ak ir (g) – umla ikan ak ir

Rasio Efisiensi Protein (REP)

Rumus yang digunakan untuk menghitung rasio efisiensi protein menurut Watanabe (1988) adalah :

R P obot protein yang diberikan (g)Pertamba an obot (g)

Retensi Protein (RP)

Retensi protein dapat dihitung dengan rumus Watanabe (1988) :

RP (%) =

Keterangan : p’ : pertambahan bobot protein tubuh (g) p : bobot total protein yang dikonsumsi (g)

Retensi Lemak (RL)

(19)

7 RL (%) =

Keterangan : m’ : pertambahan bobot lemak tubuh (g) m : bobot total lemak yang dikonsumsi (g)

Laju Pertumbuhan Spesifik (LPS)

Laju pertumbuhan spesifik atau yang sering disebut laju pertumbuhan bobot harian menggunakan rumus menurut Halver (1989) :

LPS ( Ln ̅̅̅̅ – Ln ̅̅̅̅̅ x 100

Keterangan : LPS : laju pertumbuhan spesifik (%/hari) Wt : bobot ikan akhir pemeliharaan (g) Wo : bobot ikan awal pemeliharaan (g) Δt : lama waktu pemeliharaan (hari)

Pertumbuhan Bobot Mutlak

Pertambahan bobot dihitung berdasarkan selisih bobot atau panjang pada awal dan akhir pemeliharaan. Pertambahan bobot atau panjang dihitung berdasarkan formula :

∆W = Wt– W0

Keterangan: ∆W : pertambahan bobot mutlak (g) t : waktu akhir percobaan (hari) o : waktu awal percobaan (hari)

Efisisensi Pakan (EP)

Efisiensi pakan (EP) adalah pertambahan bobot ikan per jumlah konsumsi pakan persatuan unit. Efisiensi pakan digunakan untuk membandingkan jumlah konsumsi pakan terhadap pertambahan bobot ikan (Watanabe 1988):

P ( umla onsumsi Pakan (g)Pertamba an obot (g) x 100

Tingkat Kelangsungan Hidup (TKH)

Perhitungan kelangsungan hidup dilakukan dengan rumus sebagai berikut (Effendi 2004):

Kelangsungan hidup (%) =

(20)

8

Analisis Kimia

Analisis kimia meliputi analisis kromium, mineral (Ca, Mg, Fe) dan proksimat. Analisis kromium pakan dan feses menggunakan metode spektrofotometrik (Lampiran 4). Analisis proksimat dilakukan terhadap pakan uji, tubuh ikan awal (sebelum pemeliharaan) dan tubuh ikan akhir (setelah pemeliharaan). Analisis proksimat meliputi kadar air, protein, lemak, serat kasar, abu dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN). Analisis kadar air dilakukan dengan metode Gravimetrik, protein dengan metode Kjeldhal, lemak dengan metode Soxhlet, kadar abu dengan metode Gravimetrik dan serat kasar dengan metode Vansus. Analisis proksimat ini sesuai dengan prosedur AOAC (1995) (Lampiran 5). Analisis kandungan mineral (Ca, Mg dan Fe) dengan metode destruksi basah dan menggunakan Atomic Absorbance Spectrofotometer (AAS) (Lampiran 6).

Analisis Statistik

Data yang diperoleh digunakan untuk perhitungan parameter uji. Pengaruh perlakuan terhadap parameter uji dianalisis menggunakan analisis sidik ragam (ANOVA), apabila hasil uji ANOVA menunjukkan berbeda nyata akan diuji lanjut menggunakan uji Duncan pada selang kepercayaan 95%. Alat yang digunakan adalah program software SPSS ver. 21.00.

3

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Ikan nila digunakan sebagai ikan uji dalam penelitian penggunaan tepung C. lentillifera sebagai bahan baku pakan. Hasil uji kecernaan tepung C. lentillifera

disajikan pada Tabel 3. Hasil menunjukkan bahwa kecernaan total tepung C. lentillifera yaitu 68.81% dan kecernaan proteinnya sebesar 86.31%. Tepung C. lentillifera memiliki kandungan mineral yang tinggi, termasuk didalamnya kalsium, magnesium dan zat besi. Tepung C. lentillifera memiliki nilai kecernaan mineral berupa kalsium sebesar 38.49%, magnesium sebesar 32.46% dan zat besi sebesar 36.21%.

Tabel 3. Kecernaan nutrien bahan C. lentillifera pada ikan nila

Parameter Uji Kecernaan (%)

(21)

9 Tabel 4 menyatakan hasil beberapa parameter performa pertumbuhan ikan nila yang diberi pakan dengan berbagai komposisi tepung C. lentillifera. Tingkat kelangsungan hidup ikan nila pada berbagai kandungan C. lentillifera dalam pakan berkisar antara 96.67% sampai 98.33%. Selama 50 hari masa pemeliharaan, bobot ikan nila berkisar 9.28 g sampai 10.87 g. Konsumsi pakan ikan nila pada berbagai kandungan C. lentillifera berkisar antara 11.20 g sampai 11.95 g. Penggunaan tepung C. lentillifera dalam pakan ikan nila sebesar 10% dan 20% tidak memberikan pengaruh yang nyata (P>0.05) terhadap kontrol pada beberapa parameter diantaranya rasio efisiensi protein, retensi protein, laju pertumbuhan spesifik, dan efisiensi pakan. Laju pertumbuhan spesifik (LPS) ikan nila terendah pada kandungan C. lentillifera 30% (2.00±0.07%), berbeda nyata dengan kontrol (P>0.05). Hasil yang serupa juga ditunjukkan pada parameter rasio efisiensi protein (REP) dan efisiensi pakan (EP) yang memberikan nilai terendah pada perlakuan 30% berturut-turut adalah 1.87% dan 52.53%

Tabel 4. Performa pertumbuhan ikan nila pada penggunaan C. lentillifera dalam pakan dengan komposisi yang berbeda selama 50 hari masa pemeliharaan

Parameter Jumlah Caulerpa lentillifera dalam pakan

0% 10% 20% 30%

W0 (g) 3.41±0.05a 3.41±0.08 a 3.41±0.05 a 3.41±0.09 a

W50 (g) 10.81±0.65a 10.87±0.37a 9.84±0.82ab 9.28±0.34b

TKH (%) 96.67±5.77a 98.33±2.89a 98.33±2.89a 98.33±2.89a JKP (g) 11.95±0.46a 11.72±0.68a 11.20±0.89a 11.24±0.36a REP (%) 2.15±0.19a 2.15±0.06a 1.93±0.16ab 1.87±0.07b RP (%) 28.82±2.04a 29.10±0.20a 26.77±3.21a 26.17±3.05a RL (%) 70.67±4.01a 61.61±1.64b 61.12±2.73b 52.94±2.01c LPS (% hari-1) 2.31±0.12a 2.32±0.07a 2.12±0.16ab 2.00±0.07b EP (%) 62.05±4.70a 66.17±1.93a 57.53±3.52a 52.53±3.02b

Keterangan : Nilai yang tertera merupakan nilai rata-rata ± standar deviasi. Huruf superscript

dibelakang nilai standar deviasi yang berbeda pada setiap baris menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata (P<0,05); W0 = bobot awal individu; W50 = bobot

akhir individu (hari ke-50); JKP = jumlah konsumsi pakan; REP = rasio efisiensi protein; RP = retensi protein; RL = retensi lemak; LPS = laju pertumbuhan spesifik; EP = efisiensi pakan; TKH = tingkat kelangsungan hidup.

(22)

10

Tabel 5. Komposisi tubuh ikan awal dan akhir pemeliharaan pada penggunaan C. lentillifera dalam pakan dengan komposisi yang berbeda (% bobot kering)

Parameter

uji (%) Awal

Penggunaan tepung Caulerpa lentillifera dalam pakan

0% 10% 20% 30%

Kadar air 77.6 75.33±1.31a 72.31±1.18b 75.24±1.28a 74.63±0.89a Kadar abu 27.55 15.48±1.83a 16.81±0.53ab 17.33±0.76ab 17.83±0.32b Protein 46.75 48.41±1.53a 51.48±2.06a 49.34±0.96a 48.39±1.62a Lemak 4.97 18.29±0.49a 17.22±0.25b 17.21±0.41b 15.31±0.51c Serat kasar 1.67 1.78±0.53a 2.19±0.28a 2.22±0.25a 2.16±0.20a BETN 19.06 16.04±2.24a 12.29±2.10a 13.90±1.88a 16.31±2.39a

Keterangan : Nilai yang tertera merupakan nilai rata-rata ± standar deviasi. Huruf superscript

yang sama pada baris yang sama menunjukkan pengaruh perlakuan yang tidak berbeda nyata (P>0,05). BETN = bahan ekstrak tanpa nitrogen

Pembahasan

Kecernaan nutrien merupakan tahap awal untuk mengevaluasi potensi bahan baku yang akan digunakan dalam pakan. Informasi nilai kecernaan bahan pakan dan kandungan nutriennya diperlukan untuk memaksimalkan pertumbuhan ikan dengan mempertimbangkan kebutuhan nutrisi dan hasil metabolisme yang dibuang (Zhou et al. 2004). Kecernaan menunjukkan banyaknya komposisi nutrien yang diserap dan digunakan untuk pertumbuhan serta proses metabolisme (NRC 2011). Hasil penelitian (Tabel 3) menunjukkan bahwa ikan nila mampu mencerna tepung C. lentillifera sebesar 68.81%, lebih rendah jika dibandingkan dengan nilai kecernaan tepung pollard sebesar 79.6%, tepung kedelai sebesar 77.7%, dan tepung ikan sebesar 88% (Fontainhas-Fernandes et al. 1999), tetapi sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan nilai kecernaan tepung Ulva lactuca

sebesar 66.26% (Mahasu 2016).

Tepung C. lentillifera memiliki nilai kecernaan protein sebesar 86.31% (Tabel 3). Nilai kecernaan protein tersebut masuk kedalam kisaran nilai yang baik bagi kecernaan protein oleh ikan. Nilai kecernaan protein pada bahan baku pakan yang baik bagi ikan yaitu berkisar 75% sampai 95% (NRC 2011). Nilai kecernaan protein tepung C. lentillifera tidak jauh berbeda dengan nilai kecernaan protein tepung pollard sebesar 82.87% (Ribeiro et al. 2011) dan 88.6% (Fontainhas-Fernandes et al. 1999), kecernaan protein tepung bungkil kedelai sebesar 87.4% (Koprucu & Ozdemir 2005) dan 91.12% (Ribeiro et al. 2011) serta tepung ikan sebesar 83.53% (Ribeiro et al. 2011).

(23)

11 merupakan salah satu makromineral yang terkandung dalam rumput laut C. lentillifera dalam jumlah banyak (Matanjun et al. 2009). Kalsium sebagai mineral makro yang berperan dalam pertumbuhan ikan memiliki nilai kecernaan pada C. lentillifera sebesar 38.49%. Selain kalsium, nilai kecernaan magnesium sebesar 32.46% dan nilai kecernaan zat besi pada penelitian ini sebesar 36.21% (Tabel 3). Hasil penelitian menunjukkan nilai kecernaan mineral yang tinggi, jika dibandingkan dengan penelitian nilai kecernaan kalsium pada tepung ikan yaitu 24.2% (Vielma & Lall 1997) tepung bungkil kedelai yaitu 20.9% (Koprucu & Ozdemir 2005). Kecernaan magnesium pada tepung ikan sebesar 28% (Vielma & Lall 1997) dan sebesar 68.5% pada kedelai (Cheng & Hardy 2003). Kecernaan nutrien tepung C. lentillifera telah menunjukkan nilai yang baik sebagai bahan baku pakan ikan nila. Dalam mempertimbangkan kebutuhan nutrisi untuk mengetahui komposisi terbaik dalam pakan, penelitian ini menggunakan tepung C. lentillifera dalam pakan sebesar 0%, 10%, 20%, dan 30%.

Berdasarkan hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penggunaan C. lentillifera sampai 30% tidak berpengaruh nyata terhadap TKH ikan nila yang diperoleh sebesar 96.67% sampai 98.33% (Tabel 4). Hal ini menjadi bukti bahwa penggunaan C. lentillifera dalam pakan ikan nila sampai 30% pada wadah percobaan mendukung performa pertumbuhan ikan nila.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan tepung C. lentillifera

dalam pakan ikan nila sebesar 10% dan 20% tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap kontrol pada parameter-parameter performa pertumbuhan, antara lain: jumlah konsumsi pakan, rasio efisiensi protein, retensi protein, laju pertumbuhan harian, dan efisiensi pakan (Tabel 4). Jumlah pakan yang sesuai dengan kapasitas lambung atau sesuai dengan waktu ikan membutuhkan pakan, perlu diperhatikan karena pada saat itu ikan sudah dalam kondisi medekati lapar (Sunarno 1991). Jumlah konsumsi pakan yang tidak berbeda nyata (P>0.05) menunjukkan bahwa perbedaan komposisi tepung C. lentillifera dalam pakan tidak mempengaruhi palatabilitas ikan nila dan tidak mengganggu nafsu makan ikan.

Nilai rasio efisiensi protein dipengaruhi oleh kemampuan ikan dalam mencerna protein pada pakan yang dikonsumsi. Berdasarkan hasil nilai rasio efisiensi pakan (Tabel 4), penggunaan tepung C. lentillifera sampai 20% dalam pakan ikan nila memiliki keseimbangan protein dan energi yang sesuai dengan kebutuhan ikan nila. Selain itu, Khan dan Abidi (2012) menyatakan bahwa pemanfaatan protein tergantung pada ketersediaan sumber energi non-protein dalam pakan yang akan mempengaruhi efisiensi retensi nutrient. Namun penggunaan 30% tepung C. lentillifera sebagai pakan memberikan nilai REP terendah (1.87±0.07) yang diduga karena adanya ketidakseimbangan asam amino dalam pakan perlakuan.

(24)

12

Pemanfaatan energi secara maksimal oleh lemak dan karbohidrat dapat mendukung pemanfaatan protein sebagai komponen pertumbuhan ikan. Hasil penelitian pemanfaatan C. lentillifera dalam pakan sebesar 30% menghasilkan pertumbuhan spesifik dan nilai efisiensi pakan yang rendah dan berbeda nyata (P<0.05) dengan kontrol. Pertumbuhan ikan uji selain dilihat dari nilai laju pertumbuhan spesifik juga dapat dilihat dari pertumbuhan bobot mutlak. Pertumbuhan mutlak ikan nila terlihat dari selisih bobot indivindu awal dan akhir penelitian. Pertumbuhan ikan nila pada perlakuan 30% mendapatkan hasil yang terendah jika dibandingkan perlakuan lainnya.

Rendahnya pertumbuhan pada hasil penelitian ditunjukkan oleh nilai efisiensi pakan yang juga rendah. Pertumbuhan terendah terdapat pada perlakuan penambahan tepung C. lentillifera terbesar, yaitu 30%. Pertumbuhan yang semakin rendah dengan meningkatnya penambahan tepung C. lentillifera pada ikan nila disebabkan karena kandungan serat kasar dan abu yang semakin tinggi pada pakan perlakuan (Tabel 2). Serat makanan akan berada pada saluran pencernaan dalam waktu relatif singkat sehingga absorpsi zat makanan berkurang (Fitriliyani 2010). Makanan dengan kandungan serat kasar tinggi juga dilaporkan dapat mengurangi bobot badan ikan (Hemre et al. 2002). Selain itu, sesuai dengan pernyataan Sugiura et al. (1998), konsumsi kadar abu tinggi dalam pakan akan menyebabkan penurunan penyerapan nutrien yang akhirnya dapat berakibat pada penurunan pertumbuhan. Identifikasi lainnya, terdapat zat antinutrisi yang terdapat pada beberapa alga yaitu lektin (Oliveira 2002). Lektin merupakan jenis lain dari protein toksik yang dapat menyebabkan aglutinasi atau penggumpalan pada sel darah merah (Liener et al. 1969). Caulerpa curpressoides diteliti mengandung lektin tinggi dalam bentuk glisin, asam aspartat, asam glutamat dan serin, serta kandungan rendah pada asam amino dasar (Benevide et al. 2001).

(25)

13 20% dan 30%. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Yue et al. (2014), bahwa defisiensi treonin yang diinduksi dalam pakan menghasilkan pertumbuhan yang buruk pada ikan nila, namun tidak ada gejala patologis yang teramati. Hasil yang sama juga didapat pada penelitian menggunakan ikan Japanese flounder (Alam 2003), Indian catfish (Ahmed 2007) dan Indian major carp (Abidin dan Khan 2008). Keseimbangan asam amino dalam pakan perlu diperhatikan, karena ketidakseimbangan jenis dan komposisinya dapat mempengaruhi efisiensi sintesis protein yang mengakibatkan protein disimpan rendah serta pertumbuhan rendah (Conde-Aguilera et al. 2013; Hu et al. 2013; Valverde et al. 2013), yang diduga terjadi pada perlakuan penggunaan C. lentillifera 30%.

Gambar 1. Pola asam amino esensial dari kebutuhan ikan nila dan pakan perlakuan dengan pemanfaatan C. lentillifera (NRC 1993; Matanjun 2009). Kebutuhan nila, kontrol, pakan 10% C. lentillifera, pakan 20% C.

lentillifera, pakan 30% C. lentillifera.

Penurunan pertumbuhan ikan karena pemanfaatan rumput laut pada tingkat komposisi tertentu telah dilakukan beberapa penelitian. Penggunaan rumput laut

Ulva rigida dalam pakan sebesar 20% menghasilkan pertumbuhan ikan mas yang lebih rendah (Diler et al. 2007). Ulva rigida 15% dalam pakan ikan nila juga dapat menghasilkan pertumbuhan dan konsumsi pakan serta pemanfaatan energi yang rendah (Kut-Guroy et al. 2007). Rendahnya pertumbuhan, kelangsungan hidup dan komposisi tubuh juga terjadi pada ikan rainbow trout dengan tingkat pemberian Sargassum ilicifolium sebesar 10% (Zamannejad et al. 2016). Perbedaan tingkat suplementasi optimal rumput laut dalam pakan ikan bisa terjadi karena perbedaan spesies ikan, ukuran ikan dan kondisi penelitian yang berbeda.

Komposisi kimia tubuh ikan nila setelah pemeliharaan pada penelitian ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan dibandingkan sebelum pemeliharaan untuk komponen protein dan lemak tubuh (Tabel 5). Penggunaan tepung C. lentillifera 0%, 10%, 20%, dan 30% pada pakan yang diberikan tidak memberikan pengaruh nyata (P>0.05) terhadap kandungan protein tubuh ikan nila, didukung

(26)

14

oleh nilai retensi protein setiap perlakuan. Hal yang sama terjadi pada penggunaan tepung rumput laut Ulva yang merupakan alga hijau sebagai bahan baku pakan ikan, memberikan pengaruh tidak nyata terhadap kandungan protein tubuh (Kut-Guroy et al. 2007; Diler et al. 2007; Natify et al. 2015; Mahasu 2016). Berbeda dengan komposisi lemak pada tubuh ikan setelah pemeliharaan, pengaruh yang nyata diberikan terhadap penambahan tepung C. lentillifera ke dalam pakan ikan nila. Hasil analisis menunjukkan bahwa kadar lemak tubuh ikan berbeda nyata (P>0.05) pada perlakuan dengan penggunaan tepung C. lentillifera dalam pakan dibandingkan kontrol. Semakin tinggi penggunaan tepung C. lentillifera dalam pakan menurunkan kandungan lemak tubuh ikan uji, didukung oleh nilai retensi lemak pada setiap perlakuan. Diler et al. (2007) melaporkan bahwa penggunaan

Ulva yang merupakan alga hijau dalam pakan sampai 20% dapat menurunkan kandungan lemak pada tubuh ikan mas. Tingginya protein dan rendahnya lemak pada penambahan tepung C. lentillifera sampai 20% diduga karena pakan yang dikonsumsi ikan tersebut mempunyai imbangan protein dan non-protein yang memenuhi kebutuhan ikan, sehingga lemak dapat dimanfaatkan dengan efisien sebagai energi, akibatnya lemak yang di deposit di dalam tubuh tidak tinggi.

4

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Tepung C. lentillifera dapat digunakan dalam pakan sebanyak 20%, sehingga rumput laut C. lentillifera potensi dijadikan bahan baku pakan ikan nila

Oreochromis niloticus.

Saran

(27)

15

DAFTAR PUSTAKA

Abidi SF, Khan MA. 2008. Dietary threonine requirement of fingerling Indian major carp, Labeo rohita (Hamilton). Aquaculture Research 39:1498-1505. Afebrata DR, Santoso L, Suparmono. 2014. Substitusi tepung onggok singkong

sebagai bahan baku pakan pada budidaya ikan nila Oreochromis nilotius.

Jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan. 2(2):233-240.

Ahmed I. 2007. Dietary amino acid L-threonine requirement of fingerling Indian catfish, Heteropneustes fossilis (Bloch) estimated by growth and biochemical parameters. Aquaculture International. 15:337-350.

Alam MS, Teshima S, Koshio S, Yokoyama S, Ishikawa M. 2003. Optimum dietary threonin level for juvenile Japanese flounder Paralichthys olivaceus.

Asian Fish Sci. 16:175-184.

[AOAC] Association of Official Analytical Chemists. 1999. Official methods of analysis of AOAC Intl. 16th ed. Maryland (US): Association of Official Analytical Chemists.

Benevides NMB, Holanda ML, Melo FR, Pereira MG, Monteiro ACO, Freitas ALP. 2001. Purification and partial characterization of the lectin from the marine green alga Caulerpa cupressoides (Vahl) C. Agardh. Botanica Marina. 44:17-22.

Chaitanawisuti N, Santhaweesuk W, Kristsanapuntu S. 2011. Performance of the seaweed Gracilaria salicornia and Caulerpa lentillifera as biofilters in hatchery scale recirculating aquaculture system for juvenile spotted babylons

Babylonia areolata. Journal Aquaculture International. 19(11):1139-1150. Cheng ZJ, Hardy W. 2003. Effects of extrusion and expelling processing, and

microbial phytase supplementation on apparent digestibility coefficient of nutrients in full-fat soybean for rainbow trout Oncorhynchus mykiss.

Aquaculture. 218:501-514.

Conde-Aguilera JA, Cobo-Ortega C, Tesseraud S, Lessire M, Mercier Y, Van Milgen J. 2013. Changes in body composition in broilers by a sulfur amino acid deficiency during growth. Poultry Science. 92:1.266-1.275.

Diler I, Tekinay AA, Güroy D, Güroy B, Soyuturk M. 2007. Effects of Ulva rigida on the growth feed intake and body composition of common carp,

Cyprinus carpio. Journal of Biological Sciences. 7:305-308.

Effendi I. 2004. Pengantar Akuakultur. Bogor (ID). Penebar Swadaya.

Fitriliyani I. 2010. Evaluasi nilai nutrisi tepung daun Lamtoro gung Leucaena leuophala terhidrolisis dengan ekstrak enzim cairan rumen doba Ovis aries

terhadap kinerja pertumbuhan ikan nila Oreochromis niloticus. Jurnal Akuakultur Indonesia. 9(1):30-37.

Fontainhas-Fernandes A, Gomes E, Reis-Henriques MA, Coimbra J. 1999. Replacement of fish meal by plant proteins in the diet of Nile tilapia: digestibility and growth performance. Aquaculture International. 7:57-67. Gatlin DM, Barrows FT, Brown P, Dabrowski K, Gaylord TG, Hardy WH,

Herman E, Hu G, Krogdahl A, Nelson R, Overtur K, Rust M et al. 2007. Expanding the utilization of sustainable plant products in aquafeeds [review].

(28)

16

[GPMT] Gabungan Pengusaha Makanan Ternak. 2015. Data Produksi dan Distribusi Pakan. Dari Indonesian Feedmills Association, http://www.asosiasi-gpmt.blogspot.co.id/p/data-produksi-pakan.html. [Retrieved on 1 September 2016].

Halver JE. 1989. Fish Nutrition. New York (US). Academic Pr.

Hemre, GI. Mommsen TP, Krogdahl A. 2002. Carbohydrates in fish nutrition: effect on growth, glucose metabolism and hepatic enzymes. Aquaculture Nutrition. 8:175-194.

Hu M, Wang Y, Wang Q, Zhao M, Xiong B, Qian X, Zhao Y, Luo Z. 2013. Replacement of fish meal by rendered animal protein ingredients with lysine and methionine supplementation to practical diets for gibel carp Carassius auratus gibelio. Aquaculture. 275:260-265.

Jusadi D, Ekasari J, Kurniansyah A. 2013. Efektivitas penambahan enzim cairan rumen domba pada serat kasar dan nilai ketercernaan kulit buah kakao sebagai bahan pakan ikan nila. Jurnal Akuakultur Indonesia. 12 (1):43-51.

Khan MA, Abidi SF. 2012. Effect of varying protein to energy ratios on growth, nutrient retention, somatic indices, and digestive enzyme activities of singhi,

Heteropneustes fossilis (Blonch). Journal of the World Aquaculture Society.

43:490-501.

Koprucu K, Ozdemir Y. 2005. Apparent digestibility of selected feed ingredients for Nile tilapia Oreochromis niloticus. Aquaculture. 250:308-316.

Kut-Guroy K, Cirik S, Guroy D, Sanver F, Tekinay AA. 2007. Effect of Ulva rigida and Cystoseira barbata meals as a feed additive on growth performance, feed utilization and body composition of Nile tilapia Oreochromis niloticus.

Turkish Journal of Veterinary Animal Sciences. 31:91-97.

Li P, Mai K, Trushenski J, Wu G. 2008. New developments in fish amino acid nutrition: towards functional and enviromentally oriented aquafeeds. Amino Acids. 37:43-45.

Liener, IE. 1969. Toxic constituents of plant foodstuffs. New York (US). Academic Pr.

Liu H, Wang F, Wang Q, Dong S, Tian X. 2016. A comparative study of the nutrient uptake and growth capacities of seaweeds Caulerpa lentillifera and

Gracilaria lichenoides. Journal Appl Phycol. 28:3083-3089.

Mahasu, NH. 2016. Evaluasi penggunaan rumput laut Ulva lactuca sebagai pengganti pollard dalam pakan ikan nila Sultana Oreochromis niloticus

[Thesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Matanjun P, Mohamed S, Mustapha NM, Kharidah M. 2009. Nutrient content of tropical edible seaweeds, Eucheuma cottonii, Caulerpa lentillifera and

Sargassum polycystum. Journal Appl Phycol. 21:75-80. doi:10.1007/s10811-008-9326-4.

Murugaiyan K, Narasimman S, Anatharaman P. 2012. Proximate composition of marine macro algae from Seeniappa Dharka, Gulf of Mannar Region, Tamil Nadu. International Journal of Research in Marine Sciences. 1(1):1-3.

Natify W, Droussi M, Berday N, Araba A, Benabid M. 2015. Effect of seaweed

Ulva lactuca as a feed additive on growth performance, feed utilization and body composition of Nile tilapia Oreochromis niloticus L. International Journal of Agronomy and Agricultural Research. 7(3):85-92.

(29)

17 Oliveira SRM, Nascimento AE, Lima MEP, Leite YFM, Benevides NMB. 2002. Purification and characterisation of a lectin from the red marine alga

Pterocladiella capillacea (S.G. Gmel.) Santel. & Hommers. Revista Brasil. Bot.

25(4):397-403.

Pratama AP, Rachmawati D, Samidjan I. 2015. Pengaruh penambahan enzim fitase pada pakan buatan terhadap efisiensi Pemanfaatan pakan, pertumbuhan dan kelulushidupan ikan nila merah salin Oreochromis niloticus. Journal of Aquaculture Management and Technology. 4(4):150-158.

Ribeiro FB, Lanna EAT, Bomfim MAD, Donzele JL, Quadros M, Cunha PSL. 2011. True and apparent of protein and amino acids of feed in nile tilapia.

Revista Brasileira de Zootecnia. 40(5):939–946.

Sahat HJ. 2013. Rumput Laut Indonesia. Warta Ekspor edisi September. Hal. 3-12.

Setiawati M, Suprayudi MA. 2003. Pertumbuhan dan efisiensi pakan ikan nila merah Oreochromis sp. yang dipelihara pada media besalinitas. Jurnal Akuakultur Indonesia. 2(1):27-30.

Smith EL, Greene RD. 1947. Further studies on amino acid composotion of immune proteins. Journal Biological Chemistry. 171:355-362.

Sugiura SH, Dong FM, Rathbone CK, Hardy RW. 1998. Apparent protein digestibility and mineral availabilities in various feed ingredients for salmonid feeds. Aquaculture. 159:177-202.

Sunarno MTD. 1991. Pemeliharaan ikan jelawat Leptobarsa hoeveni dengan frekuensi pemberian pakan berbeda. Bulletin Penelitian Perikanan Darat. 10(2):76-80.

Suprayudi MA, Edriani G, Ekasari J. 2012. Evaluasi kualitas produk fermentasi berbagai bahan baku hasil samping agroindustri lokal : Pengaruhnya terhadap kecernaan serta kinerja pertumbuhan juvenil ikan mas. Jurnal Akuakultur Indonesia. II(1):1-10.

Valverde, Cerezo J, Martines-Llorens S, Vidal AT, Jover M, Rodriguez C, Estefanell J, Gairin JI, Domingues PM, Rodriguez CJ, Garcia BG. 2013. Amino acid composition and protein quality evaluation of marine species and meals for feed formulations in Cephalopods. Aquaculture International.

21:413-433.

Vielma J, Lall SP. 1997. Dietary formic acid enhances apparent digestibility of mineral in rainbow trout, Oncorhynchus mykiss (Walbaum). Aquaculture Nutrition. 3:265-268.

Watanabe T. 1988. Fish nutrition and marinculture. Tokyo (JP): Department of Aquatic Bioscience. Tokyo University of Fisheries. JICA.

Widyastuti S. 2008. Pengolahan pasca panen alga merah strain lokal Lombok menjadi agar menggunakan beberapa metode ekstraksi. Jurnal Lembaga Penelitian Unram. 2(14):63-72.

Widyastuti S. 2010. Sifat fisik dan kimiawi karagenan yang diekstrak dari rumput laut Eucheuma cottoni dan Eucheuma spinosum pada umur panen yang berbeda. Jurnal Agroteksos. 20(1):41-50.

(30)

18

Zamannejad N, Emadi H, Hafezieh M. 2016. Effects of supplementation of algae

Sargassum ilicifolium on growth, survival and body composition of rainbow trout Oncorhynchus mykiss. Irian Journal Fisheries Sciences. 15(1):194-205. Zhou QC, Tan BP, Mai KS, Liu YJ. 2004. Apparent digestibility of selected feed

(31)

19

(32)

20

Lampiran 1. Hasil analisis proksimat bahan baku pakan ikan nila

Bahan

Lampiran 2. Formulasi pakan uji kecernaan tepung C. lentillifera

Bahan Baku Pakan Acuan Pakan perlakuan

(%) (%)

Tepung ikan 25 17.5

Tepung bungkil kedelai 36 25.1

Tepung Caulerpa lentillifera 0 30

Pollard 25.5 17.8 perlakuan dengan pemanfaatan C. lentillifera (referensi: NRC 1993; Matanjun 2009).

Asam amino (%) Kebutuhan ikan Komposisi tepung Caulerpa lentillifera

(33)

21 Lampiran 4. Prosedur analisis Cr2O3 dalam pakan uji kecernaan dan feses ikan

nila (Takeuchi 1988)

1) Sampel ditimbang sebanyak 0.1-0.2 g sampel/bahan, kemudian dimasukkan ke dalam labu Kedjhal;

2) Larutan asam nitrat pekat ditambahkan sebanyak 5 mL ke dalam labu; 3) Setelah itu, sampel dipanaskan dengan hati-hati selama 30 menit sampai

volume larutan menjadisekitar 1 mL;

4) Setelah sampel dingin, ditambahkan 3 mL asam perklorat pekat kedalam labu kemudian dipanaskan kembali;

5) Setelah asap putih terlihat dan larutan berubah dari hijau menjadi kuning atau orange, campuran dipanaskan selama 10 menit;

6) Larutan didinginkan, lalu diencerkan sampai volume 100 mL;

7) Absorban larutan ditentukan oleh spectrophotometer dengan panjang gelombang 350 nm.

Lampiran 5. Prosedur analisis proksimat pakan kecernaan dan pakan uji pertumbuhan, serta feses ikan nila (AOAC 1999)

Kadar Air

1) Cawan dipanaskan dalam oven pada suhu 105oC-110oC selama 1 jam dan kemudian dimasukkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang (X1);

2) Bahan ditimbang 2-3 g (A);

3) Cawan dan bahan dipanaskan dalam oven pada suhu 105oC-110oC selama 4 jam kemudian dimasukkan dalam desikator selama 30 menit dan kemudian dimasukkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang (X1);

2) Bahan ditimbang 2-3 g (A);

(34)

22

3) H2SO4 0.3 N sebanyak 50 mL ditambahkan ke dalam Erlenmeyer lalu

dipanaskan diatas pembakar Bunsen selama 30 menit. Setelah itu NaOH 1.5 N sebanyak 25 mL ditambahkan ke dalam Erlenmeyer dan dipanaskan kembali selama 30 menit;

4) Larutan dan bahan yang telah dipanaskan kemudian disaring dalam corong Buchner dan dihubungkan pada vacuum pump untuk mempercepat filtrasi; 5) Larutan dan bahan yang ada pada corong Buchner kemudian dibilas secara

berturut-turut dengan 50 mL air panas, 50 mL H2SO4 0,3 N, 50 mL air

panas dan 25 mL aseton;

6) Kertas saring dan isinya lalu dimasukkan kedalam cawan porselin dan kemudian dipanaskan dalam oven 105oC-110oC selama 1 jam kemudian didinginkan dalam desikator 5-15 menit dan ditimbang (X2);

7) Setelah itu dipanaskan dalam tanur 600oC hingga berwarna putih atau abu-abu (±selama 4 jam). Kemudian dimasukkan ke dalam oven 105oC-110oC selama 15 menit, didinginkan dalam desikator selama 5-15 menit dan selama 3-4 jam sampai terjadi perubahan warna cairan dalam labu menjadi hijau bening;

4) Larutan didinginkan lalu ditambah 100 mL air destilasi. Kemudian larutan dimasukkan ke dalam labu takar dan diencerkan dengan akuades sampai volume larutan mencapai 100 mL. Larutan sampel siap untuk didestilasi. Tahap Destilasi

1) Beberapa tetes H2SO4 dimasukkan ke dalam labu, sebelumnya labu diisi

setengahnya dengan akuades untuk menghindari kontaminasi oleh ammonia lingkungan. Kemudian didihkan selama 10 menit;

2) Erlenmeyer diisi10 mL H2SO4 0.05 N dan ditambahkan 2 tetes indicator

methyl red diletakkan di bawah pipa pembuangan kondensor dengan cara dimiringkan sehingga ujung pipa tenggelam dalam cairan;

3) Sebanyak 5 mL larutan sampel dimasukkan ke dalam tabung destilasi melalui corong yang kemudian dibilas dengan akuades dan ditambahkan 10 mL NaOH 30% lalu dimasukkan melalui corong tersebut dan ditutup; 4) Campuran alkalin dalam labu destilasi disuling menjadi uap air selama 10

menit hingga terjadi pengembunan pada kondesor;

(35)

23 Tahap Titrasi

1) Larutan hasil destilasi dititrasi dengan larutan NaOH 0.05 N; 2) Volume hasil titrasi lalu dicatat;

3) Perosedur yang sama juga dilakukan pada blanko.

Kadar protein (%) = 0.0007*x(Vb-Vs)x6.25**x20x100

S

Keterangan :

Vb = volume hasil titrasi blanko (mL) Vs = volume hasil titrasi sampel (mL) S = bpbpt sampel (g)

* = 1 mL 0.05 NaOH ekuivalen dengan 0.0007 g nitrogen ** = faktor nitrogen

Kadar Lemak

Metode ekstraksi Soxhlet

1) Labu ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 105 oC-110 oC selama 1 jam. Kemudian dinginkan dalam desikator selama 30 menit dan bobot labu ditimbang (X1);

2) Sampel ditimbang sebanyak 3-5 g (A), dan dimasukkan ke dalam selongsong tabung filter dan dimasukkan kedlam soxhlet dan diletakkan pemberat diatasnya;

3) N-hexan 100-150 mL dimasukkan ke dalam soxhlet hingga selongsong terendam dan sisa N-hexan dimasukkan ke dalam labu;

4) Labu yang telah dihubungkan dengan soxhlet dipanaskan diatas water bath hingga cairan yang merendam sampel di dalam soxhlet berwarna bening; 5) Labu lalu dilepaskan dan tetap dipanaskan hingga N-hexan menguap; 6) Labu dan lemak yang tersisa dipanaskan dalam oven selama 15-60 menit,

kemudian didinginkan dalam desikator selama 15-30 menit dan ditimbang (X2). homogeny dan ditambahkan larutan kloroform/methanol (20xA), sebagian disisakan untuk membilas pasa data penyaringan;

3) Sampel dihomogenkan selama 5 menit lalu disaring dengan vacuum pump; 4) Sampel yang telah disaring tersebut dimasukkan ke dalam labu pemisah yang telah diberi larutan MgCl2 0.03 N (0.2xC) lalu dikocok dengan kuat

minimal selama 1 menit kemudian ditutup dengan aluminium foil dan didiamkan selama 1 malam;

(36)

24

Kadar lemak (%) = X2-X1 x 100

A

Lampiran 6. Prosedur analisis mineral (Ca, Mg dan Fe) pada pakan dan feses ikan nila

3) Destruksi melalui pemanasan menggunakan hot plat atau digi block pada suhu 100-110 oC selama 30-45 menit;

4) Sampel akan mengeluarkan asap berwarna ketika dipanaskan, kemudian didinginkan pada suhu ruang;

5) Sebanyak 10 mL HClO4 pekat ditambahkan;

6) Destruksi sampel hingga berwarna puti dengan cara dipanaskan pada suhu 110 oC selama 15 menit;

7) Sampel didinginkan pada suhu ruang;

8) Larutan disaring menggunakan kertas saring Whatman nomor 41 dan dibilas menggunakan akuades hingga volume 100 mL;

9) Sampel dihomogenkan;

10)Sampel siap difiltrat menggunakan Atomic Absorbance Spektrofotometer (AAS).

Kadar Magnesium dan Zat besi (Destruksi Kering)

1) Sebanyak 5 gram sample ditimbang dan dimasukkan dalam cawan porselen;

2) Sebanyak 10 mg MgNO3 ditambahkan dalam sampel;

3) Campuran sampel dibakar dengan maker (pemanas) atau pengarangan pada suhu 100-200 oC selama 15 menit sampai sampel berwarna hitam; 4) Sampel dimasukkan ke dalam tanur untuk selanjutnya dilakukan proses

pengabuan pada suhu 500 oC selama 4-5 jam; 5) Sampel didinginkan pada suhu ruang;

6) Sebanyak 5 mL larutan HCl dan HNO3 (dengan perbandingan 50:50)

ditambahkan pada sampel;

7) Sampel ditakar menggunakan labu sampai volume 100 mL menggunakan akuades;

8) Sampel disaring dengan kertas saring Whatman nomor 41;

9) Sampel siap difiltrat menggunakan Atomic Absorbance Spektrofotometer (AAS).

(37)

25

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada 28 Oktober 1990 dari pasangan Bapak Djunaidi, BA dan Ibu Rohaina. Penulis merupakan anak ketiga dari empat bersaudara. Penulis melanjutkan studi di Universitas Lampung pada Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian pada tahun 2008 sampai 2013. Tahun 2014, penulis melanjutkan studi dengan menempuh Program Magister pada Program Studi Ilmu Akuakultur, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Tugas akhir ditempuh dengan dukungan Kelompok Nutrisi dan Teknologi Pakan Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Tawar (BPPBAT) Bogor.

Penelitian yang dilakukan dalam menyelesaikan studi Magister berjudul “Potensi Penggunaan Rumput Laut Caulerpa lentillifera sebagai Bahan Baku Pakan Ikan Nila Oreochromis niloticus”. Artikel yang berjudul “Potensi

Penggunaan Rumput Laut Caulerpa lentillifera sebagai Bahan Baku Pakan Ikan Nila Oreochromis niloticus” sedang dalam ta ap review pada urnal Akuakultur

Gambar

Tabel 2. Komposisi dan proksimat pakan uji pertumbuhan ikan nila dengan
Tabel 3. Kecernaan nutrien bahan C. lentillifera pada ikan nila
Tabel 5.  Komposisi tubuh ikan awal dan akhir pemeliharaan pada penggunaan C.
Gambar 1. Pola asam amino esensial dari kebutuhan ikan nila dan pakan

Referensi

Dokumen terkait

EFEKTIFITAS EKSTRAK RUMPUT LAUT (Gracilaria sp) SEBAGAI IMUNOSTIMULAN PADA IKAN NILA (Oreochromis niloticus) YANGi. DIINFEKSI BAKTERI

pendekatan yang dapat ditempuh dalam upaya menekan biaya pakan antara lain dengan menelaah kebutuhan nutrisi ikan Nila dan mengevaluasi berbagai pakan yang cocok

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dosis optimal pemakaian tepung daun lamtorogung (TDL) sebagai sumber protein nabati alternatif pakan ikan

Pengaruh penggunaan ram kotak terhadap pertumbuhan rumput laut Caulerpa lentillifera di Perairan Dato Rangas Kabupaten Majene tidak mengalami pertumbuhan dengan baik hal

Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah bahwa penggunaan tepung ikan teri pada pakan buatan ikan nila memberikan pengaruh yang nyata terhadap total konsumsi

Penggunaan fermentasi tepung lemna pada pakan buatan ikan nila (O. niloticus) memberikan pengaruh yang nyata terhadap total konsumsi pakan (TKP), efisiensi pemanfaatan

Salah satu jenis ikan budidaya yang berkembang pesat di Indonesia adalah ikan nila ( Oreochromis niloticus ). Indonesia berada pada peringkat empat negara produsen

Berdasarkan hasil penelitian ini perlu diadakan penelitian lebih lanjut tentang pengaruh tingkat penggunaan tepung ikan rucah nila dalam pakan dengan presentase